SKRIPSI...SKRIPSI KOORDINASI ANTARA LEMBAGA PEMERINTAH DALAM MENANGANI SANKSI TILANG KENDARAAN...
Transcript of SKRIPSI...SKRIPSI KOORDINASI ANTARA LEMBAGA PEMERINTAH DALAM MENANGANI SANKSI TILANG KENDARAAN...
SKRIPSI
KOORDINASI ANTARA LEMBAGA PEMERINTAH
DALAM MENANGANI SANKSI TILANG KENDARAAN PARKIR LIAR
DI KOTA MAKASSAR
Oleh :
Muh. Nurhamdan
Nomor Induk Mahasiswa : 105610491214
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
i
SKRIPSI
KOORDINASI ANTARA LEMBAGA PEMERINTAH
DALAM MENANGANI SANKSI TILANG KENDARAAN PARKIR LIAR
DI KOTA MAKASSAR
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Studi dan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara (S.Sos)
Disusun dan Diajukan Oleh
MUH. NURHAMDAN
Nomor Stambuk : 10561 04912 14
Kepada
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITASMUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
ii
iii
iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama Mahasiswa : Muh. Nurhamdan
Nomor Stambuk : 10561 04912 14
Program Studi : Ilmu Administrasi Negara
Menyatakan bahwa Skripsi ini dengan judul : Koordinasi Antara Lembaga
Pemerintah dalam Menangani Sanksi Tilang Kendaraan Parkir Liar di Kota
Makassar
adalah sepenuhnya merupakan karya sendiri. Tidak ada bagian di dalamnya yang
merupakan plagiat dari karya orang lain, tidak melakukan penjiplakan atau
pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang
berlaku dalam masyarakat keilmuan.
Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan
kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika
keilmuan dalam karya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya
ini.
Makassar, 2020
Yan g menyatakan
Muh. Nurhamdan
v
ABSTRAK
Muh. Nurhamdan. Koordinasi Antara Lembaga Pemerintah Dalam
Menangani Sanksi Tilang Kendaraan Parkir Liar di Kota Makassar
(dibimbing oleh Muh. Tahir dan Nasrul Haq).
Koordinasi antara lembaga pemerintah yang dimaksudkan dalam
menangani sanksi tilang kendaraan parkir liar di Kota Makassar adalah sebuah
kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan dan mengkoordinasikan unsur – unsur
manajemen (6m) dan pekerjaan–pekerjaan bawahan dalam mencapai tujuan
organisasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Koordinasi antara lembaga
pemerintah dalam menangani sanksi tilang kendaraan parkir liar di Kota Makassar
serta mengetahui faktor pendukung dan penghambatnya dalam Koordinasi antara
yang berlangsung antaralembaga pemerintah. Jenis penelitian yang digunakan
adalah kualitatif yakni suatu bentuk penelitian yang bertujuan untuk memberikan
gambaran umum sebagai macam data yang dikumpul dari lapangan secara
objektif dengan tipe deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
observasi, wawancara terhadap sejumlah informan. Analisis data menggunakan
model analisa interaktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Koordinasi antara lembaga
pemerintah dalam menangani sanksi tilang kendaraan parkir liar di Kota Makassar
secara umum telah cukup baik namun sepenuhnya belum terlaksana dengan
optimal ditinjau dari aspek : (1) Komunikasi, (2) Kesadaran Pentingnya
Koordinasi dan (3) Kompetensi Partisipan. Kemudian yang tergolong dalam
faktor pendukung pada kegiatan koordinasi antara lembaga pemerintah dalam
menangani sanksi tilang kendaraan parkir liar di Kota Makassar ini yaitu aspek
(a). Kerjasama dan (b). Komunikasi. Sedangkan yang yang tergolong dalam faktor
penghambat pada koordinasi antara lembaga dalam penertiban pelanggar parkir
liar di Kota Makassar ini yaitu aspek (a) Sosialisasi dan (b) Kedisiplinan.
Kata Kunci: Koordinasi, LembagaPemerintah, Parkir Liar
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Koordinasi Antara Lembaga Pemerintah dalam
Menangani Sanksi Tilang Kendaraan Parkir Liar di Kota Makassar”
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat
dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Administrasi Negara pada Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud
tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada terhormat
kepada Orang tua tercinta, Ayahanda Arifin dan Ibunda tercinta Nurhaeni yang
telah rela berkorban tanpa pamrih dalam membesarkan, mendidik serta
mendoakan keberhasilan penulis, yang tiada hentinya memberi dukungan disertai
segala pengorbanan yang tulus dan ikhlas. Bapak Dr. Muhammad Tahir, M.Si
selaku Pembimbing I dan Bapak NasrulHaq, S.Sos.,M.PA selaku Pembimbing II
yang senantiasa meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis,
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Bapak Dr. H. Abd. Rahman Rahim, S.E., M.M selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar, Ibunda Dr. Hj. Ihyani Malik,S.Sos.,M.Si selaku Dekan
Fakultas Ilmu Sospol dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
Bapak NasrulHaq, S.Sos.,M.PA selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
vii
Segenap Dosen dan seluruh jajaran Staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah banyak memberikan
pengetahuan di mulai dari semester awal hingga semester akhir. Teman
seperjuangan Afiliasi 2014 Rusli, Fikram, Erang, Supri, Irvan, Yazid, Afiq dan
teman dari komunitas PJK’s serta teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu terima kasih banyak dan semangat untuk berjuang mencapai Toga.
Pihak Dinas Perhubungan Kota Makassar dan Satlantas Polrestabes
Makassar yang telah memberikan izin dan bantuan untuk melakukan penelitian.
Teman seperjuangan yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu, terima kasih
karena selalu mendukung dan memberi motivasi dalam proses penyelesaian
skripsi. Kakanda tercinta dan terbaik Alam beserta Adinda tercinta Bintang,
terima kasih atas dukungan yang senantiasa memberikan doa, semangat dan
bantuan moral maupun materil. Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik
yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya skripsi ini
bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang
membutuhkan.
Makassar, 2020
Hamdan
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGAJUAN SKRIPSI ........................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN .................................................................................... iii
ABSTRAK .................................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ................................................................................................. v
DAFTAR ISI .............................................................................................................. vii
BAB I.PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar Belakang .................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian .............................................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian ............................................................................................ 7
BAB II.TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 8
A. Penelitian Terdahulu ......................................................................................... 9
B. Konsep dan Teori Manajemen .......................................................................... 9
C. Konsep Koordinasi .......................................................................................... 14
D. Konsep Parkir Liar .......................................................................................... 27
E. Kerangka Pikir ................................................................................................ 29
F. Deskripsi Fokus ............................................................................................... 30
G. Deskripsi Fokus Penilitian .............................................................................. 31
BAB III.METODE PENELITIAN .......................................................................... 32
A. Waktu dan Lokasi Penelitian .......................................................................... 32
B. Jenis dan Tipe Penelitian ................................................................................. 32
C. Informan .......................................................................................................... 33
D. Teknik Pengumpulan data ............................................................................... 33
E. Teknik Pengabsahan data ................................................................................ 34
F. Teknik Analisis data ........................................................................................ 35
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................................ 38
A. Deskripsi Obyek Penelitian
1. Gambaran Umum kota Makassar .............................................................. 38
2. Profil Dinas Perhubungan Kota Makassar ................................................ 39
3. Struktur Organisasi dan Visi Misi Dinas Perhubungan ............................ 40
4. Profil Polrestabes Kota Makassar ............................................................. 48
5. Data-data Pelanggar Parkir Liar ................................................................ 55
B. Hasil Penelitian Koordinasi antar Lembaga Pemerintah ................................ 57
C. Faktor Pendukung dan Penghambat Koordinasi antar Lembaga Pemerintah
dalam Menangani Sanksi Tilang Kendaraan Parkir Liar
1. Faktor Pendukung ..................................................................................... 67
2. Faktor Penghambat.................................................................................... 68
ix
BAB V. PENUTUP .................................................................................................... 70
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 70
B. Saran ................................................................................................................ 71
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 72
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelembagaan pemerintah merupakan sesuatu yang krusial berkenaan dengan
pelaksanaan otonomi daerah. Untuk itu perlu pengkajian dan perumusan mengenai
bentuk, struktur, fungsi, jumlah, dan jenis lembaga yang didasarkan pada
pertimbangan beban kerja, efisiensi, efektifitas, serta potensi dan kebutuhan daerah
secara realisasi. Dengan demikian perumusan rancangan kelembagaan pemerintah
daerah mungkin melahirkan variasi jumlah kelembagaan yang berbeda. Namun yang
pasti bahwa secara teori, kewenangan tidak identik dengan keharusan pembentukan
lembaga. Bersamaan dengan globalisasi tersebut kecendrungan lain yang dihadapi
adalah semangat otonomi daerah sebagai konsekuensi perubahan paradigma
pemerintahan sentralisasi ke desentralisasi. Di era desentralisasi ini, tentunya
Pemerintah Daerah lebih dituntut untuk merespon setiap permasalahannya.
Kebijakan yang muncul harus sesuai dengan konteks sosial daerahnya
tersebut. Munculnya UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, maka
berbagai kewenangan serta pembiayaan kini dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah
(Pemda) dengan lebih nyata. Kecendrungan yang demikian ini memberi peluang bagi
pengembangan potensi masing-masing daerah, interkoneksitas antar daerah, dan
sekaligus dapat menciptakan persaingan antar daerah. Bagi Kota Makassar, dua
kecendrungan di atas dapat mendorong pengembangan dan pemanfaatan kota karena
memiliki potensi sumber daya manusia, khususnya yang strategis dan ketersediaan
berbagai infrastruktur kota. Namun demikian, dapat juga menciptakan beban karena
2
dalam kenyataannya Kota Makassar dihadapkan juga pada masalah perkotaan yang
cukup kompleks. Perkembangan Kota Makassar dari tahun ke tahun semakin
memperlihatkan perubahan terhadap perubahan pola hidup masyarakat hal ini
berpengaruh terhadap sektor kepemilikan kendaraan di Makassar yang semakin
meningkat dimana setiap pemilik kendaraan menginginkan kemudahan untuk
menjalankan aktivitasnya. Meningkatnya penggunaan kendaraan serta aktivitas
masyarakat dari satu tempat ke tempat lain maka meningkat pula kebutuhan
masyarakat akan lahan atau ruang parkir.
Peraturan daerah yang mengatur parkir di tepi jalan umum adalah peraturan
daerah Kota Makassar No 17 tahun 2006 tentang pengelolaan parkir tepi jalan umum.
Dalam rangka terwujudnya pelaksanaan kebijakan pengelolaan parkir di tepi jalan
umum secara lebih berdaya guna dan berhasil guna serta untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat Kota Makassar. Dipandang perlu untuk mengatur
tentang pengelolaan parkir tersebut dalam peraturan daerah Kota Makassar.
Peraturan daerah No 17 tahun 2006, pada pasal 1 menyatakan bahwa parkir adalah
memberhentikan dan menempatkan kendaraan bermotor ditepi jalan umum yang
bersifat sementara pada tempat yang ditetapkan, sedangkan tempat parkir adalah
tempat yang berada ditepi jalan umum yang telah ditetapkan oleh pejabat terkait
(Walikota Makassar) sebagai tempat parkir. Secara hukum dilarang untuk parkir di
tengah jalan raya, namun parkir di sisi jalan umumnya diperbolehkan parkir tepi jalan
umum adalah menempati pelataran parkir tertentu di luar badan jalan, baik itu di
bangunan khusus parkir ataupun dihalaman terbuka.
3
Payung hukum perparkiran di Kota Makassar tertuang dalam Peraturan Daerah
Nomor 17 Tahun 2006 tentang aturan perparkiran Pasal 3 Ayat 1 berbunyi :
“wewenang pengelolaan parkir tepi jalan umum didelegasikan Walikota kepada
Direksi”. Direksi disini merupakan direksi Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya
Kota Makassar sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 17
Tahun 2006 tentang Pengelolaan Parkir Tepi Jalan Umum Dalam Daerah Kota
Makassar Pasal 1 Ayat 4. Melihat hal tersebut tidak salah kalau penulis mengatakan
bahwa kewenangan dalam pengelolaan perparkiran di Kota Makassar dipegang penuh
oleh Perusahaan Parkir (PD) Parkir Makassar Raya Kota Makassar.
Kewenangan Direksi Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya Kota Makassar
telah menetapkan beberapa kebijakan sesuai yang tercantum di dalam Peraturan
Daerah Nomor 17 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Parkir Tepi Jalan Umum Dalam
Daerah Kota Makassar pasal 3 ayat 2 yang menyatakan bahwa Direksi berwenang
menentapkan : (a) Titik/tempat–tempat parkir, (b) Pembagian tempat parkir, (c)
Pengelompokan jenis kendaraan pengguna tempat dan jasa parkir, (d) Pengguna
areal/pelataran parkir, (e) Tanda/garis tempat parkir, (f) Struktur tarif jasa
penggunaan/pemanfaatan fasilitas parkir, (g) Perbaikan/rehabilitasi sarana dan
prasarana parkir, (h) Pemasangan dan pemanfaatan fasilitas parkir.
Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat
sementara karena ditinggalkan oleh pengemudinya. Termasuk dalam pengertian parkir
adalah setiap kendaraan yang berhenti pada tempat–tempat tertentu baik yang
dinyatakan dengan rambu lalu lintas atau tidak, serta tidak semata–mata untuk
kepentingan menaikkan dan menurunkan orang atau barang, namun pada
4
kenyataannya kenyamanan dalam pelaksanaan parkir belum maksimal masih saja ada
kendaraan yang parkir di tepi jalan (on-street parking), yaitu parkir dengan
menggunakan badan/bahu jalan. Hal itu dikarenakan terbatasnya lahan parkir itu
sendiri yang disediakan oleh pemerintah, kemudian ditambah lagi dengan perilaku
pengguna jalan raya yang tidak disiplin dan tidak beretika sehingga mengakibatkan
kerugian seperti mengganggu lalu lintas, mengurangi kapasitas jalan karena adanya
pengurangan lebar jalur lalu lintas (Pri Guna Nugraha, 2013).
Perparkiran pada hakikatnya merupakan fenomena yang sering dijumpai
dalam sistem transportasi. Fenomena parkir tersebut terjadi hampir di seluruh daerah
yang ada di Indonesia. Parkir dapat berupa parkir kendaraan roda dua maupun roda
empat. Keduanya dapat mengganggu keindahan kota apabila tidak dilakukan penataan
dengan baik. Adisasmita dan Adisasmita (2011) dengan konsep traffic is a function of
buildings, menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara jumlah gedung dan
kepadatan lalu lintas. Penanggulangan permasalahan parkir liar oleh pemerintah
merupakan bagian dari kebijakan publik sehingga harus menimbulkan dampak yang
bisa dinikmati. Parkir liar sebagai kelompok sasaran harus benar–benar telah
memahami dan patuh terhadap peraturan yang ada. Keberadaan parkir liar sangat
mengganggu baik lalu lintas maupun pendapatan daerah, permasalahan ini harus
ditanggapi dengan cepat. Pemerintah hendaknya bersikap persuasif dan proaktif
dalam melakukan pencegahan dan penertiban dengan langkah yang tentunya harus
bijaksana. Upaya ini tentunya tidak terlepas dari adanya dukungan dan partisipasi
masyarakat secara luas. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diimbangi
dengan peningkatan taraf kesejahteraan hidup membuat masyarakat lebih cenderung
5
untuk ke arah konsumtif salah satunya dalam meningkatnya kepemilikan kendaraan
pribadi.
Dinas Perhubungan dan Satuan Lalu Lintas Polisi Resort Kota Besar Kota
Makassar telah melakukan penertiban dan penindakan parkir liar di bahu jalan raya.
Namun pada kenyataannya masih ada banyak pelaku dari masyarakat yang masih
melakukan parkir liar di titik–titik tertentu terutama yang ada di Jl. Balaikota, Kota
Makassar. Menurut data Dinas Perhubungan Kota Makassar pada tahun 2019, tingkat
pertumbuhan kendaraan bermotor rata–rata di Kota Makassar mencapai sekitar 19%
setiap tahunnya. Bertambahnya jumlah kendaraan berimplikasi pada jumlah lahan
parkir yang digunakan dalam kegiatan sehari–hari.
Pada beberapa kasus, pihak lain sering menyalahgunakan lahan parkir untuk
mendapatkan keuntungan. Lahan parkir menjadi masalah yang penting dan mendesak
yang sangat membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah daerah Kota Makassar
terkhususnya oleh lembaga pemerintah dalam hal ini, Dinas Perhubungan dan Aparat
Kepolisian Satuan Lalu Lintas Polisi Resort Kota Besar. Permasalahan munculnya parkir
liar di Kota Makassar yaitu :
a. Lahan parkir yang terbatas
b. Petugas parkir memanfaatkan lokasi parkir ilegal
c. Kurangnya koordinasi antara instansi terkait.
Pentingnya penelitian ini adalah sebagai rekomendasi agar kedepannya
masalah parkir liar di Kota Makassar bisa ditangani secara maksimal oleh instansi
terkait. Penulis tertarik untuk meneliti permasalahan tersebut dengan judul
“Koordinasi Antara Lembaga Pemerintah Dalam Menangani Sanksi Tilang Kendaraan
6
Parkir Liar di Kota Makassar.” Karena terdapat perbedaan penelitian yang dilakukan
oleh peneliti yaitu dari segi sudut pandang yang digunakan yaitu mengenai koordinasi
dalam menangani parkir liar.
Melalui pemaparan latar belakang masalah penelitian yang telah peneliti
kemukakan, maka judul penelitian ini adalah “Koordinasi Antara Lembaga Pemerintah
Dalam Menangani Sanksi Tilang Kendaraan Parkir Liar di Kota Makassar.’’
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dan masalah utama penelitian, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Koordinasi Antara Lembaga Pemerintah Dalam Menangani
Sanksi Tilang Kendaraan Parkir Liar di Kota Makassar?
2. Apakah faktor–faktor yang yang menjadi penghambat Koordinasi Antara
Lembaga Pemerintah Dalam Menangani Sanksi Tilang Kendaraan Parkir Liar di
Kota Makassar?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini,
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis Koordinasi Antara Lembaga Pemerintah
Dalam Menangani Sanksi Tilang Kendaraan Parkir Liar di Kota Makassar
7
2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor–faktor yang menjadi penghambat
Koordinasi Antara Lembaga Pemerintah Dalam Menangani Sanksi Tilang
Kendaraan Parkir Liar di Kota Makassar.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka yang menjadi manfaat penelitian ini,
adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan kajian Ilmu Administrasi
Negara, khususnya tentang Koordinasi Antara Lembaga Pemerintah Dalam
Menangani Sanksi Tilang Kendaraan Parkir Liar di Kota Makassar.
2. Manfaat Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi dan
masukan bagi Pemerintah Kota Makassar khususnya Dinas Perhubungan dan
SatLantas Polrestabes Kota Makassar dalam Menangani Sanksi Tilang
Kendaraan Parkir Liar di Kota Makassar.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang digunakan penulis adalah sebagai dasar
dalam penyusunan penelitian. Tujuannya adalah untuk mengetahui hasil yang
telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, sekaligus sebagai perbandingan dan
gambaran yang dapat mendukung kegiatan penelitian berikutnya yang sejenis.
Berikut ini beberapa contoh penelitian terdahulu yang terkait dengan tema
penelitian :
1) Penelitian pertama adalah skripsi yang berjudul “Analisis Koordinasi
Satuam Kerja Pemerintah Daerah dalam Penataan Ruang Kota
Cilegon” ditulis oleh Dewi Octavia. Mahasiswa Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa program studi Ilmu Administrasi Negarapada tahun 2014.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang bagaimana
koordinasi satuan kerja pemerintah daerah dalam penataan ruang di
kota Cilegon. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kualitatif denganteknik observasi dan wawancara mendalam. Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
wawancara, observasi dan studi dokumentasi .
2) Rika Meilia Tarigan (2007) yang berjudul Pengaruh Koordinasi
terhadapkinerja pegawai pada Dinas Jalan dan Jembatan Propinsi
Sumatera Utara.Dengan variabelnya: Koordinasi (Independen) dan
Kinerjanya (Dependen).Kesimpulan penelitian itu adalah variabel
9
independen mempunyai pengaruhyang positif signifikan terhadap variabel
dependennya
3) Henni Hartati (2008) yang berjudul pengaruh Koordinasi terhadap
Semangatkerja pegawai koperasi republik Indonesia kec. Dumai
Barat. Denganvariabelnya: Koordinasi (Independen) dan semangat
kerja (Dependen).Kesimpulan penelitian itu adalah variabel independen
mempunyai pengaruhyang positif signifikan terhadap variabel dependennya
masing-masing.
B. Konsep dan Teori Manajemen
Manajemen menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Manajemen
adalah pimpinan yang bertanggung jawab atas jalannya perusahaan dan
organisasi. John D. Millet (Sukarna, 2011: 2), dalam buku Management In The
Public Service menyatakan Management Is The Process Oif Directing And
Facilitating The Work Of People In Formal Group To Achieve A Desired End.
(Manajemen adalah proses pembimbingan dan pemberian fasilitas terhadap
pekerjaan orang-orang yang terorganisir dalam kelompok formil untuk mencapai
suatu tujuan yang dikehendaki).
Suatu organisasi diperlukan manajemen untuk mengatur proses
penyelenggaraanorganisasi hingga tercapainya tujuan dari organisasi tersebut.
Pada instansi pemerintah khususnya menyangkut soal pelayanan publik,
diperlukan manajemen yang efektif dan efisien dalam proses penyelenggaraan
pelayanan agar tercapainya tujuan dari pelayanan itu sendiri yakni kepuasan
10
masyarakat.Katamanajemenberasal dari bahasa Prancis kuno ménagement,yang
memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Istilah manajemen yang
diterjemahkan dari kata managememang biasanya dikaitkan dengan suatu
tindakan yang mengatur sekelompok orang di dalam organisasi atau lembaga
tertentu demi mencapai tujuan-tujuan tertentu. ada penelitian ini, peneliti
mengutipdefinisi manajemen menurut beberapa ahli.
Manulang (Atik & Ratminto,2012: 1) mendefinisikan manajemen sebagai
suatu seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
penyusunan dan pengawasan daripada sumber daya manusia untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. G.R Terry (Hasibuan, 2009 : 2)
mendefinisikan manajemen sebagai suatu prosesyang khas yang terdiri dari
tindakan-tindakan perencanaan, pengarahan dan pengendalian yang dilakukan
untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan
melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber
lainnya.Sedangkan menurut Stoner dan Freeman (Safroni, 2012: 44)
manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan
pengendalian upaya anggota organisasi dan proses penggunaan semua
sumber daya organisasi untuk tercapainya tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Definisi Manajemen menurut Terry dalam Torang (2014) adalah suatu
proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu
kelompok orang–orang kearah tujuan–tujuan organisasional atau maksud–maksud
yang nyata. Sedangkan, menurut Stoner dalam Wijayanti (2008) Manajemen
adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan
11
pengendalian upaya dari anggota organisasi serta penggunaan semua sumber daya
yang ada pada organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan
sebelumnya. Follet dalam Wijayanti (2008) Manajemen sebagai seni
menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Koontz dan O’Donnel dalam
Hasibuan (2014) Manajemen adalah menciptakan lingkungan yang efektif agar
orang bisa bekerja di organisasi formal. Gulick dalam Handoko (2011)
Manajemen adalah sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan (science) yang
berusaha secara sistematis untuk mengetahui mengapa dan bagaimana manusia
bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan dan membuat sistem ini lebih
bermanfaat bagi kemanusiaan.
Berdasarkan pengertian-pengertian manajemen yang telah dijelaskan
diatas, maka dalam penelitian ini dapat dipahami bahwa manajemen merupakan
suatu rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pengendalian serta pengawasan dengan memanfaatkan sumber daya manusia serta
sumber-sumber daya lainnya untuk mencapai suatu tujuan organisasi yang
telah ditentukan. Manajemen berasal dari kata to manageyang artinya mengatur.
Adapun unsur-unsur manajemen yang terdiri dari 6M yaitu man, money,
mothode, machines, materials, dan market. Manajemen adalah suatu cara/seni
mengelola sesuatu untuk dikerjakan oleh orang lain. Untuk mencapai tujuan
tertentu secara efektif dan efisien yang bersifat masif, kompleks dan bernilai
tinggi tentulah sangat dibutuhkan manajemen.
Sumber daya manusia merupakan kekayaan (asset) organisasi yang harus
didayagunakan secara optimal sehingga diperlukannya suatu manajemen untuk
12
mengatur sumber daya manusia sedemikian rupa guna mencapai tujuan yang
telah ditetapkan sejak awal.
Dalam manajemen terdapat sejumlah fungsi-fungsi operasional. Fungsi-
fungsi tersebut telah dikemukakan oleh para penulis dengan berbagai sudut
pendekatan dan sudut pandang yang berbeda. Adapun fungsi-fungsi manajemen
yang dikemukakan oleh para ahli yang dikutip oleh Malayu S.P. Hasibuan
(2009;3) diantaranya menurut G.R. Terry ialah “Planning, Organizing,
Actuating, dan Controlling”. Sedangkan menurut John F. Mee ialah “Planning,
Organizing, Motivating, dan Controlling”. Selain itu menurut Louis A. Allen
ialah “Leading, Planning, Organizing, Controlling”. Sedangkan menurut MC.
Namara ialah “Planning, Programming, Budgeting, dan System”. Lebih lanjut
terkait dengan fungsi-fungsi manajemen menurut Terry dalam Hasibuan
(2009:10) dijabarkan dibawawah ini :
a) Planning (Perencanaan)
Terry dalam bukunya Principles of Management (Sukarna, 2011: 10)
mengemukakan tentang Planning sebagai berikut, yaitu “Planning is the selecting
and relating of facts and the making and using of assumptions regarding the
future in the visualization and formulation to proposed of proposed activation
believed necesarry to accieve desired result”. Perencanaan adalah pemilih fakta
dan penghubungan fakta serta pembuatan dan penggunaan perkiraan atau asumsi
untuk masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan
kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan”.
b) Organizing (Pengorganisasian)
13
Pengorganisasian tidak dapat diwujudkan tanpa ada hubungan dengan
yang lain dan tanpa menetapkan tugas-tugas tertentu untuk masing masing unit.
George R. Terry dalam bukunya Principles of Management (Sukarna, 2011: 38)
c) Actuating (Pelaksanaan/Penggerakan)
Terry dalam bukunya Principles of Management (Sukarna, 2011: 82)
mengatakan bahwa Actuating is setting all members of the group to want to
achieve and to strike to achieve the objective willingly and keeping with the
managerial planning and organizing efforts. Penggerakan adalah membangkitkan
dan mendorong semua anggota kelompok agar supaya berkehendak dan berusaha
dengan keras untuk mencapai tujuan dengan ikhlas serta serasi dengan
perencanaan dan usaha-usaha pengorganisasian dari pihak pimpinan. Definisi
diatas terlihat bahwa tercapai atau tidaknya tujuan tergantung kepada bergerak
atau tidaknya seluruh anggota kelompok manajemen, mulai dari tingkat atas,
menengah sampai kebawah. Segala kegiatan harus terarah kepada sasarannya,
mengingat kegiatan yang tidak terarah kepada sasarannya hanyalah merupakan
pemborosan terhadap tenaga kerja, uang, waktu dan materi atau dengan kata lain
merupakan pemborosan terhadap tools of management. Hal ini sudah barang
tentu merupakan mis-management.
d) Controlling (Pengawasan)
Kontrol mempunyai perananan atau kedudukan yang penting sekali dalam
manajemen, mengingat mempunyai fungsi untuk menguji apakah pelaksanaan
kerja teratur tertib, terarah atau tidak. Walaupun planning, organizing, actuating
baik, tetapi apabila pelaksanaan kerja tidak teratur, tertib dan terarah, maka tujuan
14
yang telah ditetapkan tidak akan tercapai. Dengan demikian control mempunyai
fungsi untuk mengawasi segala kegaiatan agara tertuju kepada sasarannya,
sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
C. Konsep Koordinasi
Koordinasi adalah penyelarasan secara teratur atau penyusunan kembali
kegiatan-kegiatan yang saling bergantung dari individu-individu untuk mencapai
tujuan bersama. Sebagaimana dijelaskan Hasibuan (2014), Koordinasi adalah
kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan dan mengkoordinasikan unsur – unsur
manajemen (6m) dan pekerjaan–pekerjaan bawahan dalam mencapai tujuan
organisasi. Koordinasi merupakan bagian terpenting di antara anggota–anggota
atau unit–unit organisasi yang pekerjaannya saling bergantungan. Koordinasi
sangat diperlukan dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi
tersebut sehingga akan terjadi negosiasi agar mendapat kesepakatan. Beberapa
ahli memberikan pengertian tentang koordinasi.
Menurut Siagian dalam Moekijat (1994) Kordinasi adalah pengaturan tata
hubungan dari usaha bersama untuk memperoleh kesatuan tindakan dalam usaha
pencapaian tujuan bersama pula. Koordinasi adalah suatu proses yang mengatur
agar pembagian kerja dari berbagai orang atau kelompok dapat tersusun menjadi
suatu kebutuhan yang ter-integrasi dengan cara yang se-efisien mungkin.
Handayaningrat dalam Moekijat (1994) Koordinasi adalah usaha penyesuaian dari
bagian yang berbeda–berbeda, agar kegiatan dari bagian– bagian itu dapat selesai
15
tepat pada waktunya, sehingga masing–masing anggota dapat memberikan
sumbangan usahanya secara maksimal, agar diperoleh hasil secara keseluruhan.
Menurut Terry dalam Torang (2014) Koordinasi adalah salah satu strategi
yang sangat efektif dalam mencapai tujuan organisasi oleh karena : “coordination
is the orderly synchronization of efforts to provide the proper amount, timing, and
directing of execution resulting in harmonious and unfied actions to a state
objective”. Menurut Money dan Reily dalam Handayaningrat (1989)
“Coordination as teh achievment of orderly group effort, and unty of action in the
pursuit of acommon purpose”. (Koordinasi sebagai pencapai usaha kelompok
secara teratur dan kesatuan tindakan di dalam mencapai tujuan bersama).
Sedangkan menurut E.F.L. Brech dalam Hasibuan (2014) Koordinasi adalah
mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan
pekerjaan yang cocok kepada masing–masing dan menjaga agar kegiatan itu
dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu
sendiri.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti menarik sebuah kesimpulan
bahwa yang dimaksud dengan koordinasi adalah peroses pengaturan, memadukan
atau pengintegrasian kepentingan bersama untuk mencapai tujuan bersama secara
efektif dan efisien.
Menciptakan suatu koordinasi yang efektif tentunya diperlukan hubungan
kerja dan komunikasi. Sebagaimana yang telah dijelaskan Tunggal (1993) bahwa
komunikasi adalah kunci dari koordinasi yang efektif. Koordinasi dan hubungan
kerja adalah dua pengertian yang saling kait– mengkait, karena koordinasi hanya
16
dapat dicapai sebaik–baiknya dengan melakukan hubungan kerja yang efektif.
Hubungan kerja adalah bentuk komunikasi administrasi, yang membantu tercapai
koordinasi. Oleh karena dikatakan bahwa hasil akhir dari pada komunikasi
(hubungan kerja) ialah tercapainya koordinasi dengan cara yang efektif dan
efisien. Beberapa ahli ada yang beranggapan lebih baik mendefinisikan
pengkoordinasian (coordinating) ketimbang (coordination). Koordinasi adalah
hasil daripada pengkoordinasian, seperti halnya rencana (plan) adalah hasil
daripada perencanaan (planning). Koordinasi tidak sama dengan
pengkoordinasian. Koordinasi bukan merupakan suatu kegiatan atau proses seperti
yang telah diuraikan sebelumnya. Torang (2014) menyatakan bahwa proses
manajemen akan berjalan sempurna dan efektif, apabila koordinasi
diimplementasikan khusus pada dimensi “organizing” dan “actuating”. Berikut
ini skema yang menggambarkan hubungan antara proses mananjemen dengan
koordinasi.
Internal Coordinating of an Enterprise (Terry)
Gambar 2.1 : Co-ordination, sumber : Torang (2014)
Organizin
gnggg
Actuating
contro
llin
g
Pla
nn
ing
Men
Dealing with
materials, machine,
money, markets&
methode
17
Skema di atas menggambarkan hubungan antara manajemen proses
dengan koordinasi. Pada kotak tengah menggambarkan bahwa manusia (men)
yang dilengkapi dengan memiliki bahan (materials), mesin (machine), uang
(money), pasar (market), dan metode (methods) tidak akan mencapai tujuan
organisasinya tanpa menjalankan fungsi manajemen (planning, organizing,
actuating, dan controlling) serta melakukan koordinasi baik secara internal
maupun eksternal.
1) Perencanaan (Planning) dan Koordinasi (Coordination)
Menurut Terry dalam Torang (2014), pengaruh perencanaan sangat
signifikan terhadap koordinasi. Hal ini berarti bahwa sebuah rencana haruslah
terinterelasi dan di desain bersama dan oleh sebab itu, kedudukan organisasi
menjadi sangat penting. Misalnya dalam pelaksanaan manajemen berbasis
sekolah, dalam mebuat rencana (planning) sebuah sekolah harus
menginterelasikan dan mendesain rencana tersebut bersama dengan guru, murid,
masyarakat lingkungan sekolah, dan stakeholder.
2) Pengaturan (Organizing) dan Koordinasi (Coordination)
Terbilang akan sangat sulit untuk tidak melakukan koordinasi dalam
mengimplementasikan “organizing” sebagai salah satu fungsi manajemen. Terry
menjelaskan bahwa : “organizing has a pofound effect upon coordination because
where the component activities are assigned regulates the amount and extend of
co-ordination they will receive. A manager with three subordinates reporting to
him is logically expected to maintain co-ordination among their efforts”. Pendapat
Terry tersebut mengindikasikan bahwa manajemen hanya dapat efektif melalui
18
koordinasi dan atau keberhasilan “organizing” dalam sebuah koordinasi
ditentukan oleh “coordination”.
3) Pelaksanaan (Actuating) dan Koordinasi (Coordination)
“Actuating” pelaksanaan tipe dan fungsi kepemimpinan (leader function),
pengawasan, dan instruksi merupakan bentuk “coordination” yang sangat
signifikan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Terry yang menjelaskan bahwa :
“by employing variations in the intensities of the many different actuating forces,
a manager helps to achieve coordination”.
4) Pengawasan (Controlling) dan Koordinasi (Coordination)
“Controlling” memiliki hubungan langsung dengan “Coordination”
terhadap evaluasi kemajuan pekerjaan. Hal tersebut membantu mensinkronkan
setiap usaha, sehingga tujuan organisasi yang telah ditentukan dapat dicapai.
Koordinasi berhubungan dengan tugas menyatupadukan kegiatan-kegiatan guna
menjamin suksesnya pencapaian tujuan. Beberapa manajer berpendapat bahwa
koordinasi merupakan satu-satunya kata yang paling tepat untuk menentukan
jumlah keseluruhan hasil kerja mereka. Penganjur tertentu menyarankan sebutan
koordinator sebagai suatu istilah yang lebih tepat ketimbang manajer. Penganjur
demikian menyadari bahwa mengkoordinasikan berarti hampir sama dengan
menjalankan manajemen.
Koordinasi berhubungan dengan keefektifan organisasi dan unit-unitnya.
Lawrence dan Lorsch dalam Moekijat (1994) menemukan bahwa perbedaan
dalam koordinasi yang dicapai di antara unit-unit enam perusahaan plastik
berhubungan dengan perbedaan dalam pelaksanaan pekerjaan organisasi.
19
Perusahaan plastik yang mempunyai koordinasi yang lebih besar di antara unit-
unit juga mengalami perubahan yang lebih besar dalam laba, penjualan, volume,
dan pengembangan produk baru ketimbang perusahaan-perusahaan yang
mempunyai koordinasi kecil.
Para peneliti juga mengenal empat macam perbedaan dalam sikap dan
gaya bekerja yang cenderung timbul di antara bermacam-macam individu dan
bagian dalam organisasi. Perbedaan-perbedaan ini yang mereka sebut diferensiasi
menyulitkan tugas mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan organisasi secara efektif.
a. Diferensiasi
Diferensiasi atau perbedaan dalam sikap dan gaya bekerja yang dimaksud
oleh para peneliti adalah :
1) Perbedaan dalam orientasi terhadap sasaran-sasaran khusus
Anggota-anggota dari bagian-bagian yang berlainan mengembangkan
sudut pandangan mereka sendiri tentang bagaimana cara yang terbaik untuk
memajukan kepentingan untuk memajukan kepentingan organisasi.
2) Perbedaan dalam orientasi waktu
Beberapa anggota organisasi, seperti manajer-manajer produksi, akan lebih
banyak berhubungan dengan masalah-masalah yang dengan segera diselesaikan.
3) Perbedaan dalam orientasi antar-perseorangan
Dalam beberapa kegiatan organisasi seperti produksi, mungkin terdapat
secara relatif cara-cara berkomunikasi yang mendadak. Keputusan-keputusan
mungkin dibuat dengan cepat untuk menggerakkan sesuatu.
4) Perbedaan dalam formalitas struktur
20
Tiap macam unit dalam organisasi mungkin mempunyai metode dan
standar yang berlainan untuk menilai kemajuan ke arah tujuan dan untuk
memberikan penghargaan kepada pegawai.
b. Sebab-sebab timbulnya koordinasi
Menurut Tosi dan Carroll dalam Moekijat (1994), masalah-masalah
koordinasi timbul karena dua hal, yakni karena kondisi organisasi dan karena
masalah manusia. Masalah yang timbul karena kondisi organisasi adalah masalah
organisasi yang terjadi karena unit-unit yang berlainan mempunyai kegiatan yang
berlainan yang harus diselesaikan, tetapi kegiatan tersebut mempunyai jadwal
waktu yang berlainan.
1) Kondisi organisasi dan koordinasi
Sesuai organisasi yang menyebabkan timbulnya masalah koordinasi adalah :
a) Apabila subsistem-subsistem organisasi yang menyilang batas bagian
b) Apabila kegiatan-kegiatan yang saling bergantung mempunyai jadwal
waktu yang berlainan
c) Apabila jarak geografis di antara bagian-bagian sangat jauh.
2) Faktor manusia dan koordinasi
Beberapa masalah koordinasi disebabkan oleh perbedaan di antara orang-
orang dan di antara kelompok-kelompok ketimbang disebabkan oleh masalah-
masalah organisasi. Perasaan pribadi dapat diperoleh karena hubungan kerja yang
baik dengan orang-orang lain. Hubungan antara kelompok-kelompok dan bagian-
bagian dapat ditandai misalnya oleh kooperatif, berguna, atau tidak kooperatif,
bermusuhan, saling merusak. Akan tetapi kita tidak akan menganggap bahwa
21
kerja sama antar kelompok itu baik dan pertentangan antar kelompok itu jelek
bagi suatu organisasi.
Menurut Moekijat (1994) banyak faktor berlainan dapat membantu kepada
koordinasi yang kurang baik di antara kelompok-kelompok yang mengakibatkan
hasil yang tidak baik seperti konfrontasi, pengaturan siasat, dan penyusunan
kekuatan untuk mengatasi yang lain.
a) Persaingan mengenai sumber daya
Kelompok-kelompok dapat bekerja lebih mudah dan sasaran kelompok
dapat lebih mudah mencapainya apabila mereka mempunyai sumber daya, uang,
orang, atau modal fisik yang memadai. Akan tetapi apabila sejumlah kelompok
bergantung kepada sumber daya yang terbatas, maka ada kemungkinan terdapat
banyak persaingan untuk sumber daya.
b) Perbedaan dalam status dan arus pekerjaan
Koordinasi yang kurang baik berkembang, tidak hanya karena urutan arus
pekerjaan dalam suatu organisasi, tetapi juga karena hubungan kerja adalah
sedemikian rupa sehingga individu-individu dari kelompok yang statusnya rendah
tampak memberitahukan kepada individu-individu dari kelompok organisasi yang
statusnya lebih tinggi mengenai apa yang harus dilakukan.
c) Tujuan-tujuan yang bertentangan
Kelompok-kelompok yang berlainan sering mempunyai tujuan-tujuan yang
berlainan pula. Tujuan-tujuan ini dapat bertentangan, mengakibatkan pertentangan
antara kedua kelompok yang harus mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan mereka.
Pertentangan khususnya adalah mungkin apabila kedua kelompok yang berlainan
22
diberi penghargaan karena mencapai tujuan yang telah ditentukan bagi mereka
ketimbang tujuan-tujuan perusahaan yang dikoordinasikan. Pejabat-pejabat yang
berlainan mungkin tidak menyetujui relatif pentingnya tujuan-tujuan perusahaan
yang berlainan. Beberapa pejabat pimpinan mungkin menekankan tujuan
organisasi jangka pendek sementara pejabat-pejabat pimpinan lainnya mungkin
menekankan pada tujuan jangka panjang.
d) Penglihatan, sikap, dan nilai yang berlainan
Meskipun kelompok-kelompok yang berlainan dapat saling mengadakan
reaksi secara teratur, anggota-anggota dari suatu kelompok dapat melihat hal-hal
yang berlainan dari anggota-anggota kelompok lainnya. Perbedaan penglihatan
timbul dari kecendrungan seorang individu untuk menilai sesuatu dipandang dari
sudut pengalaman pribadinya. Morse dan Lorsch dalam Moekijat (1994)
menunjukkan bagaimana sikap-sikap dan nilai-nilai berlainan di antara individu-
individu dalam unit-unit organisasi organik. Manajer-manajer dalam unit-unit
organik berbeda dengan manajer-manajer dalm unit-unit mekanistik dalam hal
bahwa mereka dalam unit-unit organik : (1) Mempunyai lebih banyak kesabaran
terhadap kemanduan, (2) Dapat menghadapi masalah-masalah yang lebih
kompleks, (3) Lebih menyukai otonomi, (4) Menghargai individualisme, (5)
Mengharapkan kelompok-kelompok pengaruh dari luar, (6) Mempunyai nilai
profesional yang tinggi.
e) Wewenang dan penunjukan pekerjaan yang meragukan
Apabila tugas-tugas memerlukan pekerjaan dari dua kelompok atau lebih,
maka ada kemungkinan sulit menunjukkan tanggung jawab dengan tepat atau
23
menentukan pujian atau kesalahan yang tepat untuk pelaksanaan pekerjaan yang
baik atau yang jelek. Berdasarkan alasan ini maka anggota-anggota dari beberapa
kelompok mungkin tidak ingin memperoleh penunjukan bersama.
f) Usaha menguasai atau mempengaruhi
Unit-unit yang berlainan akan berbeda dalam status dan kekuasaannya
dalam organisasi. Perbedaan dalam status dan kekuasaan berhubungan dengan
tuntutan-tuntutan yang ditrentukan terhadap organisasi oleh lingkungannya dan
oleh kemampuan kelompok tertentu untuk mengatasi tuntutan-tuntutan ini. Di
dalam kelompok-kelompok yang terancam, kepaduan meningkat. Oleh karena tiap
kelompok merasakan ancaman dari kelompok lain, maka tiap kelompok tersebut
menjsadi lebih erat bersatu dan menuntut kesetiaan yang lebih besar dari anggota-
anggotanya. Di antara kelompok-kelompok yang bertentangan mulai timbul
permusuhan. Tiap kelompok mulai melihat kelompok-kelompok yang lain sebagai
musuh. Kelompok mulai mengalami pengubahan penglihatan yang kurang baik.
Kelompok cenderung hanya melihat bagiannya sendiri yang paling baik,
mengingkari kelemahan-kelemahannya dan cenderung hanya melihat bagian yang
paling jelek dari kelompok lain, mengingkari kekuatan-kekuatannya.
Menurut Handayaningrat (1989), koordinasi dalam proses manajemen
dapat diukur melalui indikator yaitu :
a. Komunikasi
Komunikasi adalah proses interaksi atau hubungan saling pengertian satu
sama lain antara sesama manusia. Proses interaksi atau hubungan satu sama lain
24
yang di kehendaki oleh sesorang dengan maksud agar dapat diterima dan
dimengerti antara sesamanya.
1) Ada tidaknya informasi
Menurut Terry dalam Handayaningrat (1989) ada tidaknya informasi
tergantung pada :
a) Tujuan si penerima, Informasi harus berguna untuk penerima informasi.
b) Keterlibatan penyampaian dan pengolahan data, Inti informasi harus
dipertanggungjawabkan.
c) Waktu, Informasi harus up to date, sesuaikan dengan waktunya jangan
sampai kadaluarsa.
d) Ruang dan Tempat, Apakah informasi tersebut terdapat pada ruang dan
tempat yang tepat.
e) Bentuk, Apakah wujud informasi tersebut dapat digunakan secara efektif.
f) Sematik, Apakah tiap kata dan arti cukup jelas, jangan sampai salah tafsir
bagi penerima.
2) Ada tidaknya alur informasi
Dalam suatu organisasi alur informasi tersebut sangat penting bukan hanya
demi tercapainya tujuan dan berbagai sasarannya. Akan tetapi juga dalam rangka
peningkatan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kerja organisasi sebagai
keseluruhan.
a) Peningkatan Efisiensi
25
Arus informasi sebenarnya digunakan untuk menunjang tujuan dan sasaran
dari perusahaan. Dan arus informasi yang baik akan meningkatkan efisiensi
operasional yang baik pula.
b) Efektivitas
Arus informasi selain untuk peningkatan efesiensi juga untuk rangka
peningkatan efektivitas dalam pengambilan keputusan dalam suatu
organisasi atau perusahaan.
c) Produktivitas Kerja Organisasi
Arus informasi selain digunakan dalam rangka peningkatan efisien,
peningkatan efektivitas, arus informasi juga dapat meningkatkan
produktivitas kerja dalam suatu organisasi.
3) Ada tidaknya teknologi informasi
a) Dengan adanya tekhnologi informasi dalam sebuah organisasi, akan
mampu mengimbangi perubahan-perubahan baik dalam struktur organisasi
maupun dalam kegiatan berorganisasi, serta mampu mengubah pola
komunikasi atau interaksi yang berlangsung baik itu secara vertikal
maupun horizontal.
b) Kesadaran Pentingnya Koordinasi
Komunikasi merupakan salah satu dari sekian banyak kebutuhan manusia
dalam menjalani hidup dan kehidupannya. Perkataan komunikasi berasal
dari perkataan communicare, yaitu yang dalam bahasa latin mempunyai
arti berpartisipasi ataupun memberitahukan. Dalam organisasi komunikasi
sangat penting karena dengan komunikasi partisipasi anggota akan
26
semakin tinggi dan pimpinan memberitahukan tugas kepada karyawan
harus dengan komunikasi. Dengan demikian komunikasi merupakan
hubungan antara komunikator dengan komunikan dimana keduanya
mempunyai peranan dalam menciptakan komunikasi.
5) Tingkat pengetahuan pelaksana terhadap koordinasi
a) Kompetensi Partisipan
Yaitu kompetensi yang merujuk kepada pemahaman tentang komunikasi
berlangsung, termasuk hubungan peran, informasi yang dimiliki bersama
oleh partisipan atau keterlibatan dalam suatu program atau kegiatan
tertentu dalam berbagai tahapan tindakan. Secara partisipatif untuk
mencapai tujuan, suatu program kegiatan yang didalamnya memerlukan
koordinasi tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari sumber daya
manusia yang cukup kualitas dan kuantitasnya.
b) Ada tidaknya pejabat yang berwenang terlibat, Ada tidaknya ahli di bidang
ahli di bidang pembangunan yang terlibat.
D. Konsep Parkir Liar
Pengertian parkir liar dapat dilihat dari pernyataan Ritongga dalam jurnal
penelitian Paiman Rahardjo (2010) dengan judul Efektivitas Penerapan Sanksi
Parkir Liar Kendaraan Bermotor di Wilayah Suku Dinas Perhubungan Kota
Jakarta Selatan. “Pelanggaran parkir adalah pelanggaran terhadap rambu lalu
lintas yang ditandai dengan rambu larangan parkir, rambu larangan stop, serta
larangan parkir di jalan. Larangan ditetapkan karena alasan kapasitas jalan lebih
diutamakan daripada memberikan akses, ataupun karen alasan keselamatan.
27
Parkir liar merupakan suatu penyebab utama terjadinya kemacetan
kemacetan, kesemrawutan dan bahkan kecelakaan, baik bagi kendaraan itu sendiri
maupun bagi pejalan kaki. Pengendalian dan penindakan umunya adalah
merupakan langkah yang dilakukan dan masalah parkir liar harus ditata oleh
Pemerintah Daerah (Walikota/Bupati) setempat melalui beberapa jenis organisasi
pengelola parkir perkantoran. Secara langsung dapat dibedakan antara parkir liar
dan parkir resmi selain dari lokasi parkir, juga kepada petugas parkir. Petugas
parkir resmi adalah petugas parkir yang telah terdaftar di Dinas Perhubungan
dengan bukti memiliki Surat Keputusan (SK) dalam melakukan parkir. Selain itu
petugas parkir juga menggunakan rompi/jaket tukang parkir, topi dan peluit.
Parkir liar biasanya adalah parkir yang berada bukan di lokasi yang
memang ditentukan untuk menjadi lokasi parkir. Abubakar (1998) menyebutkan,
ketentuan mengenai parkir tepi jalan adalah sebagai berikut :
a. Sepanjang 6 meter sebelum dan sesudah tempat penyebrangan pejalan kaki,
atau tempat penyebrangan sepeda yang telah ditentukan.
b. Pada jalan yang sempit yang lebarnya kurang dari 6 meter dan mengijinkan
parkir hanya pada satu sisi jalan dengan lebar 6-9 meter.
c. Pada jalan dimana arus lalu lintas dipentingkan maka parkir sebaiknya
dilarang.
d. Sepanjang 25 meter sebelum dan sesudah tikungan tajam dengan radius
kurang dari 500 meter.
e. Sepanjang 50 meter sebelum dan sesudah jembatan
f. Sepanjang 50 meter sebelum dan sesudah perlintasan sebidang.
28
g. Di dalam daerah persimpangan dengan jarak sepanjang 25 meter sebelum dan
sesudah persimpangan.
Pengendalian terhadap petugas parkir ilegal perlu untuk dilakukan. Untuk
itu perlu dilakukan identifikasi lokasi parkir yang dikelola oleh petugas parkir
ilegal, baik tempat yang ditunjuk sebagai lokasi parkir ataupun tempat – tempat
yang tidak ditunjuk sebagai lokasi parkir. Bila ditemukan petugas parkir yang
demikian maka perlu di ambil langkah pengendalian. Agar langkah pengendalian
ini mempunyai kekuatan hukum maka ketentuan mengenai hal ini harus
dicantumkan dalam Peraturan Daerah mengenai perparkiran.
E. Kerangka Pikir
Penulis memakai teori Handayaningrat (1989), bahwa indikator
koordinasi yang baik yaitu, Komunikasi, Kesadaran pentingnya koordinasi,
Kompotensi partisipan. Uraian yang telah dikemukakan, mendasari lahirnya
kerangka pikir penelitian sebagai berikut.
29
Gambar 2 : Kerangka Pikir
F. Fokus Penelitian
Fokus penelitian digunakan sebagai dasar dalam pengumpulan data
sehingga tidak terjadi biasan terhadap data yang diambil. Untuk menyamakan
pembahasan dan sudut pandang terhadap karya ilmiah ini, maka penulis akan
memberikan penjelasan tentang maksud dan fokus peneltian terhadap penulis
karya ilmiah ini. Fokus penelitian ini penjelasan dari kerangka pikir yaitu :
1) Koordinasi Antara Lembaga Pemerintah dalam Menangani Sanksi Tilang
Kendaraan Parkir Liar di Kota Makassar.
2) Variabel atau Indikator yang menunjang keberhasilan koordinasi yaitu
Komunikasi, Kesadaran pentingnya koordinasi, dan Kompetensi partisipan.
G. Deskripsi Fokus Penelitian
Koordinasi Antara Lembaga
Pemerintah dalam Menangani Sanksi
Tilang Kendaraan Parkir Liar di Kota
Makassar
Koordinasi yang sangat baik
Indikator Koordinasi :
a. Komunikasi
b. Kesadaran Pentingnya
Koordinasi
c. Kompetensi Partisipan
Faktor
penghambat
1.Sosialisasi
2.Kedisiplinan
Faktor
penghambat
1.Komunikasi
2. Kerjasama
30
Berdasarkan penjelasan fokus penelitian di atas, maka bisa
dikemukakan deskripsi fokusnya adalah sebagai berikut :
1. Koordinasi adalah proses pengaturan, memadukan atau pengintegrasian
kepentingan bersama untuk mencapai tujuan bersama secara efektif dan
efisien.
2. Komunikasi adalah salah satu faktor yang penting dalam menjalankan proses
koordinasi antar elemen pada suatu instansi pemerintahan. Tanpa adanya
jalinan komunikasi yang baik dan benar kemungkinan besar semua proses
tidak akan dapat berjalan dengan maksimal dan sesuai dengan yang telah
direncanakan.
3. Kesadaran akan pentingnya koordinasi dapat dilihat dari dua aspek yaitu,
tingkat pengetahuan pelaksana terhadap koordinasi dan tingkat ketaatan
terhadap hasil koordinasi. Peralatan komunikasi sangat dibutuhkan guna
menunjang berjalannya koordinasi agar berjalan cepat dan tentunya efesien.
Peneliti membuat beberapa model pertanyaan yang diajukan kepada informan
apakah mereka menggunakan peralatan komunikasi seperti apa yang mereka
gunakan. Pengunaan peralatan komunikasi dalam koordinasi tentu sangat
dibutuhkan apabila dalam pelaksanaan koordinasi jarak yang sangat jauh
antara pihak satu dengan lainnya.
4. Kompetensi Partisipan yaitu kompetensi merujuk kepada pemahaman tentang
komunikasi berlangsung, termasuk hubungan peran, informasi yang dimiliki
bersama oleh partisipan atau keterlibatan dalam suatu program atau kegiatan
tertentu dalam berbagai tahapan tindakan. Secara partisipatif untuk mencapai
31
tujuan, suatu program kegiatan yang didalamnya memerlukan koordinasi
tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari sumber daya manusia yang
cukup kualitas dan kuantitasnya. Kualitas sumber daya manusia berkaitan
dengan keterampilan, profesionalitas, dan kompetensi dibidangnya,
sedangkan kuantitas berkaitan dengan jumlah sumber daya manusia apakah
sudah cukup untuk melingkupi seluruh kelompok sasaran.
5. Faktor pendukung merupakan hal-hal yang dapat menunjang dalam
Koordinasi antara Lembaga Pemerintah untuk menanggulangi pelanggaran
kasus parker liar di Kota Makassar. (1) Kerjasama dan (2) Komunikasi
6. Faktor penghambat merupakan hal-hal yang dapat menyebabkan
terkendalanya Koordinasi antara Lembaga Pemerintah untuk menanggulangi
pelanggaran kasus parker liar di Kota Makassar sehingga menjadi terganggu
dan tidak terlaksana secara maksimal. (1) Sosialisasi dan (2) Kedisiplinan
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini berlangsung selama 2 (dua bulan). Lokasi
penelitian ini bertempat di Kota Makassar yang difokuskan pada Dinas
Perhubungan yang beralamat di Jl. Mallengkeri No.18, Kel. Mangasa, Kec.
Tamalate. Kantor Satlantas Polrestabes yang beralamat di Jl. Ahmad Yani No. 9,
Kel. Pattunuang, Kec. Wajo Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia. Karena
peneliti melihat masalah perparkiran berada di lapangan yang langsung
berhubungan dengan masyarakat yang menjadikan lokasi tersebut sebagai tempat
parkir liar.
B. Jenis dan Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian
deskriptif. Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang
mengungkap situasi sosial tertentu dengan mendeskripsikan kenyataan secara
benar, dibentuk oleh kata–kata berdasarkan teknik pengumpulan dan analisis data
yang relevan yang diperoleh dari situasi yang alamiah.
Adapun tipe penelitian ini adalah tipe penelitian deskriptif. Penelitian
kualitatif merupakan sebuah penelitian yang mengungkap situasi sosial yang
mendeskripsikan kenyataan dibentuk oleh kata – kata sehingga selaras dengan tipe
penelitian deskriptif. Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa
penelitian kualitatif dengan tipe deskriptif merupakan penelitian yang dilakukan
untuk mengungkap data yang didapat dari fenomena lapangan.
33
C. Informan Penelitian
Teknik penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan informan
dengan pertimbangan pada kemampuan informan untuk memberikan informasi
yang dibutukan oleh peneliti. Oleh karena itu, penelitian ini memerlukan infroman
yang mempunyai pemahaman yang berkaitan langsung dengan fokus penelitian.
Informan dalam penelitian ini yaitu :
Tabel 3.1 : Data Informan Penelitian
No Nama Inisial Jabatan Ket
.
1 Syahrul SY Staf Urbin Satlantas Polrestabes
Makassar 1
2 Burhanuddin,
S.Pd BR
Staf Urbin Satlantas Polrestabes
Makassar 1
3 Heri Setiabudi HS Administrasi Tilang Satlantas
Polrestabes Makassar 1
4 Harsono HO Operator Penjagaan Satlantas
Polrestabes Makassar 1
5 Evi Yuliatna S.
Siregar EY
Kasi Pengoprasian Sarana &
Prasarana Dishub Makassar 1
6 Reskianto RK Pegawai Staf Dishub Makassar 1
7 Faturrahman FT Pegawai Staf Dishub Makassar 1
8 Agussurahman AG Pegawai Staf Dishub Makassar 1
9 Muh. Kamal MA Masyarakat 1
10 Adnan Sofyan AS Masyarakat 1
11 Friska Rahayu FR Masyarakat 1
12 Priatno PT Masyarakat 1
Jumlah 12
D. Teknik Pengumpulan Data
Penulis menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara,
dokumentasi, dan observasi, sebagai berikut :
34
1. Wawancara, Teknik wawancara yaitu teknik mengumpulkan data yang
dilakukan dengan sistem tanya jawab antara penulis dengan informan yang
dianggap layak atau relevan dalam penelitian ini. Proses wawancara dilakukan
dengan wawancara secara terstruktur.
2. Dokumentasi, Melalui studi dokumentasi, penulis mengumpulkan data melalui
dokumen, gambar, sebagai pelengkap data tertulis yang diperoleh melalui
wawancara.
3. Observasi, Observasi adalah cara pengambilan data dengan menggunakan
mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut. Dalam
penelitian kualitatif, prosedur pengumpulan data yang utama dipakai adalah
observasi, khususnya observasi partisipatif yang melibatkan informan dan
wawancara. Peneliti melakukan observasi langsung di Jl. Balaikota, Kota
Makassar.
E. Pengabsahan Data
Wailliam Wiersma dalam Sugiyono (2010) mengatakan bahwa tringulasi
dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai
sumber dengan berbagai waktu, Dengan demikian terdapat tringulasi sumber,
tringulasi teknik, dan tringulasi waktu.
1. Tringulasi Sumber
Untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data
yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Data yang diperoleh dianalisis oleh
peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan
kesepakatan (membercheck) dengan tiga sumber data (Sugiyono 2010).
35
2. Tringulasi Teknik
Untuk menguji kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara mengecek
data kepada sumber data yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya untuk
mengecek data bisa melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Bila dengan
teknik pengujian kredibilitas data tersebut menghasilkan data yang berbeda, maka
peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan
untuk memastikan data mana yang dianggap benar (Sugiyono 2010).
3. Tringulasi Waktu
Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat
narasumber masih segar, akan memberikan data lebih valid. Selanjutnya dapat
dilakukan dengan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik lain
dalam waktu atau situasi yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang
sehingga sampai ditemukan kepastian datanya (Sugiyono 2010).
Berdasarkan uji kredibilitas yang dilakukan dengan teknik triangulasi,
maka penulis melakukan validasi terhadap data yang diperoleh dengan
memperhatikan hal – hal, di antaranya :
1. Pemahaman penulis terhadap metode penelitian kualitatif; dan
2. Kesiapan penulis memasuki objek penelitian baik secara akademik maupun
logistik.
F. Teknik Analisis Data
Sugiyono (2010) menyatakan bahwa Analisis data adalah proses mencari
dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan dokumentasi, gambar, foto dan sebagainya dengan cara
36
mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit,
melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang yang penting
dan yang akan dipelajari, kemudian membuat kesimpulan yang mudah dipahami
oleh diri sendiri maupun orang lain. Aktivitas dalam menganalisis data kualitatif,
yaitu :
1. Reduksi data (Reduction Data)
Menurut Sugiyono (2010) reduksi data dapat diartikan sebagai tahap
merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang
penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang direduksi akan
memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
Reduksi data berlangsung secara terus menerus selama pelaksanaan penelitian
berlangsung.
Dalam hal ini peneliti melakukan reduksi data dimulai pada saat
penelitian, yakni dengan wawancara terstruktur selanjutnya dilakukan pencatatan
dan mengolah data – data yanmg harus ditampilkan dan membuang data – data
yang tidak diperlukan sehingga peneliti dapat menjelaskan dan memahami latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian dan kegunaan penelitian. Reduksi
data kemudian dilakukan pada hasil wawancara dengan informan yang
berkompeten yang memiliki kapasitas guna menjawab pertanyaan yang di ajukan.
2. Penyajian data (Data Display)
Penulis melakukan pengumpulan data yang telah melalui reduksi untuk
menggambar kejadian yang terjadi pada saat dilapangan. Catatan – catatan penting
37
di lapangan, kemudian disajikan dalam bentuk teks deskriptif untuk
mempermudah pembaca memahami secara praktis. Kegiatan lanjutan penulis pada
display data ialah data yang didapat disajikan dalam bentuk tabel dengan tujuan
untuk menggabungkan informasi yang tersusun dalam bentuk yang padu.
3. Verifikasi data (Data Verification)
Kegiatan penulis pada verifikasi data adalah melakukan penggunaan
penulisan yang tepat dan padu sesuai data yang telah mengalami proses display
data, melakukan peninjauan terhadap catatan – catatan lapangan yang sesuai
dengan kebutuhan penelitian, data yang ada dianalisis dengan menggunakan
pendekatan teori untuk menjawab tujuan penelitian.
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Gambaran Umum Kota Makassar
Makassar adalah Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan, yang terletak di
bagian Selatan Pulau Sulawesi yang dahulu disebut Ujung Pandang, terletak
antara 119º24’17’38” Bujur Timur dan 5º8’6’19” Lintang Selatan yang berbatasan
sebelah Utara dengan Kabupaten Maros, sebelah Timur Kabupaten Maros,
sebelah selatan Kabupaten Gowa dan sebelah Barat adalah Selat Makassar. Kota
Makassar memiliki topografi dengan kemiringan lahan 0-2°(datar) dan
kemiringan lahan 3-15° (bergelombang). Luas Wilayah Kota Makassar tercatat
175,77 km persegi. Kota Makassar memiliki kondisi iklim sedang hingga tropis
memiliki suhu udara rata-rata berkisar antara 26,°C sampai dengan 29°C
Kota Makassar adalah kota yang terletak dekat dengan pantai yang
membentang sepanjang koridor barat dan utara dan juga dikenal sebagai
“Waterfront City” yang didalamnya mengalir beberapa sungai (Sungai Tallo,
Sungai Jeneberang, dan Sungai Pampang) yang kesemuanya bermuara ke dalam
kota. Kota Makassar merupakan hamparan daratan rendah yang berada pada
ketinggian antara 0-25 meter dari permukaan laut. Dari kondisi ini menyebabkan
Kota Makassar sering mengalami genangan air pada musim hujan, terutama pada
saat turun hujan bersamaan dengan naiknya air pasang.
Secara administrasi Kota Makassar dibagi menjadi 15 kecamatan dengan
153 kelurahan. Di antara 15 kecamatan tersebut, ada tujuh kecamatan yang
39
berbatasan dengan pantai yaitu Kecamatan Tamalate, Kecamatan Mariso,
Kecamatan Wajo, Kecamatan Ujung Tanah, Kecamatan Tallo, Kecamatan
Tamalanrea, dan Kecamatan Biringkanaya.
Batas-batas administrasi Kota Makassar adalah:
a) Batas Utara: Kabupaten Maros
b) Batas Timur: Kabupaten Maros
c) Batas Selatan: Kabupaten Gowa dan Kabupaten Takalar
d) Batas Barat: Selat Makassar
Secara umum topografi Kota Makassar dikelompokkan menjadi dua
bagian yaitu :
a. Bagian Barat ke arah Utara relatif rendah dekat dengan pesisir pantai.
b. Bagian Timur dengan keadaan topografi berbukit seperti di Kelurahan
Antang Kecamatan Panakukang.
Perkembangan fisik Kota Makassar cenderung mengarah ke bagian Timur
Kota. Hal ini terlihat dengan giatnya pembangunan perumahan di Kecamatan
Biringkanaya, Tamalanrea, Mangggala, Panakkukang, dan Rappocini.
2. Profil Dinas Perhubungan Kota Makassar
Dinas Perhubungan Kota Makassar merupakan bagian dari Pemerintah
Kota Makassar dan merupakan unsur penunjang yang dipimpin oleh Kepala Dinas
yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Walikota Makassar. Dinas
Perhubungan Kota Makassar dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 25
Tahun 2005 tentang pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Perhubungan Kota Makassar dan selanjutnya di sesuaikan dengan PP. 41 Tahun
40
2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah Dan Peraturan Walikota Makassar
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Uraian Tugas Jabatan Struktural Dinas
Perhubungan Kota Makassar. Mempunyai tugas pokok merumuskan, membina,
dan mengendalikan kebijakan di bidang Perhubungan meliputi Lalu Lintas,
Angkutan, Pengendalian Operasional dan Teknik Sarana dan Prasarana, Pengujian
Kendaraan Bermotor serta Tugas yang berkaitan dengan perhubungan yang
diberikan oleh Walikota, sesuai dengan tugas dan fungsinya. Untuk melaksanakan
tugas pokok tersebut, fungsi Dinas Perhubungan Kota Makassar adalah:
a. Menyusun rumusan kebijaksanaan tekhnis dibidang perhubungan darat,
Perhubungan laut.
b. Menyusun rencana dan program dibidang perhubungan darat dan perhubungan
laut.
c. Melaksanakan pengendalian dan pengamanan tekhnis operasional dibidang
perhubungan yang meliputi lalu lintas, pengendalian dan operasional lalu
lintas dan jalan serta tekhnis operasional perhubungan laut.
d. Pemberian perizinan dan pelayanan umum di bidang Angkutan.
e. Pelaksanaan tekhnis administrasi umum, kepegawaian, keuangan dan
perlengkapan.
3. Struktur Organisasi, Visi Dan Misi dan Uraian Tugas Dinas
Perhubungan Kota Makassar
Visi Dinas Perhubungan Kota Makassar yaitu : “Menuju Transportasi
Perkotaan Yang Terpadu, Berkelanjutan, Berorientasi Global, Dan Ramah
41
lingkungan”. Makna Pokok Yang Terkandung Dalam Visi Dinas Perhubungan
Kota Makassar Tersebut, Antara Lain :
a. Transportasi Perkotaan, Secara Harfiah Mengandung Makna Transportasi
Yang Mampu Melayani Dan Beroperasi Di Wilayah Perkotaan Makassar.
b. Terpadu, Artinya Pelayanan Transportasi Harus Sinergi Dengan Moda
Transportasi Yang Lainnya, Yaitu Transportasi Darat, Laut Dan Udara.
c. Berkelanjutan, Artinya Pembangunan Dan Pelayanan Transportasi Dilakukan
Secara Terus Menerus Tidak Tergantung Pada Kondisi Tertentu.
d. Berorientasi Global, Artinya Sejalan Dengan Visi Kota Makassar, Maka
Pembangunan Transportasi Harus Sejalan Dengan Perkembangan Teknologi
Dan Bermanfaat Bagi Masyarakat.
e. Ramah Lingkungan, Artinya Teknologi Transportasi Yang Dipilih Haruslah
Teknologi Yang Ramah Terhadap Lingkungan Guna Kelangsungan Bumi.
Misi Dinas Perhubungan Kota Makassarn yaitu:
a. Mewujudkan Sarana Transportasi Yang Aman, Handal, Ramah Lingkungan
Dan Terjangkasi Masyarakat;
b. Mewujudkan Prasarana Transportasi Yang Berkualitas Dan Memiliki Standar
Nasional Dan Internasional;
c. Meningkatkan Kenyamanan Dan Keselamatan Transportasi; Meningkatkan
Aksesibilitas Masyarakat Terhadap Pelayanan Jasa Perhubungan;
d. Meningkatkan Manajemen Transportasi Perkotaan Yang Mudah Diakses
Melalui Jaringan Transportasi Terpadu;
42
e. Memberdayakan Sumber Daya Aparatur Dan Meningkatkan Kesadaran
Masyarakat Dengan Budaya Tertib Berlalu Lintas;
f. Memperkecil Tingkat Pelanggaran Dan Kecelakaan Lalu Lintas Yang
Disebabkan Oleh Tranportasi.
Struktur Organisasi Dinas Perhubungan
Pembagian tugas
1. Kepala Dinas
43
Dinas Perhubungan mempunyai tugas membantu walikota melaksanakan
Urusan Pemerintahan Bidang Perhubunganyang menjadi kewenangan Daerah dan
Tugas Pembantuan yang ditugaskan kepada Daerah.
Dinas Perhubungan dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas,
menyelenggarakan fungsi :
a. Perumusan kebijakan penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
bidang perhubungan.
b. Pelaksanaan kebijakan Urusan Pemerintahan bidang perhubungan.
c. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan Urusan Pemerintahan
bidang perhubungan.
d. Pelaksanaan administrasi dinas Urusan Pemerintahan bidang perhubungan.
e. Pembinaan, pengoordinasian, pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan
program dan kegiatan bidang perhubungan
2. Sub Bagian Perencanaan
Sub bagian Perencanaan dan Pelaporan mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan koordinasi dan penyusunan rencana program kerja, monitoring
dan evaluasi serta pelaporan pelaksanaan program dan kegiatan dinas.
Sub bagian Perencanaan dan Pelaporan dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud di atas, menyelenggarakan fungsi :
a. Perencanaan kegiatan di bidang perencanaan, evaluasi dan pelaporan.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang perencanaan, evaluasi dan pelaporan.
c. Pembagian tugas dan mengontrol pelaksanaan kegiatan di bidang
perencanaan, evaluasi dan pelaporan.
44
d. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan terkait tugas dan
fungsinya.
4. Sub Bagian Keuangan
Sub bagian Keuangan mempunyai tugas melakukan administrasi dan
akuntansi keuangan. Sub bagian Keuangan dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud di atas menyelenggarakan fungsi :
a. Perencanaan kegiatan di bidang administrasi dan akuntansi keuangan.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang administrasi dan akuntansi keuangan.
c. Pembagian tugas dan mengontrol pelaksanaan kegiatan di bidang
administrasi dan akuntansi keuangan
d. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan terkait tugas dan
fungsinya.
5. Sub Bagian Kepegawaian
Sub bagian Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas melakukan urusan
umum, penatausahaan surat menyurat, urusan rumah tangga, kehumasan,
dokumentasi dan inventarisasi barang serta administrasi kepegawaian. Subbagian
Umum dan Kepegawaian dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di
atas, menyelenggarakan fungsi:
a. Perencanaan kegiatan urusan umum, penatausahaan surat menyurat, urusan
rumah tangga, kehumasan, dokumentasi dan inventarisasi barang serta
administrasi kepegawaian.
45
b. Pelaksanaan kegiatan urusan umum, penatausahaan surat menyurat, urusan
rumah tangga, kehumasan, dokumentasi dan inventarisasi barang serta
administrasi kepegawaian.
c. Pembagian tugas dan mengontrol pelaksanaan kegiatan urusan umum,
penatausahaan surat menyurat, urusan rumah tangga, kehumasan,
dokumentasi dan inventarisasi barang serta administrasi kepegawaian.
d. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan terkait tugas dan
fungsinya.
6. Bidang Lalu Lintas
Bidang Lalu Lintas mempunyai tugas melaksanakan menyusun bahan
permusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang manajemen dan rekayasa lalu
lintas serta analisis dampak lalu lintas. Bidang Lalu Lintas dalam melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud di atas, menyelenggarakan fungsi:
a. Perencanaan kegiatan operasional di bidang lalu lintas.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang lalu lintas.
c. Pengoordinasian pelaksanaan kegiatan di bidang lalu lintas.
d. Pengendalian, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kegiatan di bidang lalu
lintas.
e. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan terkait tugas dan
fungsinya.
7. Bidang Moda Transfortasi
Bidang Moda Transportasimempunyai tugas menyusun bahan perumusan
dan pelaksanaan kebijakan di bidang moda dan transportasi.
46
Bidang Moda Transportasidalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di
atas, menyelenggarakan fungsi:
a. Perencanaan kegiatan operasional di bidang moda transportasi.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang moda transportasi.
c. Pengoordinasian kegiatan di bidang moda transportasi.
d. Pengendalian, evaluasi dan pelaporankegiatan di bidang moda transportasi.
e. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan terkait tugas dan
fungsinya.
8. Bidang Sarana Dan Prasarana
Bidang Sarana dan Prasarana Perhubunganyang mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan di bidang sarana dan prasarana
perhubungan. Bidang Sarana dan Prasarana Perhubungandalam melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud di atas, menyelenggarakan fungsi :
a. Perencanaan kegiatan operasional di bidang sarana dan prasarana
perhubungan.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang sarana dan prasarana perhubungan;
c. Pengoordinasian kegiatan di bidang sarana dan prasarana perhubungan.
d. Pengendalian, evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang sarana dan
prasarana perhubungan.
e. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan terkait tugas dan
fungsinya.
9. Bidang Pengembangan Keselamatan Dan Penindakan
47
Bidang Pengembangan Keselamatan dan Penindakan mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan serta
evaluasi dan pelaporan dibidang pengembangan keselamatan dan penindakan
pelanggaran transportasi. Bidang Pengembangan Keselamatan dan
Penindakandalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas,
menyelenggarakan fungsi:
a. Perencanaan kegiatan operasional di bidang pengembangan keselamatan dan
penindakan.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang pengembangan keselamatan dan
penindakan;
c. Pengoordinasian kegiatan di bidang pengembangan keselamatan dan
penindakan.
d. Pengendalian, evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang pengembangan
keselamatan dan penindakan.
e. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan terkait tugas dan
fungsinya.
10. Kepala UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor
Di lingkungan Dinas Perhubungan dapat dibentuk unit pelaksana teknis
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pembentukan, susunan organisasi, tugas dan fungsi serta tata kerja unit pelaksana
teknis ditetapkan dengan Peraturan Walikota berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan setelah dikonsultasikan secara tertulis dengan Gubernur.
11. Pengujian Kendaraan Bermotor (Pkb)
48
a) Unit Pelaksana Teknis Dinas pengujian Kendaraan Bermotor mempunyai
tugas melaksanakan kegiatan teknis operasional pengujian kendaraan
bermotor dan ketatusahaan.
b) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Unit
Pelaksana Teknis Dinas Pengujian Kendaraan Bermotor menyelenggarakan
fungsi :
c) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis kegiatan pengujian kendaraan
bermotor wajib uji.
d) Penyiapan bahan penyusunan rencana dan program kegiatan operasional
pengujian kendaraan bermotor wajib uji.
e) Penyiapan bahan bimbingan dan pengendalian teknis pengembangan
pengelolaan kegiatan pengujian kendaraan bermotor wajib uji.
f) Melaksanakan pembinaan kegiatan admnistrasi ketatausahaan yang meliputi
: surat-menyurat, kearsipan dan pelaporan.
4. Profil Polrestabes Makassar
Visi Misi Polrestabes Makassar : Menjamin tegaknya hukum di jalan yang
bercirikan perlindungan, pengayoman, pelayanan masyrakat yang demokrasi
sehingga terwujud keamanan, ketertiban, keselamatan, dan kelancaran lalu lintas.
Misi Polrestabes Makassar yaitu :
Mewujudkan masyarakat pemakai jalan memahami dan yakin kepada
polantas sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat dalam kegiatan
pendidikan masyarakat lalu lintas, penegak hukum lalu lintas, pengkajian
49
masalah lalu lintas, registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan
pengemudi.
Struktur Organisasi Satlantas Polrestabes Kota Makassar
Tugas Pokok Satlantas Polrestabes Makassar
Satlantas Polrestabes Makassar beetugas menyelenggarakan dan membina
fungsi lalu lintas kepolisian, pendidikan masyarakat dan rekayasa lalu lintas,
registrasi dan identififkasi pengemudi/kendaraan bermotor, penyidikan kecelakaan
lalu lintas dan penegakan hukum dibidang lalu lintas, guna memelihara keamanan,
keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.
Satuan lalu lintas (Satlantas) dipimpin oleh Kasat Lantas yang
bertanggung jawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di
bawah kendali Wakapolres. Kasat Lantas bertugas melaksanakan Turjawali lalu
lintas, pendidikan masyarakat lalu lintas (Dikmaslantas), pelayanan registrasi dan
50
identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, penyidikan kecelakaan lalu lintas
dan penegakan hukum di bidang lalu lintas.
1. Kasat Lantas dalam melaksanakan tugas, menyelenggarakan fungsi:
a. Pembinaan lalu lintas Kepolisian;
b. Pembinaan partisipasi masyarakat melalui kerja sama lintas sektoral,
Dikmaslantas, dan pengkajian masalah di bidang lalu lintas;
c. Pelaksanaan operasi Kepolisian bidang lalu lintas dalam rangka penegakan
hukum dan keamanan, keselamatan, ketertiban, kelancaran lalu lintas
(Kamseltibcarlantas);
d. Pelayanan administrasi registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor serta
pengemudi;
e. Pelaksanaan patroli jalan raya dan penindakan pelanggaran serta
penanganan kecelakaan lalu lintas dalam rangka penegakan hukum, serta
menjamin Kamseltibcarlantas di jalan raya;
f. Pengamanan dan penyelamatan masyarakat pengguna jalan; dan
g. Perawatan dan pemeliharaan peralatan dan kendaraan.
2. Kasat Lantas dalam melaksanakan tugas dibantu oleh:
a. Kepala Urusan Pembinaan Operasional (Kaur Binopsnal), yang bertugas
melaksanakan pembinaan lalu lintas, melakukan kerja sama lintas sektoral,
pengkajian masalah di bidang lalu lintas, pelaksanaan operasi kepolisian
bidang lalu lintas dalam rangka penegakan hukum dan Kamseltibcarlantas,
perawatan dan pemeliharaan peralatan dan kendaraan;
51
b. Kepala Urusan Administrasi dan Ketatausahaan (Kaur Mintu), yang
bertugas menyelenggarakan kegiatan administrasi dan ketatausahaan;
c. Kepala Unit Pengaturan, Penjagaan, Pengawalan dan Patroli (Kanit
Turjawali), yang bertugas melaksanakan kegiatan Turjawali dan
penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas dalam rangka penegakan
hukum;
d. Kepala Unit Pendidikan Masyarakat dan Rekayasa (Kanit Dikyasa), yang
bertugas melakukan pembinaan partisipasi masyarakat dan Dikmaslantas;
e. Kepala Unit Registrasi dan Identifikasi (Kanit Regident), yang bertugas
melayani administrasi registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor serta
pengemudi; dan
f. Kepala Unit Kecelakaan (Kanit Laka), yang bertugas menangani
kecelakaan lalu lintas dalam rangka penegakan hukum.
3. Kaur Binopsnal dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan kegiatan:
a. Merumuskan dan mengembangkan prosedur dan tata cara kerja tetap
pelaksanaan tugas pada fungsi Sat Lantas serta mengendalikan,
b. mengawasi, mengarahkan, menganalisa dan mengevaluasi pelaksanaannya
pada semua unit pelaksana, termasuk Supervisi bidang lalu lintas ke
wilayah Polres jajaran;
c. Menyiapkan rencana dan program kegiatan termasuk rencana pelaksanaan
operasi Kepolisian yang mengedepankan fungsi teknis lalu lintas dan
rencana latihan fungsi Sat Lantas secara internal dalam rangka
pengembangan sumber daya manusia Polri;
52
d. Mengadakan koordinasi bersama instansi lintas sektoral dalam rangka
kerjasama keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas
(Kamseltibcarlantas) dan penegakan hukum lalu lintas;
e. Mengatur dan mengelola pemanfaatan peralatan dan kendaraan inventaris
untuk mendukung pelaksanaan tugas fungsi Sat Lantas;
f. Membantu dan memberikan masukan kepada Kasat Lantas;
g. Mewakili Kasat Lantas apabila berhalangan melaksanakan tugas.
4. Kaur Mintu dalam penyelenggaraan tugas, melaksanakan kegiatan :
a. Segala pekerjaan atau kegiatan staf pelaksanaan tugas fungsi Sat Lantas di
lingkungan Polres;
b. Membuat laporan secara umum atau periodik dan laporan khusus yang
terjadi di wilayah Polres yang berkaitan dengan masalah lalu lintas;
c. Mengatur dan menyiapkan penyelenggaraan dukungan administrasi
pelaksanaan tugas;
d. Menyelenggarakan kegiatan pengumpulan, pengelolaan dan penyajian data
dan informasi yang berkenaan dengan aspek pembinaan dan pelaksanaan
e. kegiatan serta visualisasi data dalam bentuk grafik, peta, aplikasi online dan
lain-lain;
f. Menyelenggarakan administrasi operasional termasuk administrasi
penanganan pelanggaran lalu lintas;
g. Memberikan masukan dalam saran staf kepada Kasat Lantas.
5. Kanit Regident dalam pemberian pelayanan, melaksanakan kegiatan :
53
a. Penerbitan dan pemberian sarana identifikasi pengemudi dan kendaraan
bermotor kepada pemohon yang memenuhi persyaratan baik yang
diterbitkan sendiri maupun dari satuan atasan;
b. Penerimaan dan penelitian terhadap persyaratan masyarakat pemohon
untuk memperoleh :
a) Surat Izin Mengemudi (SIM)
b) Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK)
c) Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB)
d) Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB);
c. Berbagai upaya untuk menjamin bahwa sarana identifikasi yang akan
diterbitkan baik langsung maupun melalui satuan atasan dapat
dipertanggung jawabkan secara formal maupun material;
d. Melaksanakan pengujian terhadap pengetahuan–pengetahuan, keterampilan
pemohon sim untuk menjamin kebenaran / ketepatan material atas surat
izin yang di terbitkan;
e. Mengawasi, mengarahkan, menganalisa, mengevaluasi dan melaporkan
pelaksanaan kegiatan registrasi atau identifikasi pengemudi dan kendaraan
bermotor;
f. Melakukan inovasi-inovasi guna peningkatan pelayanan SIM, STNK,
BPKB dan TNKB ;
g. Memberikan masukan saran terkait penyelenggaran kegiatan registrasi/
identifikasi kepada Kasat Lantas.
6. Kanit Laka dalam penanganan kecelakaan lalu lintas, melaksanakan kegiatan :
54
a. Penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus kecelakaan lalu lintas sampai
dengan penyerahan berkasa perkara ke penuntut umum;
b. Pemberian pelayanan melalui pemberian surat pemberitahuan
perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) kepada korban/keluarga korban;
c. Pengumpulan, pengelolaan data dan informasi yang berkenan dengan
kecelakaan lalu lintas baik secara manual atau aplikasi online;
d. Membuat rencana penyidikan dan penyelesaian kasus tunggakan
kecelakaan lalu lintas;
e. Koordinasi antar sesama instansi penegak hukum (Law Enforcement)
dalam rangka penyelesaian kasus kecelakaan lalu lintas;
7. Kanit Dikyasa dalam melakukan pembinaan partisipasi masyarakat, dan
Dikmaslantas melaksanakan kegiatan :
a. Koordinasi dengan semua unit dalam fungsi Sat Lantas serta fungsi lain (Sat
Binmas), instansi lintas sektoral dan kelompok-kelompok masyarakat dalam
rangka pembinaan, penyuluhan dan penerangan terkait keamanan,
keselamatan dalam berlalu lintas;
b. Melakukan inovasi-inovasi guna peningkatan kesadaran masyarakat dalam
berlalu lintas;
c. Meneliti jalan-jalan rawan serta saran ke instansi lintas sektoral guna
penanggulangannya;
d. Menyusun dan menetapkan rencana pengalihan arus serta merealisasikannya
pada situasi-situasi tertentu;
55
e. Memberikan masukan saran terkait pembinaan partisipasi masyarakat dan
dikmaslantas kepada Kasat Lantas.
8. Kanit Turjawali dalam melaksanakan kegiatan Turjawali dan Gakkum Lantas,
membuat atau mengadakan :
a. Penetapan beat atau rute patroli secara periodik berdasarkan situasi prioritas
kerawanan lokasi-lokasi tertentu;
b. Jadwal dan lokasi ploting kegiatan penjagaan dan pengaturan berdasarkan
situasi prioritas kerawanan lokasi-lokasi tertentu;
c. Pengecekan route, benda (orang) yang dikawal serta kesiapan petugas
pengawal berikut kendaraannya sebelum berangkat melaksanakan tugas
pengawalan;
d. Memberikan pelayanan pada pengguna jalan yang memerlukan bantuan
seperti pengawalan responsif dan sebagainya;
e. Melakukan inovasi-inovasi guna peningkatan pelayanan kegiatan Turjawali
dan penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas dalam rangka penegakan
hukum;
f. Tindakan pertama penanganan kecelakaan lalu lintas di TKP yang lokasinya
dekat dengan penjagaan atau pada saat patroli;
g. Penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas baik secara edukatif
menggunakan teguran dan yuridis menggunakan berita acara singkat
(Tilang) atau Tipiring atau berita acara biasa terhadap pelanggaran yang
berpotensi atau memiliki bobot sangat fatal atau berat dan dapat merusak
fasilitas umum (putusnya jembatan dll);
56
h. Mengawasi, mengarahkan, menganalisa, mengevaluasi setiap kegiatan
Turjawali dan penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas serta melaporkan
pelaksanaan kegiatannya;
i. Memberikan masukan saran terkait kegiatan Turjawali dan penindakan
terhadap pelanggaran lalu lintas kepada Kasat Lantas.
3. Data-Data Pelanggar Parkir Liar
Kondisi parkir liar di Kota Makassar dari tahun 2018 sampai 2019
menunjukkan peningkatan. Hal ini tergambar dari tabel data pelanggar parkir liar
tahun 2018 sebagaimana pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.1
Data pelanggar parkir liar tahun 2018
No Bulan Jumlah
1 Januari 14
2 Februari 18
3 Maret 7
4 April 3
5 Mei 46
6 Juni 15
7 Juli 73
8 Agustus 22
9 September 79
10 Oktober 27
11 November 134
12 Desember 29
Jumlah 467
Sumber: Satlantas Polrestabes Makassar, 20 Desember 2019
Adapun tabel data pelanggar parkir liar tahun 2019 sebagaimana pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.2
Data Pelanggar Parkir Liar Tahun 2019
No Bulan Jumlah pelanggar
57
1 Januari 129
2 Februari 67
3 Maret 46
4 April 15
5 Mei 50
6 Juni 137
7 Juli 137
8 Agustus 200
9 September 73
10 Oktober 94
11 November 107
Jumlah 1055
Sumber: Satlantas Polrestabes Makassar, 20 Desember 2019
B. Kordinasi Antara Lembaga Pemerintah Dalam Menangani Sanksi Tilang
Kendaraan Parkir Liar di Kota Makassar
Koordinasi adalah penyelarasan secara teratur atau penyusunan kembali
kegiatan-kegiatan yang saling bergantung dari individu-individu untuk mencapai
tujuan bersama. Sebagaimana dijelaskan Hasibuan (2014), Koordinasi adalah
kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan dan mengkoordinasikan unsur – unsur
manajemen (6m) dan pekerjaan–pekerjaan bawahan dalam mencapai tujuan
organisasi. Koordinasi merupakan bagian terpenting di antara anggota–anggota
atau unit–unit organisasi yang pekerjaannya saling bergantungan. Koordinasi
sangat diperlukan dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi
tersebut sehingga akan terjadi negosiasi agar mendapat kesepakatan. Beberapa
ahli memberikan pengertian tentang koordinasi.
Handayaningrat dalam Moekijat (1994) Koordinasi adalah usaha
penyesuaian dari bagian yang berbeda–berbeda, agar kegiatan dari bagian–
bagian itu dapat selesai tepat pada waktunya, sehingga masing–masing anggota
dapat memberikan sumbangan usahanya secara maksimal, agar diperoleh hasil
58
secara keseluruhan. Menurut Money dan Reily dalam Handayaningrat (1989)
“Coordination as teh achievment of orderly group effort, and unty of action in the
pursuit of acommon purpose”. (Koordinasi sebagai pencapai usaha kelompok
secara teratur dan kesatuan tindakan di dalam mencapai tujuan bersama).
Pada bab pembahasan akan dijelaskan bagaimana koodinasi/ kerja sama
yang dilakukan oleh Satlantas polrestabes dengan dinas perhubungan. Dengan
menggunakan teori Handayaningrat (1989), yaitu: 1). Komunikasi, 2). Kesadaran
pentingnya koordinasi, 3). Kompotensi partisipan.
1) Komunikasi
Komunikasi adalah salah satu faktor yang penting dalam menjalankan
proses koordinasi antar elemen pada suatu instansi pemerintahan. Tanpa adanya
jalinan komunikasi yang baik dan benar kemungkinan besar semua proses tidak
akan dapat berjalan dengan maksimal dan sesuai dengan yang telah direncanakan.
Pada pernyataan diatas bahwa komiukasi sangat penting didalm sebuah
koordinasi, hal tersebut didukung oleh pernyataan dari informan dengan inisial
EY Kasi Pengoprasian Sarana dan Prasarana Dinas Perhubungan.
Bahwa “Kalau kami dengan pihak polrestabes, kami lakukan kolaborasi kerja
sama khususnya dari segi penegakan parkir yang ada dibadan jalan, jadi kalau
regulasi yang ada khusus dari Perwali No 64 Tahun 2011 itu larangan parkir
dibahu jalan khusus lima ruas jalan jadi ada lima ruas jalan yang sebagai jalan
nasional yang tidak boleh digunakan parkir dibadan jalan yaitu Jl. A.P.
Pettarani, Jl. Ahmad Yani, jl. Dr. Ratulangi, Jl. Sultan Alauddin, dan Jl. Urip
Sumohardjo jadi lima ruas jalan ini di dalam Perwali tidak boleh digunakan
parkir dibadan jalan. Kemudian ada juga UU No 22 Tahun 2009 Pasal 287
Ayat 1 tentang barang siapa yang melanggar aturan rambu atau larangan
misalnya larangan parkir dia akan dikenakan sanksi 500.000 tetapi kalau
pelanggaran yang disebabkan karena perilaku pengemudi itu Pasal 287 Ayat 3
itu diberikan sanksi 250.000 itu yang dilakukan dalam bentuk tilang jadi
kalau untuk ruas-ruas jalan yang dalam Perwali No 64 itu kalau ada yang
parkir dibadan jalan itu akan ditilang polisi, kami yang akan menggembok
59
polisi yang akan menilang prosesnya begitu jadi polisi dasar menilangnya itu
dari UU No 22 Tahun 2009 Pasal 287 Ayat 1 dan 3. Jadi koordinasinya
adalah Kepolisian polrestabes penindakan kalau dinas perhubungan itu bagian
pengawasan dan pengembokan.” (Hasil Wawancara Senin, 2 Desember 2019)
Berkaitan dengan hasil wawancara di atas dapat diketahui dan disimpulkan
bahwa berkaitan dengan komunikasi, Dari segi penegakan parkir yang ada dari
pihak Dinas Perhubungan itu sendiri melakukan kerjasama/kolaborasi dengan
pihak Satlantas Polrestabes sesuai dengan Perwali No.64 Thn 2011 tentang
larangan parkir dibeberapa bahu jalan Protokol dalam kota. Sesuai dengan aturan
yang berlaku (UU No.22 Thn 2009) para pelanggar dikenakan sanksi berupa
denda, jadi wujud koordinasinya dari pihak Polrestabes yaitu penindakan
sedangkan dari Dinas perhubungan itu sendiri yaitu pengawasan. Hal tersebut
cukup sesuai dengan hasil observasi peneliti di lapangan bahwa kedua lembaga
yang disebutkan diatas melaksanakan tugas sesuai dengan tugasnya. Selanjutnya
hasil wawancara dengan informan berikutnya dengan inisial SY staf Urbin lalu
lintas polrestabes Makassar, mengatakan:
Bahwa “Jadi begini, kami dalam menjalankan tugas pasti harus sesuai dengan
aturan, jadi awalnya melalui tahap awal melakukan survey melihat situasinya,
menganalisa (oh kalau begini situasinya perlu ada penindakan setelah itu
kemudian meninjau ke lapangan sama-sama) dan kita rapatkan kira-kira
metode apa yang diperlukan karena kalau mau di jaga ditempat lokasi itu
tentu kita tidak bisa dapatkan jadi kita lakukan hunting system (patroli
keliling), jadi kita adakan patroli setelah mendapatkan ada pelanggar
langsung ditilang”. (Hasil Wawancara Senin, 25 November 2019)
Berkaitan dengan hasil wawancara dari informan diatas dapat diketahui
dan disimpulkan bahwa terkait dengan indikator komunikasi, dalam menjalankan
tugas dari kedua lembaga yang bersangkutan harus menyesuaikan dengan aturan
dengan melalui tahap survey, melakukan analisa hingga melakukan patroli
60
keliling dan langsung melakukan penindakan jika ditemukan pelanggaran. Hal
tersebut cukup sesuai dengan hasil observasi peneliti dilapangan yang menemukan
bahwa berkaitan dengan komunikasi yang dimaksud cukup berjalan dengan baik
karena menyesuaikan dengan aturan yang berlaku. Selanjutnya hasil wawancara
dengan informan berikutnya dengan inisial RS selaku staf pengoprasian sarana &
prasarana Dinas Perhubungan Kota Makassar, mengatakan:
bahwa: “Kalau komunikasi begini, yang kami lakukan kalau kami akan turun
ke lapangan kami lakukan pengawasan terlebih dahulu ke beberapa titik,
sebelumnya itu kami sudah melaporkan kepada pihak polrestabes bahwa kami
akan menindak dijalan ini misalnya ada beberapa ruas jalan jadi kami sudah
laporkan, kemudian dalam setiap bulan kami dari pihak dinas perhubungan
memberikan surat kepada pihak polrestabes untuk meminta personil
kemudian ada balasan surat perintah dari kepolisian bahwa ada beberapa
anggota yang dia tempatkan untuk mendampingi kita di dalam penindakan
jadi biasanya ada lima anggota dari polrestabes yang mendampingi kami jadi
kalau kami mau melakukan penindakan salah satu jalan kami laporkan dulu
ke polrestabes nanti kita sama-sama turun kemudian kalau ada yang kita
temukan parkir dibadan jalan langsung kita lakukan penggembokan dan polisi
sudah siap untuk penilangan. Jadi mobil itu akan bisa dibuka kalau sudah ada
tilang dari polisi”. (Hasil Wawancara Rabu, 4 Desember 2019)
Berkaitan dengan hasil wawancara dari informan diatas dapat diketahui
dan disimpulkan bahwa terkait dengan indikator komunikasi, pihak dinas
perhubungan terlebih dahulu turun ke lapangan untuk melakukan pengawasan
kemudian melakukan komunikasi dengan kepolisian untuk melakukan penindakan
parkir liar. Hal tersebut cukup sesuai dengan hasil observasi peneliti dilapangan
yang menemukan bahwa komunikasi yang dilakukan oleh kedua lembaga sudah
cukup baik. Selanjutnya hasil wawancara dengan informan berikutnya dengan
informan inisial BR selaku staf Urbin lalu lintas polrestabes Makassar :
“Pastikan kita adakan rapat, terus sama-sama kita melakukan penindakan,
kan kita tidak berdiri sendiri dong, ya jadi kita bersama-sama dengan mereka,
kenapa? karena masalah lalu lintas inikan kompleks di dalamnya juga ada
61
dinas-dinas lain misalnya ada dinas perhubungan itu sendiri”. (Hasil
Wawancara Selasa, 26 November 2019)
Berkaitan dengan hasil wawancara dari informan diatas dapat diketahui
dan disimpulkan bahwa terkait dengan indikator komunikasi, sebelum melakukan
penindakan baik pihak satlantas polrestabes dan dinas perhubungan itu sendiri
terlebih dahulu melakukan rapat kemudian bersama-sama turun ke lapangan untuk
melakukan penindakan parkir liar. Hal tersebut cukup sesuai dengan hasil
observasi peneliti dilapangan bahwa komunikasi yang dilakukan oleh pihak
satlantas polrestabes dan dinas perhubungan sebelum melakukan penindakan
parkir liar sudah cukup baik karena terlebih dahulu melakukan rapat.
Berdasarkan dari beberapa keterangan informan yang bersangkutan terkait
dengan aspek komunikasi dalam indikator fokus pada komunikasi koordinasi
yang dilakukan oleh lembaga dinas perhubungan dan satlantas polrestabes bahwa
komunikasi yang dilakukan dilihat dari beberapa hasil wawancara informan
peneliti dan diperkuat oleh hasil observasi peneliti dilapangan yang melihat sudah
cukup baik.
2) Kesadaran pentingnya koordinasi
Kesadaran pentingnya koordinasi dapat dilihat dari dua aspek yaitu,
tingkat pengetahuan pelaksana terhadap koordinasi dan tingkat ketaatan terhadap
hasil koordinasi. Peralatan komunikasi sangat dibutuhkan guna menunjang
berjalannya koordinasi agar berjalan cepat dan tentunya efesien. Peneliti membuat
beberapa model pertanyaan yang diajukan kepada informan apakah mereka
menggunakan peralatan komunikasi seperti apa yang mereka gunakan. Pengunaan
62
peralatan komunikasi dalam koordinasi tentu sangat dibutuhkan apabila dalam
pelaksanaan koordinasi jarak yang sangat jauh antara pihak satu dengan lainnya.
Berdasarkan indikator kesadaran pentingnya koordinasi dapat dilihat dari
dua aspek yaitu, tingkat pengetahuan pelaksana terhadap koordinasi dan tingkat
ketaatan terhadap hasil koordinasi pernyataan diatas didukung oleh pendapat salah
satu informan FR selaku staf pengoprasian sarana dan prasarana Dinas
Perhubungan kota Makassar bahwa:
“Kalau koordinasi bagi kami sangat penting karena sesuatu tanpa adanya
koordinasi akan rancuh dan tidak jelas jadi koordinasi baik untuk
penindakan, koordinasi juga untuk anggota yang ada di lapangan,
koordinasi juga dengan Stakeholder yang terkait kami lakukan”. (Hasil
Wawancara Senin, 9 Desember 2019)
Berkaitan dengan hasil wawancara dari informan diatas dapat diketahui
dan disimpulkan bahwa terkait dengan indikator kesadaran pentingnya koordinasi,
dinas perhubungan itu sendiri berpendapat bahwa koordinasi itu sangat penting
karena sesuatu tanpa adanya koordinasi akan rancuh dan tidak jelas. Hal tersebut cukup
sesuai dengan hasil observasi peneliti dilapangan yang menemukan bahwa
berkaitan dengan kesadaran pentingnya koordinasi seperti yang dimaksud tingkat
pengetahuan dinas perhubungan terhadap koordinasi sudah cukup baik.
Selanjutnya hasil wawancara dengan informan berikutnya dengan informan inisial
HS selaku operator penjagaan Satlantas polrestabes Makassar bahwa:
“Jadi begini segala sesuatu yang yang berkaitan dengan koordinasi itu
sangatlah penting, karena kenapa? Seperti yang kita ketahui koordinasi itu
adalah suatu proses kerja sama jadi akan sangat sulit untuk kita mencapai
sebuah tujuan bersama jika kerja sama yang dilakukan kemudian tidak efektif
dasn efisien”. (Hasil Wawancara Selasa, 3 Desember 2019)
63
Berkaitan dengan hasil wawancara dari informan diatas dapat diketahui
dan disimpulkan bahwa terkait dengan indikator kesadaran pentingnya koordinasi,
koordinasi sangatlah penting, tanpa adanya koordinasi akan sangat sulit untuk
mencapai sebuah tujuan bersama secara efektif dan efisien. Hal tersebut cukup
sesuai dengan hasil observasi peneliti dilapangan bahwa tingkat pengetahuan
terhadap koordinasi sudah cukup baik. Selanjutnya hasil wawancara dengan
informan berikutnya dengan informan inisial AS selaku staf pengoprasian sarana
& prasarana Dinas perhubungan Kota Makassar bahwa:
“Kalau ketaatan begini, kalau kami lakukan koordinasi dengan pihak
polrestabes kami sama-sama turun kemudian sama-sama kami menindak jadi
konsistensi penegakan regulasi dari kesepakatan yang telah kami setujui
dengan pihak polrestabes. (Hasil Wawancara Selasa, 10 Desember 2019)
Berkaitan dengan hasil wawancara dari informan diatas dapat diketahui
dan disimpulkan bahwa terkait dengan indikator kesadaran pentingnya koordinasi,
dalam melakukan penindakan kedua lembaga harus menjaga konsistensi
penegakan regulasi sesuai dengan kesepakatan yang telah kedua lembaga
setujui/sepakati. Hal tersebut cukup sesuai dengan hasil observasi peneliti
dilapangan yang menemukan bahwa tingkat ketaatan kedua lembaga terhadap
hasil koordinasi sudah cukup baik. Selanjutnya hasil wawancara dengan informan
berikutnya dengan informan inisial SN selaku kaur binops satlantas polrestabes
Makassar, bahwa :
“Ya jadi begini dalam hal ketaatan dalam melakukan penindakan, kan kita
tidak bisa bermain-main karena ada instansi lain disini lain kalau dia person ya
mungkin bisa bermain-main ya tapi inikan tidak. Kita saling menjaga karna
aturan undang-undangnya juga begitu kita harus melakukan kolaborasi dengan
instansi lain dalam hal ini Dinas Perhubungan karena dalam menangani
masalah perlalulintasan diseluruh Indonesia ada namanya tim traffic board
(papan lalu lintas) ya jadi itu banyak didalamnya ada camat, ada lurahnya,
64
dan ada Kodimnya, segala macam jadi tidak berdiri sendiri”. (Hasil
Wawancara Rabu, 11 Desember 2019)
Berkaitan dengan hasil wawancara dari informan diatas dapat diketahui
dan disimpulkan bahwa pihak polrestabes dalam melakukan tugasnya tidak bisa
bermain-bermain karena ada undang-undang yang mengatur lalu kemudian
melakukan kolaborasi dengan lembaga dinas perhubungan dalam pemalukan
penindakan parkir liar. Hal tersebut cukup sesuai dengan hasil observasi peneliti
dilapangan yang menemukan bahwa setiap anggota dari satlantas polrestabes dan
dinas perhubungan telah menjalankan tanggung jawabnya dengan baik.
Berdasarkan dari beberapa keterangan informan yang bersangkutan terkait
dengan aspek kesadaran pentingnya koordinasi fokus pada kedua lembaga dalam
melakukan penindakan telah menjaga konsistensi penegakan regulasi sesuai
dengan kesepakatan yang telah kedua lembaga setujui atau sepakati dan
melakukan kolaborasi kerja sama dalam melakukan penindakan parkir liar masih
kurang baik. Terbukti dengan masih terdapat parkir liar yang terjadi. Oleh karena
itu kesadaran akan pentingnya koordinasi memang perlu dipahami oleh masing-
masing pelaksana koordinasi agar lebih bekerja sama memecahkan masalah parkir
liar yang ada.
3) Kompetensi partisipan
Kompetensi Partisipan yaitu kompetensi merujuk kepada pemahaman
tentang komunikasi berlangsung, termasuk hubungan peran, informasi yang
dimiliki bersama oleh partisipan atau keterlibatan dalam suatu program atau
kegiatan tertentu dalam berbagai tahapan tindakan. Secara partisipatif untuk
mencapai tujuan, suatu program kegiatan yang didalamnya memerlukan
65
koordinasi tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari sumber daya manusia
yang cukup kualitas dan kuantitasnya. Kualitas sumber daya manusia berkaitan
dengan keterampilan, profesionalitas, dan kompetensi dibidangnya, sedangkan
kuantitas berkaitan dengan jumlah sumber daya manusia apakah sudah cukup
untuk melingkupi seluruh kelompok sasaran.
Berdasarkan indikator kompetensi partisipan dapat dilihat dari dua aspek
yaitu, sumber daya manusia berkaitan dengan keterampilan, profesionalitas, dan
kompetensi dibidangnya dan berkaitan dengan jumlah sumber daya manusia
apakah sudah cukup untuk melingkupi seluruh kelompok sasaran. Pernyataan
diatas didukung oleh pendapat salah satu informan inisial MA selaku staf
pengoprasian sarana dan prasarana dinas perhubungan kota Makassar bahwa:
“Kalau kami turun ke lapangan kami ada SOP (Sandar Operasional
Pelayanan) jadi SOP yang kami pakai sebagai dasar jadi tim yang turun ke
lapangan itu sudah dibagi tugasnya masing-masing jadi ada yang bagian
peneguran, ada yang bagian pendataan, ada yang bagian penggembokan, ada
juga yang bagian sosialisasi. Jadi tugasnya sesuai dengan kompetensi di
bidangnya masing-masing.” (Hasil Wawancara Selasa, 17 Desember 2019)
Berkaitan dengan hasil wawancara dari informan diatas dapat diketahui dan
disimpulkan bahwa terkait dengan indikator kompetensi partisipan, bahwa dari
pihak Dinas Perhubungan itu sendiri dalam melakukan penindakan parkir liar
sudah dibagi tugasnya masing-masing sesuai dengan kompetensi di dibidangnya.
Hal tersebut cukup sesuai dengan hasil observasi peneliti dilapangan yang
menemukan bahwa lembaga dinas perhubungan dalam melaksanakan tugas telah
sesuai dengan SOP (Sandar Operasional Pelayanan). Selanjutnya hasil wawancara
dengan informan berikutnya dengan informan inisial PO selaku kaur mintu
satlantas polrestabes Makassar, bahwa :
66
“Jadi begini seorang itu jadi polisi jelas melalui seleksi, setelah lulus seleksi
dia jelas di didik kemudian diberi ilmu pengetahuan secara umum nah setelah
ditempatkan disuatu fungsi misalnya lalu lintas nah ini ada juga sekolah
khususnya ada kejuruannya untuk dipertajam lagi misalnya penindakan ada
pelatihan penindakan jadi tidak sembarang-sembarang misalnya lagi dia naik
motor pengawalan itu ada kejuruannya sendiri jadi intinya masing-masing
punya spesifikasi.” (Hasil Wawancara Senin, 16 Desember 2019)
Berkaitan dengan hasil wawancara dari informan diatas dapat diketahui
dan disimpulkan bahwa terkait dengan indikator kompetensi partisipan, khusus
untuk lembaga polrestabes makassar sudah terlebih dahulu melakukan pelatihan
sesuai dengan fungsinya dimulai dari tahap seleksi, pendidikan dan ilmu
pengetahuan. Hal tersebut cukup sesuai dengan hasil observasi peneliti dilapangan
yang menemukan bahwa dari anggota kepolisian polrestabes masing-masing
sudah mempunyai spesifikasi dalam menjalankan tugas. Selanjutnya hasil
wawancara dengan informan berikutnya dengan informan inisial SA selaku staf
pengoprasian sarana dan prasarana dinas perhubungan kota Makassar bahwa:
“Kalau untuk personel kami, kami rasa sudah mencukupi untuk melakukan
penindakan parkir liar.” (Hasil Wawancara Kamis, 26 Desember 2019)
Berkaitan dengan hasil wawancara dari informan diatas dapat diketahui
dan disimpulkan bahwa terkait dengan indikator kompetensi partisipan,
berdasarkan jumlah personel yang dimiliki oleh dinas perhubungan sudah cukup
dalam melakukan penindakan parkir liar. Hal tersebut cukup sesuai dengan hasil
observasi peneliti dilapangan yang menemukan bahwa dari jumlah anggota yang
bertugas dilapangan sudah cukup baik. Selanjutnya hasil wawancara dengan
informan berikutnya dengan informan inisial HY selaku kanit patroli satlantas
polrestabes Makassar, bahwa :
67
“Begini, kalau kita melihat luas wilayah kota Makassar tentu tidak sebanding
dengan jumlah personil lalu lintas untuk mengawasi itu tetapi kita tidak bisa
menjadikan satu alasannya karena tugas. Jadi kita laksanakan semaksimal
mungkin sesuai sumber daya yang ada, apalagi sekarangkan sudah ada CCTV
jadi artinya sudah mengurangi sedikit beban anggota kepolisian.” (Hasil
Wawancara Kamis, 19 Desember 2019)
Berkaitan dengan hasil wawancara dari informan diatas dapat diketahui
dan disimpulkan bahwa terkait dengan indikator kompetensi partisipan,
berdasarkan jumlah personel yang dimiliki oleh satlantas polrestabes belum
mencukupi dalam melakukan penindakan parkir liar. Hal tersebut cukup sesuai
dengan hasil observasi peneliti dilapangan yang menemukan bahwa dari anggota
yang bertugas dilapangan belum cukup baik. Berdasarkan dari beberapa
keterangan informan yang bersangkutan terkait dengan aspek kompetensi
partisipan dalam indikator disimpulkan bahwa partisipasi yang dilakukan oleh
Satlantas Polrestabes terbilang cukup bak. Hal ini bisa dilihat dari pengalaman
Satlantas Polrestabes dan Dinas Perhubungan. Kedua instansi tersebut sudah lama
bekerja sama. Adanya pejabat berwenang dan orang yang ahli dalam bidangnya
juga terlibat dapat mendukung terciptanya koordinasi yang baik.
C. Faktor pendukung dan penghambat Kordinasi antar Lembaga
Pemerintah dalam Memanangani Sanksi Tilang Kendaraan Parkir Liar
di Kota Makassar
Proses Kordinasi antar Lembaga Pemerintah yang terlibat dalam
Memanangani Sanksi Tilang Kendaraan Parkir Liar di Kota Makassar dan
sekitarnya haruslah terkoordinir dengan baik agar kegiatan penertiban bagi
pelanggar sanksi parker liar dapat berjalan dengan baik. Para pengguna kendaraan
yang memarkirkan kendaraannya di bahu jalan yang bertanda :larangan parkir”
68
tentu akan ditindak tegas oleh petugas dari Dinas Perhubungan dan dari pihak
kepolsisian yang turun kelapangan. Berdasarkan hasil analisis peneliti dengan
mengkombinasikan temuan-temuan yang ada dilapangan maka lebih lanjut akan
dijabarkan mengenai faktor yang menjadi pendukung dan penghambat dalam
Kordinasi antar Lembaga Pemerintah dalam Memanangani Sanksi Tilang
Kendaraan Parkir Liar di Kota Makassar.
1. Faktor Pendukung
Berdasarkan dengan hasil analisis peneliti dengan mengkombinasikan
hasil observasi wawancara dan dokumentasi, faktor yang menjadi pendukung
dalam Kordinasi antar Lembaga Pemerintah dalam Memanangani Sanksi Tilang
Kendaraan Parkir Liar di Kota Makassar aspek (a) Kerjasama dan (b) Komunikasi
yang terjalin dengan baik antara lembaga terkait dalam penanganan kasus parkir
liar. Dalam hal aspek kerjasama yang dimaksud, peran aktif dari setiap unsur
lembaga terkait dalam merencanakan tindakan penertiban sanksi kepada para
pelanggar tentunya akan sangat mendukung terlaksananya kegiatan tersebut
dengan baik dan benar sesuai degan aturan yang berlaku.
2. Faktor Penghambat
Berdasarkan dengan hasil analisis peneliti dengan mengkombinasikan
hasil observasi wawancara dan dokumentasi, faktor yang tergolong menjadi
penghambat dalam proses Kordinasi antar Lembaga Pemerintah dalam
Memanangani Sanksi Tilang Kendaraan Parkir Liar di Kota Makassar ialah aspek
(a) Sosialisasi yang masih perlu untuk ditingkatkan dan (b) Kedsiiplinan dari apra
69
aparat Dinas Perhubungan dan pihak kepolisian yang bekerjasama. Dalam hal
aspek kedisiplinan yang dimaksud ialah terkait dengan perilaku dasar para aparat
dalam bertugas sehingga menjadi tolak ukur dan pertimbangan unsur pimpinan
dalam merencanakan kegiatan tindakan penanganan kasus parkir liar.
70
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan
mengenai Koordinasi antara lembaga pemerintah dalam menangani sanksi tilang
kendaraan parkir liar di Kota Makassar secara umum telah cukup baik namun
sepenuhnya belum terlaksana dengan optimal ditinjau dari aspek :
a) Komunikasi
Komunikasi yang sudah dilakukan Satlantas Polrestabes dan dinas
perhubungan dalam berkoordinasi sudah cukup baik. Hal tersebut dilihat bahwa
masing-masing instansi bekerja pada bidangnya sendiri namun tetap
berkoordinasi. Pemakaian Handy Talkie pada setiap petugas pelaksana cukup
efektif dan efisien untuk memberitahu tentang keadaan parkir liar yang tengah
terjadi. Selain itu, Satlantas Polrestabes juga mempunyai teknologi informasi
lainnya yaitu CCTV yang terdapat di berbagai jalan yaitu Jl. A.P. Pettarani, Jl.
Ahmad Yani, jl. Dr. Ratulangi, Jl. Sultan Alauddin, dan Jl. Urip Sumohardjo.
b) Kesadaran Pentingnya Koordinasi
Kesadaran akan pentingnya koordinasi yang dilakukan Satlantas
Polrestabes dan Dinas Perhubungan bisa dikatakan masih kurang baik. Terbukti
dengan masih terdapat parkir liar yang terjadi. Oleh karena itu kesadaran akan
pentingnya koordinasi memang perlu dipahami oleh masing-masing pelaksana
koordinasi agar lebih bekerja sama memecahkan masalah parkir liar yang ada.
71
c) Kompetensi Partisipan
Penulis dapat menyimpulkan bahwa partisipasi yang dilakukan oleh
Satlantas Polrestabes dan Dinas Perhubungan sudah berjalan baik. Hal ini bisa
dilihat dari pengalaman Satlantas Polrestabes dan Dinas Perhubungan. Kedua
instansi tersebut sudah lama bekerja sama. Adanya pejabat berwenang dan orang
yang ahli dalam bidangnya juga terlibat dapat mendukung terciptanya koordinasi
yang baik.
Kemudian yang tergolong dalam faktor pendukung pada kegiatan mutasi
jabatan ini yaitu aspek (a). Kerjasama dan (b). Komunikasi. Sedangkan yang yang
tergolong dalam faktor penghambat pada koordinasi antara lembaga dalam
penertiban pelanggar parkir liar di Kota Makassar ini yaitu aspek (a) Sosialisasi
yang masih kurang dan (b) Kedisiplinan.
b) Saran
1) Sebaiknya suatu koordinasi dapat berjalan baik apabila dilandasi dengan
kesadaran oleh masing-masing pelaksana koordinasi dan bukan hanya
sekedar menjalankan tugas pokok dan fungsi saja. Karena jika pelaksana
tersebut memiliki kesadaran, maka akan dengan sendirinya dan sepenuh hati
dan menertibkan parkir liar.
2) Lebih ditingkatkan lagi peranan dalam menangani parkir liar. Misalnya
dengan saling mengisi tugas dan fungsi masing-masing instansi.
72
3) Agar menaikkan insentif pelaksana koordinasi, agar pelaksana koordinasi
tersebut diharapkan lebih semangat dan bertanggungjawab.
73
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, Iskandar dkk. 2008. Ebook: Pedoman Perencanaan dan Pengoprasian
Fasilitas Parkir. Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota.
Direktorat Jendral Perhubungan Darat: Jakarta
Adisasmita, Rahardjo dan Sakti Adji Adisasmita. 2011. Manajemen Transportasi
Darat.Yogyakarta: Graha Ilmu.
Handayaningrat, Soewarno. 1989. Pengantar Ilmu Administrasi dan Manajemen.
Jakarta: PT. Gunung Agung
Handoko, T. Hani. 2011. Manajemen: Edisi Kedua. Yogyakarta: BPFE-
Yogyakarta.
Hasibuan, Malayu. 2014. Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta:
Bumi Aksara.
Idrus, Muhammad. 2007. Metode Penelitian Ilmu – ilmu Sosial (Pendekatan
Kualitatif dan Kuantitatif). UII Press, Yogyakarta.
Jauhari, Heri. 2010. Panduan Penulisan Skripsi dan Aplikasi. Pustaka Setia:
Bandung.
Maleong, Lexy J. 2010. Metode Penelitian Kualitatif dan R&D. Bandung Remaja:
Rosdakarya.
Moekijat. 2004. Koordinasi (Suatu Tinjauan Teoritis). Mandar Maju: Bandung
Safroni, Ladzi. 2012. Manajemen dan Reformasi Pelayanan Publik dalam
Konteks Birokrasi Indonesia. Surabaya : Aditya Media Publishing
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitaif dan Kualitatif,
Yogyakarta, Graha Ilmu.
Sembiring, Sentosa, 2009. Himpunan Lengkap Undang – Undang Tentang
Pemerintah Daerah. Nuansa Aulia, Bandung.
Septi Winarsih, Atik & Ratminto. 2012. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta:
PustakaPelajar
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif , Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Torang, Syamsir. 2014. Organisasi dan Manajemen (Prilaku, Struktur, Budaya
dan Perubahan Organisasi). Bandung: Alfabeta.
74
Tunggal, Amin Widjaja. 2010. Manajemen, Suatu Pengantar. Jakarta: PT Rineka
Cipta
Wijayanti, Irine Diana Sari. 2008. Manajemen.Yogyakarta : Graha Ilmu.
Jurnal :
Guna Nugraha, Pri. 2015. Studi tentang Peran Dinas Perhubungan dalam
Menertibkan Parkir Liar di Pasar Pagi Kota Samarinda. Jurnal
Administrasi Negara. Universitas Mulawarman. Vol.12 No.7 (September).
Rahardjo, Paiman. 2015. Efektivitas Penerapan Sanksi Parkir Liar Kendaraan
Bermotor di Wilayah Suku Dinas Perhubungan Kota Jakarta Selatan.
Pascasarjana Ilmu Administrasi. Universitas Prof. Dr. Moestopo. Vol.3
No.20 (Desember).
Dokumen-Dokumen :
Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 17 Tahun 2006 tentang Pengelolaan
Parkir Tepi Jalan Umum Dalam Daerah Kota Makassar
Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pembentukan
Perusahaan Daerah Parkir Kota Makassar (Lembaran Daerah Kota
Makassar Nomor 19 Tahun 1999 Seri D Nomor 6)
Surat Keputusan Walikota Makassar Nomor 64 Tahun 2001 tentang Penetapan
Tempat Parkir di Tepi Jalan Umum, Tempat Parkir Khusus dan Tempat
Parkir Langganan Bulanan dan Tata Cara Penagihan Retribusi Parkir
Undang – Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Hasil Amandemen I, II,
III, dan IV
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 tentang Daerah,
perubahan kedua dari Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 2004
75
LAMPIRAN
76
3. Dokumentasi
Foto tampak depan
Polrestabes Kota Makassar
Tindakan Penertiban yang dilakukan Oleh Petugas
Gabungan Polrestabes Makassar dan Dishub
77
Foto beberapa beberapa informan Dinas Perhubungan Kota
Makassar
78
BIODATA PENELITI
MUH. NURHAMDAN, dilahirkan di Bulukumba pada
tanggal 22 Maret tahun 1996. Anak kedua dari tiga
bersaudara dari pasangan Arifin dan Nurhaeni memiliki
kakak bernama Muh. Nuralam dan adik bernama Muh.
Bintang S. Peneliti menyelesaikan pendidikan Sekolah
Dasar di SDN 3 Palambarae dan lulus pada tahun 2006
kemudian melanjutkan pendidikan di SMPN 1
Gantarang lulus pada tahun 2011 dan melanjutkan
pendidikan ditahap selanjutnya pada SMAN 2 Bulukumba dengan jurusan Ilmu
Pengetahuan Sosial lulus pada tahun 2014. Pada tahun 2014 peneliti melanjutkan
pendidikan di perguruan tinggi, tepatnya di Universitas Muhammadiyah Makassar
pada program studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik.
Dengan ketekunan hingga motivasi tinggi untuk terus belajar dan
berusaha, peneliti telah berhasil menyelesaikan pengerjaan tugas akhir skripsi ini.
Semoga dengan penelitian tugas akhir skripsi ini mampu memberikan kontribusi
positif bagi dunia pendidikan khususnya dalam pengembangan disiplin Ilmu
Administrasi Negara. Akhir kata peneliti mengucapkan rasa syukur yang sebesar-
besarnya atas terselesaikannya skripsi yang berjudul “Koordinasi Antara Lembaga
Pemerintah dalam Menangani Sanksi Tilang Kendaraan Parkir Liar di Kota
Makassar”.