Solusi Pelayanan Komunikasi Yang Baik Antar Pasien

21
solusi Pelayanan Komunikasi yang Baik Antar Pasien-Dokter 18 Mei 2009 Surabaya, eHealth. Di era globalisasi saat ini, keterbukaan komunikasi sangatlah dibutuhkan oleh dunia medis untuk mengatasi kesalahpahaman antara pasien dengan tim medis yang merawatnya. Untuk itu, dalam rangka HUT yang ke-32 serta menyukseskan program 100 hari kerja Gubernur Jawa Timur, Rumah Sakit Jiwa Menur mengadakan workshop dengan tema ”Membangun Komunikasi Dokter dengan Pasien Yang Efektif”, hari Senin (18/5). Workshop yang diselenggarakan di Hotel Inna Simpang ini dihadiri oleh 57 peserta dari perwakilan dokter Rumah Sakit dan Puskesmas. Hadir juga perwakilan dari Gubernur Jatim H. Soekarwo yang diwakili oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jatim dr. Pawik Supriyadi, SpJP, dan juga hadir Direktur RS Jiwa Menur dr. Hendro Riyanto, SpKJ, MM. Ketua Pelaksana dr. Yulius Efendi, SpKJ mengatakan, saat ini banyak kasus yang menimpa dokter karena kurangnya komunikasi antara pasien dan dokter. ”Selama ini perhatian terhadap urusan konseling antara pasien dan keluarganya dengan dokter yang merawatnya masih terabaikan, sehingga komunikasi antara pasien seringkali tidak menemui titik temu,” ujar dr. Yulius kepada Tim eHealth. Lebih lanjut, dokter yang juga salah satu narasumber dalam workshop ini dengan materi ”Pengenalan Karakter Pasien atau Keluarga Secara Cepat” mengungkapkan, komunikasi merupakan kunci utama dalam melakukan pengobatan yang baik dan benar. ”Karena yang kita obati itu manusia, untuk itu yang kita sentuh adalah hatinya (Pasien, Red) terlebih dahulu. Maka disiplin berkomunikasi merupakan modal khusus untuk menyentuh mereka,” tuturnya.

description

tugas juga

Transcript of Solusi Pelayanan Komunikasi Yang Baik Antar Pasien

Page 1: Solusi Pelayanan Komunikasi Yang Baik Antar Pasien

solusi Pelayanan Komunikasi yang Baik Antar Pasien-Dokter

18 Mei 2009

Surabaya, eHealth. Di era globalisasi saat ini, keterbukaan komunikasi sangatlah dibutuhkan oleh dunia medis untuk mengatasi kesalahpahaman antara pasien dengan tim medis yang merawatnya. Untuk itu, dalam rangka HUT yang ke-32 serta menyukseskan program 100 hari kerja Gubernur Jawa Timur, Rumah Sakit Jiwa Menur mengadakan workshop dengan tema ”Membangun Komunikasi Dokter dengan Pasien Yang Efektif”, hari Senin (18/5).

Workshop yang diselenggarakan di Hotel Inna Simpang ini dihadiri oleh 57 peserta dari perwakilan dokter Rumah Sakit dan Puskesmas. Hadir juga perwakilan dari

Gubernur Jatim H. Soekarwo yang diwakili oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jatim dr. Pawik Supriyadi, SpJP, dan juga hadir Direktur RS Jiwa Menur dr. Hendro Riyanto, SpKJ, MM.

Ketua Pelaksana dr. Yulius Efendi, SpKJ mengatakan, saat ini banyak kasus yang menimpa dokter karena kurangnya komunikasi antara pasien dan dokter. ”Selama ini perhatian terhadap urusan konseling antara pasien dan keluarganya dengan dokter yang merawatnya masih terabaikan, sehingga komunikasi antara pasien seringkali tidak menemui titik temu,” ujar dr. Yulius kepada Tim eHealth.

Lebih lanjut, dokter yang juga salah satu narasumber dalam workshop ini dengan materi ”Pengenalan Karakter Pasien atau Keluarga Secara Cepat” mengungkapkan, komunikasi merupakan kunci utama dalam melakukan pengobatan yang baik dan benar. ”Karena yang kita obati itu manusia, untuk itu yang kita sentuh adalah hatinya (Pasien, Red) terlebih dahulu. Maka disiplin berkomunikasi merupakan modal khusus untuk menyentuh mereka,” tuturnya.

Direktur RS Jiwa Menur dr. Hendro Riyanto, SpKJ, MM dalam sambutannya mengatakan bahwa di Rumah Sakit yang beralamat di Jl. Menur No. 120 ini kerapkali terjadi kesalahpahaman antara pasien dengan dokter yang menanganinya yang disebabkan karena miss communication. ”Untuk urusan medis, kita (RSJ Menur, Red) sudah ahlinya, namun tidak cukup dengan hanya itu saja. Ternyata komunikasi merupakan faktor yang membentuk image terhadap Rumah Sakit. Entah itu baik ataupun jelek. Untuk itu kami mengadakan workshop ini untuk membentuk terapi komunikasi,” ujar dr. Hendro.

Komunikasi, lanjut dr. Hendro, sebagai pembentukan citra yang lebih baik. Saat ini ternyata citra yang dimiliki oleh RS masih jauh dari harapan masyarakat. Namun saat ditelisik lebih jauh, ternyata kuncinya terdapat pada komunikasi yang kurang baik antara pasien dengan dokternya. Dicontohkan ketika pasien datang dalam keadaan yang kalut karena keluarganya mengalami sakit, tetapi dengan terbatasnya tenaga medis yang dimiliki oleh RS sehingga pasien tersebut

Page 2: Solusi Pelayanan Komunikasi Yang Baik Antar Pasien

tidak segera ditangani karena mendahulukan pasien lainnya yang lebih membutuhkan. Dari sini pasti mereka marah dan menganggap RS jelek dan sebagainya.

”Jika komunikasi yang sudah dilakukan belum dianggap baik untuk saat ini, maka kami akan terus belajar menjalin komunikasi yang efektif antara pasien dengan pihak kami,” tukasnya.

Dalam workshop ini juga dibahas mengenai fungsi pendengaran sebagai salah satu unsur dalam komunikasi yang disampaikan oleh dr. AAA. Mas Ranidewi, Sp THT, MARS serta dr. Rusdi M, SpKJ yang menyampaikan pengenalan arti dan syarat-syarat komunikasi kesehatan dan pengenalan faktor penunjang atau hambatan komunikasi kesehatan. (Ima)

Reporter : Imroatul Afifah

Page 3: Solusi Pelayanan Komunikasi Yang Baik Antar Pasien

Komunikasi Efektif Dokter Gigi vs Pasien oleh Agus Rusmana, Drs., M.A. Dosen Fakultas Ilmu KomunikasiUniversitas Padjadjaran [email protected] In order to provide competent and responsible dental care, the dental team must develop a connected and supportive relationship with each patient. Successful relationships provide the basis for greater patient satisfaction for the services received from the dentist and in turn, offer significant personal and financial rewards for the dentist. Some of the benefits of successful relationships are decreased dentist and patient anxiety, increased new patient

referrals, improved patient retention, and more successful treatment acceptance needed for private fee-for-service practice growth.( Dr. Marvin Mansky The Relationship Factor: A Practical Guide to Successful Relationships)

Kutipan di atas memperlihatkan bahwa komunikasi yang efektif antara dokter gigi dan pasien merupakan komponen yang sangat penting agar dapat menumbuhkan kepercayaan pasien. Komunikasi yang efektif dapat mengurangi keraguan pasien, menambah rujukan pasien baru, meningkatkan loyalitas pasien dan tumbuhnya praktek layanan dokter gigi pribadi.

Pasien dan penyedia layanan kesehatan sama-sama memperoleh manfaat dari saling berbagi dalam hubungan yang erat. Setiap pihak merasa dimengerti. Pasien merasa saman dan terlindung. Dokter profesional yang menanganinya ingin melakukan yang terbaik untuk pasiennya. Ketika saling terhubung, sang dokter dapat mengerti dan bereaksi lebih baik pada perubahan perilaku dan perhatiannya pada pasien setiap saat. Lebih lagi, sang dokter gigi dan stafnya dapat menyediakan layanan yang lebih kompeten yang mencerminkan kepribadian setiap pasien yang berbeda-beda.

Pengamat masalah hubungan antara dokter gigi dan pasiennya menyebutkan ada empat keinginan pasien yang harus dipenuhi untuk membangun hubungan yang baik antara dokter gigi dan pasien. Pasien ingin:

• Merasa ada jalinan dengan dokter giginya dan mengetahui bahwa ia memperoleh perhatian penuh dari sang dokter • Mengetahui bahwa sang dokter dapat fokus pada setiap tindakan pengobatan dan interaksinya. • Merasa rileks dan bebas dari kekhawatiran pada suasana ruang praktek. • Mengetahui bahwa dokternya dapat diandalkan.

Semakin mampu sang dokter dan stafnya dalam memuaskan harapannya, semakin tinggi hubungan yang dapat dibina. Adanya tugas rangkap antara fungsi teknis, administrasi dan bisnis berlomba dengan waktu yang dimiliki dokter gigi. Oleh karena itu, syarat untuk membangun

Page 4: Solusi Pelayanan Komunikasi Yang Baik Antar Pasien

hubungan haruslah sederhana, cara yang mudah diulang dan secara konsisten dapat dilakukan dengan efektif.

Dari sudut pandang pasien, hubungan yang terjalin akan meningkatkan kepercayaan dan komunikasi yang efektif. Dokter gigi akan tanggap pada respon pasien atas informasi yang disampaikannya. Pasien akan lebih terbuka dalam mendengar dan belajar. Pertukaran pandangan yang sama akan mudah dikembangkan dan pasien lebih bersedia untuk melakukan tindakan yang sesuai harapannya. Pasien menjadi lebih siap menerima tindakan pengobatan (atau pemeliharaan) dan akan menyarankan orang lain ke dokter yang memiliki hubungan baik dengannya.

Mengapa sulit sekali bagi dokter gigi untuk membina hubungan?

Mengerti apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain (empati) dapat memperkuat hubungan. Menurut para ahli tentang komunikasi dokter dan pasien, ada dua hambatan utama untuk mengerti apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain. Pertama adalah bahwa orang itu tidak pernah berpikir untuk bertanya. Kedua adalah karena dia tidak tahu bagaimana caranya bertanya. Kemudian para ahli juga menyebutkan tentang bagaimana kurikulum kedokteran gigi sangat sedikit memberikan pelajaran tentang komunikasi:

Kurikulum kedokteran gigi berorientasi secara intensif pada tehnik. Kebetulan, mahasiswa tidak mendapatkan latihan yang cukup untuk mengerti hubungan yang kompleks yang memberi karakter pada pertukaran dokter gigi dengan pasien karena waktu kuliah yang padat dan kurangnya minat fakultas pada hal ini. Setelah lulus, percakapan dokter gigi dengan pasien pada umumnya satu arah, dimana sang dokter bicara pada pasien yang ‘mulutnya penuh’ sehingga tidak mungkin merespon secara positif; artinya dokter saja yang bisa bicara. Karena hal ini, sang dokter umumnya tidak mempelajari bagaimana pikiran dan perasaan pasien.

Akibatnya, dokter gigi sering bicara pada pasiennya berdasarkan asumsi dan kerangka pikirannya saja. Akhirnya sang dokter berpikir bahwa pasien selalu akan mengerti, setuju dan mengikuti apa yang dipikirkan oleh sang dokter.

Pendekatan melalui tindakan mendengar dan berkomunikasi secara empatik dan efektif untuk mengetahui respon pasien tidak menjadi bagian dari latihan seorang dokter gigi. Karena itu, sang dokter umumnya menerima jawaban ‘ya’ atau anggukan sebagai penerimaan pada rekomendasi dan idenya.

Lebih lagi ketika sang dokter kemudian mengetahui bahwa pasiennya tidak mengikuti rekomendasinya, dia lalu kecewa, curiga, merasa disalah mengertikan, menjadi otoriter dan akhirnya “hangus (burnout)”.

Tehnik Komunikasi Efektif Untuk meningkatkan efektifitas komunikasi antar pribadi (interpersonal communication) antara dokter dan pasien , inisiatif harus diambil oleh dokter gigi karena

Page 5: Solusi Pelayanan Komunikasi Yang Baik Antar Pasien

menurut para ahli, dokterlah yang dituntut untuk menciptakan suasana yang medukung. Akan tetapi seperti juga disebutkan sebelumnya, waktu kerja dokter sangat sempit dengan pekerjaaan yang banyak, sehingga tehnik yang dapat diterapkan harus bersifat sederhana, mudah digunakan dan efektif.

Terdapat banyak cara untuk dapat melakukan komunikasi secara efektif. Tetapi dari sekian banyak cara, terdapat cara yang bisa dianggap mudah untuk menciptakan komunikasi yang efektif yaiu dari teori yang dibuat oleh DeVito. Untuk dapat menciptakan komunikasi antara persona, terdapat syarat yang harus dipenuhi, yaitu:

Positiveness (sikap positif)Empathy (merasakan perasaan orang lain)Supportiveness (sikap mendukung)Equality (keseimbangan antar pelaku komunikasi)Openess (sikap dan keinginan untuk terbuka)

Dalam tindakan praktisnya, kondisi komunikasi antara dokter gigi dengan pasiennya diharapkan terjadi seperti berikut: Positiveness

Dokter diharapkan mau menunjukkan sikap positif pada pesan yang disampaikan oleh pasien (keluhan, usulan, pendapat, pertanyaan). Tidak boleh seorang dokter selalu menyanggah apapun yang sampaikan pasiennya, sesederhana bahkan seaneh apapun pesan yang disampaikan, (karena mungkin menurut pasien, pesan itu merupakan gagasan hebat). Dengan demikian pasien akan lebih berani menyampaikan pesannya, bukan kemudian menyimpannya dalam hati dan menyampaikannya, bahkan mengadukan pada orang lain.

Empathy

Dari pengalaman sendiri dan hasil pengamatan serta cerita-cerita para pasien, diketahui bahwa hampir semua pasien yang harus ditangani/ diobati oleh dokter memiliki rasa takut yang besar. Yang terutama adalah ketakutan pada rasa sakit yang ditimbulkan oleh alat-alat yang digunakan. Rasa takut itu sudah muncul hanya dengan melihat alat-alat yang sudah siap di meja sebelah kursi, bahkan jika alat itu tidak menimbulkan kesakitan (cermin, misalnya). Seorang dokter gigi diharapkan menyadari dan peduli pada perasaan ini (empati) dan menunjukkan pada pasien bahwa ia perduli. Kejujuran seorang dokter yang mengatakan “Anda akan merasakan sakit sebentar…” justru akan menenangkan pasien karena pasien merasa tidak sendirian dalam merasakan sakit. Ada orang lain yang perduli.

Supportiveness

Ketika seorang pasien nampak ragu untuk memutuskan sebuah pilihan tindakan, dokter diharapkan memberikan dukungan agar keraguan itu berkurang atau bahkan hilang, sehingga si pasien menjadi percaya diri dan berani saat memilih keputusan itu. Walaupun akibat keputusan

Page 6: Solusi Pelayanan Komunikasi Yang Baik Antar Pasien

itu akan menimbulkan ‘derita’, dengan dukungan dokter, derita akan dianggap konsekuensi oleh pasien, bukan resiko (posisi sebagai ‘korban’). Akan lebih baik jika dokter mencontohkan (walaupun hanya karangan) bahwa dia juga akan mengambil keputusan yang sama dengan pasien jika dia memiliki masalah seperti itu.

Equality

Yang dimaksud dengan kesamaan/ kesetaraan adalah bahwa diantara dokter gigi dan pasien tidak boleh ada ‘kedudukan’ yang sangat berbeda seperti misalnya dokter yang menguasai semua keadaan dan pasien yang tidak berdaya. Walaupun dalam relasi ini dokter diakui lebih tahu dan lebih bisa, dia tidak boleh lalu memperlakukan pasiennya hanya sebagai objek yang ‘bodoh’ dan tidak boleh berpendapat atau bahkan bertanya. Lebih lagi pasien tidak boleh diperlakukan sebagai benda mati yang tidak pernah ditanyai kabar atau kesiapannya menjalani pemeriksaan/ penanganan/ pengobatan. Jika memungkinkan, pasien sebaiknya merasa bahwa dokter giginya adalah teman, bukan orang asing yang tidak boleh ditanyai apapun.

Openess

So, the question remains, “How can you develop such a healthy dentist-patient relationship?” The key word is trust. Trust is what a good dentist-patient relationship is built on. The best way to establish trust between you and your dentist is to have good communications.

Dengan menciptakan suasana yang santai (dengan musik instrumental lembut di latar belakang) di ruang praktek, keakraban dapat dibangun dan diharapkan pasien mau menyampaikan apa yang dikhawatirkannya, tindakan apa yang sebenarnya diinginkan dilakukan oleh dokternya. Sebaliknya adalah bahwa dokter diharapkan juga lebih bersedia bercerita tentang apa yang sedang dilakukannya saat demi saat. Jika perlu, dokter dapat mengatakan kesulitan yang dihadapinya saat menangani masalah pasien, masalah yang bakal dihadapi pasien, dan sebagainya. Dengan keterbukaan komunikasi ini maka akan terbangun kepercayaan (trust) dari pasien pada dokternya. Para pengamat mengatakan:

Salah satu elemen yang akan membawa hubungan ini adalah komunikasi yang baik. Dengan menempatkan penanganan pasien lebih dulu, dokter gigi akan memeriksa si pasien, mendiskusikan semua opsi yang berhubungan dengan perawatan, membuat rekomendasi perawatan dan menjelaskan hasil yang berhubungan dengan penanganan yang potensial. Di lain pihak, si pasien, ingin mungkin ingin mengetahui tentang penanganan padanya dan akibat perawatan jangka panjang atau jangka pendek, berapa biaya yang harus dikeluarkan, apa yang akan atau tidak akan tercakup dalam perawatan gigi dan setiap tanggung jawab pembayaran yang harus ditanggung pasien.

Lebih Mudah Dikatakan Daripada Dilakukan

Kebiasaan umum yang sudah berjalan lama sekali memang sulit diubah. Hubungan dokter dengan pasien seolah memang ‘ditakdirkan’ seperti itu. Garis antara dokter sebagai

Page 7: Solusi Pelayanan Komunikasi Yang Baik Antar Pasien

penentu, pengambil keputusan, dan pasien sebagai ‘objek penderita’ digambar dengan sangat tebal, hampir menyerupai dinding yang tidak bisa dirobohkan. Nyaris tidak pernah terjadi komunikasi yang sesungguhnya. Yang ada hanyalah kalimat pendek, atau bahkan hanya kata yang dianggap perlu saja. Masing-masing memperlakukan lawannya sebagai mahluk asing (bahkan dalam topik seminar ini kata

dengan diganti menjadi versus yang artinya lawan).

Namun seperti sudah disampaikan pada awal tulisan, buruknya kualitas komunikasi antara dokter dan pasien tidak bisa lagi dibiarkan atau tidak diperdulikan oleh dokter gigi yang diharapkan dapat mengambil inisiatif sebagai pihak yang ‘berkompeten’ dalam hubungan dokter dengan pasien. Ini berarti bahwa dokter yang harus belajar lebih dahulu untuk mampu berkomunikasi secara efektif, sesibuk apapun sang dokter dalam menjalankan profesinya.

How to Start? Suasana

Hal pertama yang dapat dilakukan adalah dengan mulai memperhatikan suasana ruang praktek. Selama ini ruang praktek dokter gigi (menurut pengalaman) sangat bernuansa ‘gigi’ dengan gambar model gigi dalam berbagai bentuk,dan biasanya model gigi yang buruk. Dalam ruang praktek tidak ada benda lain yang kecuali peralatan yang siap digunakan untuk ‘menangani’ pasien. Dan biasanya sepi, tanpa musik! Suasana ini selalu menumbuhkan suasana menegangkan untuk pasien. Bukan hanya pada anak kecil.

Gantilah suasana ini dengan mulai menambahkan dekorasi lain, seperti misalnya lukisan berwarna cerah. Sementara gambar gigi bisa ditempatkan di tempat lain dan hanya digunakan jika memang perlu diperlihatkan sebagai contoh pada pasien. Kemudian hadirkanlah musik lembut hanya sebagai latar belakang. Instrumental akan lebih baik sehingga tidak mengganggu obrolan antara dokter dan pasiennya.

Sambutan

Walaupun sekedar basa basi, sapalah pasien layaknya seorang tamu yang berkunjung ke rumah (memang tidak perlu disuguhi minum atau penganan kerena malah merepotkan kerja dokter). Tanyailah pasien sedikit tentang hal lain sebelum mulai pada pembicaraan inti. Topiknya bisa apapun, karena memang peran komunikasi pembukaan ini lebih untuk mencairkan suasana kaku. Tunjukkan kepedulian pada ‘diri’ pasien, bukan hanya pada ‘gigi’nya. Cobalah untuk merasakan kekhawatiran yang ada dalam diri pasien saat pertama bertemu.

Berbicaralah

Hal paling menegangkan, yang pada pasien dewasa biasanya mampu disembunyikan, adalah saat duduk di kursi periksa, dengan ‘benda-benda tajam’ di dekatnya. Dan pada saat itu biasanya dokter tidak langsung mendekati tapi membiarkannya dulu karena ia harus menyiapkan

Page 8: Solusi Pelayanan Komunikasi Yang Baik Antar Pasien

hal lain. Ketegangan meningkat karena pasien tidak pernah mengetahui apa yang sedang dilakukan dokternya dan apa yang akan terjadi selanjutnya (sepertinya lebih menegangkan dibanding nonton film horor, karena ini kejadian betulan!)

Pada saat seperti inilah komunikasi sudah harus dimulai dengan dokter sebagai inisiator. Katakan pada pasien apa yang sedang dilakukan dokter dan apa yang akan terjadi selanjutnya. Sesederhana apapun penjelasannya (walaupun misalnya sekedar mengatakan: “Kotoran yang nyelip di gigi seperti ini memang sulit dibersikan dengan

sikat gigi. Saya harus membersihkannya supaya tidak menghalangi perawatan.” Ini penting karena pasien tidak pernah mengerti, walaupun sudah sikat gigi, dokter selalu uga mencungkili sesuatu di gigi depan, padahal yang bermasalah adalah gigi

geraham!). Bahasa

Bahasa yang digunakan oleh dokter tentu saja bahasa umum yang dikenal pasien. Bukan bahasa medis yang makin membuat pasien merasa bodoh dan tidak berdaya serta tambah ketakutan. Akan sangat baik sekali kalau dokter juga belajar bercanda. Bukan mengumpulkan cerita lucu, dan bukan ‘mengorbankan’ pasien untuk ditertawai. Atau jika pasien kebetulan menawarkan sebuah canda, tanggapilan dengan seimbang. Jika belum mungkin juga, sang dokter perlu bercermin dan melihat apakah memiliki wajah ramah (garis bibir tengah lebih rendah atau sama dengan garis bibir pinggir). Kalau belum, berlatihlah! Akan baik juga kalau dokter berpenampilan modis dan tidak kaku (model kacamata, misalnya).

Terus terang

Jika dokter menemukan bahwa ada masalah besar pada gigi pasien dan perlu perawatan khusus berbiaya tinggi, katakan langsung pada pasien dengan menggunakan kalimat yang tidak menimbulkan ketakutan (pasien memang gampang takut). Sertakan alternatif jika langkah pertama sulit dan biaya tidak terjangkau.Jika memungkinkan, bantulah pasien menemukan jalan keluarnya, misalnya dengan membuatkan surat keterangan atau rekomendasi yang bisa digunakan pasien.

Dengan cara-cara berkomunikasi seperti itu, kepercayaan bahwa dokter memperhatikan keadaan pasien akan memberikan ketenangan pada pasien. Pasien seperti ini kemudian akan menjadi promotor karena ia akan menceritakan pada orang lain dan merekomendasikan orang lain (saudara atau temannya) untuk hanya dirawat oleh sang dokter yang baik hati ini.

Penutup

Patients come to us with unique personalities and histories. They often feel vulnerable and anxious.They frequently express frustration because they do not feel understood. When new patients are

Page 9: Solusi Pelayanan Komunikasi Yang Baik Antar Pasien

queriedabout previous dental experiences they frequently recount experiences of not being heard, being talkedat, and of being ignored: (Dr. Marvin Mansky)

Untuk membina komunikasi yang baik, dokter gigi harus menyadari bahwa pasiennya bukanlah sekedar kumpulan gigi melainkan keseluruhan pribadi manusia yang sangat ingin diperlakukan seperti seharusnya yaitu didengarkan, diperhatikan dan diperdulikan.

DAFTAR PUSTAKA Ruth Freeman, 2005, Reflections on professional and lay perspectives of the dentist-patient interaction, , School of Clinical Dentistry, The Queen's University of Belfast, Belfast BT12 6BP Watson, James, 1985, What is Communication Studies?, London: Edward Arnold Joseph A DeVito,1998, Essentials Of Human Communication , Essentials Of Human Communication 4ed, http ://www.howtotalkwithconfidence.com/ newreport.htm

Page 10: Solusi Pelayanan Komunikasi Yang Baik Antar Pasien

Komunikasi Kunci Hubungan Baik Dokter dan Pasien

View clicks

Posted December 5th, 2007 by ardhy_jogja

Ilmu Kesehatan Masyarakat

Persoalan utama dalam kasus sengketa medik kurang baiknya hubungan yang terjadi antara dokter dan pasien. Hubungan dokter pasien sesungguhnya merupakan hubungan unik yang dikenal dengan sebutan kontrak terapeutik.Anggota Perhimpunan Ahli penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) dr Khie Chen mengemukakan dalam acara seminar sehari yang mengangkat tema malpraktik di Gedung Aula Fakultas FKUI, kemarin.Dia menjelaskan terjadinya sengketa medik lebih sering disebabkan kesenjangan persepsi antara dokter dan pasien. Di satu sisi pasien dan keluarga merasa kurang puas dengan proses atau hasil pengobatan yang dilakukan, sedangkan di sisi lain dokter dan rumah sakit merasa sudah melakukan pengobatan secara optimal.Dalam hubungan dokter-pasien, masyarakat menaruh harapan bahwa dokter akan menolongnya, melakukan upaya pengobatan yang terbaik dan memberikan hasil akhir berupa kesembuhan. Bila ternyata hasil pengobatan tidak sesuai dengan yang diharapkan, sebagian masyarakat menganggap kesalahan ada di pihak dokter dan menjadi tanggung jawab dokter, tuturnya.Terlepas dari ada atau tidaknya kelalaian yang dilakukan dokter, lanjutnya, dokter sebagai seorang yang lebih tahu mengenai masalah medik bertugas melakukan diagnosis serta memberi saran untuk melakukan pengobatan yang terbaik. Keputusan untuk melaksanakan atau menolak saran dokter tetap berada di pihak pasien. Pasien dan keluarga bahkan berhak meminta pendapat dokter lain (second opinion) dan bila perlu meminta dokter lain untuk merawatnya.Dokter juga harus menghormati setiap keputusan pasien dan bila mungkin memberikan alternatif lain serta pertimbangan resiko jika alternatif tersebut dilaksanakan. Jadi peran dokter di sini bukan sebagai orang yang diberi tanggung jawab untuk menghadapi persoalan yang dihadapi pasien, dengan semua keputusan dan tanggung jawab ada di pundak dokter, tetapi lebih sebagai seorang yang mendampingi pasien dalam menghadapi masalah medik atau penyakit. Istilahnya hubungan kemitraan, paparnya.Masalah yang sering muncul kurangnnya pengetahuan masyarakat mengenai cara kerja dokter. Masyarakat masih sering menganggap seorang dokter tahu segala jenis penyakit dan apa yang dilakukan dokter selalu benar. Padahal dokter khususnya terkait bidang penyakit dalam yang digelutinya bekerja dari luar sehingga tidak dapat melihat langsung apa yang sebenarnya terjadi di dalam tubuh pasien.Dokter bekerja mengumpulkan data dari gejala dan tanda dan jika diperlukan meminta bantuan dari pemeriksaan laboratorium, rontgen atau pemeriksaan lain untuk selanjutnya menganalisis hasilnya dan membuat kesimpulan. Walaupun gejala dan tanda dari suatu penyakit seringkali mirip dan hampir sama, dokter harus dapat menganalisis, membuat keputusan dan memberikan

Page 11: Solusi Pelayanan Komunikasi Yang Baik Antar Pasien

pengobatan berdasarkan kemungkinan atau probabilitas yang paling mendekati, urainya.Meskipun pada sebagian besar kasus masalah pasien dapat diatasi namun sangat mungkin terjadi ketidaktepatan dalam pembuatan diagnosis. Dokter biasanya selalu melakukan evaluasi terhadap perkembangan kondisi pasien dan hasil pengobatan yang dilakukan dan jika perlu merubah diagnosis dan pengobatan berdasarkan perkembangan selama perawatan.Memang tidak mudah untuk mengobati pasien sebab manusia adalah makhluk hidup yang sering sulit diprediksi. Suatu penyakit bisa menampilkan gejala yang hampir sama satu dengan yang lain. Pada satu pasien dapat saja tampil beberapa penyakit atau kelainan sekaligus dan ini tidak jarang mengaburkan diagnosis sehingga menyebabkan terjadinya ketidaktepatan dalam pengobatan, terangnya.Ia mengingatkan dalam hal pengobatan atau pun tindakan medis yang dilakukan, misalnya pemberian obat atau tindakan bedah, harus disadari selalu ada baik dan buruknya atau ada keuntungan dan komplikasinya. Respon pengobatan antara seseorang dengan orang lain pun dapat berbeda, tergantung pada banyak hal seperti kondisi pasien, penyakitnya, obat yang diberikan dan sebagainya.Dalam sengketa medik akibat hasil pengobatan yang tidak sesuai dengan yang diharapkan, perlu diteliti dan dibuktikan bahwa hasil yang tidak diharapkan tersebut memang akibat kelalaian dan bukan sebagai akibat komplikasi penyakit atau pun efek samping yang terjadi selama pengobatan. Perlu juga dinilai apakah hal tersebut dapat diprediksi atau diantisipasi sebelumnya, ujarnya.Komunikasi merupakan kunci dalam membuka hubungan yang baik dan profesional antara dokter dengan pasien, meskipun dalam prakteknya masih sulit dilakukan. Ia mengakui komunikasi dokter-pasien adalah hal yang penting dan harus terus dipelajari, dilatih dan diterapkan oleh para dokter.Ada pun masalah dan kendala yang kerap menghambat komunikasi antara dokter-pasien umumnya menyangkut keterbatasan waktu baik dari pihak dokter maupun keluarga pasien sehingga sulit menyediakan waktu untuk bertemu. Kalaupun terjadi pertemuan, biasanya tidak efektif sebab komunikasi yang terjalin hanya bersifat satu arah. Dokter merasa keluarga pasien sudah paham tapi sesungguhnya apa yang disampaikannya tidak dimengerti.Keluarga juga sering tidak siap ketika akan bertemu dokter. Karenanya sebaiknya keluarga sudah mempersiapkan dan mencatat hal-hal apa yang akan ditanyakan bila bertemu dokter, terutama mengenai penyakit, diagnosis, keuntungan dan efek samping pengobatan, pesannya.Kondisi masyarakat yang masih dalam keluarga besar, dalam pandangannya, menyebabkan keterangan sering diberikan kepada anggota keluarga yang berbeda-beda. Misalnya, dia mencontohkan, satu kali penjelasan kepada suami di waktu lain kepada anggota keluarga lainnya. Akibatnya, persepsi dan penjelasan yang diberikan tidak mencapai hasil yang diharapkan.

Page 12: Solusi Pelayanan Komunikasi Yang Baik Antar Pasien

Gaya Komunikasi Dokter-Pasien

Last Updated on Monday, 8 March o 08:14 Written by eka-kusmawan Saturday, 16 January o 01:29

Walaupun saat ini ada berbagai cara berkomunikasi antara dokter dan pasien, antara lain dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi, seperti lewat media masa atau secara online melalui

internet,tetapi tetap masih diakui dan dirasakan bahwa berkomunikasi secara langsung lebih memiliki nilai tinggi dalam hal obyektifitas serta rasa kemanusiaannya. Sehingga masih akan tetap dibutuhkan. Maka oleh karena itu banyak pihak yang menilai kwalitas layanan seorang dokter, salah satu indikatornya adalah dari cara dokter itu berkomunikasi dengan pengguna jasanya. Namun pada kenyataannya tidak semua dokter bisa berkomunikasi sesuai harapan pasien. Ada berbagai macam kendala yang para dokter hadapi ketika mereka berkomunikasi dengan pasiennya. Dilihat dari hambatan-hambatan tersebut didapatkan intinya terdiri dari 3 unsur utama, yakni waktu yang tersedia untuk menjalankan suatu komunikasi, gaya berkomunikasi dan isi komunikasi atau pembicaraan tersebut.

Menilai dari cara berkomunikasi seorang dokter, baik secara verbal atau pun diiringi dengan bahasa tubuh, setidaknya dapat digolongkan dalam 4 tipe;

1. Dokter yang tidak memiliki waktu dan tidak memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik. Menghadapi dokter semacam ini yang paling sulit. Jangankan menjelaskan keadaan penyakit kepada seorang pasien, untuk bertutur sapa dengan sesama dokter pun mereka terasa mempunyai hambatan. Biasanya dokter tipe ini tidak memiliki banyak pasien, kecuali ia berkemampuan lebih dan masih langka kehadirannya di suatu komunitas tertentu.

2. Dokter yang bisa berkomunikasi tapi tidak cukup memiliki waktu. Kelompok dokter ini biasanya sangat sibuk, baik oleh karena pasiennya yang banyak ataupun tugas pekerjaan di luar keprofesiannya menuntut mereka untuk menggunakan waktu seefektif mungkin. Tidak semua pasien puas dengan gaya dokter jenis ini. Boleh jadi kemampuannya dalam menyembuhkan pasien terkenal hebat, tapi mungkin saja sebagian pasien merasa kecewa karena tidak ada kesempatan untuk menanyakan sesuatu atau merasa tidak mendapat sentuhan optimal di saat sang dokter menjalankan pemeriksaan fisik. Kebanyakan dokter di Indonesia menjalankan prakteknya tidak membatasi jumlah pasien. Sedangkan di luar negeri, seorang dokter dalam

Page 13: Solusi Pelayanan Komunikasi Yang Baik Antar Pasien

menjalankan tugasnya di praktek atau poliklinik rawat jalan, waktu menjadi patokan utama. Sehingga jika waktu untuk seorang pasien (biasanya 20 – 30 menit) belum selesai, si dokter meminta pertanyaan lagi dari si pasien menyangkut hal-hal yang belum jelas. Dengan demikian kwalitas layanan terhadap seorang pasien memang terjaga betul.

3. Dokter dengan gaya berkomunikasi formal. Dimana pasien semata-mata menjadi obyek dari interaksi yang dibangun. Penuh dengan bahasa serta istilah medis, cenderung arus komunikasi satu arah, mendominasi pembicaraan dan terkadang bahkan ada kesan memarahi dalam memberikan nasehat ke pasien. Biasanya untuk golongan pasien yang tidak kritis, jenis dokter ini masih bisa diterima dengan baik. Cukup sudah dengan diberitahu sakitnya, diberi obat dan syukur-syukur sembuh, pasien sudah puas. Sekali pun mungkin saja ada rasa tertekan atau takut menghadapi dokternya.

4. Dokter yang memiliki waktu dan kemampuan berkomunikasi yang baik. Dokter jenis ini berusaha membina hubungan dengan pasiennya secara lebih terbuka, tidak selamanya formal, berempati, menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti pasien serta lebih memberikan waktu kepada pasien untuk mengungkapkan sesuatu. Dokter type ini biasanya memiliki kemampuan bersosialisasi lebih tebal dibanding yang lain. Memang dokter yang sejenis ini yang ideal dan banyak disenangi pasien. Tapi golongan ini masih bisa dibedakan lagi antara yang bergaya terlampau bersahabat hingga cenderung membuat mereka kurang teliti serta dalam memberikan penjelasan kurang mengedepankan sisi ilmiahnya, namun ada yang mampu mengkombinasikan kemampuan berkomunikasi serta penguasaan ilmu dan ketrampilannya dengan baik sehingga memiliki kharisma dan talenta yang baik pula. Yang mana menjadi pilihan pasien? Tentu berpulang pada kecocokan serta kebutuhan masing-masing pasien tersebut. Ada yang bilang, dengan dilihat dan disentuh saja oleh dokter A, seorang pasien sudah merasa dirinya sembuh.

Tags: gaya berkomunikasi, komunikasi dokter

Page 14: Solusi Pelayanan Komunikasi Yang Baik Antar Pasien

Bangun Komunikasi Dokter –Pasien Menurut informasi yang diterima Indonesia Type Approval bahwa Ikatan Dokter Indonesia (IDI) akan mengembangkan pola komunikasi antara dokter dengan pasien. Komunikasi yang baik dapat menghindari konflik antara dokter dengan pasien, terutama terkait dugaan malpraktik.

Ketua IDI Medan dr Syah Mirsya Warli,Sp.U mengatakan,ke depan, IDI ingin ada sebuah gerakan komunikasi efektif antara dokter dengan pasien. Jika komunikasi ini berjalan baik, maka kekecewaan pasien tidak perlu meluas dan langsung pada tuduhan malpraktik. “Pasien boleh langsung bertanya ke dokter bagaimana dan mengapa. Komunikasi yang baik,akan menyenangkan kedua belah pihak. Saat ini, di beberapa fakultas kedokteran, mata kuliah komunikasi efektif semakin gencar, padahal dulu tidak ada.Kita harapkan mata kuliah ini membuat hubungan dokter dan pasien lebih terbuka,”ujar Syah Mirsya usai dilantik sebagai Ketua IDI Medan di Medan, akhir pekan lalu.

Pelantikan ini dilakukan setelah Maret 2010 dia terpilih sebagai ketua dalam Musyawarah Cabang (Muscab) IDI Medan. Dosen Universitas Sumatera Utara (USU) ini dilantik berdasarkan surat keputusan Pengurus Besar IDI Pusat No:452/PB/A.4/06/2010 tentang Pengesahan Susunan Personalia Pengurus IDI Cabang Medan Periode 2010-2013. IDI Medan mendukung peningkatan profesionalisme dokter untuk menghindari malpraktik. Namun, IDI Medan juga berharap agar masyarakat jangan terlalu cepat menghakimi dokter atas dugaan malpraktik.

Syah Mirsya mengakui, ada beberapa masalah yang harus dibenahi untuk kebaikan IDI dan profesi dokter ke depan. Salah satu di antaranya adalah peningkatan profesionalisme dokter yang bertujuan meminimalkan malpraktik. Syah Mirsya sendiri menilai, pemahaman masyarakat akan malpraktik masih rancu. “Masyarakat masih tidak mampu membedakan mana malpraktik, komplikasi dan efek samping dalam sebuah tindakan medis. Selama ini,yang terjadi terlalu cepat tenaga medis dijustifikasi,” ujarnya. Syah Mirsya menjelaskan, suatu tindakan malpraktik diputuskan saat ada ketetapan hukum.

Dia tidak memungkiri ada juga dokter yang melakukan malpraktik karena menjalankan tugas tidak sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP).Jika hal seperti ini terjadi dan terbukti secara hukum, dokter tersebut akan ditindak tegas. “Namun, itulah sayangnya, sering kali masyarakat keburu menjustifikasi. Kami memahami kekecewaan pasien pasti ada.Ketika dalam kondisi sakit,sembuh tidak secepat yang diharapkan,”jelasnya. Dia menuturkan, sering kali pasien yang datang ke dokter langsung menginginkan hasil tanpa serangkaian pemeriksaan lengkap.Padahal,jika hendak memastikan penyakit, dokter harus melalui serangkaian wawancara dan uji laboratorium yang benar utuk kemudian mengambil kesimpulan.

Ketua I IDI Medan Ramlan Sitompul juga berharap agar masyarakat jangan terlalu cepat menghakimi dokter soal malpraktik.Penghakiman ini kerap membunuh karakter seorang dokter sehingga tidak nyaman lagi ketika melakukan tindakan medis. Bahkan, tutur Ramlan, di Jakarta ada sebuah kasus, di mana seorang dokter sampai bertanya ke tiap pasien yang akan berobat,apakah mengenal pekerja media atau pengacara.“Itu karena ketidaknyamanan dokter,” tegasnya. Ramlan menegaskan, tidak satupun dokter yang berniat merusak profesinya sendiri, karena mereka juga hidup dari profesi itu.

Page 15: Solusi Pelayanan Komunikasi Yang Baik Antar Pasien

Selain masalah profesionalisme menurut Dolpin, IDI juga diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraan dokter. Ketua IDI Sumut Henry Salim Siregar berharap IDI Medan menjadi barometer penting bagi IDI daerah lainnya di Sumatera Utara. IDI juga diharapkan mampu melindungi anggotanya dari segala persoalan.