“Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...
Transcript of “Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien ...
i
“Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien Terminal
Illness di Rumah Sakit Dr. M Haulussy, Ambon
Oleh,
Deinvy Sandra Silooy
712010053
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi Guna Memenuhi Sebagian
Dari Prasyarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Teologi
Program Studi Teologi
FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
Salatiga
2015
ii
iii
iv
v
vi
Motto
Aku bersyukur kepada Dia, yang menguatkan aku, yaitu
Kristus Yesus, Tuhan kita, karena Ia menganggap aku setia dan
mempercayakan pelayanan ini kepadaku.
1 Timotius 1: 12
Bersukacitalah senantiasa
1 Tesalonika 5:16
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang MahaEsa karena atas berkat dan
rahmat-Nya,penulis dapat menyelesaikan Penelitian yang berjudul “ Kajian Pastoral tentang
peran pendeta terhadap pasien terminal illness di Rumah Sakit Dr. M Haulussy, Ambon ”.
Penelitian ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar
Sarjana Sains Teologi, Fakultas Teologi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
Penelitian ini dapat selesai berkat bantuan dari berbagai pihak yang telah memberikan
bimbingan, ide, dan berbagai dukungan lainnya kepada penulis. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu. Pdt Retnowati. M,si selaku Dekan Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya
Wacana Salatiga.
2. Ibu Irene Ludji selaku Ketua Program Studi Teologi, Fakultas Teologi Universitas
Kristen Satya Wacana Salatiga.
3. Bapak Pdt. Jacob daan Engel sebagai dosen pembimbing yang baik yang selama ini
telah banyak membimbing mulai dari proposal sampai menyelesaikan penelitian ini.
Terimakasih atas perjuangannya yang rela memberikan segala waktu dan
dukungannya bagi mahasiswanya.
4. Ibu Pdt. Mariska Lauterboom sebagai dosen pembimbing atas bimbingan, masukan,
motivasi, pengarahan, dan kepercayaannya dalam membimbing penyelesaian
penelitian ini.
5. Ibu Ira. Mangililo. Ph,D selaku Koordinator Tugas Akhir, Fakultas Teologi
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
6. Seluruh Bapak/Ibu Dosen dan seluruh staf di Fakultas Teologi, Universitas Kristen
Satya Wacana Salatiga yang telah mendidik dan memberikan motivasi dalam
penelitian ini.
7. Kedua orang tua saya, Mama dan Papa yang selalu memberi semangat, doa, kasih
sayang, kesabaran, dukungan dan perhatian yang begitu besar sampai detik ini dan
bahkan selamanya. Thank you mom,dad !!
8. Buat orang tua saya, keluarga besar Matitaputty Mama Ting dan Bapak Etos, mama
Aty di Merauke, mama Yoke, mama Ace yang sudah senantiasa memberikan
motivasi, doa dan kasih sayangnya kepada saya. Terima kasih banyak. Tuhan Yesus
berkati.
viii
9. Kakak saya Drefi. Rollando dan adik saya Deivin.Trivena , terima kasih untuk doa
dan semangat kalian yang selalu diberikan kepada saya.
10. Seluruh staf Rumah Sakit Dr. M Haulussy Ambon, serta Ibu Pendeta Lisa.Frans atas
bantuan serta dukungannya dalam menyelesaikan penelitian ini.
11. Teman-teman 2010 yang selalu membantu dan memberikan motivasi bagi saya.
Sukses buat pelayanan ke depan. One heart, One dream, One vision with God. 2010 !!
12. Sahabat dan saudara terbaik Risky, ebe, arda, dewi, tika, egit, kak.Dessy
Risampessy/H,
K.dellaPattiapon,k.mercy.Kaligis,ipen,ian,jenn,inyong,sally,uthe,indah,mbajuni, ecca,
yonna, shesy, yana,ardi dan masih banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, dankje banya samua, Tete manis berkati katong!
13. Buat Keluarga besar Nunumette di Jakarta, Keluarga besar Nunumette di Ambon,
Keluarga besar Mullo di Manado. Terima kasih untu doa serta dukungannya. Tuhan
berkati
14. Buat peth yang sudah menjadi teman,motivasi,semangat, kakak, musuh bahkan jadi
orang terdekat bagi saya, terima kasih untuk semangat, motivasi, kepercayaan,
kesabaran bahkan waktu yang diberikan bagi saya. Tetap jadi yang terbaik, semangat
skripsinya, Tuhan berkati Bu selalu. Loveyou Bu. !
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan penelitian ini masih terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan laporan ini.Akhir kata, peneliti berharap semoga hasil penelitian ini
dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian. Tuhan memberkati.
Salatiga, 12 Februari 2015
Deinvy Sandra Silooy
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN........................................................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES................................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI........................................... v
MOTTO............................................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR...................................................................................................... vii
DAFTAR ISI..................................................................................................................... xii
ABSTRAK ....................................................................................................................... xiv
Bab 1 Pendahuluan ....................................................... ................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................... ................................. 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................. ...................................4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................... .................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 4
1.5 Lokasi dan Subjek Penelitian ............................. .................................. 4
1.6 Metode Penelitian ............................................... .................................. 4
1.7 Sistematika Penulisan .............................................................................5
Bab 2 Pendampingan Pastoral & Peran Pendeta ..... ....................................6
2.1 Definisi Pendampingan & Konseling Pastoral ... ...................................6
2.2 Dasar dan Tujuan Pastoral .................................. .....................................8
2.3 Fungsi Pendampingan dan Konseling Pastoral . ...................................8
2.4 Peran Pendeta sebagai Konselor Pastoral ........... .................................... 9
2.5 Tujuan Pendampingan dan Konseling Pastoral .. ...................................11
2.6 Pasien Terminal Illness ....................................... ...................................11
x
2.7 Peran Pendeta ...................................................... ............................... 14
Bab 3 Hasil Penelitian dan Pembahasan .................... .............................. 16
3.1 Deskripsi & Analisa tentang peran pendeta bagi pasien dengan
Status terminal illness di Rumah Sakit Dr. M Haulussy, Ambon ................... 16
Bab 4 Kesimpulan dan Saran ...................................... ............................. 22
4.1 Kesimpulan ......................................................... ............................... 22
4.2 Saran ............................................................................................. 22
Daftar Pustaka ............................................................... ............................ 24
xi
ABSTRAKSI
Deinvy Sandra Silooy, 712010053, 2014/2015 Kajian pastoral tentang peran
pendeta terhadap pasien terminal illness di Rumah sakit Dr.M Haulusy, Ambon.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peran pendeta sebagai konselor
pastoral bagi pasien terminal illnessdi Rumah Sakit Dr.M.Haulussy, Ambon. Penelitian ini
didasari oleh realita yang ditemukan di Rumah Sakit Dr.M.Haulussy dalam upaya pelayanan
pastoral yang dilakukan pendeta sebagai konselor. Penelitian ini dilakukan agar pendeta
sebagai konselor bisa berjalan sesuai dengan fungsi-fungsi pendampingan yang ada.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis dengan jenis penelitian kualitatif.
Teknik pengumpulan data yang digunaan adalah wawancara. Wawancara bertujuan untuk
mendapatkan keterangan tentang masalah yang diteliti dengan percakapan tatap muka.
Penelitian ini menggunakan teori Clinebell yang menjelaskan tentang pendampingan pastoral,
tujuan pendampingan,fungsi-fungsi pendampingan pastoral serta peran pendeta sebagai
konselor pastoral. Penelitian ini dilakukan agar peran pendeta bisa berjalan sesuai fungsi
pendampingan yang ada. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi
pemahaman tentang bagaimana peran pendeta sebagai konselor pastoral bagi konselor,
pekerja sosial, dan bagi instansi yang terkait.
Kata kunci : Peran Pendeta, Pasien terminal illness, Pendampingan dan Konseling Pastoral
1
1. Pendahuluan
1.1. Latar belakang
Terminal Illness merupakan istilah medis yang dipakai untuk menggambarkan
penyakit yang tidak bisa disembuhkan lagi. Hal ini menunjuk pada penyakit yang akan
mengakhiri hidup penderita. Proses dari keadaan akhir ini, direfleksikan melalui
menurunnya secara berangsur-angsur semua fungsi bagian tubuh yang paling penting
dan kemunduran organ-organ vital1. Dari keadaan yang demikian, pasien tersebut
biasanya mendapat pengobatan yang sedikit berbeda dengan pasien lain pada
umumnya. Kübler-Ross memahami pengobatan bagi pasien dengan status Terminal
Illness hanya berorientasi pada obat-obatpenenang dan makanan yang disukai untuk
mengganti cairan infus dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologi tanpa
melibatkan banyak perawatan individual2. Kapanpun seseorang dengan status
Terminal Illness bisa berhadapan dengan sesuatu yang tidak bisa dihindari yaitu
kematian. Dengan demikian seseorang itu diberi kesempatan terakhir untuk
mengaktualisasi nilai tertinggi, mengisi makna terdalam dari penderitaan. Menghadapi
semua hal di atas, perlu kesiapan sikap untuk menjalani penderitaan.Pasien dalam
proses seperti ini, sangat memerlukan pendampingan untuk menyadarkan konseli yaitu
penderita Terminal Illnessakan kemampuannya, sehingga pada akhirnya mereka sadar
dan mengatasi masalah yang mereka hadapi dengan cara mereka sendiri.
Pendampingan adalah kebutuhan setiap orang akan kehangatan, perhatian
penuh, dukungan. Pendampingan bertujuan memelihara dan memampukan orang
untuk mengembangkan potensi-potensi dalam dirinya yang diberikan Allah kepada
mereka, disepanjang perjalanan hidup mereka. Sebagaimana diungkapkan oleh
Clinebell ada 4 fungsi pastoral: Pertama, menyembuhkan (healing) adalah fungsi
pastoral yang terarah untuk mengatasi kerusakan dan memperbaiki orang menuju
kesembuhan. Kedua, menopang (sustaining) adalah menolong orang yang “terluka”
untuk bertahan mengatasi kejadian yang terjadi di mana perbaikan tidak mungkin lagi
diusahakan. Ketiga, membimbing (guiding) adalah membantu orang yang
kebingungan dalam mengambil pilihan yang pasti, pilihan yang dipandang
1Mesach.Krisetya. Teologi Pastoral: Pendampingan pastoral dalam Prespektif Teologis,
(UKSW:Salatiga,2008) 2Elisabeth.Kubler. Death: The Final Stage of Growth, (Englewood Cliff:New Jersey,1975)
2
mempengaruhi keadaan jiwa mereka sekarang dan waktu yang akan datang. Keempat,
memulihkan (reconciling) yaitu berusaha untuk membangun suatu hubungan yang
rusak di antara manusia dan sesama manusia serta di antara manusia dengan Allah3.
Berdasarkan pemahaman di atas, menurut penulis fungsi pastoral bisa menjadi
menjadi acuan yang dapat membantu konselor dalam proses pendampingan untuk
menolong konseli memahami keadaanya.Konseling pastoral hadir sebagai suatu proses
pertolongan bagi konseli. Konselor dalam proses konseling hadir untuk menolong
memberikan dukungan bagi konseli dan keluarga. Menopang konseli untuk melewati
masa-masa penerimaan dirinya dan penyakitnya, membimbing konseli mengambil
keputusan memasuki keadaan akhir, membantu memulihkan hubungan pasien serta
menghadirkan rasa tanggung jawab konseli bagi sesama maupun dengan Allah.
Konselor pastoral hadir untuk memberikan upaya untuk membimbing serta
memberikan kekuatan bagi orang-orang (baik anggota gereja maupun anggota dari
persekutuan pendampingan lain) yang sedang menderita gangguan fungsi dan
kehancuran pribadi karena krisis4. Seorang konselor pastoral bisa menjadi penghubung
bagi penderita dengan masalahnya maupun menjadi penghubung bagi penderita
dengan keluarganya. Konselor menjadi seorang mediator agar konseli siap
menghadapi kematian, karena kematian adalah bagian dari kehidupan manusia yang
harus dihadapi dengan sikap penerimaan secara penuh. Untuk itu, peran seorang
pendeta sebagai konselor pastoral adalah menjadi katalisator serta mediator dalam
proses pendampingan juga diharapkan memiliki keahlian dalam berkomunikasi serta
menjadi pribadi yang mau bergumul bersama-sama dengan konseli.
Pendeta sebagai seorang konselor pastoral juga berperan dalam proses
pengaktualisasian makna kehidupan. Pengaktualisasian makna adalah memusatkan
perhatian pada pemberian makna kehidupan yang baik di dalam melihat dan memilih
berbagai alternatif kehidupan yang penuh konflik dan dibuat bermakna dengan cara
merubah cara berpikir di dalam melihat sebuah fenomena5. Menurut penulis pendeta
bukan hanya mereka yang melakukan pelayanan di gereja saja tetapi pendeta adalah
profesi yang melayani kebutuhan manusia di setiap bidang kehidupan termasuk dalam
3Howard.Clinebell. Tipe-tipe dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral,
(Yogyakarta:Kanisius,2002) hal 22 4Ibid
5Victor.E.Frank, Logoterapi: Terapi Psikologis melalui Pemahaman Eksistensi, (Yogyakarta:
Kanisius,2006)
3
pelayanannya bagi jemaat ketika jemaat berada di Rumah Sakit. Selaras dengan
pemikiran tersebut Rumah sakit Dr.M Haulussy di Ambon memberikan tempat bagi
para pendeta untuk melakukan pendampingan bagi pasien terkhususnya pasien dengan
status terminal illness sebagai wujud pelayanan.
Rumah sakit Dr. M. Haulussy adalah salah satu pusat kesehatan umum yang
didirikan dengan sebuah visi yaitu “kami ada untuk melayani.” Pelayanan yang
dilakukan didalamnya juga meliputi pelayanan pastoraloleh pendeta yang bertugas di
Rumah sakit kepada semua pasien terkhusus pasien yang memasuki tahap terminal.
Kategori keadaan terminal yang termasuk di dalamnya seperti jantung, kanker, gagal
ginjal, tumor. Di sini penulis menekankan bahwa pasien yang akan diwawancarai
adalah pasien yang ada dalam keadaan demikian tetapi bisa untuk diajak berbicara,
sehingga dalam tulisan ini fokus penelitian penulis pada pasien kanker. Kanker selalu
berhubungan dengan sel tubuh kita. Sel-sel yang menyebar tidak normal, membentuk
sebuah kelompok dan merusak sel-sel normal yang dapat membuat orang menderita.
Tindakan operasi, radiasi dan kemoterapi tidak selalu menolong penderita kanker.
Dengan demikian, kanker layak dianggap sebagai penyakit fatal yang tidak
tersembuhkan6. Untuk itu, menghadirkan Pendeta sebagai konselor untuk
mendampingi pasien melewati tahap terminal di Rumah sakit sangat dibutuhkan.
Berdasarkan hasil wawancara awal dengan salah satu pegawai Rumah Sakit
(JN, 24thn) penulis menemukan kasus yang berhubungan dengan banyaknya jumlah
pasien dengan status terminal illness di Rumah sakit Dr. M Haulussy per hari
terhitung kanker payudara 2 orang, tumor abdomen 1 orang, kanker serviks 1 orang,
gagal ginjal 1 orang dan AIDS 1 orang7. Selain penulis melampirkan data jumlah
pasien terminal per hari, penulis juga melakukan percakapan dengan keluarga dari
salah satu pasien terminal illness dan penulis menemukan bahwa pendeta dalam
melakukan proses konseling hanya sebatas mendoakan pasien saja tanpa melakukan
fungsi-fungsi pastoral seperti yang dijelaskan oleh Howard Clinebell8. Dengan
demikian peran Pendeta menjadi tidak utuh dalam menjalankan tugasnya sebagai
seorang konselor pastoral. Berdasarkan hal ini maka penulis tertarik untuk meneliti
lebih jauh lagi tentang:
6Totok.Wiryasaputra. Pendampingan Pasien Kanker,(Jakarta: 2007)
7Narasumber Jecklin. Nanlohy, Hari jumat 20 Agustus 2014 Pukul 13.00 WIB
8Narasumber Ibu Dessy Gasperz, Hari Rabu 25 Agustus 2014 Pukul 17.35 WIT
4
Kajian Pastoral tentang Peran Pendeta terhadap Pasien Terminal Illness di
Rumah Sakit Dr. M Haulussy, Ambon
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan permasalahan
penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana Peran Pendeta terhadap pasien Terminal Illness di Rumah Sakit
Dr. M Haulussy, Ambon.
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan Peran Pendeta terhadap pasien Terminal Illness di Rumah
Sakit Dr. M Haulussy, Ambon.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Teoritis: Memberikan kontribusi pemahaman tentang peran pendeta
sebagai Konselor Pastoral kepada semua kalangan.
2. Praktis: Dapat bermanfaat bagi calon-calon pendeta, terkhusus bagi
mahasiswa UKSW yang mengambil mata kuliah Konseling Praktek
1.5. Lokasi dan subjek penelitian
Tempat penelitian dan wawancara di Rumah Sakit Umum Daerah(RSUD) Dr.M
Haulussy, Jln. Dr Kayadoe Kudamati-Ambon.
1.6. Metode penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analisis. Metode
penelitian deskriptif analisis. Deskriptif analisis adalah metode dalam meneliti status
sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun
suatu kelas peristiwa pada masa sekarang9. Metode deskriptif analitis digunakan
digunakan karena penelitian ini bermaksud mendeskripsikan peran pendeta bagi
pasien terminal illness di rumah sakit dr. M Haulussy, Ambon.
9M.Nazir. Metode penelitian,(Bogor:Ghazalia Indonesia,1985)
5
Jenis penelitian yang dipakai adalah adalah penelitian kualitatif.Jenis penelitian
kualitatif adalah penelitian yang lebih mengutamakan penghayatan serta berusaha
memahami dan menafsirkan makna dari suatu peristiwa interaksi dan tingkah laku
manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri sehingga hal ini
mengharuskan peneliti terjun sendiri ke lapangan secara aktif10
. Jenis data yang
digunakan adalah primer dan sekunder yaitu dengan cara observasi, wawancara dan
studi pustaka. Observasi digunakan untuk mendapatkan fakta-fakta empirik yang
tampak (kasat mata). Observasi yang di lakukan adalah partisipasi yakni observer atau
yang melakukan observasi terlibat langsung dalam objek yang diteliti11
. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara. Wawancara bertujuan untuk
mendapatkan keterangan tentang masalah yang diteliti, dengan percakapan tatap
muka12
. Wawancara akan dilakukan secara individual dengan pasien terminall illness
(jika dimungkinkan), keluarga dan pendeta yang bertugas di rumah sakit Ibu Lisa
Frans untuk mendapatkan data primer. Penulis juga akan melakukan wawancara
dengan 3 pasien kanker mewakili pasien terminal.
1.7. Sistematika Penulisan
Penulisan ini disistematika dalam 5 bagian: Bagian pertama berisi tentang latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, lokasi
penelitian, metode penelitian dan sistematika penelitian. Bagian kedua penulis
memaparkan teori Howard Clinebell tentang pendampingan pastoral yang berisi
tujuan dari pendampingan, fungsi dari pendampingan pastoral,peran pendeta sebagai
konselor pastoral dan pasien Terminal Illness. Bagian ketiga berisi deskripsi dan
analisis tentang peran Pendeta bagi pasien terminall illness di Rumah Sakit Dr.M
Haulussy. Bagian keempat penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
2. Pendampingan Pastoral dan Peran Pendeta
2.1 Definisi Pendampingan dan Konseling Pastoral
Pendampingan dan konseling pastoral adalah pemanfaatan hubungan antara
seseorang dan orang lainnya di dalam pelayanan. Hubungan itu dapat berupa
10
Usman, Setiady. Metode penelitian Sosial, (Jakarta:Bumi Aksara, 2008) 11
Widodo. Cerdik menyusun Proposal. (Jakarta:2004) 12
Koentjaranigrat. Teknik Pengumpulan data, (Yogyakarta: kanisius,1983)
6
hubungan satu orang tertentu dengan satu orang lainnya atau dalam suatu kelompok
kecil. Hubungan itu memungkinkan timbulnya kekuatan dan pertumbuhan yang
menyembuhkan baik di dalam diri orang-orang yang dilayani tersebut maupun di
dalam relasi-relasi mereka. Konseling pastoral adalah sebuah dimensi dari
pendampingan. Pendampingan mencangkup pelayanan yang saling menyembuhkan
dan menumbuhkan di dalam suatu jemaat dan komunitasnya sepanjang perjalanan
hidup mereka. Pendampingan adalah pelayanan pendeta dan anggota jemaat secara
bersama. Pelayanan pendampingan umum adalah pelayanan yang mencangkup
kehadiran, pendengaran, kehangatan, dan dukungan praksis13
Menurut penulis pendampingan dan konseling pastoral adalah dua bagian yang
tidak dapat dipisahkan, karena bila keterampilan konseling adalah percakapan yang
mempunyai dimensi vertikal dan menggunakan dimensi religius maka pendampingan
merupakan suatu tindakan untuk menolong orang membuka diri kepada kekuatan
kasih Allah yang menyembuhkan. Karena dalam sebuah proses konseling pastoral,
pendampingan adalah proses yang dilakukan sebagai wujud dukungan terhadap pihak
yang sedang menderita. Proses konseling harus bersifat menyeluruh artinya bahwa
berusaha untuk bisa memungkinkan terjadinya pertumbuhan serta penyembuhan
secara utuh. Untuk itu, peran pendeta serta jemaat merupahkan dimensi yang berperan
penting dalam terciptanya suatu hubungan yang baik.
Kata pendampingan pastoral adalah gabungan dua kata yang mempunyai makna
pelayanan, yaitu kata pendampingan dan kata pastoral. Pertama, istilah pendampingan.
Kata ini berasal dari kata kerja “mendampingi”. Mendampingi merupahkan suatu
kegiatan menolong orang lain yang karena suatu sebab perlu didampingi. Orang yang
melakukan kegiatan “mendampingi” disebut sebagai “pendamping”. Antara
pendamping dan didampingi terjadi suatu interaksi sejajar atau relasi timbal balik.
Dengan demikian pendampingan memiliki arti kegiatan kemitraan, bahu-membahu,
menemani, membagi/berbagi dengan tujuan untuk saling menumbuhkan dan
mengutuhkan. Dalam hubungan ini, tampaknya pendamping mempunyai fasilitas yang
lebih dari orang yang didampingi yakni lebih sehat, mempunyai keterampilan.
Interaksi yang demikian akan menempatkan pendamping dalam perspektif yang lebih
luas bahwa perhatiannya tidak hanya pada problem atau gejala saja tetapi lebih dalam,
13
Howard,Clinebell. Tipe-tipe dasar pendampingan dan Konseling Pastoral,(Yogyakarta:
kanisius,2002)
7
yakni kepada manusia yang utuh: fisik, mental, sosial, dan rohani. Dengan demikian
istilah pendampingan mempunyai spektrum yang menyeluruh atau holistis, bermuara
pada pengutuhan kehidupan si penderita yang semula hidupnya telah tercabik karena
berbagai krisis. Kedua istilah pastoral. Pastoral berasal dari “pastor” dalam bahasa
latin atau bahasa Yunani disebut “poimen”, yang artinya “gembala”. Secara
tradisional, dalam kehidupan gerejawi kita hal ini merupahkan tugas “pendeta” yang
harus menjadi gembala bagi jemaat atau “dombanya”. Pengistilahan ini dihubungkan
dengan diri Yesus Kristus dan karya-Nya sebagai “Pastor Sejati” atau “gembala yang
baik” (Yoh. 10). Hal ini mengaju pada pelayanan Yesus yang tanpa pamrih, bersedia
memberikan pertolongan dan pengasuhan terhadap pengikutNya, oleh karena itu tugas
pastoral bukan hanya tugas resmi atau monopoli para pastor/pendeta saja, tetapi juga
setiap orang yang menjadi pengikutNya14
.
Sedangkan konseling itu sendiri adalah sebuah runcingan dari proses
pendampingan. Konseling dapat diartikan sebagai sebuah layanan pendampingan yang
lebih formal dan tersruktur, dilakukan oleh orang yang dipersiapkan, didik dan dilatih
untuk melakukan konseling secara penuh waktu, sehingga mempu melakukan
pendampingan secara profesional dalam sebuah perjumpaan antara pendampingan
secara profesional dalam sebuah perjumpaan antara pendampingan secara
professional dalam sebuah sekompok orang (sering disebut konseli), dengan
menggunahkan metode psikologis untuk menstimulasikan daya pertumbuhan dan daya
penyembuhan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang15
.
Menurut penulis dari pengertian di atas terlihat bahwa pendampingan pastoral
berperan sebagai katalisator proses perubahan, pertumbuhan serta penyembuhan bagi
konseli. Pertolongan yang demikian bertujuan supaya konseli mampu memfungsikan
dirinya secara maksimal untuk mengatasi krisis-krisis yang terjadi dalam dirinya.
Seperti yang dijelaskan, Proses konseling adalah sebuah pertolongan yang
professional. Oleh sebab itu, proses konseling harus dilakukan oleh orang yang benar-
benar dipersiapkan, dididik, dilatih dan diberi wewenang untuk mempratikkan
konseling sesuai dengan metode dan prosedure pertolongan yang telah ditetapkan16
.
2.2 Dasar dan Tujuan Pastoral
14
Martin Aart Van Beek. Konseling Pastoral: Sebuah buku Pegangan bagi para penolong di Indonesia,
(Semarang: 1987) 15
Howard.Clinebell. Tipe-tipe dasar pendampingan dan Konseling pastoral,
(Yogyakarta:kanisius,2002) 16
Totok.wiryasaputra. Ready to Care: Pendampingan dan Konseling Psikologi, (Yogyakarta:2006)
8
Howard Clinebell menyatakan bahwa tujuan dari semua konseling pastoral
adalah untuk membebaskan memperkuat dan memelihara keutuhan hidup yang
berpusat pada roh. Menurut Clinebell, “keutuhan hidup adalah hidup dalam segalah
kelimpahan.”17
Maka inti dari semua konseling pastoral adalah untuk menolong orang
memahami kesembuhan dan pertumbuhan serta belajar memperkuat iman serta nilai-
nilanya. Dalam konteks pemahaman ini, membebaskan mengandung arti: pembebasan
diri untuk dan menuju. Pembebasan diri banyak kekuatan yang bekerja dalam
kehidupan pribadi, di dalam hubungan-hubungan dan lembaga-lembaga, yang
membatasi serta membuat segala kemungkinan untuk bertumbuh ke arah keutuhan,
yaitu kehidupan dalam segalah kelimpahan.
2.3 Fungsi Pendampingan dan Konseling Pastoral
Menurut Howard Clinebellada 4 fungsi pendampingansepanjang abad :
1. Menyembuhkan (Healing) : “suatu fungsi pastoral yang terarah untuk
mengatasi kerusakan yang dialami orang dengan memperbaiki orang itu
menuju keutuhan dan membimbingnya dalam pengambilan keputusan ke
arah kemajuan di luar kondisinya terdahulu”.
2. Mendukung (Sustaining) : “menolongorang yang sakit (terluka) agar
dapat bertahan dan mengatasi suatu kejadian yang terjadi pada watu yang
lampau, di mana perbaikan atau penyembuhan atas penyakitnya tidak
mungkin lagi diusahakan atau dimungkinkannya sangat tipis sehingga tidak
mungkin lagi diharapkan”.
3. Membimbing (Guiding) : “membantu orang yang berada dalam
kebingungan dalam mengambil pilihan yang pasti (menyakinkan di antara
berbagai pikiran dan tindakan alternatif/pilihan), pilihan yang dipandang
mempengaruhi keadaan jiwa mereka sekarang dan pada waktu yang akan
datang”.
4. Memulihkan (Reconciling): “usaha membangun hubungan-hubungan
yang rusak kembali di antara manusia dan sesama manusia dan di antara
manusia dengan Allah”.
5. Memelihara atau mengasuh (Nurturing): “memampukan orang untuk
mengembangkan potensi-potensi yang diberikan Allah kepada mereka,
disepanjang hidup mereka dengan segala lembah-lembah, puncak-puncak
dan dataran-dataran.”18
2.4 Peran pendeta sebagai Konselor Pastoral
17
Howard.Clinebell. Tipe-tipe dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, (Yogyakarta:
kanisius,2002) 18
Ibid, 53-54
9
Dalam zaman sekarang ini para pendeta memperoleh kesempatan untuk
memberikan konseling bagi orang-orang yang berjuang dalam pasang surut krisis yang
mengacaubalaukan kehidupan. Pendeta adalah konselor krisis yang bersifat wajar karena
keuntungan yang inheren (melekat) dari posisi dan perannya yaitu: jaringan hubungannya
dengan umatnya, haknya memasuki banyak sistem keluarga, keyakinan banyak orang
kepada pendeta, kemudahannya berhubungan dengan orang dan kehadirannya dalam
banyak krisis perkembangan psikologis dan krisis yang terjadi secara kebetulan (yang
tidak diharapkan) misalnya penyakit, kematian dan kehilangan orang yang dikasihi19
.
Dalam pandangan banyak orang yang sedang mengalami krisis, gambaran dan identitas
pendeta mengandung suatu arti bersifat mendukung dan memelihara.
Sebagai konselor pastoral, seorang pendeta harus memiliki sikap dapat dan
merasakan apa yang konseli rasakan, serta dapat menempatkan dirinya dalam kehidupan
dan perasaan orang lain, sehingga mereka merasa dihargai, diterima dan dikasihi. Di sisi
lain pendeta sebagai suatu penuntun dan teladan bahkan lebih dari itu, menjadi pancaran
sinar, sikap, sifat dan kepribadian dari Yesus. Sebagaimana kehidupan Yesus, yang
diharapkan dari pendeta sebagai konselor harus sama seperti Yesus.20
Dalam pelayanan, peran pendeta sebagai orang yang membangkitkan kesadaran
tentang arti dan harapan yang realistis adalah penting sekali. Fungsinya yang unik, sebagai
orang yang memampukan pertumbuhan rohani adalah membantu orang menemukan
kepenuhan arti yang ultimate dari kehidupan yang dijalankan dalam hubungan dengan
Allah, yaitu Allah yang selalu menyediakan kasih setiaNya juga ditengah tragedi yang
amat dasyat. Konselor pastoral menantang tetapi juga memelihara, penghadiran kedua
dimensi yang paradoks inilah menghasilkan pertumbuhan dalam konseling. Pendeta
rumah sakit dianggap sebagai pembawa sumber religius, pengurangan kecemasan, dan
penghiburan bagi pasien-pasien khususnya ketika semua pengobatan medis sudah
dikerjakan dan ternyata gagal. Penggunaan yang terampil dari metode pendengaran,
pemeliharaan dan konseling terhadap orang sakit dapat membantu pasien menjadi lebih
terbuka kepada sumber penyembuhan yang diberikan Allah dalam tubuh, jiwa dan roh dan
hubungannya. Agar menjadi efektif sebagai pemelihara pertumbuhan maka pendeta
harus tetap bertumbuh.
19
Ibid, 20 20
Jacob Daan Engel. Konseling dasar dan Pendampingan Pastoral, (Salatiga,2003)
10
Menurut penulis seorang pendeta terpanggil untuk menjadi orang yang
memungkinkan terwujudnya keutuhan rohani disegala bidang kehidupan manusia.
Meminjam istilah Willian A. Barry, ia mengatakan bahwa pendeta adalah “pembimbing
rohani” yaitu orang yang menjadi memimpin dalam suatu pencarian berdasarkan
pimpinan roh kudus didalam situasi psikologis dan spiritual. Proses pencarian ini
menekankan pada bagaimana menemukan sesuatu yang dapat menjadi kekuatan bagi
pemimpin dan dipimpin untuk sama-sama berkembang menuju keutuhan dan
kesempurnaan hidup baik itu secara spiritual maupun psikologis.21
Dalam pelayanan gereja kepada masyarakat yang didalamnya juga termasuk
pelayanan pendeta sebagai seorang konselor di rumah sakit, menjadikan peran pendeta di
masyarakat khususnya di rumah sakit menjadi sangat penting. Dalam perannyapendeta
rumah sakit dianggap sebagai pembawa sumber religius, pengurangan kecemasan dan
penghiburan bagi pasien-pasien khususnya ketika semua pengobatan medis sudah
dikerjakan dan ternyata gagal. Peranan seorang pendeta terhadap orang sakit juga
memiliki dimensi penting lainnya, yaitu membantu memampukan penyembuhan. Selain
penyembuhan, penggunaan yang terampil dari metode pendengaran, pemeliharaan dan
konseling terhadap orang sakit dapat membantu si pasien menjadi lebih terbuka kepada
sumber penyembuhan yang diberikan Allah dalam tubuh, jiwa dan roh dan
hubungannya.22
2.5 Tujuan Pendampingan dan Konseling Pastoral bagi pasien
Ada empat tujuan pendampingan dan konseling bagi pasien yang dijelaskan oleh
Van Beek .
1. Menolong pasien untuk mengungkapkan perasaanya. Dalam hal ini, konselor pastoral
harus mampu menciptakan kesempatan untuk mempersilakan pasien mengeluarkan
segala perasaan dengan bebas
2. Menolong pasien dengan mendengarkan segala, keluhan-keluhan dengan demikian,
pasien akan merasa dimengerti, oleh orang lain, sehingga pasien akan lebih kuat.
Pertolongan ini akan membuat pasien merasa terlindungi, dengan merasa tidak sendiri
dalam menghadapi penderitaan.
21
Victor E Frank. Logoterapi Psikologi melalui Pemahaman Eksistensi, (Yogyakarta,2006) 22
Hadi Suhardjo.Konseling Krisis dan terapi singkat : Pertolongan di saat-saat sulit, (Bandung,2006)
11
3. Menolong pasien untuk menemukan masalah yang sedang dialaminya dan membantu
pasien untuk menyelesaikan masalah tersebut sehingga dapat menerima kenyataan
yang memang harus di alaminya.
4. Dalam peranya sebagai penyembuh, hal-hal tersebut harus diperhatikan serta
dijalankan seiring dengan fungsi pendeta sebagai seorang penyembuh. Keempat aspek
ini harus bisa berjalan secara bersamaan.23
2.6 Pasien Terminal Illness
Illness adalah konsep psikologis yang menunjuk pada perasaan, persepsi atau
pengalaman subjektif seseorang tentang ketidaksehatan atau keadaan tubuh yang
dirasa tidak enak. Sebagai pengalaman subjektif, illness bersifat individual. Seseorang
yang memiliki penyakit belum tentu dipersepsi oleh seseorang tetapi orang lain juga
dapat merasakannya.
Pada umunya penyakit terminal adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan dan
akhirnya meninggal dunia. Ini berarti penyakit terminal adalah penyakit yang akan
membawa penderita ke ajalnya. Sebagian ahli menganggap orang yang menderita
penyakit terminal apabila kondisi penyakitnya tidak mengalami perubahan yang
berarti dan tidak ada obat atau sarana penyembuhan yang dapat diupayakan sehingga
mungkin orang akan meninggal dalam 12 bulan ke depan.24
Tahap terminal ini dimulai dengan adanya serangan penyakit-penyakit akut
dan ini berlangsung dalam konsisi pasien sadar atau tidak sadar. Kondisi pasien yang
dimaksud adalah secara psikis pasien merasa dan mengetahui akan keadaan dirinya
yang sebenarnya sehingga mengadakan respon terhadap prospek kematian, sedangkan
keadaan yang tidak sadar adalah suatu kondisi dimana pasien berada dalam keadaan
yang tidak mengerti dan tidak merasa apa yang sedang terjadi dengan dirinya25
Menurut penulis keadaan ini adalah keadaan dimana penderita masih sadar
tetapi tidak mampu melakuan apa-apa. Pasien mengetahui bahwa kematian akan
menjadi hal berikutnya dalam proses keadaanya tersebut. Oleh sebab itu, suatu kondisi
dimana proses pengobatan kepada orang terminal lebih berfokus terhadap obat-obat
23
Martin Aart van Beek. Konseling Pastoral: Sebuah buku Pegangan bagi para Penolong di Indonesia,
(Semarang, 1987) 24
Elisabeth.Kubler. Death:The Final Stage Grwoth, (Englewood Cliffs: New Jersey, 1975) 25
D.B Bromley. The psychologist of human Ageing, (Michell and Company: Inggris, 1974)
12
penenang serta penanganan rawat jalan (dirumah). Hal ini dilakukan agar mengurangi
rasa sakit, perawatan yang meningkat serta memberikan ketenagan kepada pasien
menjelang kematiannya. Semua proses ini harus diperhatikan sebagai wujud tindakan
mengatasi rasa cemas terhadap kematian yang nantinya dirasakan oleh pasien.
Individu yang menghadapi penyakit serius atau menjelang kematian sering
beralih ke pengobatan yang bukan hanya fisik melalui pengobatan medis,tetapi juga
melalui dukungan emosional dan spiritual. Kebanyakan pasien menemukan perawatan
fisik mereka harus menjalani (operasi, kemoterapi, radiasi, dan tak ada habisnya biopsi
tindak lanjut) sangat berat. Kesadaran mereka dan kecemasan tentang penyakit mereka
dan kemungkinan nyata kematian mengirimkan banyak orang ke dalam krisis
eksistensial. Dari krisis yang mereka rasakan timbul reaksi emosional yang terjadi
dalam diri penderita yang dijelaskan oleh Elisabeth Kubler-Ross sebagai berikut26
:
1. Denial (menyangkal): Penyangkalan bagi penderita penyakit terminal menjadi penting
dan sangat diperlukan, karena hal ini akan membantu pasien menyadari bahwa
kematian itu tidak dapat dihindari. Penderita sering kali menyangkal bahwa ia
memiliki penyakit yang bisa membawanya ke kematian. Meskipun ia menyadari
bahwa kematian bisa datang secara tiba-tiba kepada setiap orang, namun seringkali ia
mencoba membuang pemikiran yang menakutkan tersebut.
2. Anger (kemarahan): setelah ia menyadari bahwa penyakit itu memang benar, maka ia
mulai membandingan yang harus menderita itu siapa. Pasien bisa marah dalam
menghadapi fakta ini. Ia kemudian mulai mengingat sejarah kesehatannya, bagaimana
ia tadinya begitu kuat, banyak memiliki prestasi tapi mengapa ia justru mengalami hal
tersebut, mengapa bukan orang lain saja? Kemarahan itu bukan saja sangat mungkin
terjadi bahkan tak dapat dihindarkan.
3. Bargaining (tawar-menawar) : tawar-menawar ini dilakukan untuk “mengubah” hati
Tuhan. Sering terungkap dalam kalimat nazar “kalau nanti saya sembuh, saya berjanji
akan taat beribadah dan melayani”. “saya akan memberikan seluruh hidup saya untuk
Tuhan”.
4. Depression (depresi): disini reaksi fisiknya menjadi sangat lamban, tetap memusuhi
orang lain, masih memiliki rasa bersalah dan tidak memiliki semangat hidup lagi. Ada
dua jenis depresi yaitu yang bersifat reaktif dan persiapan:
26
Elisabeth. Kubler.OnDeath and dying, (The Macmilan Company: New York,1969)
13
Reaktif:yaitu karena depresi itu yang menyebabkan sangat kecewa
sehingga ia kehilangan minat untu berdoa,makan, baca alkitab
Persiapan: yaitu mempersiakan diri terhadap hari esok yang akan
menimpanya. Tetapi disamping itu, ada rasa takut dan cemas terhadap
keluarga, pekerjaan dan segala sesuatu yang ditinggalan.
5. Acceptance (menerima): sebelum konseli bergumul antara kenyataan dan khayalan.
Dalam tahap ini konseli benar-benar pasrah terhadap apa yang menimpanya. Dia bisa
menerima keadaan penyakitnya yang membawanya kepada kematian dan menolak
percya bahwa adanya kesembuhan atau mujizat.
Dari reaksi emosional yang paparan oleh Elisabeth Kubler-Ross, menurut
penulis reaksi ini adalah suatu proses yang wajar yang di lalui oleh seorang pasien
dengan keadaan terminal. Dengan reaksi demikian pasien maupun tenaga medis serta
konselor bisa menolong serta membantu mengatasi keadaan serta perasaan yang
dirasakan. Dengan mengetahui tahap-tahap diatas dapat membantu para konselor
maupun pendeta untuk menentukan sikap dan menyesuaikan diri dengan situasi
penderita dengan demikian bisa membantu dan mendampingi dalam tahap-tahap
tersebut.27
2.7 PERAN PENDETA
Menurut Engel, profesi pendeta tidak hanya sebagai rutinitas yang berkhotbah
dalam kebaktian, juga melayani dalam realitas kehidupan jemaat sehari-hari. Pendeta
dipanggil untuk menjalankan pelayanan dalam generasi yang tidak hanya
berkonfrontasi dengan masalah-masalah dalam diri manusia sendiri, tetapi juga
dengan masalah-masalah yang lebih kompleks dalam kehidupan masyarakat dan dunia
sekitar yang terkadang sulit dijawab. Profesi dan panggilan seorang pendeta
memperkuat arti dari pelayanan pastoral, dengan alasan bahwa :
1. Pendeta adalah rekan sekerja Allah yang mengarahkan hatinya ke dalam
pelayanan yang terpusat pada Allah dan setia memampukan orang lain
mengenal diri sendiri dan Allah. Manusia tidak bisa melayani diri sendiri dan
tidak seorangpun sejak lahir hingga dewasa dapat hidup oleh dirinya sendiri,
akan hidup dalam komunitas tertentu dengan berbagai persoalan kemanusiaan
27
Mesach.Krisetya. Teologi Pastoral: Pendampingan Pastoral dalam perspetif Teologis,
(UKSW:Salatiga.2008)
14
dan pendeta hadir untuk melaksanakan panggilan Allah di tengah kehidupan
tersebut.
2. Pendeta menempatkan pelayanannya di dalam terang Roh Kudus dalam
menjawab pergumulan-pergumulan sekitar masalah-masalah kemanusiaan.
Rasa bersalah, kesepian, keputusasaan, ketakutan ditengah tekanan dan
pengaruh keduniawian, merasa tidak dicintai serta hidup dalam kehampaan
karena nafsu-nafsu yang mengikat merupakan pergumulan-pergumulan batin
manusia membutuhkan peranan Roh Kudus untuk memberikan topangan,
dukungan dan kekuatan.
3. Pendeta sebagai konselor pastoral selalu bersentuhan dengan apa yang disebut
relasi terhadap sesamanya. Relasi yang mendalam hanya dapat dibangun, jika
pendeta menganggap orang lain berharga yang membutuhkan perhatian dan
kasih sayang.
4. Seorang pendeta harus memiliki sikap dapat menerima orang lain dan
merasakan yang mereka rasakan, serta dapat menempatkan dirinya dalam
kehidupan dan perasaan orang lain, sehingga mereka merasa dihargai, diterima
dan dikasihi. Disisi lain, pendeta sebagai simbol nilai-nilai yang dirasakan oleh
orang lain sebagai suatu panutan dan teladan, bahkan lebih dari itu, menjadi
pancaran sinar sikap, sifat dan kepribadian dari Yesus 28
Menurut penulis profesi seorang pendeta bukanlah profesi yang menjalankan
kewajiban gereja saja melainkan profesi yang turun langsung serta terlibat dalam
melakukan pelayanan di tengah-tengah masyarakat. Pelayanan yang diberikan bukan
saja menyangkut pemberitaan firman dan ibadah tetapi juga pendeta hadir sebagai
seorang konselor dalam membantu jemaat untuk membangun relasi, baik dengan
sesama maupun dengan Tuhan.
Selain itu, pendeta merupahkan kawan sekerja Allah yang diutus di tengah-
tengah dunia ini untuk melakukan misi Allah bagi dunia. Salah satu misi Allah bagi
dunia ini adalah pelayanan pastoral. Pendeta dipercayakan Allah untuk turut ambil
bagian dalam membantu mengatasi masalah kehidupan, membimbing jemaat
melewati keadaan yang sulit, dan pendeta diharapkan bisa memberi dukungan dan
topangan bagi jemaat yang dalam masa-masa kritis. Dalam pandangan orang yang
28
Jacob Daan Engel, Konseling Dasar dan Pendampingan Pastoral, (Salatiga,2007) Hal 33-34
15
mengalami krisis, arti dan kehadiran seorang pendeta dalam suatu keadaan krisis
sangat memiliki dampak yang cukup besar. Pendeta dikatakan mampu memberikan
kontribusi bagi mereka yang sedang dalam keadaan krisis karena sakit. Menurut
Gunadi kebutuhan penderita sakit terbagi dalam tiga kategori: pertama, kebutuhan
rohani merupakan kebutuhan akan penguatan serta penghiburan rohani dalam
menerima keadaan. Kedua, kebutuhan emosional berkaitan dengan kehilangan
pengendalian diri serta merasa tidak dihargai. Ketiga, kebutuhan jasmani
berhubungan dengan kebutuhan keseharian.29
Menurut penulis dengan melihat kebutuhan penderita yang dipaparkan Gunadi,
bisa dikatakan bahwa kebutuhan penderita merupahkan fokus utama yang harus
diperhatikan oleh pendeta dalam melakukan pelayanan bagi penderita sakit.
Kebutuhan akan penguatan rohani harus menjadi perhatian utama, untuk itu dalam
melakukan pelayanan pendeta berusaha untuk terus mendampingi secara rutin serta
berusaha memahami sikap, perasaan dan perilaku penderita sakit dari sudut
“keharusan. Melihat fungsi dari pendeta, bisa dikatakan bahwa pendeta memiliki
pengaruh yang besar bagi proses pertumbuhan maupun kesembuhan seseorang.
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Dalam bagian ini penulis akan menganalisis peran Pendeta bagi pasien
Terminal illness.
3.1 Deskripsi & Analisa tentang Peran Pendeta bagi Pasien dengan Status
Terminal Illness di Rumah Sakit Dr. M.Haulussy.
Pendeta bukan hanya sebuah profesi dengan rutinitas berkhotbah dalam
kebaktian, tapi juga melayani dalam realitas kehidupan jemaat sehari-hari.Pendeta
dipanggil untuk menjalankan pelayanan dalam generasi yang tidak hanya
berkonfrontasi dengan masalah-masalah dalam diri manusia sendiri, tetapi juga
dengan masalah-masalah yang lebih kompleks dalam kehidupan masyarakat dan dunia
sekitar yang terkadang sulit dijawab. Kehadiran seorang pendeta di rumah sakit
merupahkan bagian dari pelayananya dalam menjangkau segala aspek kehidupan
masyarakat.Konseling merupahkan sarana yang digunakan pendeta dalam menjalin
suatu hubungan dengan konseli guna untuk menemukan jalan keluar dari masalah
29
Paul.Gunadi, Life In Transition: Christian Counseling Conference and asosiasi, Konselor Kristen
Indonesia hal 46-48
16
yang sedang dialami. Hubungan yang tercipta antara pendeta sebagai konselor dengan
konseli merupakan hubungan yang menimbulkan kekuatan dan pertumbuhan yang
baik bagi Konseli dan relasi-relasinya.30
Dengan demikian, peran pendeta menjadi
sangat penting dalam membantu menolong konseli untuk menyelesaikan masalah yang
sedang dialaminya.
Rumah Sakit Dr.M Haulussy adalah rumah sakit umum yang melayani pasien
dari berbagai suku, ras dan agama. Dari data yang diperoleh kebanyakan pasien yang
beragama Nasrani tapi juga ada yang Non-nasrani. Rumah sakit dr.M Haulussy
mempunyai lembaga bidang kerohanian yang terdiri dari 1 orang pendetayang
melakukan tugas pelayanan selama satu minggu dimulai dari hari Senin dengan
melakukan ibadah bersama staf rumah sakit beserta keluarga pasien pukul 09.00
WIT di aula rumah sakit. Setelah itu, pelayanan doa serta pastoral bagi semua
pasiendi rumah sakit. Pelayanan pastoral yang terjadi antara pendeta dan pasien
maupun staf rumah sakit dimulai dengan pendeta datang, mendoakan pasien serta
melakukan percakapan pastoral singkat dengan menanyakan kabar serta apa
pergumulan pribadi yang sedang dihadapi konseli, percakapan ini berlangsung selama
10-15 menit dalam 1x pertemuan. Diakui juga oleh staf rumah sakit Dr. Hs bahwa
dalam pelayanan yang dilakukan pendeta di rumah sakit khususnya pelayanan
pastoral memang belum sepenuhnya terstruktur dengan mendapat perhatian penuh
dari pihak rumah sakit31
. Dalam artian bahwa pelayanan kerohanian belum masuk
dalam struktural rumah sakit sebagai salah satu pelayanan yang terstruktur secara
baik, akibatnya tidak ada pertanggung jawaban moral dari pihak rumah sakit terhadap
pelayanan pastoral yang terjadi sehingga pelayanan berjalan hanya seadanya. Selain
belum terstruktur secara baik, tidak ada job descriptionyang terjadi antara pihak
rumah sakit dengan pendeta sehingga pelayanan pendampingan yang terjadi antara
pendeta sebagai konselor dengan pasien sebagai konseli hanya sebatas datang
mendoakan serta melakukan percakapan singkat selama 10-15 menit.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, menurut penulis peranan pendeta
yang terlihat di rumah sakit dr. M Haulussy merupakan tugas pelayanan yang
didalamnya bertujuan untuk menjangkau aspek kehidupan masyarakat. Salah satu
perannya yang kita temui sekarang adalah sebagai seorang konselor pastoral.
30
Howard. Clinebell, Tipe-tipe pendampingan dan konseling pastoral ,( Yogyakarta: Kanisius,2002) 31
Narasumber Dokter HS (bukan nama sebenarnya), senin 10 November 2014 pukul 11.00 WIT
17
Konselor pastoral hadir sebagai upaya yang bersifat membimbing serta memberikan
kekuatan bagi orang-orang yang sedang menderita ganguan fungsi dan kehancuran
pribadi karena krisis. Konselor dalam proses konseling hadir untuk menolong
memberikan dukungan bagi konseli dan keluarga, menopang konseli untuk melewati
masa-masa penerimaan dirinya dan penyakitnya, membimbing konseli mengambil
konseling dalam memasuki keadaan akhir, membantu memulihkan hubungan pasien
serta menghadirkan rasa tanggung jawab konseli bagi sesama maupun dengan
Allah.32
Dalam fungsinya sebagai seorang konselor pastoral di rumah sakit, upaya
pendampingan yang dilakukan pendeta sudah berjalan secara baik, hanya saja waktu
dalam rutinitas pertemuan yang digunakan untuk melakukan proses pendampingan
perlu diatur secara maksimal agar dalam proses pelaksanaan pastoral yang terjadi
setidaknya pertemuan bisa lebih dari 1x setiap minggunya serta waktu pertemuan
adalah minimal 2 jam dalam 1x pertemuan, sehingga proses konseling mencapai
tujuannya secara bertahap.
Secara teori, menurut Clinebell konseling adalah sebuah layanan
pendampingan tersruktur, dilakukan oleh orang yang dipersiapkan, didik dan dilatih
untuk melakukan konseling secara penuh waktu, dengan menggunakan metode
psikologis untuk menstimulasikan daya pertumbuhan dan daya penyembuhan yang
ada pada seseorang atau sekelompok orang. Proses konseling adalah sebuah
pertolongan yang profesional oleh sebab itu, proses ini harus dilakukan oleh orang
yang benar-benar dipersiapkan, dididik, dilatih dan diberi wewenang untuk
mempraktikan konseling sesuai metode dan prosedure pertolongan yang telah
ditetapkan.33
Pendeta merupakan penolong yang dianggap mampu melakukan upaya
pertolongan bagi konseli lewat konseling sebagai layanan pendampingan yang
membantu menolong seseorang dalam mengatasi masalah.
Berdasarkan hasil penelitian serta teori yang sudah dibahas, penulis simpulkan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara teori Clinebell dengan realita yang
terjadi di Rumah Sakit Dr. M Haulussy. Bahwa seorang pendeta dalam perannya
sebagai seorang konselor di rumah sakit haruslah memiliki suatu keterampilan upaya
konseling secara terpadu dan terstruktur baik lewat kerjasama dengan suatu lembaga
masyarakat maupun lewat pelayanan bergereja. Dalam upaya pertolongan yang
32
Ibid, 59
18
dilakukan pendeta sebagai seorang konselor juga perlu adanya metode-metode serta
keterampilan yang digunakan dalam membantu menstimulasikan pertumbuhan bagi
konseli. Upaya ini dilakukan agar konseli memiliki potensi untuk bertumbuh dalam
menghadapi masalah yang dihadapi. Hal ini tidak tampak jelas terlihat dalam realita
di Rumah Sakit Dr.M Haulussy. Pendeta sebagai konselor pastoral dalam melakukan
upaya-upaya pelayanan bagi pasien di Rumah Sakit Dr.M Haulussy baru hanya
sebatas pelayanan secara umum yaitu mengunjungi, mendoakan serta melakukan
percakapan singkat. Di sisi lain, mengenai keberadaan pendeta sebagai konselor di
rumah sakit masih belum adanya perhatian dari pihak rumah sakit mengenai hal
tersebut.
Dari hasil paparan diatas penulis mencoba untuk mendeskripsikan dan
menganalisis peran pendeta sebagai konselor pastoral terhadap pasien Terminal
Illnessdi Rumah Sakit Dr. M. Haulussy dari perspektif teori Clinebell sebagai
berikut34
:
1. Menyembuhkan (Healing) : “suatu fungsi pastoral yang terarah untuk
mengatasi kerusakan yang dialami orang dengan memperbaiki orang itu
menuju keutuhan dan membimbingnya ke arah kemajuan di luar
kondisinya yang terdahulu”. Dalam proses menyembuhkan, kehadiran
pendeta sebagai konselor adalah hal utama dalam membangun relasi yang
baik dengan konseli. Dari hasil penelitian yang diperoleh di Rumah sakit
Dr.M.Haulussy kegiatan penyembuhan yang dilakukan oleh pendeta
sebagai seorang konselor adalah hanya sebatas mengunjungi pasien,
mendoakan serta melakukan pendampingan pastoral singkat selama 10-15
menit dan dilakukan 1 minggu sekali bahkan 2 minggu sekali.Dari hasil
wawancara dengan keluarga pasien dikatakan bahwa kehadiran pendeta
secara psikologis sangat membantu konseli dalam menolong konseli tetapi
secara teori pendeta belum bisa membangun relasi yang baik dengan
konseli lewat kehadirannya secara penuh bagi konseli sehingga pelayanan
pastoral yang terjadi sebatas rutinitas biasa bukan suatu layanan yang
terprogram secara baik.
2. Mendukung(sustaining) adalah menolong orang sakit (terluka) agar dapat
bertahan mengatasi suatu kejadian yang terjadi di masa lampau, dimana
34
Ibid 29
19
usaha penyembuhan tidak mungkin lagi di usahakan. Usaha mendukung
juga dilaksanaan oleh pendeta sebagai konselor di Rumah Sakit Dr.M
Haulussy dengan pendeta mendoakan konseli. Berdoa merupakansalah satu
metode yang digunakan pendetauntuk mengatasi masalah yang dihadapi
konseli. Dari hasil penelitian serta teori yang dijelaskan bisa di simpulkan
bahwa usaha mendukung yang dilakukan oleh pendeta sebagai seorang
konselor sudah dilaksanakan, hanya saja dalam upaya menolong konseli
perlu adanya intensitas pertemuan yang teratur antara konseli dan konselor.
Tetapi kenyataan yang terjadi di Rumah Sakit Dr.M Haulussy, pendeta
hanya datang mendoakan pasien 1 minggu sekali atau ketika
keluargameminta untuk dilayani. Dalam proses inipendeta belum
sepenuhnya mampu melakuan dukungan secara terstruktur.
3. Membimbing (Guiding) adalah upaya membantu orang yang berada dalam
kebingungan dalam mengambil pilihan yang pasti dan dipandang memiliki
pengaruh bagi keadaaan jiwa mereka sekarang dan waktu yang akan
datang.
Berdasarkan hasil penelitian di Rumah sakit Dr.M Haulussy, Dalam
pelayanan pendeta sebagai konselor perannya bagi pasien terminal illness,
pendeta diminta hadir untuk membantu konseli dalam melalui masa-masa
krisis. Pelayanan yang dilakukan berhubungan dengan pendeta
mendengarkan apa yang menjadi keinginan serta keputusan konseli.
Dengan demikian pendeta membantu memberikan solusi bagi konseli
dalam mengambil keputusan. Pelayanan lainnya yang dilakukan juga
berupa pendampingan secara non-verbal bagi pasien yaitu dengan
memperhatikan pesan-pesan orang yang didampingi yang terkandung
dalam nada suara, mimik muka, gerakan tangan dan lain-lain. Sedangkan
bagi keluarga pasien terminal, kehadiran pendeta sebagai konselor pastoral
dianggap mampu mengurangi kecemasan yang dirasakan oleh
keluarga.Dengan memberikan doa serta topangan bagi keluarga dalam
melewati masa-masa sukar. Dengan melihat hasil temuan lapangan serta
teori yang dipaparkan, bisa disimpulkan bahwa pendeta sudah menjalankan
perannya sebagai seorang pembimbing bagi konseli dengan baik.
4. Memulihkan (Reconciling) : “usaha membangun hubungan-hubungan yang
rusak kembali antara manusia dan sesama manusia dan diantara manusia
20
dengan Allah”. Pendeta adalah satu-satunya pembawa sumber religius yang
diharapkan mampu menjadi jembatan dalam membantu menyelesaikan
masalah dari konseli35
. Hal ini masih belum penulis temukan dalam upaya
pendampingan yang dilakukan pendeta di Rumah sakit dr. M Haulussy
karena dalam percakapan pastoral yang terjadi antara konseli dengan
konselor belum terlihat adanya percakapan yang dalam yang dilakukan
secara bertahap dengan waktu pertemuan yang terjadwalkan sehingga
proses pemulihan tidak sepenuhnya menyentuh kehidupan konseli secara
menyeluruh.
5. Memelihara atau Mengasuh (Nurturing): “memampukan orang untuk
mengembangkan potensi-potensi yang diberikan Allah bagi
kehidupannya”. Dalam peran pendeta sebagai seorang konselor proses
Pemelihara merupakan fungsi terakhir yang dijelaskan Clinebell dalam
upaya pertolongan bagi konseli. Proses ini berkaitan dengan proses
memulihkan, jika proses memulihkan tidak berjalan secara baik dan
maksimal seperti yang terjadi di Rumah Sakit Dr.M Haulussy, maka proses
pemeliharaan yang dilakukan pun akan berdampak pada tidak adanya
perkembangan yang berarti dalam diri konseli untuk mengembangkan
potensi-potensi yang baik yang diberikan Allah untuk bertumbuh. Proses
ini belum terlihat secara baik dalam pelayanan yang dilakukan oleh karena
belum adanya program pendampingan yang dibuat secara terstruktur oleh
pendeta guna menjadi panduan dalam melakukan pelayanan pastoral bagi
konseli.
Dari paparan diatas, bisa disimpulkan bahwa upaya pelayanan yang dilakukan pendeta
sebagai konselor di Rumah Sakit Dr.M Haulussy adalah pelayanan yang bertujuan untuk
melayani jemaat dalam berbagai aspek kehidupan. Bagi jemaat, pendeta merupakan pembawa
sumber religius yang mampu mengurangi kecemasan yang dialami oleh jemaat. Dengan
demikian terlihat bahwa pendeta cukup berperan penting dalam menolong mengatasi masalah
yang terjadi. Dari perspektif keluarga pasien, pendeta sebagai seorang konselor sudah mampu
menjalankan perannya dengan baik secara psikologi lewat kehadirannya bagi konseli hanya
saja belum sepenuhnya seutuhnya dilaksanakan jika dilihat dari teori yang dijelaskan oleh
Clinebell. Karena pendampingan dan konseling pastoral merupakan suatu layanan
35
Ibid, 42
21
pendampingan yang lebih formal dan terstruktur serta dilakukan secara penuh waktu dalam
sebuah kelompok (yang sering disebut konseli), dengan menggunakan metode serta
keterampilan yang menstimulasikan pertumbuhan bagi seseorang atau sekelompok orang.
4. Kesimpulan
Berdasarkan deskripsi dan analisis penulis terhadap hasil penelitian penelitian ini
maka penulis menemukan :
1. Bahwa adanya upaya pendampingan dan konseling pastoral yang dilakukan
pendeta sebagai konselor dengan hanya sebatas pelayanan pastoral secara
umum bagi pasien terminal illnessdi Rumah Sakit Dr.M Haulussy.
2. Adanya upaya dalam menjalankan fungsi-fungsi pendampingan seperti
menyembuhkan, mendukung, membimbing, memulihkan serta memelihara
walaupun belum sepenuhnya terlaksana secara utuh.
3. Belum adanya program kerja yang tersusun secara jelas antara pihak
Rumah sakit dengan pendeta sebagai konselor di rumah sakit.
4. Belum adanya respon positif dari pihak rumah sakit terhadap pelayanan
kesehatan secara holistik
5. Pelayanan yang dilakukan bagi pasien dengan status terminal illness
berupa pelayanan umum yang hanya berpusat pada pelayanan secara
rohani.
6. Kegiatan pelayanan yang dilakukan di Rumah sakit Dr.M Haulussy juga
hanya dijalankan oleh 1 orang pendeta.
7. Kurangnya metode-metode yang digunakan pendeta sebagai konselor
dalam menangani masalah yang dihadapi konseli.
Berdasarkan hasil penelitian ini maka ada beberapa saran yang perlu diperhatikan:
Bagi Pendeta: Agar di harapkan lebih banyak menguasai metode-metode dan
keterampilan konseling serta berupaya menjalankan kelima fungsi
penggembalaan dengan baik agar tujuan dari konseling bisa terpenuhi.
Bagi pihak Rumah Sakit: Agar lebih memperhatikan pelayanan kesehatan
secara holistik agar pelayanan menjadi merata bagi setiap pasien.
Bagi gereja: Supaya lebih peka terhadap pemerhatian pelayan-pelayan dalam
wilayah pelayanannya, dengan membantu memperhatikan upaya pelayanan
22
yang di lakukan di Rumah sakit dr. M Haulussy sebagai bagian dari wilayah
pelayanan di kota Ambon.
Daftar pustaka
Abednego, B.A (2011), Tanggung Jawab Etis Pelayan Jemaat: Etis Pastoral, Jakarta:
Gunung Mulia.
Bromley B. D (1974) The Pscychology of Human Ageing, Inggris: Nicholl and company
Clinebell, Howard (2002), Tipe-tipe Dasar Pendampingan dan konseling Pastoral.
Yogyakarta.
Clinebell, Howard (1979), Growth counseling, Hope-Centered Methods of Actualizing
Human Wholeness. Nashville: Abingdon Press.
Conrad Peter (2005),The Sociologi of health & Illness Critical Prespective seven Editor.
California press
Dahlenburg G. D (2002) Siapakah Pendeta Itu? : Jakarta
Engel D, J(2003). Konseling dasar dan pendampingan pastoral :salatiga.
Frankl E Victor, (2006), Logoterapi : Terapi psikologi melalui pemaknaan eksistensi.
Jogjakarta.
Gula M. Richard (2009), Etika Pastoral Dilengkapi dengan Kode Etik, Jakarta: Kanisius.
Gunadi Paul (2013), Life In Tansition (christian counseling conference V). Asosiasi Konselor
Kristen indonesia
Hoffman Jhon (1993), Permasalahan Etis dalam Konseling. Jogjakarta:Kanisius
Krisetya, Mesach. (2008) Teologi Pastoral: Pendampingan Pastoral dalam Perspektif
Teologis. Salatiga : UKSW.
Kubler-Ross, Elisabeth (1969) On death and Dying, New York: The Macmillan company.
Kubler-Ross, Elisabeth (1975) Death : The Final Stage of Growth, Englewood cliffs: New
Jersey
23
Koentaranigrat (1983) Tenik Pengumpulan Data, Jakarta
Nasir. Mohammad (1985) Metode penelitian, Bogor: Ghalia Indonesia
Paulson SDaryl ( 2004) The Nearing death and Pastoral Couseling, Vol 52
Puterbaugh Dolores (2013), Pastoral Counseling and Mental illness.
SahardjoHadi (2006). Konseling Krisis dan Terapi Singkat Pertolongan di saat-saat
Sulit,Bandung: Crisis and brief Therapy
Spector E, Racher (2004), Cultural Diversity in Health & Illness sixth editor. Philadelphia
Strom M. Bons (2011), Apakah Penggembalaan itu? Petunjuk Praktis Pelayanan. Jakarta:
Gunung Mulia
Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga, Pusat bahasa Departemen
Pendidikan Nasional, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002)
Usman Setiady (2008), Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi aksara
Van beek,Martin aart. (1987) Konseling pastoral : Sebuah Buku Pegangan Bagi Para
Penolong di Indonesia. Semarang
Widodo (2004) Cerdik Menyusun Proposal: Jakarta
Wiryasaputra Totok (2007), Pendampingan Pasien Kanker: Jakarta
Wiryasaputra Totok. (2006) Ready to Care: Pendampingan dan Konseling Psikologi.
Jogjakarta.