Analisis Hukum Islam Terhadap Pendayagunaan Zis Untuk Pinjaman Korban Bencana

download Analisis Hukum Islam Terhadap Pendayagunaan Zis Untuk Pinjaman Korban Bencana

of 66

description

Analisis Hukum Islam Terhadap Pendayagunaan Zis Untuk Pinjaman Korban Bencana

Transcript of Analisis Hukum Islam Terhadap Pendayagunaan Zis Untuk Pinjaman Korban Bencana

  • ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENDAYAGUNAAN ZIS UNTUK PINJAMAN KONSUMTIF BAGI KORBAN

    BENCANA DI BAZIS KABUPATEN SEMARANG

    Skripsi

    Disusun Guna Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S 1)

    Dalam Ilmu Syariah Jurusan Muamalah

    Disusun Oleh :

    FAHRUL ANAM 2104060

    FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

    SEMARANG 2011

  • ii

    Tolkah. H. M.A Jl. Karonsih Baru Raya No.87 Ngaliyan Semarang

    Johan Arifin,S.Ag.M.M Perum BPI Blok D No 1 Semarang

    NOTA PERSETUJUAN PEMBIMBING Lamp. : 4 (empat) eksemplar Hal : Naskah Skripsi

    An. Sdr.Fahrul Anam Kepada Yth. Dekan Fakultas Syari'ah IAIN Walisongo Semarang di - Semarang

    Assalamu'alaikum Wr. Wb. Setelah membaca, mengadakan koreksi dan mengadakan perbaikan sebagaimana mestinya, maka menyatakan naskah skripsi Saudara: Nama : Fahrul Anam NIM : 2104060/042311060 Jurusan : Hukum Ekonomi Islam/ Muamalah Judul Skripsi : Analisis Hukum Islam Terhadap Pendayagunaan ZIS

    Untuk Pinjaman Konsumtif Bagi Korban Bencana di BAZIS Kabupaten Semarang

    Dengan ini kami setujui dan mohon kiranya naskah skripsi saudara tersebut dapat segera dimunagosyahkan. Demikian atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

    Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

  • iii

  • iv

    MOTTO

    $y) Ms% y9 $# !#t s)=9 3| y9 $# u t,#y9 $# u $p n=t pix9 x 9 $#u 5 =% u >$s% h9 $# tt9 $# u u 6 y !$# $# u 69$# ( Zpi s i !$# 3 !$# u =t 6ym

    Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.1

    1 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, Semarang: Toha

    Putra, 1992, hlm. 288.

  • v

    PERSEMBAHAN Bapak dan Ibu tercinta, karya ini terbingkai dari keringat dan air matamu

    yang senantiasa jatuh penuh keridlaan demi ego diriku.

    Istriku tercinta, setiap lelahku senantiasa kau hapus dengan torehan

    semangat demi keindahan hidup dunia dan akhirat.

    Mertuaku terkasih, restu dan doa telah menjelma dalam mewujudkan cita-

    cita; syukron katsiron

    Fakultas Syariah IAIN Walisongo, semoga karya ini menjadi bukti cinta

    dan pengabdianku kepadamu dan bukan pertanda perpisahanku denganmu.

  • vi

    DEKLARASI

    Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

    Semarang, Juni 2011 Deklarator

    Fahrul Anam 2104060

  • ABSTRAK

    Zakat pada dasarnya adalah bentuk ibadah social yang telah ditentukan oleh Allah mengenai hakekat pendistribusiannya. Dalam kajian teori Islam, pemberian zakat dapat dilakukan dengan mendasarkan pada dua aspek, yakni aspek konsumtif dan aspek produktif. Pendistribusian melalui aspek produktif identik dengan pendistribusian zakat sebagai modal usaha bagi mustahik. Sedangkan pendistribusian zakat melalui aspek konsumtif lebih cenderung untuk memenuhi kebutuhan konsumsi para mustahik. Dalam perkembangan zakat, pendistribusian zakat produktif dapat dilaksanakan dengan jalan pemberian hutang. Namun demikian, ternyata di BAZIS Kabupaten Semarang, pemberian hutang dari dana zakat tidak hanya digunakan dalam zakat produktif semata akan tetapi juga diterapkan pada aspek konsumtif. Fenomena ini tentu akan menimbulkan pertanyaan seputar praktek tersebut dalam tinjauan hukum Islam. Oleh sebab itu perlu adanya penelusuran terkait dengan praktek pendayagunaan ZIS yang dilakukan oleh BAZIS Kabupaten Semarang. Penelitian ini tentu akan menjadi sarana untuk mengetahui legalitas pendayagunaan ZIS dalam konteks hukum Islam.

    Untuk mencari jawaban tersebut, maka dalam penelitian ini dirumuskan dua rumusan masalah yakni: Bagaimana latar belakang pendayagunaan ZIS untuk pinjaman konsumtif di BAZIS Kabupaten Semarang dan Bagaimana pendayagunaan ZIS untuk pinjaman konsumtif di BAZIS Kabupaten Semarang dalam perspektif maslahat dan madlarat.

    Metodologi penelitian yang digunakan sebagai penunjang adalah metodologi penelitian lapangan yang bersifat kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik wawancara dan dokumentasi. Sedangkan analisa data menggunakan teknik analisa deskripstif kualitatif.

    Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa langkah pendayagunaan ZIS yang dilakukan oleh BAZIS Kabupaten Semarang berdasarkan teori fiqih Islam dapat diterima dan disepakati. Hal ini karena dalam praktek tersebut BAZIS Kabupaten Semarang mampu mengimplementasikan aspek taawun sebagaimana diperintahkan oleh Allah sebagai latar belakang pendayagunaan ZIS tanpa mengurangi hak mustahik untuk tetap dapat menerima hibah dari ZIS yang dikelola oleh BAZIS Kabupaten Semarang. Ditinjau dari maslahat dan mafsadat, pendayagunaan ZIS oleh BAZIS Kabupaten Semarang lebih cenderung merupakan bentuk kebijakan untuk menghilangkan kemungkinan dua kemadlaratan yang timbul dari praktek tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pendayagunaan ZIS oleh BAZIS Kabupaten Semarang sesuai dengan kaidah pelaksanaan hukum Islam, yakni kemadlaratan harus dihilangkan.

  • viii

    KATA PENGANTAR

    " .

    Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

    Tiada kata yang pantas diucapkan selain ucapan syukur kehadirat Allah SWT yang

    telah melimpahkan rahmat, taufiq serta hidayahnya sehingga penyusun dapat

    menyelesaikan skripsi ini.

    Skripsi dengan judul ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP

    PENDAYAGUNAAN ZIS UNTUK PINJAMAN KONSUMTIF BAGI KORBAN

    BENCANA ALAM DI BAZIS KABUPATEN SEMARANG, disusun sebagai

    kelengkapan guna memenuhi sebagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar

    sarjana dalam Ilmu Hukum Islam di Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang.

    Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak dapat berhasil

    dengan baik tanpa adanya bantuan dan uluran tangan dari berbagai pihak. Oleh karena

    itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

    1. Dr. Imam Yahya, M.A. selaku Dekan Fakultas Syariah, yang telah memberi

    kebijakan teknis di tingkat fakultas.

    2. H. Tolkah, H.M.A. dan Johan Arifin S.Ag., M.M., selaku Pembimbing I dan II

    yang dengan penuh kesabaran dan keteladanan telah berkenan meluangkan waktu

    dan memberikan pemikirannya untuk membimbing dan mengarahkan peneliti

    dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi.

  • ix

    3. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang yang telah

    memberi bekal ilmu pengetahuan serta staf dan karyawan fakultas syariah, dengan

    pelayanannya.

    4. Orang tua dan istriku atas doa restu dan pengorbanan baik secara moral ataupun

    material yang tidak mungkin terbalas.

    5. Segenap pihak yang tidak mungkin disebutkan, atas bantuannya baik moril

    maupun materiil secara langsung atau tidak dalam penyelesaian skripsi ini.

    Semoga semua amal dan kebaikannya yang telah diperbuat akan mendapat

    imbalan yang lebih baik lagi dari Allah SWT dan penulis berharap semoga skripsi ini

    dapat bermanfaat. Amin

    Semarang, Juni 2011 Penyusun

    Fahrul Anam 2104060

  • x

    DAFTAR ISI

    Halaman Cover ......................................................................................... i Halaman Persetujuan Pembimbing ........................................................ ii Halaman Pengesahan ................................................................................ iii

    Halaman Motto ......................................................................................... iv

    Halaman Persembahan ............................................................................. v

    Halaman Deklarasi ................................................................................... vi Halaman Abstrak ...................................................................................... vii

    Halaman Kata Pengantar ......................................................................... viii

    Daftar Isi .................................................................................................... x

    Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang ................................................................ 1

    B. Rumusan Masalah ........................................................... 5 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................... 5 D. Telaah Pustaka ................................................................ 6 E. Metodologi Penelitian ..................................................... 9 F. Sistematika Penulisan ..................................................... 12

    Bab II Konsep ZIS (Zakat Infaq dan Shadaqah) A. Pengertian ZIS ................................................................. 14

    B. Dasar Hukum ZIS ........................................................... 23 C. Golongan Penerima ZIS .................................................. 26

    Bab III Pendayagunaan Zakat Infaq dan Shadaqah (ZIS) untuk Pinjaman Konsumtif di BAZIS Kabupaten Semarang A. Profil BAZIS Kabupaten Semarang ................................ 36

    B. Pengelolaan ZIS di Kabupaten Semarang ....................... 39 1. Proses Pengumpulan ................................................. 39 2. Pendayagunaan ZIS sebagai Pinjaman Konsumtif di

    BAZIS Kabupaten Semarang .................................... 44

  • xi

    Bab IV Analisis Pendayagunaan Zakat Infaq dan Shadaqah (ZIS) untuk Pinjaman Konsumtif di BAZIS Kabupaten Semarang A. Analisis Latar Belakang Pendayagunaan Zakat Infaq

    dan Shadaqah (ZIS) untuk Pinjaman Konsumtif di BAZIS Kabupaten Semarang .......................................... 48

    B. Pendayagunaan Zakat Infaq dan Shadaqah (ZIS) untuk Pinjaman Konsumtif di BAZIS Kabupaten Semarang dalam Perspektif Maslahat dan Madlarat ........................ 51

    Bab V Penutup A. Kesimpulan ..................................................................... 62 B. Saran-saran ...................................................................... 63 C. Penutup ............................................................................ 63

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

    BIOGRAFI PENULIS

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Zakat merupakan salah satu ketetapan Allah yang menyangkut harta. Allah

    menjadikan harta benda sebagai sarana kehidupan umat manusia, dan karena itu harus

    diarahkan guna kepentingan bersama. Seseorang yang telah memenuhi syarat-syaratnya

    berkewajiban untuk menunaikan zakat. Zakat juga sangat penting artinya bagi peningkatan

    kehidupan ekonomi umat dan kesejahteraannya.2

    Zakat secara istilah, beberapa pendapat tokoh berkesimpulan pada pemaknaan zakat

    sebagai sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan

    kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu dengan harapan untuk

    mendapatkan berkah, membersihkan jiwa dan harta.3 Dengan demikian dapat dimengerti

    bahwasanya zakat memiliki dua nilai fungsi. Nilai fungsi yang pertama berkaitan dengan

    orang yang mengeluarkan zakat, yakni zakat berfungsi untuk membersihkan jiwa dan harta

    benda muzakki. Sedangkan fungsi kedua adalah berkaitan dengan orang yang menerima zakat

    tersebut. Fungsi ini berkaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan dan wujud prinsip

    taawun dalam ajaran Islam.

    Oleh karena pentingnya manfaat zakat, maka Islam juga memberikan tata aturan

    dalam pengelolaan zakat maupun shadaqah. Manajemen zakat yang ditawarkan oleh Islam4

    dapat terlihat dalam al-Quran surat at-Taubah: 103 bahwa Allah memerintahkan Rasul SAW

    untuk memungut zakat.

    2 Sjechul Hadi Permono, Sumber-Sumber Penggaliaan Zakat, Jakarta: Pustaka Firdaus,

    Cet.1, 2003, hlm.1 3 Penjelasan mengenai pengertian zakat dari para tokoh di antaranya dapat dilihat dalam

    Didin Hafidhuddin, Panduan Praktis tentang Zakat, Infak, Sedekah, Jakarta: Gema Insani, 1998, hlm. 13; Hasan Basri, Zakat Untuk Kesejahteraan Umat dan Zakat Untuk Pembangunan Bangsa dalam Zakat dan Pajak, B. Wiwoho, dkk (editor), Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1994, hlm. 32.

    4 Masdar F. Masudi, et.al., Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS Menuju Efektifitas

    Zakat,Infaq dan Sedekah, Jakarta: Cet.ke-1, 2004, hlm. 15

  • 2

    !" #$ %&" '()* +,-. " /0 1

    Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk meereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka dan Allah mendengar lagi maha mengetahui.5

    Dari keterangan ayat tersebut, jelas bahwa pengelolaan zakat mulai dari memungut,

    menyimpan dan tugas mendistribusikan harta zakat berada di bawah wewenang Rasul dan

    dalam konteks sekarang zakat dikelola oleh suatu badan resmi baik yang langsung dikelola

    pemerintah (BAZ) maupun swasta (LAZ).

    Secara konseptual, Islam sangat berpotensi untuk memajukan masyarakat dan

    komunitas penganutnya, khususnya dalam bidang sosial dan ekonomi. Islam memiliki konsep

    zakat yang merupakan kepedulian the have (al-aghniya) terhadap kaum yang lemah. Zakat

    yang dibayarkan seorang muzaki yang diberikan kepada 8 golongan mustahiq. Sebagaimana

    ditegaskan dalam firman-Nya :

    2#-)( 34" $55- ,670" # 8#9" 8%#:0" ;#-.?@ #0?A" 1 +,BC(4 !D?: $" 1 !D 34" 8E#F"G 1

    Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat (mal dan fitrah) itu hanyalah diperuntukkan bagi : (1) Para Fakir, (2) Para Miskin, (3) Para

    Pengurus Zakat,(4) para Muallaf yang dibujuk hatinya, (5) memerdekakan budak, (6) para gharim ( orang-orang yang dililit

    utang), (7) biaya perjuangan di jalan Allah dan (8) ibnu sabil (orang-orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan). Itulah

    ketetapan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Bijaksana. (Q.S. At-Taubah : 60)

    Ayat tersebut secara tegas dan jelas telah menetapkan bahwa harta zakat yang

    berhasil dihimpun oleh organisasi amil zakat hanyalah diperuntukkan bagi 8 asnaf atau

    5 Departemen Agama RI, Al-Quran Dan Terjemah, Semarang: CV. Al-waah.

  • 3

    delapan kelompok pembagian. Kedelapan asnaf inilah yang kemudian diistilahkan dengan

    mustahiq zakat atau orang-orang yang berhak menerima pembagian zakat.6

    Pada perkembangannya, ke-8 ashnaf tidak selalu ditemukan secara utuh dalam

    sebuah negara. Misal saja kelompok budak yang tidak akan mungkin ditemukan dalam negara

    yang tidak mengenal prinsip perbudakan seperti Indonesia. Selain itu, ada juga perkembangan

    ruang lingkup kelompok mustahiq. Salah satu contoh perluasan batasan mustahik adalah

    terkait dengan kelompok ibnu sabil. Jika pada masa nabi dan para sahabat batasan ibnu sabil

    hanya terpusat pada orang-orang yang melakukan perjalanan jauh, maka di kalangan ulama

    kontemporer, ibnu sabil diperluas cakupannya dengan memasukkan orang-orang yang

    mengungsi maupun orang yang terkena bencana masuk ke dalam kategori ibnu sabil.7

    Mengacu pada paparan mengenai perluasan batasan ibnu sabil, maka sudah

    selayaknya orang yang menjadi korban bencana menjadi bagian dari kelompok yang berhak

    menerima bantuan dari pendayagunaan zakat, infaq dan shadaqah (ZIS). Meski demikian,

    tidak semua korban bencana alam dapat menerima bantuan pendayagunaan ZIS secara

    cuma-cuma layaknya mereka menerima zakat. Hal ini dapat terlihat di wilayah Kabupaten

    Semarang yang mana telah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Semarang

    Nomor 67 Tahun 2008 Pasal 1 ayat 30. Dalam Perda tersebut dijelaskan bahwa salah satu

    pendayagunaan ZIS adalah dengan memberikan bantuan berupa pinjaman konsumtif kepada

    korban bencana alam.8 Realita ini tentu kurang sesuai dengan pendapat para ulama

    kontemporer dan keadaan dari para korban bencana alam.

    Idealnya, orang yang kesusahan akibat bencana alam sangat membutuhkan bantuan

    konsumtif secara gratis. Menurut Ilyas Supena dan Darmuin, korban bencana alam dapat

    dikategorikan sebagai mustahik zakat dari kelompok ibnu sabil karena adanya aspek

    6 M. Nipan Abdul Halim, Mengapa Zakat Disyariatkan, Bandung: M25, Cet. Ke-1,

    hlm.108 7 Lihat dalam Ahmad Azhar Basyir, Hukum Zakat, Yogyakarta: Lukman Offset, Cet. ke-1,

    1997, hlm. 76. 8 Perda Kabupaten Semarang Nomor 67 Tahun 2008.

  • 4

    kehabisan bekal.9 Pada dasarnya, ibnu sabil bermakna orang yang kehabisan bekal dalam

    perjalanan.10 Oleh para ulama, yang salah satunya dicontohkan dalam pendapat Ilyas Supena

    dan Darmuin, pemaknaan ibnu sabil dikembangkan atas dasar habisnya bekal. Oleh sebab

    itu, maka secara tidak langsung orang yang terkena bencana alam adalah mustahik zakat dari

    ibnu sabil yang harus diberikan zakat secara cuma-cuma. Sebab zakat sendiri pada dasarnya

    merupakan sedekah11 sehingga memiliki karakteristik cuma-cuma dan tidak perlu adanya

    penggantian dari mustahik atas pemberian zakat tersebut.

    Namun kenyataannya, dalam Perda tersebut, bantuan konsumtif tersebut tidak

    diberikan secara gratis melainkan diberikan dalam bentuk pinjaman yang harus

    dikembalikan dalam rentang waktu yang telah disepakati. Oleh sebab itulah, maka penulis

    bermaksud untuk melaksanakan penelitian terkait dengan fenomena di Kabupaten Semarang

    dalam sebuah tema dan judul Analisis Pendayagunaan ZIS untuk Pinjaman Konsumtif Bagi

    Korban Bencana di BAZIS Kabupaten Semarang

    B. Rumusan Masalah

    Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Bagaimana latar belakang pendayagunaan ZIS untuk pinjaman konsumtif bagi korban

    bencana di BAZIS Kabupaten Semarang?

    2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pendayagunaan ZIS untuk pinjaman

    konsumtif bagi korban bencana di BAZIS Kabupaten Semarang?

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:

    1. Latar belakang pendayagunaan ZIS untuk pinjaman konsumtif bagi korban bencana di

    BAZIS Kabupaten Semarang.

    9 Ilyas Supena dan Darmuin, Manajemen Zakat, Semarang: Walisongo Press, 2009, hlm.

    42. 10

    Lihat dalam Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2005, hlm. 191; Ibnu sabil juga dapat dimaknai sebagai metafora dari musafir yang kehabisan bekal dalam perjalanan di daerah yang asing. Lihat dalam Abdullah Nashih Ulwan, Zakat Menurut 4 Mazhab, terj. Samson Rahman, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2008, hlm. 77.

    11 Mengenai karakter sedekah dalam zakat dapat dilihat dalam Muhammad Hasbi ash-

    Shiddieqy, op. cit., hlm. 3.

  • 5

    2. Tinjauan hukum Islam terhadap pendayagunaan ZIS untuk pinjaman konsumtif bagi

    korban bencana di BAZIS Kabupaten Semarang.

    Sedangkan manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Penelitian ini akan menjadi media tolak ukur bagi penulis dalam upaya mengaplikasikan

    ilmu pengetahuan yang telah penulis peroleh selama melakukan studi.

    2. Hasil penelitian ini akan dapat menambah wacana keilmuan muamalah, khususnya terkait

    dengan permasalahan pendayagunaan ZIS.

    3. Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu tinjauan terkait dengan keabsahan

    pendayagunaan ZIS untuk pinjaman konsumtif dalam perspektif hukum Islam.

    4. Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat menjadi salah satu ukuran legalitasi hukum

    Islam atas kebijakan pemerintah, khususnya yang berkaitan dengan pendayagunaan zakat.

    D. Telaah Pustaka

    Untuk menghindari adanya asumsi plagiatisasi dalam penelitian ini, maka berikut ini

    akan penulis paparkan beberapa karya ilmiah yang memiliki kemiripan dengan obyek masalah

    yang akan penulis teliti.

    Pertama, buku karya Sayyid Sabiq yang berjudul Fiqhus Sunnah, Terj. Mahyuddin

    Syaf, Fiqih Sunnah 3. Dalam buku ini dijelaskan tentang mustahik zakat. Dalam

    penjelasannya disebutkan pula pengertian tentang ibnu sabil yang mana dalam pemaparannya

    dinyatakan bahwa pemaknaan ibnu sabil adalah orang yang kehabisan bekal dalam

    perjalanannya. Makna ini cenderung didasarkan pada makna harfiah dari ibnu sabil.

    Kedua, buku karya Saifudin Zuhri yang berjudul Zakat Kontekstual. Dalam buku ini

    dijelaskan bahwasanya ibnu sabil bukan hanya orang yang kehabisan bekal dalam

    perjalanannya. Ibnu sabil juga diasumsikan sebagai orang-orang yang mengungsi akibat

    adanya bencana alam ataupun orang yang meminta suaka.

    Ketiga, hasil penelitian dari Muhammad Zuhri (2100246), mahasiswa Fakultas

    Syariah dengan judul penelitian Pelaksanaan Pendistribusian Zakat Mal Di Desa Brambang

    Kecamatan Karangawen Kabupaten Demak. Hasil dari penelitian tersebut menjelaskan

  • 6

    bahwasanya dalam pelaksanaan zakat mal di Desa Brambang, masyarakat lebih memilih

    melakukan pendistribusian sendiri tanpa melalui amil zakat. Hal ini dikarenakan

    ketidakpercayaan masyarakat terhadap kinerja amil zakat.

    Keempat, hasil penelitian dari Sueni (2102149), mahasiswa Fakultas Syariah IAIN

    Walisongo Semarang dengan judul Studi Analisis Terhadap Pendayagunaan Zakat Di Badan

    Amil Zakat (Baz) Kabupaten Banjarnegara Relevansinya Dengan Uu Nomor 38 Tahun 1999

    Pasal 16 Ayat 1 Dan 2 Tentang Pengelolaan Zakat. Hasil penelitian tersebut menunjukkan

    bahwasanya pendayagunaan zakat dilakukan dengan bentuk pemberian beasiswa kepada para

    pelajar yang kurang mampu. Secara hukum Islam, anak-anak belum dapat dijadikan sebagai

    mustahik zakat selama mereka masih memiliki orang tua yang seagama (Islam).

    Pendistribusian tersebut lebih didasarkan pada anggapan bahwa anak hanyalah obyek zakat

    sedangkan dasar mustahiknya dilandaskan pada kondisi orang tua mereka.

    Kelima, Ahmad Mustahal dalam laporan hasil penelitian berbentuk skripsi yang

    berjudul, Analisis Terhadap Penghitungan Nishab Zakat Penghasilan (Studi Analisis Di

    Badan Pelaksana Urusan Zakat Muhammadiyah (BAPELURZAM) PDAM Kendal). Penelitian

    ini memusatkan kajian pada pelaksanaan zakat penghasilan yang dilaksanakan oleh Badan

    Pelaksana Urusan Zakat Muhammadiyah Kendal. Penelitian ini berbeda dengan penelitian

    yang akan penulis laksanakan. Meskipun memiliki kesamaan terkait dengan badan pengelola

    zakat di lokasi yang sama, yakni di wilayah Kabupaten Kendal, penelitian yang akan penulis

    laksanakan lebih memusatkan pada lingkup badan amil zakat lingkup pemerintahan. Hal

    inilah yang menjadi pembeda dengan penelitian yang telah dilaksanakan oleh Ahmad

    Mustahal yang hanya meneliti badan amil zakat milik organisasi tertentu.

    Berdasarkan hasil penelusuran penulis tentang kajian pustaka di atas, maka dapat

    diketahui bahwasanya sepanjang penelusuran penulis tidak ada kesamaan antara penelitian

    yang akan penulis laksanakan dengan penelitian-penelitian terdahulu. Oleh sebab itu, penulis

    menganggap bahwasanya penelitian yang akan penulis laksanakan akan aman dari asumsi

    plagiatisasi atau duplikasi.

  • 7

    E. Metodologi Penelitian

    1. Jenis Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang bersifat kualitatif, maksud

    dari penelitian lapangan yakni penelitian yang datanya penulis peroleh dari lapangan,

    baik berupa data lisan maupun data tertulis (dokumen) sedang maksud dari kualitatif

    adalah penelitian ini bersifat untuk mengembangkan teori, sehingga menemukan teori

    baru dan dilakukan sesuai dengan kaidah non statistik.12

    2. Sumber Data

    Sumber data dalam penelitian ini terbagi ke dalam dua jenis sumber data dengan

    penjelasan sebagai berikut:

    a. Sumber data primer, yakni sumber yang dapat memberikan informasi secara

    langsung, serta sumber data tersebut memiliki hubungan dengan masalah pokok

    penelitian sebagai bahan informasi yang dicari.13 Dalam penelitian ini yang masuk ke

    dalam sumber data primer adalah data yang berkaitan dengan praktek

    pendayagunaan ZIS untuk pinjaman konsumtif di BAZIS Kabupaten Semarang.

    Data-data tersebut meliputi data tentang latar belakang pinjaman konsumtif, data

    tentang pihak yang menerima pinjaman konsumtif dan data tentang proses pemberian

    pinjaman konsumtif.

    b. Sumber data sekunder, yakni sumber-sumber yang menjadi gahan penunjang dan

    melengkapi dalam melakukan suatu analisis, selanjutnya data ini disebut juga data

    tidak langsung atau data tidak asli.14 Sumber data sekunder dalam penelitian ini

    adalah sumber yang dapat memberikan informasi terkait dengan data sekunder yang

    meliputi laporan-laporan yang berkaitan dengan pendayagunaan ZIS.

    3. Metode Pengumpulan Data

    12 Lexy J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002,

    hlm. 75. 13

    Safiudin Azwar, Metodolog Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998, hlm. 91. 14

    Ibid, hlm. 92.

  • 8

    Proses pengumpulan data penelitian ini menggunakan metode-metode sebagai

    berikut:

    a. Metode Wawancara

    Metode wawancara adalah suatu metode pengumpulan data yang dilakukan

    dengan melakukan percakapan dengan sumber informasi secara langsung (tatap

    muka) untuk memperoleh keterangan yang relevan15 dengan penelitian ini. Obyek

    wawancara penelitian ini adalah Pengurus BAZIS Kabupaten Semarang dan tidak

    melibatkan mustahik. Hal ini dikarenakan dari pihak BAZIS Kabupaten Semarang

    tidak diberikan izin untuk melakukan wawancara dengan pihak yang menerima

    pinjaman konsumtif.

    b. Metode Dokumentasi

    Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data berupa sumber data

    tertulis, yang berbentuk tulisan yang diarsipkan atau di kumpulkan. Sumber data

    tertulis dapat dibedakan menjadi dokumen resmi, buku, ,majalah, arsip ataupun

    dokumen pribadi dan juga foto.16

    Data yang akan dikumpulkan melalui metode dokumentasi meliputi profil

    BAZIS Kabupaten Semarang dan dokumen tentang laporan keuangan

    pendayagunaan ZIS untuk pinjaman konsumtif.

    Dalam proses pengumpulan data penelitian ini tidak digunakan metode

    observasi. Pada mulanya, penulis ingin menggunakan metode tersebut. Namun karena

    dalam proses penelitian penulis tidak menemukan praktek proses pemberian pinjaman

    konsumtif maupun proses pembayaran tanggungan hutang pinjaman konsumtif, maka

    penulis tidak mencantumkan metode tersebut sebagai metode pengumpulan data.

    Sejumlah data yang diperoleh dalam penelitian ini hanya penulis dapatkan melalui

    metode wawancara dan dokumentasi.

    4. Analisa Data

    15 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta 1998, hlm. 145.

    16 Ibid hlm 145.

  • 9

    Proses analisa data merupakan suatu proses penelaahan data secara mendalam.

    Menurut Lexy J. Moloeng proses analisa dapat dilakukan pada saat yang bersamaan

    dengan pelaksanaan pengumpulan data meskipun pada umumnya dilakukan setelah data

    terkumpul.17 Guna memperoleh gambaran yang jelas dalam memberikan, menyajikan,

    dan menyimpulkan data, maka dalam penelitian ini digunakan metode analisa deskriptif

    kualitatif, yakni suatu analisa penelitian yang dimaksudkan untuk mendeskripsikan suatu

    situasi tertentu yang bersifat faktual secara sistematis dan akurat.18

    Penggunaan metode deskriptif kualitatif memfokuskan pada adanya usaha untuk

    menganalisa seluruh data (sesuai dengan pedoman rumusan masalah) sebagai satu

    kesatuan dan tidak dianalisa secara terpisah.

    Sedangkan pendekatan analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    pendekatan hukum (law approach). Penggunaan pendekatan ini tidak lain dikarenakan

    sebuah proses pengambilan dan penetapan hukum tidak akan dapat dilepaskan dari aspek-

    aspek kehidupan pada saat proses tersebut berlangsung.

    Melalui pendekatan hukum ini, data yang telah diperoleh akan dikaji dalam

    konteks hukum. Dengan demikian, nantinya akan diperoleh perbandingan antara realitas

    di lapangan dengan ketentuan hukum Islam terkait dengan pendayagunaan ZIS untuk

    pinjaman konsumtif dalam Perda Kabupaten Semarang Nomor 67 Tahun 2008. Proses

    analisa data akan dipaparkan pada bab IV dan hasil simpulannya akan dipaparkan pada

    bab V.

    F. Sistematika Penulisan

    Penulisan hasil laporan penelitian yang penulis laksanakan terdiri dari tiga bagian

    dengan penjelasan sebagai berikut:

    17 Lexy J. Moleong, op. cit., hlm. 103.

    18 Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: CV Pustaka Setia, 2002, hlm.

    41

  • 10

    Bagian awal yang isinya meliputi halaman judul, halaman persetujuan pembimbing,

    halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, halaman deklarasi, halaman kata

    pengantar, halaman abstrak, dan halaman daftar isi.

    Bagian isi yang merupakan bagian utama dari laporan hasil penelitian. Bagian ini

    berisikan lima bab dengan penjelasan sebagai berikut:

    Bab I, yakni Pendahuluan yang isinya meliputi latar belakang, rumusan masalah,

    tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika

    penulisan.

    Bab II, yakni Konsep ZIS (Zakat Infaq dan Shadaqah) dan Pinjaman dalam Hukum

    Islam yang meliputi dua sub bab. Sub bab pertama Konsep ZIS yang isinya meliputi

    pengertian, dasar hukum, tujuan dan manfaat, dan pendayagunaan ZIS. Sub bab kedua adalah

    Konsep Pinjaman yang meliputi pengertian, klasifikasi pinjaman, dan ketentuan-ketentuan

    dalam pinjaman.

    Bab III Pendayagunaan ZIS untuk Pinjaman Konsumtif di BAZIS Kabupaten

    Semarang. Bab ini terdiri dari dua sub bab. Sub bab yang pertama adalah Profil BAZIS

    Kabupaten Semarang; sub bab kedua adalah Pendayagunaan ZIS untuk Pinjaman Konsumtif

    di BAZIS Kabupaten Semarang..

    Bab IV, Analisis Pendayagunaan ZIS untuk Pinjaman Konsumtif Bagi Korban

    Bencana di BAZIS Kabupaten Semarang. Bab ini terdiri dari dua sub bab yakni Analisis

    Latar Belakang Pendayagunaan ZIS untuk Pinjaman Konsumtif di BAZIS Kabupaten

    Semarang dan Tinjauan Hukum Islam terhadap Pendayagunaan ZIS untuk Pinjaman

    Konsumrtif di BAZIS Kabupaten Semarang.

    Bab V Penutup yang isinya meliputi Kesimpulan, Saran-saran, dan Penutup.

    Kemudian penulisan hasil laporan penelitian akan ditutup dengan bagian akhir yang

    isinya meliputi daftar pustaka, lampiran, dan biografi penulis.

  • 15

    BAB II

    KONSEP ZIS (ZAKAT INFAQ DAN SHADAQAH)

    A. Pengertian Zakat, Infaq dan Shadaqah

    Zakat termasuk salah satu rukun Islam, Zakat mulai disyariatkan pada bulan

    Syawal tahun ke 2 Hijriah sesudah pada bulan Ramadhannya diwajibkan zakat fitrah. Jadi

    mula-mula diwajibkan zakat fitrah, baru kemudian diwajibkan zakat mal atau kekayaan.19

    Zakat diwajibkan atas orang Islam yang mempunyai kekayaan yang cukup nishab,

    yaitu jumlah minimal harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Jika kurang dari itu kekayaan

    belum dikenai zakat. Adapun saat haul ialah waktu wajib mengeluarkan zakat yang telah

    memenuhi nishabnya (dimiliki cukup dalam waktu setahun).20

    Di dalam al-Quran, Allah SWT telah menyebutkan tentang zakat dan shalat

    sejumlah 82 ayat. Dari sini dapat disimpulkan secara deduktif bahwa setelah shalat, zakat

    merupakan rukun islam terpenting. Zakat dan shalat dalam al-Quran dan al-Hadist dijadikan

    sebagai perlambang keseluruhan ajaran islam. Pelaksanaan shalat melambangkan baiknya

    hubungan seorang dengan Tuhannya, sedang zakat adalah lambang harmonisnya hubungan

    antara sesama manusia. Oleh karena itu zakat dan shalat merupakan pilar-pilar berdirinya

    bangunan Islam. Jika keduanya hancur, Islam sulit untuk bertahan.21

    Zakat menurut menurut asal kata, zakat yang berasal dari kata berarti berkah,

    bersih, baik dan meningkat.22 Sedangkan secara bahasa, berarti nama (kesuburan), thaharah

    (kesucian), barakah (keberkahan), dan berarti juga tazkiyah (mensucikan).23 Penjelasan

    19 Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Dirjen Bimas Islam Dan Penyelenggara

    Haji Depag RI, Pedoman Zakat, 2003, 108. 20

    Ibid., hlm. 117. 21

    Muhammad, Zakat Profesi: Wacana Pemikiran Dalam Fiqh Kontemporer, Jakarta: Salemba Diniyah, 2002, hlm. 12.

    22Ahmad Warson Munawir, Kamus Al Munawir Arab-Indonesia Terlengkap, Surabaya : Pustaka Progresif, 1997, hlm. 577.

    23 Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqy, Pedoman Zakat, Semarang: PT. Pustaka Rizki

    Putra, Cet. ke-10, 2006, hlm. 3.

  • 16

    16

    makna secara harfiah tersebut mengerucut pada pengertian zakat sebagai proses pembersihan

    diri yang didapatkan setelah pelaksanaan kewajiban membayar zakat.24

    Menurut Yusuf Qardawi, arti dasar dari kata zakat ditinjau dari segi bahasa adalah

    suci, tumbuh, berkah, dan terpuji. Semuanya digunakan dalam Quran dan hadist. Tetapi yang

    terkuat, kata dasar Zaka berarti bertambah dan tumbuh.25 Zakat merupakan nama atau sebutan

    dari sesuatu hak Allah SWT yang dikeluarkan seseorang kepada fakir miskin. Dinamakan

    zakat karena didalamnya terkandung harapan untuk beroleh berkat, membersihkan jiwa dan

    memupuknya dengan berbagai kebajikan.26

    Sedangkan pengertian zakat menurut istilah atau syara yaitu: memberikan

    sebagian harta tertentu kepada yang berhak menerimanya dengan beberapa syarat. Jadi kalau

    kita tilik pula zakat menurut istilah agama islam adalah kadar harta yang tertentu diberikan

    kepada yang berhak menerimanya dengan beberapa syarat yang tertentu.27 Meskipun para

    ulama didalam menafsirkannya berbeda-beda akan tetapi semuanya mengarah pada satu arti

    yaitu mengeluarkan sebagian harta benda untuk diberikan kepada fakir miskin sesuai dengan

    aturan-aturan yang telah ditentukan dalam al-Quran, sebagai pembersih serta penghapus

    kesalahan-kesalahan manusia.28

    Syekh Hussein Muhammad Makluf mengemukakan: Harta benda yang diberikan

    kepada orang-orang fakir itu dinamakan zakat yang artinya perkembangan dan pembersihan,

    oleh karena mengeluarkan harta benda itu menyebabkan bertambah, berkembang dan

    memperbesar berkat kekayaan mereka, serta membersihkan dan penjagaan bagi orang yang

    memiliki kekayaan tadi dari bahaya dan kerugian yang menimpa kelak.29

    24Fazlur Rahman, Economic Doktrines of Islam. Terj Suroyo Nastangin Doktrin Ekonomi Islam, Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf, 1996, hlm. 235.

    25 Yusuf Qardawi, Fiqhus Zakat, Terj. Salman Harun, et.al., Hukum Zakat, Bogor:

    Pustaka Litera Antar Nusa, Cet. ke-10, 2007, hlm. 34. 26

    Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Terj. Mahyuddin Syaf, Fiqih Sunnah 3, Bandung: PT. Al-Maarif, Cet. ke-3, 1985, hlm. 5.

    27 Nazar Bakry, Problematika Fiqh Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. ke-1,

    1994, hlm. 29. 28

    Sudarsono, Sepuluh Aspek Agama Islam, Jakarta: PT Rineka Cipta, Cet. ke-1, 1994, hlm. 73.

    29 Nazar Bakry, op.cit., hlm. 73

  • 17

    17

    Mazhab Maliki mendefinisikan zakat dengan mengeluarkan sebagian dari harta

    yang khusus yang telah mencapai nishab (batas kwantitas minimal yang mewajibkan zakat)

    kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Mazhab Hanafi mendefinisikan zakat dengan

    menjadikan sebagian harta yang khusus dari harta yang khusus sebagai milik orang yang

    khusus, yang ditentukan oleh syariat karena Allah. Mazhab Syafii, zakat merupakan sebuah

    ungkapan keluarnya harta sesuai dengan cara khusus. Sedangkan menurut mazhab Hambali,

    zakat ialah hak yang wajib dikeluarkan dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus

    pula.30

    Para pemikir ekonomi Islam kontemporer mendefinisikan zakat sebagai harta yang

    telah ditetapkan oleh pemerintah atau pejabat berwenang kepada masyarakat umum atau

    individu yang bersifat mengikat dan final, tanpa mendapat imbalan tertentu yang dilakukan

    pemerintah sesuai dengan kemampuan pemilik harta, yang dialokasikan untuk memenuhi

    kebutuhan delapan golongan yang telah ditentukan dalam al-Quran, serta untuk memenuhi

    tuntutan politik bagi keuangan Islam.31

    Meskipun para ulama mengemukakannya dengan redaksi yang agak berbeda

    antara satu dan yang lainnya, akan tetapi pada prinsipnya sama, yaitu bahwa zakat itu adalah

    bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada

    pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu

    pula.32 Hal tersebut senada dengan pasal 1 ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia No

    38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat yaitu: Zakat adalah harta yang wajib disisihkan

    oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh seorang muslim sesuai dengan ketentuan

    agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.33

    30 Wahbah al-Zuhayliy, Al-Fiqh al-Islami Wa Adilla,Terj. Agus Efendi dan Bahrudin

    Fanani Zakat Kajian Berbagai Mazhab, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, Cet. ke-1, 2000, hlm. 83.

    31 Nuruddin Mhd. Ali, Zakat sebagai Instrumen Kebijakan Fiskal, Jakarta: PT. Raja

    Grafindo Persada, Cet. ke-1, 2006, hlm. 7. 32

    Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani Press, Cet. ke-1, 2002, hlm. 7.

    33 Saifudin Zuhri, Zakat Kontekstual, Semarang: CV Bima Sejati, Cet. ke-1, 2000, hlm.

    81.

  • 18

    18

    Selain menggunakan istilah zakat, terdapat beberapa istilah lain yang berbeda

    redaksi namun memiliki kesamaan pengertian dengan zakat yang disebutkan dalam al-Quran.

    Beberapa istilah tersebut di antaranya adalah:

    1. Zakat

    Sebagaimana terdapat dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 43 :

    (# % r&u n 4n= 9$# (#?#uu n 4x. 9$# (#x. $#u y t t .9$# Artinya : Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah kamu bersama orang-

    orang yang rukuk (QS. al-Baqarah : 43).34

    2. Shodaqoh

    { ; u r& Zpi s%y| ds? j. t? u $p 5 e|u n=t ( ) y7s? 4 n=| s3y ; 3 !$# u y =t

    Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu

    kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah

    untuk mereka.(QS. at- Taubah : 103)35

    3. Haq

    u u % !$# r'tr& ;My_ ;Mx # u$ 0xu ;Mx & t 9$# u t9$# u $=tF & # 2& G 9$# u $9 $# u $\:ttF u$ 0xu 7 7ttF 4 (#=2 yrO !#s) tyOr& (#?# u u )ym u t $|ym ( u (# $@ 4

    ) 5=t $ 9 $#

    Artinya : Dan Dialah yang menjadikan kebun berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanaman-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya)

    34Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Quran, Jakarta : PT Bumi Restu, 1976. hlm. 16

    35Ibid., hlm. 298.

  • 19

    19

    makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan (QS. al-Anam : 141).36

    4. Nafaqah

    $p r't t % !$# (# t#u ) #Z$0W2 i $t6 m F{ $# $t7 9$# u t=. 'u s9 t u r& $9 $# t6 9$$/ t u t 6y !$# 3 % !$# u 3t |=y %!$# spi9 $# u u $p t) 6y !$# $et7 s A># xy/ 59 r&

    Artinya : Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang Yahudi dan Rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang bathil, dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih). (QS. at-Taubah : 34)37

    Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwasanya zakat

    merupakan salah satu kewajiban bagi umat Islam yang memiliki dua sisi nilai. Sisi nilai yang

    pertama adalah berhubungan dengan nilai pembersihan diri dan harta benda bagi umat yang

    melaksanakan zakat. Hal ini didasarkan pada tujuan dari pelaksanaan zakat tersebut, yakni

    membersihkan diri dan membersihkan harta benda. Sedangkan sisi nilai yang kedua adalah

    sisi nilai ibadah sosial, yakni ibadah yang ditujukan untuk perbaikan keadaan sosial. Hal ini

    didasarkan pada obyek tujuan pemberian zakat.

    Kata infaq dapat berarti mendermakan atau memberikan rizqi (karunia Allah SWT)

    atau menafkahkan sesuatu pada orang lain berdasarkan rasa ikhlas karena Allah semata.38

    Atau bisa dikatakan infaq adalah menafkahkan dan membelanjakan harta sesuai dengan

    tuntunan agama.39

    36Ibid., hlm. 212. 37Ibid., hlm. 283.

    38 Cholid Fadlullah, Mengenal Hukum ZIS dan Pengamalannya di DKI Jakarta, Jakarta:

    Bazis, 1993, hlm. 5. 39

    Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ictiar Baru Van Hoeve, hlm. 279.

  • 20

    20

    Dari dasar Al-Quran infaq mengandung dua dimensi, yaitu infaq diwajibkan secara

    bersama-sama dan infaq sunah yang suka rela.40

    Dalam Al-Quran dapat dilihat dalam surat Al-Baqarah ayat 195.

    ! "#$% &' () *! +,

    -#./ 01.).45$:789(

    Artinya : Dan nafkahkanlah (harta) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan (dirimu sendiri) dengan tanganmu ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah; karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-Baqarah: 195).41

    Dalam Surat Ath-Thalaq : 7

    5H I6JK L 1 #?0 I6J4 15-ME 1 E.5- " 1N9 ) O,9")Q*:S( Artinya : Hendaklah orang yang mempunyai kelapangan memberi belanja menurut

    kemampuannya. Dan barang siapa disempitkan rezekinya, maka hendaklah dia memberikan belanja dari apa yang Allah berikan kepadanya.(ath-Thalaq:7)42

    Dalam surat At-Taubah: 34

    !D 34 #A5=6JC U" ,?B6" V' "&JC C" '()WD4 ;L; X X29$.),$N:)(

    Artinya : Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak dinafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukan kepada mereka akan azab yang pedih.(At-Taubah:34)43

    Infaq digunakan untuk dapat mengeluarkan sebagian kecil harta untuk kemaslahatan

    umum dan berarti suatu kewajiban yang dikeluarkan atas keputusan manusia. Sahri

    Muhammad menilai bahwa penggunaan istilah infaq menjadi sangat penting dengan

    pertimbangan sebagai berikut:

    40 Cholid Fadlillah, loc. cit.

    41 Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 54.

    42 Ibid., hlm. 1140.

    43 Ibid., hlm. 353.

  • 21

    21

    1. Suatu yang menurut pertimbangan suatu saat dikenakan wajib infaq, mungkin pada

    tempat waktu yang lain tidak dipandang perlu diwajibkan.

    2. Dengan ketentuan infaq yang syarat wajibnya tergantung kemaslahatan umum tanpa

    melihat waktu dan tempat serta tanpa melihat ukuran dan jenis barang yang dikenakan.

    Dengan demikian aspek infaq dalam kerangka yang sangat dinamis. Dinamisasi ini

    memberikan upaya pengembangan pengetahuan masalah pajak dari sudut teknis

    penghitungan infaq.44

    Shadaqah berasal dari kata shadaqa yang berarti benar, dalam hal ini dapat dipahami

    dengan memberikan atau mendermakan sesuatu kepada orang lain.45 Dalam hal ini, shadaqah

    merupakan wujud dari keimanan dan ketaqwaan seseorang, artinya orang yang suka

    bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya.

    Ada sebagian ahli fiqh yang menganggap shadaqah dan infaq adalah sama. Sebagian

    lagi berpendapat bahwa di dalam shadaqah tercakup dua dimensi, yaitu ; infaq wajib dan infaq

    suka rela.46 Akan tetapi kalau dilihat dari ayat Al-Quran dan hadits-hadits Nabi akan

    ditemukan perbedaan antara infaq dan shadaqah. Sisi perbedaan antara infaq dan shadaqah

    hanya terletak pada bendanya. Artinya infaq berkaitan hanya dengan materi, sedangkan

    shadaqah berkaitan dengan materi dan non-materi, baik dalam bentuk pemberian benda atau

    uang, tenaga atau jasa, menahan diri tidak berbuat kejahatan, mengucap takbir, tahmid bahkan

    yang paling sederhana adalah tersenyum kepada orang lain dengan ikhlas, Nabi Bersabda

    sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim:

    Z#- " 1 L 3 [J ,6CG $ : ,-. \"(9 !%

    44 Sahri Muhammad, Zakat dan Infaq: Pengembangan Zakat Infaq dalam Usaha

    Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat,Ilmu Pengetahuan dan Agama Islam, Surabaya: al-Ikhyar, 1982, hlm. 20-21.

    45 Suyitno Heri Yunaidi, Anatomi Fiqh Zakat: Potret Pemahaman BAZIS Sumsel,

    Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, hlm. 15. 46

    Sahri Muhammad, op. cit., hlm. 19.

  • 22

    22

    Artinya : Dari Abu Syaibah, Rasulullah SAW. bersabda : Setiap kebaikan adalah sedekah. artinya apapun yang mendatangkan ridla Allah, maka pahalanya seperti pahala sedekah ( HR. Muslim )47

    Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa antara zakat, infaq dan

    shadaqah memiliki kesamaan dan perbedaan. Kesamaan dari ketiganya adalah sama-sama

    sebagai pemberian seseorang kepada orang yang membutuhkan dengan tujuan untuk

    membantu meringankan beban kehidupan. Sedangkan perbedaan antara ketiganya di

    antaranya adalah sebagai berikut:

    1. Harta yang digunakan untuk zakat memiliki syarat dan ketentuan yang harus terpenuhi

    terkait dengan batasan tahun dan ukuran, sedangkan harta yang digunakan untuk infaq

    dan shadaqah tidak memiliki ketentuan dan syarat.

    2. Dalam pembayaran zakat dan infaq, yang dapat ditasharufkan adalah harta benda materi,

    sedangkan pada shadaqah tidak hanya berwujud materi saja namun juga dapat dilakukan

    dalam bentuk non materi.

    3. Dalam zakat dan infaq terdapat ketentuan tentang kelompok yang berhak menerima

    sedangkan dalam shadaqah tidak ada ketentuan mengenai pihak-pihak yang berhak

    menerimanya.

    B. Dasar Hukum Zakat, Infaq dan Shadaqah

    Kewajiban zakat serta anjuran infaq dan shadaqah didasarkan pada Al-Quran dan

    Al-Hadis. Banyak sekali ayat-ayat Al-Quran dan Hadis-hadis Nabi yang menjelaskan dan

    menerangkan serta menguraikan tentang zakat, infaq dan shadaqah.

    Q.S. at-Taubah: 103

    $ %&" '()* +,-. #...),$N:]^(

    Artinya : Pungutlah zakat dari harta mereka yang akan membersihkan dan mensucikan

    mereka...(QS. At-Taubah : 103)48

    47. Imam Abu Husain Muslim bin Hajaj al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim,.Juz III,

    Beirut:.Dar al-Kitab al-Ilmiyah, cet I, 1994, hlm. 464 .

  • 23

    23

    Q.S. adz-Dzariyat: 15-19

    O?" O_J`a 34 =?N0 .- A#% ?A b$E 5c# CH !D

    J;:d.A#% 9eC# ! ) +-."(6FN:C ' E#df ffffU#$" . 34"

    g"(dh" !i#?: jIG)>#CEk:]*]l(

    Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada di dalam taman-taman

    dan mata air, mereka menerima apa yang diberikan Tuhannya.

    Sesungguhnya sebelum itu berbuat kebaikan. Adalah mereka (di dunia)

    pada malam hari tidur sebentar, dan di penghujung malam mereka

    memohon ampun. Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang

    yang meminta-minta dan orang yang tidak meminta.(QS. Adz-Dzariyat

    : 15-19).49

    Q.S. Al-Baqarah ayat 261 :

    C. 5!m !5%f 34 !$ #J /D _NDA O,?DG !m0% , !D 34 5 5=6JC

    L" ;;

  • 24

    24

    Artinya : Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang

    menafkafkan hartanya di jalan Allah adalah serupa sebutir benih yang

    menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir, seratus biji, Allah melipat

    gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas

    (karunianya) lagi Maha Mengetahui. ( QS. Al-Baqarah : 261 ).50

    Sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Hurairah :

    #r .G Z=4 UsC # U 14 t#D9 uD@C gC # : #=6J v

    #6 #:w v (U Z=C" #6

    Artinya : Setiap hari dimana hamba memasuki waktu pagi, pasti ada dua malaikat

    yang turun. Satu di antara keduanya mengucap : Ya Allah berikanlah ganti

    pada orang yang berinfaq (menggunakan hartanya untuk beribadah, untuk

    kepentingan keluarga, tamu, untuk bersedekah dan sebagainya). Sedangkan

    yang satu lagi mengucap : Ya Allah, berikanlah kerusakan (kerugian)

    kepada orang yang tidak mau berinfaq. ( HR. Muslim ).51

    C. Golongan Penerima Zakat, Infaq dan Shadaqah

    Secara formal, distribusi zakat langsung diatur oleh Allah sendiri, tidak memberikan

    kesempatan kepada Nabi dan Ijtihad para mujtahid untuk mendistribusikannya. Abu Daud

    telah meriwayatkan dalam kitab Sunnahnya dengan sanad yang shahih, bahwa seorang laki-

    laki mendatangi Nabi seraya berkata: berilah aku Shadaqah (zakat). Rasulullah menjawab:

    Sesungguhnya Allah tidak rela atas hukum dari Nabi dan yang lainnya dalam masalah zakat.

    50 Departemen Agama RI, Op.cit, hlm. 65.

    51 Imam Abu Husain Muslim, op.cit., hlm. 471-472.

  • 25

    25

    Allah sendirilah yang telah menetapkan hukumnya dengan membagikan kepada delapan

    golongan. Maka jika kamu termasuk dari salah satu golongan itu akan aku berikan hakmu.52

    Kedelapan golongan tersebut telah dijelaskan oleh Allah dalam surat At-Taubah ayat

    60 :

    3-" x- ,67h" # 8#9" 8:h"

  • 26

    26

    Ada perbedaan pendapat tentang siapa yang disebut fakir dan miskin. Menurut

    Abu Yusuf, ulama pengikut Abu Hanifah, dan Ibnu Qosim Pengikut Malik berpendapat

    bahwa keduanya (fakir dan miskin) sama.54

    Sedangkan menurut Thabari sebagaimana dikutip oleh Qardlawi, fakir adalah

    orang yang dalam kebutuhan, tetapi dapat menjaga diri dari meminta-minta. Sedangkan

    yang dimaksud miskin adalah orang yang dalam kebutuhan, tetapi suka merengek dan

    meminta-minta.

    Berbeda dengan Thabari Ulama Hanafi lebih melihat pada nilai ekonomi atau

    penghasilan . Ulama Hanafi mendefinisikan fakir ialah orang yang tidak memiliki harta

    di bawah nishab menurut hukum zakat. Sedang miskin para ulama Hanafi

    mendefinisikan mereka yang tidak memiliki apa-apa.

    Sedangkan menurut Imam Madzhab yang tiga (Syafii, Hambali dan Maliki) fakir

    adalah mereka yang tidak mempuyai harta atau penghasilan layak dalam memenuhi

    kebutuhan. Sedangkan miskin menurut mereka adalah mereka yang mempunyai harta

    atau penghasilan layak dalam memenuhi keperluannya dan orang yang menjadi

    tanggungannya, tetapi tidak sepenuhnya terpenuhi.

    Walaupun para Ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan fakir dan miskin,

    tetapi pada dasarnya mereka sepakat bahwa antara fakir dan miskin itu sama saja. Dalam

    artian, mereka sama-sama tidak dapat memenuhi kebutuhannya.55 Dengan demikian

    keduanya dianggap satu kata, karena perbedaannya memang tidak prinsipil. Keduanya

    adalah kelompok orang yang tidak mampu secara ekonomi, ialah kemiskinan absolut.

    Kemiskinan absolut diartikan suatu keadaan di mana tingkat pendapatan dari seseorang

    tidak meencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan,

    pendidikan dan kesehatan).

    54 Yusuf Qardlawi, op. cit., hlm. 510.

    55 Sayyid Sabiq, op. cit., hlm. 86.

  • 27

    27

    Dimensi ini terlihat dari jumlah penduduk yang pendapatannya berada di bawah

    garis kemiskinan (proverti line): 850/870 perkapita pertahun; 1900 gram kalori dan 40

    gram protein perorang perhari, 240 kg beras perkapita pertahun.56

    Umumnya Fuqaha menetapkan kebutuhan pokok hanya pada tiga hal, pangan,

    sandang dan papan, dalam perhitungan yang semula kwantitatif. Pangan asal kenyang.

    Sandang asal tertutup, dan papan asal bisa untuk berlindung. Sayyid Sabiq mengatakan,

    kebutuhan pokok itu meliputi: pangan, sandang, papan, kendaraan, dan alat kerja.57

    Dengan demikian, sesuai dengan kontek kehidupann sosial ekonomi sekarang,

    distribusi dana zakat untuk sektor fakir miskin ini bisa mencakup dua bentuk:

    a. Mereka yang mempunyai pekerjaan

    b. Mereka yang tidak mempunyai pekerjaan.

    Pada kelompok pertama, mereka diberi zakat untuk pekerjaanya atau sarana

    meningkatkan pekerjaannya.

    Adapun pada kelompok kedua, yaitu mereka yang tidak mempunyai pekerjaan,

    mereka diberi sesuai dengan kebutuhannya, anak dan keluarga.58

    2. Amil

    Amil adalah mereka yang melaksanakan segala kegiatan urusan zakat, mulai dari

    para pengumpul sampai pada bendahara dan para penjaganya, juga mulai dari pencatat

    sampai pada penghitung yang mencatat keluar masuknya zakat, dan membagi kepada

    mustahiqnya.59

    3. Muallaf

    Adalah orang yang perlu dijinakkan hatinya supaya masuk Islam dan mantap di

    dalam Islam dan orang-orang yang dikhwatirkan memusuhi dan mengganggu kaum

    56 Dorojatun Kuntjoro Jati, Kemiskinan di Indonesia, Jakarta: Obor, 1986, hlm. 125.

    57 Sayyid Sabiq, op. cit. hlm. 79.

    58 Sayyid Sabiq, op. cit., hlm. 87.

    59 Yusuf Qardlawi, op. cit, hlm. 545.

  • 28

    28

    muslim atau orang yang diharapkan memberi bantuan kepada kaum muslim. Dalam hal

    ini, Qardlawi mengelompokkan muallaf menjadi tujuh golongan:60

    Pertama, golongan yang diharapkan keislamannya atau keislaman kelompok serta

    keluarganya

    Kedua, golongan yang dikuatirkan melakukan kejahatan

    Ketiga, golongan orang yang baru masuk Islam.

    Keempat, pemimpin dan tokoh yang telah masuk Islam yang mempunyai sahabat-

    sahabat kafir.

    Kelima, pemimpin atau tokoh kaum yang berpengaruh dikalangan kaumnya. Akan

    tetapi imannya masih lemah.

    Keenam, kaum muslimin yang tinggal diperbatasan dengan musuh.

    Ketujuh, kaum muslimin yang membutuhkannya untuk mengurus zakat orang yang

    tak mau mengeluarkan zakat kecuali dengan paksaan.

    4. Riqab

    Riqab menurut jumhur ahli tafsir, mereka adalah budak yang berstatus sebagai

    mukatab, mereka diberi bagian zakat untuk mengentaskan mereka dari sistem

    perbudakan.61 Dengan kata lain, dana zakat yang diberikan kepada golongan ini adalah

    untuk usaha membebaskan budak (mukatab) baik untuk membeli budak dan

    mengentaskannya, atau diberikan kepada seorang budak yang telah mendapatkan

    jaminan dari tuannya untuk melepaskan dirinya dengan membayar harta yang

    ditentukan.62

    5. Gharim

    Gharim atau dalam jamaknmya Gharimin adalah orang-orang yang berhutang

    bukan untuk masiat, yang kemudian tidak punya sesuatu untuk dibayarkannya.63

    60 Ibid., hlm. 563.

    61 Imam At-Thabari, Majmuu Al-Bayan Fi Tafsiri Al-Quran, jilid 5, Dar Al-Marifah, tt,

    hlm. 65. 62

    Departemen Agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya, Yogayakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1992, hlm. 452.

    63 Hasbi Ash-Shidiqi, Pedoman Zakat, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1999, .hlm. 185.

  • 29

    29

    Gharimin adalah bentuk jamak dari gharim yang artinya orang yang mempunyai

    utang. Sedangkan gharim adalah orang yang berhutang, kadangkala digunakan pula

    untuk orang yang mempunyai piutang.64

    Asal pengertian gharim menurut bahasa adalah tetap, seperti firman Allah dalam

    surat Al-Furqan ayat 65 : sesungguhnya siksa neraka jahanam adalah tetap.65

    Jumhur ulama membagi gharim menjadi dua golongan: Pertama, orang yang

    mempunyai untuk kemashlahatan dirinya sendiri, kedua orang yang mempunyai utang

    untuk kemashlahatan umum.66

    Dengan demikian bagi gharimin cukup diberikan zakat sekedar untuk membayar

    hutangnya, apabila ia mempunyai sebagian uang untuk membayar hutangnya, maka ia

    hanya diberi sebagian sisa hutangnya.

    6. Sabilillah

    Sabilillah dalam arti bahasa aslinya adalah jalan yang menyampaikan pada ridla

    Allah, baik akidah ataupun perbuatan. Sabilillah adalah kalimat yang bersifat umum,

    dengan demikian kata sabilillah bukan hanya terbatas pada peperangan, melainkan

    berarti segala jalan kebaikan.

    Menurut Ibnu Atsir, sebagaimana dikutip oleh Qardlawi, kata sabilillah

    mempunyai dua arti:67

    a. Menurut bahasa, adalah setiap amal perbuatan ikhlas yang dipergunakan untuk

    bertaqarrub kepada Allah. Meliputi segala amal perbuatan amal saleh, baik yang

    bersifat pribadi maupun yang bersifat kemasyarakatan.

    b. Arti yang biasa difahami pada kata ini apa bila bersifat muthlak, adalah jihad,

    sehingga karena seringnya dipergunakan untuk itu, seolah-olah artinya haya khusus

    untuk jihad.

    64 Yusuf Qardlawi, op. cit, hlm. 594.

    65 Depag, Al-Quran dan Terjemahannya, op. cit., hlm. 568.

    66 Yusuf Qardlawi, loc. cit.

    67 Ibid., hlm. 610.

  • 30

    30

    Dengan demikian kata sabilillah bukan hanya terbatas pada peperangan, melainkan

    berarti segala sesuatu untuk kebaikan.

    7. Ibnu Sabil

    Ibnu Sabil adalah sama dengan musafir atau orang yang sedang melakukan

    perjalanan. Jadi ibnu sabil dalam kontek ini adalah orang yang sedang dalam perjalanan,

    yang mana perjalanannya tersebut dengan tujuan yang baik bukan untuk masiat dan

    belum sampai pada tujuan, bekal atau hartanya telah habis. Ibnu sabil bisa juga termasuk

    orang yang kaya maupun orang yang tidak mampu, yang jelas ketika dalam perjalanan ia

    kehabisan bekal sebelum sampai tujuannya.

    Sedangkan kelompok yang dapat menerima iinfaq dan shadaqah adalah sebagai

    berikut:

    Sasaran atau orang yang berhak menerima shadaqah maliah (infaq dan shadaqah)

    telah di jelaskan dalam Al-Quran dan Hadis Nabi.

    Di dalam surat Al-Maarij ayat 24-25 Allah SWT. berfirman:

    g9 IG { z C ")p) ( g"(|" !i #:)p*(

    Artinya: Dan orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu bagi orang miskin yang

    meminta-minta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (QS. Al-Maarij : 24-

    25).68

    Dalam ayat yang lain Allah juga berfirman:

    $ ,"t C U }% !D: $" 8:h" }0N" ~(= H" Z(" 148

    J

  • 31

    31

    Artinya: Untuk Allah, untuk Rasulnya, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin

    dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di

    antara orang kaya di antara kamu.69

    Dalam surat Al-Baqarah ayat 177 Allah juga menegaskan:

    g" L#$ " 2(Fh" Q(:h !D- 'a"

    8:h" }0N" ~(= "H 1DG } Z#h }

  • 32

    32

    penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar

    (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.(Al-Baqoroh:177)70

    Dari ketiga ayat di atas dapat kita lihat, bahwa sasaran shadaqah maliyah atau infaq

    adalah:

    a. Karib, kerabat yang membutuhkannya.anggota keluarga yang mampu haruslah

    mengutamakan memberikan nafkah keluarga yang lebih dekat

    b. Anak yatim, karena anak yatim yang telah ditinggal mati orang tuanya adalah anak-anak

    yang tidak mampu mencukupi kebutuhannnya .

    c. Orang-orang musafir yang membutuhkan sehingga mereka terhindar dari kesulitan dalam

    perjalanan.

    d. Orang-orang yang terpaksa meminta-minta karena tidak ada jalan lain baginya untuk

    menutup kebutuhan hidupnya

    e. Memberikan harta untuk memerdekakan hamba sahaya sehingga ia dapat memperoleh

    kemerdekaannya.

    f. Sabilillah

    g. Amil. Apabila pelaksanaan shadaqah maliyah ditangani oleh amil.

    Dari semua yang tersebut di atas, ulama sepakat yang paling utama mendapatkan

    shadaqah maliyah adalah anak-anak, keluarga dan kaum kerabat. Hal ini sesuai dengan hadis

    Nabi SAW. yang diriwayatkan oleh Jabir:

    H .G #% !B4 #% " 1# 394 !B4 #% " 1:6J$

  • 33

    33

    Artinya: Jika salah seorang di antara kamu miskin, hendaklah dimulai dengan dirinya. Dan

    jika dalam itu ada kelebihan, barulah diberikannya buat keluarganya. Lalu bila ada

    kelebihan lagi, maka buat kaum kerabatnya. Atau sabdanya buat yang ada

    hubungan kekeluargaan dengannya. Kemudian bila masih ada kelebihan, barulah

    untuk ini dan itu.(HR. Ahmad dan Muslim).

  • 36

    BAB III

    PENDAYAGUNAAN ZAKAT INFAQ DAN SHADAQAH (ZIS) UNTUK PINJAMAN

    KONSUMTIF DI BAZIS KABUPATEN SEMARANG

    A. Profil BAZIS Kabupaten Semarang

    BAZIS Kabupaten Semarang didirikan dengan dua dasar pertimbangan, yakni

    pertimbangan hukum dan pertimbangan sosial religi. Latar belakang pertimbangan hukum

    disebabkan keberadaan BAZIS merupakan implementasi dari Peraturan Daerah Nomor 04

    Tahun 2008 tentang Pengelolaan Zakat, Infaq dan Shadaqah.71 Sedangkan dasar pertimbangan

    sosio-religi berkaitan dengan keadaan masyarakat Kabupaten Semarang dan tujuan dari zakat,

    infaq dan shadaqah. Hal ini tidak berlebihan karena mayoritas penduduk Kabupaten Semarang

    adalam muslim. Selain itu, angka kemiskinan Kabupaten Semarang mencapai 32% atau

    sekitar 233.000 orang. Oleh sebab itulah, maka kemudian pada bulan Maret tahun 2008

    BAZIS didirikan.

    Kepengurusan BAZIS Kabupaten disusun melalui seleksi yang diumumkan pada

    tanggal 28 Maret 2008. Proses seleksi tersebut menghasilkan 16 pengurus dari 130 orang yang

    mengikuti proses seleksi. Keberadaan pengurus BAZIS disahkan dan dikuatkan dengan

    Keputusan Bupati Semarang Nomor 451.12/0471/2008 tanggal 20 Agustus 2008. Semenjak

    berdiri hingga sekarang, pengurus BAZIS Kabupaten Semarang menempati kantor yang

    berlokasi di Jl. Slamet Riyadi No. 3 Ungaran (belakang Gedung DPRD Kabupaten

    Semarang).

    Berikut ini adalah susunan kepengurusan BAZIS Kabupaten Semarang periode 2008-

    2011:

    71 Perda tersebut disusun sebagai tindak lanjut dari adanya Undang-Undang No. 38 Tahun

    1999 tentang Pengelolaan Zakat. Seperti dijelaskan dalam www.baziskabsemarang.com diakses tanggal 25 Nopember 2010.

  • 37

    SUSUNAN PENGURUS BADAN AMIL ZAKAT INFAQ DAN SHADAQAH (BAZIS) TINGKAT KABUPATEN SEMARANG

    PERIODE 2008-2011

    DEWAN PERTIMBANGAN Ketua : Bupati Semarang Wakil Ketua : Ketua DPRD Kab. Semarang Sekretaris : Kabag Sosial Setda Kabupaten Semarang (Drs. H. Henry Aminoto) Wakil Sekretaris : H. Sugiyanto, S.Pd Anggota : K.H. Fathur Rohman

    Drs. H. Mafruchin Ismail, S.H Drs. H. Muhtar, M.Ag

    K.H. Nurchasan Ibrahim K.H. Achmad Fauzan

    KOMISI PENGAWASAN Ketua : Wakil Bupati Semarang Wakil Ketua : Ketua Komisi D DPRD Kab. Semarang Sekretaris : Kabag Hukum Setda Kabupaten Semarang Wakil Sekretaris : Drs. H. Tugiman Anggota : K.H. Muhadi Hafidz Drs. H. Syamani H. Mastur B.A

    Drs. H. Ahsin Maruf

    M. Sholahuddin

  • 38

  • 39

    B. Pengelolaan ZIS di Kabupaten Semarang

    a. Proses Pengumpulan

    Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah (BAZIS) Kabupaten Semarang

    merupakan lembaga yang mengurusi pengelolaan zakat infaq dan shadaqah di wilayah

    Kabupaten Semarang. Lembaga ini didirikan pada tahun 2008 di bawah naungan

    Pemerintah Kabupaten Semarang. Meskipun berada di bawah naungan Pemerintah

    Kabupaten Semarang, BAZIS Kabupaten Semarang memiliki otoritas dan wewenang

    sendiri dalam melakukan pengelolaan dana ZIS.

    Dalam melakukan pengelolaan ZIS, BAZIS Kabupaten Semarang menerapkan

    dua jalur, yakni jalur penerimaan dan jalur penyaluran. Jalur penerimaan terbagi menjadi

    tiga saluran penerimaan, yakni saluran zakat, saluran infaq-shadaqah dan saluran dana

    sosial. Penjelasan mengenai ketiga saluran tersebut adalah sebagai berikut:

    1) Saluran zakat

    Saluran zakat merupakan saluran pengumpulan dana yang dilakukan dengan jalan

    mengumpulkan zakat dari umat Islam yang berada di wilayah Kabupaten Semarang.

    Zakat yang dikumpulkan terdiri dari dua jenis zakat, yakni zakat fitrah dan zakat

    maal. Zakat yang menjadi prioritas program saat ini adalah zakat maal. Sosialisasi

    urgenitas dan wajibnya zakat maal bagi umat Islam senantiasa dilakukan oleh BAZIS

    Kabupaten Semarang yang disertai dengan pendekatan dan metode keteladanan. Hal

    ini tampak dari prioritasisasi para pejabat yang menjadi target zakat maal. Program

    tersebut telah berhasil menjadi motivator tersendiri bagi para aparat pemerintahan

    Kabupaten Semarang untuk melaksanakan zakat maal. Saat ini, program

    pengumpulan zakat maal di kalangan pegawai pemerintahan (PNS) juga sedang

    digalakkan dengan mengajukan usulan kepada Pemerintah Kabupaten Semarang

    mengenai pemotongan langsung gaji pegawai sebesar 2,5% untuk dizakatkan.

  • 40

    2) Saluran infaq-shadaqah

    Saluran infaq dan shadaqah ditujukan BAZIS Kabupaten Semarang kepada

    masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi menengah ke atas. Pengumpulan

    infaq dan shadaqah dilakukan secara perorangan maupun kelompok. Proses

    pengumpulan tersebut diserahkan kepada koordinator masing-masing wilayah.

    3) Saluran wakaf

    Saluran wakaf masih belum menjadi prioritas BAZIS Kabupaten Semarang.

    Sebab pada prinsipnya BAZIS Kabupaten Semarang masih memprioritaskan

    pengumpulan dana-dana yang bersifat taktis sehingga dapat dimanfaatkan secara

    maksimal dalam pendayagunaannya.

    4) Saluran dana sosial

    Saluran dana sosial merupakan saluran pengumpulan dana yang bersumber

    dari pihak-pihak non Islam. Proses pengumpulan ini tidak memiliki esensi memaksa

    karena pada dasarnya proses pengumpulan tersebut diawali dengan proses

    pemberitahuan semata. Sedangkan mengenai kemauan dari pihak non muslim untuk

    menyerahkan dana sosial, BAZIS Kabupaten Semarang cenderung melakukan

    strategi tunggu bola.

    Untuk membedakan dan menghindari bercampurnya masing-masing dana,

    BAZIS Kabupaten Semarang menyediakan rekening yang berbeda-beda. Rekening-

    rekening tersebut adalah sebagai berikut:

    1) Rekening Zakat Maal Bazis ZM 2.022.02593.0 2) Rekening Zakat Fitrah Bazis ZF 2.022.02594.8 3) Rekening Infaq Bazis I 2.022.02595.6 4) Rekening Shadaqah Bazis S 2.022.02596.4 5) Rekening Dana Sosial Bazis DS 2.022.02597.2 6) Rekening Wakaf Bazis WKF 2.022.02598.1

    Sepanjang tahun 2010, BAZIS Kabupaten Semarang berhasil menghimpun dana

    dari empat saluran (zakat, infaq, shadaqah dan dana sosial) sebanyak Rp.

  • 41

    1.700.361.455,00 (Satu miliar tujuh ratus juta tiga ratus enam puluh satu ribu empat ratus

    lima puluh lima rupiah) dengan klasifikasi penerimaan sebagai berikut:72

    No Bulan Zakat Infaq Shadaqah Lain-Lain 1 Januari 69.685.599 38.344.125 12.477.000 2.520.000

    2 Februari 74.302.118 43.461.125 14.928.200 5.586.000

    3 Maret 79.642.965 38.106.425 14.601.700 2.953.500

    4 April 75.685.818 41.649.850 18.116.700 2.324.500

    5 Mei 79.729.268 44.782.954 17.919.205 2.019.506

    6 Juni 79.902.068 48.278.500 18.228.900 1.587.000

    7 Juli 86.421.726 50.110.200 24.374.600 2.658.000

    8 Agustus 77.387.818 31.136.100 14.506.600 2.218.500

    9 September 107.273.333 34.474.300 12.158.200 1.968.500

    10 Oktober 79.896.325 57.225.800 18.725.400 2.063.500

    11 Nopember 67.224.921 46.559.800 17.923.900 2.038.500

    12 Desember 68.542.352 46.654.800 18.955.900 2.023.354

    Jumlah 945.694.311 520.792.979 203.913.305 29.960.860

    Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa penerimaan zakat merupakan

    penerimaan yang tertinggi. Jumlah dana yang diterima dalam bentuk zakat tersebut sudah

    termasuk zakat fitrah yang diterima pada bulan September sebesar Rp. 8.354.000,00

    (delapan juta tiga ratus lima puluh empat ribu rupiah). Selain itu, jumlah dana tersebut

    belum ditambahkan dengan sisa saldo tahun 2009 yang berjumlah Rp. 872.287.100,00

    (delapan ratus tujuh puluh dua juta dua ratus delapan puluh tujuh ribu seratus rupiah).

    Apabila ditambahkan dengan sisa saldo tahun 2009, maka jumlah dana yang diperoleh

    BAZIS Kabupaten Semarang adalah Rp. 2.572.648.455,00 (dua miliar lima ratus tujuh

    puluh dua juta enam ratus empat puluh delapan ribu empat ratus lima puluh lima rupiah).

    72 Dikembangkan oleh penulis berdasarkan Data Penerimaan ZIS (Zakat Infaq dan

    Shadaqah) Kabupaten Semarang Tahun 2010, Arsip BAZIS Kabupaten Semarang, 2010.

  • 42

    Jumlah dana yang telah diperoleh tersebut kemudian ditasharufkan sepanjang

    tahun 2010 dengan jumlah pentasharufan sebesar Rp. 1.785.132.668,00 (satu miliar tujuh

    ratus delapan puluh lima juta seratus tiga puluh dua ribu enam ratus enam puluh delapan

    rupiah). Klasifikasi pentasharufan tersebut adalah sebagai berikut:73

    No Bulan Fakir Miskin Sabilillah Ibnu Sabil Amil Lain-lain 1 Januari 23.250.000 200.000 15.500.000 20.200.000

    2 Februari 220.705.600 150.000 15.200.000 19.124.000

    3 Maret 32.200.000 50.000 27.618.535 706.465

    4 April 30.600.000 25.000 18.055.000 27.658.250

    5 Mei 13.250.000 125.000 27.100.500 10.474.500

    6 Juni 200.286.497 23.600.250 3.949.750

    7 Juli 111.302.553 40.000 18.750.500 4.209.500

    8 Agustus 82.005.000 65.000 19.355.000 9.580.000

    9 September 42.600.000 161.600.000 175.000 26.365.400 22.013.600

    10 Oktober 60.060.000 50.000 19.556.000 6.744.000

    11 Nopember 323.716.518 25.000 22.356.500 5.225.500

    12 Desember 93.308.000 140.000 27.860.250

    Jumlah 1.231.284.168 161.600.000 1.045.000 261.317.935 129.885.565

    Dari klasifikasi pentasharufan di atas dapat diketahui bahwa pentasharufan untuk

    penerima zakat (ashnaf) adalah sebesar Rp. 1.655.247.103,00 (satu miliar enam ratus

    lima puluh lima juta dua ratus empat puluh tujuh ribu seratus tiga rupiah) dan

    pentasharufan untuk lain-lain adalah sebesar Rp. 129.885.565,00 (seratus dua puluh

    sembilan juta delapan ratus delapan puluh lima ribu lima ratus enam puluh lima rupiah).

    73 Dikembangkan oleh penulis berdasarkan Data Penerimaan ZIS (Zakat Infaq dan

    Shadaqah) Laporan Penyaluran Model Kedua Kabupaten Semarang Tahun 2010, Arsip BAZIS Kabupaten Semarang, 2010.

  • 43

    Dalam pentasharufan zakat, terjadi beberapa kali pentasharufan untuk fakir

    miskin dalam jumlah yang besar. Untuk itu, BAZIS Kabupaten Semarang menambahkan

    dana sisa saldo untuk memenuhi tasharuf kepada ashnaf.74

    b. Pendayagunaan ZIS sebagai pinjaman konsumtif di BAZIS Kabupaten Semarang

    Pendayagunaan ZIS sebagai pinjaman konsumtif di BAZIS Kabupaten

    Semarang didasari oleh prinsip taawun. Orang-orang yang dapat menerima bantuan

    pinjaman konsumtif BAZIS Kabupaten Semarang adalah orang-orang yang memiliki

    kemampuan ekonomi yang sedang ditimpa musibah namun tidak sampai menghancurkan

    atau menghilangkan sumber ekonomi tersebut. Meski demikian, proses peminjaman

    tidaklah mudah dan memiliki persyaratan yang cukup pelik. Persyaratan untuk

    mendapatkan pinjaman konsumtif adalah sebagai berikut:

    1) Mustahiq mengajukan permohonan sexara tertulis kepada BAZIS kecamatan atau

    BAZIS Kabupaten dengan dilampiri persyaratan-persyaratan.

    2) Diadakan verifikasi oleh Seksi Pendistribusian BAZIS tingkat Kecamatan atau

    Kabupaten yang meliputi seleksi administrasi, wawancara langsung dan peninjauan

    lapangan.

    3) Setelah dipandang layak, maka kemudian BAZIS Kabupaten Semarang memberikan

    pinjaman sesuai dengan kebutuhan peminjam secepatnya (kurang dari 1x24 jam).

    4) Pada saat penyerahan, peminjam meninggalkan foto copy identitas diri.

    Pemberlakuan pendayagunaan ZIS untuk pinjaman konsumtif baru dilaksanakan

    pada tahun 2010. Pendayagunaan ZIS untuk pinjaman konsumtif bertujuan untuk

    membantu meringankan beban kelompok masyarakat yang memiliki kemampuan

    ekonomi, namun pada saat tersebut sedang ditimpa permasalahan yang berhubungan

    dengan perekonomian mereka. Dana yang digunakan untuk pinjaman konsumtif sifatnya

    fleksibel, maksudnya adalah dana tersebut dapat diambilkan dari zakat, infaq maupun

    shadaqah. Pada praktek pendayagunaan sepanjang tahun 2010, dana yang digunakan

    74 Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Bambang Setia Budi tanggal 1 Desember

    2010.

  • 44

    untuk pinjaman konsumtif diambilkan dari dana zakat. Hal ini dikarenakan pada saat itu,

    terdapat kelebihan dana zakat pada bulan Januari dan April. Selain itu juga disebabkan

    adanya gerakan tasharuf dari infaq dan shadaqah, khususnya untuk permodalan kerja

    masih aktif, sehingga jika diambilkan dari dana infaq dan shadaqah dikhawatirkan akan

    mempengaruhi pendayagunaan untuk pinjaman produktif dari infaq dan shadaqah.75

    Sepanjang tahun 2010, pendayagunaan ZIS untuk pinjaman konsumtif hanya

    dilakukan selama dua kali dengan obyek masyarakat orang yang kesulitan dalam

    pendanaan untuk biaya bersalin. Kedua orang tersebut adalah pasangan M. Afifuddin-Nur

    Anisa (warga desa Lerep) dan pasangan Suwarto-Kastinah (warga desa Kalisidi).

    Deskripsi proses pendayagunaan ZIS untuk pinjaman konsumtif dapat dijelaskan sebagai

    berikut:

    1) Pasangan M. Afifuddin-Nur Anisa (warga desa Lerep)76

    Pasangan ini memiliki masalah dengan pembiayaan persalinan anak mereka

    yang pertama. Sebenarnya dari segi perekonomian, pasangan ini memiliki

    kemampuan menalangi biaya persalinan. Akan tetapi karena waktu bersalin tersebut

    terjadi pada akhir bulan (tanggal tua), tepatnya tanggal 28 Januari 2010, maka

    pasangan tersebut kurang dalam membayar biaya persalinan sebesar Rp.

    2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah). Akibatnya, anak mereka yang baru

    lahir kemudian ditahan oleh pihak rumah sakit.77

    Setelah mendapatkan info dari tetangganya, pasangan ini kemudian

    meninggalkan bayi mereka sebagai jaminan dan berusaha meminta bantuan kepada

    BAZIS Kabupaten Semarang. Setelah bertemu dengan Bapak Bambang Setia Budi

    dan dilakukan wawancara, pasangan tersebut mendapatkan pinjaman konsumtif

    sesuai dengan biaya yang dibutuhkan dengan masa pengembalian selama lima bulan

    75 Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Bambang Setia Budi tanggal 1 Desember

    2010. 76

    Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Bambang Setia Budi tanggal 1 Desember 2010.

    77 Untuk nama maupun lokasi rumah sakit tidak boleh disebutkan karena menyangkut

    kerahasiaan instansi.

  • 45

    tanpa tambahan biaya. Biaya pinjaman tersebut kemudian telah lunas dalam waktu

    tiga bulan.

    2) Pasangan Suwarto-Kastinah (warga desa Kalisidi)78

    Pasangan ini memiliki permasalahan yang sedikit berbeda dengan pasangan

    sebelumnya. Pasangan Suwarto-Kastinah (warga desa Kalisidi) mengalami

    permasalahan karena hari persalinan terjadi pada hari Minggu, tepatnya tanggal 11

    April 2010, yang mayoritas dokter inti sedang libur. Setelah tidak dapat melakukan

    persalinan di rumah sakit wilayah Ungaran dan Bawen, pasangan tersebut kemudian

    mendapat saran untuk melakukan persalinan di sebuah rumah sakit swasta di wilayah

    Semarang. Oleh karena berstatus swasta, maka biaya yang telah dipersiapkan dirasa

    kurang.

    Kemudian Suwarto pergi ke BAZIS Kabupaten Semarang untuk meminta

    bantuan berupa pinjaman konsumtif. Setelah melakukan diskusi dengan Bapak

    Muhammad Maksum, Suwarto mendapat pinjaman sebesar Rp. 1.500.000,00 (satu

    juta lima ratus rupiah) dengan masa pengembalian selama lima bulan. Pinjaman

    tersebut telah dilunasi sesuai dengan waktu perjanjian.

    78 Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Muhammad Maksum, Bagian

    Pendayagunaan ZIS BAZIS Kabupaten Semarang, tanggal 30 Nopember 2010.

  • 48

    BAB IV

    ANALISIS PENDAYAGUNAAN ZAKAT UNTUK PINJAMAN KONSUMTIF BAGI

    KORBAN BENCANA DI BAZIS KABUPATEN SEMARANG

    A. Analisis Latar Belakang Pendayagunaan ZIS untuk Pinjaman Konsumtif Bagi Korban

    Bencana di BAZIS Kabupaten Semarang

    Pendayagunaan ZIS untuk pinjaman konsumtif di BAZIS Kabupaten Semarang

    sebagaimana telah dijelaskan di atas lebih didasari oleh adanya prinsip taawun (tolong

    menolong). Prinsip tolong menolong itu bukanlah prinsip yang tidak diatur maupun dijelaskan

    dalam Islam. Bahkan prinsip tersebut merupakan prinsip yang harus dilaksanakan oleh umat

    Islam sebagaimana disebutkan Allah dalam Q.S. al-Maidah ayat 2 berikut ini:

    ....(# u$ ys? u n?t h$ 9 9$# 3 u) G9$#u ( u (# u$ys? n? t OM} $# u 9$# u .... ...dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran...

    Dari ayat di atas jelas sekali bahwa umat Islam diperintahkan untuk saling tolong

    menolong dalam kebaikan dan ketakwaan dan dilarang untuk melakukan tolong menolong

    dalam perbuatan dosa dan pelanggaran. Dilihat dari esensi ayat di atas, maka prinsip dasar

    yang digunakan oleh BAZIS Kabupaten Semarang dalam menerapkan pinjaman konsumtif

    bagi orang yang terkena musibah dari ZIS tidaklah bertentangan dengan perintah Allah.

    Namun jika dilihat dari kondisi obyek penerima pinjaman, maka sekilas akan muncul

    pertanyaan bukankah obyek penerima pinjaman konsumtif BAZIS Kabupaten Semarang

    dalam kondisi terkena bencana dan dapat masuk ke dalam kategori mustahik? Dengan

    demikian, idealnya tidak mendapatkan pinjaman melainkan mendapatkan hibah dari ZIS.

    Dalam perkembangan pemikir Islam kontemporer, keadaan tersebut dapat

    menjadikan seseorang masuk sebagai mustahik dari kelompok ibnu sabil. Hal tersebut tidak

    berlebihan karena pemaknaan ibnu sabil menurut para pemikir Islam dapat dikembangkan.

    Ibnu Sabil bukan lagi mencakup pengertian musaffir yang kehabisan bekal tetapi juga

  • 49

    mencakup para pengungsi, baik karena alasan politik, maupun karena lingkungan alam seperti

    banjir, tanah longsor, gunung meletus, kebakaran, dan lain-lain.79 Hasbi ash-Shiddieqy

    menambahkan secara rinci tentang alokasi zakat bagi ibnu sabil yang dapat dikembangkan

    untuk :

    a. Mengirim mahasiswa ke luar negeri.

    b. Untuk ekspedisi ilmiah.

    c. Pengiriman utusan ke konferensi-konferensi.

    d. Untuk perbaikan jalan umum/untuk lancarnya lalu lintas pendidikan atau pemeliharaan

    anak yatim.80

    Bila mendasarkan pada penjelasan Ahmad Basyir, maka kelahiran yang dialami oleh

    kedua pasangan di atas dapat dikategorikan sebagai musibah. Pertama, karena kelahiran

    tersebut terjadi pada akhir bulan dan dilakukan dengan bedah cesar yang mana hal tersebut

    tidak diperkirakan oleh pasangan M. Ali Afif-Nur Anisa. Kedua, karena kelahiran anak

    pasangan Suwarto-Kastinah lahir pada hari Minggu sehingga menyebabkan mereka harus

    melakukan persalinan kelahiran anaknya di rumah sakit swasta yang biayanya lebih mahal.

    Hal yang demikian juga bukan merupakan hal yang telah diketahui sebelumnya maupun

    direncanakan.

    Akan tetapi menurut penulis, keadaan yang dialami oleh kedua pasangan tersebut

    tidak serta merta dapat dikategorikan sebagai alasan yang dapat menyebabkan kedua pasangan

    berhak menerima hibah zakat sebagai ibnu sabil. Hal ini dikarenakan kondisi yang dialami

    kedua pasangan tersebut tidak berlaku dalam jangka waktu yang lama serta tidak adanya

    aspek hilangnya sumber ekonomi dari kedua pasangan tersebut. Berbeda dengan pengungsi

    akibat bencana atau politik yang berada di wilayah di luar domisilinya serta terhentinya

    sumber ekonomi mereka akibat musibah tersebut.

    79 Ahmad Azhar Basyir, op. cit., hlm. 76..

    80 Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqy, op. cit., hlm. 26; Mengenai masuknya anak

    yatim ke dalam ibnu sabil dapat dibandingkan dengan pendapat yang termaktub dalam Yusuf Qardawi, op. cit., hlm. 567.

  • 50

    Lebih lanjut, esensi ZIS adalah bantuan yang diberikan berkaitan dengan pemenuhan

    kebutuhan ekonomi akibat adanya aspek kekurangan untuk memenuhi kebutuhan hidup (faqir,

    miskin, riqab, gharim dan ibnu sabil), adanya perjuangan yang dilakukan oleh seseorang (fi

    sabilillah dan amil) dan untuk menguatkan keimanan seseorang (muallaf). Apabila

    disandarkan pada esensi tersebut, maka keadaan yang dialami oleh kedua pasangan di atas

    tidak termasuk salah satu dari tiga esensi tersebut. Terlebih lagi apabila melihat realitanya,

    kedua pasangan tersebut telah mampu melunasi pinjaman tersebut yang berarti bahwa kedua

    pasangan tersebut memiliki kemampuan ekonomi yang lebih.

    Oleh sebab itulah, menurut penulis, langkah pendayagunaan ZIS yang dilakukan oleh

    BAZIS Kabupaten Semarang dapat diterima dan disepakati. Hal ini karena dalam praktek

    tersebut, BAZIS Kabupaten Semarang mampu mengimplementasikan aspek taawun

    sebagaimana diperintahkan oleh Allah, tanpa mengurangi hak mustahik untuk tetap dapat

    menerima hibah dari ZIS yang dikelola oleh BAZIS Kabupaten Semarang.

    B. Tinjauan Hukum Islam terhadap Pendayagunaan ZIS untuk Pinjaman Konsumtif Bagi

    Korban Bencana di BAZIS Kabupaten Semarang

    Islam adalah agama yang diturunkan untuk menjadi rahmatan lil alamin bagi umat

    manusia. Salah satu wujud dari konsep rahmatan lil alamin-nya Islam adalah adanya rukhsah

    (keringanan) dari Allah bagi umat manusia baik dalam hal ibadah maupun yang berkaitan

    dengan perubahan hukum.81 Keringanan dan kebolehan perubahan hukum seperti yang telah

    dijelaskan di atas pada dasarnya dapat terjadi karena adanya konsep dharurat (darurat) yang

    dialami oleh umat manusia. Keadaan disebut darurat adalah apabila datang kondisi bahaya

    atau kesulitan yang amat berat kepada diri seseorang manusia yang membuat khawatir akan

    terjadi kerusakan atau sesuatu yang menyakiti jiwa, anggota tubuh, kehormatan, akal, harta,

    81 Keringan dalam hal ibadah seperti kebolehan menjadikan menyingkat jumlah rakaat pada

    shalat, mengerjakan dua shalat dalam satu waktu, hingga penggantian ibadah puasa dengan fidyah bagi umat manusia yang berada dalam keadaan tertentu yang telah ditetapkan dalam ajaran Islam. Sedangkan keringan dalam hal hukum seperti kebolehan perubahan hukum dari haram menjadi halal ketika manusia terlantar di suatu tempat dan tidak ada makanan yang dapat dimakan selain makanan yang dilarang oleh Islam. Dalam keadaan seperti itu, Islam membolehkan manusia memakan makanan tersebut demi bertahan hidup.

  • 51

    dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya.82 Penjelasan ini jika disederhanakan akan

    berujung pada kesimpulan bahwa kemaslahatan lebih diutamakan daripada kemadlaratan.

    Sebelum membahas lebih jauh mengenai persepsi mashlahat dan madlarat

    pendayagunaan zakat untuk pinjaman konsumtif di BAZIS Kabupaten Semarang, maka ada

    baiknya dipaparkan terlebih dahulu hikmah dan manfaat dari zakat.

    Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung hikmah dan manfaat yang

    demikian besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan orang yang berzakat (muzakki),

    penerimanya (mustahiq), harta yang dikeluarkan zakatnya, maupun bagi masyarakat

    keseluruhan. Di antara hikmahnya antara lain:

    Pertama, manifestasi rasa syukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT,

    menumbuhkan akhlak mulia dengan: rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat

    kikir, rakus dan materialistis, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus membersihkan dan

    mengembangkan harta yang dimiliki. Dengan bersyukur, harta dan nikmat yang dimiliki akan

    semakin bertambah berlipat ganda.83 Firman Allah dalam surah Ibrahim ayat 7,

    ) u r's? 3/u s9 ? x6 x 3 y V{ ( s9 u n x2 ) 1# xt ts9

    Artinya:"Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih". (Q.S. Ibrahim: 7)84

    Kedua, dapat menolong, membantu dan membina fakir miskin, ke arah kehidupan

    yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya

    dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus

    menghilangkan sifat: iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul dari kalangan mereka, ketika

    82 Apabila seorang manusia berada dalam keadaan yang demikian tersebut, maka dia

    diperbolehkan untuk mengerjakan yang diharamkan atau meninggalkan yang diwajibkan, atau menunda waktu pelaksanaan guna menghindari kemudlaratan yang diperkirakan dapat menimpa dirinya selama tidak keluar dari syarat-syarat yang ditentukan oleh syara. Konsep darurat dalam Islam meliputi segala aspek kehidupan manusia, mulai dari aspek ibadah, aspek kebutuhan hidup, hingga aspek sosial budaya.Lihat dalam Wahbah az-Zuhaili, op. cit; mengenai batasan pengertian darurat dapat dilihat dalam hlm. 71; sedangkan mengenai lingkup darurat yang meliputi seluruh aspek kehidupan dapat dibaca dalam hlm. 51-53.

    83Abdurrahman Qadir, Zakat dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998, hlm. 82.

    84Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, op.cit., hlm. 379.

  • 52

    mereka melihat orang kaya yang memiliki harta cukup banyak. Zakat sesungguhnya bukanlah

    sekedar memenuhi kebutuhan para mustahiq, terutama fakir miskin, yang bersifat konsumtif

    dalam waktu sesaat, akan tetapi memberikan kecukupan dan kesejahteraan kepada mereka,

    dengan cara menghilangkan ataupun memperkecil penyebab kehidupan mereka menjadi

    miskin dan menderita.85

    Kebakhilan dan ketidakmauan berzakat, di samping akan menimbulkan sifat hasad

    dan dengki dari orang-orang yang miskin dan menderita, juga akan mengundang azab Allah

    SWT. Firman-Nya dalam surah an-Nisaa': 37,

    t %!$# t =y 7 t t &'t u Z$9 $# 79 $$/ F6 t u !$t 9 s?# u !$# & # s 3 $ttFr&u t x6 =9 $\/# xt $Y

    Artinya: "(Yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan menyempurnakan karunia-Nya kepada mereka. Dan Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir siksa yang menghinakan." ( Q.S. an-Nisaa' : 37).86

    Ketiga, membantu para mujahid yang seluruh waktunya digunakan untuk berjihad di

    jalan Allah, yang karena kesibukannya tersebut, ia tidak memiliki waktu dan kesempatan

    untuk berusaha dan berikhtiar bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya. Allah SWT

    berfirman dalam al-Baqarah: 273,

    !# ts)=9 % !$# (#m & 6 y !$# tGt $\/| F{ $# 7 |t s $yf 9$# u !$u r& #yG9 $# s? y/ =tt Z$9$# $]$ys 9 ) 3 $t u (#) ? 9$ 0 yz *s

    !$# / =t Artinya: " (Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah,

    mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat- sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui."87

    85Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani, 2002, hlm. 10 11.

    86Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, op.cit., hlm. 69. 87Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, op.cit., hlm. 68.