SKRIPSI HUBUNGAN PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/302/1/SKRIPSI ARIEF... ·...
Transcript of SKRIPSI HUBUNGAN PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN …repository.stikes-bhm.ac.id/302/1/SKRIPSI ARIEF... ·...
SKRIPSI
HUBUNGAN PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN TINGKAT
KEPADATAN LALAT DI TEMPAT PENAMPUNGAN
SEMENTARA (TPS) KOTA MADIUN
Oleh :
ARIEF SETYO SYAHPUTRO
NIM : 201403004
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
TAHUN 2018
ii
SKRIPSI
HUBUNGAN PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN TINGKAT
KEPADATAN LALAT DI TEMPAT PENAMPUNGAN
SEMENTARA (TPS) KOTA MADIUN
Diajukan untuk memenuhi
Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)
Oleh :
ARIEF SETYO SYAHPUTRO
NIM : 201403004
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
TAHUN 2018
iii
iv
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan segenap syukur kepada Allah SWT, saya persembahkan skripsi ini
kepada:
1. Allah SWT, karena hanya atas ridho dan karunia-Nya maka skripsi ini
dapat dibuat dan selesai tepat waktu.
2. Kedua orang tua (Bapak Dedy dan Ibu Dewi) yang sangat saya hormati
dan cintai, selama ini telah memberikan semangat, dukungan, dan doa
tiada henti untuk kesuksesan dan kelancaran dalam mengerjakan skripsi
ini.
3. Kedua dosen pembimbing Ibu Avicena Sakufa M, S.KM., M.Kes dan Ibu
Hanifah Ardiani, S.KM., M.KM yang telah dengan sabar membimbing
dalam pengerjaan skripsi ini hingga selesai.
4. Adik saya Rizky, Inekke, mbak LPS dengan dukungan yang luar biasa
saya dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Alayers Crew, Tri, Udin, Armin, Yudis, Fino dengan semangat kerja keras
dan gotong royong saling membantu saya mampu menyelesaikan skripsi
ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun yang
senantiasa memberikan ilmu yang bermanfaat dan membimbing saya
dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Seluruh kawan – kawan S1 Kesehatan Masyarakat angkatan 2014 yang
memberikan bantuan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
vi
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Arief Setyo Syahputro
NIM : 201403004
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi yang berjudul “Hubungan
Pengelolaan Sampah Dengan Tingkat Kepadatan Lalat Di Tempat Penampungan
Sementara (TPS) Kota Madiun” adalah hasil pekerjaan saya sendiri dan
didalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan dalam memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya.
Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan baik yang sudah maupun
belum/tidak dipublikasikan, sumbernya dijelaskan dalam tulisan dan daftar
pustaka.
Madiun, 5 September 2018
Arief Setyo Syahputro
NIM. 201403004
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Arief Setyo Syahputro
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat Tanggal Lahir : Madiun, 26 Maret 1995
Agama : Islam
Alamat : Perumahan Bumi Mas 1 Blok X No. 6 RT
49/RW 12, Kel. Mojorejo, Kec. Taman Kota
Madiun
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan : 1. TK Al-Hidayah Kota Madiun
2. SD Negeri 03 Manisrejo Kota Madiun
3. SMP Negeri 11 Kota Madiun
4. SMK Negeri 1 Kota Madiun
5. STIKES Bhakti Husada Mulia Kota Madiun
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayahNya, penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Hubungan
Pengelolaan Sampah Dengan Tingkat Kepadatan Lalat Di Tempat Penampungan
Sementara (TPS) Kota Madiun” ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penyusunan Skripsi ini tentunya tidak lepas dari bimbingan, saran dan
dukungan moral kepada saya, untuk itu saya sampaikan terima kasih kepada:
1. Zaenal Abidin, S.KM., M.Kes (Epid) selaku Ketua STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun.
2. Avicena Sakufa Marsanti, S.KM., M.Kes selaku Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun dan selaku
pembimbing I yang telah membina, menyediakan waktu, tenaga dan
pikiran untuk membimbing penulis dalam menyusun skripsi sehingga
dapat selesai tepat waktu.
3. Hanifah Ardiani, S.KM., M.KM selaku pembimbing II yang telah
membina, menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing
penulis dalam menyusun skripsi sehingga dapat selesai tepat waktu.
4. A. Agus Widodo, S.KM., M.Mkes selaku penguji yang senantiasa
mendampingi dan membantu kelancaran sidang skripsi ini.
5. Seluruh pihak Dinas Lingkungan Hidup Kota Madiun yang telah
membantu dalam pelaksanaan penelitian skripsi ini.
6. Seluruh teman S1 Kesehatan Masyarakat angkatan 2014 yang memberikan
bantuan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, peneliti
ucapkan banyak terima kasih yang sedalam-dalamnya.
Skripsi ini telah penulis susun semaksimal mungkin, namun
penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam laporan ini.
ix
Demi perbaikan skripsi ini, maka diharapkan adanya kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun.
Madiun, 5 September 2018
Penyusun
Arief Setyo Syahputro
NIM. 201403004
x
Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat
Sekolah Tinggi Kesehatan Bhakti Husada Mulia Madiun 2018
ABSTRAK
Arief Setyo Syahputro
HUBUNGAN PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN TINGKAT
KEPADATAN LALAT DI TEMPAT PENAMPUNGAN SEMENTARA
KOTA MADIUN TAHUN 2018
78 halaman + 13 Tabel + 7 Gambar + 8 Lampiran
Keberadaan sampah dapat memberikan pengaruh kesehatan bagi
masyarakat karena sampah merupakan sarana dan sumber penularan
penyakit. Pengaruh sampah terhadap kesehatan secara tidak langsung
dapat berupa penyakit bawaan vektor yang berkembangbiak di dalam
sampah, sampah yang telah mengalami penimbunan dapat dimanfaatkan
oleh lalat sebagai sarang dalam proses perkembangbiakannya. Berdasarkan
hasil survei pendahuluan di 5 TPS Kota Madiun 3 TPS diantaranya
memiliki tingkat kepadatan lalat tinggi.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan pengelolaan
sampah dengan tingkat kepadatan lalat di Tempat Penampungan
Sementara Kota Madiun. Metode dalam penelitian ini adalah survei
analitik dengan desain cross sectional teknik sampling yang digunakan
adalah total sampling. Jumlah sampel 40 Tempat Penampungan Sementara
dan dianalisis menggunakan chi-square.
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara : pemilahan
sampah (p=0,012;RP=37,9;CI95%=1,06-1,36) pengumpulan sampah
(p=0,013;RP=3,04;CI95%=1,09-8,47) pengangkutan sampah
(p=0,033;RP=2,43;CI95%=1,01-5,76) dengan tingkat kepadatan lalat di
Tempat Penampungan Sementara.
Variabel pengelolaan sampah ada hubungan dengan tingkat
kepadatan lalat di TPS Kota Madiun dan variabel pemilahan sampah,
pengumpulan sampah, pengangkutan sampah adalah faktor-faktornya.
Berdasarkan hasil penelitian maka pihak DLH selaku penyusun program
sebaiknya memberi arahan ataupun pelatihan kepada petugas TPS agar
dapat menjalankan program dalam bidang pengelolaan sampah di TPS
dengan baik yang akan berdampak pada lingkungan yang sehat dan
memberi himbauan, wawasan kepada masyarakat sekitar TPS.
Kunci : Pengelolaan Sampah, Tingkat Kepadatan Lalat,
TPS
Daftar Bacaan : 1994-2017
xi
S1 Public Health Program
Institute of Health Science Bhakti Husada Mulia Madiun 2018
ABSTRACT
Arief Setyo Syahputro
RELATIONSHIP OF WASTE MANAGEMENT WITH LEVEL FLY
DENSITY IN THE TEMPORARY GARBAGE COLLECTION PLACE
OF MADIUN CITY IN 2018
78 Pages, 13 Tabel, 7 Picture, 8 Enclosures
The existence of garbage can have a health effect on the community
because waste was a medium and source of disease transmission. The
effect of waste on health can indirectly be a vector-borne disease that
multiplies in garbage, garbage that had undergone hoarding can be used by
flies as a nest in the breeding process. Based on preliminary survey results
at 5 polling stations in Madiun City 3 polling stations have high fly density
levels.
This study was conducted to determine the relationship of waste
management with the level of flies density in the Temporary Shelter of
Madiun City. The method in this research was analytic survey with cross
sectional design the sampling technique used total sampling. The sample
size was 40 Temporary Shelter and analyzed using chi-square.
The results showed a relationship between: waste sorting (p =
0.006; RP = 37.9; CI95% = 1.06-1.36) waste collection (p = 0.007; RP =
3, 04; CI95% = 1.09-8.47) transport of waste (p = 0.021; RP = 2.43;
CI95% = 1.01-5.76) with the density level of flies at the Temporary
Shelter.
The variables of waste management have a relationship with the
level of density of flies in TPS Kota Madiun and the variables of waste
segregation, garbage collection, transportation of waste are the factors.
Based on the results of the study, the DLH as the compiler of the program
should give direction or training to the polling station officers so that they
can run programs in the field of waste management in TPS which will
have an impact on a healthy environment and give an appeal, insight to the
community around the TPS.
Keywords : Waste Management , Fly Density Level, TPS
Reading List : 1994-2017
xii
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN ..................................................................................................... i
SAMPUL DALAM .................................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................................ v
LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................................... vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ............................................................................................... viii
ABSTRAK ................................................................................................................. x
DAFTAR ISI .............................................................................................................. xii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xvi
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH ................................................................. xvii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 7
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 8
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 9
1.5 Keaslian Penelitian ............................................................................... 10
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Sampah................................................................................. 12
2.2 Sumber-Sumber Sampah ....................................................................... 12
2.3 Jenis Sampah .......................................................................................... 14
2.4 Sampah Rumah Tangga ......................................................................... 16
2.5 Pengelolaan Sampah Rumah Tangga..................................................... 18
2.6 Pengelolaan Sampah .............................................................................. 18
2.7 Sanitasi Tempat Penampungan Sementara (TPS).................................. 20
2.8 Pengaruh Pengelolaan Sampah Terhadap Masyarakat dan
Lingkungan .............................................................................................. 22
2.9 Pengertian Lalat .................................................................................... 24
2.10 Bionomik Lalat ................................................................................... 25
2.11 Gangguan Lalat Pada Manusia ............................................................ 26
2.12 Pengukuran Kepadatan Lalat ............................................................... 26
2.12.1 Cara Mengukur Kepadatan Lalat dengan Fly Grill ...................... 26
2.12.2 Cara Mengukur Kepadatan Lalat dengan Fly Trap ...................... 28
2.13 Tindakan Pemberantasan lalat ............................................................. 29
xiii
2.13.1 Pemberantasan Terhadap Larva Lalat .......................................... 29
2.14 Standar Baku Mutu Kesling Untuk Vektor Lalat ................................ 32
2.15 Kerangka Teori .................................................................................... 34
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN
1.1 Kerangka Konseptual ............................................................................ 35
1.2 Hipotesa Penelitian ............................................................................... 35
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian .................................................................................. 37
4.2 Populasi dan Sampel ............................................................................. 37
4.3 Kerangka Kerja Penelitian .................................................................... 38
4.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ....................................... 40
4.5 Instrumen Penelitian ............................................................................. 45
4.6 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas .......................................................... 46
4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 48
4.8 Prosedur Pengumpulan Data ................................................................. 49
4.9 Analisis Data ......................................................................................... 51
4.10 Etika Penelitian ................................................................................... 53
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum .................................................................................. 55
5.2 Hasil Penelitian ..................................................................................... 56
5.3 Pembahasan ........................................................................................ 63
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ........................................................................................... 73
6.2 Saran ..................................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ..................................................................................... 10
Tabel 4.2 Definisi Operasional .................................................................................. 42
Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas Kuesioner Hubungan Pengelolaan Sampah dengan
Tingkat Kepadatan Lalat di TPS ................................................................................ 47
Tabel 4.4 Realisasi Kegiatan ...................................................................................... 49
Tabel 4.5 Coding Data Variabel................................................................................. 51
Tabel 5.1 Jumlah TPS di Kota Madiun ..................................................................... 57
Tabel 5.2 Gambaran Pemilahan Sampah di TPS Kota Madiun ................................. 57
Tabel 5.3 Gambaran Pengumpulsn Sampah di TPS Kota Madiun ............................ 58
Tabel 5.4 Gambaran Pengangkutan Sampah di TPS Kota Madiun ........................... 58
Tabel 5.5 Gambaran Tingkat Kepadatan Lalat di TPS Kota Madiun ........................ 59
Tabel 5.6 Hubungan Pemilahan Sampah dengan Tingkat Kepadatan Lalat .............. 60
Tabel 5.7 Hubungan Pengumpulan Sampah dengan Tingkat Kepadatan Lalat ......... 61
Tabel 5.8 Hubungan Pengangkutan Sampah dengan Tingkat Kepadatan Lalat ........ 62
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Siklus Hidup Lalat .................................................................................. 25
Gambar 2.2 Fly Grill .................................................................................................. 27
Gambar 2.3 Kerangka Teori ....................................................................................... 34
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual ............................................................................. 35
Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitian ..................................................................... 39
Gambar 4.3 Fly Grill .................................................................................................. 45
Gambar 5.1 Peta Kota Madiun ................................................................................... 55
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Kuesioner
Lampiran 2 Lembar Observasi
Lampiran 3 Surat Ijin Validitas dan Reabilitas
Lampiran 4 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 5 Dokumentasi di TPS
Lampiran 6 Output Hasil Validitas dan Reabilitas
Lampiran 7 Output Hasil Penelitian
Lampiran 8 Lembar Konsultasi
xvii
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH
Tropical Diseases : Penyakit Tropis
Waste : Limbah
Hydraulic container : Wadah Hidrolik
Musca Domestica : Lalat rumah
Chrysomya Megachepala : Lalat hijau
Ryphoid fever : Demam Rifoid
Paratyphoid fever : Demam Paratifoid
Fly Grill : Alat Pengukur Kepadatan Lalat
Paison Bait : Umpan
Screening : Penyaringan
Cross Sectional : Potong Lintang
Total Sampling : Semua Sampel
Editing : Pengeditan
Coding : Pemberian Kode-kode
Entry : Memasukkan
Cleaning : Pengecekan
Tabulating : Pengelompokkan
Informed Consent : Lembar persetujuan
Anonymity : Tanpa nama
Confidentiality : Kerahasiaan
TPS : Tempat Penampungan Sementara
TPA : Tempat Pemrosesan Akhir
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Vektor dan binatang pembawa penyakit di Indonesia telah
teridentifikasi terutama terkait dengan penyakit menular tropis (tropical
diseases), baik yang endemis maupun penyakit menular potensial wabah.
Mengingat beragamnya penyakit-penyakit tropis yang merupakan penyakit
menular vektor dan zoonotik, maka upaya pengendalian terhadap vektor dan
binatang pembawa penyakit menjadi bagian integral dari upaya
penanggulangan penyakit tular vektor, termasuk penyakit-penyakit zoonotik
yang potensial dapat menyerang manusia (Permenkes RI, 2017).
Vektor pembawa penyakit menular menurut (Litbang P2B2
Banjarnegara, 2008) adalah vektor nyamuk, vektor kutu, vektor lalat. Vektor
– vektor tersebut membawa penyakit menular seperti malaria, filariasis, pes,
tifus, dan diare. Salah satu vektor yang dapat memyebabkan penyakit diare
adalah lalat, karena lalat sering hinggap pada tempat yang kotor dan dapat
hinggap pada makanan kemudian tercemar oleh bakteri.
(Permenkes RI, 2017) Lalat termasuk ke dalam kelas serangga,
mempunyai dua sayap, merupakan kelompok serangga pengganggu dan
sekaligus sebagai serangga penular penyakit. Lalat mempunyai tingkat
perkembangan telur, larva (belatung), pupa dan dewasa. Jarak terbang lalat
2
efektif adalah 450-900 meter sehingga mempermudah lalat untuk hinggap
dimana saja, terutama dipemukiman penduduk (Depkes RI, 1992).
Keberadaan lalat di suatu tempat juga merupakan indikasi kebersihan
yang kurang baik. Salah satunya tempat pembuangan sampah ataupun
genangan air SPAL dapat menjadi media transmisi penularan penyakit
(Wijayanti, 2009). Jika makanan yang dihinggapi lalat tercemar oleh
mikroorganisme baik bakteri, protozoa, telur/larva cacing atau bahkan virus
yang dibawa dan dikeluarkan dari mulut lalat dan bila dimakan oleh manusia,
maka dapat menyebabkan penyakit diare (Andriani, 2007).
Lalat banyak terdapat di berbagai habitat, misalnya air, pasir,
tumbuhan, dibawah kulit kayu, batu dan binatang. Salah satu habitat lalat
yang cukup banyak adalah di tempat pembuangan sampah. Hal ini
berhubungan dengan insting dan bionomik lalat memilih tempat-tempat yang
kelak secara langsung dijadikan sumber makanan bagi larva setelah menetas
dari telur, yang semuanya dapat ditemukan pada sampah (Adnyana dalam
Masyhuda dkk, 2017).
Keberadaan sampah dapat memberikan pengaruh kesehatan bagi
masyarakat karena sampah merupakan sarana dan sumber penularan penyakit.
Pengaruh sampah terhadap kesehatan secara tidak langsung dapat berupa
penyakit bawaan vektor yang berkembangbiak di dalam sampah, sampah
yang telah mengalami penimbunan dapat dimanfaatkan oleh lalat sebagai
sarang dalam proses perkembangbiakannya (Slamet JS, 2011).
3
Operasional pengelolaan sampah di permukiman disyaratkan adanya
keterlibatan aktif masyarakat, pengelola sampah kota dan pengembang
perumahan baru terutama dalam mengelola dan mengadakan sarana
persampahan di lingkungan permukiman. Ketentuan pengelolaan sampah
adalah perencanaan dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah rumah,
jumlah penduduk, besaran timbulan sampah berdasarkan sumbernya. Teknik
operasional, ditentukan berdasarkan kondisi topografi dan lingkungan
pelayanan, kondisi sosial ekonomi, partisipasi masyarakat, pola operasional
dilakukan melalui pewadahan, pengumpulan, pemindahan di transfer dipo,
pengangkutan ke Tempat Pemrosesan Akhir (SNI-3242-1994). Satuan
timbulan sampah untuk kota besar adalah 2 – 2,5 L/orang/hari, atau 0,4 – 0,5
kg/orang/hari dan satuan timbulan sampah untuk kota sedang/kecil adalah 1,5
– 2 L/orang/hari, atau 0,3 – 0,4 kg/orang/hari (SNI 19-3964-1994).
Penyakit-penyakit yang dapat terjadi karena bawaan sampah adalah
keracunan metan, karbonmonoksida, hidrogen sulfida, logam berat. Penyakit
bawaan lalat adalah disentri, diare, thypus, kholera (Adnani, 2009).
Berdasarkan data Dinkes kota Madiun pada tahun 2016 untuk penderita diare
di Kecamatan Taman masih dikatakan tinggi yaitu 2.379 kasus untuk
kejadian ini masih dikatakan yang tertinggi dari puskesmas lain di wilayah
kerja Madiun.
Pengelolaan sampah dapat didefinisikan sebagai suatu bidang yang
berhubungan dengan pengaturan terhadap penimbunan, penyimpanan
(sementara), pengumpulan, pemindahan/pengangkutan, pemprosesan dan
4
pembuangan sampah. Suatu cara yang sesuai dengan prinsip terbaik dari
kesehatan masyarakat, ekonomi, teknik, perlindungan, keindahan dan
pertimbangan lingkungan lainnya dan juga memperhatikan sikap masyarakat
(Departemen Kesehatan RI, 1987).
Pengangkutan sampah dari Tempat Penampungan Sementara ke
Tempat Pembuangan Akhir tidak boleh dicampur kembali setelah dilakukan
pemilahan dan pewadahan. Dalam hal ini terdapat sampah yang mengandung
bahan berbahaya dan beracun serta limbah bahan berbahaya dan beracun.
Pengangkutan sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun serta
limbah bahan berbahaya dan beracun mengikuti ketentuan peraturan
perundang-undangan (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum RI, 2013).
Berdasarkan Undang-undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah menyebutkan bahwa setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah
tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan
menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan. Dengan
banyaknya sampah organik yang dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir
sampah menunjukkan bahwa masih banyak sampah organik yang belum
dilakukan pengelolaan sampah dari sumbernya dengan skala rumah tangga di
masing-masing penduduk guna mengurangi jumlah sampah organik yang di
buang ke Tempat Pemrosesan Akhir sampah. Sehingga untuk masa yang akan
datang jumlah sampah organik yang dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir
sampah menjadi lebih sedikit dari pada sampah anorganik.
5
Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk Vektor dan
Binatang Pembawa Penyakit terdiri dari jenis, kepadatan, dan habitat
perkembangbiakan. Jenis dalam hal ini adalah nama/genus/spesies vektor dan
binatang pembawa penyakit. Kepadatan lalat dalam hal ini adalah angka yang
menunjukkan jumlah vektor dan binatang pembawa penyakit dalam satuan
tertentu sesuai dengan jenisnya, baik periode pradewasa maupun periode
dewasa. Habitat perkembangbiakan adalah tempat berkembangnya periode
pradewasa vektor dan binatang pembawa penyakit. Untuk vektor lalat nilai
baku mutunya adalah < 2 untuk mewujudkan lingkungan yang sehat
(Permenkes RI, 2017).
Cara menghitung kepadatan lalat adalah jumlah lalat yang hinggap
dalam waktu 30 detik dihitung, pada setiap lokasi sedikitnya sepuluh kali
perhitungan (10 x 30 detik) dan lima perhitungan yang tertinggi di ambil
rata-ratanya (Permenkes RI, 2017). Klasifikasi kepadatan lalat yaitu ≤5 tidak
menjadi masalah(tidak tinggi), >5 populasi padat dan perlu perencanaan
terhadap tempat-tempat berbiaknya lalat dan bila mungkin direncanakan
upaya pengendalian (tinggi) (Depkes RI, 1992).
Penelitian yang dilakukan oleh Annisa Muthmainna Kasiono (2016)
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengelolaan sampah dengan
tingkat kepadatan lalat dan terdapat hubungan antara Saluran Pembuangan
Air Limbah (SPAL) dengan tingkat kepadatan lalat. Kepadatan lalat tersebut
tersebut berhubungan erat dengan sanitasi lingkungan yang buruk. Sanitasi
6
lingkungan merupakan usaha kesehatan masyarakat untuk menjaga dan
mengawasi faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan.
Survei pendahuluan menunjukkan bahwa pengelolaan sampah di
Tempat Penampungan Sementara Sentul, Sedoyo, Margobawero, Slamet
Riyadi, Nusa Penida masih kurang baik dilihat dari segi pewadahan banyak
sampah yang tercecer dan selain itu untuk warga di sekitar Tempat
Penampungan Sementara juga terkena dampaknya yaitu terdapat lalat dan
juga bau sampah yang menyengat apabila melewati TPS tersebut, ini terjadi
karena dari pengelolaan sampah di Tempat Penampungan Sementara yang
kurang memperhatikan dari segi pewadahan. Selain itu dari beberapa TPS
juga tidak melakukan pemilahan sampah berbahaya dan beracun, dari segi
pengumpulan juga sampah hanya dikumpulkan begitu saja tanpa ada
pemilahan sampah organik maupun anorganik, dalam hal pengangkutan
terkadang ada beberapa TPS yang tidak sesuai dengan jadwal dan berakibat
pada tumpukan sampah yang tercecer akibat dari bak sampah yang sudah
terisi penuh.
Hasil pengukuran lalat di Tempat Penampungan Sementara Sentul
yaitu jumlah kepadatan lalat rata-rata 7 (tinggi), pengukuran lalat di Tempat
Penampungan Sementara Sedoro yaitu kepadatan lalat rata-rata 5 (tidak
tinggi), pengukuran lalat di Tempat Penampungan Sementara Margobawero
yaitu kepadatan lalat rata-rata 6 (tinggi), pengukuran lalat di Tempat
Penampungan Sementara Slamet Riyadi yaitu kepadatan lalat rata-rata 6
(tinggi), pengukuran lalat di Tempat Penampungan Sementara Nusa Penida
7
yaitu kepadatan lalat rata-rata 5 (tidak tinggi). Solusi alternatif dari
permasalahan tersebut adalah dengan meningkatkan sistem pengelolaan
sampah mulai dari pemilahan, pengumpulan, pengangkutan. Selain itu perlu
juga meningkatkan sanitasi Tempat Penampungan Sementara agar tidak
adanya populasi lalat di Tempat Penampungan Sementara maupun di
lingkungan sekitar.
Dari pernyataan tersebut ditemukan bahwa tingkat kepadatan lalat di
Tempat Penampungan Sementara di atas termasuk dalam kategori tinggi dan
sangat tinggi, dan penelitian tentang kepadatan lalat masih jarang dilakukan.
Selain itu, pengelolaan seperti pemilahan, pengumpulan, pengangkutan belum
pernah diteliti. Maka dari itu perlu adanya penelitian mengenai hubungan
pengelolaan sampah dengan tingkat kepadatan lalat di Tempat Penampungan
Sementara Kota Madiun.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang
di dapat adalah:
“ Apakah ada hubungan antara pengelolaan sampah dengan tingkat kepadatan
lalat di Tempat Penampungan Sementara Kota Madiun?”
8
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan pengelolaan sampah dengan kepadatan lalat di
Tempat Penampungan Sementara Kota Madiun.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mendeskripsikan pemilahan sampah di Tempat Penampungan
Sementara Kota Madiun
2. Mendeskripsikan pengumpulan sampah di Tempat Penampungan
Sementara Kota Madiun
3. Mendeskripsikan pengangkutan sampah di Tempat Penampungan
Sementara Kota Madiun
4. Mengukur tingkat kepadatan lalat di Tempat Penampungan Sementara
Kota Madiun
5. Menganalisis hubungan pemilahan sampah dengan kepadatan lalat di
Tempat Penampungan Sementara Kota Madiun
6. Menganalisis hubungan pengumpulan sampah dengan kepadatan lalat
di Tempat Penampungan Sementara Kota Madiun
7. Menganalisis hubungan pengangkutan sampah dengan kepadatan lalat
di Tempat Penampungan Sementara Kota Madiun
9
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat
sebagai berikut:
1.4.1 Manfaat Untuk Dinas Lingkungan Hidup
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dan masukan
untuk meningkatkan kualitas dari segi pengelolaan sampah yang
berdasarkan dengan mewujudkan lingkungan sehat.
1.4.2 Manfaat Untuk STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
Penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai sarana informasi bagi
mahasiswa untuk menjadi media pembelajaran dan dapat digunakan sebagai
literatur.
1.4.3 Manfaat Untuk Peneliti
Diharapkan penulis dapat lebih memperdalam dan mengembangkan
ilmu pengetahuan disesuaikan dengan disiplin ilmu yang didapat dari
bangku kuliah dengan keadaan di lapangan serta mendapatkan pengalaman
langsung untuk mengaplikasi mengembangkan diri dengan ilmu
pengetahuan yang dimiliki dalam obyek kerja.
10
1.5 Keaslian Penelitian
Penelitian ini masih jarang dilakukan, maka dari itu peneliti tertarik
untuk meneliti hubungan pengelolaan sampah dengan tingkat kepadatan lalat
di Tempat Penampungan Sementara.
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No. Penelitian
(Tahun)
Judul Desain Variabel Hasil
1 Annisa
Muthainna
Kasino
(2016)
Hubungan Antara
Sanitasi Dasar Dengan
Tingkat Kepadatan Lalat
di Rumah Makan Pasar
Tuminting Kota Manado
Cross
Sectional
- Variabel
bebas:
jamban,
pengelolaan
sampah,
SPAL
- Variabel
Terikat:
Kepadatan
Lalat
Jamban: (p = 0,631),
jamban (p = 0,000),
SPAL (p = 0,000)
2 Ismawati,
Hariati
Lestarai,
Jafriati
(2015)
Hubungan Kepadatan
Lalat, Jarak Pemukiman
dan Sarana Pembuangan
Sampah Dengan
Kejadian Diare Kota
Kendari di Kelurahan
Anggoeya Kecamatan
Poasia
Cross
Sectional
- Variabel
bebas:
Kepadatan
lalat, jarak
permukiman,
sarana
pembuangan
sampah
- Variabel
terikat:
Kejadian
Diare
Terdapat hubungan
antara pengolahan
limbah padat dengan
kejadian diare di
pemukiman Kota
Kendari Kelurahan
Anggoeya
11
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah :
1. Variabel bebas= pemilahan sampah, pengumpulan sampah, pengangkutan
sampah.
2. Tempat penelitian Tempat Penampungan Sementara Kota
Madiun.
3. Tahun penelitian= 2018.
4. Desain= Cross Sectional
12
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Sampah
Sampah adalah sisa-sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam
yang berbentuk padat. Sampah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan,
tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang berasal dari
kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan sendirinya.
Dari batasan ini jelas sampah adalah hasil suatu kegiatan manusia yang
dibuang karena sudah tidak berguna sehingga bukan semua benda padat yang
tidak digunakan dan dibuang disebut sampah. Dengan demikian sampah
mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. Adanya sesuatu benda atau benda padat.
b. Adanya hubungan langsung/tidak langsung dengan kegiatan manusia.
c. Benda atau bahan tersebut tidak dipakai lagi.
Sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-
hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik (UU
no.18 tahun 2018).
2.2 Sumber-Sumber Sampah
a. Sampah yang berasal dari pemukiman
Sampah ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah
tangga yang yang sudah tidak dipakai dan dibuang, seperti sisa-sisa
13
makanan baik yang sudah dimasak ataupun belum, bekas pembungkus
kertas, plastik, dan sebagainya, pakaian-pakaian bekas, bahan-bahan
bacaan, perabot rumah tangga, daun-daunan dari kebun atau taman.
b. Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum, seperti pasar, tempat-
tempat hiburan, terminal bus, stasiun kereta api, dan sebagainya.
Sampah ini berupa kertas, plastik, botol, daun, dan sebagainya.
c. Sampah yang berasal dari perkantoran
Sampah ini baik dari perkantoran maupun perkantoran pendidikan,
perdagangan, departemen, perusahaan, dan sebagainya. Sampah ini berupa
kertas-kertas, plastik, karbon, klip dan sebagainya. Umumnya sampah ini
bersifat anorganik, dan mudah terbakar.
d. Sampah yang berasal dari jalan raya
Sampah ini berasal dari pembersih jalan, yang umumnya terdiri dari:
kertas-kertas, kardus-kardus, debu, batu-batuan, pasir, sobekan ban,
onderdil-onderdil kendaraan yang jatuh, dsun-daunan, plastik, dan
sebagainya.
e. Sampah yang berasal dari industri
Sampah ini berasal dari kawasan industri, termasuk sampah yang berasal
dari pembangunan industri, dan segala sampah berasal dari proses
produksi, misalnya: sampah-sampah pengepakan barang, logam, plastik,
kayu, potongan tekstil, kaleng, dan sebagainya.
f. Sampah yang berasal dari pertanian/perkebunan
14
Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya: jerami,
sisa sayur-mayur, batang padi, batang jagung, ranting kayu yang patah,
dan sebagainya.
g. Sampah yang berasal dari pertambangan
Sampah ini berasal dari daerah pertambangan, dan jenisnya tergantung dari
jenis usaha pertambangan itu sendiri, misalnya: batu-batuan, tanah/cadas,
pasir, sisa-sisa pembakaran (arang), dan sebagainya.
h. Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan
Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan berupa: kotoran-
kotoran ternak, sisa-sisa makanan, bangkai binatang, dan sebagainya
(Notoatmodjo, 2011).
2.3 Jenis Sampah
Sampah padat data dibagi menjadi berbagai jenis, yaitu (Chandra, 2007):
1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya, sampah dibagi
menjadi:
a. Sampah anorganik adalah sampah yang umumnya tidak dapat
membusuk, misalnya logam/besi, pecahan gelas, plastik, dan
sebagainya.
b. Sampah organik adalah sampah yang pada umumnya dapat
membusuk, misalnya, sisa-sisa makanan, daun-daunan, buah-
buahan, dan sebagainya.
15
2. Berdasarkan dapat dan tidaknya dibakar
a. Sampah yang mudah terbakar misalnya, kertas, karet, kayu, plastik,
kain bekas, dan sebagainya.
b. Sampah yang tidak dapat terdakar, misalnya kaleng-kaleng bekas,
besi/ logam bekas, pecahan gelas, kaca, dan sebagainya.
Menurut Widyadmoko (2002), sampah rumah tangga yaitu sampah yang
berasal dari kegiatan rumah tangga yang dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
1. Sampah basah yang terdiri dari bahan organic yang mudah membusuk,
sebagian besar adalah sisa makanan, potongan hewan, sayuran, dan
lainnya.
2. Sampah kering yaitu sampah yang terdiri dari logam, besi tua, kaleng
bekas, dan sampah non logam seperti kertas, kaca, keramik, dan sisa
kain.
3. Sampah lembut, yaitu seperti debu yang berasal dari penyapuan lantai
rumah, gedung, dan penggergajian kayu.
4. Sampah besar atau sampah yang terdiri dari bangunan rumah tangga
yang besar seperti, meja, kursi, kulkas, radio, dan peralatan dapur.
16
2.4 Sampah Rumah Tangga
Sampah rumah tangga merupakan sampah yang dihasilkan dari kegiatan
atau lingkungan rumah tangga atau sering disebut dengan istilah sampah
domestic. Dari kelompok sumber ini umumnya dihasilkan sampah berupa sisa
makanan, plastik, kertas, kain/ dos, kain, kayu, kaca, daun, logam, dan
kadang-kadang sampah berukuran besar sepertidahan pohon. Praktis tidak
terdapat sampah yang dijumpai di Negara industry, seperti mebel, TV bekas,
kasur,dan lain-lain. Kelompok ini dapat meliputi rumah tinggal yang
ditempati oleh sebuah keluarga, atau sekelompok rumah yang berada dalam
suatau kawasan pemukiman, maupun unit rumah tinggal yang berupa rumah
susun. Dari rumah tinggal juga dapat dihasilkan sampah golongan B3 (bahan
berbahaya dan beracun), seperti misalnya baterai, lampu TL, siasa obat-
obatan, oli bekas, dan lain-lain.
Sampah rumah tangga akan ditumpuk di tempat sampah atau buangan
sampah sementara (TPS). Dan kalau terangkut akan habis tidak menimbulkan
masalah, namun pengangkutan hanya dilakukan beberapa kali dalam
seminggudikarenakan terbatasnya angkutan, sehingga sampah yang
tercampur antara organic atau anorganik akan cepat terdekomposisi, dan
menimbulkan bau yang menyegat. Selain menimbulkan bau, sampah yang
terdekomposisiakan mengundang kedatangan lalat sebagai vector penyakit
menular, selain itu lindi yang berasal dari bahan organic yang terdekomposisi
akan masuk ke dalam tanah dan system saluran air sehingga berpotensi
menimbulkan pencemaran tanah dan air. (Wahab, 2011)
17
Beberapa permasalahan yang berkaitan dengan keberadaan sampah, di
antaranya (Damanhuri, 2010):
a. Sampah yang terdiri atas berbagai bahan organik atau anorganik apabila
telah tercampur maka mempengaruhi proses pembusukkan dan merupakan
sarang atau tempat berkumpulnya berbagai binatang yang dapat menjadi
vector penyakit, seperti lalat, tikus, kecoa, kucing, anjing liar, dan
sebagainya. Juga merupakan sumber dari berbagai organisme patogen,
sehingga akumulasi sampah merupakan sumber penyakit yang akan
membahayakan kesehatan masyarakat, terutama yang bertempat tinggal
dekat dengan lokasi pembuangan sampah.
b. Masalah estetika (keindahan) dan kenyamanan yang merupakan gangguan
bagi pandangan mata. Adanya sampah yang beserakan dan kotor, atau
adanya tumpukan sampah terbengkalai adalah pemandangan yang tidak
disukai oleh sebagian besar masyarakat.
a) Sampah yang berbentuk debu atau bahan membusuk dapat
mencemari udara. Bau yang timbul akibat adanya dekomposisi
materi organik dan debu yang berterbangan akan menggangu
saluran pernafasan serta penyakit lainnya.
b) Tumbuhan lindi (leachare), sebagai efek dekomposisi biologis dan
sampah memiliki potensi yang besar dalam mencemari badan air
sekelilingnya, terutama air tanah di bawahnya. Pencemaran air
tanah oleh lindi merupakan masalah terberat yang mungkin
dihadapi dalam pengelolaan sampah.
18
c) Sampah yang kering akan mudah beterbangan dan mudah terbakar.
Misalnya tumpukan sampah kertas kering akan mudah terbakar
hanya karena putung rokok yang masih membara. Kondisi ini akan
menimbulkan bahaya kebakaran.
d) Sampah yang dibuang sembarangan dapat menyumbat saluran-
saluran air buangan dan drainase. Kondisi seperti ini dapat
menimbulkan bahaya banjir akibat terhambatnya pengaliran air
buangan dan air hujan.
2.5 Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Menurut Najmulmunir (2000) pengelolaan sampah adalah perlakuan atau
tindakan yang dilakukan terhadap sampah yang meliputi pengumpulan,
pengangkutan, penyimpangan dan pengolahan serta pemusnahan.
Pengelolaan sampah adalah perkakuaan terhadap sampah guna memperkecil
atau menghilangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan lingkungan.
Sampah harus dikelola dengan baik, pengelolaan sampah dianggap baik
jika sampah tidak menjadi tempat berkembangbiaknya bibit penyakit serta
tidak menjadi media perantara penyebaran luas suatu penyakit (Azwar, 1996).
2.6 Pengelolaan Sampah
Menurut Fidiawati (2009) operasional pengelolaan sampah dilakukan
melalui beberapa tahap, yaitu:
19
1. Pemilahan
a. Pemilahan sampah adalah salah satu proses dalam pengolahan
sampah, yaitu memisahkan menjadi kelompok sampah tertentu.
Kelompok sampah ini biasanya berupa sampah organik dan anorganik
atau sampah basah dan sampah kering.
2. Pengumpulan
a. Pengumpulan sampah dari sumbernya dapat dilakukan secara
langsung dengan alat ukur (untuk sumber sampah besar atau daerah
yang memiliki kemiringan lahan cukup tinggi) atau tidak langsung
dengan menggunakan gerobak (untuk daerah yang tidak teratur).
b. Penyapuan jalan diperlakukan pada daerah pusat kota seperti ruas
jalan protokol, pusat perdagangan, taman kota dan lain-lain.
3. Pemindahan
a. Pemindahan sampah dari alat pengumpul (gerobak) ke alat angkut
(truk) dilakukan di transfer depo atau container untuk meningkatkan
efisiensi pengangkutan.
b. Lokasi pemindahan harus dekat dengan daerah pelayanan atau radius
± 500 m.
4. Pengangkutan
a. Pengangkutan secara langsung setiap sumber harus dibatasi pada
daerah pelayanan yang tidak memungkinkan, cara operasi lainya
ataupada daerah pelayanan tertentu berdasarkan pertimbangan
20
keamanan maupun estetika dengan memperhitungkan besarnya biaya
operasional yang harus dibayar oleh pengguna jasa.
b. Penetapan rute pengangkutan sampah harus didasarkan pada hasil
survey time motion study untuk mendapatkan hasil yang efesien.
5. Pengelolaan
Pengelolaan sampah dimaksudkan untuk mengurangi volume
sampah yang harus dibuang ke TPA serta meningkatkan efisiensi
penyelenggaraan prasarana dan persampahan.
2.7 Sanitasi Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPS)
Sanitasi adalah suatu usaha untuk mengawasi beberapa faktor lingkungan
fisik yang berpengaruh pada manusia, terutama terhadap hal-hal yang mampu
merusak perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup yang dapat
menganggu taraf peningkatan derajat kesehatan masyarakat sehingga dapat
mencapai peningkatan derajat kesehatan yang optimal (Jannah, 2006).
Tempat penampungan sampah sementara (TPS) adalah tempat dimana
sampah dibuang dan dikumpulkan untuk sementara waktu sampai diangkut
ke tempat pembuangan akhir sampah.Sanitasi tempat penampungan sampah
sementara adalah suatu usaha untuk mengawasi dan mencegah kerugian
akibat dari pemanfaatan dan produk tempat penampungan sampah sementara
yang erat hubungannya dengan timbulnya atau menularnya penyakit.
Tempat penampungan sampah semantara dapat berupa:
21
a. Bak dari beton bertulang atau pasangan batu bata.
b. Kontainer (Hydraulic Container) untuk kemudian diangkut oleh truk
pembawa.
c. Tempat atau lokasi untuk memindahkan sampah dari gerobak langsung ke
alat angkut yang lebih besar (Depkes RI, 1987).
Bila tempat sampah penampungan sampah sementara tersebut berupa bak
atau kontainer, persyaratan sanitasi yang harus dipenuhi adalah:
a. Kontruksi bak, terbuat dari bahan yang kedap air, ada tutupnya, dan selalu
dalam keadaan ditutup karena bak yang terbuka dapat mengundang lalat
oleh karena baunya dan sampah yang merupakan makanan bagi lalat.
b. Volume bak atau kontainer mampu menampung sampah dari pemakai
yang dilayaninya untuk waktu 3 hari.
c. Tidak berbau dari perumahan terdekat.
d. Tidak ada sampah berserakan di sekitar bak atau kontainer.
e. Sampah di bak pengumpulan sementara tidak boleh melebihi 3 hari untuk
kemudian diangkut ke tempat pembuangan akhir.
f. Tidak terletak di daerah banjir.
g. Terdapat tulisan anjuran untuk membuang sampah pada tempatnya.
h. Jarak dari rumah yang dilayani, terdekat 10 meter dan terjauh 500 meter.
i. Penempatannya terletak pada daerah yang mudah dijangkau oleh
kendaraan pengangkut sampah (Depkes RI, 1987).
22
Timbulan sampah menurut SNI 19-2454 tahun 2002 adalah banyaknya
sampah yang timbul dari masyarakat dalam satuan volume maupun berat
per kapita per hari, atau perluas bangunan atau perpanjang jalan.
Faktor – faktor yang mempengaruhi timbulan sampah adalah :
a. Jumlah penduduk, artinya jumlah penduduk meningkat maka
timbulan sampah meningkat.
b. Keadaan sosial ekonomi, semakin tinggi keadaan sosial ekonomi
masyarakat maka semakin banyak timbulan sampah perkapita yang
dihasilkan.
c. Kemajuan teknologi, semakin maju teknologi akan menambah
sampah dari segi jumlah dan kualitas.
2.8 Pengaruh Pengelolaan Sampah Terhadap Masyarakat dan Lingkungan
Pengelolaan sampah mempunyai pengaruh terhadap masyarakat dan
lingkungan yaitu, sebagai berikut (Mukono, 2006):
A. Pengaruh positif
Pengelolaan sampah yang baik akan memberikan pengaruh yang positif,
sebagai berikut (Chandra, 2007):
a. Sampah dapat dimanfaatkan untuk menimbun lahan semacam
rawa-rawa dan dataran rendah.
b. Sampah dapat dimanfaatkan untuk pupuk.
23
c. Sampah dapat diberikan untuk makanan ternak setelah menjalani
proses pengelolaan yang telah ditentukan lebih dahulu untuk
mencegah pengaruh buruk sampah terhadap ternak.
d. Pengelolaan sampah menyebakan berkurangnya tempat untuk
berkembang biak serangga atau pengerat.
e. Menurunkan insidensi kasus penyakit menular yang erat
hubungannya dengan sampah.
B. Pengaruh negative
Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh
negative bagi kesehatan, lingkungan, maupun bagi kehidupan social
masyarakat, sebagai berikut:
1) Pengaruh terhadap kesehatan
Sampah dapat menjadi tempat tinggal bagi vector penyakit seperti
lalat yang dapat menyebabkan kejadian diare. Insidensi penyakit
demam berdarah dengue akan meningkat karena vector penyakit
hidup berkembang biak dalam sampah kaleng ataupun ban bekas
yang berisi air hujan.
2) Pengaruh terhadap lingkungan
a. Estetika lingkungan
b. Penurunan kualitas udara
c. Pembuangan sampah ke badan air akan menyebabkan
pencemaran air.
24
3) Pengaruh terhadap sosial masyarakat
a. Pengelolaan sampah yang kurang baik mencerminkan sosial
budaya masyarakat setempat.
b. Keadaan lingkungan yang kurang baik atau jorok akan
menurunkan minat dan hasrat orang lain (turis) untuk
berkunjung ke daerah tesebut.
2.9 Pengertian Lalat
Lalat adalah insekta yang lebih banyak bergerak menggunakan sayap
(terbang) yang berbentuk membran. Hanya sesekali bergerak menggunakan
kakinya. Oleh karenanya daerah jajahan lalat cukup luas. Pada saat ini telah
ditemukan tidak kurang dari 60.000-100.000 spesies (Maryantuti, 2007)
Lalat mempunyai tingkat perkembangan telur, larva (belatung), pupa dan
dewasa. Pertumbuhan dari telur sampai dewasa memerlukan waktu 10-12
hari. Larva akan berubah menjadi pupa setelah 4-7 hari, larva yang telah
matang akan mencari tempat yang kering untuk berkembang menjadi pupa.
Pupa akan berubah menjadi lalat dewasa tiga hari kemudian. Lalat dewasa
muda sudah siap kawin dalam waktu beberapa jam setelah keluar dari pupa.
Setiap ekor lalat betina mampu menghasilkan sampai 2.000 butir telur
selama hidupnya. Setiap kali bertelur lalat meletakkan telur secara
berkelompok, setiap kelompoknya mengandung 75-100 telur. Umur lalat di
alam diperkirakan sekitar dua minggu (Permenkes RI, 2017).
25
Gambar 2.1 Siklus Hidup Lalat
Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan No. 50 Tahun 2017
Jenis lalat yang bergerak merugikan manusia diantaranya adalah lalat
rumah (Musca domestica)dan lalat hijau (Chrysomya megachepala). Lalat ini
tersebar secara cosmopolitan dan memiliki ketergantungan yang tinggi
dengan manusia karena zat-zat makanan yang dibutuhkan lalat seperti
glukosa atau sedikit protein bagi pertumbuhannya, sebagian besar ada pada
makanan manusia (Sitanggang, 2001).
2.10 Bionomik Lalat
1. Lalat suka hidup di tempat kotor, misalnya pada kotoran manusia,
kotoran hewan ataupun sampah terutama sampah yang mudah
membusuk.
2. Untuk berkembang biak lalat membutuhkan udara panas yang lembab
serta tersedianya bahan makanan yang cukup.
3. Lalat tertarik pada cahaya lampu.
4. Lalat dewasa sangat aktif pada siang sampai sore hari.
26
5. Lalat dapat terbang 100 m sampai 200 m.
6. Lalat tidak menyukai warna biru (Yudhastuti, 2011).
2.11 Gangguan Lalat pada Manusia
Apabila keberadaan lalat tidak dikendalikan maka akan menyebabkan
gangguan antara lain (Jannah, 2006):
1. Mengganggu ketenangan.
2. Menggigit.
3. Myasis menimbulkan penyakit pada manusia dengan jalan meletakkan
telur pada luka yang terbuka, kemudian larvanya hidup pada daging
manusia.
4. Menularkan penyakit secara biologis (penyakit tidur, leishmaniasis,
bartenololsis).
5. Penularan penyakit secara mekanis (ryphoid fever, paratyphoid fever,
desentri basiler, disentri amoeba, dan lain-lain).
2.12 Pengukuran Kepadatan Lalat
2.12.1 Cara mengukur kepadatan lalat dengan Fly Grill
Fly grill atau yang sering disebut blok grill oleh sebagian orang,
adalah suatau alat yang dipergunakan untuk mengukur kepadatan lalat di
suatu tempat. Alat ini digunakan di dunia kesehatan, khususnya kesehatan
lingkungan. Alat ini sering dipergunakan untuk mengukur kepadatan lalat
di tempat umum, misalnya pasar, tempat sampah umum, warung makan,
27
terminal, stasiun. Cara membuat fly grill sangat mudah dan tidak
diperlukan keahlian khusus untuk membuatnya, bahan untuk membuat fly
grill mudah untuk didapatkan, fly grill kuat dan mudah disimpan,
permukaan fly grill luas sehingga dapat menangkap lalat lebih banyak dan
dapat digunakan untuk jangka panjang. Fly grill dapat dibuat dari bilah-
bilah kayu yang lebarnya 2 cm dan tebalnya 1 cm dengan panjang masing-
masing 80 cm, sebanyak 16-26 buah, bilah-bilah yang sudah disipakan,
dibentuk berjajar dengan jarak 1-2 cm pada.
Gambar 2.2 Fly Grill
Sumber : Departemen Kesehatan RI, 1992
Fly grill diletakkan pada titik yang akan diukur dan jumlah lalat
yang hinggap di hitung selama 30 detik, tiap titik diadakan 10 kali
perhitungan, kemudian diambil 5 angka perhitungan tertinggi dan dibuat
rata-rata (Depkes RI, 1992). Angka ini merupakan indek populasi lalat
pada satu titik perhitungan. Pengukuran terhadapa populasi lalat dewasa
lebih tepat dan bias diandalkan daripada pengukuran populasi larva lalat.
Sebagai interpretasi hasil pengukuran populasi lalat juga berguna untuk
menentukan tindakan pengendalian yang akan dilakukan. Indek populasi
lalat terbagi menjadi:
28
a. ≤5 ekor : tidak tinggi, tidak menjadi masalah.
b. >5 ekor : tinggi, populasi padat dan perlu perencanaan terhadap
tempat-tempat berbiaknya lalat dan bila mungkin
direncanakan upaya pengendalian (Depkes RI, 1992).
2.12.2 Cara mengukur kepadatan lalat dengan Fly Trap
Flay trap adalah suatu alat yang dipergunakan untuk menangkap
lalat dalam jumlah yang cukup besar-besar atau padat. Tempat yang
menarik lalat untuk berkembangbiak dan mecari makan adalah perangkap
yang gelap, bila lalat mencoba makan dan terbang akan tertangkap dalam
perangkap yang diletakkan di mulut fly trap yang terbuka itu. Sebuah
model perangkap akan terdiri dari kawat kasa sebagai penutup dan
beralaskan kayu untuk meletakkan umpan, tutup kayu dengan celah kecil
dan sangkar di atas penutup. Celah berdiameter 2 cm antara penutup yang
berbentuk kerucut dengan puncak terbuka. Hal tersebut untuk memberikan
kelonggaran kepada lalat untuk bergerak menuju penutup. Perangkap
harus ditempatkan diudara terbuka di bawah sinar cerah matahari, jauh
dari keteduhan pepohonan. Indek populasi lalat terbagi menjadi:
29
a. ≤5 ekor : tidak tinggi, tidak menjadi masalah.
b. >5 ekor : tinggi, populasi padat dan perlu perencanaan
terhadap tempat-tempat
berbiaknya lalat dan bila mungkin
direncanakan upaya pengendalian (Depkes RI,
1992).
2.13Tindakan Pemberantasan Lalat
2.13.1 Pemberantasan terhadap larva lalat
Pemberantasan terhadap larva lalat dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
1. Perbaikan lingkungan untukmengurangi tempat-tempat potensial
sebagai tempat perindukan (Jannah, 2006).
a. Sampah terutama sampah dapur di tamping pada tempat sampah
yang baik dan tertutup dan dalam waktu maksimum 3 hari harus
sudah dibuang.
b. Pengangkutan dan pembuangan sampah dilakukan setiap hari
dengan cara yang baik.
c. Tempat pengumpulan sampah diberi alas yang kedap air misalnya
dengan besi plat, seng, dan lain-lain.
d. Untuk tempat buang kotoran, gunakan kakus (WC) yang slalu
dalam keadaan bersih.
30
e. Kotoran ternak harus dijauhkan dari tempat tinggal manusia, dan
kotoran dibalik-balik 3 hari sekali.
2. Penggunaan racun serangga sebagai larvasida
Penggunaan bahan-bahan kimia atau racun serangga disamping
membunuh larva lalat juga dapat membunuh musuh-musuh alami dari
larva lalat tesebut.Penyemprotan dengan larutan atau emulsi larvasida
ditunjukkan pada sampah-sampah organic atau kotoran-kotoran
manusia atau binatang sedemikian rupa hingga membasahi seluruh
bahan atau media (0.8-5.6 L per 100 m ). Diazinon akan memberikan
daya residu 1-2 minggu, sedang yang lain daya residunya kurang
lama, sehingga dengan demikian penyemprotan harus diulang 1-2
minggu. Alat penyemprotan yang dipergunakan spary can atau mist
blower.
3. Pemberantasan lalat dewasa
1. Penyemprotan residu insektisida
Penyemprotan dilakukan terhadap permukaan yang menjadi
tempat hinggap, tempat makan atau tempat istirahat lalat,
terutama pada tempat-tempat hinggap pada malam hari, sehingga
kemungkinan kontak antara lalat dengan insektisida cukup lama.
Insektisida yang digunakan dapat dari golongan
organophosphateyang memiliki daya residu 2-4 minggu, sehingga
dengan demikian harus diulang 2-4 minggu sekali. Alat
penyemprot yang dgunakan adalah spray can dan mist blower.
31
2. Untuk pemakaian di dalam ruangan dapat dipergunakan kertas
atau tali-tali yang telah diberi lapisan insektisida yang
digantungkan pada langit-langit tau dinding dimana banyak
terdapat lalat. Inssektisida yang digunakan dapat dari golongan
organophasphate, atara lain Diazinon, fenitrotion, dan lain-lain.
Hasilnya memuaskan bila ditempatkan pada suhu ruangan yang
suhunya tidak terlalu tinggi (dibawah 32ºC) dan kelembaban
udara lebih dari 50%.
Pemakaian tali ±1 muntuk setiap 1m²luas lantai.
3. Umpan (paison bait)
Umpan yang digunakan harum memberikan bau yang menarik
bagi lalat. Bahan-bahan yang digunakan sebagai umpan dapat
berupa tepung jagung, air yang dicampur gula, dan lain-lain.
Intsektisida yang dapat dipakai : Diazinon, Dichlorvos,
Malathion, dan lain-lain. Insektisida tersebut dicampurkan dengan
umpan, baik umpan basah maupun umpan kering. Umpan kering
dapat dicampur dengan insektisida sebanyak 1-2% sedangkan
umpan basah dapat dicampurkan dengan insektisida sebanyak
0.1% dan diletakkan pada tempat-tempatyang banyak lalatnya.
32
4. Tindakan mekanis
Yakni dengan perangkap, memakai pemukul, dan lain sebagainya
.Ini hanya merupakan tindakan pelengkap, tidak dapat
memberikan hasil yang besar.
5. Tindakan perlindungan (screening)
Tindakan ini tidak mengurangi jumlah lalat, namun sangat
penting untuk mencegah hinggapnya lalat pada makanan atau
minuman.
6. Secara biologis, seperi cicak dan berbagai jenis reptile yang
menjadikan lalat sebagai mangsanya.
7. Secara cultural yakni dengan menanamkan kebiasaan hidup brsih
dan rapi, sehingga tempat tinggal tidak dijadikan sarang
berkembang biaknya lalat (Azwar, 1995).
2.14 Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk Vektor Lalat
Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk vektor dan binatang
pembawa penyakit terdiri dari jenis, kepadatan, dan habitat
perkembangbiakan. Jenis dalam hal ini adalah nama/genus/spesies vektor
dan binatang pembawa penyakit. Kepadatan dalam hal ini adalah angka
yang menunjukkan jumlah vektor dan binatang pembawa penyakit dalam
satuan tertentu sesuai dengan jenisnya, baik periode pradewasa maupun
periode dewasa. Habitat perkembangbiakan adalah tempat berkembangnya
periode pradewasa vektor dan binatang pembawa penyakit. Untuk vektor
33
lalat nilai baku mutunya adalah < 2 untuk mewujudkan lingkungan yang
sehat (Permenkes RI, 2017).
34
2.15 Kerangka Teori
Sampah Kepadatan
lalat di TPS
Jenis sampah Pengelolaan
sampah
Pemilahan
Sampah Anorganik
Sampah Organik
Pengumpulan
an
Pewadahan
Pengelolaan
Pengangkutan
Pemindahan
Gambar 2.3 Kerangka Teori
Sumber : Notoadmodjo, 2012
Angka timbulan
sampah
35
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual
Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi konsep-konsep serta
variabel- variabel yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2012). Kerangka konsep
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual
3.2 Hipotesis Penelitian
Menurut Notoatmodjo (2012) hipotesis adalah jawaban sementara dari
suatu penelitian. Hipotesis adalah permyataan dugaan tentang hubungan
anatara dua variabel atau lebih. Berdasarkan permasalahan, kajian pustaka,
dan kerangka konseptual, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan
hipotesis alternatif sebagai berikut :
Variabel Independen
Kepadatan Lalat di
Tempat Penampungan
Sementara Kota
Madiun
Pemilahan sampah
Pengumpulan sampah
Pengangkutan sampah
Variabel Dependen
36
1. Ha : ada hubungan antara pemilahan sampah dengan kepadatan lalat di
Tempat Penampungan Sementara Kota Madiun.
2. Ha : ada hubungan pengumpulan sampah dengan kepadatan lalat di
Tempat Penampungan Sementara Kota Madiun.
3. Ha : ada hubungan antara pengangkutan sampah dengan kepadatan
lalat di Tempat Penampungan Sementara Kota Madiun.
37
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survei analitik. Menurut
Notoatmodjo (2012) survei analitik adalah penelitian yang mencoba menggali
bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Desain penelitian
yang akan digunakan adalah metode cross sectional. Desain peneliti cross
sectional (potong lintang) adalah mencakup semua jenis penelitian yang
pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali atau pada saat
itu.Pada penelitian ini peneliti ingin mengetahui hubungan antara pemilahan
sampah, pengumpulan sampah, pengangkutan sampah dengan kepadatan lalat
di Tempat Penampungan Sementara Kota Madiun.
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas obyek atau subyek
yang mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk diteliti dan kemudian ditarik kesimpulannya (Wiratna, 2012).
Populasi dalam penelitian ini adalah di Tempat Penampungan Sementara
Kota Madiun yang berjumlah 39 TPS (TPA Winongo Kota Madiun).
38
4.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari sejumlah karakteristik yang dimiliki oleh
populasi yang digunakan untuk penelitian (Wiratna, 2012). Dalam
penelitian ini sampel adalah seluruh Tempat Penampungan Sementara Kota
Madiun yang berjumlah 39 TPS.
4.2.3 Teknik Sampling
Sampling adalah suatu cara yang ditempuh dengan pengambilan sampel
yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan obyek penelitian (Nursalam,
2008). Teknik sampling dalam penelitian ini adalah non probabiliy
sampling dengan jenis total sampling yaitu seluruh populasi diambil untuk
dijadikan sebagai sampel (Nursalam, 2008). Alasan mengambil total
sampling adalah karena jumlah populasi yang kurang dari 100, maka
seluruh populasi dijadikan sampel penelitian (Sugiyono, 2011).
4.3 Kerangka Kerja Penelitian
Kerangka kerja merupakan penahapan dalam suatu penelitian pada
kerangka kerja disajikan alur penelitian terutama variabel yang akan
digunakan dalam penelitian (Nursalam, 2010). Berikut disampaikan kerangka
kerja dari penelitian ini, mulai dari awal hingga penarikan kesimpulan.
39
Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah Tempat Penampungan
Sementara Kota Madiun yang berjumlah 39 TPS
Populasi
Seluruh Tempat Penampungan Sementara Kota Madiun yang
berjumlah 39 TPS
Pengumpulan Data
Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan observasi
Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian survei analitik dengan desain cross sectional
Pengolahan Data
Editing, coding, entry, cleaning, tabulating, dan analisis data dengan
SPSS uji chi square
Hasil dan Kesimpulan
Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitian
40
4.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
4.4.1 Variabel Penelitian
Variabel penelitian mengandung pengertian ukuran atau ciri-ciri
yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan
yang dimiliki oleh kelompok lain (Notoatmodjo, 2012). Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu variabel bebas dan variabel
terikat.
1. Variabel Bebas (Independent Variable)
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi
atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
dependen (Wiratna, 2012).Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah pemilahan sampah, pengumpulan sampah, pengangkutan
sampah.
2. Variabel Terikat (Dependent Variable)
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau
akibat, karena adanya variabel bebas (Wiratna, 2012).Dalam
penelitian ini variabel terikat adalah kepadatan lalat di Tempat
Penampungan Sementara Kota Madiun.
41
4.4.2 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang
dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan
(Notoatmodjo, 2012).
42
Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala
Data
Skor
Variabel Bebas
Pemilahan
Sampah
Pemilahan sampah adalah salah
satu proses dalam pengolahan
sampah, yaitu memisahkan
menjadi kelompok sampah
tertentu. Kelompok sampah ini
biasanya berupa sampah organik
dan anorganik atau sampah basah
dan sampah kering.
(Permen Pekerjaan Umum RI, 2013)
1. Pemilahan sampah dikatakan buruk jika,
tidak melakukan pemilahan sampah
organik seperti sampah yang berasal dari
tumbuhan, sampah makanan dan
serasah, tidak melakukan pemilahan
sampah anorganik seperti kertas kardus,
botol minuman, kaleng.
2. Pemilahan sampah dikatakan baik jika,
melakukan pemilahan sampah organik
seperti sampah yang berasal dari
tumbuhan, sampah makanan dan
serasah, melakukan pemilahan sampah
anorganik seperti kertas kardus, botol
minuman, kaleng.
Kuesioner Nominal 1= buruk
2= baik
Tabel 4.2 Definisi Operasional Variabel Hubungan Pengelolaan Sampah dengan Tingkat Kepadatan Lalat di TPS
43
Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala
Data
Skor
Pengumpulan
Sampah
Pengumpulan sampah tidak boleh
dicampur kembali setelah
dilakukan pemilahan dan
pewadahan.
(Permen Pekerjaan Umum RI, 2013)
1. Pengumpulan sampah dikatakan buruk
jika, pengaturan jadwal pengumpul tidak
sesuai dengan jenis sampah terpilah dan
sumber sampah, tidak adanya penyediaan
sarana pengumpul sampah terpilah.
2. Pengumpulan sampah dikatakan baik
jika, pengaturan jadwal pengumpul
sesuai dengan jenis sampah terpilah dan
sumber sampah, adanya penyediaan
sarana pengumpul sampah terpilah.
Kuesioner
Nominal 1= buruk
2= baik
Pengangkutan
Sampah
Pengangkutan sampah adalah
membawa sampah dari lokasi
pemindahan atau dari sumber
sampah secara langsung menuju
TPA.
(Permen Pekerjaan Umum RI, 2013)
1. Pengangkutan sampah dikatakan buruk
jika, kapasitas kendaraan angkut yang
digunakan tidak maksimal, rute
Kuesioner Nominal 1= buruk
2= baik
Lanjutan tabel 4.2 Definisi Operasional Variabel Hubungan Pengelolaan Sampah dengan Tingkat Kepadatan Lalat di TPS
44
pengangkutan sependek mungkin dan
dengan hambatan sekecil mungkin,
frekuensi pengangkutan dari TPS ke
TPA tidak sesuai dengan jumlah sampah
yang ada.
2. Pengangkutan sampah dikatakan baik
jika, kapasitas kendaraan angkut yang
digunakan maksimal, rute pengangkutan
sependek mungkin dan dengan hambatan
sekecil mungkin, frekuensi
pengangkutan dari TPS ke TPA
dilakukan sesuai dengan jumlah sampah
yang ada.
Variabel Terikat
Kepadatan
Lalat
Kepadatan lalat merupakan
parameter keberhasilan dalam
pengelolaan sampah, kepadatan
lalat yang tinggi pada TPS
menandakan bahwa pengelolaan
tidak berhasil.
(Depkes RI, 1992)
1. >5 : tinggi, populasi padat dan perlu
perencanaan terhadap tempat-tempat
berbiaknya lalat dan bila mungkin
direncanakan upaya pengendalian.
2. ≤5 : tidak tinggi, tidak menjadi
masalah.
Lembar
observasi
(Fly Grill)
Nominal
1. >5 : tinggi
2. ≤5 :tidak
tinggi
Lanjutan tabel 4.2 Definisi Operasional Variabel Hubungan Pengelolaan Sampah dengan Tingkat Kepadatan Lalat di TPS
45
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner.
4.5.1 Kuesioner
Kuisioner merupakan suatu daftar tertulis yang memuat pertanyaan-
pertanyaan peneliti mengenai suatu hal tertentu untuk mengumpulkan data-
data melalui proses wawancara (Sugiyono, 2008). Jenis kuesioner yaitu:
1. Kuesioner Tertutup
Kuesioner tertutup merupakan daftara pertanyaan yang memiliki
alternatif jawabannya sudah disiapkan oleh peneliti.
2. Kuesioner Terbuka
Kuesioner terbuka merupakan daftar pertanyaan yang memberi
kesempatan pada responden untuk menuliskan pendapat mengenai
pertanyaan yang diberikan oleh peneliti.
4.5.2 Observasi (Pengamatan)
Pengamatan merupakan hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh
perhatian untuk menyadari adanya rangsangan (Saryono, 2011). Alat yang
digunakan dalam melakukan observasi :
1. Check list : daftar pengecek, berisi subjek dan identitas dari sasaran
pengamatan
46
4.5.3 Pengukuran Kepadatan Lalat
Jumlah lalat yang hinggap dalam waktu 30 detik dihitung, pada setiap
lokasi sedikitnya sepuluh kali perhitungan (10 x 30 detik) dan lima
perhitungan yang tertinggi dibuat rata-rata. Angka rata-rata merupakan
oetunjuk indeks populasi lalat dalam satu lokasi tertentu. Alat yang
digunakan untuk mengukur kepadatan lalat adalah fly grill.
Gambar 4.3 Fly Grill
Sumber :Departemen Kesehatan, 1992
Kategori hasil pengukuran pada setiap lokasi atau block grill yaitu (Depkes,
1992) :
1. ≤5 : tidak tinggi, tidak menjadi masalah (Depkes, 1992).
2. >5 : tinggi, populasi padat dan perlu perencanaan terhadap
tempat-tempat berbiaknya lalat dan bila mungkin
direncanakan upaya pengendalian (Depkes, 1992).
4.6 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
4.6.1 Uji Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-
benar mengukur apa yang diukur. Untuk mengetahui apakah kuesioner yang
sudah dibuat peneliti tersebut mampu mengukur apa yang hendak peneliti
47
ukur, maka perlu diuji dengan uji korelasi antara nilai tiap-tiap pertanyaan
dengan skors total kuesioner tersebut (Notoatmodjo, 2012).
Dari hasil analisis di dapat nilai skor total. Nilai ini kemudian kita
bandingkan dengan dengan nilai R tabel. R tabel dicari pada signifikan 5%
dengan n(jumlah responden validitas)=15 (df(derajat kebebasan)=15-2=13),
maka di dapat R tabel sebesar 0,441. Penentuan kevalidan suatu instrumen
diukur dengan membandingkan r-hitung dengan r-tabel. Adapun penentuan
disajikan sebagai berikut:
r-hitung > r-tabel atau nilai sig r < 0,05 : Valid
r-hitung > r-tabel atau nilai sig r < 0,05 : Tidak Valid
Jika ada butir yang tidak valid, maka butir yang tidak valid tersebut
dikeluarkan, dan proses analisis diulang untuk butir yang valid saja.
Adapun hasil uji validitas kuesioner adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas Kuesioner Hubungan Pengelolaan Sampah
dengan Tingkat Kepadatan Lalat di TPS
No Butir R hitung Keterangan Interpretasi
1 0,556 ≥0,441 Valid
2 0,749 ≥0,441 Valid
3 0,591 ≥0,441 Valid
4 0,488 ≥0,441 Valid
5 0,781 ≥0,441 Valid
6 0,745 ≥0,441 Valid
7 0,713 ≥0,441 Valid
8 0,642 ≥0,441 Valid
48
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa hasil uji validitas
kuesioner Hubungan Pengelolaan Sampah dengan Tingkat Kepadatan Lalat
di TPS adalah valid, karena nilai r hitung > r tabel.
4.6.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan
sejauh mana hasil pengukuran alat ukur tersebut tetap konsisten bila
dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama,
dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2012).
Uji reliabilitas dapat dilihat dari nilai Cronbach’s Alpha dengan taraf
signifikan 5%. Kuesioner dikatakan reliabel jika nilai Cronbach’s Alpha >
0,60. Adapun hasil uji reliabilitas kuesioner Hubungan Pengelolaan Sampah
dengan Tingkat Kepadatan Lalat di TPS menunjukkan nilai Cronbach’s
Alpha 0,761 > 0,60 hal ini berarti reliabel.
4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Tempat Penampungan Sementara Kota
Madiun dan untuk pelaksanaan pengambilan data di TPS dilakukan pada
tanggal 6 Agustus 2018, untuk mengetahui jalannya pelaksanaan penelitian
dapat dilihat pada tabel berikut ini :
49
Tabel 4.4 Realisasi Kegiatan
No Kegiatan Waktu
1 Pengajuan judul 25 Maret 2018
2 Penyusunan dan konsultasi
proposal skripsi
28 Maret 2018 – 10 Juli 2018
3 Seminar proposal skripsi
18 Juli 2018
4 Revisi ujian seminar proposal
skripsi
24 Juli 2018
5 Pengambilan dan Pengolahan
data penelitian
6 Agustus 2018 – 28 Agustus 2018
6 Penyusunan dan konsultasi
skripsi
31 Agustus 2018 – 4 September 2018
7 Sidang skripsi 5 September 2018
8 Revisi skripsi 6 September 2018 – 12 September 2018
4.8 Prosedur Pengumpulan Data
4.8.1 Pengumpulan Data
1. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan
menggunakan alat ukur atau alat pengambil data, langsung pada
subjek sebagai sumber informasi yang dicari. Data primer
diperoleh langsung dari hasil survei pendahuluan dan observasi
oleh peneliti secara langsung di Tempat Penampungan Sementara
Kota Madiun.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain,
tidak langsung diperoleh peniliti dari subjek penelitiannya.
Biasanya berupa data dokumentasi atau data laporan yang telah
50
tersedia. Data diperoleh dari TPA Kota Madiun yaitu 39 TPS Kota
di Madiun.
2. Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan
kuesioner dan observasi dengan menggunakan lembar cek list,
pengukuran oleh peneliti secara langsung mengenai pengukuran
kepadatan lalat.
4.8.2 Pengolahan Data
Kegiatan dalam proses pengolahan data meliputi editing, coding,
entry, cleaning, dan tabulating (Notoadmodjo, 2012).
1. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan, kejelasan makna jawaban,
konsistensi maupun kesalahan antar jawaban pada kuesioner.
2. Coding, yaitu memberikan kode-kode untuk memudahkan proses
pengolahan data.
51
No Variabel Coding Data
1 Pemilahan Sampah 1= buruk
2= baik
(Permen Pekerjaan Umum RI, 2013)
2 Pengumpulan Sampah 1= buruk
2= baik
(Permen Pekerjaan Umum RI, 2013)
3 Pengangkutan Sampah 1= buruk
2= baik
(Permen Pekerjaan Umum RI, 2013)
4 Kepadatan Lalat 1= tinggi
2= tidak tinggi
(Depkes RI, 1992)
3. Entry, memasukkan data untuk diolah menggunakan computer.
4. Cleaning, mengecek kembali data yang sudah dimasukkan untuk
melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode,
kelengkapan, dan sebagainya kemudian dilakukan pembetulan atau
koreksi.
5. Tabulating, yang mengelompokkan data sesuai variabel yang akan
diteliti guna memudahkan analisis data.
4.9 Analisis Data
4.9.1 Analisis Univariat
Penelitian analisis univariat adalah analisis yang dilakukan
menganalisis tiap variabel yang dilakukan menganalisis tiap variabel dari
hasil penelitian (Notoadmodjo, 2005). Analisis univariat berfungsi untuk
Tabel 4.5 Coding Data Variabel Hubungan Pengelolaan Sampah dengan
Kepadatan Lalat di TPS
52
meringkas kumpulan data hasil pengukuran sedemikian rupa sehingga
kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi yang berguna, dan
pengolahan datanya hanya satu variabel saja, sehingga dinamakan
univariat (Sujarweni, 2014). Analisis yang dilakukan pada penelitian ini
adalah menggambarkan masing-masing variabel, baik variabel bebas
berupa pemilahan sampah, pengumpulan sampah, pengangkutan sampah
dan variabel terikat berupa kepadatan lalat.
4.9.2 Analisis Bivariat
Penelitian analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan lebih dari
dua variabel (Notoadmodjo, 2005). Analisis bivariat ini dilakukan dengan
menggunakan uji untuk mengetahui hubungan yang signifikan antar
masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat.
Terdapat uji parametrik dan non parametrik pada analisis bivariat
(Saryono, 2013). Syarat uji chi square adalah :
a) Sampel dipilih secara acak
b) Semua pengamatan dilakukan dengan independen
c) Setiap sel paling sedikit berisi frekuensi harapan sebesar 1. Sel-sel
dengan frekuensi harapan kurang dari 5 tidak melebihi 20% dari total
sel.
Uji altrernatif dari uji chi-square adalah uji fisher exact untuk tabel
2x2 dengan ketentuan sampel kurang atau sama dengan 40 dan terdapat
sel yang nilai harapan (E) kurang dari 5.
53
Penentuan pemeriksaan hipotesis penelitian berdasarkan tingkat
signifikansi (p-value) yang diperoleh dari uji chi-square, yaitu :
a) Jika nilai sig p > 0,05 maka hipotesis penelitian (Ho) diterima dan
(Ha) ditolak berarti tidak ada hubungan.
b) Jika nilai sig p ≤ 0,05 maka hipotesis penelitian (Ha) diterima dan
(Ho) ditolak berarti ada hubungan.
c) 95% CI tidak melewati angka 1 artinya berhubungan, 95% CI
melewati angka 1 artinya tidak berhubungan.
Syarat rasio prevalens, sebagai berikut :
a) RP (Rasio prevalens) < 1, artinya ada hubungan namun varibel
tersebut tidak menjadi faktor resiko.
b) RP (Rasio prevalens) > 1, artinya ada hubungan dan variabel tersebut
menjadi faktor resiko.
c) RP (Rasio prevalens) = 1, artinya variabel bebas tersebut tidak
menjadi faktor resiko.
4.10 Etika Penelitian
Kode etik penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk
setiap kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang
diteliti (subjek penelitian) dan masyarakat yang akan memperoleh dam pak
hasil penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2012).
54
a. Lembar persetujuan (Informed Consent)
Responden bersedia diteliti,setelah diberikan lembar permintaan
menjadi responden harus mencantumkan tanda tangan. Jika responden
menolak untuk diteliti maka peneliti tidak boleh memaksa dan tetap
menghormati hak-hak responden (Notoatmodjo, 2012).
b. Tanpa nama (Anonymity)
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan
nama responden. Peneliti hanya mencantumkan nama inisial responden.
Subyek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan
harus dirahasiakan, sehingga tidak perlu mencantumkan nama identitas
subyek (Nursalam, 2011).
c. Kerahasiaan (Confidentiality)
Subyek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan
harus dirahasiakan.Kerahasiaan responden dan informasi yang telah
dikumpulkan dijamin oleh peneliti.Data tersebut hanya disajikan dan
dilaporkan kepada beberapa kelompok yang berhubungan dengan
penelitian (Nursalam, 2011).
55
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum
Letak geografis Kota Madiun adalah bagian barat wilayah provinsi
Jawa Timur, merupakan dataran rendah, terletak antara 7-8 derajat Lintang
Selatan atau sepanjang 7,5 km bentang arah utara selatan dan 111-112 derajat
Bujur Timur atau sepanjang 6 km bentang arah barat. Letak Kota Madiun
berada pada daratan dengan ketinggian hingga 67 meter dari permukaan laut.
Daratan dengan ketinggian 63 meter dari permukaan air laut terletak di
tengah, sedangkan daratan dengan ketinggian 67 meter dari permukaan air
laut terletak di sebelah selatan.
Secara administrasi wilayah Kota Madiun berbatasan langsung dengan
wilayah Kabupaten Madiun dan Magetan dengan batas-batas sebagai berikut:
a. Sebelah Utara : Kecamatan Madiun, Kabupaten Madiun
b. Sebelah Timur : Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun
c. Sebelah Selatan : Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun
d. Sebelah Barat : Kecamatan Jiwan, Kabupaten Madiun
Luas wilayah Kota Madiun adalah 33,23 Km2 dibagi menjadi 3 wilayah
kecamatan, masing-masing kecamatan terdiri dari 9 kelurahan.
56
Gambar 5.1 Peta Kota Madiun
Sumber : Profil Kesehatan Kota Madiun Tahun 2016
Untuk tempat penelitian adalah Tempat Penampungan Sementara (TPS)
yang berada di Kota Madiun. Kota Madiun sendiri memiliki TPS di 3 wilayah
kecamatan yang berjumlah 40, Kecamatan Manguharjo 15 TPS, Kecamatan
Taman 12 TPS dan Kecamatan Kartoharjo 13 TPS. Untuk Kecamatan
Manguharjo memiliki 9 Kelurahan, Kecamatan Taman memiliki 9 Kelurahan
dan Kecamatan Kartoharjo memiliki 9 Kelurahan. Dalam hal ini dari 40 TPS
yang dimiliki Kota Madiun sudah tersebar secara merata disetiap Kelurahan
dan ada sebagian Kelurahan yang memiliki TPS lebih dari 1.
5.2 Hasil Penelitian
Analisis dilakukan dalam dua tahap yaitu analisis univariat untuk
mengetahui distribusi frekuensi masing-masing variabel, baik variabel bebas
maupun variabel terikat. Kemudian dilanjutkan dengan analisis bivariat untuk
mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.
57
1. Analisa Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari
variabel atau besarnya proporsi masing-masing variabel yang diteliti.
a. Jumlah TPS Kota Madiun
Jumlah TPS di Kota Madiun berdasarkan wilayah kecamatan.
Tabel 5.1 Jumlah TPS Kota Madiun
Kecamatan Frekuensi Persentase (%)
Manguharjo
Taman
Kartoharjo
15
12
13
37,5
30,0
32,5
Jumlah 40 100,0
Sumber: Data Dinas Lingkungan Hidup Kota Madiun
Berdasarkan tabel 5.1 untuk kecamatan yang memiliki jumlah
TPS terbanyak adalah Kecamatan Manguharjo 15 Tempat
Penampungan Sementara (37,5%) yang tersebar di 9 Kelurahan.
b. Pemilahan Sampah
Gambaran mengenai pemilahan sampah di Tempat
Penampungan Sementara Kota Madiun diperoleh dari hasil kuesioner
terhadap responden. Adapun hasil yang diperoleh mengenai
pemilahan sampah dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut ini :
Tabel 5.2 Gambaran Pemilahan Sampah di TPS Kota Madiun
Pemilahan Sampah Frekuensi Persentase (%)
Buruk
Baik
29
11
72,5
27,5
Total 40 100,0
Sumber: Data Primer & Hasil Penelitian Bulan Agustus
Berdasarkan tabel 5.2 sebanyak 29 Tempat Penampungan
Sementara (72,5%) buruk dalam melakukan pemilahan sampah.
58
c. Pengumpulan Sampah
Gambaran mengenai pengumpulan sampah di Tempat
Penampungan Sementara Kota Madiun diperoleh dari hasil kuesioner
dan hasil observasi. Adapun hasil yang diperoleh mengenai
pengumpulan sampah dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut ini :
Tabel 5.3 Gambaran Pengumpulan Sampah di TPS Kota Madiun
Pengumpulan
Sampah
Frekuensi Persentase (%)
Buruk
Baik
27
13
67,5
32,5
Total 40 100,0
Sumber: Data Primer & Hasil Penelitian Bulan Agustus
Berdasarkan tabel 5.3 sebanyak 27 Tempat Penampungan
Sementara (67,5%) buruk dalam melakukan pengumpulan sampah.
d. Pengangkutan Sampah
Gambaran mengenai pengangkutan sampah di Tempat
Penampungan Sementara Kota Madiun diperoleh dari hasil kuesioner.
Adapun hasil yang diperoleh mengenai pengangkutan sampah dapat
dilihat pada tabel 5.4 berikut ini :
Tabel 5.4 Gambaran Pengangkutan Sampah di TPS Kota Madiun
Pengangkutan
Sampah
Frekuensi Persentase (%)
Buruk
Baik
26
14
65,0
35,0
Total 40 100,0
Sumber: Data Primer & Hasil Penelitian Bulan Agustus
Berdasarkan tabel 5.4 sebanyak 26 Tempat Penampungan
Sementara (65%) buruk dalam melakukan pengangkutan sampah.
59
e. Tingkat Kepadatan Lalat
Gambaran mengenai tingkat kepadatan lalat di Tempat
Penampungan Sementara Kota Madiun diperoleh dari hasil observasi.
Adapun hasil yang diperoleh mengenai tingkat kepadatan lalat dapat
dilihat pada tabel 5.5 berikut ini :
Tabel 5.5 Gambaran Tingkat Kepadatan Lalat di TPS Kota Madiun
Tingkat Kepadatan
Lalat
Frekuensi Persentase (%)
Tinggi 22 55,0
Tidak tinggi 18 45,0
Total 40 100,0
Sumber: Data Primer & Hasil Penelitian Bulan Agustus
Berdasarkan tabel 5.5 sebanyak 22 Tempat Penampungan
Sementara (55%) tingkat kepadatan lalat tinggi.
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat merupakan lanjutan dari analisis univariat. Hasil
penelitian dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara variabel
bebas dan variabel terikat dan besarnya nilai ratio prevalens, dengan uji
satatistik yang disesuaikan dengan skala data yang ada. Uji statistik yang
digunakan Chi-Square dan penentuan Ratio Prevalens (RP) dengan taraf
kepercayaan (CI) 95 % dan tingkat kemaknaan 0,05. Berikut adalah hasil
analisis bivariat dibawah ini:
60
a. Hubungan Pemilahan Sampah dengan Tingkat Kepadatan Lalat di
Tempat Penampungan Sementara Kota Madiun
Hasil penelitian mengenai hubungan pemilahan sampah dengan
tingkat kepadatan lalat di Tempat Penampungan Sementara Kota
Madiun sebagai berikut :
Tabel 5.6 Hubungan Pemilahan Sampah dengan Tingkat Kepadatan Lalat
Sumber: Data Primer & Hasil Penelitian Bulan Agustus
Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa tingkat kepadatan lalat
yang tinggi pada pemilahan sampah yang buruk sebanyak 20 TPS
(69%). Tingkat kepadatan lalat yang tinggi pada pemilahan sampah
yang baik sebanyak 2 TPS (18,2%). Jadi proporsi kepadatan lalat yang
tinggi lebih besar pada pemilahan sampah yang buruk dari pada
pemilahan sampah yang baik.
Secara statistik pada uji Fisher Exact dapat dikatakan bahwa
terdapat hubungan antara pemilahan sampah dengan kepadatan lalat
dengan nilai p=0,005. Hasil perhitungan risiko didapatkan RP= 3,7
(95% CI 1,058-13,604) yang berarti bahwa pemilhan sampah yang
buruk mempunyai risiko 3,7 kali mengakibatkan kepadatan lalat yang
tinggi dari pada pemilahan sampah yang baik.
Pemilahan
Sampah
Tingkat Kepadatan Lalat
N
%
P-Value
RP (95%CI) Tinggi Tidak Tinggi
N % N %
Buruk 20 69,0 9 31,0 29 100,0 0,006 3,793
(1,058-13,604) Baik 2 18,2 9 81,8 11 100,0
61
b. Hubungan Pengumpulan Sampah dengan Tingkat Kepadatan Lalat di
Tempat Penampungan Sementara Kota Madiun
Hasil penelitian mengenai hubungan pengumpulan sampah
dengan tingkat kepadatan lalat di Tempat Penampungan Sementara
Kota Madiun sebagai berikut :
Tabel 5.7 Hubungan Pengumpulan Sampah dengan Tingkat Kepadatan
Lalat
Sumber: Data Primer & Hasil Penelitian Bulan Agustus
Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa tingkat kepadatan lalat
yang tinggi pada pengumpulan sampah yang buruk sebanyak 19 TPS
(70,4%). Tingkat kepadatan lalat yang tinggi pada pengumpulan
sampah yang baik sebanyak 3 TPS (23,1%). Jadi proporsi tingkat
kepadatan lalat yang tinggi lebih besar pada pengumpulan sampah
yang buruk dari pada pengumpulan sampah yang baik.
Secara statistik pada uji Chi-Square dapat dikatakan bahwa
terdapat hubungan antara pengumpulan sampah dengan tingkat
kepadatan lalat dengan nilai p=0,013. Hasil perhitungan risiko
didapatkan RP= 3,4 (95% CI 1,097-8,475) yang berarti bahwa
pengumpulan sampah yang buruk mempunyai risiko 3,4 kali
Pengumpulan
Sampah
Tingkat Kepadatan Lalat
N
%
P-Value
RP (95%CI) Tinggi Tidak
Tinggi
N % N %
Buruk 19 70,4 8 29,6 27 100,0 0,013 3,049
(1,097-8,475)
Baik 3 23,1 10 76,9 13 100,0
62
mengakibatkan kepadatan lalat yang tinggi dari pada pengumpulan
sampah yang baik.
c. Hubungan Pengangkutan Sampah dengan Tingkat Kepadatan Lalat di
Tempat Penampungan Sementara Kota Madiun
Hasil penelitian mengenai hubungan pengangkutan sampah
dengan tingkat kepadatan lalat di Tempat Penampungan Sementara
Kota Madiun sebagai berikut :
Tabel 5.8 Hubungan Pengangkutan Sampah dengan Tingkat Kepadatan
Lalat
Sumber: Data Primer & Hasil Penelitian Bulan Agustus
Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa tingkat kepadatan lalat
yang tinggi pada pengangkutan sampah yang buruk sebanyak 18 TPS
(69,2%). Tingkat kepadatan lalat yang tinggi pada pengangkutan
sampah yang baik sebanyak 4 TPS (28,6%). Jadi proporsi tingkat
kepadatan lalat yang tinggi lebih besar pada pengangkutan sampah
yang buruk dari pada pengangkutan sampah yang baik.
Secara statistik pada uji Chi-Square dapat dikatakan bahwa
terdapat hubungan antara pengangkutan sampah dengan tingkat
kepadatan lalat dengan nilai p=0,033. Hasil perhitungan risiko
Pengangkutan
Sampah
Tingkat Kepadatan Lalat
Total
%
P-Value
RP (95%CI) Tinggi Tidak
Tinggi
N % N %
Buruk 18 69,2 8 30,8 26 100,0 0,033 2,423
(1,018-5,766)
Baik 4 28,6 10 71,4 14 100,0
63
didapatkan RP= 2,4 (95% CI 1,018-5,766) yang berarti bahwa
pengangkutan sampah yang buruk mempunyai risiko 2,4 kali
mengakibatkan kepadatan lalat yang tinggi dari pada pengangkutan
sampah yang baik.
5.3 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian untuk jumlah Tempat Penampungan
Sementara Kota Madiun memiliki 40 TPS yang tersebar di 3 wilayah
kecamatan Kota Madiun. Untuk Kota Madiun memiliki 27 Kelurahan yang
disetiap Kelurahan tersebut memiliki TPS masing-masing.
Tempat penampungan sampah sementara (TPS) adalah tempat sebelum
sampah diangkut dan dikumpulkan untuk sementara waktu sampai diangkut
ke tempat pembuangan akhir sampah (UU No.18 Tahun 2008)
Sedangkan saat melakukan survei pendahuluan data awal untuk TPS di
Kota Madiun berjumlah 39, berdasarkan hasil penelitian ternyata untuk
jumlah TPS di Kota Madiun bertambah menjadi 40 TPS.
5.3.1 Kepadatan Lalat
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar TPS
di Kota Madiun memiliki kepadatan lalat tinggi 55% dan kepadatan lalat
kategori tidak tinggi 45%. Lalat dapat masuk ke pemukiman karena jarak
terbang lalat yang sangat jauh. Jarak terbang lalat sangat bervariasi
tergantung dari kecepatan angin temperature, kelembapan dan lain-lain
(Suyono dan Budiman, 2012).
64
Lalat banyak terdapat di berbagai habitat, misalnya air, pasir,
tumbuhan, dibawah kulit kayu, batu dan binatang. Salah satu habitat lalat
yang cukup banyak adalah di tempat pembuangan sampah. Hal ini
berhubungan dengan insting dan bionomik lalat memilih tempat-tempat
yang kelak secara langsung dijadikan sumber makanan bagi larva setelah
menetas dari telur, yang semuanya dapat ditemukan pada sampah (Adnyana
dalam Masyhuda dkk, 2017).
Berdasarkan hasil dari observasi untuk TPS yang memiliki tingkat
kepadatan lalat yang tinggi penyebabnya adalah masih banyaknya timbulan
sampah yang berada di luar bak kontainer sampah, hal ini terjadi karena
masih banyaknya masyarakat yang hanya melempar sampahnya begitu saja
di area TPS dan akan terjadi timbulan sampah dimana ini menjadi sasaran
lalat untuk mencari makanan. Untuk TPS yang memiliki tingkat kepadatan
lalat yang tidak tinggi karena dalam pengumpulan sampah petugas TPS
menyiapkan bak sampah tambahan untuk mengantisipasi apabila frekuensi
sampah melebihi dari bak kontainer agar tidak terjadi timbulan sampah.
5.3.2 Pemilahan Sampah
Berdasarkan hasil penelitian pemilahan sampah di 40 Tempat
Penampungan Sementara sebanyak 29 TPS (72,5%) buruk dalam
melakukan pemilahan sampah dan 11 TPS (27,5%) baik dalam pemilahan
sampah.
65
Menurut Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan
sampah kegiatan penanganan sampah dalam hal ini pemilahan sampah,
pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai
dengan jenis, jumlah dan sifat sampah.
Menurut dari hasil kuesioner, TPS yang tidak melakukan pemilahan
sampah karena tidak adanya petugas khusus yang ditugaskan sebagai
petugas pemilahan sampah di TPS tersebut dan untuk pemilahan yang baik
dikarenakan ada dari sebagian TPS tersebut yang melakukan pengolahan
sampah menjadi pupuk organik, untuk di TPS Kota Madiun ada 2 macam
pemilahan sampah yang dilakukan yaitu pemilahan sampah organik dan
pemilahan sampah anorganik seperti botol plastik yang sebagian dikelola
oleh pemulung sebagai sampah ekonomis.
5.3.3 Pengumpulan Sampah
Berdasarkan hasil penelitian pengumpulan sampah di 40 Tempat
Penampungan Sementara sebanyak 27 TPS (67,5%) buruk dalam
melakukan pengumpulan sampah dan 13 TPS (32,5) baik dalam
pengumpulan sampah.
Menurut Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan
sampah kegiatan penanganan sampah dalam hal ini pengumpulan sampah,
pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari
sumber sampah ke tempat penampung sementara atau tempat pengolahan
66
terpadu, dalam pengumpulan di tempat pengumpul sampah harus
tertampung pada bak kontainer yang telah disediakan.
Hal ini dapat terjadi dikarenakan bukan sepenuhnya salah dari pihak
petugas TPS akan tetapi masyarakat sekitar juga berpengaruh besar dalam
pengumpulan sampah ini. Masih banyak juga masyarakat sekitar yang
hanya melempar saja ke TPS padahal petugas TPS sudah melakukan
pengumpulan dengan baik. Selain petugas TPS yang perlu melakukan
peningkatan dalam pengumpulan sampah perlu juga merubah perilaku
masyarakat yang hanya melempar sampahnya ke TPS tanpa dimasukkan ke
bak sampah. Untuk yang melakukan pengumpulan secara baik hal ini
didukung dengan cara menyiapkan cadangan bak kontainer untuk
menampung apabila frekuensi sampah yang melebihi dari kapasitas bak
kontainer.
5.3.4 Pengangkutan Sampah
Berdasarkan hasil penelitian pengangkutan sampah di 40 Tempat
Penampungan Sementara sebanyak 26 TPS (65%) buruk dalam melakukan
pengangkutan sampah dan 14 TPS (35%) baik dalam pengangkutan sampah.
Menurut Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan
sampah kegiatan penanganan sampah dalam hal ini pengangkutan sampah,
pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari
tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan
67
sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir, dalam pelaksanaan
untuk jadwal pengangkutan harus sesuai.
Dalam hal ini semua TPS mempunyai jadwal pengangkutan sampah
dari TPS ke TPA dan jadwal tersebut sudah sesuai dengan yang telah
ditentukan, akan tetapi masih banyak TPS dikatakan buruk dalam
pengangkutan sampah ini dikarenakan dalam pengangkutan sampah
terkadang masih banyak jumlah sampah yang masih tertinggal di TPS,
karena jumlah sampah tidak sesuai dengan bak angkut yang telah
disediakan. Untuk pengangkutan yang baik apabila masih ada frekuensi
sampah yang tidak dapat diangkut semua ke TPA maka akan dilakukan
dengan menambah bak kontainer sebagai tempat sementara sampah yang
masih tertinggal.
5.3.5 Hubungan Pemilahan Sampah dengan Tingkat Kepadatan Lalat di
Tempat Penampungan Sementara
Berdasarkan uji Fisher Exact dengan P-Value 0,006 < 0,05 yang
artinya ada hubungan antara pemilahan sampah dengan tingkat kepadatan
lalat di Tempat Penampungan Sementara Kota Madiun. Dengan nilai RP =
3,793 (95% CI = 1,058-13,604).
Menurut peraturan menteri pekerjaan umum nomor 03/PRT/M/2013
tentang penyelenggaraan prasarana dan sarana persampahan dalam
penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga, sampah yang terurai yang berasal dari tumbuhan, hewan, dan
68
bagian-bagiannya yang dapat terurai oleh makhluk hidup lainnya seperti
sampah makanan dan serasah. Sampah yang dapat digunakan kembali
merupakan sampah yang dapat dimanfaatkan kembali tanpa melalui proses
pengolahan antara lain kertas, kardus, botol minuman, kaleng. Sampah yang
dapat di daur ulang merupakan sampah yang dapat dimanfaatkan kembali
setelah melalui proses pengolahan antara lain sisa kain, plastik, kertas, dan
kaca.
Hal tersebut sejalan dengan penelitian Merylanca Manalu (2012),
yang berjudul hubungan tingkat kepadatan lalat dengan kejadian diare pada
balita yang bermukim di sekitar TPA Sampah Namo Bintang. Tingkat
kepadatan yang tinggi dapat disebabkan karena dalam pengelolaan sampah
yang cenderung kurang memperhatikan dari segi pemilahan sampah, karena
sampah tidak dipilah maka akan terjadi tercampurnya sampah dan akan
terjadi pembusukan dimana hal ini akan mengundang lalat untuk mencari
makanan.
Berdasarkan hasil penelitian dilapangan untuk pemilahan sampah
yang buruk dan tingkat kepadatan tidak tinggi adalah 9 TPS (31%) dalam
hal ini ada juga disaat peneliti mengukur tingkat kepadatan saat itu jumlah
frekuensi sampah yang ada masih sedikit dikarenakan telah dilakukan
pengangkutan dari TPS menuju ke TPA, dan untuk pemilahan sampah yang
baik dan tingkat kepadatan lalat yang tinggi adalah 2 TPS (18,2%)
berdasarkan survei lapanganhal ini dapat terjadi dikarenakan di Kota
Madiun memiliki 2 TPST yang dimana TPST tersebut melakukan
69
pemilahan sampah organik yang kemudian dijadikan pupuk dan ada
melakukan pemilahan sampah yang bernilai ekonomi seperti botol plastik ,
bau tidak sedap dan tekstur yang cenderung basah ini yang mungkin saja
mengundang lalat untuk mencari makanan.
5.3.6 Hubungan Pengumpulan Sampah dengan Tingkat Kepadatan Lalat di
Tempat Penampungan Sementara
Berdasarkan uji Chi-Square yang sudah dilakukan koreksi (continuity
correction) dengan P-Value 0,013 < 0,05 yang artinya ada hubungan antara
pengangkutan sampah dengan tingkat kepadatan lalat di Tempat
Penampungan Sementara Kota Madiun. Dengan nilai RP = 3,049 (95% CI =
1,097-8,475).
Menurut peraturan menteri pekerjaan umum nomor 03/PRT/M/2013
tentang penyelenggaraan prasarana dan sarana persampahan dalam
penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga, pengumpulan sampah tidak boleh dicampur kembali setelah
dilakukan pemilahan dan pengumpulan. Pengumpulan atas jenis sampah
yang dipilah meliputi pengaturan jadwal pengumpul sesuai dengan jenis
sampah terpilah dan sumber sampah, penyediaan sarana pengumpul sampah
terpilah.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Ezra Nur Afrilia (2017)
mengenai hubungan kondisi rumah dan tingkat kepadatan lalat di sekitar
TPA sampah. Hasil bahwa kondisi sarana pembuangan sampah yang tidak
70
kedap air dan tidak tertutup dapat mengakibatkan tingkat kepadatan lalat
yang tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian dilapangan untuk pengumpulan sampah
yang buruk dan memiliki tingkat kepadatan yang tidak tinggi adalah 8 TPS
(29,6%) hal ini dapat terjadi karena ada sebagian dari petugas TPS yang
melakukan pengumpulan sampah terpilah seperti botol plastik yang dimana
dapat dijual lagi kepada tukang loak, karena itu timbulan sampah di TPS
tidak terlalu banyak frekuensinya dan tidak mengundang lalat dikarenakan
tidak ada sampah yang tercecer. Untuk pengumpulan sampah yang baik dan
tingkat kepadatan lalat tinggi adalah 3 TPS (23,1%) pada saat peneliti
melakukan penyebaran kuesioner disini peneliti juga mencoba mengali
kenapa hal ini bisa terjadi dari sebagian responden mengatakan hal ini bisa
saja terjadi di TPS manapun karena banyak masyarakat sekitar yang masih
kurang sadar tentang membuang sampah pada tempatnya, dimana banyak
juga masyarakat yang hanya melempar sampah di TPS begitu saja tanpa
dimasukkan pada bak kontainer.
5.3.7 Hubungan Pengangkutan Sampah dengan Tingkat Kepadatan Lalat di
Tempat Penampungan Sementara
Berdasarkan uji Chi-Square yang sudah dilakukan koreksi (continuity
correction) dengan P-Value 0,033 < 0,05 yang artinya ada hubungan antara
pemilahan sampah dengan tingkat kepadatan lalat di Tempat Penampungan
Sementara Kota Madiun. Dengan nilai RP = 2,432 (95% CI = 1,018-5,766).
71
Menurut peraturan menteri pekerjaan umum nomor 03/PRT/M/2013
tentang penyelenggaraan prasarana dan sarana persampahan dalam
penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga, pengangkutan sampah dari TPS ke TPA tidak boleh dicampur
kembali setelah dilakukan pemilahan dan pewadahan. Pengangkutan
sampah dilaksanakan dengan ketentuan memaksimalkan kapasitas
kendaraan angkut yang digunakan, rute pengangkutan sependek mungkin
dan dengan hambatan sekecil mungkin, frekuensi pengangkutan dari TPS
dilakukan sesuai dengan jumlah sampah yang ada.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Ismawati (2015) mengenai
hubungan kepadatan lalat, jarak permukiman dan sarana pembuangan
sampah. Hasil penelitian perbaikan sanitasi dilakukan terutama pada
permasalahan sampah yang tidak boleh dibiarkan menumpuk.
Berdasarkan hasil penelitian dilapangan untuk pengangkutan sampah
yang buruk dan tingkat kepadatan lalatnya tidak tinggi adalah 8 TPS
(30,8%) hal ini dapat terjadi terkadang dari jadwal pengangkutan sampah
ada juga yang tidak sesuai atau terkadang telat dalam pengangkutan sampah,
akan tetapi hal yang menyebabkan tingkat kepadatan tidak tinggi adalah
petugas TPS menyiapkan bak kontainer tambahan agar frekuensi sampah
dapat tertampung semua. Untuk pengangkutan sampah yang baik dan
tingkat kepadatan yang tinggi adalah 4 TPS (28,6%) hal ini dapat terjadi
karena dampak dari perilaku masyarakat yang hanya melempar sampahnya
begitu saja, berdasarkan dari hasil wawancara ternyata faktor yang jauh dari
72
keramaian juga sangat mendukung dan untuk jadwal pengangkutan yang
telah ditetapkan oleh DLH diambil pukul 6 pagi dan pukul 3 sore.
73
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 40 Tempat
Penampungan Sementara Kota Madiun diketahui bahwa :
1. Masih banyak Tempat Penampungan Sementara di Kota Madiun yang
buruk dalam melakukan pemilahan sampah (72,5%).
2. Masih banyak Tempat Penampungan Sementara di Kota Madiun yang
buruk dalam melakukan pengumpulan sampah (67,5%).
3. Masih banyak Tempat Penampungan Sementara di Kota Madiun yang
buruk dalam melakukan pengangkutan sampah (65,0%).
4. Tingkat kepadatan lalat di Tempat Penampungan Sementara Kota Madiun
sebagian besar masih dalam kategori tinggi (55,0%).
5. Ada hubungan antara pemilahan sampah dengan tingkat kepadatan lalat di
Tempat Penampungan Sementara Kota Madiun.
6. Ada hubungan antara pengumpulan sampah dengan tingkat kepadatan
lalat di Tempat Penampungan Sementara Kota Madiun.
7. Ada hubungan antara pengangkutan sampah dengan tingkat kepadatan
lalat di Tempat Penampungan Sementara Kota Madiun.
74
6.2 Saran
1. Bagi Dinas Lingkungan Hidup
Melakukan evaluasi tentang pengelolaan sampah di TPS, dalam hal
ini yang perlu ditingkatkan dalam segi pemilahan sampah, pengumpulan
sampah, pengangkutan sampah. Hal yang perlu diperhatikan adalah dalam
pemilahan sampah, sebaiknya dilakukan pemilahan sampah organik dan
anorganik untuk mengurangi tingkat kepadatan lalat dan mengurangi bau
yang diakibatkan dari membusuknya sampah dengan cara menutup bak
kontainer, selain itu perlu juga sarana pengumpul sampah terpilah agar
tidak tercampur kembali sampah yang sudah dilakukan pemilahan. Selain
itu pihak dari DLH perlu juga memberikan tanda himbauan di TPS untuk
membuang sampahnya di dalam bak kontainer dan diberikan wawasan
untuk masyarakat sekitar TPS tentang cara pembuangan sampah yang
baik untuk mewujudkan lingkungan yang sehat.
2. Bagi Peneliti Lain
Diharapkan peneliti selanjutnya untuk menambahkan variabel
seperti pengolahan sampah yang memanfaatkan hasil dari sampah organik
yang telah terpilah menjadi pupuk.
75
DAFTAR PUSTAKA
Andriani. 2007. Pemberantasan Serangga dan Penyebab Penyakit Tanaman Liar
dan Penggunaan Pestisida. Proyek Pembangunan Pendidikan Sanitasi
Pusat. Pusdiknas Depkes RI.
Annisa Muthainna Kasino. 2016. Hubungan Antara Sanitasi Dasar Dengan
Tingkat Kepadatan Lalat di Rumah Makan Pasar Tuminting Kota
Manado. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi.
Azwar, A. 1995. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara
Sumber Widya.
Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC.
Damanhuri, Enri. 2010. Pengelolaan Sampah. Bandung: Diktat Kuliah Teknik
Lingkungan.
Depkes RI. 1987. Pedoman Bidang Studi Pembuangan Sampah. Jakarta: Depkes
Pudiknakes Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Sanitasi Pusat.
Depkes RI. 1992. Petunjuk Teknis tentang Pemberantasan Lalat. Jakarta: Ditjen
PPM & PLP.
Ezra Nur Afrilia, Bambang Wispriyono. 2017. Hubungan Kondisi Rumah dan
Kepadatan Lalat di Sekitar TPA Sampah. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia. Volume 11.
Fidiawati, Linda. 2009. Pengelolaan Sampah di TPA Sampah Kabupaten
Jombang dan Kesehatan Lingkungan Sekitarnya. Skripsi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Surabaya.
Hariza Adnani. 2009. Perilaku Petugas Pengumpul Sampah untuk Melindungi
Dirinya Dari Penyakit Bawaan Sampah di Wilayah Patangpuluhan
Yogyakarta. Stikes Surya Global Yogyakarta.
Ismawati. 2015. Hubungan Kepadatan Lalat, Jarak Pemukiman dan Sarana
Pembuangan Sampah Dengan Kejadian Diare pada Pemukiman Sekitar
UPTD Rumah Pemotongan Hewan Kota Kendari. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Haluleo.
76
Jannah, Dewi Nur. 2006. Perbedaan Kepadatan Lalat Pada Berbagai Warna Fly
Grill di TPS Pasar Bendul Merisi, Surabaya. Skripsi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga, Surabaya.
Maryantuti. 2007. Bakteri Patogen yang Disebabkan oleh Lalat Rumah (Musca
domestica, L) di Rumah Sakit Kota Pekan Baru. Skripsi Program Studi
Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Riau, Pekan Baru.
Masyhuda, Retno Hestiningsih, Rully Rahadian. 2017. Survei Kepadatan Lalat di
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Jatibarang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat. Volume 5, nomor 4, hal 561.
Merylanca, Manalu. 2012. Hubungan Tingkat Kepadatan Lalat (Musca
domestica) Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita di Pemukiman
Sekitar TPA Sampah Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten
Deli Serdang. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara. Volume 2, nomor 1 (2013).
Mukono. 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Airlangga
University Press.
Najmulnir, Nandang. 2000. Model Pendugaan Umur Pemanfaatan Tempat
Pembuangan Akhir Sampah Bantargebang Kota Bekasi.
Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu & Seni. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 50 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu
Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor dan
Binatang Pembawa Penyakit Serta Pengendaliannya. Jakarta: MenKes RI.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum RI No.03 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan Dalam
77
Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga. Jakarta: Menteri Pekerjaan Umum RI.
Saryono. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendikia.
Sitanggang, Totianto. 2001. Studi Potensi Lalat Sebagai Vektor Mekanik Cacing
Parasit Melalui Pemeriksaan Eksternal. Skripsi Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Alfabeta.
Suyono, Budiman. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Dalam Konteks Kesehatan
Lingkungan. Jakarta: EGC.
Slamet JS. 2011. Kesehatan Lingkungan. 8th ed. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press; 178-185 p.
SNI 03-3242-1994 tentang Pengelolaan Sampah di Permukiman.
SNI 19-3964-1994 tentang Metode pengambilan dan pengukuran contoh timbulan
dan komposisi sampah perkotaan.
Sujarweni, V.Wiratna. 2012. Metode Penelitian Keperawatan. Yogyakarta: Gava
Medika.
Timmreck, Thomas. 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar Edisi 2. Jakarta:
Kedokteran EGC.
Tri Wijayanti. 2008. Serba Serbi Vektor. Staf Loka Litbang P2B2 Banjarnegara.
Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Jakarta:
Presiden RI.
Wahab, Abdul. 2011. Pengelolaan dan Rekayasa Biosistem untuk Mengatasi
Masalah.
Widyamoko, H & Moerdjoko, S. 2002. Menghindari Mengeloh dan
Menyingkirkan Sampah. Jakarta: Abd Tandur.
Wijayanti. 2009. Hubungan Kepadatan Lalat dengan Kejadian Diare pada Balita
yang bermukim di sekitar TPA Bantar Gerbang. Program Sarjana
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.
78
Yudhastuti Ririh. 2011. Pengendalian Vektor dan Rodent. Surabaya: Pustaka
Melati.
LEMBAR KUESIONER
Kode TPS : .................................
Nama TPS : .................................
Pengelola TPS : .................................
Kecamatan : .................................
A. Pemilahan Sampah
1. Apakah di TPS ini dilakukan pemilahan sampah?
a. Ya b. Tidak
2. Metode pemilahan apakah yang digunakan pada TPS ini?
a. Pemilahan organik dan anorganik b. 3R
3. Kenapa tidak dilakukan pemilahan sampah pada TPS ini (bila tidak
melakukan pemilahan sampah)?
...................................................................................................................
...................................................................................................................
B. Pengumpulan Sampah
1. Apakah ada jadwal pengumpulan sampah pada TPS ini?
a. Ya b. Tidak
2. Apakah pengaturan jadwal pengumpulan sesuai dengan jenis sampah
terpilah dan sumber sampah?
a. Ya b. Tidak
Lampiran 1
C. Pengangkutan Sampah
1. Apakah dalam pengangkutan kapasitas kendaraan angkut memenuhi
dalam rute pengangkutan dan dengan hambatan sekecil mungkin?
a. Ya b. Tidak
2. Apakah ada jadwal pengangkutan dari TPS ke TPA?
a. Ya b. Tidak
3. Apakah sudah sesuai jadwal pengangkutan dengan pelaksanaan di
TPS?
a. Ya b. Tidak
4. Apakah frekuensi pengangkutan dari TPS ke TPA dilakukan sesuai
dengan jumlah sampah yang ada?
a. Ya b. Tidak
Lembar Observasi
Kode TPS : .............
A. Pengumpulan Sampah
No Pengumpulan Sampah Ya Tidak
1 Pengumpulan sampah sudah sesuai dengan jenis
sampahnya
2 Sarana pengumpul sampah terpilah
B. Jumlah Kepadatan Lalat
Cara menghitung kepadatan lalat adalah jumlah lalat yang hinggap
dalam waktu 30 detik dihitung, pada setiap lokasi sedikitnya sepuluh kali
perhitungan (10 x 30 detik) dan lima perhitungan yang tertinggi di ambil
rata-ratanya (Permenkes RI, 2017).
Jumlah rata-rata
kepadatan lalat
Kategori
Tidak tinggi (≤5) Tinggi (>5)
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Dokumentasi di TPS
Lampiran 5
Gambar 1. Pengisian kuesioner untuk petugas
TPS
Gambar 2. Pengkuran kepadatan lalat di
TPS
Gambar 3. Pembagian kuesioner untuk
petugas TPS
Gambar 4. Observasi di TPS Gambar 5. Pengisian kuesioner
Output Validitas dan Reliabilitas
Correlations
p1 p2 p3 p4 p5 p6 p7 p8 Total
p1 Pearson Correlation
1 .055 .218 .218 .289 .491 .167 .491 .556*
Sig. (2-tailed) .847 .435 .435 .297 .063 .553 .063 .031
N 15 15 15 15 15 15 15 15 15
p2 Pearson Correlation
.055 1 .607* .339 .661
** .339 .600
* .339 .749
**
Sig. (2-tailed) .847 .016 .216 .007 .216 .018 .216 .001
N 15 15 15 15 15 15 15 15 15
p3 Pearson Correlation
.218 .607* 1 .732
** .189 .196 .218 -.071 .591
*
Sig. (2-tailed) .435 .016 .002 .500 .483 .435 .800 .020
N 15 15 15 15 15 15 15 15 15
p4 Pearson Correlation
.218 .339 .732** 1 .189 .196 -.055 -.071 .488
Sig. (2-tailed) .435 .216 .002
.500 .483 .847 .800 .065
N 15 15 15 15 15 15 15 15 15
p5 Pearson Correlation
.289 .661** .189 .189 1 .472 .577
* .756
** .781
**
Sig. (2-tailed) .297 .007 .500 .500 .075 .024 .001 .001
N 15 15 15 15 15 15 15 15 15
p6 Pearson Correlation
.491 .339 .196 .196 .472 1 .764** .464 .745
**
Sig. (2-tailed) .063 .216 .483 .483 .075 .001 .081 .001
N 15 15 15 15 15 15 15 15 15
p7 Pearson Correlation
.167 .600* .218 -.055 .577
* .764
** 1 .491 .713
**
Sig. (2-tailed) .553 .018 .435 .847 .024 .001 .063 .003
N 15 15 15 15 15 15 15 15 15
p8 Pearson Correlation
.491 .339 -.071 -.071 .756** .464 .491 1 .642
**
Sig. (2-tailed) .063 .216 .800 .800 .001 .081 .063 .010
N 15 15 15 15 15 15 15 15 15
total Pearson Correlation
.556* .749
** .591
* .488 .781
** .745
** .713
** .642
** 1
Sig. (2-tailed) .031 .001 .020 .065 .001 .001 .003 .010
N 15 15 15 15 15 15 15 15 15
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Lampiran 6
Output Validitas dan Reliabilitas
Correlations
p1 p2 p3 p4 p5 p6 p7 p8 Total
p1 Pearson Correlation
1 .055 .218 .218 .289 .491 .167 .491 .556*
Sig. (2-tailed) .847 .435 .435 .297 .063 .553 .063 .031
N 15 15 15 15 15 15 15 15 15
p2 Pearson Correlation
.055 1 .607* .339 .661
** .339 .600
* .339 .749
**
Sig. (2-tailed) .847 .016 .216 .007 .216 .018 .216 .001
N 15 15 15 15 15 15 15 15 15
p3 Pearson Correlation
.218 .607* 1 .732
** .189 .196 .218 -.071 .591
*
Sig. (2-tailed) .435 .016 .002 .500 .483 .435 .800 .020
N 15 15 15 15 15 15 15 15 15
p4 Pearson Correlation
.218 .339 .732** 1 .189 .196 -.055 -.071 .488
Sig. (2-tailed) .435 .216 .002
.500 .483 .847 .800 .065
N 15 15 15 15 15 15 15 15 15
p5 Pearson Correlation
.289 .661** .189 .189 1 .472 .577
* .756
** .781
**
Sig. (2-tailed) .297 .007 .500 .500 .075 .024 .001 .001
N 15 15 15 15 15 15 15 15 15
p6 Pearson Correlation
.491 .339 .196 .196 .472 1 .764** .464 .745
**
Sig. (2-tailed) .063 .216 .483 .483 .075 .001 .081 .001
N 15 15 15 15 15 15 15 15 15
p7 Pearson Correlation
.167 .600* .218 -.055 .577
* .764
** 1 .491 .713
**
Sig. (2-tailed) .553 .018 .435 .847 .024 .001 .063 .003
N 15 15 15 15 15 15 15 15 15
p8 Pearson Correlation
.491 .339 -.071 -.071 .756** .464 .491 1 .642
**
Sig. (2-tailed) .063 .216 .800 .800 .001 .081 .063 .010
N 15 15 15 15 15 15 15 15 15
total Pearson Correlation
.556* .749
** .591
* .488 .781
** .745
** .713
** .642
** 1
Sig. (2-tailed) .031 .001 .020 .065 .001 .001 .003 .010
N 15 15 15 15 15 15 15 15 15
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 15 88.2
Excludeda 2 11.8
Total 17 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.762 9
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
p1 22.73 26.067 .486 .747
p2 22.67 24.952 .701 .729
p3 22.60 25.829 .523 .743
p4 22.60 26.400 .409 .752
p5 22.47 24.981 .742 .729
p6 22.60 24.971 .698 .730
p7 22.73 25.210 .662 .733
p8 22.60 25.543 .580 .739
total 12.07 7.210 1.000 .812
OUTPUT HASIL PENELITIAN
1. Analisis Univariat a. Pemilahan Sampah
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Buruk 29 72.5 72.5 72.5
Baik 11 27.5 27.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
b. Pengumpulan Sampah
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Buruk 27 67.5 67.5 67.5
Baik 13 32.5 32.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
c. Pengangkutan Sampah
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Buruk 26 65.0 65.0 65.0
Baik 14 35.0 35.0 100.0
Total 40 100.0 100.0
d. Tingkat Kepadatan Lalat
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Tinggi 22 55.0 55.0 55.0
Tidak Tinggi 18 45.0 45.0 100.0
Total 40 100.0 100.0
Lampiran 7
2. Analisis Bivariat
a. Pemilahan Sampah dengan Kepadatan Lalat
Kepadatan_Lalat
Total Tinggi Tidak Tinggi
Pemilahan_Sampah Buruk Count 20 9 29
Expected Count 16.0 13.0 29.0
% within Pemilahan_Sampah
69.0% 31.0% 100.0%
Baik Count 2 9 11
Expected Count 6.0 5.0 11.0
% within Pemilahan_Sampah
18.2% 81.8% 100.0%
Total Count 22 18 40
Expected Count 22.0 18.0 40.0
% within Pemilahan_Sampah
55.0% 45.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 8.310a 1 .004
Continuity Correctionb 6.385 1 .012
Likelihood Ratio 8.696 1 .003
Fisher's Exact Test .006 .005
Linear-by-Linear Association
8.102 1 .004
N of Valid Casesb 40
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,95.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Pemilahan_Sampah (Buruk / Baik)
10.000 1.786 55.976
For cohort Kepadatan_Lalat = Tinggi 3.793 1.058 13.604
For cohort Kepadatan_Lalat = Tidak Tinggi
.379 .206 .698
N of Valid Cases 40
b. Pengumpulan Sampah dengan Kepadatan Lalat
Kepadatan_Lalat
Total Tinggi Tidak Tinggi
Pengumpulan_Sampah Buruk Count 19 8 27
Expected Count 14.8 12.2 27.0
% within Pengumpulan_Sampah
70.4% 29.6% 100.0%
Baik Count 3 10 13
Expected Count 7.2 5.8 13.0
% within Pengumpulan_Sampah
23.1% 76.9% 100.0%
Total Count 22 18 40
Expected Count 22.0 18.0 40.0
% within Pengumpulan_Sampah
55.0% 45.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 7.930a 1 .005
Continuity Correctionb 6.134 1 .013
Likelihood Ratio 8.190 1 .004
Fisher's Exact Test .007 .006
Linear-by-Linear Association
7.732 1 .005
N of Valid Casesb 40
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,85.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Pengumpulan_Sampah (Buruk / Baik)
7.917 1.711 36.633
For cohort Kepadatan_Lalat = Tinggi 3.049 1.097 8.475
For cohort Kepadatan_Lalat = Tidak Tinggi
.385 .200 .740
N of Valid Cases 40
c. Pengangkutan Sampah dengan Kepadatan Lalat Crosstab
Kepadatan_Lalat
Total Tinggi Tidak Tinggi
Pengangkutan_Sampah Buruk Count 18 8 26
Expected Count 14.3 11.7 26.0
% within Pengangkutan_Sampah
69.2% 30.8% 100.0%
Baik Count 4 10 14
Expected Count 7.7 6.3 14.0
% within Pengangkutan_Sampah
28.6% 71.4% 100.0%
Total Count 22 18 40
Expected Count 22.0 18.0 40.0
% within Pengangkutan_Sampah
55.0% 45.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 6.078a 1 .014
Continuity Correctionb 4.547 1 .033
Likelihood Ratio 6.203 1 .013
Fisher's Exact Test .021 .016
Linear-by-Linear Association
5.926 1 .015
N of Valid Casesb 40
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,30.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Pengangkutan_Sampah (Buruk / Baik)
5.625 1.349 23.449
For cohort Kepadatan_Lalat = Tinggi 2.423 1.018 5.766
For cohort Kepadatan_Lalat = Tidak Tinggi
.431 .222 .838
N of Valid Cases 40
Lampiran 8