SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN...

75
i SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYEBAB PUTUS OBAT PASIEN TUBECULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JONGAYA MAKASSAR Oleh : DG. JIKANANG NIM. C 121 09 575 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2010

Transcript of SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN...

  • i

    SKRIPSI

    FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYEBAB

    PUTUS OBAT PASIEN TUBECULOSIS DI WILAYAH KERJA

    PUSKESMAS JONGAYA MAKASSAR

    Oleh :

    DG. JIKANANG

    NIM. C 121 09 575

    P R O G R A M S T U D I I L M U K E P E R A W A T A N

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR

    2010

  • HALAMAN PERSETUJUAN

    SKRIPSI

    “FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYEBAB

    PUTUS OBAT PASIEN TUBECULOSIS DI WILAYAH KERJA

    PUSKESMAS JONGAYA MAKASSAR”

    Proposal ini disetujui untuk diajukan pada seminar proposal

    Pembimbing I Pembimbing II

    Abd Majid, S.Kep, Ns, Sp.KMB Inchi Kurniaty Kusri, S.Kep, Ns

    Mengetahui,

    Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

    Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

    DR. Dr. Ilhamjaya A.Petellongi, M.Kes

    Nip. 195801281989031002

  • HALAMAN PENGESAHAN

    SKRIPSI

    STUDI KUALITATIF

    “FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PUTUS OBAT

    PASIEN TUBERCULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JONGAYA

    MAKASSAR“

    Diajukan Oleh :

    DG JIKANANG

    C 121 09 575

    Skripsi ini disetujui untuk diajukan pada Dewan penguji skripsi pada :

    Hari : Selasa

    Tanggal : 22 Februari 2011

    Tempat : Ruangan Rapat Bersama PSIK Unhas

    Tim Penguji :

    1. Kusrini Kadar, SKp, MN (……………………………)

    2. Meisje Utama, S.Kep, Ns, M.Kes (……………………………)

    Tim Pembimbing

    1. Abd Majid, S,Kep, Ns, M.Kep, Sp.KMB (……………………………)

    2. Inchi Kurniaty Kusri, S.Kep, Ns (……………………………)

  • ABSTRAK

    Dg. Jikanag C121009575, “FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYEBAB PUTUS OBAT PASIEN TUBERCULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

    JONGAYA MAKASSAR” yang dibimbing oleh Abd Majid dan Inchi Kurniaty Kusri. Latar belakang: Banyak faktor yang menyebabkan penderita TB paru putus obat, salah satunya

    adalah pengetahuan yang tidak cukup mengenai penyakit TB paru, cara pengobatan dan bahaya

    akibat berobat tidak adekuat, dengan pemberian obat anti tuberculosis (OAT) selama 6-8 bulan,

    melihat lamanya pengobatan TB paru, maka diperlukan kepatuhan pasien TB paru untuk teratur

    mengikuti pengobatan hingga tuntas. Pengobatan yang tidak teratur dan kobinasi obat yang tidak

    cukup menyebabkan timbulnya resistensi kuman TB paru terhadap OAT. Kondisi ini menyebabkan

    pasien harus mengulang kembali pengobatan OAT dari awal dengan biaya yang lebih mahal yang hasilnya belum tentu memuaskan.

    Metode: Jenis penelitian ini adalah kualitatif, desain penelitian ini dengan pendekatan

    fenomenologi, teknik pengambilan sampel Purposive sampling, dengan jumlah informan lima

    orang. Instrumen penelitian ini peneliti sendiri dengan memggunakan alat perekam tape recorde.

    Tujuan Penelitian: Diperolehnya pemahaman yang mendalam mengenai factor-faktor yang

    berhubungan dengan penyebab putus obat pada penderita TB pau di wilayah kerja Puskesmas

    Jongaya Makassar.

    Hasil: dalam penelitian faktor-faktor penyebab pasien tuberculosis putus obat, ini didapatkan tiga

    tema yaitu: 1). Respon pasien yang menjalani pengobatan kembali. 2). Hubungan sosial. 3) Persepsi pasien yang menjalani pengobatan kembali.

    Kesimpulan: dari lima informan semuanya tidak patuh menjalani pengobatan sebelumnya,

    sedangkan faktor eksernal terdiri dari dikungan keluarga, petugas kesehatan dan biaya, hubungan

    sosial pasien tuberculosis dengan lingkungan sekitar, teman kerja, dan hubungan dengan keluarga,

    dua informan mendapatkan perhatian dari keluarga, tiga informan dalam hubungan sosial dengan

    keluarga, lingkungan sekitar, dan teman kerja sangat baik dan tidak ada perubahan setelah pasien

    menderita penyakit tuberculosis dan persepsi pasien sebelum menjalani pengobatan kembali, tiga

    informan mengatakatan bahwa penyakitnya tambah parah, persepsi pasien setelah menjalani kembali

    pengobatan yang diunkapkan lima informan menunjukkan persepsi yang adaptif.

    Saran: bagi pasien tuberculosis, meningkatkan pengetahuan tentang dampak bagi dirinya jika tidak

    patuh minum obat, sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan. Bagi pelayanan kesehatan

    khususnya perawat lebih meningkatkan lagi pelayanan kesehatan bagi pasien tuberculosis dengan

    melalui penyuluhan kesehatan. Bagi penentu kebijakan tetap memprogramkan pengobatan gratis.

    Bagi peneliti selanjutnya diharapkan adanya penelitian lebih lanjut dan diperlukan pemahaman

    secara mendalam mengenai penelitian kualitatif, baik tekhnik wawancara, maupun dalam

    menentukan hasil analisa data dan pebhasan, sehngga penelitian yang dilakukan dapat lebih baik.

    Kata kunci : Penyebab putus obat, Pasien Tuberculosis.

    Daftar Pustaka : (2005-2010)

  • KATA PENGANTAR

    Tiada kata yang patut di ucapkan selain syukur kepada Tuhan Yang Maha

    Esa, atas segala limpahan rahmat dan taufik-Nya, sehingga penulis dapat

    menyelesaikan skripsi ini.

    Berbagai hambatan dan kesulitan saya temui dalam proses penyusunan ini,

    namun berkat usaha dan kerja keras serta bimbingan dan arahan dari berbagai pihak

    pada akhirnya skripsi ini dapat di selesaikan walaupun masih jauh dari apa yang

    diharapkan.

    Dengan segala kerendahan hati, melalui kesempatan ini kami

    menyampaikan rasa terima kasih kepada:

    1. Prof. Dr. dr. Idrus A. Paturusi, SpB, SpBO, selaku Rektor Universitas

    Hasanuddin Makassar.

    2. Dr.dr. Ilhamjaya Patellongi, M.Kes. selaku Ketua Program Studi Ilmu

    Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

    3. Abd Majid S.Kep,Ns, Sp.KMB Selaku Pembimbing I dan Inchi Kurniaty Kusri,

    S.Kep,Ns. Selaku Pembimbing II dalam penyusunan Skripsi ini.

    4. Kurini Kadar, SKp, MN. sebagai penguji I yang telah memberikan bimbingan

    dan pengarahan.

    5. Meisje Utama, S.Kep, Ns, M.Kes. sebagai penguji II yang telah memberikan

    bimbingan dan pengarahan.

  • 6. Seluruh Dosen dan Staf Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah memberi

    bantuan dan bimbingan selama peneliti mengikuti pendidikan.

    7. Kepala Puskesmas Jongaya beserta Staf yang telah memberikan izin kepada

    penulis untuk mengadakan penelitian.

    8. Suami dan anak-anak tersayang yang telah memberikan motivasi selama

    mengikuti pendidikan.

    9. Seluruh rekan mahasiswa PSIK Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

    Makassar.

    Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini masih jauh dari

    kesempurnaan, Untuk itu segala saran dan masukan sangat peneliti harapkan,

    disamping itu peneliti berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat untuk

    meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan berguna bagi tenaga kesehatan

    khususnya bagi tenaga Keperawatan.

    Makassar, Februari, 2011

    Penulis

  • DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

    HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ ii

    HALAMAN PENGESAHAN................................................................................. iii

    ABSTRAK .......................................................................................................... iv

    KATA PENGANTAR ......................................................................................... v

    DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii

    DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. ix

    DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... x

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang ........................................................................ 1

    B. Rumusan Masalah ................................................................... 4

    C. Tujuan Penelitian .................................................................... 5

    D. Manfaat Penelitian................................................................... 5

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    A. Tinjauan Umum Tentang TB Paru ........................................... 6

    B. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan minum obat 17

    BAB III METODE PENELITIAN

    A. Rancangan Penelitian ............................................................. 28

    B. Tempat dan Waktu .................................................................. 29

    C. Populasi dan Sampel ............................................................... 29

    D. Instrumen dan Pengumpulan Data............................................. 31

  • E. Analisa Data............................................................................... 32

    F. Alur Penelitian ........................................................................ 34

    G. Keabsahan Data dan Pengujian Validasi, Rehabitas penelitian

    Kualitatif................................................................................... . 35

    H. Etika Penelitian ....................................................................... 37

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil penelitian………………………………………………… 39

    1.Krakteristik informan………………………………………… 39

    2.Analisa Tema………………………………………………… 40

    3.Interpretasi Data…………………………………………….. 47

    B. Keterbatasan Penelitian……………………………………….. 51

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

    A. KESIMPULAN ....................................................................... 52

    B. SARAN ................................................................................... 53

    LAMPIRAN

    DAFTAR PUSTAKA

  • DAFTAR GAMBAR

    Gambar 3.1

    Gambar 4.1

    Gambar 4.3

    Gambar 4.4

    Alur penelitian………………………………………………

    Respon pasien yang menjalani pengobatan kembali……….

    Hubungan social……………………………………………

    Persepsi pasien menjalani pengobatan kembali…………….

    34

    41

    45

    46

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1

    Lampiran 2

    Lampiran 3

    Lampiran 4

    Lampiran 5

    Lampiran 6

    Penjelasan penelitian

    Persetujuan menjadi partisipan

    Pedoman wawancara

    Transkip wawancara

    Matriks hasil wawancara

    Surat izin penelitian dari PSIK Unhas, Gubernuran, Dinas

    Kesehatan Kotamadya.

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG

    Penyakit Tuberculosis (TB) telah menjadi masalah dunia karena

    telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia dan masih merupakan problem

    kesehatan masyarakat terutama di negara-negara berkembang. Berdasarkan

    laporan World Health Organization (WHO), Mycobacterium Tuberculosis

    menginfeksi sepertiga penduduk dunia, dengan kematian 3 juta orang per tahun

    dimana 40% dari penyakit TB paru di dunia, berada di kawasan Asia Tenggara

    selain itu 80% penderita adalah mereka dalam usia produktif dan diperkirakan

    meningkat dengan adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan, kekurangan

    pangan dan gizi (Nurdewati, 2005).

    Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga

    Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 1995, didapatkan bahwa

    tuberculosis merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit

    kardiovaskuler dan penyakit paru lainnya, dan penyebab kematian nomor satu

    dari kasus infeksi, Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI,

    2008).

    Program Pemberantasan Tuberculosis (P2TB) yang telah

    dilaksanakan oleh pemerintah sejak Pelita I tahun 1969, bahkan sejak tahun

    1980 telah dilaksanakan pemberian obat anti tuberkulosis dalam bentuk paket

    secara cuma-cuma bagi masyarakat. Tetapi dalam pelaksanaannya menunjukkan

  • masih banyak ditemukannya penderita yang tidak teratur berobat sehingga

    sampai akhir Pelita V belum mencapai hasil akhir yang baik (Depkes, 2005).

    Kebijakan lain yang ditempuh Pemerintah adalah DOTS (Directly Observed

    Treatment Shortcourse) atas rekomendasi WHO untuk menurunkan angka

    Prevalensi TB paru karena beberapa negara yang menggunakan strategi DOTS

    tersebut ternyata berhasil dalam pemberantasan penyakit tuberculosis (Hudoyo,

    2005). Efek dari strategi ini secara signifikan berhasil meningkatkan angka

    kesembuhan/cure rate sampai dengan 80%.

    Upaya pemberantasan penyakit TB paru ditujukan melalui

    memberikan penyuluhan tentang penyakit TB paru, pengobatan yang teratur

    sesuai dengan prosedur, sehingga pengobatan penyakit TB paru untuk

    membasmi kuman Mycobacterium Tuberculosis meskipun memerlukan waktu

    yang cukup lama. Dengan upaya tersebut diharapkan bahwa penularan dapat

    dikurangi (Adin, 2005).

    Di Sulawesi Selatan, menurut laporan Dinas Pengendalian Penyakit

    dan Penyehatan Lingkungan (P2&PL) Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi

    Selatan, sampai dengan triwulan IV tahun 2009, Case Detection Rate (CDR)

    sebesar 69,55%, Convertion Rate 93%, jumlah pasien BTA (-), rotgen (+)

    sebanyak 1548, DO=165 orang, kasus baru sebanyak 6.428 orang, DO=379,

    tahun 2010 pada periode yang sama terjadi peningkatan baik jumlah suspek,

    kasus baru (Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru Sulawesi Selatan (BP4,

    2007).

  • Menurut Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan (2002) dalam

    Baucaya (2008) yang menyatakan bahwa penyakit TB paru adalah penyakit

    yang sangat perlu mendapat perhatian untuk ditanggulangi, dan penderita

    merupakan sasaran utama dalam pengobatan oleh karena itu peran serta

    keluarga sangat penting untuk penyembuhan penderita TB paru, karena

    keluarga merupakan sistem pendukung yang terdekat bagi penderita TB paru.

    Banyak faktor yang menyebabkan penderita TB paru putus obat,

    salah satunya adalah pengetahuan yang tidak cukup mengenai penyakit TB

    paru, cara pengobatan dan bahaya akibat berobat tidak adekuat, dengan

    pemberian obat anti tuberculosis (OAT) selama 6-8 bulan, melihat lamanya

    pengobatan TB paru, maka diperlukan kepatuhan pasien TB paru untuk teratur

    mengikuti pengobatan hingga tuntas. Pengobatan yang tidak teratur dan

    kobinasi obat yang tidak cukup menyebabkan timbulnya resistensi kuman TB

    paru terhadap OAT. Kondisi ini menyebabkan pasien harus mengulang kembali

    pengobatan OAT dari awal dengan biaya yang lebih mahal yang hasilnya belum

    tentu memuaskan. Dan masih merupakan salah satu masalah kesehatan di

    Indonesia, hal ini dikarenakan masih tingginya angka putus obat (drop out),

    dikategorikan sebagai pasein default adalah pasien TB paru yang putus obat

    selama 2 bulan atau lebih, kemudian dinyatakan masih sakit TB paru dengan

    hasil BTA positif, salah satu penyebabnya adalah masalah perilaku penderita.

    Pada studi pendahuluan yang dilakukan di puskesmas Jongaya Makassar

    pada bagian penanggulan penyakit menular (P2M) berdasarkan data penderita

    yang ada menyebutkan jumlah penderita TB paru yang putus obat selama

  • periode 2009 sampai dengan 2010 adalah sebagai berikut: tahun 2009 sebanyak

    8 orang, tahun 2010 sebanyak 8 orang dan penderita TB paru putus obat yang

    sementara pengobatan sebanyak 7 orang

    Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti “faktor-

    faktor yang berhubungan dengan penyebab putus obat pasien tubeculosis di

    wilayah kerja Puskesmas Jongaya Makassar”.

    B. RUMUSAN MASALAH

    Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah dalam

    penelitian ini adalah “faktor-faktor apakah yang berhubungan dengan penyebab

    putus obat penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Jongaya Makassar.

    C. TUJUAN PENELITIAN

    Diperolehnya pemahaman yang mendalam mengenai faktor-faktor yang

    berhubungan dengan penyebab putus obat pada penderita TB paru di wilayah

    kerja Puskesmas Jongaya Makassar.

    D. MANFAAT PENELITIAN.

    1. Bagi institusi pelayanan kesehatan

    Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada puskesmas

    Jongaya Makassar mengenai faktor penyebab putus obat penderita TB paru.

    2. Bagi institusi pendidikan.

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah Ilmu

    pengetahuan dan menjadi salah satu acuan bagi penelitian selanjutnya.

  • 3. Bagi peneliti

    Merupakan suatu pengalaman yang sangat berharga dalam memperluas

    wawasan pengetahuan tentang beberapa kiat dalam memotivasi penderita

    TB paru untuk tidak putus obat melalui penelitian yang dilaksanakan.

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA.

    A. Tinjauan Umum tentang Penyakit TB Paru.

    1. Pengertian

    Tuberculosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh

    kuman Mycobacterium Tuberculosis. Umumnya menyerang daerah paru-

    paru dan beberapa jaringan dalam tubuh yang sifatnya menahun.

    Tuberkulosis Paru merupakan penyakit gangguan pernafasan yang

    dikategorikan sebagai penyakit menular, dan merupakan penyakit infeksi

    yang umumnya menimbulkan gejala yang sangat bervariasi pada masing-

    masing penderita (Arif, 2006).

    Departemen Kesehatan Rebublik Indonesia (Depkes RI, 2005)

    mendefisikan tuberculosis adalah suatu penyakit menular yang sebagian

    besar disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut

    biasanya masuk ke dalam tubuh manusia dari penderita TB paru dengan

    BTA positif menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak

    (droplet nuclei). Kemudian kuman tersebut menyebar dari paru ke bagian

    tubuh lainya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limpe, melalui

    saluran napas (bronchus) atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh

    lainnya.

    Dalam pemberantasan penyakit TB paru, ada 2 klasifikasi, yaitu:

  • a. Tuberculosis Paru

    Tuberculosis paru merupakan bentuk paling sering dijumpai sekitar 80

    % dari semua penderita. Tuberculosis yang menyerang jaringan paru ini

    merupakan satu-satunya bentuk dari tuberkulosis yang mudah menular.

    b. Tuberculosis Ekstra Paru

    Merupakan tuberculosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,

    pleura, kelenjar lymfe, persendian, tulang belakang, saluran kencing,

    susunan saraf dan perut. Sebenarnya tuberkulosis dapat menyerang

    semua organ dari tubuh (Depkes RI, 2005).

    2. Manifestasi klinik

    Tuberculosis sering dijuluki the great imitator yaitu suatu penyakit yang

    mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala

    umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak

    jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik (Aditama, 2005).

    Gambaran klinik tuberculosis paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala

    respiratorik dan gejala sistemik menurut Aditama (2005) sebagai berikut :

    a. Gejala respiratorik, meliputi:

    1) Batuk

    a) Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang

    paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif

    kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada

    kerusakan jaringan.

  • b) Batuk darah

    Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak

    berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah

    segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena

    pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung

    dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.

    c) Sesak napas

    Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas

    atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,

    pneumothorax, anemia dan lain-lain.

    d) Nyeri dada

    Nyeri dada pada tuberculosis termasuk nyeri pleuritik yang

    ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarapan di pleura

    terkena.

    2) Gejala sistemik, meliputi

    Demam, merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul

    pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul

    dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas

    serangan makin pendek (Arif, 2006).

    3) Gejala sistemik lain

    Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan

    berat badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam

  • beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk,

    panas, sesak napas walaupun jarang dan dapat juga timbul

    menyerupai gejala pneumonia (Helena, 2010).

    b. Gejala klinis

    Menurut Waspadji (2005), kita harus memastikan bahwa

    perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai

    berikut :

    1) Batuk darah

    a) Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan

    b) Darah berbuih bercampur udara

    c) Darah segar berwarna merah muda

    d) Darah bersifat alkalis

    e) Anemia kadang-kadang terjadi

    2) Muntah darah

    a) Darah dimuntahkan dengan rasa mual

    b) Darah bercampur sisa makanan

    c) Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung

    d) Darah bersifat asam

    e) Anemia seriang terjadi

    f) Benzidin test positif

    3) Epistaksis

    a) Darah menetes dari hidung

    b) Batuk pelan kadang keluar

  • c) Darah berwarna merah segar

    d) Darah bersifat alkalis

    e) Anemia jarang terjadi

    3. Etiologi

    Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis

    kuman berbentuk batang. Spesies mycobacterium lain yang memberikan

    infeksi pada manusia, adalah M. Bovis, M. Kansasii, M. Intracellulare.

    Sebagian besar terdiri dari asam lemak. hal inilah yang membuat kuman

    lebih tahan terhadap asam dan tahan terhadap perubahan kimia dan fisik.

    Sifatnya dapat bertahan hidup pada udara kering maupun dingin (dormant)

    yang suatu waktu dapat aktif kembali pada waktu tertentu dalam jaringan

    kuman hidup parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag. Sifat

    lainnya aerob dimana kuman menyenangi jaringan yang tinggi kandungan

    oksigennya, dan bagian apikal dari parulah merupakan tempat predileksi

    terbanyak penyakit tuberkulosis ini (Helena, 2010).

    4. Patogenesisi

    Tuberculosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui

    droplet nuclei yang dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi, dalam

    fase aktif. Setiap kali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet

    nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam ruangan dimana droplet nuclei

    dan dapat tinggal di udara dalam waktu 9 jam lebih lama. Di bawah sinar

    matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang yang

    gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor penentu

  • keberhasilan pemaparan TB paru pada individu baru yakni konsentrasi

    droplet nuclei dalam udara dan di samping daya tahan tubuh yang

    bersangkutan (Helena, 2010).

    Tuberculosis primer adalah penularan penyakit tuberkulosis paru ini

    terjadi dengan penularan langsung melalui udara (droplet) yang

    mengandung kuman tuberkulosis pada saat batuk/bersin dari penderita TB

    paru. bila kuman partikel TB paru terhisap orang dewasa maka ia akan

    masuk saluran napas sampai cabang trakheobronchial dan masuk

    membentuk sarang pada jaringan paru, tumbuh kembangnya berada dalam

    sitoplasma makrofag yang diserangnya dan tahap selanjutnya menyebabkan

    peradangan pada pembuluh getah bening (limfadenitis regional).

    Tuberculosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan

    paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh

    terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut (Helena, 2010).

    Tuberculosis post primer adalah kelanjutan dari kuman yang

    dormant yang bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi

    tuberkulosis dewasa. Yang telah menyerang daerah apikal paru sampai

    kedaerah paremkin paru dari invasinya. Parah tidaknya penyakit TB paru ini

    sangat ditentukan oleh tingkat virulensi dan imunitas penderitanya.

    5. Diagnosa

    Menurut Helena (2010), diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan gejala

    sebagai berikut :

  • a. Pemeriksaan Klinis

    Ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala seperti batuk berdahak

    lebih dari 2 minggu, adanya darah dalam dahak, dahak semu hijau atau

    kuning dengan nanah, nyeri dada disertai sesak pada saat bernapas,

    demam lebih dari 2 minggu, lelah, berat badan menurun.

    b. Pemeriksaan Radiologis

    Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk membuktikan bahwa

    basil tuberculosis pada penderita yang bersangkutan telah berhasil

    menyebabkan kelainan kavarne, proses pengejuan dan infiltrat yang ada

    di paru-paru.

    c. Pemeriksaan sputum

    Dikatakan menderita tuberkulosis bilamana ditemukan basil

    tahan asam (BTA) dalam sputum penderita. Hubungan antara

    pemeriksaan sputum dengan sputum positif pada pemeriksaan

    mikroskop diikuti semuanya oleh adanya kelainan radiologi yang

    relevan untuk tuberculosis di paru-paru.

    6. Epidemologi

    Kurang lebih sepertiga penduduk dunia (1700 juta) terinfeksi

    Mycobacterium tuberculosis. Prevalensi tertiggi di Pasifik Barat (44%) dan

    yang terendah di Mediterania Timur (19%). Sebagian besar yang terinfeksi

    tinggal di Asia Tenggara (25%), Cina (22%) sedangkan di Eropa dan lima

    negara industri (Jepang, Australia, Selandia Baru, Canada dan Amerika

    Serikat) berjumlah 22% (Adin, 2005).

  • Di negara berkembang mayoritas individu yang terinfeksi

    Mycobacterium tuberculosis adalah golongan usia dibawah 50 tahun.

    Sedangkan di negara maju prevalensi infeksi TB paru sangat rendah diantara

    mereka yang berusia dibawah 50 tahun namun masih tinggi pada golongan

    orang yang lebih tua. Hal ini mencerminkan risiko infeksi masa lalu yang

    tinggi dan sangat mungkin setelah usia lanjut (Adin, 2005).

    7. Penatalaksanaan

    a. Obat Anti Tuberculosis (OAT) yang diberikan pada penderita harus

    terdiri dari beberapa obat-obat yang sering digunakan yaitu paduan obat

    HRZE (Isoniasid, Rifampisin, Pyrasinamide, dan Ethambutol) sesuai

    dengan anjuran dokter dan perawat. Diperlukan waktu 6-9 bulan untuk

    penyembuhan dengan pengawasan minum obat, dan yang lebih penting

    adalah dilakukan penyuluhan dan pendidikan mengenai penyakit dan

    keteraturan berobat yang ditujukan pada penderita dan keluarganya agar

    terjadi kepatuhan berobat.

    b. Obat tambahan lainnya, selain diberikan OAT penderita juga diberikan

    obat-obat lainnya berdasarkan gejala atau keluhan batuk, sesak napas

    dan sebagainya.

    c. Makanan, penderita TB paru membutuhkan makanan bergizi dan hindari

    rokok dan alkohol agar daya tahan tubuh tetap baik sehingga akan

    membantu proses penyembuhan dan mengurangi terjadinya infeksi.

    d. Pembedahan, dilakukan pada penderita–penderita tertentu dengan

    komplikasi seperti : hemoptoe yang banyak sekali dan tidak dapat

  • diatasi, penderita dengan dahak tetap positif walaupun sudah diobati, TB

    paru dengan komplikasi adanya nanah di rongga pleura yang tidak

    pernah sembuh dan bekas TB Paru yang mengalami hemoptoe berulang

    (Basri, 2006).

    8. Pencegahan

    Penyakit tuberkulosis dapat dicegah dengan :

    a. Pemberian imunisasi sedini mungkin (usia 2-9 bulan)

    b. Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin.

    c. Tidak meludah di sembarang tempat, sebaiknya meludah di tempat

    tertentu seperti kaleng yang diisi dengan lisol atau karbol.

    d. Mengusahakan cukup sinar matahari dan udara segar masuk ke kamar

    tidur.

    e. Menjemur kasur, bantal dan tempat tidur penderita terutama pada pagi

    hari.

    f. Penderita yang sedang menjalani pengobatan dengan tekun dan teratur

    sudah tidak menularkan kuman tersebut (Aditama, 2005).

    B. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat.

    1. Perilaku

    Perilaku dipandang dari biologis adalah suatu kegiatan atau aktivitas

    individu yang bersangkutan. Menurut Skinner (1938) seorang ahli psikologi,

    seperti yang dikutip oleh Widayatun (2006) bahwa perilaku merupakan

    respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar.

    Oleh karena itu perilaku ini terjadi melalui adanya stimulus terhadap

  • organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skinner

    ini disebut teori Stimulus Organisme Respon (SOR).

    Faktor perilaku, menyangkut pengetahuan, sikap, kepercayaan dan

    kebisaan serta tindakan seseorang terhadap suatu objek (Widayatun, 2006).

    Orang yang memiliki perilaku yang positif terhadap kesehatan, maka besar

    kemungkinan orang tersebut akan lebih sehat pula. Begitupun sebaliknya,

    orang yang negatif terhadap kesehatan, besar kemungkinan baginya untuk

    tertular penyakit, termasuk penyakit tuberkulosis paru.

    Keberhasilan pengobatan TB paru sangat dipengaruhi akan

    kepatuhan dalam berobat. Menurut Rosiyanti (2006), menyatakan bahwa

    ketaatan dan kepatuhan merupakan perilaku yang disampaikan secara

    berkesinambungan oleh seseorang dalam kesehariannya. Jadi perilaku

    manusia pada hakekatnya adalah suatu aktifitas dari manusia itu sendiri,

    baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.

    Keteraturan berobat seseorang pada dasarnya adalah respon seseorang

    terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakitnya karena

    menghasilakan sesuatu yang bermanfaat.

    Reaksi manusia dapat bersifat pasif (pengetahuan, sikap dan

    persepsi) atau juga aktif (tindakan nyata/praktis). Sedangkan

    rangsangan/stimulus disini meliputi unsur-unsur sakit dan penyakit, sistem

    pelayanan kesehatan dan lingkungan. Dengan demikian perilaku

    keteraturan berobat dapat mencakup perilaku seseorang terhadap sakit dan

  • penyakitnya yaitu bagaimana seseorang berespon baik secara pasif

    (mengetahui, bersikap dan mempunyai persepsi) tentang penyakit dan rasa

    sakit yang ada pada dirinya serta diluar dirinya maupun secara aktif

    (tindakan) yang dilakukan seseorang terhadap sakit dan penyakitnya

    sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut (Notoatmodjo, 2005).

    2. Pendidikan

    Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti

    dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau

    perubahan kearah yang lebih dewasa dan lebih baik serta lebih matang pada

    diri individu tersebut (Mendiknas, 2010).

    Menurut Notoatmodjo, 2005, tingkat pendidikan merupakan dasar

    pengembangan daya nalar seseorang dan memudahkan menerima motivasi.

    Sedang menurut Refika (2005) mengatakan bahwa penderita yang

    berpendidikan tinggi lebih mudah menerima ide-ide baru dan motivasi.

    Dibanding penderita yang memiliki pendidikan yang rendah, seperti hasil

    penelitian Burhanuddin di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4)

    Makassar tahun 2005, jumlah penderita penyakit TB paru pada tingkat

    pendidikan tinggi sebanyak 35,55%, sekolah dasar sebanyak 23,70% dan

    tidak sekolah sebanyak 3,70% ini membuktikan bahwa persentase dalam

    tahap proses penyembuhan untuk pendidikan lebih tinggi cenderung lebih

    baik karena keteraturan berobat dibandingkan dengan penderita dengan

    pendidikan sangat rendah.

  • 3. Pengetahuan

    Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

    untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Pengalaman

    penelitian menyatakan ternyata perilaku didasari oleh pengetahuan

    (Notoatmodjo, 2005).

    Pengetahuan yang perlu diketahui seorang penderita tuberculosis,

    yaitu bagaimana reaksi obat dan kepatuhan minum obat karena faktor angka

    putus obat di Indonesia masih tinggi. Banyak pasien menghentikan

    pengobatannya karena sudah merasa baikan pada pengobatan dua bulan

    pertama. Juga karena pengobatan yang berlangsung lama, dan harus kontrol

    secara rutin, membuat banyak penderita tuberculosis yang merasa bosan dan

    akhirnya menghentikan (Abraham, 2005). Oleh karena mikobakterium

    tuberculosis resestensi terhadap obat, maka akan lebih mempersulit proses

    penyembuhannya. Di sisi lain, akan terjadi perkembangbiakan

    mikobakterium tuberculosis yang dapat berakibat fatal bagi kehidupan,

    seperti kecacatan dan kematian. Juga bagi anggota keluarga yang lain dan

    orang yang berada di sekitar penderita tersebut memiliki risiko tinggi untuk

    tertular kuman mikobakterium tuberculosis.

    Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan terjadi setelah orang

    melakukan pengnderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

    melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengara,

    penciuman, rasa dan raba, sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui

    mata dan telinga (Notoatmodjo, 2005).

  • Pengetahuan menurut Winardi (2007) ialah mengerti sesudah

    melihat atau setelah mengalami atau diajarkan. Rendahnya pengetahuan

    seseorang sangat berpengaruh besar dalam tahap penyembuhan penyakit.

    Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rachmat (2005)

    bahwa tingkat pengetahuan erat kaitannya dengan tingkat kepatuhan

    berobat. Dari 200 responden yang diteliti didapatkan (83,8%) memiliki

    pengetahuan baik/cukup patuh dalam berobat sedangkan (17,2%)

    berpengetahuan kurang tergolong kurang patuh.

    4. Motivasi

    Motivasi adalah suatu tenaga atau faktor yang terdapat dalam diri

    manusia yang menimbulkan, menggerakkan dan mengorganisasikan tingkah

    laku (Winardi, 2007). Sedangkan mativasi digolongkan menjadi dua yaitu:

    a. Motivasi Primer

    Motivasi yang melibatkan psikosis dari dalam tubuh, tergantung dari

    keadaan organik individu seperti lapar, haus, seks, dan sebagainya.

    b. Motivasi Sekunder

    Motivasi yang tidak bersifat psiko-chemis, tetapi didasarkan pengalaman

    individu yang sering kali berhubungan dengan mativasi primer. Jadi

    motivasi adalah insentif atau stimulus untuk bertindak.

    Motivasi adalah semua hal, verbal, fisik atau psikologi yang membuat

    seseorang melakukan sesuatu sebagai respon (Hasibuan, 2005).

  • Hakekat motivasi menurut Winardi (2007). Dapat dibagi menjadi

    dua:

    a. Motif

    Muncul sebagai akibat dari kebutuhan, kebutuhan akan muncul sangat

    mempengaruhi oleh perasaan/keinginan. Kuat lemahnya emosi

    mempengaruhi kuat lemahnya pemunculan motif. Demikian pula

    lemahnya tingkah laku atau gerakan untuk mencapai tujuan dalam

    rangka pemenuhan kebutuhan.

    b. Kebutuhan manusia

    Motifasi tumbuh dari adanya sumber yang telah ada dalam diri manusia

    yang berupa energi, namun energi itu harus dibangkitkan untuk

    diarahkan pada sasaran yang ingin dituju. Adapun keberhasilan masih

    sangat dipengaruhi oleh kuat lemahnya daya dorong atau semangat

    untuk meraihnya oleh karena itu keberhasilan pada hakikatnya bukanlah

    masalah kuantitas melainkan masalah kualitas akan semangat dan

    keyakinan tercapainya sasaran tersebut, demikian itu pula hakikat

    motivasi.

    Beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi antara lain:

    a. Karakteristik biografikal.

    1) Umur

    Hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa usia mempunyai

    kaitan dengan tingkat kedewasaan psikologis artinya, semakin

    lanjut usia seseorang yang bersangkutan diharapkan semakin

  • mampu menunjukkan kematangan jiwa, dalam arti semakin

    bijaksana semakin mampu berfiikir secara rasional, semakin

    mampu mengendalikan emosi dan sifat-sifat yang menunjukkan

    kematangan inelektual dan psikologis, semakin toleran terhadap

    pandangan dan prilaku yang berbeda dari pandangan dan

    perilaku sendiri (Hasibuan, 2005).

    2) Jenis kelamin,

    Dari faktor lain yang perlu mendapat perhatian ialah wanita,

    akan tetapi dewasa ini nampak adanya pergeseran nilai tentang

    peranan wanita yang menonjol ialah gerakan emansipasi,

    pendidikan wanita yang semakin menigkat dan pertimbangan

    ekonomi. Oleh sebab itu dikalangan masyarakat timbul wanita

    untuk diperlukan sama dengan pria dalam semua segi kehidupan,

    termasuk kehidupan berkarya (Hasibuan, 2005).

    3) Kepribadian

    Merupakan organoisasi dinamika dari suatu sisitem psikologis

    yang terdapat pada diri seseorang yang pada gilirinya menetukan

    penyesuaian- penyesuaian yang khas yang dilakakan terhadap

    lingkungan. Tiap manusia mempunyai jati diri yang khas.

    Kepribadian seseorng sangat dipengaruuhi oleh genetik,

    pengalaman dan situasi. Kepribadian terbagi 4 domain yakni:

    Kepribadian ekstrover, inrover, tingkat keresahan tinggi dan

    tingkat keresahan rendah (Winardi, 2007).

  • b. Persepsi

    Bahwa apa yang ingin dilihat seseorang belum tentu sama dengan

    fakta-fakta yang sebenanya. Keinginan menyebabkan tiap orang

    akan memberikan interpretasi yang berbedaterhadap hal yang sama.

    Interpretasi seseorang tentang kerja sensorikya mengenai lingkungan

    akan mempengaruhi perilakunya yang pada gilirannya menentukan

    faktor-faktor apa yang dipandangnya sebagai faktor makfasional

    yang kuat. Perssepsi seseorang dipengaruhi oleh pengalaman dan

    harapan (Hasibuan, 2005).

    c. Sikap

    Merupakan pernyataan evaluatif seseorang terhadap objek tertentu,

    peristiwa tertentu. Sumber sikap seseorang berasal dari orang tua,

    guru, dan teman. Sikap merupakan salah satu faktor yang turut

    berpengaruh terhadap persepsi seseorang mengenai sesuatu.

    Sikap seseorang terhadap suatu peristiwa atau hal dapat di duga,

    akan tetapi merupakan suatu kenyataan bahwa tidak seorang pun

    yang konsisten benar terus menerusterhadap sesuatu, mungkin saja

    terjadi disosiasi antara sikap dan perilaku seseorang yang pada

    gilirannya mempunyai implikasi terhadap motivasi yang

    bersangkutan (Winardi, 2008).

    Motivasi dapat berupa dukungan dari keluarga. Keluarga merupakan

    orang-orang yang terdekat dan dianggap paling banyak tahu serta

    mempengaruh kondisi pasien. Oleh karena itu, keluarga memegang peranan

  • penting dalam pencegahan dan pembertasan penyakit tuberculosis. Keluarga

    yang tidak mengerti dan memiliki pemahaman yang salah tentang

    tuberculosis dapat mengakibatkan anggota kelurganya mudah terserang

    mikobakterium tuberculosis (Depkes RI, 2007).

    Dukungan keluarga faktor lain bisa membuat seseorang termotivasi

    untuk melakukan suatu tindakan untuk mencapai tujuan yaitu faktor

    pelayanan kesehatan, termasuk ke dalam faktor ini adalah penyedian dan

    atau perbaikan fasilitas pelayanan kesehatan, perbaikan sistem dan

    manajemen pelayanan kesehatan, dan lain sebagainya (Notoadmodjo, 2005).

    Hal ini jelas bahwa daerah yang fasilitas kesehatannya tidak memadai, baik

    dari segi kuantitas maupun kualitas: tenaga kesehatan kurang, peralatan

    kesehatan yang tidak memadai untuk mendiagnosa penyakit tuberculosis,

    dan obat-obat tuberkulosis yang distribusinya tidak lancar, dapat

    menyebabkan risiko masyarakat yang tinggal di daerah tersebut untuk

    terinfeksi mikobakterium menjadi meningkat.

  • BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    A. Rancangan Penelitian

    Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan rancangan penelitian

    kualitatif dengan pendekatan fenomenologi yang disajikan dalam bentuk

    gambaran deskriptif melalui teknik in-depth interview (wawancara yang

    mendalam).

    Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman

    yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan

    masalah manusia. Hidayat (2007), mengemukakan bahwa metodologi kualitatif

    merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-

    kata tertulis maupun lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati dan

    bertujuan untuk menjelaskan pengalaman seseorang dalam kehidupannya.

    Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan

    (Syarifudin, 2009).

    Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian

    kualitatif dengan menggunakan pendekatan fenomenologi. Penelitian ini bertujuan

    untuk menggali pengalaman penderita TB paru tentang putus obat dengan

    menggunakan pendekatan fenomenologi karena terkait langsung dengan pengalaman

    manusia yang bervariasi dan berusaha untuk memahami makna dari pengalaman.

  • B. Lokasi dan Waktu Penelitian

    Lokasi penelitian di wilayah kerja Puskesmas Jongaya Makassar mulai

    sejak penyusunan proposal sampai dengan didapatkan kesimpulan penelitian.

    C. Populasi dan Sampel

    1. Populasi

    Populasi adalah keseluruhan dari obyek penelitian atau obyek yang

    akan diteliti (Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini populasi adalah semua

    penderita TB paru yang drop out (DO) berkunjung ke Puskesmas Jongaya

    Makassar.

    2. Partisipan

    Sampel dalam penelitian ini adalah penderita TB paru yang pernah

    purtus obat. Partisipan merupakan subjek yang mewakili populasi tertentu,

    jumlah partisipan yaitu 8 partisipan, namun pada saat dilakukan penelitian,

    partisipan yang bersedia menjadi partisipan hanya 5 orang karena bertepatan

    waktu pengambilan obat, saat dilakukan wawancara tiga partisipan tidak

    datang disebabkan waktu pengambilan obat belum sampai oleh karena itu

    penentuan jumlah partisipan dianggap telah memadai apabila telah sampai

    pada redundancy artinya bahwa dengan menggunakan partisipan selanjutnya

    boleh dikatakan tidak lagi diperoleh tambahan informasi baru yang berarti

    (Poerwandari, 2005; Suryono, 2009).

    Metode pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan

    teknik purposive sampling. Teknik ini merupakan cara pengambilan sampel

    untuk tujuan tertentu (Hidayat, 2007). Teknik ini adalah penentuan partisipan

  • dengan menentukan terlebih dahulu kriteria yang akan dimasukkan dalam

    penelitian, dimana partisipan yang diambil dapat memberikan informasi yang

    berharga bagi penelitian dan sesuai dengan tujuan penelitian (Suryono &

    Anggraeni, 2010).

    Adapun kriteria inklusi partisipan dalam penelitian ini adalah :

    1. Penderita TB paru yang putus obat

    2. Tidak mengalami gangguan psikis

    3. Bersedia menjadi partisipan

    4. Tidak mengalami gangguan dalam komunikasi verbal (tidak bisu dan

    tuli).

    Krteria eksklusi:

    1. Penderita TB paru yang putus obat tidak bersedia jadi partisipan

    2. Penderita TB paru yang putus obat tidak kooperatif saat diwawancarai.

    3. Tidak mampu berkomunikasi.

    D. Instrumen dan Pengumpulan data

    Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan cara wawancara,

    yang bertujuan untuk mendapatkan informasi secara mendalam dari informan dengan

    cara tanya jawab sambil bertatap muka antara peneliti dan informan dengan

    pedoman umum, peneliti mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan

    urutan pertanyaan, pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti

    mengenai aspek yang harus dibahas dan peneliti menggunakan alat bantu berupa

    tape record untuk merekam informasi dari partisipan. Sebelum melakukan wawancara

    terlebih dahulu peneliti mengambil data demografi partisipan untuk mendapatkan

  • gambaran singkat partisipan dan peneliti harus melakukan kontrak waktu dengan

    partisipan.

    Wawancara memerlukan waktu 60-90 menit namun saat dilakukan

    wawancara peneliti hanya menggunakan waktu 30-45 menit satu partisipan hal ini

    dimaksudkan agar informan tidak terlalu lelah sehingga tidak mempengaruhi kondisi

    dan jawaban atas pertanyaan penelitian dan mereka dapat juga merencanakan

    kegiatannya pada hari itu tanpa terganggu oleh wawancara. Suasana saat wawancara

    seperti tatanan lingkungan diatur sedemikian rupa agar informan tidak merasa bosan

    dan jenuh, kemudian membina hubungan saling percaya, selanjutnya peneliti

    meminta persetujuan menjadi partisipan, dan peneliti mulai wawancara. Jika dalam

    waktu yang maksimal tersebut data belum semua diperoleh, wawancara dapat

    dilakukan sekali lagi atau lebih. Beberapa kali wawancara singkat akan lebih efektif

    dibanding hanya satu kali dengan waktu yang panjang (Holloway & Wheeler, 1996

    dalam Bugin, 2007).

    E. Analisa Data

    Analisa data penelitian kualitatif yang akan dilakukan dengan metode

    fenomenologi yang dikembangkan oleh Colaizzi (1978). Menurut Coalizzi, analisis data

    dilakukan dengan cara editing dimana pneliti membaca seluruh hasil wawancara

    sampai habis serta mencari segmen-segmen penuh arti dalam unit-unit. Setelah

    segmen dikenali dan ditinjau, interpreter dikembangkan dalam satu rencana

    pengelopokan dan mengkode sesuai yang digunakan untuk memilih jenis dan

    mengorganisasikan data, kemudian mencari struktur dan pola-pola yang

    menghubungkan kategori-kategori pokok.

  • Langkah-langkah dalam analisa data pada studi fenomenologi yang dikutip

    dalam Suryono dan Anggraeni (2010) adalah:

    1. Peneliti mengorganisasikan semua data atau gambaran menyeluruh tentan

    fenomena pengalaman yang telah dikumpul.

    2. Membaca secara keseluruhan dan membuat catatan pinggir mengenai data yang

    dianggap penting kemudian melakukan pengkodean data.

    3. Mengelompokkan makna pernyataan yang dirasakan oleh partisipan dengan

    melakukan horizonaliting yaitu setiap pernyataan pada awalnya diperlukan

    memiliki nilai yang sama, selanjutnya pernyataan yang tidak relevan dengan topik

    dan pernyataan yang bersifat repetive atau tumpang tindih dihilangkan, sehingga

    tersisa hanya horizons artinya tekstural dan unsur atau penyusunan dari fenomena

    yang tidak mengalami penyimpanan.

    4. Selanjutnya peneliti mengembangkan uraian secara keseluruhan dari hasil

    wawancara yang didapat dari informan tentang pengalaman selama putus obat.

    5. Peneliti kemudian memberi penjelasan naratif mengenai esensi dari fenomena

    yang ditiliti dan mendapatkan makna pengalaman informan mengenai fenomena

    tersebut.

    6. Mengelompokkan makna-makna ke dalam kelompok tema

    7. Menuliskan gambaran yang mendalam

    8. Selanjutnya membuat laporan pengalaman sikap informan setelah itu gabungan

    dari gambaran itu ditulis.

  • Kesimpulan dan Saran

    F. Alur Penelitian

    Pengajuan usulan judul proposal

    Penentuan lokasi dan mengidentifikasi populasi penelitian

    Penyusunan proposal penelitian

    Presentasi proposal

    Perbaikan sebagaimana mestinya

    Mengajukan surat permohonan penelitian

    Pengambilan data awal dan Penentuan Populasi

    Penentuan sampel dengan cara purporsive sampling sesuai kriteria inklusi

    Persetujuan Menjadi Partisipan dan Membina hubungan saling percaya

    Wawancara mendalam terkait pengalaman penderita TB paru yang putus obat

    Analisa data

    Penyajian Hasil

  • G. Keabsahan Data dan Pengujian Validitas, Reliabilitas Penelitian Kualitatif

    Banyak hasil penelitian kualitatif diragukan kebenarannya karena

    beberapa hal, yaitu subjektivitas peneliti merupakan hal yang dominan dalam

    penelitian kualitatif, alat penelitian yang diandalkan adalah wawancara

    mengandung banyak kelemahan ketika dilakukan secara terbuka dan apalagi

    tanpa kontrol, dan sumber data kualitatif yang kurang credible akan

    mempengaruhi hasil akurasi penelitian. Oleh karena itu, dibutuhkan beberapa

    cara menentukan keabsahan data, yaitu: data yang diperoleh perlu

    mempertimbangkan validitas, realibilitas, dan objektivitas. Sudah barang tentu

    dari berbagai jenis penelitian kreteria tidak sama, penelitian kualitatif bukan uji

    instrument melainkan uji data yang dikumpulkannya (Sugiyono, 2007).

    1. Credibility

    Credibility merupakan kriteria yang digunakan untuk memenuhi

    nilai kebenaran dari data dan informasi yang dikumpulkan. Untuk mencapai

    prinsip ini, peneliti melakukan pengecekan kembali hasil transkip untuk

    melihat kesesuaian dengan hasil rekaman dan catatan lapangan. Peneliti

    kemudian meminta partisipan untuk mengecek kembali hasil kutipan

    wawancara dan menanyakan apakah parisipan setuju dengan hasil analisa

    atau ingin mengubah atau menambah data yang telah diberikan. Hal ini

    dilakukan untuk melihat apakah partisipan mengenal hasil penelitian sebagai

    pengalaman nyata mereka (Sugiyono, 2007).

    2. Transferability

  • Transferability merupakan kriteria yang digunakan untuk memenuhi

    criteria bahwa hasil penelitian yang dilakukan dalam konteks (setting)

    tertentu dapat ditransfer ke subjek lain yang memiliki tipologi yang sama

    (Saryono & Anggraeni, 2010). Oleh karena itu, peneliti memiliki

    tanggungjawab untuk menyediakan laporan hasil penelitian dengan rincian

    yang memadai sehingga peneliti langsung dapat memutuskan apakah hasil

    penelitian ini dapat digunakan pada populasi lain dengan situasi yang sama

    (Speziale & Carpenter 2003 dalam Nurlaela, 2008).

    3. Dependability

    Dependability merupakan suatu kestabilan data atau proses dari

    waktu ke waktu dengan menggunakan inquiry audit (Polit & Hungler, 1999

    dalam Nurlaela, 2008). Pada proses dependability, hasil wawancara yang

    telah dibuat transkip verbatim, kemudian diinterpretasikan dalam kata-kata

    kunci, kategori, tema, dan sub tema (Nurlaela, 2008). Teknik terbaik yang

    digunakan adalah dependability audit dengan meminta dependent dan

    independent auditor untuk mereview aktifitas peneliti (Suryono &

    Anggraeni, 2010).

    4. Comfirmability

    Comfirmability mengandung makna bahwa sesuatu hal ini dinilai

    secara objektif dan netral, dimana ada beberapa orang independen yang

    menilai data yang telah dikumpulkan oleh peneliti (Streubert & Carpenter,

    2003). Inquiry audit juga dapat digunakan untuk membangun dependability

    dan confirmability data. Pada penelitian ini, prinsip ini tercapai melalui

  • kesamaan pandangan antara peneliti dengan pembimbing. Kesamaan

    pandangan dilakukan setelah melakukan wawancara mendalam dengan

    setiap partisipan.

    H. Etika Penelitian

    1. Autonomy

    Prinsip autonomy digunakan saat partisipan dipersilahkan untuk

    menentukan keterlibatannya dalam kegiatan penelitian, calon partisipan

    diminta kesediaannya menjadi partisipan. Jika partisipan menolak untuk

    menjadi partisipan maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap

    menghormati hak-haknya.

    2. Beneficence

    Prinsip Beneficence dimana peneliti melaksanakan prosedur

    penelitian untuk mendapatkan hasil yang bermanfaat, meminimalkan

    dampak bagi subjek penelitian (nonmalefience) dan menjelaskan

    keuntungan atau manfaat yang didapatkan partisipan dan potensial risiko

    yang dapat tejadi.

    3. Anonimity (tanpa nama)

    Untuk menjaga kerahasiaan ibu menyusui, peneliti tidak

    mencantumkan nama koresponden pada lembar pengumpulan data, cukup

    dengan memberi nomor kode pada masing-masing lembar tersebut.

    4. Justice

    Dalam prinsip ini peneliti memperlakukan semua partisipan secara

    adil dan terbuka serta mempunyai hak yang sama. Kerahasiaan informasi

  • partisipan dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu saja yang

    akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil riset (confidutiality).

  • BAB IV

    HASIL PENELITIAN

    A. Hasil Penelitian

    Bab ini akan menjelaskan hasil penelitian yang telah dilakukan,

    bertujuan untuk mendapatkan pemahaman dan mengeksplorasikan secara

    mendalam tentang pengalaman pasien tuberculosis setelah putus obat.

    Jumlah informan dalam penelitian ini ada lima orang. Dari lima informan

    ada tiga informan laki-laki dan satu informan perempuan. Dari lima

    informan dua belum menikah, dua informan status perkawinannya menikah

    dan satu janda. Bagian ini terdiri dari uraian karakteristik informan dan

    analisis tema yang muncul tentang pemahaman dan pengalaman mereka

    setelah putus obat dan berobat kembali.

    Informan dalam penelitian ini berjumlah lima orang. Semua

    informan adalah pasien drop aut yang bertempat tinggal di wilayah

    kerja puskesmas Jongaya Makassar.

  • 1. Karakteristik Informan

    KARAKTERISTIK

    PARTISIPAN

    1 2 3 4 5

    UMUR 31 31 73 36 62

    JENIS

    KELAMIN

    P L L L L

    PENDIDIKAN SD SMP

    SARJANA

    MUDA

    SMA SMA

    PEKERJAAN BURUH

    HARIAN

    BURUH

    BANGUNAN

    PENSIUNAN

    PNS

    PEGAWAI

    SWASTA

    PENSIUNAN

    PNS

    AGAMA ISLAM ISLAM ISLAM ISLAM ISLAM

    SUKU MAKASSAR MAKASSAR BUGIS MAKASSAR MAKASSAR

    Pengkodean informan di atas berdasarkan urutan wawancara yang

    dilakukan oleh peneliti sebanyak empat orang dengan I sebagai

    informan, yakni I1, I2, I3, I4, dan I5.

    2. Analisis Tema

    Data pada penelitian ini berupa transkip verbatim dan catatan

    lapangan dari setiap wawancara mendalam yang telah dilakukan,

    kemudian dianalisis dengan menggunakan metode fenomenologi

    menurut Cratee dan Miller 1992, dalam Saryono & Anggreni (2010).

    Setelah melakukan sembilan langkah analisis data yang dikemukakan

    oleh Collaizi, kemudian peneliti mengidentifikasi tiga tema sebagai hasil

    penelitian ini, masing-masing tema muncul berdasarkan wawancara

  • mendalam dengan lima orang informan tentang penyebab putus obat

    pasien tuberculosis di wilayah kerja Puskesmas Jongaya Makassar.

    Tema tersebut akan diuraikan di bawah ini sebagai berikut :

    a. Respon pasien sebelum menjalani pengobatan kembali

    Tema 1: Respon pasien sebelum menjalani pengobatan kembali

    “Posoka”

    “Baikmi

    perasaanku”

    “Perasaanku

    loyo”

    “Tidak ada

    perubahan”

    “Kayak

    allergika”

    Perilaku

    Respon

    pasien

    yang

    sebelum

    menjalani

    pengobatan

    kembali

    Gambar 4.1. Respon pasien yang menjalani pengobatan kembali

  • “Suamiku

    tinggalkanka”

    “Batuk latto-

    lattoka”

    “Tidak

    sembuh”

    “Tidak bisa

    telat minum

    obat”

    “Tuhan yang

    tauki”

    “Serahkan ke

    Tuhan”

    “Allah Maha

    segalanya”

    “Adikku suruh

    ambil obat”

    “Orang tua

    yang

    mengingatkan”

    “Tidak ada

    mengingatkan”

    “Datang

    sendiri”

    “Istri yang

    ambil obat”

    Psikologis

    Spritual

    Dukungan/motivasi

    Respon pasien yang

    menjalani

    pengobatan

    kembali

    Gambar 4.2. Respon pasien yang menjalani pengobatan kembali

    Tema ini tersusun atas dua sub tema yaitu faktor internal dan

    faktor eksternal. Faktor internal meliputi beberapa kategori, yakni

    perilaku tentang ketidak patuhan minum obat sebelum menjalani

    pengobatan kembali, psikologis, dan spritual. Sedangkan faktor

  • eksternal terdiri dari dukungan/motivasi untuk minum obat secara

    teratur dari keluarga, tidak ada informasi dari petugas kesehatan tentang

    efek samping bila obat telat diminum satu hari dan biaya. Sub tema

    faktor internal pertama adalah perilaku yaitu tidak patuh. Dari kelima

    informan semuanya tidak patuh minum obat. Seperti pernyataan berikut

    ini:

    “Tidak kuminumki obatku karena posoka kurasa”(I1)

    “Tidak teraturka minum na’baik-baikmi kurasa perasaanku”(I2)

    “Perasaanku loyo, ya itu kuberhenti minum obat”(I3)

    “Tidak kuminum obatku, karena tidak ada kurasa perubahan”(I4)

    “Karena minum repamfisin, mukaku merah, kayak allergi”(I5)

    Kategori kedua dari sub tema faktor internal adalah psikologis yang

    terdiri dari malu dan terbebani. Sub kategori malu, tiga dari lima

    informan mengatakan sebagai berikut:

    “Maluka, kalau batu-batuka latto-lattoki”(I2)

    “Sudah berobat di RS.”X”dan dr.”X” naitidak sembuh-sembuh”(I4)

    Sedangkan kategori terbebani, satu dari lima informan yang

    mengatkatan sebagai berikut:

    “Tidak bisaki telat minum obat satu hari, na’ kerjaki”(I3)

    Kategori spiritual dengan sub kategori berserah diri dikemukakan oleh

    lima informan sebagai berikut:

    “Tuhan yang tauki” (I1)

    “Semuanya serahkan ke Tuhan”(I2), (I3), (I4)

    “Allah Maha segalanya”(I5)

    Sub tema faktor eksternal terdiri dari satu kategori yakni dukungan,

    terbagi tiga sub kategori, untuk sub kategori dukungan/motivasi

    keluarga, oleh tiga informan mengatakan sebagai berikut:

  • “Adikku yang laki-laki selalu suruhka pergi ambilki obat”(I1)

    “Tidak ada yang mengingatkan minum obat”(I4)

    “Istri saya yang datang ambilkan obat”(I5)

    Sub kategori dukungan petugas kesehatan sebelum menjalani

    pengobatan kembali dikemukakan oleh lima informan sebagai berikut:

    “Petugas tidak pernah datang di rumah”(I1)

    “Tidak ada penyampain, obat tidak boleh telat diminum satu hari”(I2)

    “Bukan saya yang lalai minum, tapi waktu saya pertama dapat

    “Na’bilang petugasnya tidak adami obatnya”(I3)

    “Na’bilang dokter “X”sudah sembuhmaki”(I4)

    “Tidak ada informasi mengenai efek samping obat”(I5)

    Sub kategori biaya dari lima informan tiga mengatakan akan berhenti

    minum obat kalau harus dibeli dan dua informan mengatakan akan

    mengusahakan membeli obat bila obat TB paru harus dibeli sebagai

    berikut:

    “Kalau tidak adami gratis dari pemerintah, berhentima makan obat”(I1)

    “Adami na’siapkan pemerintah gratis “mubazir”(I3)

    “Tidak usami berobat kalau beli obat”(I4)

    “Diusahakan mami yang penting sembuh”(I2)

    “Tidak jadi masalah, adaji sedikit gaji pensiunku pakai beli obat”(I5)

  • b. Hubungan Sosial

    Tema II: Hubungan Sosial

    “Biasa-biasaji”

    “Biasa temanku

    bertanya obat

    apami kau minum”

    “Janganmi

    terlalu repot”

    “Nahindarika”

    “Tidak adaji

    perubahan”

    Dengan lingkungan

    sekitar

    Dengan teman kerja

    Dengan Keluarga

    Hubungan sosial

    Gambar 4.3 Hubungan sosial

    Tema ini tersusun atas tiga kategori yaitu lingkungan sekitar,

    teman kerja, keluarga, dan terdiri dari tiga Sub kategori tidak berubah dan

    satu sub yang mengalami perubahan. Sebagaimana lima informan yang

    dikemukakan sebagai berikut:

    “Biasa-biasaj”(I2)

    “Biasa temanku bilang “obat apami itu kau minum”(I4)

    “Janganmi terlalu repot”(I3)

    “Nahindarika”(I1)

    “Tidak adaji perubahan”(I5)

  • c. Persepsi pasien yang menjalani pengobatan kembali

    Tema III: Persepsi pasien yang menjalani pengobatan kembali

    “Baik-baikmi kurasa”

    “Sempatka ragu karena

    lendirku warna coklatki

    lagi”

    “Ada perubahan setelah

    minum obat tiga bulan”

    “Bisamaka baring”

    “Ada perbaikan napsu

    makan”

    Persepsi pasien setelah

    menjalani pengobatan

    kembali

    Gambar 4.4 Persepsi pasien yang menjalani pengobatan kembali.

    Tema ini tersusun menjadi dua kategori yaitu sebelum minum obat

    kembali dan setelah minum obat kembali, yang dikemukakan oleh lima

    informan sebagai berikut:

    “Baik-baikmi kurasa”(I1)

    “Ada perubahan, sudah teratur berobat 3 bulan, enakmi saya rasa”(I2)

    “Sempatka ragu karena lendirku warna coklatki lagi”(I3)

    “Sekarang bisamaka baring”(I4)

    “Ada perbaikan napsu makan”(I5)

  • B. Pembahasan

    Interpretasi Data

    Dari hasil analisa data di atas menunjukkan bahwa respon pasien

    yang menjalani pengobatan kembali dipengaruhi oleh faktor internal dan

    ekternal yang meliputi perilaku, psikologis, spiritual, sedangkan faktor

    eksternal terdiri dari dukungan keluarga, petugas kesehatan, dan biaya.

    Perilaku dari kelima informan menunjukkan bahwa mereka tidak

    patuh menjalani pengobatan atau minum obat sebelumnya dengan berbagai

    alasan seperti sakit, tidak ada informasi tentang efek samping obat dari

    petugas kesehatan. Oleh karena itu pengobatan yang tidak teratur dan

    kobinasi obat yang tidak cukup menyebabkan timbulnya resistensi kuman

    TB paru terhadap OAT, sehingga kondisi ini menyebabkan pasien harus

    mengulang kembali pengobatan OAT dari awal dengan biaya yang lebih

    mahal yang hasilnya belum tentu memuaskan, karena kondisi pasien saat

    dilakukan wawancara didapatkan keluhan-keluhan pasien bahwa gejala yang

    dirasakan sebelumnya agak ringan tetapi sekarang bertambah parah.

    Hal ini sesuai dengan Notoatmodjo (2005) bahwa perilaku

    merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan

    dari luar. perilaku ini terjadi melalui adanya stimulus terhadap organisme,

    dan kemudian organisme tersebut meresponnya.

  • Respon psikologis terdiri dari malu dan terbebani, ada tiga informan

    yang mengatakan malu, satu informan mengatakan terbebani, dan satu

    informan mengatakan biasa-biasa saja.

    Ketidaksiapan yang akan menyebabkan pasien tubeculosis merasa

    malu menghadapi penyakitnya karena faktor sosial yang mungkin

    mempunyai kontribusi seperti perceraian, perpisahan artinya faktor tersebut

    dapat saja menjadi pemicu terjadinya kesedihan, namun itupun belum pasti

    karena faktor budaya mempengaruhi nilai yang dimiliki oleh individu dan

    karenanya latar belakang budaya juga berkaitan dengan sumber kesedihan

    (Hawari, 2006).

    Terbebani akan keteraturan minum akan mempengaruhi kepatuhan

    minum obat pasien tuberculosis, banyak pasien menghentikan

    pengobatannya karena sudah merasa lebih baik pada pengobatan dua bulan

    pertama. Juga karena pengobatan yang berlangsung lama, dan harus kontrol

    secara rutin, membuat banyak penderita tuberculosis yang merasa bosan dan

    akhirnya menghentikan pengobatannya (Abraham, 2005). Hal ini peneliti

    dapatkan saat dilakukan wawancara, menanyakan tentang riwayat

    pendidikan, satu informan hanya sampai kelas tiga sekolah dasar, tiga

    informan tamat sekolah menengah atas, dan satu informan diploma III,

    namun tingkat pndidikan dan pengetahuan tidak menjamin bahwa seseorang

    akan patuh dalam hal ini kepetuhan dan keteraturan minum bagi pasien

    tubeculosis, karena tergantung pada motivasi individu bahwa perubahan

    energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan di

  • dahului tanggapan terhadap adanya tujuan tertentu terutama bila kebutuhan

    untuk mencapai tujuan sangat dirasakan/mendasak, namun kenyataannya

    dari kelima informan ini menganggap penyakitnya bukan merupakan

    kebutuhan yang mendesak karena gejala yang dirasakan tidak mengganggu

    aktifitas sehari-harinya (Winardi, 2007).

    Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

    untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Pengalaman

    penelitian menyatakan ternyata perilaku didasari oleh pengetahuan

    (Notoatmodjo, 2005).

    Faktor eksternal yang mempengaruhi respon pasien tuberculosis

    putus obat yaitu dukungan keluarga, petugas kesehatan dan biaya.

    Dukungan keluarga yang diungkapkan tiga informan bahwa dalam

    menjalani kembali pengobatan selalu diingatkan untuk minum obatnya

    secara teratur dan mengambil obat kembali. Satu informan mengatakan

    bahwa tidak ada dukungan dari petugas kesehatan, pada analisa data

    didapatkan bahwa petugas kesehatan tidak memberikan penjelasan

    mengenai efek samping minum obat anti tuberculosis seperti warna urine

    menjadi merah setelah minum obat repanfisin.

    Sedangkan mengenai biaya yang diungkapkan informan ada tiga

    yang mengungkapkan akan menghentikan pengobatan bila obat anti

    tuberculosis harus dibeli, karena dua informan mempunyai pekerjaan hanya

    buruh harian dimana pendapatan pas-pasan, dan satu informan mengetahui

  • bahwa OAT didapatkan dari pemerintah secara cuma-cuma dua informan

    mengungkapkan akan mengusakan membeli OAT jika harus dibeli.

    Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dukungan

    keluarga, petugas kesehatan dan biaya sangat mempengaruhi pasien

    tuberculosis untuk tidak teratur minum obat atau putus obat.

    Program Pemberantasan Tuberculosis (P2TB) yang telah

    dilaksanakan oleh pemerintah sejak Pelita I tahun 1969, bahkan sejak tahun

    1980 telah dilaksanakan pemberian obat anti tuberculosis dalam bentuk

    paket secara cuma-cuma bagi masyarakat (Depkes, 2005). Dukungan atau

    motivasi dari keluarga bisa membuat seseorang termotivasi untuk

    melakukan suatu tindakan untuk mencapai tujuan yaitu faktor pelayanan

    kesehatan, termasuk ke dalam faktor ini adalah penyedian dan atau

    perbaikan fasilitas pelayanan kesehatan, perbaikan sistem dan manajemen

    pelayanan kesehatan, dan lain sebagainya (Notoadmodjo, 2005).

    Pada penelitian ini, hubungan sosial, dua informan mengatakan

    mendapatkan perhatian dari keluarganya, tiga informan mengatakan

    penerimaan dari lingkungan sekitar, keluarga, dan teman kerjanya. Dapat

    disimpulkan bahwa informan yang tidak mendapatkan perhatian dari

    keluarga karena keluarga tidak mengetahui nilai-nilai keluarga terhadap

    kesehatan, karena nilai-nilai yang dimiliki keluarga mempengaruhi

    kesehatan keluarga terutama dalam hal kepatuhan berobat. Misalnya

    sebuah keluarga yang kurang memperhatikan kesehatan anggota

    keluarganya utamanya yang sedang sakit akan merasa bahwa tanpa

  • melakukan upaya apapun, kesehatan keluarganya tetap terjaga, maka

    keluarga akan kuat meyakininya, tetapi keluarga tersebut akan mengalami

    kesulitan jika suatu waktu nilai yang diyakininya ternyata salah, oleh

    karena itu kesehatan keluarga dipengaruhi oleh anggota keluarga dalam

    menjalankan fungsinya seperti memberikan perhatian, dorongan dan

    motivasi dengan baik sehingga sebagai dampak perubahan yang terjadi

    pada lingkungan internal dan eksternal (Friedman, 2008).

    Dari hasil analisa data di atas bahwa persepsi pasien sebelum minum

    obat kembali, lima informan menggungkapkan penyakitnya bertambah

    parah.

    Persepsi pasien menentukan sikap dalam memutuskan untuk

    menjalani pengobatan kembali karena proses terjadinya persepsi pertama

    karena adanya obyek/stimulus yang merangsang untuk ditangkap oleh

    panca indra (obyek tersebut perhatian panca indra), kemudian

    obyek/stimulus perhatian tadi dibawa ke otak dari otak terjadi adanya kesan

    atau jawaban (response) stimulus berupa kesan/respon yang dibalikkan

    kembali berupa tanggapan atau persepsi atau hasil kerja indra berupa

    pengalaman pengolahan otak. Proses terjadinya persepsi ini perlu fenomena

    dan yang terpenting fenomena dari persepsi ini adalah perhatian/attantion.

    Pengertian perhatian itu sendiri adalah suatu konsep yang diberikan pada

    proses persepsi yang menseleksi input-input tertentu untuk diikutsertakan

    dalam suatu pengalaman yang kita sadari/kenal dalam suatu waktu tertentu

    (Rachmat, 2005).

  • Kondisi informan dengan kategori yang kedua persepsi pasien

    setelah menjalani pengobatan kembali yang diungkapkan oleh lima

    informan menunjukkan persepsi yang adaptif, karena pasien mendapatkan

    dukungan dari keluarga dan petugas kesehatan, terutama, jika obat pasien

    akan habis maka petugas yang mengingatkan untuk dating ke puskesmas

    untuk mengabilnya walaupun bertepatan dengan hari libur kerja. Oleh

    karena itu persepsi seseorang tidak timbul begitu saja tetapi dapat

    dipengaruhi dari orang yang bersangkutan, apabila seseorang melihat

    sesuatu dan berusaha memberikan interpretasi tentang apa yang dilihatnya

    itu, ia dipengaruhi oleh karakteristik individual yang turut berpengaruh

    seperti sikap, motif, kepentingan, minat, pendidikan, harapan, dan

    pengalaman (Rachmat, 2005).

    C. Keterbatasan penelitian

    1. Keterbatasan penelitian ini adalah keterbatasan jurnal penelitian yang

    berkaitan dengan studi kualitatif faktor-faktor penyebab pasien

    tubeculosis putus obat.

    2. Penelitian ini hanya dilakukan satu tempat saja sehingga sulit untuk

    mengidentifikasi mengenai faktor-faktor penyebab pasien tubeculosis

    putus obat.

    3. Keterbatasan lain ketiak berhadapan dengan partisipan sulit memberikan

    jawaban dan hanya memberikan jawaban yang singkat.

  • 4. Kemampuan peneliti dalam melakukan analisis yang kurang, yaitu

    kurang memahami kontekstual kalamat dari partisipan, bagaiamana

    memahami kesepadanan arti dan menjadikannya sebagai kategori-

    kategori yang sesuai untuk menghasilkan tema.

  • BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan

    Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian ini, maka dapat di

    simpulkan sebagai berikut :

    1. Respon pasien menjalani pengobatan kembali dipengaruhi oleh faktor

    internal dan ekternal yang meliputi respon psikologis, spiritual dan perilaku

    dalam hal kepatuhan berobat. Dari lima informan semuanya tidak patuh

    menjalani pengobatan sebelumnya, sedangkan faktor eksternal terdiri dari

    dukungan keluarga, petugas kesehatan dan biaya.

    2. Hubungan sosial pasien tuberculosis dengan lingkungan sekitar, teman

    kerja, dan hubungan dengan keluarga, dua informan mendapatkan

    diskriminasi dari keluarga, tiga informan dalam hubungan social dengan

    keluarga, lingkungan sekitar, dan teman kerja sangat baik dan tidak ada

    perubahan setelah pasien menderita penyakit tuberculosis.

    3. Persepsi pasien sebelum menjalani pengobatan kembali, tiga informan

    mengatakan bahwa penyakitnya tambah parah. Persepsi pasien setelah

    menjalani kembali pengobatan yang diungkapkan lima informan

    menunjukkan persepsi yang positif.

  • B. Saran

    1. Bagi pasien tuberculosis

    Meningkatkan pengetahuan tentang dampak bagi dirinya jika tidak patuh

    minum obat, sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan.

    2. Bagi pelayanan kesehatan

    Khususnya perawat lebih meningkatkan lagi pelayanan kesehatan bagi

    pasien tuberculosis dengan melalui penyuluhan kesehatan.

    3. Bagi penentu kebijakan

    Tetap memprogramkan pengobatan gratis.

    4. Bagi peneliti selanjutnya

    Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut dan diperlukan pemahaman

    secara mendalam mengenai penelitian kualitatif, baik tekhnik wawancara,

    maupun dalam menentukan hasil analisa data dan pebhasan, sehngga

    penelitian yang dilakukan dapat lebih baik.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Abraham, C. & Shanley, E. (2005). Psikologi sosial untuk perawat, alih bahasa

    Leoni Sally M. Jakarta : EGC.

    Aditama, T.Y. (2005). Mengenal Tuberkulosis . Surabaya : Penyuluhan No. 12.

    Adin, AN, (2005). Kebijakan Paru dalm Penangulangan Tuberkuosis di Indonesia,

    Jakarta : Depkes RI.

    Anggraeni, S. (2010). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,

    kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

    Arif, (2006). Pengobatan Penyakit Tuberkulosis. Jakarata : Bagian Penyakit Dalam

    Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

    Arikunto, S. (2005). Prosedur Penelitian (Suatu pendekatan praktek), Jakarta : PT.

    Rineka Cipta.

    Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru. (2007). Sepuluh masalah Tuberkolusis dan

    Penanggulangannya, Jurnal Respinologi Indonesia, Vol. 20, No. 1 Jakarta.

    Basri. (2006). Apakah DOTS merupakan Cara Terbaik mengatasi TB?, Kumpulan

    Makalah Simposium Peran Dokter Swasta dalam Penerapan Strategi DOST

    pada Pemberantasan TB di Indonesia.

    Bugin, B. (2007). Penelitian Kualitatif. Prenada Media Group: Jakarta

    Burhanuddin. (2007). Penanggulangan Penyakit Tubercolosis Oleh Perawat, FKM

    Unhas. Makassar.

    Crofton & Fred Miller. (2005). Tuberkulosis Klinis, Jakarta: Widya Medika.

    Departemen Kesehatan RI. (2005). Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis.

    Jakarta: Direktorat Jendral PPM dan PLP.

    Departemen Kesehatan RI. (2007). Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis.

    Jakarta: Direktorat Jendral PPM dan PLP

    Departemen Kesehatan RI. (2008). Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis.

    Jakarta: Direktorat Jendral PPM dan PLP

    Departemen Pendidikan Nasional RI, (2010). Pembelajarn Orang Dewasa. Jakarta:

    Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi PEKERTI.

  • Friendman, Marlyn M, (2008). Keperawatan Keluaarga: teori dan praktik. Alih

    bahasa, Ina Bebora, Ed. 3. Jakarta. EGC.

    Hasibuan & Winardi. (2005). Organisasi dan Motivasi. Jakarta: Bumi Aksara.

    Hawari, (2006). Psikiater Manajemen Stress, Cemas, Depresi, Jakarta :FKUI

    Helena. (2010). Pengobatan Penyakit Tuberkulosis. Jakarata : Bagian Penyakit

    Dalam Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

    Hidayat, A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.

    Jakarta : Salemba Medika.

    Hudoyo. (2005). Strategi Pelaksanaan DOTS. Jakarta: Pedoman Nasional

    Penggulangan Tuberkulosis. Edisi. 2.

    Litbangkes, (2007). Data pelatihan dan Pengembangan Kesehatan RI. Jakarta.

    Notoatmodjo. (2005). Metodelogi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi. Jakarta: Rinda

    Cipta.

    Nurdewati. (2005). Profil Penderita Tuberkulosis yang berobat di Rumah Sakit

    Fatmawati priode 1988-1999, Fatmawati Journal of Health Sciences.

    Rachmat, J. (2005). Psikologi komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

    Refika . (2005). Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia.

    Bandung.

    Rintiswati, (2005). Pemberantasan Penyakit TB Paru dan Strategi Dots, Bagian

    Paru Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Barat.

    Saryono, S. (2006). Sosiologi Kesehatan. Yogyakarta : Gajah Mada University

    Press.

    Sugiyono & Anggraeni, (2010). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan

    Kuantitatif, kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

    Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,

    kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

    Syarifudin, B. (2009). Panduan TA keperawatan dan kebidanan dengan SPSS.

    Yogyakarta : Penerbit Grafindo Litera Media.

  • Waspadji, SS. (2005). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, Jakarta : PT. Balai Penerbit

    FKUI.

    Widayatun, T.R. (2006). Ilmu perilaku. Jakarta : CV. Sagung Seto.

    Winardi, J. (2007). Motivasi, Pemotivasian Dalam Manajemen. Jakarta: PT. Raja

    Grafindo Persada.

  • Lampiran

    PENJELASAN PENELITIAN

    Kepada Yth.

    Saudara Partisipan

    Di-

    T e m p a t

    Dengan hormat

    Dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan maka saya :

    Nama : Dg Jikanang

    Nim : C121 09 575

    Alamat :

    Sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran

    Universitas Hasanuddin, bermaksud akan melaksanakan penelitian dengan judul:

    ” Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab putus obat pasien

    tubeculosis di wilayah kerja puskesmas Jongaya Makassar”

    Sehubungan dengan hal diatas saya mohon kesediaan saudara kiranya dapat

    berpartisipasi dalam penelitian ini dengan menjadi partisipan. Penelitian ini

    mengunakan desain kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Berikut ini saya

    akan menjelaskan beberapa hal terkait dengan penelitian yang akan saya lakukan :

    1. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang faktor-faktor

    penyebab putus obat pada pasien tuberculosis.

    2. Manfaat penelitian ini secara garis besar adalah meningkatkan kualitas

    pelayanan kesehatan khususnya dibidang perawatan pasien tuberculosis yang

    putus obat, khususnya peran serta petugas, keluarga dalam memberikan

    informasi dan dukungan/motivasi kepada pasien tuberculosis.

    3. Partisiapan dalam penelitian ini adalah pasien tuberculosis yang putus obat.

  • 4. Pengambilan data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan wawancara

    secara mendalam dengan partisipan yang berlangsung selama 30-45 menit untuk

    setiap partisipan.

    Atas partisipasi dan kebijakannya yang baik saya mengucapkan banyak

    terima kasih.

    Hormat saya Peneliti

    Dg Jikanang

  • Lampiran

    SURAT PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN

    (INFORMED CONCENT)

    Surat persetujuan menjadi partisipan

    Saya bertanda tangan dibawah ini tidak berkeberatan untuk menjadi

    partisipan dalam penelitian yang dilakukan mahasiswa Program Studi Ilmu

    Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dengan judul: “

    FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYEBAB

    PUTUS OBAT PASIEN TUBECOLUSIS DI WILAYAH KERJA

    PUSKESMAS JONGAYA MAKASSAR”.

    Saya memahami bahwa data ini bersifat rahasia. Demikianlah surat

    pernyataan ini dengan suka rela tanpa paksaan dari pihak manapun semoga dapat

    dipergunakan seperlunya.

    Makassar, Januari 2011

    Responden

    .

    .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. ..

  • PEDOMAN WAWANCARA

    “Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab putus obat pasien

    tubeculosis di wilayah kerja puskesmas Jongaya Makassar”.

    A. Krakteristik responden

    1. Inisial responden :

    2. Umur :

    3. Agama :

    4. Jenis kelamin :

    5. Alamat :

    6. Pendidkan terakhir :

    7. Status perkawinan :

    8. Pekerjaan :

    9. Tinggal bersama :

    B. Pedoman wawancara

    1. Selama saudara menjalani pengobatan, pernahkah saudara lalai minum

    obat?

    2. Apa saudara mendapat kesulitan pelayanan untuk melanjutkan

    pengobatan bila berobat ke tempat lain?

    3. Apa anda setiap mengkomsumsi obat ada perbaikan atau perubahan?

    4. Seandainya untuk memperoleh obat tersebut, anda harus membayar atau

    mengeluarkan biaya, apakah anda bersedia?

  • 5. Selama pengobatan, pernahkah anda terlambat mendapatkan obat dari

    pengawas minum obat (PMO)?

    6. Setiap kali saudara ke puskesmas untuk mengambil obat, apakah saudara

    disambut dan dilayani dengan baik oleh petugas yang memberikan saudara

    pengobatan?

    7. Selama saudara menjalani pengobatan, pernahkah petugas kesehatan yang

    memberikan pengobatan, berkunjung ke rumah saudara?

    8. Apa keluarga saudara memberikan dorongan untuk berobat secara teratur

    dan tuntas?

  • TRANSKIP HASIL WAWANCARA INFORMAN I1

    Wawancara dilakukan pada tanggal, Februari 2011, jam di ruangan

    pertemuan Puskesmas Jongaya Makassar, suasana ruangan bersih, dan tertata rapi, s

    informan ramah dan kooperatif pada saat wawancara berlangsung. Informan atas

    nama Ny. R, umur 31 tahun, agama islam, jenis kelamin perempuan, status

    perkawinan pisah, tinggal bersama kakak dan adiknya di rumah orang tuanya,

    kedua orang tuanya sudah meninggal, pekerjaan buruh harian seperti membantu

    tetangganya mencuci pakaian.

    Pt :

    Inf :

    Pt :

    Inf :

    Pt :

    Inf :

    Selama saudara menjalani pengobatan, pernahkah saudara lalai minum

    obat?

    Dulu itu bu, tidak kuminumki obatku karena posoka kurasa, nabawa

    tongmi poeng adik iparku, na’ dua haripi baru nabawakanka.

    Apa saudara mendapat kesulitan pelayanan untuk melanjutkan

    pengobatan bila berobat ke tempat lain?

    Tidak pernaka, pindah berobat, tapi waktunya petugasnya belum diganti

    saya biasa dimarah-marahi petugasnya, apalagi kalau paski hari libur

    na’habiski obatku. Sekarang petugasnya terutama sus”M” natelponki

    kalau natauki kalau sudah mau habis obatku.

    Apa anda setiap mengkomsumsi obat ada perbaikan atau perubahan?

    Sebelumnya bu, tidak ada perubahan kurasakan bahkan tambah posoka,

  • Pt :

    Inf :

    Pt :

    Inf :

    Pt :

    Inf :

    Pt :

    Inf :

    Pt :

    sekarang kalau malamki tidak banyakmi keringatku.

    Seandainya untuk memperoleh obat tersebut, anda harus membayar atau

    mengeluarkan biaya, apakah anda bersedia?

    Kalau tidak adami gratis dari puskesmas, berhentima makan obat, karena

    makan saja sehari-hari, pergipa jadi buruh harian, ya bantu-bantu orang

    cuci pakaiannya.

    Selama pengobatan, pernahkah anda terlambat mendapatkan obat dari

    pengawas minum obat (PMO)?

    Sering saya terlambat minum obat, apalagi kalau pergika bantu-bantu

    orang mencuci, baru saya sendiriji yang minum obatku tidak ada orang

    yang kasi ingatka.

    Setiap kali saudara ke puskesmas untuk mengambil obat, apakah saudara

    disambut dan dilayani dengan baik oleh petugas yang memberikan

    saudara pengobatan?

    Sekarang petugasnya baikbaik semua, ituji dulu iya, takut-takutki pergi

    ambil obat.

    Selama saudara menjalani pengobatan, pernahkah petugas kesehatan

    yang memberikan pengobatan, berkunjung ke rumah saudara?

    Waktuku pertama berobat tidak pernah dating petugas ke rumah, tapi

    sekarang biasaji datang, biasa iya natelponki lagi.

    Apa keluarga saudara memberikan dorongan untuk berobat secara

    teratur dan tuntas?

  • Inf : Tidak pernah, bahkan suamiku natinggalkanka, na’tauki na’kenaka

    penyakit ini, untug adaji adikku yang mengingatkan minum obat, karena

    tinggalmaka sama-sama.

  • NO TEMA SUB

    TEMA KATEGORI

    SUB

    KATEGORI KATA KUNCI I1 I2 I3 I4 I5

    1

    Respon

    pasien

    yang

    menjalani

    pengobatan

    kembali

    Faktor

    Internal

    Faktor

    ekternal

    Perilaku

    Psikologis

    Spritual

    Dukungan

    Tidak patuh

    Malu

    Terbebani

    Berserah diri

    Keluarga

    “Tidak kuminumki

    obatku karena

    posoka kurasa”

    ”Tidak teratukar

    minum obat

    na’baik-baikmi

    kurasa

    perasaanku.

    “Perasaanku loyo,

    itu kuberhenti

    minum obat”

    “Tidak kuminum

    obatku, karena

    tidak ada

    perubahan”

    “Minum

    ripamfisin, mukaku

    merah, kayak

    allergi”

    “Na’tinggalkanma,

    suamiku”

    “Maluka, batu-

    batuka latto-

    lattoka”

    “Sudah berobat di

    RS.”X”dan dr.”X”

    naitidak sembuh-

    sembuh”

    “Tidak bisaki telat

    minum obat”

    x

    x

    x

    x

    x

    x

    x

    x

    x

    x

    x

    x

    x

    x

    x

    x

    x

  • 2

    Hubungan

    sosial

    Dengan

    lingkungan

    sekitar

    Dengan

    Petugas

    kesehatan

    Biaya

    Berubah/tidak

    berubah

    “Tuhan yang tauki

    “Semuanya saya

    serahkan ke Tuhan

    “Allah Maha

    Segalanya”

    “Adikku selalu

    suruhka pergi

    ambilki obatku”

    “Orang tuaku

    sering

    mengingatkan

    untuk datang ambil

    obat”

    “Tidak ada yang

    mengingatkan

    minum obat”

    “Datang sendiri

    ambil obat”

    “Istri saya yang

    ambilkan obat”

    “Tidak pernah

    petugas datang di

    rumah”

    “Tidak ada

    penyampaian, obat

    tidak boleh telat

    diminum satu

    hari”

    “Na’bilang dokter

    “X”sudah

    sembuhmaki”

    x

    x

    x

    x

    x

    x

    x

    x

    x

    x

    x

    x

    x

    x

  • 3

    Persepsi

    pasien

    yang

    menjalani

    pengobatan

    kembali

    teman kerja

    Dengan

    keluarga

    Setelah

    minum obat

    kembali

    “Bukan saya yang

    lalai minum”

    “Tidak ada

    informasi

    mengenai efek

    samping obat”

    “Kalau tidak

    adami gratis dari

    pemerintah,

    berhentima makan

    obat”

    “Diusahakan

    mami yang penting

    sembuh”

    “Adami

    na’siapkan

    pemerintah gratis

    “mubazir”

    “Tidak usami

    berobat kalau beli

    obat”

    “Tidak jadi

    masalah, adaji

    sedikit gaji

    pensiunku pakai

    beli obat

    “Nahindarika”

    “Biasa-biasaji”

    “Biasa temanku

    bilang “obat

    apami itu kau

    minum”

    x

    x

    x

    x

    x

    x

    x

    x

  • “Janganmi terlalu

    repot”

    “Tidak adaji

    perubahan”

    “Baik-baikmi

    kurasa”

    “Ada perubahan,

    sudah teratur

    berobat 3 bulan,

    enakmi saya rasa”

    “Sempatka ragu

    karena lendirku

    warna coklatki

    lagi”

    “Sekarang