SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide...

160
SKRIPSI ANALISIS HUKUM TERHADAP KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PEMBERIAN GRASI SEBAGAI SUATU KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA OLEH AHMAD YANI B12114013 PROGRAM STUDI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018

Transcript of SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide...

Page 1: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

SKRIPSI

ANALISIS HUKUM TERHADAP KEPUTUSAN PRESIDEN

TENTANG PEMBERIAN GRASI SEBAGAI SUATU

KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA

OLEH

AHMAD YANI

B12114013

PROGRAM STUDI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018

Page 2: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

ANALISIS HUKUM TERHADAP KEPUTUSAN PRESIDEN

TENTANG PEMBERIAN GRASI SEBAGAI SUATU

KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA

SKRIPSI

Sebagai Tugas Akhir dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana Pada Program Studi Hukum Administrasi Negara

disusun dan diajukan oleh

AHMAD YANI

B12114013

kepada

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018

Page 3: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4
Page 4: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4
Page 5: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4
Page 6: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

v

ABSTRAK

Ahmad Yani (B12114013), Analisis Hukum Terhadap Keputusan Presiden tentang Pemberian Grasi Sebagai Suatu Keputusan Tata Usaha Negara, dibimbing oleh Abdul Razak dan Anshori Ilyas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui syarat dan proses pemberian grasi di Indonesia serta untuk mengkaji kedudukan hukum keputusan presiden tentang pemberian atau penolakan grasi. Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif dengan menggunakan Pendekatan Perundang-Undangan (statute approach); Pendekatan Kasus (case approach); dan Pendekatan Konseptual (conceptual approach). Sumber data dalam penelitian ini adalah data skunder dengan sumber bahan berupa bahan hukum primer, bahan hukum skunder, dan bahan hukum tersier. Kemudian dilakukan pengkajian dan analisis terhadap sumber data tersebut, untuk merumuskan permaslahan hukum yang dihadapi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa syarat dan proses pemberian grasi di Indonesia telah diatur dalam UU No. 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi sebagai bentuk untuk menciptakan kepastian hukum dan akuntabilitas bagi presiden dalam menerbitkan keputusan tentang pemberian atau penolakan grasi. Di sisi lain, Keputusan Presiden tentang Pemberian atau Penolakan Grasi merupakan jenis Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) dan tidak termasuk dalam pengecualian KTUN sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 UU No. 5 Tahun 1986 jo. UU No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Akan tetapi, Keputusan Presiden tentang Pemberian atau Penolakan Grasi bukan merupakan objek sengkata di Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), sebab tindakan Presiden dalam mengeluarkan keputusan tentang pemberian atau penolakan grasi merupakan tindakan yudisial sebagai kepala negara.

Kata Kunci: Grasi, Keputusan Tata Usaha Negara, Keputusan Presiden

tentang pemberian atau penolakan grasi.

Page 7: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

vi

ABSTRACT

Ahmad Yani (B12114013) Legal Analysis of Presidential Decree on Granting Pardon As a State Administrative Decision, guided by Abdul Razak and AnshoriIlyas.

This research aims to know the requirements and process of granting clemency in Indonesian also to review the legal status of presidential decree on granting or rejection of pardon.

The method of this research is using normative research by using

statute approach, case approach, and conceptual approach. Source of data in this research is using secondary data with the source material in the form of primary legal materials, secondary law materials, and tertiary legal materials. And then conducted the assessment and the analysis into the data sources to formulate the legal problems faced.

The result of the research show that the requirements and process

of granting clemency in Indonesian, has been regulated in the law no. 5 of 2010 on Amendment to Law no. 22 of 2002 about clemency as a form to create legal certainty and accountability for the president in issuing decisions about granting or rejecting pardons. On the other hand, presidential decree about granting or rejecting of clemency is a type of state administrative decision and not includes as an exception of state administrative decision as regulated in article 2 of Law no. 5 of 1986 also refers to Law no. 9 of 2004 about state administrative courts. However, the presidential decree about granting or rejecting clemency is not the dispute object of state administrative court, because the president's action in issuing a decision on granting or rejecting pardon is a judicial act as head of state. Keyword: Clemency, State Administrative Decision, Presidential Decree

About Granting or Rejecting Clemency.

Page 8: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

vii

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmani Rahim…

Segala puji dan syukur hanya milik ALLAH SWT., Dzat Pemilik

Segala Ilmu Pengetahuan, yang telah memberikan nikmat ilmu kepada

penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis

Hukum Terhadap Keputusan Presiden tentang Pemberian Grasi

sebagai Suatu Keputusan Tata Usaha Negara”.

Pada dasarnya kewenangan Presiden dalam mengeluarkan

Keputusan tentang Pemberian atau Penolakan grasi merupakan bentuk

perlindungan dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) ,

yang kerap dinilai sebagai tindakan yudisial seorang presiden sebagai

kepala negara (head of state). Maka dari itu, dalam mengeluarkan

Keputusan tentang Pemberian atau penolakang rasi, Presiden terlebih

dahulu memerhatikan pertimbangan Mahmakah Agung. Keputusan

Presiden tersebut, pada dasarnya menyerupai bentuk keputusan

(beschikking )pada umumnya yaitu bersifat konkret, individual, dan final,

dan bukan merupakan jenis keputusan yang dikecualikan sebagaimana

yang diatur pada Pasal 2 UU No. 5 Tahun 1986 jo. UU No. 9 Tahun 2004

tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Namun pada kenyataannya Keputusan Presiden tentang penolakan

atau pemberian grasi bukanlah menjadi objek sengketa pada Pengadilan

Tata Usaha Negara (PTUN). Semua gugatan yang diajukan ke PTUN,

hanya sampai pada dismissal procedur dan tidak dapat diterima dengan

pertimbangan bahwa Keputusan Presiden tentang Pemberian atau

Penolakan Grasi merupakan tindakan Presiden sebagai kepala negara di

bidang yudisial dan bukan merupakan beschikking sebagaimana yang

dimaksud dalam UU No. 5 Tahun 1986 yang telah diubah dengan UU No.

9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 5 Tahun 1986 dan telah

diubah dengan UU No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua UU No.

5 Tahun 1986 tentang PTUN.

Page 9: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

viii

Ketidakjelasan kedudukan Keputusan Presiden tentang Pemberian

atau Penolakan Grasi, menyebabkan hingga saat ini belum tersedia

mekanisme pertanggungjawaban hukum kepada para pencari keadilan

yang merasa dirugikan dengan keluarnya keputusan tersebut. Padahal

dalam setiap kewenangan berlaku asas “tiada jabatan atau wewenang

tanpa pertanggungjawaban (geen bevoegdheid zonder verant

woordelijkheid)”.

Terlepas dari pengantar di atas Penulisan skripsi ini dimaksudkan

untuk memenuhi persyaratan guna menyelesaikan Program Studi (S1)

pada Prodi Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas

Hasanuddin Makassar, sekaligus menjadi kado teristimewa bagi orang tua

penulis, Mide dan Sakina yang telah merawat dan membesarkan penulis

dengan penuh kasih sayang, insipirasi serta doanya yang tak henti-henti

menjadi lentara penerang kalbu dalam melakoni kehidupan. Semoga

ALLAH SWT., melimpahkan Rahmat dan Kasih Sayang-Nya kepada

Beliau.

Pengerjaan skripsi ini sampai wujud seperti ini, tidak terlepas dari

doa dan dukungan dari berbagai pihak diantaranya:

1. Kepada Pembimbing I Prof. Dr. Abdul Razak, SH.,MH. dan

Pembimbing II Dr. Anshori Ilyas, SH.,MH. dengan penuh kearifan dan

kesabaran meluangkan waktunya dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga ALLAH SWT., senantiasa melipahkan rahmat kepadanya.

2. Kepada Prof. Dr. Achmad Ruslan, SH., MH., Dr. Romi Librayanto,

SH., MH., dan Ariyani, SH., MH., selaku penguji yang telah

memberikan arahan dan masukan yang tulus kepada penulis sehingga

tugas akhir ini dapat terlesaikan. Semoga ALLAH SWT., membalas

dedikasi dan ketusan belaiu.

3. Kepada Dr. Adnan Jamal, SH., MH., yang senantiasa memberikan

arahan dan masukan yang tak ternilai kepada penulis, selama penulis

menyelesaikan masa studi ini. Semoga ALLAH SWT., membalas jasa-

jasa beliau.

Page 10: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

ix

4. Kepada Fajlurrahman Jurdi, SH., MH., yang setiap saat

menginspirasi penulis yang tak bisa terangkaikan dengan kata-kata.

Semoga ALLAH SWT., membalas jasa-jasa beliau.

5. Para dosen/pengajar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

6. Para staf akademik Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

7. Saudara kandung penulis yang senantiasa membantu dan memberi

dukungan moril dan meteril, sehingga penulis dapat menyelesaikan

studi ini.

8. Teman-teman DIPLOMASI Angkatan 2014 FH-UH, yang senantiasa

memberi semangat bagi penulis untuk menyelesaikan program studi

ini.

Makassar 22 Februari 2018

Penulis

Page 11: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................ i

PENGESAHAN SKRIPSI ...................................................................... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................ iii

PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI ................................... iv

ABSTRAK ............................................................................................. v

ABSTRACT ........................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ............................................................................. vii

DAFTAR ISI ........................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

A. Latar Belakang ................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................ 7

C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 8

D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 9

A. Konsep Negara Hukum .................................................................... 9

1. Negara Hukum Rule of Law ........................................................ 18

2. Negara Hukum Rechstaat ........................................................... 21

a. Konsep Pemisahan atau Pembagian Kekuasaan .................. 24

b. Pemisahan atau Pembagian Kekuasaan di Indonesia ........... 29

c. Kekuasaan Eksekutif di Indonesia ......................................... 31

B. Teori Keputusan (Beschikking) Tata Usaha Negara ......................... 36

1. Pengertian dan Istilah Beschikking ............................................. 36

2. Unsur-Unsur Beschikking ............................................................ 41

3. Jenis-Jenis Beschikking .............................................................. 44

C. Tinjauan Umum tentang Grasi .......................................................... 48

1. Pengertian dan Istilah Grasi ........................................................ 48

2. Sejarah dan Tujuan Pemberian Grasi ......................................... 50

3. Proses Pemberian Grasi di Indonesia ......................................... 53

Page 12: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

xi

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 57

A. Jenis Penelitian ................................................................................ 57

B. Pendekatan Penelitian ...................................................................... 58

C. Jenis dan Sumber Bahan ................................................................. 60

D. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ................................................ 60

E. Analisis Bahan Hukum ..................................................................... 61

BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................ 62

A. Syarat dan Proses Pemberian Grasi ................................................ 62

B. Kedudukan Hukum Keputusan Presiden tentang Pemberian

atau Penolakan Grasi ....................................................................... 106

BAB V PENUTUP .................................................................................. 141

A. Kesimpulan ....................................................................................... 141

B. Saran ................................................................................................ 142

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 143

Page 13: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara hukum dengan konsep negara kesejahteraan

(welfarestaat)1 yang dianut oleh Indonesia didasarkan atas konsepsi

negara hukum rechtstaat yang merupakan adopsi hukum dari

penjajahan kolonial Belanda. Konsepsi negara hukum rechtstaat

berdasarkan kajian literatur, diperkenalkan oleh Immanuel Kant dan

Friedrich Julius Stahl (atau dengan singkatan F.J. Stahl) pada akhir

abad ke- 19 dan awal abad ke- 20.2 Menurut F.J. Stahl bahwa salah

satu unsur negara hukum adalah adanya pemisahan atau pembagian

kekuasaan3.

Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal

dalam sebutan trias politica4 dianggap mutlak harus ada dalam konsep

1 Welfarestaat dapat diartikan sebagai negara hukum materiil, antitesa terhadap negara hukum formil. Negara hukum materil meniscayakan adanya peran aktif negara/ atau pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat/ atau welfarestaat, juga biasa disebut menurut isltilah Lemaire sebagai bsetuurszorg. Berbeda dengan negara hukum formil yang dipraktekkan pada abad ke-19 di neggara-negara eropa kontinental (rechtstaat). Negara hukum formil meniscayakan negara dalam kondisi pasif yaitu hanya mengurungi persoalan pertahanan dan keamanan negara/ atau juga biasa disebut sebagai negara penjaga malam (nahcwaterstaat)...., selengkapnya lihat dalam S.F. Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi, Yogyakarta: Liberty, 1997. h. 11-12. Lihat pula, tipe negara hukum: tipe negara hukum formil; dan tipe negara hukum materil...., dalam Romi Librayanto, Ilmu Negara Suatu Pengantar, Makassar: Arus Timur, 2013, h. 153-158. 2 S.F Marbun, op.cit., h. 9. 33 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (edisi revisi), Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2014. h. 3. 4 Trias politica dapat dimaknai sebagai tiga fungsi atau tiga poros (tri-as) kekuasaan (politica). Meskipun istilah trias politica selalu dikaitkan dengan Monstesquieu, tetapi sebenarnya yang memberi nama trias politica bukanlah Montesquieu melainkan Immanuel Kant, selangkapnya dalam SF Marbun dan Moh. Mahfud MD, Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, 2000, h. 43.

Page 14: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

2

negara hukum untuk mengurangi sentralisasi kekuasaan. Dalam

konsep trias politica dikenal adanya tiga poros kekuasaan dan salah

satu diantaranya adalah kekuasaan eksekutif. Kekuasan eksekutif

pada dasarnya merupakan cabang kekuasaan yang memegang

kewenangan administrasi pemerintahan yang tertinggi.5 Dengan kata

lain, kekuasaan eksekutif memiliki kewenangan untuk melaksanakan

peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan peraturan perundang-

undangan ini, dapat diwujudkan melalui kebijakan publik (public

policy), pengaturan (regeling), serta dalam bentuk keputusan

(beschikking).6

Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

1945 (selanjutnya disingkat UUD NRI 1945), menentukan bahwa

kekuasaan eksekutif dilakukan oleh Presiden.7 Hal ini dapat ditemui

pada Pasal 4 ayat (1) UUD NRI 1945 yang menyebutkan bahwa,

“Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan

menurut Undang-Undang Dasar”. Ketentuan ini mengisyaratkan bahwa

Presiden merupakan kepala pemerintahan dalam sistem Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Salah satu kewenangan Presiden dalam menjalankan

kekuasaan pemerintahan (eksekutif) adalah sebagaimana yang

5 Jimly Ashiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2014. h. 323. 6 Fajar Laksono, dan Subarjo, Kontroversi Undang-Undang Tanpa Pengesahan Presiden, Yogyakarta, UII Press, 2006. h. 36. 7 Titik Triwulan T. dan H. Isnu Gunadi Widodo, Hukum Tata Usaha Negara dn Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2011. h.108.

Page 15: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

3

terdapat pada Pasal 14 Ayat (1) UUD NRI 1945 bahwa, “Presiden

memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan

Mahkamah Agung”. Kewenangan pemberian grasi pada praktiknya

dijalankan oleh Presiden melalui bentuk keputusan Presiden dengan

memerhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.8 Menurut Ni’ Matul

Huda alasan pemberian grasi dengan menggunakan pertimbangan

Mahkamah Agung (selanjutnya disingkat MA) kerana, pemberian grasi

merupakan proses yustusial yang melibatkan perorangan yang sedang

menjalani proses hukum.

Selanjutnya dalam UU No. 5 Tahun 2010 tentang Perubahan

Atas UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi menyebutkan,

“Grasi adalah suatu pengampunan berupa perubahan,

peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan

pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden”

Menurut Wirjono Prodjodikoro, grasi merupakan penerobosan

batas antara wewenang kekuasaan pemerintah dengan kekuasaan

kehakiman dalam arti bahwa kini Presiden sebagai pemegang

kekuasaan tertinggi pemerintahan diijinkan campur tangan dalam

perkara-perkara pidana yang seharusnya melulu masuk kekuasaan

peradilan.9 Pada dasarnya kewenangan Presiden dalam memberikan

8 Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi, “Presiden memberikan keputusan atas permohonan grasi setelah memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung”. Selanjutnya pada ayat (2) menegaskan bahwa, “Keputusan Presiden dapat berupa pemberian atau penolakan grasi”. 9 Dikutip dari Dhian Deliani, Pelaksanaan Kekuasaan Presiden dalam Pemberian Grasi Studi terhadap Pelaksanaan Pemberian Grasi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Tahun 2004 s/d 2010 (Tesis), Jakarta: Fakultas Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, 2011, h. 134,

Page 16: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

4

grasi dimaknai sebagai kewenangan Presiden sebagai kepala negara.

Hal ini disebutkan secara tersirat oleh Titik Triwulan T. dan H. Isnu

Gunadi Widodo. Menurutnya, sistem pemerintahan yang dianut UUD

NRI 1945 ialah sistem presidensil. Dengan demikian, Presiden

berfungsi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Kenyataan

fungsi sebagai kepala negara dapat dilihat dari penjelasan Pasal 10

sampai 15 yang menyatakan: “kekuasaan-kekuasan presiden dalam

pasal-pasal ini, ialah konsekuensi dari kedudukan presiden sebagai

kepala negara”10. Begitupala pendapat Moh. Kusnardi dan Harmaily

Ibrahim yang membagi kekuasaan Presiden dalam tiga kekuasaan,

salah satunya adalah kekuasaan Presiden sebagai kepala negara.

Beliau memasukkan kewenangan Presiden dalam memberikan grasi

ke dalam kekuasaan Presiden sebagai kepala negara.11 Namun dalam

hal ini, menurut Jimly Asshiddiqie kapasitas Presiden sebagai kepala

negara dan sebagai pemerintahan tidak dapat dipisahkan. Tidak

mungkin membedakan jenis surat Keputusan Presiden dalam dua

macam kedudukan. Keputusan Presiden selaku kepala negara dan

selaku kepala pemerintahan tidak relevan untuk dibedakan. Yang ada

hanya Keputusan Presiden saja.12

lib.ui.ac.id/file?file=digital/20238048-T28595-Pelaksanaan%20kekuasaan.pdf, (diunduh tanggal 17 September 2017) 10 Titik Triwulan T. dan H. Isnu Gunadi Widodo, op.cit., h. 111-112. 11 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum Universitas Indonesia dan CV “Sinar Bakti”, 1988, h. 197 dan 208. 12 Jimly Ashiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Jakarta, Sinar Grafika, 2012. h. 108-109.

Page 17: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

5

Terlepas uraian di atas, proses pemberian grasi yang dilakukan

oleh Presiden dengan dasar hukum UU No. 22 Tahun 2002 jo. UU No.

5 Tahun 2010 tentang Grasi serta adanya Putusan Mahkamah

Konstitusi (selanjutnya disingkat MK) Nomor 107/PUU-XIII/2015 yang

menganulir Pasal 7 ayat (2) UU No. 5 Tahun 2010 tentang Perubahan

Atas UU No. 22 Tahun 2002 mengenai batas waktu permohonan grasi,

setidaknya memiliki tiga permahasan hukum. Pertama, dengan adanya

putusan MK Nomor 107/PUU-XIII/201513 mengakibatkan tidak adanya

kepastian hukum mengenai batas waktu permohonan grasi.14 Prosedur

grasi yang cukup lama inilah yang sering kali menghambat jalannya

eksekusi, sehingga grasi dijadikan upaya untuk menghindari hukuman

mati.15 Kedua, dalam proses pemberian grasi disebutkan bahwa

Presiden memberikan keputusan atas permohonan grasi dengan

memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.16 Pada praktiknya

pertimbangan yang diberikan oleh MA bukan menjadi kewajiban untuk

diikuti Presiden dalam memberikan Grasi. Kewenangan pemberian

grasi mutlak kewenangan seorang Presiden dalam menjalankan

kekuasaan eksekutif. Ketiga, begitupula tidak adanya mekanisme baku

13 Salinan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 107/PUU-XIII/2015, tertanggal 15 Juni 2016. 14 Sebelum adanya Putusan MK Nomor 107/PUU-XIII/2015, batas waktu permohonan grasi disebutkan secara jelas dalam Pasal 7 ayat (2) UU No. 5 Tahun 2010 tentang Grasi, Permohonan grasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap. Setelah adanya putusan MK tersebut, maka norma yang terdapat pada Pasal 7 ayat (2) di atas dianulir sehingga batas waktu permohonan grasi tidak ditentukan. 15 Dwi Purnama Wati, Impilikasi Pembatalan Perubahan Regulasi Grasi terhadap Eksekusi Pidana Mati (Tesis), Bandar Lampung, Fakultas Hukum Universitas Lampung, 2016, pdf. 16 Pasal 11 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi

Page 18: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

6

bagi Presiden dalam menerbitkan keputusan, baik keputusan

penolakan maupun keputusan yang mengabulkan permohonan grasi.

Lebih lanjut, kedudukan hukum terhadap keputusan Presiden

dalam pemberian grasi masih menimbulkan kontroversi dan

perdebatan. Masih adanya yang beranggapan bahwa keputusan

Presiden tentang pemberian Grasi merupakan bentuk keputusan tata

usaha negara. Pada dasarnya keputusan tata usaha negara dapat

dimaknai melalui Pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1986 jo. Pasal 1

angka 9 UU No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara,

“Keputusan Tata Usaha adalah penetapan tertulis yang

dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang

berisikan tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat

konkret, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum

bagi seseorang atau hukum perdata”

Adanya tafsiran yang menilai keputusan Presiden dalam

pemberian grasi sama dengan pengertian keputusan tata usaha

negara di atas, mengibatkan masih adanya beberapa kasus gugatan

keputusan Presiden tentang penolakan atau pemberian grasi yang

digugat melalui Peradilan Tata Usaha Negara. Misalnya gugatan

dengan Register Perkara Nomor: 92/G/2012/PTUN-JKT, dengan objek

gugatan Keputusan Presiden tentang pemberian Grasi kepada

Schapelle Leigh Corby. Meskipun majelis hakim menolak gugatan

tersebut dengan pertimbangan bahwa keputusan Presiden dalam

memberi Grasi bukanlah termasuk keputusan tata usaha negara,

Page 19: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

7

namun di tahun 2015 keputusan Presiden kembali digugat melalui

Register Perkara Nomor: 51/PLW/2015/PTUN-JKT dengan objek

gugatan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 11/G Tahun

2015 tentang Penolakan Grasi Sylvester Obiekwe Nwolisse.

Ketidakjelasan kedudukan hukum keputusan Presiden tentang

pemberian grasi juga berdampak terhadap belum tersedianya

mekanisme proses penegakan dan pertanggungjabawan hukum bagi

subjek hukum yang merasa haknya dirugikan dengan keputusan

Presiden tersebut17. Hal ini melanggar asas “geen bevoegdheid zonder

verant woordelijkheid, (tiada jabatan atau wewenang tanpa

pertanggungjawaban)”. 18

17 Pada dasarnya keputusan Presiden tentang Pemberian ataupun Penolakan Grasi, telah banyak digugat melalui PTUN, hanya sampai pada tahap pemeriksaan berkas administrasi (dismissal procedure). Misalnya kasus Register Perkara Nomor: 51/PLW/2015/PTUN-JKT. Kasus ini didaftarakan di PTUN Jakarta pada tanggal 25 Maret 2015. Pelawan merupakan warga negara Nigeria bernama Sylvester Obiekwe Nwolisse, seorang terpidana mati. Alasan gugatan didasarkan bahwa pihak pelawan merasa dirugikan dengan keputusan Presiden Republik Indonesia No. 11/G Tahun 2015 yang menolak permohonan Grasi pihak pelawan. Kasus ini telah diputus oleh PTUN Jakarta pada tanggal 21 April 2015, dengan salah satu amar putusan adalah “menolak perlawanan dari pelawan”. Begitupula gugutan terhadap Keputusan Presiden No. 22/G/Tahun 2012 tentang pemberian grasi kepada Schapelle Leigh Corby, yang terdaftar dalam Register Perkara Nomor: 92/G/2012/PTUN-JKT. Pada tanggal 8 Oktober 2004, Schapelle Leigh Corby tertangkap membawa obat terlarang di dalam tasnya yaitu berupa ganja dengan berat 4,2 (empat koma dua) Kilogram ketika berada di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali. Setelah itu Corby diadili dan dinyatakan bersalah serta dijatuhi hukuman penjara selama 20 tahun dan denda Rp. 100.000.000.00-, berdasarkan putusan Mahkamah Agung No. 112PK/Pid/2006. Maka dari itu Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Anti Narkotika (DPP Granat), melalui kuasa hukumnya Yusril Ihza Mahendra dkk, melakukan gugutan terhadap Keputusan Presiden tersebut, yang terdaftar dalam Register Perkara Nomor: 92/G/2012/PTUN-JKT. Gugatan ini telah diputus oleh PTUN Jakarta dengan salah satu amar dalam putusannya, “menyatakan gugatan penggugat tidak diterima”. Kedua kasus ini tidak masuk dalam tahap pemeriksaan dipersidangan oleh PTUN Jakarta. Selangkapnya lihat dalam Alfred P.S Hasibuan dan Paulinus Sogel, Dasar Pertimbangan Pemberian Grasi terhadap Terpidana Narkotika (Studi Kasus Schapelle Leigh Corby), (jurnal), Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2015, h. 2., http://e-journal.uajy.ac.id/7599/1/JURNAL.pdf (diunduh tanggal 18 September 2017) 18 Dikutip dari Priyatmanto Abdoellah, Revitalisasi Kewenangan PTUN Gagasan Perluasan Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara, Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2016, h. 2.

Page 20: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

8

Melihat permasalahan di atas, maka perlu kemudian adanya

upaya kajian yang bersifat ilmiah untuk menemukan benang merah

proses hukum pemberian grasi dan kedudukan hukum keputusan

Presiden tentang pemberian grasi di Indonesia. Hingga pada akhirnya

permasalahan hukum yang dihadapi dapat dipecahkan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah syarat dan proses pemberian grasi oleh Presiden?

2. Bagaimanakah kedudukan hukum Keputusan Presiden tentang

pemberian grasi?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui proses hukum pemberian grasi; dan

2. Untuk mengetahui kedudukan hukum keputusan Presiden tentang

pemberian grasi.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat akademis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan

kontribusi terhadap pengembangan kajian hukum administrasi

negara khusunya pengembangan kajian pemberian grasi oleh

Presiden dan keputusan tata usaha negara.

2. Manfaat Praktis, diharapkan penelitian ini dapat menjadi refrensi

bagi para praktisi hukum, terutama bagi para pemohon Grasi dan

majelis hakim Peradilan Tata Usaha Negara dalam gugutan

keputusan Presiden tentang pemberian atau penolakan grasi.

Page 21: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Negara Hukum

Negara Repubik Indonesia adalah negara yang berdasarkan

atas hukum. Hal ini secara tegas tertuang dalam UUD NRI 1945 Pasal

1 Ayat (3) menyebutkan, bahwa “Negara Indonesia adalah negara

hukum”. Ketentuan ini bukan penyebutan yang latah dan tanpa makna.

Artinya segala tindakan yang kemudian bersentuhan kehidupan

masyarakat harus sejalan dengan hukum (rechtstaat), dan bukan

berdasar hanya kekuasaan semata (machtstaat).

Ikrar bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, telah

disampaikan oleh para the founding father sewaktu merumuskan dasar

negara. Ikrar ini tentunya tidak lahir secara refleks, namun melalui

berbagai kontemplasi yang mendalam. Melalui perenungan yang

mendalam dan perbandingan konsepsi negara, akhirnya para the

founding father menemukan makna di ballik konsep negara, dan

bertekad untuk mendirikan negara Indonesia yang merdeka. Para the

founding father, memahami bahwa untuk menjaga kelangsungan

negara Indonesia hingga akhir hayat, maka negara Indonesia harus

dikemas dalam kemasan hukum lalu ditutup dengan ideologi Pancasila

demi kesejahteraan rakyatnya di masa mendatang.

Betapa para the founding father paham betul, apa yang

ditabiatkan oleh Thomas Hobbes mengenai tabiat manusia tanpa

Page 22: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

10

negara yang cenderung memangsa yang lemah. Betapa mereka

memahami bahwa dengan negara saja, tanpa adanya cita hukum,

maka akan terjadi penistaan dan ketidak-adilan di mana-mana. Dan

betapa pula mereka memahami bahwa dengan negara hukum saja,

negara Indonesia akan menjadi negara yang semu tanpa ciri khas dan

nilai-nilai dari sebuah ideologi (ideologi Pancasila). Sebuah hasil

renungan yang melampaui zamannya.

Sebagaimana uraian di atas, bahwa negara hukum Indonesia

bukan hanya penyebutan nama secara latah tanpa makna. Namun

lahir dari pijakan pemahaman, yang salah satunya, konsepsi negara

secara utuh.

Titik pijak alamiah untuk mengkaji gagasan mengenai

keberadaan negara adalah dengan mengajukan pertanyaan:

Bagaimana kondisi segala sesuatu tanpa negara? Pemahaman

terhadap pertanyaan mengapa kita memiliki sesuatu merupakan cara

yang bagus untuk mempertimbangkan ketiadaan negara. Tentu saja

kita tidak mungkin menghapus keberadaan negara hanya karena ingin

mengetahui rupa tanpa kehadiran negara19.

Maka dari itu, Jonathan Wolff mengajak kita untuk melakukan

pengkajian melalui telaah pikiran. Dikatan bahwa, coba kita bayangkan

keadaan alamiah tanpa suatu negara dan tak seseorang pun memiliki

kekuasaan politik. Kemudian coba kita putuskan seperti apa yang akan

19 Jonathan Wolff, An Introduction to Political Philosophy, (terjemahan), Bandung: CV Nusa Media, 2013, h. 9.

Page 23: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

11

terjadi. Cara yang diajarkan oleh Jonathan Wolff ini, membawa kita

kepada suatu pemahaman bahwa ketika tidak ada negara tentu

instabilitas akan terjadi di mana-mana. Yang kuat menindas yang

lemah, yang berlaku adalah hukum rimbah, sehingga terjadi kondisi

chaos. Akan tetapi perlu digaris bawahi, bahwa sekondisi alamiah

apapun manusia tetap memiliki perasaan dan nilai-nilai kemanusian

sebagaimana yang dipatrikan oleh Sang Pencipta dalam setiap jiwa.

Jonathan Wolff melanjutkan, bahwa meskipun tidak pernah ada

suatu keadaan alamiah adalah benar, namun kita masih bisa

memikirkan secara hipotesis seperti apakah jadinya kehidupan jika

tidak ada negara. Menurut Thomas Hobbes, sebagaimana yang dikutip

oleh Jonathan Wolff20, bahwa tidak ada yang lebih buruk dibanding

kehidupan tanpa perlindungan dari suatu negara, oleh karena itu

keberadaan pemerintah yang kuat sebenarnya adalah menjamin agar

kita semua tidak tergelincir ke dalam peperangan antar sesama.

Nampaknya Hobbes menyakini tabiat manusia akan cenderung saling

memansa jika negara tidak esksis dalam mengatur dan menertibkan

kehidupan manusia. Namun dalam konteks ini, benarkah manusia

memiliki tabiat untuk bertindak anarkis tanpa adanya negara sebagai

pengatur? Tentu jawaban atas pertanyaan ini, perlu dikaji dari hakikat

nilai kemanusaian yang terpatri dalam setiap individu.

20 Ibid., h. 11.

Page 24: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

12

Terlepas dari uraian bayangan kondisi alamiah tanpa negara,

pada dasarnya negara hadir dengan latar belakang yang berbeda.

Menurut Mr. M. Nasroen21, bahwa pada mulanya negara itu tidak ada,

atau dengan kata lain, negara itu tidaklah ada sebelum dia ada. Beliau

melanjutkan, oleh sebab itu negara pasti harus hadir pada saat

tertentu. Maka asal mula negara itu adalah kemauan bersama dari

perkumpulan manusia yang tertentu dan kemanuan bersama itu

ditujukan kepada mengadakan negara itu22.

Lebih lanjut, Nasroen mengungkapkan bahwa sesuatu

penetapan tentang asal mula negara, yang tidak dapat ditentukan

tempat dan saat timbulnya, akan membuktikan, bahwa penetapan asal

mula negara yang demikian itu tidak benar dan khayalan belaka.

Negara itu lahir dalam suatu masyarakat yang terdapat langsung

sebelum negara itu ada. Tempat lahirnya negara itu adalah suatu

masyarakat, yang harus mempunyai kecerdasan, sebab bernegara itu

menghendaki keinsafan dan kecerdasan khusus yaitu mempunyai

rakyat tertentu, mempunyai daerah tertentu dan pemerintah tertentu.

Oleh sebab itu, menurut Nasroen tidaklah dibenarkan pendapat hukum

tata alam (naturrecht), yang bependirian bahwa kontrak sosial untuk

mengadakan negara itu terjadi antara orang-seorang (homme

naturalis) yang tidak mempunyai hubungan dan pertalian dengan yang

lain. Nasroen menilai bahwa bahwa negara itu lahir dan ada pada

21 Mr. M. Nasroen, Ilmu Perbandingan Pemerintahan, Jakarta: Aksara Baru, 1986, h. 32 22 Ibid., h. 33.

Page 25: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

13

suatu saat yang tertentu dan saat yang tertentu ini, tentu terjadi pada

suatu tempat yang tertentu pula. Pendek kata, lahirnya negara itu

bukanlah merupakan suatu priode.23

Pendapat berbeda dikemukakan oleh Mac Iver, bahwa negara

tumbuh dalam suatu evolusi, yang merupakan suatu periode

pertumbuhan, sebab negara itu adalah “a product of social evolution”.

Jadi, saat lahirnya negara bukanlah saat suatu saat waktu tertentu,

sebab tumbuhnya negara itu adalah dalam suatu “social evolution”

yang meliputi suatu masa, dalam mana terdapat pergaulan-pergaulan

hidup yang tumbuh dalam evolusi.24

Rosseau memberikan alasan manusia hidup bernegara dengan

mengemukakan pendapat sebagai berikut,

“selama manusia tidak dapat melahirkan kekuatan baru dan

hanya menyatukkan kekuatan yang sudah ada, mereka tidak

akan memiliki cara lain umtuk mempertahankan diri selain

formasi yang sudah ada, yakni dengan suatu agregasi yang

merupakan tambahan kekuatan yang cukup besar untuk

mengatasi masalah pertahanan diri mereka. Semua ini harus

mereka bawa ke dalam permainan dengan satu motivasi

kekuasaan tunggal dan melahirkan suatu tindakan bersama”.25

Hal yang berbeda pula disampaikan oleh P.J. Bouman,

sebagaimana yang dikutip oleh Nasroen, bahwa negara itu adalah

hasil dari pertumbuhan dalam sejarah. Tempat timbulnya negara itu

23 Ibid., h. 56. 24 Ibid., 25 Hotma. P. Sibuae, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, Jakarta: Erlangga, 2010, h. 4.

Page 26: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

14

bukanlah suatu saat yang tertentu, tetapi adalah rentetan pergaulan

hidup menurut sejarah.26

Dari ketiga pendapat ahli di atas dapat diketahui, bahwa negara

hadir pada saat waktu dan tempat tertentu, yang diinisiasi oleh

sekumpulan orang yang memiliki nasib dan cita-cita yang sama.

Negara dapat pula hadir sebagai hasil evolusi yang berlangsung relatif

lama, kemudian dimenangkan oleh sekompok masyarakat lalu

bersepakat mendirikan sebuah negara. Di sisi lain, adanya persamaan

historis perjuangan dalam melawan penindasan suatu bangsa, juga

dapat menjadi asal mula suatu negara. Hal tersebut sangat

dipengaruhi oleh kondisi yang terjadi pada saat itu.

Beranjak dari asal mula negera di atas, sebenarnya ide negara

hukum telah lama dilukiskan oleh Plato ketika menulis nomoi, sebagai

karya tulis ketiga yang dibuat pada masa tuanya. Dalam nomoi, Plato

mengemukakan bahwa penyelenggaraan negara yang baik ialah yang

didasarkan pada pengaturan (hukum) yang baik.27 Plato mengusulkan,

agar pemberi hukuman mengawasi rakyatnya dan menggunakan

hukum sebagai instrument untuk memberi pujian atau hujatan secara

benar.28

Ide negara hukum menurut Plato mengandung gambaran suatu

bentuk negara ideal. Gambaran suatu bentuk negara ideal menurut

26 Ibid., 27 Ridwan HR, op.cit., h. 2. 28 Ian Ward, An Introduction to Critical Legal Theory, (terjemahan), Bandung: Nusa Media, 2014, h. 11.

Page 27: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

15

Plato tersebut sesungguhnya berbeda jauh dengan kondisi dan

keadaan negara kota Athena pada zamanya. Pada zaman itu, raja

yang berkuasa di negara kota Athena merupakan penguasa yang lalim

dan sewenang-wenang. Plato turut merasa prihatin melihat kondisi

negara kota Athena yang dipimpin oleh para penguasa yang bengis

dan kejam. Sebagai wujud keprihatinannya, Plato kemudian

mengemukakan gagasannya mengenai suatu bentuk negara yang

ideal bagi negara kota Athena29.

Plato juga mengemukan sebuah cita negara yang ideal.

Menurutnya bahwa seharusnya yang memerintah sebauh negara

adalah pemimpin yang memiliki moralitas yang baik dan terpuji serta

memiliki kebajikan dan segala macam ilmu pengetahuan, terutama

ilmu pemerintahan. Unsur penguasaan ilmu pemerintahan sangat

penting bagi Plato sebab jika penguasa menguasai ilmu

pemerintahan, mereka akan dapat memimpin dengan baik agar dapat

mencapai kesejahteraan umum (kesejahteraan bersama). Bagi Plato,

penguasa yang dapat menguasai pengetahuan adalah yang telah

menguasai ilmu filsafat (filsuf). Oleh karena itu, tipe negara ideal

seorang penguasa adalah seorang filsuf. Menurut Plato, hanya filsuf

yang pantas menjadi raja.30

Yang menarik bahwa dalam gagasan negara hukum ideal, bagi

Plato hukum tidak perlu diberlakukan kepada raja, sebab raja adalah

29 Hotma P. Sibuae, op.cit., 2010. h. 11. 30 Ibid., h. 13.

Page 28: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

16

orang yang arif dan bijaksana serta menguasi ilmu memerintah dengan

baik, sehingga tidak mungkin melakukan kesalahan. Sebagai seorang

filsuf, sang penguasa merupakan orang yang terpilih secara moral dan

pengetahuan sehingga dianggap tidak mungkin menyalahgunakan

kedudukan dan wewenangnya.31 Namun pada dalam dunia realita,

gagasan yang dikemukan oleh Plato tidak pernah dapat dilaksanakan,

sebab tidak memungkin untuk mencari penguasa yang sempurna yang

bebas dari hawa nafsu dan kepentingan pribadi.32

Kemudian gagasan Plato terkait negara hukum dilanjutkan oleh

muridnya, Aristoteles, yang menuliskannya dalam buku politica.

Menurut Aristoteles, bahwa suatu negara yang baik ialah negara yang

diperintah oleh konstitusi dan berkedaulatan hukum. Menurutnya ada

tiga pemerintahan yang berkonstitusi, diantranya:33

1. Pemerintah dilaksanakan untuk kepentingan umum;

2. Pemerintah dilaksanakan menurut hukum yang berdasarkan pada

ketentuan-ketentuan umum, bukan hukum yang dibuat secara

sewenang-wenang yang menyampingkan konvensi dan konstitusi;

dan

3. Pemerintah yang berkonstitusi artinya pemerintahan yang

dilaksanakan atas kehendak rakyat, bukan berupa paksaan yang

dilaksanakan pemerintahn despotik.

31 Ibid., 32 Ibid., h. 14. 33 Ridwan HR, op.cit., h. 2.

Page 29: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

17

Menurut Hotma P. Sibuae, bahwa gagasan negara hukum

Aristoteles akan dapat lebih dipahami dengan baik jika lebih dahulu

memahami pandangannya mengenai proses pembentukan negara.

Aristoles mengemukakan bahwa negara adalah persekutuan hidup

yang berbentuk polis (he koinonia politike). Aristoles berpendapat

bahwa polis, yang dalam ilmu kenegaraan berarti negara kota

merupakan bentuk persekutuan hidup. Sebagai bentuk persekutuan

hidup tertinggi, negara memiliki tujuan paling tinggi, mulia, dan luhur

dibanding persekutuan hidup keluarga dan desa.34

Ide negara hukum yang diajarkan Aristoles merupakan

gambaran ajarannya mengenai cara yang ditempuh oleh negara untuk

mewujudkan tujuannya, yaitu memberikan kebaikan tertinggi kepada

warga negaranya. Dalam rangka mencapai tujuan negara untuk

memberikan kebaikan tertinggi kepada negara, Aristoteles

mengemukakan bermacam bentuk negara ideal. Bentuk negara yang

ideal menurut Aristoteles tersebut ditentukan berdasarkan kriteria

tertentu. Ada dua kriteria yang disebutkan oleh Aristoteles untuk

menentukan bentuk negara ideal kedua kriteria tersebut berpatokan

pada: (a) Jumlah orang yang memegang kekuasaan; dan (b) Tujuan

pemerintahan untuk kepentingan umum atau pribadi35. Lebih lanjut,

34 Hotma P. Sibuae, op.cit., h. 17. 35 Ibid., .

Page 30: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

18

Aristoteles menyebutkan ada tiga negara ideal, diantaranya: (a) negara

monarki; (b) negara aristokrasi; dan (c) negara politea.36

Bagi Aristoteles, hukum adalah akal atau kecerdesan yang tidak

dapat dipengaruhi oleh keinginan dan nafsu. Jika negara

diselenggarakan berdasarkan hukum, penyelenggaraan negara tidak

dapat dipengaruhi oleh keinginan dan nafsu. Jika penguasa tidak

dipengaruhi oleh keinginan dan nafsunya, moralitas terpuji dan

keadaban tinggi sanggup mencegah para penguasa dipengaruhi oleh

godaan kesewenang-wenangan akan serta-merta tumbuh.37

Gagasan negara hukum tersebut masih bersifat samar-samar

dan tenggelam dalam waktu yang panjang. Hingga kemudian muncul

kembali secara eksplisit istilah rule of law yang dianut di negara-negara

bersistem comman law yang kemudian dikembangkan oleh A.V. Dicey

pada tahun 1959.38 Begitupula pada muncul istilah rechstaat dari F.J

Stahl yang dianut dinegara-negara bersistem civil law.39

1. Negara Hukum Rule of Law

Konsep rule of law berjalan secara evolusioner. Konsep ini

bertumpu pada di atas sistem hukum comman law yang amat

36 Monarki merupakan bentuk negara yang dipimpin oleh raja-filsuf sebagai figure penguasa idaman. Aristokrasi adalah bentuk negara yang dipimpin oleh sekelompok orang-orang yang paling baik, sesuai pengertian aristos yaitu paling baik. Politea berasal dari bahasa Yunani yang berarti konstitusi. Politea merupakan pemerintahan dengan kekuasaan tertinggi berada di tangan seluruh warga negara. Pelaksanaan pemerintahan yang berdasar pada konstitusi seperti itu berdasarkan kepentingan, kebaikan, dan kesejahteraan umum.., selngkapnya dalam ibid., bandingkan pula pembagian bentuk negara oleh Herodotus kemudian diteruskan oleh Aristoteles…., dalam Romi Librayanto, op.cit., h.185-186. 37 Hotma P. Sibuae, op.cit., h. 18. 38 Aminuddin Ilmar, op.cit., h. 67. 39 Ibid., h. 3.

Page 31: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

19

menonjolkan karateristik judicial.40 Unsur-unsur rule of law

sebagaimana yang dikemukan oleh A.V Dicey diantaranya sebagai

berikut:41

a. Supremasi aturan-aturan hukum dalam arti tidak boleh ada

kesewenang-wenangan, sehingga seseorang hanya boleh

dihukum bila dilanggar;

b. Kedudukan yang sama di muka hukum baik bagi rakyat biasa

maupun bagi para pejabat; dan

c. Terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh undang-undang dan

keputusan-keputusan pengadilan.

Unsur negara hukum di atas disampaikan oleh A.V Dicey

dalam sebuah karyanya yang berjudul “Introduction to the Study of

Constitution”, pada tahun 1952. Jika kita melakukan penelusuran

pustaka, maka terma dari “rule of law” sebenarnya merupakan

bentuk kekaguman Tocqueville terhadap sistem kenegaraan yang

berlaku di Inggris.

Menurut A.V Dicey, bahwa melalui pengkajian tata cara

orang Inggris, para peneliti asing, termasuk pula Toqueville,

dibandingkan dengan orang Inggris sendiri ternyata jauh lebih

terkejut oleh fakta bahwa Inggris adalah suatu negeri, yang ini

jarang di bagian lain Eropa, diatur oleh aturan hukum (rule of law);

dan kekaguman atau raja takjub akan legalitas kebiasaan dan

40 Fajar Laksono dan Subarjo, op.cit., h .18. 41 Ibid., h. 17.

Page 32: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

20

perasaan orang Inggris tidak ada yang dikemukan secara baik

daripada pemaparan yang menarik dari tulisan Tocqueville, yang

membandingkan Swiss dengan Inggris pada 1836 terkait dengan

semangat yang menjiwai hukum dan tata cara mereka.42

Tocqueville menulis,

“saya tidak berniat membandingkan Swiss dengan Amerika

Serikat, akan tetapi Inggris Raya. Ketika anda mengkaji

kedua negeri tersebut, atau bahkan hanya melihat secara

sekilas, menurut penilaian saya, anda akan melihat

perbedaan paling menakjubkan antara keduanya. Dipahami

secara menyeluruh, tampaknya Inggris jauh lebih Republik

daripada Republik Helvetik. Perbedaan prinsipil dapat

ditemukan di dalam istitusi kedua negeri tersebut bdan

khusunya dalam hal adat istiadat” 43

Beranjak dari uraian di atas, apa yang digariskan oleh A.V

Dicey dalam konsep rule of law, pada dasarnya bagimana

kemudian memberi jaminan kepada warga masyarakat agar tidak

terjadi tindak sewenang-wenangan dari penguasa, mendapat

tanggapan dari E.C.S Wade dan Gdfrey Phillips dalam bukunya

“Contitusional and Administrative Law”.44 Dengan mengemukaan

42 A.V. Dicey, Introduction to the Study of the Constitution, (terjemahan), Bandung: NusaMedia, 2014, h.251-252. 43 Selengkapnya dalam ibid., h.252-253. 44 Aminuddin Ilmar, op.cit., h. 68-69.

Page 33: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

21

tanggapannya kepada A.V Dicey, maka Wade dan Phillips

mengetengahkan pula konsepnya tentang rule of law yaitu:

a. Rule of law mendahulukan hukum dan ketertiban dalam

masyarakat daripada anarkhi; dalam pandangan ini konsep rule

of law merupakan suatu pandangan filosofis terhadao

masyarakat yang dalam tradisi Barat berkenaan dengan konsep

demokrasi;

b. The rule of law menunjukkan suatu doktrin hukum bahwa

pemerintahan harus dijalankan sesuai dengan hukum; dan

c. The rule of law menunjukkan suatu kerangka pola pikir politik

yang harus dirinci dalam peraturan-peraturan hukum, baik

hukum subtantif maupun hukum acara, misalnya apakah

pemerintah mempunyai kekuasaan untuk menahan warga

negara tanpa melalui proses peradilan dan mengenai proses

misalnya “presumption of innocence”.45

2. Negara Hukum Rechstaat

Selain sistem hukum rule of law, juga dikenal sistem hukum

rechstaat. Konsep negara hukum rechtstaat lahir dari sebagai

reaksi penentangan dari absolutisme yang sifatnya revolusioner.

Menurut Adnan Jamal, bahwa terma rechtstaat diadopsi dari

45 Ibid.,

Page 34: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

22

khasanah pemikiran hukum klasik (formal) yang berkembang di

Eropa Kontinental yang menganut civil law atau roman law.46

Sejarah rechtstaat secara terperinci disebutkan oleh

Aminuddin Ilmar. Diuraikan bahwa rechtstaat lahir dari sebuah

upaya perjuangan menentang absolutisme kekuasaan raja

sebagaimana yang dipraktekkan di Perancis sehingga konsep

tersebut sifatnya sangatlah revolusioner adanya. Dengan

meletusnya revolusi Perancis pada 1897 yang melahirkan adanya

tiga tuntutan dasar yakni, “agalite” (kesamaan), “fernalite”

(kemanusian) dan “liberte” (kebebasan), memberikan penegasan

bahwa kesewenang-wenangan yang diperlukan oleh raja dalam

menyelenggarakan pemerintahan sudah tidak dapat ditahan atau

ditolerir lagi oleh rakyat dikarenakan telah menimbulkan

kesengsaraan dan penderitaan yang sangat dalam bagi rakyat.

Bersatunya atau bertumpunya semua kekuasaan di tangan raja

baik dalam membuat peraturan, melaksanakan atauran maupun

melakukan proses peradilan berakibat tindakan atau perbuatan raja

yang seringkali bersifat sewenang-wenang dan pada akhirnya

menimbulkan otoriter, sehingga semua proses penyelenggaraan

pemerintahan dalam kerajaan di bawah oritas penuh dari raja.47

Sejak itu, kemudian timbullah berbagai pandangan konsep

bagaimana melakukan kontrol atau bagaimana melakukan 46 Adnan Djamal, Konfigurasi Politik dan Hukum Institusionalisasi Judical Review di Indonesia, Makassar: Pustaka Refleksi, 2009, h. 23. 47 Aminuddin Ilmar, op.cit., h. 59.

Page 35: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

23

pengawasan terhadap kekuasan raja yang begitu besar sehingga

dapat membatasi kekuasaan dari raja tersebut. Pada masa itu

bermunculanlah berbagai macam pandangan atau konsep baik dari

masa John Locke, J.J. Rosseau dan sampai kepada Montesquieu

yang pada prinsipnya mengemukakan bagaimana seharusnya

kekuasaan itu dapat dikontrol atau diawasi dan bahkan kalau bisa

dapat dibatasi, dengan menggunakan pemisahan kekuasaan

(separation of powers) atau pembagian kekuasaan (distribution of

power).48

Bertitik tolak uraian di atas, F.J. Stahl mengidentifikasi unusr-

unsur negara hukum rechtstaat, sebagai berikut:49

a. Pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia (grondrechten);

b. Pemisahaan kekuasan negara (scheiding van machten);

c. Pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan hukum (wet

matigheid van het bestuur); dan

d. Adanya peradilan adaministrasi negara (administratief recht-

praak).

Sedangkan, menurut Friedman bahwa pada prinsipnya

rechtstaat mengandung arti pembatasan kekuasaan kekuasan oleh

hukum. Konsepsi negara hukum dalam pengertian rechtstaat ini

nampaknya memiliki relevansi dengan konsepsi negara hukum

48 Ibid., h. 60. 49 Adnan Djamal, op.cit., h. 24.

Page 36: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

24

yang diidenfikasi karasteristiknya oleh Paul Scholten. Menurutnya,

ciri-ciri negara hukum adalah:

a. Diakuinya hak-hak asasi manusai;

b. Adanya pemisahan kekuasaan; dan

c. Adanya pemeintahan berdasarkan undang-undang.50

Berdasarkan uraian di atas, maka menjadi perhatian utama

terhadap adanya konsep pemisahan atau pembagian kekuasaan

yang menjadi salah satu unsur negara hukum rechstaat.

a. Konsep Pemisahan atau Pembagian Kekuasaan

Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya,

bahwa untuk membatasi kekuasan yang sewenang dari Raja

akibat penumpukan kekuasaan yang terlalu absolut, maka

digagaslah adanya konsep pemisahan atau pembagaian

kekuasaan. Lebih lanjut, Jimly Ashiddiqie mengemukakan

bahwa konsep pembatasan kekuasaan (limitation of power)

berkaitan erat dengan teori pemisahan kekuasaan (separation

of power) dan teori pembagian kekuasaan (division of power

atau distribution of power). Penggunaan istilah, division of

power, separation of power, dan distribution of power, memiliki

nuansa yang sebanding dengan pembagian kekuasaan,

50 Ibid.,

Page 37: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

25

pemisahan kekuasaan, pemilahan kekuasaan dan distribusi

kekuasaan.51

Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan ini

sebenarnya muncul dari gagasan John Locke dalam karyanya

yang berjudul “Two Treaties of Civil Government”. Pada

dasarnya karya ini merupakan kritikan terhadap kekuasaan raja

yang terlalu absolut dan menganggap bahwa tahta atau

kekuasaan yang dimiliki merupakan mandat langsung dari

Tuhan. Secara khusus gagasan ini sesungguhnya dimaksudkan

untuk menentang ajaran Robert Filmer yang memberikan dasar

pembenar kepada keluarga raja-raja Inggris untuk memegang

tampuk kekuasaan.52 Oleh karena itu, bagi John Locke bahwa

kekuasaan negara harus dibagi menjadi tiga fungsi kekuasaan

diantaranya:

1) Kekuasaan legislatif, yakni kekuasaan untuk membuat

undang-undang;

2) Kekuasaan eksekuti, yakni kekuasaan untuk menjalankan

undang-undang; dan

3) Kekuasaan Federatif, yakni kekuasaan untuk mengadakan

perserikatan dan aliansi serta segala tindakan dengan

semua orang dan badan-badan di luar negeri.53

51 Jimly Ashiddiqie, op.cit., h. 284-285. 52 Hotmat P. Sibuae, op.cit., h. 23-25. 53 Jawade Hafidz Arsyad, Korupsi dalam Perspektif HAN, Jakarta, Sinar Grafika, 2013. h. 78.

Page 38: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

26

Menurut John Locke, ketiga kekuasaan ini harus dipisahkan

satu sama lainnya.

Selanjutnya, ide pemisahan atau pembagian kekuasaan

dari John Locke diilhami oleh Charles de Secondat, Baron de La

Brede et de Montesquieu (atau biasa dikenal Montesquieu),

seorang ahli politik dan filsafat Prancis. Ajaran Montesquieu

secara umum dikenal dengan sebutan trias politica (tiga poros

kekuasaan). Sebutan trias politica pada dasarnya bukanlah

berasal dari Montesquieu sendiri, melainkan berasal dari

Emmanuel Kant54.

Dengan ajaran trias politica, Montesquieu bertujuan

untuk menentang kekuasaan raja yang absolut demi

memberikan terhadap hak-hak individu.55 Melalui karyanya yang

berjudul “L ‘Esprit des ois (Jiwa Undang-Undang)” yang

diterbitkan di Jenawa pada tahun 1748 (2 jilid). Dari hasil karya

ini, Montesquieu menulis tentang Konstitusi Inggris yang

mengatakan bahwa setiap pemerintahan terdapat tiga jenis

kekuasaan.56 Monstesquieu mengemukan sebagai berikut,

“Tidak ada kebebasan jika kekuasaan yudisial tidak

dipiisahkan dari kekuasaan legislatif dan eksekutif. Jika

kekuasaan yudisial bersatu dengan kekuasaan legislatif,

kehidupan dan kebebasan warga negara akan

diperhadapkan pada pengawasan yang sewenang- 54 SF. Marbun dan Moh. Mahfud MD dalam op.cit., h. 43. 55 Hotma P. Sibuae, op.cit., h. 52. 56 Jawade Hafidz Arsyad, op.cit., h. 79.

Page 39: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

27

wenang karena hakim menjadi pembentuk undang-

undang. Jika kekuasaan yudisial bersatu dengan

kekuasaan eksekutif, hakim akan berperilaku jahat dan

kejam.”57

Maka dari itu, menurut Montesquieu kekuasaan dalam

negara harus dipisah menjadi tiga fungsi diantaranya:

1) Kekuasan Legislatif, yang membentuk undang-undang

dilaksanakan oleh suatu badan perwakilan (parlemen);

2) Kekuasaan Eksekutif, yang melaksanakan undang-undang,

memaklumkan perang, mengadakan perdamaian dengan

negara lain, menjaga tata tertib, menindas pemberontak,

dan lain-lain, yang dilaksanakan oleh pemerintah (presiden

atau raja dengan bantuan menteri atau kabinet); dan

3) Kekuasaan Yudikatif, yang menjatuhkan hukuman atas

kejahatan dan memberi putusan apabila terjadi perselisihan

antara para warga, yang dilaksanakan oleh badan peradilan

(mahkamah agung dan pengadilan dibawahnya).58

Menurut Jimly Ashiddiqie, bahwa konsep pemisahan

atau pembagian kekuasaan dari kedua pakar di atas, dalam

bidang legislatif dan eksekutif, tampaknya mirip. Akan tetapi,

dalam bidang ketiga, pendapat mereka berbeda. John Locke

mengutamakan fungsi federatif, sedangkan Montesquieu

mengutamakan fungsi yudikatif. Montesquieu lebih melihat

57 Hotma P. Sibuae, op.cit. h. 25. 58 Jawade Hafidz Arsyad, op.cit., h. 79-80.

Page 40: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

28

pembagian atau pemisahan kekuasaan itu dari segi hak asasi

manusia setiap warga negara, sedangkan John Locke lebih

melihatnya dari segi hubungan ke dalam dan ke luar negara-

negara lain. Bagi John Locke, penjelmaan fungsi pertahanan

(defence) baru timbul apabila fungsi diplomasi (diplomacie)

terbukti gagal. Oleh sebab itu, yang dianggap penting adalah

fungsi federative, sedangkan fungsi yudikatif bagi John Locke

cukup dimasukkan ke dalam kategori fungsi eksekutif, yaitu

terkait dengan fungsi pelaksanaan hukum. Namun bagi

Montesquieu, fungsi pertahanan dan hubungan luar negerilah

yang termasuk ke dalam fungsi eksekutif sehingga tidak perlu

disebut tersendiri. Justru dianggap penting oleh Montesquieu

adalah fungsi yudisial atau fungsi kekuasaan kehakiman.59

Van Vollenhoven memiliki pandangan yang berbeda,

bahwa tugas negara dapat dibagi dalam empat fungsi yang

lazim disebut “catur praja” yaitu:

1) Regeling (membuat peraturan);

2) Bestuur (pemerintahan dalam arti sempit);

3) Rechtspraak (mengadili); dan

4) Politie (polisi).60

Menurut Moh Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, bahwa

berbeda dengan pendapat Montesquieu, bestuur menurut Van

59 Dikutip dari Jimly Ashiddiqie , op.cit., h. 283. 60 Moh Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, op.cit., h. 147.

Page 41: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

29

Vollenhoven adalah tidak hanya melaksanakan undang-undang

saja tugasnya, karena dalam pengertian negara hukum modern

tugas bestuur itu adalah seluruh tugas negara dalam

penyelenggarakan kepentingan umum, kecuali beberapa hal

ialah mempertahankan hukum secara prefensif, mengadili dan

membuat pengaturan.61

b. Pemisahan atau Pembagian Kekuasaan di Indonesia

Dalam pengalaman ketatanegaraan Indonesia, istilah

“pemisahan kekuasaan” (separation of power) itu sendiri

cenderung dikonotasikan dengan pendapat Montesquieu secara

abslotut. Konsep pemisahan kekuasaan tersebut dibedakan

secara diametral dari konsep pembagian kekuasaan (division of

power) yang dikaitkan dengan sistem supremasi MPR yang

secara mutlak menolak ide pemisahan kekuasaan ala trias

politica Montesquieu. Dalam siding BPUPKI pada 1945,

Soepomo misalnya menegaskan bahwa UUD 1954 tidak

menganut doktrin trias politica dalam arti pemisahan kekuasaan

dari Montesquieu, melainkan menganut sistem pembagian

kekuasaan.62

Menurut Jimly Ashiddiqie bahwa sekarang setelah UUD

1945 mengalami empat kali perubahan, dapat dikatakan bahwa

61 Ibid., 62 Jimly Ashiddiqie, op.cit., h. 290-292.

Page 42: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

30

sistem konstitusi kita menganut doktrin pemisahan kekuasaan

itu secara nyata. Beberapa bukti mengenai hal ini adalah:

1) Adanya pergeseran kekuasaan legislatif dari tangan

Presiden ke DPR. Bandingkan saja ketentuan Pasal 5 ayat

(1) UUD 1945 sebelum perubahan dengan Pasal 5 ayat (1)

dan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 setelah perubahan.

Kekuasaan untuk membuat undang-undang yang

sebelumnya berada di tangan Presiden, sekarang beralih ke

Dewan Perwakilan Rakyat.

2) Diadopsikannya sistem pengujian konstitusional atas

undang-undang sebagai produk legislatif oleh Mahkamah

Konstitusi. Sebelumnya tidak dikenal adanya mekanisme

semacam itu, karena pada pokoknya undang-undang tidak

dapat diganggu gugat di mana hakim dianggap hanya

menerapkan undang-undang dan boleh menilah undang-

undang.

3) Diakuinya bahwa lembaga pelaku kedaulatan rakyat itu tidak

hanya terbatas pada MPR, melainkan semua lembaga

negara baik secara langsung atau tidak langsung merupakan

penjelmaan kedaulatan rakyat. Presiden, anggota DPR dan

DPD sama-sama dipilih secara langsung oleh rakyat dan

karena itu sama-sama merupakan pelaksana langsung

prinsip kedaulatan rakyat.

Page 43: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

31

4) Dengan demikian, MPR juga tidak lagi berstatus sebagai

lembaga tertinggi negara, melainkan merupakan lembaga

(tinggi) negara yang sama derajatnya dengan lembaga-

lembaga (tinggi) negara lainnya, seperti Presiden, DPR,

DPD, MK, dan MA.

5) Hubungan-hubungan antarlembaga (tinggi) negara itu

bersifat saling mengendalikan satu sama lain sesuai dengan

prinsip cheks and blances.63

Dari kelima ciri di atas, menurut Jimly Ashiddiqie bahwa

dapat diketahui UUD 1945 tidak lagi dapat dikatakan menganut

prinsip pembagian kekuasaan yang besifat vertical, tetapi juga

tidak dapat dikatakan sebagai menganut paham trias politica

Montesquieu yang memisahkan cabang-cabang kekuasaan

legislatif, eksekutif, dan yudikatif secara mutlak dan tanpa

diiringi oleh hubungan saling mengawasi dan mengendalikan

satu sama lain. Dengan perkataan lain, sistem baru yang dianut

oleh UUD 1945 pasca perubahan keempat adalah sistem

pemisahan kekuasaan dengan prinsip cheks and blances.64

c. Kekuasaan Eksekutif di Indonesia

Kekuasaan eksekutif di Indonesia dilaksanakan oleh

seorang Presiden dan dibantu oleh Wakil Presiden. Hal ini dapat

dilihat pada Pasal 4 ayat (1) dan (2) UUD NRI 1945. Pada ayat

63 Ibid., 64 Ibid.,

Page 44: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

32

(1) menyebutkan, “Presiden Republik Indonesia memegang

kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”.

Selanjutnya ayat (2) menegaskan bahwa, “dalam melakukan

kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden”.

Menurut Sri Soemantri, bahwa yang perlu diketahui

dalam posisi ini adalah yang dimaksud dengan kekuasaan

pemerintahan itu apakah pemerintah(an) yang dimaksud

mempunyai arti luas atau sempit. Seperti diketahui, istilah

pemerintah dalam bahasa inggris adalah government.

Perkataan government dalam bahasa Inggris mempunyai dua

pengertian:

1) Government in broade sense; dan

2) Governmet in narrower sense.

Government dalam arti luas (government in broader

sense) meliputi keseluruhan fungsi yang ada dalam negara,

sedangkan government dalam arti sempit (government in

narrower sense) hanya berkenaan dengan fungsi eksekutif

saja. Dilihat dari teori trias politica, government dalam arti luas

meliputi kekuasaan menjalankan undang-undang, kekuasaan

membentuk undang-undang, dan kekuasaan mengadili.

Dengan demikian, kekuasaan pemerintah dalam arti luas

meliputi kekuasaan membentuk undang-undang yang terbatas,

Page 45: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

33

kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan kehakiman yang

terbatas.65

Secara garis besar kekuasaan pemerintahan Presiden

dalam UUD NRI 1945 diatur dalam BAB III tentang Kekuasaan

Pemerintahan Negara. Dalam bab tersebut terdapat 17 Pasal.

Terkait dengan kekuasaan Presiden dalam memberikan grasi

diatur dalam Pasal 14 ayat (1) yang menyebutkan bahwa,

“Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memerhatikan

pertimbangan Mahkamah Agung”.

Selanjutnya, sebagaimana yang dikutip oleh Miriam

Budiardjo dalam buku “Modern Political Constitution” karya C.F

Strong, mengungkapkan bahwa kekuasaan badan eksekutif

mencakup beberapa bidang:

1. Administratif, yakni kekuasaan untuk melaksanakan undang-

undang dan peraturan perundangan lainnya dan

menyelenggarakan administrasi negara;

2. Legislatif, yaitu membuat rancangan undang-undang dan

membimbingnya dalam badan perwakilan rakyat sampai

pada undang-undang;

3. Keamanan, artinya kekuasaan untuk mengatur polisi dan

angkatan bersenjata, menyelenggarakan perang,

pertahanan negara, serta keamanan dalam negeri;

65 Sri Soemantri, Hukum Tata Negara di Indonesia Pemikiran dan Pandangan, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2014. h. 173.

Page 46: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

34

4. Yudikatif, memberi grasi, amnesti dan sebagainya; dan

5. Diplomatik yaitu kekuasaan untuk menyelenggarakan

hubungan diplomatik dengan negara lain.66

Sementara itu, Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim

membagi kekuasaan Presiden menurut UUD 1945 ke dalam tiga

tiga hal yaitu:

1) Kekuasaan Presiden dalam bidang eksekutif;

2) Kekuasaan Presiden dalam bidang legislatif; dan

3) Kekuasaan Presiden sebagai kepala negara.

Yang perlu menjadi perhatian dalam konteks ini, Moh. Kusnardi

dan Harmaily Ibrahim menerangkan kekuasaan presiden dalam

menetapkan keputusan grasi bertindak sebagai kepala

negara.67

Terkhusus kekuasaan Presiden dalam bidang eksekutif

(kepala pemerintahan) dan kekuasaan Presiden dalam bidang

kepala negara, dijelaskan secara eksplisit oleh Titik Triwulan T.

dan Ismu Gunadi Widodo. Menurutnya kekuasan Presiden

sebagai kepala eksekutif (pemerintahan) termaktub dalam Pasal

4 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (2) UUD NRI 1945. Sedangkan

dalam hal dalam pemberian grasi pada Pasal 14 ayat (1) UUD

66 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (edisi revisi), Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2008. h. 196-197. 67 Selengkapnya, dalam Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, op.cit., h. 207-208.

Page 47: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

35

NRI 1945, merupakan kekuasaan Presiden sebagai kepala

negara.68

Pada dasarnya adanya penyebutan kekuasaan

Presiden sebagai kepala pemerintahan dan kekuasaan

Presiden sebagai kepala negara, merupakan konsekuensi dari

adanya pemahaman sistem pemerintahan presidensil69 dan

sistem pemerintahan parlementer70 yang dianut suatu negara.

Jika sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem presidensil,

maka Presiden bertindak sebagai kepala pemerintahan. Akan

tetapi, jika sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem

parlementer, maka Presiden atau Raja bertindak sebagai kepala

negara.

Namun dalam hal ini Jimly Ashiddiqie menilai dalam

sistem pemerintahan presidensil, tidak terdapat perbedaan atau

tidak perlu diadakan pembedaan antara kedudukan Presiden

68 Titik Triwulan T., op.cit., h. 112-114. 69 Ciri-ciri sistem pemerintahan Presidensil (S.L. Witman & J.J Wuest) diantaranya: a. sistem itu didasarkan atas asas pemisahan kekuasaan; b. eksekutif tidak mempunyai kedudukan mutlak untuk membubarkan badan perwakilan rakyat atau esksekutif tidak harus mengundurkan diri jika kehilangan dukungan dari badan perwakilan rakyat; c. tidak ada pertanggungjawaban bersama antara Presiden dengan anggota kabinetnya; bahkan para anggota kabinet sepenuhnya bertanggungjawab kepada kepala eksekutif (Presiden); dan d. eksekutif dipilih oleh para pemilih…., selengkapnya dalam Sri Soemantri, op.cit., h. 178. 70 Ciri Ciri-ciri sistem pemerintahan Parlementer (S.L. Witman & J.J Wuest) diantaranya: a. Sistem itu didasarkan atas asas percampuran kekuasaan; b. adanya pertanggungjawaban bersama antara eksekutif dan badan perwakilan rakyat; eksekutif dapat membubarkan badan perwakilan rakyat jika atau eksekutif harus mengundurkan diri bersama anggota kabinetnya apabila kebijaksanaannya tidak diterima lagi oleh mayoritas anggota badan perwakilan rakyat (badan legislatif); c. di samping itu terdapt pula pertanggungjawaban bersama antara perdana menteri dengan anggota kabinetnya; dan d. eksekutif (Prime Minister, Premier atau Chancellor) diangkat oleh kepala negara (Presiden atau Raja), sesuai dengan dukungan yang diberikan oleh mayoritas anggota badan perwakilan rakyat…., selengkapnya dalam ibid.,

Page 48: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

36

selaku kepala negara dan kedudukan Presiden sebagai kepala

pemerintahan. Beliau menambahkan bahwa kapasitas Presiden

sebagai kepala negara dan sebagai pemerintahan tidak dapat

dipisahkan. Oleh karena itu, tidak mungkin membedakan jenis

surat Keputusan Presiden dalam dua macam kedudukan.

Keputusan Presiden selaku kepala negara dan selaku kepala

pemerintahan tidak relevan untuk dibedakan. Yang ada hanya

Keputusan Presiden saja.71

B. Teori Keputusan (Beschikking) Tata Usaha Negara

1. Pengertian dan Istilah Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN)

Defisini keputusan tata usaha negara, secara normatif dapat

dilihat pada Pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1986 jo. Pasal 1

angka 9 UU No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha

Negara,

“Keputusan Tata Usaha adalah penetapan tertulis yang

dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang

berisikan tindakan hukum tata usaha negara yang

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

yang bersifat konkret, individual, dan final yang menimbulkan

akibat hukum bagi seseorang atau hukum perdata”

Selanjutnya, definsi badan atau pejabat tata usaha negara

dapat dilihat pada Pasal 1 angka 7 UU No. 51 Tahun 2009 tentang

Peradilan Tata Usaha Negara menyebutkan bahwa,

71 Jimly Ashiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Jakarta, Sinar Grafika, 2012. h. 108-109.

Page 49: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

37

“Tata Usaha Negara adalah administrasi negara yang

melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan

pemerintahan baik di pusat maupun di daerah”.

Kemudian, beberapa sarjana hukum administrasi

memberikan rumusan pengertian beschikking, misalnya E. Utrecht

yang menyebutkan, bahwa:

“beschikking (ketetapan) ialah suatu perbuatan hukum publik

yang bersegi satu yang dilakukan oleh alat-alat pemerintah

berdasarkan suatu kekuasaaan istimewa”72

Nampaknya E.Utrech memiliki pandangan bahwa beschikking

sama halnya dengan ketetapan bersegi satu, dimana terbitnya

suatu beschikking, merupakan hak yang dimiliki oleh pemerintah

tanpa tawar-menewar atau campur tangan dari rakyat.

Pendapat yang serupa juga dikemukakan oleh WF. Prins,

yang menyebutkan, bahwa:

“beschikking sebagai suatu tindakan hukum sepihak dalam

lapangan pemerintahan yang dilakukan oleh alat

pemerintahan berdasarkan wewenang yang ada pada alat

atau organ itu”73

Adanya penggunaan term “hukum sepihak” menunjukkan

bahwa beschikking ditetapkan oleh pemerintah tanpa melalui tawar-

menawar dan merupakan kehendak dari undang-undang secara

kasual, individu.

72 S.F. Marbun, op.cit. h. 127. 73 Ibid.,

Page 50: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

38

Adapun pendapat yang berbeda, dikemukan oleh Van der

Pot, bahwa:

“beschikking ialah perbuatan hukum yang dilakukan oleh

alat-alat pemerintahan dan pernyataan-pernyataan alat-alat

pemerintahan itu dalam menyelenggarakan hal istimewa

dengan maksud mengadakan perubahan dalam hubungan-

perhubungan hukum.74

Dari pengertian di atas, dapat diketahui bahwa beschikking

dapat mengakibatkan adanya perubahan hukum berupa perubahan

hak dan kewajiban yang dimiliki oleh warga negara (subjek dari

keputusan).

Sedangkan menurut Prajudi Atmosudirjo menyebutkan,

bahwa,

“Penetapan (beschikking) dapat dirumus sebagai perbuatan

hukum sepihak yang bersifat administrasi negara dilakukan

oleh pejabat atau instansi penguasa (negara) yang

berwenang dan berwajib khusus untuk itu”75

Adapun menurut SF. Marbun dan Moh. Mahfud MD, bahwa

keputusan (beshikking) dapat diartikan sebagai,

“Perbuatan hukum publik yang bersegi satu atau perbuatan

hukum sepihak dari pemerintah dan bukan merupakan hasil

persetujuan dua pihak”.76

Beranjak dari uraian pengertian keputusan (beschikking) di

atas, secara historis keputusan (beschikking) tata usaha negara

pertama kali diperkenalkan oleh seorang sarjana Jerman, Otto 74 Ibid., 75 Prajudi Atmosudirjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1994. h.94. 76 S.F Marbun dan Moh. Mahfud MD, op.cit., h. 75.

Page 51: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

39

Mayer, dengan istilah verwaltungsakt. Istilah ini diperkenalkan di

negeri Belanda dengan nama beschikking oleh van Vollenhoven

dan C.W. van der Pot, yang oleh beberapa penulis, seperti AM.

Donner, H.D. Van Wijk/ Willem Konijnenbelt, dan lain-lain, dianggap

sebagai “de vader van het modern beschikkingsbegrip”, (bapak dari

konsep beschikking modern).77

Di Indonesia istilah beschikking diperkenalkan pertama kali

oleh WF. Prins. Istilah beschikking ada yang menerjemahkan

dengan ketetepan, seperti E.Utrecth, Bagir Manan, Sjachran

Basah, dan lain-lain.78 Sedangkan penejemahan sebagai

keputusan, seperti WF. Prins, Philipus M. Hadjon, dan S.F

Marbun.79 Menurut Djenal Hoesen dan Muchsan, sebagaimana

yang dikutip oleh Ridwan HR., menyebutkan bahwa penggunaan

keputusan barangkali akan lebih tepat untuk menghindari

kesiumpangsiuran pengertian dengan istilah ketetapan.

Menurutnya, di Indonesia istilah ketetapan sudah memiliki

pengertian teknis yuridis, yaitu ketetapan MPR yang berlaku keluar

dan ke dalam.80

Adapun menurut Aminudddin Ilmar, bahwa perbedaan istilah

beschikking dilatarbelakangi oleh adanya pemaknaan yang

berbeda, dimana di Belanda istilah ketetapan digunakan untuk

77 Ridwan HR., op.cit., h. 139-140. 78 Ibid., h. 140. 79 Aminuddin Ilmar, op.cit., h. 178. 80 Ridwan HR., op.cit., h. 140.

Page 52: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

40

menunjuk kepada surat keputusan yang dibuat oleh pemerintah

dan berlaku khusus yang normanya bersifat konkret-individual.

Sedangkan, istilah keputusan (besluit) lebih diarahkan kepada

peraturan yang dibuat oleh pemerintah dan berlaku umum serta

normanya bersifat abstrak (besluiten algemene strekking).81

Namun, bagi Jimly Asshiddiqie, sebagaimana yang dikutip

oleh Titik Triwulan T. dan H. Ismu Gunadi Widodo menyebutkan,

bahwa:

“Saya lebih cenderung pada istilah ketetapan daripada

penetapan untuk menyebut produk keputusan yang bersifat

administrative itu. Hal yang sama juga biasa saya lontarkan

untuk mengkritik istilah yang dipakai dilingkungan

pengadilan. Di lingkungan pengadilan, keputusan-keputusan

yang bersifat administratif biasa disebut sebagai penetapan

yang dibedakan dari istilah putusan (vonis) yang berkaitan

dengan keputusan peradilan atas perkara. Misalnya,

penentuan mengenai hari sidang dituangkan dalam bentuk

keputusan yang disebut ‘penetapan’, bukan ‘ketetapan’.

Demikian pula penentuan anggota majelis yang ditetapkan

oleh ketua pengadilan dituangkan dalam bentuk keptusan

administratif (beschikking) yang disebut ‘penetapan’.

Penggunaan istilah ini menurut saya adalah kekeliruan yang

diterima begitu saja sebagai kelaziman di dunia akdemis

maupun praktik tanpa adanya kritik yang meluruskan.82

Namun, dalam hal ini dalam konteks Indonesia, berdasarkan

Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

81 Aminuddin Ilmar, op.cit., h. 178-179. 82 Titik Triwulan T. dan H. Isnu Gunadi Widodo, op.cit., h. 315.

Page 53: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

41

Peraturan Perundang-undangan (UUP3), maka istilah beschikking

diterjemahkan ke dalam istilah keputusan83, begitupula dengan UU

No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang

menggunakan istilah keputusan.

2. Unsur-Unsur Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN)

Jika mencermati uraian Pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun

1986 jo. Pasal 1 angka 9 UU No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan

Tata Usaha Negara, yang memberi definisi terhadap keputusan,

maka dapat ditarik unsur-unsur keputusan sebagai berikut:

a. Penetapan tertulis;

b. Dikeluarkan oleh badan/ pejabat tata usaha negara;

c. Berisi tindakan hukum;

d. Bersifat konkret, individual, dan final;

e. Menimbulkan akibat hukum; dan

Berikut uraian secara eksplisit mengenai unsur-unsur

keputusan (beshikking) tata usaha negara:

a. Penetapan tertulis

Di dalam penjelasan, meskipun disebutkan istilah

“penetapan tertulis” itu dimaksudkan terhadap isinya dan bukan

bentuknya, namun diharuskan berbentuk tertulis untuk

memudahkan pembuktian. Misalnya, sebuah memo atau nota

83 Ridwan HR., op.cit., h. 140.

Page 54: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

42

tertulis dapat dianggap keputusan Badan atau pejabat TUN

apabila sudah jelas diketahui:

a. Badan atau pejabat TUN yang mengeluarkannya;

b. Maksud serta hal atau perkara dari isi tulisan tersebut; dan

c. Pihak yang dituju dari tulisan tersebut dalam hal yang

ditetapkannya.84

b. Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN

Badan atau pejabat TUN adalah badan di pusat dan

daerah yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut

penjelasam Pasal tersebut, yang dimaksud dengan urusan

pemerintahan adalah kegiatan yang bersifat eksekutif.85

c. Berisi Tindakan Hukum TUN

Tindakan hukum TUN (administratieve handeling)

adalah perbuatan hukum badan atau pejabat TUN yang

bersumber pada suatu ketentuan hukum TUN yang dapat

menimbulkan hak atau kewajiban pada orang lain.86

d. Bersifat Konkret

Bersifat konkret artinya objek yang diputuskan dalam

keputusan TUN itu berwujud, tidak abstrak, tertentu atau dapat

ditentukan. Umpanya, keputusan mengenai rumah si A, izin 84 Priyatmanto Abdoellah, op.cit., h. 112-114. 85 Ibid., 86 Ibid.,

Page 55: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

43

usaha bagi si B, ataupun pemberhentian si A sebagai pegawai

negeri.87

e. Bersifat Individual

Makna individual dimaksudkan tidak ditujukan untuk

umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju. Kalau

hal yang dituju itu lebih dari seorang, tiap-tiap nama orang yang

terkena keputusan itu disebutkan. Umpamanya, keputusan

tentang pembuatan atau pelebaran jalan dengan lampiran yang

menyebutkan nama-nama orang yang terkena keputusan

tersebut.

Sesuai dengan sifat keputusan TUN ada yang

merugikan dan ada yang menguntungkan, maka orang atau

badan hukum perdata yang namanya disebut dalam keputusan

TUN tidak selalu merupakan pihak yang dirugikan, bahkan

adakalanya justru sebagai pihak yang diuntungkan. Dengan

demikian, penggugat bukan selalu orang yang namanya

tercantum dalam keputusan TUN yang digugat, seperti misalnya

gugatan tentang pembatasan sertifikat tanah, IMB, dan

sebagainya yang merasa dirugikan.88

f. Bersifat Final

Pengertian dari final dalam hal ini adalah sudah

definitive dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum.

87 Ibid., 88 Ibid.,

Page 56: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

44

Keputusan yang masih memerlukan persetujuan instansi atasan

atau instansi lain belum bersifat final, karenanya belum dapat

menimbulkan suatu hak atau kewajiban pada pihak yang

bersangkutan.89

g. Menimbulkan Akibat Hukum

Unsur terakhir keputusan TUN adalah menimbulkan akibat

hukum bagi orang atau badan hukum perdata. Akibat hukum

(rechtsgevolg) ini adalah berkaitan dengan factor “kepentingan”.

Penggugat yang dirugikan sebagai dasar hak untuk mengajukan

gugatan.90

3. Jenis-Jenis Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN)

Terlepas dari hal di atas, Soehino telah merinci bentuk-

bentuk keputusan (beschikking) administrasi sebagai berikut:91

a. Keputusan Positif, yaitu ketetapan administrasi yang

menimbulkan suatu keadaan hukum baru. Jadi dengan

dikeluarkannya beschikking ini ditimbulkan suatu keadaan

hukum baru bagi orang atau badan hukum swasta yang

mendapat beschikking, misal perizinan, itu timbul hak dan

kewajiban baru.

b. Keputusan Negatif, yaitu keputusan administrasi yang tidak

menimbulkan akibat hukum yang baru, atau perubahan

89 Ibid., 90 Ibid., 91 Soehino, Asas-Asas Hukum Tata Usaha Negara, Yogyakarta, Liberty, 2000. h. 90.

Page 57: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

45

keadaan hukum yang telah ada. Misalnya keputusan penolakan

perizinan.

c. Keputusan deklatoir, yaitu keputusan administrasi yang

menyatakan adanya sesuatu hak atau keadaan hukum bagi

seorang atau badan hukum swasta yang telah mengajukan

permohonan agar alat perlengkapan administrasi negara yang

bersangkutan mengatakan sah haknya atau keadaan

hukumnya, yang sebetulnya hak dan keadaan hukum itu ada

dalam peraturan perundang-undangan. Misalnya hak untuk cuti

bagi Aparatur Sipil Negara (ASN).

d. Keputusan Konstitutif, yaitu keputusan administrasi yang dapat

menimbulkan hak atau keadaan hukum baru. Dalam

mengeluarkan ketetapan konstitutif ini alat perlengkapan

administrasi negara yang bersangkutan kelihatan lebih

menjalankan fungsinya, kebijaksanaan serta freies ermessen.

Contohnya perpanjangan cuti ASN yang masa cutinya telah

berakhir.

e. Keputusan Kilat, yaitu keputusan administrasi yang demikian

dikeluarkan dan dinyatakan mulai berlaku, dan pada saat itu

juga keputusan tersebut berakhir dan habis kekuatan

berlakunya. Misalnya:

1) Merubah redaksi ketetapan administrasi lama;

Page 58: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

46

2) Mencabut, membatalkan, atau menarik kembali keputusan

lama;

3) Mulai berlakunya sesuatu; dan

4) Termasuk keputusan negatif.

f. Keputusan Tetap, yaitu keputusan administrasi yang

dikeluarkan untuk jangka waktu lama atau jangka waktu tidak

tertentu. Misalnya izin usaha perhotelan, dll.

g. Keputusan Lisan, yaitu keputusan administrasi negara dengan

pertimbangan-pertimbangan tertentu yang cukup dikeluarkan

secara lisan.

h. Keputusan Tertulis, yaitu keputusan administrasi dengan

pertimbangan-pertimbangan tertentu, dianggap perlu

dikeluarkan secara tertulis demi kepastian hukum.92

Selanjutnya, dalam karya Ridwan HR ditemukan tambahan

jenis-jenis keputusan, selain jenis-jenis keputusan yang diatas

yaitu:

a. Keputusan yang menguntungkan dan yang memberi beban

Keputusan bersifat menguntungkan (begunstigende

beschikking) artinya keputusan itu memberikan hak-hak atau

memberikan kemungkinan untuk memperoleh sesuatu yang

tanpa adanya keputusan itu tidak aka nada atau bilamana

keputusan itu memberikan keringanan beban yang ada atau

92 Ibid., h. 90-94. Bandingkan pula macam-macam beschikking yang diulas dalam Ridwan. HR., op.cit., h. 157- 161.

Page 59: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

47

mungkin ada, sedangkan keputusan yang meletakkan

kewajiban yang sebelumnya tidak ada atau keputusan

mengenai penolakan terhadap permohonan untuk memperoleh

keringanan. Pemilahan jenis keputusan yang menguntungkan

dan memberi beban ini penting terutama dalam kaitannya

dengan pencabutan keputusan. Keputusan yang memberi

beban atau yang memberatkan ini relatif lebih mudah dalam

pencabutannya. Di samping itu, relevansi perbedaan ini adalah

kemungkinan terjadinya gugatan. Dalam hal KTUN itu

menguntungkan, gugatan bakal muncul dari pihak III,

sedangkan dalam hal KTUN memberi beban (misalnya

penetapan pajak), gugatan berasal dari pihak II.93

b. Keputusan Perorangan atau Kebendaan

Keputusan perorangan (persoonlijk beschikking) adalah

keputusan yang diterbitkan berdasarkan kualitas pribadi orang

tertentu atau keputusan yang berkaitan dengan orang, seperti

keputusan tentang pengangkatan atau pemberhentian

seseorang sebagai pegawai negeri atau sebagai pejabat

negara, keputusan mengenai surat izin mengemudi, dan

sebagainya, sedangkan keputusan yang diterbitkan mengenai

surat izin (zakelijk beschikking) adalah keputusan yang

diterbitkan atas dasar misalnya sertifikat atas tanah. Dapat

93 Ridwan HR., op.cit., h. 158-159.

Page 60: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

48

terjadi suatu keputusan itu dikategorikan bersifat perorangan

sekaligus kebendaan, misalnya surat izin mendirikan bangunan

atau izin usaha industry. Dalam hal ini keputusan itu

memberikan hak pada seseorang yang akan mendirikan

bangunan industry (tertuju pada orang), dan di sisi lain

keputusan itu memberikan keabsahan didirikannya bangunan

atau industry (tertuju pada benda).94

C. Tinjauan Umum Tentang Grasi

1. Pengertian dan Istilah Grasi

Secara normatif pengertian Grasi juga ditemukan dalam

hukum positif Indonesia, yakni dalam Pasal 1 Undang-Undang No.

22 Tahun 2002 jo. Undang-Undang No. 5 Tahun 2010 tentang

Grasi, disebutkan bahwa:

“Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan,

pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana

kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden”

Pengertian Grasi dalam arti sempit merupakan tindakan

pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau

penghapusan pelaksanaan pidana atau hukuman yang telah

diputuskan oleh hakim. Menurut JCT Simorangkir, Rudy T Erwin

dan JT Prasetyo, sebagaimana yang dikutip oleh Dhian Deliana,

bahwa:

94 Ibid., h. 161.

Page 61: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

49

“Gratie (grasi) adalah wewenang dari kepala negara untuk

memberikan pengampunan hukuman yang telah dijatuhkan

oleh hakim untuk menghapuskan seluruhnya, sebagian atau

merubah sifat/ atau bentuk hukuman itu.95

Secara historis istilah terkait pemberian grasi di negara

Amerika Serikat dan Filiphina dikenal dengan istilah “pardon” yang

artinya pengampunan dan istilah “clemency” atau “executive

clemency” yang artinya pengampunan secara luas. Selanjutnya,

istilah Grasi berasal dari bahasa Belanda “gratie” atau “genade”

yang berarti rahmat.96

Istilah pemberian grasi dalam prakteknya di Indonesia

memiliki perbedaan amnesti, abolisi, rehabilitasi dan remisi. Istilah

amnesti berasal dari bahasa Yunani “amnestia” yang artinya

melupakan. Pengertian amnesti, merupakan pernyataan terhadap

banyak orang yang terlibat dalam suatu tindak pidana untuk

meniadakan suatu akibat hukum pidana yang timbul dari tindak

tersebut. Sedangkan istilah abolisi berasal dari kata “abolition” yang

berarti tindakan untuk mengakhiri sesuatu atau menghentikan

sesuatu. Pengertian abolisi merupakan suatu keputusan untuk

mengakhiri pengusutan dan pemeriksaan suatu perkara, di mana

pengadilan belum menjatuhkan terhadap perkara tersebut.

Sedangkan istilah rehabilitasi berasal dari kata “rehabilitation” yang

artinya pengembalian hak. Pengertian rehabilitasi merupakan suatu

95 Ibid., 96 Dhian Deliani, op.cit., h.128-129.

Page 62: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

50

tindakan Presiden dalam rangka mengembalikan hak seseorang

yang telah hilang karena suatu putusan hakim yang ternyata dalam

waktu berikutnya terbukti bahwa kesalahan yang telah dilakukan

seorang tersangka tidak seberapa dibandingkan dengan perkiraan

semula atau bahkan ia tidak bersalah. Adapun istilah remisi berasal

dari kata “remission” yang artinya pengurangan, peringan,

pengampunan. Jadi pengertian remisi adalah pengurangan masa

pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak pidan yang

telah berkelakuan baik selama menjalani pidana.97

Nampak perbedaan yang mencolok antara Grasi, dengan

amnesti, abolisi, rehabilitasi dan remisi. Titik pokok perbedaan

adalah adanya subjek pemohon Grasi secara individu, yang

berbeda dengan amnesti (secara berkelompok; melibatkan banyak

orang), dan alasan pengabulan Grasi didasarkan atas pertimbangan

hak asasi manusia (HAM), yang berbeda dengan abolisi (karena

kepentingan stabilitas negara); rehabilitasi (karena adanya fakta

baru terungkap; atau majelis hakim keliru menerapkan fakta hukum);

dan remisi (terpidana telah berkelakuan baik selama menjalani

pidana).

2. Sejarah dan Tujuan Pemberian Grasi

Pengampunan pertama ditemukan dalam hukum Perancis

pada awal abad ke-15 dan berasal dari bahasa latin “perdonare”

97 Ibid., h. 1301-132.

Page 63: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

51

(untuk memberikan kebebasan). Menunjukkan hadiah diberikan

oleh penguasa. Lebih lanjut bahwa akar sejarah grasi dan amnesti

telah ditemukan dalam hukum kuno. Lembaga yang serupa dengan

pengampunan modern telah muncul di Babilonia kuno dan hukum

Ibrani. Amnesti pertama umumnya dikaitkan dengan Thrasybulus di

Yunani kuno (403 SM bangsa Romawi selanjutnya

mengembangkan sejumlah bentuk grasi dan memengaruhi

perkembangan selanjutnya dalam hukum Eropa.98

Di Eropa pada abad pertengahan kekuasaan untuk

memberikan pengampunan diselenggarakan oleh berbagai badan,

termasuk Gereja Katolik Roma dan penguasa lokal tertentu, tetapi

pada abad ke-16 biasanya kekuasaan ini terkonsentrasi di tangan

raja. Dalam pasca-reformasi Inggris, hak prerogatif kerajaan

sebagai “kemurahan hati raja/ ratu” digunakan untuk tidak tujuan

utama: (1) sebagai pendahuluan pada pembelaan diri yang belum

diakui; (2) untuk mengembangkan metode baru mengenai para

pelaku yang belum diakui oleh undang-undang; dan (3) untuk

menghilangkan atas diskualifikasi kriminal.99

Jika dilihat dalam praktiknya Grasi memiliki tujuan untuk

menegakkan dan hak-hak asasi manusia secara materil. Grasi

diberikan oleh Presiden kepada narapidana bertujuan untuk

mengembalikan harkat dan martabat kemanusiaan yang selama

98 ibid., h. 132. 99 Ibid.,

Page 64: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

52

menjalani proses hukum, harkat dan martabat tersebut telah

berkurang. Di sisi lain, adanya mekanisme pemberian Grasi

menunjukkan bahwa adanya upaya untuk menghapuskan secara

perlahan hukuman mati yang ada di Indonesia.

Selain disebutkan di atas, keputusan Grasi juga bertujuan

untuk memberikan rasa keadilan yang tidak hanya kepada subjek

pemohon, akan tetapi kepada segenap masyarakat. Grasi harus

mencerminkan nilai keadilan sebagai basis dari negara hukum.

Lebih lanjut, keputusan Grasi tidak boleh menggunakan

pertimbangkan dangkal, dan politis, namun ia mesti melalui

pertimbangan yang mendalam dan sejalan dengan rechtmatigheid

van bestuur. Pertimbangan yang dimaksud ialah mulai dari

pertimbangan rasa keadilan masyarakat, sampai kepada stabiltas

negara. Adapun maksud harus sesuai dengan rechmatigheid van

bestuur, ialah bahwa Grasi tidak boleh menggunakan penerapan

“atas kemurahan hati raja/ atau Presiden” namun mesti

menggunakan acuan norma hukum yang mengikat.

Di sisi lain, dalam sistem kenegaraan dan pembagian

kekuasaan (distribution of power) Grasi memiliki tujuan sebagai

pelaksanaan cheks and blance dalam konsep negara hukum.

Artinya Presiden dapat kembali menilai putusan peradilan melalui

pertimbangan Mahkamah Agung (MA). Melalui keputusan Grasi

kemudian dapat memberikan pengurangan, pengampunan dan

Page 65: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

53

sebagainya terhadap penjatuhan putusan pengadilan kepada

nararapidana.

Dari segi hukum administrasi negara, bahwa keputusan Grasi

bertujuan sebagai instrument pelaksanaan fungsi pemerintahan.

Dalam hal ini, pemerintah melaksanakan fungsinya sebagai umpire

(wasit) yang menengahi perbuatan melanggar hukum dari subjek

hukum. Pelaksanaan fungsi pemerintahan ini merupakan bentuk

untuk menciptakan keadilan dan penghormatan hak-hak asasi

manusia di tengah-tengah masyarakat.

3. Proses Pemberian Grasi di Indonesia

Proses pemberian grasi di Indonesia dapat dicermati melalui

UU No. 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas UU No. 22 Tahun

2002 tentang Grasi, dengan tahapan sebagai berikut:

a. Pengajuan Permohonan Grasi

a. Hak untuk mengajukan grasi kepada terpidana oleh hakim

atau hakim ketua siding yang memutus perkara pada tingkat

pertama, [Pasal 5 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2002].

b. Permohonan grasi dapat diajukan oleh terpidana maupun

kuasa hukum atau keluarga terpidana kepada Presiden,

[Pasal 6 ayat (1) dan (2) UU No. 22 Tahun 2002].

c. Menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang

hukum dan hak asasi manusia dengan alasan kemanusaian

dan keadilan, dapat meminta kepada terpidana, kuasa

Page 66: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

54

hukum atau keluarga terpidana untuk mengajukan grasi dan

berwenang meneliti permohonan grasi tersebut, [Pasal 6A

ayat (1) dan (2) UU No. 5 Tahun 2010].

d. Permohonan grasi dapat diajukan sejak putusan pengadilan

memperoleh kekuatan hukum tetap, [Pasal 7 ayat (1) UU No.

22 Tahun 2002]. Mengenai batas waktu pengajuan grasi

sebelumnya dalam Pasal 7 ayat (2) UU No. 5 Tahun 2010

tentang Grasi membatasi dengan jangka waktu paling lama

satu tahun sejak putusan memperoleh kekuatan hukum yang

tetap. Namun dalam hal ini, berdasarkan Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 107/PUU/-XIII/2015 tertanggal

15 Juni 2016, telah menganulir norma Pasal 7 ayat (2),

bahwa jangka waktu pengajuan grasi tidak batasi, karena

apabila dibatasi maka akan melanggar hak asasi manusia.

e. Permohonan diajukan secara tertulis kepada Presiden, dapat

pula sampaikan kepada Kepala Lembaga Permasyarakatan

tempat terpidana menjalani pidana, kemudian melalui Kepala

Lembaga Permasyarakatan tersebut kepada Presiden.

Salinan permohonan grasi ini diteruskan kepada pengadilan

negeri yang memutus perkara tingkat pertama untuk

kemudian diteruskan kepada Mahkamah Agung, [Pasal 8

ayat (1), s/d (4) UU No. 22 Tahun 2002].

Page 67: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

55

b. Penyelesaian Permohonan Grasi

a) Dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari

terhitung sejak tanggal penerimaan salinan permohonan

grasi yang disampaikan kepada pengadilan yang memutus

perkara tingkat pertama, maka selanjutnya pengadilan

tingkat pertama mengirimkan salinan permohonan dan

berkas perkara terpidana kepada Mahkamah Agung, [Pasal

9 UU No. 22 Tahun 2002].

b) Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari

terhitung sejak tanggal diterimanya salinan permohonan dan

berkas perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,

Mahkamah Agung mengirimkan pertimbangan tertulis

kepada Presiden. [Pasal 10 UU No. 5 Tahun 2010].

c) Presiden memberikan keputusan atas permohonan grasi

setelah memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.

Keputusan Presiden dapat berupa pemberian atau

penolakan grasi. Jangka waktu pemberian atau penolakan

grasi paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak diterimanya

pertimbangan Mahkamah Agung. [Pasal 11 ayat (1) s/d (3)

UU No. 5 Tahun 2010].

d) Keputusan Presiden pemberian atau penolakan grasi

disampaikan kepada terpidana dalam jangka waktu paling

lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak ditetapkannya

Page 68: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

56

Keputusan Presiden. Kemudian salinan keputusan tersebut

disampaikan kepada:

a) Mahkamah Agung;

b) Pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama;

c) Kejaksaan negeri yang menuntut perkara terpidana; dan

d) Lembaga Pemasyarakatan tempat terpidana menjalani

pidana.

Page 69: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

57

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan

hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna

menjawab isu hukum yang dihadapi100. Penelitian hukum berbeda

dengan penelitian ilmu sosial lainnya. Penelitian ilmu sosial

berhubungan dengan apa yang ada, meneliti kebenaran fakta, bukan

pada yang seharusnya101. Berbeda dengan penelitian hukum yang

memiliki metode kajian yang khas102, atau dengan kata lain bersifat sui

generis103, yang berfokus pada telaah kaidah atau norma, sesuatu

yang seharusnya.

Selanjutnya, Sudikno Mertokusumo menjelaskan bahwa

penelitian hukum yang meneliti kaidah atau norma disebut sebagai

penelitian normatif104. Penelitian hukum normatif atau banyak pula

para ahli menyebutnya sebagai penelitian hukum dogmatif, sesuai

dengan bidang tugas dan karakternya dalam rangka evaluasi hukum

positif, mengandung elemen preskriptif atau dimensi mengkaidahi,

100 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010, h. 34. 101 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar (edisi revisi), Yogyakarta: Cahya Atma Pustaka, 2014, h. 36. 102 Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum (Legal Argumentasi/ Legal Reasoning) Langkah-Langkah Legal Problem Solving dan Penyusunan Legal Opinion, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005, h. 3. 103 Sui generis, memiliki arti bahwa ilmu hukum merupakan ilmu jenis tersendiri, (dikutip dalam ibid., h. 1). 104Sudikno Mertokusumo, op.cit., h. 37.

Page 70: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

58

yaitu seperti apa baiknya jika ditujukan terhadap perundang-undangan

maupun terhadap putusan pengadilan105. Dengan kata lain,

rekomendasi-rekomendasi penelitian normatif sangat mungkin berupa

amandemen peraturan perundang-undangan atau rekomendasi

bagaimana sebaiknya hakim memutus perkara dalam suatu kasus

setelah memberikan anotasi atas suatu putusan pengadilan106.

Begitupula pendapat yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto107

bahwa sebagai objek penelitian hukum normatif anatara lain asas-asas

hukum, sistematik hukum, taraf sinkronisasi vertical dan horizontal.

Berdasarkan hal di atas, maka penelitian ini menggunakan jenis

penelitian hukum normatif yang akan mengevaluasi dan menganalisis

peraturan perundang-undangan terkait. Selain itu, penelitian ini akan

menganalisis karasteristik norma keputusan Presiden tentang

pemberian grasi dengan menggunakan pisau analisis norma

keputusan tata usaha negara berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

B. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan, diantaranya:

Pendekatan Perundang-Undangan (statute approach); Pendekatan

Kasus (case approach); dan Pendekatan Konseptual (conceptual

105 Titon Slemet Kurnia, dkk, Pendidikan Hukum, Ilmu Hukum & Penelitian Hukum di Indonesia Sebuah Reorientasi, Yogyakarta: Pustka Belajar, 2013, h. 149. 106 Ibid, h. 149. 107 Sudikno Mertokusumo, op.cit. h. 37.

Page 71: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

59

approach)108. Pendekatan perundang-undangan yang berkaitan

dengan peraturan grasi dan peraturan yang mengatur tentang

keputusan tata usaha negara serta undang-undang terkait lainnya.

Pendekatan kasus berkaitan dengan pemberian grasi serta keputusan

Presiden tentang pemberian atau penolakan grasi yang pernah

dipersengketakan di Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Adapun

pendekatan konseptual berkaitan dengan teori negara hukum

rechstaat, teori pemisahaan atau pembagian kekuasaan serta

kekuasaan eksekutif di Indonesia, teori keputusan (beschikking) dan

tinjauan umum pemberian grasi di Indonesia.

Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah

sejumlah peraturan perundang-undangan yang memiliki relevansi

dengan isu hukum yang dikaji.

Pendekatan kasus dilakukan dengan dengan menelaah ratio

decidendi, yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim

untuk sampai pada keputusannya.109 Dengan kata lain, pendekatan ini

dilakukan dengan mencari beberapa keputusan Presiden tentang

pemberian atau penolakan grasi serta mencari putusan PTUN

mengenai sengkata keputusan Presiden tentang pemberian atau

penolakan grasi yang telah berkekuatan hukum tetap.

Adapun pendekatan konseptual dilakukan untuk menganalisis

dan memahami pandangan dan doktrin hukum mengenai teori

108 Peter Mahmud Marzuki, op.cit., h. 137. 109 Ibid., h. 199.

Page 72: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

60

pemisahaan kekuasaan dan kekuasan eksekutif (Presiden) dalam

pemberian grasi dan teori keputusan (beschikking), termasuk pula di

dalamnya mengenai keputusan Presiden tentang pemberian grasi.

C. Jenis dan Sumber Bahan

Jenis data yang digunakan adalah data skunder110, yang terdiri

dari:

1. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang

berlaku sesuai dengan hirarki peraturan perundang-undangan di

Indonesia, yurisprudensi serta norma hukum berupa keputusan

(beschikking);

2. Bahan hukum skunder, yaitu bahan hukum yang memberikan

penjelasan lebih lanjut mengenai bahan hukum primer meliputi,

tulisan hukum yang dipublikasikan dalam bentuk buku, hasil-hasil

penelitian yang telah ada, jurnal dari kalangan sarjana hukum dan

karya ilmiah lainnya yang memiliki relevansi dengan objek kajian;

dan

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan hukum yang memberi

petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum skunder, seperti

kamus hukum dan ensiklopedia.

D. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan invertarisasi

hukum positif terkait dan melakukan penelusuran kepustakaan berupa

110Selengkapnya, Sudikno Mertokusumo, op.cit., h. 37.

Page 73: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

61

tulisan hukum yang dipublikasikann dalam bentuk buku, hasil-hasil

penelitian yang telah ada, jurnal dari kalangan sarjana hukum dan

karya ilmiah lainnya.

E. Analisis Bahan Hukum

Semua data yang dikumpulkan kemudian dilakukan analisis

bahan hukum berupa pemaparan material111, pengkajian, dan analisis

sehingga mengahsilkan pemecahan masalah terhadap objek kajian.

Pemaparan material penelitian adalah langkah awal setiap penelitian.

Analisis dilakukan dengan menggunakan interpretasi hukum guna

untuk mencari kesesuaian antara peraturan perundang-undangan

dengan teori terkait, sehingga dapat memecahkan isu hukum.

Selanjutnya, dari hasil telaah, analisis dan interpretasi tersebut,

diharapkan dapat melahirkan hasil pembahasan yang sistematis,

holistik dan komprehensif.

111 Pemaparan material ini tidak sepenuhnuya objektif. Tiap pengetahuan tentang kenyataan adalah yang diwarnai oleh penafsiran, dan karena itu diwarnai oleh teori…. Pengungkapan hasil penetapan isi aturan hukum dapat dirumuskan melalui hipotesis. Selengkapnya, Bernard Arief Sidharta, op.cit., 2009, h. 43.

Page 74: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

62

BAB IV

PEMBAHASAN

A. SYARAT DAN PROSES PEMBERIAN GRASI

1. Syarat Pemberian Grasi

Jika dikaji secara normatif, sumber kewenangan pemberian

grasi ini merupakan kewenangan yang diatribusikan kepada

presiden melalui UUD NRI 1945 pada pasal 14 ayat (1). Presiden

memberi grasi dan rehabilitasi dengan memerhatikan

pertimbangan Mahkamah Agung. Memang secara jelas ketentuan

tersebut hanya mengatribusikan kewenangan kepada presiden

untuk memberi grasi, tanpa menyebut adanya persyaratan. Oleh

karena itu, melalui proses legislasi112 dengan lahirnya UU No. 22

Tahun 2002 tentang Grasi telah mengatur mengenai persyaratan

untuk mengajukan permohonan grasi.

Syarat untuk mengajukan permohonan grasi dalam UU No.

22 Tahun 2002 jo. UU No. 5 Tahun 2010 tentang Grasi dapat dilihat

pada Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002

tentang Grasi menegaskan bahwa,

“(1) Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap, terpidana dapat mengajukan

permohonan grasi kepada Presiden”.

112 Menurut Mohammad Fajrul Falaakh bahwa perubahan konstitusi (UUD 1945) kerap terjadi secara nonformal melalui lembaga legislasi (DPR) dalam proses perumusan suatu undang-undang. Terkadang melalui produk hukum berbentuk UU dapat membatasi maupun memperluas makna yang terkandung dalam konstitusi, yang pada akhirnya akan mengubah konstitusi secara nonformal. Lihat selangkapnya dalam Mohammad Fajrul Falaakh Model dan Pertumbuhan Konstitusi, Yogyakarta, Gajah Mada University Press, 2014.

Page 75: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

63

Selanjutnya,

“(2) Putusan pemidanaan yang dapat dimohonkan grasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pidana mati,

penjara seumur hidup, penjara paling rendah 2 (dua)

tahun”.

Berdasarkan ketentuan di atas, maka syarat permohonan

atau pemberian grasi dapat ditinjau dari segi: pertama, sifat

putusan (putusan inkrach); kedua, kategori lama pemidanaan

(pidana mati, pidana seumur hidup, dan penjara diatas 2 tahun).

Hal ini dapat dimaknai bahwa hanya putusan pengadilan

yang berkekuatan hukum tetap (inkracht) yang dapat diajukan

permohonan grasi kepada presiden. Dengan kata lain, selama

masih ada proses upaya hukum terhadap putusan hakim berupa

banding di pengadilan tinggi, kasasi atau Peninjauan Kembali (PK)

di Mahkamah Agung maka permohonan pengajuan grasi kepada

presiden tidak dapat dilakukan sesuai dengan UU No. 22 Tahun

2002 tentang Grasi.

Selanjutnya pada Pasal 2 ayat (2) UU No. 22 Tahun 2002

tentang Grasi nampak adanya kategorisasi narapidana yang dapat

mengajukan permohonan grasi kepada Presiden Republik

Indonesia. Ada tiga kategori narapidana yang dapat mengajukan

permohonan grasi terdiri dari: 1) Terpidana Mati; 2) Penjara

Seumur Hidup; dan 3) Penjara paling rendah 2 (dua) tahun.

Page 76: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

64

Kategorisasi di atas didasarkan atas lama pemidanaan

(berat-ringannya hukuman) dalam menjalani proses pemidanaan.

Bagi syarat terpidana mati merupakan bentuk penjaminan terhadap

hak hidup yang pada prinsipnya tidak dapat kurangi maupun

dicabut—sebagaimana yang telah dijamin oleh konstitusi

(constitutional right). Selain itu, adanya permohonan grasi yang

dapat diajukan oleh terpidana mati merupakan pengejawantahan

dari karasteristik cita hukum baik Rechstaat maupun Rule of Law

yang menekankan adanya perlindungan hukum dan HAM bagi

setiap warga negara—utamanya hak untuk hidup113 sebagai bentuk

fundamental right. Ada empat gagasan utama HAM dalam DUHAM

yang disampaikan oleh Micelin R Ishay114: 1) Kemuliaan manusia,

2) Kebebasan manusia, 3) Kesetaraan manusia, dan 4)

Persaudaran manusia. Mohammad Fajrul Falaakh kemudian

mendekskripsikan keempat gagasan utama HAM di atas, dengan

mengemukan bahwa aspek kemulian martabat manusia tidak

dibedakan oleh asal usul ras, agama, kepercayaan, bangsa, jenis

kelamin. Manusia memiliki kebebasan: hak hidup, hak atas rasa

aman, bebas dari perbudakan, bebas dari penyiksaan, privasi,

bebas bergerak dan bertempat tinggal, kebebasan berpikir,

berekspresi, berkeyakinan dan beragama. Kesetaraan manusia

113 Tercatat vonis hukuman mati di Indonesia dalam rentang waktu 3 tahun terakhir (2015-2017) mencapai angka 81 vonis.., selengkapnya dalam Andhigama A. Budiman, dkk., Menyiasati Eksekusi Mati dalam Ketidakpastian: Melihat Kebijakan Hukuman Mati di Indonesia, Jakarta, Institute for Criminal Justice Reform, 2017. 114 Mohammad Fajrul Falaakh, Model dan Pertumbuhan…, op.cit., h.122.

Page 77: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

65

untuk atau dalam hal: berserikat, berkumpul, partisipasi politik

dalam negara, memperoleh akses pelayanan publik, jaminan sosial

dan bekerja, penghasilan, indikator kehidupan yang memadai,

pendidikan, kesehatan. Persaudaraan: hak komunal, ketertiban

sosial-politik, kewajiban untuk menghormati hak orang lain.115

Maka dari itu adanya ruang bagi terpidana mati untuk

mengajukan permohonan grasi maka akan menjamin eksistensi

dari perlindungan HAM itu sendiri. Begitupula jika disandarkan pada

konsep dan teori negara hukum—baik rechstaat maupun rule of

law—yang mana ide negara hukum pada mulanya hadir untuk

membatasi kekuasaan raja yang absolut dalam rangka

perlindungan HAM, maka jaminan HAM merupakan salah satu

subtansi utama yang melekat pada negara hukum rechstaat

maupun rule of law.

Lebih lanjut, dari perspektif berbeda adanya kesempatan

bagi terpidana mati untuk mengajukan permohonan grasi kepada

presiden dinilai sebagai salah satu instrument untuk meminimalisir

hukuman mati dalam sistem hukum pidana di Indonesia. Sekedar

tambahan Intitute for Criminal Justice Reform (selanjutnya disingkat

ICJR) mencatat di tahun 2015, setidaknya ada 1 pengabulan

permohonan grasi terhadap vonis putusan mati.116 Secara

115 Andhigama A. Budiman, dkk., Menyiasati Eksekusi Mati…, op.cit., 116 Ibid.,

Page 78: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

66

kuantitatif menunjukkan dengan adanya pemberian grasi telah

mengurangi eksekusi mati di Indonesia.

Selanjutnya, terhadap syarat pidana seumur hidup dan

penjara paling rendah dua tahun, dapat dimaknai sebagai upaya

yang dapat ditempuh bagi terpidana agar terbebas dari jeratan

hukum dan dapat melangsungkan kehidupannya untuk berbaur

kembali ditengah-tengah masyarakat. Pada prinsipnya grasi

memiliki tujuan untuk menegakkan hak-hak asasi manusia secara

materil. Grasi diberikan oleh Presiden kepada narapidana bertujuan

untuk mengembalikan harkat dan martabat kemanusiaan yang

selama menjalani proses hukum, harkat dan martabat tersebut

telah berkurang.

Syarat mengenai kategorisasi lama pemidanaan di atas—

sebagaimana yang diatur dalam UU No. 22 Tahun 2002— jika

dibandingkan dengan undang-undangan yang pernah berlaku di

Indonesia mengenai permohonan grasi sebagaimana yang diatur

pada UU No. 3 Tahun 1950 tentang Permohonan Grasi, memiliki

segi perbedaan terkait narapidana yang dapat mengajukan

permohonan grasi.

Misalnya pada Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) UU No.

3 Tahun 1950, dapat dicermati adanya beberapa narapidana yang

dapat mengajukan permohonan grasi. Misalnya narapidana dengan

hukuman pidana mati [vide Pasal 2 ayat (1)]; hukuman tutupan,

Page 79: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

67

penjara dan kurungan, termasuk pula hukuman kurungan

pengganti [vide Pasal 3 ayat (1)]. Dari ketentuan yang tersebut,

nampak tidak terdapat syarat mengenai lama pemidanaan, bahkan

hukuman kuranganpun dapat mengajukan permohonan grasi.

Setelah diubah melalui UU No. 22 Tahun 2002 tentang

Grasi, maka terdapat syarat untuk mengajukan permohonan grasi

harus terpidana mati, penjara seumur hidup dan hukuman pidana di

atas dua tahun atau dengan kata lain minimal dua tahun. Ketiga

kategorisasi syarat ini menunjukkan bahwa semua pidana penjara

maupun kurungan dibawah dua tahun tidak memenuhi persyaratan

untuk mengajukan permohonan grasi. Menurut penulis, kategorisasi

persyaratan tersebut bertujuan untuk menciptkan kepastian hukum

bagi terpidana dalam melakukan permohonan grasi. Di sisi lain

dengan adanya persyaratan tersebut maka akan menutup

kemungkinan adanya permohonan grasi yang bertumpuk —baik di

presiden maupun pertimbangan di Mahkamah Agung (selanjutnya

disebut MA)—sebab jika tidak diatur mengenai persyaratan

tersebut maka narapidana semua di Indonesia memiliki hak dan

kesempatan untuk mengajukan permohonan grasi meskipun tidak

terlalu subtansial, misalnya pidana kurungan, dan sebagainya

(pidana dibawah dua tahun).

Page 80: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

68

2. Proses Pemberian Grasi

Melalui UU No. 22 Tahun 2002 jo. UU No. 5 Tahun 2010

telah diatur mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian

(proses) permohonan grasi. Secara umum proses permohonan

grasi berdasarkan ketentuan undang-undang tersebut, terbagi atas

dua proses: pertama, pengajuan permohonan grasi; dan kedua,

penyelesaian permohonan grasi. Berikut pemaparan secara

mendetail terhadap kedua proses tersebut:

a. Proses Pemberian Grasi berdasarkan UU No. 5 Tahun 2010

tentang Perubahan Atas UU No. 22 Tahun 2002 tentang

Grasi

1) Pengajuan Permohonan Grasi

a) Hak untuk mengajukan grasi kepada terpidana oleh

hakim atau hakim ketua sidang yang memutus perkara

pada tingkat pertama, [Pasal 5 ayat (1) UU No. 22 Tahun

2002].

b) Permohonan grasi dapat diajukan oleh terpidana maupun

kuasa hukum atau keluarga terpidana kepada Presiden,

[Pasal 6 ayat (1) dan (2) UU No. 22 Tahun 2002].

c) Menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang

hukum dan hak asasi manusia dengan alasan

kemanusaian dan keadilan, dapat meminta kepada

terpidana, kuasa hukum atau keluarga terpidana untuk

Page 81: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

69

mengajukan grasi dan berwenang meneliti permohonan

grasi tersebut, [Pasal 6A ayat (1) dan (2) UU No. 5 Tahun

2010].

d) Permohonan grasi dapat diajukan sejak putusan

pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, [Pasal 7

ayat (1) UU No. 22 Tahun 2002]. Mengenai batas waktu

pengajuan grasi sebelumnya dalam Pasal 7 ayat (2) UU

No. 5 Tahun 2010 tentang Grasi membatasi dengan

jangka waktu paling lama satu tahun sejak putusan

memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Namun dalam

hal ini, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 107/PUU/-XIII/2015 tertanggal 15 Juni 2016, telah

menganulir norma Pasal 7 ayat (2), bahwa jangka waktu

pengajuan grasi tidak batasi, karena apabila dibatasi

maka akan melanggar hak asasi manusia.

e) Permohonan diajukan secara tertulis kepada Presiden,

dapat pula sampaikan kepada Kepala Lembaga

Permasyarakatan tempat terpidana menjalani pidana,

kemudian melalui Kepala Lembaga Permasyarakatan

tersebut kepada Presiden. Salinan permohonan grasi ini

diteruskan kepada pengadilan negeri yang memutus

perkara tingkat pertama untuk kemudian diteruskan

Page 82: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

70

kepada Mahkamah Agung, [Pasal 8 ayat (1), s/d (4) UU

No. 22 Tahun 2002].

2) Penyelesaian Permohonan Grasi

a) Dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari

terhitung sejak tanggal penerimaan salinan permohonan

grasi yang disampaikan kepada pengadilan yang

memutus perkara tingkat pertama, maka selanjutnya

pengadilan tingkat pertama mengirimkan salinan

permohonan dan berkas perkara terpidana kepada

Mahkamah Agung, [Pasal 9 UU No. 22 Tahun 2002].

b) Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari

terhitung sejak tanggal diterimanya salinan permohonan

dan berkas perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal

9, Mahkamah Agung mengirimkan pertimbangan tertulis

kepada Presiden. [Pasal 10 UU No. 5 Tahun 2010].

c) Presiden memberikan keputusan atas permohonan grasi

setelah memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.

Keputusan Presiden dapat berupa pemberian atau

penolakan grasi. Jangka waktu pemberian atau

penolakan grasi paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung

sejak diterimanya pertimbangan Mahkamah Agung.

[Pasal 11 ayat (1) s/d (3) UU No. 5 Tahun 2010].

Page 83: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

71

d) Keputusan Presiden pemberian atau penolakan grasi

disampaikan kepada terpidana dalam jangka waktu

paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak

ditetapkannya Keputusan Presiden. Kemudian salinan

keputusan tersebut disampaikan kepada:

1) Mahkamah Agung;

2) Pengadilan yang memutus perkara pada tingkat

pertama;

3) Kejaksaan negeri yang menuntut perkara terpidana;

dan

4) Lembaga Pemasyarakatan tempat terpidana

menjalani pidana.

Dari proses di atas, nampak adanya penambahan subjek

pemohon dalam UU No. 5 Tahun 2010 tentang Grasi. Adapun

penambahan dari subjek hukum pemohon yang dimaksud, dapat

dilihat pada tabel di bawah ini:

Penambahan UU No. 22 Tahun 2002 UU No. 5 Tahun 2010

Subjek Pemohon

1. Narapidana yang bersangkutan

2. Kuasa Hukum 3. Keluarga narapidana

1. Narapidan yang bersangkutan

2. Kuasa Hukum 3. Keluarga narapidana 4. Kementerian Hukum dan

HAM Tabel 1. Penambahan subjek pemohonan grasi pada UU No. 5 Tahun 2010 tentang Grasi

Adanya penambahan dalam undang-undang tersebut, maka

subjek pemohon yang memiliki hak untuk mengajukan permohonan

grasi bukan hanya narapidana, kuasa hukum, dan keluarga

Page 84: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

72

terpidana, namun juga Kementerian Hukum dan HAM (selanjutnya

disingkat Kemenkumham) memiliki hak untuk mengajukan

permohon grasi kepada presiden. Adanya hak Kemenkumham

untuk mengajukan permohonan grasi, didasarkan atas kepentingan

kemanusiaan dan keadilan sebagaimana yang disebutkan dalam

Pasal 6A ayat (1) UU No. 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas

UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi.

Adanya dasar permohonan grasi atas kepentingan

kemanusaian dan keadilan oleh Kemenkumham, namun makna

“kepentingan kemanusiaan dan keadilan” tidak terjabarkan dalam

penjelesan undang-undang tersebut, dinilai oleh Dhian Delliana

akan menimbulkan multi-interpretasi terhadap kepentingan

Kemenkumham dalam memakai dasar “kepentingan kemanusiaan

dan keadilan”. Menurutnya penjelasan terhadap makna tersebut

sangat diperlukan dalam menghindari kepentingan lain yang

melatarbelakangi Kemenkumham dalam mengajukan permohonan

grasi.117 Namun untuk sementara itu, definisi “kepentingan

kemanusiaan dan keadilan” menurut Staf Subbidang Pidana Umum

yang menangani pelaksanaan grasi di Ditjen Administrasi Hukum

dan Perundang-undangan, setidaknya dapat dinilai dari:

1. Atas dasar kemanusiaan, jika terpidana sudah lanjut usia;

2. Atas dasar hak asas manusia;

117 Dhian Delliana, op.cit., h. 160.

Page 85: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

73

3. Atas hak kesehatan; dan

4. Atas perlindangan anak.118

Bertolak dari uraian di atas, untuk lebih memudahkan dalam

memahami proses permohonan grasi di Indonesia, berikut

gambaran bagan alur permohonan grasi.

Bagan 1. Proses Penyelesaian Permohonan Grasi Menurut UU No. 22 Tahun 2002

(Sumber: Dhian Dellina)

Proses permohonan yang digambarkan pada bagan di atas

merupakan permohonan yang diajukan berdasarkan UU No. 22

Tahun 2002 tentang Grasi, yang belum mencantumkan hak bagi

Kemenkumham untuk mengajukan permohonan Grasi. Adapun

118 Ibid., h. 160-161.

Page 86: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

74

proses permohonan Grasi bagi Kemenkumham—berdasarkan UU

No. 5 Tahun 2010 tentang Grasi—dapat dilihat pada bagan di

bawah ini:

Bagan 2. Proses Penyelesaian Permohonan Kemenkumham berdasarkan UU No. 5 Tahun 2010

tentang Grasi (Sumber: Dhian Delliana)

Pada proses permohonan yang digambarkan bagan di atas,

secara menyeluruh dapat diuraikan:119

1. Permohonan diajukan oleh pemohonan/ Menkumham;

2. MA memberikan pertimbangan berupa “Tolak” atau “Kabul”;

3. Presiden mendistribuskan kepada Menteri Sekretaris Negara

(selanjutnya disingkat Mensesneg) untuk proses;

4. Mensesneg mendistribusikan permohonan grasi beserta

pertimbangan MA kepada Menkumham;

119 Ibid., hlm. 162.

Page 87: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

75

5. Permohonan dikirim ke Ditjen AHU untuk tindak lanjut

menyiapkan koordinasi;

6. Permohonan dikirim ke Ditjen PAS untuk tindak lanjut

menyiapkan data-data;

7. Ditjen AHU memberikan pertimbangan “Tolak” atau “Kabul”

dari hasil koordinasi kepada Menkumham untuk diputus;

8. Pertimbangan yang sudah diputus Menkumham berupa

“Tolak/Kabul” dikirim ke Mensesneg;

9. Mensesneg meneruskan berkas untuk diputus dan disetujui

Presiden;

10. Presiden menetapkan Keppres tentang grasi narapidana.

Dari uraian di atas, terdapat dua proses: pertama, proses

permohonan grasi yang dilakukan oleh pemohon (Narapidana,

Kuasa Hukum, dan Keluarga terpidana); kedua, proses

permohonan grasi yang dilakukan oleh Kemenkumham. Pada

proses kedua, permohonan grasi yang diajukan oleh

Kemenkumham harus terlebih dahulu meminta pertimbangan

kepada Ditjen AHU, selanjutnya hasil pertimbangan tersebut dikirim

ke Mensesneg, selanjutnya diteruskan kepada MA dan ke Presiden

untuk diputuskan.

b. Problematika Proses Pemberian Grasi di Indonesia

Setidaknya dari proses di atas, terdapat tiga

permasalahan hukum dalam proses permohonan grasi di

Page 88: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

76

Indonesia, diantaranya: Pertama, kepastian hukum mengenai

batas waktu permohonan grasi bagi terpidana mati pasca

Putusan Mahkamah Konstitusi120. Kedua, makna kata

“memerhatikan” pertimbangan Mahkamah Agung—

sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 14 ayat (1) UUD

NRI 1945; begitupula dalam Pasal 11 ayat (1) UU No. 22 Tahun

2002 tentang Grasi. Ketiga, keriteria atau indikator yang

digunakan presiden dalam mengeluarkan Keputusan baik

berupa penolakan maupun pemberian grasi.

1) Kepastian Hukum mengenai Batas Waktu Permohonan Grasi

bagi Terpidana Mati—pasca Putusan Mahkamah Konstitusi

Batas waktu permohonan grasi dalam UU No. 22 Tahun

2002 tentang Grasi tidak dibatasi, namun kemudian melalui

perubahan UU No. 5 Tahun 2010 tentang Grasi, batas waktu

permohonan grasi dibatasi. Berikut perubahan batas waktu

permohonan grasi berdasarkan kedua ketentuan tersebut:

Perubahan UU No. 22 Tahun 2002 UU No. 5 Tahun 2010

Batas Waktu Permohonan

Grasi

Permohonan grasi tidak dibatasi oleh tenggang waktu tertentu [vide Pasal 7 ayat (2)]

Permohonan grasi dapat diajukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak putusan memperoleh kekuatan hukum yang tetap [vide Pasal 7 ayat (2)]

Tabel 2. Perubahan batas waktu permohonan grasi

120 Sebelum adanya Putusan MK Nomor 107/PUU-XIII/2015, batas waktu permohonan grasi disebutkan secara jelas dalam Pasal 7 ayat (2) UU No. 5 Tahun 2010 tentang Grasi, Permohonan grasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap. Setelah adanya putusan MK tersebut, maka norma yang terdapat pada Pasal 7 ayat (2) di atas dianulir sehingga batas waktu permohonan grasi tidak ditentukan.

Page 89: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

77

Perubahan mengenai batas waktu permohonan grasi

yang sebelumnya tidak ditentukan dalam UU No. 22 Tahun

2002 tentang Grasi, dan melalui UU No. 5 Tahun 2010 tentang

Perubahan Atas UU No. UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi

telah ditentukan batas waktu permohonan, dinilai sebagai

upaya untuk menciptakan kepastian hukum—utamanya waktu

pelaksanaan eksekusi mati bagi terpidana mati.

Namun pasca putusan Mahkamah Konstitusi

(selanjutnya disebut MK) melalui constitusional review dengan

Nomor Register: 107/PUU-XIII/2015 tertanggal 27 Agustus

2015, telah menganulir norma Pasal 7 ayat (2) UU No. 5 Tahun

2010 tentang Grasi terkait batas waktu permohonan grasi.

Dalam amar putusan, MK mengadili:

“Mengatakan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5

Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 2010, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5150)

tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat”121

Putusan ini secara otomatis telah meniadakan batas waktu

permohonan grasi—yang sebelumnya telah ditentukan paling

lama 1 (satu) tahun setelah putusan berkuatan hukum tetap

berdasarkan Pasal 7 ayat (2) UU No. 5 Tahun 2010 tentang

Grasi.

121 Dikutip dalam Amar Putusan Mahkamah Konstitusi, Nomor: 107/PUU-XIII/2015, tertanggal 15 Juni 2016.

Page 90: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

78

Jika kita feedback melihat duduk perkara dalam

pengujian undang-undang (constitusional review) ini, terdiri dari

tiga pemohon: Pemohon I Su’ud Rusli (narapidana); Pemohon

II Marselinus Edwin Hardian (mahasisiwa); Pemohon III H.

Boyamin Saiman (swasta/advokat). Ketiga pemohon ini jika

dilihat duduk perkaranya maka Pemohon I yang paling

berkepentingan dalam pengujian undang-undang tersebut.

Kepentingan Pemohon I dapat diuraikan di bawah ini:122

1. Pemohon I adalah terpidana pada perkara pidana di

Pengadilan Militer II-08 Jakarta Nomor PUT/14-K/PM II-

08/AL/II/2005 yang telah diputus pada tanggal 8 Februari

2005 junto Putusan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta

Nomor PUT/32-K/BDG/PMT-II/AL/VIII/2005 tanggal 04

Agustus 2005. Putusan telah memiliki kekuatan hukum tetap

(inkracht van gewijsde) dengan Putusan Mahkamah Agung

nomor PUT/34-K/MIL/2006 Pid/2010 tanggal 07 Julu 2006;

2. Bahwa putusan telah inkracht pada tanggal 07 Juli 2006,

maka berdasarkan Pasal 7 ayat (2) UU No. 5 Tahun 2010

tentang Perubahan Atas UU No. 22 Tahun 2002 tentang

Grasi, Pemohon I tidak memiliki upaya untuk mendapatkan

keringanan hukuman atau penghapusan pidananya;

3. Bahwa kemudian Pemohon I mengajukan judicial review

Pasal 7 ayat (2) UU No. 5 Tahun 2010 tentang Perubahan

Atas UU No. 22 Tahun 2010 tentang Grasi untuk digunakan

Pemohon I memperoleh kesempatan mendapatkan Grasi

yang telah diajukan Pemohon I pada tanggal 27 Januari

2014.

Adapun yang menjadi pertimbangan hukum dari Hakim

MK dalam mengabulkan permohonan ini, diantaranya:123

122 Salinan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 107/PUU-XIII/2015, h. 4-5. 123 Salinan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 107/PUU-XIII/2015, h. 78-80.

Page 91: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

79

Memimbang bahwa keberadaan lembaga grasi secara

eksplisit sebagaimana terdapat dalam Pasal 14 ayat (1).

Keberadaan grasi tersebut dalam rangka memberikan

kesempatan kepada narapidana yang sedang

melaksanakan hukuman untuk mendapatkan pengampunan

berupa perubahan, peringanan, pengurangan atau

penghapusan pelaksanaan pidana yang telah dijatuhkan

kepada narapidana berdasarkan putusan pengadilan yang

memperoleh kekuatan hukum tetap yang diajukan kepada

Presiden sehingga grasi merupakan salah satu hak

konstitusional setiap Terpidana. [….]

Bahwa secara historis hak atau kekuasaan presiden untuk

memberi grasi berasal dari tradisi sistem monorki Inggris

dimana raja dianggap sebagai sumber keadilan sehingga

kepadanya diberikan hak yang dikenal sebagai hak

proregatif eksekutif (executive prerogative) dalam bentuk

hak untuk memberi pengampunan kepada warganya yang

telah dijatuhi pidana. [….]

Bahwa oleh karena hak untuk memberikan grasi adalah hak

konstitisional presiden yang secara umum disebut sebagai

hak proregatif yang atas kebaikan hatinya memberikan

pengampunan kepada warganya maka tergantung pada

presiden untuk mengabulkan atau tidak mengabulkan. Grasi

ini memang sangat penting tidak hanya untuk kepentingan

terpidana, juga bisa jadi untuk kepentingan negara terhadap

besarnya beban politik yang ditanggung atas penghukuman

yang diberikan kepada terpidana yang mungkin ada

kaitannya dengan rezim kekuasaan sehingga akan

melepaskan dari beban politik sedemikian rupa. [….].

Demikian pula grasi dapat dipergunakan sebagai jalan

keluar terhadap seorang narapidan yang sangat memilukan

keadaannya yang mengalami sakit keras, sakit tua, penyakit

menular yang tidak dapat bertahan hidup dalam lembaga

permasyarakatan, terpidan menjadi gila, sehingga secara

akal yang sehat dan atas dasar pertimbangan

perikemanusiaan haruslah diberi kesempatan dalam hal ini

melalui pemberian grasi.

Page 92: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

80

Bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, pembatasan

jangka waktu pengajuan permohonan grasi sebagaimana di

atur dalam Pasal 7 ayat (2) UU 5/2010 ternyata potensial

menghilangkan hak konstitusional terpidana, khusunya

terpidana mati, untuk mengajukan permohonan grasi.

Pembatasan demikian juga menghilangkan hak Pemohon

jika hendak mengajukan upaya hukum luar biasa

peninjauan kembali (PK) yang persyaratannya salah

satunya ada novum, sedangkan ditentukannya novum itu

sendiri tidak dapat dipastikan jangka waktunya.

Namun demikian, untuk mencegah digunakannya hak

mengajukan grasi oleh terpidanana atau keluarganya,

khususnya terpidana mati, untuk menunda eksekusi atau

pelaksanaan putusan, seharusnya jaksa sebagai eksekutor

tidak harus terikat pada tidak adanya jangka waktu tersebut

apabila nyata-nyata terpidana atau keluarganya tidak

menggunakan hak atau kesempatan untuk mengajukan

permohonan grasi, atau setelah jaksa selaku eksekutor

demi kepentingan kemanusian telah menanyakan kepada

terpidana apakah terpidana atau keluarganya akan

menggunakan haknya mengajukan permohonan grasi.

Menurut Mahkamah, tindakan demikian secara doktriner

tetap dibenarkan meskipun ketentuan demikian tidak diatur

secara eksplisit dalam undang-undang a quo, sehingga

demi kepastian hukum tidak ada larangan bagi jaksa selaku

eksekutor untuk menanyakan kepada terpidana atau

keluarganya perihal digunakan atau tidaknya hak untuk

mengajukan grasi tersebut.

Berdasarkan pertimbangan hukum yang diuraikan di

atas, Hakim MK kemudian memutuskan untuk menganulir

jangka waktu permohonan grasi sebagaimana yang terdapat

pada Pasal 7 ayat (2) UU No. 5 Tahun 2010 tentang Grasi,

dengan salah satu amar putusan:

Page 93: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

81

“Mengatakan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5

Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 2010, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5150)

tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat”124

Perubahan UU No. 22 Tahun 2002 UU No. 5 Tahun 2010 Putusan MK

Batas Waktu

Permohonan Grasi

Permohonan grasi tidak dibatasi oleh tenggang waktu tertentu [vide Pasal 7 ayat (2)]

Permohonan grasi dapat diajukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak putusan memperoleh kekuatan hukum yang tetap [vide Pasal 7 ayat (2)]

Permohonan grasi tidak dibatasi tenggat waktu. [Mencabut Pasal 7 ayat (2)]

Tabel 3. Perubahan batas waktu permohonan grasi pasca putusan MK

Pasca putusan MK tersebut telah menyulitkan jaksa

dalam melaksanakan eksekusi mati bagi terpidana mati.

Meskipun dalam pertimbangannya MK mengatakan bahwa

jaksa sebagai eksekutor tidak harus terikat dengan tidak

adanya batas waktu ini dalam melaksanakan eksekusi mati dan

jaksa sebagai eksekotor dapat menanyakan kepada terpidana

mati atau keluarganya apakah akan mempergunakan haknya

dalam mengajukan permohonan grasi demi kepastian hukum

pelaksanaan eksekusi mati, meskipun tidak di atur dalam

undang-undang tentang grasi.

Menurut hemat penulis, pertimbangan MK tersebut tidak

dapat dijadikan sebagai dasar hukum oleh jaksa. Pertimbangan

tersebut, hanyalah sebatas argumentasi hukum yang tidak

memiliki kekuatan yang mengikat. Pertimbangan hakim dalam

124 Dikutip dalam Amar Putusan Mahkamah Konstitusi, Nomor: 107/PUU-XIII/2015, tertanggal 15 Juni 2016.

Page 94: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

82

memutus suatu perkara di lingkungan peradilan manapun, tidak

dapat bermetamorfosis menjadi sebuah norma hukum yang

mengikat, sebab kedudukannya tidak dikenal dalam hierarki

peraturan perundang-undangan, maupun hierarki norma hukum

berjenjang—seperti misalnya Hans Kelsen dalam teorinya

stufenbau des rechts125; maupun Hans Nawiaski dalam teorinya

die Theori vom stufenordnung der Rechtnormen 126. Namun

sifat yang mengikat dalam sebuah putusan dari pengadilan

adalah amar putusan sedangkan pertimbangan hukum

tidaklah memiliki daya ikat.

Terlepas dari uraian di atas, berdasarkan penelusuran

yang dilakukan, ada satu kajian tesis-(S2) yang pernah

mengkaji mengenai implikasi pasca putusan MK ini. Melalui

tesis “Implikasi Pembatalan Perubahan Regulasi Grasi

terhadap Eksekusi Pidana Mati (Studi Putusan MK

125 Teori stufenbau des recht diintrodusir Hans Kelsen dapat dimaknai: 1) Peraturan perundang-undangan yang lebih rendah harus bersumber atau memiliki dasar hukum atau validasi dari suatu peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; 2) isi atau meteri muatan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh menyimpang atau bertentangan dengan pearturan perundang-undangan yang lebih tinggi…., selengkapnya dalam Adnan Djamal, op.cit., h. 65-66. Dalam konteks validasi norma hukum, baik dalam teori maupun tatanan hukumnya Kelsen membagi dua bentuk sistem norma yaitu norma statis (monostatic) dan norma dinamis (monodynamic. Norma statis didasarkan pada kekuatan isinya di mana suatu norma oleh norma dasar baik validitasnya maupun materinya. Norma dinamis dilihat dari berlakunya suatu norma atau dari cara pembentukan dan penghapusannya…., selengkapnya dalam H. Imam Soebechi, Judicial Review Perda Pajak dan Retribusi Daerah, Jakarta, Sinar Grafika, 2012, h. 151. 126 die Theori vom stufenordnung der Rechtnormen teori yang diperkenalkan oleh Hans Nawiasky yang yang dikembangkan dari teori Hans Kelsen stufenbau des rechts. Hans Nawiasky mengelompokkan norma-norma hukum dalam suatu negara itu menjadi empat kelompok besar yang terdiri atas: 1) Staatsfundamentalnorm (norma fundamental negara); 2) Staatsgrudgesetz (aturan dasar/ pokok negara); 3) Fomeel Gesetz (undang-undang formal); 4) verodnung & autonome satzung (aturan pelaksana dan aturan otonom)…., dalam H. Imam Soebechi, Judicial Review…., ibid., h. 155-156.

Page 95: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

83

No:107/PUU-XIII/2015)”, Dwi Purnama Wati mengkaji

pembatalan perubahan regulasi grasi tersebut terhadap

implikasi hukum. Dwi Purnama Wati mengemukakan bahwa

implikasi pembatalan perubahan regulasi grasi terhadap

terpidana mati, yaitu berdasarkan Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor : 107/PUU-XIII/2015 dengan dicabutnya Pasal

7 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 yang

menentukan waktu dan banyaknya pengajuan grasi, sehingga

Pasal 7 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002

diberlakukan kembali yaitu tidak memberikan batasan waktu

pengajuan grasi sehingga mengakibatkan ketidakpastian

hukum.127

Lebih lanjut, dengan tidak ada pembatasan tenggang

waktu dalam pengajuan grasi, maka pelaksanaan putusan

pemidanaan terpengaruh dengan ketentuan tersebut.

Terjadinya ketidakpastian hukum dalam melaksanakan

eksekusi hukuman mati karena terpidana menunda-nunda

proses permohonan grasi. Prosedur grasi yang cukup lama

inilah yang sering kali menghambat jalannya eksekusi,

sehingga grasi dijadikan upaya untuk menghindari hukuman

mati.128

127 Dwi Purnama Wati, op.cit., h.113. 128 Ibid.,

Page 96: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

84

Apa yang diungkapkan oleh Dwi Purnama Wati

merupukan kondisi faktual, bahwa dengan tidak adanya batas

waktu permohonan grasi maka pelaksanaan eksekusi mati

akan terkendala. Begitupula dengan tidak adanya regulasi yang

mengatur menganai kekosongan hukum ini (wet vacum)

menjadikan proses permohonan grasi sebagai tempat

berlindung bagi terpidana mati untuk mengulur-ulur waktu

dalam permohonan grasi.

Hal yang serupa diungkapkan dari Jaksa Agung

Republik Indonesia, bahwa dengan adanya putusan MK

tersebut terpidana sengaja mengulur-ulur waktu dalam

mengajukan upaya hukum setelah pengadilan menjatuhkan

vonis.129 Oleh karena itu pasca putusan tersebut, Jaksa Agung

meminta fatwa kepada MA untuk terkait kepastian hukum

pelaksaanaan permohonan grasi dan eksekusi mati bagi

terpidana mati.130

Implikasi atas ketidakpastian hukum ini, di tahun 2016

banyak narapidana maupun terpidana mati yang mengajukan

kembali permohonan grasi kepada presiden, meskipun vonis

dijatuhkan sebelum tahun 2014. Banyak pihak yang menilai

bahwa Putusan MK tersebut dapat berlaku surut sehingga

129 Lihat selengkapnya dalam http://icjr.or.id/putusan-mahkamah-konstitusi-mk-soal-grasi-harus-jadi-patokan-rencana-pengajuan-fatwa-ke-mahkamah-agung-jangan-mengacaukan-hak-terpidana-mati-berdasarkan-putusan-mk/ (diakses pada tanggal 09/01/2018). 130 Ibid.,

Page 97: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

85

dapat digunakan sebagai dasar pengajuan grasi meskipun

status putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht) sebelum

tahun 2014.131

2) Makna “memerhatikan” Pertimbangan Mahkamah Agung

Presiden dalam pemberian grasi setelah memerhatikan

pertimbangan MA. Proses ini merupakan amanat konstitusi

[vide Pasal 14 ayat (1) UUD NRI 1945] dan perintah undang-

undang [vide Pasal 11 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2002 tentang

Grasi]. Namun dalam prakteknya pertimbangan MA ini

terkadang diabaikan oleh presiden dalam pemberian atau

penolakan grasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dhian

Delliana, mengungkapkan bahwa dalam kurung waktu 2004-

2010 keputusan presiden mengenai grasi yang tidak mengikuti

pertimbangan MA berjumlah 9 buah dengan presentase

presiden tidak memerhatikan pertimbangan MA dalam

mengeluarkan keputusan grasi sebesar 14,5%.132 Hal ini

menunjukkan bahwa pertimbangan MA kepada presiden dalam

mengeluarkan keputusan grasi, tidak selalu diikuti oleh

presiden.

Padahal perintah “memerhatikan” pertimbangan

Mahkamah Agung dalam pemberian grasi merupakan perintah

dari konstitusi. Perintah ini secara eksplisit tertuang dalam

131 Andhigama A. Budiman, Menyiasati Eksekusi…., op.cit., 132 Dhian Delliana, op.cit., hlm. 172-173.

Page 98: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

86

Pasal 14 ayat (1) UUD NRI 1945 yang berbunyi, “Presiden

memberi grasi dan rehabilitasi dengan memerhatikan

pertimbangan Mahkamah Agung”. Begitupula dalam Pasal 11

ayat (1) UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi menyebutkan,

“Presiden memberikan keputusan atas permohonan grasi

setelah memerhatikan pertimbangan Mahkamah Agung”.

Selanjutnya untuk mengetahui maksud terhadap kalimat

memerhatikan pertimbangan Mahkamah Agung dalam proses

pemberian grasi oleh presiden, maka kajian akan diarahkan

pada konsep cheks and balances dalam sistem kelembagaan

negara (yudikatif-eksekuti); dan diakhirnya dengan analisis

interpretasi historical yang akan memperlihatkan jiwa hukum

para perumus norma tersebut.

Pertama, alasan pemberian grasi dengan

“memerhatikan” pertimbangan MA dapat dimaknai bahwa

pemberian grasi merupakan perkara yustisial yang wajib

melalui proses pertimbangan matang dari lembaga peradilan.

Sebab, bagaimanapun juga pemberian grasi secara tidak

langsung telah mengeliminasi vonis dari kekuasaan yudikatif.

Dari perseptif lain, adanya pertimbangan MA dalam pemberian

grasi relevan konsep cheks and balance (saling mengawasi

dan mengimbangi) sebagai implikasi adanya pembagian atau

Page 99: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

87

pemisahan kekuasaan (separation of power/ distribution of

power) dalam ajaran trias politica.

Separation of power/ distribution of power baik secara

horizontal maupun secara vertical133 merupakan salah cara

untuk mengurangi sentralisasi kekuasaan yang cenderung

absolut dan tak terbatas. Namun dalam perkembangannya

konsep pemisahan kekuasan— melalui teori trias politica oleh

Montesquieu—tidak dapat dipertahankan sebab kehidupan

ketatanegaraan yang mengalami dinamisasi dalam

mewujudkan welfararestate dan mengharuskan adanya

harmonisasi antara kelembagaan, sehingga melahirkan konsep

konsep cheks and blances.

Menurut Jimly Asshidiqie—sebagaimana yang dikutip

Mohammad Fajrul Falaakh—hubungan antarlembaga negara

dalam doktrin separation of power diikat dengan prinsip cheks

and balances, di mana lembaga-lembaga tersebut memiliki

kedudukan sederajat/ sejajar, tetapi saling mengendalikan/

mengawasi antara lembaga yang satu dengan lembaga yang

lain.134 Oleh karena itu, menurut Mohammad Fajrul Falaakh

prinsip cheks and balances dimaknai sebagai prinsip yang

133 Ditinjau dari segi pembagian kekuasaannya, organisasi pemerintah itu dibagi menurut garis horizontal dan vertical. Pembagian kekuasaan secara horizontal didasarkan atas sifat tugas yang berbeda-beda jenisnya yang menimbulkan berbagai macam lembaga di dalam suatu negara, sedangkan pembagian kekuasaan secara vertical melahirkan dua garis hubungan antara pusat dan daerah dalam sistem desentralisasi dan dekonsentrasi, dalam Moh. Kusnardy dan Harmaily Ibrahim, op.cit., h. 173 134 Fajrul Falaakh, op.cit., h. 139-140.

Page 100: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

88

harus ada dalam pemisahan lembaga penyelenggara

kekuasaan negara, karena kedudukan lembaga-lembaga itu

yang sederajat/sejajar, serta untuk mencegah kekuasaan yang

absolut dari lembaga-lembaga tersebut.

Bagi penulis, adanya konsep cheks and balances pada

sejatinya akan mengurangi tindakan penyalahgunaan

kewenangan (detournement de pouvier) maupun tindakan

sewenang-wenang (willikeur) penyelenggara negara akibat

atribusi kewenangan yang terlalu luas. Adanya pertimbangan

dari MA dalam pemberian grasi merupakan salah satu bentuk

pelaksanaan konsep cheks and balance dalam meminimalisir

kemungkinan kewenangan pemberian grasi dilakukan secara

sewenang-wenang oleh presiden. Meskipun pada prinsipnya,

grasi sering disebut sebagai hak proregatif seorang presiden,

namun dalam pelaksanaan hak tersebut haruslah tetap sesuai

koridor cheks and blances antara yudikatif-eksekutif. Oleh

karena itu, pemberian grasi dengan memerhatikan

pertimbangan MA merupkan wujud konkretisasi adanya cheks

and balances.

Kedua, pemahaman terhadap norma “memerhatikan”

pertimbangan MA dalam pemberian grasi, tidak bisa dilepaskan

dari sejarah perumusan amandemen UUD 1945 pada tahun

1999-2002. Hal ini berguna untuk melihat jiwa hukum para

Page 101: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

89

perumus amandemen UUD 1945—utamanya ketentuan

mengenai pemberian grasi.

Melihat sejarah perumusan suatu aturan hukum

merupakan upaya untuk memahami maksud dan tujuan dari

suatu ketentuan hukum tersebut. Von Savigny sebagai pelopor

mazhab historis mengemukakan bahwa hukum itu ditentukan

secara historis: hukum tumbuh dan kesadaran hukum bangsa

di suatu tempat pada waktu tertentu. Peraturan hukum terutama

merupakan pencerminan dalam kehidupan bersama.135 Oleh

karena itu, pemahaman terhadap sejarah perumusan ketentuan

grasi dalam proses amandemen UUD 1945 patut diperhatikan.

Pada sidang amandemen UUD 1945, khususnya

mengenai kekuasaan presiden dalam pemberian grasi,

rehabilitasi, amnesti dan abolisi, sejumlah fraksi menyampaikan

pendapat mengenai perubahan Pasal 14 dengan

menambahkan frasa, “atas persetujuan”, “dengan

memperhatikan pertimbangan”, “atas rekomendasi”, “dengan

persetujuan” dan ada juga yang mengusulkan Pasal 14 tidak

dilakukan perubahan.136

135 Sudikno Mertokusumo, op.cit., hlm. 124-125. 136 Sekritariat Jenderal MPR RI. Risalah Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (1999-2002) Tahun Sidang1999, Sekretariat Jenderal MPR RI, Jakarta, 2008 dalam Dhian Dellliana, op.cit., h. 146.

Page 102: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

90

Pasal ini baru dibicarakan dalam rapat PAH II BP MPR

ke-5 Harun Kamil selaku ketua rapat, menyampaikan sebagai

berikut:

“…Naskah asli Undang-Undang Dasar Pasal 14

berbunyi, “Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan

rehabilitasi.” Kemudian dalam naskah hasil kompilasi ini

dipecah dua sesuai dengan sifat daripada pemberian

keringanan atau kebebasan tersebut. Jadi untuk, saya

bacakan Pasal 14 ayat (1): “Presiden memberi grasi dan

rehabilitasi berdasarkan pertimbangan Mahkamah

Agung”. Sedangkan ayat (2): “Presiden memberi amnesti

dan abolisi berdasarkan pertimbangan Dewan

Perwakilan Rakyat”. Jadi kami minta, seperti yang saya

sampaikan tadi ya, karena perbedaan sifat daripada

keringanan, maupun kebebasan maupun

pengampunan…”137

Adapun rangkuman pendapat fraksi-fraksi mengenai

naskah kompilasi sebagai berikut:138

FRAKSI PENDAPAT KEPUTUSAN AKHIR

F-TNI/ POLRI …semngat dari amandemen ini adalah untuk memberdayakan lembaga tinggi negara juga untuk memperjelas kekuasaan presiden… Kita melihat bahwa “memerhatikan pertimbangan”. Jadi dengan sendirinya dari awal, semula itu sepenuhnya menjadi kewenangan presiden, maka ini menjadi dibagi-bagilah. Jadi ada interaksi antara presiden dengan Mahkamah Agung dalam hal amnesti dan abolisi sehingga pertimbangannya akan lebih matang.

Setuju

F-Utusan Golongan

…Kita tadi sudah katakan ingin memberdayakan lembaga tinggi negara dan juga ingin secara tegas mengatur soal kewenanngan presiden sebagai kepala negara dan sebagai kepala pemerintahan. Karena kalau dalam Pasal 14 yang lama ini berarti bahwa seoarang presiden, disamping sebagai kepala eksekutif tertinggi, dia juga mempunyai kekuasaan yudikatif, yaitu grasi amnesti dan abolisi, artinya bahwa presiden itu

Setuju

137 Ibid., h. 146-147. 138Dikutip dalam Ibid., hlm. 147-150

Page 103: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

91

mempunyai kewenangan untuk campur tangan di dalam bidang peradilan, dapat mengubah keputusan MA dalam perkara pidana yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.

F-PDKB …Pasal 14 lama sudah dilakukan oleh Presiden selalu dengan meminta pertimbangan MA. Akan tetapi, memang kita patut memilah-milah karena ada bagian-bagian daripada hak presiden sebagai kepala negara yang bisa memiliki implikasi politis, bisa berkaitan dengan vasted intrest dalam persoalan politik…

Setuju

F-PDU Pasal 14 ini menyangkut kekuasaan presiden sebagai kepala negara, yaitu di bidang yudikatif. Dalam UU No. 3/1945 tentang grasi sudah diatur, akan tetapi lebih konkret lagi manakala pertimbangan itu dimuat di dalam konstitusi.

Setuju

F-KB …Hak yudikatif itu dimiliki oleh Presiden kemudian ketika akan menggunakannya harus meminta pertimbangan lembaga tinggi lain,… sudah dilakukan presiden dengan meminta pertimbangan Menteri Kehakiman dan MA. … Jadi kalau ayat (2) disepakati, maka DPR selain memiliki fungsi legislasi juga memiliki fungsi yudikatif, apakah perlu harus ditambah fungsinya?

Tidak Setuju

F-Reformasi …Grasi itu adalah upaya hukum terakhir yang dapat dilakukan setelah adanya kepastian hukum yang ditetapkan oleh MA. Apabila grasi ini akan dimintakan pertimbangan bagi kepada MA, maka aka nada konflik antara kepastian hukum yang telah ditetapkan MA dengan pertimbangan yang akan diberikan

Tidak Setuju

F-Reformasi …Masalah pengampunan, memulihkan nama baik, pengurangan hukum, penghapusan hukuman itu semuanya adalah suaranya hukum. Sesungguhnya menurut teori hukum murni, semua keputusan-keputusan pengadilan terhadap seseorang harus dibersihkan dari anasir-anasir yang non yuridis, katakanlah faktor politis, tidak boleh mempengaruhi satu keputusan. Apabila kita menempatkan memberikan pertimbangan kepada DPR maka berarti politis lebih mendominasi badan peradilan ketimbang putusan yuridis. Oleh karena itu maka putusan awal lembaga peradilan itu tidak murni dan akan merugikan orang lain, dan karena muaranya adalah semua lembaga hukum maka pertimbangan itu semata-mata diberikan kepada Mahkamah Agung. Berbeda dengan Saudara Hatta, dalam memberikan pertimbangan terhadap badan peradilan yang terakhir adalah MA, maka satu-satunya lembaga yang berhak dan kita hormati bahkan justru kita ingin memberdayakan MA maka pertimbangan

Tidak Setuju

Page 104: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

92

itu hanyalah diberikan pada MA, tidak ada urusan DPR dalam memberikan pengampunan atau pengurangan hukuman, tidak ada sama sekali, jika terjadi berarti juga sudah ingin menceburkan diri masuk kepada lembaga yudikatif. Hal ini adalah merupakan hak yang diberikan kepada oleh negara kepada presiden merupakan hak proregatif presiden untuk memberikan empat lembaga ini dengan pertimbangan khusus, barangkali ada juga pertimbangan politis, tapi itu adalah urusan Presiden dengan MA saja, di luar urusan DPR.

F-PPP …Dengan memakai kata berdasarkan pertimbangan bukan memerhatikan artinya presiden harus memberikan grasi atas dasar apa yang dikatakan oleh MA, padahal grasi tidak nuansa hukum 100 persen. Malah dalam pelaksanaan hukuman mati tidak akan dijalankan sebelum ada keputusan presiden, sehingga presiden tidak harus terikat kepada pertmbangan Mahkamah Agung. Kata berdasarkan artinya tidak bisa lain dari apa yang dinasehatkan oleh MA, padahal mestinya bisa lain dari itu. Demikian pula dengan amnesti dan abolisi, tidak semata-mata masalah hukum, juga ada masalah politiknya. Oleh karena itu, dengan memperhatikan pertimbangan DPR, juga tidak ada masalah sebenarnya…

Setuju, tetapi frasa “berdasarkan pertimbangan” diganti dengan frasa “dengan memperhatikan”

F-KKI Usul F-KKI, “Presiden memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi atas rekomendasi MA.” Karena untuk keputusan hukum tetap ada pada presiden selaku kepala negara. Oleh karena itu, kami ingatkan bahwaa pada saat kita bicara mengenai Pasal 1 ayat (1) di sana kita sudah sebutkan negara kesatuan republic berdasarkan atas hukum dengan supremasi hukumnya. Barangkali lembaga MA kita tempatkan disana, dimana presiden dalam memberikan pertimbangan dari MA sehingga DPR tidak terlihat. Karena untuk tidak memberikan kemungkinan campur tangan politik mempengaruhi keputusan MA.

Tidak Setuju

F-PG …Kami juga bisa menerima kata-kata dengan pemikiran yang berkembang menyangkut masalah kata “berdasarkan” diubah dengan “memerhatikan” dengan beberapa argumentasi. Pertama, bahwa presiden sebagai kepala negara tentunya dia memiliki kewenangan dalam memberikan grasi, rehabilitasi, amnesti dan abolisi. Khusus untuk grasi dan rehabilitasi dengan pertimbangan MA karena dalam praktek sudah berlangsung sedemikian rupa. Untuk ayat kedua harus dengan pertimbangan DPR, karena menyangkut masalah amnesti, masalah pengampunan dan masalah abolisi. Masalah

Setuju, tetapi frasa “berdasarkan pertimbangan” diganti dengan frasa “dengan memperhatikan”

Page 105: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

93

penghapusan ini sarat sekali dengan muatan-muatan politik… oleh karena itu, DPR sudah sepantasnya dilibatkan dengan diberikan kesempatan untuk pertimbangannya diberikan kepada presiden, tapi tidak dengan “berdasarkan”

…grasi, rehabilitasi di satu pihak, sedangkan amnesti dan abolisi di satu pihak, memang sepintas serupa, tapi sesungguhnya merupakan dua spesies yang tidak sama. Ada tiga hal yang membedakan, pertama, grasi dan rehabilitasi adalah proses yustisial dan biasanya diberikan kepada orang yang sudah mengalami proses politis. Kedua, grasi dan rehabilitasi lebih banyak bersifat perorangan, sedangkan amnesti dan abolisi biasanya bersifat massal. …karena dua spesies ini berbeda, maka pertimbangan yang didengar oleh kepala negara juga berssumber dari dua institusi yustisial ialah MA, sedangkan yang bersifat politis karena memang belum tersentuh oleh proses yustisial adalah DPR sebagai lembaga politik….

Setuju, tetapi frasa “berdasarkan pertimbangan” diganti dengan frasa “dengan memperhatikan”

F-PDIP Dimana-dimana di seluruh dunia kepala negara itu selalu mempunyai hak proregatif yang acapkali juga disebut ekstra yustisial… saya juga harus kemukakan bahwa tidak ada hukum murni yang lepas dari politik. Kita juga harus sadar, karena hukum digodok dalam wadah politik yaitu DPR. Bahwa hukum tidak mirni, hanya dulu mungkin guru besar yang berasal dari zaman colonial yang seperti begitu. Tapi sekarang saya kira sudah tidak ada lagi, bahkan hukum tidak sendirinya adil. Undang-undang Kehakiman Pasal 1 mengatakan begitu, menegakkan hukum dan keadilan. Jadi keadilan bukan komponen yang otomatis sudah termuat dalam hukum. …grasi prosesnya berjalan dari bawah, kalau orang minta grasi berarti dia mengaku bersalah. …MA harus memberikan pertimbangan, apakah pertimbangan itu nanti diambil oleh presiden atau tidak, itu wewenang daripada presiden.

Setuju

F-PDIP …persoalan grasi, rehabilitasi, amnesti dan abolisi adalah kekuasaan yudisial, itu salah, sama sekali di luar kekuasaan yustisial… kalau kita lihat bahwa sebagaimana konstitusi Amerika, jelas mengatakan tiga cabang kekuasaan pemerintah adalah eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Pardon powers, ada pada presiden dan tidak ada pada kekuasaan yudisial. Oleh karena itu pengertian bahwa ini menjadi bagian kekuasaan yudisial, saya kira perlu dikoreksi kembali. Kemudian apa yang diharapkan sebetulnya dari kepala negara? Kepala negara diposisikan sebagai seoarang

Setuju, tetapu frasa “berdasarkan pertimbangan” diganti dengan frasa “dengan memperhatikan”

Page 106: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

94

yang wise, seorang yang bijak… Kata “berdasarkan” terlalu instruktif. Oleh karena itu, kalau bisa diperlunak dengan kata “memerhatikan”. Dan persoalan ada conflict interest, pada saat MA sudah memberikan keputusan. Bagaimana instansi memutuskan kemudian diminta pertimbangan lagi, sebetulnya bukan persoalan pertimbangan putusannya, tapi dia bisa memberikan data persoalan perorangan yang akan diberi grasi, Presiden bisa memerhatika dengan baik apakah dia akan memberikan grasi atau tidak….

Tabel 4. Pendapat Fraksi-frasi dalam rapat PAH III BP MPR (Sumber: Dikutip dari Dhian Delliana)

Dari usulan dan pendapat fraksi di atas, kemudian

melahirkanlah rumusan finalisasi terhadap pasal 14 ayat (1)

UUD NRI 1945 yang berbunyi, “Presiden memberi grasi dan

rehabilitasi dengan memerhatikan pertimbangan Mahkamah

Agung”.

Berdasarkan uraian pendapat fraksi-fraksi di atas,

nampak bahwa sebenarnya para perumus amandemen UUD

NRI 1945 me8 nghendaki upaya untuk memperjelas

kewenangan presiden dalam pemberian grasi, rehabilitasi,

amnesti dan abolisi. Sebelum sidang menyejutui kata

“memertihatikan” juga sempat muncul kata “berdasarkan”

pertimbangan MA. Salah satu fraksi menilai bahwa kata

“berdasarkan” pertimbangan MA terlalu inklusif, yang artinya

dalam pemberian grasi presiden harus benar-benar

memerhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. Namun

menurutnya, dalam praktek tidak semua pertimbangan MA

diperhatikan oleh presiden. Oleh karena itu, untuk lebih

Page 107: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

95

melunakkan kata “berdasarkan” maka digunakanlah kata

“memerhatikan” pertimbangan MA dalam pemberian grasi.

Penggunaan kata “memerhatikan” ini sifatnya opsional

tergantung pada presiden apakah akan menggunakannya atau

tidak. Memerhatikan pertimbangan MA juga dapat dinilai bukan

persoalan pertimbangan putusannya, tapi dia bisa memberikan

data perorangan yang akan diberi grasi. Namun adanya unsur

memerhatikan pertimbangan MA merupakan implikasi dari

pemberian grasi yang sifatnya menyentuh perkara yudisial.

Menurut penulis, jika kita memaknai bahwa pemberian

grasi merupakan suatu perkara yustisial, seharusnya presiden

memerhatikan dengan sungguh-sunguh pertimbangan MA. Dan

jika grasi dinilai bukan merupakan tindakan eksekutif di ranah

yudisial, maka tidak perlu adanya pertimbangan MA. Sebab

eksistensi kedudukan MA merupakan pelaku kekuasaan

kehakiman (Yudisial).

3) Kriteria atau indikator hukum yang digunakan presiden dalam

pemberian grasi

Dalam Pasal 11 ayat (1) disebutkan bahwa, “Presiden

memberikan keputusan atas permohonan grasi setelah

memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung”. Selanjutnya

pada ayat (2), “Keputusan Presiden dapat berupa pemberian

atau penolakan grasi.” Dalam pasal tersebut nampak tidak

Page 108: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

96

adanya kriteria atau indikator jelas yang digunakan bagi

presiden dalam mengeluarkan keputusan grasi.

Berbeda dengan praktik di negara-negara lain yang

juga mengenal mekanisme grasi dalam pemberian

pengampunan kepada narapidana. Misalnya di negara Amerika

Serikat dan Filipina.

1) Amerika Serikat

Presiden Amerika Serikat mempunyai kekuasaan

untuk memberikan pengampunan (grasi) dan penundaan

terhadap pelaksanaan hukuman bagi pelanggaran terhadap

hukum di Amerika Serikat yang di atur dalam Article II,

section 2 “…he shall have power to Grant Reprieves and

Pardon for Offenses against the United States except in

Cases of Impeachment…”

Permohonan grasi ditujukan kepada Presiden

Amerika Serikat dan akan diserahkan kepada Pardon

Attomey, Departemen of Justice.

Dalam hal pengajuan grasi, Attomey General akan

mengadakan penyelidikan yang dianggap perlu. Apabila

seorang dihukum atas tindak kejahatan yang dimiliki korban,

maka Attomey General akan menofikasi korban atas adanya

permohonan grasi tersebut, kemudian melaporkan

Page 109: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

97

rekomendasinya kepada Presiden yang pada intinya

menyampaikan penilaiannya atas permohonan grasi.

Terhadap setiap permohonan grasi yang diterima,

Attomey General akan menyampaikan penilaiannya

berdasarkan indikator-indikator yang telah ditentukan,

diantaranya perilaku baik selama menjalankan hukuman dan

telah menjalani masa menjalani masa hukumannya selama 5

(lima) tahun.

Ketika pemohon grasi dikabulkan, pemohon atau

kuasa hukumnya harus diberitahu tentang hal tersebut dan

surat perintah pengampunan akan dikirim ke pemohon.

Setiap kali Presiden menyampaikan penolakannya terhadap

permohonan grasi, Attomey General wajib memberikan

saran kepada pemohon grasi dan menutup permohonan

tersebut.139

2) Filipina

Presiden Filipina memiliki kekuasaan untuk memberi

grasi atau pengampunan untuk narapidana berdasarkan

rekomendasi dari Dewan Pengampunan dan Pembebasan

Bersyarat (Board of Pardon and Parole). Pemberian Grasi

oleh Presiden diatur dalam Konsitusi Filipina dalam Article

VII section 29 “… except in cases of impeachment, or as

139 Dikutip dalam Putusan MK Nomor 56/PUU-XIII/2015. h. 22-23

Page 110: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

98

otherwise provided in this Constitution, the President may

grant reprieves, communitations, and pardons, and remit

fines and forfeitures, after conviction by final judgment. He

shall also have the power to grant amnesty with the

concurrence of a majority of all the Members of the

Congress…”

Dewan Pengampunan dan Pembebasan Bersyarat

(Board of Pardon and Parole) berada di bawah Departemen

Kehakiman. Dewan ini bertugas memberikan pembebasan

bersyarat dan merekomendasikan kepada Presiden

mengenai segala bentuk grasi untuk seseorang atau

tahanan yang berhak mendapatkannya. Fungsi dewan

termasuk melakukan studi dan review serta pembahasan

tahanan yang memenuhi syarat untuk pembebasan

bersyarat maupun grasi Presiden dan mereview laporan

disampaikan oleh Parole and Probation Administration dan

membuat keputusan yang diperlukan.

Dalam hal seorang narapidana yang sedang

dipertimbangkan untuk memperoleh grasi presiden, Board of

Pardon and Parole harus memberitahukan kepada pihak

yang dirugikan, apabila pihak yang dirugikan tidak ketahui

keberadaanya, maka disampaikan kepada keluarga terdekat

dari pihak yang dirugikan tersebut.

Page 111: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

99

Board of Pardon and Parole harus mempublikasikan

dalam surat kabar yang beredar secara nasional seluruh

nama-nama narapidan yang sedang dipertimbangkan untuk

memperoleh grasi presiden. Setiap pihak yang

berkepentingan dapat mengirimkan keberatan/ komentar/

informasi yang relevan terkait narapina dimaksud secara

tertulis kepada Board of Pardon and Parole.140

Mencermati praktik pemberian grasi di Amerika Serikat

dan Filipina dari uraian di atas, secara jelas terdapat perbedaan

yang sangat mencolok dengan praktik pemberian grasi di

Indonesia, utamanya indikator dan penilaian yang digunakan

oleh presiden dalam pemberian grasi. Di Indonesia, penilaian

terhadap pemberian grasi hanya diperoleh dari pertimbangan

MA berupa tolak atau kabul, namun tidak ada penelitian lebih

lanjut mengenai pantas atau tidaknya narapidana tersebut

diberikan grasi. Begitupula tidak adanya konfirmasi kepada

korban maupun keluarga korban atas permohonan grasi yang

dimohonkan oleh terpidana, seperti di Amerika dan Filipina.

Secara rinci perbedaan mendasar antara proses

pemberian grasi di Indonesia dengan Amerika Serikat dan

Filipina dapat dicermati melalui tabel di bawah ini:

Perbedaan Indonesia Amerika Serikat Filipina

Lembaga Pemberi

Mahkamah Agung MA

Attorney General, Departement of

Board of Pardons and Parole

140 Ibid.,

Page 112: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

100

Pertimbangan Justice

Indikator maupun

penilaian yang digunakan

oleh Presiden

Hanya melalui pertimbangan MA berupa tolak atau Kabul (itupun tidak wajib untuk diikuti oleh presiden)

Attorney General melakukan penyidikan yang dianggap perlu dan menetapkan indikator-indikator yang telah ditentukan seperti perilaku baik terpidana dalam menjalani hukuman dll.

Dilakukan studi atau review serta pembahasan tahanan yang memenuhi syarat untuk untuk pembebasan bersyarat maupu grasi.

Konfirmasi kepada korban atau keluarga

korban

Tidak ada Menofikasi korban atas adanya permohonan grasi tersebut sebelum pertimbangan diberikan kepada presiden

Memberitahukan kepada pihak yang dirugikan, apabila pihak yang dirugikan tidak diketahui keberadaannya, maka disampaikan kepada keluarga terdekat dari pihak yang dirugikan, sebelum pertimbangan diberikan kepada presiden.

Tabel 5. Perbedaan indikator dan keriteria dalam pemberian grasi di Indonesia dengan

Amerika Serikat dan Filipina

Proses pemberian grasi oleh presiden di Indonesia

sebagaimana yang terdapat pada Pasal 11 ayat (2), tidak sama

sekali ditemukan adanya indikator atau keriteria penilaian yang

dapat digunakan oleh presiden dalam mengeluarkan keputusan

grasi. Padahal indikator atau keriteria ini merupakan suatu hal

yang penting untuk dijadikan dasar pertimbangan bagi presiden

dalam memberikan keputusan grasi. Meskipun telah diatur,

Presiden dalam memberikan keputusan grasi, memerhatikan

pertimbangan MA, namun pertimbangan ini sifatnya tidaklah

mengikat, tergantung apakah presiden akan menggunakannya

Page 113: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

101

atau tidak. Jadi sangat memungkinkan bagi presiden untuk

menggunakan pertimbangan subjektif apabila tidak sepaham

dengan pertimbangan MA.

Lebih lanjut, pada prinsipnya pemberian grasi yang

dilakukan oleh presiden haruslah memiliki indikator dan keriteria

yang jelas. Seperti misalnya yang disampaikan oleh E. Utrecht

bahwa setidaknya terdapat 4 (empat) alasan dalam pemberian

grasi, sebagai berikut:

1) Kepentingan keluarga dari terpidana;

2) Terpidana pernah berjasa bagi masyarakat;

3) Terpidana terkena penyakit yang tidak dapat disembuhkan;

atau

4) Terpidana berkelakuan baik selama berada di Lembaga

Permasyarakatan dan memperlihatkan keinsyafan atas

kesalahannya.141

Begitupula keterangan ahli yang disampaikan Firman

Wijaya (2015) dalam sidang pengujian undang-undang grasi di

MK, beliau menguraikan bahwa menurut Pompe, keadaan

tertentu yang dapat dipakai sebagai alasan untuk memberikan

grasi adalah:

1) Ada kekurangan di dalam peraturan perundang-undangan

yang di dalam suatu peradilan telah menyebabkan hakim

141 Argumentasi Pemohon dalam Putusan MK Nomor 56/PUU-XIII/2015. h. 18.

Page 114: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

102

terpaksa menjatuhkan suatu pidana tertentu, yang apabila

kepada hakim itu telah diberikan kebebasan yang lebih

besar akan menyebabkan seorang itu harus dibebaskan

dan tidak akan diadili oleh pengadilan atau harus dijatuhi

suatu tindak pidana yang lebih ringan.

2) Adanya keadaan-keadaan yang telah tidak ikut

diperhitungkan oleh hakim pada waktu menjatuhkan pidana

yang sebenarnya perlu diperhitungkan untuk meringankan

atau meniadakan pidana yang telah ia jatuhkan. Misalnya

keadaan terpidana yang sedang sakit atau keadaan

terpidana tidak mampu membayar pidana yang telah

dijatuhkan oleh hakim.

3) Pemberian grasi sebagai terpidana selesai menjalankan

suatu masa percobaab yang menyebabkan terpidana

memang dapat dipandang sebagai pantas untuk

mendapatkan pengampunan.

Juga pendapat yang disampaikan oleh JE. Sahetapy

(2007), menyebutkan secara terperinci alasan bagi presiden

untuk memberikan grasi adalah sebagai berikut:

1) Bila seorang terhukum tiba-tiba menderita penyakit parah

yang tidak dapat disembuhkan;

Page 115: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

103

2) Hakim adalah seorang manusia yang mungkin saja hilaf

atau ada perkembangan yang belum dipertimbangkan oleh

hakim pada waktu mengadili si terdakwa;

3) Perubahan ketatanegaraan atau perubahan

kemasyarakatan sedemikian rupa misalnya ketika Soeharto

dijatuhkan oleh kekuatan-kekuatan reformasi, mak

kebutuhan grasi tiba-tiba terasa mendesak;

4) Bila terdapat ketidakadilan yang begitu mencolok misalnya

sehabis revolusi atau peperangan.

Jika mencermati indikator atau keriteria dalam

pemberian grasi—sebagaimana pendapat para ahli di atas—

maka pemberian grasi dapat diberikan kepada para pemohon

jika keadaan dan peristiwa hukum memang memungkinkan

untuk pemberian grasi tersebut, misalnya terpidana lagi sakit

keras dan penyakitnya menular, juga ketika ada aturan hukum

yang tidak dipertimbangkan oleh hakim dalam memutus

perkara terpidana.

Oleh karena dalam pemberian grasi perlu adanya

penelitian lebih lanjut mengenai keadaan dan peristiwa hukum

terhadap pemohon, sehingga penolakan ataupun pengabulan

suatu permohonan grasi didasarkan atas penilaian yang

objektif.

Page 116: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

104

Tidak adanya penilaian atau pertimbangan yang layak

bagi presiden dalam memberikan grasi di Indonesia yang diatur

dalam Pasal 11 ayat (1) dan (2) UU No. 22 Tahun 2002 tentang

Grasi, menyebabkan di tahun 2015 Pasal 11 ayat (1) dan (2)

tersebut diuji materilkan di MK. Melalui Register Perkara

Nomor: 56/PUU-XIII/2015 pada tanggal 23 April 2015,

argumentasi permohonan dapat dilihat pada tabel di bawah:

Pasal yang Diuji Rumusan

Pasal 11 ayat (1) UU Grasi

Presiden memberikan keputusan atas permohonan grasi setelah memperthatikan pertimbangan Mahkamah Agung

Pasal 11 ayat (2) UU Grasi

Keputusan Presiden dapat berupa pemberian atau penolakan grasi

Tabel 6. Pasal yang diuji oleh para pemohon (Sumber: Putusan MK Nomor 56/PUU-

XIII/2015)

Selanjutnya terhadap permohonan tersebut, para

pemohon mendalilkan bahwa tidak satupun frasa yang

menunjukkan bahwa presiden wajib untuk mempertimbangkan

permohonan grasi yang diajukan atau mewajibkan presiden

untuk memberikan pertimbangan yang layak. Ketentuan pada

pasal 11 ayat (1) dan (2) hanya menggambarkan wewenang

presiden tanpa memberikan kewajiban hukum apapun

terhadapnya, padahal kewenangan tersebut muncul bersamaan

dengan hak dari terpidana untuk mengajukan grasi.142

Bahwa tidak adanya kewajiban untuk memberikan

pertimbangan di dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) UU Grasi,

142 Dikutip dalam Putusan MK Nomor 56/PUU-XIII/2015. h. 25-26.

Page 117: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

105

Presiden dapat sekedar menyatakan bahwa “terdapat cukup

alasan untuk memberi grasi” atau “tidak terdapat cukup alasan

untuk memberi grasi” di dalam keputusan pemberian atau

penolakan grasi bagi pemohon grasi.143

Maka dari itu para pemohon dalam pengujian undang-

undang ini, mengingkan Pasal 11 ayat (1) dan (2) UU No. 22

Tahun 2002 tentang Grasi bertentangan dengan UUD 1945

sepanjang tidak dibaca:

(1) Presiden memberikan keputusan atas permohonan

grasi setelah memperhatikan pertimbangan Mahkamah

Agung dan melakukan penelitian terhadap pemohon

grasi dan permohonan grasinya.

(2) Keputusan presiden dapat berupa pemberian atau

penolakan grasi dengan disertai alasan yang layak

Namun permohonan tersebut ditolak oleh MK dengan

amar putusan:144

1. Menolak permohonan Pemohon I;

2. Permohonan Pemohon II, Pemohon III, Pemohon IV, dan

Pemohon V tidak dapat diterima.

Hakim MK dalam pertimbangannya menilai bahwa

Pasal 11 ayat (1) UU Grasi tersebut, telah sangat jelas

memerintahkan bahwa pertimbangan yang diberikan oleh

Presiden adalah pertimbangan yang layak. Menurut

Mahkamah, justru ketika dalam suatu istilah “pertimbangan”

143 Dikutip dalam Putusan MK Nomor 56/PUU-XIII/2015. h.28 144 Dikutip dalam Putusan MK Nomor 56/PUU-XIII/2015. h. 39.

Page 118: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

106

yang dipergunakan dalam peraturan perundang-undangan,

kemudian ditambahkan dengan kata “layak” sehingga berubah

menjadi frasa “pertimbangan yang layak”, maka akan

memunculkan ambiguitas yang jika menuruk pada perspektif

biner mengharuskan pula adanya suatu jenis “pertimbangan

yang tidak layak”. Padahal menurut Mahkamah, sebuah kata

atau istilah “pertimbangan” sudah mengandung di dalamnya

makna yang “layak”.145

Terlepas dari problem di atas, pada prinsipnya adanya

pengaturan mengenai persyaratan dan proses permohonan grasi yang

diatur dalam UU No. 5 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas UU No. 22

Tahun 2002 tentang Grasi akan memberikan kejelasan dan

keteraturan dalam mengajukan permohonan grasi. Selain itu, dengan

adanya persyaratan proses tersebut akan menjadi pedoman yang jelas

bagi pemerintah (dalam arti luas) dan pihak pemohonan sehingga

tercipta suatu bentuk transparansi dan akuntabilitas dalam proses

permohonan dan penyelesiaan permohonan grasi.

B. KEDUDUKAN HUKUM KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG

PEMBERIAN/ ATAU PENOLAKAN GRASI

Kewenangan presiden dalam pemberian atau penolokan grasi

dituangkan dalam bentuk keputusan. Hal ini dapat dilihat pada pada

Pasal 11 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi yang

145 Dikutip dalam Putusan MK Nomor 56/PUU-XIII/2015. h. 38

Page 119: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

107

menyebutkan, “Presiden memberikan keputusan atas permohonan

grasi setelah memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung”.

Selanjutnya di ayat (2) juga disebutkan, “Keputusan presiden dapat

berupa pemberian atau penolakan grasi”. Dua ayat dalam pasal

tersebut secara eksplisit menyebutkan bahwa pemberian atau

penolakan grasi dituangkan dalam bentuk keputusan.

Memaknai kata “keputusan” dalam konteks tata usaha negara

secara secara normatif dapat dilihat pada Pasal 1 angka 3 UU No. 5

Tahun 1986 jo. Pasal 1 angka 9 UU No. 51 Tahun 2009 tentang

Peradilan Tata Usaha Negara,

“Keputusan Tata Usaha adalah penetapan tertulis yang

dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang

berisikan tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat

konkret, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum

bagi seseorang atau hukum perdata”

Sebelum dilakukan analisis terhadap unsur-unsur dari

pengertian keputusan di atas, maka terlebih dahulu penulis akan

menguraikan jenis-jenis keputusan yang dalam Pasal 2 UU No. 5

Tahun 1986 jo. UU No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha

Negara, diantaranya:

1. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum

perdata.

Page 120: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

108

Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan

hukum perdata, misalnya keputusan yang menyangkut masalah

jual beli yang dilakukan antara instansi pemerintah dan

perseorangan yang didasarkan pada ketentuan hukum perdata. 146

2. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang

bersifat umum

Yang dimaksud dengan “pengaturan yang bersifat umum”

adalah pengaturan yang memuat norma-norma hukum yang

dituangkan dalam bentuk peraturan yang kekuatan berlakunya

mengikat setiap orang.147

3. Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan

persetujuan

Yang dimaksud dengan “Keputusan Tata Usaha Negara

yang masih memerlukan persetujuan” adalah keputusan untuk

dapat berlaku masih memerlukan persetujuan instansi atasan

atasan atau instansi lain. Dalam kerangka pengawasan

adminstratif yang bersifat preventif dan keseragaman

kebijaksanaan seringkali peraturan yang menjadi dasar keputusan

menentukan bahwa sebelum berlakunya Keputusan Tata Usaha

Negara diperlukan persetujuan instansi atasan terlebih dahulu.

Adakalanya peraturan dasar menentukan bahwa persetujuan

instansi lain itu diperlukan karena instansi lain tersebut akan

146 Penjelasan Pasal 2 UU No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. 147 Penjelasan Pasal 2 UU No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Page 121: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

109

terlibat dalam akibat hukum yang akan ditimbulkan oleh keputusan

itu. Keputusan yang masih memerlukan persetujuan akan tetapi

sudah menimbulkan kerugian dapat digugat di Pengadilan

Negeri.148

4. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan

ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang-

undangan lain yang bersifat hukum pidana

Keputusan Tata Usaha Negara berdasarkan ketentuan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, misalnya dalam perkara lalu

lintas, dimana terdakwa dipidana dengan suatu pidana bersyarat,

yang mewajibkannya memikul biaya perawatan si korban selama

dirawat di rumah sakit. Karena kewajiban itu merupakan syarat

yang harus dipenuhi oleh terpidana, maka Jaksa yang menurut

Pasal 14 huruf d Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ditunjuk

mengawasi dipenuhi atau tidaknya syarat yang dijatuhkan dalam

pidana itu, lalu mengeluarkan perintah kepada terpidana agar

segera mengirimkan bukti pembayaran biaya perawatan tersebut

kepadanya.

Keputusan Tata Usaha Negara berdasarkan Ketentuan

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana misalnya kalau

148 Penjelasan Pasal 2 UU No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Page 122: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

110

Penuntut Umum mengeluarkan surat perintah penahanan terhadap

tersangka.

Keputusan Tata Usaha Negara berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana

ialah umpamanya perintah jaksa untuk melakukan penyitaan

barang-barang terdakwa dalam perkara tindak pidana ekonomi.

Penilaian dari segi penerapan hukumnya terhadap ketiga

macam Keputusan Tata Usaha Negara tersebut dapat dilakukan

hanya oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum.149

5. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil

pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku

Keputusan Tata Usaha Negara yang dimaksud pada huruf

ini umpamanya:

a. Keputusan Badan Pertanahan Nasional yang mengeluarkan

sertifikat tanah atas nama seseorang yang didasarkan

didasarkan atas pertimbangan putusan pengadilan perdata

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, yang

menjelaskan bahwa tanah sengketa tersebut merupakan tanah

negara dan tidak berstatus tanah warisan yang diperebutkan

oleh para pihak;

149 Penjelasan Pasal 2 UU No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Page 123: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

111

b. Keputusan serupa angka 1, tetapi didasarkan atas amar

putusan pengadilan perdata yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap;

c. Keputusan pemecatan seorang notaris oleh Menteri yang tugas

dan tanggung jawabnya meliputi jabatan notaris, setelah

menerima usul Ketua Pengadilan Negeri atas dasar

kewenangannya menurut ketentuan Undang-Undang Peradilan

Umum.

6. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara

Nasional Indonesia.

7. Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di

daerah mengenai hasil pemilihan umum.

Apabila pengecualian keputusan di atas ditafsirkan dengan

cara a contrario150 maka semua keputusan di luar dari pengecualian

tersebut, tetap merupakan keputusan tata usaha negara (KTUN). Dari

tujuh pengecualian keputusan disebutkan, tidak ditemukan adanya

pengecualian keputusan presiden tentang pemberian atau penolakan

grasi. Artinya bahwa keputusan presiden tentang grasi tidak

dikecualikan dalam ketentuan undang-undang di atas. Ini

mengindikasikan bahwa apabila tidak terdapat pengecualian—dengan

150 Argumentum a Contrario merupakan cara penafsiran atau penjelasan undang-undang yang didasarkan pada pengertian sebaliknya dari peristiwa konkret yang dihadapi dengan peristiwa yang diatur dalam undang. Cara menemukan hukumnya ialah dengan pertimbangan bahwa apabila undang-undang menetapkan hal-hal tertentu untuk peristiwa tertentu maka peraturan itu terbatas pada peristiwa tertentu itu dan untuk peristiwa di luarnya berlaku kebalikannya. Ini merupakan metode a contrario., selengkapanya dalam Sudikno Mertokusomo, op.cit., h. 89.

Page 124: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

112

penafsiran a contrario—maka keputusan presiden tersebut merupakan

jenis keputusan tata usaha negara (KTUN).

Selanjutnya terhadap interpretasi pengertian keputusan

sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya maka unsur-unsur

keputusan terdiri atas:

1. Penetapan tertulis;

2. Bersifat konkret, individual, dan final;

3. Menimbulkan akibat hukum;

4. Keluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara.

Berikut akan diuraikan masing-masing unsur di atas dengan

dan relevansi dengan keputusan presiden tentang pemberian atau

penolakan grasi:

1. Penetapan Tertulis

Menurut Priyatmanto, bahawa meskipun dalam penjelasan

disebutkan istilah “penetapan tertulis” itu dimaksudkan terhadap

isinya dan bukan bentuknya, namun diharuskan berbentuk tertulis

untuk memudahkan pembuktian. Misalnya, sebuah memo atau

nota tertulis dapat dianggap keputusan Badan atau pejabat TUN

apabila sudah jelas diketahui:

a. Badan atau pejabat TUN yang mengeluarkannya;

b. Maksud serta hal atau perkara dari isi tulisan tersebut; dan

Page 125: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

113

c. Pihak yang dituju dari tulisan tersebut dalam hal yang

ditetapkannya.151

Berdasarkan penjelasan singkat di atas, jika merurujuk

Pasal 12 ayat (2) UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi yang

menyebutkan bahwa dalam penerbitan keputusan tersebut

salinannya diteruskan kepada: 1) Mahkamah Agung; 2)

Pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama; 3)

Kejaksaan negeri yang menuntut perkara terpidana; dan 4)

Lembaga Pemasyarakatan tempat terpidana menjalani pidana,

maka unsur tertulis telah terpenuhi.

2. Bersifat konkret, individual, dan final;

Bersifat konkret artinya objek yang diputuskan dalam

keputusan TUN itu berwujud, tidak abstrak, tertentu atau dapat

ditentukan. Umpanya, keputusan mengenai rumah si A, izin usaha

bagi si B, ataupun pemberhentian si A sebagai pegawai negeri.152

Sedangkan makna individual dimaksudkan tidak ditujukan

untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju.

Kalau hal yang dituju itu lebih dari seorang, tiap-tiap nama orang

yang terkena keputusan itu disebutkan. Umpamanya, keputusan

tentang pembuatan atau pelebaran jalan dengan lampiran yang

151 Priyatmanto Abdoellah, op.cit., h. 112-114. 152 Ibid.,

Page 126: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

114

menyebutkan nama-nama orang yang terkena keputusan

tersebut.153

Pengertian dari final dalam hal ini adalah sudah definitive

dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum. Keputusan yang

masih memerlukan persetujuan instansi atasan atau instansi lain

belum bersifat final, karenanya belum dapat menimbulkan suatu

hak atau kewajiban pada pihak yang bersangkutan.154

Lebih lanjut, terhadap posisi keputusan presiden umum

pemahaman terhadap Keppres menurut A. Hamid S. Attamimi

bahwa Keppres merupakan pernyatan kehendak di bidang

ketatanegaraan dan tata pemerintahan, yang dapat berisi

penetapan (beschikking) dan dapat pula berisi pengaturan

(regeling), dengan perkataan lain, Keppres adalah nama keptusan

yang isinya dapat berupa penetapan dan pengaturan.155

Selanjutnya A. Hamid S. Attamini menguraikan bahwa

Keppres dalam hal yang berfungsi sebagai pengaturan dapat

berupa:

a. Pengaturan lebih lanjut ketentuan-ketentuan yang terdapat

dalam Peraturan Pemerintah (Keputusan Presiden delegasian);

dan

153 Ibid., 154 Ibid., 155 A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Fakultas Pascasarjana UI, Depok, 1990. h. 227.

Page 127: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

115

b. Pengaturan hal-hal lain yang tidak termasuk salah satu jenis

peraturan perundang-undangan negara tersebut di atas

(Keputusan Presiden mandiri).156

Secara terperinci A. Hamid S Attamimi, sebagaimana yang

dikutip oleh H. Abdul Latief157, menyebutkan bahwa Keppres dapat

mengandung berbagai norma hukum yang rentangnya luas, dari

norma hukum yang umum-abstrak sampai norma hukum konkret-

individual. Apabila demikian, maka dalam perkembangannya

dewasa ini, Keppres merupakan “wadah” bagi menampung aneka

ragam peraturan dan keputusan yaitu:

a) Gedelegeerde wettelijke regels (peraturan perundang-

undangan yang delegasian);

b) Bleidsregel atau pseudo-wetgeving (peraturan yang

melaksanakan kebijaksanaan pemerintah yang tidak terikat);

c) Besluiten van algamene strekking (keputusan administratif yang

berentang umum); dan

d) Besluiten gericht tot bepalde person/ personen atau

beschikkingen (keputusan administratif ditunjukkan kepada

orang atau orang-orang tertentu, yang disebut keputusan tata

usaha negara).

156 Ibid, h. 234. 157 A. Hamid S. Attamimi, Hukum tentang Peraturan Perundang-Undangan dan Peraturan Kebijakan (Hukum Tata Pengaturan), Pidato Purna Bakti Guru Besar Tetap pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993.h.5., dalam H. Abdul Latief, Hukum dan Peraturan Kebijaksanaan (Beleidsregel) pada Pemerintahan Daerah, Yogyakarta: UII Press, 2005, 138-139.

Page 128: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

116

Pendapat agak serupa disampaikan oleh Anna Erliyana

yang mengaklasifikasikan Keppres ke dalam tiga klasifikasi:

a. Keputusan Presiden sebagai peraturan umum (regeling);

b. Keputusan Presiden sebagai keputusan (beschikking); dan

c. Keputusan Presiden sebagai Peraturan Kebijakan

(beleidregels, policy rules).158

Bertolak dari kedua pendapat di atas, menurut H. Abdul

Latief, pemahaman terhadap Keputusan Presiden (Keppres) dalam

sistem UUD NRI 1945, dapat ditinjau dari dua segi, diantaranya:159

1) Dari segi kewenangan

Ditinjau dari kewenangan, Keppres dapat dibedakan Keppres

sebagai pelaksanaan kewenangan konstitusional Presiden.

Baik sebagai kepala negara maupun sebagai kepala

pemerintahan, Presiden berwenang menetapkan keputusan.

Hal tersebut sesuai dengan asas umum, bahwa salah satu ciri

yang selalu melekat pada pejabat atau jabatan adalah adanya

wewenang membuat keputusan. Selain berdasarkan

kewenangan konstitusi (the original power), Keppres dapat juga

dikeluarkan sebagai peraturan delegasi (delegated legislation).

Sebagai peraturan delegasi, Keppres ditetapkan untuk

melaksanakan perintah UUD NRI 1945, Tap MPR, Undang-

158 Selengkapnya dalam Anna Erliyana, Keputusan Presiden Analisis Keppres RI 1987-1998. Program Pascasarjana UI, Depok, 2005. h. 131-140. 159 Dikutip dari, H. Abdul Latief, Hukum dan Peraturan Kebijaksanaan (Beleidsregel) pada Pemerintahan Daerah, Yogyakarta: UII Press, 2005, h. 137-140.

Page 129: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

117

Undang/ Perpu, atau Peraturan Pemerintah. Jadi, sebagai

peraturan delegasi Keppres mempunyai cakupan yang luas

daripada Peraturan Pemerintah, karena hanya untuk

melaksanakan undang-undang.

2) Dari segi muatan

Philipus M. Hadjon, sebagaimana yang dikutip oleh H.

Abdul Latief, mengemukakan bahwa dalam praktik ada dua

macam Keppres. Pertama, yang materi muatannya masih

bersifat umum. Kedua, Keppres yang bersifat konkret-

individual. Dengan demikian, dari segi materi muatan Keppres

dapat dibedakan menjadi Keppres yang bersifat mengatur

(regeling) dan Keppres yang bersifat penetapan atau

ketetapan/ keputusan (beschikking). Misalnya, Keppres tentang

pengangkatan seorang pada jabatan tertentu. Keppres yang

bersifat pengendalian seperti Bapedal dan lain semacamnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik sebuah

pengertian bahwa pada dasarnya Keppres itu dapat berbentuk

keputusan yang bersifat konkret- individual. Oleh karena itu,

Keputusan Presiden tentang Pemberian atau Penolakan Grasi160

160 Keputusan Presiden tentang Grasi, khusunya Keputusan Presiden tentang Penolakan Grasi terpidana mati merupakan informasi publik yang dikecualikan (bersifat rahasia). Pada 11 Mei 2016, Komisi Informasi Publik (KIP) memutuskan sengketa informasi antara ICJR lawan Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) terkait ketersediaan informasi publik Keputusan Presiden (Keppres) Grasi terpidana mati. Dalam Putusan No. 58/XII/KIP-PS-A-M-A/2015, dinyatakan bahwa dokumen Keputusan Presiden terkait penolakan grasi terpidana mati merupakan dokumen yang terbuka bagi publik. Namun, Kemensetneg tidak menerima putusan tersebut, maka Kemensetneg melakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi TUN Jakarta.

Page 130: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

118

memenuhi unsur keputusan yang besifat konkret, individual dan

final.

3) Menimbulkan akibat hukum

Menurut Priyatmanto, bahwa keputusan menimbulkan

akibat hukum berarti menimbulkan akibat hukum bagi orang atau

badan hukum perdata. Akibat hukum (rechtsgevolg) ini adalah

berkaitan dengan factor “kepentingan”. Penggugat yang dirugikan

sebagai dasar hak untuk mengajukan gugatan.161 Dianggap

menimbulkan hukum apabila terjadi perubahan hak dan kewajiban

terhadap subjek hukum baik perorangan maupun badan hukum

perdata.

Berdasarkan uraian di atas, maka keputusan presiden

tentang pemberian dan penolakan grasi merupakan bentuk

Putusan ini memutus sidang sengketa keterbukaan informasi publik mengenai Keppres Grasi selama ini, dimana Pemerintah melalui Kementerian Sekretariat Negara RI (Kemensetneg) menyatakan bahwa Keppres Grasi merupakan dokumen yang dikecualikan dari keterbukaan informasi berdasarkan Peraturan Menteri Sekretaris Negara No. 2 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Klasifikasi Keamanan dan Arsip Kementerian Sekretariat Negara (Permensesneg Arsip) yang disahkan pada 9 Februari 2016. Pada 1 November ICJR mendaftarkan permohonan kasasi sengketa informasi publik ke Mahkamah Agung. Tujuan dari Keterbukaan Informasi Publik mengenai Keppres Grasi ini adalah agar ICJR dalam kepentingan penelitian terkait hukuman mati pada khususnya dan masyarakat pada umumnya dapat mengetahui rencana pembuatan kebijakan Presiden, program kebijakan Presiden, dan proses pengambilan keputusan Presiden, serta alasan pengambilan suatu keputusan Presiden, dalam hal ini termasuk untuk mengetahui salinan Keputusan Presiden mengenai Grasi, dan bukan justru ditutup-tutupi atau dirahasiakan tanpa alasan yang jelas;24 Jaminan informasi tersebut tertuang dalam Pasal 3 UU Keterbukaan Informasi Publik yang pada pokoknya menjamin hak warga negara untuk mengetahui alasan pengambilan suatu keputusan publik. Pada 4 Januari 2017, Mahkamah Agung telah mengeluarkan putusan mengenai sengketa informasi publik terkait Keppres Grasi Terpidana mati. Dalam putusan nomor register perkara 568 K/TUN/2016, Majelis hakim menyatakan bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta sudah benar dan tidak terdapat kesalahan dalam penerapan hukum bahwa Keputusan Presiden mengenai Grasi Terpidana mati merupakan termasuk informasi yang dikecualikan untuk diketahui secara umum., selengkapnya dalam Adhigama A. Budiman, dkk., Menyiasiti Eksekusi dalam Ketidakpastian: Melihat Kebijakan Hukuman Mati 2017, Institue for Criminal Justice Reform (ICJR), Jakarta, 2017. h.22-23 161 Priyatmanto Abdoellah, op.cit., h. 112-114.

Page 131: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

119

keputusan yang menimbulkan akibat hukum bagi seoarang

(terpidana), berupa pengurangan, perubahan, peringanan dan

pengahapusan terhadap kewajiban dalam menjani proses

pemidanaan, sehingga unsur menimbulkan akibat hukum telah

terpenuhi.

4) Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara

Terhadap makna nomenklatur “tata usaha negara” merujuk

pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 jo.

Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 yang menentukan bahwa,

“Tata Usaha Negara adalah administrasi negara yang

melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakkan urusan

pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah”.

Selanjutnya yang dimaksud “urusan pemerintahan”

disebutkan sebagai kegiatan yang bersifat eksekutif. Jika ditinjau

dari konsep trias politika maka kegiatan yang bersifat eksekutif

adalah kegiatan yang bersifat pelaksanaan peraturan perundang-

undangan.

Kekuasaan eksekutif di Indonesia dijalankan oleh Presiden

sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD NRI

1945 yang menyebutkan bahwa, “Presiden Republik Indonesia

memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang

Dasar”. Kekuasaan presiden dalam sistem pemerintahan162 dapat

162 Pada dasarnya adanya penyebutan kekuasaan Presiden sebagai kepala pemerintahan dan kekuasaan Presiden sebagai kepala negara, merupakan konsekuensi dari adanya pemahaman

Page 132: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

120

dikelompokkan ke dalam: kekuasan presiden sebagai kepala

pemerintahan (chief executive) dan kekuasan presiden sebagai

kepala negara (head of state).163

Dalam kedudukannya melaksanakan urusan pemerintahan

presiden bertindak sebagai kepala pemerintahan yang

melaksanakan perudang-undangan (eksekutif). Maka keputusan

presiden tentang pemberian dan penolakan grasi merupakan

bentuk presiden melaksanakan perundang-undangan, dalam hal ini

Pasal 14 ayat (1) UUD NRI 1945 dan ketentuan Undang-Undang

No. 5 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 22

Tahun 2002 tentang Grasi, sehingga dapat dikualifisir bahwa

keputusan presiden tentang pemberian atau penolakan grasi

memenuhi unsur keputusan yang dikeluarkan oleh badan atau

pejabat tata usaha negara.

Berdasarkan uraian di atas, oleh karena semua unsur-unsur

pada Pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1986 jo. Pasal 1 angka 9 UU

No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, telah

sistem pemerintahan presidensil dan sistem pemerintahan parlementer maupun sistem pemerintahan quasi yang dianut suatu negara. Selengkapnya dalam Mexsasai Indra, Dinamika Tata Negara Indonesia, Bandung, PT Refika Aditama, 2011. h. 153. 163 Menurut Jimly Ashiddiqie, dalam UUD NRI 1945 tidak terdapat ketentuan yang mengatur tentang adanya kedudukan kepala negara (head of state) ataupun kedudukan kepala pemerintahan (head of government) atau chief executive. Akan tetapi, dalam penjelasan UUD 1945 yang kemudian oleh Soepomo, pembedaan itu dituliskan secara eksplisit. Penjelasan tentang UUD 1945 itu diumumkan secara resmi dalam Berita Repoeblik Tahun 1946 dan kemudian dijadikan bagian lampiran tidak terpisahkan dengan naskah UUD 1945 oleh Dekrit Presiden 5 Juli 1945. Dalam penjelasan tersebut istilah kepala negara dan kepala pemerintahan memang tercantum secara jelas dan dibedakan satu sama lain. Kedua istilah ini dipakai untuk menjelaskan kedudukan Presiden Republik Indonesia menurut UUD 1945 yang merupakan kepala negara (head of state) dan kepala pemerintahan (head of governmet) sekaligus, dalam Jimly Ashiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi…,op.cit., h. 108.

Page 133: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

121

terpenuhi, serta tidak terdapatnya pengecualian terhadap keputusan

presiden tentang pemberian atau penolakan grasi sebagaimana yang

dimaksud dalam Pasal 2 UU No. 5 Tahun 1986 jo. UU No. 9 Tahun

2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, maka secara tegas

penulis mengatakan bahwa kedudukan Keputusan Presiden tentang

Pemberian atau Penolakan Grasi merupakan Keputusan Tata Usaha

Negara (KTUN).

Akan tetapi, Keputusan Presiden tentang Pemberian atau

Pemberian Grasi bukanlah merupakan kompetensi absolut PTUN dan

tidak dapat dijadikan objek sengketa, sebab Keppres tersebut

merupakan tindakan yudisial presiden sebagai kepala negara yang

juga sering disandingkan dengan hak proregatif seorang presiden.

Apabila kita merujuk pada kompetensi absolut PTUN

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1985 jo.

Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tata Usaha

Negara, pada Pasal 47 disebutkan bahwa, “Pengadilan bertugas dan

berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata

usaha negara”.

Penjelasan lebih lanjut mengenai kata “sengketa tata usaha

negara” dapat dilihat pada Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 5

Tahun 1986 (Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 jo.

Undang-Undang No. 51 Tahun 2009) yang menjelaskan,

“sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara

orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat

Page 134: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

122

Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai

akibat dikeluarkannya keputusan Tata Usaha Negara, termasuk

sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku”.

Terlepas dari pengaturan objek sengketa PTUN di atas, dalam

praktiknya telah ada beberapa yurisprudensi PTUN terhadap gugatan

Keputusan Presiden tentang Pemberian maupun Penolakan Grasi.,

Misalnya yurisprudensi perkara dengan register No: 92/G/2012/PTUN-

JKT. Dalam perkara ini, penggugat adalah Dewan Pimpinan Pusat

Gerakan Nasional Anti Narkotika (DPP GRANAT) yang diwakili oleh

Yusril Ihza Mahendra, dkk., menggugat Keputusan Presiden tentang

Pemberian Grasi kepada Schapelle Leigh Corby dan Peter Achim

Franz Grobmann (terpidana narkotika). Penggugat menilai bahwa

keputusan presiden tentang pemberian grasi tersebut tidak sejalan

dengan semangat bangsa Indonesia dalam memberantas narkotika.

Gugatan ini dinyatakan tidak dapat diterima dan hanya pada

tahap dismissal procedur (rapat permusyawaratan) dan tidak sampai

pada tahap pemeriksaan perkara atau persidangan. Ada beberapa

pertimbangan mejelis hakim yang menarik dalam memutus perkara

ini, diantaranya:164

Menimbang, bahwa dengan demikian grasi merupakan

tindakan yudisial karena tidak dapat dipisahkan baik

secara langsung atau tidak langsung dari proses yustisial,

walaupun tidak termasuk ke dalam bentuk upaya hukum;

164 Salinan Penetapan PTUN Jakarta Pusat terhadap Perkara No: 92/G/2012/PTUN-JKT, h. 5-6.

Page 135: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

123

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas menurut

Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, dalam hal

Tergugat mengeluarkan obyek gugatan a quo termasuk hak

prerogatif Presiden berdasarkan kewenangan yang diatur

dalam Undang- Undang Dasar dan merupakan kewenangan

Presiden bersifat Yudisial, bukan tindakan Presiden dalam

melaksanakan urusan pemerintahan sebagaimana ketentuan

Pasal 1 angka 1 dan 2 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 jo

Pasal 1 angka 7 dan 8 Undang-Undang No. 51 Tahun 2009,

oleh karenanya Pengadilan Tata Usaha Negara tidak

berwenang mengadili obyek gugatan a quo karena bukan

merupakan sengketa Tata Usaha Negara;

Begitupula di tahun 2015 dengan gugatan register Perkara No:

51/PLW/2015/PTUN-JKT. Penggugat merupakan Warga Negara

Nigeria atas nama Sylvester Obiekwe Nwolise yang dijatuhi Hukuman

Mati berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI. Penggugat menilai

dirugikan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor

11/G tahun 2015 yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 Februari

2015 yang menolak permohonan grasi bahwa penggugat (Sylvester

Obiekwe Nwolise). Oleh karena itu penggugat mengajukan gugatan

terhadap keputusan tersebut.

Namun, gugatan ini juga tidak dapat diterima dan hanya sampai

pada tahap dismissal procedur dan tidak sampai pada tahap

pemeriksaan perkara atau persidengan. Berikut beberapa

pertimbangan majelis hakim dalam memutus perkara ini:165

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas menurut

Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, dalam hal

Tergugat mengeluarkan obyek gugatan a quo termasuk hak

165 Putusan PTUN Jakarta Pusat terhadap perkara No: 51/PLW/2015/PTUN-JKT., h.16-17.

Page 136: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

124

prerogatif Presiden berdasarkan kewenangan yang diatur

dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

1945 dan merupakan kewenangan Presiden yang bersifat

Yudisial, bukan tindakan Presiden dalam melaksanakan

urusan pemerintahan sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka

1 dan 2 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 jo Pasal 1 angka 7

dan 8 Undang-Undang No. 51 Tahun 2009, oleh karenanya

Pengadilan Tata Usaha Negara tidak berwenang mengadili

obyek gugatan a quo karena bukan merupakan sengketa Tata

Usaha Negara;

Menimbang, bahwa dengan demikian pokok gugatan

Penggugat nyata-nyata tidak termasuk wewenang

Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana ketentuan

Pasal 62 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 5 Tahun 1986

yang telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 51

Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang

No. 5 Tahun 198 tentang Peradilan Tata Usaha Negara,[…].

Terhadap kedua kasus di atas, secara jelas adanya

pertimbangan dari Majelis Hakim yang mengatakan bahwa keputusan

grasi merupakan tindakan yudisial presiden. Selain itu, juga digunakan

pertimbangan bahwa keputusan presiden tentang pemberian dan

penolakan grasi merupakan hak proregatif seorang presiden.

Sebenarnya kekuasaan pemberian grasi sebagai bentuk

tindakan yudisial presiden telah diintrodusir oleh C.F Strong—

sebagaimana yang dikutip oleh Mirriam Budiarjo— mengungkapkan

bahwa kekuasaan badan eksekutif mencakup beberapa bidang

diantanya:

Page 137: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

125

1. Administratif, yakni kekuasaan untuk melaksanakan undang-

undang dan peraturan perundangan lainnya dan

menyelenggarakan administrasi negara;

2. Legislatif, yaitu membuat rancangan undang-undang dan

membimbingnya dalam badan perwakilan rakyat sampai pada

undang-undang;

3. Keamanan, artinya kekuasaan untuk mengatur polisi dan angkatan

bersenjata, menyelenggarakan perang, pertahanan negara, serta

keamanan dalam negeri;

4. Yudikatif, yaitu memberi grasi, amnesti dan sebagainya; dan

5. Diplomatik yaitu kekuasaan untuk menyelenggarakan hubungan

diplomatik dengan negara lain.166

Begitupula halnya keputusan presiden tentang pemberian

atau penolakan grasi merupakan kewenangan presiden sebagai

kepala negara yang telah introdusir, misalnya oleh Moh. Kusnardi dan

Harmaily Ibrahim yang membagi ke dalam tiga kelompok kekuasan

presiden, diantaranya: 1) Kekuasaan presiden di bidang eksekutif; 2)

Kekuasaan presiden di bidang legislatif; 3) kekuasaan presiden

sebagai kepala negara. Beliau memasukkan kewenangan presiden

dalam memberikan grasi ke dalam kekuasaan presiden sebagai

kepala negara.167

166 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik…, op.cit., h. 196-197. 167 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, op.cit., h. 197-208.

Page 138: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

126

Terkait penyebutan keputusan presiden tentang pemberian

atau penolakan grasi merupakan hak prerogatif presiden, sebenarnya

tidak ditemukan dalam UUD NRI 1945 baik dalam Pasal 4 ayat (1),

Pasal 14 ayat (1), maupun keseluruhan pasal dalam BAB III

TENTANG KEPALA PEMERINTAHAN NEGARA dalam UUD NRI

1945. Namun dalam Penjelasan Umum UU No. 22 Tahun 2002

tentang Grasi ada satu penyebutan mengenai hak prerogatif, yakni:

[…]. Pemberian grasi bukan merupakan campur tangan

Presiden dalam bidang yudikatif, melainkan hak prerogatif

Presiden untuk memberikan ampunan. Kendati pemberian

grasi dapat mengubah, meringankan, mengurangi, atau

menghapuskan kewajiban menjalani pidana yang dijatuhkan

pengadilan, […]

Istilah hak prerogatif presiden merupakan istilah yang

masih diperdebatkan. Istilah hak prerogatif sama sekali tidak

pernah dinyatakan dalam UUD 1945 atau peraturan perundang-

undangan di Indonesia yang mengatur tentang ketatanegaraan

Indonesia. Namun dalam praktik politik dan ketatanegaraan selama

masa orde baru, hak ini secara nyata dipraktikkan, misalnya dalam

hal pengangkatan menteri-menteri departemen. Hak ini juga

dipadankan terutama dalam istilah presiden sebagai kepala negara

yang sering dinyatakan dalam hal-hal pengangkatan pejabat

negara. Hal tersebut dapat dilihat dari Penjelasan Pasal 10, 11, 12,

13, 14 dan 15 UUD 1945 pra amandemen yang menyebutkan

Page 139: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

127

bahwa kekuasaan presiden di dalam pasal-pasal tersebut adalah

konsekuensi dari kedudukan Presiden sebagai Kepala Negara.168

Tampak bahwa hak proregatif berkaitan dengan kedudukan

presiden sebagai kepala negara, begitupula halnya pengunaan

istilah hak prerogatif dalam pemberian grasi, merupakan

kewenangan presiden sebagai kepala negara. Dalam pemberian

grasi, presiden memiliki kebebasan untuk menilai dan

mempertimbangkan sebagai bentuk kebijaksanaan presiden

sebagai kepala negara, sehingga dinilai sebagai hak prerogatif.

Hak Proregatif dapat dinilai sebagai hak yang dimiliki oleh

seorang kepala pemerintahan atau kepala negara tanpa ada

intervensi dari pihak manapun dalam menggunakan hak tersebut.

Oleh karenanya, hak prerogatif itu dikatakan sebagai hak privillege

atau hak istimewa seorang kepala negara dalam menjalankan

tugas kenegaraannya.169

Menurut Lord Dunedin—sebagaimana yang dikutip A.V.

Dicey—mengatakan bahwa hak-hak proregatif, secara historis dan

sebagai sebuah fakta aktual, tampaknya tidak lain hanyalah

residu170 kewenangan diskresi atau sewenang-wenang, yang pada

168 Bachtiar Baital, Pertanggungjawaban Penggunaan Hak Proregatif Presiden di Bidang Yudikatif dalam Menjamin Kemerdekaan Kekuasaan Kehakiman, Jurnal Cita Hukum, Vol. II No. 1 Juni 2014, h. 25. 169 Bachtiar Baital, op.cit., h. 24. 170 Bagir Banan menyebutkan, prerogatif disebut sebagai “residu” karena kekuasaan ini tidak lain dari sisa seluruh kekuasaan yang semula ada pada Ratu/Raja Inggris (kekuasaan mutlak) yang kemudian makin berkurang karena beralih ketangan rakyat (parlemen) atau unsur-unsur pemerintah lainnya (seperti Menteri), Bagir Manan, Kekuasaan Prerogatif, Makalah yang

Page 140: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

128

kurung waktu tertentu secara legal tetap ada di tangan raja.171

Menurut A.V. Dicey, hak proregatif merupakan nama bagi

sebagaian kewenangan asli Raja yang tersisa, dan dengan

demikian menjadi nama residu kekuasaan bebas yang pada saat

kapanpun tetap ada di tangan Raja, apakah kekuasaan tersebut

dalam kenyataannya dijalankan oleh Raja atau oleh menteri-

menterinya.172

Dalam pelaksaanaan di Inggris hak proregatif ini biasa

digunakan oleh Raja untuk memberhentikan para abdinya menurut

kehendak sang Raja itu harus dijalankan sesuai dengan keinginan

Majelis Parlemen. Begitupula dalam hubungan perjanjian

merupakan hak proregatif Raja, namun harus memperoleh

persetujuan dari Majelis Parlemen. Oleh karena itu, dalam

penggunaan Hak Proregatif berupa membuat perjanjian di Inggris,

menurut A.V. Decey adalah hak proregatif terikat.173

Selanjutnya Bagir Manan menyebutkan beberapa karakter

kekuasaan prerogatif, yaitu (1) sebagai “residual power”; (2)

merupakan kekuasaan diskresi (freis ermessen, beleid); (3) tidak

dipublikasikan di Bandung, 20 Agustus 1998, dalam Mei Susanto, MEMAHAMI ISTILAH HAK PREROGATIF PRESIDEN (Pengertian dan Karakter Hak Prerogatif) diakses melalui https://meisusanto.com/2014/10/14/memahami-istilah-hak-prerogatif-presiden-pengertian-dan-karakter-hak-prerogatif/ (pada tanggal 20/01/2018). 171 A.V. Decey, op.cit., h. 454. 172 Ibid., h. 455. 173 Selengkapnya dalam ibid., h. 456-457.

Page 141: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

129

ada dalam hukum tertulis; (4) penggunaan dibatasi; (5) akan hilang

apabila telah diatur dalam undang-undang atau UUD.174

Berdasarkan uraian karakter kekuasaan prerogatif di atas,

maka kewenangan pemberian grasi yang sering disandingkan

sebagai hak prerogatif presiden nampaknya akan mengalami

konradiksi. Kontradiksi pertama adalah karakter kekuasan

prerogatif tidak ada dalam hukum tertulis. Namun dalam prakteknya

di Indonesia kewenagan presiden dalam memberi grasi diatur

dalam Pasal 14 ayat (1) UUD NRI 1945. Sehinga kontradiksi kedua,

akan hilang jika di atur dalam UUD. Oleh karena itu, impilikasi

adanya pengaturan kewenangan pemberian grasi oleh presiden

dalam Pasal 14 ayat (1) UUD NRI 1945, secara tidak langsung

telah menghapuskan kekuasaan proregatif presiden dalam

memberi grasi. Jadi pemberian grasi secara teoritis bukan lagi

sebagai hak prerogatif presiden, melainkan telah bergeser menjadi

hak konstitusional presiden.

Lebih lanjut, Bagir Manan mengatakan bahwa pengertian

hilang (kekuasaan prerogatif) disini bukan selalu materi kekuasaan

prerogatif akan sirna.175 Menurut Mei Susanto, berbagai kekuasaan

prerogatif tersebut dapat diatur dalam undang-undang atau juga

Undang-Undang Dasar (UUD). Apabila telah diatur dalam undang-

174 Bagir Manan, Kekuasaan Prerogatif, Makalah yang dipublikasikan di Bandung, 20 Agustus 1998, dalam Mei Susanto, MEMAHAMI ISTILAH…,op.cit., 175 Bagir Manan, Kekuasaan Prerogatif, Makalah yang dipublikasikan di Bandung, 20 Agustus 1998, dalam Mei Susanto, MEMAHAMI ISTILAH…,op.cit.

Page 142: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

130

undang atau UUD tidak lagi disebut sebagai kekuasaan prerogatif,

tetapi sebagai kekuasaan menurut atau berdasarkan undang-

undang (statutory power) atau kekuasaan menurut atau

berdasarkan UUD (constitutional power).176 Namun menurut Mei

Susanto, bahwa perlu dicatat pula masih sering dipergunakannya

istilah hak prerogatif Presiden walaupun telah diatur dalam UUD

maupun undang-undang, sebagai contoh hak prerogatif Presiden

dalam mengangkat maupun memberhentikan menteri [pen.

termasuk memberi grasi], membuat penggunaan istilah hak

prerogatif Presiden tetap dapat digunakan.177

Berdasarkan uraian di atas, maka keputusan presiden

tentang pemberian atau penolakan grasi merupakan jenis KTUN

yang tidak dapat diajukan dalam sengkata PTUN sebab,

dikeluarkan dalam bentuk tindakan yudisial presiden sebagai

kepala negara, sekaligus merupakan hak proregatif yang melakat

pada presiden sebagai kepala negara.

Sehingga sampai saat ini (2018) belum terdapat

mekanisme pertanggungjawaban terhadap jenis Keppres tersebut,

bagi warga negara yang merasa haknya dirugikan dengan

keluarnya keputusan tersebut. Padahal setiap wewenang melekat

asas pertanggungjawaban sesuai asas “geen bevoegdheid zonder

176 Mei Susanto, MEMAHAMI ISTILAH HAK PREROGATIF PRESIDEN (Pengertian dan Karakter Hak Prerogatif) diakses melalui https://meisusanto.com/2014/10/14/memahami-istilah-hak-prerogatif-presiden-pengertian-dan-karakter-hak-prerogatif/ (pada tanggal 20/01/2018). 177 Ibid.,

Page 143: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

131

verant woordelijkheid, (tiada jabatan atau wewenang tanpa

pertanggungjawaban)”.

Menurut Tatiek Sri Djatmiati—sebagaimana yang dikutip

Ridwan—mengatakan bahwa setiap penggunaan kewenangan

apapun bentuknya apakah dalam rangka pengaturan, pengawasan,

maupun penentuan sanksi oleh pemerintah selalu disertai dengan

adanya tanggungjawab. Hal ini merupakan suatu keharusan, oleh

karena di dalam konsep hukum administrasi pemberian

kewenangan dilengkapi dengan pengujiannya, dan bahwa

kesalahan dalam penggunaan kewenangan harus selalu berakses

ke pengadilan, sehingga menjamin perlindungan hukum.178

Berdasarkan uraian di atas, sekdar tambahan bahwa dalam

berbagai kajian kepustakaan menyebutkan konsep

pertanggungjawaban jabatan dikenal adanya liability dan

responsbilty.

a. Liability

Menurut Tatiek Sri Djatmiati dengan menggunakan

istilah state liability (governmental liability) merupakan konsep

tanggung gugat kepada negara atau pemerintah dalam arti

mereka harus memberi kompensasi jika terjadi kerugian atau

178 Ridwan, Diskresi dan Tanggung Jawab Pemerintah, Yogyakarta, FH-UII Press, 2014. h. 188.

Page 144: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

132

derita, secara langsung atau tidak langsung, materiil atau

mental kepada warganya.179

Kompensasi kerugian oleh negara dalam konsep

tersebut berasal dari Libertarian teori yang kemudian

berkembang dalam teori Vicarios Liability. Konsep ini dikemukan

oleh Toshiro Fuke, bahwa negara harus memberikan ganti rugi

atas setiap kehilangan atau kerugian yang terjadi, yang

disebabkan secara langsung dan tidak langsung, dan materiil

dan atau mental kepada warga negara.180

Lebih lanjut, Tatiek Sri Djatmiati mengungkapkan

bahwa state liability menyangkut pertanggungjawaban

pemerintah tentang ganti kerugian yang harus dilakukan melalui

pengadilan.181

Pendapat berbeda dikemukakan oleh Ridwan bahwa

kewajiban pemerintah untuk memikul tanggungjawab karena

perbuatan melanggar hukum, pada prinsipnya diarahkan pada

pengembalian kondisi semula seperti sebelum terjadinya

perbuatan melanggar hukum (herstel in de vorige toetand).

Namun jika upaya mengembalikan pada kondisi semula ini tidak

179 Philipus M. Hadjon, dkk., Hukum Administrasi dan Good Governance, Universitas Trisakti, Jakarta, 2010. h. 104. 180 ibid., 181 Ibid., h. 105.

Page 145: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

133

dapat dilakukan, pemerintah dibebani kewajiban memberikan

ganti rugi sebagai konsekuensi tanggung gugat.182

Konsep tanggungjawab dan tanggung gugat ini

dilakukan apabila terdapat kesalahan pada tindakan

pemerintah. Konsep kesalahan dikenal ada dua unsur yakni:

faute personalle (kesalahan pribadi) dan faute de service

(kesalahan jabatan).

1) Kesalahan Pribadi (Faute Personalle)

Menurut Tatiek Sri Djatmiati dikatakan telah terjadi

kesalahan pribadi (faute personalle) jika ada kesalahan

pribadi seseorang yang merupakan bagian dari

pemerintahan. Kesalahan yang dilakukan tidak berkaitan

dengan pelayanan publik tetapi menunjukkan kelemahan

orang tersebut, keinginan-keinginan atau nafsunya yang

kurang hati-hati atau kelalaian-kelalaiannya. Dalam kaitan

tanggung gugat negara, karena adanya faute personalle,

pegawai tersebut dapat digugat oleh seseorang yang

dirugikan di pengadilan umum (ordinary court) selaku pribadi

dan bertanggungjawab gugat terhadap kesalahan sendiri.183

2) Kesalahan Jabatan (faute de service)

Tatiek Sri Djatmiati mengemukanan kesalahan

jabatan (faute de service) terjadi karena adanya kesalahan

182 Ridwan, Diskresi dan Tanggung Jawab Pemerintah, Yogyakarta, FH-UII Press, 2014. h. 194. 183 Dikutip dalam Philipus M. Hadjon, op.cit. h. 90.

Page 146: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

134

dalam penggunaan wewenang, dan hanya berkaitan dengan

pelayanan publik. Pejabat publik melindungi diri dengan

alasan adanya prinsip separation of power yang melarang

pengadilan umum untuk menerima aduan atas tindakan

pemerintah yang menyimpang. Bila terjadi terdapat pihak

yang dirugikan gugatan harus diajukan ke peradilan

administarasi.

Mencermati uraian di atas, tampaknya adanya

perbedaan mengenai lembaga peradilan yang dapat

menyelesaikan faute personalle dan faute de service. Khusus

untuk faute personalle menjadi kompetensi peradilan umum,

dan khusus faute de service menjadi kompetensi peradilan

administrasi.

Untuk kesalahan berupa faute personalle maka

menimbulkan tanggungjawab pribadi yang berkaitan dengan

pendekatan fungsionaris atau pendekatan perilaku. Dari sudut

pandang hukum administrasi, tanggungjawab pribadi

berkenaan dengan maladministrasi dalam penggunaan

wewenang dalam pelayanan publik. Penggunaan wewenang

yang dimaksud disini meliputi tindakan pemerintaham menurut

ketentuan peraturan perundang-undangan dan tindakan dalam

menetapkan suatu kebijakan atau diskresi.184

184 Ibid., h. 94.

Page 147: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

135

Sedangkan untuk kesalahan dalam faute de service

akan menimbulkan tanggungjawab jabatan yang berkenaan

dengan legalitas (keabsahan) tindak pemerintahan. Dalam

hukum administrasi, persoalan legalitas tindak pemerintahan

berkaitan dengan pendekatan terhadap kekuasaan

pemerintahan.185 Menurut Philipus M. Hadjon—sebagaimana

yang dikutip Tatiek Sri Djatmiati— mengemukakan bahwa

pendekatan kekuasaan berkaitan dengan wewenanang yang

diberikan menurut undang-undang berdasarkan asas legalitas

atau rechmatigheid.186 Tatiek Sri Djatmiati menambahkan

bahwa dengan demikian pendekatan ini menentukan kontrol

atau pengawasan terhadap penggunaan kekuasaan. Dalam hal

terdapat penyimpangan atau pelanggaran terhadap

penggunaan kekuasaan oleh pemerintah maka tanggung jawab

pemerintah dilakukan atas dasar asas legalitas atau

rechtmatigheid.187

Sedangkan menurut Ridwan, tanggungjawab dan

tanggung gugat jabatan di Indonesia dapat dibedakan dalam

bentuk tanggungjawab dan tanggung gugat di bidang publik

dan di bidang perdata yang muncul karena tindakan pemerintah

itu bertentangan dengan norma hukum publik (strijd met een

185 Philipus M. Hadjon, op.cit., h.94. 186 Ibid., 187 Tatiek Sri Djatmiati membagi atas legalitas ke dalam dua bagian, pertama legalitas formal yang berkaitan dengan wewenang, prosedur; kedua, legalitas subtansial yang berkaitan dengan tujuan…, selengkapnya dalam Ibid., h. 95.

Page 148: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

136

algemeen verbindend voorshrift) dan hukum privat

(onrehtmatigheid overheidsdaad).188

Dalam prakteknya gugatan yang diajukan di peradilan

umum (perdata) atas tindakan pemerintah yang melawan

hukum (onrechtmatigheid overheidsdaad) biasanya didasarkan

pada Pasal 1365 KUH Perdata yang berbunyi, “tiap perbuatan

yang melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada

orang itu, mewajibkan karena salahnya menerbitkan kerugian

itu, mengganti kerugian tersebut”.189

Telah banyak yurisprudensi yang terkait dengan gugatan

perbuatan pemerintah yang menimbulkan kerugian bagi warga

negara ini seperti disebutkan oleh M. A. Moegni Djojodirejo,

Rosa Agustina. Selain itu, ada beberapa putusan MA seperti

putusan No. 729 M/SIP/1975 [kasus susu formula yang

direkomendasikan enterobacter sakazakii, tergugatnya adalah

pemerintah RI cq. Menteri Kesehatan RI, Institute Pertanian

Bogor (IPB) dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan

(BPOM)], putusan No. 352/PK/Pdt/2010 [Kasus operasi mata,

tergugatnya adalah pemerintah RI cq. Menteri Kesehatan RI,

Direktur Utama Rumah Sakit Umum Dr. Mohammad Hoesin

Palembang]190

188 Ridwan, op.cit., h. 264. 189 Ibid., h. 167. 190 Lihat selengkapnya dalam Ibid., h. 268.

Page 149: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

137

Pertanyaannya kemudian apakah konsep

pertanggungjawab liability ini tetap memungkinkan untuk

dilakukan terhadap tanggungjawab keputusan presiden tentang

pemberian atau penolakan grasi? Menurut penulis hal tersebut

memungkinan secara faute de service, dan memang sudah

seharusnya dipertanggungjawabkan di peradilan administrasi

dengan konsistensi pelaksanaan kewenangan dari peradilan

administrasi; atau dengan tanggung gugat melalui peradilan

umum (perdata) dengan dasar perbuatan melanggar hukum

(onrechtmatigheid overheidsdaad) sesuai dengan kesalahan

pribadi (faute personalle) presiden dalam mempertimbangkan

keputusan grasi yang akan dikeluarkan, namun ini pun masih

perlu telaah dan kajian lebih lanjut.

b. Responsbility

Menurut Tatiek Sri Djatmiati responsibility bentuk

pertanggungjawaban pemerintah kepada parlemen secara

politis. Pada mulanya dalam sistem hukum Inggris, government

responsibility dilakukan oleh menteri karena adanya ketentuan

“the king can do no wrong” namun tidak berarti sesuatu yang

dilakukan oleh raja selalu sesuai dengan hukum, karena itu raja

mengusulkan agar para mengukur tindakan suatu tindakan

Page 150: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

138

illegality. Di sini berkembang responsibility yang dilaksanakan

oleh parelemen melalui impeachment.191

Dalam perkembangannya konsep responsibility

menurut Tatiek Sri Djatmiati terbagi atas dua, yakni: collective

responsibility dan individual responsibility. Collective

responsibility digunakan sebagai varitas politik yang membantu

kontrol pemerintahan atas peraturan perundang-undangan dan

belanja publik serta untuk mengisi ketidaksepahaman di antara

departemen-depatemen yang ada. Sedangkan individual

responsibility dilakukan oleh para menteri pada parlemen atas

keputusan-keputusan dan kebijakan-kebijakan mereka dan

efisiensi pemerintahan dari dapartemen masing masing.192

Dalam kaitannya dengan individual responsibility,

penegakan hukum di Indonesia telah dilaksanakan dengan

menetapkan kontrak politik yang isinya adalah kesedian untuk

mengundurkan diri dari jabatan sebagai menteri ataupun

pejabat negara yang lain apabila melakukan kesalahan, apalagi

kalau melakukan tindak pidana korupsi.193

Terkait dengan responsibility kewenangan presiden

dalam memberikan grasi dapat dipertanggungjawabkan secara

politis. Misalnya menurut Bachtiar Baital penggunaan hak-hak

konstitusional presiden (termasuk hak memberi grasi) dapat 191 Philipus M. Hadjon, op.cit., h. 101-102. 192 Ibid., h. 102-103 193 Ibid., h. 103.

Page 151: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

139

dipertanggungjawabkan kepada rakyat yang telah memilih

presiden. Beliau menyebutkan bahwa, presiden harus

mempertanggungjawabkan penggunaan hak-hak prerogatif

yang dilekatkan negara kepadanya secara politik kepada rakyat

yang memilihnya, yang wujudnya bisa saja pada pemilu

berikutnya sang Presiden diberikan sanksi oleh rakyat untuk

tidak dipilih lagi sebagai konsekuensi kekecewaan rakyat atas

kepemimpinannya.194

Selain itu, kewenangan presiden dalam memberikan

grasi dapat pula dipertanggungjawabkan melalui proses

impeachment oleh parlemen (DPR dan MPR). Hal ini sejalan

dengan dengan konsep responsibility yang berkembang di

Inggris, seperti yang diuraikan sebelumnya.

Proses impeachment terhadap pertanggungjawaban

penggunaan hak konstitusional presiden (temasuk hak memberi

grasi), juga dipertegas Bachtiar Baital dengan mengatakan, bisa

saja penggunaan kewenangan presiden itu dapat dimintai

pertanggungjawaban secara hukum. Konstitusi sendiri melalui

Pasal 7A UUD 1945 memberikan ruang bagi presiden untuk

mempertanggungjawabkan segenap tindakannya, yang dikenal

dengan istilah pemakzulan (impeachment). Istilah impeachment

itu sendiri sinonim dengan kata accuse yang berarti mendakwa 194 Bachtiar Baital, Pertanggungjawaban Penggunaan Hak Prerogatif Presiden Di Bidang Yudikatif Dalam Menjamin Kemerdekaan Kekuasaan Kehakiman, Jurnal Cita Hukum, Vol. II No. 1 Juni 2014. ISSN: 2356-1440, h. 35.

Page 152: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

140

atau menuduh. Sementara Encyclopedia Britanica menguraikan

pengertian impeachment sebagai “a criminal proceeding

instituted against a public official by a legislative body”. Dengan

demikian nyatalah bahwa Impeachment diartikan sebagai

proses pendakwaan atas perbuatan menyimpang dari

Presiden.195

195 Ibid.,

Page 153: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

141

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada pembahasan di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa:

1. Persyaratan dan proses permohonan grasi telah diatur dalam UU

No. 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas UU No. 22 Tahun 2002

tentang Grasi. Adanya persyaratan dari segi lama pemidanaan dan

proses pemberian grasi yang harus melalui pertimbangan MA

merupakan wujud untuk menciptakan kepastian hukum dan

akuntabilitas bagi presiden dalam menerbitkan keputusan tentang

pemberian atau penolakan grasi.

2. Keputusan Presiden tentang Pemberian atau Penolakan Grasi

merupakan jenis Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang

berisi tindakan hukum badan atau pejabat tata usaha negara

(Presiden) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, yang bersifat konkret, individual dan final dan menimbulkan

akibat hukum, serta tidak termasuk dalam pengecualian KTUN

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 UU No. 5 Tahun 1986 jo.

UU No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Akan

tetapi, Keputusan Presiden tentang Pemberian atau Penolakan

Grasi bukan merupakan objek sengkata di Peradilan Tata Usaha

Negara (PTUN), sebab tindakan Presiden dalam mengeluarkan

Page 154: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

142

keputusan tentang pemberian atau penolakan grasi merupakan

tindakan yudisial sebagai kepala negara.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka secara tegas penulis

menyarankan, bahwa:

1. Permohonan grasi haruslah sesuai dengan persyaratan dan proses

permohonan sebagaimana yang telah diatur dalam UU No. 5 Tahun

2010 tentang Perubahan Atas UU No. 22 Tahun 2002 tentang

Grasi demi menciptakan kepastian hukum dan akuntabilitas. Di sis

lain, presiden sebagai pemerintah yang berwenang memberikan

grasi, perlu memerhatikan dengan cermat pertimbangan MA

sebagai sebagai wujud prinsip cheks and balance.

2. Seharusnya PTUN memiliki konsistensi dalam menjalankan

kewenangannya untuk tetap mengadili objek sengketa keputusan

presiden tentang pemberian atau penolakan karena keputusan

presiden tentang penolakan atau pemberian grasi merupakan

KTUN dan tidak termasuk pengecualian KTUN sebagaimana yang

diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini

untuk mewujudkan penegakan dan perlindungan hukum serta untuk

menjamin terlaksananya asas “tiada jabatan atau wewenang tanpa

pertanggungjawaban (geen bevoegdheid zonder verant

woordelijkheid)”.

Page 155: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

143

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdoellah, Priyatmanto. Revitalisasi Kewenangan PTUN Gagasan

Perluasan Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara

(disertasi). Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2016.

Ashiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2014.

________. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca

Reformasi. Jakarta: Sinar Grafika, 2012.

Atmosudirjo, Prajudi. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1994.

Attamimi, Hamid S. Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia

dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara (Disertasi).

Fakultas Pascasarjana UI: Depok, 1990.

Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik, (edisi revisi). Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Dicey, A.V. Introduction to the Study of the Constitution, (terjemahan).

Bandung: NusaMedia, 2014.

Djamal, Adnan. Konfigurasi Politik dan Hukum Institusionalisasi Judical

Review di Indonesia (Tesis). Makassar: Pustaka Refleksi,

2009.

Erliyana, Anna. Keputusan Presiden Analisis Keppres RI 1987-1998

(Disertasi). Program Pascasarjana UI: Depok, 2005.

Page 156: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

144

Falaakh, Mohammad Fajrul. Model dan Pertumbuhan Konstitusi,

Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2014.

Hafidz, Jawade Arsyad. Korupsi dalam Perspektif HAN. Jakarta: Sinar

Grafika, 2013.

HR, Ridwan. Hukum Administrasi Negara, (edisi revisi). Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2014.

Ilmar, Aminuddin. Hukum Tata Pemerintahan. Makassar: Identitas, 2013.

Indra, Mexsasai. Dinamika Tata Negara Indonesia, Bandung, PT Refika

Aditama, 2011.

Jurdi, Fajlurrahman, Teori Negara Hukum, Malang: Intrans Publishing,

2016.

Kusnardi, Moh. dan Harmaily Ibrahim. Pengantar Hukum Tata Negara

Indonesia. Jakarta: Pusat Studi Hukum Universitas Indonesia

dan CV “Sinar Bakti”, 1988.

Laksono, Fajar dan Subarjo. Kontroversi Undang-Undang Tanpa

Pengesahan Presiden. Yogyakarta: UII Press, 2006.

Latief, H. Abdul. Hukum dan Peraturan Kebijaksanaan (Beleidsregel) pada

Pemerintahan Daerah (disertasi). Yogyakarta: UII Press, 2005.

Librayanto, Romi. Ilmu Negara Suatu Pengantar. Makassar: Arus Timur,

2013.

M. Hadjon Philipus dan Tatiek Sri Djatmiati. Argumentasi Hukum (Legal

Argumentasi/ Legal Reasoning) Langkah-Langkah Legal

Page 157: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

145

Problem Solving dan Penyusunan Legal Opinion. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press, 2005.

M. Hadjon, Philipus. dkk., Hukum Administrasi dan Good Governance,

Universitas Trisakti, Jakarta, 2010.

Marbun, S.F dan Moh. Mahfud MD. Pokok-pokok Hukum Administrasi

Negara. Liberty: Yogyakarta, 2000.

Marbun, S.F. Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi.

Yogyakarta: Liberty, 1997.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2010.

Mertokusumo, Sudikno. Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, (edisi

revisi). Yogyakarta: Cahya Atma Pustaka, 2014.

Mr. M. Nasroen. Ilmu Perbandingan Pemerintahan. Jakarta: Aksara Baru,

1986.

Ridwan, Diskresi dan Tanggung Jawab Pemerintah (Disertasi).

Yogyakarta: FH-UII Press, 2014.

Sibuae, Hotma. P. Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, dan Asas-

Asas Umum Pemerintahan yang Baik. Jakarta: Erlangga, 2010.

Sidharta, Bernard Arief. Refleksi tentang Struktur ilmu Hukum. Bandung:

Mandar Maju, 2009.

Slemet, Kurnia Titon. dkk, Pendidikan Hukum, Ilmu Hukum & Penelitian

Hukum di Indonesia Sebuah Reorientasi. Yogyakarta: Pustka

Belajar, 2013.

Page 158: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

146

Soehino. Asas-Asas Hukum Tata Usaha Negara. Yogyakarta: Liberty,

2000.

Soemantri, Sri. Hukum Tata Negara di Indonesia Pemikiran dan

Pandangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014.

Triwulan, Titik T. dan H. Isnu Gunadi Widodo. Hukum Tata Usaha Negara

dn Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia.

Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.

Ward, Ian. An Introduction to Critical Legal Theory, (terjemahan).

Bandung: Nusa Media, 2014.

Wati, Dwi Purnama. Impilikasi Pembatalan Perubahan Regulasi Grasi

terhadap Eksekusi Pidana Mati (Tesis), Bandar Lampung,

Fakultas Hukum Universitas Lampung (pdf)., 2016.

Wolff, Jonathan. An Introduction to Political Philosophy, (terjemahan).

Bandung: CV Nusa Media, 2013.

Undang-Undang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986

tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 160, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5079).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002

Page 159: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

147

tentang Grasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2010 Nomor 100).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234).

Yurisprudensi

Putusan Mahkamah Konstitusi, Nomor: 107/PUU-XIII/2015,

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-XIII/2015.

Putusan Register Perkara Nomor: 51/PLW/2015/PTUN-JKT.

Putusan Register Perkara Nomor: 92/G/2012/PTUN-JKT.

Jurnal dan Internet

Bachtiar Baital, Pertanggungjawaban Penggunaan Hak Prerogatif

Presiden Di Bidang Yudikatif Dalam Menjamin Kemerdekaan

Kekuasaan Kehakiman, Jurnal Cita Hukum, Vol. II No. 1 Juni

2014. ISSN: 2356-1440

Alfred P.S Hasibuan dan Paulinus Sogel, Dasar Pertimbangan Pemberian

Grasi terhadap Terpidana Narkotika (Studi Kasus Schapelle

Leigh Corby), (jurnal), Yogyakarta: Universitas Atma Jaya,

2015. http://e-journal.uajy.ac.id/7599/1/JURNAL.pdf (diunduh

tanggal 18 September 2017).

Page 160: SKRIPSI - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 24. · Ide pemisahan atau pembagian kekuasaan atau lebih dikenal dalam sebutan trias politica4

148

A. Budiman, Andhigama dkk. Menyiasati Eksekusi dalam Ketidakpastian:

Melihat Kebijakan Hukuman Mati di Indonesia. Jakarta: Institute

for Criminal Justice Reform, 2017.

Dhian Deliani, Pelaksanaan Kekuasaan Presiden dalam Pemberian Grasi

Studi terhadap Pelaksanaan Pemberian Grasi oleh Presiden

Susilo Bambang Yudhoyono Tahun 2004 s/d 2010 (Tesis),

Jakarta: Fakultas Hukum Program Pasca Sarjana Universitas

Indonesia, 2011. lib.ui.ac.id/file?file=digital/20238048-T28595-

Pelaksanaan%20kekuasaan.pdf, (diunduh tanggal 17

September 2017).

Mei Susanto, MEMAHAMI ISTILAH HAK PREROGATIF PRESIDEN

(Pengertian dan Karakter Hak Prerogatif) diakses melalui

https://meisusanto.com/2014/10/14/memahami-istilah-hak-

prerogatif-presiden-pengertian-dan-karakter-hak-prerogatif/

(pada tanggal 20/01/2018).