Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN...

43
7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran Berdasarkan pendapat Kotler (2003, p9) pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran dan pertukaran timbal balik nilai produk dan jasa dengan orang lain. The American Marketing Association mendefinisikan pemasaran sebagai suatu proses perencanaan dan pelaksanaan konsep, harga, promosi, dan distribusi dari ide, produk dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang dapat memenuhi tujuan individu dan organisasi. Sedangkan manajemen pemasaran dipandang sebagai seni dan ilmu dalam memilih target pasar serta meraih, menjaga, dan menumbuhkan pelanggan dengan cara menciptakan, memberikan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang superior (Kotler 2003, p9). 2.1.1 Konsep Pemasaran Menurut Kotler (2003, pp17-26) ada lima konsep alternatif yang melandasi aktivitas pemasaran organisasi, yaitu: 1. Konsep Produksi Konsep produksi merupakan salah satu konsep bisnis yang paling lama. Pada konsep ini beranggapan bahwa konsumen akan lebih menyukai produk-produk yang tersedia dimana-mana dan harganya murah. Para manajer yang menggunakan konsep ini

Transcript of Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN...

Page 1: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

7

BAB 2

LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Manajemen Pemasaran

Berdasarkan pendapat Kotler (2003, p9) pemasaran adalah suatu proses sosial

dan manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka

butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran dan pertukaran timbal balik nilai

produk dan jasa dengan orang lain.

The American Marketing Association mendefinisikan pemasaran sebagai suatu

proses perencanaan dan pelaksanaan konsep, harga, promosi, dan distribusi dari ide,

produk dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang dapat memenuhi tujuan individu

dan organisasi. Sedangkan manajemen pemasaran dipandang sebagai seni dan ilmu

dalam memilih target pasar serta meraih, menjaga, dan menumbuhkan pelanggan

dengan cara menciptakan, memberikan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang

superior (Kotler 2003, p9).

2.1.1 Konsep Pemasaran

Menurut Kotler (2003, pp17-26) ada lima konsep alternatif yang melandasi

aktivitas pemasaran organisasi, yaitu:

1. Konsep Produksi

Konsep produksi merupakan salah satu konsep bisnis yang paling lama. Pada konsep

ini beranggapan bahwa konsumen akan lebih menyukai produk-produk yang tersedia

dimana-mana dan harganya murah. Para manajer yang menggunakan konsep ini

Page 2: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

8

lebih berkonsentrasi dalam meraih efisiensi produksi yang tinggi, biaya rendah, dan

distribusi massal.

2. Konsep Produk

Konsep ini beranggapan bahwa konsumen akan menyukai produk yang menawarkan

mutu terbaik, kinerja terbaik, dan bersifat paling inovatif. Sehingga para manajer

harus melakukan perbaikan produk secara terus-menerus.

3. Konsep Penjualan

Konsep ini beranggapan bahwa konsumen tidak akan membeli cukup banyak produk

perusahaan, kecuali perusahaan tersebut melakukan usaha penjualan dan promosi

dalam skala besar. Konsep ini biasanya dilakukan pada produk yang tidak terpikir

oleh pembeli untuk dibeli.

4. Konsep Pemasaran

Konsep ini mengatakan bahwa untuk mencapai tujuan organisasi tergantung pada

penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran dan memuaskan pelanggan

secara lebih efektif dan efisien daripada yang dilakukan oleh pesaing.

5. Konsep Pelanggan

Dengan konsep ini perusahaan mengumpulkan informasi mengenai transaksi yang

lalu, demografi, psikografi, media, dan distribusi yang disukai dari setiap pelanggan.

Perusahaan berharap dapat meraih keuntungan yang terus tumbuh melalui

pembagian yang lebih besar dari setiap pendapatan pelanggan dengan cara

membangun kesetiaan pelanggan yang tinggi dan fokus dalam nilai pelanggan

sepanjang waktu.

6. Konsep Pemasaran Berwawasan Sosial

Konsep ini menyatakan bahwa organisasi harus menentukan kebutuhan, keinginan,

dan minat dari target pasar dan memberikan kepuasan yang lebih efektif dan efisien.

Page 3: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

9

Selanjutnya, organisasi harus memberikan nilai superior kepada pelanggan dengan

suatu cara yang dapat menjaga dan meningkatkan kesajahteraan konsumen dan

masyarakat

2.2 Merek (Brand)

The American Marketing Association mendefinisikan merek sebagai sebuah

nama, tanda, istilah, simbol, atau desain, atau kombinasi dari semuanya, dengan tujuan

untuk mengidentifikasi sebuah produk atau jasa dari seorang penjual ataupun

sekelompok penjual untuk membedakannya dari produk atau jasa kompetitor lainnya

(Kotler 2003, p418). Definisi dari The American Marketing Association tersebut juga

hampir sama dengan yang ditetapkan di Indonesia melalui UU Merek No. 15 tahun 2001

pasal 1 ayat 1.

Masih menurut Kotler (2003, pp418-419), merek adalah sebuah simbol yang

kompleks terhadap sebuah produk dan dapat memberikan enam arti, yaitu:

1. Atribut (Attributes).

Merek memberikan suatu gambaran tentang sifat produk dari merek itu sendiri dan

mengingatkan pada atribut-atribut tertentu.

Contoh: Mercedes adalah mobil yang berkonstruksi baik, berdaya tahan tinggi,

mahal, dan termasuk mobil kelas atas.

2. Manfaat (Benefit).

Atribut dari sebuah merek tersebut harus dapat diterjemahkan dalam bentuk

manfaat baik dari sisi fungsi maupun emosi.

Contoh: Atribut berdaya tahan tinggi dapat diterjemahkan dengan arti bahwa produk

tersebut menggunakan bahan dengan kualitas lebih tinggi dibanding produk lain.

Page 4: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

10

3. Nilai (Value).

Sebuah merek juga menyatakan tentang nilai pembuatnya.

Contoh: Mobil bermerek Mercedes selalu identik dengan mobil yang berkemampuan

tinggi, tingkat keamanan yang tinggi, serta gengsi yang besar

4. Budaya (Culture).

Sebuah merek juga mencerminkan suatu budaya tertentu.

Contoh: Mercedes dapat menggambarkan budaya Negara Jerman yang serba

teratur, efisien, serta berkualitas tinggi.

5. Personal (Personality).

Sebuah merek dapat mencerminkan kepribadian tertentu dari pemakainya.

Contoh: Menggunkan Mercedes melambangkan kepribadian yang berkelas dari

pemakainya.

6. Pemakai (User).

Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk

tersebut.

Contoh: Gambaran dari konsumen yang menggunakan Mercedes adalah top

eksekutif yang sudah berumur, bukan seorang sekretaris muda.

Merek atau merek dagang adalah tanda pembeda yang digunakan suatu badan

usaha sebagai penanda identitasnya dan produk barang atau jasa yang dihasilkannya

kepada konsumen, dan untuk membedakan usaha tersebut maupun barang atau jasa

yang dihasilkannya dari badan usaha lain. Merek merupakan kekayaan industri, yaitu

termasuk kekayaan intelektual. Secara konvensional, merek dapat berupa nama, kata,

frasa, logo, lambang, desain, gambar, atau kombinasi dua atau lebih unsur tersebut.

(id.wikipedia.org) Menurut Nicolino dan Davis dalam Simamora (2003, p3) merek bisa

juga berarti entitas pengidentifikasi yang memberi janji nilai tertentu.

Page 5: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

11

Berdasarkan definisi-definisi di atas, merek pada dasarnya adalah sebagai

pembeda dan identitas suatu produk atau jasa. Melalui merek, berarti juga menawarkan

suatu janji akan nilai tertentu kepada konsumennya. Dengan adanya janji akan nilai

tertentu pada merek, maka konsumen dapat memberikan suatu persepsi terhadap merek

tersebut.

2.2.1 Manfaat Merek

Merek bermanfaat bagi produsen dan konsumen. Menurut Keller dalam Tjiptono

(2005, pp20-21) manfaat merek bagi produsen adalah sebagai:

Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan produk

bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian sediaan dan pencatatan

akuntansi.

Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik.

Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang luas, sehingga mereka bisa dengan

mudah memilih dan membelinya lagi di lain waktu.

Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari para

pesaing.

Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum, loyalitas

pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen.

Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa datang.

Sedangkan manfaatnya bagi konsumen adalah sebagai:

Identifikasi sumber produk

Penetapan tanggung jawab pasa pemanufaktur atau distributor tertentu.

Pengurang resiko

Penekanan biaya pencarian (search cost) internal dan eksternal.

Page 6: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

12

Janji atau ikatan khusus dengan produsen

Alat simbolis yang memproyeksikan citra diri.

Signal kualitas.

Sementara itu, Ambler dalam Tjptono (2005, p21) mengelompokkan manfaat-

manfaat merek ke dalam tiga kategori, yaitu:

Raritas (manfaat ekonomik atau value for money)

Virtuositas (manfaat fungsional atau kualitas)

Complacibilitas (manfaat psikologis atau kepuasan pribadi)

Untuk penjelasan dari masing-masing kategori tersebut, lihat tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1 Manfaat-manfaat Merek

MANFAAT

MEREK DESKRIPSI

Manfaat

ekonomik

Merek merupakan sarana bagi perusahaan untuk saling bersaing

memperebutkan pasar

Konsumen memilih merek berdasarkan value or money yang

ditawarkan berbagai macam merek

Relasi antara merek dan konsumen dimulai dengan penjualan.

Premium harga bisa berfungsi layaknya asuransi risiko bagi

perusahaan. Sebagian besar konsumen lebih suka memilih

penyedia jasa yang lebih mahal namun lebih diyakininya bakal

memuaskannya ketimbang memilih penyedia jasa lebih murah

yang tidak jelas kinerjanya.

Manfaat

fungsional

Merek memberikan peluang bagi diferensiasi. Selain memperbaiki

kualitas (diferensiasi vertikal), perusahan-perusahaan juga

memperluas mereknya dengan tipe-tipe produk baru (diferensiasi

horizontal).

Merek memberikan jaminan kualitas. Apabila konsumen membeli

Page 7: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

13

merek yang sama lagi, maka ada jaminan bahwa kinerja merek

tersebut akan konsisten dengan sebelumnya.

Pemasar merek berempati dengan para pemakai akhir dan

masalah yang akan diatasi merek yang ditawarkan.

Merek memfasilitasi ketersediaan produk secara luas.

Merek memudahkan iklan dan sponsorship.

Manfaat

psikologis

Merek merupakan penyederhanaan atau simplifikasi dari semua

informasi produk yang perlu diketahui konsumen.

Pilihan merek tidak selalu didasarkan pada pertimbangan

rasional. Dalam banyak kasus, faktor emosional (seperti gengsi

dan citra sosial) memainkan peran dominan dalam keputusan

pembelian.

Merek bisa memperkuat citra diri da persepsi orang lain terhadap

pemakai/pemiliknya.

Brand symbolism tidak hanya berpengaruh pada persepsi orang

lain, namun juga pada identifikasi diri sendiri dengan obyek

tertentu.

Sumber: Ambler dalam Tjiptono (2005, p23)

Merek yang yang kuat adalah yang memiliki aset merek tinggi. Merek yang kuat

tersebut, menurut Davis dalam Simamora (2003, pp49-51) akan memperoleh manfaat-

manfaat sebagai berikut:

Loyalitas yang memungkinkan terjadinya transaksi berulang

Memungkinkan perusahaan menetapkan harga yang lebih tinggi (premium), yang

berarti margin yang lebih tinggi bagi perusahaan

Memeberikan kredibilitas pada produk lain yang menggunakan merek tersebut

Memungkinkan return yang lebih tinggi

Page 8: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

14

Memungkinkan diferensiasi relatif dengan pesaing yang jelas, bernilai dan

berkesinambungan

Memungkinkan fokus internal yang jelas. Artinya, dengan merek yang kuat,

parakaryawan mengerti untuk apa merek ada dan apa yang perlu mereka lakukan

untuk mengusung merek itu

Semakin kuatnya merek, semakin tinggi laoyalitas, maka konsumen akan lebih

toleran terhadap kesalahan produk atau perusahaan

Menjadi faktor yang menarik karyawan-karyawan berkualitas, sekaligus

mempertahankan karyawan-karyawan

Menarik konsumen untuk hanya menggunakan faktor merek dalam pengambilan

keputusan kualitas pembelian

2.2.2 Tipe-tipe Merek

Pemahaman mengenai peran strategik merek tidak bisa dipisahkan dari tipe-tipe

utama merek, karena masing-masing tipe memiliki citra merek yang berbeda. Menurut

Whitwell, et al. dalam Tjiptono (2005, p22) tipe-tipe merek tersebut meliputi:

1. Attribute brands, yakni merek-merek yang memiliki citra yang mampu

mengkomunikasikan keyakinan/kepercayaan terhadap atribut fungsional produk.

Kerapkali sangat sukar bagi konsumen untuk menilai kualitas dan fitur secara

obyektif atas begitu banyak tipe produk, sehingga mereka cenderung memilih

merek-merek yang dipersepsikan sesuai dengan kualitasnya.

2. Aspirational brands, yaitu merek-merek yang menyampaikan citra tentang tipe orang

yang membeli merek bersangkutan. Citra tersebut tidak banyak menyangkut

produknya, tetapi justru lebih banyak berkaitan dengan gaya hidup yang

didambakan. Keyakinan yang dipegang konsumen adalah bahwa dengan memiliki

Page 9: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

15

merek semacam ini, akan tercipta asosiasi yang kuat antara dirinya dengan

kelompok aspirasi tertentu (misalnya, golongan kaya, prestisius dan populer). Dalam

hal ini, status, pengakuan sosial, dan identitas jauh lebih penting daripada sekedar

nilai fungsional produk.

3. Experience brands, mencerminkan merek-merek yang menyampaikan citra asosiasi

dan emosi bersama (shared asociation and emotions). Tipe ini memiliki citra melebihi

sekedar aspirasi dan lebih berkenaan dengan kesamaan filosofi antara merek dan

konsumen individual. Kesuksesan sebuah experience brand ditentukan oleh

kemampuan merek bersangkutan dalam mengekspresikan individualitas dan

pertumbuhan personal.

2.2.3 Ekuitas Merek (Brand Equity)

Menurut Aaker dalam Simamora (2003, p47) dan Tjiptono (2005, p39), ekuitas

merek adalah serangkaian aset dan kewajiban yang dimiliki nama merek atau simbolnya,

yang dapat menambah atau mengurangi nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa

perusahaan dan/atau pelanggan perusahaan tersebut. Apabila positif, maka ekuitas

merek menjadi aset. Apabila negatif, maka ekuitas merek menjadi kewajiban (liability).

Sedangkan menurut Hana dan Wozniak dalam Simamora (2003, p49) ekuitas

merek adalah nilai tambah yang diberikan merek pada produk. Jadi ekuitas merek ada

kalau merek itu memberikan nilai tambah. Kalau tidak memberikan nilai tambah, apalagi

kalau justru mengurangi nilai produk, berarti tidak ada ekuitas merek.

Adapula elemen-elemen dan kategori mengenai ekuitas merek yang diungkapkan

oleh beberapa tokoh dalam Tjiptono (2005, pp40-41), diantaranya menurut Aaker

adalah:

Page 10: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

16

Brand awareness, yaitu kemapuan konsumen untuk mengenali atau mengingat

bahwa sebuah merek merupakan anggota dari kategori produk tertentu.

Perceived Qualitiy, merupakan penilaian konsumen terhadap keunggulan atau

superoritas produk secara keseluruhan.

Brand Associations, yakni segala sesuatu yang terkait dengan memori terhadap

sebuah merek. Brand Associations ini berkaitan erat dengan brand image, yang

didefinisikan sebagai serangkaian asosiasi merek dengan makna tertentu.

Brand Loyalty, yaitu suatu ikatan yang dimiliki oleh pelanggan terhadp suatu merek.

Sedangkan ekuitas merek menurut Keller dalam Tjiptono (2005, p41) lebih

berfokus pada perspektif perilaku konsumen. Ia mengembangkan model ekuitas merek

berbasis pelanggan (CBBE=Customer-based brand equity). Menurutnya, kunci pokok

dari penciptaan ekuitas merek adalah brand knowledge, yang terdiri atas brand

awareness dan brand image. Dengan demikian, ekuitas merek akan terbentuk jika

pelanggan mempunyai tingkat awareness dan familiaritas tinggi terhadap sebuah merek

dan memiliki asosiasi merek yang kuat, positif dan unik dalam memorinya.

Menurut tokoh lainnya adalah Feldwick dalam Tjiptono (2005, pp47-49) yang

mengelompokkan berbagai makna ekuitas merek ke dalam tiga kategori berikut:

Brand valuation atau brand value, yaitu nilai total sebuah merek sebagai aset

terpisah.

Brand strenght atau brand loyalty, yaitu ukuran menyangkut sebrapa kuat konsumen

terikat dengan merek tertentu. Ukuran ini juga merefleksikan permintaan relatif

konsumen terhadap sebuah merek.

Brand image atau brand description, yakni deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan

konsumen terhadap merek tertentu.

Page 11: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

17

Dalam Tjiptono (2005, p53) juga dijelaskan hasil studi Richard G. Netenmeyer, et

al. yang mengukur aspek-aspek primer CBBE dan menguji hubungannya dengan variabel

asosiasi merek dan respon merek. Kesimpulannya adalah bahwa perceived quality,

perceived value for the cost, dan brand uniqueness merupakan anteseden langsung

potensial bagi kesediaan untuk membayar harga premium bagi merek spesifik, dan

kesediaan membayar harga premium tersebut merupakan anteseden langsung bagi

perilaku pembelian merek.

Core/Primary CBBE Facets

Related Brand Associations

Gambar 2.1 Model Konseptual CBBE Menurut Netenmeyer, et al.

Sumber: Netenmeyer, et al. dalam Tjiptono (2005, p53)

2.3 Citra merek (Brand Image)

Perceived Brand Quality

Perceived Brand Value for the Cost

Brand Uniqueness

Kesediaan Membayar Harga

Premium

Brand Awareness

Brand Familiarity

Popularitas Merek

Organizational Associations

Konsistensi Citra Merek

Minat

Pembelian Merek

Pembelian Merek

Variabel Respon Merek

Page 12: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

18

Membicarakan citra, maka biasanya bisa menyangkut citra produk, perusahaan,

merek, partai, orang atau apa saja yang terbentuk dalam benak seseorang. Menurut

Zimmer dan Golden dalam Simamora (2004, p124), mengukur citra ada dua kesulitan.

Pertama adalah konseptualisasi citra. Citra adalah konsep yang mudah dimengerti tetapi

sulit dijelaskan secara sistematis karena sifatnya abstrak dan yang kedua adalah

kesulitan dalam pengukuran.

Dalam Simamora (2004, p124) dijelaskan bahwa ada dua pendekatan yang

dapat digunakan dalam mengukur citra. Pertama adalah merefleksikan citra di benak

konsumen menurut mereka sendiri. Pendekatan ini disebut pendekatan tidak terstruktur

(unstructured approach) karena memang konsumen bebas menjelaskan citra suatu objek

di benak mereka. Cara yang kedua adalah peneliti menyajikan dimensi yang jelas,

kemudian responden berespons terhadap dimensi-dimensi yang ditanyakan itu. Ini

disebut pendekatan terstruktur (structured approach).

Citra merek ialah apa yang konsumen pikir atau rasakan ketika mereka

mendengar atau melihat nama suatu merek atau pada intinya apa yang konsumen telah

pelajari tentang merek. Citra merek disebut juga memori merek yang skematis, berisi

interpretasi pasar sasaran tentang atribut/karakteristik produk, manfaat produk, situasi

penggunaan dan karakteristik pemasar (Supranto dan Limakrisna2007, p132).

Berdasarkan pendapat Kotler dalam Simamora (2003, p37 & 63), citra merek

adalah sejumlah keyakinan tentang merek. Syarat merek yang kuat adalah citra merek.

Kotler juga mempertajam bahwa citra merek itu sebagai posisi merek (brand position),

yaitu citra merek yang jelas, berbeda dan unggul secara relatif dibanding pesaing.

Dalam Simamora (2003, p96), Aaker menyatakan bahwa citra merek adalah

seperangkat asosiasi unik yang ingin diciptakan atau dipelihara para pemasar. Asosiasi-

asosiasi itu menyatakan apa sesungguhnya merek dan apa yang dijanjikannya kepada

Page 13: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

19

konsumen. Jadi Aaker menganggap citra merek sebagai bagaimana merek dipersepsikan

oleh konsumen (Simamora2003, p63).

Banyak pakar lainnya yang mendefinisikan citra merek berdasarkan sudut

pandangnya masing-masing (Sitinjak dan Tumpal 2005, p172), diantaranya menurut:

Keller, citra merek adalah sebagai persepsi atau kesan tentang suatu merek yang

direfleksikan oleh sekumpulan asosiasi yang menghubungkan pelanggan dengan

merek dalam ingatannya.

Aaker dan Joachimsthaler, citra merek adalah identitas (termasuk personalitas,

symbol, proposisi nilai, brand essence dan posisi merek).

Davis, citra merek memiliki dua komponen yaitu asosiasi merek (brand association)

dan persona merek (brand persona). Asosiasi merek membantu memahami manfaat

merek yang diterima konsumen, dan persona merek adalah deskripsi dari merek

dalam kontek karakteristik manusia, hal ini akan membantu memahami kekuatan

dan kelemahan merek.

Hawkins, citra merek cenderung kepada skematik memori tetang merek yang berisi

interpretasi pasar target terhadap atribut produk, manfaat, situasi penggunaan,

pengguna dan karakteristik perusahaan.

Peter dan Olson, menyatakan hal yang senada dengan Hawkins bahwa citra merek

terdiri dari pengetahuan dan kepercayaan (kognitif) terhadap atribut merek,

konsekuensi penggunaan merek, dan situasi mengkonsumsi, seperti evaluasi dari

perasaan dan emosi (respon afektif) yang berasosiasi dengan merek.

2.3.1 Citra Toko (Store Image)

Dalam konteks bisnis ritel, merek dapat diartikan sebagai merek ritel itu sendiri

ataupun merek produk atau barang dagangan yang dijual atau ditawarkan oleh pihak

Page 14: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

20

ritel (Utami2006, p212). Sesuai dengan objek penelitian ini, jadi citra merek yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah citra toko (hipermarket). Dalam Utami (2006, p212)

juga dinyatakan bahwa merek juga mempengaruhi keyakinan pelanggan atas keputusan

yang dibuat untuk membeli barang dagangan dari suatu ritel.

Schiffman dan Kanuk (2007, p167) juga menyatakan bahwa toko-toko ritel

mempunyai citra toko itu sendiri yang membantu mempengaruhi kualitas yang dirasakan

dan keputusan konsumen mengenai dimana akan berbelanja.

Dalam Ma’aruf (2006, p182-183) dijelaskan beberapa unsur yang mendukung

citra toko atau gerai, yaitu:

1. Merchandise: harga, kualitas, keragaman kategori, ketersediaan item (warna, ukuran

, jenis)

2. Lokasi yang mudah dijangkau, aman dan berada dalam suatu pusat perbelanjaan

atau dekat dengan gerai-gerai ritel lainnya.

3. Mengutamakan pelayanan pada segmen tertentu yang sesuai dengan karakteristik

demografi calon pembeli:

Kebanyakan pembeli adalah remaja dan dewasa muda

Kebanyakan pembeli adalah para keluarga

Kebanyakan pembeli adalah ibu rumah tangga kalangan tertentu

4. Pelayanan:

Pilihan cara bayar

Tersedianya food corner

Jasa antara ke rumah untuk produk tertentu

Katalog yang dikirimkan ke rumah

5. Pramuniaga, Staf, Kasir:

Perilaku dalam melayani (ramah, sopan, sigap, efisien)

Page 15: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

21

Pengetahuan produk

Jumlah tenaga yang memadai

6. Citra kepribadian perusahaan atau toko: tulus, menarik, berkompeten, canggih,

lengkap.

7. Fasilitas: gift wrapping,food court, toilet, parkir, pelayanan antar ke rumah

8. Store ambience:

Dekorasi eksterior yang modern, anggun, menarik

Dekorasi interior yang memikat

Atmosfer yang membuat betah berlama-lama (tata warna, musik, pencahayaan)

Sirkulasi dalam toko yang memudahkan bergerak

Penataan merchandise yang memudahkan pencarian

Display yang menarik

9. Promosi:

Secara teratur melakukan promosi hadiah barang

Mengadakan penjualan dengan diskon

Even khusus

Program kupon

Program undian berhadiah

Chowdury et al. menjelaskan dalam Istijanto (2005, p239) ada enam dimensi

yang digunakan dalam mengukur citra toko, yaitu:

1. Employee service (pelayanan karyawan)

2. Product quality (kualitas produk yang dijual)

3. Product selection (pilihan produk)

4. Atmosphere (suasana)

5. Convenience (kenyamanan)

Page 16: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

22

6. Prices/value (harga/nilai)

Chowdury et al. dalam Vahie dan Paswan (2006, p71) menjelaskan bahwa keenam

dimensi itu adalah elemen yang paling umum dari banyaknya konsep citra toko yang

bervariasi, dan dimensi-dimensi tersebut juga telah diuji validitas dan reliabilitasnya.

2.3.2 Membangun Brand Image

Menurut Utami (2006, p214) penguatan secara konsisten terhadap citra merek

dapat dilakukan melalui program komunikasi ritel dan unsur bauran pemasaran. Hampir

sependapat dengan Maulana (http://swa.co.id/sekunder/konsultasi), juga menyatakan

bahwa komunikasi pemasaran (marketing communication), iklan dan promosi punya

peran paling penting dalam pembangunan brand image. Hal ini disebabkan karena

kegiatan ini mempunyai target audience luas, sehingga dalam waktu relatif singkat pesan

yang ingin disampaikan tentang brand lebih cepat sampai.

Masih menurut Maulana (http://swa.co.id/sekunder/konsultasi), banyak

perusahaan yang belum menyadari bahwa membangun brand image dengan komunikasi

pemasaran tidak sebatas lewat iklan dan promosi saja. Ada banyak kegiatan lain yang

juga berdampak besar, contohnya adalah:

1. Disain kemasan, termasuk isi tulisan/pesan yang disampaikan

2. Event, promosi di toko, promosi di tempat umum, dan kegiatan below the line

lainnya

3. Iklan tidak langsung yaitu yang bersifat public relations

4. Corporate Social Responsibility (CSR) yaitu kegiatan-kegiatan sosial untuk komunitas

yang dilakukan oleh perusahaan

5. Customer Services, bagaimana perusahaan menangani keluhan, masukan dari

konsumen setelah terjadi transaksi

Page 17: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

23

6. Bagaimana karyawan yang bekerja di lini depan/front liners (apakah itu bagian

penjualan, kasir, resepsionis, dll) bersikap dalam menghadapi pelanggan

Jenis tipe komunikasi di atas adalah kegiatan-kegiatan yang baik buruknya

tergantung dari keinginan perusahaan, semuanya dapat dikendalikan. Komplikasi justru

akan muncul dari kegiatan-kegiatan komunikasi seputar brand oleh pihak lain yang tidak

bisa dikontrol oleh perusahaan, misalnya komunikasi oleh konsumen langsung. Mereka

bisa menyebarkan pada networknya berita kurang menyenangkan yang mereka alami

pada saat berinteraksi dengan brand (yang diwakili oleh banyak hal, termasuk front

liners di perusahaan). Word-of-mouth communication adalah salah satu jenis komunikasi

yang sangat efektif, dan berbahaya apabila itu menyangkut publisitas buruk.

Jadi, pada dasarnya perusahaan perlu memperhatikan semua elemen komunikasi dalam

bentuk apapun yang menghubungkan konsumen dengan brand perusahaan. Minimalkan

kemungkinan terjadinya ketidakpuasan konsumen, sehingga berita seputar brand bisa

selalu merupakan berita baik.

2.4 Kualitas Pelayanan

Definisi kualitas dapat berbeda-beda, karena kuaiitas memiliki banyak kriteria

dan sangat tergantung pada konteksnya. American Society for Quality mendefinisikan

kualitas sebagai keseluruhan dari fitur dan karakteristik dalam sebuah produk atau jasa

yang mampu memuaskan kebutuhan, baik yang terlihat ataupun yang tersamar (Kotler

2003, p84). Definisi kualitas tersebut juga sesuai dengan definisi dari Standar Nasional

Indonesia (SNI 19-8402-1991).

Persepsi konsumen terhadap kualitas merupakan suatu hal yang sulit dipahami

bahkan pemahaman tentang kualitas sering disalahartikan sebagai sesuatu yang baik,

kemewahan, keistimewaan, atau sesuatu yang berbobot. Kesulitan penilaian terhadap

Page 18: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

24

kualitas dirasakan lebih berat, mengingat persepsi konsumen dalam menilai kualitas

bersifat subjektif (Utami2006, p245).

Dalam Ariani (2004, pp3-4), masih ada banyak pendapat mengenai kualitas

menurut beberapa ahli, antara lain menurut:

1. Juran, kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan atau manfaatnya.

2. Crosby, kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi availability,

delivery, reliability, maintainability, dan cost effectiveness.

3. Deming, kualitas harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan di

masa mendatang.

4. Feigenbaum, kualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk dan jasa yang

meliputi marketing, engineering, manufacture, dan maintenance, dalam mana

produk dan jasa tersebut dalam pemakaiannya akan sesuai dengan kebutuhan dan

harapan pelanggan.

5. Scherkenbach, kualitas ditentukan oleh pelanggan; pelanggan menginginkan produk

dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan harapannya pada suatu tingkat harga

tertentu yang menunjukkan nilai produk tersebut.

6. Elliot, kualitas adalah sesuatu yang berbeda untuk orang yang berbeda pada waktu

dan tempat, atau dikatakan sesuai dengan tujuan.

7. Goetch dan Davis, kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan

produk, orang, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi apa yang

diharapkan.

Berdasarkan sejumlah definisi-definisi yang ada menegenai kualitas, pada intinya

kualitas adalah bagaimana sebuah produk atau jasa dapat sesuai dengan kebutuhan dan

harapan konsumen serta bagaimana suatu produk atau jasa melakukan fungsi dasarnya.

Suatu produk atau jasa dapat dikatakan berkualitas ditentukan oleh konsumennya. Jika

Page 19: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

25

produk atau jasa sesuai atau bahkan melebihi harapan konsumen, maka produk atau

jasa tersebut berkualitas. Sebaliknya, jika tidak dapat memenuhi dan di bawah harapan

konsumen maka tidak berkualitas.

Menurut Ariani (2004, pp5-6), kualitas memiliki dua perspektif, yaitu perspektif

produsen dan perspektif konsumen, di mana bila kedua hal tersebut disatukan maka

akan dapat tercapai kesesuaian antara kedua sisi tersebut yang dikenal sebagai

kesesuaian untuk digunakan oleh konsumen.

Gambar 2.2 Perspektif Kualitas

Sumber: Russel dalam Ariani (2004, p6)

Arti Kualitas

PemasaranProduksi Kualitas Kesesuaian

Sesuai dengan

standar

Biaya

Kualitas Desain

Karakteristik

kualitas

Harga

Fitness for Consumer Use

Pandangan Produsen Pandangan Konsumen

Page 20: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

26

Berdasarkan gambar tersebut, pandangan menurut produsen dan menurut

konsumen pada akhirnya akan menuju pada “Fitness or Consumer Use”. Kesesuaian

tersebut merupakan kesesuaian antara konsumen dengan produsen, sehingga dapat

membuat suatu standar yang disepakati bersama dan dapat memenuhi kebutuhan dan

harapan kedua belah pihak. Standar yang ditetapkan oleh produsen juga harus sesuai

dengan spesifikasi atau toleransi yang ditetapkan oleh pihak konsumen.

Menurut Lovelock dalam Utami (2006, p245), kualitas layanan adalah perspektif

konsumen dalam jangka panjang dan merupakan evaluasi kognitif dari transfer jasa.

Kualitas layanan digambarkan secara umum dan menyeluruh dalam jasa. Bahkan

dikemukakan bahwa kualitas layanan dijelaskan sebagai konsepsi multidimensional yang

dibangun melalui evaluasi terhadap konstruksi dari sejumlah atribut yang terkait dengan

jasa.

2.4.1 Dimensi Kualitas Pelayanan

Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam Yamit (2004, p10) dan

menurut Kotler (2003, p455) ada lima dimensi karakteristik, yang disebut SERVQUAL,

yang digunakan oleh para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas pelayanan, yaitu:

Tangibles (bukti langsung), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan

sarana komunikasi.

Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan dengan

segera dan memuaskan serta sesuai dengan yang telah dijanjikan.

Responsiveness (daya tanggap), yaitu keinginan para staf untuk membantu para

pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

Page 21: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

27

Assurance (jaminan), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat

dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko ataupun keragu-raguan.

Empathy, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang

baik, dan perhatian dengan tulus terhadap kebutuhan pelanggan.

Mehta et al. dalam Utami (2006, p250) mengemukakan bahwa SERVQUAL telah

banyak diadopsi oleh berbagai jenis organisasi/perusahaan jasa yang berbeda seperti

rumah sakit, sekolah, restoran, bank, serta departement store. Banyak dikembangkan

pula dimensi dan atribut yang disesuaikan dengan jenis dan karakteristik

organisasi/perusahaan jasa tersebut.

2.4.2 Karakteristik Jasa/Pelayanan

Menurut Gaspersz dalam Ariani (2004, pp7-8) ada beberapa karakteristik unik

dari suatu industri jasa/pelayanan yang sekaligus membedakannya dari barang, antara

lain:

1. Pelayanan merupakan output tak berbentuk (intangibility output )

2. Pelayanan merupakan output variabel, tidak standar.

3. Pelayanan tidak dapat disimpan dalam persediaan, tetapi dapat dikonsumsi dalam

produksi.

4. Terdapat hubungan langsung yang erat dengan pelanggan melalui proses pelayanan.

5. Pelanggan berpartisipasi dalam proses memberikan pelayanan.

6. Pelanggan sekaligus merupakan input bagi proses pelayanan yang diterimanya.

7. Keterampilan personil diberikan secara langsung kepada pelanggan.

Page 22: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

28

8. Pelayanan tidak dapat diproduksi secara masal.

9. Membutuhkan pertimbangan pribadi yang tinggi dari individu yang memberikan

pelayanan.

10. Perusahaan jasa pada umunya bersifat padat karya.

11. Fasilitas pelayanan berada dekat lokasi pelanggan.

12. Pengukuran efektivitas pelayanan bersifat subyektif.

13. Pengendalian kualitas terutama dibatasi pada pengendalian proses.

14. Option penetapan harga lebih rumit.

Karakteristik jasa/pelayanan ini diringkas menjadi empat karakteristik utama

menurut Kotler (2003, pp446-449), yaitu:

1. Intangibility

Tidak seperti produk fisik karena jasa tidak dapat terlihat, terasa, terdengar ataupun

berbau, sebelum para konsumen membelinya.

2. Inseparability

Karena tidak dapat dipisahkan, jasa dikonsumsi dan diproduksi secara bersama-

sama.

3. Variability

karena jasa tergantung pada siapa, kapan dan di mana jasa tersebut disediakan,

maka jasa dapat berubah-ubah.

4. Perishability

Page 23: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

29

Jasa tidak dapat disimpan, dan tidak akan menjadi masalah selama permintaan

tetap.

2.4.3 Konsep Pelayanan Berkualitas

Pelayanan terbaik pada pelanggan dan tingkat kualitas dapat dicapai secara

konsisten dengan memperbaiki pelayanan dan memberikan perhatian khusus pada

standar kinerja pelayanan. Untuk memeberikan pelayanan yang berkualitas, ada dua

konsep yang dikemukakan oleh Albrcht dalam Yamit (2004, pp23-24). Dua konsep

tersebut adalah:

1. Service Triangle

Service triangle adalah suatu model interaktif manajemen pelayanan yang

menghubungkan antara perusahaan dengan pelanggannya. Model tersebut terdiri

dari tiga elemen dengan pelanggan sebagai titik fokus, yaitu:

a. Strategi pelayanan (service strategy)

Strategi pelayanan adalah strategi untuk memberikan pelayanan kepada

pelanggan dengan kualitas sebaik mungkin sesuai standar yang telah ditetapkan

perusahaan. Standar pelayanan ditetapkan sesuai keinginan dan harapan

pelanggan sehingga tidak terjadi kesenjangan antara pelayanan yang diberikan

dengan harapan pelanggan. Strategi pelayanan harus pula dirumuskan dan

diimplementasikan seefektif mungkin, sehingga mampu membuat pelayanan

yang diberikan kepada pelanggan tampil beda dengan pesaingnya. Untuk

merumuskan dan mengimplementasikan strategi pelayanan yang efektif,

perusahaan harus fokus pada kepuasan pelanggan sehingga perusahaan mampu

Page 24: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

30

membuat pelanggan melakukan pembelian ulang bahkan mampu meraih

pelanggan baru.

b. Sumberdaya manusia yang memberikan pelayanan (service people)

Orang yang berinteraksi secara langsung maupun yang tidak berinteraksi

langsung dengan pelanggan harus memberikan pelayanan kepada pelanggan

secara tulus (empathy), responsif, ramah, fokus dan menyadari bahwa

kepuasan pelanggan adalah segalanya. Untuk itu perusahaan harus pula

memperhatikan kebutuhan pelanggan internalnya (karyawan) dengan cara

menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, rasa aman dalam bekerja,

penghasilan yang wajar, manusiawi, sistem penilaian kinerja yang mampu

menumbuhkan motivasi. Tidak ada gunanya perusahaan membuat strategi

pelayanan dan menerapkannya secara baik untuk memuaskan pelanggan

eksternalnya, sementara pada saat yang sama perusahaan gagal memberikan

kepuasan kepada pelanggan internalnya, demikian pula sebaliknya.

c. Sistem pelayanan (service system)

Sistem pelayanan adalah prosedur pelayanan kepada pelanggan yang melibatkan

seluruh fasilitas fisik termasuk sumberdaya manusia yang dimiliki perusahaan.

Sistem pelayanan harus dibuat secara sederhana, tidak berbelit-belit dan sesuai

standar yang telah ditetapkan perusahaan. Untuk itu perusahaan harus mampu

melakukan desain ulang sistem pelayanannya, jika pelayanan yang diberikan

tidak memuaskan pelanggan. Desain ulang sistem pelayanan tidak berarti harus

merubah total sistem pelayanan, tapi dapat dilakukan hanya bagian tertentu

yang menjadi titik kritis penentu kualitas pelayanan. Misalnya dengan

memperpendek prosedur pelayanan atau karyawan diminta melakukan

Page 25: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

31

pekerjaan secara general sehingga pelanggan dapat dilayani secara cepat

dengan menciptakan one stop service.

2. Total Quality Service

Total Quality Service (Pelayanan Mutu Terpadu) adalah kemampuan perusahaan

untuk memberikan pelayanan berkualitas kepada orang yang berkepentingan dengan

pelayanan (stakeholders), yaitu pelanggan, pegawai dan pemilik. Pelayanan mutu

terpadu ini memiliki lima elemen penting yang saling terkait, yaitu:

a. Market and customer research adalah penelitian untuk mengetahui struktur

pasar, segmen pasar, demografis, analisis pasar potensial, analisis kekuatan

pasar, mengetahui harapan dan keinginan pelanggan atas pelayanan yang

diberikan.

b. Strategy formulation adalah petunjuk arah dalam memberikan pelayanan

berkualitas kepada pelanggan sehingga perusahaan dapat mempertahankan

pelanggan bahkan dapat meraih pelanggan baru.

c. Education, training and cummunication adalah tindakan untuk meningkatkan

kualitas sumberdaya manusia agar mampu memberikan pelayanan berkualitas,

mampu memahami keinginan dan harapan pelanggan.

d. Process improvement adalah desain ulang berkelanjutan untuk

menyempurnakan proses pelayanan, konsep P-D-C-A (Plan-Do-Check-Action)

dapat diterapkan dalam perbaikan proses pelayanan berkelanjutan ini.

e. Asessment, measurement, and feedback adalah penilaian dan pengukuran

kinerja yang telah dicapai oleh karyawan atas pelayanan yang telah diberikan

kepada pelangan. Penilaian ini menjadi dasar informasi balik kepada karyawan

Page 26: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

32

tentang proses pelayanan apa yang perlu diperbaiki, kapan harus diperbaiki dan

dimana harus diperbaiki.

2.5 Keputusan Pembelian

Setiap konsumen melakukan berbagai macam keputusan tentang pencarian,

pembelian, penggunaan beragam produk, dan merek pada setiap periode tertentu.

Schiffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2003, p289) mendefinisikan suatu keputusan

adalah sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif. Seorang

konsumen yang hendak melakukan pilihan maka ia harus memiliki pilihan alternatif. Jika

konsumen tidak memiliki pilihan alternatif, maka hal tersebut bukanlah situasi konsumen

melakukan keputusan. Suatu keputusan tanpa pilihan tersebut maka disebut sebagai

sebuah Hobson’s choice.

Semua aspek dari afeksi dan kognisi terlibat dalam pembuatan keputusan

konsumen, termasuk pengetahuan, makna, dan kepercayaan yang digerakkan dari

memori dan atensi serta proses komprehensi yang terlibat di dalam interpretasi informasi

baru dilingkungan. Proses kunci didalam pembuatan keputusan konsumen ialah, proses

integrasi dengan mana pengetahuan dikombinasikan untuk mengevaluasi dua atau lebih

alternatif perilaku kemudian pilih satu. Hasil dari proses integrasi ialah suatu pilihan,

secara kognitif terwakili sebagai intensi perilaku. Intensi perilaku disebut rencana

keputusan (Supranto dan Limakrisna 2007, p211).

Page 27: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

33

Gambar 2.3 Model Proses Kognitif dalam Pembuatan Keputusan Konsumen

Sumber: Peter & Olson dalam Supranto dan Limakrisna (2007, p212)

Berdasarkan faktor yang dipertimbangkan, menurut Hawkins et al. dalam

Simamora (2003, p8), pengambilan keputusan pembelian dapat dibagi menjadi dua,

yaitu:

1. Pengambilan keputusan berdasarkan atribut produk (atribut-based choice)

Proses interpretasi

Sikap dan keinginan pengambilan keputusan

Perhatian terhadap pemahaman

Penemuan informasi di lingkungan

Proses integrasi

Pengetahuan, arti dan kepercayaan yang baru

Perilaku

Proses kognitif

Ingatan

Pengetahuan, arti dan kepercayaan yang tersimpan

Page 28: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

34

Pada pengambilan keputusan ini memerlukan pengetahuan tentang apa atribut suatu

produk dan bagaimana kualitas atribut tersebut. Asumsinya, keputusan diambil

secara rasional dengan mengevaluasi atribut-atribut yang dipertimbangkan.

2. Pengambilan keputusan berdasarkan sikap (attitude-based choice)

Pengambilan keputusan ini diambil berdasarkan kesan umum, intuisi maupun

perasaan. Pengambilan keputusan seperti ini bisa terjadi pada produk yang belum

dikenal atau tidak sempat dievaluasi oleh konsumen.

2.5.1 Tingkat Pengambilan Keputusan Konsumen

Tidak semua situasi pengambilan keputusan konsumen menerima atau

membutuhkan tingkat pencarian informasi yang sama. Schiffman dan Kanuk (2007,

p487) membedakan tiga tingkat pengambilan keputusan konsumen yang spesifik, yaitu:

1. Pemecahan masalah yang luas

Pada tingkat ini, konsumen membutuhkan berbagai informasi untuk menetapkan

serangkaian kriteria guna menilai merek-merek tertentu dan banyak informasi yang

sesuai mengenai setiap merek yang akan dipertimbangkan. Pemecahan masalah

yang luas biasanya dilakukan pada pembelian barang tahan lama dan barang-barang

mewah seperti mobil, rumah, peralatan elektronik.

2. Pemecahan masalah yang terbatas

Pada tingkat ini, konsumen telah menetapkan kriteria dasar untuk menilai kategori

produk dan berbagai merek dalam kategori tersebut. Namun, konsumen belum

memiliki preferensi tentang merek tertentu. Mereka membutuhkan informasi

tambahan untuk melihat perbedaan di antara berbagai merek.

3. Perilaku sebagai respon yang rutin

Page 29: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

35

Pada tingkat ini, konsumen sudah mempunyai beberapa pengalaman mengenai

kategori produk dan serangkaian kriteria yang ditetapkan dengan baik untuk menilai

berbagai merek yang sedang mereka pertimbangkan. Konsumen mungkin mencari

informasi tambahan, tetapi hanya untuk meninjau kembali apa yang sudah mereka

ketahui.

2.5.2 Model Sederhana Pengambilan Keputusan Konsumen

Schiffman dan Kanuk (2007, pp491-507) menggambarkan model sederhana

dalam pengambilan keputusan konsumen menjadi tiga komponen utama, yaitu:

1. Input

Komponen input terdiri dari berbagai pengaruh luar yang berlaku sebagai sumber

informasi mengenai produk tertentu dan mempengaruhi nilai-nilai, sikap dan perilaku

yang berkaitan dengan produk. Yang paling utama dalam komponen input ini adalah

berbagai kegiatan bauran pemasaran dan pengaruh sosiobudaya.

Input Pemasaran

Kegiatan pemasaran perusahaan yang merupakan usaha langsung untuk

mencapai, memberikan informasi, dan membujk konsumen untuk membeli dan

menggunakan produknya. Usaha-usaha tersebut meliputi berbagai strategi

bauran pemasaran, yaitu produk, promosi, harga dan saluran distribusi.

Input Sosiobudaya

Input sosiobudaya ini terdiri dari berbagai macam pengaruh nonkomersial seperti

pengaruh dari keluarga, sumber informasi nonkomersial, kelas sosial, budaya

dan subbudaya.

2. Proses

Page 30: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

36

Komponen proses berhubungan dengan cara konsumen mengambil keputusan.

Untuk memahami proses ini, maka harus dipertimbangkan pengaruh berbagai

konsep psikologis yang merupakan pengaruh dari dalam diri. Pengaruh-pengaruh

tersebut adalah motivasi, persepsi, pembelajaran, kepribadian, dan sikap. Proses

pengambilan keputusan konsumen terdiri dari tiga tahap, yaitu pengenalan

kebutuhan, penilaian sebelum penelitian dan penilaian berbagai alternatif.

Pengenalan Kebutuhan

Pengenalan kebutuhan terjadi ketika konsumen dihadapkan dengan suatu

masalah. Di kalangan konsumen, tampaknya ada dua gaya pengenalan

kebutuhan atau masalah yang berbeda. Pertama, merupakan tipe keadaan yang

sebenarnya, yang merasa bahwa mereka mempunyai masalah ketika sebuah

produk tidak dapat berfungsi secara memuaskan. Kedua, tipe keadaan yang

diinginkan, di mana bagi konsumen keinginan terhadap sesuatu yang baru dapat

menggerakkan proses keputusan.

Penelitian Sebelum Pembelian

Penelitian ini dimulai ketika konsumen merasakan adanya kebutuhan yang dapat

dipenuhi dengan membeli dan mengkonsumsi suatu produk. Ingatan pada

pengalaman yang lalu dapat memberikan informasi yang memadai kepada

konsumen untuk melakukan pilihan sekarang ini. Jika tidak mempunyai

pengalaman sebelumnya, mungkin konsumen harus melakukan penelitian lebih

dalam mengenai keadaan di luar dirinya untuk meperoleh informasi yang

berguna sebagai dasar pemilihan. Banyak keputusan konsumen yang didasarkan

kepada gabungan pengalaman yang lalu (sumber internal) dan informasi

pemasaran dan nonkomersial (sumber eksternal). Tingkat risiko yang dirasakan

juga dapat mempengaruhi tahap proses pengambilan keputusan.

Page 31: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

37

Penilaian Alternatif

Ketika menilai berbagai alternatif potensial, konsumen cenderung menggunakan

dua tipe informasi, yaitu daftar merek yang akan konsumen rencanakan untuk

dipilih dan kriteria yang akan mereka gunakan untuk menilai setiap merek.

3. Output

Komponen output menyangkut kegiatan pasca pembelian yang berhubungan erat,

yaitu perilaku pembelian dan penilaian pasca pembelian. Tujuan dari kedua kegiatan

itu adalah untuk meningkatkan kepuasan konsumen terhadap pembeliannya.

Perilaku pembelian

Konsumen melakukan dua tipe pembelian, yang pertama adalah pembelian

percobaan, yang bersifat sebagai penjajakan konsumen untuk menilai suatu

produk melalui pemakaian langsung. Yang kedua adalah pembelian ulang,

biasanya menandakan bahwa produk memenuhi persetujuan konsumen dan

konsumen bersedia memakainya lagi dalam jumlah yang lebih besar.

Penilaian pasca pembelian

Unsur terpenting dari evaluasi pasca pembelian adalah pengurangan

ketidakpastian atau keragu-raguan yang dirasakan oleh konsumen terhadap

pilihannya. Tingkat analisis pasca-pembelian yang dilakukan para konsumen

tergantung pada pentingnya keputusan produk dan pengalaman yang diperoleh

dalam memakai produk tersebut. Jika kinerja produk sesuai harapan, maka

mungkin konsumen akan membelinya lagi. Sebaliknya, jika tidak sesuai harapan

maka konsumen akan mencari berbagai alternatif yang lebih sesuai.

Untuk penjelasan lebih lanjut, model pengambilan keputusan konsumen tersebut

diringkas ke dalam bentuk gambar sebagai berikut.

Page 32: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

38

Gambar 2.4 Model Sederhana Pengambilan Keputusan Konsumen

Sumber: Schiffman dan Kanuk (2007, p493)

Usaha Pemasaran Perusahaan 1. Produk 2. Promosi 3. Harga 4. Saluran distribusi

Lingkungan Sosiobudaya 1. Keluarga 2. Sumber informal 3. Sumber nonkomersial lain 4. Kelas sosial 5. Subbudaya dan budaya

Pengenalan kebutuhan

Penelitian sebelum pembelian

Evaluasi alternatif

Bidang Psikologi 1. Motivasi 2. Persepsi 3. Pembelajaran 4. Kepribadian 5. Sikap

Pengalaman

Pembelian 1. Percobaan 2. Pembelian ulang

Evaluasi pasca pembelian

Pengaruh Eksternal

Pengambilan Keputusan Konsumen

Perilaku Setelah Keputusan

Input

Output

Proses

Page 33: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

39

2.5.3 Perilaku Pembelian

Pengambilan keputusan oleh konsumen akan berbeda menurut jenis keputusan

pembelian. Assael dalam Kotler (2003, pp201-202) membedakan empat perilaku

pembelian konsumen berdasarkan pada tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat

perbedaan diantara merek, yaitu:

1. Perilaku Membeli yang Komplek (Complex Buying Behavior)

Perilaku membeli yang kompleks ini terlibat dalam tiga proses. Pertama, pembeli

mengembangkan kepercayaan tentang produknya. Kedua, pembeli mengembangkan

sikap terhadap produk. Kemudian yang ketiga, pembeli membuat pilihan pembelian

yang telah dipikirkan secara matang sebelumnya. Konsumen berperilaku membeli

seperti ini ketika mereka benar-benar terlibat dalam pembelian dan mempunyai

pandangan yang berbeda antara merek yang satu dengan yang lainnya. Hal ini

biasanya terjadi ketika produknya mahal, jarang dibeli, berisiko, dan sangat

menonjolkan ekspresi diri.

2. Perilaku Membeli yang Mengurangi Ketidakcocokan (Dissonance Reducing Buying

Behavior)

Perilaku membeli semacam ini terjadi ketika konsumen sangat terlibat dengan

pembelian yang mahal, jarang atau berisiko, tetapi hanya melihat sedikit perbedaan

di antara merek-merek yang ada. Setelah pembelian, mungkin konsumen akan

mengalami ketidakcocokkan, dan menemukan kelemahan-kelemahan tertentu atau

mengetahui merek lain yang lebih baik. Pada situasi seperti ini, komunikasi

pemasaran sebaiknya memberikan bukti-bukti dan dukungan yang membantu

konsumen menyenangi pilihan merek mereka.

3. Perilaku Membeli Karena Kebiasaan (Habitual Buying Behavior)

Page 34: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

40

Perilaku membeli seperti ini berada dalam keterlibatan yang rendah dan sedikitnya

perbedaan merek. Seperti misalnya ketika konsumen membeli garam, konsumen

akan membeli merek apa saja. Jika ternyata mereka tetap membeli merek yang

sama, ini hanya karena kebiasaan, bukan loyalitas terhadap merek. Biasanya hal ini

terjadi pada produk-produk yang murah dan sering dibeli. Jadi perilaku membeli

seperti ini tidak mencari informasi secara ekstensif mengenai suatu merek,

mengevaluasi sifat-sifat merek tersebut, dan mengambil keputusan yang berarti

merek apa yang akan mereka beli.

4. Perilaku Membeli yang Mencari Variasi (Variety Seeking Buying Behavior)

Situasi membeli seperti ini memiliki keterlibatan yang rendah, namun adanya

perbedaan merek yang cukup berarti. Dalam kasus semacam ini, konsumen

seringkali mengganti merek. Contohnya ketika membeli biskuit, tidak perlu banyak

evaluasi dan mengevaluasi merek tersebut selam dikonsumsi. Penggantian merek ini

terjadi karena ingin variasi, bukan karena ketidakpuasan.

Tabel 2.2 Perilaku Pembelian

Keterlibatan tinggi Keterlibatan rendah

Perbedaan mendasar

yang ada di antara

merek

Perilaku membeli yang

komplek

Perilaku membeli yang

mencari variasi

Sedikit perbedaan di

antara merek yang ada

Perilaku membeli yang

mengurangi

ketidakcocokkan

Perilaku membeli karena

kebiasaan

Sumber: Assael dalam Kotler (2003, p201)

2.5.4 Peran dalam Keputusan Pembelian

Peran keputusan pembelian merupakan hal yang penting bagi pembeli dan

penjual (perusahaan) itu sendiri. Bagi perusahaan adalah penting untuk mengetahui

Page 35: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

41

faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian, namun terdapat hal lain yang

harus juga diperhatikan perusahaan yaitu pemegang peranan dalam pembelian dan

keputusan untuk membeli.

Menurut Kotler (2003, p200), terdapat lima orang yang berperan dalam

keputusan pembelian, yaitu:

1. Pemrakarsa (Initiator), orang yang pertama kali menyarankan membeli suatu produk

atau jasa.

2. Pemberi pengaruh (Influencer), orang yang pandangan atau nasehatnya memberi

bobot dalam pengambilan keputusan terakhir.

3. Pengambil keputusan (Decider), orang yang sangat menentukan sebagian atau

keseluruhan keputusan pembelian, apakah harus membeli, apa yang dibeli, kapan

hendak membeli, dengan bagaimana cara membeli, dan dimana akan membeli.

4. Pembeli (Buyer), orang yang melakukan pembelian sebenarnya.

5. Pemakai (User), orang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa.

2.5.5 Proses Keputusan Pembelian

Menurut Kotler (2003, pp204-208), konsumen melewati lima tahap dalam proses

keputusan pembelian. Sebenarnya, proses pembelian telah dimulai jauh sebelum

pembelian aktual terjadi dan memiliki konsekuensi jauh setelah pemebelian terjadi.

Masing-masing tahap proses keputusan pembelian tersebut, dapat dijelaskan sebagai

berikut:

1. Pengenalan Kebutuhan

Proses pembelian dimulai saat konsumen mengenali sebuah keubutuhan atau

masalah. Konsumen merasakan perbedaan antara keadaan nyata dengan keadaan

yang diinginkan. Kebutuhan dapat dipicu oleh rangsangan internal ketika salah satu

Page 36: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

42

kebutuhan normal seseorang, seperti rasa lapar dan haus muncul pada tingkat yang

cukup tinggi untuk menjadi dorongan. Suatu kebutuhan juga dapat dipicu oleh

rangsangan eksternal.

2. Pencarian Informasi

Konsumen yang tergugah kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi

yang lebih banyak. Kita dapat membaginya kedalam dua tingkat. Situasi pencarian

informasi yang lebih ringan dinamakan perhatian menguat. Pada tingkat itu

seseorang hanya menjadi lebih peka terhadap informasi tentang produk. Pada

tingkat selanjutnya, orang itu mungkin memasuki masa pencarian aktif informasi.

Melalui pengumpulan informasi, konsumen akan mengetahui tentang merek-merek

yang bersaing dan keistimewaan merek tersebut. Ada empat kelompok yang menjadi

sumber informasi konsumen, yaitu:

Sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga maupun kenalan lainnya

Sumber komersial: iklan, wiraniaga, penjual, kemasan, dan pajangan

Sumber publik: media massa, organisasi penilai konsumen

Sumber pengalaman: menangani, memeriksa dan menggunakan produk

3. Evaluasi Alternatif

Beberapa konsep dasar akan membantu kita untuk memahami proses evaluasi

konsumen. Pertama, konsumen akan berusaha untuk memenuhi suatu kebutuhan.

Kedua, konsumen akan mencari manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga,

konsumen memandang masing-masing produk sebagai sekumpulan atribut dengan

kemampuan berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk

memuaskan kebutuhan itu. Konsumen membangun keyakinan terhadap merek

mengenai posisi setiap merek pada setiap atribut. Seperangakat keyakinan mengenai

merek tertentu tersebut dikenal sebagai citra merek (brand image). Citra merek yang

Page 37: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

43

dibentuk oleh konsumen berbeda-beda berdasarkan pengalaman, dan efek dari

persepsi selektif, distorsi selektif, dan retensi selektif.

4. Keputusan Pembelian

Dalam tahap evaluasi, konsumen membentuk preferensi atas merek-merek dalam

kumpulan pilihan. Konsumen juga mungkin membentuk niat untuk membeli produk

yang disukai. Namun dua faktor berikut dapat berada diantara niat pembelian dan

keputusan pembelian:

Faktor pertama adalah sikap orang lain. Sejauh mana sikap orang lain

mengurangi alternatif yang disukai seseorang akan bergantung pada dua hal,

yaitu intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai

konsumen, dan motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain.

Semakin gencar sikap negatif orang lain dan semakin dekat orang tersebut

dengan konsumen, semakin besar konsumen akan mengubah niat

pembeliannya. Demikian juga sebaliknya.

Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak terantisipasi yang dapat muncul

dan dapat mengubah niat pembelian. Konsumen mungkin membentuk niat

membeli berdasarkan faktor-faktor seperti pendapatan yang diperkirakan, harga

yang diharapkan, dan manfaat produk yang diharapkan. Namun kejadian-

kejadian yang tidak terantisipasi mungkin mengubah niat membeli tersebut.

Page 38: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

44

Gambar 2.5 Tahap-tahap Antara Evaluasi Alternatif dan Keputusan Pembelian

Sumber: Kotler (2003, p207)

5. Perilaku Pasca Pembelian

Setelah membeli produk, konsumen akan mengalami level kepuasan atau

ketidakpuasan tertentu. Pemasar harus memantau kepuasan pasca pembelian,

tindakan pasca pembelian dan pemakaian produk pasca pembelian. Kepuasan

pembeli merupakan fungsi dari seberapa dekat harapan pembeli atau suatu produk

dengan kinerja yang dirasakan pembeli atas produk tersebut. Jika kinerja produk

lebih rendah dari harapan, pelanggan akan kecewa. Jika ternyata sesuai harapan,

pelanggan akan puas dan jika melebihi harapan, pembeli akan sangat puas.

Perasaan-perasaan itu akan membedakan apakah pembeli akan membeli kembali

produk tersebut dan membicarakan hal-hal yang menguntungkan atau tidak

menguntungkan tentang produk tersebut dengan orang lain. Kepuasan dan

ketidakpuasan konsumen terhadap suatu produk akan mempengaruhi perilaku

selanjutnya. Jika konsumen puas, ia akan menunjukkan kemungkinan yang lebih

tinggi untuk membeli kembali produk tersebut. Para konsumen yang tidak puas

bereaksi sebaliknya.

Evaluasi alternatif

Keputusan pembelian

Faktor situasi yang tidak

terantisipasi

Sikap orang lain

Niat untuk membeli

Page 39: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

45

Gambar 2.6 Perilaku Konsumen Pasca Pembelian

Sumber: Hawkins dalam Supranto dan Limakrisna (2007, p229)

Gambar 2.7 Proses Keputusan Pembelian Konsumen

Sumber: Kotler (2003, p204)

2.5.6 Elemen-elemen Dasar Pembuatan Keputusan

Ada tiga elemen dasar yang digunakan dalam pembuatan keputusan, yaitu

(Supranto dan Limakrisna 2007, pp214-220):

1. Representasi

Pembelian

Penggunaan

Evaluasi

Kepuasan

Konsumen tetap

Pembelian ulang

Penggunaan yang meningkat

Penghentian penggunaan

Tanpa penggunaan

Ketidakcocokkan pasca pembelian

Disposal produk Perilaku komplain

Perpindahan

Pengenalan Kebutuhan

Pencarian Informasi

Evaluasi alternatif

Keputusan pembelian

Perilaku pasca pembelian

Page 40: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

46

Representasi masalah mungkin pertama, menyangkut tujuan akhir; kedua, tujuan

akhir diorganisasikan kedalam suatu hierarki tujuan; ketiga, pengetahuan produk

yang relevan; keempat,suatu set aturan sederhana dengan mana konsumen mencari

untuk mengevaluasi dan mengintegrasikan pengetahuan ini untuk membuat suatu

kerangka keputusan, suatu perspektif atau kerangka referensi melalui mana

pengambil keputusan, memandang masalah dan alternatif yang harus dievaluasi.

2. Proses integrasi

Proses integrasi yang terlibat dalam pemecahan masalah membentuk dua tugas

penting, yaitu: alternatif pilihan harus dievaluasi berdasarkan kriteria pilihan dan

kemudian salah satu dari alternatif harus dipilih. Dua jenis prosedur integrasi dapat

diperhitungkan untuk dasar evaluasi dari proses pilihan ini.

3. Rencana Keputusan

Proses mengenali, mengevaluasi dan memilih di antara alternatif selama pemecahan

masalah menghasilkan suatu rencana keputusan, terdiri dari satu atau lebih intensi

perilaku.

2.6 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini intinya untuk mengetahui keputusan pembelian yang dilakukan

oleh para pelanggan di Giant Hypermarket. Keptusan pembelian yang dimaksud adalah

dimulai dari pengenalan kebutuhan pelanggan akan suatu tempat berbelanja hingga

pada akhirnya pelanggan memutuskan untuk berbelanja di Giant Hypermarket, serta

perilakunya setelah berbelanja. Melalui penelitian ini akan diketahui apakah brand image

Page 41: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

47

dan kualitas pelayanan mempengaruhi keputusan pembelian yang dilakukan oleh para

pelanggan.

Gambar 2.8 Kerangka Pemikiran

Sumber: Penulis

Brand Image

(X1)

Kualitas Pelayanan

(X2)

Giant Hypermarket

1. Bukti langsung

2. Kehandalan

3. Daya tanggap

4. Jaminan

5. Empati

1. Pelayanan karyawan

2. Kualitas produk

3. Pilihan produk

4. Suasana

5. Kenyamanan

6. Harga

Keputusan Pembelian

(Y)

1. Pengenalan kebutuhan

2. Pencarian informasi

3. Evaluasi alternatif

4. Keputusan pembelian

5. Perilaku pasca pembelian

Page 42: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

48

2.7 Hipotesis

Hipotesis pada dasarnya merupakan suatu proporsi atau anggapan yang

mungkin benar, dan sreing digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan/pemecahan

persoalan ataupun untuk dasar penelitian lebih lanjut. Anggapan/asumsi dari suatu

hipotesis juga merupakan data, akan tetapi karena kemungkinan bisa salah, maka

apabila akan digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan harus diuji terlebih dahulu

dengan menggunakan data hasil observasi. (Supranto2001, p 124)

Untuk dapat diuji, suatu hipotesis haruslah dinyatakan secara kuantitatif.

Pengujian hipotesis statistik ialah prosedur yang memungkinkan keputusan dapat dibuat,

yaitu keputusan untuk menolak atau tidak menolak hipotesis yang sedang diuji.

Variabel:

X1 = brand image

X2 = kualitas pelayanan

Y = keputusan pembelian

1. Hipotesis 1 Bagaimana pengaruh brand image terhadap keputusan pembelian

konsumen di Giant Hypermarket?

H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara brand image terhadap

keputusan pembelian konsumen di Giant Hypermarket

H1 = Ada pengaruh yang signifikan antara brand image terhadap keputusan

pembelian konsumen di Giant Hypermarket

2. Hipotesis 2 Bagaimana pengaruh kualitas pelayanan terhadap keputusan

pembelian konsumen di Giant Hypermarket?

H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara kualitas pelayanan terhadap

keputusan pembelian konsumen di Giant Hypermarket

Page 43: Skripsi Bab 2 - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00212-MN Bab 2.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran

49

H1 = Ada pengaruh yang signifikan antara kualitas pelayanan terhadap

keputusan pembelian konsumen di Giant Hypermarket

3. Hipotesis 3 Bagaimana pengaruh brand image dan kualitas pelayanan secara

bersama-sama terhadap keputusan pembelian konsumen di Giant

Hypermarket?

H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara brand image dan kualitas

pelayanan secara bersama-sama terhadap keputusan pembelian

konsumen di Giant Hypermarket

H1 = Ada pengaruh yang signifikan antara brand image dan kualitas pelayanan

secara bersama-sama terhadap keputusan pembelian konsumen di Giant

Hypermarket