“Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

34
i Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien Terminal Illness di Rumah Sakit Dr. M Haulussy, Ambon Oleh, Deinvy Sandra Silooy 712010053 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Prasyarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Teologi Program Studi Teologi FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA Salatiga 2015

Transcript of “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

Page 1: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

i

“Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien Terminal

Illness di Rumah Sakit Dr. M Haulussy, Ambon

Oleh,

Deinvy Sandra Silooy

712010053

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi Guna Memenuhi Sebagian

Dari Prasyarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Teologi

Program Studi Teologi

FAKULTAS TEOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

Salatiga

2015

Page 2: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

ii

Page 3: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

iii

Page 4: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

iv

Page 5: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

v

Page 6: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

vi

Motto

Aku bersyukur kepada Dia, yang menguatkan aku, yaitu

Kristus Yesus, Tuhan kita, karena Ia menganggap aku setia dan

mempercayakan pelayanan ini kepadaku.

1 Timotius 1: 12

Bersukacitalah senantiasa

1 Tesalonika 5:16

Page 7: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang MahaEsa karena atas berkat dan

rahmat-Nya,penulis dapat menyelesaikan Penelitian yang berjudul “ Kajian Pastoral tentang

peran pendeta terhadap pasien terminal illness di Rumah Sakit Dr. M Haulussy, Ambon ”.

Penelitian ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar

Sarjana Sains Teologi, Fakultas Teologi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

Penelitian ini dapat selesai berkat bantuan dari berbagai pihak yang telah memberikan

bimbingan, ide, dan berbagai dukungan lainnya kepada penulis. Pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu. Pdt Retnowati. M,si selaku Dekan Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya

Wacana Salatiga.

2. Ibu Irene Ludji selaku Ketua Program Studi Teologi, Fakultas Teologi Universitas

Kristen Satya Wacana Salatiga.

3. Bapak Pdt. Jacob daan Engel sebagai dosen pembimbing yang baik yang selama ini

telah banyak membimbing mulai dari proposal sampai menyelesaikan penelitian ini.

Terimakasih atas perjuangannya yang rela memberikan segala waktu dan

dukungannya bagi mahasiswanya.

4. Ibu Pdt. Mariska Lauterboom sebagai dosen pembimbing atas bimbingan, masukan,

motivasi, pengarahan, dan kepercayaannya dalam membimbing penyelesaian

penelitian ini.

5. Ibu Ira. Mangililo. Ph,D selaku Koordinator Tugas Akhir, Fakultas Teologi

Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

6. Seluruh Bapak/Ibu Dosen dan seluruh staf di Fakultas Teologi, Universitas Kristen

Satya Wacana Salatiga yang telah mendidik dan memberikan motivasi dalam

penelitian ini.

7. Kedua orang tua saya, Mama dan Papa yang selalu memberi semangat, doa, kasih

sayang, kesabaran, dukungan dan perhatian yang begitu besar sampai detik ini dan

bahkan selamanya. Thank you mom,dad !!

8. Buat orang tua saya, keluarga besar Matitaputty Mama Ting dan Bapak Etos, mama

Aty di Merauke, mama Yoke, mama Ace yang sudah senantiasa memberikan

motivasi, doa dan kasih sayangnya kepada saya. Terima kasih banyak. Tuhan Yesus

berkati.

Page 8: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

viii

9. Kakak saya Drefi. Rollando dan adik saya Deivin.Trivena , terima kasih untuk doa

dan semangat kalian yang selalu diberikan kepada saya.

10. Seluruh staf Rumah Sakit Dr. M Haulussy Ambon, serta Ibu Pendeta Lisa.Frans atas

bantuan serta dukungannya dalam menyelesaikan penelitian ini.

11. Teman-teman 2010 yang selalu membantu dan memberikan motivasi bagi saya.

Sukses buat pelayanan ke depan. One heart, One dream, One vision with God. 2010 !!

12. Sahabat dan saudara terbaik Risky, ebe, arda, dewi, tika, egit, kak.Dessy

Risampessy/H,

K.dellaPattiapon,k.mercy.Kaligis,ipen,ian,jenn,inyong,sally,uthe,indah,mbajuni, ecca,

yonna, shesy, yana,ardi dan masih banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu

persatu, dankje banya samua, Tete manis berkati katong!

13. Buat Keluarga besar Nunumette di Jakarta, Keluarga besar Nunumette di Ambon,

Keluarga besar Mullo di Manado. Terima kasih untu doa serta dukungannya. Tuhan

berkati

14. Buat peth yang sudah menjadi teman,motivasi,semangat, kakak, musuh bahkan jadi

orang terdekat bagi saya, terima kasih untuk semangat, motivasi, kepercayaan,

kesabaran bahkan waktu yang diberikan bagi saya. Tetap jadi yang terbaik, semangat

skripsinya, Tuhan berkati Bu selalu. Loveyou Bu. !

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan penelitian ini masih terdapat

kekurangan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan saran yang membangun dari pembaca

demi kesempurnaan laporan ini.Akhir kata, peneliti berharap semoga hasil penelitian ini

dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian. Tuhan memberkati.

Salatiga, 12 Februari 2015

Deinvy Sandra Silooy

Page 9: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN......................................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN........................................................................ iii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES................................................... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI........................................... v

MOTTO............................................................................................................................. vi

KATA PENGANTAR...................................................................................................... vii

DAFTAR ISI..................................................................................................................... xii

ABSTRAK ....................................................................................................................... xiv

Bab 1 Pendahuluan ....................................................... ................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................... ................................. 1

1.2 Rumusan Masalah .............................................. ...................................4

1.3 Tujuan Penelitian ............................................... .................................. 4

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 4

1.5 Lokasi dan Subjek Penelitian ............................. .................................. 4

1.6 Metode Penelitian ............................................... .................................. 4

1.7 Sistematika Penulisan .............................................................................5

Bab 2 Pendampingan Pastoral & Peran Pendeta ..... ....................................6

2.1 Definisi Pendampingan & Konseling Pastoral ... ...................................6

2.2 Dasar dan Tujuan Pastoral .................................. .....................................8

2.3 Fungsi Pendampingan dan Konseling Pastoral . ...................................8

2.4 Peran Pendeta sebagai Konselor Pastoral ........... .................................... 9

2.5 Tujuan Pendampingan dan Konseling Pastoral .. ...................................11

2.6 Pasien Terminal Illness ....................................... ...................................11

Page 10: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

x

2.7 Peran Pendeta ...................................................... ............................... 14

Bab 3 Hasil Penelitian dan Pembahasan .................... .............................. 16

3.1 Deskripsi & Analisa tentang peran pendeta bagi pasien dengan

Status terminal illness di Rumah Sakit Dr. M Haulussy, Ambon ................... 16

Bab 4 Kesimpulan dan Saran ...................................... ............................. 22

4.1 Kesimpulan ......................................................... ............................... 22

4.2 Saran ............................................................................................. 22

Daftar Pustaka ............................................................... ............................ 24

Page 11: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

xi

ABSTRAKSI

Deinvy Sandra Silooy, 712010053, 2014/2015 Kajian pastoral tentang peran

pendeta terhadap pasien terminal illness di Rumah sakit Dr.M Haulusy, Ambon.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peran pendeta sebagai konselor

pastoral bagi pasien terminal illnessdi Rumah Sakit Dr.M.Haulussy, Ambon. Penelitian ini

didasari oleh realita yang ditemukan di Rumah Sakit Dr.M.Haulussy dalam upaya pelayanan

pastoral yang dilakukan pendeta sebagai konselor. Penelitian ini dilakukan agar pendeta

sebagai konselor bisa berjalan sesuai dengan fungsi-fungsi pendampingan yang ada.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis dengan jenis penelitian kualitatif.

Teknik pengumpulan data yang digunaan adalah wawancara. Wawancara bertujuan untuk

mendapatkan keterangan tentang masalah yang diteliti dengan percakapan tatap muka.

Penelitian ini menggunakan teori Clinebell yang menjelaskan tentang pendampingan pastoral,

tujuan pendampingan,fungsi-fungsi pendampingan pastoral serta peran pendeta sebagai

konselor pastoral. Penelitian ini dilakukan agar peran pendeta bisa berjalan sesuai fungsi

pendampingan yang ada. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi

pemahaman tentang bagaimana peran pendeta sebagai konselor pastoral bagi konselor,

pekerja sosial, dan bagi instansi yang terkait.

Kata kunci : Peran Pendeta, Pasien terminal illness, Pendampingan dan Konseling Pastoral

Page 12: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

1

1. Pendahuluan

1.1. Latar belakang

Terminal Illness merupakan istilah medis yang dipakai untuk menggambarkan

penyakit yang tidak bisa disembuhkan lagi. Hal ini menunjuk pada penyakit yang akan

mengakhiri hidup penderita. Proses dari keadaan akhir ini, direfleksikan melalui

menurunnya secara berangsur-angsur semua fungsi bagian tubuh yang paling penting

dan kemunduran organ-organ vital1. Dari keadaan yang demikian, pasien tersebut

biasanya mendapat pengobatan yang sedikit berbeda dengan pasien lain pada

umumnya. Kübler-Ross memahami pengobatan bagi pasien dengan status Terminal

Illness hanya berorientasi pada obat-obatpenenang dan makanan yang disukai untuk

mengganti cairan infus dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologi tanpa

melibatkan banyak perawatan individual2. Kapanpun seseorang dengan status

Terminal Illness bisa berhadapan dengan sesuatu yang tidak bisa dihindari yaitu

kematian. Dengan demikian seseorang itu diberi kesempatan terakhir untuk

mengaktualisasi nilai tertinggi, mengisi makna terdalam dari penderitaan. Menghadapi

semua hal di atas, perlu kesiapan sikap untuk menjalani penderitaan.Pasien dalam

proses seperti ini, sangat memerlukan pendampingan untuk menyadarkan konseli yaitu

penderita Terminal Illnessakan kemampuannya, sehingga pada akhirnya mereka sadar

dan mengatasi masalah yang mereka hadapi dengan cara mereka sendiri.

Pendampingan adalah kebutuhan setiap orang akan kehangatan, perhatian

penuh, dukungan. Pendampingan bertujuan memelihara dan memampukan orang

untuk mengembangkan potensi-potensi dalam dirinya yang diberikan Allah kepada

mereka, disepanjang perjalanan hidup mereka. Sebagaimana diungkapkan oleh

Clinebell ada 4 fungsi pastoral: Pertama, menyembuhkan (healing) adalah fungsi

pastoral yang terarah untuk mengatasi kerusakan dan memperbaiki orang menuju

kesembuhan. Kedua, menopang (sustaining) adalah menolong orang yang “terluka”

untuk bertahan mengatasi kejadian yang terjadi di mana perbaikan tidak mungkin lagi

diusahakan. Ketiga, membimbing (guiding) adalah membantu orang yang

kebingungan dalam mengambil pilihan yang pasti, pilihan yang dipandang

1Mesach.Krisetya. Teologi Pastoral: Pendampingan pastoral dalam Prespektif Teologis,

(UKSW:Salatiga,2008) 2Elisabeth.Kubler. Death: The Final Stage of Growth, (Englewood Cliff:New Jersey,1975)

Page 13: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

2

mempengaruhi keadaan jiwa mereka sekarang dan waktu yang akan datang. Keempat,

memulihkan (reconciling) yaitu berusaha untuk membangun suatu hubungan yang

rusak di antara manusia dan sesama manusia serta di antara manusia dengan Allah3.

Berdasarkan pemahaman di atas, menurut penulis fungsi pastoral bisa menjadi

menjadi acuan yang dapat membantu konselor dalam proses pendampingan untuk

menolong konseli memahami keadaanya.Konseling pastoral hadir sebagai suatu proses

pertolongan bagi konseli. Konselor dalam proses konseling hadir untuk menolong

memberikan dukungan bagi konseli dan keluarga. Menopang konseli untuk melewati

masa-masa penerimaan dirinya dan penyakitnya, membimbing konseli mengambil

keputusan memasuki keadaan akhir, membantu memulihkan hubungan pasien serta

menghadirkan rasa tanggung jawab konseli bagi sesama maupun dengan Allah.

Konselor pastoral hadir untuk memberikan upaya untuk membimbing serta

memberikan kekuatan bagi orang-orang (baik anggota gereja maupun anggota dari

persekutuan pendampingan lain) yang sedang menderita gangguan fungsi dan

kehancuran pribadi karena krisis4. Seorang konselor pastoral bisa menjadi penghubung

bagi penderita dengan masalahnya maupun menjadi penghubung bagi penderita

dengan keluarganya. Konselor menjadi seorang mediator agar konseli siap

menghadapi kematian, karena kematian adalah bagian dari kehidupan manusia yang

harus dihadapi dengan sikap penerimaan secara penuh. Untuk itu, peran seorang

pendeta sebagai konselor pastoral adalah menjadi katalisator serta mediator dalam

proses pendampingan juga diharapkan memiliki keahlian dalam berkomunikasi serta

menjadi pribadi yang mau bergumul bersama-sama dengan konseli.

Pendeta sebagai seorang konselor pastoral juga berperan dalam proses

pengaktualisasian makna kehidupan. Pengaktualisasian makna adalah memusatkan

perhatian pada pemberian makna kehidupan yang baik di dalam melihat dan memilih

berbagai alternatif kehidupan yang penuh konflik dan dibuat bermakna dengan cara

merubah cara berpikir di dalam melihat sebuah fenomena5. Menurut penulis pendeta

bukan hanya mereka yang melakukan pelayanan di gereja saja tetapi pendeta adalah

profesi yang melayani kebutuhan manusia di setiap bidang kehidupan termasuk dalam

3Howard.Clinebell. Tipe-tipe dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral,

(Yogyakarta:Kanisius,2002) hal 22 4Ibid

5Victor.E.Frank, Logoterapi: Terapi Psikologis melalui Pemahaman Eksistensi, (Yogyakarta:

Kanisius,2006)

Page 14: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

3

pelayanannya bagi jemaat ketika jemaat berada di Rumah Sakit. Selaras dengan

pemikiran tersebut Rumah sakit Dr.M Haulussy di Ambon memberikan tempat bagi

para pendeta untuk melakukan pendampingan bagi pasien terkhususnya pasien dengan

status terminal illness sebagai wujud pelayanan.

Rumah sakit Dr. M. Haulussy adalah salah satu pusat kesehatan umum yang

didirikan dengan sebuah visi yaitu “kami ada untuk melayani.” Pelayanan yang

dilakukan didalamnya juga meliputi pelayanan pastoraloleh pendeta yang bertugas di

Rumah sakit kepada semua pasien terkhusus pasien yang memasuki tahap terminal.

Kategori keadaan terminal yang termasuk di dalamnya seperti jantung, kanker, gagal

ginjal, tumor. Di sini penulis menekankan bahwa pasien yang akan diwawancarai

adalah pasien yang ada dalam keadaan demikian tetapi bisa untuk diajak berbicara,

sehingga dalam tulisan ini fokus penelitian penulis pada pasien kanker. Kanker selalu

berhubungan dengan sel tubuh kita. Sel-sel yang menyebar tidak normal, membentuk

sebuah kelompok dan merusak sel-sel normal yang dapat membuat orang menderita.

Tindakan operasi, radiasi dan kemoterapi tidak selalu menolong penderita kanker.

Dengan demikian, kanker layak dianggap sebagai penyakit fatal yang tidak

tersembuhkan6. Untuk itu, menghadirkan Pendeta sebagai konselor untuk

mendampingi pasien melewati tahap terminal di Rumah sakit sangat dibutuhkan.

Berdasarkan hasil wawancara awal dengan salah satu pegawai Rumah Sakit

(JN, 24thn) penulis menemukan kasus yang berhubungan dengan banyaknya jumlah

pasien dengan status terminal illness di Rumah sakit Dr. M Haulussy per hari

terhitung kanker payudara 2 orang, tumor abdomen 1 orang, kanker serviks 1 orang,

gagal ginjal 1 orang dan AIDS 1 orang7. Selain penulis melampirkan data jumlah

pasien terminal per hari, penulis juga melakukan percakapan dengan keluarga dari

salah satu pasien terminal illness dan penulis menemukan bahwa pendeta dalam

melakukan proses konseling hanya sebatas mendoakan pasien saja tanpa melakukan

fungsi-fungsi pastoral seperti yang dijelaskan oleh Howard Clinebell8. Dengan

demikian peran Pendeta menjadi tidak utuh dalam menjalankan tugasnya sebagai

seorang konselor pastoral. Berdasarkan hal ini maka penulis tertarik untuk meneliti

lebih jauh lagi tentang:

6Totok.Wiryasaputra. Pendampingan Pasien Kanker,(Jakarta: 2007)

7Narasumber Jecklin. Nanlohy, Hari jumat 20 Agustus 2014 Pukul 13.00 WIB

8Narasumber Ibu Dessy Gasperz, Hari Rabu 25 Agustus 2014 Pukul 17.35 WIT

Page 15: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

4

Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien Terminal Illness di

Rumah Sakit Dr. M Haulussy, Ambon

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan permasalahan

penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana Peran Pendeta terhadap pasien Terminal Illness di Rumah Sakit

Dr. M Haulussy, Ambon.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan Peran Pendeta terhadap pasien Terminal Illness di Rumah

Sakit Dr. M Haulussy, Ambon.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Teoritis: Memberikan kontribusi pemahaman tentang peran pendeta

sebagai Konselor Pastoral kepada semua kalangan.

2. Praktis: Dapat bermanfaat bagi calon-calon pendeta, terkhusus bagi

mahasiswa UKSW yang mengambil mata kuliah Konseling Praktek

1.5. Lokasi dan subjek penelitian

Tempat penelitian dan wawancara di Rumah Sakit Umum Daerah(RSUD) Dr.M

Haulussy, Jln. Dr Kayadoe Kudamati-Ambon.

1.6. Metode penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analisis. Metode

penelitian deskriptif analisis. Deskriptif analisis adalah metode dalam meneliti status

sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun

suatu kelas peristiwa pada masa sekarang9. Metode deskriptif analitis digunakan

digunakan karena penelitian ini bermaksud mendeskripsikan peran pendeta bagi

pasien terminal illness di rumah sakit dr. M Haulussy, Ambon.

9M.Nazir. Metode penelitian,(Bogor:Ghazalia Indonesia,1985)

Page 16: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

5

Jenis penelitian yang dipakai adalah adalah penelitian kualitatif.Jenis penelitian

kualitatif adalah penelitian yang lebih mengutamakan penghayatan serta berusaha

memahami dan menafsirkan makna dari suatu peristiwa interaksi dan tingkah laku

manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri sehingga hal ini

mengharuskan peneliti terjun sendiri ke lapangan secara aktif10

. Jenis data yang

digunakan adalah primer dan sekunder yaitu dengan cara observasi, wawancara dan

studi pustaka. Observasi digunakan untuk mendapatkan fakta-fakta empirik yang

tampak (kasat mata). Observasi yang di lakukan adalah partisipasi yakni observer atau

yang melakukan observasi terlibat langsung dalam objek yang diteliti11

. Teknik

pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara. Wawancara bertujuan untuk

mendapatkan keterangan tentang masalah yang diteliti, dengan percakapan tatap

muka12

. Wawancara akan dilakukan secara individual dengan pasien terminall illness

(jika dimungkinkan), keluarga dan pendeta yang bertugas di rumah sakit Ibu Lisa

Frans untuk mendapatkan data primer. Penulis juga akan melakukan wawancara

dengan 3 pasien kanker mewakili pasien terminal.

1.7. Sistematika Penulisan

Penulisan ini disistematika dalam 5 bagian: Bagian pertama berisi tentang latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, lokasi

penelitian, metode penelitian dan sistematika penelitian. Bagian kedua penulis

memaparkan teori Howard Clinebell tentang pendampingan pastoral yang berisi

tujuan dari pendampingan, fungsi dari pendampingan pastoral,peran pendeta sebagai

konselor pastoral dan pasien Terminal Illness. Bagian ketiga berisi deskripsi dan

analisis tentang peran Pendeta bagi pasien terminall illness di Rumah Sakit Dr.M

Haulussy. Bagian keempat penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

2. Pendampingan Pastoral dan Peran Pendeta

2.1 Definisi Pendampingan dan Konseling Pastoral

Pendampingan dan konseling pastoral adalah pemanfaatan hubungan antara

seseorang dan orang lainnya di dalam pelayanan. Hubungan itu dapat berupa

10

Usman, Setiady. Metode penelitian Sosial, (Jakarta:Bumi Aksara, 2008) 11

Widodo. Cerdik menyusun Proposal. (Jakarta:2004) 12

Koentjaranigrat. Teknik Pengumpulan data, (Yogyakarta: kanisius,1983)

Page 17: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

6

hubungan satu orang tertentu dengan satu orang lainnya atau dalam suatu kelompok

kecil. Hubungan itu memungkinkan timbulnya kekuatan dan pertumbuhan yang

menyembuhkan baik di dalam diri orang-orang yang dilayani tersebut maupun di

dalam relasi-relasi mereka. Konseling pastoral adalah sebuah dimensi dari

pendampingan. Pendampingan mencangkup pelayanan yang saling menyembuhkan

dan menumbuhkan di dalam suatu jemaat dan komunitasnya sepanjang perjalanan

hidup mereka. Pendampingan adalah pelayanan pendeta dan anggota jemaat secara

bersama. Pelayanan pendampingan umum adalah pelayanan yang mencangkup

kehadiran, pendengaran, kehangatan, dan dukungan praksis13

Menurut penulis pendampingan dan konseling pastoral adalah dua bagian yang

tidak dapat dipisahkan, karena bila keterampilan konseling adalah percakapan yang

mempunyai dimensi vertikal dan menggunakan dimensi religius maka pendampingan

merupakan suatu tindakan untuk menolong orang membuka diri kepada kekuatan

kasih Allah yang menyembuhkan. Karena dalam sebuah proses konseling pastoral,

pendampingan adalah proses yang dilakukan sebagai wujud dukungan terhadap pihak

yang sedang menderita. Proses konseling harus bersifat menyeluruh artinya bahwa

berusaha untuk bisa memungkinkan terjadinya pertumbuhan serta penyembuhan

secara utuh. Untuk itu, peran pendeta serta jemaat merupahkan dimensi yang berperan

penting dalam terciptanya suatu hubungan yang baik.

Kata pendampingan pastoral adalah gabungan dua kata yang mempunyai makna

pelayanan, yaitu kata pendampingan dan kata pastoral. Pertama, istilah pendampingan.

Kata ini berasal dari kata kerja “mendampingi”. Mendampingi merupahkan suatu

kegiatan menolong orang lain yang karena suatu sebab perlu didampingi. Orang yang

melakukan kegiatan “mendampingi” disebut sebagai “pendamping”. Antara

pendamping dan didampingi terjadi suatu interaksi sejajar atau relasi timbal balik.

Dengan demikian pendampingan memiliki arti kegiatan kemitraan, bahu-membahu,

menemani, membagi/berbagi dengan tujuan untuk saling menumbuhkan dan

mengutuhkan. Dalam hubungan ini, tampaknya pendamping mempunyai fasilitas yang

lebih dari orang yang didampingi yakni lebih sehat, mempunyai keterampilan.

Interaksi yang demikian akan menempatkan pendamping dalam perspektif yang lebih

luas bahwa perhatiannya tidak hanya pada problem atau gejala saja tetapi lebih dalam,

13

Howard,Clinebell. Tipe-tipe dasar pendampingan dan Konseling Pastoral,(Yogyakarta:

kanisius,2002)

Page 18: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

7

yakni kepada manusia yang utuh: fisik, mental, sosial, dan rohani. Dengan demikian

istilah pendampingan mempunyai spektrum yang menyeluruh atau holistis, bermuara

pada pengutuhan kehidupan si penderita yang semula hidupnya telah tercabik karena

berbagai krisis. Kedua istilah pastoral. Pastoral berasal dari “pastor” dalam bahasa

latin atau bahasa Yunani disebut “poimen”, yang artinya “gembala”. Secara

tradisional, dalam kehidupan gerejawi kita hal ini merupahkan tugas “pendeta” yang

harus menjadi gembala bagi jemaat atau “dombanya”. Pengistilahan ini dihubungkan

dengan diri Yesus Kristus dan karya-Nya sebagai “Pastor Sejati” atau “gembala yang

baik” (Yoh. 10). Hal ini mengaju pada pelayanan Yesus yang tanpa pamrih, bersedia

memberikan pertolongan dan pengasuhan terhadap pengikutNya, oleh karena itu tugas

pastoral bukan hanya tugas resmi atau monopoli para pastor/pendeta saja, tetapi juga

setiap orang yang menjadi pengikutNya14

.

Sedangkan konseling itu sendiri adalah sebuah runcingan dari proses

pendampingan. Konseling dapat diartikan sebagai sebuah layanan pendampingan yang

lebih formal dan tersruktur, dilakukan oleh orang yang dipersiapkan, didik dan dilatih

untuk melakukan konseling secara penuh waktu, sehingga mempu melakukan

pendampingan secara profesional dalam sebuah perjumpaan antara pendampingan

secara profesional dalam sebuah perjumpaan antara pendampingan secara

professional dalam sebuah sekompok orang (sering disebut konseli), dengan

menggunahkan metode psikologis untuk menstimulasikan daya pertumbuhan dan daya

penyembuhan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang15

.

Menurut penulis dari pengertian di atas terlihat bahwa pendampingan pastoral

berperan sebagai katalisator proses perubahan, pertumbuhan serta penyembuhan bagi

konseli. Pertolongan yang demikian bertujuan supaya konseli mampu memfungsikan

dirinya secara maksimal untuk mengatasi krisis-krisis yang terjadi dalam dirinya.

Seperti yang dijelaskan, Proses konseling adalah sebuah pertolongan yang

professional. Oleh sebab itu, proses konseling harus dilakukan oleh orang yang benar-

benar dipersiapkan, dididik, dilatih dan diberi wewenang untuk mempratikkan

konseling sesuai dengan metode dan prosedure pertolongan yang telah ditetapkan16

.

2.2 Dasar dan Tujuan Pastoral

14

Martin Aart Van Beek. Konseling Pastoral: Sebuah buku Pegangan bagi para penolong di Indonesia,

(Semarang: 1987) 15

Howard.Clinebell. Tipe-tipe dasar pendampingan dan Konseling pastoral,

(Yogyakarta:kanisius,2002) 16

Totok.wiryasaputra. Ready to Care: Pendampingan dan Konseling Psikologi, (Yogyakarta:2006)

Page 19: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

8

Howard Clinebell menyatakan bahwa tujuan dari semua konseling pastoral

adalah untuk membebaskan memperkuat dan memelihara keutuhan hidup yang

berpusat pada roh. Menurut Clinebell, “keutuhan hidup adalah hidup dalam segalah

kelimpahan.”17

Maka inti dari semua konseling pastoral adalah untuk menolong orang

memahami kesembuhan dan pertumbuhan serta belajar memperkuat iman serta nilai-

nilanya. Dalam konteks pemahaman ini, membebaskan mengandung arti: pembebasan

diri untuk dan menuju. Pembebasan diri banyak kekuatan yang bekerja dalam

kehidupan pribadi, di dalam hubungan-hubungan dan lembaga-lembaga, yang

membatasi serta membuat segala kemungkinan untuk bertumbuh ke arah keutuhan,

yaitu kehidupan dalam segalah kelimpahan.

2.3 Fungsi Pendampingan dan Konseling Pastoral

Menurut Howard Clinebellada 4 fungsi pendampingansepanjang abad :

1. Menyembuhkan (Healing) : “suatu fungsi pastoral yang terarah untuk

mengatasi kerusakan yang dialami orang dengan memperbaiki orang itu

menuju keutuhan dan membimbingnya dalam pengambilan keputusan ke

arah kemajuan di luar kondisinya terdahulu”.

2. Mendukung (Sustaining) : “menolongorang yang sakit (terluka) agar

dapat bertahan dan mengatasi suatu kejadian yang terjadi pada watu yang

lampau, di mana perbaikan atau penyembuhan atas penyakitnya tidak

mungkin lagi diusahakan atau dimungkinkannya sangat tipis sehingga tidak

mungkin lagi diharapkan”.

3. Membimbing (Guiding) : “membantu orang yang berada dalam

kebingungan dalam mengambil pilihan yang pasti (menyakinkan di antara

berbagai pikiran dan tindakan alternatif/pilihan), pilihan yang dipandang

mempengaruhi keadaan jiwa mereka sekarang dan pada waktu yang akan

datang”.

4. Memulihkan (Reconciling): “usaha membangun hubungan-hubungan

yang rusak kembali di antara manusia dan sesama manusia dan di antara

manusia dengan Allah”.

5. Memelihara atau mengasuh (Nurturing): “memampukan orang untuk

mengembangkan potensi-potensi yang diberikan Allah kepada mereka,

disepanjang hidup mereka dengan segala lembah-lembah, puncak-puncak

dan dataran-dataran.”18

2.4 Peran pendeta sebagai Konselor Pastoral

17

Howard.Clinebell. Tipe-tipe dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, (Yogyakarta:

kanisius,2002) 18

Ibid, 53-54

Page 20: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

9

Dalam zaman sekarang ini para pendeta memperoleh kesempatan untuk

memberikan konseling bagi orang-orang yang berjuang dalam pasang surut krisis yang

mengacaubalaukan kehidupan. Pendeta adalah konselor krisis yang bersifat wajar karena

keuntungan yang inheren (melekat) dari posisi dan perannya yaitu: jaringan hubungannya

dengan umatnya, haknya memasuki banyak sistem keluarga, keyakinan banyak orang

kepada pendeta, kemudahannya berhubungan dengan orang dan kehadirannya dalam

banyak krisis perkembangan psikologis dan krisis yang terjadi secara kebetulan (yang

tidak diharapkan) misalnya penyakit, kematian dan kehilangan orang yang dikasihi19

.

Dalam pandangan banyak orang yang sedang mengalami krisis, gambaran dan identitas

pendeta mengandung suatu arti bersifat mendukung dan memelihara.

Sebagai konselor pastoral, seorang pendeta harus memiliki sikap dapat dan

merasakan apa yang konseli rasakan, serta dapat menempatkan dirinya dalam kehidupan

dan perasaan orang lain, sehingga mereka merasa dihargai, diterima dan dikasihi. Di sisi

lain pendeta sebagai suatu penuntun dan teladan bahkan lebih dari itu, menjadi pancaran

sinar, sikap, sifat dan kepribadian dari Yesus. Sebagaimana kehidupan Yesus, yang

diharapkan dari pendeta sebagai konselor harus sama seperti Yesus.20

Dalam pelayanan, peran pendeta sebagai orang yang membangkitkan kesadaran

tentang arti dan harapan yang realistis adalah penting sekali. Fungsinya yang unik, sebagai

orang yang memampukan pertumbuhan rohani adalah membantu orang menemukan

kepenuhan arti yang ultimate dari kehidupan yang dijalankan dalam hubungan dengan

Allah, yaitu Allah yang selalu menyediakan kasih setiaNya juga ditengah tragedi yang

amat dasyat. Konselor pastoral menantang tetapi juga memelihara, penghadiran kedua

dimensi yang paradoks inilah menghasilkan pertumbuhan dalam konseling. Pendeta

rumah sakit dianggap sebagai pembawa sumber religius, pengurangan kecemasan, dan

penghiburan bagi pasien-pasien khususnya ketika semua pengobatan medis sudah

dikerjakan dan ternyata gagal. Penggunaan yang terampil dari metode pendengaran,

pemeliharaan dan konseling terhadap orang sakit dapat membantu pasien menjadi lebih

terbuka kepada sumber penyembuhan yang diberikan Allah dalam tubuh, jiwa dan roh dan

hubungannya. Agar menjadi efektif sebagai pemelihara pertumbuhan maka pendeta

harus tetap bertumbuh.

19

Ibid, 20 20

Jacob Daan Engel. Konseling dasar dan Pendampingan Pastoral, (Salatiga,2003)

Page 21: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

10

Menurut penulis seorang pendeta terpanggil untuk menjadi orang yang

memungkinkan terwujudnya keutuhan rohani disegala bidang kehidupan manusia.

Meminjam istilah Willian A. Barry, ia mengatakan bahwa pendeta adalah “pembimbing

rohani” yaitu orang yang menjadi memimpin dalam suatu pencarian berdasarkan

pimpinan roh kudus didalam situasi psikologis dan spiritual. Proses pencarian ini

menekankan pada bagaimana menemukan sesuatu yang dapat menjadi kekuatan bagi

pemimpin dan dipimpin untuk sama-sama berkembang menuju keutuhan dan

kesempurnaan hidup baik itu secara spiritual maupun psikologis.21

Dalam pelayanan gereja kepada masyarakat yang didalamnya juga termasuk

pelayanan pendeta sebagai seorang konselor di rumah sakit, menjadikan peran pendeta di

masyarakat khususnya di rumah sakit menjadi sangat penting. Dalam perannyapendeta

rumah sakit dianggap sebagai pembawa sumber religius, pengurangan kecemasan dan

penghiburan bagi pasien-pasien khususnya ketika semua pengobatan medis sudah

dikerjakan dan ternyata gagal. Peranan seorang pendeta terhadap orang sakit juga

memiliki dimensi penting lainnya, yaitu membantu memampukan penyembuhan. Selain

penyembuhan, penggunaan yang terampil dari metode pendengaran, pemeliharaan dan

konseling terhadap orang sakit dapat membantu si pasien menjadi lebih terbuka kepada

sumber penyembuhan yang diberikan Allah dalam tubuh, jiwa dan roh dan

hubungannya.22

2.5 Tujuan Pendampingan dan Konseling Pastoral bagi pasien

Ada empat tujuan pendampingan dan konseling bagi pasien yang dijelaskan oleh

Van Beek .

1. Menolong pasien untuk mengungkapkan perasaanya. Dalam hal ini, konselor pastoral

harus mampu menciptakan kesempatan untuk mempersilakan pasien mengeluarkan

segala perasaan dengan bebas

2. Menolong pasien dengan mendengarkan segala, keluhan-keluhan dengan demikian,

pasien akan merasa dimengerti, oleh orang lain, sehingga pasien akan lebih kuat.

Pertolongan ini akan membuat pasien merasa terlindungi, dengan merasa tidak sendiri

dalam menghadapi penderitaan.

21

Victor E Frank. Logoterapi Psikologi melalui Pemahaman Eksistensi, (Yogyakarta,2006) 22

Hadi Suhardjo.Konseling Krisis dan terapi singkat : Pertolongan di saat-saat sulit, (Bandung,2006)

Page 22: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

11

3. Menolong pasien untuk menemukan masalah yang sedang dialaminya dan membantu

pasien untuk menyelesaikan masalah tersebut sehingga dapat menerima kenyataan

yang memang harus di alaminya.

4. Dalam peranya sebagai penyembuh, hal-hal tersebut harus diperhatikan serta

dijalankan seiring dengan fungsi pendeta sebagai seorang penyembuh. Keempat aspek

ini harus bisa berjalan secara bersamaan.23

2.6 Pasien Terminal Illness

Illness adalah konsep psikologis yang menunjuk pada perasaan, persepsi atau

pengalaman subjektif seseorang tentang ketidaksehatan atau keadaan tubuh yang

dirasa tidak enak. Sebagai pengalaman subjektif, illness bersifat individual. Seseorang

yang memiliki penyakit belum tentu dipersepsi oleh seseorang tetapi orang lain juga

dapat merasakannya.

Pada umunya penyakit terminal adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan dan

akhirnya meninggal dunia. Ini berarti penyakit terminal adalah penyakit yang akan

membawa penderita ke ajalnya. Sebagian ahli menganggap orang yang menderita

penyakit terminal apabila kondisi penyakitnya tidak mengalami perubahan yang

berarti dan tidak ada obat atau sarana penyembuhan yang dapat diupayakan sehingga

mungkin orang akan meninggal dalam 12 bulan ke depan.24

Tahap terminal ini dimulai dengan adanya serangan penyakit-penyakit akut

dan ini berlangsung dalam konsisi pasien sadar atau tidak sadar. Kondisi pasien yang

dimaksud adalah secara psikis pasien merasa dan mengetahui akan keadaan dirinya

yang sebenarnya sehingga mengadakan respon terhadap prospek kematian, sedangkan

keadaan yang tidak sadar adalah suatu kondisi dimana pasien berada dalam keadaan

yang tidak mengerti dan tidak merasa apa yang sedang terjadi dengan dirinya25

Menurut penulis keadaan ini adalah keadaan dimana penderita masih sadar

tetapi tidak mampu melakuan apa-apa. Pasien mengetahui bahwa kematian akan

menjadi hal berikutnya dalam proses keadaanya tersebut. Oleh sebab itu, suatu kondisi

dimana proses pengobatan kepada orang terminal lebih berfokus terhadap obat-obat

23

Martin Aart van Beek. Konseling Pastoral: Sebuah buku Pegangan bagi para Penolong di Indonesia,

(Semarang, 1987) 24

Elisabeth.Kubler. Death:The Final Stage Grwoth, (Englewood Cliffs: New Jersey, 1975) 25

D.B Bromley. The psychologist of human Ageing, (Michell and Company: Inggris, 1974)

Page 23: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

12

penenang serta penanganan rawat jalan (dirumah). Hal ini dilakukan agar mengurangi

rasa sakit, perawatan yang meningkat serta memberikan ketenagan kepada pasien

menjelang kematiannya. Semua proses ini harus diperhatikan sebagai wujud tindakan

mengatasi rasa cemas terhadap kematian yang nantinya dirasakan oleh pasien.

Individu yang menghadapi penyakit serius atau menjelang kematian sering

beralih ke pengobatan yang bukan hanya fisik melalui pengobatan medis,tetapi juga

melalui dukungan emosional dan spiritual. Kebanyakan pasien menemukan perawatan

fisik mereka harus menjalani (operasi, kemoterapi, radiasi, dan tak ada habisnya biopsi

tindak lanjut) sangat berat. Kesadaran mereka dan kecemasan tentang penyakit mereka

dan kemungkinan nyata kematian mengirimkan banyak orang ke dalam krisis

eksistensial. Dari krisis yang mereka rasakan timbul reaksi emosional yang terjadi

dalam diri penderita yang dijelaskan oleh Elisabeth Kubler-Ross sebagai berikut26

:

1. Denial (menyangkal): Penyangkalan bagi penderita penyakit terminal menjadi penting

dan sangat diperlukan, karena hal ini akan membantu pasien menyadari bahwa

kematian itu tidak dapat dihindari. Penderita sering kali menyangkal bahwa ia

memiliki penyakit yang bisa membawanya ke kematian. Meskipun ia menyadari

bahwa kematian bisa datang secara tiba-tiba kepada setiap orang, namun seringkali ia

mencoba membuang pemikiran yang menakutkan tersebut.

2. Anger (kemarahan): setelah ia menyadari bahwa penyakit itu memang benar, maka ia

mulai membandingan yang harus menderita itu siapa. Pasien bisa marah dalam

menghadapi fakta ini. Ia kemudian mulai mengingat sejarah kesehatannya, bagaimana

ia tadinya begitu kuat, banyak memiliki prestasi tapi mengapa ia justru mengalami hal

tersebut, mengapa bukan orang lain saja? Kemarahan itu bukan saja sangat mungkin

terjadi bahkan tak dapat dihindarkan.

3. Bargaining (tawar-menawar) : tawar-menawar ini dilakukan untuk “mengubah” hati

Tuhan. Sering terungkap dalam kalimat nazar “kalau nanti saya sembuh, saya berjanji

akan taat beribadah dan melayani”. “saya akan memberikan seluruh hidup saya untuk

Tuhan”.

4. Depression (depresi): disini reaksi fisiknya menjadi sangat lamban, tetap memusuhi

orang lain, masih memiliki rasa bersalah dan tidak memiliki semangat hidup lagi. Ada

dua jenis depresi yaitu yang bersifat reaktif dan persiapan:

26

Elisabeth. Kubler.OnDeath and dying, (The Macmilan Company: New York,1969)

Page 24: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

13

Reaktif:yaitu karena depresi itu yang menyebabkan sangat kecewa

sehingga ia kehilangan minat untu berdoa,makan, baca alkitab

Persiapan: yaitu mempersiakan diri terhadap hari esok yang akan

menimpanya. Tetapi disamping itu, ada rasa takut dan cemas terhadap

keluarga, pekerjaan dan segala sesuatu yang ditinggalan.

5. Acceptance (menerima): sebelum konseli bergumul antara kenyataan dan khayalan.

Dalam tahap ini konseli benar-benar pasrah terhadap apa yang menimpanya. Dia bisa

menerima keadaan penyakitnya yang membawanya kepada kematian dan menolak

percya bahwa adanya kesembuhan atau mujizat.

Dari reaksi emosional yang paparan oleh Elisabeth Kubler-Ross, menurut

penulis reaksi ini adalah suatu proses yang wajar yang di lalui oleh seorang pasien

dengan keadaan terminal. Dengan reaksi demikian pasien maupun tenaga medis serta

konselor bisa menolong serta membantu mengatasi keadaan serta perasaan yang

dirasakan. Dengan mengetahui tahap-tahap diatas dapat membantu para konselor

maupun pendeta untuk menentukan sikap dan menyesuaikan diri dengan situasi

penderita dengan demikian bisa membantu dan mendampingi dalam tahap-tahap

tersebut.27

2.7 PERAN PENDETA

Menurut Engel, profesi pendeta tidak hanya sebagai rutinitas yang berkhotbah

dalam kebaktian, juga melayani dalam realitas kehidupan jemaat sehari-hari. Pendeta

dipanggil untuk menjalankan pelayanan dalam generasi yang tidak hanya

berkonfrontasi dengan masalah-masalah dalam diri manusia sendiri, tetapi juga

dengan masalah-masalah yang lebih kompleks dalam kehidupan masyarakat dan dunia

sekitar yang terkadang sulit dijawab. Profesi dan panggilan seorang pendeta

memperkuat arti dari pelayanan pastoral, dengan alasan bahwa :

1. Pendeta adalah rekan sekerja Allah yang mengarahkan hatinya ke dalam

pelayanan yang terpusat pada Allah dan setia memampukan orang lain

mengenal diri sendiri dan Allah. Manusia tidak bisa melayani diri sendiri dan

tidak seorangpun sejak lahir hingga dewasa dapat hidup oleh dirinya sendiri,

akan hidup dalam komunitas tertentu dengan berbagai persoalan kemanusiaan

27

Mesach.Krisetya. Teologi Pastoral: Pendampingan Pastoral dalam perspetif Teologis,

(UKSW:Salatiga.2008)

Page 25: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

14

dan pendeta hadir untuk melaksanakan panggilan Allah di tengah kehidupan

tersebut.

2. Pendeta menempatkan pelayanannya di dalam terang Roh Kudus dalam

menjawab pergumulan-pergumulan sekitar masalah-masalah kemanusiaan.

Rasa bersalah, kesepian, keputusasaan, ketakutan ditengah tekanan dan

pengaruh keduniawian, merasa tidak dicintai serta hidup dalam kehampaan

karena nafsu-nafsu yang mengikat merupakan pergumulan-pergumulan batin

manusia membutuhkan peranan Roh Kudus untuk memberikan topangan,

dukungan dan kekuatan.

3. Pendeta sebagai konselor pastoral selalu bersentuhan dengan apa yang disebut

relasi terhadap sesamanya. Relasi yang mendalam hanya dapat dibangun, jika

pendeta menganggap orang lain berharga yang membutuhkan perhatian dan

kasih sayang.

4. Seorang pendeta harus memiliki sikap dapat menerima orang lain dan

merasakan yang mereka rasakan, serta dapat menempatkan dirinya dalam

kehidupan dan perasaan orang lain, sehingga mereka merasa dihargai, diterima

dan dikasihi. Disisi lain, pendeta sebagai simbol nilai-nilai yang dirasakan oleh

orang lain sebagai suatu panutan dan teladan, bahkan lebih dari itu, menjadi

pancaran sinar sikap, sifat dan kepribadian dari Yesus 28

Menurut penulis profesi seorang pendeta bukanlah profesi yang menjalankan

kewajiban gereja saja melainkan profesi yang turun langsung serta terlibat dalam

melakukan pelayanan di tengah-tengah masyarakat. Pelayanan yang diberikan bukan

saja menyangkut pemberitaan firman dan ibadah tetapi juga pendeta hadir sebagai

seorang konselor dalam membantu jemaat untuk membangun relasi, baik dengan

sesama maupun dengan Tuhan.

Selain itu, pendeta merupahkan kawan sekerja Allah yang diutus di tengah-

tengah dunia ini untuk melakukan misi Allah bagi dunia. Salah satu misi Allah bagi

dunia ini adalah pelayanan pastoral. Pendeta dipercayakan Allah untuk turut ambil

bagian dalam membantu mengatasi masalah kehidupan, membimbing jemaat

melewati keadaan yang sulit, dan pendeta diharapkan bisa memberi dukungan dan

topangan bagi jemaat yang dalam masa-masa kritis. Dalam pandangan orang yang

28

Jacob Daan Engel, Konseling Dasar dan Pendampingan Pastoral, (Salatiga,2007) Hal 33-34

Page 26: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

15

mengalami krisis, arti dan kehadiran seorang pendeta dalam suatu keadaan krisis

sangat memiliki dampak yang cukup besar. Pendeta dikatakan mampu memberikan

kontribusi bagi mereka yang sedang dalam keadaan krisis karena sakit. Menurut

Gunadi kebutuhan penderita sakit terbagi dalam tiga kategori: pertama, kebutuhan

rohani merupakan kebutuhan akan penguatan serta penghiburan rohani dalam

menerima keadaan. Kedua, kebutuhan emosional berkaitan dengan kehilangan

pengendalian diri serta merasa tidak dihargai. Ketiga, kebutuhan jasmani

berhubungan dengan kebutuhan keseharian.29

Menurut penulis dengan melihat kebutuhan penderita yang dipaparkan Gunadi,

bisa dikatakan bahwa kebutuhan penderita merupahkan fokus utama yang harus

diperhatikan oleh pendeta dalam melakukan pelayanan bagi penderita sakit.

Kebutuhan akan penguatan rohani harus menjadi perhatian utama, untuk itu dalam

melakukan pelayanan pendeta berusaha untuk terus mendampingi secara rutin serta

berusaha memahami sikap, perasaan dan perilaku penderita sakit dari sudut

“keharusan. Melihat fungsi dari pendeta, bisa dikatakan bahwa pendeta memiliki

pengaruh yang besar bagi proses pertumbuhan maupun kesembuhan seseorang.

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Dalam bagian ini penulis akan menganalisis peran Pendeta bagi pasien

Terminal illness.

3.1 Deskripsi & Analisa tentang Peran Pendeta bagi Pasien dengan Status

Terminal Illness di Rumah Sakit Dr. M.Haulussy.

Pendeta bukan hanya sebuah profesi dengan rutinitas berkhotbah dalam

kebaktian, tapi juga melayani dalam realitas kehidupan jemaat sehari-hari.Pendeta

dipanggil untuk menjalankan pelayanan dalam generasi yang tidak hanya

berkonfrontasi dengan masalah-masalah dalam diri manusia sendiri, tetapi juga

dengan masalah-masalah yang lebih kompleks dalam kehidupan masyarakat dan dunia

sekitar yang terkadang sulit dijawab. Kehadiran seorang pendeta di rumah sakit

merupahkan bagian dari pelayananya dalam menjangkau segala aspek kehidupan

masyarakat.Konseling merupahkan sarana yang digunakan pendeta dalam menjalin

suatu hubungan dengan konseli guna untuk menemukan jalan keluar dari masalah

29

Paul.Gunadi, Life In Transition: Christian Counseling Conference and asosiasi, Konselor Kristen

Indonesia hal 46-48

Page 27: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

16

yang sedang dialami. Hubungan yang tercipta antara pendeta sebagai konselor dengan

konseli merupakan hubungan yang menimbulkan kekuatan dan pertumbuhan yang

baik bagi Konseli dan relasi-relasinya.30

Dengan demikian, peran pendeta menjadi

sangat penting dalam membantu menolong konseli untuk menyelesaikan masalah yang

sedang dialaminya.

Rumah Sakit Dr.M Haulussy adalah rumah sakit umum yang melayani pasien

dari berbagai suku, ras dan agama. Dari data yang diperoleh kebanyakan pasien yang

beragama Nasrani tapi juga ada yang Non-nasrani. Rumah sakit dr.M Haulussy

mempunyai lembaga bidang kerohanian yang terdiri dari 1 orang pendetayang

melakukan tugas pelayanan selama satu minggu dimulai dari hari Senin dengan

melakukan ibadah bersama staf rumah sakit beserta keluarga pasien pukul 09.00

WIT di aula rumah sakit. Setelah itu, pelayanan doa serta pastoral bagi semua

pasiendi rumah sakit. Pelayanan pastoral yang terjadi antara pendeta dan pasien

maupun staf rumah sakit dimulai dengan pendeta datang, mendoakan pasien serta

melakukan percakapan pastoral singkat dengan menanyakan kabar serta apa

pergumulan pribadi yang sedang dihadapi konseli, percakapan ini berlangsung selama

10-15 menit dalam 1x pertemuan. Diakui juga oleh staf rumah sakit Dr. Hs bahwa

dalam pelayanan yang dilakukan pendeta di rumah sakit khususnya pelayanan

pastoral memang belum sepenuhnya terstruktur dengan mendapat perhatian penuh

dari pihak rumah sakit31

. Dalam artian bahwa pelayanan kerohanian belum masuk

dalam struktural rumah sakit sebagai salah satu pelayanan yang terstruktur secara

baik, akibatnya tidak ada pertanggung jawaban moral dari pihak rumah sakit terhadap

pelayanan pastoral yang terjadi sehingga pelayanan berjalan hanya seadanya. Selain

belum terstruktur secara baik, tidak ada job descriptionyang terjadi antara pihak

rumah sakit dengan pendeta sehingga pelayanan pendampingan yang terjadi antara

pendeta sebagai konselor dengan pasien sebagai konseli hanya sebatas datang

mendoakan serta melakukan percakapan singkat selama 10-15 menit.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, menurut penulis peranan pendeta

yang terlihat di rumah sakit dr. M Haulussy merupakan tugas pelayanan yang

didalamnya bertujuan untuk menjangkau aspek kehidupan masyarakat. Salah satu

perannya yang kita temui sekarang adalah sebagai seorang konselor pastoral.

30

Howard. Clinebell, Tipe-tipe pendampingan dan konseling pastoral ,( Yogyakarta: Kanisius,2002) 31

Narasumber Dokter HS (bukan nama sebenarnya), senin 10 November 2014 pukul 11.00 WIT

Page 28: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

17

Konselor pastoral hadir sebagai upaya yang bersifat membimbing serta memberikan

kekuatan bagi orang-orang yang sedang menderita ganguan fungsi dan kehancuran

pribadi karena krisis. Konselor dalam proses konseling hadir untuk menolong

memberikan dukungan bagi konseli dan keluarga, menopang konseli untuk melewati

masa-masa penerimaan dirinya dan penyakitnya, membimbing konseli mengambil

konseling dalam memasuki keadaan akhir, membantu memulihkan hubungan pasien

serta menghadirkan rasa tanggung jawab konseli bagi sesama maupun dengan

Allah.32

Dalam fungsinya sebagai seorang konselor pastoral di rumah sakit, upaya

pendampingan yang dilakukan pendeta sudah berjalan secara baik, hanya saja waktu

dalam rutinitas pertemuan yang digunakan untuk melakukan proses pendampingan

perlu diatur secara maksimal agar dalam proses pelaksanaan pastoral yang terjadi

setidaknya pertemuan bisa lebih dari 1x setiap minggunya serta waktu pertemuan

adalah minimal 2 jam dalam 1x pertemuan, sehingga proses konseling mencapai

tujuannya secara bertahap.

Secara teori, menurut Clinebell konseling adalah sebuah layanan

pendampingan tersruktur, dilakukan oleh orang yang dipersiapkan, didik dan dilatih

untuk melakukan konseling secara penuh waktu, dengan menggunakan metode

psikologis untuk menstimulasikan daya pertumbuhan dan daya penyembuhan yang

ada pada seseorang atau sekelompok orang. Proses konseling adalah sebuah

pertolongan yang profesional oleh sebab itu, proses ini harus dilakukan oleh orang

yang benar-benar dipersiapkan, dididik, dilatih dan diberi wewenang untuk

mempraktikan konseling sesuai metode dan prosedure pertolongan yang telah

ditetapkan.33

Pendeta merupakan penolong yang dianggap mampu melakukan upaya

pertolongan bagi konseli lewat konseling sebagai layanan pendampingan yang

membantu menolong seseorang dalam mengatasi masalah.

Berdasarkan hasil penelitian serta teori yang sudah dibahas, penulis simpulkan

bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara teori Clinebell dengan realita yang

terjadi di Rumah Sakit Dr. M Haulussy. Bahwa seorang pendeta dalam perannya

sebagai seorang konselor di rumah sakit haruslah memiliki suatu keterampilan upaya

konseling secara terpadu dan terstruktur baik lewat kerjasama dengan suatu lembaga

masyarakat maupun lewat pelayanan bergereja. Dalam upaya pertolongan yang

32

Ibid, 59

Page 29: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

18

dilakukan pendeta sebagai seorang konselor juga perlu adanya metode-metode serta

keterampilan yang digunakan dalam membantu menstimulasikan pertumbuhan bagi

konseli. Upaya ini dilakukan agar konseli memiliki potensi untuk bertumbuh dalam

menghadapi masalah yang dihadapi. Hal ini tidak tampak jelas terlihat dalam realita

di Rumah Sakit Dr.M Haulussy. Pendeta sebagai konselor pastoral dalam melakukan

upaya-upaya pelayanan bagi pasien di Rumah Sakit Dr.M Haulussy baru hanya

sebatas pelayanan secara umum yaitu mengunjungi, mendoakan serta melakukan

percakapan singkat. Di sisi lain, mengenai keberadaan pendeta sebagai konselor di

rumah sakit masih belum adanya perhatian dari pihak rumah sakit mengenai hal

tersebut.

Dari hasil paparan diatas penulis mencoba untuk mendeskripsikan dan

menganalisis peran pendeta sebagai konselor pastoral terhadap pasien Terminal

Illnessdi Rumah Sakit Dr. M. Haulussy dari perspektif teori Clinebell sebagai

berikut34

:

1. Menyembuhkan (Healing) : “suatu fungsi pastoral yang terarah untuk

mengatasi kerusakan yang dialami orang dengan memperbaiki orang itu

menuju keutuhan dan membimbingnya ke arah kemajuan di luar

kondisinya yang terdahulu”. Dalam proses menyembuhkan, kehadiran

pendeta sebagai konselor adalah hal utama dalam membangun relasi yang

baik dengan konseli. Dari hasil penelitian yang diperoleh di Rumah sakit

Dr.M.Haulussy kegiatan penyembuhan yang dilakukan oleh pendeta

sebagai seorang konselor adalah hanya sebatas mengunjungi pasien,

mendoakan serta melakukan pendampingan pastoral singkat selama 10-15

menit dan dilakukan 1 minggu sekali bahkan 2 minggu sekali.Dari hasil

wawancara dengan keluarga pasien dikatakan bahwa kehadiran pendeta

secara psikologis sangat membantu konseli dalam menolong konseli tetapi

secara teori pendeta belum bisa membangun relasi yang baik dengan

konseli lewat kehadirannya secara penuh bagi konseli sehingga pelayanan

pastoral yang terjadi sebatas rutinitas biasa bukan suatu layanan yang

terprogram secara baik.

2. Mendukung(sustaining) adalah menolong orang sakit (terluka) agar dapat

bertahan mengatasi suatu kejadian yang terjadi di masa lampau, dimana

34

Ibid 29

Page 30: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

19

usaha penyembuhan tidak mungkin lagi di usahakan. Usaha mendukung

juga dilaksanaan oleh pendeta sebagai konselor di Rumah Sakit Dr.M

Haulussy dengan pendeta mendoakan konseli. Berdoa merupakansalah satu

metode yang digunakan pendetauntuk mengatasi masalah yang dihadapi

konseli. Dari hasil penelitian serta teori yang dijelaskan bisa di simpulkan

bahwa usaha mendukung yang dilakukan oleh pendeta sebagai seorang

konselor sudah dilaksanakan, hanya saja dalam upaya menolong konseli

perlu adanya intensitas pertemuan yang teratur antara konseli dan konselor.

Tetapi kenyataan yang terjadi di Rumah Sakit Dr.M Haulussy, pendeta

hanya datang mendoakan pasien 1 minggu sekali atau ketika

keluargameminta untuk dilayani. Dalam proses inipendeta belum

sepenuhnya mampu melakuan dukungan secara terstruktur.

3. Membimbing (Guiding) adalah upaya membantu orang yang berada dalam

kebingungan dalam mengambil pilihan yang pasti dan dipandang memiliki

pengaruh bagi keadaaan jiwa mereka sekarang dan waktu yang akan

datang.

Berdasarkan hasil penelitian di Rumah sakit Dr.M Haulussy, Dalam

pelayanan pendeta sebagai konselor perannya bagi pasien terminal illness,

pendeta diminta hadir untuk membantu konseli dalam melalui masa-masa

krisis. Pelayanan yang dilakukan berhubungan dengan pendeta

mendengarkan apa yang menjadi keinginan serta keputusan konseli.

Dengan demikian pendeta membantu memberikan solusi bagi konseli

dalam mengambil keputusan. Pelayanan lainnya yang dilakukan juga

berupa pendampingan secara non-verbal bagi pasien yaitu dengan

memperhatikan pesan-pesan orang yang didampingi yang terkandung

dalam nada suara, mimik muka, gerakan tangan dan lain-lain. Sedangkan

bagi keluarga pasien terminal, kehadiran pendeta sebagai konselor pastoral

dianggap mampu mengurangi kecemasan yang dirasakan oleh

keluarga.Dengan memberikan doa serta topangan bagi keluarga dalam

melewati masa-masa sukar. Dengan melihat hasil temuan lapangan serta

teori yang dipaparkan, bisa disimpulkan bahwa pendeta sudah menjalankan

perannya sebagai seorang pembimbing bagi konseli dengan baik.

4. Memulihkan (Reconciling) : “usaha membangun hubungan-hubungan yang

rusak kembali antara manusia dan sesama manusia dan diantara manusia

Page 31: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

20

dengan Allah”. Pendeta adalah satu-satunya pembawa sumber religius yang

diharapkan mampu menjadi jembatan dalam membantu menyelesaikan

masalah dari konseli35

. Hal ini masih belum penulis temukan dalam upaya

pendampingan yang dilakukan pendeta di Rumah sakit dr. M Haulussy

karena dalam percakapan pastoral yang terjadi antara konseli dengan

konselor belum terlihat adanya percakapan yang dalam yang dilakukan

secara bertahap dengan waktu pertemuan yang terjadwalkan sehingga

proses pemulihan tidak sepenuhnya menyentuh kehidupan konseli secara

menyeluruh.

5. Memelihara atau Mengasuh (Nurturing): “memampukan orang untuk

mengembangkan potensi-potensi yang diberikan Allah bagi

kehidupannya”. Dalam peran pendeta sebagai seorang konselor proses

Pemelihara merupakan fungsi terakhir yang dijelaskan Clinebell dalam

upaya pertolongan bagi konseli. Proses ini berkaitan dengan proses

memulihkan, jika proses memulihkan tidak berjalan secara baik dan

maksimal seperti yang terjadi di Rumah Sakit Dr.M Haulussy, maka proses

pemeliharaan yang dilakukan pun akan berdampak pada tidak adanya

perkembangan yang berarti dalam diri konseli untuk mengembangkan

potensi-potensi yang baik yang diberikan Allah untuk bertumbuh. Proses

ini belum terlihat secara baik dalam pelayanan yang dilakukan oleh karena

belum adanya program pendampingan yang dibuat secara terstruktur oleh

pendeta guna menjadi panduan dalam melakukan pelayanan pastoral bagi

konseli.

Dari paparan diatas, bisa disimpulkan bahwa upaya pelayanan yang dilakukan pendeta

sebagai konselor di Rumah Sakit Dr.M Haulussy adalah pelayanan yang bertujuan untuk

melayani jemaat dalam berbagai aspek kehidupan. Bagi jemaat, pendeta merupakan pembawa

sumber religius yang mampu mengurangi kecemasan yang dialami oleh jemaat. Dengan

demikian terlihat bahwa pendeta cukup berperan penting dalam menolong mengatasi masalah

yang terjadi. Dari perspektif keluarga pasien, pendeta sebagai seorang konselor sudah mampu

menjalankan perannya dengan baik secara psikologi lewat kehadirannya bagi konseli hanya

saja belum sepenuhnya seutuhnya dilaksanakan jika dilihat dari teori yang dijelaskan oleh

Clinebell. Karena pendampingan dan konseling pastoral merupakan suatu layanan

35

Ibid, 42

Page 32: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

21

pendampingan yang lebih formal dan terstruktur serta dilakukan secara penuh waktu dalam

sebuah kelompok (yang sering disebut konseli), dengan menggunakan metode serta

keterampilan yang menstimulasikan pertumbuhan bagi seseorang atau sekelompok orang.

4. Kesimpulan

Berdasarkan deskripsi dan analisis penulis terhadap hasil penelitian penelitian ini

maka penulis menemukan :

1. Bahwa adanya upaya pendampingan dan konseling pastoral yang dilakukan

pendeta sebagai konselor dengan hanya sebatas pelayanan pastoral secara

umum bagi pasien terminal illnessdi Rumah Sakit Dr.M Haulussy.

2. Adanya upaya dalam menjalankan fungsi-fungsi pendampingan seperti

menyembuhkan, mendukung, membimbing, memulihkan serta memelihara

walaupun belum sepenuhnya terlaksana secara utuh.

3. Belum adanya program kerja yang tersusun secara jelas antara pihak

Rumah sakit dengan pendeta sebagai konselor di rumah sakit.

4. Belum adanya respon positif dari pihak rumah sakit terhadap pelayanan

kesehatan secara holistik

5. Pelayanan yang dilakukan bagi pasien dengan status terminal illness

berupa pelayanan umum yang hanya berpusat pada pelayanan secara

rohani.

6. Kegiatan pelayanan yang dilakukan di Rumah sakit Dr.M Haulussy juga

hanya dijalankan oleh 1 orang pendeta.

7. Kurangnya metode-metode yang digunakan pendeta sebagai konselor

dalam menangani masalah yang dihadapi konseli.

Berdasarkan hasil penelitian ini maka ada beberapa saran yang perlu diperhatikan:

Bagi Pendeta: Agar di harapkan lebih banyak menguasai metode-metode dan

keterampilan konseling serta berupaya menjalankan kelima fungsi

penggembalaan dengan baik agar tujuan dari konseling bisa terpenuhi.

Bagi pihak Rumah Sakit: Agar lebih memperhatikan pelayanan kesehatan

secara holistik agar pelayanan menjadi merata bagi setiap pasien.

Bagi gereja: Supaya lebih peka terhadap pemerhatian pelayan-pelayan dalam

wilayah pelayanannya, dengan membantu memperhatikan upaya pelayanan

Page 33: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

22

yang di lakukan di Rumah sakit dr. M Haulussy sebagai bagian dari wilayah

pelayanan di kota Ambon.

Daftar pustaka

Abednego, B.A (2011), Tanggung Jawab Etis Pelayan Jemaat: Etis Pastoral, Jakarta:

Gunung Mulia.

Bromley B. D (1974) The Pscychology of Human Ageing, Inggris: Nicholl and company

Clinebell, Howard (2002), Tipe-tipe Dasar Pendampingan dan konseling Pastoral.

Yogyakarta.

Clinebell, Howard (1979), Growth counseling, Hope-Centered Methods of Actualizing

Human Wholeness. Nashville: Abingdon Press.

Conrad Peter (2005),The Sociologi of health & Illness Critical Prespective seven Editor.

California press

Dahlenburg G. D (2002) Siapakah Pendeta Itu? : Jakarta

Engel D, J(2003). Konseling dasar dan pendampingan pastoral :salatiga.

Frankl E Victor, (2006), Logoterapi : Terapi psikologi melalui pemaknaan eksistensi.

Jogjakarta.

Gula M. Richard (2009), Etika Pastoral Dilengkapi dengan Kode Etik, Jakarta: Kanisius.

Gunadi Paul (2013), Life In Tansition (christian counseling conference V). Asosiasi Konselor

Kristen indonesia

Hoffman Jhon (1993), Permasalahan Etis dalam Konseling. Jogjakarta:Kanisius

Krisetya, Mesach. (2008) Teologi Pastoral: Pendampingan Pastoral dalam Perspektif

Teologis. Salatiga : UKSW.

Kubler-Ross, Elisabeth (1969) On death and Dying, New York: The Macmillan company.

Kubler-Ross, Elisabeth (1975) Death : The Final Stage of Growth, Englewood cliffs: New

Jersey

Page 34: “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...

23

Koentaranigrat (1983) Tenik Pengumpulan Data, Jakarta

Nasir. Mohammad (1985) Metode penelitian, Bogor: Ghalia Indonesia

Paulson SDaryl ( 2004) The Nearing death and Pastoral Couseling, Vol 52

Puterbaugh Dolores (2013), Pastoral Counseling and Mental illness.

SahardjoHadi (2006). Konseling Krisis dan Terapi Singkat Pertolongan di saat-saat

Sulit,Bandung: Crisis and brief Therapy

Spector E, Racher (2004), Cultural Diversity in Health & Illness sixth editor. Philadelphia

Strom M. Bons (2011), Apakah Penggembalaan itu? Petunjuk Praktis Pelayanan. Jakarta:

Gunung Mulia

Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga, Pusat bahasa Departemen

Pendidikan Nasional, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002)

Usman Setiady (2008), Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi aksara

Van beek,Martin aart. (1987) Konseling pastoral : Sebuah Buku Pegangan Bagi Para

Penolong di Indonesia. Semarang

Widodo (2004) Cerdik Menyusun Proposal: Jakarta

Wiryasaputra Totok (2007), Pendampingan Pasien Kanker: Jakarta

Wiryasaputra Totok. (2006) Ready to Care: Pendampingan dan Konseling Psikologi.

Jogjakarta.