SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi...

61
i UNIVERSITAS INDONESIA EFEKTIFITAS FeSO 4 DAN FeSO 4 + GLISIN UNTUK FORTIFIKASI ZAT BESI PADA SUSU KEDELAI CAIR DAN TEMPE SKRIPSI NOVI FAUZIATI 0606069230 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM S1 REGULER KIMIA DEPOK JULI 2011 Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Transcript of SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi...

Page 1: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

i

UNIVERSITAS INDONESIA

EFEKTIFITAS FeSO4 DAN FeSO4 + GLISIN UNTUK FORTIFIKASI

ZAT BESI PADA SUSU KEDELAI CAIR DAN TEMPE

SKRIPSI

NOVI FAUZIATI

0606069230

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM S1 REGULER KIMIA

DEPOK

JULI 2011

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 2: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

EFEKTIFITAS FeSO4 DAN FeSO4 + GLISIN UNTUK FORTIFIKASI

ZAT BESI PADA SUSU KEDELAI CAIR DAN TEMPE

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains

NOVI FAUZIATI

0606069230

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI S1 REGULER KIMIA

DEPOK

JULI 2011

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 3: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya

nyatakan dengan benar.

Nama : Novi Fauziati

NPM : 0606069400

Tanda Tangan : ...

Tanggal : 1 Juli 2011

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 4: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

iv

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 5: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

v

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 6: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang

senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga

tercurah kepada Rasullulah Muhammad SAW. Skripsi yang berjudul Efektifitas

FeSO4 dan FeSO4 + glisin untuk Fortifikasi Zat Besi pada Susu Kedelai Cair dan

Tempe, disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program sarjana di

Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Indonesia.

Ucapan terima kasih yang sangat mendalam ditujukan kepada Allah SWT atas

berkah dan rahmat-Nya selama ini.

Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai

pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit

bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin

mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan kepada:

1. Dr.Rer.Nat.Agustino Zulys, MSc. dan Drs. Ismunaryo M, M.

Phil, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu,

tenaga, dan pikiran serta kesabaran dalam membimbing penulis

sehingga skripsi ini dapat tersusun.

2. Prof. Dr. Sumi Hudiyono PWS selaku penasehat akademik yang

telah memberikan bimbingan selama masa studi.

3. Dr. Ridla Bakri selaku Ketua Departemen Kimia UI dan Dra.

Tresye Utari selaku koordinator penelitian dan seluruh staf

pengajar Kimia UI yang telah memberikan Ilmu yang sangat

berharga selama ini.

4. Ibu dan Ayah yang tiada hentinya memberikan perhatian,

dukungan, kasih sayang serta doa yang selalu dipanjatkan demi

kelancaran penyusunan skripsi ini serta adik-adikku, Mb Lely

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 7: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

vii

beserta keluarga dan seluruh keluarga besar penulis, terimakasih

untuk perhatian dan bantuan yang diberikan.

5. Seluruh staf afiliasi, trimakasih atas bantuannya dalam

pengukuran sampel sehingga penulis bisa memperoleh data-data

yang menunjang penelitian ini.

6. Pak Hedi, Mba Ina, Mba Cucu, Mba Trie, Mba Ema, Mba Indri,

Mba Ati, Pak Trisno perpus, Pak Kiri, Pak Min, Pak Marji, dan

Pak Hadi terimakasih atas bantuannya selama ini.

7. Rekan-rekan penelitian seperjuangan di lantai 3; Wiwit,

Nani,Nadiroh, Nadia, Sherly, Zetri, Ina, kak Omi, kak Destya, kak

Atin, kak Sabri, kak Asri, kak Temi, kak Puput, Bu Lita, Bu Nana,

Bu Indri, Pak Azhar dan juga rekan penelitian lantai 4 serta

seluruh kimia 06 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

terimakasih atas persahabatan yang terjalin selama ini serta

keceriaan, perhatian dan semangat yang diberikan.

8. Adik-adik angkatan 2007, 2008 dan 2009 terimakasih untuk

dukungannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan namun

penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

pengembangan ilmu.

Penulis

2011

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 8: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Novi Fauziati NPM : 0606069230 Program Studi : S1 Departemen : Kimia Fakultas : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jenis karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Efektivitas FeSO4 dan FeSO4+Glisin untuk Fortifikasi Zat Besi pada Susu Kedelai

Cair dan Tempe.

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 9: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 10: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

viii

ABSTRAK

Nama : Novi Fauziati

Program Studi : Kimia

Judul : Efektivitas FeSO4 dan FeSO4 + Glisin untuk Fortifikasi Zat Besi

pada Susu Kedelai Cair dan Tempe

Pemanfaatan kedelai sebagai bahan pangan di Indonesia semakin meningkat

karena rendahnya daya beli masyarakat terhadap protein hewani. Beragam produk

olahan dari kedelai seperti tempe, kecap, tahu dan susu kedelai banyak digemari

masyarakat. Akan tetapi rendahnya kadar besi pada bahan pangan berbasis kedelai

mendorong banyaknya terjadi kasus anemia. Sebagai prevelensi terhadap anemia

perlu dilakukan fortifikasi pangan berbasis kedelai dengan fortifikan yang telah

diketahui kemampuan bioavalibilitasnya terhadap manusia.

Penelitian ini mempelajari efektivitas FeSO4 dan FeSO4 + Glisin untuk fortifikasi

zat besi terhadap susu kedelai cair dan tempe. Fortifikasi disini dipengaruhi oleh

keberadaan fitat sebagai inhibitor besi yang terdapat pada kedelai. Kadar Fe awal

pada susu kedelai cair lebih tinggi dibanding tempe. Efektifitas FeSO4 lebih baik

dibanding FeSO4 tanpa agen pengkhelat glisin dengan rasio mol fe: fitat adalah

2:1. Ikatan fe-fitat kuat terlihat dengan hasil pengukuran kadar Fe bebas semakin

meningkat dengan berkurangnya fitat yang ditambahkan dan secara kualitatif

dengan semakin jernihnya lapisan air pada variasi penambahan fitat.

Kata Kunci : ferrous bisglycinate, FeSO4 , fitat, fortifikasi, glisin, susu

kedelai cair, tempe

xiv+39 halaman : 12 gambar; 10 tabel

Daftar Pustaka : 33 (1982-2006)

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 11: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

ix

ABSTRACT

Name : Novi Fauziati

Program Study : Chemistry

Title : Effectiveness of FeSO4 and FeSO4 + glysin as Iron Fortificant

for Soy Milk and Tempeh

Utilization of soybean as food in Indonesia has increased due to low purchasing

power of animal protein. A variety of processed soy products like tempeh, soy

sauce, tofu and soy milk. However, low levels of iron in soybean-based food

ingredients encourage the many cases of anemia. As

the prevalence of anemia needs to be done with soybean

based food fortification which known fortification bioavability to humans.

This research studied effectiveness of FeSO4 and FeSO4 + glysin as iron

fortificant for soy milk and tempeh. Fortification here is influenced by

the presence of phytate as an inhibitor of iron found

in soybeans. Initial Fe content in soybean milk is higher than

the tempeh. FeSO4 effectiveness better than FeSO4 without

chelating agent mole ratio of glycine with fe: phytate is 2:1. Fe-

phytic strong bond with the measurement results appear independent of

Fe content increased with reduced phytate were

added and qualitatively with the water layer on the variation of the addition

of phytate.

Key Word : ferrous bisglycinate, FeSO4 , phytate, fortification, glycine,

soymilk, tempeh

xiv+39 pages : 12 pictures; 10 tables

Bibliography : 33 (1967-2010)

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 12: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………....... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS……………………..... iii

LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………..... iv

KATA PENGANTAR……………………………………………….... v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ……........ vii

ABSTRAK .……………………………………………………………. viii

ABSTRACT…………………………………………………………..... ix

DAFTAR ISI …………………………………………………………... x

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………… ..... xii

DAFTAR TABEL……………………………………………………… xiii

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………… xiv

1. PENDAHULUAN ………………………………………….. …...... 1

1.1 Latar Belakang …………………………………………..…….. 1

1.2 Perumusan Masalah ………………………………………….... 3

1.3 Tujuan Penelitian …………………………………………….... 4

1.4 Hipotesis ………………………………………...…………….. 4

2. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………. 5

2.1 Anemia…………………………………………...……………... 5

2.2 Fortifikasi…………………..……………………………...……. 6

2.3 Zat Besi (Fe)………………………...……………….………….. 7

2.4 Fortifikan

2.4.1 Ferrous Bisglycinate…………………………………… 8

2.8.2 FeSO4…………………………………………………… 9

2.8.3 Glisin…………………………………………………… 10

2.5 Kedelai…………………………………………………………. 11

2.6 Susu Kedelai Cair……………………………………………… 12

2.4 Tempe………………………………………………………….. 12

2.5 Asam Fitat……………………………………………………… 13

2.6 Spektrofotometri Serapan Atom………………………………. 15

3. METODE PENELITIAN …………………………………............ 17 3.1 Metode Penelitian……………………………………………… 17

3.2 Alat dan Bahan………………………………………………… 17

3.2.1 Alat………………………………………………………. 17

3.2.2 Bahan…………………………………………………….. 18

3.3 Prosedur Kerja…………………………………………………. 18

3.3.1 Fortifikasi………………………………………………... 18

3.3.2 Pengukuran kurva kalibrasi Fe………………................... 19

3.3.3 Penentuan kadar Fe total………………....…………........ 20

3.3.4 Pembuatan kurva kalibrasi fitat………………………….. 21

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 13: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

xi

3.3.4 Penentuan kadar asam fitat….…………………………… 21

3.3.5 Penentuan Fe-fitat dan Fe bebas…………………………. 22

4. PEMBAHASAN……………………………………………………. 23

4.1 Kurva kalibrasi fitat……………………………………………. . 23

4.2 Penentuan kadar asam fitat………………………...................... 26

4.3 Penentuan Kadar Fe Total………….…………………….......... 27

4.4 Kadar Fe bebas………………………..... …………………….. 29

4.4.1 Variasi fitat………………………………………...……... 29

4.4.2 Variasi FeSO4…………………………………………….. 31

4.4.3 Variasi FeSO4 + glisin…………………………………….. 33

4.5 Efektifitas susu kedelai cair dan tempe…………………………... 37

5. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………….. 39

5.1 Kesimpulan……………………………………………………... 39

5.2 Saran……………………………………………………………. 39

DAFTAR REFERENSI ……………………………………….............. 40

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 14: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Distribusi spesi glisin dalam pH………………………….. 10

Gambar 2.2. Struktur kimia fitat................................................................... 14

Gambar 4.1. Fe 3+

dalam air…………………………………………….. 24

Gambar 4.2. Fe(SCN)2+

dalam air………………………………………. 24

Gambar 4.3. Spektra UV FIsible Fe(SCN)2+

…………………………….. 25

Gambar 4.4. Kurva kalibrasi fitat………………......................................... 25

Gambar 4.5. Struktur Fe-fitat……………………………………………. 30

Gambar 4.6. Kurva Variasi Penambahan fitat………………………….. 31

Gambar 4.7. Fe-fitat terhadap sulfat.…………………… …………....... 33

Gambar 4.8. Spektra FeSO4, glisin dan FeSO4 + glisin…………...... ... 34

Gambar 4.9. Reaksi kimia Ferrous Bisglycinate………………………. 35

Gambar 4.10. Efektifitas Fortifikasi pada Variasi Fortifikan………….... 38

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 15: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Komposisi Kedelai per 100 gram bahan kering................ 12

Tabel 3.1. Variasi rasio mol ………………….……………………. 19

Tabel 4.1. Kadar fitat sampel…………………………………….... 26

Tabel 4.2. Kadar Fe pada sampel awal .…………………………….. 29

Tabel 4.3. Variasi fitat pada susu kedelai cair………………………. 30

Tabel 4.4. Variasi FeSO4 susu kedelai cair…………....…………….. 31

Tabel 4.5. Variasi FeSO4 tempe……………………………………... 32

Tabel 4.6. Variasi FeSO4 + glisin susu kedelai cair…………....……. 34

Tabel 4.7. Variasi FeSO4 + tempe…………………………………... 36

Tabel 4.8. Pengaruh FeSO4 + glisin pada pH susu kedelai cair……. 37

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 16: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Bagan Alir Penelitian...........................................................

42

Lampiran 2. Bagan penentuan Fe- fitat dan Fe bebas…..……………

42

Lampiran 3. Pengamatan secara kualitatif..…………………………...

43

Lampiran 4. Kurva Standar……………. .…………………………….

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 17: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut International conference on Nutrition (ICN), defisiensi besi

merupakan salah satu bentuk masalah gizi yang menjadi perhatian dunia. INC

melaporkan sekitar 2 milyar penduduk dunia mengalami anemia, yang

kebanyakan disebabkan oleh defisiensi anemia besi (Yeung, 2003). Masalah

tersebut banyak dialami hampir oleh semua negara di dunia. Menurut WHO

(2001) hampir separuh wanita hamil di dunia anemia,: 52% di negara berkembang

dan 23% di negara industri.

Faktor penyebab langsung defisiensi anemia besi meliputi jumlah Fe

dalam makanan tidak cukup, absorbsi Fe rendah, kebutuhan Fe naik karena

kehilangan darah saat menstruasi dan melahirkan, sehingga keadaan ini

menyebabkan jumlah Fe dalam tubuh menurun. Kurangnya jumlah Fe dalam

makanan terjadi karena pola konsumsi makan masyarakat Indonesia masih

didominasi sayuran sebagai sumber zat besi yang sulit diserap, sedangkan daging

dan bahan pangan hewani sebagai sumber zat besi yang baik (heme iron) jarang

dikonsumsi terutama oleh masyarakat pedesaan (Dep Kes. RI, 1998 dalam Hulu,

2004).

Data tahun 1987-1999, rata-rata asupan energi manusia Indonesia adalah

1970 kkal/orang/hari dengan hampir 60 % asupan energi berasal dari biji-bijian

selebihnya dari umbi-umbian, kacang-kacangan, sayuran dan buah-buahan dan

sedikit sekali berasal dari bahan pangan hewani. Sumber protein kacang-kacangan

didominasi oleh kedelai. Produk pangan berbasis kedelai yang popular di

Indonesia diantaranya adalah susu bubuk kedelai, tahu, kecap kedelai dan tempe

(Yenrina dkk ,2006). Kedelai mengandung zat antinutrisi yaitu asam fitat. Asam

fitat (mio-inositol heksakisfosfat) merupakan bentuk penyimpanan fosfor yang

terbesar pada tanaman serealia dan leguminosa. Dalam biji, fitat merupakan

sumber fosforus dan inositol utama bagi tanaman, terdapat dalam bentuk garam

dengan kalium,kalsium, magnesium, dan logam lain Pada kondisi alami, asam

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 18: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

2

Universitas Indonesia

fitat akan membentuk ikatan baik dengan mineral bervalensi dua (Ca, Mg, Fe),

maupun protein menjadi senyawa yang sukar larut. Hal ini menyebabkan mineral

dan protein tidak dapat diserap tubuh, atau nilai cernanya rendah. Oleh karena itu,

asam fitat dianggap sebagai antinutrisi pada bahan pangan (Avery dan King, 1926

cit Anonim, 2007).

Di negara maju, upaya fortifikasi Fe pada aneka produk pangan terbukti

sukses mencapai target dalam upaya memerangi anemia. Kunci keberhasilan

program ini terletak pada fakta bahwa makanan yang terfortifikasi Fe harus

memberikan sejumlah Fe yang cukup dan mudah diserap oleh tubuh. Kuantitas ini

tergantung pada banyaknya Fe yang ditambahkan pada bahan pangan yang

difortifikasi dan bioavailabilitas Fe tersebut bila makanan terfortifikasi tersebut

dikonsumsi (R. Hurrell, et al., 2004). Fortifikan Fe yang direkomendasikan oleh

WHO ada dalam berbagai kategori senyawa yaitu yang mudah larut dalam air,

kurang larut dalam air tetapi larut dalam asam encer, sama sekali tidak larut dalam

air tetapi larut dalam asam encer dan bentuk enkapsulasi. Pemilihan fortifikan Fe

ini tergantung pada jenis bahan pangan yang menjadi target fortifikasi, karena

efektifitas fortifikasi Fe dilihat dari besar kecilnya availabilitas Fe (Allen, et al.,

2006).

Ferrous Bisglycinate telah banyak digunakan untuk tujuan fortifikasi di

berbagai negara, antara lain: Guatemala (Pineda et al., 1994; Pineda and

Ashmead, 2001), New Zealand (Heath et al., 2001), Brazil (Fisberg et al., 1995;

Queiroz and Torres, 1995; Gualandro and Name, 1996; Ashmead et al., 1997; Iost

et al., 1998; Giorgini et al., 2001; Szarfarc et al., 2001; Miglioranza et al., 2003),

Saudi Arabia (Osman and Al-Othaimeen, 2002), and the United Republic of

Tanzania (Latham et al., 2001). Sebagaimana diketahui bahwa bahan pangan

berbasis kedelai ini merupakan bahan pangan yang paling dominan dinikmati oleh

sebagian besar masyarakat Indonesia yang berpenghasilan rendah. Sehingga

fortifikasi Fe dengan target bahan pangan berbasis kedelai ini akan lebih banyak

menjangkau sebagian besar rakyat Indonesia yang rentan terhadap defisiensi

anemia gizi besi.

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 19: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

3

Universitas Indonesia

1.2 Perumusan Masalah

Fortifikan Fe banyak dihubungkan pada suatu agen pengkelat dengan

pertimbangan bahwa keberadaan Fe ini tidak akan mempengaruhi rasa,

penampilan dan tekstur dari produk pangan yang difortifikasi. Penelitian terdahulu

menunjukkan bahwa Ferrous bisglycinate tidak mempengaruhi sifat organoleptik

pada produk (makanan dari jagung) (Bovell-Benjamin et al., 1998; Umbelino et

al., 2001). Bovell-Benjamin dalam penelitiannya menemukan bahwa “iron bis-

glycine” memiliki ketersediaan hayati yang lebih baik daripada fero sulfat dan

preparat ini disarankan sebagai fortifikasi diet besi pada kasus anemia. Absorpsi

besi yang telah dilaporkan 2-3 kali lebih baik dibanding dalam sereal dengan fitat

yang tinggi. Akan tetapi harga Ferrous bisglycinate lebih mahal dibanding

fortifikan lainnya sehingga pada penelitian ini digunakan fortifikan FeSO4 dan

FeSO4+ glisin untuk mengetahui efektifitas fortifikasi dengan adanya

penambahan agen pengkelat yaitu glisin. Glisin adalah asam amino non esensial,

dimana tubuh dapat mensintesis sendiri sehingga diharapkan penambahan glisin

memiliki bioavabilitas yang tinggi, aman untuk dikonsumsi.

Efektifitas fortifikasi ini sangat dipengaruhi pada kuantitas dari senyawa

fitat yang mampu mengurangi availabilitas Fe sehingga perlu diketahui rasio Fe-

fitat pada sampel (susu kedelai cair dan tempe) agar jumlah fortifikan yang

ditambahkan dapat memenuhi jumlah asupan Fe yang dibutuhkan sehari-hari

(dengan mengetahui kadar “Fe bebas” yang terukur ). Fe bebas adalah Fe yang

tidak terikat fitat sehingga dapat diabsorpsi tubuh.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui efektifitas FeSO4 dan FeSO4 + Glisin sebagai

fortifikan pada susu kedelai cair dan tempe.

2. Mengetahui kadar fitat pada susu kedelai cair dan tempe.

3. Mengetahui kadar Fe bebas pada susu kedelai cair dan tempe.

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 20: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

4

Universitas Indonesia

1.4 Hipotesis

Fortifikasi susu kedelai cair dan tempe dengan FeSO4 dan FeSO4 + Glisin

akan meningkatkan ketersediaan Fe bebas pada makanan. Sejumlah Fe yang

dibutuhkan untuk berikatan dengan fitat akan terpenuhi sehingga kadar Fe bebas

dalam makanan akan meningkat. FeSO4 + Glisin akan mempunyai aktifitas yang

lebih baik dibanding FeSO4 sebagai fortifikan karena adanya pengaruh dari glisin

yang berfungsi sebagai agen pengkelat.

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 21: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

5 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anemia

Anemia adalah suatu keadaan penurunan jumlah sel darah merah

(hematokrit) atau kadar hemoglobin (protein pengangkut O2) di dalam sel darah

merah di bawah nilai normal sehingga menyebabkan penurunan kapasitas sel

darah merah untuk mengangkut oksigen (Berkow, 1997; Kennedy, et.al., 2007).

Tidak seperti halnya dengan masalah gizi lainnya, anemia cukup sering terjadi

baik di negara berkembang maupun industri (FAO, 2006); yang dapat diderita

oleh seluruh kelompok umur mulai dari bayi, balita, anak usia sekolah, remaja,

dewasa dan lanjut usia. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga 2001,

prevalensi anemia defisiensi besi (ADB) pada balita 0-5 tahun adalah sekitar 47%,

anak usia sekolah dan remaja sekitar 26,5% dan wanita usia subur berkisar 40%.

Faktor utama penyebab anemia gizi besi adalah kurangnya konsumsi besi

makanan, atau rendahnya tingkat absorpsi besi dan adanya zat anti gizi pada

makanan sehingga makanan tidak dapat diserap tubuh secara optimal. Hal ini

dapat terjadi pada orang yang mengkonsumsi makanan kurang beragam, pola

konsumsi serta keadaan ekonomi yang berdampak pada ketidakmampuan

keluarga menyediakan makanan sumber besi (Wirakusumah, 1999). Kebutuhan

terhadap besi meningkat akibat pertumbuhan, terutama pada bayi, anak-anak, dan

remaja. Begitu juga remaja wanita yang sudah mengalami haid dimana saat itu

cukup banyak mengeluarkan darah, berarti jumlah besi yang hilang dari tubuh

cukup besar. Selain itu, kehilangan darah akibat dari perdarahan misalnya karena

kecelakaan dan operasi. Keadaan infeksi terutama pada penyakit kronis (penyakit

malaria, TBC, dll), infeksi parasit (kecacingan), dan faktor genetik (penyakit

talasemia) juga sangat mempengaruhi rendahnya kadar hemoglobin di dalam

darah (Wirakusumah, 1999 ; WHO, 2001).

Defisiensi besi dapat menyebabkan kekurangan energi dan penurunan

sistem kekebalan sehingga meningkatkan resiko terhadap infeksi dan penyakit

(Timmcke, 2005). Pada kehamilan, ADB berkaitan dengan meningkatnya resiko

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 22: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

6

Universitas Indonesia

kelahiran prematur, mengganggu pertumbuhan janin dalam kandungan, bayi lahir

dengan berat badan rendah, dan kematian ibu hamil saat melahirkan (Suartika,

1999; Zavaleta, et.al., 2000).

2.2 Fortifikasi

Fortifikasi pangan adalah penambahan satu atau lebih zat gizi (nutrien) ke

pangan. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi

yang ditambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi (Albiner, 2003). Peran

pokok dari fortifikasi pangan adalah pencegahan defisensi dan gangguan yang

diakibatkannya.

Dibandingkan dengan strategi lain yang digunakan untuk perbaikan anemi

gizi besi, fortifikasi zat gizi besi dipandang oleh beberapa peneliti merupakan

strategi termurah untuk memulai, mempertahankan, mencapai/mencakup jumlah

populasi yang terbesar, dan menjamin pendekatan jangka panjang (Cook and

Reuser, 1983). Fortifikasi zat besi tidak menyebabkan efek samping pada saluran

pencernaan. Inilah keuntungan pokok dalam hal keterterimaannya oleh konsumen

dan pemasaran produk-produk yang diperkaya dengan besi. Penetapan target

penerima fortifikasi zat besi, yaitu mereka yang rentan defisiensi zat besi,

merupakan strategi yang aman dan efektif untuk mengatasi masalah anemia besi

(Ballot, 1989). Tahapan kritis dalam perencanaan program fortifikasi besi adalah

pemilihan senyawa besi yang dapat diterima dan dapat diserap (Cook and Reuser,

1983).

Fortifikasi pangan dianggap sebagai suatu metode yang sukses untuk

mengurangi defisiensi mikronutrien dan merupakan salah satu elemen penting

dalam kebijakan pangan di negara-negara Asia dan Pasifik (Hunt, 2002).

Fortifikasi pangan telah digunakan sebagai langkah intervensi yang menjamin

keamanan pangan bagi seluruh penduduk dengan biaya yang efisien dan

berkelanjutan. Salah satu faktor sukses pada program fortifikasi adalah pemilihan

makanan pembawa (carrier) dan fortifikan yang tepat.

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 23: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

7

Universitas Indonesia

2.3 Zat Besi (Fe)

Zat besi merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh dan diperlukan

dalam Hemopoesis atau pembentukan darah dalam sintesa Hemoglobin. Dalam

tubuh zat besi sebagian besar terdapat dalam darah sebagai bagian dari protein

yang bernama Hb di sel darah merah dan mioglobin di sel otot (Soekirman, 1999).

Jumlah seluruh zat besi dalam tubuh orang dewasa sekitar 3,5 gr. Dimana

70 % terdapat dalam hemoglobin dan 25 % merupakan besi cadangan (iron

storage) yang terdiri dari feritin dan hemosiderin.

Besi dalam makanan yang dikonsumsi dalam bentuk ikatan feri (umumnya

dalam pangan nabati) maupun ikatan fero (umumnya dalam pangan hewani). Besi

yang berbentuk feri oleh getah lambung (HCI) direduksi menjadi bentuk fero yang

mudah diserap oleh sel mukosa usus. Adanya vitamin C juga dapat membantu

proses reduksi tersebut. Didalam sel mukosa fero dioksidasi menjadi feri lalu

bergabung dengan apporitin membentuk protein yang mengandung besi yaitu

feritin. Selanjutnya, untuk masuk ke plasma darah besi dilepaskan dari feritin

dalam bentuk fero, sedangkan appoprotein yang terbentuk kembali akan

bergabung lagi dengan feri hasil oksidasi dalam sel mukosa. Setelah masuk

kedalam plasma, besi fero segera dioksidasi menjadi feri untuk digabungkan

dengan protein spesifik yang mengikat besi yaitu transferin (Suhardjo,1989).

Tubuh manusia sehat mengandung ± 3,5 g besi yang hampir seluruhnya

dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein, adapun pada bayi baru lahir lebih

kurang 250 mg dari jumlah tersebut (60-70%) dinamakan besi fungsional, karena

berefek pada fungsi tubuh, sedangkan sisanya disimpan disebut besi nonessensial

(Wardhini S dan Dewoto H R, 1995). Jumlah besi yang setiap hari diganti (turn

over) sebanyak 30-40 mg. Dari jumlah ini hanya sekitar 1 mg yang berasal dari

makanan. Banyaknya besi yang dimanfaatkan untuk pembentukan hemoglobin

umumnya sebesar 20-25 mg per hari (Suhardjo, 1989).

Ditinjau dari bioavailabilitas besi dari makanan dapat dibagi 3 tipe

(MacPhail, 2000) yaitu :

1. Tipe bioavailabilitas rendah merupakan besi dari bahan makanan

pokok beras, jagung atau umbi-umbian, kurang mengandung unsur

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 24: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

8

Universitas Indonesia

daging, ikan dan vitamin C dengan penyerapan besi tipe ini kurang

dari 5%.

2. Tipe bioavailabilitas menengah terdapat pada golongan dengan

makanan pokok beras dan jagung dengan sejumlah daging dan

vitamin C dengan penyerapannya antara 5-15%.

3. Tipe bioavailabilitas tinggi terdapat pada susunan makanan yang

banyak mengandung daging dan vitamin C dengan penyerapan

besi lebih dari 15%.

2.3 Fortifikan

2.3.1 Ferrous Bisglycinate

Ferrous bisglycinate adalah kelat besi-asam amino, dimana besi dilindungi

terhadap absorbsi inhibitor dengan mengikat asam amino glisin. Absorpsi besi

yang telah dilaporkan 2-3 kali lebih baik dibanding FeSO4 dalam sereal dengan

fitat yang tinggi. Ferrous bisglycinate cocok digunakan untuk keseluruhan susu

cair dan produk sehari-hari. Ferrous bisglycinate lebih mahal dibanding senyawa

besi lainnya. Bovell-Benjamin dalam penelitiannya menemukan bahwa “iron bis-

glycine” memiliki ketersediaan hayati yang lebih baik daripada fero sulfat dan

preparat ini disarankan sebagai fortifikasi diet besi pada kasus anemia.

Ferrous bisglycinate tidak mempengaruhi sifat organoleptik pada produk

(makanan dari jagung) (Bovell-Benjamin et al., 1998; Umbelino et al., 2001).

Ferrous Bisglycinate telah banyak digunakan untuk tujuan fortifikasi di berbagai

negara, antara lain:Guatemala (Pineda et al., 1994; Pineda and Ashmead, 2001),

New Zealand (Heath et al., 2001), Brazil (Fisberg et al., 1995; Queiroz and

Torres, 1995; Gualandro and Name, 1996; Ashmead et al., 1997; Iost et al.,

1998; Giorgini et al., 2001; Szarfarc et al., 2001; Miglioranza et al., 2003),

Saudi Arabia (Osman and Al-Othaimeen, 2002), and the United Republic of

Tanzania (Latham et al., 2001).

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 25: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

9

Universitas Indonesia

Ferrous Bisglycinate mempunyai nilai LD50 2.800 mg/kg berat pada tikus,

sebanding dengan 560 mg/kg berat tubuh manusia. Asupan sehari-hari untuk besi

0.8 mg/kg berat tubuh (The Joint FAO/WHO Expert Committee on Food

Additives (JECFA). Ferrous bisglycinate terdiri dari 23% ferrous iron dan 60%

glycine serta 17% asam sitrat.

2.3.2 FeSO4

Pemberian sediaan besi oral terutama menggunakan bentuk garam-garam

fero karena memiliki bioavilabilitas yang lebih baik daripada garam feri; kelarutan

garam fero lebih tinggi dari garam feri dan mampu diabsorbsi tubuh 3 kali lebih

tinggi daripada garam feri, terutama pada kondisi lambung kosong (USPDI 1989;

Gillman, 1996; Troost, et.al., 2003). Garam fero utama yang banyak digunakan

adalah fero sulfat (FeSO4) karena harganya relatif lebih murah daripada bentuk

garam fero lainnya, selain itu garam fero juga memberikan efektifitas dan

tolerabilitas yang setara dengan fero fumarat ataupun fero glukonat (Gillman,

et.al., 1996; McDiarmid dan Johnson, 2002).

Tinjauan kimia Fero Sulfat :

Nama Kimia : Besi (II) sulfat (1:1) heptahidrat

Rumus molekul : FeSO4.7H2O

Berat molekul : 278.01 g/mol

Sifat fisika : kristal padat

Titik leleh : 64 ˚C

Titik didih : 300 ˚C

pH : 3.7

Kelarutan : Mudah larut dalam air, tidak larut dalam etanol,

sangat mudah larut dalam air mendidih

Stabilitas : Stabil pada tekanan dan temperatur kamar. Pada

udara lembab, fero sulfat (biru kehijauan)

teroksidasi menjadi feri sulfat (kuning kecoklatan).

Toksisitas : LD50 319 mg/kg tikus

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 26: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

10

Universitas Indonesia

2.3.3 Glisin

Glisin adalah asam amino yang paling sederhana dan bersifat polar. Glisin

larut dalam air, tidak larut dalam alkohol dan eter. Sebagian besar protein hanya

mengandung sedikit glisin, kecuali kolagen yang sepertiga bagiannya terdiri dari

glisin. Glisin merupakan asam amino non esensial, yang artinya tubuh mampu

mensintesis sendiri.

Asam amino glisin dalam larutan air bertindak sebagai switter ion, dimana

muatan α-karboksil dan α-amino berlawanan muatan. Pada pH 3 dan 9 ligan

berada dalam switter ion. Asam amino kehilangan proton dari gugus COOH dan

mampu mengkelat logam dengan membentuk cincin heterosiklik. Gambar 2.1

menunjukkan spesi glisin pada nilai pI berdasarkan nilai pK 1 dan pK 2.

[Sumber : Ashmead, Stephen D, 2001]

Gambar 2.1 Distribusi spesi glisin dalam pH

Penambahan asam dam basa akan berpengaruh terhadap spesi glisin dalam

larutan, contohnya pada penambahan HCl dan NaOH dengan reaksi sebagai

berikut:

+H3N-CH2-COO

- + HCl

+H3N-CH2-COOH + Cl

-

(basa) (asam konjugasi)

+H3N-CH2-COO

- + NaOH

H2N-CH2-COO

- + Na

+ + H2O

(asam) (basa konjugasi)

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 27: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

11

Universitas Indonesia

Tinjauan kimia glisin :

Nama Kimia : Glycine

Rumus molekul : C2H5NO2

Berat molekul : 75.07 g/mol

Sifat fisik : kristal padat berwana putih

Titik leleh : terdekomposisi pada 233 ˚C

pI : 6.06

Kelarutan : Mudah larut dalam air panas, larut dalam air

dingin, tidak larut dalam dietil eter, n-oktanol,

etanol, sangat mudah larut dalam air mendidih

Stabilitas : Stabil pada tekanan dan temperatur kamar

Toksisitas : LD50 4950 mg/kg tikus

2.4 Kedelai

Kedelai termasuk jenis tanaman polong-polongan dan berbunga kupu-

kupu seperti halnya kacang tanah. Perbedaannya adalah pada kacang tanah

buahnya terdapat di dalam tanah, sedangkan kedelai buahnya tumbuh di atas

tanah, yaitu di batang. Kedelai yang dikenal sekarang termasuk dalam family

leguminosa, sub famili Papilionidae, genus Glycine dan spesies Glycine max (L).

Kedelai mengandung protein 35 % bahkan pada varitas unggul kadar

proteinnya dapat mencapai 40 - 43 %. Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung

singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai

kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim

kering.

Kedelai dapat diolah menjadi: tempe, keripik tempe, tahu, kecap, susu, dan

lain-lainnya. Proses pengolahan kedelai menjadi berbagai makanan pada

umumnya merupakan proses yang sederhana, dan peralatan yang digunakan

cukup dengan alat-alat yang biasa dipakai di rumah tangga, kecuali mesin

pengupas, penggiling, dan cetakan.

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 28: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

12

Universitas Indonesia

Tabel 2.1 Komposisi Kedelai per 100 gram Bahan kering

2.5 Susu Kedelai Cair

Susu kedelai adalah minuman berkrim seperti susu yang dibuat dengan

cara merendam dan menghaluskan kedelai dengan air. Susu kedelai ini juga dibuat

dengan cara menambah air pada tepung kedelai. Dewasa ini, susu kedelai

mempunyai aroma ringan dan lezat. Ada yang dijual dengan rasa tawar namun ada

juga yang telah diberi berbagai rasa dan aroma, diantaranya coklat, almond, moka

dan vanilla (Heinnermen, 2003; 15).

Persyaratan mutu susu kedelai di Indonesia memang belum ada, tetapi di

luar negeri telah ditentukan standar susu kedelai yaitu jumlah N- total minimal

3%, lemak 3% dan kandungan padatan 10%, tidak boleh mengandung lebih dari

300 mikroba per gram dan tidak boleh terdapat bakteri koli (Winarno, 1993 ; 48).

2.6 Tempe

Tempe adalah produk fermentasi yang sudah dikenal masyarakat

Indonesia. Tempe kedelai adalah jenis tempe paling dikenal dan dan paling

disukai masyarakat dibanding jenis tempe yang lain seperti tempe benguk, tempe

gambus, tempe lamtoro atau tempe bongkrek (Hidayat, 2006). Kualitas tempe

ditentukan oleh cita rasa, kelunakan atau tingkat kelapukan kedelai, kebersihan,

kemurnian, daya tahan dan kesuburan kapang (Suprapti, 2003)

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 29: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

13

Universitas Indonesia

Proses fermentasi menyebabkan tempe memiliki beberapa keunggulan

dibandingkan kacang kedelai. Pada tempe, terdapat enzim-enzim pencernaan yang

dihasilkan oleh kapang tempe, sehingga protein, lemak dan karbohidrat menjadi

lebih mudah dicerna. Kapang yang tumbuh pada tempe mampu menghasilkan

enzim protease untuk menguraikan protein menjadi peptida dan asam amino

bebas (Astawan, 2008).

Pembuatan tempe menggunakan bahan baku kedelai. Proses perebusan,

pencucian serta fertmentasi pada tempe akan mengurangi kadar asam fitat pada

tempe. Semakin lama waktu fermentasi yaitu dari fermentasi 24 jam sampai

fermentasi 48 jam, miselia jamur akan menjadi semakin tebal, diikuti dengan

terbentuknya spora yang berwarna putih dan tempe kedelai berbau spesifik tempe.

Lebih dari 48 jam sudah berbau agak busuk (Pangastuti dkk , 1996). Pada

penelitian ini tempe difermentasi selama 48 jam.

Keberadaan mikroorganisme pada inokulum akan membantu menurunkan

kadar asam fitat. Rhizopus oligosporus menghasilkan enzim fitase yang

merupakan salah satu enzim yang dapat menghidrolisis asam fitat menjadi inositol

dan orthofosfat. Turunnya kadar asam fitat selama fermentasi selain disebabkan

oleh jamur, juga dapat disebabkan oleh aktivitas bakteri yang tumbuh baik setelah

jamur tempe menurun pertumbuhannya. Sudarmadji (1975), Sudarmadji dan

Markakis (1987) mengamati pertumbuhan Bacillus licheniformis dan Bacilus

cereus pada tempe setelah fermentasi 24 jam sampai 36 jam; bakteri jenis Bacillus

sp terdapat pada tempe yang mulai busuk. Powar dan Jaganathan (1967)

melaporkan adanya aktivitas fitase pada bakteri Bacilus subtilis; dengan demikian

turunnya kadar asam fitat selama fermentasi tidak hanya disebabkan adanya jamur

(Rhizopus oligisporus), tetapi juga disebabkan tumbuhnya bakteri selama

pembuatan tempe.

2.7 Asam Fitat

Asam fitat merupakan zat anti gizi karena mempunyai kemampuan untuk

berikatan dengan mineral yang mengakibatkan kelarutan mineral tersebut

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 30: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

14

Universitas Indonesia

menurun, sehingga ketersediaan mineral menjadi rendah. Asam fitat (mio-inositol

heksakisfosfat) merupakan bentuk penyimpanan fosfor yang terbesar pada

tanaman serealia dan leguminosa. Dalam biji fitat merupakan sumber fosforus dan

inositol utama bagi tanaman, terdapat dalam bentuk garam dengan kalium,

kalsium, magnesium, dan logam lain (Avery dan King, 1926). Pada kondisi alami,

asam fitat akan membentuk ikatan baik dengan mineral bervalensi dua (Ca, Mg,

Fe), maupun protein menjadi senyawa yang sukar larut. Hal ini menyebabkan

mineral dan protein tidak dapat diserap tubuh, atau nilai cernanya rendah. Oleh

karena itu, asam fitat dianggap sebagai antinutrisi pada bahan pangan.

Muchtadi (1998), menyebutkan bahwa asam fitat sangat tahan terhadap

pemanasan selama pengolahan. Tangenjaya (1979), melaporkan bahwa

pemanasan pada suhu 100 ˚C, pH 2 selama 24 jam dapat mengurangi kadar fitat

sampai dengan 70% (Anonim, 2008). Sifat rakhitogenik pada asam fitat

disebabkan karena adanya kemampuan membentuk garam yang tidak larut.

Menurut Kon et al (1973) dalam (Anonim, 2008), aktivitas rakhitogenik ini dapat

dirusak oleh enzim fitase yang umum terdapat pada semua biji-bijian. Asam fitat

dalam kedelai dapat dikurangi dengan fermentasi (misalnya pada pembuatan

kecap, tempe, tauco), perkecambahan dan perendaman dalam air hangat.

Gambar 2.2 Struktur Kimia Fitat

Ketiadaan enzim fitase pada saluran pencernaan non ruminansia

menyebabkan kandungan senyawa fitat tidak bisa dicerna, sehingga senyawa fitat

terbuang bersama kotoran (sekreta) ke lingkungan (Shin et al., 2001). Sumber

limbah ternak yang mengandung P tersebut merupakan sumber polusi (Daniel et

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 31: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

15

Universitas Indonesia

al., 1988). Kandungan P dari sisa limbah ternak akan berasosiasi dengan tanah

dan dapat mengakibatkan pendangkalan pada sungai dan danau, yang pada

akhirnya akan menggangu sistem sirkulasi air (deBoer et al., 1997).

2.8 Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

Metode spektroskopi Serapan Atom (SSA) sangat tepat untuk analisis zat

pada konsentrasi rendah. Teknik ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan

metode spektroskopi emisi konvensional. Pada metode konvensional, emisi

tergantung pada sumber eksitasi. Bila eksitasi dilakukan secara termal, maka

emisi bergantung pada sumber eksitasi. Bila eksitasi dilakukan secara termal,

maka emisi bergatung pada temperatur sumber. Selain itu eksitasi termal tidak

selalu spesifik, dan eksitasi secara serentak pada berbagai spesies dalam suatu

campuran dapat saja terjadi. Sedangkan dengan nyala, eksitasi unsur-unsur

dengan tingkat energi eksitasi yang rendah dapat dimungkinkan. Tentu saja

perbandingan banyaknya atom yang tereksitasi terhadap atom yang berada pada

tingkat dasar harus cukup besar, karena metode serapan atom hanya tergantung

pada perbandingan ini dan tidak bergantung pada temperatur. Metode serapan

sangatlah spesifik. Logam-logam yang membentuk campuran kompleks dapat

dianalisis dan selain itu tidak selalu diperlukan sumber energi yang besar

(Khopkar, SM, 1990).

Larutan sampel dikenakan nyala dan unsur-unsur di dalam sampel diubah

menjadi uap atom sehingga nyala mengandung atom unsur-unsur yang dianalisis.

Beberapa atom akan tereksitasi karena termal oleh nyala, tetapi kebanyakan atom

tetap tinggal sebagai atom netral dalam keadaan dasar (Ground State). Atom-atom

dalam keadaan dasar ini kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh sumber

radiasi yang terbuat dari unsur-unsur yang bersangkutan.

Panjang gelombang yang dihasilkan oleh sumber radiasi adalah sama

dengan panjang gelombang yang diabsorpsi oleh atom dalam nyala. Absorpsi ini

mengikuti hukum Lambert-Beer, yakni absorbansi berbanding lurus dengan

panjang nyala yang dilalui sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala. Kedua

variabel ini sulit untuk ditentukan tetapi panjang nyala dapat dibuat konstan

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 32: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

16

Universitas Indonesia

sehingga absorbansi hanya berbanding langsung dengan konsentrasi analit dalam

larutan sampel.

Dalam metode ini dibuat suatu deret larutan standar dengan berbagai

konsentrasi dan diukur dengan SSA yang menghasilkan absorbansi. Dari data

yang didapat dibuat grafik antara konsentrasi dengan absorbansi yang akan

merupakan garis lurus (linear). Konsentrasi larutan sampel dapat dicari setelah

absorbansi larutan sampel diukur dan diintrapolasikan ke dalam kurva kalibrasi

atau dimasukan ke dalam persamaan garis lurus yang diperoleh dengan

menggunakan program regresi linear pada kurva kalibrasi.

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 33: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

17 Universitas Indonesia

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini diawali dengan pembuatan tempe kedelai yang merupakan

salah satu dari sampel yang akan diteliti. Dilakukan penentuan kadar fitat pada

tempe dan susu kedelai cair untuk mengetahui kadar fitat awal pada masing-

masing sampel. Selanjutnya dilakukan penentuan Fe total pada susu kedelai cair

dan tempe. Setelah diketahui kadar Fe total pada masing-masing sampel,

dilakukan penambahan fortifikan dengan variasi rasio mol FeSO4 : Glisin : Fitat.

Efektivitas fortifikasi dengan berbagai fortifikan dapat dilihat dari kadar Fe bebas

yang terukur pada susu kedelai cair dan tempe.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

a. Pembuatan Tempe kedelai

1. Botol timbang

2. Neraca analitik

3. Plastik (bungkus tempe kedelai)

b. Penentuan Fe Total Susu Kedelai Cair dan Tempe

1. Peralatan gelas 7. Botol timbang

2. Neraca analitik 8. Corong pisah

3. Hotplate 9. Kertas saring

4. Ring stand 10. Botol-botol vial

c. Penentuan Kadar Fe dan Fitat

1. SSA 6. Alat Sentrifuge

2. UV-VIS 7. Kertas saring

3. Hotplate stirrer 8. Botol timbang

4. Stirer bar 9. Peralatan gelas

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 34: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

18

Universitas Indonesia

5. Tabung sentrifuge 10. Tabung reaksi

3.2.2 Bahan

a. Pembuatan Tempe Kedelai

1. Kedelai

2. Ragi tempe

b. Penentuan Fe total Susu Kedelai Cair dan Tempe kedelai

1. HNO3 pekat

2. HClO4 pekat 4. Aquademin

3. HCl pekat

c. Penentuan Kadar Fe bebas dan kadar Fitat pada Susu Kedelai Cair dan

Tempe Kedelai

1. Amil alkohol

2. HNO3 0.5 M

3. FeCl3

4. Ammonium tiosianat

5. Na-Fitat

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Fortifikasi

a. Tempe kedelai

Kacang kedelai utuh direbus pada suhu 100°C selama 30 menit kemudian

kulitnya dibuang. Kacang yang sudah dikupas direndam di dalam air selama 24

jam. Selanjutnya kacang direbus lagi untuk kedua kalinya pada suhu 100°C

selama 1 jam. Didinginkan, dan dibiarkan permukaannya kering, kemudian

ditambahkan inokulum jamur Rhizopus sebanyak 0,3 gram per 100 gram kacang

kedelai rebus. Ragi yang akan ditambahkan pada proses pembuatan tempe

dicampur dengan fortifikan sampai homogen.Selanjutnya dibungkus dengan

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 35: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

19

Universitas Indonesia

plastik, plastik dilubangi kecil-kecil agar hasil lebih maksimal. Kacang kedelai

tersebut difermentasikan selama 48 jam pada suhu 28°C–37°C sehingga terjadi

selaput putih merata di sekeliling tempe kedelai yang berarti bahwa tempe telah

jadi.

b. Susu kedelai cair

Sebanyak 100 mL susu kedelai cair ditambahkan fortifikan dengan variasi

rasio mol, diaduk selama ± 45 menit sampai fortifikan homogen dengan susu

kedelai cair.

c. Variasi rasio mol

Fitat yang ditambahkan divariasikan terhadap fortifikan. Fortifikan yang

digunakan adalah FeSO4 dan FeSO4 + glisin.

Tabel 3.1 Variasi rasio mol

FeSO4

(gram)

Glisin

(gram)

Fitat

(gram)

Rasio mol

Fe : Glisin : Fitat

0,01717 0,0090 0,0204 2 : 4 : 1

0,03434 0,0180 0,0204 4 : 8 : 1

0,06868 0,0360 0,0204 8 : 16 : 1

3.3.2 Pengukuran Kurva Kalibrasi Fe

1. Dari larutan standar Fe 1000 mg/L dipipet sebanyak 10 mL larutan

kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian

ditambahkan aquades hingga tepat tanda batas. Sehingga diperoleh larutan

Fe 100 mg/L.

2. Dari larutan standar 100 ppm dipipet sebanyak 10 mL ke dalam labu ukur

100 mL ditambahkan aquades hingga tanda batas sehingga diperoleh

larutan Fe 10 mg/L.

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 36: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

20

Universitas Indonesia

3. Dari larutan standar 10 mg/L dipipet masing – masing 5, 10, 15, 20, 25 ml

lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml, lalu ditepatkan sehingga

diperoleh larutan standar 1, 2, 3, 4, 5 mg/L.

4. Nilai absorbansi larutan tersebut diukur dengan SSA pada panjang

gelombang 248,3 nm.

3.3.3 Penentuan kadar Fe total

a. Susu Kedelai Cair

Penentuan Fe total dilakukan dengan destruksi basah, destruksi dimulai

dengan pengambilan 10 mL sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer ditambah

25 mL air suling, ditambah 20 mL HNO3 p. Kemudian dipanaskan di atas hotplate

hingga volumenya kurang lebih ½ dari volume awal . Setelah dingin ditambahkan

5 mL HNO3 p dan 3 mL HClO4 p sampai filtrat jernih. Dididihkan kembali hingga

mendidih. Diambil filtratnya kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL

ditepatkan hingga tanda batas. Dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian diukur

dengan SSA.

b. Tempe

1 gr sampel tempe dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 50 mL, ditambahkan

10 mL HNO3 pekat kemudian dikocok dengan hati – hati. Menambahkan 3 mL

HClO4 60% dan dipanaskan di atas hot plate (dalam lemari asam) perlahan –lahan

hingga busa berhenti. Dipanaskan lebih lanjut hingga HNO3 hampir menguap

semua. Jika terjadi arang, didinginkan dan ditambahkan 10 mL HNO3 pekat lagi

dan melanjutkan pemanasan. Dipanaskan hingga terbentuk asap putih dari HClO4.

Didinginkan dan ditambahkan 10 mL HCl (1 : 1) dan dipindahkan ke dalam labu

ukur 50 mL . Larutan siap dianalis dengan SSA.

3.3.4 Pembuatan kurva kalibrasi fitat

Larutan standar fitat 0,5 mM dibuat dengan 3,3 mg standar fitat ditimbang

kemudian dilarutkan dengan aquademin dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 37: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

21

Universitas Indonesia

mL tambahkan aquademin hingga tanda batas. Dari larutan 0,5 mM tersebut,

diambil 3 mL kemudian dimasukkan ke dalam labu 10 mL dan ditepatkan hingga

tanda batas sehingga diperoleh larutan 0,15 mM. Untuk membuat larutan 0.1 mM,

0.075 mM, dan 0,05 mM masing – masing diambil 2 mL, 1,5 mL, dan 1 mL

larutan standar 0,5 mM fitat, kemudian dimasukkan ke dalam labu 10 mL dan

ditambahkan aquademin hingga tanda batas. Dalam tabung reaksi yang berisi 0,5

ml filtrat ( dari larutan standar yang sudah dibuat ), ditambahkan 0,9 mL HNO3

0,5 M dan 1 mL FeCl3 0,3 mM. Kemudian tabung reaksi ditutup, lalu direndam

dalam air mendidih selama 20 menit. Setelah didinginkan, ditambah 5 mL amil

alkohol dan 1 mL larutan ammonium tiosianat 0,1 mM. Selanjutnya disentrifuge

pada kecepatan 1500 rpm selama 10 menit. Setelah terbentuk 2 lapisan, lapisan

amil alkohol diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang

gelombang 465 nm dengan blangko amil alkohol, 15 menit setelah penambahan

ammonium tiosianat.

3.3.5 Penentuan Kadar Asam Fitat

Kadar asam fitat ditentukan dengan metoda Davies dan Reid, (1979).

Ekstrak untuk analisis diperoleh dengan cara berikut : Sampel tempe

sebanyak 1 gram atau 10 mL susu kedelai cair, disuspensikan dalam 50 mL air

larutan HNO3 0,5 M. Suspensi ini diaduk menggunakan pengaduk magnetik

selama 2 jam pada suhu ruang kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh

digunakan untuk menetapkan kadar asam fitat. Penentuan kadar asam fitat

dilakukan dengan cara berikut: Dalam tabung reaksi yang berisi 0,5 mL filtrat,

ditambahkan 0,9 mL HNO3 0,5 M dan 1 mL FeCl3. Kemudian tabung reaksi

ditutup, lalu direndam dalam air mendidih selama 20 menit. Setelah didinginkan,

ditambah 5 mL amil alkohol dan 1 mL larutan ammonium tiosianat. Selanjutnya

disentrifus pada kecepatan 1500 rpm selama 10 menit. Setelah terbentuk 2 lapisan,

lapisan amil alkohol diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada

panjang gelombang 465 nm dengan blangko amil alkohol, 15 menit setelah

penambahan ammonium tiosianat. Hasil yang diperoleh dibandingkan pada kurva

standar fitat. Pemilihan jumlah sampel 1 gram tempe dan 10 mL untuk susu

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 38: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

22

Universitas Indonesia

kedelai cair. Dengan jumlah 1 gram tempe dan 10 mL susu kedelai cair, kadar

asam fitat pada sampel awal sudah dapat terdeteksi.

3.3.6 Penentuan Kadar Fe-fitat dan Fe bebas

Ekstrak untuk analisis diperoleh dengan cara berikut : Sampel tempe

sebanyak 1 gram atau 10 mL susu kedelai cair, disuspensikan dalam 50 mL air

larutan HNO3 0,5 M. Suspensi ini diaduk menggunakan pengaduk magnetik

selama 2 jam pada suhu ruang kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh

digunakan untuk menetapkan kadar asam fitat. Penentuan kadar asam fitat

dilakukan dengan cara berikut: Dalam tabung reaksi yang berisi 0,5 mL filtrat,

ditambahkan 0,9 mL HNO3 0,5 M dan 1 mL FeCl3. Kemudian tabung reaksi

ditutup, lalu direndam dalam air mendidih selama 20 menit. Setelah didinginkan,

ditambah 5 mL amil alkohol dan 1 mL larutan ammonium tiosianat. Selanjutnya

disentrifus pada kecepatan 1500 rpm selama 10 menit.

Setelah terbentuk 2 lapisan, lapisan amil alkohol (lapisan atas) didestruksi

dan diukur dengan SSA untuk mengetahui kadar Fe-fitat, sedangkan lapisan air

juga didestruksi dan diukur dengan SSA untuk mengetahui kadar Fe bebas pada

masing-masing sampel.

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 39: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

23 Universitas Indonesia

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kurva Kalibrasi Fitat

Metode analisa asam fitat pada umumnya didasarkan pada penentuan Fe3+

-

fitat yang bersifat tidak larut dalam air (Orberleas dan Harland, 1986) sehingga

pada penelitian ini kadar fitat ditentukan dengan metode ekstraksi. Pelarut yang

digunakan adalah amil alkohol dan air.

Pada penelitian ini dilakukan variasi penambahan fitat untuk mendapatkan

kurva kalibrasi fitat. Penentuan kadar fitat tidak dilakukakn secara langsung

karena kadar fitat ditentukan melalui pembentukan komplek besi. Sumber besi

yang digunakan adalah larutan besi (III) klorida. Larutan besi (III) klorida atau

larutan dari FeCl3.6 H2O harus berwarna kuning jernih. Jika larutan berubah

menjadi coklat, karena hidrolisis, maka harus ditambahkan beberapa tetes asam

klorida. Penambahan larutan FeCl3.6 H2O pada penelitian ini akan menyebabkan

fitat yang dianalisis berada dalam bentuk kesetimbangan Fe-fitat dengan

persamaan reaksi: Fe 3+

+ fitat Fe-fitat

Penambahan ammonium tiosianat menyebabkan larutan berwarna merah

bata. Reaksi yang terjadi adalah antara ion feri Fe 3+

dan ion tiosianant (SCN-)

menghasilkan feri tiosianat dengan persamaan rekasi:

Fe(SCN)2+

adalah ion komplek berwarna merah bata. Dalam larutan, ion feri

bertindak sebagai komplek oktahedral terhidrat yaitu Fe (H2O)63+

. Adanya ion

tiosianat (SCN-), satu molekul ligan air akan digantikan ligan SCN

- dan akan

menghasilkan ion feri tiosianat (Fe(H2O)5SCN2+

).

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 40: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

24

Universitas Indonesia

[Sumber : General chemistry laboratory]

Gambar 4.1 Fe 3+

dalam air

[Sumber : General chemistry laboratory]

Gambar 4.2 Fe(SCN)2+

dalam air

Ion komplek Fe(SCN)2+

yang terbentuk dapat diekstraksi dengan eter atau

amil alkohol. Pada penelitian ini pelarut yang digunakan adalah amil alkohol,

karena eter mudah menguap dibanding amil alkohol sehingga lebih kuantitatif

menggunakan amil alkohol. Penambahan amil alkohol akan menyebabkan

terbentuknya dua fasa (fasa amil akohol (atas) dan fasa air (bawah). Lapisan amil

alkohol diukur absorbansinya dengan menggunakan UV-Visible pada panjang

gelombang 465 nm. Absorbansi yang terukur pada UV-Visible adalah Fe(SCN)2+

yaitu komplek berwarna merah bata, dalam hal ini Fe-fitat tidak berwarna dan

tidak memberi serapan UV-Visible.

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 41: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

25

Universitas Indonesia

Gambar 4.3 Spektra UV-Visible Fe(SCN)2+

Konstanta kesetimbangan komplek feri tiosianat adalah:

[ FeSCN2+

]

[ Fe 3+

][ SCN-]

Fe yang terikat pada ligan SCN- dan fitat berasal dari sumber yang sama yaitu

FeCl3 . Semakin banyak fitat yang ditambahkan, maka [ FeSCN2+

] akan semakin

berkurang, jumlah dari [Fe3+

] dan [SCN- ] juga akan berkurang. Oleh karena itu

pada kurva kalibrasi fitat dihasilkan kurva yang semakin menurun (absorbansi

turun) dengan naiknya konsentrasi fitat yang ditambahkan.

Gambar 4.4 Kurva kalibrasi Fitat

Semakin kecil absorbansi yang terukur berarti semakin besar kandungan

asam fitat. Kandungan asam fitat yang tinggi (penambahan fitat semakin banyak)

menunjukkan bahwa semakin banyak fitat yang bereaksi dengan FeCl3

membentuk Fe-fitat pada lapisan amil alkohol sehingga Fe sisa pada lapisan amil

alkohol semakin kecil. Dengan demikian Fe sisa yang bereaksi dengan amil

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 42: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

26

Universitas Indonesia

alkohol juga semakin sedikit dan diperoleh intensitas warna yang semakin pudar,

sehingga pada waktu dibaca absorbansinya maka akan menunjukkan angka yang

kecil. Fe sisa adalah Fe pada lapisan amil alkohol yg tidak berikatan dengan fitat.

Fe sisa yang dimaksud adalah Fe(SCN)2+

.

4.2 Penentuan Kadar Asam Fitat

Pada penentuan kadar asam fitat, sampel disuspensikan ke dalam larutan

HNO3 dan diaduk selama 2 jam kemudian disaring dan diambil filtratnya. Filtrat

digunakan untuk penentuan kadar asam fitat. Larutan HNO3 berfungsi sebagai

pelarut yang dapat melarutkan asam fitat pada sampel. Pengadukan selama 2 jam

berfungsi untuk mengoptimalkan proses keluarnya asam fitat dari bahan. Dengan

adanya pengadukan, HNO3 dan susu kedelai cair serta tempe tercampur lebih

merata, adanya pengadukan juga dapat menyebabkan luas permukaan kontak

dengan HNO3 menjadi lebih besar. Filtrat yang diperoleh kemudian dimasukkan

ke dalam tabung reaksi dan direaksikan dengan larutan FeCl3 0,1 M dan HNO3 0,5

M. Asam fitat dari sampel akan berikatan dengan Fe membentuk Fe-fitat. Tabung

reaksi kemudian direndam dalam penangas air 100oC selama 20 menit setelah

dingin ditambahkan amil alkohol dan ammonium tiosianat. Sampel disentrifuse

selama 2-3 menit kemudian didiamkan selama 12-13 menit dan lapisan amil

alkohol dibaca absorbansinya dengan panjang gelombang 465 nm. Kadar fitat

didapatkan dengan mensubtitusi nilai Y pada persamaan garis regresi pada kurva

kalibrasi standar fitat dengan hasil pengukuran absorbansi sampel. Tabel 4.1

menunjukkan kadar fitat pada 100 mL susu kedelai atau 0,1 L susu kedelai cair

cair dan 100 gram tempe.

Tabel 4.1 Kadar Fitat sampel

Sampel Kadar Fitat ( ppm )

Susu kedelai 62,69

Tempe 3,89

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 43: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

27

Universitas Indonesia

Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa kadar fitat dalam susu lebih rendah

daripada kadar fitat dalam tempe. Hal ini karena proses pembuatan susu kedelai

cair berbeda dengan pembuatan tempe kedelai. Pada pembuatan susu kedelai cair

dilakukan pengenceran (penambahan air) pada sari kedelai, sedangkan pada

pembuatan tempe tidak dilakukan pengenceran. Dengan jumlah kedelai yang

sama akan menghasilkan jumlah produk susu kedelai cair dan tempe dengan berat

yang berbeda, tempe lebih banyak kandungan jumlah kedelainya karena

perbedaan bentuk produk yaitu tempe (padat) dan susu kedelai cair (cair).

Kadar fitat pada tempe dibandingkan dengan kadar fitat pada kedelai

aslinya yaitu sebesar 1,38 g (Soesilowati,1996), mengalami penurunan sebesar

71,81 %. Hal ini dikarenakan adanya proses fermentasi sementara pada susu

kedelai cair tidak terjadi terdapat proses tersebut. Proses fermentasi yang

dihasilkan oleh mikroorganisme pada inokulum ( ragi ) tempe menyebabkan

terbentuknya enzim fitase yang mampu menghidrolisis asam fitat menjadi inositol

dan orthofosfat (Hestining,1996). Semakin lama waktu fermentasi yaitu dari

fermentasi 24 jam sampai fermentasi 48 jam, miselia jamur akan menjadi semakin

tebal, diikuti dengan terbentuknya spora yang berwarna putih dan tempe kedelai

berbau spesifik tempe. Lebih dari 48 jam sudah berbau agak busuk (Pangastuti

dkk , 1996). Pada penelitian ini tempe difermentasi selama 48 jam.Adanya proses

fermentasi pada tempe yang melibatkan jamur Rhizopus Oligosporus yang dapat

menghasilkan enzim fitase sehingga pemecahan fitat berlangsung cepat.

4.3 Penentuan Kadar Fe Total

Penentuan kadar Fe total dilakukan dengan metode destruksi basah yaitu

pemanasan sampel (organik atau biologis) dengan adanya pengoksidasi kuat

seperti asam–asam mineral baik tunggal maupun campuran. Jika dalam sampel

dimasukkan zat pengoksidasi, lalu dipanaskan pada temperatur yang cukup tinggi

dan jika pemanasan dilakukan secara kontinu pada waktu yang cukup lama, maka

sampel akan teroksidasi sempurna sehingga meninggalkan berbagai elemen–

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 44: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

28

Universitas Indonesia

elemen pada larutan asam dalam bentuk senyawa anorganik yang sesuai untuk

dianalisis (Anderson, 1987).

Asam kuat yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendestruksi

adalah asam nitrat. Kebaikan metode desrtuksi basah ini adalah metodenya sangat

sederhana, karena oksidasinya secara terus-menerus dan cepat serta unsur-unsur

yang diperoleh mudah larut sehingga dapat ditentukan dengan metode analisis

tertentu. Kekurangan metode ini adalah reaksi berlangsung sangat kuat dan dapat

membuat residu keluar, maka dilakukan pemanasan lebih berhati-hati

(Egan,H.,1981). Asam nitrat pada penelitian ini, melarutkan besi dengan

membentuk gas nitrogen oksida dan ion besi (III) dengan persamaan reaksi:

Fe + HNO3 + 3H+ → Fe

3+ + NO↑ + 2H2O

Asam nitrat pekat sebagai pengoksidasi dikombinasikan dengan asam

perklorat ataupun asam klorida adalah metode yang paling lazim digunakan.

Kesempurnaan destruksi ditandai dengan diperolehnya larutan jernih pada

larutan hasil destruksi, yang menunjukkan bahwa semua konstituen yang ada telah

larut sempurna atau penguraian senyawa-senyawa organik telah berjalan dengan

baik. Persamaan reaksi besi dengan asam klorida:

Fe + 2HCl → Fe2+

+ 2Cl- + H2↑

Pemilihan susu kedelai cair dibanding susu kedelai bubuk karena susu

kedelai cair lebih mudah homogen pada saat penambahan fortifikan dibanding

dengan susu kedelai bubuk. Selain itu, kadar Fe total susu kedelai cair lebih

rendah dibanding susu kedelai bubuk. Susu kedelai cair juga lebih familiar bagi

masyarakat Indonesia dibanding susu kedelai bubuk. Pada penelitian ini fortifikasi

hanya dilakukan pada susu kedelai cair dan tempe sehingga penelitian ini

diharapkan dapat memberikan informasi tentang kadar Fe bebas yang tersedia

setelah penambahan fortifikan. Kadar Fe total berdasarkan hasil destruksi masing-

masing sampel ditunjukkan pada Tabel 4.2. Kadar Fe total didapatkan dengan

mensubtitusi nilai Y pada persamaan garis regresi pada kurva kalibrasi standar Fe

total pada lampiran dengan hasil pengukuran absorbansi sampel.

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 45: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

29

Universitas Indonesia

Tabel 4.2 Kadar Fe pada sampel awal

Sampel Kadar Fe Total (ppm)

Tempe kedelai 0.2747

Susu kedelai bubuk 1,4350

Susu kedelai cair 1,1571

4.4 Kadar Fe bebas

4.4.1 Variasi Fitat

Variasi fitat dilakukan pada 100 mL susu kedelai cair atau 0,1 L susu

kedelai cair. Dengan variasi fitat pada Tabel 4.3 dapat diketahui kekuatan Fe

mengikat fitat, semakin banyak fitat (lapisan amil alkohol) maka Fe bebas pada

lapisan airnya akan semakin berkurang. Konstanta disosiasi untuk beberapa

macam komplek Fe-fitat belum diketahui. Namun, dari pengukuran kelarutan besi

menggunakan radioaktif diketahui bahwa asam fitat memiliki afinitas yang tinggi

terhadap besi (Raharjo, 1997).

Molekul asam fitat mengandung 12 proton dengan sisi terdisosiasi. Enam

sisi merupakan asam kuat dengan nilai pKa kira-kira 1,5 tiga sisi dengan nilai

pKa sisi pertama 5,7 sisi kedua 6,8 sisi ketiga 7,6 dan sisanya tiga sisi adalah

asam sangat lemah dengan nilai pKa >10 (Costello et al. 1976). Struktur molekul

tersebut secara konsisten memiliki kapasitas sebagai agen pengkelat dengan

kation multivalensi.

Dalam air, keenam posisi koordinasi besi bervalensi tiga ditempati oleh

molekul air dan ion hidroksida. Za-zat yang berfungsi sebagai pengikat besi

biasanya menduduki lima posisi koordianasi pada besi dan posisi keenam

ditempati H2O. Asam fitat memiliki keunikan yaitu bisa menempati posisi

menggantikan semua posisi koordinasi dari semua molekul air pada komplek Fe

(III)-fitat (Graf et Al., 1984)

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 46: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

30

Universitas Indonesia

Struktur asam fitat adalah myo-inositol 1,2,3,4,5,6 hexakis dihydrogen

phosphate atau myo-inositol hexakisphosphate (IP6). Struktur asam fitat sebagai

agen pengkelat terhadap besi ditunjukkan oleh Gambar 4.4

[Sumber : Thompson D.B dan Erdman JR, 1982]

Gambar 4.5 Struktur Fe-Fitat

Tabel 4.3 Variasi Fitat pada Susu Kedelai Cair

FeSO4

(gram)

Glisin

(gram)

Fitat

(gram)

Fe yang

ditambahkan

(mg)

Kadar Fe

lapisan air

(ppm)

Kadar Fe

lapisan amil

(ppm)

0,03434 0,0180 0,0090 6,9 1,7156 4,6428

0,03434 0,0180 0,0180 6,9 1,0021 5,2000

0,03434 0,0180 0,0360 6,9 Tidak

terdeteksi

6,6154

Dari Tabel 4.3 dihasilkan kurva variasi fitat pada vortifikan.

Kecenderungan Fe-fitat semakin naik dan kecenderungan Fe bebas menurun.

Jumlah dari Fe-fitat dan Fe bebas yang terukur sebanding dengan jumlah Fe yang

ditambahkan pada susu kedelai cair. Hilangnya spesi Fe yang terukur karena

adanya faktor logam lain. Struktur yang rumit dari asam fitat menunjukkan

adanya potensi pengikatan logam yang banyak. Sudah banyak diketahui bahwa

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 47: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

31

Universitas Indonesia

asam fitat memiliki afinitas yang tinggi terhadap kation polivalen. Tingkat

kekuatan afinitas untuk beberapa logam urutannya sebagai berikut: Cu2+

> Zn2+

>

Ni 2+

> Co2+

> Mn 2+

> Fe 2+

> Ca2+

.

Gambar 4.6 Kurva variasi penambahan fitat pada susu kedelai cair

4.4.2 Variasi FeSO4

Variasi FeSO4 pada fortifikasi bertujuan untuk mengetahui kadar Fe bebas

pada matrik sampel. Variasi FeSO4 dilakukan pada 100 mL susu kedelai cair dan

100 gram tempe kedelai. Semakin banyak penambahan FeSO4 maka Fe bebas

pada matrik sampel akan semakin meningkat. Sejumlah Fe yang dibutuhkan untuk

mengikat fitat telah bereaksi (pada lapisan amil alkohol) sehingga kelebihan Fe

akan terukur berada pada lapisan airnya. Tabel 4.4 adalah variasi FeSO4 pada 100

mL susu kedelai cair atau 0,1 L susu kedelai cair.

Tabel 4.4 Variasi FeSO4 Susu Kedelai Cair

FeSO4

(gram)

Fitat

(gram)

Rasio

mol Fe : Fitat

Jumlah Fe yang

ditambahkan

(mg)

Kadar Fe

bebas yang

terukur (ppm)

% hasil Fe

bebas

0,01717 0,0204 2 : 1 3,45 1,8418 53,3855

0,03434 0,0204 4 : 1 6,9 2,5618 37,1275

0,06868 0,0204 8 : 1 13,8 3,0643 22,2051

Seperti halnya dengan penambahan fortifikan pada susu kedelai cair,

penambahan fortifikan pada tempe akan menaikkan kadar Fe bebas yang terukur.

Data di atas menunjukkan bahwa perbandingan mol antara asam fitat dan Fe

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 48: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

32

Universitas Indonesia

menentukan jumlah Fe yang dapat diikat oleh asam fitat. Meskipun jumlah Fe

yang diikat lebih tinggi pada rasio Fe yang lebih besar, sisa Fe yang tidak terikat

juga tinggi dan menyebabkan ketersediaan Fe bebas lebih banyak. Perbandingan

molar asam fitat dan Fe mempunyai pengaruh pada jumlah Fe yang diserap tubuh

(Fe bebas). Hal ini berarti bahwa untuk mencapai kebutuhan Fe yang diinginkan,

perbandingan molaritas asam fitat dengan Fe yang dikandung dalam makanan

harus diperhitungkan. Tabel 4.5 adalah variasi FeSO4 pada 100 gram tempe.

Tabel 4.5 Variasi FeSO4 Tempe

FeSO4

(gram)

Fitat

(gram)

Rasio

mol Fe : fitat

Fe yang

ditambahkan

(mg)

Kadar Fe

bebas

(ppm)

% hasil fe

bebas

0,01717 0,0204 2 : 1 3,45 1,9290 55,9130

0,03434 0,0204 4 : 1 6,9 2,9616 42,9217

0,06868 0,0204 8 : 1 13,8 5,2716 38,2000

Lebih banyak ion Fe yang direaksikan akan memberikan kesempatan lebih

luas dari mineral tersebut untuk terikat dengan asam fitat. Hal ini terlihat dengan

semakin tinggi jumlah Fe yang direaksikan akan semakin tinggi Fe yang terikat

fitat yang ditandai dengan berkurangnya % hasil Fe bebas. Hal tersebut karena

adanya sulfat yang dapat merubah koordinasi ligan dengan ion feri. Ikatan sulfat

dengan beberapa logam transisi stabil dalam larutan (Jones, 1964). Jika terbentuk

ikatan antara sulfat dan ion feri, maka ion feri tidak lagi leluasa untuk mengikat

fitat (faktor sterik) sehinggga rasio Fe:fitat yang dibutuhkan untuk berikatan akan

meningkat.Tanpa adanya ion sulfat, ion feri dapat mengikat dua anion fitat

sedangkan dengan adanya sulfat maka ion feri hanya mampu mengikat satu anion

fitat maka dapat disimpulkan Fe yang dibutuhkan untuk mengikat fitat lebih

banyak dengan semakin banyaknya sulfat yang ditambahkan sehingga Fe bebas

semakin sedikit.

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 49: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

33

Universitas Indonesia

[Sumber : Thompson D.B dan Erdman JR, 1982]

Gambar 4.7 Fe-fitat terhadap sulfat

A. Ion feri terhubung antara gugus phosphate dengan anion fitat. Hanya

satu gugus phosphate yang berikatan dengan anion fitat.

B. Jembatan sulfat antara dua ion feri yang terkoordinasi ke dua anion

fitat.

Anderson’s (1963) mengamati bahwa kelebihan Fe akan melarutkan Fe-

fitat. Empat mol Fe dalam tetraferric phytate relative labil (Earley 1994).

4.4.3 Variasi FeSO4 + glisin

Kadar Fe bebas yang terukur pada variasi FeSO4 + glisin terhadap fitat,

meningkat sebanding dengan meningkatnya jumlah Fe yang ditambahkan.

Berbeda dengan variasi FeSO4, pada variasi FeSO4 + glisin terjadi peningkatan

kadar Fe lebih besar yang disebabkan adanya glisin. Variasi FeSO4 + Glisin

dilakukan pada 100 mL susu kedelai cair (0,1 L susu kedelai cair) dan 100 gram

tempe.

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 50: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

34

Universitas Indonesia

Tabel 4.6 Variasi FeSO4 + glisin pada Susu Kedelai Cair

FeSO4

(gram)

Glisin

(gram)

Fitat

(gram)

Rasio mol

Fe : Glisin

: fitat

Fe yang

ditambahkan

(mg)

Kadar Fe

bebas

(ppm)

% hasil

Fe

bebas

0,01717 0,0090 0,0204 2 : 4 : 1 3,45 2,5117 72,8029

0,03434 0,0180 0,0204 4 : 8 : 1 6,9 3,9935 57,8768

0,06868 0,0360 0,0204 8 : 16 : 1 13,8 5,6592 41,0087

Melihat dari Tabel 4.6 dan 4.7 , maka terdapat pengaruh dalam

penambahan glisin pada hasil kadar Fe bebas yang terukur. Kadar Fe bebas naik

lebih besar dibanding kadar Fe bebas tanpa glisin karena kemungkinan terbentuk

kelat Ferrous Bisglycinate yaitu kelat yang terbentuk dari dua ligan glisin dan satu

atom besi fero. Dari Gambar 4.7 hasil spektra UV-Visible FeSO4 + glisin terlihat

adanya perbedaan spektra antara FeSO4 , glisin dan FeSO4 + glisin. Dari hasil

spektra tersebut kemungkinan terbentuk kelat Fe-glisin dalam larutan sehingga

glisin dapat berpengaruh pada hasil pengukuran kadar Fe bebasnya.

Gambar 4.8 Spektra FeSO4 , glisin dan FeSO4 + glisin

Hasil dari kelat yang terbentuk adalah cincin heterosilklik lingkar lima.

Kestabilan komplek dengan cincin kelat beranggota lima memiliki kestabilan

yang lebih besar daripada cincin kelat yang beranggota lebih besar dari 5 atau 6

karena volume yang lebih besar akan lebih terhalang ketika terkoordinasi pada ion

logam. Hasil dari reaksi tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.8

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 51: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

35

Universitas Indonesia

[Sumber : Ashmead, Stephen D, 2001]

Gambar 4.9 Reaksi Kimia Ferrous Bisglycinate

Masing-masing cincin heterosiklik pada Gambar 4.9 terdiri dari dua ikatan

antara ion Fe (II) dan ligan glisin pada setiap cincin. Ikatan yang terbentuk adalah

ikatan kovalen koordinasi karena donor pasangan elektron hanya berasal dari

gugus asam amino dan gugus karboksil dari ligan. Pasangan elektron akan menuju

orbital energi terendah pada ion besi yang kosong, yaitu orbital p. Dalam hal ini

Fe bertindak sebagai asam Lewis dan glisin dapat berfungsi sebagai donor

pasangan elektron jika dalam suasana basa (basa Lewis). Pada pH 2,34–6,02

terjadi pelepasan proton pada gugus karboksil, sehingga gugus karboksil dapat

berfungsi sebagai donor pasangan elektron. Pada pH 9,69-12 gugus amina yang

mengalami pelepasan proton, sehingga 2 atom donor yang ada pada asam amino

dapat berfungsi seluruhnya sebagai donor pasangan elektron. Jika suasana terlalu

basa ada kemungkinan terjadi persaingan antara ligan dengan OH- untuk bereaksi

dengan Fe (II). Glisin mengandung atom donor pasangan elektron lebih dari satu

yaitu N dan O, keduanya mempunyai kemungkinan untuk terkoordinasi pada

atom pusat.

Fe mempunyai jari-jari atom antara 77 dan 74 nanometer (nm) sehingga Fe

termasuk salah satu dari ion logam transisi yang lebih besar dibanding ion logam

transisi lain. Walaupun demikian Fe bukanlah kation yang besar jika

dibandingkan dengan kation alkali tanah.

Ukuran ligan akan mempengaruhi stereokimia dari kelat. Saat ligan

mampu menyerang sendiri ion logam tanpa masalah, penambahan ligan kedua dan

ketiga yang juga akan menyerang ion logam akan terhalangi ligan pertama. Dalam

Ferrous Bisglycinate, kelat terbentuk berdasarkan reaksi dari Gambar 4.9 hanya

backbond dari asam amino yang berikatan dengan ion fero yang berarti bahwa

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 52: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

36

Universitas Indonesia

back bond asam amino menunjukkan konfigurasi sterik yang berfungsi baik

sebagai ligan.

Hasil pengukuran kadar Fe bebas pada tempe juga menunjukkan kenaikan

hasil yang signifikan dibanding dengan variasi FeSO4 tanpa glisin.

Tabel 4.7 Variasi FeSO4 + Glisin pada Tempe

FeSO4

(gram)

Glisin

(gram)

Fitat

(gram)

Rasio mol

Fe : Glisin :

Fitat

Fe yang

ditambahkan

(mg)

Kadar Fe

bebas (ppm)

% hasil

Fe bebas

0,01717 0,0090 0,0204 2 : 4 : 1 3,45 2,7628 80,0812

0,03434 0,0180 0,0204 4 : 8 : 1 6,9 4,1693 60,4246

0,06868 0,0360 0,0204 8 : 16 : 1 13,8 7,9032 57,2696

Secara teori satu mol asam fitat dapat mengikat empat mol Fe. Dengan

adanya fermentasi ataupun perendaman tidak mampu menghilangkan asam fitat

secara total, residu fitat kemungkinan masih tercampur dengan besi yang terlarut.

Kelarutan mineral (Fe) tidak hanya ditentukan dari rasio asam fitat : mineral.

Telah dilaporkan bahwa inositol phosphate yang lebih rendah (inositol mono-, bi-,

tri dan tetraphosphate) diproduksi selama proses fermentasi, meskipun ada dalam

jumlah yang sedikit akan meningkatkan kapasitas ikatan mineral dari inositol

phosphate yang lebih tinggi (IP5 dan IP6: myo-inositol pentaphosphate)

(Sandberg et al. 1999). Semua bentuk besi phosphate kelarutannya rendah dalam

air.

Pengaruh pH pada penambahan fortifikan FeSO4 + glisin pada 100 mL susu

kedelai cair adalah semakin menurun dengan bertambahnya fortifikan, dapat

dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Pengaruh FeSO4 + glisin pada pH susu kedelai cair

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 53: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

37

Universitas Indonesia

Pada saat penambahan fortifikan, larutan berada pada pH 6,48 dimana

pada pH 6,48 glisin berada dalam spesi +H3N-CH2-COO

- pada spesi netralnya.

Hal tersebut memungkinkan glisin untuk bereaksi dengan Fe sehingga

penambahan agen pengkelat glisin akan berpengaruh pada kadar Fe bebas yang

terukur pada masing-masing sampel.

4.5 Efektifitas Susu Kedelai Cair dan Tempe

Efektititas fortifikasi dari susu kedelai cair dan tempe dapat dilihat dari %

hasil Fe bebas yang dihasilkan. Pada Gambar 4.9 terlihat bahwa adanya glisin

akan meningkatkan efektifitas fortifikan. Akan tetapi, semakin banyak fortifikan

yang ditambahkan efektifitasnya menurun. Pada penelitian ini, efektifitas terbaik

adalah penambahan fortifikan dengan rasio mol Fe: glisin : fitat pada 2:4:1

Dengan kata lain rasio mol Fe: glisin 1:2 dan Fe: fitat 2:1

FeSO4

(gram)

Glisin

(gram)

pH

0 0 6.48

0.01717 0.0090 6.31

0.03434 0.0180 6.22

0.06868 0.0360 6.02

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 54: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

38

Universitas Indonesia

Gambar 4.10 Efektifitas fortifikasi pada variasi jumlah fortifikan

Asam fitat membentuk ikatan elektrostatis yang kuat dengan gugus asam

amino pada pH rendah sehingga mampu mengendapkan beberapa jenis protein

pada pH dibawah 5,0. Pada penelitian ini, endapan yang terbentuk pada saat

penambahan 50 mL HNO3 0,5 M (pH larutan 0,58) pada susu kedelai cair lebih

banyak dibanding tempe yang berarti protein pada susu kedelai cair yang

mengendap lebih banyak dibanding tempe. Banyaknya kandungan protein pada

susu kedelai cair memungkinkan fitat yang terikat protein lebih banyak sehingga

Fe bebas yang terdapat pada susu kedelai cair lebih rendah.

Pada kondisi pH netral dan alkali baik fitat atau protein, keduanya

memiliki muatan negatif yang mengakibatkan disosiasi di antara keduanya. Fe

dapat membentuk ikatan kuat dengan protein, ikatan tersebut akan semakin kuat

jika berada pada pH netral (Raharjo, 1997). Semakin banyak kandungan protein

pada susu kedelai cair dengan pH awal yang netral maka ikatan protein dan fitat

akan semakin kuat sehingga kadar Fe bebas pada susu kedelai cair lebih rendah

dibanding kadar Fe bebas tempe.

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 55: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

39 Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Efektifitas FeSO4 + glisin lebih baik dibandingkan FeSO4 tanpa glisin

sebagai fortifikan Fe.

2. Rasio mol Fe : fitat dengan efetifitas yang baik pada 2:1.

3. Kadar fitat pada tempe lebih tinggi dibanding susu kedelai cair.

5.2 Saran

Saran yang bisa disampaikan untuk penelitian selanjutnya adalah :

1. Melakukan fortifikasi dengan bahan pangan berbasis kedelai yang lain

karena kadar Fe awal bahan pangan berbasis kedelai masih rendah.

2. Melakukan fortifikasi dengan fortifikan ferrous bisglycinate yang juga

dapat digunakan sebagai pembanding.

3. Melakukan uji bioavalibilitas fortifikan untuk mengetahui jumlah

penambahan fortifikan yang aman dikonsumsi manusia.

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 56: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

40

Universitas Indonesia

DAFTAR REFERENSI

Allen, L., B. Benoist, O. Dary, R. Hurrell (Eds) . 2006. Guidelines on food

fortification with micronutrients. World health Organization. Food and

Agricultural Organization of The United Nations.

American Soybean Association (ASA). 1999. Southeast Asia Soyfood Directory

1999-2000. ASA, Singapore

Ashamed,Stephen D. The chemistry of ferrous bis-glycinate chelate. Albion

Laboratories, Inc.,Clearfield, Utah U.S.A Suplementano Vol.51 N 1.2001.

Bovell-Benjamin ,Adelia C Bovell-Benjamin, Fernando E Viteri, and Lindsay H

AllenIron. Absorption from ferrous bisglycinate and ferric trisglycinate in

whole maize is regulated by iron status. Am J Clin Nutr 2000;71:1563–9.

Printed in USA. © 2000 American Society for Clinical Nutrition

Carlsson N.G, E.L. Bergman, E. Skoglund, K. Hasselblad and AS Sandberg.

2001. Rapid analysis of Inositol phosphates. J. Agric. Food Chem

Depkes RI. 2003. Gizi dalam Angka. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan

masyarkat, Direktorat Gizi Masyarakat. Jakarta.

Frederikson M., NG, Carlsson, A. Almgren and AS Sandberg. 2002.

Simultaneous and sensitive analysis of Cu, Ni, Zn, Co, Mn and Fe in food

and biological samples by Ion Chromatography. J. Agric. Food Chem

Graft, Ernst, et.al. 1987. Phytic Acid A Natural Antioxidant. The Journal Of

Biological Chemistry Vol. 262 No. 2.4 USA.

Hurrell, R., S. Lynch, T. Bothwell, H. Cori, R. Glahn, E. Hertrampf, Z. Kratky, D.

Miller, M. Rodenstein, H. Streekstra, B. Teucher, E. Turner, C.K. Yeung

and M.B. Zimmermann. 2004. Enhancing the Absorption of Fortification

Iron. A Sustain task force. Int. J. Vitam. Nutr. Res., 74(6), 2004.

Hogrefe&Huber Publisher.

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 57: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

41

Universitas Indonesia

Harland, F Barbara and Narula Gruleen.Howard University, Washington,

DC.1999. Food Phytate and Its Hydrolysis Product.Nutrition Research,

Vol 19. No 6

Matuscheck, E. E. Towo., and U. Svanberg. 2001. Oxydation of polyphenols in

phytate reduced high tannin cereals : effects on different phenoloic groups

and on in vitro available iron. J. agric. Food Chem

Minihane, Marie Annne & Gerald Rimbach, Iron absorption and the iron binding

and anti-oxidant propertties of phytic acid, International Journal of Food

Science and Technology 2002, 37, 741-748

Opinion of the Scientific Panel on Food Additives, The EFSA Journal (2006) 299,

1-17: Ferrous bisglycinate as a source of iron for use in the manufacturing

of foods and in food supplements

Prihananto. 2004. Fortifikasi Pangan Sebagai Upaya Penaggulangan Anemia Gizi

Besi. IPB,Bogor

Thompson, D.B and Erdman J.W. Structural Model for Ferric Phytate:

Implications for Phytic Acid Analysis, 1982.Department of Food Science,

University of Illionis, Urbana

WHO and Agriculture Organization of the United Nations . 2006. Guidelines on

food fortification with micronutrients

Yenrina, R. Yuliana dan D. Muchtadi. 2006. Pengolahan dan Penerimaan Produk

Kedelai pada Rumah Tangga di Perkotaan dan Pedesaan Pulau Jawa

Indonesia. Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2006

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 58: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

42

Universitas Indonesia

Lampiran 1. Bagan Alir penelitian

Lampiran 2. Bagan penentuan Fe-fitat dan Fe bebas

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 59: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

43

Universitas Indonesia

Lampiran 3. Pengamatan Secara Kualitatif

Gambar Pembuatan Tempe

(a) (b) (c)

Gambar Perubahan warna susu kedelai cair pada variasi fortifikan

Keterangan : a. Susu Kedelai Cair Kontrol

b. Penambahan (FeSO4 + Glisin) 200 mg

c. Penambahan (FeSO4 + Glisin) 30 mg

(a) (b)

Gambar variasi fitat pada susu kedelai cair

Keterangan: a. Lapisan air (bawah) dan lapisan amil alkohol (atas)

b. Lapisan amil alkohol dengan jumlah fitat yang lebih besar

Lampiran 4. Kurva Standar

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 60: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

44

Universitas Indonesia

Penentuan kadar Fe total

Fortifikan Susu Kedelai Cair

Standar Fe

(ppm) Absorbansi

0,5 0,0143

1 0,0407

2 0,0931

3 0,1321

4 0,171

5 0,2135

Fortifikan tempe

Standar Fitat

Standar Fe (ppm) Absorbansi

0,5 0,0181

1 0,0532

2 0,1068

3 0,1652

4 0,2194

5 0,2645

Konsentrasi

(ppm) Absorbansi

0,5 0,0096

1 0,0526

2 0,1041

3 0,1588

4 0,2066

5 0,2538

Konsentrasi Absorbansi

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011

Page 61: SKRIPSI - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20281961-S690-Efektifitas FeSO4.pdfi universitas indonesia efektifitas feso 4 dan feso 4 + glisin untuk fortifikasi zat besi pada

45

Universitas Indonesia

Sampel Absorbansi

Tempe 0,2238

Susu Kedelai Cair 0,0806

(mM)

0,05 0,4232

0,075 0,3419

0,1 0,2348

0,15 0,1176

Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011