SPEKTROFOTOMETRI

30
Acara II SPEKTROFOTOMETRI LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA DASAR I Disusun oleh: Nama : Webiana Lowisia NIM : 14.I1.0111 Kelompok : G1 PROGAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

description

spektro

Transcript of SPEKTROFOTOMETRI

SPEKTROFOTOMETRI

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMKIMIA DASAR I

Disusun oleh:Nama: Webiana LowisiaNIM : 14.I1.0111Kelompok : G1

PROGAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

Acara IIAcara II

201421. TUJUAN PRAKTIKUM

Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah agar praktikan dapat mengetahui cara mengukur absorbansi larutan dengan menggunakan spektrofotometer, serta mengetahui hubungan antara absorbansi dan konsentrasi larutan melalui kurva standar.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Spektrofotometri merupakan suatu metode analisis yang berdasarkan pada absorpsi radiasi elektromagnet. Cahaya terdiri dari radiasi dimana mata manusia peka terhadap radiasi tersebut, gelombang dengan panjang yang berbeda akan menimbulkan cahaya yang berbeda, dan campuran berbagai cahaya akan menyusun cahaya putih. Cahaya putih meliputi seluruh spektrum nampak 400-760 mm (Anonim, 1979).Spektrofotometer adalah alat yang dipakai dalam analisa fotometri, untuk mengukur penyerapan radiasi oleh suatu larutan. Absorbance/absorbansi (A) adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan konsentrasi dan panjang gelombang cahaya. Biasanya spektrofotometer aktual kuantitas dinyatakan dalam P dan P0 sedangkan absorbansi dihitung secara otomatis (Ewing, 1976).Spektrofotometer terdiri dari spectrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat untuk mengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi. Spektrofotometer berfungsi untuk mengukur energi secara relatif saat energi ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer dibandingkan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat terseleksi yang diperoleh dengan alat pengurai, seperti prisma, grating, atau celah optis (Khopkar, 1990).Spektrofotometer secara umumnya adalah alat untuk mengetahui besar penyerapan warna yang diserap oleh larutan. Sebagian sinar dari spektrofotometer akan diserap dan sebagian lagi dipantulkan. Dalam melakukan percobaan, pertama-tama harus menyetandarkan alat dengan aquadestilata agar ukurannya konstan. Lalu tabung reaksi diisi dengan larutan yang akan diukur absorbansinya dan dimasukkan ke dalam spektrofotomter Di tabung reaksi tidak boleh ada sidik jari dan tidak boleh basah karena dapat menyebabkan absorbansi dari larutan tidak terbaca. (Day & Underwood, 1992).Absorbansi adalah jumlah sinar yang diserap. Transmitansi adalah jumlah sinar awal yang diteruskan. Besar dari absorbansi dipengaruhi oleh jenis larutan, konsentrasi larutan dan tebal cuvet. Semakin tebal cuvet, maka nilai absorbansi yang terukur akan semakin besar. Semakin besar konsentrasi, maka nilai absorbansi yang terukur akan semakin besar pula. Untuk menghindari penyimpangan, dalam melakukan percobaaan, diperlukan adanya seri pengenceran, yaitu dari larutan yang sama dibuat beberapa larutan dengan konsentrasi yang berbeda dan pengukuran dilakukan dari konsentrasi yang paling rendah. (Harjadi,1993).Di dalam spektofotometri, ada dua hal penting yaitu spektrum tampak dan warna komplementer. Berikut adalah beberapa jenis warna komplementer :Panjang gelombang (nm)WarnaWarna komplementer

400 435435 480480 490490 500 500 560560 595595 610610 680 680 700 VioletBiruBiru KehijauanHijau kebiruanHijauHijau kekuninganJinggaMerahUngu kemerahan Hijau kekuninganKuningJinggaMerahUngu kemerahanUnguBiru kehijauanHijau kebiruanHijau

Dikatakan sebagai warna komplementer pada warna yang akan diinspersi, karena cahaya yang diserap dengan yang diteruskan akan membentuk warna putih. Hal ini berarti spektra serapan dapat diperoleh dengan menggunakan berbagai sampel dalam bentuk gas, lapisan tipis, cairan, larutan dalam berbagai pelarut, dan bahkan zat padat. Tingkat kejadian adsorpsi ini bergantung pada panjang gelombang dari warna tersebut, radiasi dan sifat dasar spesies molekul dalam larutan (Day & Underwood, 1992).Saat sebuah sinar (monokromatis atau polikromatis) mengenai suatu media,maka intensitasnya akan berkurang karena adanya penyerapan sinar oleh media tersebut dan ada yang dipantulkan atau dihamburkan oleh media tersebut. Dapat dirumuskan :I0 = Ia + It + IrKeterangan : I0 = Intensitas sinar mula-mula Ia = Intensitas sinar yang terserap It = Intensitas sinar yang diteruskan Ir = Intensitas sinar yang dipantulkan (Hadi,1986)Molaritas adalah mol terlarut dibagi volume larutan (lt). Dalam melakukan perhitungan spektrofotometri, diperlukan molaritas agar bisa menghitung besar absorbansinya.Rumusnya adalah :Molaritas (M)= mol terlarut Vol larutanRumus pengenceran adalah :M1 . V1 = M2 . V2Keterangan :M1= molaritas larutan sebelum pengenceranM2= molaritas larutan sesudah pengenceranV1= volume larutan sebelum pengenceranV2= volume larutan sesudah pengenceran(Ebbing, 1987).

3

1

3. MATERI METODE

3.1. Materi3.1.1. AlatAlat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah timbangan analitik, gelas arloji, gelas ukur, gelas beker, pengaduk, tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet ukur, pompa pilleus dan spektrofotometer.

3.1.2. BahanBahan yang digunakan pada praktikum kali ini CuSO4, K2Cr2O7, KMnO4, larutan cuplikan, air suling.

3.2. Metode3.2.1. Membuat Kurva StandarSebanyak 1,193 g CuSO4, 0,074 g K2Cr2O7, dan 0,015 g KMnO4 ditimbang dengan menggunakan gelas arloji pada timbangan analitik. Kemudian masing-masing dilarutkan dengan air suling hingga volume 50 ml. Dari larutan standar yang sudah dibuat tersebut, dimasukkan ke dalam 6 tabung reaksi masing-masing 0,5 ml, 1 ml, 2 ml, 4 ml, 8 ml, dan 10 ml. Masing-masing diencerkan dengan air suling hingga volumenya mencapai 12 ml. Lalu diukur absorbansi larutan standar dengan menggunakan spektrofotometer dan dibuat kurva standarnya. Data absorbansi (A) menjadi sumbu Y dan data konsentrasi (M) menjadi sumbu X.

3.2.2. Mengukur Konsentrasi Larutan XSebanyak 2 ml larutan cuplikan dipipetkan ke tabung reaksi dan dilakukan pengenceran hingga 12 ml kemudian diukur absorbansinya dengan alat spektrofotometer. Kemudian berdasarkan kurva standar yang telah dibuat konsentrasi larutan sebelum dan sesudah pengencerannya diperkirakan.

Untuk melakukan percobaan ini diperlukan perhitungan konsentrasi dengan rumus sebagai berikut :

M= konsentrasi larutanBM = berat molekul senyawa (MR)Sedangkan untuk mencari konsentrasinya digunakan rumus:

N1 x V1= N2 x V2

N1 = konsentrasi awal larutanN2 = konsentrasi akhir larutanV1 = volume awal larutanV2 = volume akhir larutan

4. HASIL PENGAMATAN

4.1. Larutan KMnO4Hasil pengamatan larutan KMnO4 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Larutan KMnO4NoVolume (ml)M (= x)A ( = y)

10,57,91 x 10-50,054

211,58 x 10-40,095

323,16 x 10-40,116

446,33 x 10-40,189

581,27 x 10-30,287

6101,58 x 10-30,365

72 ml cuplikan2,21 x 10-30,484

Ket. :M = Konsentrasi larutan, sebagai sumbu X pada kurvaA = Absorbansi, sebagai sumbu Y pada kurva

Pada tabel 1 dapat diketahui konsentrasi larutan dan absorbansi larutan KMnO4. Pada larutan 1 adalah 7,91 x 10-5 dan 0,054. Pada larutan 2 adalah 1,58 x 10-4 dan 0,095. Pada larutan 3 adalah 3,16 x 10-4 dan 0,116. Pada larutan 4 adalah 6,33 x 10-4 dan 0,189. Pada larutan 5 adalah 1,27 x 10-3 dan 0,287. Pada larutan 6 adalah 1,58 x 10-3 dan 0,365. Pada larutan cuplikan sebesar 2 ml adalah 2,21 x 10-3 dan 0,484.

4.1. Larutan CuSO4Hasil pengamatan larutan CuSO4 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Larutan CuSO4NoVolume (ml)M (= x)A ( = y)

10,56,25 x 10-30,001

211,25 x 10-20,059

322,50 x 10-20,037

440,050,060

580,100,150

6101,25 x 10-10,163

72 ml cuplikan0,190,250

Ket. :M = Konsentrasi larutan, sebagai sumbu X pada kurvaA = Absorbansi, sebagai sumbu Y pada kurva

Pada tabel 2 dapat diketahui konsentrasi larutan dan absorbansi larutan CuSO4. Pada larutan 1 adalah 6,25 x 10-3 dan 0,001. Pada larutan 2 adalah 1,25 x 10-2 dan 0,059. Pada larutan 3 adalah 2,50 x 10-2 dan 0,037. Pada larutan 4 adalah 0,05 dan 0,060. Pada larutan 5 adalah 0,10 dan 0,150. Pada larutan 6 adalah 1,25 x 10-1 dan 0,163. Pada larutan cuplikan sebesar 2 ml adalah 0,19 dan 0,250.

4.2. Larutan K2Cr2O7Hasil pengamatan larutan K2Cr2O7 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Larutan K2Cr2O7NoVolume (ml)M (= x)A ( = y)

10,52,10 x 10-40,149

214,19 x 10-40,191

328,38 x 10-40,327

441,68 x 10-40,638

583,35 x 10-31,100

6104,19 x 10-31,160

72 ml cuplikan1,67 x 10-30,562

Ket. :

M = Konsentrasi larutan, sebagai sumbu X pada kurva A = Absorbansi, sebagai sumbu Y pada kurva

Pada tabel 3 dapat diketahui konsentrasi larutan dan absorbansi larutan K2Cr2O7. Pada larutan 1 adalah 2,10 x 10-4 dan 0,149. Pada larutan 2 adalah 4,19 x 10-4 dan 0,191. Pada larutan 3 adalah 8,38 x 10-4 dan 0,327. Pada larutan 4 adalah 1,68 x 10-4 dan 0,638. Pada larutan 5 adalah 3,35 x 10-3 dan 1,100. Pada larutan 6 adalah 4,19 x 10-3 dan 1,160. Pada larutan cuplikan sebesar 2 ml adalah 1,67 x 10-3 dan 0,562.

5. PEMBAHASAN

5.1. Membuat Kurva StandarDalam percobaan ini, digunakan tiga macam zat yang berbeda, yaitu CuSO4 ( BM = 159,61 ), K2Cr2O7 ( BM = 249,13 ), dan KMnO4 ( BM = 158,03 ). Kelompok G6 melakukan percobaan dengan CuSO4 yang ditimbang sebanyak 1,193 gram menggunakan gelas arloji dengan menggunakan timbangan analitik, lalu dilarutkan dalam beker dengan menggunakan aquadestilata sampai larut. Setelah larut barulah larutan dipindah ke labu takar dan ditambahi pelarut sampai meniskus mencapai tanda tera ( labu takar 100 ml ) dan dikocok agar larutan larut sepenuhnya. Kemudian larutan yang telah diencerkan itu dipindahkan ke 6 tabung reaksi dengan ketentuan masing-masing tabung terisi 0,5 ml ; 1 ml ; 2 ml ; 4 ml ; 8 ml ; dan 10 ml. Setelah itu ditambahkan aquadestilata sampai keenam tabung reaksi berisi 12 ml larutan. Lalu akhirnya mengukur absorbansi dari keenam larutan dalam tabung reaksi menggunakan spektrofotometer, sebelum digunakan spektrofotometer distandarkan dulu dengan mengisi aquadestilata ke dalam tabung reaksi lalu angka di spektrofotometer diatur ke 0. Kemudian memindahkan larutan ke dalam tabung reaksi yang ada di dalam alat dengan kondisi tabung reaksi tersebut sudah dibilas dengan menggunakan aquadestilata baru kemudian diisi dengan larutan hasil pengenceran yang ada di tabung reaksi, dan harus dipastikan saat pengisian tidak boleh melebihi tanda lingkaran dan sebelum dimasukkan ke dalam spektrofotometer harus diusap agar di tabung reaksi tidak terdapat sidik jari. (Day & Underwood, 1992).

Lalu diatur transmisinya dengan memasukkan panjang gelombang yang sesuai dengan zat yang diencerkan, CuSO4 ( 640 nm ), KMnO4 ( 400 nm ), dan K2Cr2O7 ( 410 nm ) dan diseimbangkan ke posisi angka 100 barulah diubah untuk mengukur absorbansi, lalu dimasukkan tabung reaksi ke dalam spektrofotometer dan absorbansi dari larutan akan diukur oleh spektrofotometer dengan otomatis. (Ewing, 1976).

Terlihat dalam melakukan pengenceran pada keenam larutan tabung reaksi, menunjukkan perubahan warna dari yang berwarna sampai jernih, larutan yang paling jernih menunjukkan larutan yang paling encer, atau konsentrasi terlarutnya paling rendah dibandingkan dengan tabung reaksi yang lain, yang disebabkan karena mengalami penambahan pelarut yang paling banyak.Dalam melakukan percobaan terlihat jika absorbansi meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wilford (1987) jika nilai absorbansi dipengaruhi oleh konsentrasi larutan, ketebalan cuvet, dan intensitas penyinaran, dan sesuai dengan hokum Bouger (Lambert) dan hukum Beer yang menyatakan jika semakin besar konsentrasi maka semakin besar tingkat absorbansinya, namun dalam pengukuran CuSO4, ada satu bagian data yang menunjukkan penurunan, hal ini disebabkan karena kesalahan-kesalahan yang dilakukan dalam percobaan, seperti saat pembilasan yang tidak bersih sepenuhnya, tabung reaksi basah atau terdapat sidik jari sehingga mengakibatkan absorbansi menjadi turun ketika seharusnya semakin meningkat. (Harjadi,1993).

5.2. Mengukur Konsentrasi Larutan XDalam percobaan untuk mengukur konsentrasi larutan X, larutan cuplikan diambil sebanyak 2 ml lalu dipipetkan ke tabung reaksi dan kemudian ditambahkan pelarut hingga mencapai volume 12 ml. Lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer, sebelum digunakan spektrofotometer harus distandarkan terlebih dahulu, tabung reaksi yang digunakan dibilas dengan menggunakan aquadestilata dengan kondisi spektrofotometer diatur ke angka 0, lalu larutan yang telah diencerkan dimasukkan ke dalam tabung reaksi sampai pada batas lingkaran dan sebelum dimasukkan ke dalam spektrofotometer harus diusap terlebih dahulu agar tabung reaksi tidak basah dan tidak ada sidik jari sehingga absorbansi dapat diukur dengan benar. Lalu atur transmisinya pada angka seperti yang telah digunakan pada percobaan sebelumnya, dan diubah untuk mengukur absorbansinya dan catat angka yang tertera pada alat.

Untuk mengukur konsentrasi larutan X setelah menggunakan alat spektrofotometer lalu angka dimasukkan dengan menggunakan program excel, lalu data yang telah ada diubah dalam wujud grafik, gradient dari grafik yang ada di excel memiliki suatu persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi dari larutan X tersebut.

Larutan cuplikan pada KMnO4 memiliki konsentrasi 2,22 x 10-3. CuSO4 memiliki konsentrasi 1,9 x 10-1, K2Cr2O7 memiliki konsentrasi 1,67 x 10-3.

Bentuk kurva tiap kelompok seharusnya membentuk garis linear yang naik sesuai dengan hukum Beer yang menyatakan jika semakin tinggi konsentrasi dari suatu larutan maka semakin tinggi pula absorbansinya, dengan kata lain konsentrasi berbanding lurus dengan absorbansi dari larutan. (Wilford, 1987).

Namun pada kurva kelompok G1 yang menggunakan zat CuSO4, kurva mengalami penurunan di satu titik yaitu pada saat volumenya 2 ml, hal ini disebabkan karena kesalahan-kesalahan dalam mengencerkan larutan maupun dalam penggunaan spektrofotometer, kemungkinannya adalah di saat pengenceran memasukkan pelarut yang berlebih dari seharusnya atau saat menggunakan spektrofotometer, tabung reaksi tidak bersih sepenuhnya. Sehingga di satu titik tersebut terjadi penurunan.

Sedangkan pada kelompok G3, ada data yang menunjukkan hasil absorbansi lebih dari 1, absorbansi seharusnya tidak boleh dari 1 karena jika mencapai angka 1 maka larutan tersebut terlalu pekat sehingga secara teori seharusnya cahaya/sinar dari spektrofotometer tidak bisa menembus larutan sehingga tidak bisa dihitung menyebabkan hasil absorbansi yang dihasilkan tidak akurat/tidak benar. Normalnya nilai serapan ada dalam kisaran 0,1 0,9.

17

6. KESIMPULAN

Spektrofotometri merupakan suatu metode analisis yang berdasarkan pada absorpsi radiasi elektromagnet. Spektrofotometri digunakan untuk mengetahui besar penyerapan cahaya yang dilakukan oleh larutan. Absorbansi adalah jumlah sinar yang diserap, sedangkan transmisi adalah jumlah sinar yang awal diteruskan. Panjang gelombang dari CuSO4 adalah 640 nm, panjang KMnO4 adalah 400 nm, dan K2Cr2O7 adalah 410 nm. Semakin besar konsentrasi dari suatu larutan maka semakin besar pula nilai absorbansinya. Tebal media berbanding terbalik dengan intensitas penyerapan cahaya. Grafik yang benar antara konsentrasi dengan absorbansi adalah wujud linear yang terus naik berhubungan dengan hukum Beer yang menyatakan konsentrasi berbanding lurus dengan nilai absorbansi. Semakin pekat warna larutan maka semakin tinggi pula konsentrasinya. Dalam melakukan pengenceran harus dilakukan dengan tepat dan benar agar hasil yang didapat sesuai dan benar. Penggunaan alat spektrofotometer harus sesuai prosedur dan urutan agar absorbansi yang terbaca dapat terbaca dengan benar.

Asisten Praktikum :- Rosa Xena M. T.- Stella GiovaniSemarang, 16 Oktober 2014Praktikan,Webiana Lowisia 14.I1.0111

7. DAFTAR PUSTAKA

Day, R. A. Jr. & A. L. Underwood. (1992). Analisa Kimia Kuantitatif edisi 4. Erlangga. JakartaEbbing, D.D. (1987). General Chemistry 2nd ed. Houghton Mifflin Company. Boston.Ewing, G.W. (1976). Instrumental Methods of Chemical Analysis. Mc Grow Hill Book Company. USA.Hadi, Sarwono (1986). Analisa Kuantitatif. PT. Gramedia. Jakarta.Harjadi, W. ( 1993 ). Stoikiometri. Gramedia. Jakarta.Khopkar. S.M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press. JakartaWilford, D. (1987). Microbiology System in Chemistry. Co Allys and Benton. USA.

8. LAMPIRAN

8.1. Perhitungan

G1 :M= x = x =0,15

N1 x V1=N2 x V20,15 x 0,5=N2 x 12N2==6,25 x 10-3

N1 x V1=N2 x V20,15 x 1=N2 x 12N2==1,25 x 10-2

N1 x V1=N2 x V20,15 x 2=N2 x 12N2==2,5 x 10-2

N1 x V1=N2 x V20,15 x 4=N2 x 12N2==5 x 10-2

N1 x V1=N2 x V20,15 x 8=N2 x 12N2==1 x 10-1

N1 x V1=N2 x V20,15 x 10=N2 x 12N2==1,25 x 10-1

=1,255 + 0,0110,250=1,255 + 0,011==1,9 x 10-1

G2 :M= x = x =0,15

N1 x V1=N2 x V20,15 x 0,5=N2 x 12N2==6,25 x 10-3

N1 x V1=N2 x V20,15 x 1=N2 x 12N2==1,25 x 10-2

N1 x V1=N2 x V20,15 x 2=N2 x 12N2==2,5 x 10-2

N1 x V1=N2 x V20,15 x 4=N2 x 12N2==5 x 10-2

N1 x V1=N2 x V20,15 x 8=N2 x 12N2==1 x 10-1

N1 x V1=N2 x V20,15 x 10=N2 x 12N2==1,25 x 10-1

=1,454 - 0,0100,250=1,454 + 0,010==1,8 x 10-1

G3 :M= x = x =5,03 x 10-3

N1 x V1=N2 x V25,03 x 10-3 x 0,5=N2 x 12N2=2,10 x10-4

N1 x V1=N2 x V25,03 x 10-3 x 1=N2 x 12N2=4,19 x10-4

N1 x V1=N2 x V25,03 x 10-3 x 2=N2 x 12N2=8,38 x10-4

N1 x V1=N2 x V25,03 x 10-3 x 4=N2 x 12N2=1,68 x10-3

N1 x V1=N2 x V25,03 x 10-3 x 8=N2 x 12N2=3,35 x10-3

N1 x V1=N2 x V25,03 x 10-3 x 10=N2 x 12N2=4,19 x10-3

=270,8 - 0,1110,562=270,8 + 0,111==1,67 x 10-3

G4 :M= x = x =5,03 x 10-3

N1 x V1=N2 x V25,03 x 10-3 x 0,5=N2 x 12N2=2,10 x10-4

N1 x V1=N2 x V25,03 x 10-3 x 1=N2 x 12N2=4,19 x10-4

N1 x V1=N2 x V25,03 x 10-3 x 2=N2 x 12N2=8,38 x10-4

N1 x V1=N2 x V25,03 x 10-3 x 4=N2 x 12N2=1,68 x10-3

N1 x V1=N2 x V25,03 x 10-3 x 8=N2 x 12N2=3,35 x10-3

N1 x V1=N2 x V25,03 x 10-3 x 10=N2 x 12N2=4,19 x10-3

=270,8 - 0,1110,562=270,8 + 0,111==1,67 x 10-3

G5 :M= x = x =1,810 x 10-3

N1 x V1=N2 x V21,810 x 10-3 x 0,5=N2 x 12N2=7,91 x10-5

N1 x V1=N2 x V21,810 x 10-3 x 1=N2 x 12N2=1,58 x10-4

N1 x V1=N2 x V21,810 x 10-3 x 2=N2 x 12N2=3,16 x10-4

N1 x V1=N2 x V21,810 x 10-3 x 4=N2 x 12N2=6,33 x10-4

N1 x V1=N2 x V21,810 x 10-3 x 8=N2 x 12N2=1,27 x10-3

N1 x V1=N2 x V21,810 x 10-3 x 10=N2 x 12N2=1,58 x10-3

=196,33 - 0,05410,484=196,33 + 0,0541=

G6 :M= x = x =1,898 x 10-3

N1 x V1=N2 x V21,810 x 10-3 x 0,5=N2 x 12N2=0,79 x10-4

N1 x V1=N2 x V21,810 x 10-3 x 1=N2 x 12N2=1,58 x10-4

N1 x V1=N2 x V21,810 x 10-3 x 2=N2 x 12N2=3,16 x10-4

N1 x V1=N2 x V21,810 x 10-3 x 4=N2 x 12N2=6,32 x10-4

N1 x V1=N2 x V21,810 x 10-3 x 8=N2 x 12N2=1,26 x10-3

N1 x V1=N2 x V21,810 x 10-3 x 10=N2 x 12N2=1,58 10-3

=9,456 - 0,05510,438=9,456 + 0,055==4,05 x 10-2

8.2. Laporan Sementara