skripsi.pdf
-
Upload
farah-sonya-anastasya -
Category
Documents
-
view
249 -
download
3
Transcript of skripsi.pdf
-
HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN
ISPA PADA BAYI USIA 6-12 BULAN DI WILAYAH PUSKESMAS
JAGAKARSA TAHUN 2013
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi Strata Satu (S1) pada
Jurusan Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta
oleh :
Nama : Farah Sonya Anastasya
NPM : 2010730036
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2013
i
-
HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BAYI
USIA 6-12 BULAN DI PUSKESMAS JAGAKARSA TAHUN 2013. Farah Sonya Anastasya Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Dan Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Jakarta
ABSTRAK
Latar belakang. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) sejak dini terutama ASI eksklusif yang mempunyai berbagai manfaat yaitu akan memelihara pertumbuhan dan perkembangan otak bayi, sistem kekebalan tubuh, pencegahan penyakit diare dan infeksi saluran nafas. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat Hubungan Pemberian Asi Ekslusif Dengan Kejadian ISPA Pada Bayi Usia 6-12 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Jagakarsa Tahun 2013. Metodologi Peneltian. Penelitian yang dilakukan bersifat kuantitatif dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian berjumlah 94 responden. Pengumpulan data dengan menggunakan data primer yang diambil dari kuisioner kepada ibu sebagai responden dan data sekunder dari puskesmas Jagakarsa. Analisis data menggunakan uji chi square dengan tingkat kemaknaan ()=0,05. Hasil. Berdasarkan hasil uji hipotesis, didapatkan nilai P=0,006 (P
-
EXCLUSIVE BREASTFEEDING RELATIONSHIP WITH THE INCIDENCE OF ACUTE
RESPIRATORY INFECTION (ARI) IN INFANTS AGED 6-12 MONTHS IN THE JAGAKARSA CLINIC ON 2013
Farah Sonya Anastasya Student Of Medical Programe, Faculty Of Medicine And Health, Universitas Muhammadiyah Jakarta. Medical Programe, Faculty Of Medicine And Health, Universitas Muhammadiyah Jakarta
ABSTRACT
Backgound. Breastfeeding (breast milk) from an early age, especially exclusive breastfeeding has many benefits that will nurture the growth of baby's brain, immune system, prevention of diarrheal disease and respiratory tract infections. Aim. This study aims to determine is there any relationship between Exclusive breastfeeding with the incidence of acute respiratory infection (ARI) in infants aged 6-12 months in the Jakarsa clinic on 2013. Research methodology. Quantitative research conducted using cross-sectional approach. Sample was 94 respondents. Data collection using primary data taken from questionnaires to mothers as respondents and secondary data from Jagakarsa clinic. Data analysis using the chi square test with significance level () = 0.05. Result. Based on hipotesis test, it showed P=0,006 (P
-
LEMBAR PERSETUJUAN
Disetujui untuk diajukan Sidang Skripsi pada prodi dokter, Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Pada hari :
Tanggal :
Pembimbing utama
dr. Andri Setiawan MKM
iv
-
HALAMAN PENGESAHAN
PERSETUJUAN DEWAN PENGUJI
HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BAYI
USIA 6-12 BULAN DI PUSKESMAS JAGAKARSA TAHUN 2013
Telah disusun dan dipersiapkan oleh
Farah Sonya Anastasya
TELAH DIUJI DAN DIPERTAHANKAN DIHADAPAN DEWAN PENGUJI
TANGGAL
Susunan dewan penguji
Pendamping utama Penguji/Pembanding
(.) ()
Telah diterima sebagai salah satu persyaratan kelulusan pendidikan tahap sarjana
()
Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta
v
-
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrohim
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya atas
rahmat dan karunia-Nya akhirnya penelitian ini dapat terwujud walaupun begitu banyak
cobaan dan hambatan yang penulis hadapi. Shalawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia menuju jalan lurus dan
diridhoi Allah SWT.
Alhamdulillah penulis akhirnya dapat menyelesaikan Laporan Penelitian ini yang
berjudul Hubungan Pemberian Asi Ekslusif Dengan Kejadian ISPA Pada Bayi Usia 6-12
Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Jagakarsa Tahun 2013, sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa selama proses penulisan laporan penelitian ini banyak
menemui hambatan baik yang datang dari faktor luar penulis maupun dari dalam diri penulis.
Mengatasi hambatan-hambatan tersebut, penulis banyak mendapat dukungan, pengarahan,
petunjuk dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Dr. dr. Toha Muhaimin, M.Sc selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta.
vi
-
2. dr. Andri Setiawan MKM sebagai dosen pembimbing saya, yang telah banyak
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan arahan, bimbingan, dan
nasihat kepada penulis selama penelitian dan penyusunan laporan ini.
3. Ibu Tria Astika ep, SKM MKM sebagai pembimbing metodologi penelitian saya, yang
telah memberikan arahan kepada penulis.
4. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada keluarga besar penulis, terutama orang
tua penulis H.Sonny Egie Husein dan Meity Fariany yang telah memberikan dukungan
baik moril maupun materil serta kasih sayang dan doa yang tiada batas.
5. Untuk kakak dan tante tercinta dr. Frans kausario muslihan dan dr. Mima sp.A yang
telah memberikan motivasi serta pengertian selama penulis melakukan penelitian ini.
6. Serta sahabat dan teman-teman beserta seluruh staf pengajar dari Program Studi
Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Jakarta.
Terima kasih sebesar besarnya kepada semua pihak yang sudah terlibat dalam
penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu, semoga segala amal
kebaikan selalu diterima dan dibalas oleh Allah SWT. Besar harapan penulis agar skripsi ini
dapat berguna bagi pihak yang memerlukan meskipun masih banyak kekurangan, untuk itu
pada kesempatan ini penulis mohon kritik dan saran yang bersifat membangun demi
perbaikan di masa mendatang.
Jakarta, Desember 2013
Penulis
vii
-
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................. Error! Bookmark not defined.
ABSTRAK .............................................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. v
KATA PENGANTAR ............................................................................................ vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR BAGAN .............................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xiv
BAB I Pendahuluan ............................................... Error! Bookmark not defined.
1.1. Latar Belakang ......................................... Error! Bookmark not defined.
1.2. Perumusan Masalah ................................................................................... 6
1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6
1.4. Ruang Lingkup .......................................................................................... 7
1.5. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 7
BAB II Tinjauan Pustaka, Kerangka Konsep, dan Hipotesis .................................. 8
A. Tinjauan Pustaka ............................................................................................. 8
2.1. ISPA ........................................................................................................... 8
viii
-
2.1.1 Definisi ISPA ............................................................................................. 9
2.1.2. Klasifikasi ISPA ........................................................................................ 9
2.1.3 Anatomi Saluran Pernafasan .................................................................... 11
2.1.4. Fisiologi Sistem Pernafasan ..................................................................... 12
2.1.5 Mekanisme Pertahanan Sistem Pernafasan ............................................. 13
2.1.6 Insidens dan Prevalensi ISPA ................................................................... 13
2.1.7 Penyakit- penyakit ISPA .......................................................................... 14
2.1.8 Infectious Agent ....................................................................................... 18
2.1.9 Cara Penularan Penyakit ISPA ................................................................. 18
2.1.10 Tanda dan Gejala ISPA ........................................................................... 18
2.2. Faktor Risiko ISPA .................................................................................... 20
2.2.1 Usia ............................................................................... 20
2.2.2 Jenis Kelamin ........................................................................................... 20
2.2.3 Status Gizi ................................................................................................. 20
2.2.4 Pemberian Air Susu IBU (ASI) ............................................................... 21
2.2.5 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) .......................................................... 21
2.2.6 Imunisasi .................................................................................................. 21
2.2.7 Pendidikan Orang Tua ............................................................................. 22
2.2.8 Status Sosial Ekonomi ............................................................................. 22
2.2.9 Penggunaan Fasilitas Kesehatan .............................................................. 22
2.2.10 Lingkungan ............................................................................................. 23
ix
-
2.3 Pencegahan Penyakit ISPA ............................................. 24
2.4 Air Susu Ibu ................................................................................................. 26
2.4.1 Pengertian Air Susu Ibu ........................................................................... 26
2.4.2 ASI Eksklusif ............................................................................................ 27
2.4.3 Macam-macam ASI ................................................................................. 29
2.4.4 Kandungan ASI ....................................................................................... 31
2.4.5 Manfaat ASI ................................................................ 34
2.4.6 Produksi ASI ............................................................... 34
B. Kerangka Konsep .......................................................................................... 37
C. Hipotesis ........................................................................................................ 37
BAB III Metodologi Penelitian .............................................................................. 38
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................... 39
3.2. Rancangan penelitian .................................................................................. 38
3.3. Variabel dan Definisi Operasional .............................................................. 38
3.4. Populasi dan Sampel .................................................................................. 40
3.5. Pengukuran dan pengamatan variabel penelitian ........................................ 42
3.6. Pengumpulan Data ..................................................................................... 42
3.7. Analisa Data ................................................................................................ 42
BAB IV Hasil Penelitian ........................................................................................ 44
4.1. Analisis Univariat ...................................................................................... 44
4.2. Analisis Bivariat.......................................................................................... 46
x
-
BAB V Pembahasan ............................................................................................. 48
5.1. Penafsiran dan pembahasan temuan hasil penelitian ................................. 48
5.2. Keterbatasan Penelitian ............................................................................... 51
BAB VI Kesimpulan dan Saran ............................................................................. 53
6.1. Kesimpulan ................................................................................................ 53
6.2. Saran-saran .................................................................................................. 53
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 55
Lampiran ................................................................................................................ 59
xi
-
DAFTAR GAMBAR
Gambar a 2.1.3 anatomi respiratorius pada anak(maidelwita,2006).11
Gambar b 2.13 anatomi saluran pernafasan atas dan bawah(ricky,2002) ................12
xii
-
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.32. Skema Definisi Menyusui (Labbok dan Krasovec, 1990 dalam Lawrence, 1994)
..................................................................................................................................................28
xiii
-
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional .............................................................................................39
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Bayi Dengan Kejadian Ispa Di Wilayah
Puskesmas Jagakarsa Tahun 2013 .......................................................................................44
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Bayi Di Wilayah Puskesmas
Jagakarsa Tahun 2013 ..........................................................................................................45
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Asi Di Wilayah Puskesmas Jagakarsa
Tahun 2013 ..........................................................................................................................45
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Ispa Di Wilayah Puskesmas
Jagakarsa Tahun 2013 ..........................................................................................................46
Tabel 4.5 Distribusi Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Dengan Kejadian Ispa Pada Bayi
Usia 6-12 Bulan Di Wilayah Puskesmas Jagakarsa Tahun 2013 .......................................46
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Salah satu program MDGs yaitu menurunkan angka kematian bayi dan anak, pada
tahun 2008 angka kematian bayi atau Infant Mortality Rate (IMR) di Indonesia yaitu
31,04/1000 kelahiran hidup. Diharapkan tahun 2015 Indonesia harus mampu menurunkan
angka kematian bayi hingga 17/1000 kelahiran hidup, target yang masih sangat jauh untuk
kurun waktu yang cukup singkat. Salah satu indikator untuk mencapai Indonesia sehat 2025
adalah menurunkan angka kematian bayi (AKB) dari 32,3/1000 kelahiran hidup pada tahun
2005 menjadi 15,5/1000 kelahiran hidup pada tahun 2025 (DepKes RI,2009).
ISPA masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama. Hal ini
disebabkan masih tingginya angka kematian karena ISPA, terutama pada bayi dan anak
balita. Menurut WHO (2003), ISPA merupakan 10 penyakit utama dan salah satu penyebab
kematian tersering pada anak di negara yang sedang berkembang. Infeksi saluran pernafasan
akut ini menyebabkan 4 dari 15 juta perkiraan kematian pada anak berusia di bawah 5 tahun
setiap tahunnya dan sebanyak dua pertiga dari kematian tersebut terjadi pada bayi. Proporsi
kematian bayi dan balita karena ISPA di dunia sebesar 19% sampai 26%.
Di Indonesia, kasus ISPA menempati urutan pertama dalam jumlah pasien rawat
terbanyak. Hal ini menunjukan angka kesakitan akibat ispa masih tinggi. Angka kematian
balita akibat pneumonia juga masih tinggi, yaitu lebih kurang 5 per 1000 balita. Pemerintah
telah merencanakan untuk menurunkannya hingga 3 per 1000 balita pada tahun 2010. Akan
-
2
tetapi, keberhasilannya bergantung pada banyaknya faktor risiko, terutama yang berhubungan
dengan strategi baku penatalaksanaan kasus, imunisasi dan modifikasi faktor risiko.
Angka kematian bayi yang cukup tinggi di dunia dapat dihindari salah satunya dengan
pemberian ASI. Pemberian ASI semaksimal mungkin merupakan kegiatan yang berperan
penting dalam pemeliharaan anak dan persiapan generasi penerus dimasa depan (DepKes RI,
2009).
ASI adalah makanan terbaik bagi bayi karena mengandung zat gizi paling sesuai
untuk pertumbuhan dan perkembangan, komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang
ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi, sehingga
penggunanya perlu dilindungi dan ditingkatkan. ASI juga mengandung zat kekebalan tubuh
yang sangat berguna bagi kesehatan bayi dan kehidupan berikutnya. Bahkan, organisasi
kesehatan sedunia (WHO) menyatakan bahwa masalah ASI dianggap sebagai suatu Hak
Asasi. ASI saja cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6 bulan. Tidak ada makanan
lain yang dibutuhkan selama masa ini. Keadaan seperti ini disebut disusui secara penuh
(memberikan ASI Eksklusif).
Kebutuhan bayi akan zat gizi jika dibandingkan dengan orang dewasa dapat dikatakan
sangat kecil. Namun jika diukur berdasarkan persentase berat badan, kebutuhan bayi akan zat
gizi melampaui kebutuhan orang dewasa, hampir dua kali lipat. Makanan pertama dan utama
bayi adalah ASI. ASI cocok sekali untuk memenuhi kebutuhan bayi dalam segala hal, yakni
karbohidrat yang berupa laktosa, asam lemak tak jenuh ganda, protein laktalbumin yang
mudah dicerna, kandungan vitamin dan mineralnya banyak, rasio kalsium-fosfat sebesar 2:1
yang merupakan kondisi ideal bagi penyerapan kalsium, dan mengandung zat anti infeksi
(Arisman, 2004).
-
3
Bayi yang mendapat ASI eksklusif ternyata akan lebih sehat dan jarang sakit
dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif. Bayi yang sehat tentu akan
lebih berkembang kepandainya dibandingkan dengan bayi yang sering minum susu formula,
terutama bila sakitnya berat. Manfaat lain pemberian ASI eksklusif bagi bayi meningkatkan
daya tahan tubuh kerena mengandung berbagai zat anti kekebalan bayi terutama selama
minggu pertama (4-6 hari) pada kolostrum sehingga akan lebih jarang sakit. ASI juga akan
mengurangi terjadinya diare, sakit telinga dan infeksi saluran pernafasan (Roesli, 2010 ). Hal
tersebut sependapat dengan Nur Elly (2011), penelitian menunjukan bahwa ASI memberikan
kekebalan maksimal dan paling baik tidak hanya tahun-tahun awal kehidupan seorang. ASI
juga memiliki banyak manfaat yang dapat menunjang kesehatan bayi. Manfaat tersebut antara
lain terbukti bahwa pemberian ASI menurunkan resiko berbagai penyakit salah satunya
adalah ISPA.
Sistem imunitas adalah semua mekanisme yang digunakan tubuh untuk
mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat
ditimbulkan berbagai bahan di lingkungan sekitar (Prasetyono, 2009). Peningkatan sistem
imunitas pada bayi biasanya dilihat dari frekuensi bayi yang mengalami sakit. Pada bayi yang
sering mengalami sakit dapat diketahui pada saat bayi lahir sampai 6 bulan apakah diberikan
ASI atau tidak, karena di dalam ASI terdapat kolostrum. Kolostrum merupakan cairan emas,
cairan pelindung yang kaya zat antiinfeksi dan berprotein tinggi yang dikeluarkan pada hari
pertama dan kedua setelah melahirkan. Kolostrum lebih banyak mengandung protein dan zat
antiinfeksi 10-17 kali lebih banyak dibanding ASI matang (mature). Cairan emas yang encer
dan berwarna kuning atau jernih yang lebih menyerupai darah dari pada susu, sebab
mengandung sel hidup yang menyerupai sel darah putih yang dapat membunuh kuman
penyakit (Roesli, 2005).
-
4
Menurut penelitian Horta et al (2007) menunjukkan bahwa semakin lama anak
mendapatkan ASI, maka semakin kuat sistim imun tubuhnya. Hal ini dikarenakan ASI
mengandung berbagai jenis antibodi yang melindungi si kecil dari serangan kuman penyebab
infeksi. Antibodi tersebut mulai dari Immunoglobulin A (IgA), IgG, IgM, IgD dan IgE.
Antibodi dalam ASI inilah yang hingga saat ini tidak pernah terdapat dalam susu formula
jenis apapun. Atas dasar inilah maka badan kesehatan dunia WHO (World Health
Organization) menyarankan agar diatas usia 6 bulan, ASI terus diberikan berdampingan
dengan MPASI (Makanan Pendamping ASI) hingga berusia 2 tahun atau lebih (Bernardo
L.Horta (2007) dalam Lely (2007).
Rekomendasi pemberian ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan tampaknya masih
sulit untuk dilaksanakan maka pemerintah Indonesia telah menggalakan program pemberian
ASI Eksklusif sejak tahun 1990 yang dikenal dengan Gerakan Nasional Peningkatan
Pemberian Air Susu Ibu (PP-ASI). Sehubungan dengan itu telah ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Kesehatan No.450/MENKES/IV/2004 tentang Pemberian ASI secara
eksklusif pada bayi Indonesia.
Cakupan ASI Eksklusif yang ditargetkan dalam Program Pembangunan Nasional Dan
Strategi Nasional Adalah 80%. Sesuai dengan Program Millennium Development Goals
(MDGS) membantu mengurangi kemiskinan, kelaparan, angka kematian bayi.
Survei yang dilaksanakan pada tahun 2002 oleh Nutrition and Health Surveillance
System (NSS) bekerjasama dengan Balitbangkes dan Helen Keller International di 4 kota
(Jakarta, Surabaya, Semarang, Makasar) dan 8 pedesaan (Sumatera Barat, Lampung, Banten,
Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Sulawesi Selatan), menunjukkan bahwa
cakupan ASI Eksklusif 4-5 bulan di perkotaan antara 4-12%, sedangkan di pedesaan 4-25%.
Pencapaian ASI Eksklusif 5-6 bulan di perkotaan antara 1-13%, sedangkan di pedesaan 2-
13% (Depkes RI, 2004)
-
5
Organisasi kesehatan dunia WHO menganjurkan agar wanita hamil dan ibu yang baru
melahirkan diberi tahu tentang manfaat dan keunggulan Air Susu Ibu (ASI), terutama karena
ASI memberikan gizi terbaik untuk bayi serta perlindungan terhadap penyakit.
Hasil riset terakhir dari penelitian di Indonesia menunjukan bahwa bayi yang
mendapatkan MPASI sebelum ia berumur 6 bulan, lebih banyak terserang diare, sembelit,
batuk-pilek, dan panas dibandingkan bayi yang hanya mendapatkan ASI eksklusif.
(http://asuh.wikia.com)
Menurut data SDKI tahun 2002-2003, cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi
sampai usia empat bulan hanya 55%, dan sampai usia 6 bulan sebesar 39,5%, padahal target
Indonesia sehat 2010 sebesar 80%, bayi diberi ASI eksklusif sampai 6 bulan. Bayi dengan
ASI eksklusif tiga kali lebih jarang risiko dirawat dengan sakit saluran pernafasan
dibandingkan anak susu formula. Dan sekitar 16,7 kali lebih jarang pneumonia.
Departemen kesehatan (depkes) RI telah meningkatkan kualitas tatalaksana pasien
ISPA khususnya pneumonia dan bekerja sama dengan UNICEF dan WHO dalam
menerapkan pendekatan manajemen terpadu balita sakit (MTBS). Tujuannnya adalah agar
dapat cepat menyaring penyakit yang memerlukan perawatan segera, sehingga dapat
mengurangi angka kematian, dan dapat menapis keadaan yang hanya memerlukan perawatan
dirumah.
Di puskesmas Jagakarsa, cakupan ASI Eksklusif masih sekitar 57,9% pada tahun
2012 dan angka kejadian ISPA masih tinggi. Kurangnya cakupan ASI Eksklusif dan
tingginya kejadian ISPA tersebut, peneliti memutuskan untuk meneliti tentang hubungan
antara pemberian ASI Eklsklusif dengan kejadian ISPA pada bayi usia 6-12 bulan di Wilayah
kerja Puskesmas Jagakarsa tahun 2013.
-
6
1.2.Rumusan masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut :
a. Apakah terdapat hubungan antara pemberian asi eksklusif dengan kejadian ISPA
pada bayi 6-12 bulan ?
1.3.Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran dan hubungan antara pemberian asi eksklusif dengan
kejadian ISPA pasa bayi usia 6-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Jagakarsa Tahun
2013
b. Tujuan khusus
a. Diketahuinya cakupan ASI Eksklusif di wilayah kerja puskesmas Jagakarsa.
b. Diketahuinya frekuensi bayi usia 6-12 bulan yang menderita ISPA di wilayah
kerja puskesmas Jagakarsa.
c. Diketahuinya bagaimana hubungan pemberian asi eksklusif dengan kejadian ISPA
pada bayi usia 6-12 bulan
1.4.Ruang Lingkup
Penelitian mengenai hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian ISPA pada
bayi usia 6-12 bulan di Wilayah kerja Puskesmas Jagakarsa Tahun 2013 dilakukan untuk
mengetahui hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi usia 6-12
bulan di puskesmas Jagakarsa yang meliputi praktek pemberian ASI eksklusif dan kejadian
ISPA. Jenis penelitian yang dilakukan adalah analitik deskriptif menggunakan metode
kuantitatif, dengan mengambil data sekunder dari profil tahunan Puskesmas Jagakarsa dan
-
7
data primer melalui kuisioner dengan desain studi cross sectional, yang mempelajari
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.
1.5.Manfaat Penelitian
I. Bagi Akademik
a. Memberikan informasi dan untuk menambah pengetahuan tentang hubungan
pemberian asi eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi usia 6-12 bulan bagi
para pembacanya.
b. Akan menjadi suatu sumbangan pemikiran dan wacana baru bagi mahasiswa
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Program Studi Pendidikan Dokter.
II. Bagi masyarakat
Memberikan informasi tentang hubungan pemberian asi eksklusif dengan kejadian
ISPA pada bayi usia 6-12 bulan, sehingga , masyarakat lebih mementingkan kepeduliannya
terhadap pentingnya pemberian asi eksklusif sesuai dengan kondisi kebutuhan bayi.
III. Bagi pemerintah
Sebagai bahan masukan dalam upaya preventif terhadap kejadian ISPA, dan
pelaksanaan program gerakan ASI Eksklusif.
IV. Bagi peneliti lain
Dapat dijadikan sebagai informasi untuk penelitian lain yang lebih lanjut mengenai
hubungan pemberian asi eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi usia 6-12 bulan.
-
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
2.1 ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab terpenting morbiditas
dan mortalitas pada anak. Sebagian besar ISPA biasanya terbatas pada ISPA atas saja, tapi
sekitar 5% nya melibatkan laring dan respiratori bawah berikutnya, sehingga berpotensi
menjadi serius.
ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi. Daya tahan tubuh anak sangat berbeda
dengan orang dewasa karena sistem pertahanan tubuhnya belum kuat. Apabila di dalam satu
rumah ada anggota keluarga terkena pilek, anak-anak akan lebih mudah tertular. Dengan
kondisi anak yang masih lemah, proses penyebaran penyakit menjadi lebih cepat. ISPA
merupakan penyebab utama kematian pada bayi dan balita di Indonesia. Menurut para ahli
hampir semua kematian ISPA pada bayi dan balita umumya disebabkan oleh ISPA bawah.
Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA) mengakibatkan kematian pada anak dalam
jumlah kecil, tetapi menyebabkan kecacatan seperti otitis media yang merupakan penyebab
ketulian sehingga dapat mengganggu aktifitas belajar pada anak.
Di Indonesia, ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien ke
sarana kesehatan, yaitu 40-60% dari seluruh kunjungan ke puskesmas dan 15-30% dari
seluruh kunjungan rawat jalan dan rawat inap di RS. Jumlah episode ISPA di Indonesia
diperkirakan 3-6 kali per tahun, tetapi berbeda antar daerah (Nasiti,2013)
-
9
2.1.1 Definisi ISPA (infeksi saluran pernafasan akut)
ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. ISPA merupakan
singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Yang dimaksud dengan infeksi saluran
nafas adalah mulai dari infeksi respiratori atas dan adneksanya hingga parenkim paru.
Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung hingga 14 hari.
Menurut DepKes RI (1998) Istilah ISPA meliputi tiga unsur yaitu infeksi, saluran
pernafasan dan akut. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh
manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernafasan
adalah organ yang dimulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti
sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
Dengan demikian ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung
sampai 14 hari, dimana secara klinis suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi di
setiap bagian saluran pernafasan atau struktur yang berhubungan dengan saluran pernafasan
yang berlangsung tidak lebih dari 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan
berlansungya proses akut.
2.1.2 Klasifikasi ISPA
I. Klasifikasi ISPA Berdasarkan Lokasi Anatomi
Berdasarkan lokasi anatomik ISPA digolongkan dalam dua golongan yaitu :
Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA) dan Infeksi Saluran Pernafasan bawah
Akut (ISPbA).
a. Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA)
Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA) adalah infeksi yang menyerang hidung
sampai bagian faring seperti : pilek, sinusitis, otitis media (infeksi pada telinga
-
10
tengah), faringitis (infeksi pada tenggorokan). Infeksi saluran pernafasan atas
digolongkan ke dalam penyakit bukan pneumonia.
b. Infeksi Saluran pernafasan bawah Akut (ISPbA)
Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA) adalah infeksi yang menyerang
mulai dari bagian epiglotis atau laring sanpai dengan alveoli, dinamakan sesuai dengan
organ saluran nafas, seperti : epiglotitis, laryngitis, laryngotrachetis, bronchitis, bronchiolitis
dan pneumonia.
II. Klasifikasi ISPA Berdasarkan Kelompok Umur
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut :
Kelompok umur 2 bulan -
-
11
2.1.3 Anatomi saluran pernafasan
sistem respiratorik : sistem yang berperan dalam proses respirasi; hidung s/d alveoli dan
struktur terkait (sinus, telinga, pleura)
a. Saluran respiratorik atas :
y Hidung
y Sinus
y Faring sebelum laring
b. Saluran respiratorik bawah :
y Bronkus
y Bronkiolus
y Alveolus
Saluran respiratorik atas dan bawah berhubungan erat karena merupakan 1 unit
Gambar a 2.13 anatomi respiratorius pada anak (maidelwita,2006)
-
12
Gambar b 2.13 anatomi saluran pernafasan atas dan bawah (Ricky raditia,2002)
2.1.4 Fisiologi sistem pernafasan
Embriologi dan tumbuh kembang sistem respiratori :
Perkembangan sistem respiratori terdiri dari 3 proses, yaitu morfogenesis atau
pembentukan seluruh struktur yang diperlukan, adaptasi pernafasan pascanatal, dan
pertumbuhan dimensional. Pada kebanyakan mamalia, morfogenesis dan adaptasi
pernafasan pascanatal terjadi terutama sebelum atau tidak lama sesudah kelahiran.
Sebaliknya, pertumbuhan dimensional berlanjut sesudah kelahiran, dengan kecepatan
bergantung pada kebutuhan fungsional organ-organ lain dan aktivitas metabolik.
Akibat yang ditimbulkan oleh kerusakan (injury) sistem respiratori bergantung pada
tingkat keparahan, kronisitas, dan waktu timbulnya kerusakan yang dikaitkan dengan masa
perkembangannya. Kerusakan yang timbul selama masa morfogenesis misalnya, cenderung
menghasilkan gangguan struktur dan fungsi respiratori yang berat dan ireversibel, dan sering
-
13
menurunkan kemampuan bertahan hidup (survival). Akan tetapi, kerusakan yang terjadi
pada tahap lanjut pertumbuhan paru biasanya reversibel, dan jika tidak, dapat dikompensasi
oleh proses pertumbuhan itu sendiri.
2.1.5 Mekanisme pertahanan sistem pernafasan
Paru memiliki beberapa mekanisme pertahanan. Berbagai mekanisme pertahanan
yang efektif diperlukan oleh paru, karena sistem respiratori selalu terpajan dengan udara
lingkungan yang sering kali terpolusi serta mengandung iritan, pathogen, dan allergen.
Sistem pertahanan respiratorik terdiri dari 3 unsur, yaitu reflex batuk, yang bergantung pada
integritas saluran respiratori, otot-otot pernafasan, dan pusat control pernafasan di sistem
saraf pusat.
Silia dan apparatus mukosiliaris bergantung pada integritas bentuk dan fungsi silia
serta epitel respiratorik. Pertahanan mekanis sistem respiratori yang berfungsi melindungi
paru terdiri dari penyaringan partikel, penghangatan, dan pelembaban (humidifikasi) udara
inspirasi, serta absorpsi asap dan gas berbahaya oleh saluran respiratori-atas yang banyak
mengandung pembuluh darah. Penghentian napas secara sementara, pendangkalan nafas
secara reflex, laringospasme, seerta bronkospasme, dapat mencegah masuknya benda asing
lebih jauh dan lebih banyak kedalam saluran respiratori. Batuk juga merupakan mekanisme
pertahanan yang penting. spasme ataupun penurunan pernapasan hanya dapat memberikan
perlindungan sementara. Aspirasi makanan, secret, dan benda asing dapat dicegah dengan
gerakan menelan dan penutupan epiglotis. Saluran respiratori di sebelah distal laring
normalnya steril. Sistem imun sangat berperan untuk mencegah terjadi nya infeksi paru.
2.1.6 Insidens dan prevalens ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut paling sering terjadi pada anak. kasus ispa merupakan
50% dari seluruh penyakit anak berusia dibawah 5 tahun, dan 30% pada anak berusia 5-12
-
14
tahun. Walaupun sebagian besar terbatas pada saluran pernafasan-atas, tetapi sekitar 5% juga
melibatkan saluran pernafasan-bawah terutama pneumonia. Anak berusia 1-6 tahun dapat
mengalami episode ispa sebanyak 7-9 kali pertahun , tetapi biasanya ringan. Puncak insidens
biasanya terjadi pada usia 2-3 tahun (Respirologi anak FKUI,2013)
2.1.7 Penyakit- penyakit ISPA
Infeksi respiratorius atas terdiri dari rhinitis, faringitis, tonsillitis, rhinosinusitis, dan
otitis media. Sedangkan infeksi respiratorius bawah terdiri atas epiglotitis, croup
(laringotrakeabronkitis), bronkitis, bronkiolitis, dan pneumonia
A. Rinitis
Rinitis atau dikenal juga dengan common cold, coryza, cold atau salesma adalah salah
satu dari penyakit ISPA-bagian atas tersering pada anak. Rinitis merupakan istilah
konvensioanl untuk infeksi saluran pernafasan-atas ringan dengan gejala utama hidung
buntu, adanya sekret hidung, bersin, nyeri tenggorok, dan batuk
B. Faringitis, tonsillitis, tonsilofaringitis akut
Faringitis juga merupakan salah satu ISPA bagian atas yang banyak terjadi pada anak.
Keterlibatan tonsil pada faringitis tidak menyebabkan perubahan pada durasi atau derajat
beratnya penyakit. Faringitis biasa terjadi pada anak, meskipun jarang pada anak berusia di
bawah 1 tahun. Insidens meningkat sesuai dengan bertambahnya umur, mencapai puncaknya
pada usia 4-7 tahun, dan berlanjut hingga dewasa. Insidens faringitis Streptokokus tertinggi
pada usia 5-18 tahun, jarang pada usia di bawah 3 tahun, dan sebanding antara laki-laki dan
perempuan.
Faringitis dapat disebabkan oleh bakteri atau virus. Oleh karena itu, diperlukan
strategi untuk melakukan diagnosis dan memberikan tatalaksana, agar dapat membedakan
pasien-pasien yang membutuhkan terapi antibiotik, dan mencegah serta meminimalisasikan
-
15
penggunaan medikamentosa yang tidak perlu. Faringitis jarang tersendiri, biasanya
kombinasi dengan organ di dekatnya : rinofaringitis, tonsilofaringitis ,rinotonsilofaringitis.
Manifestasi klinis : demam dan nyeri tenggorokan,pilek dan batuk , faring hiperemis ,tonsil
membesar
C. Otitis media
Infeksi saluran telinga meliputi infeksi saluran telinga luar (otitis eksterna), saluran
telinga tengah (otitis media), mastoid (mastoiditis), dan telinga bagian dalam (labyrinthitis).
Otitis media, suatu inflamasi telinga tengah berhubungan dengan efusi telinga tengah, yang
merupakan penumpakan cairan ditengah tengah. Otorrhea merupakan discharge telinga yang
dapat berasal dari membran timpani. Otitis media diklasifikasikan berdasarkan gejala klinis,
otoskopi, lama sakit dan komplikasi. Otitis media terjadi karena aerasi telinga tengah yang
terganggu, biasanya disebabkan karena fungsi tuba eustachius yang terganggu. Diagnosis
dan tatalaksana yang benar sangatlah penting, karena otitis media merupakan penyakit yang
sering ditemukan dan dapat menyebabkan komplikasi penyebaran infeksi sampai ke
intrakranial.
D. Rinosinusitis
Rinitis adalah radang pada mukosa hidung. Rinitis biasanya dibuat atas dasar adanya
keluhan rinore, hidung tersumbat dan bersin-bersin atau hidung gatal. Sinusitis didefinisikan
sebagai inflamasi pada sekurang-kurangnya satu sinus paranasal. Gejala sinusitis bervariasi
mulai dari yang ringan sampai berat. Pasien anak dengan sinusitis biasanya datang dengan
keluhan batuk kronik, post nasal drip, sakit kepala. Bila pasien mengeluh batuk yang
produktif atau berdahak, diagnosis yang ditegakkan adalah bronkitis akut. Pada prakteknya,
secara klinis ketiga penyakit tersebut seringkali muncul bersamaan dalam satu kesatuan.
Selain itu sulit membedakan ketiganya dengan hanya berdasarkan klinis. Para ahli akhirnya
menggunakan terminologi rinosinusitis atau bahkan rinosinobronkitis dengan
-
16
mempertimbangkan bahwa manifestasi inflamasi antara saluran respiratori atas (hidung,
sinus, laring, trakea) dan saluran respiratori bawah (bronkus) merupakan satu kesatuan yang
disebut united airway disease.
E. Epiglotitis
Epiglotitis merupakan infeksi yang sangat serius dari epiglotis dan struktur
supraglotis, yang berakibat obstruksi jalan napas akut dan menyebabkan kematian jika tidak
diobati. Walaupun jarang, penyakit ini harus dipikirkan pada anak yang sesak hebat disertai
stridor dan penampilan yang toksik. Epiglotitis hampir selalu disebabkan oleh Haemophilus
influenza tipe b (Hib).
F. Croup (laringotrakeobronkitis akut)
Sindroma croup, adalah sindrom klinis yang ditandai dengan suara serak, batuk
menggonggong, stridor inspirasi, dengan atau tanpa adanya stress pernafasan. Penyakit
inisering terjadi pada anak. Croup berasal dari bahasa Anglo-Saxon yang berarti tangisan
keras. Penyakit ini pertama kali dikenal pada tahun 1928.
Istilah lain untuk croup ini adalah laringitis akut yang menunjukan lokasi inflamasi,
yang jika meluas sampai trakea disebut laringotrakeitis, dan jika sampai di bronkus
digunakan istilah laringotrakeobronkitis.
Sindrom croup atau laringotrakeobronkitis akut disebabkan oleh virus yang
menyerang saluran respiratori atas. Penyakit ini dapat menimbulkan obstruksi saluran
respiratori. Obstruksi yang terjadi dapat bersifat ringan hingga berat.
Sifat penyakit inu adalah self-limited, tetapi kadang-kadang cenderung menjadi berat
bahkan fatal. Sebelum kortikosteroid digunakan secara luas, 30% kasus croup yang
memerlukan perawatan di RS menurun drastis, dan intubasi endotrakea jarang dilakukan.
-
17
G. Bronkitis akut
Bronkitis akut adalah proses inflamasi selintas yang mengenai trakea, bronkus utama
dan menengah yang bermanifestasi sebagai batuk, serta biasanya akan membaik tanpa terapi
dalam 2 minggu. Walaupun diagnosis bronkitis akut seringkali dibuat, pada anak keadaan ini
agaknya bukan merupakan suatu penyakit tersendiri, tapi berhubungan dengan keadaan lain
seperti asma dan fibrosis kistik. Bronkitis akut umumnya disebabkan oleh virus. Bronkitis
aku karena bakteri biasanya dikaitkan dengan Mycoplasma pneumonia, Bordetella pertusis,
Corynebacterium diphtheria.
H. Bronkiolitis
Bronkiolitis adalah penyakit ISPA bagian bawah yang ditandai dengan adanya
inflamasi pada bronkiolus. Umumnya, infeksi tersebut disebabkan oleh virus. Secara klinis
ditandai dengan episode pertama wheezing pada bayi yang didahului dengan gejala ISPA.
I. Pneumonia
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar
disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain
(aspirasi,radiasi dll). Pada pneumonia yang disebabkan oleh kuman, menjadi pertanyaan
penting adalah penyebab dari pneumonia (virus atau bakteri). Pneumonia seringkali
dipercaya diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri.
Secara klinis pada anak sulit membedakan pneumonia bakterial dengan pneumonia viral.
Demikian pula pemeriksaan radiologis dan laboratorium tidak menunjukan perbedaan nyata.
Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia bacterial awitannya cepat,
batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis, dan perubahan nyata pada pemeriksaan
radiologis (Nasiti,2013)
-
18
2.1.8 Infectious Agent
Infectious ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Strepcococcus, Stafilococcus, Pneumococcus,
Haemophylus, Bordetella, dan Corynebakterium. Virus penyebab ISPA terbesar adalah virus
pernafasan antara lain adalah group Mixovirus (Orthomyxovirus ; sug group Influenza virus,
Paramyxovirus ; sug group Para Influenza virus dan Metamixovirus; sub group Rerpiratory
sincytial virus/RS-virus), Adenovirus, Picornavirus, Coronavirus, Mixoplasma, Herpesvirus.
Jamur Penyebab ISPA antara lain Aspergilus SP, Candida albicans, Histoplasma. Selain itu
ISPA juga dapat disebabkan oleh karena aspirasi : makanan, Asap kendaraan bermotor,
BBM (Bahan Bakar Minyak) biasanya minyak tanah, benda asing seperti biji-bijian (jawetz
dkk,2007).
2.1.9 Cara Penularan Penyakit ISPA
Bibit penyakit ISPA berupa jasad renik ditularkan melalui udara. Jasad renik yang
berada di udara akan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan dan menimbulkan
infeksi, penyakit ISPA dapat pula berasal dari penderita yang kebetulan mengandung bibit
penyakit, baik yang sedang jatuh sakit maupun karier. Jika jasad renik bersal dari tubuh
manusia maka umumnya dikeluarkan melalui sekresi saluran pernafasan dapat berupa saliva
dan sputum. Penularan juga dapat terjadi melalui kontak langsung/tidak langsung dari benda
yang telah dicemari jasad renik (hand to hand transmission).
Oleh Karena salah satu penularan melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam
tubuh melalui saluran pernafasan , maka penyakit ISPA termasuk golongan Air Borne
Diseases.
2.1.10 Tanda dan Gejala ISPA
Penyakit ISPA pada anak dapat menimbulkan bermacam-macam tanda dan
gejala seperti batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek, sakit telinga dan demam.
-
19
I. Gejala dari ISPA Ringan
n.
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih
gejala-gejala sebagai berikut :
a. Batuk
b. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya pada
waktu berbicara atau menangis)
c. Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung
d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37oC
II. Gejala dari ISPA Sedang
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA
ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
a. Pernafasan cepat (fast breating) sesuai umur yaitu : untuk kelompok umur kurang
dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih dan kelompok umur 2 bulan
-
-
20
c. Pernafasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah
d. Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernafas
e. Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba
f. Tenggorokan berwarna merah
2.2 FAKTOR RISIKO ISPA
Terdapat banyak faktor yang mendasari perjalanan penyakit ispa pada anak. hal ini
berhubungan dengan penjamu, agen penyakit, dan lingkungan. Diantaranya adalah :
2.2.1 Usia
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, ispa dapat ditemukan pada 50% anak berusia
diatas 5 tahun dan 30% anak berusia 5-12 tahun. Rahman dkk. Mendapatkan 23% kasus ispa
berat dari seluruh kasus ispa pada anak berusia di atas 6 bulan. WHO melaporkan bahwa di
Negara berkembang, ispa termasuk infeksi saluran pernafasan bawah (pneumonia,
bronkiolitis, dan lain-lain) adalah penyebab kematian utama dari empat penyebab terbanyak
kematian anak, dengan kasus terbanyak terjadi pada anak berusia di bawah 1 tahun.
2.2.2 Jenis kelamin
Pada umumnya, tidak ada perbedaan insidens ispa akibat virus atau bakteri pada laki-
laki dan perempuan. Akan tetapi, ada yang mengemukakan bahwa terdapat sedikit
perbedaan, yairu insidens lebih tinggi pada anak laki-laki berusia di atas 6 tahun.
2.2.3 Status gizi
Status gizi anak merupakan faktor risiko penting timbulnya pneumonia. Gizi buruk
merupakan faktor predisposisi terjadinya ispa pada anak. hal ini dikarenakan adanya
gangguan respon imun. Deb SK menyatakan risk ratio (RR) anak malnutrisi dengan
ispa/pneumonia adalah 2,3.
-
21
Vitamin A sangat berhubungan dengan beratnya infeksi. Grant melaporkan bahwa
anak dengan defisiensi vitamin A yang ringan mengalami ispa dua kali lebih banyak
daripada anak yang tidak mengalami defisiensi vitamin A. Oleh karena itu, selain perbaikan
gizi dan pemberian ASI, harus dilakukan pula perbaikan terhadap defisiensi vitamin A untuk
mencegah ispa.
2.2.4 Pemberian air susu ibu (ASI)
Terdapat banyak penelitian yang menunjukan hubungan antara pemberian ASI
dengan terjadinya ispa. Air susu ibu mempunyai nilai proteksi terhadap pneumonia,
terutama selama 1 bulan pertama. Lopez mendapatkan bahwa prevalensi ispa berhubungan
dengan lamanya pemberian ASI. Bayi yang tidak pernah diberi ASI lebih rentan mengalami
ispa dibandingkan dengan bayi yang diberi asi paling sedikit selama 1 bulan. Cesar JA dkk.
Melaporkan bahwa bayi yang tidak diberi ASI akan 17 kali lebih rentan mengalami
perawatan di RS akibat pneumonia dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI.
Pemberian ASI dengan durasi yang lama mempunyai proteksi terhadap infeksi saluran
pernafasan akut bagian bawah selama tahun pertama.
2.2.5 Berat badan lahir rendah (BBLR)
Berat badan lahir memiliki peran penting terhadap kematian akibat ISPA. Di Negara
berkembang, kematian akibat pneumonia berhubungan dengan BBLR. Sebanyak 22%
kematian pada pneumonia diperkirakan terjadi pada BBLR. Meta analisis menunjukan
bahwa BBLR mempunyai RR kematian 6,4 pada bayi berusia di bawah 6 bulan, dan 2,9
pada bayi berusia 6-11 bulan.
2.2.6 Imunisasi
Campak, pertusis, dan beberapa penyakit lain dapat meningkatkan risiko terkena ispa
dan memperberat ispa itu sendiri, tetapi sebetulnya hal ini dapat dicegah. Di India, anak
-
22
yang baru sembuh dari campak, selama 6 bulan berikutnya dapat mengalamai ispa enam kali
lebih sering daripada anak yang tidak terkena campak. Campak, pertusis, dan difteri
bersama-sama menyebabkan 15-25% dari seluruh kematian yang berkaitan dengan ispa. Deb
SK mendapatkan RR sebesar 2,7 pada kelompok anak yang tidak mendapatkan imunisasi.
Vaksin campak cukup efektif dan dapat mencegah kematian hingga 25%. Usaha
global dalam meningkatkan cakupan imunisasi campak dan pertusis telah mengurangi angka
kematian ispa akibat kedua penyakit ini. Vaksin pneumokokus dan H.influenza tipe B saat
ini sudah diberikan pada anak-anak dengan efektivitas cukup baik.
2.2.7 Pendidikan orang tua
Tingkat pendidikan orang tua menunjukan adanya hubungan terbalik antara angka
kejadian dengan kematian ispa. Tingkat pendidikan ini berhubungan erat dengan keadaan
sosial ekonomi, dan juga berkaitan dengan pengetahuan orang tua. Kurangnya pengetahuan
menyebabkan sebagian kasus ispa tidak diketahui oleh orang tua dan tidak diobati.
2.2.8 Status sosial ekonomi
Status sosial ekonomi berpengaruh terhadap pendidikan dan faktor-faktor lain seperti
nutrisi, lingkungan, dan penerimaan layanan kesehatan. Anak yang berasal dari keluarga
dengan status sosial ekonomi rendah mempunyai risiko lebih besar mengalami episode ispa.
Rahman menyatakan bahwa risiko mengalami ispa adalah 3,3 kali lipat lebih tinggi pada
anak demgan status sosial ekonomi rendah.
2.2.9 Penggunaan fasilitas kesehatan
Angka kematian untuk semua kasus pneumonia pada anak yang tidak diobati
diperkirakan 10-20%. Penggunaan fasilitas kesehatan dapat mencerminkan tingginya
insidens ispa, yaitu sebesar 60% dari kunjungan rawat jalan di puskesmas dan 20-40% dari
kunjungan rawat jalan dan rawat inap di RS. Penggunaan fasilitas kesehatan sangat
-
23
berpengaruh pada tingkat keparahan ispa. Di sebagian Negara berkembang, pemanfaatan
fasilitas kesehatan masih rendah.
2.2.10 Lingkungan
a. Polusi udara
Studi epidemiologi di Negara berkembang menunjukan bahwa polusi udara, baik dari
dalam maupun luar rumah, berhubungan dengan beberapa penyakit termasuk ispa. Hal ini
berkaitan dengan konsentrasi polutan lingkungan yang dapat mengiritasi mukosa saluran
respiratori. Anak yang tinggal di dalam rumah berventilasi baik memiliki angka insiden ispa
yang lebih rendah daripada anak yang berada didalam rumah berventilasi buruk.
Orang tua yang merokok menyebabkan anaknya rentan terhadap pneumonia. Risiko
(odd ratio,OR) mengalami ispa bagian bawah pada anak dengan durasi pemberian asi yang
singkat oleh ibu perokok dibandingkan dengan anak dengan durasi pemberian asi yang lama
oleh ibu nonperokok adalah lebih kurang 2,2.
Pajanan terhadap suhu dingin juga merupakan salah satu faktor risiko pneumonia.
Selain itu, musim juga dapat mempengaruhi ispa, misalnya pada bronkiolitis, karena pada
musim dingin terlalu banyak orang berada di dalam suatu ruangan (overcrowded)
b. Penyakitr lain
Human immunodeficiency virus/AIDS serta penyakit-penyakit lain merupakan faktor
risiko ispa. Ada juga yang menggolongkan HIV/AIDS ke dalam faktor lingkungan. Penyakit
ini merupakan penyakit baru (new emerging disease) yang beberapa tahun terakhir
menunjukan peningkatan yang mengkhawatirkan. Di beberapa Negara, HIV mulai menjadi
masalah karena pneumonia terjadi lebih sering dan lebih berat pada pasien HIV. Penelitian
menunjukan bahwa 25% dari kematian HIV disebabkan oleh ispa bagian bawah.
-
24
c. Bencana alam
Bencana alam seperti tsunami (yang melanda aceh/Sumatra utara dan beberapa
Negara lain di dunia) dapat menyebabkan peningkatan kasus dan kematian akibat ispa,
khususnya pneumonia. Pneumonia yang ditimbulkan adalah pneumonia aspirasi akibat
masuknya cairan dan benda-benda asing lain ke dalam paru. Beratnya pneumonia
bergantung pada banyaknya campuran bahan yang masuk ke dalam paru dan pertolongan
yang diberikan. Keadaan ini mirip dengan hampir tenggelam (near drowing), yang juga
merupakan salah satu faktor risiko timbulnya pneumonia aspirasi. Selain menyebabkan
pneumonia tidak lama setelah bencana, tsunami juga dapat menyebabkan ispa pada anak-
anak selama berada di tempat pengungsian. Hal ini di karenakan kepadatan tempat tinggal
dan keadaan lingkungan yang kurang baik. Selain itu, bencana alam ini juga dapat
menimbulkan penyakit lain (Jan M wantania,2013)
2.3 Pencegahan Penyakit ISPA
A. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)
Ditujukan pada orang sehat dengan usaha peningkatan derajat kesehatan (health promotion)
dan pencegahan khusus (spesific protection) terhadap penyakit tertentu.Termasuk disini
adalah :
a. Penyuluhan, dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana kegiatan ini diharapkan dapat
mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal yang dapat meningkatkan
faktor resiko penyakit ISPA. Kegiatan penyuluhan ini dapat berupa penyuluhan
penyakit ISPA, penyuluhan ASI Eksklusif, penyuluhan imunisasi, penyuluhan gizi
seimbang pada ibu dan anak, penyuluhan kesehatan lingkungan, penyuluhan bahaya
rokok.
b. Imunisasi, yang merupakan strategi spesifik untuk dapat mengurangi angka kesakitan
ISPA
-
25
c. Usaha di bidang gizi yaitu untuk mengurangi malnutrisi.
d. Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi berat badan lahir rendah.
e. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani masalah
f. polusi di dalam maupun di luar rumah.
B. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Dalam penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan dan diagnosis
sedini mungkin. Dalam pelaksanaan program P2 ISPA, seorang balita keadaan penyakitnya
termasuk dalam klasifikasi bukan pneumonia apabila ditandai dengan batuk, serak, pilek,
panas atau demam (suhu tubuh lebih dari 370C), maka dianjurkan untuk segera diberi
pengobatan.
Upaya pengobatan yang dilakukan terhadap klasifikasi ISPaA atau bukan pneumonia
adalah tanpa pemberian obat antibiotik dan diberikan perawatan dirumah. Adapun beberapa
hal yang perlu dilakukan ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA adalah :
a. Mengatasi panas (demam)
Untuk balita, demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres dengan
menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
b. Pemberian makanan dan minuman
Memberikan makanan yang cukup tinggi gizi sedikit-sedikit tetapi sering. memberi ASI
lebih sering. Usahakan memberikan cairan (air putih, air buah) lebih banyak dari biasanya.
C. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)
Tingkat pencegahan ini ditujukan kepada balita yang bukan pneumonia agar tidak menjadi
lebih parah (pneumonia) dan mengakibatkan kecacatan (pneumonia berat) dan berakhir
dengan kematian.Upaya yang dapat dilakukan pada pencegahan Penyakit bukan pneumonia
pada bayi dan balita yaitu perhatikan apabila timbul gejala pneumonia seperti nafas menjadi
sesak, anak tidak mampu minum dan sakit menjadi bertambah parah, agar tidak bertambah
-
26
parah bawalah anak kembali pada petugas kesehatan dan pemberian perawatan yang spesifik
di rumah dengan memperhatikan asupan gizi dan lebih sering memberikan ASI.
2.4 AIR SUSU IBU
ASI adalah makanan untuk bayi. Air Susu Ibu khusus dibuat untuk bayi manusia.
Kandungan gizi dari ASI sangat khusus dan sempurna serta sesuai dengan kebutuhan
tumbuh kembang bayi. ASI mudah dicerna, karena selain mengandung zat gizi yang sesuai,
juga mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat dalam ASI
tersebut. ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk pertumbuhan
dan perkembangan kecerdasan bayi/anak. ASI mampu memberikan perlindungan bagi bayi
untuk beberapa penyakit yang dapat menyebabkan kematian seperti diare dan ISPA.
Bayi dengan ASI tiga kali lebih jarang risiko dirawat dengan saluran pernafasan
dibandingkan anak susu formula. Sekitar 16,7 kali lebih jarang pneumonia. Penelitian di
Jerman juga ditemukan lamanya masa menyusui mempengaruhi IQ seorang anak; anak yang
menyusu ASI lebih dari 6 bulan memiliki IQ lebih tinggi dibandingkan anak yang menyusu
kurang dari 1 bulan, karena ASI meningkatkan kepandaian. Pemberian ASI eksklusif
mengurangi tingkat kematian bayi yang disebabkan berbagai penyakit yang umum menimpa
anak-anak seperti diare dan radang paru, serta mempercepat pemulihan bila sakit dan
membantu menjarangkan kelahiran (maryunani,2012)
2.4.1 Pengertian Air Susu Ibu
Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan hidup yang diciptakan tuhan khusus untuk bayi. Air
susu ibu (ASI) disebut cairan hidup karena mengandung sel-sel darah putih, zat kekebalan,
enzim, hormone, dan protein yang cocok untuk bayi. Ibu yang melahirkan bayi premature
akan memproduksi asi dengan kandungan gizi yang berbeda dibandingkan dengan ASI yang
diproduksi oleh ibu yang melahirkan cukup bulan.
-
27
Air Susu Ibu (ASI) merupakan cairan hidup yang tidak dapat ditiru oleh manusia.
ASI merupakan karunia tuhan untuk mencukupi kebutuhan gizi bayi sejak lahir sampai
berumur 24 bulan, yang penting untuk pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan
hidupnya. Oleh karena itu, Air Susu Ibu (ASI) mengandung zat-zat gizi yang tidak
ditemukan dalam makanan dan minuman apapun olahan manusia. Air Susu Ibu (ASI)
mengandung asam amino dan DHA alamiah yang mudah diserap oleh bayi berkat adanya
kandungan enzim lipase dalam air susu ibu (ASI). Air Susu Ibu (ASI) juga mengandung
karbohidrat, protein, multivitamin, dan mineral secara lengkap yang mudah diserap secara
sempurna dan sama sekali tidak mengganggu fungsi ginjal bayi yang masih sangat lemah
(Depkes,2011).
Air susu ibu sangat penting untuk membangun, menguatkan serta member kesehatan
bagi bayi. Bahkan, tidak dipungkiri lagi dan diakui oleh pakar anak seluruh dunia, bahwa
nutrisi yang terkandung dalam air susu ibu (ASI) jauh lebih baik karena merupakan antibody
yang baik bagi perkembangan anak (Nur,2008:31).
2.4.2 ksklusif asi e
Pemberian ASI harus dilakukan segera setelah lahir dalam waktu 1 jam pertama.
Sampai usia 6 bulan, bayi cukup mendapatkan asupan makanan dari ASI tanpa ditambah
makanan dan minuman lain karena ASI mengandung semua zat gizi dan cairan yang
dibutuhkan untuk memenuhi seluruh kebutuhan gizi bayi pada 6 bulan pertama
kehidupannya. Hal ini dikenal dengan istilah ASI eksklusif (sulistyoningsih,2011:164).
Menurut WHO, ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja pada bayi sampai usia 6 bulan
tanpa tambahan cairan atau pun makanan lain. ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2
tahun.
-
28
Labbok dan Krasovec (1990) dalam Lawrence (1994) membuat beberapa definisi
menyusui untuk membantu para peneliti dan lembaga-lembaga dalam menggambarkan dan
menterjemahkan praktik menyusui. Menyusui dibagi menjadi 3 kategori, yaitu menyusui
penuh selama 6 bulan, menyusui sebagian, dan menyusui terbatas. Lebih jelasnya terlihat
pada Gambar 2.32
Bagan 2.32. Skema Definisi Menyusui (Labbok dan Krasovec, 1990 dalam Lawrence, 1994)
Menyusui
Penuh Sebagian
Rendah Menyusui kurang
dari 20%
Sedang Menyusui
79%-20%
Tinggi Menyusui lebih dari
80%
Hampir Eksklusif Vitamin, air putih, jus, dan makanan ritual yang diberikan tidak lebih dari 1 atau 2 kali per hari, tidak lebih dari 1-2 kali
telan
Eksklusif Tidak ada cairan lain dan makanan padat yang diberikan
kepada bayi
Terbatas
Episode menyusui mempunyai kontribusi kalori yang tidak
signifikan
-
29
Pemberian ASI eksklusif adalah menyusui bayi secara murni. Bayi hanya diberi ASI
tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air the, air putih, dan tanpa
pemberian makanan tambahan lain, seperti pisang, bubur susu, biscuit, bubur, atau nasi tim.
Pemberian ASI secara eksklusif dianjurkan untuk jangka waktu minimal hingga bayi
berumur 6 bulan. (Danuatmaja&Meiliasari, 2003).
ASI mengandung semua nutrisi penting yang diperlukan bayi untuk tumbuh
kembangnya, serta antibody yang bisa membangun sistem kekebalan tubuh dalam masa
pertumbuhannya. Sesungguhnya, lebih dari 100 jenis zat gizi terdapat dalam ASI. Di
antaranya adalah AA, DHA, Taurin dan spingomyelin yang tidak terdapat dalam susu sapi.
Pedoman internasional yang menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama
didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan
dan perkembangannya. Pemberian ASI ekslusif dapat mengurangi tingkat kematian bayi
yang dikarenakan berbagai penyakit yang menimpanya seperti diare dan radang paru-paru
(prasetyono,2009:26).
Manfaat pemberian ASI eksklusif bagi bayi sangat banyak diantaranya komposisi dan
volume ASI cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan sampai dengan usia 6 bulan. ASI
mudah dicerna karena mengandung zat-zat gizi yang tinggi yang diperlukan oleh bayi usia 0
6 bulan. Pemberian ASI menjadi sarana menjalin hubungan kasih sayang ibu dengan anak.
Bayi yang diberi ASI eksklusif akan lebih sehat dan jarang sakit dibandingkan dengan bayi
yang tidak mendapatkan ASI eksklusif (Depkes RI, 2001).
2.4.3 acam-macam ASI M
Asi dibedakan dalam tiga stadium yaitu : kolostrum, air susu transisi, dan air susu
matur. Komposisi ASI hari 1-4 (kolostrum) berbeda dengan ASI hari ke 5-10 (transisi) dan
ASI matur. Masing-masing ASI tersebut dijelaskan sebagai berikut :
-
30
1. Kolostrum
Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar mammae yang
mengandung tissue debris dan residual material yang terdapat dalam alveoli dan duktus dari
kelenjar mammae, sebelum dan segera sesudah melahirkan. Kolostrum ini disekresi oleh
kelenjar payudara pada hari pertama sampai hari ke empat pasca persalinan. Kolostrum
merupakan cairan dengan visikositas kental, lengket dan berwarna kekuningan. Banyak
mengandung protein, mineral, garam, vitamin A ,antibody, dan immunoglobulin serta
mengandung karbohidrat dan lemak rendah sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi
pada hari-hari pertama kelahiran.
Kolostrum berfungsi sebagai perlindungan terhadap infeksi pada bayi karena
mengandung zat kekebalan terutama igA. Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi
tergantung dari hisapan bayi pada hari-hari pertama kelahiran. Walaupun sedikit namun
cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Volume kolostrum yang ada dalam payudara
mendekati kapasitas lambung bayi yang berusia 1-2 hari. Volume kolostrum antara 150-300
ml/24 jam. Kolostrum juga merupakan pencahar ideal untuk membersihkan zat yang tidak
terpakai dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan bayi.
Kolostrum lebih banyak mengandung protein dibandingkan ASI matur, tetapi berlainan
dengan ASI matur dimana protein yang utama adalah casein pada kolostrum adalah
globulin, sehingga dapat memberikan daya perlindungan bagi bayi sampai 6 bulan pertama.
2. Air Susu Transisi/Peralihan
Asi peralihan adalah ASI yang keluar setelah kolustrum sampai sebelum ASI matang,
yaitu sejak hari ke-4 sampai hari ke-10. Berisi karbohidrat dan lemak. Kadar protein
semakin rendah, sedangkan kadar lemak dan karbohidrat semakin tinggi. Selama dua
minggu, volume air susu bertambah banyak dan berubah warna serta komposisinya.
-
31
3. Air Susu Matur
` Merupakan makanan yang dianggap aman bagi bayi, bahkan ada yang mengatakan
pada ibu yang sebat ASI merupakan makanan satu-satunya yang diberikan selama 6 bulan
pertama bagi bayi. ASI matur disekresi pada hari ke sepuluh dan seterusnya. ASI matur
tampak berwarna putih kekuning-kuningan, karena mengandung casineat, riboflaum, dan
karotin. Kandungan ASI matur relative konstan, tidak menggumpal bila dipanaskan. Volume
300-850ml/24 jam.terdapat antimikrobakterial faktor, yaitu antibody terhadap bakteri dan
virus, sel (fagosit, granulosit, limfosit T), enzim (lisozim, lactoperoxidese), protein
(laktoferin, B12 Ginding protein), faktor resistenterhadap staphylococcus, dan complement
(C3 dan C4).
2.4.4 Kandungan ASI
Kandungan ASI nyaris tak tertandingi. ASI mengandung zat gizi yang secara khusus
diperlukan untuk menunjang proses tumbuh kembang otak dan memperkuat daya tahan
alami tubuhnya. Kandungan ASI yang utama terdiri dari :
1. Laktosa (karbohidrat)
Laktosa merupakan jenis karbohidrat utama dalam ASI yang berperan penting penting
sebagai sumber energi. Laktosa (gula susu) merupakan satu-satunya karbohidrat yang
terdapat dalam ASI murni. Sebagai sumber penghasil energi, sebagai karbohidrat utama,
meningkatkan penyerapan kalsium dalam tubuh, merangsang tumbuhnya laktobasilus
bifidus. Laktobasilus bifidus berfungsi menghambat pertumbuhan mikroorganisme dalam
tubuh bayi yang dapat menyebabkan berbagai penyakit atau gangguan kesehatan. Selain itu
laktosa juga akan diolah menjadi glukosa san galaktosa yang berperan dalam perkembangan
sistem syaraf. Zat gizi ini membantu penyerapan kalsium dan magnesium di masa
pertumbuhan bayi. Komposisi Laktosa dalam ASI : Laktosa-7gr/100ml.
-
32
2. Lemak
Lemak merupakan zat gizi terbesar kedua di ASI dan menjadi sumber energi utama
bayi serta berperan dalam pengaturan suhu tubuh bayi. Berfungsi sebagai pengasil
kalori/energi utama, menurunkan risiko penyakit jantung di usia muda. Lemak di ASI
mengandung komponen asam lemak esensial yaitu: asam linoleat dan asam alda linolenat
yang akan diolah oleh tubuh bayi menjadi AA dan DHA. Arachidonic acid (AA) dan
Decosahexanoic Acid (DHA) adalah asam lemak tak jenuh rantai panjang (polyunsaturated
fatty acids) yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak yang optimal. Jumlah DHA dan
AA dalam ASI sangat mencukupi untuk menjamin pertumbuhan dan kecerdasan anak.
Disamping itu, DHA dan AA dalam tubuh dapat dibentuk/disintesa dari substansi
pembentuknya (precursor) yaitu masing-masing dari omega 3 (asam linolenat) dan omega 6
(asam linoleat).Lemak : 50% tinggi pada ASI prematur, asam lemak esensial.
Komposisi dalam ASI : lemak-3,7-4,8gr/100ml. Kadar lemak dalam ASI pada
mulanya rendah kemudian meningkat jumlahnya. Lemak dalam ASI berubah kadarnya
setiap kali diisap oleh bayi dan hal ini terjadi secara otomatis. Komposisi lemak pada lima
menit pertama isapan akan berbeda dengan 10 menit kemudian.Susu formula tidak
mengandung enzim, karena enzim mudah rusak bila dipanaskan. Dengan tidak adanya
enzim, bayi akan sulit menyerap lemak PASI sehingga bayi lebih mudah terkana diare.
3. Protein
Memiliki fungsi pengatur dan pembangun tubuh bayi. Komponen dasar dari protein
adalah asam amino, berfungsi sebagai pembentuk struktur otak. Protein dalam susu adalah
whey dan casein/kasein. Asi memiliki perbandingan antara whey dan casein yang sesuai
untuk bayi. Rasio whey dengan casein merupakan salah satu keunggulan asi dibandingan
susu sapi. Asi mengandung whey lebih banyak yaitu 65:35. Komposisi ini menyebabkan
protein asi lebih mudah diserap. Sedangkan pada susu sapi mempunyai perbandingan whey :
-
33
casein adalah 20:80 sehingga tidak mudah diserap. Beberapa jenis asam amino tertentu,
yaitu sistin, taurin, triptofan, dan fenilalanin merupakan senyawa yang berperan dalam
proses ingatan. Sistin dan taurin merupakan dua macam asam amino yang tidak terdapat
dalam susu sapi. Sistin diperlukan untuk pertumbuhan somatic. Taurin merupakan
neurotransmitter yang baik untuk perkembangan otak anak. Percobaan pada binatang
menunjukan bahwa defisiensi taurin akan berakibat terjadinya gangguan pada retina mata.
Komposisi protein dalam ASI sekitar 0,8-1,0gr/100ml.
4.Garam dan mineral
ASI mengandung mineral yang lengkap walaupun kadarnya relatif rendah, tetapi bisa
mencukupi kebutuhan bayi sampai berumur 6 bulan. Zat besi dan kalsium dalam ASI
merupakan mineral yang sangat stabil dan mudah diserap dan jumlahnya tidak dipengaruhi
oleh diet ibu. Zat besi adalah zat yang membantu pembentukan darah untuk menghindarkan
bayi dari penyakit dari penyakit kurang darah atau anemia. Ferum merupakan Fe rendah tapi
mudah diserap. Dalam PASI kandungan mineral jumlahnya tinggi, tetapi sebagian besar
tidak dapat diserap hal ini akan memperberat kerja usus bayi serta mengganggu
keseimbangan dalam usus dan meningkatkan pertumbuhan bakteri yang merugikan sehingga
mengakibatkan kontraksi usus tidak normal. Bayi akan kembung, gelisah karena obstipasi
atau gangguan metabolisme.
5. Vitamin
ASI mengandung berbagai vitamin yang diperlukan bayi. ASI mengandung vitamin
yang lengkap yang dapat mencukupi kebutuhan bayi sampai 6 bulan kecuali vitamin K,
karena bayi lahir ususnya belum mampu membentuk vitamin K. Vitamin-vitamin tersebut
adalah ADEK (anik maryunani,2012).
-
34
2.4.5 anfaat ASI M
Menyusui dapat m
andung zat makanan yang jumlah dan komposisinya dapat berubah-ubah
sesuai dengan pertum
gai penyakit
ASI mudah disi
ASI mempunya
ASI dapat meng
Ibu yang memb nkan berat badannya lebih
cepat
Menyusui dapat m
rangkan kehamilan
Lebih ekonomis
m ASI mempunyai kecerdasan lebih tinggi secara bermakna,
gizi yang baik p ulasi mental
ng memadai dan r kelak tumbuh kembangnya optimal.
ama
bercabang m kecil yang berakhir pada sekelompok sel-sel yang
Adapun manfaat dan keuntungan yang dapat dirasakan dari pemberian ASI bagi ibu dan
bayi menurut Roesli, 2005 yaitu :
a. eningkatkankan jalinan kasih antara ibu dan bayi
b. ASI meng
buhan bayi yang tidak mungkin dibuat oleh manusia
c. ASI mencegah reaksi alergi dan asma
d. ASI melindungi bayi dari berba
e. apkan dan lebih mudah di cerna oleh bayi
f. i suhu yang tepat
g. hindarkan bayi dari kegemukan
h. erikan ASI pada bayinya dapat menuru
i. empercepat pemulihan ukuran rahim kembali sebelum hamil
j. Pemberian ASI dapat menja
k.
Terbukti bayi yang minu
selain ada masa periode kritis, anak juga harus mendapat stim
dini ya di jaga kesehatannya aga
2.4.6 Produksi ASI
Payudara wanita dirancang untuk memproduksi ASI. Pada tiap payudara terdapat
sekitar 20 lobus (lobe), dan setiap lobus memiliki sistem saluran (duct system). Saluran ut
enjadi saluran-saluran
memproduksi susu, disebut alveoli. Saluran melebar menjadi penyimpanan susu dan bertemu
pada puting susu (anik maryunani, 2012).
-
35
Pada seorang ibu yang menyusui dikenal 2 refleks yang masing-masing berperan
sebagai pembentukan dan pengeluaran air susu, yaitu refleks prolaktin dan refleks let down
(Soetjiningsih, 1997).
1) Refleks prolaktin
Menjelang akhir kehamilan, hormon prolaktin memegang peranan untuk membuat
ivitas prolaktin dihambat oleh hormon estrogen dan progesteron yang
ggi, jumlah kolostrum terbatas. Setelah melahirkan, sehubungan dengan
su. Kadarprolaktin pada ibu yang menyusui akan menjadi
rmal
ri. Jika bayi sedikit
enyu
kolostrum. Karena akt
memang kadarnya tin
lepasnya plasenta dan kurang berfungsinya korpus luteum, maka estrogen dan progestron
sangat berkurang, ditambah lagi dengan adanya isapan bayi yang merangsang puting susu
dan kalang payudara (areola mammae), akan merangsang ujung-ujung syaraf sensoris yang
berfungsi sebagai reseptor mekanik. Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui
medula spinalis dan mesensephalon. Hipotalamus merangsang pengeluaran faktor-faktor
yang memacu sekresi prolaktin.
Faktor-faktor yang memacu sekresi prolaktin akan merangsang adenohipofise
(hipofise anterior) sehingga keluar prolaktin. Hormon ini merangsang sel-sel alveoli yang
berfungsi untuk membuat air su
no 3 bulan setelah melahirkan sampai masa penyapihan anak dan pada saat tersebut tidak
ada peningkatan prolaktinwalaupun ada isapan bayi, namun pengeluaran air susu tetap
berlangsung. Pada ibu yang melahirkan anak tapi tidak menyusui, kadar prolaktin akan
menjadi normal pada minggu kedua sampai ketiga (Soetjiningsih, 1997).
Jika bayi lapar atau haus dan dia menyusu lebih sering dan lebih lama, maka ibu akan
memproduksi ASI lebih banyak. Jika ibu ingin meningkatkan produksi ASI, maka dia harus
membiarkan bayi menyusu lebih sering dan lebih lama untuk beberapa ha
m su karena telah mengkonsumsi makanan atau minuman lain, atau karena ibu jauh dari
bayi untuk beberapa waktu atau ibu ingin menyimpan ASI-nya, maka payudara akan
-
36
memproduksi sedikit ASI. Prolaktin lebih banyak diproduksisaat malam hari sehingga
menyusui saat malam hari membantu mempertahankan produksi ASI (King dan
Burgess,1996).
2) Refleks let down
Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh adenohipofise, rangsangan yang
berasal dari isapan bayi ada yang dilanjutkan ke neurohipofise (hipofise posterior) yang
nnya oksitosin. Melalui aliran darah, hormon ini diangkut menuju uterus
bingung atau
an bayi harus
lajar mengisap. Pada usia 20-30
enit,
n
kemudian dikeluarka
yang dapat menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga terjadi involusi dari organ tersebut.
Oksitosin yang sampai pada alveoli akan mempengaruhi sel mioepitelium. Kontraksi dari sel
akan memeras air susu yang telah terbuat keluar dari alveoli dan masuk ke sistem duktulus
yang selanjutnya akan mengalir melalui duktus laktiferus masuk ke mulut bayi.
Faktor-faktor yang meningkatkan refleks let down adalah melihat bayi, mendengarkan
suara bayi, mencium bayi, dan memikirkan untuk menyusui bayi. Sedangkan
faktor-faktor yang menghambat refleks let down adalah stress seperti keadaan
pikiran kacau, takut, dan cemas (WHO dan UNICEF, 1993).
Pemberian ASI pertama harus dimulai di ruang persalinan. Ibu d
diselimuti agar tetap hangat. Biarkan ibu mendekap bayinya dan bayi akan segera mengisap
payudara ibu karena ini adalah saat terbaik bagi bayi untuk be
m refleks isap bayi sangat kuat. Isapan pertama merangsang produksi oksitosin yang
membantu menghentikan pendarahan setelah persalinan. Selain itu bayi juga aka
mendapatkan kolostrum yang sangat bermanfaat baginya. Jam-jam pertama adalah saat
terpenting menjalin ikatan antara ibu dan anak. Menyusui segera setelah melahirkan akan
membuat ibu mencintai dan merawat bayinya. Ibu akan lebih mudah menyusui untuk jangka
waktu yang lama. Bila terjadi keterlambatan, walaupun hanya beberapa jam,
-
37
proses menyusui menjadi lebih sering gagal. Pemberian ASI pertama bagi bayi tidak
dimaksudkan untuk pemberian makan awal, tetapi lebih pada pengenalan (Roesli, 2001).
onsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-hal khusus.
arena konsep merupakan abstraksi, maka konsep tidak da an
ati atau diukur melalui konstruk atau yang lebih dikenal
Variabel independen variabel dependen
Dilakukan penelitian
Tidak dilakukan penelitian
IS
erdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi
usia 6-12 bulan.
B. KERANGKA KONSEP
K
Oleh k pat langsung diamati d
diukur. Konsep hanya dapat diam
dengan nama variabel. Jadi variabel adalah simbol atau lambang yang menunjukan nilai atau
bilangan dari konsep. Variabel adalah sesuatu yang bervariasi (Notoatmojo,2010).
C. HIPOTES
y Usia
y Status gizi
dikan orang tua onomi
fasilit an
T
y Jenis kelamin
y BLR y unisasi
BIm
y Pendiy Status sosial eky Penggunaan as
kesehaty lingkungan
Kejadian ISPA pada Bayi usia 6-12 bulan
y Pemberian asi eksklusif
-
38
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3. 1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan rsa (poli imunisasi dan
MTBS) pada bulan November 2013.
3. 2 Rancangan Penelitian
nakan adalah penelitian kuantitatif yang bersifat analitik
deskriptif dengan pendekatan cross sectional untuk mengetahui hubungan pemberian ASI
A pada bayi usia 6-12 bulan di Wilayah kerja Puskesmas
Jagaka
atau kasus yang terjadi pada objek peneli
(dalam aan) (Notoatmodjo,2010:33).
3. 3 Variabel dan Definisi operasional
iliki
tentang suatu konsep pengertian tertentu
0: 42). Berdasarkan pada kerangka konsep penelitian diatas maka penulis
diwilayah kerja Puskesmas Jagaka
Jenis penelitian yang dipergu
eksklusif dengan kejadian ISP
rsa.
Cross sectional merupakan penelitian dimana variabel sebab atau risiko dan akibat
tian diukur atau dikumpulkan secara simultan
waktu yang bersam
a. Variabel
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dim
atau didapatkan oleh satuan penelitian
(Notoatmojo,201
mengelompokan variabel menjadi dua bagian, yaitu :
1. Variabel Independen
Variebel independen dalam penelitian ini adalah praktek pemberian ASI
eksklusif.
-
39
2.
ependen dalam penelitian ini adalah kejadian ISPA pada bayi usia
-12 bulan.
variabe ndari kesalahan persepsi, diperlukan batasan yang ditetapkan
tersebut sehingga diperlukan definisi operasional yang meliputi
No. Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Variabel Dependen
Variabel d
6
b. Definisi Operasional
Penelitian dilakukan dengan melakukan pengumpulan data mengenai beberapa
l. Untuk menghi
dari variabel-variabel
definisi variabel dalam penelitian maupun alat, cara, hasil serta skala ukur. Definisi
operasional dari masing-masing variabel tercantum pada tabel 3.1
1
ASI
eksklusif
ASI saja tanpa
makanan
Kuesioner
I
Eksklusif
2. Non asi
usif
Nominal Pemberian Praktek pemberian Wawancara 1. AS
tambahan sampai
usia 6 bulan
ekskl
2 ISPA Penyakit infeksi
akut yang
menyerang saluran
1. Kuesioner
2. Data
sekunder
smas
2.Tidak mengalami
inal
pernapasan dan
bisa bermanifestasi
batuk pilek.
p
dari
uske
1. Mengalami Nom
Tabel 3.1
isi operasional Defin
-
40
2.4 Populasi dan
a. Populasi
Populasi merupakan u subjek yang berada pada suatu
wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian,
nit atau individu dalam ruang lingkup yang akan di teliti
011: 27). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini sebagai subjek
b.
an prosedur tertentu sehingga diharapkan
wakili populasi (Martono,2011: 30). Sedangkan menurut (Notoatmodjo,
SI eksklusif, ASI parsial , ataupun non ASI di wilayah kerja
2.
Sampel
keseluruhan objek ata
atau keseluruhan u
(Martono,2
kasus adalah ibu-ibu yang memiliki anak usia 6-12 bulan yang tercatat di wilayah
kerja Puskesmas Jagakarsa tahun 2013.
Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang memiliki ciri-ciri atau keadaan
tertentu yang akan diteliti, atau sampel dapat didefinisikan sebagai anggota
populasi yang dipilih dengan menggunak
dapat me
2010: 47) sampel merupakan sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang
diteliti yang dianggap mewakili seluruh populasi. Sampel yang digunakan
sebanyak sampel, sampel berikut sudah memenuhi beberapa kriteria, diantaranya:
1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu
populasi, suatu target dan terjangkau akan diteliti. Adapun kriteria inklusi
sampel yang akan diteliti adalah : ibu yang mempunyai bayi usia 6-12 bulan
dan bayi diberi A
Puskesmas Jagakarsa.
Kriteria Eksklusi
-
41
Kriteria eksklusi adalah keadaan yang menyebabkan subyek memenuhi
kriteria inklusi namun tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian (Chandra,
c. Pen ntuan
penelitian ini cara penghitungan sampel adalah sebagai berikut :
1995: 45)
e Besar Sampel
Proses pengambilan sampel dilakukan setelah data populasi didapatkan, dalam
N Z1 /2. p. q1 p
d
Keterangan :
n = Besar sample
Z1 /22 distribusi normal baku (tabel Z) pada tingkat kepercayaan 95%= 1,96 pada 0,05
ang diberi ASI Eksklusif 57,9%
q
Berdasarka pada memerlukan
el min l se
1,9
n = ______
sample pada penelitian ini 94 orang.
= Nilai
P = Proporsi anak y
= 1-p : (1-0,579= 0,421)
d2 = Presisi ditetapkan 10% (0,1)
n perhitungan rumus diatas, maka penelitian ini
samp ima jumlah :
62 . 0,579 . 0,421
_________________
0,12
=93,642
Dengan demikian, jumlah
-
42
2.5
Pengukuran dan pengamatan variabel penelitian digunakan kuisioner
ampiran 1) yang isi nya tentang pola pemberian susu dan riwayat ISPA dan data
dan usia bayi di wilayah kerja
2.6
adap responden dengan menggunakan
ah disiapkan.
r
gan dengan penelitian.
a.
atmodjo,2010: 169) :
data
ra, angket atau pengamatan dari lapangan harus dilakukan
puter.
ta
Pengukuran Dan Pengamatan Variabel Penelitian
(l
sekunder di Puskesmas untuk melihat riwayat ISPA
puskesmas Jagakarsa.
Pengumpulan Data
a. Data Primer
Dilakukan melalui wawancara terh
kuesioner yang tel
b. Data Sekunde
Data sekunder diperoleh dari puskesmas, data berupa profil gambaran umum
dan informasi lain yang berhubun
2.7 Analisa Data
Pengolahan data
Langkah langkah pengolahan data sebagai berikut (Noto
1. Editing
Hasil wawanca
penyuntingan atau editing terlebih dahulu.
2. Coding data
Mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau
bilangan.
3. Entry data
Setelah mengubah data dalam bentuk kode, kemudian memasukan data ke
dalam kom
4. Cleaning da
-
43
Data yang sudah dimasukan, perlu di cek kembali untuk melihat
kemungkinan-kemungkinan adanya keslahan kode, ketidaklengkapan< dan
udian dilakukan pembetukan atau koreksi.
b. An
usi frekuensi pada
penden dan variebel dependen yang diteliti. Variabel independen
ASI eksklusif, sedangkan variebel dependen yaitu
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat adanya hubungan antara variebel
bebas (independen) dengan variabel terikat (dependen) dan untuk melihat
el. Uji statistik yang digunakan adalah Chi-Square. Bila
P value 0,05 adalah bermakna
P value > 0,05 adalah tidak bermakna
sebagainya, kem
alisi Data
1) Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat gambaran distrib
variebel inde
adalah praktek pemberian
ISPA.
2) Analisis Bivariat
kemaknaan antara variab
P value 0,05 maka hasil uji statistik bermakna atau adanya hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen. Bila P value > 0,05 maka hasil uji
statistik tidak bermakna atau tidak adanya hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen.
Uji kemaknaan statistik tentang hubungan pemberian ASI eksklusif dengan
kejadian ISPA pada bayi usia 6-12 bulan adalah :
-
44
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 ANALISIS UNIV
Analisis univariat dilakukan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi pada
variab yang diteliti. Selanjutnya hasil analisis univariat
akan dijelaskan pada sub-bab berikut ini:
Usia Bayi
Kejadian Total
ARIAT
el independen dan variabel dependen
1. Usia Bayi
Ispa Tidak Ispa
N % N % N %
6 Bulan 12 38,7 61,3 31 100 19
7 Bulan 4 0,0 6 10 0 4 60,0 10
8 Bulan 75,0 25,0 100 6 2 8
9 Bulan 14 70,0 6 30,0 20 100
10 Bulan 8 72,7 3 27,3 11 100
11 Bulan 5 62,5 3 37,5 8 100
12 Bulan 4 66,7 2 33,3 6 100
Total 53 56,4 41 43,6 94 100
TabDistribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Bayi Dan Kejadian Ispa Di Wilayah
Tabel di atas memperlihatkan, bayi yang berumur 6 bulan, sebanyak 12 bayi (38,7%)
pernah yi
berumur 7 bulan, sebanyak 4 bayi (40%) pern n 6 bayi (60%) tidak
pernah mengalami ISPA. Bayi yang berumur 8 bulan, 6 bayi (75%) pernah mengalami
ISPA dan 2 bayi (25%) tidak pernah mengalami ISPA. Sedangkan un