SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai...

47
1 SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban (vicyim) dalam tindak pidana penggelapan di bidang perbankan ditinjaudari viktimologi Eko Joko Purnomo E. 000515 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Transcript of SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai...

Page 1: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

1

SKRIPSI

Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban (vicyim) dalam

tindak pidana penggelapan di bidang perbankan ditinjaudari viktimologi

Eko Joko Purnomo

E. 000515

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

Page 2: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

2

BAB I

PENDAHULUAN

Page 3: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

3

A. Latar Belakang Masalah

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, telah ditegaskan bahwa negara Indonesia adalah Negara yang

berdasarkan atas hukum. Hal ini berarti bahwa Indonesia menjunjung tinggi

hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hukum

tersebut harus ditegakkan demi terciptanya tujuan dan cita-cita bangsa

Indonesia sebagaimana di rumuskan dalam pembukaan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alenia ke-empat yaitu

membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap

bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian

abadi dan keadilan sosial.

Pembangunan Nasional adalah salah satu cara untuk mewujudkan

tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana di rumuskan dalam

pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

alenia ke-empat di atas. Pembangunan nasional merupakan upaya

pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi kehidupan masyarakat,

bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional

yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 alenia ke-empat.

Pelaksanaan pembangunan nasional meliputi semua aspek kehidupan

bangsa yang diselenggarakan secara bertahap dengan mendayagunakan

seluruh sumber daya nasional dengan tujuan mewujudkan suatu masyarakat

adil dan makmur yang merata, materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila

dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Guna mencapai tujuan tersebut, pelaksanaan pembangunan harus

senantiasa memperhatikan keserasian, keselarasan dan keseimbangan

berbagai unsur pembangunan, termasuk di bidang ekonomi dan keuangan.

Page 4: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

4

Penyelenggaraan pembangunan nasional yang meliputi seluruh aspek

kehidupan bangsa termasuk di dalamnya pembangunan ekonomi. Di dalam

pembangunan ekonomi harus selalu mengarah kepada mantapnya sistem

perekonomian nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

1945 yang disusun untuk mewujudkan demokrasi ekonomi yang harus

dijadikan dasar pelaksanaan pembangunan.

Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukan arah yang

semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat

menunjang sekaligus dapat berdampak kurang menguntungkan.

Perkembangan perekonomian nasional senantiasa bergerak cepat dengan

tantangan yang semakin kompleks, oleh karena itu diperlukan berbagai

penyesuaian kebijakan di bidang ekonomi termasuk sektor perbankan sehinga

diharapkan akan dapat memperbaiki dan memperkukuh perekonomian

nasional.

Salah satu sarana yang mempunyai peran strategis sebagai lembaga

intermediasi dan penunjang sistem pembayaran dalam mengarahkan dan

memantapkan sistem ekonomi nasional adalah perbankan. Hal ini disebabkan

oleh fungsi utama bank sebagai wadah yang dapat menghimpun dan

menyalurkan dana masyarakat secara efektif berasaskan demokrasi ekonomi

demi meningkatkan taraf hidup rakyat banyak sebagaimana yang dinyatakan

dalam Pasal 2, 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 perubahanan

atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yang

menyatakan:

Pasal 2 yang berbunyi : “Perbankan Indonesia dalam melakukan

usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan

prinsip kehati-hatian”.

Pasal 3 yang berbunyi : “Fungsi utama perbankan Indonesia adalah

sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat”.

Page 5: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

5

Pasal 4 yang berbunyi : “Perbankan Indonesia bertujuan menunjang

pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan

pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah

peningkatan kesejahteraan rakyat banyak” (Undang-Undang Nomor

10 Tahun 1998).

Sehubungan dengan sektor perbankan yang memiliki posisi strategis,

diperlukan penyempurnaan terhadap sistem perbankan nasional yang bukan

hanya mencakup usaha penyehatan bank secara individu melainkan juga

penyehatan sistem perbankan secara menyeluruh. Upaya penyehatan

Perbankan nasional menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah,

bank-bank itu sendiri dan masyarakat pengguna jasa bank. Adanya tanggung

jawab bersama tersebut dapat membantu memelihara tingkat kesehatan

perbankan nasional sehingga dapat berperan secara maksimal dalam

perekonomian nasional. Memperhatikan peranan lembaga perbankan yang

demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka

terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap pembinaan dan

pengawasan yang efektif, dengan didasari oleh landasan gerak yang kokoh

antara lembaga perbankan di Indonesia mampu berfungsi secara efisien,

sehat, wajar, dan mampu menghadapi persaingan yang semakin bersifat

global, mampu melindungi secara baik dana yang dititipkan masyarakat

kebidang-bidang yang produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan.

Pembinaan dan pengawasan bank agar dapat terlaksana secara efktif,

kewenangan dan tanggung jawab mengenai perizinan bank yang semula

berada pada Menteri Keuangan menjadi berada pada Pimpinan Bank

Indonesia sehingga Bank Indonesia memiliki kewenangan dan tanggung

jawab yang utuh untuk menetapkan perizinan, pembinaan dan pengawasan

bank serta pengenaan sanksi terhadap bank yang tidak memenuhi peraturan

Perbankan yang berlaku. Dari uraian tersebut maka, Bank Indonesia memiliki

kewenangan dan tanggung jawab untuk menilai dan memutuskan kelayakan

pendirian suatu bank dan atau pembukaan kantor bank.

Page 6: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

6

Upaya mendukung kesinambungan dan peningkatan pelaksanaan

pembangunan dalam hal ini lembaga perbankan telah menunjukkan

perkembangan yang pesat, seiring dengan kemajuan pembangunan di

Indonesia dan perkembangan perekonomian Internasional, serta sejalan

dengan peningkatan tuntutan kebutuhan masyarakat akan jasa perbankan

yang tangguh dan sehat. Peningkatan kebutuhan akan jasa perbankan yang

telah berkembang pesat, maka landasan gerak perbankan yang ada dirasakan

sudah saatnya diadakan penyesuaian agar mampu menampung tuntutan

pengembangan jasa perbankan. Agar kemajuan yang dialami lembaga

perbankan dapat ditingkatkan secara berkelanjutan dan benar-benar dapat

memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi pelaksanaan pembangunan

nasional, dan untuk menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi sehingga

segala potensi, inisiatif dan kreasi masyarakat dapat dikerahkan dan

dikembangkan menjadi suatu kekuatan riil bagi peningkatan kemakmuran

rakyat, diperkuat dengan landasan hukum yang dibutuhkan bagi

terselenggaranya pembinaan dan pengawasan yang mendukung peningkatan

kemampuan perbankan dalam menjalankan fungsi secara sehat, wajar dan

efisien.

Sementara itu sejak dicanangkannya deregulasi pada tahun 1988 yang

lalu khususnya dibidang keuangan, moneter dan perbankan, tak dapat

disangkal lagi dunia perbankan menjadi semarak. Dimana-mana bermunculan

bank-bank baru, tidak ketinggalan Bank Perkreditan Rakyat yang banyak

sekali didirikan di kecamatan-kecamatan dengan misinya yang utama untuk

membantu rakyat kecil di pedesaan. Bukan hanya bank-bank baru yang

berdiri tetapi cabang-cabang dari bank-bank yang telah ada bermunculan

dimana-mana seperti jamur dimusim hujan.

Perkembangan perbankan yang sangat cepat dan pesat itu selain

mempunyai dampak positif yang sangat banyak sekali, sudah tentu ada pula

dampak negatifnya berupa timbulnya masalah-masalah baru yang belum

pernah terjadi sebelumnya termasuk aspek tindak pidana dibidang perbankan.

Page 7: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

7

Dalam mengantisipasi dampak negatif dari adanya aktifitas perbankan ini

maka perlu kiranya menemukan upaya penanggulangan kejahatan yang tepat,

selain terfokus pada berbagai hal yang berkaitan dengan penyebab timbulnya

kejahatan atau metode apa yang efektif depergunakan dalam penanggulangan

kejahatan namun, hal lain yang tidak kalah pentingnya untuk dipahami adalah

masalah korban kejahatan itu sendiri yang dalam keadaan-keadaan tertentu

dapat menjadi pemicu munculya kejahatan.

Sesuai dengan perkembangannya, maka kejahatan-kejahatan di bidang

perbankan yang muncul tidak lagi bersifat sederhana yang korbannya pun

tidak lagi bersifat individu konkrit, akan tetapi ada kecenderungan bersifat

luas dan abstrak dan diderita oleh banyak orang dan sulit untuk ditelusuri.

Korban kejahatan perbankan tidak dapat dilepaskan dari bentuk-bentuk tindak

pidana yang ada dan seringkali para korban tersebut adalah para pihak yang

mempunyai interaksi langsung dengan produk-produk perbankan yang ada.

Para pihak yang dapat menjadi korban adalah masyarakat pengguna jasa

produk-produk bank, seperti nasabah deposan, penabung, maupun pihak bank

itu sendiri sebagai penyelenggara perbankan dan juga bahkan Pemerintah

maupun Negara (J.E. Sahetapy, 1995 :22).

Melihat dari jenis tindak pidana di bidang perbankan yang begitu

banyaknya, maka penulis membatasi penelitian dalam hal perlindungan

hukum terhadap nasabah penyimpan dana pada bank akibat penggelapan yang

dilakukan oleh karyawan bank. Berbagai kemudahan yang diberikan

pemerintah dalam mendirikan bank seperti yang diatur dalam Pakto 1988

sangat memungkinkan munculnya bank-bank baru namun tidak diimbangi

dengan penyiapan sumber daya manusia yang professional. Di lapangan tidak

sedikit di temukan para banker bahkan tidak sedikit karyawan bank yang

disebut dengan istilah kutu loncat, sehingga dalam prakteknya para banker

tersebut tidak berkemampuan mengelola bank secara profesional. Kondisi ini

dapat dilihat seperti dalam kasus bank century. Publik sudah mengetahui,

Bank Century (Century) telah diambil alih Lembaga Penjamin Simpanan

Page 8: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

8

(LPS), pemilik dan pengurus lama telah diamankan pihak berwenang.

Berawal dari terjadinya default aset surat berharga pada pertengahan 2008,

disusul dengan kesulitan likuiditas dan krisis insolvensi yang membuat

Century harus “diselamatkan” melalui suntikan modal dari LPS.

Masalah besar yang kini dihadapi adalah terungkapnya praktik

penyalahgunaan dana nasabah dalam bentuk reksa dana bodong. Penerbit

reksa dana bodong ini adalah perusahaan ter-afiliasi, Antaboga Sekuritas.

Kasus ini serupa tetapi lebih kompleks dibandingkan dengan kasus

penggunaan dana nasabah Sarijaya Permana Sekuritas, di mana instrumen

yang digunakan adalah rekening efek nasabah (http://www.madani-ri.com).

Nasabah penyimpan di Bank Century dirugikan karena dana yang

diinvestasikan tidak bisa diambil. Dengan melihat kasus Bank Century maka

penulis berusaha memaparkan bagaimana perlindungan hukum nasabah

penyimpan dari tindak pidana penggelapan dan faktor-faktor apa saja yang

menyebabkan nasabah penyimpan berperan sebagai korban dari tindak pidana

penggelapan.

Pada saat berbicara tentang korban kejahatan, cara pandang kita tidak

bias dilepaskan dari viktimologi. Melalui viktimologi dapat diketahui

berbagai aspek yang berkaitan dengan korban, seperti faktor penyebab

munculnya kejahatan, bagaimana seseorang dapat menjadi korban, dalam hal

ini adalah nasabah bank, hak dan kewajiban korban kejahatan (nasabah bank)

dan perlindungan hukum. Misi dari viktimologi adalah memberikan dasar

pemikiran yang dapat mengenal dan mencegah pengorbanan criminal

(viktimisasi kriminal) dan melayani kepentingan pihak korban secara

rasional, positif, bertanggung jawab serta bermanfaat. Untuk korban

kejahatan di bidang perbankan (nasabah penyimpan dana), perlakuan yang

bagaimanakah yang dapat dianggap adil, seimbang, bermanfaat, dan

memberikan perlindungan hukum mungkin dapat dianalisis dengan pisau

bedah viktimologi.

Page 9: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

9

Dari uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih jauh

sejauh mana penerapan ketentuan pidana terhadap tindak pidana dibidang

perbankan dengan mengambil judul: “PERLINDUNGAN HUKUM

TERHADAP NASABAH SEBAGAI KORBAN (VICTIM) DALAM

TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DI BIDANG PERBANKAN

DITINJAU DARI VIKTIMOLOGI”.

B. Rumusan Masalah

Sehubungan dengan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya

penulis menetapkan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan dana

sebagai korban dalam tindak pidana penggelapan di bidang perbankan

ditinjau dari viktimologi?

2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan nasabah penyimpan dana

berperan sebagai korban dalam tindak pidana penggelapan di bidang

perbankan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang hendak

dicapai dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui bagaimanakah perlindungan hukum bagi nasabah

penyimpan dana sebagai korban dalam tindak pidana perbankan

penggelapan?

b. Untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang menyebabkan nasabah

penyimpan dana berperan sebagai korban dalam tindak pidana

perbankan penggelapan?

2. Tujuan Subyektif

Page 10: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

10

a. Untuk menambah wawasan pengetahuan, serta pemahaman penulis

terhadap penerapan teori-teori yang telah penulis terima selama

menempuh kuliah untuk mengatasi masalah hukum yang terjadi di

masyarakat.

b. Untuk memperoleh data yang lengkap guna penulisan sekripsi

sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas

Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

c. Untuk memberi gambaran dan sumbangan pemikiran bagi ilmu

hukum.

D. Manfaat Penelitian

Di dalam penelitian sangat diharapkan adanya manfaat dan kegunaan

karena nilai suatu penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat

diambil dari penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan penulis

dari penelitian ini antara lain:

1. Manfaat Teoritis

a. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan

yang dapat dipergunakan dalam penulisan karya ilmiah di bidang

hukum.

b. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat ditemukan metode

yang efektif guna mencegah bahkan memberantas kejahatan dalam

bidang Perbankan dikemudian hari.

c. Untuk lebih dapat mendalami teori-teori yang telah dipelajari selama

kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Manfaat Praktis

a. Dengan penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran bagi berbagai pihak mengenai sejauh mana

Page 11: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

11

perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan dana sebagai korban

dalam tindak pidana Perbankan Penggelapan ditinjau dari

Viktimologi.

b. Dengan penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan

informasi mengenai faktor-faktor apa saja yang menyebabkan

nasabah penyimpan dana berperan sebagai korban dalam tindak

pidana di bidang Perbankan.

E. Metode Penelitian

Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori,

atau konsep baru sebagai perspektif dalam menyelesaikan masalah yang

dihadapi. Metode merupakan cara yang utama yang digunakan untuk

mencapai suatu tujuan, untuk mencapai tingkat ketelitian, jumlah dan jenis

yang dihadapi. Akan tetapi dengan mengadakan klarifikasi yang berdasarkan

pada pengalaman, dapat ditentukan teratur dan terpikirnya alur yang runtut

dan baik untuk mencapai maksud. Jadi inti dari metodologi dalam setiap

penulisan hukum adalah menguraikan tentang tata cara bagaimana suatu

penelitian hukum itu harus dilaksanakan (Peter Mahmud, 2007: 35).

Adapun metode penulisan yang digunakan penulis dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum

normatif atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu panelitian hukum

yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder

yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan

hukum tersier. Bahan-bahan tersebut disususn secara sistematis, dikaji,

kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah

yang diteliti.

Page 12: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

12

2. Sifat Penelitian

Dalam penelitian hukum ini, penulis menggunakan penelitian

hukum yang bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk

memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau

gejala-gejala lainnya. Maksud dari penelitian deskriptif adalah untuk

mempertegas hipotesa-hiptesa, agar dapat membantu dan memperkuat

teori-teori lama di dalam kerangka menyusun teori-teori baru (Soerjono

Soekanto: 2006:10).

3. Pendekatan penelitian

Pada penelitian ini digunakan pendekatan Undang-Undang

(statute approach), dengan menelaah semua legislasi dan regulasi yang

bersangkutan dengan isu hukum yang sedang diteliti, sehingga dalam

metode pendekatan Perundang-undangan ini diperlukan mengenai

hierarki dan asas-asas dalam Peraturan Perundang-undangan (Peter

Mahmud, 2007: 96). Undang-Undang yang digunakan dalam penelitian

ini antara lain: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, Undang Nomor 7 Tahun 1992 Jo Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999

JoUndang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia,

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas,

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Ketentuan dan Tata Cara

Pencabutan Ijin Usaha Bank , Pembubaran Bank dan Likuidasi Bank,

Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 1/ PLPS/ 2007 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 1/

PLPS/ 2006 Tentang Program Penjaminan Simpanan Jo Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

4. Jenis Data Penelitian

Page 13: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

13

Jenis data yang penulis pergunakan dalam penelitian ini berupa data

sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumber

pertama, antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku,

hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian dan

sebagainya.

5. Sumber Data Penelitian

Sumber data merupakan tempat di mana dan ke mana data dari

suatu penelitian dapat diperoleh. Sumber data dalam penelitian ini adalah

sumber data sekunder yaitu tempat kedua diperoleh data. Dalam bukunya

Soejono Soekanto bahwa sumber hukum sekunder meliputi:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai

kekuatan mengikat yang terdiri dari:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2) Undang Nomor 7 Tahun 1992 Jo Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 tentang Perbankan.

3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2004.

4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen.

5) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan

Terbatas.

6) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Ketentuan dan

Tata Cara Pencabutan Ijin Usaha Bank , Pembubaran Bank dan

Likuidasi Bank.

Page 14: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

14

7) Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 1/ PLPS/ 2007

Tentang Perubahan Atas Peraturan Lembaga Penjamin

Simpanan Nomor 1/ PLPS/ 2006 Tentang Program Penjaminan

Simpanan Jo Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang

Lembaga Penjamin Simpanan.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang

menjelaskan bahan hukum primer seperti:

1) Rancangan peraturan perUndang-Undangan

2) Hasil-hasil penelitian

3) Hasil karya ilmiah para sarjana.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan hukum penunjang yang

memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum

primer dan bahan hukum sekunder, seperti ensiklopedia, bahan dari

internet, dan lain-lain.

6. Teknik Pengumpulan Data

Karena penelitian ini adalah penelitian normatif, maka dalam

pengumpulan datanya dilakukan dengan studi kepustakaan atau studi

dokumen. Teknik ini merupakan cara pengumpulan data dengan

membaca, mengkaji, dan menganalisis serat membuat catatan dari buku

literature, paraturan perUndang-Undangan, dokumen dan hal-hal lain

yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

7. Teknis Analisis Data

Dalam teknis analisis data penulis menggunakan teknik analisis

isi (content analysis), yaitu suatu teknik penelitian untuk membuat

inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicable) dan sahih data dengan

memperhatikan konteksnya analisis ini mencakup prosedur-prosedur

khusus untuk pemrosesan data ilmiah (bahan hukum). Mengutip dari

Page 15: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

15

Albert Widjaja dalam bukunya Noeng Muhadjir, tentang content

analysis, dalam menganalisa harus berdasarkan aturan yang dirumuskan

secara eksplisit (Noeng Muhadjir, 2000:68). Berdasarkan pendapat

tersebut, penulis akan berusaha mendiskripsikan isi yang terdapat dalam

suatu peraturan serta melakukan analisis terhadap data-data tersebut

sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Sistematika laporan penulisan hukum yang disusun oleh penulis

adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

metode penelitian dan sistematika penulisan hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan dibahas kajian pustaka berkaitan

dengan judul dan masalah yang diteliti yang memberikan

landasan teori serta diuraikan mengenai kerangka

pemikiran. Kajian Pustaka ini terdiri dari tinjauan tentang

bank, tinjauan tentang viktimologi, tinjauan tentang tindak

pidana di bidang perbankan dan tinjauan tentang

penggelapan. Selain itu, untuk mempermudah pemahaman

alur berfikir didalam bab ini juga disertai dengan kerangka

pikir.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan hasil dari penelitian yang

membahas tentang : perlindungan hukum bagi nasabah

Page 16: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

16

penyimpan sebagai korban dalam tindak pidana

penggelapan dan faktor-faktor yang menyebabkan nasabah

penyimpan berperan sebagai korban dalam tindak pidana

penggelapan.

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab ini akan diuraikan simpulan dari hasil

pembahasan dan saran-saran mengenai permasalahan yang

ada.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan tentang Perbankan

Page 17: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

17

a. Pengertian Bank

Bank merupakan bagian dari lembaga keuangan yang

memiliki fungsi intermediasi yang menjembatani pihak yang

kelebihan dana (penyimpan dana atau kreditur) dan pihak yang

membutuhkan dana (peminjam dana atau debitur) (Perry Warjiyo,

2003:128).

Bank merupakan suatu kantor yang kegiatan sehari-harinya

sebagai perantara orang yang menyimpan uang di kantor tersebut

dan uang tersebut dipinjamkan kepada orang lain yang

membutuhkannya. Artinya fungsi utama bank sebagai perantara bagi

penawaran dan permintaan uang (Faisal Afiff dkk, 1996: 3).

Menurut O.P Simorangkir dalam bukunya Sentosa Sembiring

menyebutkan bahwa “Bank merupakan salah satu badan lembaga

keuangan yang bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa”. Adapun

pemberian kredit dilakukan dengan baik dengan modal sendiri atau

dengan dana-dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga maupun

dengan jalan memperedarkan alat-alat pembayaran baru berupa

uang giral (Sentosa Sembiring, 2000: 1).

Menurut ketentuan Pasal 1 butir 2 UU Nomor 7 Tahun 1992

jo UU Nomor10 Tahun1998 Tentang Perbankan menyatakan bahwa:

“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari

masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya

kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-

bentuk lainya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat

banyak”.

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 UU Nomor 7 Tahun 1992

jo UU Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan menyatakan

bahwa “Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang

Page 18: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

18

bank, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan

kegiatan usahanya”.

b. Hak dan kewajiban para pihak

Sebelum menjelaskan hak dan kewajiban para pihak perlu

dijelaskan terlebih dahulu pengertian nasabah bank. Nasabah bank

adalah orang yang secara sadar mengikatkan dirinya kepada suatu

lembaga yang menamakan dirinya bank, yakni suatu lembaga

kepercayaan yang dipercayakan untuk menyimpan dan mengelola

uang milik orang lain (J.E. Sahetapy, 1995 :18).

Hubungan antara bank dan nasabah diatur dalam hukum

perjanjian. Ini berarti, para pihak, dalam hal ini bank sebagai suatu

badan usaha dan nasabah baik perorangan maupun badan usaha

mempunyai hak dan kewajiban.

Kewajiban bank (Sentosa Sembiring, 2000: 62):

1) Menjamin kerahasiaan identitas nasabah beserta dengan dana

yang disimpan dalam bank, kecuali kalau peraturan perundang-

undangan menyatakan lain;

2) Menyerahkan dana kepada nasabah sesuai dengan perjanjian

yang telah disepakati;

3) Membayar bunga simpanan sesuai dengan perjanjian;

4) Mengganti kedudukan debitor dalam hal nasabah tidak mampu

melaksanakan kewajiban pada pihak ketiga;

5) Melakukan pembayaran kepada eksportir dalam hal digunakan

fasilitas L/C, sepanjang persyaratan untuk itu telah dipenuhi;

6) Memberikan laporan kepada nasabah terhadap perkembangan

simpanan dananya di bank;

Page 19: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

19

7) Mengembalikan agunan dalam hal kredit telah lunas.

Sebaliknya bank berhak untuk (Sentosa Sembiring, 2000: 62):

1) Mendapatkan propisi terhadap layanan jasa yang diberikan

kepada nasabah;

2) Menolak pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan yang

telah disepakati bersama;

3) Melelang agunan dalam hal nasabah tidak mampu melunasi

kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan akad kredit yang

telah ditandatangani kedua belah pihak;

4) Pemutusan rekening nasabah;

5) Mendapatkan buku cek, bilyet giro, buku tabungan, kartu kredit

dalam hal terjadi penutupan rekening.

Kewajiban nasabah (Sentosa Sembiring, 2000: 63):

1) Mengisi dan menandatangani formulir yang telah disediakan

oleh bank, sesuai dengan layanan jasa yang diinginkan oleh

calon nasabah;

2) Melengkapi persyaratan yang ditentukan oleh bank;

3) Menyetor dana awal yang ditentukan oleh bank. Dalam hal ini,

dana awal tersebut cukup bervariasi tergantung dari jenis

layanan jasa yang diinginkan;

4) Membayar propisi yang ditentukan oleh bank;

5) Menyerahkan buku cek/giro bilyet tabungan;

Nasabah berhak untuk (Sentosa Sembiring, 2000: 64):

Page 20: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

20

1) Mendapatkan layanan jasa yang diberikan oleh bank, seperti

fasilitas kartu ATM;

2) Mendapatkan laporan atas transaksi yang dilakukan melalui

bank;

3) Menuntut bank dalam hal terjadi pembocoran rahasia nasabah;

4) Mendapatkan agunan kembali, bila kredit yang dipinjam telah

lunas.

5) Mendapat sisa uang pelelangan dalam hal agunan dijual untuk

melunasi kredit yang tidak terbayar.

2. Tinjauan tentang Tindak Pidana Perbankan

a. Pengertian tentang tindak pidana

1) Istilah

Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang

dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu “Strafbaar feit”.

Istilah ini terdapat dalam Wetboek van Strafrecht Belanda, tetapi

tidak ada penjelasan resmi mengenai apa yang dimaksud dengan

“Strafbaar feit”. Para ahli hukum berusaha untuk memberikan

arti dan isi dari istilah itu (Adami Chazawi, 2002:67).

Menurut Simons dalam bukunya Moeljatno, “Strafbaar

feit adalah kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana,

yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan

kesalahan dan dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung

jawab”. Sedangkan Van Hamel dalam bukunya Moeljatno

berpendapat “Strafbaar feit adalah kelakuan orang (menselijke

gedraging) yang dirumuskan dalam wet yang bersifat melawan

hukum, yang patut dipidana (strafwaarding) dan dilakukan

dengan kesalahan” (Moeljatno, 1993:56).

Page 21: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

21

Hazewinkel-Suringa dalam bukunya Lamintang

mengartikan Strafbaar feit sebagai “suatu perilaku manusia yang

pada suatu saat tertentu telah ditolak dalam sesuatu pergaulan

hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus

ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-

sarana yang bersifat memaksa yang terdapat di dalamnya”.

Dalam buku yang sama Profesor Pompe menyebutkan bahwa

Strafbaar feit secara teoritis dapat dirumuskan sebagai suatu

pelanggaran norma (gangguan terhadap tata tertib hukum) yang

dengan sengaja maupun tidak sengaja telah dilakukan oleh

seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku

tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan

terjaminnya kepentingan umum (Lamintang, 1997: 181-182).

2) Unsur-Unsur Tindak Pidana

Dari pengertian tindak pidana di atas, Lamintang

menjabarkan dua unsur, yaitu unsur-unsur subyektif dan unsur-

unsur obyektif sebagai berikut (Lamintang, 1997: 193-194):

a) Unsur-unsur subyektif, adalah unsur-unsur yang melekat

pada diri si pelaku, dan termasuk kedalamnya yaitu segala

sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Yang termasuk

unsur-unsur subyektif antara lain:

(1) kesengajaan atau ketidak sengajaan (dolus atau culpa);

(2) maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau

poging;

(3) macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang

terdapat misalnya di dalam kejahatan-kejahatan

pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-

lain;

Page 22: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

22

(4) merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad

seperti misalnya yang terdapat di dalam kejahatan

pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP;

(5) perasaan takut atau vress seperti antara lain yang

terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal

308 KUHP.

b) Unsur-unsur obyektif, adalah unsur-unsur yang ada

hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam

keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu

harus dilakukan. Yang termasuk unsur-unsur obyektif

antara lain:

(1) sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkheid;

(2) kualitas dari si pelaku;

(3) kausalitas, yaitu hubungan antara pelaku dengan

tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan

sebagai akibat.

b. Jenis-jenis Tindak Pidana

Tindak pidana dapat dibedakan atas dasar-dasar tertentu,

antara lain (Adami Chazawi, 2002: 117-133):

1) Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan dan

pelanggaran.

Dasar pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran

adalah bahwa jenis pelanggaran itu lebih ringan daripada

kejahatan. Hal ini dapat diketahui dari ancaman pidana pada

pelanggaran tidak ada yang diancam dengan pidana penjara,

tetapi berupa pidana kurungan dan denda. Sedangkan kejahatan

lebih didominir dengan ancaman pidana penjara.

Page 23: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

23

2) Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana

formil dan tindak pidana materiil.

Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang

dirumuskan sedemikian rupa, sehingga memberikan arti bahwa

inti larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan suatu

perbuatan tertentu. Perumusan tindak pidana formil tidak

memperhatikan dan atau tidak memerlukan timbulnya suatu

akibat tertentu dari perbuatan sebagai syarat penyelesaian tindak

pidana, melainkan semata-mata pada perbuatannya. Sebaliknya,

pada rumusan tindak pidana materiil, inti larangan adalah pada

menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang

dipertanggungjawabkan dan dipidana.

3) Menurut bentuk kesalahannya, dibedakan antara tindak pidana

sengaja (doleus delicten) dan tindak pidana kealpaan (culpose

delicten).

Tindak pidana sengaja yaitu tindak pidana yang dalam

rumusannya dilakukan dengan kesengajaan atau mengandung

unsur kesengajaan. Sedangkan tindak pidana kealpaan adalah

tindak pidana yang dalam rumusannya mengandung unsur

culpa.

4) Menurut macam perbuatannya, dibedakan antara tindak pidana

aktif/positif (delicta cimmissionis) dan tindak pidana

pasif/negative (delic omissionis).

Tindak pidana aktif adalah tindak pidana yang

perbuatannya berupa perbuatan aktif (positif). Perbuatana aktif

adalah perbuatan yang untuk mewujudkannya disyaratkan

adanya gerakan dari anggota tubuh orang yang berbuat. Dengan

berbuat aktif orang melanggar larangan. Berbeda dengan tindak

pidana pasif, dalam tindak pidana pasif, ada suatu kondisi dan

Page 24: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

24

atau keadaan tertentu yang mewajibkan seseorang dibebani

kewajiban hukum untuk berbuat tertentu, maka ia telah

melanggar kewajiban hukumnya tadi. Di sini dia telah

melakukan tindak pidana pasif.

5) Menurut saat dan jangka waktu terjadinya, dibedakan antara

tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam

waktu yang lama.

Tindak pidana terjadi seketika maksudnya adalah tindak

pidana yag dirumuskan sedemikian rupa, sehingga untuk

terwujudnya atau terjadinya dalam waktu seketika, misalnya:

pencurian, jika perbuatan mengambilnya selesai, maka tindak

pidana itu menjadi selesai secara sempurna. Sebaliknya ada

tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa, sehungga

terjadinya tindak pidana berlangsung lama, yakni setelah

perbuatan dilakukan, tindak pidana itu masih berlangsung terus,

misalnya: perampasan kebebasan yang berlangsung lama dan

akan terhenti setelah korban dilepaskan/dibebaskan.

6) Menurut sumbernya, dibedakan antara tindak pidana umum dan

tindak pidana khusus.

Tindak pidana umum adalah semua tindak pidana yang

dimuat dalam KUHP sebagai kodifikasi hokum pidana materiil

(Buku II dan Buku III KUHP). Sedangkan tindak pidana khusus

adalah semua tindak pidana yang terdapat diluar kodifikasi

tersebut.

7) Dilihat dari subyek hukumnya, dibedakan antara tindak pidana

communia dan tindak pidana propria.

Pada umumnya, tindak pidana itu dibentuk dan

dirumuskan untuk berlaku pada semua orang. Akan tetapi ada

Page 25: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

25

perbuatan-perbuatan yang tidak patut tertentu yang khusus

hanya dapat dilakukan oleh orang yang berkualitas tetentu saja,

misalnya pegawai negeri (pada kejahatan jabatan).

8) Menurut perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan,

dibedakan antara tindak pidana biasa dan tindak pidana aduan.

Tindak pidana biasa adalah tindak pidana yang untuk

dilakukannya penuntutan pidana terhadap pembuatnya tidak

disyaratkan adanya pengaduan dari yang berhak. Sedangkan

tindak pidana aduan adalah tindak pidana yang untuk didapatnya

dilakukan penuntutan pidana disyaratkan untuk terlebih dulu

adanya pengaduan dari yang berhak mengajukan pengaduan,

yaitu korban atau wakilnya dalam perkara perdata (Pasal 72

KUHP) atau keluarga tertentu dalam hal-hal tertentu (Pasal 73

KUHP) atau orang yang diberi kuasa khusus untuk pengaduan

oleh orang yang berhak.

9) Menurut berat ringannya pidana yang diancamkan, dibedakan

antara tindak pidana bentuk pokok, tindak pidana yang

diperberat, dan tindak pidana yang diperingan.

Tindak pidana dalam bentuk pokok dirumuskan secara

lengkap, artinya semua unsur-unsurnya dicantumkan dalam

rumusan, misalnya: pencurian (Pasal 362 KUHP);pembunuhan

(Pasal 338 KUHP); pemalsuan surat (Pasal 363 KUHP), karena

disebutkan secara lengkap unsur-unsurnya maka pada rumusan

bentuk pokok terkandung pengertian yuridis dari tindak pidana

tersebut. Sedangkan pada bentuk yang diperberat atau

diperingan tidak mengulang kembali unsur-unsur pokok itu,

melainkan sekedar menyebut kualifikasi bentuk pokoknya atau

Pasal bentuk pokoknya, kemudian disebutkan atau ditambahkan

unsur yang bersifat memberatkan atau meringankan secara tegas

Page 26: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

26

dalam rumusan. Karena ada faktor pemberat dan peringannya

maka ancaman pidana terhadap bentuk yang diperberat dan

diperingan itu menjadi lebih berat atau lebih ringan dari pada

bentuk pokoknya.

10) Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi, maka tindak

pidana tidak terbatas macamnya tergantung dari kepentingan

hukum yang harus dilindungi serta berkembang mengikuti

perkembangan dan kemajuan manusia seperti tindak pidana

terhadap nyawa dan tubuh, terhadap harta benda, tindak pidana

pemalsuan, tindak pidana terhadap nama baik, terhadap

kesusilaan dan lain sebagainya.

11) Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan,

dibedakan antara tindak pidana tunggal dan tindak pidana

berangkai.

Tindak pidana tunggal adalah tindak pidana yang

dirumuskan sedemikian rupa, sehinnga untuk dipandang

selesainya tindak pidana dan dapat dipidananya pelaku cukup

dilakukan satu kali perbuatan saja. Sedangkan yang dimaksud

dengan tindak pidana berangkai adalah tindak pidana yang

dirumuskan sedemikian rupa sehingga dipandang selesai dan

dapat dipidananya pambuat disyaratkan dilakukan secara

berulang. Misalnya: Pasal 481 KUHP, dimana perbuatan

membeli, menukar, menerima gadai, menyimpan atau

menyembunyikan barang yang diperoleh dari kejahatan itu

dilakukan sebagai kebiasaan (dilakukan secara berulang,

setidaknya dua kali perbuatan).

c. Pengertian Tindak Pidana Perbankan

Tindak pidana perbankan merupakan salah satu bentuk dari

tindak pidana ekonomi yang lazim disebut sebagai kejahatan kerah

Page 27: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

27

putih (white collar crime). Tindak pidana ekonomi adalah suatu

tindak pidana yang mempunyai motif okonomi atau lazimnya

dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan

intelektual dan mempunyai posisi penting dalam masyarakat atau

pekerjaannya (Hermansyah, 2005:138).

Munir Fuady dalam bukunya yang berjudul Bisnis Kotor:

Anatomi Kejahatan Kerah Putih, mengemukakan bahwa tindak

pidana perbankan adalah suatu jenis kejahatan secara melawan

hukum pidana dilakukan, baik dengan sengaja maupun tidak sengaja,

yang ada hubungannya dengan lembaga, perangkat, dan produk

perbankan, sehingga menimbulkan kerugian materiil dan atau

immaterial bagi perbankan itu sendiri maupun bagi nasabah atau

pihak ketiga lainnya (Munir Fuady, 2004: 74).

Saat ini belum ada kesepakatan dalam pemakaian istilah

tindak pidana perbankan, karena ada yang mempergunakan istilah

tindak pidana perbankan dan tindak pidana di bidang perbankan.

Pemakaian istilah tersebut tergantung dari sudut mana melihatnya,

sehingga pengertian dan istilah satu sama lain mempunyai perbedaan

(Muhammad Djumhana, 2000:138).

Dari segi yuridis, tidak satupun ditemukan peraturan

perUndang-Undangan yang memberikan pengertian tindak pidana di

bidang perbankan dan tindak pidana perbankan. Pada umumnya

perbedaan pengertian kedua istilah tersebut adalah dalam luas

cakupan tindak pidana tersebut. Adapun perbedaannya adalah

sebagai berikut: Pengertian istilah tindak pidana di bidang perbankan

adalah tindak pidana yang terjadi di kalangan dunia perbankan, baik

yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 maupun

yang diatur di luar Undang-Undang tersebut. Sedangkan yang

Page 28: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

28

dimaksud tindak pidana perbankan adalah tindak pidana yang hanya

diatur dalam Undang-Undang Perbankan yang sifatnya intern.

Dari uraian diatas, maka terdapat dua pengertian, yaitu:

1) Tindak pidana perbankan adalah setiap perbuatan yang

melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 Jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998;

2) Tindak pidana di bidang perbankan adalah setiap perbutan yang

melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 Jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998, KUHP, dan peraturan-peraturan khusus, seperti Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 jo Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang;

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia.

3. Tinjauan tentang Viktimologi

a. Pengertian Viktimologi

Viktimologi, berasal dari bahasa latin victim yang berarti

korban dan logos yang berarti ilmu. Secara terminologi, viktimologi

berarti suatu studi yang mempelajari tentang korban, penyebab

timbulnya korban dan akibat-akibat penimbulan korban yang

merupakan masalah manusia sebagai suatu kenyataan sosial (Dikdik

Mansur & Elisatris Gultom, 2007: 33).

Korban dalam lingkup viktimologi memiliki arti yang sangat

luas karena tidak terbatas pada individu yang secara nyata menderita

kerugian, tetapi juga kelompok, korporasi, swasta maupun

Page 29: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

29

pemerintah. Pentingnya korban memperoleh perhatian utama dalam

membahas kejahatan disebabkan korban memiliki peranan yang

sangat penting dalam terjadinya suatu kejahatan. Diperolehnya

pemahaman yang sangat luas dan mendalam tentang korban

kejahatan, diharapkan dapat memudahkan dalam menemukan upaya

penanggulangan kejahatan yang pada akhirnya akan bermuara pada

menurunya kuantitas dan kualitas kejahatan. Viktimologi merupakan

suatu pengetahuan ilmiah/studi yang mempelajari suatu

viktimisasi/kriminal sebagai suatu permasalahan manusia yang

merupakan suatu kenyataan sosial (Dikdik M. Arief Mansur &

Elisatris gultom, 2007: 34).

Sejak awal mula lahirnya hukum pidana, fokus subyek yang

banyak disoroti adalah si pelaku, padahal dari suatu kejahatan,

kerugian yang paling besar diderita adalah oleh si korban kejahatan

tersebut. Dalam hal ini, sedikit sekali hukum ataupun peraturan

perundang-undangan yang dapat kita temui yang mengatur mengenai

korban serta perlindungan terhadapnya (Marjono Reksodiputro,

1994:81).

Hukum pidana memperlakukan korban seperti hendak

mengatakan bahwa satu-satunya cara untuk melindungi korban

adalah dengan memastikan bahwa si pelaku mendapatkan balasan

yang setimpal. Padahal apabila kita hendak mengamati masalah

kejahatan secara komprehensif, kita tidak boleh mengabaikan

peranan korban dalam terjadinya kejahatan. Bahkan, apabila

memperhatikan pada aspek pencarian kebenaran materiil sebagai

tujuan yang akan dicapai dalam pemeriksaan suatu kejahatan,

peranan korban pun sangat strategis, dengan demikian sedikit banyak

menentukan dapat tidaknya pelaku kejahatan memperoleh hukuman

yang setimpal dengan perbuatan yang dilakukanya.

Page 30: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

30

Tidak berlebihan apabila selama ini berkembang pendapat

yang menyebutkan bahwa korban merupakan asset yang penting

dalam upaya menghukum pelaku kejahatan. Pada sebagian kasus-

kasus kejahatan, korban sekaligus merupakan saksi penting yang

dimiliki untuk menghukum pelaku kejahatan. Sayangnya dalam

kerangka pemeriksaan suatu perkara di mana korban merupakan

saksi bagi pengungkapan suatu kejahatan hanya diposisikan sebagai

instrument dalam rangka membantu aparat penegak hukum umtuk

menghukum si pelaku, dan tidak pernah berlanjut pada apa yang

dapat negara serta aparat penegak hukum lakukan untuk si korban,

sehingga penderitaan (kerugian) yang diderita korban dapat

dipulihkan seperti keadan sebelum terjadi kejahatan yang menimpa

dirinya (Dikdik M. Arief Mansur & Elisatris gultom, 2007: 37).

Apabila dikaji, dilupakannya persoalan korban disebabkan

antara lain karena (Suryono Ekotama, dkk, 2000: 173):

1) Masalah kejahatan tidak dilihat, dipahamai menurut proporsi

yang sebenarnya secara multidimensional;

2) Kebijakan penanggulangan kejahatan yang tidak didasarkan

pada konsep yang integral dengan etiologi kriminal;

3) Kurangnya pemahaman bahwa masalah kejahatan merupakan

masalah kemanusiaan, demikian pula masalah korban .

b. Ruang Lingkup Viktimologi

Viktimologi meneliti topik-topik tentang korban, seperti:

peranan korban pada terjadinya tindak pidana, hubungan antara

pelaku dengan korban, rentannya posisi korban dan peranan korban

dalam sistem peradilan pidana. Kejahatan yang mengakibatkan

korban sebagai obyek kajian viktimologi semakin luas setelah

Kongres PBB Kelima di Geneva Tahun 1975, Kongres Keenam

Page 31: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

31

Tahun 1980 di Caracas, yang meminta perhatian bahwa korban

kejahatan dalam cakupan viktimologi bukan hanya kejahatan

konvensional seperti pemerasan, pencurian, penganiayaan, dan

lainnya, tetapi juga kejahatan inkonvensional, seperti terorisme,

pembajakan, dan kejahatan kerah putih (Suryono Ekotama, dkk,

2000: 174-178).

Dalam Kongres PBB Kelima di Geneva Tahun 1975

dihasilkan kesepakatan untuk memperhatikan kejahatan yang disebut

sebagai crime as business, yaitu kejahatan yang bertujuan untuk

mendapatkan keuntungan materiil melalui kegiatan dalam bisnis atau

industri yang pada umumnya dilakukan secara terorganisasi dan

dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kedudukan terpandang

dalam masyarakat, seperti pencemaran lingkungan, perlindungan

konsumen, perbankan dan kejahatan-kejahatan lain yang biasa

dikenal sebagai organized crime, white collar crime (Dikdik M.

Arief Mansur & Elisatris gultom, 2007: 44).

c. Manfaat Viktimologi

Manfaat yang diperoleh dengan mempelajari ilmu

pengetahuan merupakan faktor yang paling penting dalam kerangka

pengembangan ilmu itu sendiri. Apabila suatu ilmu pengetahuan

dalam pengembanganya tidak memberikan manfaat, baik yang

sifatnya praktis maupun teoritis, sia-sialah ilmu pengetahuan itu

untuk dipelajari dan dikembangkan.

Arif Gosita menguraikan beberapa manfaat yang diperoleh

dengan mempelajari viktimologi, yaitu sebagai berikut (Arif Gosita,

2004: 40-41):

1) Viktimologi mempelajari hakikat siapa itu korban dan yang

menimbulkan korban, apa artinya viktimisasi dan proses

viktimisasi bagi mereka yang terlibat dalam proses viktimisasi;

Page 32: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

32

2) Viktimologi memberikan sumbangan dalam mengerti lebih baik

tentang korban akibat tindakan manusia yang menimbulkan

penderitaan mental, fisik, dan sosial;

3) Viktimologi memberikan keyakinan bahwa setiap individu

mempunyai hak dan kewajiban untuk mengetahui mengenai

bahaya yang dihadapi berkaitan dengan kehidupan dan

pekerjaan mereka;

4) Viktimologi juga memperhatikan permasalahan viktimisasi yang

tidak langsung, misalnya: efek politik pada penduduk “dunia

ketiga” akibat penyuapan oleh suatu korporasi internasional,

akibat-akibat sosial pada setiap orang akibat polusi industry,

terjadinya viktimisasi ekonomi, politik dan sosia;

5) Viktimologi memberikan dasar pemikiran untuk masalah

penyelesaian viktimisasi kriminal, pendapat-pendapat

viktimologi dipergunakan dalam keputusan-keputusan peradilan

kriminal dan reaksi pengadilan terhadap pelaku kriminal.

Manfaat Viktimologi pada dasarnya berkenaan dengan tiga

hal utama dalam mempelajari manfaat studi korban, yaitu

(Chaerudin dan Syarif Fadillah, 2004: 8):

1) manfaat yang berkenaan dengan usaha membela hak-hak korban

dan perlindungan hukum;

2) manfaat yang berkenaan dengan penjelasan peran korban dalam

suatu tindak pidana;

3) manfaat yang berkenaan dengan usaha pencegahan terjadinya

korban.

Viktimologi juga berperan dalam hal penghormatan hak-hak

asasi korban sebagai manusia, anggota masyarakat, dan sebagai

Page 33: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

33

warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban asasi yang sama

dan seimbang kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan.

Viktimologi bermanfaat bagi kinerja aparatur penegak hukum

seperti, aparat kepolisian, kejaksaan dan kehakiman. Bagi aparat

kepolisian, viktimologi sangat membantu dalam upaya

penanggulangan kejahatan. Melalui viktimologi akan mudah

diketahui latar belakang yang mendorong terjadinya kejahatan,

seberapa besar peranan korban pada terjadinya kejahatan, bagaimana

modus operandi yang biasa dilakukan oleh pelaku dalam

menjalankan aksinya, serta aspek-aspek lainya yang terkait. Bagi

kejaksaan, khususnya dalam proses penuntutan perkara pidana di

pengadilan, viktimologi dapat dipergunakan sebagai bahan

pertimbangan dalam menentukan berat ringannya tuntutan yang akan

diajukan kepada terdawa, mengingat dalam praktiknya sering

dijumpai korban kejahatan turut menjadi pemicu terjadinya

kejahatan.

Bagi kehakiman, dalam hal ini hakim sebagai organ

pengadilan yang dianggap memahami hukum yang menjalankan

tugas luhurnya, yaitu menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan

Pancasila demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia

(Pasal 1 Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan

Kehakiman), dengan adanya viktimologi, hakim tidak hanya

menempatkan korban sebagai saksi dalam persidangan suatu

perkara pidana, tetapi juga turut memahami kepentingan dan

penderitaan korban akibat dari sebuah kejahatan sehingga apa yang

menjadi harapan dari korban terhadap pelaku sedikit banyak dapat

terkonkretisasi dalam putusan hakim. Hakim dapat

mempertimbangkan berat ringanya hukuman yang akan dijatuhkan

pada terdakwa dengan melihat seberapa besar penderitaan yang

Page 34: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

34

dialami oleh korban pada terjadinya kejahatan (Dikdik M. Arief

Mansur & Elisatris gultom, 2007: 65-66).

d. Korban

1) Pengertian Korban

Pentingnya pengertian korban diberikan dalam

pembahasan ini adalah untuk sekedar membantu untuk

menentukan secara jelas batas-batas yang dimaksud oleh

pengertian tersebut sehingga diperoleh kesamaan cara pandang.

Berbagai pengertian korban banyak dikemukakan baik oleh para

ahli maupun bersumber dari konvensi-konvensi internasional

yang membahas mengenai korban kejahatan, sebagian

diantaranya adalah sebagai berikut:

a) Arief Gosita

Korban adalah mereka yang menderita jasmaniah

dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang

mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain

yang bertentangan dengan kepentingan hak asasi pihak yang

menderita (Arief Gosita, 2004: 64).

b) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang komisi

Kebenaran dan Rekonsiliasi

Korban adalah orang perseorangan atau kelompok

orang yang mengalami penderitaan, baik fisik, mental,

maupun emosional, kerugian ekonomi, atau mengalami

pengabaian, pengurangan, atau perampasan hak-hak

dasarnya, sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia

yang berat, termasuk korban adalah ahli warisnya (Undang-

Undang Nomor 27 Tahun 2004).

Page 35: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

35

c) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata

Cara Perlindungan terhadap Korban dan Saksi dalam

pelanggaran Hak Asasi yang Berat.

Korban adalah orang perseorangan atau kelompok

orang yang mengalami penderitaan sebagai akibat

pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang

memerlukan perlindungan fisik dan mental dari ancaman,

gangguan, terror, dan kekerasan pihak manapun (Peraturan

Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002).

2) Tipologi Korban

Perkembangan ilmu viktimologi selain mengajak

masyarakat untuk lebih memperhatikan posisi korban juga

memilah-milah jenis korban sehingga muncul berbagai jenis

korban sebagai berikut (Dikdik M. Arief Mansur & Elisatris

Gultom, 2007: 49):

a) Nonparticipating victims, yaitu mereka yang tidak peduli

terhadap upaya penanggulangan kejahatan;

b) Latent victims, yaitu mereka yang mempunyai sifat karakter

tertentu sehingga cenderung menjadi korban;

c) Procative victims, yaitu mereka yang menimbulkan

rangsangan terjadinya kejahatan;

d) Participating victims, yaitu mereka yang dengan

perilakunya memudahkan untuk menjadi korban;

e) False victims, yaitu mereka yang menjadi korban karena

perbuatan yang dibutnya sendiri.

Page 36: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

36

Pengelompokan korban menurut Sellin dan Wolfgang,

yaitu sebagai berikut (Dikdik M. Arief Mansur & Elisatris

Gultom, 2007: 50):

a) Primary victimization, yaitu korban berupa individu (bukan

kelompok).

b) Secondary victimization, yaitu korban kelompok misalnya

badan hukum.

c) Tertiary victimization, yaitu korban masyarakat luas.

d) No victimization, yaitu korban yang tidak dapat diketahui,

misalnya konsumen yang tertipu dalam menggunakan suatu

produksi.

Dilihat dari peranan korban dalam terjadinya tindak

pidana Stepen Schafer membagi menjadi tiga tipe korban, yaitu

sebagai berikut (Dikdik M. Arief Mansur & Elisatris Gultom,

2007: 50-51):

a) Orang yang tidak mempunyai kesalahan apa-apa tetapi tetap

menjadi korban. Untuk tipe ini, kesalahan ada pada pelaku;

b) Korban secara sadar atau tidak sadar telah melakukan

sesuatu yang merangsang orang lain untuk melakukan

kejahatan. Untuk tipe ini, korban mempunyai peran atau

andil dalam terjadinya kejahatan sehingga kesalahan

terletak pada korban dan pelaku;

c) Mereka yang secara biologis dan social berpotensa menjadi

korban. Dalam hal ini orang mudah menjadi korban,

misalnya: anak-anak, orang tua, orang yang cacat fisik

maupun mental, orang miskin, golongan minoritas dan

Page 37: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

37

sebagainya. Pihak yang harus bertanggung jawab adalah

masyarakat;

d) Korban karena ia sendiri merupakan pelaku. Misalnya

pelacuran, perjudian, dan zina. Pihak yang bersalah adalah

korban karena dia sebagai pelaku.

3) Hak-hak Korban

Hak merupakan sesuatu yang bersifat pilihan (optional),

artinya bisa diterima oleh pelaku bisa juga tidak, tergantung

kondisi yang mempengaruhi korban baik yang sifatnya internal

maupun eksternal. Tidak jarang ditemukan seseorang yang

mengalami penderitaan (fisik, mental, dan materiil) akibat suatu

tindak pidana yang menimpa dirinya, tidak mempergunakan

hak-hak yang seharusnya dia terima karena berbagai alasan,

misalnya karena perasaan takut dikemudian hari masyarakat

menjadi tahu kejadian yang menimpa dirinya (karena kejadian

ini merupakan aib bagi dirinya maupun keluarganya) sehingga

lebih baik korban menyembunyikannya, atau korban

mengajukan ganti kerugian karena dikhawatirkan prosesnya

akan menjadi lebih panjang dan berlarut-larut yang dapat

berakibat pada timbulnya penderitaan yang berkepanjangan

(Dikdik M. Arief Mansur & Elisatris gultom, 2007: 52).

Sekalipun demikian, tidak sedikit korban atau

keluarganya mempergunakan hak-hak yang telah disediakan.

Ada beberapa hak umum yang disediakan bagi korban atau

keluarga korban kejahatan, yang meliputi (Dikdik M. Arief

Mansur & Elisatris gultom, 2007: 53):

a) Hak untuk memperoleh ganti kerugian atas penderitaan

yang dialaminya. Pemberian ganti kerugian ini dapat

Page 38: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

38

iberikan oleh pelaku atau pihak lainnya, seperti Negara atau

lembaga khusus yang dibentuk untuk menangani masalah

ganti kerugian korban kejahatan (Undang-Undang Nomor

26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia);

b) Hak untuk memperoleh pembinaan dan rehabilitasi;

c) Hak untuk memperoleh perlindungan dari ancaman pelaku;

d) Hak untuk memperoleh bantuan hukum;

e) Hak untuk memperoleh kembali hak (harta) miliknya;

f) Hak untuk memperoleh akses atas pelayanan medis;

g) Hak untuk diberitahu bila pelaku kejahatan akan

dikeluarkan dari tahanan sementara, atau bila pelaku buron

dari tahanan;

h) Hak untuk memperoleh informasi tentang penyidikan polisi

berkaitan dengan kejahatan yang menimpa korban;

i) Hak atas kebebasan pribadi/kerahasiaan pribadi, seperti

merahasiakan nomor telepon atau identitas korban lainnya.

Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor

40/A/Res/34 Tahun 1985 juga telah menetapkan beberapa hak

korban (saksi) agar lebih mudah memperoleh akses keadilan,

khususnya dalam proses peradilan, yaitu (Dikdik M. Arief

Mansur & Elisatris gultom, 2007: 54):

a) Compassion, respect and recognition;

b) Receive information and explanation about the progress of

the case;

c) Provide information;

Page 39: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

39

d) Providing proper assistance;

e) Protection of privacy and physical safety;

f) Restitution and compensation;

g) To access to the mechanism of justice system.

4) Kewajiban Korban

Kewajiban dari korban kejahatan tidak boleh diabaikan

eksistensinya karena melalui peran korban dan keluarganya

diharapkan penanggulangan kejahatan dapat dicapai secara

signifikan. Ada beberapa kewajiban umum dari korban

kejahatan, antara lain (Dikdik M. Arief Mansur & Elisatris

gultom, 2007:54-55):

a) Kewajiban untuk tidak melakukan upaya main hakim

sendiri/balas dendam terhadap pelaku (tindakan

pembalasan);

b) Kewajiban untuk mengupayakan pencegahan dari

kemungkinan terulangnya tindak pidana;

c) Kewajiban untuk memberikan informasi yang memadai

mengenai terjadinya kejahatan kepada pihak yang

berwenang;

d) Kewajiban untuk tidak mengajukan tuntutan yang terlalu

berlebihan kepada pelaku;

e) Kewajiban untuk menjadi saksi atas suatu kejahatan yang

menimpa dirinya, sepanjang tidak membahayakan bagi

korban dan keluarganya;

f) Kewajiban untuk membantu berbagai pihak yang

berkepentingan dalam upaya penanggulangan kejahatan;

Page 40: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

40

g) Kewajiban untuk bersedia dibina atau membina diri sendiri

untuk tidak menjadi korban lagi.

4. Tinjauan tentang Penggelapan

a. Pengertian Penggelapan

Bab XXIV (buku II) KUHP mengatur tentang penggelapan

(verduistering), terdiri dari 5 Pasal (372 s/d 376). Di samping

penggelapan sebagaimana diatur dalam Bab XXIV, ada rumusan

tindak pidana lainnya yang masih mengenai penggelapan, yaitu Pasal

415 dan 417, tindak pidana mana sesungguhnya merupakan kejahat a

n jabatan, yang kini ditarik ke dalam tindak pidana korupsi oleh UU

Nomor 31 Th. 1999 dan UU Nomor 20 Th, 2001, oleh karenanya

tidak dimuat dalam Bab XXIV, melainkan dalam bab tentang

kejahatan jabatan (Bab XXVIII).

Pengertian yuridis mengenai penggelapan dimuat dalam

Pasal 372 yang dirumuskan sebagai berikut: “Barang siapa dengan

sengaja dan melawan hukum memiliki suatu benda yang seluruhnya

atau sebagian milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan

karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana

penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak enam puluh

rupiah”.

Rumusan itu disebut/diberi kualifikasi penggelapan.

Rumusan di atas tidak memberi arti sebagai membuat sesuatu

menjadi gelap atau tidak terang, seperti arti kata yang sebenarnya.

Perkataan verduistering yang ke dalam bahasa kita diterjemahkan

secara harfiah dengan penggelapan itu, bagi masyarakat Belanda

diberikan arti secara luas (figurlijk), bukan diartikan seperti arti kata

yang sebenarnya sebagai membikin sesuatu menjadi tidak terang

atau gelap.

Page 41: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

41

Pada contoh seseorang dititipi sebuah sepeda oleh temannya,

karena memerlukan uang, sepeda itu dijualnya. Tampaknya

sebenarnya penjual ini menyalahgunakan kepercayaan yang

diberikan temannya itu dan tidak berarti sepeda itu dibikinnya

menjadi gelap atau tidak terang. Lebih mendekati pengertian bahwa

petindak tersebut menyalahgunakan haknya sebagai yang menguasai

benda, hak mana tidak boleh melampaui dari haknya sebagai seorang

yang diberi kepercayaan untuk menguasai atau memegang sepeda

itu.

b. Unsur-Unsur Penggelapan

Dari rumusan penggelapan sebagaimana tersebut di atas, jika

dirinci terdiri dari unsur-unsur objektif meliputi perbuatan memiliki

(zicht toe.igenen), sesuatu benda (eenig goed) , yang sebagian atau

seluruhnya milik orang lain, yang berada dalam kekuasaannya bukan

karena kejahatan, dan unsur-unsur subjektif meliputi penggelapan

dengan sengaja (opzettelijk), dan penggelapan melawan hukum

(wederrechtelijk).

1) Unsur-Unsur Objektif

a) Perbuatan memiliki. Zicht toe.igenen diterjemahkan dengan

perkataan memiliki, menganggap sebagai milik, atau ada

kalanya menguasai secara melawan hak, atau mengaku

sebagai milik. Mahkamah Agung dalam putusannya tanggal

25-2-1958 Nomor 308 K/Kr/1957 menyatakan bahwa

perkataan Zicht toe.igenen dalam bahasa Indonesia belum

ada terjemahan resmi sehingga kata-kata itu dapat

diterjemahkan dengan perkataan mengambil atau memiliki.

Pada penggelapan, memiliki berupa unsur objektif, yakni

unsur tingkah laku atau perbuatan yang dilarang dalam

Page 42: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

42

penggelapan. Memiliki pada penggelapan, karena

merupakan unsur tingkah laku, berupa unsur objektif, maka

memiliki itu harus ada bentuk/wujudnya, bentuk mana

harus sudah selesai dilaksanakan sebagai syarat untuk

menjadi selesainya penggelapan. Bentuk-bentuk perbuatan

memiliki, misalnya menjual, menukar, menghibahkan,

menggadaikan, dan sebagainya.

b) Unsur objek kejahatan (sebuah benda). Objek penggelapan,

tidak dapat ditafsirkan lain dari sebagai benda yang

bergerak dan berwujud saja. Perbuatan memiliki terhadap

benda yang ada dalam kekuasaannya sebagaimana yang

telah diterangkan di atas, tidak mungkin dapat dilakukan

pada benda-benda yang tidak berwujud. Pengertian benda

yang berada dalam kekuasaannya sebagai adanya suatu

hubungan langsung dan sangat erat dengan benda itu, yang

sebagai indikatornya ialah apabila ia hendak melakukan

perbuatan terhadap benda itu, dia dapat melakukannya

secara langsung tanpa harus melakukan perbuatan lain

terlebih dulu, adalah hanya terhadap benda-benda berwujud

dan bergerak saja, dan tidak mungkin terjadi pada benda-

benda yang tidak berwujud dan benda-benda tetap. Adalah

sesuatu yang mustahil terjadi seperti menggelapkan rumah,

menggelapkan energi listrik maupun menggelapkan gas.

Kalaupun terjadi hanyalah menggelapkan surat rumah

(sertifikat tanah ), menggelapkan tabung gas.

c) Sebagian atau seluruhnya milik orang lain. Benda yang

tidak ada pemiliknya, baik sejak semula maupun telah

dilepaskan hak miliknya tidak dapat menjadi objek

penggelapan. Benda milik suatu badan hukum, seperti milik

negara adalah berupa benda yang tidak/bukan dimiliki oleh

orang, adalah ditafsirkan sebagai milik orang lain, dalam

Page 43: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

43

arti bukan milik petindak, dan oleh karena itu dapat menjadi

objek penggelapan. Orang lain yang dimaksud sebagai

pemilik benda yang menjadi objek penggelapan, tidak

menjadi syarat sebagai orang itu adalah korban, atau orang

tertentu, melainkan siapa saja asalkan bukan petindak

sendiri. Arrest HR tanggal 1 Mei 1922 dengan tegas

menyatakan bahwa untuk menghukum karena penggelapan

tidak disyaratkan bahwa menurut hukum terbukti siapa

pemilik barang itu. Sudah cukup terbukti penggelapan bila

seseorang menemukan sebuah arloji di kamar mandi di

stasiun kereta api, diambilnya kemudian timbul niatnya

untuk menjualnya, lalu dijualnya.

(http://pakarhukum.site90.net/penggelapan.php).

d) Benda berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan.

Di sini ada 2 unsur, yang pertama berada dalam

kekuasaannya, dan kedua bukan karena kejahatan. Perihal

unsur berada dalam kekuasaannya telah disinggung di atas.

Suatu benda berada dalam kekuasaan seseorang apabila

antara orang itu dengan benda terdapat hubungan

sedemikian eratnya, sehingga apabila ia akan melakukan

segala macam perbuatan terhadap benda itu ia dapat segera

melakukannya secara langsung tanpa terlebih dulu harus

melakukan perbuatan yang lain. Misalnya ia langsung dapat

melakukan perbuatan : menjualnya, menghibahkannya,

menukarkannya, dan lain sebagainya, tanpa ia harus

melakukan perbuatan lain terlebih dulu (perbuatan yang

terakhir mana merupakan perbuatan antara agar ia dapat

berbuat secara langsung.

2) Unsur-Unsur Subjektif

Page 44: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

44

a) Unsur kesengajaan. Unsur ini adalah merupakan unsur

kesalahan dalam penggelapan. Sebagaimana dalam doktrin,

kesalahan (schuld) terdiri dari 2 bentuk, yakni kesengajaan

(opzettelijk atau dolus ) dan kelalaian (culpos). Undang-

undang sendiri tidak memberikan keterangan mengenai arti

dari kesengajaan. Dalam MvT ada sedikit keterangan

tentang opzettelijk, yaitu sebagai willens en wetens, yang

dalam arti harfiah dapat disebut sebagai menghendaki dan

mengetahui. Mengenai willens en wetens ini dapat

diterangkan lebih lanjut ialah, bahwa orang yang melakukan

sesuatu perbuatan dengan sengaja, berarti ia menghendaki

mewujudkan perbuatan dan ia mengetahui, mengerti nilai

perbuatan serta sadar (bahkan bisa menghendaki) akan

akibat yang timbul dari perbuatannya itu. Atau apabila

dihubungkan dengan kesengajaan yang terdapat dalam

suatu rumusan tindak pidana seperti pada penggelapan,

maka kesengajaan dikatakan ada apabila adanya suatu

kehendak atau adanya suatu pengetahuan atas suatu

perbuatan atau hal-hal/unsur-unsur tertentu (disebut dalam

rumusan) serta menghendaki dan atau mengetahui atau

menyadari akan akibat yang timbul dari perbuatan. Bahwa

menurut keterangan dalam MvT yang menyatakan bahwa

setiap unsur kesengajaan (opzettelijk) dalam rumusan suatu

tindak pidana selalu ditujukan pada semua unsur yang ada

di belakangnya, atau dengan kata lain semua unsur-unsur

yang ada di belakang perkataan sengaja selalu diliputi oleh

unsur kesengajaan itu

(http://pakarhukum.site90.net/penggelapan.php).

b) Unsur melawan hukum. Dalam hubungannya dengan

kesengajaan, penting untuk diketahui bahwa kesengajaan

petindak juga harus ditujukan pada unsur melawan hukum

Page 45: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

45

ini, yang pengertiannya sudah diterangkan di atas. Pada

penggelapan unsur melawan hukumnya adalah unsur

memiliki adalah unsur tingkah laku, berupa unsur objektif.

Untuk selesainya penggelapan disyaratkan pada selesai atau

terwujudnya perbuatan memiliki. Tentang beradanya benda

objek kejahatan di tangan petindak. Benda tersebut berada

dalam kekuasaannya karena perbuatan-perbuatan yang

sesuai dengan hukum

(http://pakarhukum.site90.net/penggelapan.php).

A. Kerangka Pemikiran

melanggar

Pembangunan Nasional

Pembangunan Ekonomi

Pasal 3 UU No 7 Tahun 1992 Jo UU No 10 Tahun 1998 tentang fungsi Perbankan,yaitu menghimpun dan menyalurkan dana dari masyarakat

KUHP

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

Tindak Pidana di bidang Perbankan

Page 46: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

46

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Keterangan:

Pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan yang

berkesinambungan yang meliputi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara.

Penyelenggaraan pembangunan nasional yang meliputi seluruh aspek

kehidupan bangsa termasuk di dalamnya pembangunan ekonomi. Salah satu

sarana yang mempunyai peran strategis sebagai lembaga intermediasi dan

penunjang sistem pembayaran dalam mengarahkan dan memantapkan sistem

ekonomi nasional adalah perbankan. Hal ini disebabkan oleh fungsi utama

bank sebagai wadah yang dapat menghimpun dan menyalurkan dana

masyarakat secara efektif berasaskan demokrasi ekonomi demi meningkatkan

taraf hidup rakyat banyak sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 2, 3 dan

4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 perubahanan atas Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Fungsi perbankan jika tidak

dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Jo

Perlindungan hukum terhadap nasabah bank

Nasabah bank menyimpan dana di bank menjadi korban

Ilmu Viktimologi

Page 47: SKRIPSI Perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai korban ......demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terhadap

47

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dapat dikatakan

sebagai tindak pidana perbankan. Dalam tindak pidana perbankan nasabah

yang menyimpan dana di bank sering menjadi korban dan untuk itu

diperlukan suatu perlindungan hukum terhadap korban. Dalam penulisan

hukum ini penulis akan meninjau masalah tersebut dari sudut hukum

viktimologi.