SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

84
SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR DENGAN BAYANG-BAYANG (STUDI INTEGRATIF FIKIH DAN SAINS) Oleh: WASITO ADI NPM. 1297339 Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah Fakultas Syari’ah INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO 1440 H / 2019 M

Transcript of SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

Page 1: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

SKRIPSI

PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR

DENGAN BAYANG-BAYANG

(STUDI INTEGRATIF FIKIH DAN SAINS)

Oleh:

WASITO ADI

NPM. 1297339

Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah

Fakultas Syari’ah

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO

1440 H / 2019 M

Page 2: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

ii

PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR

DENGAN BAYANG-BAYANG

(STUDI INTEGRATIF FIKIH DAN SAINS)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

WASITO ADI

NPM. 1297339

Pembimbing I : Drs. H. A. Jamil, M.Sy.

Pembimbing II : Elfa Murdiana, M.Hum

Jurusan Hukum Ekonomi Syariah

Fakultas Syariah

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO

1440 H / 2019 M

Page 3: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

iii

Page 4: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

iv

Page 5: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

v

Page 6: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

vi

ABSTRAK

PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR

DENGAN BAYANG-BAYANG

(STUDI INTEGRATIF FIKIH DAN SAINS)

Oleh:

WASITO ADI

Shalat lima waktu tidak bisa dilakukan dengan sembarang waktu, akan tetapi

harus mengikuti waktu-waktu yang telah ditentukan berdasarkan Al-Qur’an dan Al-

Hadis. Namun dalam realita banyak masyarakat dalam melaksanakan Shalat masih

terpaku dengan pendapat para ulama’, sedangkan para ulama’ juga masih

banyak perbedaan pendapatan tentang waktu Shalat. Penetapan waktu shalat

merupakan persoalan yang sangat klasik sejak masa pertumbuhan Islam, dan hal

ini sangat menjadi sorotan para pemikir muslim. Karena permasalahan ini sangat

erat kaitannya dengan masalah ibadah. Menurut syariat Islam, praktik shalat harus

sesuai dengan segala petunjuk tata cara Rasulullah SAW sebagai figur

pengejawantahan perintah Allah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui untuk dapat mengetahui

penentuan waktu shalat dzuhur dan ashar dengan bayang-bayang berdasarkan

studi integratif fikih dan sains. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan

(library research). Sedangkan sifat penelitiannya bersifat deskriptif. Pengumpulan

data dilakukan dengan menggunakan teknik dokumentasi. Data hasil temuan

digambarkan secara deskriptif dan dianalisis menggunakan analisis isi (content

analysis). Juga pada penelitian ini, setelah datanya terkumpul akan dilakukan

analisis data secara kualitatif komparatif.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa penentuan awal waktu shalat

dengan peredaran matahari saling berhubungan antara Al-Quran dan sains

modern. Karena didalam perpektif Al-Quran terdapat gambaran-gambaran umum

tentang kedudukan matahari dengan kasat mata dan tanpa perhitungan dalam

menentukan awal waktu shalat. Sedangkan dengan perpektif Sains modern kita

dapat menentukan awal waktu shalat secara perhitungan dan memudahkan kita

mengetahui awal waktu shalat pada berapa derajat kedudukan matahari sehingga

sudah masuk awal waktu shalat,dan dengan perhitungan tersebut kita dapat

mengetahui jam berapa awal waktu shalat dapat dilaksanakan.

Page 7: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

vii

ORISINALITAS PENELITIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : WASITO ADI

NPM : 1297339

Jurusan : Hukum Ekonomi Syariah

Fakultas : Syariah

Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah asli hasil penelitian saya

kecuali bagian-bagian tertentu yang dirujuk dari sumbernya dan disebutkan dalam

daftar pustaka.

Page 8: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

viii

MOTTO

...

Artinya: ...Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan

waktunya atas orang-orang yang beriman. (Q.S. An-Nisaa: 103)1

1 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV. Diponegoro,

2005), h. 76

Page 9: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

ix

PERSEMBAHAN

Dengan kerendahan hati dan rasa syukur kepada Allah SWT, peneliti

persembahkan skripsi ini kepada:

1. Ayahanda Supardi dan Ibunda Siti Romlah yang senantiasa berdo’a,

memberikan kesejukan hati, dan memberikan dorongan demi keberhasilan

peneliti.

2. Kakakku Tio dan Retno serta adikku Toni yang senantiasa memberikan

dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Almamater IAIN Metro.

Page 10: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, atas taufik hidayah

dan inayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan Skripsi ini.

Penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu bagian dari persyaratan untuk

menyelesaikan pendidikan jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah

IAIN Metro guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H).

Dalam upaya penyelesaian skripsi ini, peneliti telah menerima banyak

bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karenanya peneliti

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Hj. Enizar, M.Ag, selaku Rektor IAIN Metro,

2. Bapak H. Husnul Fatarib, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Syariah

3. Bapak Sainul, SH, MA, selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah,

sekaligus

4. Bapak Drs. H. A. Jamil, M.Sy, selaku Pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan yang sangat berharga kepada peneliti.

5. Ibu Elfa Murdiana, M.Hum, selaku Pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan yang sangat berharga kepada peneliti.

6. Bapak dan Ibu Dosen/Karyawan IAIN Metro yang telah memberikan ilmu

pengetahuan dan sarana prasarana selama peneliti menempuh pendidikan.

Kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini akan sangat diharapkan dan

diterima dengan lapang dada. Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

pengembangan ilmu Hukum Ekonomi Syariah.

Metro, Juli 2019

Peneliti,

Wasito Adi

NPM. 1297339

Page 11: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

xi

DAFTAR ISI

Hal.

HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii

NOTA DINAS ................................................................................................ iii

PERSETUJUAN ............................................................................................. iv

PENGESAHAN .............................................................................................. v

ABSTRAK ...................................................................................................... vi

ORISINALITAS PENELITIAN ................................................................... vii

MOTTO .......................................................................................................... viii

PERSEMBAHAN ........................................................................................... ix

KATA PENGANTAR .................................................................................... x

DAFTAR ISI ................................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1

B. Pertanyaan Penelitian .............................................................. 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 9

D. Penelitian Relevan ................................................................... 9

E. Metode Penelitian .................................................................... 11

1. Jenis dan Sifat Penelitian ................................................... 11

2. Sumber Data ...................................................................... 13

3. Teknik Pengumpulan Data ................................................ 15

4. Teknik Analisis Data ......................................................... 16

BAB II LANDASAN TEORI .................................................................... 18

A. Pengertian Studi Integratif ....................................................... 18

B. Pengertian Waktu Shalat .......................................................... 19

C. Dasar Hukum Waktu Shalat ............................................................ 22

D. Metode Penentuan Awal Waktu Shalat .................................... 26

E. Penentuan Awal Waktu Dzuhur dan Azhar .............................. 34

Page 12: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

xii

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................... 40

A. Konsep Al-Qur’an tentang Peredaran Matahari ...................... 40

B. Matahari Sebagai Metode Awal Penentuan Awal Waktu

Shalat ........................................................................................ 44

C. Matahari Sebagai Metode Awal Penentuan Awal Waktu

Shalat ........................................................................................ 48

BAB IV PENUTUP ..................................................................................... 57

A. Kesimpulan ............................................................................... 57

B. Saran ......................................................................................... 57

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 13: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Bimbingan

2. Outline

3. Formulir Konsultasi Bimbingan Skripsi

4. Surat Keterangan Bebas Pustaka

5. Riwayat Hidup

Page 14: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Shalat berarti ucapan dan perbuatan yang diawali dengan takbiratul

ihram dan diakhiri dengan salam sesuai dengan syarat-syarat tertentu,

sebagaian Madzhab Hanafi mendefinisikan Shalat sebagai rangakaian rukun

yang dikhususkan dan dzikir yang ditetapkan dengan syarat-syarat tertentu

dalam waktu yang telah ditetapkan pula. Sebagian Ulama’ Hambali

memberikan pengertian lain bahwa Shalat adalah nama untuk sebuah

aktifitas yang terdiri dari rangkaian berdiri, ruku’ dan sujud.1

Dalam Al-Quran dan Hadits telah dijelaskan ketentuan (tanda-tanda)

waktu dilaksanakannya ibadah Shalat. Hal ini dimaksudkan agar Shalat tidak

dilaksanakan di sembarang waktu tanpa adanya alasan yang jelas. Tetapi

tanda-tanda waktu Shalat yang termaktub di dalam al-Quran hanya disebutkan

secara umumnya saja, sebagaimana termaktub dalam surat An Nisa ayat 103.

Artinya: “Maka apabila kamu telah menyelesaikan Shalat(mu),

ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.

kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah Shalat itu

(sebagaimana biasa). Sesungguhnya Shalat itu adalah fardhu yang ditentukan

waktunya atas orang-orang yang beriman.”2

1 Fadlolan Musyaffa’ Mu’thi, Shalat Di Pesawat Dan Angkasa (Studi Komperatif Antar

Madzhab Fiqih), (Semarang: Syauqi Press, 2007), h. 25 2 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2008), h.

95

Page 15: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

2

Ayat tersebut memberikan penegasan bahwa perintah mendirikan shalat

adalah suatu kewajiban yang amat dipentingkan dengan memperhatikan dan

berusaha maksimal mengetahui waktu-waktu shalat yang ditetapkan. Hal ini

juga menunjukkan bahwa diantara implikasi perhatian pada perintah

mendirikan shalat adalah memperhatikan dengan baik seluruh syarat-syarat

sah shalat hal mana diantaranya adalah “waktu shalat”. Atau dengan kata lain,

bahwa isntimbath hukum pada ayat tersebut adalah umat Islam wajib

mengetahui waktu-waktu shalat wajib dengan mempelajarinya sebagimana

wajibnya mengetahui syarat-syarat sah shalat yang lain seperti bersuci

(thaharah), menutup aurat dan menghadap arah kiblat.3

Artinya: “Dirikanlah Shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai

gelap malam dan (dirikanlah pula Shalat) subuh. Sesungguhnya Shalat subuh

itu disaksikan (oleh malaikat)”.4

Ayat di atas menerangkan waktu-waktu Shalat yang lima. Tergelincir

matahari untuk waktu Shalat Zhuhur dan Ashar, gelap malam untuk waktu Magrib

dan Isya.

3 Alimuddin, “Perspektif Syar’i dan Sains Awal Waktu Shalat”, dalam Jurnal Al-Daulah,

(Makassar: Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Alauddin Makassar), Vol.1 No.1 Desember 2012,

h. 122 4 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya., h. 290

Page 16: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

3

Artinya: “Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan

bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum

terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada

waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang,” (QS Thaha: 130)5

Ayat tersebut hanya menyatakan bahwa Shalat adalah kewajiban yang

telah ditentukan waktunya, tetapi pada ayat-ayat di atas tidak disebutkan

kapan waktu pelaksanaannya dan berapa jumlah waktu Shalat tersebut. Secara

umum ayat tersebut sangat bersifat kontradiktif, sehingga menimbulkan

perbedaan pemahaman terhadap teks ayat tersebut. Namun para ulama

sepakat bahwa perintah Shalat yang diwajibkan sehari semalam ada lima

waktu. Mengenai waktu pelaksanaanya, Allah sudah memberikan isyarat

tentang waktu-waktu yang harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

waktunya tersebut.

Oleh sebab itu, Shalat lima waktu tidak bisa dilakukan dengan sembarang

waktu, akan tetapi harus mengikuti waktu-waktu yang telah ditentukan

berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadis.6 Namun dalam realita banyak masyarakat

dalam melaksanakan Shalat masih terpaku dengan pendapat para ulama’,

sedangkan para ulama’ juga masih banyak perbedaan pendapatan tentang

waktu Shalat.

Penetapan waktu shalat merupakan persoalan yang sangat klasik sejak

masa pertumbuhan Islam, dan hal ini sangat menjadi sorotan para pemikir

muslim. Karena permasalahan ini sangat erat kaitannya dengan masalah

ibadah. Menurut syariat Islam, praktik shalat harus sesuai dengan segala

5 Ibid, h. 321

6 Susiknan Azhari, Ilmu Falak Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Lazuardi, 2001), h. 73

Page 17: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

4

petunjuk tata cara Rasulullah SAW sebagai figur pengejawantahan perintah

Allah. Rasulullah SAW bersabda, “Shalatlah kalian sesuai dengan apa yang

kalian lihat aku mempraktikkannya”.7

Mengenai penentuan waktu shalat, para imam mazhab memiliki

pendapat masing-masing, yaitu sebagai berikut:

1. Penentuan Waktu Dzuhur

Para ulama sependapat bahwa penentuan awal waktu Zhuhur,

adalah pada saat tergelincirnya matahari. Sementara dalam menentukan

akhir waktu Zhuhur, ada beberapa pendapat yaitu sampai panjang bayang-

bayang sebuah benda sama dengan panjang bendanya (menurut Imam

Malik, Syafi‘i, Abu Tsaur dan Daud). Sedangkan pendapat Imam Abu

Hanifah ketika bayang-bayang benda sama dengan dua kali bendanya.8

2. Penentuan Waktu Ashar

Permulaan waktu ashar dimulai ketika berakhirnya waktu zuhur.

Dengan adanya perselisihan pendapat mengenai akhir waktu zuhur, maka

permulaan waktu ashar terdapat perbedaan. Beberapa pendapat ulama

tentang waktu Shalat ashar:

a. Menurut Imam syafi’i awal waktu asar adalah bila bayang-bayang

tongkat panjangnya sama dengan panjang bayangan waktu tengah hari

ditambah satu kali panjang tongkat sebenarnya.

b. Sedangkan Jumhurul ulama berpendapat masuknya awal waktu Shalat

asar yaitu ketika berakhirnya waktu zuhur atau ketika bayang-bayang

7 Tolha Hasyim Fanani, Metode Penentuan Waktu Sholat di Masjid-Masjid Kabupaten

Malang, dalam Jurisdictie, Jurnal Hukum dan Syariah, Volume 2, Nomor 2, Desember 2011, h.

135. 8 Tamhid Amri, “Waktu Shalat Perspektif Syar’i”, dalam Jurnal Asy-Syari’ah, (Bandung:

Pondok Pesantren Al-Basyariah), Vol. 16, No. 3, Desember 2014, h. 211

Page 18: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

5

suatu benda sama dengan benda tersebut dan berakhir ketika

terbenamnya matahari.

c. Sedangkan menurut pendapat Imam Hanafi masuknya awal waktu

ahsar itu ketika bayang-bayang benda ditambah dengan bayangan

zuhur atau dua kali bayangan dari benda.

d. Imam Maliki mengatakan bahwa asar merupakan dua waktu pertama

dimulai dari lebihnya (dalam ukuran panjang) bayang-bayang suatu

benda sampai kuning matahari. Kedua sinar matahari kekuning-

kuningan sampai terebanamnya matahari.9

3. Penentuan Waktu Maghrib

Imam Hanafi, Hambali, dan Syafi‘i, berpendapat bahwa waktu

Magrib adalah antara tenggelamnya matahari sampai tenggelamnya mega

atau sampai hilangnya cahaya merah di arah barat. Sedangkan Imam Maliki

berpendapat, sesungguhnya waktu Magrib sempit, ia hanya khusus dari

awal tenggelamnya matahari sampai di perkirakan dapat melaksanakan

shalat Magrib itu, yang termasuk di dalamnya, cukup untuk bersuci dan

adzan dan tidak boleh mengakhirkanya (mengundurnya) dari waktu ini, ini

hanya pendapat Maliki saja.10

4. Penentuan Waktu Isya’

Imam Syafi‘i dan mayoritas ulama berpendapat bahwa awal waktu

Isya’ ialah ketika hilangnya mega merah, sedangkan Imam Hanafi

berpendapat bahwa awal waktu Isya’ ialah ketika munculnya mega hitam

9 Alimuddin, “Perspektif Syar’i dan Sains Awal Waktu Shalat”, dalam Jurnal Al-Daulah,

(Makassar: Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Alauddin Makassar), Vol.1 No.1 Desember 2012,

h. 124 10

Tamhid Amri, “Waktu Shalat Perspektif Syar’i”, dalam Jurnal Asy-Syari’ah,

(Bandung: Pondok Pesantren Al-Basyariah), Vol. 16, No. 3, Desember 2014, h. 212

Page 19: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

6

atau disaat langit benar-benar telah gelap.11

5. Penentuan Waktu Shubuh

Waktu Shubuh adalah waktu mulai terbitnya fajar shadiq dan

berlangsung hingga terbitnya matahari. Para ahli fiqh sepakat dengan

pendapat tersebut.12

Awal dan akhir waktu Shalat ditentukan berdasarkan posisi matahari

dilihat dari suatu tempat di bumi, sehingga ketika langit mendung dan

matahari tidak memantulkan sinarnya, maka terjadi kesulitan dalam

mendekteksi posisi matahari untuk dapat dijadikan dasar penentuan awal dan

akhir waktu Shalat.

Selanjutnya, penentuan waktu shalat dalam perspektif sains (astronomi)

terdapat beberapa hal penting untuk dipahami lebih awal, diantaranya adalah:

posisi matahari, terutama tinggi matahari, jarak zenith (bu’du as-sumti), Zm =

900-h. Fenomena awal fajar (morning twislight), matahari terbit (sunrise),

matahari melintasi meridian (culmination), matahari terbenam (sunset) dan

akhir senja (evening twilight) berkaitan dengan jarak zenith matahari.13

Penetapan hisab awal waktu shalat sangat dipengaruhi oleh beberapa

hal penting dalam tata ordinat di antaranya adalah deklinasi matahari dan

perata waktu. Awal waktu Zuhur; dirumuskan sejak seluruh bundaran matahari

meninggalkan meridian, biasanya diambil sekitar 2 derajat setelah lewat tengah

hari, Saat berkulminasi atas pusat bundaran matahari berada di meridian. Awal

waktu shalat Ashar, dalam ilmu falak dinyatakan sebagai keadaan tinggi

11

Ibid., h. 213 12

Ibid., h. 213 13

Alimuddin, “Perspektif Syar’i dan Sains Awal Waktu Shalat”, dalam Jurnal Al-Daulah,

(Makassar: Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Alauddin Makassar), Vol.1 No.1 Desember 2012,

h. 124

Page 20: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

7

matahari sama dengan jarak zenith titik pusat matahari pada waktu

berkulminasi ditambah bilangan satu. Sedang waktu shalat Magrib, berarti saat

terbenam matahari (ghurub), yaitu seluruh piringan matahari tidak kelihatan

oleh pengamat. Piringan matahari berdiameter 32’ menit busur, setengahnya

berarti 16 menit busur, Selanjutnya, awal waktu shalat Isya; ditandai dengan

memudarnya cahaya merah (asy-syafaq al-ahmar) di bagian langit sebelah

barat yakni sebagai tanda masuknya gelap malam, tinggi matahari pada saat itu

adalah 180 di bawah ufuk (horizon), sebelah barat dan jarak zenith matahari

adalah 1080 ( 90

0 + 18

0 ), atau h = - 18

0. Adapun Awal waktu Shalat Subuh;

dipahami sejak terbit fajar sampai waktu akan terbit matahari.14

Dengan adanya berbagai persoalan di atas, maka perlu kejelasan

waktu yang tepat sebagai patokan waktu pada jam berapa awal waktu Shalat

dan jam berapa berakhir waktu Shalat yang menggunakan penetapan awal

waktu shalat dengan metode sains/ilmu falak.

Dengan kemajuan yang telah dicapai manusia dalam bidang ilmu falak.

Berangsur-angsur manusia menemukan metode-metode terbaru untuk

menentukan awal waktu shalat berdasar hadist yang menerangkan batasan-

batasan waktu shalat di atas. Penggunaan metode-metode terbaru tersebut

muncul setelah ditemukannya jam yang terdiri dari satuan jam, menit, dan

detik. Penggunaan metode ini diterapkan dengan memperhatikan Lintang

Tempat (φ), Bujur Tempat (λ), Deklinasi Matahari (δo), Equation of

Time/Perata Waktu (eo), Tinggi Matahari (ho), Koreksi Waktu Daerah (Kwd),

14

Ibid., h. 130

Page 21: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

8

dan Ihtiyath (i) dalam menentukan awal waktu shalat.15

Pada dasarnya penentuan waktu Shalat diperlukan letak geografis,

waktu (tanggal), dan ketinggian. Begitu juga dengan awal waktu Shalat

dzuhur dan waktu Shalat ashar, yang menjadi perbedaan para ulama dalam

penentuannya, karena bayang-bayang matahari pada saat berakhirnya waktu

Shalat dzuhur menjadi perdebatan sehingga mempengaruhi awal masuknya

Shalat ashar.

Meskipun demikian, pemberlakuan jadwal shalat yang mengacu pada

satu titik markaz untuk daerah sekitar markaz telah menggeser peran penentuan

shalat yang sebenarnya yakni menggunakan pedoman pergerakan sinar

matahari yang mengawali penyinarannya dari bumi bagian timur. Selain itu,

penyeragaman waktu shalat dalam satu daerah akan menjadikan daerah sekitar

markaz akan menyesuaikan dengan waktu markaz, padahal secara hakiki

tentunya ada perbedaan dalam awal dan akhir waktunya.16

Berdasarkan perbedaan kedua metode penentuan awal waktu shalat di

atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji tentang bagaimana

penentuan waktu shalat dzuhur dan ashar dengan bayang-bayang berdasarkan

studi integratif fikih dan sains.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, pertanyaan penelitian yang

muncul adalah: Bagaimana penentuan waktu shalat dzuhur dan ashar dengan

bayang-bayang berdasarkan studi integratif fikih dan sains?

15

Nanda Trisna Putra, Problematika Waktu Ihtiyath Dalam Pembuatan Jadwal Shalat,

dalam Jurisdictie, Jurnal Hukum dan Syariah, Volume 3, Nomor 1, Juni 2012, h. 93. 16

Ibid, h. 96.

Page 22: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian ini adalah

untuk dapat mengetahui penentuan waktu shalat dzuhur dan ashar dengan

bayang-bayang berdasarkan studi integratif fikih dan sains.

2. Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan atau manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini

adalah:

a. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi satu kajian dan

menambah khasanah pengetahuan khususnya yang berkaitannya tentang

penentuan waktu shalat dzuhur dan ashar dengan bayang-bayang

berdasarkan studi integratif fikih dan sains.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

masukan kepada pembaca dan peneliti mengenai penentuan waktu

shalat dzuhur dan ashar dengan bayang-bayang berdasarkan studi

integratif fikih dan sains.

D. Penelitian Relevan

Penelitian relevan atau telaah pustaka berisi tentang uraian secara

sistematis mengenai hasil penelitian yang terdahulu (prior research) tentang

persoalan yang akan dikaji. Bagian ini memuat daftar hasil penelitian yang telah

diteliti oleh beberapa mahasiswa yang telah melakukan penelitian sebelumnya

Page 23: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

10

kemudian membandingkan apakah penelitian yang akan peneliti lakukan

tersebut telah diteliti sebelumnya atau belum.

Hal-hal yang dijadikan sumber penelitian, yaitu tentang “Studi Analisis

Metode Penentuan Waktu Shalat Dalam Kitab Ad-Durus Al-Falakiyyah Karya

Ma’sum Bin Ali” yang diteliti oleh Maryani, Institut Agama Islam Negeri

Walisongo Semarang tahun 2011. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

dan mendeskripsikan bagaiaman keakurasian metode penentuan waktu Shalat

dan kitab ad-durus al-falakiyyah dan bagaiamana relevansi metode penentuan

waktu Shalat dalam kitab ad-durus al-falakiyyah pada saat ini untuk daerah

Jawa Timur khususnya kota Pare kabupaten Kediri.17

Skripsi Maryani menjelaskan tentang bagaimana keakurasian metode

penentuan waktu Shalat dan kitab ad-durus al-falakiyyah dan bagaiamana

relevansi metode penentuan waktu Shalat dalam kitab ad-durus al-falakiyyah

yakni dengan metode penelitian kualitatif.

Peninjauan terhadap skripsi yang berjudul “Konsep Awal Waktu Shalat

Ashar Imam Syafi’i dan Hanafi (Uji Akurasi Berdasarkan Ketinggian Bayang-

Bayang Matahari di Kabupaten Semarang)” yang diteliti oleh Siti Mufarrohah

Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang tahun 2010. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui kedudukan bayang-bayang matahari awal waktu

Shalat ashar di kabupaten semarang dengan mempertimbangkan ketinggian

tempat dan titik koordinat yang berbeda, dan untuk mengetahui sejauh mana

17

Maryani, Studi Analisis Metode Penentuan Waktu Shalat Dalam Kitab Ad-Durus Al-

Falakiyyah Karya Ma’sum Bin Ali, Skripsi di Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang.

2011.

Page 24: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

11

akurasi waktu Shalat ashar di kabupaten semarang secara astronomis.18

Skripsi Siti Mufarrohah menjelaskan tentang kedudukan bayang-bayang

matahari awal Shalat ashar dengan mempertimbangkan ketinggian tempat dan

titik koordinat yang berbeda, serta untuk mengetahui sejauh mana akurasi waktu

Shalat ashar secara astronomis. Skripsi siti mufarrohah ini menggunakan

metode penelitian kuantitatif.

Dari beberapa penelitian di atas, maka dapat diketahui bahwa

penelitian yang dilakukan ini berbeda dengan penelitian di atas, karena ada

beberapa permasalahan yang berbeda. Dalam penelitian yang dilakukan oleh

peneliti adalah penentuan waktu shalat dzuhur dan ashar dengan bayang-

bayang berdasarkan studi integratif fikih dan sains. Hal yang menjadi

pembahasan di dalam penelitian ini adalah bagaiaman penentuan waktu shalat

dzuhur dan ashar dengan bayang-bayang berdasarkan studi integratif fikih dan

sains.

E. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library

research). Penelitian pustaka (library research) adalah suatu penelitian

yang dilakukan di ruang perpustakaan untuk menghimpun dan

menganalisis data yang bersumber dari perpustakaan, baik berupa

buku-buku periodikal-periodikal, seperti majalah-majalah ilmiah yang

18

Siti Mufarrohah, Konsep Awal Waktu Shalat Ashar Imam Syafi’i dan Hanafi (Uji Akurasi

Berdasarkan Ketinggian Bayang-Bayang Matahari di Kabupaten Semarang), Skripsi di Institut

Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, 2010.

Page 25: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

12

diterbitkan secara berkala, kisah-kisah sejarah, dokumen-dokumen,

dan materi perpustakaan lainnya, yang dapat dijadikan sumber rujukan

untuk menyusun suatu laporan ilmiah.19

Sebagian besar kegiatan di dalam keseluruhan proses penelitian

adalah membaca dan menelaah agar dapat menegakkan landasan yang

kokoh bagi langkah-langkah berikutnya.20

Pada hakekatnya data yang diperoleh dengan penelitian pustaka

dapat dijadikan landasan di dalam penulisan karya ilmiah. Jadi,

penelitian yang telah dilakukan adalah penelitian kepustakaan di mana

peneliti banyak mengkaji buku-buku atau literatur-literatur yang

berhubungan dengan penentuan awal waktu shalat berdasarkan

integrasi fiqih dan sains.

b. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif, karena penelitian ini berupaya

mengumpulkan fakta-fakta yang ada, penelitian ini terfokus pada

usaha mengungkapkan suatu masalah dan keadaan sebagaimana

adanya yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.

“Penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian yang bermaksud

mengadakan pemeriksaan dan pengukuran-pengukuran terhadap gejala

tertentu.”21

. Menurut Cholid Narbuko dan Abu Achmadi “Penelitian

deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan

19

Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian & Teknik Penyusunan Skripsi, (Jakarta:

Rineka Cipta, 2011), h. 95-96 20

Sumadi Suryabrata, Metodelogi Penelitian, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 19. 21

Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian., h. 97

Page 26: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

13

pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data, jadi ia juga

menyajikan data, menganalisis, dan menginterpretasi”.22

Berdasarkan pengertian tersebut, penelitian deskriptif adalah

menguraikan atau memaparkan kejadian secara teliti. Pada penelitian

ini, peneliti berusaha menguraikan atau memaparkan data dengan

literatur buku atau pustaka yang ada terkait dengan penentuan waktu

shalat dzuhur dan ashar dengan bayang-bayang berdasarkan studi

integratif fikih dan sains.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah subjek darimana data dapat

diperoleh.23

Penelitian kepustakaan bidang hukum termasuk ke dalam

sumber data sekunder. Sumber data sekunder merupakan sumber yang

tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat

orang lain atau lewat dokumen.24

Sumber data sekunder dalam penelitian

hukum dibagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:

a. Bahan Primer

Bahan Primer adalah bahan yang isinya mengikat karena

dikeluarkan oleh pemerintah.25

Pada penelitian ini, yang menjadi

bahan primer yaitu sebagai berikut:

1) Al-Qur’an

22

Cholid Narbuko dan Abu Achmadi. Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara,

2013), h. 44 23

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka

Cipta, 2013), h. 172. 24

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R & D, (Bandung: Alfabeta,

2016), h. 137 25

Burhan Ashafa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), h. 103

Page 27: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

14

2) Hadis

3) Buku yang berkaitan dengan awal waktu shalat baik falak maupun

fikih.

b. Bahan Sekunder

Bahan sekunder adalah bahan-bahan yang membahas bahan

primer.26

Pada penelitian ini, yang menjadi bahan sekunder adalah

sebagai berikut:

1) A. Jamil. Ilmu Falak. Yogyakarta: Amzah, 2008.

2) Alimuddin. Perspektif Syar’i Dan Sains Awal Waktu Shalat.

dalam jurnal Ad-Daulah Vol. 1 / No. 1 / Desember 2012

3) Encup Supriatna. Hisab Rukyat dan Aplikasinya. Bandung : PT

Refika Aditama, 2007. cet I.

4) Endang Sulistyowati. Dasar-dasar Geometri untuk ilmu Falak:

Cara Mudah Menentukan Arah Kiblat dan Awal Waktu Shalat.

Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2015.

5) Muhyiddin Kazain. Ilmu Falak Teori dan Praktek. Yogyakarta:

Buana Pustaka, 2004.

c. Bahan Tertier

Bahan tertier adalah bahan-bahan yang bersifat menunjang

bahan primer dan sekunder.27

Bahan tertier pada penelitian ini di

antaranya yaitu yaitu almanak nautica dan bahan dari internet yang

26

Ibid 27

Ibid., h. 104

Page 28: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

15

berkaitan dengan perjanjian bisnis waralaba menurut hukum positif

dan hukum Islam.

3. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

yakni menggunakan dokumentasi. Dokumentasi berarti mencari data

mengenai hal-hal atauvariabel yang berupa catatan atau transkip, buku,

surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya.28

Teknik ini digunakan untuk memperoleh data dengan cara melihat

pustaka-pustaka atau buku-buku yang ada, khususnya yang berkaitan

dengan waktu-waktu Shalat sebagai data primer dan buku lain sebagai data

pendukung. Peneliti juga mengadopsi beberapa pendapat yang

diungkapkan oleh para ahli falak tentang waktu-waktu Shalat.

4. Metode Analisa Data

Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi mengungkapkan analisis

data adalah “Proses penyederhanaan data di dalam bentuk yang mudah

dibaca dan diinterpretasikan”.29

Teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

isi (Content analysis). Content Analysis atau kajian isi adalah teknik apa

pun yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan

karakteristik pesan, dan dilakukan secara objektif dan sistematis.30

28

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta:

RinekaCipta, 1988), h. 247. 29

Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi, Metodologi Penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES,

1981), h.263. 30

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2012), h. 220.

Page 29: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

16

Juga pada penelitian ini, setelah datanya terkumpul akan dilakukan

analisis data secara kualitatif komparatif. Koentjoroningrat mengatakan

bahwa:

“Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif komparatif ini

bertujuan untuk menggambarkan secara tepat tentang sifat-sifat

individu dan membandingkan keadaan kelompok tertentu untuk

menentukan prevensi adanya hubungan antara gejala yang satu

dengan gejala yang lain pada masyarakat.”31

Guna mengawali cara analisis data penelitian komparasi, berikut

ini disajikan penjelasan Aswani Sudjud tentang penelitian komparasi.

Menurut beliau:

“Penelitian komparasi akan dapat menemukan persamaan-

persamaan dan perbedaan- perbedaan tentang benda-benda, tentang

orang, tentang prosedur kerja, tentang ide-ide, kritik terhadap

orang, kelompok, terhadap suatu idea atau suatu prosedur kerja.

Dapat juga membandingkan kesamaan pandangan dan perubahan-

perubahan pandangan orang, grup atau negara, terhadap kasus,

terhadap orang, peristiwa atau terhadap ide-ide.”32

Persamaan dari studi komparatif yaitu studi integratif. Analisis data

dengan studi integratif yaitu analisis data yang dilakukan dengan

menyamakan dan membandingkan suatu objek yang diteliti menurut

hukum yang berlaku.

Berdasarkan uraian di atas, maka pada penelitian ini, peneliti

menguraikan data-data yang terkait dengan penentuan waktu Shalat

dzuhur dan ashar sehingga diperoleh gambaran tentang penentuan waktu

shalat dzuhur dan ashar dengan bayang-bayang berdasarkan studi

31

Koentjoroningrat, Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: LP3ES, 1981), h.43. 32

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian., h. 310.

Page 30: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

17

integratif fikih dan sains. Serta membandingkan keduanya hingga terlihat

perbedaan dan persamaannya.

Page 31: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Studi Integratif

Studi integratif berasal dari dua kata, yaitu studi dan integratif. Studi

dalam kampus Bahasa Indonesia berarti penelitian ilmiah, kajian, ataupun

telaahan.1 Sedangkan Integratif berasal dari kata integrasi. Integrasi dalam

Kamus Besar bahasa Indonesia berarti penyatuan hingga menjadi kesatuan

utuh atau bulat atau bergabung (bersatu supaya menjadi utuh atau bulat).2

Studi integratif adalah studi yang menggunakan cara pandang dan atau

cara analisis yang menyatu dan terpadu.3 Studi integratif adalah studi yang

berupaya memadukan dua hal yang masih diberlakukan secara dikotomis

dalam suatu studi.4

Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa studi integratif

adalah studi yang menyajikan bahan studi secara terpadu, yaitu dengan

menyatukan, menghubungkan, atau mengaitkan bahan studi sehingga tidak

ada yang berdiri sendiri atau terpisah-pisah.

1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa,

2008), h. 1530 2 Ibid., h. 594

3 Fuad Arif Noor, “Pendekatan Integratif dalam Studi Islam”, dalam Cakrawala, Jurnal

Studi Islam, (Yogyakarta: STPI Bina Insan Mulia Yogyakarta), (Vol. 13 No. 1 (2018), h. 62 4 Aliana, “Studi Komparatif Pendidikan Integratif K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Imam

Zarkasyi", dalam http://eprints.ums.ac.id/60828/14/naspub%20ana%20sip.pdf, diakses pada

tanggal 25 Juli 2019

Page 32: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

19

B. Pengertian Waktu Shalat

Penentuan awal waktu Shalat merupakan bagian dari ilmu falak yang

perhitungannya ditetapkan berdasarkan garis edar matahari atau penelitian

posisi matahari terhadap bumi.5 Perintah wajib mengerjakan Shalat lima waktu

sehari semalam telah diterima oleh Rasulullah SAW semasa peristiwa Isra’ dan

Mi’raj. Nabi Muhammad telah menerima wahyu secara langsung dari Allah

SWT dalam peristiwa tersebut.

Menurut bahasa Shalat adalah do’a, Shalat juga mempunyai arti

rahmat dan juga mempunyai arti memohon ampunan, seperti yang terdapat

dalam surat al-Ahzab ayat 56.6

Artinya: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya

bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah

kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”

Kata Shalat adalah kata jadian dari kata al-silat artinya hubungan

hamba dengan tuhan. Dalam ibadah seseorang hamba menghadap Allah

maha pencipta dengan memusatkan daya dan gaya inderanya kepada Allah.7

Dalam pengertian lain asal kata Shalat bermakna pengagungan, dan bisa

5Encup Supriatna, Hisab Rukyat dan Aplikasinya, (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), cet

I, h.15. 6 QS. Al-Ahzab (33): 56

7 Departemen Agama, Ensiklopedi Islam di Indonesia, (Jakarta: Proyek peningkatan

prAsarana dan sarana, 1993), h 1056

Page 33: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

20

juga bermakna ibadah yang dikhususukan karena di dalamnya terdapat

pengagungan terhadap Allah SWT.

Secara terminologi syara’ (Jumhur Ulama’) Shalat berarti ucapan

dan perbuatan yang diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan

salam sesuai dengan syarat-syarat tertentu, sebagaian Madzhab Hanafi

mendifinisikan Shalat sebagai rangakaian rukun yang dikhususkan dan

dzikir yang ditetapkan dengan syarat-syarat tertentu dalam waktu yang

telah ditetapkan pula. Sebagian Ulama’ Hambali memberikan pengertian lain

bahwa Shalat adalah nama untuk sebuah aktifitas yang terdiri dari

rangkaian berdiri, ruku’ dan sujud.8

Shalat lima waktu mempunyai sejarah dan istilah masing-masing,

istilah Shalat zuhur karena Shalat ini adalah Shalat pertama yang dilakukan

oleh malaikat Jibril di pintu Ka’bah,9 dan dilakukan ketika keadaan panas.

Sedangkan banyak ulama’ yang berpendapat bahwa Shalat ashar adalah Shalat

Wustha yaitu Shalat yang dilaksanakan ditengah-tengah antara terbir fajar

dan terbenamnya matahari, akan tetapi para ulama’ juga berbeda pendapat

tentang istilah ini, namun menurut pendapat mayoritas ulama’ bahwa al-

Shalatul al-Wustha adalah Shalat ashar dengan dasar surat Al-Baqarah ayat 238

sebagai berikut:

8 Fadlolan Musyaffa’ Mu’thi, Shalat Di Pesawat Dan Angkasa (Studi Komperatif Antar

Madzhab Fiqih), (Semarang: Syauqi Press, 2007), h 25 9Muhammad Nawawi, Syarah Sulamun An- Najah, (Indonesia: Dar al kitab, tt), hlm 11

Page 34: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

21

Artinya: “Peliharalah semua Shalat (mu), dan (peliharalah) Shalat

wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam Shalatmu) dengan khusyu.”10

Akan tetapi ada juga yang berpendapat bahwa istilah Shalat Ashar ini

karena Shalat yang dikerjakan ketika berkurangnya cahaya matahari dan Shalat

ini pertama dikerjakan oleh Nabi Yunus, kemudian untuk Shalat Magrib istilah

ini Shalat ini karena dikerjakan waktu terbenamnya matahari dan pertama

dikerjakan oleh Nabi Isa, sedangkan untuk Shalat Isya dengan kasroh huruf ‘ain

berarti awalnya gelap, sehingga Shalat Isya ini adalah Shalat yang dikerjakan

ketika mulai gelap.11

Jadi waktu Shalat adalah waktu yang telah ditentukan

oleh Allah untuk menegakkan ibadah Shalat yakni batas waktu tertentu

mengerjakan waktu Shalat.

Ulama’ fiqih sepakat bahwa waktu Shalat fardhu itu telah ditentukan

dengan jelas oleh Al-Qur’an dan hadits Rasulullah. Dan para ulama’ juga

banyak berbeda pendapat tentang masuknya awal waktu Shalat fardhu tersebut.

Hampir seluruh kitab fikih ada bab khusus yang membicarakan tentang

Mawaqit As-Shalat. Dari sini jelas bahwa istilah awal waktu Shalat merupaka

hasil ijtihad para ulama’ ketika menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dan hadits

yang berkaitan dengan waktu Shalat.

10

QS. Al-Baqarah (2): 238. 11

Muhammad Nawawi, op.cit, hlm 12

Page 35: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

22

C. Dasar Hukum Waktu Shalat

1. Dasar Hukum Al-Qur’an

a. Surat an-Nisa ayat 103

Artinya: “Sesungguhnya Shalat itu adalah kewajiban yang

ditentukan waktunya atas orang-orang beriman” (QS. An-Nisa: 103).

Dalam tafsir al Misbah, kitaban mauqutan dalam surat An-Nisa

ayat 103 diartikan sebagai Shalat merupakan kewajiban yang tidak

berubah, selalu harus dilaksanakan, dan tidak pernah gugur oleh sebab

apapun.

Dilanjutkan dengan keterangan tafsir al-Manaar, bahwa

sesungguhnya Shalat itu telah diatur waktunya oleh Allah SWT, kitaban

berarti wajib telah diatur waktunya di lauhul mahfudz. Mauqutan disini

menunjukkan arti sudah ditentukan batasan-batasan waktunya.

Dari tafsiran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Shalat harus

dilakukan tepat pada waktu-waktu yang telah ditentukan, berdasarkan

dalil-dalil baik dari al-qur’an maupun al-hadits.

b. Surat al-Isra ayat 78

Artinya: “Laksanakan Shalat dari sesudah matahari

tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula Shalat) subuh,

Page 36: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

23

sesungguhnya Shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat)”. (QS AL-

Isra’: 78).

Ahmad Mustafa dalam tafsirnya menyatakan bahwa Shalat

yang difardhukan kepada-mu setelah tergelincir matahari sampai

dengan gelapnya malam. Pernyataan ini menjadikan Shalat empat

waktu yaitu zuhur, asar, magrib, isya dan tunaikanlah Shalat subuh.

Semua mufasir telah sepakat bahwa ayat ini menerangkan

Shalat yang lima dalam menafsirkan terdapat dua pendapat:

1) Tergelincirnya atau condongnya matahari dari tengah langit.

Demikian diterangkan Umar Bin Khatab dan Putranya, Abu

Hurairah, Ibnu Abbas, Hasan Sya’bi Atha’, Mujahid Qathadah,

Dhahak, Abu Jajar dan ini pula yang dipilih Ibnu Jarir.

2) Terbenamnya matahari. Demikian diterangkan Ali Bin Mas’ud,

Ubay Bin Ka’ab, Abu Ubaid, dan yang telah diriwayatkan oleh

Ibnu Abbas.

c. Surat Taha ayat 130

Artinya: “Maka sabarlah engkau (Muhammad) atas apa yang

mereka katakan dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum

terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari

Page 37: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

24

dan pada waktu-waktu siang hari, agar engkau merasa tenang.” (QS

Taha : 130)

Ada juga ulama yang memahami perintah bertasbih berarti perintah

melaksanakan Shalat, karena Shalat mengandung tasbih, pensucian Allah

dan pujiannya. Bila dipahami demikian, maka ayat di atas dapat dijadikan

isyarat tentnag waktu-waktu Shalat yang ditetapkan Allah. Firman-Nya

“Qobla Thuluu’i al-Syamsyi” sebelum matahari terbit mengisyaratkan

Shalat subuh. “Wa Qobla Ghurub” dan sebelum terbenamnya adalah

Shalat asar.

2. Dasar Hukum dari Hadits

“Dari Abdullah bin Amr, sesungguhnya Nabi bersabda: “(batas)

waktu (Shalat zuhur adalah dari matahari tergelincir sampai bayangan

seseorang sama dengan tingginya, selagi belum datang waktu asar: waktu

(Shalat) asar adalah selama (cahaya) matahari belum menguning; waktu

(Shalat) magrib adalah selama syafaq (sinar matahari tenggelam) belum

hilang; waktu (Shalat) isya adalah (dari hilangnya sinar merah) sampai

separuh malam (pertama); dan (batas) waktu (Shalat) subuh adalah dari

terbit fajar sebelum terbitnya matahari.” (HR Muslim)12

Berdasarkan pemahaman terhadap hadis tersebut, ketentuan waktu-

waktu salat dapat dirincikan sebagai berikut:

12

Ahmad Saifulhaq al Muhtadi, “Tinjauan Astronomi Atas Hisab Awal Waktu Salat

Dalam Kitab Syawāriq Al-Anwār Karya KH. Noor Ahmad SS.”, dalam

http://eprints.walisongo.ac.id/1500/1/115112088_Tesis_Sinopsis.pdf, diakses pada tanggal 12

Desember 2017.

Page 38: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

25

a. Zuhur, Waktu Zuhur dimulai sejak Matahari tergelincir, yaitu sesaat

setelah Matahari mencapai titik kulminasi (culmination) dalam

peredaran hariannya, sampai tiba waktu Asar,

b. Asar, waktu Asar dimulai saat panjang bayang-bayang suatu benda

sama dengan bendanya ditambah dengan panjang bayangbayang saat

Matahari berkulminasi sampai tibanya waktu Magrib,

c. Magrib, waktu Magrib dimulai sejak Matahari terbenam sampai tiba

waktu Isya,

d. Isya, waktu Isya dimulai sejak hilang mega merah sampai separuh

malam (ada juga yang menyatakan akhir salat Isya adalah terbit fajar),

dan

e. Subuh, waktu Subuh dimulai sejak terbit fajar sampai terbit Matahari.13

Sedangkan mengenai shalat Ashar, Rasulullah SAW bersabda

sebagai berikut:

مس ف قد أدرك العصر من أدرك ركعة من العصر ق بل أن ت غرب الش

Artinya: “Barangsiapa yang mendapati satu raka’at shalat ‘Ashar

sebelum matahari tenggelam maka ia telah mendapatkan shalat ‘Ashar”.

(HR. Bukhari no. 579 dan Muslim no. 608).14

Hadits di atas dijelaskan bahwa permulaan waktu asar adalah

ketika berakhirnya waktu zuhur, sedangkan akhir waktu asar adalah

kuningnya matahari atau masuknya sebagai matahari.

13

Ibid 14

Muhammad Abduh Tuasikal, “Waktu Shalat (2), Shalat ‘Ashar”, dalam

https://rumaysho.com/2936-waktu-shalat-2-shalat-ashar.html, diakses pada tanggal 12 Desember

2017

Page 39: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

26

Selain itu, ada pula pendapat yang menyatakan bahwa awal waktu

shalat ashar yaitu panjang bayangan sesuatu telah semisal dengan

tingginya (menurut pendapat jumhur ulama). Dalilnya adalah hadits Nabi

shollallahu ‘alaihi was sallam,

مس وكان ظل الرجل كطوله ما ل يضر وقت الظهر إذا زالت الشمس العصر ووقت العصر ما ل تصفر الش

Artinya: “Waktu Sholat Zhuhur adalah ketika telah tergelincir

matahari (menuju arah tenggelamnya) hingga bayangan seseorang

sebagaimana tingginya selama belum masuk waktu ‘ashar dan waktu

‘ashar masih tetap ada selama matahari belum menguning………” (HR.

Muslim No. 612)

D. Metode Penentuan Awal Waktu Shalat

Metode penentuan awal waktu shalat terbagi menjadi dua, yakni

berdasarkan fiqh atau ketetuan syara dan berdasarkan sains/ilmu

astronomi/ilmu falak.

1. Penentuan Awal Waktu Shalat Perspektif Fiqh

Al-Qur’an secara umum menegaskan bahwa shalat adalah

kewajiban bagi orang mukmin yang telah ditentukan waktunya. Hal ini

tersebut pada surah an-Nisa ayat 103 ;

Artinya: “Maka apabila kamu telah menyelesaikan Shalat(mu),

ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.

kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah Shalat itu

Page 40: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

27

(sebagaimana biasa). Sesungguhnya Shalat itu adalah fardhu yang

ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”15

Ayat tersebut memberikan penegasan bahwa perintah mendirikan

shalat adalah suatu kewajiban yang amat dipentingkan dengan

memperhatikan dan berusaha maksimal mengetahui waktu-waktu shalat

yang ditetapkan. Hal ini juga menunjukkan bahwa diantara implikasi

perhatian pada perintah mendirikan shalat adalah memperhatikan dengan

baik seluruh syarat-syarat sah shalat hal mana diantaranya adalah “waktu

shalat”. Atau dengan kata lain, bahwa isntimbath hukum pada ayat

tersebut adalah umat Islam wajib mengetahui waktu-waktu shalat wajib

dengan mempelajarinya sebagimana wajibnya mengetahui syarat-syarat

sah shalat yang lain seperti bersuci (thaharah), menutup aurat dan

menghadap arah kiblat.16

Selanjutnya al-Qur’an pada beberapa ayatnya, telah memberikan

isyarat tentang waktu shalat. Pada surah al-Hud ayat 114 ditegaskan ;

“Didirikanlah shalat pada dua pengunjung siang dan pada sebagian dari

waktu malam. Sesungguhnya kebaikan itu menghapus kejahatan.

Demikian merupakan peringatan bagi orang-orang yang mau ingat.” Pada

ayat ini ulama memahami bahwa yang dimaksud shalat pada dua

pengunjung siang adalah shalat Subuh dan Ashar, sedang maksud sebagian

15

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2008), h.

95 16

Alimuddin, “Perspektif Syar’i dan Sains Awal Waktu Shalat”, dalam Jurnal Al-Daulah,

(Makassar: Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Alauddin Makassar), Vol.1 No.1 Desember 2012,

h. 122

Page 41: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

28

dari waktu malam adalah dua shalat yang berdekatan yakni ; Magrib dan

Isya.

Sementara pada surah al-Isra’ ayat 78, dikemukakan perintah

mendirikan shalat pada waktu matahari tergelincir sampai mulai gelap

malam, begitu pula shalat fajar, karena sesungguhnya shalat fajar itu ada

yang menyaksikannya (QS. Al- Isra: 77; 78). Dari ayat ini dapat dipahami

bahwa diperintahkan mendirikan shalat pada awal waktunya yakni shalat

duhur, Ashar, Magrib dan Isya. Senada dengan ayat-ayat di atas, pada

surah at-Thaha ayat 130 juga dikemukakan “Dan bertasbihlah memuji

Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya, dan

bertasbihlah pula pada waktu tengah malam dan di ujung siang hari, agar

engkau merasa tenang.” Pada ayat terakhir ini, menunjukkan bahwa

bahwa “tasbih” dimaksud sebelum matahari terbit adalah shalat Subuh,

sedang sebelum matahari terbenam ialah shalat Ashar.17

Sinar matahari sebagai pertanda perjalanan masa siang malam

dalam satu hari, matahari memulai pancaran sinarnya dari bagian timur

bumi terlebih dahulu. Dan shalat adalah ibadah yang berpedoman pada

peredaran sinar matahari sebagai acuan waktu pelaksanaanya. Maka,

merupakan konsekuensi logis jika daerah bumi bagian timur akan

memasuki waktu shalat terlebih dahulu dibandingkan bagian bumi sebelah

baratnya. Hal tersebut tentunya juga mengakibatkan waktu shalat daerah

17

Ibid, h. 123.

Page 42: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

29

bumi bagian timur akan habis terlebih dahulu daripada bagian baratnya. 18

Sebagai contoh, karena matahari berjalan dari timur ke barat, maka daerah

Lampung Timur akan memasuki waktu shalat terlebih dahulu dan habis

terlebih dahulu dibanding daerah Lampung bagian baratnya.19

Dari petunjuk beberapa dalil tersebut di atas dapat dipahami bahwa

waktu-waktu shalat yang disyari’atkan adalah

a. Waktu shalat Dhuhur, adalah apabila posisi matahri tergelincir.

b. Waktu shalat Ashar, adalah apabila bayang-bayang suatu benda sama

panjang dengan bendanya.

c. Waktu shalat Magrib, adalah ketika matahari telah terbenam sampai

megah merah belum hilang atau selama megah merah masih ada.

d. Waktu shalat Isya, adalah mulai ketika hilang megah merah sampai

terbit fajar, pada riwayat lain hingga tengah malam atau seperdua

malam.

e. Waktu shalat Subuh, adalah apabila terbit fajar.20

2. Penentuan Awal Waktu Shalat Perspektif Sains

Berdasarkan petunjuk al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Saw.,

dapat dipahami bahwa ketentuan waktu-waktu shalat berkaitan dengan

posisi matahari pada bola langit. Maka dalam perspektif sains (astronomi)

untuk penentuan awal waktu shalat terdapat beberapa hal penting untuk

18

Nanda Trisna Putra, Problematika Waktu Ihtiyath Dalam Pembuatan Jadwal Shalat,

dalam Jurisdictie, Jurnal Hukum dan Syariah, Volume 3, Nomor 1, Juni 2012, h. 93. 19

Ibid. 20

Alimuddin, “Perspektif Syar’i dan Sains Awal Waktu Shalat”, dalam Jurnal Al-Daulah,

(Makassar: Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Alauddin Makassar), Vol.1 No.1 Desember 2012,

h. 123

Page 43: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

30

dipahami lebih awal, di antaranya adalah ; posisi matahari, terutama tinggi

matahari (h), jarak zenith (bu’du as-sumti), Zm = 90-h. Fenomena awal

fajar (morning twislight), matahari terbit (sunrise), matahari melintasi

meridian (culmination), matahari terbenam (sunset) dan akhir senja

(evening twilight) berkaitan dengan jarak zenith matahari.21

Dengan kemajuan yang telah dicapai manusia dalam bidang ilmu

falak. Berangsur-angsur manusia menemukan metode-metode terbaru

untuk menentukan awal waktu shalat berdasar hadist yang menerangkan

batasan-batasan waktu shalat di atas. Sebagai contoh kemajuan dunia falak

dalam penentuan awal waktu shalat ini adalah ditemukannya metode

rubu’, ephemeris, dan nautika. Penggunaan metode-metode terbaru

tersebut muncul setelah ditemukannya jam yang terdiri dari satuan jam,

menit, dan detik. Penggunaan metode ephemeris dan nautika diterapkan

dengan memperhatikan Lintang Tempat (φ), Bujur Tempat (λ), Deklinasi

Matahari (δ), Equation of Time/Perata Waktu (e), Tinggi Matahari (h),

Koreksi Waktu Daerah (Kwd), dan Ihtiyath (i) dalam menentukan awal

waktu shalat.22

Data-data perhitungan waktu Shalat yang diperlukan diantaranya

adalah:

21

Ibid. 22

Nanda Trisna Putra, Problematika Waktu, h. 93.

Page 44: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

31

1. Lintang tempat dan bujur tempat

Lintang tempat adalah jarak dari suatu tempat ke khatulistiwa

diukur dengan melalui lintang kutub, lintang sebelah selatan tanda negatif,

dan lintang sebelah utara tanda positif.23

Bujur tempat adalah jarak dari tempat yang dimaksud ke garis bujur

yang melalui kota greenwich dekat London. Jika letaknya di sebelah barat

London sampai 180° disebut Bujur Barat, dan jika letaknya disebelah

Timur sampai 180° disebut Bujur Timur. Garis bujur 180° melalui selat

Bering, Alaska dan Laut Bering. Garis bujur 180° ini dijadikan pedoman

pembuatan Garis Batas Tanggal Internasional (International Date Line).

Dalam astronomi Bujur Tempat biasanya diberi tanda λ (lamda).24

Data lintang dan bujur tempat dapat diambil dari almanak, atlas,

Global Positioning System (GPS), dan referensi lainnnya yang terpercaya

serta dipergunakan oleh masyarakat luas.

2. Deklinasi Matahari

Deklinasi matahari adalah busur pada lingkaran waktu yang diukur

mulai dari titik perpotongan antara lingkaran waktu dengan lingkaran

ekuator ke arah Utara atau Selatan sampai ke titik pusat benda langit.

Deklinasi matahari besarnya selalu berubah setiap saat karena

matahari selalu bergeser dalam perjalanan semu tahunnya .25

Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al-Mail. Deklinasi sebelah

23

Abdur Rachim, Ilmu Falak, (Yogyakarta: Liberty, 1983), h 51 24

Ibid. 25

Muchtar Salimi, Ilmu Falak Penetapan Awal Waktu Shalat dan Arah Kiblat, (Surakarta:

Universitas Muhammdiyah, 1997), h. 20

Page 45: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

32

utara ekuator dinyatakan positif dan diberi tanda +, sedangkan deklinasi

sebelah selatan ekuator dinyatakan negatif dan diberi tanda -.

Pada saat benda langit persis berada lingkaran ekuator, maka

deklinasinya 0˚. Harga deklinasi yang terbesar yang dicapai suatu benda langit

adalah 90˚ yaitu manakala benda langit berada pada titik kutub langit. Harga

deklinasi terbesar oleh matahari adalah hampir mendekati 23˚30˚ (atau

tepatnya 23˚26’30”). Deklinasi dari hari ke hari selama setahun selalu

berubah-ubah, tetapi pada tanggal-tanggal tertentu kira-kira sama. Pada

tanggal 21 maret dan tanggal 23 september, matahari berkedudukan di

ekuator, oleh karena itu deklinasinya 0˚. Pada tanggal 22 Juni matahari

mencapai deklinasi tertinggi disebelah utara ekuator, yakni 23˚26’30”.

Dengan demikian pergerakan semu matahari 6 bulan berada di

sebelah utara ekuator yakni tanggal 21 maret sampai 23 september deklinasi

bernilai positif. Dan 6 bulan berposisi di selatan ekuator yakni tanggal 23

september sampai 21 maret, deklinasi bernilai negatif.

3. Equation of time

Equation of time dalam bahasa Indonesia perata waktu adalah selisih

antara waktu kulminasi matahari hakiki dengan aktu matahari rata-rata. Dan

ini biasanya dinyatakan dengan huruf “e” dan diperlukan dalam menghisab

waktu Shalat.26

4. Ketinggian matahari (h)

Ketinggian matahari adalah jarak busur sepanjang lingkaran vertikal

dihitung dari ufuk sampai matahari. Ketinggian ini dinyatakan dengan derajat

26

Muhyiddin Kazain, Ilmu Falak Teori Dan Praktek. (Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004), h.

80

Page 46: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

33

(˚), minimal 0˚ dan maksimal 90˚. Jika matahari berada di atas ufuk maka

nilainya positif (+) dan jika berada di bawah ufuk maka nilainya negatif (-).

Ketinggian matahari dalam perhitungan menggunakan simbol “ho”.

“h” yang diambil dari kata high (tinggi) dan “o” digunakan untuk simbol

deklenasi matahari.

5. Meridian pass

Meridian pass adalah waktu pada saat matahari tepat di titik kulminasi

atas atau tepat di meridian langit menurun waktu pertengahan, yang menurut

waktu hakiki saat ini menunjukkan tepat jam 12 siang.

6. Interpolasi

Interpolasi yaitu cara pengambilan suatu nilai atau harga yang ada

diantara dua data.

7. Ikhtiyat

Ikhtiyat dalam bahasa berarti hati-hati ihtiyat adalah dimaksudkan

untuk menyakinkan bahwa hasil perhitungan sudah benar-benar masuk

waktunya dengan cara menambahkan jumlah menit tertentu.27

Penggunaan metode-metode terbaru ini yang menyertakan

ihtiyath pada sisi positif menghasilkan manfaat yang besar karena

dengan metode tersebut umat Islam dapat menentukan awal masuknya

waktu shalat jauh sebelum waktunya tiba dan bisa mengantisipasi

datangnya waktu shalat, sehingga umat Islam dapat membuat jadwal

shalat setiap bulan dan tahunnya. Bahkan dengan metode ini umat

Islam mampu membuat jadwal shalat abadi.28

27

Slamet Hambali, Ilmu Falak (Tentang penentuan Awal Waktu Shalat Dan Penentuan

Arah Qiblat di seluruh Dunia), t.t,1998, h 82 28

Nanda Trisna Putra, Problematika Waktu.,

Page 47: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

34

E. Penentuan Awal Waktu Dzuhur dan Azhar

1. Waktu Shalat Zuhur

Permulaan waktu sejak tergelincirnya matahari. Hal ini telah

disepakati oleh fuqoha’, berdasarkan firman Allah AWT:

.....

Artinya: “Dirikanlah Shalat (Zuhur), ketika tergelincirnya matahari.....”,

(QS. Al-Isra: 76)

Dimana untuk akhir waktu zuhur menurut jumhurul fuqoha’

(mayoritas) termasuk mayoritas Hanafiyyah adalah ketika panjang

bayangan suatu benda sama dengan tinggi benda. Ketentuan ini hanya

berlaku ketika matahari berkulminasi tepat di titik zenith, sehingga pada

saat itu benda yang terpancang tegak lurus tidak mendapatkan sama

sekali. Matahari berkulminasi di titik zenith hanya terjadi apabila harga

lintang tempat yang bersangkutan sama besarnya dengan deklinasi

matahari. Jika tidak, maka matahari akan berkulminasi di utara atau di

selatan titik zenith, sehingga benda yang terpancang tegak lurus pada saat

matahari berkulminasi akan mempunyai bayangan dengan panjang

tertentu.

Dalam awal permulaan waktu Shalat zuhur ini terjadi perbedaan

dikalangan para fuqoha’, menurut Iman Abu Hanafiah akhir waktu zuhur

jika panjang bayangan suatu benda dua kali panjang benda (selain

panjang bayangan suatu benda saat berkulminasi). Sedangkan umat islam

di Indonesia menggunkaan pendapat jumhur fuqoha’, karena yang dipakai

Page 48: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

35

oleh jumhur lebih kuat, apabila di Indonesia ini pada saat panjang

bayangan benda sama dengan tinggi bendanya, suhunya tidak terlalu

panas.29

Selanjutnya, penentuan waktu shalat dzuhur menurut sains

(astronomi) yaitu dirumuskan sejak seluruh bundaran matahari

meninggalkan meridian, biasanya diambil sekitar 2 derajat setelah lewat

tengah hari. Saat berkulminasi atas pusat bundaran matahari berada di

meridian. Atau dengan kata lain titik pusat matahari lepas dari meridian

setempat yang tingginya relatif terhadap deklinasi matahari dan lintang

tempat.30

Apabila matahari bergeser dari meridian, maka titik pusatnya juga

bergeser. Begitu pula kalau matahari bergeser dari titik zenith, otomatis

kulminasinya bergeser juga. Dan yang menyebabkan titik kulminasi itu

bergeser adalah lintang tempat dan deklinasi matahari sehingga lintang

tempat dianggap sama harganya dengan jarak zenith dan titik pusat

matahari pada saat berkulminasi setelah dikurangi dengan deklinasi

matahari.31

Rumus yang digunakan saat kulminasi adalah ; = 12 - e., Rumus

ini turunan dari Zm=(p-d), karena tinggi matahari = 900 , maka p=d juga.

Dengan demikian hm = 90 - (h), oleh karena Zm, p, dan d harganya

29

M. Hasbi Ash Shiddiqi, Koleksi Hadits Hadits Hukum, (Jakarta: PT, Magenta Bhakti

Guna, 1994), h. 46 30

Alimuddin, “Perspektif Syar’i dan Sains Awal Waktu Shalat”, dalam Jurnal Al-Daulah,

(Makassar: Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Alauddin Makassar), Vol.1 No.1 Desember 2012,

h. 124 31

Ibid

Page 49: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

36

dianggap sama dengan 0, Dari proses inilah, awal waktu shalat zuhur

yang dipahami dari hadis dengan sebutan “tergelincir matahari”.32

Angka 12.00 dianggap sama dengan 900 karena matahari berada

pada titik zenith, sedang e adalah perata waktu (equation of time). Untuk

mengetahui apakah data perata waktu dalam almanac nautika itu bertanda

positif atau negatif, perlu dilihat Mer Pas nya. Jika Meridian Pass lebih

dari jam 12.00 berarti perata waktu bertanda negatif (-), dan jika Mer Pass

kurang dari jam 12.00 berarti perata waktu bertanda positif (+). Data

perata waktu yang menentukan saat matahari “berkulminasi” setiap hari

berubah, namun dari tahun ke tahun relatif sama.33

Dengan demikian, saat matahari tergelincir yang dipahami sebagai

awal waktu shalat zuhur adalah posisi dimana matahari telah bergeser dari

kulminasinya atau bergeser dari meridian.. atau dimana matahari

berkulminasi disitulah dipahami sebagai awal permulaan waktu zuhur.34

2. Waktu Shalat Asar

Permulaan waktu ashar dimulai ketika berakhirnya waktu zuhur.

Dengan adanya perselisihan pendapat mengenai akhir waktu zuhur, maka

permulaan waktu ashar terdapat perbedaan. Beberapa pendapat ulama

tentang waktu Shalat ashar:

32

Ibid 33

Ibid., h. 124-125 34

Ibid., h. 125

Page 50: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

37

e. Menurut Imam syafi’i

Awal waktu asar adalah bila bayang-bayang tongkat

panjangnya sama dengan panjang bayangan waktu tengah hari

ditambah satu kali panjang tongkat sebenarnya.

f. Menurut Jumhurul Ulama

Jumuhr ulama berpendapat masuknya awal waktu Shalat asar

yaitu ketika berakhirnya waktu zuhur atau ketika bayang-bayang suatu

benda sama dengan benda tersebut dan berakhir ketika terbenamnya

matahari.

g. Menurut Pendapat Imam Hanafi

Masuknya awal waktu ahsar itu ketika bayang-bayang benda

ditambah dengan bayangan zuhur atau dua kali bayangan dari benda.

h. Menurut Imam Maliki

Beliau mengatakan bahwa asar merupakan dua waktu pertama

dimulai dari lebihnya (dalam ukuran panjang) bayang-bayang suatu

benda sampai kuning matahari. Kedua sinar matahari kekuning-

kuningan sampai terebanamnya matahari.

Kemudian ulama fiqih juga berlainan pendapat dalam menentukan

akhir waktu asar diantaranya:

a. Abu Hanifah berpendapat bahwa akhir dari waktu asar adalah

kuningnya matahari.

Page 51: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

38

b. Sedangkan Imam Syafi’i menegaskan bahwa akhir waktu asar yang

mukhtar artinya ketika bayangan sesuatu menjadi dua kali sepertinya

dan akhir waktu darurat adalah hingga terbenamnya matahari.

c. Fuqoha’ telah sepakat bahwa akhir waktu ashar adalah sesaat sebelum

terbenamnya matahari.35

Jadi menurut mayoritas fuqoha’ termasuk mayoritas Hanfiyyah

waktu asar di mulai ketika bayangan suatu benda sedikti lebih panjang dari

tinggi benda selain panjang bayangan benda yang ada ketika matahari

berkulminasi.

Selanjutnya, penentuan waktu shalat ashar menurut sains

(astronomi) awal waktu shalat Ashar dinyatakan sebagai keadaan tinggi

matahari sama dengan jarak zenith titik pusat matahari pada waktu

berkulminasi ditambah bilangan satu.

Sesuai petunjuk hadis bahwa awal waktu shalat ashar adalah apabila

bayangan suatu benda sama panjang dengan bendanya, maka hal ini secara

hisab sains (astronomi) dapat dicapai dengan, pertama menentukan tinggi

matahari pada waktu ashar (ho) dan kedua menentukan sudut waktu

matahari. (to). Rumus yang digunakan untuk ho adalah:

Cotan h = t hm +1

= t (π – δ) + 1

Maksud rumus ini adalah cotan h sama besarnya dengan tg jarak

zenit titik pusat matahari pada waktu berkulminasi ditambah satu.

35

Ibid.

Page 52: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

39

Sedang untuk sudut waktu matahari (to), digunakan rumus sebagai

berikut:

to, Cost t = -tg p.tg d + sin h : cos p : cos d

Selanjutnya, untuk keakuratan nilai ilmiah hasil perhitungan pada

waktu shalat yang akan dihitung, maka perlu dilakukan koreksi bujur atau

penyesuaian bujur masing-masing daerah (BD – Bt) dan selisih waktu

antara daerah (:15). Serta ihtiyat sebagai tanda hati-hati atau

pengaman/pembulatan hasil akhir perhitungan.36

36

Ibid., h. 125-126

Page 53: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Konsep Al-Qur’an tentang Peredaran Matahari

Matahari merupakan benda langit dengan pancaran cahaya terkuat dan

menyebabkan benda-benda yang disinarinya memiliki bayang-bayang tajam.

Sinar Matahari berkecepatan 300 ribu Km perdetik, sedangkan jarak antara

Bumi dan Matahari rata-rata 150 juta Km dengan jarak terdekat sekitar 147

juta Km dan jarak terjauh sekitar 152 juta Km, sehingga waktu yang

diperlukan untuk sampainya cahaya Matahari ke permukaan Bumi sekitar 8

menit.1

Beberapa ayat dalam Alquran menjelaskan bahwa ketentuan waktu

salat berkaitan dengan posisi Matahari pada bola langit. Allah SWT berfirman

dalam QS.Yunus ayat 5:

Artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan

bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi

perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan

perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan

dengan hak Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-

orang yang mengetahui.” (QS. Yunus: 5).

1 Muhyiddin Kazain, Ilmu Falak Teori dan Praktek. (Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004),

h. 125.

Page 54: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

41

Dalam QS. Al Anbiya‘ ayat 33:

Artinya: “Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang,

matahari dan bulan. masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis

edarnya.” (QS. Al Anbiya‘: 33).

Dalam QS. Yaasin ayat 38:

Artinya: “Dan matahari berjalan ditempat peredarannya.

Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui.” (QS.

Yaasin: 38)

Makna tersurat dalam terjemahan “Matahari berjalan ditempat

peredarannya” Dari ketentuan yang termuat al-Quran dan Hadist dapat

dipahami bahwa ketentuan shalat tersebut berkaitan dengan posisi matahari

pada bola langit.7 Karena perjalanan semu matahari relatif tetap,maka posisi

matahari pada awal waktu shalat setiap hari sepanjang tahun dapat

diperhitungkan. Dengan begitu, orang akan mudah mengetahui awal waktu

shalat. Allah menetapkan shalat sebagai kewajiban yang ditentukan waktunya

atas orang-orang yang beriman.

Keharusan mengetahui masuknya awal waktu shalat, telah ditentukan

dalam syariat Islam secara nasiyah, artinya ketentuan ditetapkan berdasarkan

Page 55: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

42

teks Al Qur‘an dan hadist. Sedangkan penentuan secara teknis dikembangkan

dengan kemampuan ijtihat insani.2

Shalat merupakan ibadah yang paling utama di antara ibadah –ibadah

yang lain. Keutamaan itu didapatkan dari kewajiban shalat instruksi secara

langsung dari Allah SWT kepada manusia (Nabi Muhammad SAW) tanpa

perantara Malaikat Jibril. Dan juga, shalat itu merefleksikan keimanan seorang

hamba, karena dalam pelaksanaannya meliputi ucapan dengan lisan, perbuatan

dengan anggota badan dan keyakinan dalam hati.3

Ibadah shalat khususnya shalat fardu tidak dapat dikerjakan

disembarang waktu, namun ada waktu-waktu tertentu yang telah ditetapkan

Allah.4 Shalat adalah kewajiban yang sangat ditekankan dalam al-Qur’an.

Dalam waktu-waktu yang telah ditentukan tersebut, Allah Swt telah

mengisyaratkan dalam firman-Nya:5

Artinya: “Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu),

ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.

kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu

(sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan

waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa: 103).

2 Ahmad Khoiri, Penentuan Awal Waktu Shalat Fardhu dengan Peredaran Matahari,

dalam Spektra Jurnal Kajian Pendidikan Sains, h. 3. 3 Ibid, h. 1.

4 Endang Sulistyowati, Dasar-dasar Geometri untuk ilmu Falak: Cara Mudah

Menentukan Arah Kiblat dan Awal Waktu Shalat, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2015),h. 5 5 Abdul Qadir Ar-Rabawi, Ash-Sholah ‘alaa Madzaahib Al-Arba’ah, Alih Bahasa: Abu

Firly Bassam Taqiy, dalam Fiqih Shalat Empat Madzhab, (Yogyakarta: Hikam Pustaka, 2008),

Cet. Ke-8, h. 191.

Page 56: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

43

Ayat tersebut menjelaskan bahwa shalat harus dikerjakan sesuai

dengan waktu-waktunya, apabila tidak ada halangan yang sesuai dengan

syara‘. Terkait dengan waktu-waktu shalat Allah berfirman:

Artinya: “Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai

gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh

itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al-Israa’: 78).

Ayat ini menerangkan waktu-waktu shalat yang lima. tergelincir

matahari untuk waktu shalat Zhuhur dan Ashar, gelap malam untuk waktu

Magrib dan Isya. Allah juga berfirman dalam QS. Hud: 114:

Artinya: “Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi

dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya

perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-

perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (QS.

Huud: 114).

Allah juga berfirman dalam QS. Thahaa: 130:

Artinya: “Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan

bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum

terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan

pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang,” (QS. Thaha:

130).

Page 57: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

44

Berdasarkan kepada ketentuan fiqh tentang waktu-waktu shalat di atas,

yakni tergelincir matahari, panjang pendek bayang-bayang suatu benda,

terbenam matahari, mega merah, terbit matahari dan fajar menyingsing,

seluruhnya adalah fenomena matahari. Oleh karena itulah ilmu falak

memahami waktu-waktu shalat tersebut didasarkan pada fenomena matahari.

Kemudian diterjemahkan dengan posisi matahari pada saat-saat mewujudkan

keadaan-keadaan yang merupakan pertanda bagi awal atau akhir waktu

shalat.6

B. Matahari Sebagai Metode Awal Penentuan Awal Waktu Shalat

Meskipun Matahari merupakan pusat tata surya, namun bagi kita di

Bumi justru kebalikan, seakan-akan Mataharilah yang berputar mengelilingi

Bumi sepanjang hari. Perputaran ini dikenal sebagai gerak semu harian

Matahari dan merupakan konsekuensi dari rotasi Bumi. Sebagai konsekuensi

perputaran Bumi pada sumbunya, maka kita menyaksikan Matahari seakan-

akan bergerak secara teratur pada satu garis dari hari ke hari.7

Ketika Matahari terlihat di ufuk timur, kita mengatakan bahwa

Matahari telah terbit. Setelah Matahari terbit dengan perlahan-lahan melaju

hingga mencapai titik garis meridian langit (garis khayali yang menghubung

titik utara, zenith dan titik selatan), semua benda yang tersinari oleh Matahari

akan menghasilkan bayang-bayang yang menuju ke arah utara atau selatan,

6 Ismail, Kedudukan Matahari Pada Awal Waktu Shalat Dalam Perspektif Hukum Islam

Dan Ilmu Falak, diakses melalui laman: https://www.academia.edu/7260098/kedudukan_

matahari_pada_awal_waktu_salat, Pada 26 Januari 2017, h. 12. 7 Ismail, Kedudukan Matahari., h. 2

Page 58: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

45

bayang-bayang benda ini oleh ulama fiqh menamakan dengan bayang Istiwa’.

Bayang istiwa’ ini tidak selalu ada dalam setiap hari di suatu tempat, dalam

satu hari panjang bayang istiwa’ juga tidak selalu sama antara satu tempat

dengan tempat lain, hal ini dipengaruhi oleh nilai deklinasi.8

Matahari dalam setiap hari tidak selalu sama, semakin besar nilai

deklinasi dari nilai lintang tempat semakin panjang bayang istiwa’. Apabila

harga deklinasi sama dengan harga lintang tempat maka pada hari tersebut

bayang istiwa’ tidak ada. Sekitar 2 menit kemudian bayang-bayang benda

tersebut akan meninggalkan titik utara atau selatan dan melaju ke arah timur

seiring dengan bergesernya Matahari ke arah barat, peristiwa ini dalam ilmu

fiqih dikenal dengan Tergelincirnya Matahari. Selanjutnya Matahari akan

terbenam di ufuk barat, disaat inilah awal malam pun tiba.9

Perjalanan harian Matahari yang terbit dari Timur dan terbenam di

Barat bukanlah gerak Matahari yang sebenarnya, melainkan disebabkan oleh

perputaran Bumi pada porosnya dari barat ke timur (Rotasi Bumi) selama

sehari semalam dengan kecepatan 108 ribu Km perjam. Akibat dari rotasi ini

antara lain adalah adanya perbedaan waktu di satu daerah dengan daerah yang

lain dan adanya siang dan malam di permukaan Bumi.10

Gerak semu harian Matahari ini kemudian dijadikan patokan waktu di

permukaan Bumi dengan waktu tetap sehari semalam 24 jam atau dikenal

dengan waktu pertengahan. Kemudian waktu ini di abadikan dalam alat

teknologi sepeti jam dinding dan arloji yang kemudian dipedomani oleh

8 Ibid.

9 Ibid.

10 Ismail, Kedudukan Matahari., h. 2.

Page 59: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

46

semua jadwal kerja, siaran radio, telivisi, jadwal imsakiyah dan jadwal awal

waktu shalat.11

Penentuan masuknya awal waktu shalat secara teknis diperlukan

pengetahuan tentang posisi matahari dan posisi geografis tempat di bumi. Ilmu

pengetahuan tersebut sarat dengan geometri dan trigonometri.12

Proses

penetapan waktu ibadah shalat juga mendorong pemahaman terhadap gerak

harian maupun tahunan matahari di langit yang selanjutnya digunakan dalam

menentukan posisi matahari setiap saat.13

Allah telah mengutus malaikat jibril untuk memberikan arahan kepada

Rasulullah saw tentang waktu shalat dengan acuan matahari dan fenomena

cahaya langit yang notabene juga disebabkan oleh pancaran sinar matahari.

Jadi sebenarnya petunjuk awal untuk mengetahui awal waktu shalat adalah

dengan melihat (rukyat) matahari. Penentuan hitung waktu shalat pada

hakikatnya adalah menghitung posisi matahari sesuai kriteria yang

ditentukan.14

Awal waktu shalat terkait dengan kedudukan matahari. Kedudukan

dapat diukur dengan:

1. Sudut ketinggian (altitude angle)

2. Sudut datang sinar matahari (angle of incidence).

11

Ibid. 12

Geometri dan trigonometri merupakan sub bab dalam ilmu matematika yang memiliki

banyak manfaat dalam kehidupan manusia. Pada perkembangannya hampir 2000 tahun

trigonometri banyak digunakan dalam bidang astronomi, navigasi dan penyelidikan-penyelidikan

lainnya. Pada saat ini trigonometri bukan hanya studi tentang segitiga dan sudut-sudut tetapi juga

merupakan cabang matematika modern yang mempelajari sirkulasi dan fungsinya. Lihat Lutfi

Adnan Muzamil, Studi Falak dan trigonometri, Cara Cepat dan Praktis Memahami Trigonometri

dalam Ilmu Falak, (Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2015), h. 2. 13

Ahmad Khoiri, Penentuan Awal., h. 3. 14

Ibid.

Page 60: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

47

3. Sudut datang sinar matahari pada suatu bidang (permukaan) ialah sudut

antara sinar matahari dengan normal datang tersebut. Berawal dari sudut

datang sinar matahari inilah penentuan awal waktu shalat.15

Penentuan awal waktu shalat yang yang pertama dicari adalah waktu

shalat ashar. Karena untuk menentukan waktu shalat yang lain, kita harus

menentukan awal waktu shalat ashar terlebih dahulu.16

Pada umumnya, jarak 110 km tepat ke utara atau ke selatan berarti

perbedaan 1 derajad lintang dan jarak 110 km tepat ke barat atau ke timur

berarti perbedaan 1 derajad bujur. Jadi jarak 11 km tepat ke utara atau ke

selatan berarti perbedaan 0,1 derajad lintang dan jarak 11 km tepat ke barat

atau ke timur berarti perbedaan 0,1 derajad bujur.17

Perbedaan bujur cukup besar pengaruhnya terhadap masuknya waktu

shalat. Perbedaan 1 derajad bujur berarti perbedaan 4 menit waktu; perbedaan

bujur sebesar 0,1 derajad atau jarak tepat ke-Timur atau tepat ke-Barat sejauh

11 km berarti perbedaan waktu sebanyak 0,4 menit atau 24 detik. Jarak 27,5

km tepat ke barat atau tepat ke timur berarti perbedaan waktu sebanyak 1

menit. 18

Perbedan lintang sama sekali tidak pengaruhnya sepanjang tahun.

Waktu dzuhur senantiasa sama buat semua lintang; jadi perbedaan litang tdak

15

Ibid. 16

Ibid. 17

Saadoe’ddin Djambek, Pedoman Waktu Shalat Sepanjang Masa, (Jakarta: Bulan

bintang, 1974), h. 20 18

Ibid, h. 21

Page 61: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

48

berpengaruh terhadap masuknya waktu duhur. Waktu ashar agak menyimpang

perkembangannya dari waktu-waktu yang lain. 19

Dalam bulan maret dan september (bila deklinasi matahari kecil)

perbedaan waktu shalat dari derajat lintang yang satu kepada derajat lintang

berikutnya tidak begitu besar; malahan pada tanggal 22 maret dan tanggal 22

september (pada kedua tanggal itu deklinasi matahari 0 derajat) waktu syuruq

san waktu magrib bagi semua lintang yang terdaftar adalah sama; dalam hal

yang demikian perbedan lintang tentu tidak ada pengaruhnya terhadap saat

masuknya waktu shalat.20

Tetapi dalam bulan juni dan bulan desember, bila deklinasi matahari

paling besar, satu derajad lintang ada kalanya berarti perbedaan amsuknya

waktu shalat sebanyak 2 menit. Itu sama dengan selisih 0,2 menit atau 12 detik

bagi setiap perbedaan 0,1 derajad lintang atau jarak 11 km tepat ke utara atau

tepat ke selatan.21

C. Penentuan Awal Waktu Shalat Dzuhur dan Ashar dengan Bayang-

Bayang

Beberapa ayat al-Qur’an dan Hadis Nabi menjelaskan mengenai awal

dan akhir waktu shalat tersebut berdasarkan pergerakan/pergeseran posisi

matahari. Pada awalnya, penentuan awal dan akhir waktu shalat ditentukan

berdasarkan observasi/pengamatan posisi matahari. Namun dengan kemajuan

19

ibid 20

Ibid, h. 21-22. 21

Ibid, h. 22.

Page 62: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

49

ilmu pengetahuan, dengan menggunakan konsep-konsep geometri, waktu awal

dan akhir shalat dapat dilihat tanpa melakukan observasi posisi matahari.22

Masuknya waktu zuhur ditandai dengan tergelincirnya matahari pada

tengah hari tepat. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman “liduluukisysyams” (sejak

tergelincir matahari Surat Al Isra (17): 78). Ilmu falak menggunakan istilah:

“matahari berkulminasi.” Yaitu bila matahari mencapai kedudukannya yang

tertinggi di langit dalam perjalanan hariannya. Dalam almanak-almanak

adakalanya digunakan istilah meridian passage artinya matahari melintasi

meridiam. Mengenai waktu ashar difirmankan Allah: “qabla lghuruub”

(sebelum terbenam matahari QS. Qaf 50: 39).23

Pada waktu matahari melintasi meridian, jadi waktu zuhur, sebuah

tongkat yang dipancangkan secara tegak lurus ke dalam tanah, akan membuat

bayang-bayang yang panjangnya ditentukan oleh tingginya matahari sewaktu

berkulminasi itu. Makin tinggi kedudukan matahari maka makin pendek

bayang-bayang tersebut, makin rendah kedudukan matahari makin panjang

bayang-bayang.24

Guna menentukan waktu dhuhur dikutip kembali surat Al Isra' 78

"Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan

(dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh

malaikat). Shalat saat tergelincir matahari di siang hari kira-kira lewat

22

Endang Sulistyowati, Dasar-dasar., 23

Saadoe’ddin Djambek, Shalat dan Puasa di Daerah Kutub, (Jakarta: Bulan bintang,

1974), h. 9 24

Saadoe’ddin Djambek, Shalat dan Puasa.,

Page 63: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

50

sedikitnya jam 12.00 siang. Shalat disebut shalat dhuhur atau shalat jum‘at

bila tiba hari jum‘at.25

Para ulama mazhab sepakat bahwa shalat itu tidak boleh di dirikan

sebelum masuk waktunya, dan juga sepakat bahwa apabila matahari telah

tergelincir berarti waktu dhuhur telah masuk, hanya mereka berbeda pendapat

batas ketentuan waktu ini dan sampai kapan waktu shalat itu berakhir. Ulama

empat mazhab sepakat bahwa waktu dhuhur di mulai dari tergelincir matahari

sampai bayang-bayang sesuatu sama panjangnya dengan sesuatu itu.26

Apabila lebih, walau hanya sedikit, berarti waktu dhuhur telah habis.

Tetapi imam Syafi'i dan imam Maliki menyatakan bahwa ini hanya berlaku

khusus bagi orang yang, memilihnya, sedangkan bagi orang yang terpaksa,

maka waktu dhuhur itu sampai bayang-bayang sesuatu (benda) lebih panjang

dari benda tersebut. Sedangkan imamiyah, ukuran panjang bayang-bayang

sesuatu sampai, sama dengan panjang benda tersebut merupakan waktu

dhuhur yang saling utama. Dan kalau ukuran bayang-bayang suatu benda lebih

panjang dua kali dari pada tanda tersebut merupakan waktu ashar yang

utama.27

Setelah tergelincir, matahari meneruskan perjalanannya arah barat, dan

bayang-bayang tongkat tadi makin bertambah panjang. Bila panjang bayang-

bayang itu sudah bertambah dengan 1x tinggi tongkat itu sendiri, maka

masuklah waktu ashar. 28

25

Ahmad Khoiri, Penentuan Awal., h. 8. 26

Ibid, h. 9. 27

Ibid. 28

Saadoe’ddin Djambek, Shalat dan Puasa.,

Page 64: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

51

Ada pendapat menyatakan bahwa bayang-bayang itu harus bertambah

dengan 2x tinggi tongkat itu sendiri, barulah waktu ashar masuk. Dalam

uraian-uraian selanjutnya, kita mengunakan pandangan terakhir ini,

pertimbangannya ialah oleh karena kita akan menggunakan konsep waktu

shalat di seluruh dunia (termasuk kutub), dimana ada beberapa daerah yang

matahari pada awal dzuhur tidak begitu tinggi kedudukannya di langit.29

Dan

dalam keadaan demikian bayang-bayang memanjang lebih cepat dariada kalau

matahari pada tengah hari kedudukan tinggi di langit seperti di indonesia. Bila

syarat waktunya waktu ashar ditetapkan bertambah panjangnya tongkat

dengan 1x tingginya tongkat itu sendiri, waktu ashar masuk akan terlalu cepat.

Akibatnya waktu dzuhur menjadi terlalu pendek dan waktu ashar terlalu

panjang.30

Menurut imam Syafi‘I dan imam Hanafi, waktu ashar di mulai dari

lebihnya bayang-bayang sesuatu dengan benda tersebut sampai terbenamnya

matahari. Pendapat imam Maliki, waktu ashar mempunyai dua waktu. Yang

pertama di sebut waktu ikhtiyari, yatu di mulai dari lebihnya bayang-bayang

suatu benda dari benda tersebut. Sampai matahari tampak menguning.

Sedangkan yang ke dua di sebut idhthirari, yaitu di mulai dari matahari yang

tampak menguning sampai terbenanmya matahari.31

Perspektif imam Hambali yang termasuk paling akhirnya waktu shalat

ashar adalah sampai bayang-bayang suatu benda lebih panjang dua kali dari

benda tersebut. Dan pada saat itu boleh mendirikan shalat ashar sampai

29

Ibid. 30

Ibid, h. 10. 31

Ahmad Khoiri, Penentuan Awal., h. 10.

Page 65: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

52

terbenamnya matahari, tetapi orang-orang yang shalat pada saat itu berdosa,

dan di haramkan sampai mengahirkannya pada waktu tersebut.32

Berdasarkan perspektif sains modern, kedudukan matahari yang

dimaksud adalah kedudukan titik pusat matahari. Apabila matahari sedang

berkulminasi, titik pusat matahari berkedudukan tepat di meridian. Akan

tetapi, jika matahari tidak berkulminasi di zenit, bayang-bayang benda yang

terpancang tegak lurus di atas tanah, membujur tepat menurut arah utara-

selatan. Garis poros bayang-bayang itu dan titik pusat matahari membentuk

sebuah bidang berimpit dengan meridian.33

Setelah titik pusat matahari dalam perjalanan matahari ke arah barat,

melepaskan diri dari meridian, ujung bayang-bayang benda yang terpancang

tegak lurus, akan melepaskan diri dari garis utara selatan dan membelok ke

arah timur. Bidang yang di buat oleh poros bayang-bayang dan titik pusat

matahari, akhirnya membentuk sudut dengan bidang meridian, ke dua bidang

itu berpotong-potongan pada garis vertikal tempat. 34

Keadaan demikian disebut tergelincirnya matahari, yaiut awal waktu

dhuhur. Dengan jalan demikian, maka secara ilmu pasti, waktu berkulminasi

matahari dapat di tetapkan sebagai batas permulaan waktu dhuhur. Apabila

matahari di meridian, poros bayangbayang sebuah benda yang di dirikan tegak

lurus pada bidang datar, membuat sudut siku-siku dengan garis barat-timur.

Setelah matahari bergerak dari meridian, poros bayang-bayang itu membelok

ke arah timur, dan sudut yang di buatnya dengan garis I‘tidal (garis timur-

32

Ibid. 33

Ibid, h. 14. 34

Ibid.

Page 66: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

53

barat) bukan lagi 90°. matahari dikatakan telah tergelincir dan awal waktu

dhuhur telah masuk. Ketika titik pusat matahari di meridian, orang belum

boleh melakukan shalat, dan segera setelah titik pusat matahari terlepas dari

garis meridian, matahari sudah tergelincir kearah barat dan waktu dhuhur

sudah masuk. 35

Menurut A. Jamil, kedudukan matahari pada awal waktu shalat zuhur

dimulai sesaat matahari terlepas dari titik meridian langit. Mengingat bahwa

sudut waktu itu dihitung dati meridian, maka ketika matahari di meridian

tentunya mempunyai sudut waktu 0 derajat. Untuk mengetahui kapan matahari

terlepas dari titik meridian di suatu daerah untuk hari tertentu dapat diketahui

dengan rumus: MP + I = wakyu zuhur. MP = 12-e+ kwd. Kwd = (λt – λ)/15. 36

Sementara itu, awal waktu asar dimulai ketika panjang bayang

matahari sama dengan bendanya apabila disaat matahari berkulminasi tidak

ada bayang. Apabila disaat matahari berkulminasi ada terdapat bayang, maka

untuk awal waktu asar harus dikurangi nilai bayang tersebut. Oleh karena itu,

kedudukan matahari pada posisi awal waktu ashar dihitung dari titik meridian

dengan rumus sebagai berikut: SW + MP + i. Sw = osˉ¹ ((cos Z – sin do x sin

Lu) / (cos do x cos Lu)) / 15. Dengan Z ashar= tanˉ¹ tan abs do – Lu) + 1).37

Waktu ashar di mulai ketika panjang bayangan suatu benda, sama

dengan panjang benda tersebut dan berakhir ketika masuk waktu maghrib.

Dalam perhitungan waktu ashar panjang bayangan pada waktu dhuhur yang

35

Ibid. 36

A. Jamil, Ilmu Falak, (Yogyakarta: Amzah, 2008), h. 33. 37

Ibid.

Page 67: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

54

merupakan panjang bayangan minimum perlu di perhitungkan, karena suatu

saat mungkin panjang bayangan saat dhuhur itu lebih panjang dari tinggi

benda itu sendiri. Seperti di daerah madinah yang lintangnya 24° 28°, pada

akhir bulan desember deklinasi matahari -23. sehingga pada saat dhuhur sudut

matahari sudah mencapai 47° lebih, dan tentunya pada saat dhuhur, panjang

bayangan suatu benda sudah melebihi panjang benda itu sendiri.38

Sehingga waktu ashar adalah ketika panjang bayangan sebuah benda

sama dengan panjang benda tersebut di tambah panjang bayangan waktu

dhuhur. Ketika matahari berkulminasi atau berada di meridian barang yang

terdiri tegak lurus di permukaan bumi belum tentu memiliki bayangan.

Bayangan itu akan terjadi manakala harga lintang tempat (0) dan harga

deklinasi matahari itu berbeda. 39

Padahal awal waktu ashar di mulai ketika bayangan matahari sama

dengan benda tegaknya, artinya apabila pada saat matahari berkulminasi atas

membuat bayangan senilai 0 (tidak ada bayangan) maka awal waktu shalat

ashar di mulai sejak bayangan matahari sama panjangnya dengan benda

tegaknya. Tetapi apabila pada saat matahari berkulminasi sudah mempunyai

bayangan sepanjang benda tegaknya maka awal waktu shalat ashar dimulai

sejak panjang bayangan matahari itu dua kali panjang benda tegaknya. 40

Maka

bayang-bayang matahari masuknya awal waktu shalat Ashar ketika bayang

benda sama dengan bendanya atau satu kali bayangan benda.41

38

Ahmad Khoiri, Penentuan Awal., h.15. 39

Ibid. 40

Ibid. 41

Ibid, h. 16.

Page 68: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

55

Berdasarkan hal tersebut maka terlihat bahwa ilmu falak/sains

menetapkan waktu-waktu shalat berdasarkan posisi matahari yang berpatokan

pada perjalanan semu matahari, bukan dengan sinar matahari. Setelah posisi

matahari diketahui baru dikolaborasikan dengan waktu pertengahan yang bisa

dipedomani dengan mudah oleh manusia dengan disimpan di arloji yang biasa

kita pakai sekarang. Kedudukan matahari pada awal waktu Zuhur: 0 derajat

atau tepat digaris meridian langit dan pada awal waktu Ashar: 51 derajat

dihitung dari garis meridian langit.42

Rumus-rumus di atas berfungsi untuk menentukan posisi matahari

pada awal waktu shalat sekaligus menyesuaikan dengan waktu pertengahan

sehingga untuk mengetahui masuk waktu shalat tidak selalu harus

menyaksikan tanda-tanda alam yang dipengaruhi oleh matahari atau fenomena

matahari.43

Dalam perspektif fiqh, penetapan awal waktu shalat fardhu

berdasarkan fenomena matahari yang berpatokan pada sinar matahari yang

terlihat di bumi yaitu: shalat zuhur sejak matahari tergelincir sampai bayang-

bayang sesuatu dua kali panjangnya dan shalat ashar dimulai sejak bayang-

bayang sesuatu sama panjangnya sampai sempurna terbenam matahari.

Sedangkan dalam perspektif sains/ilmu falak, penetapan waktu shalat fardhu

berdasarkan posisi matahari dalam menepuh perjalan semu di ekliptika langit

yang disebabkan oleh rotasi bumi. Posisi matahari pada awal waktu shalat

42

Ismail, Kedudukan Matahari., h. 14. 43

Ibid.

Page 69: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

56

zuhur adalah 0 derajat atau tepat digaris meridian langit di suatu tempat dan

awal waktu Ashar adalah 51 derajat dihitung dari garis meridian langit.

Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa penentuan awal waktu shalat

dengan peredaran matahari saling berhubungan antara Al-Quran dan sains

modern. Karena didalam perpektif Al-Quran terdapat gambaran-gambaran

umum tentang kedudukan matahari dengan kasat mata dan tanpa perhitungan

dalam menentukan awal waktu shalat. Sedangkan dengan perpektif Sains

modern kita dapat menentukan awal waktu shalat secara perhitungan dan

memudahkan kita mengetahui awal waktu shalat pada berapa derajat

kedudukan matahari sehingga sudah masuk awal waktu shalat,dan dengan

perhitunngan tersebut kita dapat mengetahui jam berapa awal waktu shalat

dapat dilaksanakan.

Page 70: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat

disimpulkan bahwa penentuan awal waktu shalat dengan peredaran matahari

saling berhubungan antara Al-Quran dan sains modern. Karena didalam

perpektif Al-Quran terdapat gambaran-gambaran umum tentang kedudukan

matahari dengan kasat mata dan tanpa perhitungan dalam menentukan awal

waktu shalat. Sedangkan dengan perpektif Sains modern kita dapat

menentukan awal waktu shalat secara perhitungan dan memudahkan kita

mengetahui awal waktu shalat pada berapa derajat kedudukan matahari

sehingga sudah masuk awal waktu shalat,dan dengan perhitungan tersebut kita

dapat mengetahui jam berapa awal waktu shalat dapat dilaksanakan.

B. Saran

1. Bagi umat muslim hendaknya melaksanakan shalat fardhu tepat waktu

kecuali karena ada halangan yang mendesak.

2. Bagi para akademisi muslim dalam memperlajari sains perlu kiranya

meningkatkan pendalaman terhadap ayat-ayat Al-Qur‘an, karena dalam

Al-Qur‘an masih banyak teori-teori yang belum terungkapkan oleh para

ilmuwan sampai saat ini.

Page 71: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

58

DAFTAR PUSTAKA

A. Jamil. Ilmu Falak. Yogyakarta: Amzah, 2008.

Abdul Qadir Ar-Rabawi. Ash-Sholah ‘alaa Madzaahib Al-Arba’ah. Alih Bahasa:

Abu Firly Bassam Taqiy. dalam Fiqih Shalat Empat Madzhab.

Yogyakarta: Hikam Pustaka, 2008. Cet. Ke-8.

Abdur Rachim. Ilmu Falak. Yogyakarta: Liberty. 1983.

Abdurrahmat Fathoni. Metodologi Penelitian & Teknik Penyusunan Skripsi.

Jakarta: Rineka Cipta, 2011.

Ahmad Khoiri. Penentuan Awal Waktu Shalat Fardhu dengan Peredaran

Matahari. dalam Spektra Jurnal Kajian Pendidikan Sains.

Ahmad Saifulhaq al Muhtadi. “Tinjauan Astronomi Atas Hisab Awal Waktu Salat

Dalam Kitab Syawāriq Al-Anwār Karya KH. Noor Ahmad SS.”. dalam

http://eprints.walisongo.ac.id/1500/1/115112088_Tesis_Sinopsis.pdf.

Aliana, “Studi Komparatif Pendidikan Integratif K.H. Ahmad Dahlan dan K.H.

Imam Zarkasyi", dalam http://eprints.ums.ac.id/60828/14/naspub%20ana

%20sip.pdf,

Alimuddin. “Perspektif Syar’i dan Sains Awal Waktu Shalat”. dalam Jurnal Al-

Daulah. Makassar: Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Alauddin Makassar.

Vol.1 No.1 Desember 2012.

Burhan Ashafa. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta, 2013.

Cholid Narbuko dan Abu Achmadi. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara,

2013.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Diponegoro,

2008.

Departemen Agama. Ensiklopedi Islam di Indonesia. Jakarta: Proyek

peningkatan prAsarana dan sarana. 1993

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat

Bahasa, 2008

Encup Supriatna. Hisab Rukyat dan Aplikasinya. Bandung: PT Refika Aditama,

2007.

Endang Sulistyowati. Dasar-dasar Geometri untuk ilmu Falak: Cara Mudah

Menentukan Arah Kiblat dan Awal Waktu Shalat. Yogyakarta: Mitra

Pustaka, 2015.

Page 72: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

59

Fadlolan Musyaffa’ Mu’thi. Shalat di Pesawat dan Angkasa Studi Komperatif

Antar Madzhab Fiqih. Semarang: Syauqi Press, 2007.

Fuad Arif Noor. “Pendekatan Integratif dalam Studi Islam”, dalam Cakrawala,

Jurnal Studi Islam. Yogyakarta: STPI Bina Insan Mulia Yogyakarta, Vol.

13 No. 1, 2018

Ismail. Kedudukan Matahari Pada Awal Waktu Shalat Dalam Perspektif Hukum

Islam Dan Ilmu Falak. diakses melalui laman: https://www.academia.edu/

7260098/kedudukan_ matahari_pada_awal_waktu_salat.

Koentjoroningrat. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: LP3ES. 1981.

Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2012.

Lutfi Adnan Muzamil. Studi Falak dan Trigonometri. Cara Cepat dan Praktis

Memahami Trigonometri dalam Ilmu Falak. Yogyakarta: Pustaka Ilmu,

2015.

M. Hasbi Ash Shiddiqi. Koleksi Hadits Hadits Hukum. Jakarta: PT. Magenta

Bhakti Guna. 1994.

Maryani. Studi Analisis Metode Penentuan Waktu Shalat Dalam Kitab Ad-Durus

Al-Falakiyyah Karya Ma’sum Bin Ali. Skripsi di Institut Agama Islam

Negeri Walisongo Semarang, 2011.

Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi. Metodologi Penelitian Survai. Jakarta:

LP3ES. 1981.

Muchtar Salimi. Ilmu Falak Penetapan Awal Waktu Shalat dan Arah Kiblat.

Surakarta: Universitas Muhammdiyah. 1997.

Muhammad Abduh Tuasikal. “Waktu Shalat 2. Shalat ‘Ashar”. dalam

https://rumaysho.com/2936-waktu-shalat-2-shalat-ashar.html.

Muhyiddin Kazain. Ilmu Falak Teori Dan Praktek. Yogyakarta: Buana Pustaka,

2004.

Muhyiddin Kazain. Ilmu Falak Teori dan Praktek. Yogyakarta: Buana Pustaka,

2004.

Nanda Trisna Putra. Problematika Waktu Ihtiyath Dalam Pembuatan Jadwal

Shalat. dalam Jurisdictie. Jurnal Hukum dan Syariah. Volume 3. Nomor 1.

Juni 2012.

Saadoe’ddin Djambek. Pedoman Waktu Shalat Sepanjang Masa. Jakarta: Bulan

bintang. 1974.

-------. Shalat dan Puasa di Daerah Kutub. Jakarta: Bulan bintang. 1974.

Page 73: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

60

Siti Mufarrohah. Konsep Awal Waktu Shalat Ashar Imam Syafi’i dan Hanafi Uji

Akurasi Berdasarkan Ketinggian Bayang-Bayang Matahari di Kabupaten

Semarang. Skripsi di Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang,

2010.

Slamet Hambali. Ilmu Falak Tentang penentuan Awal Waktu Shalat Dan

Penentuan Arah Qiblat di seluruh Dunia. t.t.1998.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif. Kualitatif. R & D. Bandung: Alfabeta,

2016.

Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta, 2013.

Sumadi Suryabrata. Metodelogi Penelitian. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

Susiknan Azhari. Ilmu Falak Teori dan Praktek. Yogyakarta: Lazuardi, 2001.

Tamhid Amri. “Waktu Shalat Perspektif Syar’i”. dalam Jurnal Asy-Syari’ah.

Bandung: Pondok Pesantren Al-Basyariah. Vol. 16. No. 3. Desember

2014.

Tolha Hasyim Fanani. Metode Penentuan Waktu Sholat di Masjid-Masjid

Kabupaten Malang. dalam Jurisdictie. Jurnal Hukum dan Syariah. Volume

2. Nomor 2. Desember 2011.

Page 74: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 75: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

62

Page 76: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

63

Page 77: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

64

Page 78: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

65

Page 79: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

66

Page 80: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

67

Page 81: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

68

Page 82: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

69

Page 83: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

70

Page 84: SKRIPSI PENENTUAN WAKTU SHALAT DZUHUR DAN ASHAR …

71

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Peneliti bernama Wasito Adi, lahir pada tanggal 10

Mei 1994 di Kelurahan Tulusrejo Kecamatan Pekalongan

Kabupaten Lampung Timur, dari pasangan Bapak Supardi

dan Ibu Siti Romlah. Peneliti merupakan anak keenam dari

tujuh bersaudara.

Peneliti menyelesaikan pendidikan formalnya di SD Negeri 2 Tulus Rejo,

lulus pada tahun 2006, kemudian melanjutkan pada SMP Negeri 3 Batanghari,

lulus pada tahun 2009, kemudian melanjutkan pada SMK Negeri 1 Metro, lulus

pada tahun 2012. Selanjutnya peneliti melanjutkan pendidikan pada Program

Studi Hukum Ekonomi Syari’ah Jurusan Syariah dan Ekonomi Islam Sekolah

Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Jurai Siwo Metro dimulai pada Semester I

Tahun Ajaran 2012/2013, yang kemudian pada Tahun 2017, STAIN Jurai Siwo

Metro beralih status menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro

Lampung, sehingga Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah Jurusan Syariah dan

Ekonomi Islam berubah menjadi Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah Fakultas

Syari’ah.