Analisis Hukum Islam Terhadap Pendayagunaan Zis Untuk Pinjaman Korban Bencana
-
Upload
khairul-alonx -
Category
Documents
-
view
23 -
download
1
description
Transcript of Analisis Hukum Islam Terhadap Pendayagunaan Zis Untuk Pinjaman Korban Bencana
-
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENDAYAGUNAAN ZIS UNTUK PINJAMAN KONSUMTIF BAGI KORBAN
BENCANA DI BAZIS KABUPATEN SEMARANG
Skripsi
Disusun Guna Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S 1)
Dalam Ilmu Syariah Jurusan Muamalah
Disusun Oleh :
FAHRUL ANAM 2104060
FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG 2011
-
ii
Tolkah. H. M.A Jl. Karonsih Baru Raya No.87 Ngaliyan Semarang
Johan Arifin,S.Ag.M.M Perum BPI Blok D No 1 Semarang
NOTA PERSETUJUAN PEMBIMBING Lamp. : 4 (empat) eksemplar Hal : Naskah Skripsi
An. Sdr.Fahrul Anam Kepada Yth. Dekan Fakultas Syari'ah IAIN Walisongo Semarang di - Semarang
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Setelah membaca, mengadakan koreksi dan mengadakan perbaikan sebagaimana mestinya, maka menyatakan naskah skripsi Saudara: Nama : Fahrul Anam NIM : 2104060/042311060 Jurusan : Hukum Ekonomi Islam/ Muamalah Judul Skripsi : Analisis Hukum Islam Terhadap Pendayagunaan ZIS
Untuk Pinjaman Konsumtif Bagi Korban Bencana di BAZIS Kabupaten Semarang
Dengan ini kami setujui dan mohon kiranya naskah skripsi saudara tersebut dapat segera dimunagosyahkan. Demikian atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
-
iii
-
iv
MOTTO
$y) Ms% y9 $# !#t s)=9 3| y9 $# u t,#y9 $# u $p n=t pix9 x 9 $#u 5 =% u >$s% h9 $# tt9 $# u u 6 y !$# $# u 69$# ( Zpi s i !$# 3 !$# u =t 6ym
Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.1
1 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, Semarang: Toha
Putra, 1992, hlm. 288.
-
v
PERSEMBAHAN Bapak dan Ibu tercinta, karya ini terbingkai dari keringat dan air matamu
yang senantiasa jatuh penuh keridlaan demi ego diriku.
Istriku tercinta, setiap lelahku senantiasa kau hapus dengan torehan
semangat demi keindahan hidup dunia dan akhirat.
Mertuaku terkasih, restu dan doa telah menjelma dalam mewujudkan cita-
cita; syukron katsiron
Fakultas Syariah IAIN Walisongo, semoga karya ini menjadi bukti cinta
dan pengabdianku kepadamu dan bukan pertanda perpisahanku denganmu.
-
vi
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, Juni 2011 Deklarator
Fahrul Anam 2104060
-
ABSTRAK
Zakat pada dasarnya adalah bentuk ibadah social yang telah ditentukan oleh Allah mengenai hakekat pendistribusiannya. Dalam kajian teori Islam, pemberian zakat dapat dilakukan dengan mendasarkan pada dua aspek, yakni aspek konsumtif dan aspek produktif. Pendistribusian melalui aspek produktif identik dengan pendistribusian zakat sebagai modal usaha bagi mustahik. Sedangkan pendistribusian zakat melalui aspek konsumtif lebih cenderung untuk memenuhi kebutuhan konsumsi para mustahik. Dalam perkembangan zakat, pendistribusian zakat produktif dapat dilaksanakan dengan jalan pemberian hutang. Namun demikian, ternyata di BAZIS Kabupaten Semarang, pemberian hutang dari dana zakat tidak hanya digunakan dalam zakat produktif semata akan tetapi juga diterapkan pada aspek konsumtif. Fenomena ini tentu akan menimbulkan pertanyaan seputar praktek tersebut dalam tinjauan hukum Islam. Oleh sebab itu perlu adanya penelusuran terkait dengan praktek pendayagunaan ZIS yang dilakukan oleh BAZIS Kabupaten Semarang. Penelitian ini tentu akan menjadi sarana untuk mengetahui legalitas pendayagunaan ZIS dalam konteks hukum Islam.
Untuk mencari jawaban tersebut, maka dalam penelitian ini dirumuskan dua rumusan masalah yakni: Bagaimana latar belakang pendayagunaan ZIS untuk pinjaman konsumtif di BAZIS Kabupaten Semarang dan Bagaimana pendayagunaan ZIS untuk pinjaman konsumtif di BAZIS Kabupaten Semarang dalam perspektif maslahat dan madlarat.
Metodologi penelitian yang digunakan sebagai penunjang adalah metodologi penelitian lapangan yang bersifat kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik wawancara dan dokumentasi. Sedangkan analisa data menggunakan teknik analisa deskripstif kualitatif.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa langkah pendayagunaan ZIS yang dilakukan oleh BAZIS Kabupaten Semarang berdasarkan teori fiqih Islam dapat diterima dan disepakati. Hal ini karena dalam praktek tersebut BAZIS Kabupaten Semarang mampu mengimplementasikan aspek taawun sebagaimana diperintahkan oleh Allah sebagai latar belakang pendayagunaan ZIS tanpa mengurangi hak mustahik untuk tetap dapat menerima hibah dari ZIS yang dikelola oleh BAZIS Kabupaten Semarang. Ditinjau dari maslahat dan mafsadat, pendayagunaan ZIS oleh BAZIS Kabupaten Semarang lebih cenderung merupakan bentuk kebijakan untuk menghilangkan kemungkinan dua kemadlaratan yang timbul dari praktek tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pendayagunaan ZIS oleh BAZIS Kabupaten Semarang sesuai dengan kaidah pelaksanaan hukum Islam, yakni kemadlaratan harus dihilangkan.
-
viii
KATA PENGANTAR
" .
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Tiada kata yang pantas diucapkan selain ucapan syukur kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat, taufiq serta hidayahnya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi dengan judul ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP
PENDAYAGUNAAN ZIS UNTUK PINJAMAN KONSUMTIF BAGI KORBAN
BENCANA ALAM DI BAZIS KABUPATEN SEMARANG, disusun sebagai
kelengkapan guna memenuhi sebagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar
sarjana dalam Ilmu Hukum Islam di Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak dapat berhasil
dengan baik tanpa adanya bantuan dan uluran tangan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. Imam Yahya, M.A. selaku Dekan Fakultas Syariah, yang telah memberi
kebijakan teknis di tingkat fakultas.
2. H. Tolkah, H.M.A. dan Johan Arifin S.Ag., M.M., selaku Pembimbing I dan II
yang dengan penuh kesabaran dan keteladanan telah berkenan meluangkan waktu
dan memberikan pemikirannya untuk membimbing dan mengarahkan peneliti
dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi.
-
ix
3. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang yang telah
memberi bekal ilmu pengetahuan serta staf dan karyawan fakultas syariah, dengan
pelayanannya.
4. Orang tua dan istriku atas doa restu dan pengorbanan baik secara moral ataupun
material yang tidak mungkin terbalas.
5. Segenap pihak yang tidak mungkin disebutkan, atas bantuannya baik moril
maupun materiil secara langsung atau tidak dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga semua amal dan kebaikannya yang telah diperbuat akan mendapat
imbalan yang lebih baik lagi dari Allah SWT dan penulis berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat. Amin
Semarang, Juni 2011 Penyusun
Fahrul Anam 2104060
-
x
DAFTAR ISI
Halaman Cover ......................................................................................... i Halaman Persetujuan Pembimbing ........................................................ ii Halaman Pengesahan ................................................................................ iii
Halaman Motto ......................................................................................... iv
Halaman Persembahan ............................................................................. v
Halaman Deklarasi ................................................................................... vi Halaman Abstrak ...................................................................................... vii
Halaman Kata Pengantar ......................................................................... viii
Daftar Isi .................................................................................................... x
Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang ................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................... 5 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................... 5 D. Telaah Pustaka ................................................................ 6 E. Metodologi Penelitian ..................................................... 9 F. Sistematika Penulisan ..................................................... 12
Bab II Konsep ZIS (Zakat Infaq dan Shadaqah) A. Pengertian ZIS ................................................................. 14
B. Dasar Hukum ZIS ........................................................... 23 C. Golongan Penerima ZIS .................................................. 26
Bab III Pendayagunaan Zakat Infaq dan Shadaqah (ZIS) untuk Pinjaman Konsumtif di BAZIS Kabupaten Semarang A. Profil BAZIS Kabupaten Semarang ................................ 36
B. Pengelolaan ZIS di Kabupaten Semarang ....................... 39 1. Proses Pengumpulan ................................................. 39 2. Pendayagunaan ZIS sebagai Pinjaman Konsumtif di
BAZIS Kabupaten Semarang .................................... 44
-
xi
Bab IV Analisis Pendayagunaan Zakat Infaq dan Shadaqah (ZIS) untuk Pinjaman Konsumtif di BAZIS Kabupaten Semarang A. Analisis Latar Belakang Pendayagunaan Zakat Infaq
dan Shadaqah (ZIS) untuk Pinjaman Konsumtif di BAZIS Kabupaten Semarang .......................................... 48
B. Pendayagunaan Zakat Infaq dan Shadaqah (ZIS) untuk Pinjaman Konsumtif di BAZIS Kabupaten Semarang dalam Perspektif Maslahat dan Madlarat ........................ 51
Bab V Penutup A. Kesimpulan ..................................................................... 62 B. Saran-saran ...................................................................... 63 C. Penutup ............................................................................ 63
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BIOGRAFI PENULIS
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zakat merupakan salah satu ketetapan Allah yang menyangkut harta. Allah
menjadikan harta benda sebagai sarana kehidupan umat manusia, dan karena itu harus
diarahkan guna kepentingan bersama. Seseorang yang telah memenuhi syarat-syaratnya
berkewajiban untuk menunaikan zakat. Zakat juga sangat penting artinya bagi peningkatan
kehidupan ekonomi umat dan kesejahteraannya.2
Zakat secara istilah, beberapa pendapat tokoh berkesimpulan pada pemaknaan zakat
sebagai sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan
kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu dengan harapan untuk
mendapatkan berkah, membersihkan jiwa dan harta.3 Dengan demikian dapat dimengerti
bahwasanya zakat memiliki dua nilai fungsi. Nilai fungsi yang pertama berkaitan dengan
orang yang mengeluarkan zakat, yakni zakat berfungsi untuk membersihkan jiwa dan harta
benda muzakki. Sedangkan fungsi kedua adalah berkaitan dengan orang yang menerima zakat
tersebut. Fungsi ini berkaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan dan wujud prinsip
taawun dalam ajaran Islam.
Oleh karena pentingnya manfaat zakat, maka Islam juga memberikan tata aturan
dalam pengelolaan zakat maupun shadaqah. Manajemen zakat yang ditawarkan oleh Islam4
dapat terlihat dalam al-Quran surat at-Taubah: 103 bahwa Allah memerintahkan Rasul SAW
untuk memungut zakat.
2 Sjechul Hadi Permono, Sumber-Sumber Penggaliaan Zakat, Jakarta: Pustaka Firdaus,
Cet.1, 2003, hlm.1 3 Penjelasan mengenai pengertian zakat dari para tokoh di antaranya dapat dilihat dalam
Didin Hafidhuddin, Panduan Praktis tentang Zakat, Infak, Sedekah, Jakarta: Gema Insani, 1998, hlm. 13; Hasan Basri, Zakat Untuk Kesejahteraan Umat dan Zakat Untuk Pembangunan Bangsa dalam Zakat dan Pajak, B. Wiwoho, dkk (editor), Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1994, hlm. 32.
4 Masdar F. Masudi, et.al., Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS Menuju Efektifitas
Zakat,Infaq dan Sedekah, Jakarta: Cet.ke-1, 2004, hlm. 15
-
2
!" #$ %&" '()* +,-. " /0 1
Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk meereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka dan Allah mendengar lagi maha mengetahui.5
Dari keterangan ayat tersebut, jelas bahwa pengelolaan zakat mulai dari memungut,
menyimpan dan tugas mendistribusikan harta zakat berada di bawah wewenang Rasul dan
dalam konteks sekarang zakat dikelola oleh suatu badan resmi baik yang langsung dikelola
pemerintah (BAZ) maupun swasta (LAZ).
Secara konseptual, Islam sangat berpotensi untuk memajukan masyarakat dan
komunitas penganutnya, khususnya dalam bidang sosial dan ekonomi. Islam memiliki konsep
zakat yang merupakan kepedulian the have (al-aghniya) terhadap kaum yang lemah. Zakat
yang dibayarkan seorang muzaki yang diberikan kepada 8 golongan mustahiq. Sebagaimana
ditegaskan dalam firman-Nya :
2#-)( 34" $55- ,670" # 8#9" 8%#:0" ;#-.?@ #0?A" 1 +,BC(4 !D?: $" 1 !D 34" 8E#F"G 1
Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat (mal dan fitrah) itu hanyalah diperuntukkan bagi : (1) Para Fakir, (2) Para Miskin, (3) Para
Pengurus Zakat,(4) para Muallaf yang dibujuk hatinya, (5) memerdekakan budak, (6) para gharim ( orang-orang yang dililit
utang), (7) biaya perjuangan di jalan Allah dan (8) ibnu sabil (orang-orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan). Itulah
ketetapan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Bijaksana. (Q.S. At-Taubah : 60)
Ayat tersebut secara tegas dan jelas telah menetapkan bahwa harta zakat yang
berhasil dihimpun oleh organisasi amil zakat hanyalah diperuntukkan bagi 8 asnaf atau
5 Departemen Agama RI, Al-Quran Dan Terjemah, Semarang: CV. Al-waah.
-
3
delapan kelompok pembagian. Kedelapan asnaf inilah yang kemudian diistilahkan dengan
mustahiq zakat atau orang-orang yang berhak menerima pembagian zakat.6
Pada perkembangannya, ke-8 ashnaf tidak selalu ditemukan secara utuh dalam
sebuah negara. Misal saja kelompok budak yang tidak akan mungkin ditemukan dalam negara
yang tidak mengenal prinsip perbudakan seperti Indonesia. Selain itu, ada juga perkembangan
ruang lingkup kelompok mustahiq. Salah satu contoh perluasan batasan mustahik adalah
terkait dengan kelompok ibnu sabil. Jika pada masa nabi dan para sahabat batasan ibnu sabil
hanya terpusat pada orang-orang yang melakukan perjalanan jauh, maka di kalangan ulama
kontemporer, ibnu sabil diperluas cakupannya dengan memasukkan orang-orang yang
mengungsi maupun orang yang terkena bencana masuk ke dalam kategori ibnu sabil.7
Mengacu pada paparan mengenai perluasan batasan ibnu sabil, maka sudah
selayaknya orang yang menjadi korban bencana menjadi bagian dari kelompok yang berhak
menerima bantuan dari pendayagunaan zakat, infaq dan shadaqah (ZIS). Meski demikian,
tidak semua korban bencana alam dapat menerima bantuan pendayagunaan ZIS secara
cuma-cuma layaknya mereka menerima zakat. Hal ini dapat terlihat di wilayah Kabupaten
Semarang yang mana telah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Semarang
Nomor 67 Tahun 2008 Pasal 1 ayat 30. Dalam Perda tersebut dijelaskan bahwa salah satu
pendayagunaan ZIS adalah dengan memberikan bantuan berupa pinjaman konsumtif kepada
korban bencana alam.8 Realita ini tentu kurang sesuai dengan pendapat para ulama
kontemporer dan keadaan dari para korban bencana alam.
Idealnya, orang yang kesusahan akibat bencana alam sangat membutuhkan bantuan
konsumtif secara gratis. Menurut Ilyas Supena dan Darmuin, korban bencana alam dapat
dikategorikan sebagai mustahik zakat dari kelompok ibnu sabil karena adanya aspek
6 M. Nipan Abdul Halim, Mengapa Zakat Disyariatkan, Bandung: M25, Cet. Ke-1,
hlm.108 7 Lihat dalam Ahmad Azhar Basyir, Hukum Zakat, Yogyakarta: Lukman Offset, Cet. ke-1,
1997, hlm. 76. 8 Perda Kabupaten Semarang Nomor 67 Tahun 2008.
-
4
kehabisan bekal.9 Pada dasarnya, ibnu sabil bermakna orang yang kehabisan bekal dalam
perjalanan.10 Oleh para ulama, yang salah satunya dicontohkan dalam pendapat Ilyas Supena
dan Darmuin, pemaknaan ibnu sabil dikembangkan atas dasar habisnya bekal. Oleh sebab
itu, maka secara tidak langsung orang yang terkena bencana alam adalah mustahik zakat dari
ibnu sabil yang harus diberikan zakat secara cuma-cuma. Sebab zakat sendiri pada dasarnya
merupakan sedekah11 sehingga memiliki karakteristik cuma-cuma dan tidak perlu adanya
penggantian dari mustahik atas pemberian zakat tersebut.
Namun kenyataannya, dalam Perda tersebut, bantuan konsumtif tersebut tidak
diberikan secara gratis melainkan diberikan dalam bentuk pinjaman yang harus
dikembalikan dalam rentang waktu yang telah disepakati. Oleh sebab itulah, maka penulis
bermaksud untuk melaksanakan penelitian terkait dengan fenomena di Kabupaten Semarang
dalam sebuah tema dan judul Analisis Pendayagunaan ZIS untuk Pinjaman Konsumtif Bagi
Korban Bencana di BAZIS Kabupaten Semarang
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana latar belakang pendayagunaan ZIS untuk pinjaman konsumtif bagi korban
bencana di BAZIS Kabupaten Semarang?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pendayagunaan ZIS untuk pinjaman
konsumtif bagi korban bencana di BAZIS Kabupaten Semarang?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Latar belakang pendayagunaan ZIS untuk pinjaman konsumtif bagi korban bencana di
BAZIS Kabupaten Semarang.
9 Ilyas Supena dan Darmuin, Manajemen Zakat, Semarang: Walisongo Press, 2009, hlm.
42. 10
Lihat dalam Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2005, hlm. 191; Ibnu sabil juga dapat dimaknai sebagai metafora dari musafir yang kehabisan bekal dalam perjalanan di daerah yang asing. Lihat dalam Abdullah Nashih Ulwan, Zakat Menurut 4 Mazhab, terj. Samson Rahman, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2008, hlm. 77.
11 Mengenai karakter sedekah dalam zakat dapat dilihat dalam Muhammad Hasbi ash-
Shiddieqy, op. cit., hlm. 3.
-
5
2. Tinjauan hukum Islam terhadap pendayagunaan ZIS untuk pinjaman konsumtif bagi
korban bencana di BAZIS Kabupaten Semarang.
Sedangkan manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini akan menjadi media tolak ukur bagi penulis dalam upaya mengaplikasikan
ilmu pengetahuan yang telah penulis peroleh selama melakukan studi.
2. Hasil penelitian ini akan dapat menambah wacana keilmuan muamalah, khususnya terkait
dengan permasalahan pendayagunaan ZIS.
3. Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu tinjauan terkait dengan keabsahan
pendayagunaan ZIS untuk pinjaman konsumtif dalam perspektif hukum Islam.
4. Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat menjadi salah satu ukuran legalitasi hukum
Islam atas kebijakan pemerintah, khususnya yang berkaitan dengan pendayagunaan zakat.
D. Telaah Pustaka
Untuk menghindari adanya asumsi plagiatisasi dalam penelitian ini, maka berikut ini
akan penulis paparkan beberapa karya ilmiah yang memiliki kemiripan dengan obyek masalah
yang akan penulis teliti.
Pertama, buku karya Sayyid Sabiq yang berjudul Fiqhus Sunnah, Terj. Mahyuddin
Syaf, Fiqih Sunnah 3. Dalam buku ini dijelaskan tentang mustahik zakat. Dalam
penjelasannya disebutkan pula pengertian tentang ibnu sabil yang mana dalam pemaparannya
dinyatakan bahwa pemaknaan ibnu sabil adalah orang yang kehabisan bekal dalam
perjalanannya. Makna ini cenderung didasarkan pada makna harfiah dari ibnu sabil.
Kedua, buku karya Saifudin Zuhri yang berjudul Zakat Kontekstual. Dalam buku ini
dijelaskan bahwasanya ibnu sabil bukan hanya orang yang kehabisan bekal dalam
perjalanannya. Ibnu sabil juga diasumsikan sebagai orang-orang yang mengungsi akibat
adanya bencana alam ataupun orang yang meminta suaka.
Ketiga, hasil penelitian dari Muhammad Zuhri (2100246), mahasiswa Fakultas
Syariah dengan judul penelitian Pelaksanaan Pendistribusian Zakat Mal Di Desa Brambang
Kecamatan Karangawen Kabupaten Demak. Hasil dari penelitian tersebut menjelaskan
-
6
bahwasanya dalam pelaksanaan zakat mal di Desa Brambang, masyarakat lebih memilih
melakukan pendistribusian sendiri tanpa melalui amil zakat. Hal ini dikarenakan
ketidakpercayaan masyarakat terhadap kinerja amil zakat.
Keempat, hasil penelitian dari Sueni (2102149), mahasiswa Fakultas Syariah IAIN
Walisongo Semarang dengan judul Studi Analisis Terhadap Pendayagunaan Zakat Di Badan
Amil Zakat (Baz) Kabupaten Banjarnegara Relevansinya Dengan Uu Nomor 38 Tahun 1999
Pasal 16 Ayat 1 Dan 2 Tentang Pengelolaan Zakat. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwasanya pendayagunaan zakat dilakukan dengan bentuk pemberian beasiswa kepada para
pelajar yang kurang mampu. Secara hukum Islam, anak-anak belum dapat dijadikan sebagai
mustahik zakat selama mereka masih memiliki orang tua yang seagama (Islam).
Pendistribusian tersebut lebih didasarkan pada anggapan bahwa anak hanyalah obyek zakat
sedangkan dasar mustahiknya dilandaskan pada kondisi orang tua mereka.
Kelima, Ahmad Mustahal dalam laporan hasil penelitian berbentuk skripsi yang
berjudul, Analisis Terhadap Penghitungan Nishab Zakat Penghasilan (Studi Analisis Di
Badan Pelaksana Urusan Zakat Muhammadiyah (BAPELURZAM) PDAM Kendal). Penelitian
ini memusatkan kajian pada pelaksanaan zakat penghasilan yang dilaksanakan oleh Badan
Pelaksana Urusan Zakat Muhammadiyah Kendal. Penelitian ini berbeda dengan penelitian
yang akan penulis laksanakan. Meskipun memiliki kesamaan terkait dengan badan pengelola
zakat di lokasi yang sama, yakni di wilayah Kabupaten Kendal, penelitian yang akan penulis
laksanakan lebih memusatkan pada lingkup badan amil zakat lingkup pemerintahan. Hal
inilah yang menjadi pembeda dengan penelitian yang telah dilaksanakan oleh Ahmad
Mustahal yang hanya meneliti badan amil zakat milik organisasi tertentu.
Berdasarkan hasil penelusuran penulis tentang kajian pustaka di atas, maka dapat
diketahui bahwasanya sepanjang penelusuran penulis tidak ada kesamaan antara penelitian
yang akan penulis laksanakan dengan penelitian-penelitian terdahulu. Oleh sebab itu, penulis
menganggap bahwasanya penelitian yang akan penulis laksanakan akan aman dari asumsi
plagiatisasi atau duplikasi.
-
7
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang bersifat kualitatif, maksud
dari penelitian lapangan yakni penelitian yang datanya penulis peroleh dari lapangan,
baik berupa data lisan maupun data tertulis (dokumen) sedang maksud dari kualitatif
adalah penelitian ini bersifat untuk mengembangkan teori, sehingga menemukan teori
baru dan dilakukan sesuai dengan kaidah non statistik.12
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terbagi ke dalam dua jenis sumber data dengan
penjelasan sebagai berikut:
a. Sumber data primer, yakni sumber yang dapat memberikan informasi secara
langsung, serta sumber data tersebut memiliki hubungan dengan masalah pokok
penelitian sebagai bahan informasi yang dicari.13 Dalam penelitian ini yang masuk ke
dalam sumber data primer adalah data yang berkaitan dengan praktek
pendayagunaan ZIS untuk pinjaman konsumtif di BAZIS Kabupaten Semarang.
Data-data tersebut meliputi data tentang latar belakang pinjaman konsumtif, data
tentang pihak yang menerima pinjaman konsumtif dan data tentang proses pemberian
pinjaman konsumtif.
b. Sumber data sekunder, yakni sumber-sumber yang menjadi gahan penunjang dan
melengkapi dalam melakukan suatu analisis, selanjutnya data ini disebut juga data
tidak langsung atau data tidak asli.14 Sumber data sekunder dalam penelitian ini
adalah sumber yang dapat memberikan informasi terkait dengan data sekunder yang
meliputi laporan-laporan yang berkaitan dengan pendayagunaan ZIS.
3. Metode Pengumpulan Data
12 Lexy J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002,
hlm. 75. 13
Safiudin Azwar, Metodolog Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998, hlm. 91. 14
Ibid, hlm. 92.
-
8
Proses pengumpulan data penelitian ini menggunakan metode-metode sebagai
berikut:
a. Metode Wawancara
Metode wawancara adalah suatu metode pengumpulan data yang dilakukan
dengan melakukan percakapan dengan sumber informasi secara langsung (tatap
muka) untuk memperoleh keterangan yang relevan15 dengan penelitian ini. Obyek
wawancara penelitian ini adalah Pengurus BAZIS Kabupaten Semarang dan tidak
melibatkan mustahik. Hal ini dikarenakan dari pihak BAZIS Kabupaten Semarang
tidak diberikan izin untuk melakukan wawancara dengan pihak yang menerima
pinjaman konsumtif.
b. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data berupa sumber data
tertulis, yang berbentuk tulisan yang diarsipkan atau di kumpulkan. Sumber data
tertulis dapat dibedakan menjadi dokumen resmi, buku, ,majalah, arsip ataupun
dokumen pribadi dan juga foto.16
Data yang akan dikumpulkan melalui metode dokumentasi meliputi profil
BAZIS Kabupaten Semarang dan dokumen tentang laporan keuangan
pendayagunaan ZIS untuk pinjaman konsumtif.
Dalam proses pengumpulan data penelitian ini tidak digunakan metode
observasi. Pada mulanya, penulis ingin menggunakan metode tersebut. Namun karena
dalam proses penelitian penulis tidak menemukan praktek proses pemberian pinjaman
konsumtif maupun proses pembayaran tanggungan hutang pinjaman konsumtif, maka
penulis tidak mencantumkan metode tersebut sebagai metode pengumpulan data.
Sejumlah data yang diperoleh dalam penelitian ini hanya penulis dapatkan melalui
metode wawancara dan dokumentasi.
4. Analisa Data
15 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta 1998, hlm. 145.
16 Ibid hlm 145.
-
9
Proses analisa data merupakan suatu proses penelaahan data secara mendalam.
Menurut Lexy J. Moloeng proses analisa dapat dilakukan pada saat yang bersamaan
dengan pelaksanaan pengumpulan data meskipun pada umumnya dilakukan setelah data
terkumpul.17 Guna memperoleh gambaran yang jelas dalam memberikan, menyajikan,
dan menyimpulkan data, maka dalam penelitian ini digunakan metode analisa deskriptif
kualitatif, yakni suatu analisa penelitian yang dimaksudkan untuk mendeskripsikan suatu
situasi tertentu yang bersifat faktual secara sistematis dan akurat.18
Penggunaan metode deskriptif kualitatif memfokuskan pada adanya usaha untuk
menganalisa seluruh data (sesuai dengan pedoman rumusan masalah) sebagai satu
kesatuan dan tidak dianalisa secara terpisah.
Sedangkan pendekatan analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan hukum (law approach). Penggunaan pendekatan ini tidak lain dikarenakan
sebuah proses pengambilan dan penetapan hukum tidak akan dapat dilepaskan dari aspek-
aspek kehidupan pada saat proses tersebut berlangsung.
Melalui pendekatan hukum ini, data yang telah diperoleh akan dikaji dalam
konteks hukum. Dengan demikian, nantinya akan diperoleh perbandingan antara realitas
di lapangan dengan ketentuan hukum Islam terkait dengan pendayagunaan ZIS untuk
pinjaman konsumtif dalam Perda Kabupaten Semarang Nomor 67 Tahun 2008. Proses
analisa data akan dipaparkan pada bab IV dan hasil simpulannya akan dipaparkan pada
bab V.
F. Sistematika Penulisan
Penulisan hasil laporan penelitian yang penulis laksanakan terdiri dari tiga bagian
dengan penjelasan sebagai berikut:
17 Lexy J. Moleong, op. cit., hlm. 103.
18 Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: CV Pustaka Setia, 2002, hlm.
41
-
10
Bagian awal yang isinya meliputi halaman judul, halaman persetujuan pembimbing,
halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, halaman deklarasi, halaman kata
pengantar, halaman abstrak, dan halaman daftar isi.
Bagian isi yang merupakan bagian utama dari laporan hasil penelitian. Bagian ini
berisikan lima bab dengan penjelasan sebagai berikut:
Bab I, yakni Pendahuluan yang isinya meliputi latar belakang, rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab II, yakni Konsep ZIS (Zakat Infaq dan Shadaqah) dan Pinjaman dalam Hukum
Islam yang meliputi dua sub bab. Sub bab pertama Konsep ZIS yang isinya meliputi
pengertian, dasar hukum, tujuan dan manfaat, dan pendayagunaan ZIS. Sub bab kedua adalah
Konsep Pinjaman yang meliputi pengertian, klasifikasi pinjaman, dan ketentuan-ketentuan
dalam pinjaman.
Bab III Pendayagunaan ZIS untuk Pinjaman Konsumtif di BAZIS Kabupaten
Semarang. Bab ini terdiri dari dua sub bab. Sub bab yang pertama adalah Profil BAZIS
Kabupaten Semarang; sub bab kedua adalah Pendayagunaan ZIS untuk Pinjaman Konsumtif
di BAZIS Kabupaten Semarang..
Bab IV, Analisis Pendayagunaan ZIS untuk Pinjaman Konsumtif Bagi Korban
Bencana di BAZIS Kabupaten Semarang. Bab ini terdiri dari dua sub bab yakni Analisis
Latar Belakang Pendayagunaan ZIS untuk Pinjaman Konsumtif di BAZIS Kabupaten
Semarang dan Tinjauan Hukum Islam terhadap Pendayagunaan ZIS untuk Pinjaman
Konsumrtif di BAZIS Kabupaten Semarang.
Bab V Penutup yang isinya meliputi Kesimpulan, Saran-saran, dan Penutup.
Kemudian penulisan hasil laporan penelitian akan ditutup dengan bagian akhir yang
isinya meliputi daftar pustaka, lampiran, dan biografi penulis.
-
15
BAB II
KONSEP ZIS (ZAKAT INFAQ DAN SHADAQAH)
A. Pengertian Zakat, Infaq dan Shadaqah
Zakat termasuk salah satu rukun Islam, Zakat mulai disyariatkan pada bulan
Syawal tahun ke 2 Hijriah sesudah pada bulan Ramadhannya diwajibkan zakat fitrah. Jadi
mula-mula diwajibkan zakat fitrah, baru kemudian diwajibkan zakat mal atau kekayaan.19
Zakat diwajibkan atas orang Islam yang mempunyai kekayaan yang cukup nishab,
yaitu jumlah minimal harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Jika kurang dari itu kekayaan
belum dikenai zakat. Adapun saat haul ialah waktu wajib mengeluarkan zakat yang telah
memenuhi nishabnya (dimiliki cukup dalam waktu setahun).20
Di dalam al-Quran, Allah SWT telah menyebutkan tentang zakat dan shalat
sejumlah 82 ayat. Dari sini dapat disimpulkan secara deduktif bahwa setelah shalat, zakat
merupakan rukun islam terpenting. Zakat dan shalat dalam al-Quran dan al-Hadist dijadikan
sebagai perlambang keseluruhan ajaran islam. Pelaksanaan shalat melambangkan baiknya
hubungan seorang dengan Tuhannya, sedang zakat adalah lambang harmonisnya hubungan
antara sesama manusia. Oleh karena itu zakat dan shalat merupakan pilar-pilar berdirinya
bangunan Islam. Jika keduanya hancur, Islam sulit untuk bertahan.21
Zakat menurut menurut asal kata, zakat yang berasal dari kata berarti berkah,
bersih, baik dan meningkat.22 Sedangkan secara bahasa, berarti nama (kesuburan), thaharah
(kesucian), barakah (keberkahan), dan berarti juga tazkiyah (mensucikan).23 Penjelasan
19 Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Dirjen Bimas Islam Dan Penyelenggara
Haji Depag RI, Pedoman Zakat, 2003, 108. 20
Ibid., hlm. 117. 21
Muhammad, Zakat Profesi: Wacana Pemikiran Dalam Fiqh Kontemporer, Jakarta: Salemba Diniyah, 2002, hlm. 12.
22Ahmad Warson Munawir, Kamus Al Munawir Arab-Indonesia Terlengkap, Surabaya : Pustaka Progresif, 1997, hlm. 577.
23 Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqy, Pedoman Zakat, Semarang: PT. Pustaka Rizki
Putra, Cet. ke-10, 2006, hlm. 3.
-
16
16
makna secara harfiah tersebut mengerucut pada pengertian zakat sebagai proses pembersihan
diri yang didapatkan setelah pelaksanaan kewajiban membayar zakat.24
Menurut Yusuf Qardawi, arti dasar dari kata zakat ditinjau dari segi bahasa adalah
suci, tumbuh, berkah, dan terpuji. Semuanya digunakan dalam Quran dan hadist. Tetapi yang
terkuat, kata dasar Zaka berarti bertambah dan tumbuh.25 Zakat merupakan nama atau sebutan
dari sesuatu hak Allah SWT yang dikeluarkan seseorang kepada fakir miskin. Dinamakan
zakat karena didalamnya terkandung harapan untuk beroleh berkat, membersihkan jiwa dan
memupuknya dengan berbagai kebajikan.26
Sedangkan pengertian zakat menurut istilah atau syara yaitu: memberikan
sebagian harta tertentu kepada yang berhak menerimanya dengan beberapa syarat. Jadi kalau
kita tilik pula zakat menurut istilah agama islam adalah kadar harta yang tertentu diberikan
kepada yang berhak menerimanya dengan beberapa syarat yang tertentu.27 Meskipun para
ulama didalam menafsirkannya berbeda-beda akan tetapi semuanya mengarah pada satu arti
yaitu mengeluarkan sebagian harta benda untuk diberikan kepada fakir miskin sesuai dengan
aturan-aturan yang telah ditentukan dalam al-Quran, sebagai pembersih serta penghapus
kesalahan-kesalahan manusia.28
Syekh Hussein Muhammad Makluf mengemukakan: Harta benda yang diberikan
kepada orang-orang fakir itu dinamakan zakat yang artinya perkembangan dan pembersihan,
oleh karena mengeluarkan harta benda itu menyebabkan bertambah, berkembang dan
memperbesar berkat kekayaan mereka, serta membersihkan dan penjagaan bagi orang yang
memiliki kekayaan tadi dari bahaya dan kerugian yang menimpa kelak.29
24Fazlur Rahman, Economic Doktrines of Islam. Terj Suroyo Nastangin Doktrin Ekonomi Islam, Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf, 1996, hlm. 235.
25 Yusuf Qardawi, Fiqhus Zakat, Terj. Salman Harun, et.al., Hukum Zakat, Bogor:
Pustaka Litera Antar Nusa, Cet. ke-10, 2007, hlm. 34. 26
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Terj. Mahyuddin Syaf, Fiqih Sunnah 3, Bandung: PT. Al-Maarif, Cet. ke-3, 1985, hlm. 5.
27 Nazar Bakry, Problematika Fiqh Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. ke-1,
1994, hlm. 29. 28
Sudarsono, Sepuluh Aspek Agama Islam, Jakarta: PT Rineka Cipta, Cet. ke-1, 1994, hlm. 73.
29 Nazar Bakry, op.cit., hlm. 73
-
17
17
Mazhab Maliki mendefinisikan zakat dengan mengeluarkan sebagian dari harta
yang khusus yang telah mencapai nishab (batas kwantitas minimal yang mewajibkan zakat)
kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Mazhab Hanafi mendefinisikan zakat dengan
menjadikan sebagian harta yang khusus dari harta yang khusus sebagai milik orang yang
khusus, yang ditentukan oleh syariat karena Allah. Mazhab Syafii, zakat merupakan sebuah
ungkapan keluarnya harta sesuai dengan cara khusus. Sedangkan menurut mazhab Hambali,
zakat ialah hak yang wajib dikeluarkan dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus
pula.30
Para pemikir ekonomi Islam kontemporer mendefinisikan zakat sebagai harta yang
telah ditetapkan oleh pemerintah atau pejabat berwenang kepada masyarakat umum atau
individu yang bersifat mengikat dan final, tanpa mendapat imbalan tertentu yang dilakukan
pemerintah sesuai dengan kemampuan pemilik harta, yang dialokasikan untuk memenuhi
kebutuhan delapan golongan yang telah ditentukan dalam al-Quran, serta untuk memenuhi
tuntutan politik bagi keuangan Islam.31
Meskipun para ulama mengemukakannya dengan redaksi yang agak berbeda
antara satu dan yang lainnya, akan tetapi pada prinsipnya sama, yaitu bahwa zakat itu adalah
bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada
pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu
pula.32 Hal tersebut senada dengan pasal 1 ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia No
38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat yaitu: Zakat adalah harta yang wajib disisihkan
oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh seorang muslim sesuai dengan ketentuan
agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.33
30 Wahbah al-Zuhayliy, Al-Fiqh al-Islami Wa Adilla,Terj. Agus Efendi dan Bahrudin
Fanani Zakat Kajian Berbagai Mazhab, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, Cet. ke-1, 2000, hlm. 83.
31 Nuruddin Mhd. Ali, Zakat sebagai Instrumen Kebijakan Fiskal, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, Cet. ke-1, 2006, hlm. 7. 32
Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani Press, Cet. ke-1, 2002, hlm. 7.
33 Saifudin Zuhri, Zakat Kontekstual, Semarang: CV Bima Sejati, Cet. ke-1, 2000, hlm.
81.
-
18
18
Selain menggunakan istilah zakat, terdapat beberapa istilah lain yang berbeda
redaksi namun memiliki kesamaan pengertian dengan zakat yang disebutkan dalam al-Quran.
Beberapa istilah tersebut di antaranya adalah:
1. Zakat
Sebagaimana terdapat dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 43 :
(# % r&u n 4n= 9$# (#?#uu n 4x. 9$# (#x. $#u y t t .9$# Artinya : Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah kamu bersama orang-
orang yang rukuk (QS. al-Baqarah : 43).34
2. Shodaqoh
{ ; u r& Zpi s%y| ds? j. t? u $p 5 e|u n=t ( ) y7s? 4 n=| s3y ; 3 !$# u y =t
Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah
untuk mereka.(QS. at- Taubah : 103)35
3. Haq
u u % !$# r'tr& ;My_ ;Mx # u$ 0xu ;Mx & t 9$# u t9$# u $=tF & # 2& G 9$# u $9 $# u $\:ttF u$ 0xu 7 7ttF 4 (#=2 yrO !#s) tyOr& (#?# u u )ym u t $|ym ( u (# $@ 4
) 5=t $ 9 $#
Artinya : Dan Dialah yang menjadikan kebun berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanaman-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya)
34Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Quran, Jakarta : PT Bumi Restu, 1976. hlm. 16
35Ibid., hlm. 298.
-
19
19
makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan (QS. al-Anam : 141).36
4. Nafaqah
$p r't t % !$# (# t#u ) #Z$0W2 i $t6 m F{ $# $t7 9$# u t=. 'u s9 t u r& $9 $# t6 9$$/ t u t 6y !$# 3 % !$# u 3t |=y %!$# spi9 $# u u $p t) 6y !$# $et7 s A># xy/ 59 r&
Artinya : Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang Yahudi dan Rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang bathil, dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih). (QS. at-Taubah : 34)37
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwasanya zakat
merupakan salah satu kewajiban bagi umat Islam yang memiliki dua sisi nilai. Sisi nilai yang
pertama adalah berhubungan dengan nilai pembersihan diri dan harta benda bagi umat yang
melaksanakan zakat. Hal ini didasarkan pada tujuan dari pelaksanaan zakat tersebut, yakni
membersihkan diri dan membersihkan harta benda. Sedangkan sisi nilai yang kedua adalah
sisi nilai ibadah sosial, yakni ibadah yang ditujukan untuk perbaikan keadaan sosial. Hal ini
didasarkan pada obyek tujuan pemberian zakat.
Kata infaq dapat berarti mendermakan atau memberikan rizqi (karunia Allah SWT)
atau menafkahkan sesuatu pada orang lain berdasarkan rasa ikhlas karena Allah semata.38
Atau bisa dikatakan infaq adalah menafkahkan dan membelanjakan harta sesuai dengan
tuntunan agama.39
36Ibid., hlm. 212. 37Ibid., hlm. 283.
38 Cholid Fadlullah, Mengenal Hukum ZIS dan Pengamalannya di DKI Jakarta, Jakarta:
Bazis, 1993, hlm. 5. 39
Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ictiar Baru Van Hoeve, hlm. 279.
-
20
20
Dari dasar Al-Quran infaq mengandung dua dimensi, yaitu infaq diwajibkan secara
bersama-sama dan infaq sunah yang suka rela.40
Dalam Al-Quran dapat dilihat dalam surat Al-Baqarah ayat 195.
! "#$% &' () *! +,
-#./ 01.).45$:789(
Artinya : Dan nafkahkanlah (harta) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan (dirimu sendiri) dengan tanganmu ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah; karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-Baqarah: 195).41
Dalam Surat Ath-Thalaq : 7
5H I6JK L 1 #?0 I6J4 15-ME 1 E.5- " 1N9 ) O,9")Q*:S( Artinya : Hendaklah orang yang mempunyai kelapangan memberi belanja menurut
kemampuannya. Dan barang siapa disempitkan rezekinya, maka hendaklah dia memberikan belanja dari apa yang Allah berikan kepadanya.(ath-Thalaq:7)42
Dalam surat At-Taubah: 34
!D 34 #A5=6JC U" ,?B6" V' "&JC C" '()WD4 ;L; X X29$.),$N:)(
Artinya : Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak dinafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukan kepada mereka akan azab yang pedih.(At-Taubah:34)43
Infaq digunakan untuk dapat mengeluarkan sebagian kecil harta untuk kemaslahatan
umum dan berarti suatu kewajiban yang dikeluarkan atas keputusan manusia. Sahri
Muhammad menilai bahwa penggunaan istilah infaq menjadi sangat penting dengan
pertimbangan sebagai berikut:
40 Cholid Fadlillah, loc. cit.
41 Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 54.
42 Ibid., hlm. 1140.
43 Ibid., hlm. 353.
-
21
21
1. Suatu yang menurut pertimbangan suatu saat dikenakan wajib infaq, mungkin pada
tempat waktu yang lain tidak dipandang perlu diwajibkan.
2. Dengan ketentuan infaq yang syarat wajibnya tergantung kemaslahatan umum tanpa
melihat waktu dan tempat serta tanpa melihat ukuran dan jenis barang yang dikenakan.
Dengan demikian aspek infaq dalam kerangka yang sangat dinamis. Dinamisasi ini
memberikan upaya pengembangan pengetahuan masalah pajak dari sudut teknis
penghitungan infaq.44
Shadaqah berasal dari kata shadaqa yang berarti benar, dalam hal ini dapat dipahami
dengan memberikan atau mendermakan sesuatu kepada orang lain.45 Dalam hal ini, shadaqah
merupakan wujud dari keimanan dan ketaqwaan seseorang, artinya orang yang suka
bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya.
Ada sebagian ahli fiqh yang menganggap shadaqah dan infaq adalah sama. Sebagian
lagi berpendapat bahwa di dalam shadaqah tercakup dua dimensi, yaitu ; infaq wajib dan infaq
suka rela.46 Akan tetapi kalau dilihat dari ayat Al-Quran dan hadits-hadits Nabi akan
ditemukan perbedaan antara infaq dan shadaqah. Sisi perbedaan antara infaq dan shadaqah
hanya terletak pada bendanya. Artinya infaq berkaitan hanya dengan materi, sedangkan
shadaqah berkaitan dengan materi dan non-materi, baik dalam bentuk pemberian benda atau
uang, tenaga atau jasa, menahan diri tidak berbuat kejahatan, mengucap takbir, tahmid bahkan
yang paling sederhana adalah tersenyum kepada orang lain dengan ikhlas, Nabi Bersabda
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim:
Z#- " 1 L 3 [J ,6CG $ : ,-. \"(9 !%
44 Sahri Muhammad, Zakat dan Infaq: Pengembangan Zakat Infaq dalam Usaha
Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat,Ilmu Pengetahuan dan Agama Islam, Surabaya: al-Ikhyar, 1982, hlm. 20-21.
45 Suyitno Heri Yunaidi, Anatomi Fiqh Zakat: Potret Pemahaman BAZIS Sumsel,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, hlm. 15. 46
Sahri Muhammad, op. cit., hlm. 19.
-
22
22
Artinya : Dari Abu Syaibah, Rasulullah SAW. bersabda : Setiap kebaikan adalah sedekah. artinya apapun yang mendatangkan ridla Allah, maka pahalanya seperti pahala sedekah ( HR. Muslim )47
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa antara zakat, infaq dan
shadaqah memiliki kesamaan dan perbedaan. Kesamaan dari ketiganya adalah sama-sama
sebagai pemberian seseorang kepada orang yang membutuhkan dengan tujuan untuk
membantu meringankan beban kehidupan. Sedangkan perbedaan antara ketiganya di
antaranya adalah sebagai berikut:
1. Harta yang digunakan untuk zakat memiliki syarat dan ketentuan yang harus terpenuhi
terkait dengan batasan tahun dan ukuran, sedangkan harta yang digunakan untuk infaq
dan shadaqah tidak memiliki ketentuan dan syarat.
2. Dalam pembayaran zakat dan infaq, yang dapat ditasharufkan adalah harta benda materi,
sedangkan pada shadaqah tidak hanya berwujud materi saja namun juga dapat dilakukan
dalam bentuk non materi.
3. Dalam zakat dan infaq terdapat ketentuan tentang kelompok yang berhak menerima
sedangkan dalam shadaqah tidak ada ketentuan mengenai pihak-pihak yang berhak
menerimanya.
B. Dasar Hukum Zakat, Infaq dan Shadaqah
Kewajiban zakat serta anjuran infaq dan shadaqah didasarkan pada Al-Quran dan
Al-Hadis. Banyak sekali ayat-ayat Al-Quran dan Hadis-hadis Nabi yang menjelaskan dan
menerangkan serta menguraikan tentang zakat, infaq dan shadaqah.
Q.S. at-Taubah: 103
$ %&" '()* +,-. #...),$N:]^(
Artinya : Pungutlah zakat dari harta mereka yang akan membersihkan dan mensucikan
mereka...(QS. At-Taubah : 103)48
47. Imam Abu Husain Muslim bin Hajaj al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim,.Juz III,
Beirut:.Dar al-Kitab al-Ilmiyah, cet I, 1994, hlm. 464 .
-
23
23
Q.S. adz-Dzariyat: 15-19
O?" O_J`a 34 =?N0 .- A#% ?A b$E 5c# CH !D
J;:d.A#% 9eC# ! ) +-."(6FN:C ' E#df ffffU#$" . 34"
g"(dh" !i#?: jIG)>#CEk:]*]l(
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada di dalam taman-taman
dan mata air, mereka menerima apa yang diberikan Tuhannya.
Sesungguhnya sebelum itu berbuat kebaikan. Adalah mereka (di dunia)
pada malam hari tidur sebentar, dan di penghujung malam mereka
memohon ampun. Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang
yang meminta-minta dan orang yang tidak meminta.(QS. Adz-Dzariyat
: 15-19).49
Q.S. Al-Baqarah ayat 261 :
C. 5!m !5%f 34 !$ #J /D _NDA O,?DG !m0% , !D 34 5 5=6JC
L" ;;
-
24
24
Artinya : Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkafkan hartanya di jalan Allah adalah serupa sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir, seratus biji, Allah melipat
gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas
(karunianya) lagi Maha Mengetahui. ( QS. Al-Baqarah : 261 ).50
Sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Hurairah :
#r .G Z=4 UsC # U 14 t#D9 uD@C gC # : #=6J v
#6 #:w v (U Z=C" #6
Artinya : Setiap hari dimana hamba memasuki waktu pagi, pasti ada dua malaikat
yang turun. Satu di antara keduanya mengucap : Ya Allah berikanlah ganti
pada orang yang berinfaq (menggunakan hartanya untuk beribadah, untuk
kepentingan keluarga, tamu, untuk bersedekah dan sebagainya). Sedangkan
yang satu lagi mengucap : Ya Allah, berikanlah kerusakan (kerugian)
kepada orang yang tidak mau berinfaq. ( HR. Muslim ).51
C. Golongan Penerima Zakat, Infaq dan Shadaqah
Secara formal, distribusi zakat langsung diatur oleh Allah sendiri, tidak memberikan
kesempatan kepada Nabi dan Ijtihad para mujtahid untuk mendistribusikannya. Abu Daud
telah meriwayatkan dalam kitab Sunnahnya dengan sanad yang shahih, bahwa seorang laki-
laki mendatangi Nabi seraya berkata: berilah aku Shadaqah (zakat). Rasulullah menjawab:
Sesungguhnya Allah tidak rela atas hukum dari Nabi dan yang lainnya dalam masalah zakat.
50 Departemen Agama RI, Op.cit, hlm. 65.
51 Imam Abu Husain Muslim, op.cit., hlm. 471-472.
-
25
25
Allah sendirilah yang telah menetapkan hukumnya dengan membagikan kepada delapan
golongan. Maka jika kamu termasuk dari salah satu golongan itu akan aku berikan hakmu.52
Kedelapan golongan tersebut telah dijelaskan oleh Allah dalam surat At-Taubah ayat
60 :
3-" x- ,67h" # 8#9" 8:h"
-
26
26
Ada perbedaan pendapat tentang siapa yang disebut fakir dan miskin. Menurut
Abu Yusuf, ulama pengikut Abu Hanifah, dan Ibnu Qosim Pengikut Malik berpendapat
bahwa keduanya (fakir dan miskin) sama.54
Sedangkan menurut Thabari sebagaimana dikutip oleh Qardlawi, fakir adalah
orang yang dalam kebutuhan, tetapi dapat menjaga diri dari meminta-minta. Sedangkan
yang dimaksud miskin adalah orang yang dalam kebutuhan, tetapi suka merengek dan
meminta-minta.
Berbeda dengan Thabari Ulama Hanafi lebih melihat pada nilai ekonomi atau
penghasilan . Ulama Hanafi mendefinisikan fakir ialah orang yang tidak memiliki harta
di bawah nishab menurut hukum zakat. Sedang miskin para ulama Hanafi
mendefinisikan mereka yang tidak memiliki apa-apa.
Sedangkan menurut Imam Madzhab yang tiga (Syafii, Hambali dan Maliki) fakir
adalah mereka yang tidak mempuyai harta atau penghasilan layak dalam memenuhi
kebutuhan. Sedangkan miskin menurut mereka adalah mereka yang mempunyai harta
atau penghasilan layak dalam memenuhi keperluannya dan orang yang menjadi
tanggungannya, tetapi tidak sepenuhnya terpenuhi.
Walaupun para Ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan fakir dan miskin,
tetapi pada dasarnya mereka sepakat bahwa antara fakir dan miskin itu sama saja. Dalam
artian, mereka sama-sama tidak dapat memenuhi kebutuhannya.55 Dengan demikian
keduanya dianggap satu kata, karena perbedaannya memang tidak prinsipil. Keduanya
adalah kelompok orang yang tidak mampu secara ekonomi, ialah kemiskinan absolut.
Kemiskinan absolut diartikan suatu keadaan di mana tingkat pendapatan dari seseorang
tidak meencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan,
pendidikan dan kesehatan).
54 Yusuf Qardlawi, op. cit., hlm. 510.
55 Sayyid Sabiq, op. cit., hlm. 86.
-
27
27
Dimensi ini terlihat dari jumlah penduduk yang pendapatannya berada di bawah
garis kemiskinan (proverti line): 850/870 perkapita pertahun; 1900 gram kalori dan 40
gram protein perorang perhari, 240 kg beras perkapita pertahun.56
Umumnya Fuqaha menetapkan kebutuhan pokok hanya pada tiga hal, pangan,
sandang dan papan, dalam perhitungan yang semula kwantitatif. Pangan asal kenyang.
Sandang asal tertutup, dan papan asal bisa untuk berlindung. Sayyid Sabiq mengatakan,
kebutuhan pokok itu meliputi: pangan, sandang, papan, kendaraan, dan alat kerja.57
Dengan demikian, sesuai dengan kontek kehidupann sosial ekonomi sekarang,
distribusi dana zakat untuk sektor fakir miskin ini bisa mencakup dua bentuk:
a. Mereka yang mempunyai pekerjaan
b. Mereka yang tidak mempunyai pekerjaan.
Pada kelompok pertama, mereka diberi zakat untuk pekerjaanya atau sarana
meningkatkan pekerjaannya.
Adapun pada kelompok kedua, yaitu mereka yang tidak mempunyai pekerjaan,
mereka diberi sesuai dengan kebutuhannya, anak dan keluarga.58
2. Amil
Amil adalah mereka yang melaksanakan segala kegiatan urusan zakat, mulai dari
para pengumpul sampai pada bendahara dan para penjaganya, juga mulai dari pencatat
sampai pada penghitung yang mencatat keluar masuknya zakat, dan membagi kepada
mustahiqnya.59
3. Muallaf
Adalah orang yang perlu dijinakkan hatinya supaya masuk Islam dan mantap di
dalam Islam dan orang-orang yang dikhwatirkan memusuhi dan mengganggu kaum
56 Dorojatun Kuntjoro Jati, Kemiskinan di Indonesia, Jakarta: Obor, 1986, hlm. 125.
57 Sayyid Sabiq, op. cit. hlm. 79.
58 Sayyid Sabiq, op. cit., hlm. 87.
59 Yusuf Qardlawi, op. cit, hlm. 545.
-
28
28
muslim atau orang yang diharapkan memberi bantuan kepada kaum muslim. Dalam hal
ini, Qardlawi mengelompokkan muallaf menjadi tujuh golongan:60
Pertama, golongan yang diharapkan keislamannya atau keislaman kelompok serta
keluarganya
Kedua, golongan yang dikuatirkan melakukan kejahatan
Ketiga, golongan orang yang baru masuk Islam.
Keempat, pemimpin dan tokoh yang telah masuk Islam yang mempunyai sahabat-
sahabat kafir.
Kelima, pemimpin atau tokoh kaum yang berpengaruh dikalangan kaumnya. Akan
tetapi imannya masih lemah.
Keenam, kaum muslimin yang tinggal diperbatasan dengan musuh.
Ketujuh, kaum muslimin yang membutuhkannya untuk mengurus zakat orang yang
tak mau mengeluarkan zakat kecuali dengan paksaan.
4. Riqab
Riqab menurut jumhur ahli tafsir, mereka adalah budak yang berstatus sebagai
mukatab, mereka diberi bagian zakat untuk mengentaskan mereka dari sistem
perbudakan.61 Dengan kata lain, dana zakat yang diberikan kepada golongan ini adalah
untuk usaha membebaskan budak (mukatab) baik untuk membeli budak dan
mengentaskannya, atau diberikan kepada seorang budak yang telah mendapatkan
jaminan dari tuannya untuk melepaskan dirinya dengan membayar harta yang
ditentukan.62
5. Gharim
Gharim atau dalam jamaknmya Gharimin adalah orang-orang yang berhutang
bukan untuk masiat, yang kemudian tidak punya sesuatu untuk dibayarkannya.63
60 Ibid., hlm. 563.
61 Imam At-Thabari, Majmuu Al-Bayan Fi Tafsiri Al-Quran, jilid 5, Dar Al-Marifah, tt,
hlm. 65. 62
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya, Yogayakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1992, hlm. 452.
63 Hasbi Ash-Shidiqi, Pedoman Zakat, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1999, .hlm. 185.
-
29
29
Gharimin adalah bentuk jamak dari gharim yang artinya orang yang mempunyai
utang. Sedangkan gharim adalah orang yang berhutang, kadangkala digunakan pula
untuk orang yang mempunyai piutang.64
Asal pengertian gharim menurut bahasa adalah tetap, seperti firman Allah dalam
surat Al-Furqan ayat 65 : sesungguhnya siksa neraka jahanam adalah tetap.65
Jumhur ulama membagi gharim menjadi dua golongan: Pertama, orang yang
mempunyai untuk kemashlahatan dirinya sendiri, kedua orang yang mempunyai utang
untuk kemashlahatan umum.66
Dengan demikian bagi gharimin cukup diberikan zakat sekedar untuk membayar
hutangnya, apabila ia mempunyai sebagian uang untuk membayar hutangnya, maka ia
hanya diberi sebagian sisa hutangnya.
6. Sabilillah
Sabilillah dalam arti bahasa aslinya adalah jalan yang menyampaikan pada ridla
Allah, baik akidah ataupun perbuatan. Sabilillah adalah kalimat yang bersifat umum,
dengan demikian kata sabilillah bukan hanya terbatas pada peperangan, melainkan
berarti segala jalan kebaikan.
Menurut Ibnu Atsir, sebagaimana dikutip oleh Qardlawi, kata sabilillah
mempunyai dua arti:67
a. Menurut bahasa, adalah setiap amal perbuatan ikhlas yang dipergunakan untuk
bertaqarrub kepada Allah. Meliputi segala amal perbuatan amal saleh, baik yang
bersifat pribadi maupun yang bersifat kemasyarakatan.
b. Arti yang biasa difahami pada kata ini apa bila bersifat muthlak, adalah jihad,
sehingga karena seringnya dipergunakan untuk itu, seolah-olah artinya haya khusus
untuk jihad.
64 Yusuf Qardlawi, op. cit, hlm. 594.
65 Depag, Al-Quran dan Terjemahannya, op. cit., hlm. 568.
66 Yusuf Qardlawi, loc. cit.
67 Ibid., hlm. 610.
-
30
30
Dengan demikian kata sabilillah bukan hanya terbatas pada peperangan, melainkan
berarti segala sesuatu untuk kebaikan.
7. Ibnu Sabil
Ibnu Sabil adalah sama dengan musafir atau orang yang sedang melakukan
perjalanan. Jadi ibnu sabil dalam kontek ini adalah orang yang sedang dalam perjalanan,
yang mana perjalanannya tersebut dengan tujuan yang baik bukan untuk masiat dan
belum sampai pada tujuan, bekal atau hartanya telah habis. Ibnu sabil bisa juga termasuk
orang yang kaya maupun orang yang tidak mampu, yang jelas ketika dalam perjalanan ia
kehabisan bekal sebelum sampai tujuannya.
Sedangkan kelompok yang dapat menerima iinfaq dan shadaqah adalah sebagai
berikut:
Sasaran atau orang yang berhak menerima shadaqah maliah (infaq dan shadaqah)
telah di jelaskan dalam Al-Quran dan Hadis Nabi.
Di dalam surat Al-Maarij ayat 24-25 Allah SWT. berfirman:
g9 IG { z C ")p) ( g"(|" !i #:)p*(
Artinya: Dan orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu bagi orang miskin yang
meminta-minta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (QS. Al-Maarij : 24-
25).68
Dalam ayat yang lain Allah juga berfirman:
$ ,"t C U }% !D: $" 8:h" }0N" ~(= H" Z(" 148
J
-
31
31
Artinya: Untuk Allah, untuk Rasulnya, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin
dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di
antara orang kaya di antara kamu.69
Dalam surat Al-Baqarah ayat 177 Allah juga menegaskan:
g" L#$ " 2(Fh" Q(:h !D- 'a"
8:h" }0N" ~(= "H 1DG } Z#h }
-
32
32
penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar
(imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.(Al-Baqoroh:177)70
Dari ketiga ayat di atas dapat kita lihat, bahwa sasaran shadaqah maliyah atau infaq
adalah:
a. Karib, kerabat yang membutuhkannya.anggota keluarga yang mampu haruslah
mengutamakan memberikan nafkah keluarga yang lebih dekat
b. Anak yatim, karena anak yatim yang telah ditinggal mati orang tuanya adalah anak-anak
yang tidak mampu mencukupi kebutuhannnya .
c. Orang-orang musafir yang membutuhkan sehingga mereka terhindar dari kesulitan dalam
perjalanan.
d. Orang-orang yang terpaksa meminta-minta karena tidak ada jalan lain baginya untuk
menutup kebutuhan hidupnya
e. Memberikan harta untuk memerdekakan hamba sahaya sehingga ia dapat memperoleh
kemerdekaannya.
f. Sabilillah
g. Amil. Apabila pelaksanaan shadaqah maliyah ditangani oleh amil.
Dari semua yang tersebut di atas, ulama sepakat yang paling utama mendapatkan
shadaqah maliyah adalah anak-anak, keluarga dan kaum kerabat. Hal ini sesuai dengan hadis
Nabi SAW. yang diriwayatkan oleh Jabir:
H .G #% !B4 #% " 1# 394 !B4 #% " 1:6J$
-
33
33
Artinya: Jika salah seorang di antara kamu miskin, hendaklah dimulai dengan dirinya. Dan
jika dalam itu ada kelebihan, barulah diberikannya buat keluarganya. Lalu bila ada
kelebihan lagi, maka buat kaum kerabatnya. Atau sabdanya buat yang ada
hubungan kekeluargaan dengannya. Kemudian bila masih ada kelebihan, barulah
untuk ini dan itu.(HR. Ahmad dan Muslim).
-
36
BAB III
PENDAYAGUNAAN ZAKAT INFAQ DAN SHADAQAH (ZIS) UNTUK PINJAMAN
KONSUMTIF DI BAZIS KABUPATEN SEMARANG
A. Profil BAZIS Kabupaten Semarang
BAZIS Kabupaten Semarang didirikan dengan dua dasar pertimbangan, yakni
pertimbangan hukum dan pertimbangan sosial religi. Latar belakang pertimbangan hukum
disebabkan keberadaan BAZIS merupakan implementasi dari Peraturan Daerah Nomor 04
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Zakat, Infaq dan Shadaqah.71 Sedangkan dasar pertimbangan
sosio-religi berkaitan dengan keadaan masyarakat Kabupaten Semarang dan tujuan dari zakat,
infaq dan shadaqah. Hal ini tidak berlebihan karena mayoritas penduduk Kabupaten Semarang
adalam muslim. Selain itu, angka kemiskinan Kabupaten Semarang mencapai 32% atau
sekitar 233.000 orang. Oleh sebab itulah, maka kemudian pada bulan Maret tahun 2008
BAZIS didirikan.
Kepengurusan BAZIS Kabupaten disusun melalui seleksi yang diumumkan pada
tanggal 28 Maret 2008. Proses seleksi tersebut menghasilkan 16 pengurus dari 130 orang yang
mengikuti proses seleksi. Keberadaan pengurus BAZIS disahkan dan dikuatkan dengan
Keputusan Bupati Semarang Nomor 451.12/0471/2008 tanggal 20 Agustus 2008. Semenjak
berdiri hingga sekarang, pengurus BAZIS Kabupaten Semarang menempati kantor yang
berlokasi di Jl. Slamet Riyadi No. 3 Ungaran (belakang Gedung DPRD Kabupaten
Semarang).
Berikut ini adalah susunan kepengurusan BAZIS Kabupaten Semarang periode 2008-
2011:
71 Perda tersebut disusun sebagai tindak lanjut dari adanya Undang-Undang No. 38 Tahun
1999 tentang Pengelolaan Zakat. Seperti dijelaskan dalam www.baziskabsemarang.com diakses tanggal 25 Nopember 2010.
-
37
SUSUNAN PENGURUS BADAN AMIL ZAKAT INFAQ DAN SHADAQAH (BAZIS) TINGKAT KABUPATEN SEMARANG
PERIODE 2008-2011
DEWAN PERTIMBANGAN Ketua : Bupati Semarang Wakil Ketua : Ketua DPRD Kab. Semarang Sekretaris : Kabag Sosial Setda Kabupaten Semarang (Drs. H. Henry Aminoto) Wakil Sekretaris : H. Sugiyanto, S.Pd Anggota : K.H. Fathur Rohman
Drs. H. Mafruchin Ismail, S.H Drs. H. Muhtar, M.Ag
K.H. Nurchasan Ibrahim K.H. Achmad Fauzan
KOMISI PENGAWASAN Ketua : Wakil Bupati Semarang Wakil Ketua : Ketua Komisi D DPRD Kab. Semarang Sekretaris : Kabag Hukum Setda Kabupaten Semarang Wakil Sekretaris : Drs. H. Tugiman Anggota : K.H. Muhadi Hafidz Drs. H. Syamani H. Mastur B.A
Drs. H. Ahsin Maruf
M. Sholahuddin
-
38
-
39
B. Pengelolaan ZIS di Kabupaten Semarang
a. Proses Pengumpulan
Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah (BAZIS) Kabupaten Semarang
merupakan lembaga yang mengurusi pengelolaan zakat infaq dan shadaqah di wilayah
Kabupaten Semarang. Lembaga ini didirikan pada tahun 2008 di bawah naungan
Pemerintah Kabupaten Semarang. Meskipun berada di bawah naungan Pemerintah
Kabupaten Semarang, BAZIS Kabupaten Semarang memiliki otoritas dan wewenang
sendiri dalam melakukan pengelolaan dana ZIS.
Dalam melakukan pengelolaan ZIS, BAZIS Kabupaten Semarang menerapkan
dua jalur, yakni jalur penerimaan dan jalur penyaluran. Jalur penerimaan terbagi menjadi
tiga saluran penerimaan, yakni saluran zakat, saluran infaq-shadaqah dan saluran dana
sosial. Penjelasan mengenai ketiga saluran tersebut adalah sebagai berikut:
1) Saluran zakat
Saluran zakat merupakan saluran pengumpulan dana yang dilakukan dengan jalan
mengumpulkan zakat dari umat Islam yang berada di wilayah Kabupaten Semarang.
Zakat yang dikumpulkan terdiri dari dua jenis zakat, yakni zakat fitrah dan zakat
maal. Zakat yang menjadi prioritas program saat ini adalah zakat maal. Sosialisasi
urgenitas dan wajibnya zakat maal bagi umat Islam senantiasa dilakukan oleh BAZIS
Kabupaten Semarang yang disertai dengan pendekatan dan metode keteladanan. Hal
ini tampak dari prioritasisasi para pejabat yang menjadi target zakat maal. Program
tersebut telah berhasil menjadi motivator tersendiri bagi para aparat pemerintahan
Kabupaten Semarang untuk melaksanakan zakat maal. Saat ini, program
pengumpulan zakat maal di kalangan pegawai pemerintahan (PNS) juga sedang
digalakkan dengan mengajukan usulan kepada Pemerintah Kabupaten Semarang
mengenai pemotongan langsung gaji pegawai sebesar 2,5% untuk dizakatkan.
-
40
2) Saluran infaq-shadaqah
Saluran infaq dan shadaqah ditujukan BAZIS Kabupaten Semarang kepada
masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi menengah ke atas. Pengumpulan
infaq dan shadaqah dilakukan secara perorangan maupun kelompok. Proses
pengumpulan tersebut diserahkan kepada koordinator masing-masing wilayah.
3) Saluran wakaf
Saluran wakaf masih belum menjadi prioritas BAZIS Kabupaten Semarang.
Sebab pada prinsipnya BAZIS Kabupaten Semarang masih memprioritaskan
pengumpulan dana-dana yang bersifat taktis sehingga dapat dimanfaatkan secara
maksimal dalam pendayagunaannya.
4) Saluran dana sosial
Saluran dana sosial merupakan saluran pengumpulan dana yang bersumber
dari pihak-pihak non Islam. Proses pengumpulan ini tidak memiliki esensi memaksa
karena pada dasarnya proses pengumpulan tersebut diawali dengan proses
pemberitahuan semata. Sedangkan mengenai kemauan dari pihak non muslim untuk
menyerahkan dana sosial, BAZIS Kabupaten Semarang cenderung melakukan
strategi tunggu bola.
Untuk membedakan dan menghindari bercampurnya masing-masing dana,
BAZIS Kabupaten Semarang menyediakan rekening yang berbeda-beda. Rekening-
rekening tersebut adalah sebagai berikut:
1) Rekening Zakat Maal Bazis ZM 2.022.02593.0 2) Rekening Zakat Fitrah Bazis ZF 2.022.02594.8 3) Rekening Infaq Bazis I 2.022.02595.6 4) Rekening Shadaqah Bazis S 2.022.02596.4 5) Rekening Dana Sosial Bazis DS 2.022.02597.2 6) Rekening Wakaf Bazis WKF 2.022.02598.1
Sepanjang tahun 2010, BAZIS Kabupaten Semarang berhasil menghimpun dana
dari empat saluran (zakat, infaq, shadaqah dan dana sosial) sebanyak Rp.
-
41
1.700.361.455,00 (Satu miliar tujuh ratus juta tiga ratus enam puluh satu ribu empat ratus
lima puluh lima rupiah) dengan klasifikasi penerimaan sebagai berikut:72
No Bulan Zakat Infaq Shadaqah Lain-Lain 1 Januari 69.685.599 38.344.125 12.477.000 2.520.000
2 Februari 74.302.118 43.461.125 14.928.200 5.586.000
3 Maret 79.642.965 38.106.425 14.601.700 2.953.500
4 April 75.685.818 41.649.850 18.116.700 2.324.500
5 Mei 79.729.268 44.782.954 17.919.205 2.019.506
6 Juni 79.902.068 48.278.500 18.228.900 1.587.000
7 Juli 86.421.726 50.110.200 24.374.600 2.658.000
8 Agustus 77.387.818 31.136.100 14.506.600 2.218.500
9 September 107.273.333 34.474.300 12.158.200 1.968.500
10 Oktober 79.896.325 57.225.800 18.725.400 2.063.500
11 Nopember 67.224.921 46.559.800 17.923.900 2.038.500
12 Desember 68.542.352 46.654.800 18.955.900 2.023.354
Jumlah 945.694.311 520.792.979 203.913.305 29.960.860
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa penerimaan zakat merupakan
penerimaan yang tertinggi. Jumlah dana yang diterima dalam bentuk zakat tersebut sudah
termasuk zakat fitrah yang diterima pada bulan September sebesar Rp. 8.354.000,00
(delapan juta tiga ratus lima puluh empat ribu rupiah). Selain itu, jumlah dana tersebut
belum ditambahkan dengan sisa saldo tahun 2009 yang berjumlah Rp. 872.287.100,00
(delapan ratus tujuh puluh dua juta dua ratus delapan puluh tujuh ribu seratus rupiah).
Apabila ditambahkan dengan sisa saldo tahun 2009, maka jumlah dana yang diperoleh
BAZIS Kabupaten Semarang adalah Rp. 2.572.648.455,00 (dua miliar lima ratus tujuh
puluh dua juta enam ratus empat puluh delapan ribu empat ratus lima puluh lima rupiah).
72 Dikembangkan oleh penulis berdasarkan Data Penerimaan ZIS (Zakat Infaq dan
Shadaqah) Kabupaten Semarang Tahun 2010, Arsip BAZIS Kabupaten Semarang, 2010.
-
42
Jumlah dana yang telah diperoleh tersebut kemudian ditasharufkan sepanjang
tahun 2010 dengan jumlah pentasharufan sebesar Rp. 1.785.132.668,00 (satu miliar tujuh
ratus delapan puluh lima juta seratus tiga puluh dua ribu enam ratus enam puluh delapan
rupiah). Klasifikasi pentasharufan tersebut adalah sebagai berikut:73
No Bulan Fakir Miskin Sabilillah Ibnu Sabil Amil Lain-lain 1 Januari 23.250.000 200.000 15.500.000 20.200.000
2 Februari 220.705.600 150.000 15.200.000 19.124.000
3 Maret 32.200.000 50.000 27.618.535 706.465
4 April 30.600.000 25.000 18.055.000 27.658.250
5 Mei 13.250.000 125.000 27.100.500 10.474.500
6 Juni 200.286.497 23.600.250 3.949.750
7 Juli 111.302.553 40.000 18.750.500 4.209.500
8 Agustus 82.005.000 65.000 19.355.000 9.580.000
9 September 42.600.000 161.600.000 175.000 26.365.400 22.013.600
10 Oktober 60.060.000 50.000 19.556.000 6.744.000
11 Nopember 323.716.518 25.000 22.356.500 5.225.500
12 Desember 93.308.000 140.000 27.860.250
Jumlah 1.231.284.168 161.600.000 1.045.000 261.317.935 129.885.565
Dari klasifikasi pentasharufan di atas dapat diketahui bahwa pentasharufan untuk
penerima zakat (ashnaf) adalah sebesar Rp. 1.655.247.103,00 (satu miliar enam ratus
lima puluh lima juta dua ratus empat puluh tujuh ribu seratus tiga rupiah) dan
pentasharufan untuk lain-lain adalah sebesar Rp. 129.885.565,00 (seratus dua puluh
sembilan juta delapan ratus delapan puluh lima ribu lima ratus enam puluh lima rupiah).
73 Dikembangkan oleh penulis berdasarkan Data Penerimaan ZIS (Zakat Infaq dan
Shadaqah) Laporan Penyaluran Model Kedua Kabupaten Semarang Tahun 2010, Arsip BAZIS Kabupaten Semarang, 2010.
-
43
Dalam pentasharufan zakat, terjadi beberapa kali pentasharufan untuk fakir
miskin dalam jumlah yang besar. Untuk itu, BAZIS Kabupaten Semarang menambahkan
dana sisa saldo untuk memenuhi tasharuf kepada ashnaf.74
b. Pendayagunaan ZIS sebagai pinjaman konsumtif di BAZIS Kabupaten Semarang
Pendayagunaan ZIS sebagai pinjaman konsumtif di BAZIS Kabupaten
Semarang didasari oleh prinsip taawun. Orang-orang yang dapat menerima bantuan
pinjaman konsumtif BAZIS Kabupaten Semarang adalah orang-orang yang memiliki
kemampuan ekonomi yang sedang ditimpa musibah namun tidak sampai menghancurkan
atau menghilangkan sumber ekonomi tersebut. Meski demikian, proses peminjaman
tidaklah mudah dan memiliki persyaratan yang cukup pelik. Persyaratan untuk
mendapatkan pinjaman konsumtif adalah sebagai berikut:
1) Mustahiq mengajukan permohonan sexara tertulis kepada BAZIS kecamatan atau
BAZIS Kabupaten dengan dilampiri persyaratan-persyaratan.
2) Diadakan verifikasi oleh Seksi Pendistribusian BAZIS tingkat Kecamatan atau
Kabupaten yang meliputi seleksi administrasi, wawancara langsung dan peninjauan
lapangan.
3) Setelah dipandang layak, maka kemudian BAZIS Kabupaten Semarang memberikan
pinjaman sesuai dengan kebutuhan peminjam secepatnya (kurang dari 1x24 jam).
4) Pada saat penyerahan, peminjam meninggalkan foto copy identitas diri.
Pemberlakuan pendayagunaan ZIS untuk pinjaman konsumtif baru dilaksanakan
pada tahun 2010. Pendayagunaan ZIS untuk pinjaman konsumtif bertujuan untuk
membantu meringankan beban kelompok masyarakat yang memiliki kemampuan
ekonomi, namun pada saat tersebut sedang ditimpa permasalahan yang berhubungan
dengan perekonomian mereka. Dana yang digunakan untuk pinjaman konsumtif sifatnya
fleksibel, maksudnya adalah dana tersebut dapat diambilkan dari zakat, infaq maupun
shadaqah. Pada praktek pendayagunaan sepanjang tahun 2010, dana yang digunakan
74 Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Bambang Setia Budi tanggal 1 Desember
2010.
-
44
untuk pinjaman konsumtif diambilkan dari dana zakat. Hal ini dikarenakan pada saat itu,
terdapat kelebihan dana zakat pada bulan Januari dan April. Selain itu juga disebabkan
adanya gerakan tasharuf dari infaq dan shadaqah, khususnya untuk permodalan kerja
masih aktif, sehingga jika diambilkan dari dana infaq dan shadaqah dikhawatirkan akan
mempengaruhi pendayagunaan untuk pinjaman produktif dari infaq dan shadaqah.75
Sepanjang tahun 2010, pendayagunaan ZIS untuk pinjaman konsumtif hanya
dilakukan selama dua kali dengan obyek masyarakat orang yang kesulitan dalam
pendanaan untuk biaya bersalin. Kedua orang tersebut adalah pasangan M. Afifuddin-Nur
Anisa (warga desa Lerep) dan pasangan Suwarto-Kastinah (warga desa Kalisidi).
Deskripsi proses pendayagunaan ZIS untuk pinjaman konsumtif dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1) Pasangan M. Afifuddin-Nur Anisa (warga desa Lerep)76
Pasangan ini memiliki masalah dengan pembiayaan persalinan anak mereka
yang pertama. Sebenarnya dari segi perekonomian, pasangan ini memiliki
kemampuan menalangi biaya persalinan. Akan tetapi karena waktu bersalin tersebut
terjadi pada akhir bulan (tanggal tua), tepatnya tanggal 28 Januari 2010, maka
pasangan tersebut kurang dalam membayar biaya persalinan sebesar Rp.
2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah). Akibatnya, anak mereka yang baru
lahir kemudian ditahan oleh pihak rumah sakit.77
Setelah mendapatkan info dari tetangganya, pasangan ini kemudian
meninggalkan bayi mereka sebagai jaminan dan berusaha meminta bantuan kepada
BAZIS Kabupaten Semarang. Setelah bertemu dengan Bapak Bambang Setia Budi
dan dilakukan wawancara, pasangan tersebut mendapatkan pinjaman konsumtif
sesuai dengan biaya yang dibutuhkan dengan masa pengembalian selama lima bulan
75 Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Bambang Setia Budi tanggal 1 Desember
2010. 76
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Bambang Setia Budi tanggal 1 Desember 2010.
77 Untuk nama maupun lokasi rumah sakit tidak boleh disebutkan karena menyangkut
kerahasiaan instansi.
-
45
tanpa tambahan biaya. Biaya pinjaman tersebut kemudian telah lunas dalam waktu
tiga bulan.
2) Pasangan Suwarto-Kastinah (warga desa Kalisidi)78
Pasangan ini memiliki permasalahan yang sedikit berbeda dengan pasangan
sebelumnya. Pasangan Suwarto-Kastinah (warga desa Kalisidi) mengalami
permasalahan karena hari persalinan terjadi pada hari Minggu, tepatnya tanggal 11
April 2010, yang mayoritas dokter inti sedang libur. Setelah tidak dapat melakukan
persalinan di rumah sakit wilayah Ungaran dan Bawen, pasangan tersebut kemudian
mendapat saran untuk melakukan persalinan di sebuah rumah sakit swasta di wilayah
Semarang. Oleh karena berstatus swasta, maka biaya yang telah dipersiapkan dirasa
kurang.
Kemudian Suwarto pergi ke BAZIS Kabupaten Semarang untuk meminta
bantuan berupa pinjaman konsumtif. Setelah melakukan diskusi dengan Bapak
Muhammad Maksum, Suwarto mendapat pinjaman sebesar Rp. 1.500.000,00 (satu
juta lima ratus rupiah) dengan masa pengembalian selama lima bulan. Pinjaman
tersebut telah dilunasi sesuai dengan waktu perjanjian.
78 Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Muhammad Maksum, Bagian
Pendayagunaan ZIS BAZIS Kabupaten Semarang, tanggal 30 Nopember 2010.
-
48
BAB IV
ANALISIS PENDAYAGUNAAN ZAKAT UNTUK PINJAMAN KONSUMTIF BAGI
KORBAN BENCANA DI BAZIS KABUPATEN SEMARANG
A. Analisis Latar Belakang Pendayagunaan ZIS untuk Pinjaman Konsumtif Bagi Korban
Bencana di BAZIS Kabupaten Semarang
Pendayagunaan ZIS untuk pinjaman konsumtif di BAZIS Kabupaten Semarang
sebagaimana telah dijelaskan di atas lebih didasari oleh adanya prinsip taawun (tolong
menolong). Prinsip tolong menolong itu bukanlah prinsip yang tidak diatur maupun dijelaskan
dalam Islam. Bahkan prinsip tersebut merupakan prinsip yang harus dilaksanakan oleh umat
Islam sebagaimana disebutkan Allah dalam Q.S. al-Maidah ayat 2 berikut ini:
....(# u$ ys? u n?t h$ 9 9$# 3 u) G9$#u ( u (# u$ys? n? t OM} $# u 9$# u .... ...dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran...
Dari ayat di atas jelas sekali bahwa umat Islam diperintahkan untuk saling tolong
menolong dalam kebaikan dan ketakwaan dan dilarang untuk melakukan tolong menolong
dalam perbuatan dosa dan pelanggaran. Dilihat dari esensi ayat di atas, maka prinsip dasar
yang digunakan oleh BAZIS Kabupaten Semarang dalam menerapkan pinjaman konsumtif
bagi orang yang terkena musibah dari ZIS tidaklah bertentangan dengan perintah Allah.
Namun jika dilihat dari kondisi obyek penerima pinjaman, maka sekilas akan muncul
pertanyaan bukankah obyek penerima pinjaman konsumtif BAZIS Kabupaten Semarang
dalam kondisi terkena bencana dan dapat masuk ke dalam kategori mustahik? Dengan
demikian, idealnya tidak mendapatkan pinjaman melainkan mendapatkan hibah dari ZIS.
Dalam perkembangan pemikir Islam kontemporer, keadaan tersebut dapat
menjadikan seseorang masuk sebagai mustahik dari kelompok ibnu sabil. Hal tersebut tidak
berlebihan karena pemaknaan ibnu sabil menurut para pemikir Islam dapat dikembangkan.
Ibnu Sabil bukan lagi mencakup pengertian musaffir yang kehabisan bekal tetapi juga
-
49
mencakup para pengungsi, baik karena alasan politik, maupun karena lingkungan alam seperti
banjir, tanah longsor, gunung meletus, kebakaran, dan lain-lain.79 Hasbi ash-Shiddieqy
menambahkan secara rinci tentang alokasi zakat bagi ibnu sabil yang dapat dikembangkan
untuk :
a. Mengirim mahasiswa ke luar negeri.
b. Untuk ekspedisi ilmiah.
c. Pengiriman utusan ke konferensi-konferensi.
d. Untuk perbaikan jalan umum/untuk lancarnya lalu lintas pendidikan atau pemeliharaan
anak yatim.80
Bila mendasarkan pada penjelasan Ahmad Basyir, maka kelahiran yang dialami oleh
kedua pasangan di atas dapat dikategorikan sebagai musibah. Pertama, karena kelahiran
tersebut terjadi pada akhir bulan dan dilakukan dengan bedah cesar yang mana hal tersebut
tidak diperkirakan oleh pasangan M. Ali Afif-Nur Anisa. Kedua, karena kelahiran anak
pasangan Suwarto-Kastinah lahir pada hari Minggu sehingga menyebabkan mereka harus
melakukan persalinan kelahiran anaknya di rumah sakit swasta yang biayanya lebih mahal.
Hal yang demikian juga bukan merupakan hal yang telah diketahui sebelumnya maupun
direncanakan.
Akan tetapi menurut penulis, keadaan yang dialami oleh kedua pasangan tersebut
tidak serta merta dapat dikategorikan sebagai alasan yang dapat menyebabkan kedua pasangan
berhak menerima hibah zakat sebagai ibnu sabil. Hal ini dikarenakan kondisi yang dialami
kedua pasangan tersebut tidak berlaku dalam jangka waktu yang lama serta tidak adanya
aspek hilangnya sumber ekonomi dari kedua pasangan tersebut. Berbeda dengan pengungsi
akibat bencana atau politik yang berada di wilayah di luar domisilinya serta terhentinya
sumber ekonomi mereka akibat musibah tersebut.
79 Ahmad Azhar Basyir, op. cit., hlm. 76..
80 Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqy, op. cit., hlm. 26; Mengenai masuknya anak
yatim ke dalam ibnu sabil dapat dibandingkan dengan pendapat yang termaktub dalam Yusuf Qardawi, op. cit., hlm. 567.
-
50
Lebih lanjut, esensi ZIS adalah bantuan yang diberikan berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan ekonomi akibat adanya aspek kekurangan untuk memenuhi kebutuhan hidup (faqir,
miskin, riqab, gharim dan ibnu sabil), adanya perjuangan yang dilakukan oleh seseorang (fi
sabilillah dan amil) dan untuk menguatkan keimanan seseorang (muallaf). Apabila
disandarkan pada esensi tersebut, maka keadaan yang dialami oleh kedua pasangan di atas
tidak termasuk salah satu dari tiga esensi tersebut. Terlebih lagi apabila melihat realitanya,
kedua pasangan tersebut telah mampu melunasi pinjaman tersebut yang berarti bahwa kedua
pasangan tersebut memiliki kemampuan ekonomi yang lebih.
Oleh sebab itulah, menurut penulis, langkah pendayagunaan ZIS yang dilakukan oleh
BAZIS Kabupaten Semarang dapat diterima dan disepakati. Hal ini karena dalam praktek
tersebut, BAZIS Kabupaten Semarang mampu mengimplementasikan aspek taawun
sebagaimana diperintahkan oleh Allah, tanpa mengurangi hak mustahik untuk tetap dapat
menerima hibah dari ZIS yang dikelola oleh BAZIS Kabupaten Semarang.
B. Tinjauan Hukum Islam terhadap Pendayagunaan ZIS untuk Pinjaman Konsumtif Bagi
Korban Bencana di BAZIS Kabupaten Semarang
Islam adalah agama yang diturunkan untuk menjadi rahmatan lil alamin bagi umat
manusia. Salah satu wujud dari konsep rahmatan lil alamin-nya Islam adalah adanya rukhsah
(keringanan) dari Allah bagi umat manusia baik dalam hal ibadah maupun yang berkaitan
dengan perubahan hukum.81 Keringanan dan kebolehan perubahan hukum seperti yang telah
dijelaskan di atas pada dasarnya dapat terjadi karena adanya konsep dharurat (darurat) yang
dialami oleh umat manusia. Keadaan disebut darurat adalah apabila datang kondisi bahaya
atau kesulitan yang amat berat kepada diri seseorang manusia yang membuat khawatir akan
terjadi kerusakan atau sesuatu yang menyakiti jiwa, anggota tubuh, kehormatan, akal, harta,
81 Keringan dalam hal ibadah seperti kebolehan menjadikan menyingkat jumlah rakaat pada
shalat, mengerjakan dua shalat dalam satu waktu, hingga penggantian ibadah puasa dengan fidyah bagi umat manusia yang berada dalam keadaan tertentu yang telah ditetapkan dalam ajaran Islam. Sedangkan keringan dalam hal hukum seperti kebolehan perubahan hukum dari haram menjadi halal ketika manusia terlantar di suatu tempat dan tidak ada makanan yang dapat dimakan selain makanan yang dilarang oleh Islam. Dalam keadaan seperti itu, Islam membolehkan manusia memakan makanan tersebut demi bertahan hidup.
-
51
dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya.82 Penjelasan ini jika disederhanakan akan
berujung pada kesimpulan bahwa kemaslahatan lebih diutamakan daripada kemadlaratan.
Sebelum membahas lebih jauh mengenai persepsi mashlahat dan madlarat
pendayagunaan zakat untuk pinjaman konsumtif di BAZIS Kabupaten Semarang, maka ada
baiknya dipaparkan terlebih dahulu hikmah dan manfaat dari zakat.
Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung hikmah dan manfaat yang
demikian besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan orang yang berzakat (muzakki),
penerimanya (mustahiq), harta yang dikeluarkan zakatnya, maupun bagi masyarakat
keseluruhan. Di antara hikmahnya antara lain:
Pertama, manifestasi rasa syukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT,
menumbuhkan akhlak mulia dengan: rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat
kikir, rakus dan materialistis, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus membersihkan dan
mengembangkan harta yang dimiliki. Dengan bersyukur, harta dan nikmat yang dimiliki akan
semakin bertambah berlipat ganda.83 Firman Allah dalam surah Ibrahim ayat 7,
) u r's? 3/u s9 ? x6 x 3 y V{ ( s9 u n x2 ) 1# xt ts9
Artinya:"Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih". (Q.S. Ibrahim: 7)84
Kedua, dapat menolong, membantu dan membina fakir miskin, ke arah kehidupan
yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya
dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus
menghilangkan sifat: iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul dari kalangan mereka, ketika
82 Apabila seorang manusia berada dalam keadaan yang demikian tersebut, maka dia
diperbolehkan untuk mengerjakan yang diharamkan atau meninggalkan yang diwajibkan, atau menunda waktu pelaksanaan guna menghindari kemudlaratan yang diperkirakan dapat menimpa dirinya selama tidak keluar dari syarat-syarat yang ditentukan oleh syara. Konsep darurat dalam Islam meliputi segala aspek kehidupan manusia, mulai dari aspek ibadah, aspek kebutuhan hidup, hingga aspek sosial budaya.Lihat dalam Wahbah az-Zuhaili, op. cit; mengenai batasan pengertian darurat dapat dilihat dalam hlm. 71; sedangkan mengenai lingkup darurat yang meliputi seluruh aspek kehidupan dapat dibaca dalam hlm. 51-53.
83Abdurrahman Qadir, Zakat dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998, hlm. 82.
84Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, op.cit., hlm. 379.
-
52
mereka melihat orang kaya yang memiliki harta cukup banyak. Zakat sesungguhnya bukanlah
sekedar memenuhi kebutuhan para mustahiq, terutama fakir miskin, yang bersifat konsumtif
dalam waktu sesaat, akan tetapi memberikan kecukupan dan kesejahteraan kepada mereka,
dengan cara menghilangkan ataupun memperkecil penyebab kehidupan mereka menjadi
miskin dan menderita.85
Kebakhilan dan ketidakmauan berzakat, di samping akan menimbulkan sifat hasad
dan dengki dari orang-orang yang miskin dan menderita, juga akan mengundang azab Allah
SWT. Firman-Nya dalam surah an-Nisaa': 37,
t %!$# t =y 7 t t &'t u Z$9 $# 79 $$/ F6 t u !$t 9 s?# u !$# & # s 3 $ttFr&u t x6 =9 $\/# xt $Y
Artinya: "(Yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan menyempurnakan karunia-Nya kepada mereka. Dan Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir siksa yang menghinakan." ( Q.S. an-Nisaa' : 37).86
Ketiga, membantu para mujahid yang seluruh waktunya digunakan untuk berjihad di
jalan Allah, yang karena kesibukannya tersebut, ia tidak memiliki waktu dan kesempatan
untuk berusaha dan berikhtiar bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya. Allah SWT
berfirman dalam al-Baqarah: 273,
!# ts)=9 % !$# (#m & 6 y !$# tGt $\/| F{ $# 7 |t s $yf 9$# u !$u r& #yG9 $# s? y/ =tt Z$9$# $]$ys 9 ) 3 $t u (#) ? 9$ 0 yz *s
!$# / =t Artinya: " (Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah,
mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat- sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui."87
85Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani, 2002, hlm. 10 11.
86Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, op.cit., hlm. 69. 87Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, op.cit., hlm. 68.