Spek Antenna

19
LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH JUMLAH LNB PADA ANTENA PARABOLA TERHADAP PARAMETER C/N PADA APLIKASI DVB-S Arief Kurniawan Program Studi Diploma III Teknik Telekomunikasi, Purwokerto Akademi Teknik Telekomunikasi Sandhy Putra, Purwokerto [email protected] ABSTRAKSI Perkembangan teknologi komunikasi satelit pada dasa warsa terakhir sangat pesat. Beralihnya teknologi analog ke teknologi digital merupakan salah satu sebab yang yang mendasari dan ditemukannya teknik modulasi digital adalah “gerbang” dari peralihan tersebut. Salah satu aplikasi teknologi sistem komunikasi satelit yang menggunakan teknik modulasi digital yaitu Digital Video Bradcasting by Satellite (DVB-S) atau TV Satelit. Kelebihan dari aplikasi DVB-S adalah tidak terpengaruhnya kualitas video yang diterima jika sudah melewati titik threshold parameter sinyal Carier to Noise Ratio (C/N) nilai tertentu. Sehingga untuk memaksimalkan jumlah siaran DVB dengan menambahkan sejumlah Low Noise Block (LNB) ke antena parabola. Karena dalam satu dish antena bisa dipasang beberapa LNB. Penambahan LNB ini tidak serta merta menambah jumlah siaran DVB namun dikombinasikan dengan pointing antena parabola terhadap satelit. Penambahan LNB akan terus bisa dilakukan jika parameter C/N pada setiap LNB tidak menurun di bawah ambang batas nilai tertentu karena adanya pergeseran sudut pada antena parabola. Dimana nilai C/N akan berkorelasi secara tidak langsung terhadap Bit Error Rate (BER). Kata kunci: DVB-S, C/N, LNB, Antena Parabola, BER. ABSTRACT The development of satellite communication technology in the last decade very rapidly. Shifting analog technology to digital technology is one underlying cause and discovery of digital modulation technique is the "gate" of the transition. One application technology of satellite communications systems that use digital modulation techniques namely Digital Video Bradcasting by Satellite (DVB-S) or satellite TV. The advantages of DVB-S application is not accepted character of the video quality if it is past the point of threshold parameters Carier signal to Noise Ratio (C / N) a certain value. So as to maximize the number of broadcast DVB by adding a number of Low Noise Block (LNB) to a parabolic antenna. Because in a single dish antenna can be mounted multiple LNB. Additional LNB this does not necessarily increase the number of broadcast DVB but combined with a satellite antenna pointing towards the satellite. Addition of the LNB will continue to be made if the parameters C / N in each LNB does not decrease below a certain threshold value due to the displacement

description

Spesifikasi untuk antenna tv analog..

Transcript of Spek Antenna

Page 1: Spek Antenna

LAPORAN TUGAS AKHIRANALISIS PENGARUH JUMLAH LNB PADA ANTENA PARABOLA TERHADAP

PARAMETER C/N PADA APLIKASI DVB-S

Arief Kurniawan

Program Studi Diploma III Teknik Telekomunikasi, PurwokertoAkademi Teknik Telekomunikasi Sandhy Putra, Purwokerto

[email protected]

ABSTRAKSIPerkembangan teknologi komunikasi satelit pada dasa warsa terakhir sangat pesat. Beralihnya teknologi analog ke teknologi digital merupakan salah satu sebab yang yang mendasari dan ditemukannya teknik modulasi digital adalah “gerbang” dari peralihan tersebut. Salah satu aplikasi teknologi sistem komunikasi satelit yang menggunakan teknik modulasi digital yaitu Digital Video Bradcasting by Satellite (DVB-S) atau TV Satelit. Kelebihan dari aplikasi DVB-S adalah tidak terpengaruhnya kualitas video yang diterima jika sudah melewati titik threshold parameter sinyal Carier to Noise Ratio (C/N) nilai tertentu. Sehingga untuk memaksimalkan jumlah siaran DVB dengan menambahkan sejumlah Low Noise Block (LNB) ke antena parabola. Karena dalam satu dish antena bisa dipasang beberapa LNB. Penambahan LNB ini tidak serta merta menambah jumlah siaran DVB namun dikombinasikan dengan pointing antena parabola terhadap satelit. Penambahan LNB akan terus bisa dilakukan jika parameter C/N pada setiap LNB tidak menurun di bawah ambang batas nilai tertentu karena adanya pergeseran sudut pada antena parabola. Dimana nilai C/N akan berkorelasi secara tidak langsung terhadap Bit Error Rate (BER).

Kata kunci: DVB-S, C/N, LNB, Antena Parabola, BER.

ABSTRACTThe development of satellite communication technology in the last decade very rapidly. Shifting analog technology to digital technology is one underlying cause and discovery of digital modulation technique is the "gate" of the transition. One application technology of satellite communications systems that use digital modulation techniques namely Digital Video Bradcasting by Satellite (DVB-S) or satellite TV. The advantages of DVB-S application is not accepted character of the video quality if it is past the point of threshold parameters Carier signal to Noise Ratio (C / N) a certain value. So as to maximize the number of broadcast DVB by adding a number of Low Noise Block (LNB) to a parabolic antenna. Because in a single dish antenna can be mounted multiple LNB. Additional LNB this does not necessarily increase the number of broadcast DVB but combined with a satellite antenna pointing towards the satellite. Addition of the LNB will continue to be made if the parameters C / N in each LNB does not decrease below a certain threshold value due to the displacement angle on the satellite antenna. Where the value of C / N would correlate indirectly to Bit Error Rate (BER).

 Keywords: DVB-S, C / N, LNB, Antenna Parabola, BER

1. PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang

Perkembangan teknologi begitu pesat pada era sekarang, terutama teknologi telekomunikasi. Kecepatan mengakses dan memperoleh informasi dimanapun merupakan hal yang sangat diperlukan bagi masyarakat. Guna memenuhi hal tersebut diperlukan infrastruktur penunjang, salah satunya menggunakan sistem komunikasi satelit. Sistem komunikasi satelit tidak

mengenal kendala geografis dan area coverage yang luas merupakan pilihan tepat untuk masyarakat Indonesia. Salah satu aplikasi teknologi satelit yaitu Digital Video Broadcast (DVB). DVB adalah salah satu sistem yang digunakan untuk mentransmisikan siaran TV digital hingga ke end-user. Sistem DVB menggunakan satelit dinamakan Digital Video Broadcast via Satelit (DVB-S). Dengan peralatan

Page 2: Spek Antenna

antena dan peralatan penerima yang simpel, pelanggan dapat menikmati siaran program langsung dari satelit dengan jumlah program TV yang banyak.

Pada sisi penerima, sistem DVB-S terdiri dari: Antena, Low Noise Block (LNB), DVB-S Receiver Card, dan TV Antena. LNB merupakan alat yang berperan dalam memperoleh sinyal satelit, setiap LNB hanya dapat digunakan untuk band frekuensi tunggal, sebab S, C dan Ku-band masing-masing memerlukan rongga resonator yang berbeda. Terdapat juga tipe untuk sinyal linear dan circular, yang dibedakan berdasarkan peletakan dipole internal. Dengan demikian, semakin banyak LNB yang dipasang pada antena maka semakin banyak pula band frekuensi yang diperoleh sehingga semakin banyak pula broadcast yang diperoleh. Akan tetapi untuk memaksimalkan chanel TV juga harus memperhatikan pointing antena. Dimana setiap LNB harus bisa menangkap transponder berbeda dari satelit yang berbeda tanpa menurunkan nilai parameter Carier to Noise Ratio (C/N).

Aplikasi DVB-S menggunakan modulasi sinyal digital Quarternary Phase Shif Key (QPSK). Pada penggunaan modulasi sinyal QPSK mempunyai keunggulan dimana kualitas video akan tetap stabil ketika level parameter C/N mempunyai penguatan lebih dari level tertentu (threshold) dalam satuan dB. Sehingga kualitas video tidak akan terpengaruh kejernihannya jika masih berada di atas level tersebut berapapun nilai C/N-nya.

1.2. TujuanBerapakah jumlah satelit pada

layanan DVB-S yang mampu ditangkap secara bersamaan dengan memperhatikan parameter C/N ?

1.3. Metoda penelitian Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan guna menunjang proyek tugas akhir ini yaitu: antena parabola, empat buah LNB, Satellite Meter SM 2000, peralatan pointing, MS Exel.

Variabel PenelitianVariabel-variabel yang digunakan

dalam penulisan ini adalah parameter-parameter pokok yang menentukan kualitas video:

C/N C/N, merupakan faktor yang menilai kualitas sinyal yang di terima dimana C/N merupakan perbandingan dari level daya sinyal carrier terhadap noise level yang dinyatakan dalam satuan dB.

BERBit Error Ratio (BER), menyatakan

banyaknya bit error dalam suatu jumlah atau periode pengiriman bit informasi.

FECForward Error Correction (FEC),

perbandingan jumlah bit informasi dengan jumlah bit yang ditransmisikan. Teknik FEC dilakukan di dua sisi pengirim dan sisi penerima. Pada sisi penerima, data yang akan dikirimkan diproses oleh encoder untuk disisipi bit-bit koreksi. Kemudian setelah ditransmisikan, data yang diterima akan diproses oleh decoder untuk dikoreksi kesalahan-kesalahan bit akibat transmisinya.

Studi LiteraturDalam proses pengerjaan tugas akhir

ini, penulis berusaha memperoleh berbagai data yang berhubungan dengan masalah yang dibahas melalui berbagai referensi, baik dari buku maupun dari internet.

Metode PerencanaanMetode perencanaan yang digunakan

berupa flowchart perencanaan yang dapat dilihat pada gambar 1.

Page 3: Spek Antenna

Gambar 1. Flowchart perencanaan tugas akhir.

2. DASAR TEORI2.1 SISTEM KOMUNIKASI SATELIT

Sistem komunikasi satelit merupakan bentuk pengembangan dari sistem jaringan gelombang mikro dengan sebuah pengulang (repeater) dimana repeater-nya berupa satelit yang berada di ruang angkasa dan mengorbit pada bumi. Satelit sendiri merupakan suatu stasiun pengulang gelombang mikro yang berfungsi untuk memperkuat sinyal yang berasal dari stasiun bumi serta memproses translasi frekuensi dari uplink frequency menjadi downlink frequency yang akan dikirim kembali ke bumi. Secara garis besar sistem komunikasi satelit terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu space segment dan ground segment.

Gambar 1 Blok diagram Stasiun Bumi secara umum[5].

2.2 DVBDigital Video Broadcasting (DVB)

adalah salah satu sistem yang digunakan untuk mentransmisikan siaran TV/Video digital hingga sampai ke pengguna akhir (end user). DVB dikembangkan

berdasarkan latar belakang pentingnya sistem broadcasting yang yang bersifat terbuka.

Gambar 2. Topologi DVB-SDengan konsep tersebut maka

transmisi informasi digital dapat dilakukan secara fleksibel tanpa perlu memberikan batasan jenis informasi yang akan disimpan dalam “data container” tersebut. Pemilihan MPEG-2 sebagai sistem koding dan kompresi dilakukan karena MPEG-2 mampu memberikan kualitas yang baik sesuai dengan sumber daya yang tersedia. Karena dengan proses kompresi ini maka file kapasitasnya menjadi lebih kecil, akan tetapi kualitasnya sama dengan file yang belum dikompres.

2.3 Low Noise Block (LNB)Pada LNB antena parabola untuk

aplikasi DVB antara LNA dan frekuensi peubah (frequency translator) digabungkan yang kemudian dikenal dengan sebutan Low Noise Block (LNB) yang mempunyai keluaran L-Band, dengan rincian frekuensi 950-1450 MHz untuk polarisasi horisontal dan 1550-2050 MHz untuk polarisasi vertikal.

Gambar 3. Blok diagram LNB[9].

Sinyal elektrik akan dikuatkan oleh LNB dan dirubah frekuensinya ke yang lebih rendah, Intermediate Frequency (IF). Kemudian didemodulasi oleh penerima

Page 4: Spek Antenna

satelit yang keluarannya adalah sinyal TV (video). Untuk Direct PC maka sinyal IF kemudian akan diterima oleh modul dalam Portable Computer (PC) untuk didemodulasi sehingga data dapat diolah dan ditampilkan dalam bentuk video.Sebuah switch elektronik tambahan memperkuat sinyal ini sebelum dikirim ke kabel coaxial dan mengubahnya menjadi frekuensi yang lebih rendah untuk mengurangi redaman sinyal pada kabel.

2.4 PARAMETER ANTENAAntena memiliki parameter-

parameter untuk dapat mendukung sifat dan fungsi-fungsinya. Parameter-parameter yang ada pada antena yaitu:

Gain Antena.Gain antena adalah suatu parameter

yang melambangkan suatu nilai penguatan antena terhadap sinyal elektromagnetis baik yang dipancarkan maupun diterimanya. Penguatan antena tersebut adalah nilai penguatan yang dibangkitkan oleh perangkat pendukungnya dan ada pada suatu antena bila dibandingkan dengan antena lain. Hal ini disebabkan karena antena merupakan salah satu perangkat yang bersifat pasif yang tidak dapat menghasilkan suatu daya atau penguatan sendiri. Satuan untuk nilai gain antena yaitu decibel.

Persamaan matematis untuk mencari nilai gain antena yaitu:

………………… (1)Dimana: = efisiensi ( < 1 )c = cepat rambat cahaya (2,997925 x

108 m/s)D = diameter antena ( m )f = frekuensi yang digunakan ( GHz )

Beamwidth AntenaBeamwidth antena didefinisikan sebagai sebuah lebar sudut pancar antena tersebut. Beamwidth ini dihitung 3 dB dari puncak main lobe ke bawah. Beamwidth menyatakan sudut pada main lobe pada batas-batas ke kiri dan ke kanan pada titik 3 dB down dari puncak main lobe.

Beamwidth yang dihitung sebesar 3 dB dari puncak main lobe ini adalah merupakan setengah dari nilai penguatan total dari antena yang digunakan.

Nilai beamwidth ini sangat dipengaruhi oleh besarnya frekuensi kerja dan besarnya diameter antena. Keduanya ini nilainya berbanding terbalik dengan besarnya beamwidth. Semakin besar frekuensi kerja yang digunakan, maka semakin kecil lebar berkasnya (beamwidth) dan sebaliknya. Padahal bila dilihat dari penguatan antena, semakin besar frekuensi maka semakin besar juga penguatan antena tersebut. Maka dapat diambil kesimpulan semakin tinggi frekuensi yang digunakan akan semakin tajam direktivitasnya atau semakin kecil dan panjang bentuk main lobe pancaran sinyalnya, sehingga harus semakin teliti dalam pengarahan antena (pointing) tersebut.

Sama halnya dengan besar diameter antena yang digunakan. Semakin besar diameter yang digunakan, maka menjadi semakin kecil beamwidth-nya serta sebaliknya. artinya berkas sinyal yang dipancarkan akan semakin koheren dan harus semakin teliti dalam pengarahan (pointing) antena tersebut ke arah satelit. Hal tersebut dikarenakan apabila menyimpang sedikit saja boresight-nya dari line of sight akan besar sekali kemerosotan gain antena tersebut (gain roll-off).

Gambar 4. Lebar sudut θ3db[6].

Perhitungan matematis untuk mencari besar lebar berkas sinyal ini yaitu digunakan persamaan berikut:

Page 5: Spek Antenna

θ3 dB=k×( λD )=k×( c

f ×D )………(2)

θ 3db = beamwidth (derajat)k ≈ 70

Kerugian Gain Antena (Antenna Gain Roll-off)Selain memiliki nilai penguatan (gain), antena memilik parameter yang merupakan nilai dari rugi-rugi pengurangan gain antena tersebut. Rugi-rugi penguatan antena ini disebabkan oleh penyimpangan sudut bore sight antena dari batas-batas yang ditentukan.

Kerugian gain antena ini juga bisa disebabkan oleh besarnya beamwidth antena tersebut. Semakin sempit beamwidth suatu antena berarti semakin tajam main lobe-nya sehingga perubahan arah antena sedikit saja menimbulkan kerugian gain yang cukup besar.

Secara matematis, nilai gain roll-off antena dapat dihitung dengan persamaan 2.6 berikut:

…………………(3)dimana:

G = antenna gain roll-off (dB)b = besar sudut simpangD = diamater antena (m)

2.5 SISTEM PENGARAHAN ANTENA (TRACKING ANTENNA)

Satelit pada orbit geostasioner tampak relatif tetap bila dilihat dari bumi. Hal ini akan mempermudah dalam pemasangan antena stasiun bumi, yaitu dengan cara mengarahkan antena pengirim ataupun penerima ke satelit. Posisi stasiun bumi baik stasiun bumi pemancar ataupun penerima memegang peranan penting dalam komunikasi satelit, sedangkan satelit hanya berperan sebagai pengulang (repeater) untuk itu stasiun bumi harus diletakan pada posisi yang tepat dan berada pada daerah cakupan satelit agar sinyal yang dikirim dapat diterima satelit dan dipancarkan kembali pada stasiun penerima.

Untuk meletakan stasiun bumi pada posisi yang tepat agar bisa berkomunikasi dengan satelit, harus diketahui sudut elevasi dan sudut azimuth-nya. Sudut azimuth dan elevasi ini adalah sudut yang dibentuk oleh antena parabola untuk mengarah tepat ke satelit di atas agar sinyal yang diterima dari satelit maupun yang dipancarkan ke satelit dapat sempurna tanpa mengalami penurunan nilai gain pada antena parabola tersebut (antenna gain roll-of) dan pointing loss. Sudut azimuth diartikan sebagai sudut antara garis arah utara dengan garis ke arah titik proyeksi satelit pada bidang horizon setempat dari stasiun bumi. Untuk menentukan nilainya terdapat ketentuan yang sudah ditetapkan, yaitu jika posisi stasiun bumi berada di:

a. Sebelah Utara Khatulistiwa Stasiun bumi berada di barat satelit : A = 180° - A’Stasiun bumi berada di timur satelit :A = 180 + A’

Sebelah Selatan KhatulistiwaStasiun bumi berada di barat satelit : A = A’Stasiun bumi berada di timur satelit : A = 360 – A’Untuk menentukan nilai sudut azimuth (A) tersebut dapat dicari dengan persamaan:

A '=tan−1( tan|θS−θL|sin θ 1 )

……………..(4)

dimana:θs= posisi bujur (longitude) satelitθL= posisi bujur (longitude) stasiun bumiθ1= posisi lintang (latitude) stasiun bumi

Sudut elevasi adalah sudut antara bidang horizon setempat dengan garis line of sight dari stasiun bumi ke arah satelit, dengan arah putaran ke atas dan titik nol terletak pada bidang horizon setempat. Untuk mencari sudut elevasi antena parabola yaitu dengan persamaan:

Page 6: Spek Antenna

E=cos−1θ .............................................(5)

dimana:h = orbit satelit geostasioner dari

permukaan bumi (35786 km)Re = jari-jari bumi (6378)cos = selisih longitude stasiun bumi

dengan satelitcos = nilai latitude dari stasion bumi.

2.6 Carier to Noise Ratio (C/N)Parameter ini menyatakan besarnya perbandingan carrier terhadap noise. Harga C/N ditentukan dan dipilih berdasarkan jenis dan fasilitas telekomunikasi yang akan diterapkan. Umumnya dalam perhitungan link adalah untuk sistem transmisi yang ideal, sehingga harga C/N harus ditambahkan margin yang besarnya sekitar 1 sampai 1.5 dB.

2.7 Bit Error Rate (BER)BER didefinisikan sebagai tingkat

kesalahan yang terjadi dalam sistem transmisi atau rasio perbandingan antara jumlah bit error dengan bit yang diterima. BER adalah parameter untuk sebuah karakteristik perangkat. Parameter ini berhubungan langsung dengan nilai Eb/No, dengan BER ini dapat memperbaiki kualitas EB/No menjadi lebih besar.

Pada proses transmisi data, penerima harus dapat menentukan apakah bit yang diterima adalah bit “1” atau bit “0”, dan ini dipengaruhi oleh bentuk gelombang yang di terima. Dengan kata lain, semakin banyak derau dan tegangan penggunanya, kemungkinan adanya kesalahan pada sinyal yang diterima semakin besar.

Bit Error Ratio didefinisikan sebagai berikut[1]:

2.8 KENDALI ERROR CONTROLUntuk menerapkan metode error

control diperlukan adanya teknik deteksi kesalahan (error detecting techniques). Prinsip kerjanya yaitu dengan menambahkan bit-bit dengan pola tertentu pada setiap frame yang ditransmisikan. Pola bit ini tergantung pada jenis kode yang

digunakan dan isi frame. Adanya bit-bit tambahan (redundant bits) ini adalah untuk memeriksa ada tidaknya error pada kode yang diterima.

Pada umumnya metode pengontrolan kesalahan dibagi menjadi dua bagian, yaitu Forward Error Correction (FEC) dan Backward Error Correction (BEC).

3. ANALISA DAN PEMBAHASAN3.1 UMUM

Pada bab ini akan membahas dan menganalisa hasil perubahan parameter C/N yang terjadi jika penambahan LNB dilakukan. Dari satu buah LNB menjadi empat buah LNB tentunya nilai parameter-parameter sinyal akan berbeda. Ini dikarenakan proses pointing yang dilakukan guna memaksimalkan semua LNB supaya mendapatkan sinyal dari satelit.

Dengan demikian di bab ini tidak hanya membahas parameter-paremeter sinyal saja, namun juga proses pointing dan parameter-parameter antena tertentu. Karena proses pointing dan parameter antena juga akan mempengaruhi nilai dari parameter sinyal yang diterima.

Gambar 5. Skema pengukuran dan urutan satelit yang digunakan.

3.2 PARAMETER ANTENA

Gain AntenaMencari nilai penguatan antena

dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik antena yang dipergunakan stasiun bumi, sehingga dapat dicari nilai side lobe-nya. Gain antena dicari dengan menggunakan rumus dengan

mengasumsikan nilai sebesar 0,6 dan

Page 7: Spek Antenna

frekuensi yang digunakan adalah frekuensi downlink untuk C-Band sebesar 4 GHz. Sedangkan diameter antena yang digunakan yaitu 1,8 meter. Mencari nilai gain antena yaitu denga persamaan sebagai berikut:

Dengan nilai parameter-parameter antena diatas, maka nilai gain maksimal yang diperoleh sebesar 35,33034 dBi. Nilai gain maksimal merupakan penguatan antena maksimal dalam menangkap sinyal dari satelit. Sehingga jika nilai EIRP pada suatu area lebih besar dari gain maksimal antena, maka penguatan yang mampu diterima di area tersebut hanya pada nilai gain maksimal antena tersebut saja.

Beamwidth AntenaLebar berkas suatu antena sering

disebut dengan beamwidth . Nilai ini berarti setengah penguatan pada posisi sudut sesuai pengarahan ketika gain bernilai setengah dari nilai maksimumnya. Semakin panjang diameter antenanya maka

nilai akan semakin kecil, artinya berkas sinyal yang dipancarkan akan semakin fokus. Untuk menghitung besarnya lebar berkas menggunakan persamaan 2.4 dan parameter diameter antena yang digunakan yaitu 1.8 meter dengan menggunakan frekuensi downlink 4 Ghz.

Kerugian Gain Antena (Antenna Gain Roll-off)

Kerugian gain antena ini dipengaruhi oleh besarnya lebar berkas (beamwidth) dari antena. Semakin sempit beamwidth suatu antena berarti semakin tajam berkas utamanya (main lobe), sehingga perubahan

arah antena sedikit saja menimbulkan kerugian gain yang cukup besar.

Sudut terbesar yang dibentuk dari dua satelit terjauh dengan stasiun penerima yaitu antara satelit Palapa C2 dengan satelit Asiasat 2 sebesar 78o, namun pada kenyataanya sudut simpang dari satelit Palapa C2 hanya sekitar sebesar 30o. Dengan sudut sebesar 30o sinyal dari kedua satelit jarak terjauh sudah bisa digunakan untuk aplikasi DVB-S.

3.2 PERHITUNGAN AZIMUTH DAN ELEVASI

Pada sub-bab ini akan membahas analisa perhitungan sudut azimuth dan elevasi yang terbentuk oleh antena dengan satelit. Dimana letak antena penerima yang digunakan sebagai objek yaitu pada koordinat 109,15O BT dan 7,26O LS yaitu di AKATEL SP PURWOKERTO.

Pointing pertama dilakukan pada satelit Palapa C2, dimana satelit ini menjadi acuan dalam tracking guna mendapatkan siaran TV broadcast. Menjadi acuan disini dimaksudkan bahwa nilai parameter sinyal dari satelit ini tetap ada di atas ambang batas untuk mendapatkan siaran broadcast, karena ketika ditambahkan sejumlah LNB yang secara otomatis akan merubah posisi antena penerima untuk mengefektifkan kesemua LNB tersebut.

Dengan diketahuinya nilai-nilai tersebut maka langkah selanjutnya mengarahkan antena ke satelit sehingga terjadi keadaan Line Of Sigh (LOS) antara antena dan satelit.

1. Satelit Palapa C2 Posisi satelit Palapa C2 berada

pada 113o BT Posisi antena penerima berada

pada titik koordinanat 109,15o BT dan 7,26o LS.

Menentukan sudut azimuth dengan persamaan 4. yaitu:

A '=tan−1( tan|θS−θL|sin θ 1 )

Page 8: Spek Antenna

Karena

posisi antena penerima di AKATEL berada pada sebelah selatan khatulistiwa dan sebelah barat satelit, maka besarnya sudut azimuth yang terbentuk sesuai ketentuan persamaan 2.12 adalah:

A’=A

Untuk menentukan sudut elevasi dengan persamaan 5:

E=cos−1θ

2. Satelit Telkom 1 Posisi satelit Telkom 1 berada

pada 108o BT Posisi antena penerima berada

pada titik koordinanat 109,15o BT dan 7,26o LS.

Menentukan sudut azimuth dengan persamaan 2.14 yaitu:

A '=tan−1( tan|θS−θL|sin θ 1 )

Karena

posisi antena penerima di AKATEL berada pada sebelah selatan khatulistiwa dan sebelah timur satelit, maka besarnya sudut azimuth yang terbentuk sesuai ketentuan persamaan 2.13 adalah:

A = 360 – A’ = 360 – 9,025919 = 350,974081 o

Untuk menentukan sudut elevasi dengan persamaan 5:

E=cos−1θ

E=cos−1θ

3. Satelit Asiasat 3S Posisi satelit Asiasat 3S berada

pada 105,5o

Posisi antena penerima berada pada titik koordinanat 109,15o BT dan 7,26o LS.

Menentukan sudut azimuth dengan persamaan 2.14 yaitu:

A '=tan−1( tan|θS−θL|sin θ 1 )

Karena

posisi antena penerima di AKATEL berada pada sebelah selatan khatulistiwa dan sebelah timur satelit, maka besarnya sudut azimuth yang terbentuk sesuai ketentuan persamaan 2.13 adalah:

A = 360 – A’ = 360 – 26,783992 = 333,216008 o

Untuk menentukan sudut elevasi dengan persamaan 5:

E=cos−1θ

4. Satelit Asiasat 2 Posisi satelit Asiasat 2 berada

pada 100,5o BT Posisi antena penerima berada

pada titik koordinanat 109,15o BT dan 7,26o LS.

Menentukan sudut azimuth dengan persamaan 2.14 yaitu:

Page 9: Spek Antenna

A '=tan−1( tan|θS−θL|sin θ 1 )

Karena

posisi antena penerima di AKATEL berada pada sebelah selatan khatulistiwa dan sebelah timur satelit, maka besarnya sudut azimuth yang terbentuk sesuai ketentuan maka:

A = 360 – A’ = 360 – 50,283823 = 309,716177 o

Untuk menentukan sudut elevasi dengan persamaan 5:

E=cos−1θ

Secara perhitungan nilai-nilai sudut azimut dan elevasi ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 1. Perhitungan sudut tracking.

Satelit

Palapa C2 28,036483 81,471597

Telkom 1 350,974081 81,453779

Asiasat 3S 333,216008 81,472729

Asiasat 2 309,716177 81,56978

Azimuth (o) Elevasi (o)

Dari tabel diatas nilai dari sudut elevasi hampir seragam kisaran 81,4o. sedangkan untuk besar sudut mempunyai tenggang nilai yang besar yaitu 78,320306o.

4.1. PEMBAHASAN HASIL PENGUKURAN PARAMETER SINYAL

Pengukuran parameter ini dilakukan dengan alat bantu Satellite Meter SM 2000. Metode pengukurannya yaitu dengan mengukur parameter sinyal dimulai dengan hanya mengunakan satu buah LNB yang

diarahkan ke satelit acuan yaitu satelit Palapa C2.

Proses pengukuran dengan Satelit Meter SM 2000 memerlukan input-an yang meliputi tipe frekuensi LNB yang digunakan, Symbol Rate, frekuensi, dan polarisasi transponder pada satelit yang akan dituju. Pada pengukuran yang dilakukan hanya mengambil empat sampel transponder pada masing-masing satelit yang didapat. Output parameter yang terukur pada Satelit Meter SM 2000 nilainya tidak tetap, naik turun. Sehingga nilai yang diambil merupan nilai yang paling sering muncul.

1. Menggunakan Satu LNBHasil pengukuran hanya

menggunakan satu LNB adalah sebagaimana pada Tabel 3.2.

Tabel 2. Hasil pengukuran 1 LNB untuk satelit Palapa C2

Nilai hasil pengukuran pada Tabel 3.2 di atas merupakan nilai dimana antena hanya terkonsentrasi pada satu satelit baik sistem tracking-nya ataupun pada sistem penerima. Sehingga pemasangan LNB hanya satu dan tepat berada pada titik fokus antena. Dengan kondisi demikian maka nilai parameter yang terukur merupakan nilai paramer yang maksimal.

2. Menggunakan Dua LNBBerikut data yang diperoleh dengan

menmbahkan satu LNB, sehingga dalam satu dish ada dua LNB yang terpasang. Dengan ditambahnya LNB yang digunakan untuk menerima sinyal dari satelit Telkom 1, maka nilai parameter C/N pada LNB yang diperuntukan menerima sinyal dari Palapa C2 turun.

Tabel 3. Hasil Pengukuran 2 LNB.

Page 10: Spek Antenna

Pada Tabel 3. menggunakan dua buah LNB pada satu dish antena. Ini disebabkan karena untuk memfungsikan kedua LNB diperlukan dua satelit, dimana untuk memfungsikannya diperlukan proses tracking ulang. Sehingga kondisi antena diarahkan pada titik tertentu yang dapat memperoleh sinyal dari kedua satelit. Satelit yang didapat yaitu Palapa C2 untuk LNB 1, dan Telkom 1 untuk LNB 2.

3. Menggunakan Tiga LNBSatelit yang digunakan dalam tiga

LNB yaitu satelit Palapa C2 dan Telkom 1 untuk dua LNB sebelumnya, kemudian satelit Asiasat 3S untuk penambahan satu LNB itu sendiri. Dengan penambahan LNB maka parameter-parameter yang terukur pun berubah.

Berikut data hasil pengukurannya dengan LNB 3 mendapatkan sinyal dari satelit Asiasat 3S:

Tabel 4. Hasil Pengukuran 3 LNB.

Dari data Tabel 3.4 dapat dilihat bahwa nilai C/N terbaik terdapat pada satelit Telkom 1 atau penerimanya adalah LNB ke-2. Hal ini disebabkan letak satel`it Telkom 1 (108oBT) itu sendiri, dimana letak satelit Telkom 1 berada diantara satelit Palapa C2 (113oBT5) dan Asiasat 3S (105,5o BT). Dengan posisi satelit yang demikian, maka pengarahan antena untuk

mendapatkan sinyal maksimal dari ketiga satelit tersebut secara langsung akan memperkecil sudut simpang antara antena penerima dan satelit Telkom 1. Dengan alasan tersebut maka nilai parameter satelit Telkom1 yang terukur menjadi paling baik diantara parameter kedua satelit lainnya.

4. Menggunakan Empat LNBPenambahan LNB dari tiga menjadi

empat guna memaksimalkan jumlah satelit yang diterima, satelit keempat yang diperoleh adalah satelit Asiasat 2. Sehingga dengan keempat LNB dapat difungsikan secara maksimal.

Tabel 5. Hasil Pengukuran 4 LNB.

Sudut azimuth dan elevasi yang digunakan guna memaksimalkan jumlah satelit yang diterima yaitu azimuth 820

untuk azimuth 3490. Sehingga ada pergeseran sudut sebesar 39o dari posisi awal ketika hanya menggunakan satu LNB. Berikut data pengukuran yang didapat dengan menambah satu LNB menjadi empat buah LNB yang terpasang:

Dari data Tabel 3.5 di atas bisa dilihat bahwa ada satu transponder dari satelit Palapa C2 yang sudah tidak dapat terdeteksi sinyal yaitu transponder dengan frekuensi 4184V dan symbol rate 6700. Ini disebabkan karena daya yang ditransmisikan setiap tranponder berbeda, dan daya yang dimiliki transponder tersebut nilainya tidak sesuai ketika sampai ke LNB.

Page 11: Spek Antenna

4080 4184 3926 40540

2

4

6

8

10

12

1 LNB2 LNB

Palapa C2 Transponder (Hz)

C/N

(d

B)

Gambar 6. Perbandingan LNB 1 dengan parameter C/N untuk

satelit Palapa C2.

Dari data-data yang diperoleh dari tabel-tabel di atas dapat ditampilakan dalam bentuk grafik. Grafik ini akan membandingakan pengaruh jumlah LNB terhadap parameter C/N. Pada gambar grafik 3.4 akan ditampilakan perbandingan jumlah LNB terhadap parameter C/N pada sinyal satelit Palapa C2.

Dari gambar grafik 3.4 di atas nilai C/N tertinggi pada saat hanya menggunakan satu buah LNB, dan ketika menggunakan empat buah LNB nilai C/N akan turun bahkan ada transponder yang tidak bisa diterima sinyalnya.

4014 4085 3786 36200123456789

10

_2 LNB3 LNB4 LNB

Frekuensi Tranponder Telkom 1 (Hz)

C/N

()d

B

Gambar 7. Perbandingan LNB 2 dengan parameter C/N untuk

satelit Telkom 1.

Gambar 8. merupakan perbandingan nilai sinyal yang diperoleh LNB 2 terhadap parameter C/N. LNB 2 ini dipasang guna mendapatkan sinyal dari satelit Telkom 1.

Gambar 3.6 merupakan grafik pengaruh jumlah LNB pada satelit Asiasat 3S terhadap parameter C/N. Pada grafik tersebut ada perbedaan dengan grafik sebelumya, dimana nilai C/N pada penggunaan tiga LNB lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan empat LNB. Ini disebabkan karena sewaktu pointing menggunakan tiga buah LNB, posisi satelit ada di sisi satelit Telkom 1, sehingga antena lebih cenderung mengarah ke tengah-tengan diantara ketiga satelit tersebut.

Berbeda halnya ketika menggunakan empat buah LNB dimana posisi satelit Asiasat 3S berada dalam posisi kategori tengah dari keempat satelit tersebut.

26000 27250 28100 136500

1

2

3

4

5

6

7

8

-- --3 LNB4 LNB

Frekuensi Transponder Asiasat 3S (Hz)

C/N

(d

B)

Gambar 8. Perbandingan LNB 3 dengan parameter C/N untuk

satelit Asiasat 3S.

Pada Gambar 8 merupakan grafik yang terbentuk dari nilai parameter sinyal C/N pada satelit Asiasat 2 tiap sampel transponder yang diambil. Nilai C/N pada satelit ini merupakan nilai yang paling kecil jika dibandingakan nilai C/N dari satelit lain. Ini dikarenakan satelit ini mempunyai posisi paling jauh dengan stasiun bumi penerima dibandingkan dengan satelit lainya, sehingga daya yang diterima lebih kecil.

Page 12: Spek Antenna

2812527500 4167 275000

1

2

3

4

5

6

7

8

--

--

--

4 LNB

Frekuensi Transponder Asiasat 2 (Hz)

C/N

(d

B)

Gambar 9. Perbandingan jumlah LNB 4 dengan parameter C/N

untuk satelit Asiasat 2.

Nilai BER dari pengukuran dengan Satellite Meter SM 2000. Namun keakuratan dari nilai tersebut kurang, karena pada dasarnya Satellite Meter bukan khusus untuk mengukur nilai BER.

Sesuai standar ETSI bahwa nilai dari BER untuk aplikasi DVB-S adalah 1,5.10-2

atau 15.10-3. Nilai tersebut diperoleh dari nilai Eb/Eo standar yang ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 6. Standar ETSI untuk Eb/No dan C/N.

FEC Eb/No[dB] C/N[dB]1/2 4.5 4.12/3 5.0 5.93/4 5.5 6.95/6 6.0 7.97/8 6.4 8.5

Dari tabel di atas maka untuk FEC ¾ mempunyai Eb/No standar 5,5 dB dan C/N yaitu 6,9. Namun ada sumber lain yang menyatakan bahwa standar parameter C/N adalah sebesar 7dB[8]. Dengan diketahuinya besar nilai Eb/Eo maka nilai dari BER dapat dicari karena antara nilai Eb/Eo dan BER saling berkorelasi. Dari gambar 3.4 terlihat grafik hubungan antara BER dengan besarnya EB/No. Grafik tersebut terdiri dari berbagai jenis modulasi, yaitu QPSK, 8-PSK, dan 16-QAM yang umum dipakai sebagai modulasi pada sistem komunikasi satelit. Sesuai dengan jenis modulasi satelit

yang digunakan, maka jenis modulasi yang akan dipakai adalah hanya pada QPSK.

Jika nilai Eb/No 5,5 dB untuk standar DVB-S maka pada grafik ditarik garis lurus dari sumbu horisontal ke atas hingga berhimpit dengan garis lengkung modulasi QPSK. Dari titik ini jika ditarik garis ke sumbu vertikal maka akan diketahui nilai dari BER. Sehingga diperoleh nilai BER 1,5.10-2.

Dengan demikian nilai BER pada hasil pengukuran diatas atau masih sesuai dengan batas ketentuan ETSI. Nilai BER 1,5.10-2 diartikan bahwa pada sistem transmisi akan mengirimkan data sebanyak 15.103 atau 1000 bit informasi dengan data yang salah ketika sampai di penerima hanya 15 bit saja.

Dari Tabel 3.6 dan Gambar 10, maka antara nilai BER, C/N, dan Eb/No ada keterkaitan. Dimana nilai C/N berbanding lurus dengan nilai Eb/No, dan nilai Eb/No berbanding terbalik dengan besar nilai BER. Dengan demikian maka nilai C/N dan Eb/No berbanding terbalik dengan BER.

Gambar 10. Grafik hubungan BER dengan Eb/No.

4. KESIMPULANBerdasarkan seluruh penjelasan dan

analisis serta dengan melihat hasil dari bentuk-bentuk grafik dari hasil perhitungan, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa:

1. Berdasarkan analisa pada Bab III maka jumlah LNB akan berbanding terbalik dengan parameter Carier to Noise (C/N). Semakin bertambah jumlah LNB maka akan semakin kecil nilai

Page 13: Spek Antenna

parameter C/N-nya. Demikian juga sebaliknya, semakin sedikit jumlah LNB yang digunakan maka nilai dari parameter C/N akan semakin besar.

2. Untuk mendapatkan empat siaran DVB-S dari satelit Palapa C2 (113oE), Telkom 1 (108oE), Asiasat 3S (105,5oE), dan Asiasat 2 (100,5oE) di AKATEL SP PURWOKERTO yang mempunyai koordinat 109,15 BT dan 7,26 setting sudut azimuth 349o dan besar sudut elevasi 82o.

3. Setiap tranponder mempunyai alokasi daya yang berbeda-beda, sehingga tiap transponder dalam satu satelit mempunyai nilai C/N yang berbeda pula.

4. Dari hasil pengukuran yang didapat, nilai C/N maksimal yang diperoleh adalah sebesar 10 dB dan nilai C/N minimum yang didapat adalah senilai 5dB. Namun demikian kualitas video yang diterima mempunyai kualitas yang sama antara C/N 10 dB dan C/N 5 dB.

5. Sedangkan nilai BER rata-rata berkisar antara 12.10-5 sampai 84.10-6. Dimana semakin besar nilai BER maka akan semakin kecil nilai C/N yang diperoleh. Demikian juga sebaliknya. Jika nilai BER rendah maka Nilai C/N yang diterima akan semakin besar. Sehingga nilai antara C/N berbanding terbalik dengan BER.

5. SARAN1. Pengarahan antena penerima ke arah

satelit harus tepat sudut azimuth dan sudut elevasinya sehingga sinyal yang diterima akan maksimal.

2. Tugas Akhir ini hanya membahas parameter dengan nilai pengukuran saja, sehingga bisa dikembangkan untuk membandingakan nilai perhitungan dan nilai pengukuran.

3. Dalam batasan tugas akhir ini jumlah LNB yang digunakan maksimal empat buah, sehingga untuk mempertajam bahasan pengaruh jumlah LNB terhadap

parameter C/N ketika menggunakan lebih dari 4 buah LNB yakni 5 atau 6 buah maka akan lebih bagus dalam analisa data yang diperoleh.

REFERENSI:

[1] Fitriani Isnawati, Anggun. 2006. Komunikasi Data. Diktat Kuliah Akatel Sandhy Putra Purwokerto. Purwokerto

[2] Maral, Gerard dan Michel Bousquet. 2002. Satellite Communication System Fourth Edition. John Wiley.

[3] Koppitz, Heinz. Apa itu LNB – dan untuk apa?

http://tele- satellite .com/TELE- satellite-0611/bid/beginner.pdf diakses pada tanggal 3 Juni 2010 pukul 13.20.

[4] Mignone, Vittoria. 2006. DVB-S2: The Second Generation Standard for Satellite Broad-band Services.

[5] Pamungkas, Wahyu. 2005. Komunikasi Satelit. Diktat Kuliah Akatel Sandhy Putra Purwokerto. Purwokerto.

[6] Pamungkas, Wahyu. 2005. Modul Praktikum Komsat Akatel Sandhy Putra Purwokerto. Purwokerto.

[7] Satrio, Yoyok. Mengenal Standar DVB. http://yoyoxproduction.wordpress.com/2009/08/17/mengenal-standar-dvb/ diakses pada tanggal 12 Mei 2010 pukul 8.00.

[8] Pratt, Timothy and Chares W Bostian. 1995. Satellite Communications. John Wiley.

[9] Vallejo, Miguel A. LNB and it's ham radio usage. http://ea4eoz.ure.es/lnb.html diakses pada tanggal 6 Juli 2010 pukul 16.00.