snacbit

48
Askep-Pathway pasien dengan di gigit ular (Snake bite) Ditulis oleh: Hagus Wiyono - 19 Jun 2014 Saya teringat seekor ular Gadung Luwuk, yang pernah saya temukan di onggokan kayu bakar dipojokan rumah. Rentang ular ini pernah saya tulis dalam postingan saya yang berjudul Ular Gadung Luwuk, Berbisa dan Sangat Berbahaya . Karena sangat berbisanya, makanya perlu penanganan yang tepat jika kita menjumpai kasus ini. Sahabat Askepku, di Blog saya ini, saya hanya akan sedikit berbagi tentang Asuhan keperawatan (Askep) pada klien yang tergigit ular (berbisa). Ada banyak sumber tentang Snake Bite bisa kalian temukan dan jadikan referensi. Jangan lupa pula untuk bekerjasama dengan Puskesmas atau Rumah sakit terdekat, secepatnya. Karena waktu sangat berperan penting untuk keberhasilan penanganan. Ada 3 keluarga dari ular berbisa, yaitu: Elapidae, Hydropidae, dan Viperidae. Patofisiologi Bisa ular mengandung toksin dan enzim yang berasal dari air liur. Bisa tersebut bersifat:

Transcript of snacbit

Page 1: snacbit

Askep-Pathway pasien dengan di gigit ular (Snake bite) Ditulis oleh: Hagus Wiyono - 19 Jun 2014

 

Saya teringat seekor ular Gadung Luwuk, yang pernah saya temukan di onggokan kayu bakar dipojokan rumah. Rentang ular ini pernah saya tulis dalam postingan saya yang berjudul Ular Gadung Luwuk, Berbisa dan Sangat Berbahaya. Karena sangat berbisanya, makanya perlu penanganan yang tepat jika kita menjumpai kasus ini.

Sahabat Askepku, di Blog saya ini, saya hanya akan sedikit berbagi tentang Asuhan keperawatan (Askep) pada klien yang tergigit ular (berbisa). Ada banyak sumber tentang Snake Bite bisa kalian temukan dan jadikan referensi. Jangan lupa pula untuk bekerjasama dengan Puskesmas atau Rumah sakit terdekat, secepatnya. Karena waktu sangat berperan penting untuk keberhasilan penanganan.

Ada 3 keluarga dari ular berbisa, yaitu: Elapidae, Hydropidae, dan Viperidae. 

PatofisiologiBisa ular mengandung toksin dan enzim yang berasal dari air liur. Bisa tersebut bersifat:

1. Neurotoksin: berakibat pada saraf perifer atau sentral. Berakibat fatal karena paralise otot-otot lurik. Manifestasi klinis: kelumpuhan otot pernafasan, kardiovaskuler yang terganggu, derajat kesadaran menurun sampai dengan koma.

2. Haemotoksin: bersifat hemolitik dengan zat antara fosfolipase dan enzim lainnya atau menyebabkan koagulasi dengan mengaktifkan protrombin. Perdarahan itu sendiri sebagai akibat lisisnya sel darah merah karena toksin. Manifestasi klinis: luka bekas gigitan yang terus berdarah, haematom pada tiap suntikan IM, hematuria, hemoptisis, hematemesis, gagal ginjal.

3. Myotoksin: mengakibatkan rhabdomiolisis yang sering berhubungan dengan mhaemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot.

Page 2: snacbit

4. Kardiotoksin: merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung. 

5. Cytotoksin: dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat terganggunya kardiovaskuler.

6. Cytolitik: zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada tempat patukan

7. Enzim-enzim: termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa

Manifestasi Klinis Apa yang terjadi jika seseorang mengalami gigitan dari ular berbisa?

Tentu saja ini akan tergantung dari jenis racun yg terkandung di dalam bisa ular, efek gigitan pada umumnya:

Pembengkakan pada luka, diikuti perubahan warna Rasa sakit di seluruh persendian tubuh Mulut terasa kering Pusing, mata berkunang – kunang Demam, menggigil Efek lanjutan akan muntah, lambung dan liver (hati) terasa sakit, pinggang terasa

pegal, akibat dari usaha ginjal membersihkan darah Reaksi emosi yang kuaat Penglihatan kembar/kabur, mengantuk Pingsan Mual dan atau muntah dan diare Rasa sakit atau berat didada dan perut Tanda-tanda tusukan gigi, gigitan biasanya pada tungkai/kaki Sukar bernafas dan berkeringat banyak Kesulitan menelan serta kaku di daerah leher dan geraham.

Penatalaksanaan Medis

Page 3: snacbit

Penatalaksanaan tergantung derajat keparahan envenomasi; dibagi menjadi perawatan di lapangan dan manajemen di rumah sakit. Seperti kasus-kasus emergensi lainnya, tujuan utama adalah untuk mempertahankan pasien sampai mereka tiba di instalasi gawat darurat. Sering penatalaksanaan dengan autentisitas yang kurang lebih memperburuk daripada memperbaiki keadaan, termasuk membuat insisi pada luka gigitan, menghisap dengan mulut, pemasangan turniket, kompres dengan es, atau kejutan listrik. Perawatan di lapangan yang tepat harus sesuai dengan prinsip dasar emergency life support. Tenangkan pasien untuk menghindari hysteria selama implementasi ABC (Airway, Breathing, Circulation).]Pertolongan Pertama:

1. Cegah gigitan sekunder atau adanya korban kedua. Ular dapat terus mengigit dan menginjeksikan bisa melalui gigitan berturut-turut sampai bisa mereka habis. 

2. Buat korban tetap tenang, yakinkan mereka bahwa gigitan ular dapat ditangani secara efektif di instalasi gawat darurat. Batasi aktivitas dan imobilisasi area yang terkena (umumnya satu ekstrimitas), dan tetap posisikan daerah yang tergigit berada di bawah tinggi jantung untuk mengurangi aliran bisa.

3. Jika terdapat alat penghisap, (seperti Sawyer Extractor), ikuti petunjuk penggunaan. Alat penghisap tekanan-negatif dapat memberi beberapa keuntungan jika digunakan dalam beberapa menit setelah envenomasi. Alat ini telah direkomendasikan oleh banyak ahli di masa lalu, namun alat ini semakin tidak dipercaya untuk dapat menghisap bisa secara signifikan, dan mungkin alat penghisap dapat meningkatkan kerusakan jaringan lokal.

4. Buka semua cincin atau benda lain yang menjepit / ketat yang dapat menghambat aliran darah jika daerah gigitan membengkak. Buat bidai longgar untuk mengurangi pergerakan dari area yang tergigit.

5. Monitor tanda-tanda vital korban — temperatur, denyut nadi, frekuensi nafas, dan tekanan darah – jika mungkin. Tetap perhatikan jalan nafas setiap waktu jika sewaktu-waktu menjadi membutuhkan intubasi.

6. Jika daerah yang tergigit mulai membengkak dan berubah warna, ular yang mengigit kemungkinan berbisa.

7. Segera dapatkan pertolongan medis. Transportasikan korban secara cepat dan aman ke fasilitas medis darurat kecuali ular telah pasti diidentifikasi tidak berbahaya (tidak berbisa). Identifikasi atau upayakan mendeskripsikan jenis ular, tapi lakukan jika tanpa resiko yang signifikan terhadap adanya gigitan sekunder atau jatuhnya korban lain. Jika aman, bawa serta ular yang sudah mati. Hati-hati pada kepalanya saat membawa ular – ular masih dapat mengigit hingga satu jam setelah mati (dari reflek). Ingat, identifikasi yang salah bisa fatal. Sebuah gigitan tanpa gejala inisial dapat tetap berbahaya atau bahkan fatal.

8. Jika berada di wilayah yang terpencil dimana transportasi ke instalasi gawat darurat akan lama, pasang bidai pada ekstremitas yang tergigit. Jika memasang bidai, ingat untuk memastikan luka tidak cukup bengkak sehingga menyebabkan bidai menghambat aliran darah. Periksa untuk memastikan jari atau ujung jari tetap pink dan hangat, yang berarti ekstrimitas tidak menjadi kesemutan, dan tidak memperburuk rasa sakit.

9. Jika dipastikan digigit oleh elapid yang berbahaya dan tidak terdapat efek mayor dari luka lokal, dapat dipasang pembalut dengan teknik imobilisasi dengan tekanan. Teknik ini terutama digunakan untuk gigitan oleh elapid Australia atau ular laut. Balutkan perban pada luka gigitan dan terus sampai ke bagian atas ekstremitas dengan tekanan seperti akan membalut pergelangan kaki yang terpeleset. Kemudian imobilisasi ekstremitas dengan bidai, dengan tetap memperhatikan mencegah

Page 4: snacbit

terhambatnya aliran darah. Teknik ini membantu mencegah efek sistemik yang mengancam nyawa dari bisa, tapi juga bisa memperburuk kerusakan lokal pada sisi gigitan jika gejala yang signifikan terdapat di sana.

Komplikasi Sindrom kompartemen adalah komplikasi tersering dari gigitan ular pit viper. Komplikasi luka lokal dapat meliputi infeksi dan hilangnya kulit. Komplikasi kardiovaskuler, komplikasi hematologis, dan kolaps paru dapat terjadi. Jarang terjadi kematian. Anak-anak mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadinya kematian atau komplikasi serius karena ukuran tubuh mereka yang lebih kecil. [5] Perpanjangan blokade neuromuskuler timbul dari envenomasi ular koral.

Komplikasi yang terkait dengan antivenin termasuk reaksi hipersensitivitas tipe cepat (anafilaksis, tipe I) dan tipe lambat (serum sickness, tipe III). Anafilaksis terjadi dimediasi oleh immunoglobulin E (IgE), berkaitan dengan degranulasi sel mast yang dapat berakibat laryngospasme, vasodilatasi, dan kebocoran kapiler. Kematian umumnya pada korban tanpa intervensi farmakologis. Serum sickness dengan gejala demam, sakit kepala, bersin, pembengkakan kelenjar lymph, dan penurunan daya tahan, muncul 1 – 2 minggu setelah pemberian antivenin. Presipitasi dari kompleks antigen-immunoglobulin G (IgG) pada kulit, sendi, dan ginjal bertanggung jawab atas timbulnya arthralgia, urtikaria, dan glomerulonephritis (jarang). Biasanya lebih dari 8 vial antivenin harus diberikan pada sindrom ini. Terapi suportif terdiri dari antihistamin dan steroid.

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar

1. Pengertian

Bisa ular adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai efek fisiologik

yang luas atau bervariasi. Yang mempengaruhi sistem multiorgan, terutama neurologik,

kardiovaskuler sistem pernapasan. (Suzanne Smaltzer dan Brenda G. Bare, 2001: 2490)

Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Racun binatang

adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang dapat

menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia. Sebagian kecil racun

Page 5: snacbit

bersifat spesifik terhadap suatu organ, beberapa mempunyai efek pada hampir setiap

organ. Kadang-kadang pasien dapat membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat

meningkatkan keparahan racun yang bersangkutan. Komposisi racun tergantung dari

bagaimana binatang menggunakan toksinnya. Racun mulut bersifat ofensif yang bertujuan

melumpuhkan mangsanya, sering kali mengandung faktor letal. Racun ekor bersifat

defensive dan bertujuan mengusir predator, racun bersifat kurang toksik dan merusak

lebih sedikit jaringan. (Retno Aldo. 2010. Askep Gigitan Ular, (Online),

http://retnoaldo.blogspot.com/2010/10/askep-gigitan-ular.html, diakses 18 Juli 2011).

Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa

dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah

yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa

merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah

sisi kepala di belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi

merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik. (Ifan.

2010. Penatalaksanaan Keracunan Akibat Gigitan Ular Berbisa, (Online), http://ifan.

050285. wordpress. com/2010/03/24/penatalaksanaan - keracunan - akibat - gigitan-ular-

berbisa, diakses 18 Juli 2011).

2. Ciri-Ciri Ular Berbisa Dan Tidak Berbisa

Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa. Beberapa spesies ular

tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun, beberapa ular berbisa dapat

dikenali melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saat merasa

terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi taring kecil,

dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas taring.

Page 6: snacbit

Tabel 2.1. Ciri-ciri ular berbisa dan tidak berbisa

Ciri Ular Tidak Berbisa Berbisa

Bentuk Kepala Bulat Elips

Gigi Taring Gigi kecil 2 Gigi Taring Besar

Bekas Gigitan Lengkung Seperti U Terdiri dari 2 Titik

Warna Warna-Warni Gelap

(Dokter Yuda Bedah. 2011. Snake Bite, (Online), http : // dokter yuda bedah.com/snake-bite-gigitan-

ular/, diakses 18 Juli 2011).

3. Etiologi

Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan Viperidae. Bisa

ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan pendarahan. Banyak bisa

yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap dilokasi pada anggota badan yang

tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu

8 jam .

Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam :

a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)

Page 7: snacbit

Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan merusak

(menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma lecethine

(dinding sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan

keluar menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada

selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain.

b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)

Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf sekitar luka

gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda

kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan

peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan

susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh

tubuh, ialah melalui pembuluh limfe.

c. Bisa ular yang bersifat Myotoksin

Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan maemotoksin.

Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan

sel-sel otot.

d. Bisa ular yang bersifat kardiotoksin

Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung.

e. Bisa ular yang bersifat cytotoksin

Page 8: snacbit

Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat terganggunya

kardiovaskuler.

f. Bisa ular yang bersifat cytolitik

Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada tempat gigitan.

g. Enzim-enzim

Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa.

(Deddyrin. 2009. Intoxicasi. (Online), http : // deddyrn. blogspot. Com/2009/09/intoxicasi.html,

diakses 18 Juli 2011).

Tabel 2.1 Klasifikasi ular berbisa, lokasi, dan sifat bisa

Famili Lokasi Sifat Bisa

Elapidae Seluruh dunia, kecuali

Eropa

Neurotoksik dan

nekrosis (ular

cobra)

Hydrophidae Pantai perairan Asia-

PasifikMyotoksik

Viperidae:

Viperonae

Crotalidae

Seluruh dunia kecuali

Amerika dan

Asia- Pasifik

Asia dan Amerika

Vaskulotoksik

Page 9: snacbit

(Dona. 2009. Gigitan Ular Berbisa. (Online), http : // askepterlengkap. blogspot.com/

2009/08/gigitan-ular-berbisa.html?zx=5ed0a49ebb52d550, diaksesk 18 Juli 2011).

4. Patofisiologi

Bisa ular yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya toksin. Toksik tersebut

menyebar melalui peredaran darah yang dapat mengganggu berbagai system. Seperti,

sistem neurogist, sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan.

Pada gangguan sistem neurologis, toksik tersebut dapat mengenai saraf yang

berhubungan dengan sistem pernapasan yang dapat mengakibatkan oedem pada saluran

pernapasan, sehingga menimbulkan kesulitan untuk bernapas.

Pada sistem kardiovaskuler, toksik mengganggu kerja pembuluh darah yang dapat

mengakibatkan hipotensi. Sedangkan pada sistem pernapasan dapat mengakibatkan syok

hipovolemik dan terjadi koagulopati hebat yang dapat mengakibatkan gagal napas.

Bagan 2.1 Pohon masalah Snake Bite

Sukar bernapas

Bisa ular masuk ke dalam tubuh

Daya toksik menyebar melalui peredaran darah

Gangguan system

neuroligist

Gangguan system

Page 10: snacbit

Kardiovaskuler

Gangguan system

pernapasan

Oedema pada saluran pernapasan

Toksik masuk pembuluh darah

Koagulopati hebat

Hipotensi

Gagal napas

Mengenai saraf yang berhubungan dengan sistem pernapasan

Syok hipovolemik

Page 11: snacbit

(Retno Aldo. 2010. Askep Gigitan Ular, (Online), http://retnoaldo.blogspot.com/2010/10/askep-

gigitan-ular.html, diakses 18 Juli 2011).

5. Manifestasi Klinis

Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan ular.

Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit kegelapan karena darah

yang terperangkap di jaringan bawah kulit).

Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular berbisa,

yaitu terjadi oedem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan 5P: pain (nyeri), pallor

(muka pucat), paresthesia (mati rasa), paralysis (kelumpuhan otot), pulselesness

(denyutan).

Tanda dan gejala khusus pada gigitan family ular :

a. Gigitan Elapidae

Misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang, ular cabai, coral

snakes, mambas, kraits), cirinya:

1) Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut, kaku pada

kelopak mata, bengkak di sekitar mulut.

2) Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak.

Page 12: snacbit

3) 15 menit setelah digigit ular muncul gejala sistemik. 10 jam muncul paralisis urat-urat di

wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar bicara, susah menelan, otot lemas, kelopak

mata menurun, sakit kepala, kulit dingin, muntah, pandangan kabur, mati rasa di sekitar

mulut dan kematian dapat terjadi dalam 24 jam.

b. Gigitan Viperidae/Crotalidae

Misal pada ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya:

1) Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa bengkak di dekat

gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan.

2) Gejala sistemik muncul setelah 50 menit atau setelah beberapa jam.

3) Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut dalam waktu 2 jam

atau ditandai dengan perdarahan hebat.

c. Gigitan Hydropiidae

Misalnya, ular laut, cirinya:

1) Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah.

2) Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri menyeluruh,

dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis otot, mioglobulinuria yang ditandai dengan

urin warna coklat gelap (ini penting untuk diagnosis), ginjal rusak, henti jantung.

d. Gigitan Crotalidae

Misalnya ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya:

1) Gejala lokal ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis, nyeri di daerah

gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian polivalen crotalidae antivenin.

2) Anemia, hipotensi, trombositopeni.

Page 13: snacbit

(Ifan. 2010. Penatalaksanaan Keracunan Akibat Gigitan Ular Berbisa, (Online), http:// ifan

050285 .wordpress. com/2010/03/24/ penatalaksanaan - keracunan - akibat - gigitan-ular-

berbisa/, diakses 18 Juli 2011).

Tanda dan gejala lain gigitan ular berbisa dapat dibagi ke dalam beberapa kategori:

a. Efek lokal, digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra menimbulkan rasa sakit

dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat membengkak hebat dan dapat berdarah dan

melepuh. Beberapa bisa ular kobra juga dapat mematikan jaringan sekitar sisi gigitan luka.

b. Perdarahan, gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia dapat

menyebabkan perdarahan organ internal, seperti otak atau organ-organ abdomen. Korban

dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah spontan dari mulut atau luka yang lama.

Perdarahan yang tak terkontrol dapat menyebabkan syok atau bahkan kematian.

c. Efek sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung pada sistem saraf.

Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama secara cepat menghentikan otot-otot

pernafasan, berakibat kematian sebelum mendapat perawatan. Awalnya, korban dapat

menderita masalah visual, kesulitan bicara dan bernafas, dan kesemutan.

d. Kematian otot, bisa dari russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan beberapa elapid

Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian otot di beberapa area tubuh.

Debris dari sel otot yang mati dapat menyumbat ginjal, yang mencoba menyaring protein.

Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal.

Page 14: snacbit

e. Mata, semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai mata korban,

menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan sementara pada mata.

(Deddyrin. 2009. Intoxicasi. (Online), http : // deddyrn. blogspot. Com/2009/

09/intoxicasi.html, diakses 18 Juli 2011).

6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, hitung sel darah

lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu tromboplastin

parsial, hitung trombosit, urinalisis, penentuan kadar gula darah, BUN dan elektrolit. Untuk

gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu

pembekuan dan waktu retraksi bekuan. (Retno Aldo. 2010. Askep Gigitan Ular, (Online),

http://retnoaldo.blogspot.com/2010/10/askep-gigitan-ular.html, diakses 18 Juli 2011.)

7. Penatalaksanaan

a. Prinsip penanganan pada korban gigitan ular:

1) Menghalangi penyerapan dan penyebaran bisa ular.

2) Menetralkan bisa.

3) Mengobati komplikasi.

(Masmamad. 2009. Penatalaksanaan Gigitan Ular, (Online),

http://masmamad.blogspot.com/2009/09/penatalaksanaan-gigitan-ular-snake-bite.html,

diakses 18 Juli 2011).

b. Pertolongan pertama :

Page 15: snacbit

Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah pergi segera cari

pertolongan medis jangan tinggalkan korban. Selanjutnya lakukan prinsip RIGT, yaitu:

R: Reassure: Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan korban, kepanikan akan

menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun akan lebih cepat menyebar ke tubuh.

Terkadang pasien pingsan/panik karena kaget.

I: Immobilisation: Jangan menggerakan korban, perintahkan korban untuk tidak berjalan atau

lari. Jika dalam waktu 30 menit pertolongan medis tidak datang, lakukan tehnik balut tekan

(pressure-immoblisation) pada daerah sekitar gigitan (tangan atau kaki) lihat prosedur

pressure immobilization (balut tekan).

G: Get: Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin.

T: Tell the Doctor: Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul ada korban.

c. Prosedur Pressure Immobilization (balut tekan):

1) Balut tekan pada kaki:

a) Istirahatkan (immobilisasikan) Korban.

b) Keringkan sekitar luka gigitan.

c) Gunakan pembalut elastis.

d) Jaga luka lebih rendah dari jantung.

e) Sesegera mungkin, lakukan pembalutan dari bawah pangkal jari kaki naik ke atas.

f) Biarkan jari kaki jangan dibalut.

g) Jangan melepas celana atau baju korban.

Page 16: snacbit

h) Balut dengan cara melingkar cukup kencang namun jangan sampai menghambat aliran

darah (dapat dilihat dengan warna jari kaki yang tetap pink).

i) Beri papan/pengalas keras sepanjang kaki.

2) Balut tekan pada tangan:

a) Balut dari telapak tangan naik keatas. ( jari tangan tidak dibalut).

b) Balut siku & lengan dengan posisi ditekuk 90 derajat.

c) Lanjutkan balutan ke lengan sampai pangkal lengan.

d) Pasang papan sebagai fiksasi.

e) Gunakan mitela untuk menggendong tangan.

(Foruniverse, Nursing. 2010. Pertolongan Pertama Pada Gigitan Ular, (Online),

http://nursing foruniverse. blogspot. Com/2010/01/pertolongan-pertama-pada-gigitan-

ular_18.html, diakses 17 Juli 2011).

d. Penatalaksanaan selanjutnya:

1) Insisi luka pada 1 jam pertama setelah digigit akan mengurangi toksin 50%.

2) IVFD RL 16-20 tpm.

3) Penisillin Prokain (PP) 1 juta unit pagi dan sore.

4) ATS profilaksis 1500 iu.

5) ABU 2 flacon dalam NaCl diberikan per drip dalam waktu 30 – 40 menit.

6) Heparin 20.000 unit per 24 jam.

Page 17: snacbit

7) Monitor diathese hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak membaik, tambah 2 flacon ABU lagi.

ABU maksimal diberikan 300 cc (1 flacon = 10 cc).

8) Bila ada tanda-tanda laryngospasme, bronchospasme, urtikaria atau hipotensi berikan

adrenalin 0,5 mg IM, hidrokortisone 100 mg IV.

9) Kalau perlu dilakukan hemodialise.

10) Bila diathese hemorhagi membaik, transfusi komponen.

11) Observasi pasien minimal 1 x 24 jam

Catatan: Jika terjadi syok anafilaktik karena ABU, ABU harus dimasukkan secara cepat

sambil diberi adrenalin.

(http : // masmamad. blogspot.com/2009/09/penatalaksanaan - gigitan-ular- snake - bite. html ,

diakses 18 Juli 2011).

e. Pemberian ABU

Tabel 2.2 Pemberian ABU sesuai derajat parrish

Derajat Parrish Pemberian ABU

0-1 Tidak perlu

2 5-20 cc (1-2 ampul)

3-4 40-100 cc (4-10 ampul)

Page 18: snacbit

Tabel 2.3 Klasifikasi derajat parrish

Derajat

Par

ris

h

Ciri

0 1. Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam pasca gigitan.

2. Pembengkakan minimal, diameter 1 cm

I 1. Bekas gigitan 2 taring

2. Bengkak dengan diameter 1-5 cm.

3. Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam

II 1. Sama dengan derajat I

2. Petechie, echimosis

3. Nyeri hebat dalam 12 jam

III 1. Sama dengan derajat I dan II

2. Syok dan distress napas, echimosis seluruh tubuh

IV Sangat cepat memburuk.

(Masmamad. 2009. Penatalaksanaan Gigitan Ular, (Online),

http://masmamad.blogspot.com/2009/09/penatalaksanaan-gigitan-ular-snake-bite.html,

diakses 18 Juli 2011).

Page 19: snacbit

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan Marilynn E. Doenges (2000: 871-873), dasar data pengkajian

pasien, yaitu:

a. Aktivitas dan Istirahat

Gejala: Malaise.

b. Sirkulasi

Tanda: Tekanan darah normal/sedikit di bawah jangkauan normal (selama hasil curah

jantung tetap meningkat). Denyut perifer kuat, cepat, (perifer hiperdinamik),

lemah/lembut/mudah hilang, takikardi, ekstrem (syok).

c. Integritas Ego

Page 20: snacbit

Gejala: Perubahan status kesehatan.

Tanda: Reaksi emosi yang kuat, ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri.

d. Eliminasi

Gejala: Diare.

e. Makanan/cairan

Gejala: Anoreksia, mual/muntah.

Tanda: Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/massa otot (malnutrisi).

f. Neorosensori

Gejala: Sakit kepala, pusing, pingsan.

Tanda: Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium/koma.

g. Nyeri/Kenyamanan

Gejala: Kejang abdominal, lokalisasi rasa nyeri, urtikaria/pruritus umum.

h. Pernapasan

Tanda: Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan.

Gejala: Suhu umunya meningkat (37,95oC atau lebih) tetapi mungkin normal, kadang subnormal

(dibawah 36,63oC), menggigil. Luka yang sulit/lama sembuh.

i. Seksualitas

Gejala: Pruritus perianal, baru saja menjalani kelahiran.

j. Integumen

Page 21: snacbit

Tanda: Daerah gigitan bengkak, kemerahan, memar, kulit teraba hangat.

k. Penyuluhan

Gejala: Masalah kesehatan kronis/melemahkan, misal: hati, ginjal, sakit jantung, kanker,

DM, keadaan klien sudah membaik.

2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan sepsis. Maka

rencana keperawatan menurut Marilynn E. Doenges (2000), yaitu:

a. Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin.

Gangguan Jalan napas tidak efektif adalah ketidakmampuan dalam membersihkan sekresi

atau obstruksi dari saluran pernapasan untuk menjaga dari gangguan jalan napas. (Nanda,

2005: 4).

b. Nyeri akut berhubungan dengan luka bakar kimia pada mukosa gaster, rongga oral, respon

fisik, proses infeksi, misalnya gambaran nyeri, berhati-hati dengan abdomen, postur tubuh

kaku, wajah mengkerut, perubahan tanda vital.

Nyeri akut adalah. Keadaan ketika individu mengalami dan melaporkan adanya sensasi

tidak nyaman yang parah, yang berlangsung satu detik sampai kurang dari 6 bulan. (Lynda

Juall Carpenito, 2009: 209).

c. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme, penyakit, dehidrasi,

efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan pada regulasi

temperatur, proses infeksi.

Page 22: snacbit

Hipertermi adalah keadaan ketika individu mengalami atau berisiko mengalami

peningkatan suhu tubuh yang terus menerus lebih tinggi dari 37,8oC secara oral dan 38,8oC

secara rectal yang disebabkan oleh berbagai faktor eksternal. (Lynda Jual Carpenito, 2009:

152).

d. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di rumah sakit/prosedur

isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian atau kecacatan.

Ketakutan/ansietas adalah keadaan dimana seorang individu/kelompok mengalami suatu

perasaan gangguan fisiologis/emosional yang berhubungan dengan suatu sumber yang

dapat diidentifikasi yang dirasakan sebagai bahaya. (Lynda Juall Carpenito, 2009: 134).

e. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan untuk mengatasi

infeksi, jaringan traumatik luka.

Resiko infeksi adalah resiko untuk terinvasi oleh organisme pathogen. (Nanda, 2005: 121).

3. Perencanaan

Berdasarkan diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada klien dengan infeksi gigitan

ular. Maka rencana keperawatan menurut Marilynn E. Doenges (2000).

a. Diagnosa I

Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin.

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:

Page 23: snacbit

Menunjukkan bunyi napas jelas, frekuensi pernapasan dalam rentang normal, bebas

dispnea/sianosis.

Intervensi:

1) Pertahankan jalan napas klien.

Rasional: Meningkatkan ekspansi paru-paru.

2) Pantau frekuensi dan kedalaman pernapasan.

Rasional: Pernapasan cepat/dangkal terjadi karena hipoksemia, stres, dan sirkulasi

endotoksin.

3) Auskultasi bunyi napas.

Rasional: Kesulitan pernapasan dan munculnya bunyi adventisius merupakan indikator dari

kongesti pulmonal/edema interstisial, atelektasis.

4) Sering ubah posisi.

Rasional: Bersihan pulmonal yang baik sangat diperlukan untuk mengurangi

ketidakseimbangan ventelasi/perfusi.

5) Berikan O2 melalui cara yang tepat, misal masker wajah.

Rasional: O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis. Pelembaban menurunkan pengeringan

saluran pernapasan dan menurunkan viskositas sputum.

b. Diagnosa II

Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi.

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:

Page 24: snacbit

Melaporkan nyeri berkurang/terkontrol, menunjukkan ekspresi wajah/postur tubuh tubuh rileks,

berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur/istirahat dengan tepat.

Intervensi:

1) Kaji tanda-tanda vital.

Rasional: Mengetahui keadaan umum klien, untuk menentukan intervensi selanjutnya.

2) Kaji karakteristik nyeri.

Rasional: Dapat menentukan pengobatan nyeri yang pas dan mengetahui penyebab nyeri.

3) Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.

Rasional: Membuat klien merasa nyaman dan tenang.

4) Pertahankan tirah baring selama terjadinya nyeri.

Rasional: Menurunkan spasme otot.

5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik.

Rasional: Memblok lintasan nyeri sehingga berkurang dan untuk membantu penyembuhan

luka.

c. Diagnosa III

Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme, penyakit, dehidrasi,

efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan pada regulasi

temperatur, proses infeksi.

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:

Page 25: snacbit

Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal (36-37,5oC), bebas dari kedinginan.

Intervensi:

1) Pantau suhu klien.

Rasional: Suhu 38,9-41,1oC menunjukkan proses penyakit infeksi akut.

2) Pantau asupan dan haluaran serta berikan minuman yang disukai untuk mempertahankan

keseimbangan antara asupan dan haluaran.

Rasional: Memenuhi kebutuhan cairan klien dan membantu menurunkan suhu tubuh.

3) Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahan linen tempat tidur sesuai indikasi.

Rasional: Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu

mendekati normal.

4) Berikan mandi kompres hangat, hindari penggunaan alkohol.

Rasional: Dapat membantu mengurangi demam, karena alkohol dapat membuat kulit

kering.

5) Berikan selimut pendingin.

Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam.

6) Berikan Antiperitik sesuai program.

Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.

d. Diagnosa IV

Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di rumah sakit/prosedur

isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian atau kecacatan.

Page 26: snacbit

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:

Menyatakan kesadaran perasaan dan menerimanya dengan cara yang sehat, mengatakan

ansietas/ketakutan menurun sampai tingkat dapat ditangani, menunjukkan keterampilan

pemecahan masalah dengan penggunaan sumber yang efektif.

Intervensi:

1) Berikan penjelasan dengan sering dan informasi tentang prosedur perawatan.

Rasional: Pengetahuan apa yang diharapkan menurunkan ketakutan dan ansietas,

memperjelas kesalahan konsep dan meningkatkan kerja sama.

2) Tunjukkan keinginan untuk mendengar dan berbicara pada pasien bila prosedur bebas dari

nyeri.

Rasional: Membantu pasien/orang terdekat untuk mengetahui bahwa dukungan tersedia

dan bahwa pembrian asuhan tertarik pada orang tersebut tidak hanya merawat luka.

3) Kaji status mental, termasuk suasana hati/afek.

Rasional: Pada awal, pasien dapat menggunakan penyangkalan dan represi untuk

menurunkan dan menyaring informasi keseluruhan. Beberapa pasien menunjukkan tenang

dan status mental waspada, menunjukkan disosiasi kenyataan, yang juga merupakan

mekanisme perlindungan.

4) Dorong pasien untuk bicara tentang luka setiap hari.

Rasional: Pasien perlu membicarakan apa yang terjadi terus menerus untuk membuat

beberapa rasa terhadap situasi apa yang menakutkan.

5) Jelaskan pada pasien apa yang terjadi. Berikan kesempatan untuk bertanya dan berikan

jawaban terbuka/jujur.

Page 27: snacbit

Rasional: Pernyataan kompensasi menunjukkan realitas situasi yang dapat membantu

pasien/orang terdekat menerima realitas dan mulai menerima apa yang terjadi.

e. Diagnosa V

Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan untuk mengatasi

infeksi, jaringan traumatik luka.

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:

Mencapai penyembuhan luka tepat waktu bebas eksudat purulen dan tidak demam.

Intervensi:

1) Kaji tanda-tanda infeksi.

Rasional: Sebagai diteksi dini terjadinya infeksi.

2) Lakukan tindakan keperawatan secara aseptik dan anti septik.

Rasional: Mencegah kontaminasi silang dan mencegah terpajan pada organisme infeksius.

3) Ingatkan klien untuk tidak memegang luka dan membasahi daerah luka.

Rasional: Mencegah kontaminasi luka.

4) Ajarkan cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien.

Rasional: Mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.

5) Periksa luka setiap hari, perhatikan/catat perubahan penampilan, bau luka.

Rasional: Mengidentifikasi adanya penyembuhan (granulasi jaringan) dan memberikan

deteksi dini infeksi luka.

Page 28: snacbit

6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik.

Rasional: Untuk menghindari pemajanan kuman.

4. Implementasi

Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam

rencana tindakan keperawatan yang mencakup tindakan tindakan independen (mandiri)

dan kolaborasi. Akan tetapi implementasi keperawatan disesuaikan dengan situasi dan

kondisi pasien. Tindakan mandiri adalah aktivitas perawatan yang didasarkan pada

kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari

petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil

keputusan bersama seperti dokter dan petugas kesehatan lain. (Tarwoto Wartonah, 2004:

6).

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara

melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.

Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya, dicari jalan

keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah perlu dilakukan perubahan

intervensi. (Tarwoto Wartonah, 2004: 7).

Page 29: snacbit

Askep pada Pasien dengan Gigitan Ular (Snake Bite) Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Racun binatang adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia. Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ, beberapa mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan racun yang bersangkutan. Komposisi racun tergantung dari bagaimana binatang menggunakan toksinnya. Racun mulut bersifat ofensif yang bertujuan melumpuhkan mangsanya, sering kali mengandung faktor letal. Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan mengusir predator, racun bersifat kurang toksik dan merusak lebih sedikit jaringan Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik. Askep Snake Bite Askep pada Pasien dengan Gigitan Ular (Snake Bite) Etiologi Snake Bite Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap dilokasi pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam. Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam : a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic) Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma lecethine (dinding sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain. b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic) Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limfe. c. Bisa ular yang bersifat Myotoksin Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan maemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot. d. Bisa ular yang bersifat kardiotoksin Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung. e. Bisa ular yang bersifat cytotoksin Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat terganggunya kardiovaskuler. f. Bisa ular yang bersifat cytolitik Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada tempat gigitan. g. Enzim-enzim Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa. Patofisiologi Bisa ular yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya toksin. Toksik tersebut menyebar melalui peredaran darah yang dapat mengganggu berbagai system. Seperti, sistem neurogist, sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan. Pada gangguan sistem neurologis, toksik tersebut dapat mengenai saraf yang berhubungan dengan sistem pernapasan yang dapat mengakibatkan oedem pada saluran pernapasan, sehingga menimbulkan kesulitan untuk bernapas. Pada sistem kardiovaskuler, toksik mengganggu kerja pembuluh darah yang dapat mengakibatkan hipotensi. Sedangkan pada sistem pernapasan dapat mengakibatkan syok hipovolemik dan terjadi koagulopati hebat yang dapat mengakibatkan gagal napas. Pathway - Sukar bernapas - Bisa ular masuk ke dalam tubuh - Daya toksik menyebar melalui peredaran darah - Gangguan system - Neuroligist - Gangguan system - Kardiovaskuler - Gangguan system - Pernapasan -

Page 30: snacbit

Oedema pada saluran pernapasan - Toksik masuk pembuluh darah - Koagulopati hebat - Hipotensi - Gagal napas - Mengenai saraf yang berhubungan dengan sistem pernapasan - Syok hipovolemik Manifestasi Klinis Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan ular. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit kegelapan karena darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit). Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular berbisa, yaitu terjadi oedem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan 5P: pain (nyeri), pallor (muka pucat), paresthesia (mati rasa), paralysis (kelumpuhan otot), pulselesness (denyutan). Tanda dan gejala khusus pada gigitan family ular : a. Gigitan Elapidae Misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang, ular cabai, coral snakes, mambas, kraits), cirinya: 1) Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut, kaku pada kelopak mata, bengkak di sekitar mulut. 2) Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak. 3) 15 menit setelah digigit ular muncul gejala sistemik. 10 jam muncul paralisis urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar bicara, susah menelan, otot lemas, kelopak mata menurun, sakit kepala, kulit dingin, muntah, pandangan kabur, mati rasa di sekitar mulut dan kematian dapat terjadi dalam 24 jam. b. Gigitan Viperidae/Crotalidae Misal pada ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya: 1) Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa bengkak di dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan. 2) Gejala sistemik muncul setelah 50 menit atau setelah beberapa jam. 3) Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut dalam waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat. c. Gigitan Hydropiidae Misalnya, ular laut, cirinya: 1) Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah. 2) Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri menyeluruh, dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis otot, mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna coklat gelap (ini penting untuk diagnosis), ginjal rusak, henti jantung. d. Gigitan Crotalidae Misalnya ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya: 1) Gejala lokal ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis, nyeri di daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian polivalen crotalidae antivenin. 2) Anemia, hipotensi, trombositopeni. Tanda dan gejala lain gigitan ular berbisa dapat dibagi ke dalam beberapa kategori: a. Efek lokal, digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra menimbulkan rasa sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat membengkak hebat dan dapat berdarah dan melepuh. Beberapa bisa ular kobra juga dapat mematikan jaringan sekitar sisi gigitan luka. b. Perdarahan, gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia dapat menyebabkan perdarahan organ internal, seperti otak atau organ-organ abdomen. Korban dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah spontan dari mulut atau luka yang lama. Perdarahan yang tak terkontrol dapat menyebabkan syok atau bahkan kematian. c. Efek sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung pada sistem saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama secara cepat menghentikan otot-otot pernafasan, berakibat kematian sebelum mendapat perawatan. Awalnya, korban dapat menderita masalah visual, kesulitan bicara dan bernafas, dan kesemutan. d. Kematian otot, bisa dari russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan beberapa elapid Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian otot di beberapa area tubuh. Debris dari sel otot yang mati dapat menyumbat ginjal, yang mencoba menyaring protein. Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal. e. Mata, semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai mata korban, menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan sementara pada mata. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, hitung sel darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis, penentuan kadar gula darah, BUN dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan dan waktu retraksi bekuan. Penatalaksanaan a. Prinsip penanganan pada korban gigitan ular: 1) Menghalangi

Page 31: snacbit

penyerapan dan penyebaran bisa ular. 2) Menetralkan bisa. 3) Mengobati komplikasi. b. Pertolongan pertama : Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah pergi segera cari pertolongan medis jangan tinggalkan korban. Selanjutnya lakukan prinsip RIGT, yaitu: R: Reassure: Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan korban, kepanikan akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun akan lebih cepat menyebar ke tubuh. Terkadang pasien pingsan/panik karena kaget. I: Immobilisation: Jangan menggerakan korban, perintahkan korban untuk tidak berjalan atau lari. Jika dalam waktu 30 menit pertolongan medis tidak datang, lakukan tehnik balut tekan (pressure-immoblisation) pada daerah sekitar gigitan (tangan atau kaki) lihat prosedur pressure immobilization (balut tekan). G: Get: Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin. T: Tell the Doctor: Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul ada korban. c. Prosedur Pressure Immobilization (balut tekan): 1) Balut tekan pada kaki: a) Istirahatkan (immobilisasikan) Korban. b) Keringkan sekitar luka gigitan. c) Gunakan pembalut elastis. d) Jaga luka lebih rendah dari jantung. e) Sesegera mungkin, lakukan pembalutan dari bawah pangkal jari kaki naik ke atas. f) Biarkan jari kaki jangan dibalut. g) Jangan melepas celana atau baju korban. h) Balut dengan cara melingkar cukup kencang namun jangan sampai menghambat aliran darah (dapat dilihat dengan warna jari kaki yang tetap pink). i) Beri papan/pengalas keras sepanjang kaki. 2) Balut tekan pada tangan: a) Balut dari telapak tangan naik keatas. ( jari tangan tidak dibalut). b) Balut siku & lengan dengan posisi ditekuk 90 derajat. c) Lanjutkan balutan ke lengan sampai pangkal lengan. d) Pasang papan sebagai fiksasi. e) Gunakan mitela untuk menggendong tangan. (Foruniverse, Nursing. 2010. Pertolongan Pertama Pada Gigitan Ular, (Online), http://nursing foruniverse. blogspot. Com/2010/01/pertolongan-pertama-pada-gigitan-ular_18.html, diakses 17 Juli 2011). d. Penatalaksanaan selanjutnya 1) &rgin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 78.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify; text-indent: -35.45pt;”> 5) ABU 2 flacon dalam NaCl diberikan per drip dalam waktu 30 – 40 menit. 6) Heparin 20.000 unit per 24 jam. 7) Monitor diathese hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak membaik, tambah 2 flacon ABU lagi. ABU maksimal diberikan 300 cc (1 flacon = 10 cc). 8) Bila ada tanda-tanda laryngospasme, bronchospasme, urtikaria atau hipotensi berikan adrenalin 0,5 mg IM, hidrokortisone 100 mg IV. 9) Kalau perlu dilakukan hemodialise. 10) Bila diathese hemorhagi membaik, transfusi komponen. 11) Observasi pasien minimal 1 x 24 jam Catatan: Jika terjadi syok anafilaktik karena ABU, ABU harus dimasukkan secara cepat sambil diberi adrenalin. e. Pemberian ABU Konsep Asuhan Keperawatan Pengkajian Pengkajian keperawatan Marilynn E. Doenges (2000: 871-873), dasar data pengkajian pasien, yaitu: a. Aktivitas dan Istirahat Gejala: Malaise. b. Sirkulasi Tanda: Tekanan darah normal/sedikit di bawah jangkauan normal (selama hasil curah jantung tetap meningkat). Denyut perifer kuat, cepat, (perifer hiperdinamik), lemah/lembut/mudah hilang, takikardi, ekstrem (syok). c. Integritas Ego Gejala: Perubahan status kesehatan. Tanda: Reaksi emosi yang kuat, ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri. d. Eliminasi Gejala: Diare. e. Makanan/cairan Gejala: Anoreksia, mual/muntah. Tanda: Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/massa otot (malnutrisi). f. Neorosensori Gejala: Sakit kepala, pusing, pingsan. Tanda: Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium/koma. g. Nyeri/Kenyamanan Gejala: Kejang abdominal, lokalisasi rasa nyeri, urtikaria/pruritus umum. h. Pernapasan Tanda: Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan. Gejala: Suhu umunya meningkat (37,95oC atau lebih) tetapi mungkin normal, kadang subnormal (dibawah 36,63oC), menggigil. Luka yang sulit/lama sembuh. i. Seksualitas Gejala: Pruritus perianal, baru saja menjalani kelahiran. j. Integumen Diagnosa Keperawatan - Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin. - Gangguan Jalan napas tidak efektif adalah ketidakmampuan dalam membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernapasan untuk menjaga dari gangguan jalan napas. - Nyeri akut berhubungan dengan luka bakar kimia pada mukosa gaster, rongga

Page 32: snacbit

oral, respon fisik, proses infeksi, misalnya gambaran nyeri, berhati-hati dengan abdomen, postur tubuh kaku, wajah mengkerut, perubahan tanda vital. - Nyeri akut adalah. Keadaan ketika individu mengalami dan melaporkan adanya sensasi tidak nyaman yang parah, yang berlangsung satu detik sampai kurang dari 6 bulan. - Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme, penyakit, dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan pada regulasi temperatur, proses infeksi. - Hipertermi adalah keadaan ketika individu mengalami atau berisiko mengalami peningkatan suhu tubuh yang terus menerus lebih tinggi dari 37,8oC secara oral dan 38,8oC secara rectal yang disebabkan oleh berbagai faktor eksternal. - Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di rumah sakit/prosedur isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian atau kecacatan. - Ketakutan/ansietas adalah keadaan dimana seorang individu/kelompok mengalami suatu perasaan gangguan fisiologis/emosional yang berhubungan dengan suatu sumber yang dapat diidentifikasi yang dirasakan sebagai bahaya. - Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan untuk mengatasi infeksi, jaringan traumatik luka. - Resiko infeksi adalah resiko untuk terinvasi oleh organisme pathogen. Perencanaan Diagnosa I : Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin. Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan: Menunjukkan bunyi napas jelas, frekuensi pernapasan dalam rentang normal, bebas dispnea/sianosis. Intervensi: 1) Pertahankan jalan napas klien. Rasional: Meningkatkan ekspansi paru-paru. 2) Pantau frekuensi dan kedalaman pernapasan. Rasional: Pernapasan cepat/dangkal terjadi karena hipoksemia, stres, dan sirkulasi endotoksin. 3) Auskultasi bunyi napas. Rasional: Kesulitan pernapasan dan munculnya bunyi adventisius merupakan indikator dari kongesti pulmonal/edema interstisial, atelektasis. 4) Sering ubah posisi. Rasional: Bersihan pulmonal yang baik sangat diperlukan untuk mengurangi ketidakseimbangan ventelasi/perfusi. 5) Berikan O2 melalui cara yang tepat, misal masker wajah. Rasional: O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis. Pelembaban menurunkan pengeringan saluran pernapasan dan menurunkan viskositas sputum. Diagnosa II : Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi. Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan: Melaporkan nyeri berkurang/terkontrol, menunjukkan ekspresi wajah/postur tubuh tubuh rileks, berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur/istirahat dengan tepat. Intervensi: 1) Kaji tanda-tanda vital. Rasional: Mengetahui keadaan umum klien, untuk menentukan intervensi selanjutnya. 2) Kaji karakteristik nyeri. Rasional: Dapat menentukan pengobatan nyeri yang pas dan mengetahui penyebab nyeri. 3) Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi. Rasional: Membuat klien merasa nyaman dan tenang. 4) Pertahankan tirah baring selama terjadinya nyeri. Rasional: Menurunkan spasme otot. 5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik. Rasional: Memblok lintasan nyeri sehingga berkurang dan untuk membantu penyembuhan luka. Diagnosa III : Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme, penyakit, dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan pada regulasi temperatur, proses infeksi. Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan: Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal (36-37,5oC), bebas dari kedinginan. Intervensi: 1) Pantau suhu klien. Rasional: Suhu 38,9-41,1oC menunjukkan proses penyakit infeksi akut. 2) Pantau asupan dan haluaran serta berikan minuman yang disukai untuk mempertahankan keseimbangan antara asupan dan haluaran. Rasional: Memenuhi kebutuhan cairan klien dan membantu menurunkan suhu tubuh. 3) Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahan linen tempat tidur sesuai indikasi. Rasional: Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal. 4) Berikan mandi kompres hangat, hindari penggunaan alkohol. Rasional: Dapat membantu mengurangi demam, karena alkohol dapat membuat kulit kering. 5) Berikan selimut pendingin. Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam. 6) Berikan Antiperitik sesuai program. Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus. Diagnosa IV : Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan

Page 33: snacbit

di rumah sakit/prosedur isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian atau kecacatan. Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan: Menyatakan kesadaran perasaan dan menerimanya dengan cara yang sehat, mengatakan ansietas/ketakutan menurun sampai tingkat dapat ditangani, menunjukkan keterampilan pemecahan masalah dengan penggunaan sumber yang efektif. Intervensi: 1) Berikan penjelasan dengan sering dan informasi tentang prosedur perawatan. Rasional: Pengetahuan apa yang diharapkan menurunkan ketakutan dan ansietas, memperjelas kesalahan konsep dan meningkatkan kerja sama. 2) Tunjukkan keinginan untuk mendengar dan berbicara pada pasien bila prosedur bebas dari nyeri. Rasional: Membantu pasien/orang terdekat untuk mengetahui bahwa dukungan tersedia dan bahwa pembrian asuhan tertarik pada orang tersebut tidak hanya merawat luka. 3) Kaji status mental, termasuk suasana hati/afek. Rasional: Pada awal, pasien dapat menggunakan penyangkalan dan represi untuk menurunkan dan menyaring informasi keseluruhan. Beberapa pasien menunjukkan tenang dan status mental waspada, menunjukkan disosiasi kenyataan, yang juga merupakan mekanisme perlindungan. 4) Dorong pasien untuk bicara tentang luka setiap hari. Rasional: Pasien perlu membicarakan apa yang terjadi terus menerus untuk membuat beberapa rasa terhadap situasi apa yang menakutkan. 5) Jelaskan pada pasien apa yang terjadi. Berikan kesempatan untuk bertanya dan berikan jawaban terbuka/jujur. Rasional: Pernyataan kompensasi menunjukkan realitas situasi yang dapat membantu pasien/orang terdekat menerima realitas dan mulai menerima apa yang terjadi. Diagnosa V : Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan untuk mengatasi infeksi, jaringan traumatik luka. Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan: Mencapai penyembuhan luka tepat waktu bebas eksudat purulen dan tidak demam. Intervensi: 1) Kaji tanda-tanda infeksi. Rasional: Sebagai diteksi dini terjadinya infeksi. 2) Lakukan tindakan keperawatan secara aseptik dan anti septik. Rasional: Mencegah kontaminasi silang dan mencegah terpajan pada organisme infeksius. 3) Ingatkan klien untuk tidak memegang luka dan membasahi daerah luka. Rasional: Mencegah kontaminasi luka. 4) Ajarkan cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien. Rasional: Mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi. 5) Periksa luka setiap hari, perhatikan/catat perubahan penampilan, bau luka. Rasional: Mengidentifikasi adanya penyembuhan (granulasi jaringan) dan memberikan deteksi dini infeksi luka. 6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik. Rasional: Untuk menghindari pemajanan kuman. Implementasi Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan yang mencakup tindakan tindakan independen (mandiri) dan kolaborasi. Akan tetapi implementasi keperawatan disesuaikan dengan situasi dan kondisi pasien. Tindakan mandiri adalah aktivitas perawatan yang didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil keputusan bersama seperti dokter dan petugas kesehatan lain. (Tarwoto Wartonah, 2004: 6). Evaluasi Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya, dicari jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah perlu dilakukan perubahan intervensi. DAFTAR PUSTAKA Hugh A. F. Dudley (Ed), Hamilto Bailey, Ilmu Bedah, Edisi XI, Gajah Mada University Press, 1992 Diane C. Baugman, Joann C. Hackley, Medical Surgical Nursing, Lippincott, 1996 Donna D. Ignatavicius, at al., Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach, 2nd Edition, WB. Saunders Company, Philadelphia, 1991. Susan Martin Tucker, at al., Standar Perawatan Pasien : Proses keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi, Edisi V, Volume 2, EGC, Jakarta, 1998. Joice M. Black, Esther Matassarin Jacobs, Medical Surgical Nursing : Clinical Management for Contuinity of Care, 5th Edition, WB. Saunders Company, Philadelphia, 1997. Soeparman, Sarwono Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI,

Page 34: snacbit

Jakarta, 1990 Diane C. Baugman, Joann C. Hackley, Medical Surgical Nursing, Lippincott, 1996 Donna D. Ignatavicius, at al., Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach, 2nd Edition, WB. Saunders Company, Philadelphia, 1991. Susan Martin Tucker, at al., Standar Perawatan Pasien : Proses keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi, Edisi V, Volume 2, EGC, Jakarta, 1998. Joice M. Black, Esther Matassarin Jacobs, Medical Surgical Nursing : Clinical Management for Contuinity of Care, 5th Edition, WB. Saunders Company, Philadelphia, 1997. Soeparman, Sarwono Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1990 Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ