sosiologi 2
Click here to load reader
-
Upload
indra-cahyadi -
Category
Documents
-
view
37 -
download
4
Transcript of sosiologi 2
BAB VI
PERKEBANGAN KELOMPOK SOSIAL DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL
A. Proses Terbentuknya Kelompok Sosial
Pada dasarnya, kelompok sosial terbentuk ada saat individu-individu
berinteraksi. Apabila dikaji lebih jauh, manusia berinteraksi pada dasarnya
disebabkan oleh adanya suatu kebutuhan. Kebutuhan setiap individu tidak sama.
Kebutuhan juga berkaitan dengan kebudayaan, karena kebudayaan merupakan
hasil interaksi manusia sehubungan dengan tantangan hidup dihadapi.
Tantangan yang dihadapi orang-orang yang tinggal di pedalaman (lahan
pertanian) berbeda dengan tantangan yang dihadapi masyarakat pantai.
Kebutuhan masyarakat pertanian menimbulkan interaksi antar individu yang
akhirnya membentuk kelompok-kelompok sosial seputar dunia pertanian.
Setiap kondisi lingkungan dan masyarakat mempengaruhi ragam
kelompok sosial yang terbentuk. Kondisi masyarakat kota yang heterogen juga
mempengaruhi ragam kelompok-kelompok yang ada. Kebutuhan hidup yang
beragam, tantangan hidup sehari-hari yang beragam, membuat warga kota
beriteraksi satu dengan yang lain untuk beragam kebutuhan. Kehidupan modern
di kota-kota industri dan perdangan membuat munculnya kelompok-kelompok
profesi yang beragam. Pembagian kerja di masyarakat modern semakin rinci
sehingga lahir banyak spesialisasi.
Untuk menciptakan tenaga-tenaga spesialis tersebut, dunia pendidikan
berperang untuk menyiapkannya. Seseorang yang mempunyai spesialisasi di
bidang perencanaan, biasanya hanya mampu mengerjakan bidangnya sendiri.
Dia tidak akan mampu mengerjakan bidang lain. Seseorang ahli mesin, tidak akan
mampu mengerjakan perakitan badan mobil, karena tidak dibidik untuk itu.
Proses seperti ini menciptakan kelompok-kelompok sosial sesuai dengan
spesialisasi setiap orang. Demikian seterusnya, semakin terspesialisasi bidang-
bidang pekerjaan berarti semakin banyak kelompok sosial yang terbentuk.
Apalagi kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membuat
masyarakat semakin terbuka. Hampir tidak ada masyarakat yang terbebas dari
pengaruh dunia luar. Pengaruh dunia luar membuat perubahan di
masyarakat.Perubahan itu membuat masyarakat yang heterogen.
B. Dinamika Kelompok sosial
Kelompok sosial dapat terbentuk kapanpun dan dimanapun. Setelah kelompok
sosial terbentuk , bukan berarti menjadi statis pada tahap berikutnya.
Sebaliknya, setiap kelompok sosial akan selalu mengalami dinamika atau
perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan dapat terjadi pada kegiatannya atau
pada bentuk dan strukturnya. Perubahan tersebut dapat berubah menambahan
bagian-bagian baru dalam struktur kelompok menjadi lebih baik, dan berupa
pengurangan bagian-bagian tertentu demi efisiensi tugas kelompok.
Dinamika kelompok menurut Paul B. Horton (1991) adalah interaksi yang
terjadi dalam kelompok sosial. Dalam hal ini, dinamika kelompok (group
dynamics) dianggap sebagai cabang tersendiri dalam sosiologi yang secara
khusus mempelajari interaksi yang terjadi di antara anggota-anggota yang yang
secara khusus.
Penerapan sosiometri telah menghasilkan beberapa penenemuan
penting sehubungan dengan dinamika kelompok. Dari pengukuraan pola
hubungan dan tingkat interaksi antara anggota kelompok diperoleh empat pola
dengan ciri-ciri interaksi yang terjadi, serta keunggulan dan kelemahannya,
keempat pola itu adalah sebagai berikut.
1. Pola Melingkar
Dalam pola ini, setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk
berkomunikasi. Semua anggota berkedudukan sama, tidak ada yang menjadi
pemimpin. Pola ini memberikan kepuasan yang tinggi kepada setiap anggota
kelompok, namun kurang produktif dalam bekerja.
2. Pola Roda
Pola roda terdiri dari anggota-anggota yang mengitari seorang pemimpin.
Pemimpin ada di pusat lingkaran. Pemimpin berperan mengendalikan
komunikasi antara anggota sehingga efektif.
3. Pola Rantai
Pola ini menempatkan anggota-anggota dalam jalur komunikasi satu
arah. Akibatnya efektivitas pelaksanaan tugas kelompok rendah.
4. Pola Y
Pola ini sama dengan pola rantai, yaitu menempatkan anggota kelompok
dengan jalur komunikasi satu arah.
Sementara itu, Soerjono Soekanto (1990) mendefinisikan dinamika
kelompok sosial sebagai perubahan yang terjadi dalam kelompok, baik akibat
pengaruh situasi, akibat konflik di dalam kelompok, maupun akibat pengaruh
dari luar. Ketiga sebab tersebut memungkinkan terjadinya perubahan suatu
kelompok sosial, baik semakin berkembang, statis, atau terpecah dan bubar.
Dinamika kelompok terjadi karena adanya kekuatan-kekuatan yang
berpengaruh terhadap kelompok itu. Kekuatan- kekuatan tersebut menentukan
apa yang terjadi pada kelompok sosial. Ada kelompok sosial yang tetap stabil
walau dilanda pengaruh dari luar maupun dari dalam. Sebaliknya ada pula
kelompok yang cepat berubah walaupun tidak ada pengaruh dari mana pun.
Semua ini menjadi bahan kajian dalam dinamika kelompok sosial.
Berikut ini dijelaskan kekuatan-kekuatan yang berpengaruh terhadap
kelompok sosial.
1. Pengaruh dari Dalam Kelompok (Internal)
Kelompok sosial adalah kumpulan individu-individu yang memiliki
kesadaran berinteraksi. Dinamika sebagai akibat faktor internal juga dapat terjadi
karena pergantian pengurus atau pimpinan. Kelompok-kelompok sosial yang
pengikatnya terletak pada figur tokoh tertentu, pada saat tokoh tersebut diganti
atau meninggal maka keutuhannya pecah. Sebaliknya, apabila tokoh pengganti
memiliki kelebihan tertentu sehingga mampu membuat perubahan yang positif,
maka dinamika kelompok bersifat positif.
2. Pengaruh dari Luar Kelompok (Eksternal)
Ini terjadi hubungan dengan kelempok lain. Hubungan itu menimbulkan
pengaruh terhadap masing-masing kelompok.
Pengaruh yang terjadi bersifat dua arah (saling mempengaruhi).
a. Apabila dua kelompok bersaing maka akan timbul stereotip
Stereotif adalah prasangka penilaian buruk kelompok lain. Penilaian itu
tidak didasarkan atas kenyataan yang sebenarnya. Prasangka biasanya bersifat
tidak objektif, dan menganggap setiap anggota kelompok lain memiliki sifat sama
(generalisasi)
b. Walaupun kedua kelompok yang bertentangan mengadakan kontak, sikap
bermusuhan mereka tidak berkurang.
Kontak adalah bentuk hubungan yang dangkal. Dalam kontak belum
terjadi pertukaran informasi mengenai maksud dan tujuan masing-masing
kelompok yang berseberangan. Oleh karena itu, kontak belum bisa mengurangi
ketegangan yang telah terjadi.
c. Apabila kedua kelompok saling bekerja sama untuk satu tujuan tertentu,
maka pertentangan mereka ternetralisir.
Sikap bekerja sama dalam kasus ini dapat diawali perundingan antara
kedua kelompok secara adil, terbuka, dan saling mengerti.
Apabila prosese seperti itu dilakukan, barulah ketengangan dapat dikendorkan
dan akhirnya menjadi netral (tidak bermusuhan).
d. Apabila kedua kelompok saling bekerja sama, timbullah saling pengertian
dan pemahaman terhadap pihak lain.
Pertentangan dua kelompok sosial dapat saja dialami oleh kelompok
mayoritas dan minoritas, apabila hal ini terjadi maka kelompok minoritas
bereaksi dalam bentuk menerima, agresif, menghindari, atau asimilasi.
Sikap menghindari konflik juga sering mewarnai hubungan kelompok
mayoritas dan minoritas. Apabila merasa tidak mungkin mengalahkan dominasi
kelompok besar, maka banyak kelompok kecil yang dengan sengaja dan
terencana menghindari konflik dengan kelompok besar.
Pada umumnya, perilaku kolektif berasal dari dorongan perasaan (hati),
tidak direncanakan, dan berlangsung singkat. Perilaku seperti ini sering bangkit
dalam situasi yang menyulut emosi banyak orang. Situasi tersebut dapat berupa
pertandingan olah raga, unjuk rasa dan terjadinya bencana.
C. Hubungan Antarkelompok Sosial
Salah satu penyebab utama terjadinya dinamika kelompok adalah
hubungan antar kelompok. Hubungan antar kelompok dapat terjadi antara dua
kelompok sosial atau lebih. Secara umum, hubungan antar kelompok mengarah
ke dua kemungkinan, yaitu asosiatif atau disosiatif.
Nasib kelompok minoritas kadang-kadang lebih buruk lagi. Para
pendatang tidak cukup hanya mendominasi kelompok minoritas, tetapi juga
mengusir mereka dari wilayahnya sendiri. Seperti kedatangan orang kulit putih
yang kemudian mengusir orang-orang indian Cherokee dan memindahkan
mereka ke tempat reservasi di Oklahoma.
Kelompok mayoritas tidak harus berarti jumlahnya lebih banyak.
Walaupun jumlahnya sedikit, sebuah kelompok dapat dikatakan sebagai
mayoritas jika memiliki pengaruh lebih besar terhadap kelompok lain.
Berikut ini, diuraikan ciri-ciri hubungan antar kelompok.
1. Eksploitasi
Keunggulan dalam hal ciri-ciri fisik pernah mengkibatkan eksploitasi
kelompok orang kulit putih terhadap orang kulit hitasm di berbagai belahan
dunia.
2. Diskriminasi
Diskriminasi adalah perlakuan yang berbeda yang dialami seseorang atau
sekelompok orang mengenai hal-hal tertentu.
3. Segregasi
Segregasi merupakan pemisahan kelompok sosial berdasarkan tradisi
atau hukum. Kelompok yang mengalami perlakuan ini biasanya berbeda dalam
hal asal-usul etnik,agama, kesejahteraan,atau kebudayaan.
4. Difusi
Proses penyebaran unsur dan pola kebudayaan seperti ini
antarmasyarakat.Difusi intramsyarakat terjadi bila unsur kebudayaan yang
tersebar berasal dari masyarakat itu sendiri, sedangkan difusi anatara
masyarakat terjadi bila ada kontak antara suatu masyarakat dengan masyarakat
lain.
Dinamika sosial pada umumnya terjadi akibat adnaya difusi. Difusi berlangsung
secara dua arah, saling memberi dan saling menerima. Namun umumnya
masyarakat dengan teknologi lebih sederhanalah yang lebih banyak menyerap
unsur budaya dari masyarakat yang lebih maju.
5. Asimilasi
Kontak budaya juga terjadi melalu perpindahan orang dari suatu
masyarakat ke masyarakat lain sehingga menimbulkan proses asimilasi. Asimilasi
terjadi bila kebudayaan masyarakat yang didatangi bersifat dominan. Oleh
karena itu, proses asimilasi membuat kelompok minoritas menjadi lebur karena
anggota-anggota kelompok kehilangan beberapa ciri budayanya.
6. Akulturasi
Pada saat pertama kali terjadi kontak antara dua kelompok sosial yang
memiliki kebudayaan berbeda dan kemudia terus menerus berhubungan,
terjadilah pertukaran unsur-unsur kedua kebudayaan itu. Proses ini disebut
akulturasi.
Akulturasi juga terjadi jika suatu bangsa menjajah atau menaklukkan
bangsa lain. Melalui akulturasi, bagian-bagian tertentu dari salah satu atau kedua
kebudayaan kelompok sosial yang membaur terjadi perubahan. Akan tetapi,
keberadaan kelompok-kelompok sosial itu masih berbeda nyata. Disinilah
perbedaan antara akulturasi dengan asimilasi, karena dalam asimilasi salah satu
kelompok sosial menjadi bagian dari kelompok lainnya dan identitasnya hilang.
7. Paternalisme
Paternalisasi terjadi pada saat Indonesia dijajah Belanda. Paternalisme
juga sering dijadikan pola kerja sama antara pengusahaan besar dengan
pengusaha kecil. Pengusaha besar memberi bantuan modal dan jaringan
pemasaran kepada pengusaha kecil. Dalam istilah hubungan seperti itu
pengusaha besar disebut bapak angkat sedangkan industri kecil disebut anak
asuh.
Ada beberapa upaya yang bersifat sosial budaya yang gapat dilakukan
untuk mempertahankan integrasi masyarakat. Akan tetapi, setiap upaya tidak
berdiri sendiri melainkan harus berjalan bersama-sama dengan upaya lain. Lagi
pula setiap upaya tidak selalu dapat diterapkan terhadap setiap kasus yang
terjadi.
Pola yang kedua adalah sosiatif. Pola intergrasi ini meneakankan pada
kesadaran sosial yang dimiliki oleh individu atau kelompok dan kekuatan luar
yang mempunyai pengaruh yang kuat pada masyarakat. Keberadaan perangkat
dan sosial.
D. Integrasi Sosial dalam Masyarakat Multikultural
Beberapa Hubungan Simbiosis Mutualisma
1. Membina Hubungan Simbiosis Mutualisme
Hubungan simbiosis mutualisma adalah bentuk kerja sama antar
kelompok masyarakat yang bersifat saling menguntungkan. Pendekatan ini lebih
bersifat kerja sama ekonomi. Dalam bidang ekonomi, kerawanan sosial yang
sering muncul adalah kesenjangan antara kelompok orang kaya dan orang
miskin, atau antara kelompok orang yang menguasai sumber daya ekonomi
dengan kelompok yang tidak menguasai sumber daya ekonomi.
2. Distribusi Sumber Daya Secara Adil
Segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan
hidup manusia disebut sumber daya, baik itu bersifat alamiah, sosial, budaya,
maupun ekonomi. Apabila prinsip keadilan distribusi sumber daya yang terbatas
itu dilanggar maka timbullah konflik sosial dan perpecahan. Pemahaman kasus
seperti di atas dapat diterapkan terhadap kasus di Aceh dan Riau.
Oleh karena itu, setelah gelombang reformasi bergulir pemerintah pusat
mulai meredistribusikan berbagai sumber daya itu ke daerah-daerah. Dalam hal
pembagian keuntungan hasil tambang, pengaturan anggaran negara, dan bahkan
desentralisasi kekuasaan lewat otomi daerah.
3. Penganggulangan Kemiskinan
Kemiskinan adalah kenyataan yang selalu ada di masyarakat.
Keberadaannya tidak bisa dihapus sama sekali. Meningkatnya jumlah orang-
orang miskin perlu diwaspadai. Sebab. Semakin banyak orang miskin jugan
mengancam harmoni masyarakat. Ketidakharmonisan itu merupakan
konsekuensi perbedaan sosial antara orang kaya dengan orang miskin.
Kemiskinan merupakan akibat dari distribusi sumber daya yang tidak
merata, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Kadang-kadang secara
sistematis peraturan-peraturan pemerintah membuat orang miskin semakin
miskin dan orang kaya semakin kaya. Kemiskinan akibat peraturan pemerintah
yang berat sebelah seperti oleh ahli ilmi sosial disebut kemiskinan struktural.
4. Mebina Kesadaran Pluralisme Budaya
Masyarakat selalu bersifat majemuk, baik secara horizontal (adanya
kelompok-kelompok sosial) dan secara vertikal (adanya kelas-kelas sosial).
Perbedaan sosial pasti ada dalam masyarakat. Bahkan, tidak mungkin kesadaran
bermasyarakat akan timbul jika tidak ada perbedaan itu.
5. Mengembangkan Mental Kenegarawan Para Tokoh Masyarakat
Tokoh masyarakat adalah orang yang memiliki pengaruh kuat terhadap
warga masyarakat. Pengaruh tersebut berupa dipatuhinya perintah atau anjuran
mereka oleh orang-orang disekitarnya. Ketokohan seseorang dapat diperoleh
secara formal atau informal. Tokoh yang memproleh status ketokohannya melalu
proses pengangkatan secara resmi oleh sebuah organisasi disebut tokoh formal,
baik organisasi pemerintah maupun nonpemerintahan, sedangkan tokoh yang
memproleh ketokohannya berdasarkan pengakuan masyarakat, walaupun tidak
melalu upacara pengangkatan resmi, disebut tokoh formal.
6. Gerakan Emansipasi Wanita
Upaya untuk memenuhi harapan kelompok wanita yang menuntut
emansipaitu diwujudkan dengan berbagai model yaitu sebagai berikut.
a. Model pluralis yaitu menginginkan pria dan wanita memproleh pekerjaan
yang berbeda namun mendapatkan imbal dan martabat yang sama. Model
pertama ini tidak mudah diterapkan karena tidak adil jika seseorang harus
memproleh imbalan yang sama dengan orang lain yang pekerjaan lebih
ringan.
b. Model asimilasi yaitu menginginkan semua kelompok wanita diterima dalam
semua jenjang sistem politik dan pekerjaan yang ada di masyarakat, sehingga
mereka memproleh kesempatan yang sama. Imbalan yang diterima diberikan
sesuai dengan peran dan tanggung jawabnya.
c. Model androgini yaitu menginginkan agar kaum wanita dan kaum pria tidak
dibedakan sifat-sifat dan kamampuannya, pria dianggap memiliki sifat
“kewanitaan’ dan wanita dianggap memilki sifat ‘kejantanan’. Ini tentu saja
tidak realistis.
7. Mendorong Asimilasi dan Amalgamasi
Asimilasi atau pembauran kebudayaan sehingga kebudayaan melahirkan
satu kebudayaan baru dapat terjadi secara alamiah maupun direkayasa. Hasil
asimilasi yang direkayasa tidak akan sebaik yang alamiah. Sedangkan amalgamasi
adalah proses pembauran biologis dua kelompok manusia yang masing-masing
memiliki ciri fisik yang berbeda, sehingga keduanya menjadi satu rumpun.
Amalgamasi terjadi lewat perkawinan antar ras antar suku.
8. Mendorong Muncul Kelas Sosial Menengah
Proses interaksi dalam masyarakat kultural yang cendrung didominasi
oleh kelas atas dan budaya mayoritas menimbulkan dampak sosial yang kurang
baik.
Bentuk mediasi kelas menengah ini adalah mengomunikasikan atau
menyuarakan kebutuhan dan kepentingan kelompok bawah dan budaya
minoritas kepada kelas atas. Kelas menengah cendrung membela kelas bawah,
hal ini bertujuan agar terjadi keseimbangan antar kelompok dan antar budaya,
sehingga proses interaksi yang berlangsung dua arah dan mempunyai
kesempatan berpartisipasi yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
A.G., Pringgodigdo, dkk.1997.Ensiklopedi Umum.Jakarta: Kanisius
Alfian (ed), 1985. Persepsi Masyarakat Indonesia tentang Kebudayaan. Jakarta:
Gramedia
Joseph, Martin.1990. Sociology For Everyone. Oxpord,U.K: Polity Press