Skripsi 2

download Skripsi 2

of 43

description

-

Transcript of Skripsi 2

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kota jika dilihat secara kepentingan ekonomi adalah kehidupan nonagraris, yang memiliki fungsi khas cultural, industry dan perdagangan. Perkembangan suatu kota erat kaitannya dengan perbahan pola pemanfaatan lahan. Perubahan tersebut membawa pengaruh terhadap berbagai kegiatan di dalamnya. Meningkatnya pertumbuhan penduduk mengakibatkan meningkatnya permintaan lahan untuk melakukan berbagai kegiaan, di mana pengguna lahan akan berusaha memaksimalkan pemanfaatan lahan yang tercermin dari semakin meningkatnya usaha-usaha pemanfaatan lahan. Kegiatan-kegiatan yang dianggap kurang menguntungkan dan kurang produktif akan dengan cepat tersaingi oleh kegiatan yang lebih menguntungkan dan produktif. Salah satu kegiatan yang produktif adalah kegiatan perdagangan (Tarigan,2005).

Pasar merupakan ruang untuk mewadahi kegiatan jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu. Dewasa ini istilah pasar dikategorikan ke dalam pasar tradisional dan pasar modern. Pada pasar tradisional yang pada umumnya dimiliki oleh pemerintah, terjadi interaksi langsung antara penjual dan pembeli, dengan proses tawar menawar. Pasar modern umumnya pembeli melakukan kegiatan secara swalayan, atau terdapat pramuniaga, dan sistem pembelian dilakukan dengan harga yang sudah ditetapkan, terdapat label harga.

Keberadaan pasar, khususnya yang tradisional, merupakan salah satu indikator paling nyata kegiatan ekonomi masyarakat di suatu wilayah. Selain menyandang keunggulan alamiah, pasar tradisional memiliki berbagai kelemahan yang telah menjadi karakter dasar yang sangat sulit diubah. Perkembangan jaman dan perubahan gaya hidup telah membuat eksistensi pasar tradisional menjadi sedikit terusik.

Fenomena modernisasi dan globalisasi ini terjadi di hampir semua perkotaan di Indonesia, diantaranya Kota Semarang. Kota Semarang, sesuai dengan visinya yaitu kota metropolitan yang religious, tertib dan berbudaya (Perda Kota Semarang No.3 Tahun 2010), memiliki perkembagan perdagangan yang cukup kompetitif. Pada tahun 2010, jumlah pasar yang dimiliki Pemerintah Kota Semarang yang dikenal dengan pasar tradisional yang tersebar di seluruh Kota Semarang (Dinas Pasar Kota Semarang,2010). Sedangkan pasar modern sampai tahun 2009 tercatat sejumlah 56 unit, belum termasuk diantaranya masih banyak minimarket yang tersebar di lingkungan permukiman (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Semarang, 2009). Namun di dalam tulisan metode penelitian administrasi ini hanya akan membahas pasar tradisionalnya saja.

Setiap organisasi pemerintah dituntut untuk dapat mengoptimalkan sumber daya manusia. Pengelolaan sumber daya manusia tidak lepas dari faktor karyawan yang diharapkan dapat berprestasi sebaik mungkin demi mencapai tujuan organisasi pemerintah. Karyawan merupakan asset utama organisasi dan mempunyai peran yang strategis di dalam organisasi yaitu sebagai pemikir, perencana, dan pengendali aktivitas organisasi. Demi tercapainya tujuan organisasi, karyawan memerlukan motivasi untuk bekerja lebih rajin. Melihat pentingnya karyawan dalam organisasi, maka karyawan diperlukan perhatian lebih serius terhadap tugas yang dikerjakan sehingga tujuan organisasi tercapai. Dengan motivasi kerja yang tinggi, karyawan akan bekerja lebih giat didalam melaksanakan pekerjaannya. Sebaliknya dengan motivasi kerja yang rendah karyawan tidak mempunyai semangat bekerja, mudah menyerah, dan kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Karyawan kurang memiliki informasi yang jelas apakah pekerjaan mereka memiliki dampak positif terhadap para penerima manfaatnya yaitu individu atau kelompok yang dilayani organisasi ( Blau & Scott, 1962; Katz & Kahn, 1966 ).

Selain faktor motivasi kerja, disiplin kerja karyawan di dalam organisasi juga meningkatkan kinerja karyawan. Penegakan disiplin penting bagi suatu perusahaan, sebab dengan disiplin yang tinggi diharapkan setiap pekerjaan dapat terlaksana se-efektif dan se-efisien mungkin. Kedisplinan kerja bearti kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku (Hasibuan, 2005:193).

Untuk menciptakan kinerja yang tinggi, dibutuhkan adanya peningkatan kerja yang optimal dan mampu mendayagunakan potensi Sumber Daya Manusia yang dimiliki oleh karyawan guna menciptakan tujuan organisasi, sehingga akan memberikan kontribusi positif bagi perkembangan organisasi. Selain itu, organisasi perlu memperhatiksn berbagai faktor yang dapat mempengaruhi motivasi karyawan, dalam hal ini diperlukan adanya peran organisasi dalam meningkatkan motivasi dan menciptakan lingkungan kerja yang kondusif guna mendorong terciptanya sikap dan tindakan yang profesional dalam menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan bidang dan tanggung jawab masing masing.

Salah satu instansi pemerintahan yang mengurusi, mengelola, dan memberdayakan pasar di Kota Semarang adalah Dinas Pasar Kota Semarang. Di Semarang pasar dikelola oleh Dinas Pasar hal ini tercantum dalam Surat Keputusan Walikota Nomor 061.1 / 185 tahun 2001 tanggal 25 April 2001 tentang Penjabaran Tugas dan Fungsi Dinas Pasar Kota Semarang ( www.semarangkota.go.id). Dinas Pasar Kota Semarang merupakan salah satu lembaga pemerintahan yang memiliki peran penting sebagai pelayanan public khususnya di bidang penataan dan pengelolaan pasar di kota Semarang. Masalah penataan dan pengelolaan pasar di kota Semarang sebagai ibukota provinsi Jawa Tengah akan menjadi tolak ukur bagi daerah lain. Mampu dan tidaknya Dinas Pasar Kota Semarang dalam mengaplikasikan tugas-tugasnya sangat ditentukan sejauh mana organisasi tersebut didukung oleh sumber daya manusia yang secara interaktif dalam melaksanakan progam-progam daerah. Apakah sumber daya yang ada saat ini sudah mengemban kriteria untuk mengemban otonomi daerah yang seluas-luasnya. Karena sumber daya manusia yang senilama ini adalah pegawai Dinas Pasar Kota Semarang merupakan faktor kunci mampu dan tidaknya daerah mengelola manajemen organisasi sesuai apa yang diharapkan.

Namun demikian, dalam upaya menciptakan kinerja organisasi Dinas Pasar Kota Semarang, nampaknya masih terdapat banyak kendala yang dihadapi sehingga sulit untuk mencapai tujuan organisasi. permasalahan yang dihadapi oleh Dinas Pasar Kota Semarang menurut data yang berhasil dihimpun oleh penulis adalah :

1. Tunggakan Retribusi Pasar sebesar Rp1,27 Miliar karena kurang baiknya penataan dan penagihan retribusi oleh Dinas Pasar Kota Semarang yang mengakibatkan berkurangnya Pendapatan Asli Daerah dari pungutan retribusi. (Suara Merdeka, 26 Juli 2011)

2. Adanya laporan tunggakan yang belum dilaporkan ke dalam laporan keuangan dan pemasukan dan pendapatan yang tidak seimbang dari Dinas Pasar Kota Semarang. (Suara Merdeka, 22 April 2004)

3. Dana alokasi yang dianggarkan oleh APBD Kota Semarang menunjukkan bahwa dana APBD yang dialokasikan untuk pengelolaan pasar, perbaikan dan pemeliharaan gedung, dan menggaji karyawan, dari pendapatan retribusi pasar tidak mampu menyeimbangkan atau melebihi dari alokasi dana APBD Kota Semarang. (Suara Merdeka, 22 April 2004)

4. Upaya Dinas Pasar dalam penataan pedagang dan pengaturan pasar belum maksimal dan tidak adanya timbal balik antara pedagang pasar dan Dinas Pasar. (Warta Daerah, 27 Mei 2011).

Pernyataan di atas memberikan suatu gambaran kinerja organisasi yang belum sepenuhnya menunjukkan kinerja yang optimal. Penyelesaian pekerjaan dalam hal administratif keuangan belum sepenuhnya sesuai dengan yang diharapkan. Dalam kaitannya dengan kinerja organisasi, hal tersebut tentunya harus segera dibenahi agar para pimpinan dan bawahan pada Dinas Pasar Kota Semarang dapat memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat, khususnya para pedagang di Pasar Tradisional. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk menjadikannya sebagai tugas akhir untuk meraih gelar sarjana yang diberi judul ANALISIS KINERJA ORGANISASI DINAS PASAR KOTA SEMARANG 1.2Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan hal yang digunakan oleh penulis untuk membatasi pola pikir agar permasalahan yang dibahas dapat difokuskan. Pada dasarnya permasalahan adalah suatu kondisi yang menunjukkan ketidakseimbangan antara sesuatu yang diharapkan atau seharusnya (das sollen) dengan kenyataan yang sedang berlangsung (das sein) (Hadari Nawawi dan Mimi Martini, 1994: hal.36).

Oleh karena itu perlu dilakukan perumusan masalah guna menentukan fokus dari penelitian yang ingin dikaji. Berdasarkan uraian di atas maka objek yang ingin diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut.

1.Bagaimana Kinerja Organisasi Dinas Pasar Kota Semarang ?

2.Faktor-faktor apa saja yang memperngaruhi Kinerja Organisasi Dinas Pasar Kota Semarang ?1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian1.3.1Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :1. Mendeskrispsikan Kinerja Organisasi pada Dinas Pasar Kota Semarang.2. Mendeskripsikan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Kinerja Organisasi Dinas Pasar Kota Semarang.

1.3.2Manfaat Penelitian

Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah :

A . Kegunaan Praktis:

1 . Bagi Penulis

Dapat menambahkan pengetahuan yang diperoleh diperkuliahan secara lebih mendalam mengenai Analisis Kinerja Dinas Pasar dengan melihat motivasi dan disiplin kerja terhadap pencapaian prestasi kerja dengan melihat praktiknya secara langsung pada Dinas Pasar Kota Semarang.

2 . Bagi Dinas

Bagi Dinas Pasar Kota Semarang diharapakan dapat memberika masukan-masukan mengenai Analisis Kinerja Dinas Pasar dengan melihat motivasi dan disiplin kerja terhadap pencapaian prestasi kerja sehingga terjadi pertimbangan dalam melaksanakannya. Di mana informasi tersebut dapat digunakan dalam peningkatan usaha di masa mendatang.3 . Bagi almamater

Yaitu sebagai tambahan referensi bagi rekan-rekan pembaca, khususnya mahasiswa FISIP jurusan Administrasi Publik yang memerlukan sumber data dalam melakukan penelitian dengan tajuk dan objek penelitian yang sama.B . Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pengkajian dan penerapan ilmu pengetahuan khususnya ilmu administrasi publik sehingga memberikan manfaat yang luar biasa bagi civitas akademika dilingkungan perguruan tinggi.

1.4Kerangka Teori

1.4.1Administrasi Publik

Administrasi publik adalah sebuah disiplin ilmu yang bertujuan untuk memecahkan masalah- masalah publik melalui peningkatan dalam berbagai bidang diantaranya bidang organisasi, sumber daya manusia dan keuangan. Beberapa ahli mendefinisikan tentang administrasi publik, sebagai berikut :a. Menurut Nicholas Henry (1988) (dalam buku Teori Administrasi publik, Harbani Pasalong: hal 8), administrasi publik suatu kombinasi yang kompleks antara teori dan praktik, dengan tujuan mempromosi pemahaman terhadap pemerintahan dalam hubungannya dengan masyarakat yang diperintah, dan juga mendorong kebijakan publik agar lebih responsif terhadap kebutuhan sosial. Administrasi publik berusaha melembagakan praktir-praktik manajemen agar sesuai dengan nilai efektivitas, efisiensi dan pemenuhan kebutuhan masyrakat secara lebih baik.b. Menurut Dwight Waldo (1971) (dalam buku Teori Administrasi publik, Harbani Pasalong: hal 8), administrasi publik adalah manajemen dan organisasi dari manusia-manusia dan peralatannya guna mencapai tujuan pemerintah.

c. Menurut Felix A. Nigro dan L Loyd G. Nigro (1970-21) (dalam buku Teori Administrasi publik, Harbani Pasalong: hal 8), administrasi Publik adalah (1) suatu kerjasama antara kelompok dalam lingkungan pemerintahan, (2) meliputi tiga cabang pemerintahan: eksekutif,legislative,dan serta hubungan diantara mereka, (3) mempunyai peranan penting dalam perumusan kebijakan pemerintah, dan karenanya merupakan sebagian dari proses politik, (4) sangat erat berkaitan dengan berbagai macam kelompok swasta dan perorangan dalam menyajikan pelayanan kepada masyarakat.

1.4.2Kinerja

Suatu organisasi dibentuk untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan organisasi untuk dicapai. Tujuan organisasi dapat berupa perbaikan pelayanan pelanggan, pemenuhan permintaan pasar, peningkatan kualitas produk atau jasa, meningkatkan daya saing, dan meningkatkan kinerja organisasi. setiap organisasi,tim, atau individu dapat menentukan tujuannya sendiri.

Pencapaian tujuan organisasi menunjukkan hasil kerja atau prestasi kerja organisasi dan menunjukkan sebagai kinerja atau performa organisasi. Hasil kerja organisasi diperoleh dari serangkaian aktivitas yang dijalankan organisasi. Aktivitas organisasi dapat berupa pengelolaan sumber daya organisasi maupun proses pelaksanaan kerja yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi. untuk menjamin agar aktivitas tersebut dapat mencapai hasil yang diharapkan, diperlukan upaya manajemen dalam pelaksaan aktivitasnya.

Kinerja seringkali didefinisikan sebagai pencapaian tugas, di mana istilah tugas sendiri berasal dari pemikiran aktivitas yang dibutuhkan oleh pekerja (Nelson, 1977). AA Anwar Prabu Mangkunegoro (2000) mendefinisikan kinerja sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Sedarmayanti (2007: 206), kinerja adalah hasil kerja yang didapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing.

Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi (Armstrong dan Baron, 1998:15 (dalam Wibowo, 2007:2)). Pekerja memainkan peran penting atas keberhasilan organisasi seberapa baik seorang pemimpin mengelola kinerja bawahan akan secara langsung memengaruhi kinerja individu, unit kerja, dan seluruh organisasi.

Kinerja adalah merupakan implementasi dari rencana yang telah disusun tersebut. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi, dan kepentingan. Bagaimana organisasi menghargai dan memperlakukan sumber daya manusianya akan memengaruhi sikap dan perilakunya dalam menjalankan kinerja ( Wibowo, 2007:4). Kinerja organisasi juga ditunjukkan oleh bagaimana proses berlangsungnya kegiatan untuk mencapai tujuan tersebut.

Dengan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil dari suatu pekerjaan yang berhasil dicapai oleh seseorang atau kelompok pegawai pada suatu organisasi dalam melaksanakan tugas sesuai dengan wewenang dan tanggungjawabnya.

Dinas Pasar Kota Semarang memiliki tujuan dalam melayani masyarakat, dengan menyediakan pasar yang aman, nyaman, tertib, bersih, dan sehat. Banyak masyarakat menuntut peningkatan pelayanan yang diberikan oleh pihak lembaga pemerintah dapat terwujud secara memuaskan. Untuk mewujudkan tuntutan tersebut tentunya peningkatan kinerja sangat dibutuhkan. Semakin baik kinerja pegawai akan semakin baik pula pelayanan kepada masyarakat.

Berdasarkan permasalahan yang terjadi pada Dinas Pasar Kota Semarang, maka fenomena yang diangkat penulis sebagai landasan penelitian yaitu kepemimpinan dan motivasi kerja di Dinas Pasar Kota Semarang.

1.4.3Konsep Kinerja

Kinerja akan selalu menjadi isu aktual dalam organisasi karena apapun organisasinya kinerja merupakan kunci terhadap efektivitas atau keberhasilan organisasi. Organisasi yang berhasil dan efektif merupakan organisasi dengan individu di dalamnya memiliki kinerja yang baik. Organisasi yang efektif atau berhasil akan ditopang oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Banyak organisasi yang berhasil atau efektif karena ditopang oleh kinerja sumber daya manusia. Sebalinya, tidak sedikit organisasi yang gagal karena faktor sumber daya manusia. Dengan demikian, ada kesesuaian antara keberhasilan organisasi atau kinerja organisasi dengan kinerja individu atau sumber daya manusia.

Konsep kinerja pada dasarnya merupakan perubahan atau pergeseran paradigma dari konsep produktivitas. Pada awalnya, orang sering kali menggunakan istilah produktivitas untuk menyatakan kemampuan seseorang atau organisasi dalam mencapai tujuan atas sasaran tertentu. Menurut Andersen (1995) (dalam Sudarmanto, 2009:7), paradigma produktivitas yang baru adalah paradigma kinerja secara actual yang menuntut pengukuran secara actual keseluruhan kinerja organisasi, tidak hanya efisiensi atau dimensi fisik, tetapi juga dimensi non fisik (intangible).

Performance = f (kesanggupan (ability), motivasi) Kast dan Rosenzweg (1986:40). Ability digambarkan oleh kapasitas manusia dan teknik, yang memberikan indikasi sampai seberapa jauh kapabilitas laten tersebut. Sampai seberapa jauh kapabilitas laten tersebut bisa diciptakan tergantung pada tingkat di mana individu dan atau kelompok dapat dimotivasikan untuk menghasilkan kemampuannya. Dalam organisasi, performance dihasiklkan dari agregat usaha-usaha individu dan untuk mencapai tujuan yang relevan.

Terkait dengan konsep kinerja, Rummler dan Brache (1995) (dalam Sudarmanto, 2009:7) mengemukakan ada tiga level kinerja, yaitu:

1. Kinerja organisasi: merupakan pencapaian hasil (out-come) pada level atau unit analisis organisasi. kinerja pada level organisasi ini terkait dengan tujuan organisasi, rencangan organisasi, dan manajemen organisasi.2. Kinerja proses: merupakan kinerja pada proses tahapan dalam menghasilkan produk atau pelayanan. Kinerja pada level proses ini dipengaruhi oleh tujuan proses, rancangan proses, dan manajemen proses.

3. Kinerja individu/pekerjaan: merupakan pencapaian atau efektivitas pada tingkat pegawai atau pekerjaan. Kinerja pada level ini dipengaruhi oleh tujuan pekerjaan, rancangan pekerjaan, dan manajemen pekerjaan serta karakteristik individu.

Sasaran yang efektif dinyatakan secara spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, berorientasi pada hasil, dan dalam batasan waktu tertentu, yang dapat dinyatakan dengan akronim SMART yang bearti sebagai berikut (Wibowo, 2007:50).(S) Specific: artinya dinyatakan dengan jelas, singkat dan mudah dimengerti.

(M) Measurable: artinya dapat diukur dan dikuantifikasi.

(A) Attainable: artinya bersifat menantang, tetapi masih dapat terjangkau.

(R) Result oriented: artinya memfokuskan pada hasil untuk dicapai.

(T) Time-bound: artinya ada batas waktu dan dapat dilacak, dapat dimonitor progresnya terhadap sasaran untuk dikoreksi.

1.4.4Pengukuran/Penilaian Kinerja Organisasi

Pengelolaan sumber daya manusia agar sejalan dengan arah visi dan misi organisasi tadi, dapat ditempuh melalui perancangan atau desain perilaku SDM yang sesuai dengan kompetensi inti organisasi. untuk dapat mengetahui sejauh mana keberadaan, peran, dan kontribusi sumber daya manusia dalam mencapai keberhasilan organisasi, tentu diperlukan pengukuran kinerja (performance measurement). Tanpa adanya evaluasi atau pengukuran kinerja dalam mencapai tujuan organisasi, maka tidak dapat diketahui penyebab ataupun kendala-kendala kegagalan organisasi dalam mencapat tujuan.

Pengukuran terhadap kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui apakah selama pelaksanan kinerja terdapat deviasi dari rencana yang telah ditentukan, atau apakah kinerja dapat dilakukan sesuai jadwal waktu yang ditentukan, atau apakah hasil kinerja telah tercapai sesuai dengan yang diharapkan.

Pengukuran hanya berkepentingan untuk mengukur apa yang penting dan relevan. Untuk itu, perlu jelas tentang apa yang dikatakan penting dan relevan sebelum menentukan ukuran apa yang harus digunakan. Hal-hal yang diukur tergantung pada apa yang dianggap penting untuk stakeholders dan pelanggan. Pengaturan mengatur keterkaitan antara strategi berorientasi pelanggan dan tujuan dengan tindakan.

Pengukuran kinerja yang tepat dapat dilakukan dengan cara:

1. Memastikan bahwa persyaratan yang diinginkan pelanggan telah terpenuhi;

2. Mengusahakan standar kinerja untuk menciptakan perbandingan;

3. Mengusahakan jarak bagi orang untuk memonitor tingkat kinerja;

4. Menetapkan arti penting masalah kualitas dan menentukan apa yang perlu prioritas perhatian;

5.Menghindari konsekuensi dari rendahnya kualitas;

6.Mempertimbangkan penggunaan sumber daya;

7.Mengusahakan umpan balik untuk mendorong usaha perbaikan.

Oleh karena itu, orang yang melakukan pengukuran kinerja perlu memenuhi persyaratan di antaranya ( Kreitner dan Kinicki, 2001:302 (dalam Wibowo, 2007:320)): 1) dalam posisi mengatai perilaku kinerja yang menjadi kepentingan individu; 2) mampu memahami tentang dimensi atau gambaran kinerja; 3) mempunyai pemahaman tentang format skala dan instrumennya; dan 4) harus termotivasi untuk melakukan pekerjaan secara sadar.

Mengukur dan menilai hasil adalah penting untuk menentukan performance. Hasil perjam kerja, pasar saham, dan laba bersih adalah merupakan indikasi langsung dari performance. Tetapi, hampir semua orgnaisasi mempunyai tujuan yang bermacam-macam dan beberapa diantaranya sulit untuk diukur. Oleh karena itu adalah hal yang sangat penting untuk mengetahui tujuan organisasi dalam dimensi yang berbeda-beda, Steers (1976 dalam Kast dan Rozenwerg 1986:41).

Menurut Dwiyanto (2002:50-51), menyatakan indikator dalam menilai kinerja birokrasi publik meliputi :1. Produktivitas

Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, namun juga mengukur efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dan output. Konsep produktivitas diperluas pada seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang penting.

2. Kualitas pelayanan

Kinerja pelayanan juga dapat dilihat dari kualitas pelayanan yang diberikan organisasi publik terhadap masyarakat. Karena sekarang ini, kualitas pelayanan menjadi cenderung penting dalam menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Banyak terjadi kasus ketidakpuasan terhadap kualitas layanan dari suatu organisasi publik. Dengan demikian, kepuasan masyarakat terhadap layanan yang didapat, dapat dijadikan indikator kinerja organisasi publik. Penggunaan kepuasan masyarakat menjadi keuntungan karena informasi tentang kepuasan masyarakat seringkali tersedia secara mudah dan murah.

3. Responsivitas organisasi

Responsivitas merupakan kemampuan organisasi untuk mengidentifikasi kebutuhan masyarakat, menyusun prioritas kebutuhan dan mengembangkannya ke dalam berbagai program pelayanan. Responsivitas dimasukkan sebagai salah satu indikator kinerja karena responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

4. Responsibilitas organisasi

Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi.

5. Akuntabilitas

Akuntabilitas publik menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih rakyat. Kinerja organisasi publik tidak hanya bias dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh organisasi publik atau pemerintah, seperti pencapaian target. Kinerja sebaiknya harus dinilai dari ukuran eksternal, seperti nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu kegiatan organisasi publik memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau kegiatan organisasi itu dianggap benar sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.

Penilaian kinerja mempunyai peranan penting dalam peningkatan motivasi di tempat kerja. Penilaian kinerja ini (performance appraisal) pada dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien. Pegawai menginginkan dan memerlukan balikan berkenaan dengan prestasi mereka dan penilaian menyediakan kesempatan untuk memberikan balikan kepada mereka jika kinerja tidak sesuai dengan standar, maka penilaian memberikan kesempatan untuk meninjau kemajuan karyawan dan untuk menyusun rencana peningkatan kinerja (Dessler 1992:536).

1.4.5Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Organisasi

Menurut Robbins (2003:357) tiga faktor kontekstual dalam hubungan yang signifikan pada kinerja tim penyedian sumber daya yang memadai, keefektifan pemimpin, dan evaluasi kinerja dan sistem ganjaran yang terkait peran serta tim.

Menurut Amstrong dan Baron (1998:16) faktor-faktor yang memengaruhi kinerja adalah:

1. Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat keterampilan, kompetensi yang dimiliki, motivasi, dan komitmen individu.

2. Leadership factor, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan dukungan yang dilakukan manajer dan team leader.

3. Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan sekerja.

4. System factors, ditunjukkan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi.

5. Contextual/situational factors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.

Menurut Wibowo (2007:67) terdapat faktor yang perlu diperhatikan untuk suatu organisasi mempunyai kinerja yang baik, yaitu menyangkut pernyataan tentang maksud dan nilai-nilai, manajemen strategis, manajemen sumber daya manusa, pengembangan organisasi, konteks organisasi, desain kerja, fungsionalisasi, budaya, dan kerja sama.dari segi organisasi dipengaruhi oleh seberapa baik pemimpin memberdayakan pekerjaanya; bagaimana mereka memberikan penghargaan pada pekerja; dan bagaimana mereka membantu meningkatkan kemampuan kinerja pekerja melalui coaching, mentoring, dan counseling. Faktor-faktor di atas menurut Wibowo berikut penjelasannya.

1. Pernyataan tentang Maksud dan Nilai-nilai

Statement of purpose mendefinisikan bagaimana organisasi diatur untuk melakukan sesuatu sehingga lebih bersifat outcome-oriented atau beriorientasi pada manfaat dari pada sekadar mission statement atau pernyataan tentang misi. Pernyataan tentang maksud mendefinisikan tentang apa yang harus dicapai, sedangkan sistem nilai mendefinisikan tentang perilaku yang diharapkan dalam mencapai maksud tersebut. Keduanya mencakup aspek berlangsungnya kerja sama, berorientasi pada kualitas, member perhatian pada pelanggan dan bersifat menghargai kepada individu.

2. Manajemen Strategis

Manajemen strategis merupakan serangkaian keputusan dan tindakan yang dapat berakibat dalam formulasi dan implementasi dari strategi, yang dirancang untuk mencapai tujuan organisasi. manajemen strategis mengandung pokok pikiran dalam garis besar tentang apa dan bagaimana tujuan yang hendak dicapai organisasi di maa depan. Dengan manajemen strategis, dirumuskan berbagai variabel yang harus dikendalikan untuk mencapai tujua organisasi.3. Manajemen Sumber Daya Manusia

Harmonisasi kriteria dan kriteria dan persyaratan bagi semua staf, mengembangkan organisasi pembelajaran, staf mendapatkan informasi tentang kinerja dan prospek organisasi, kebijakan keamanan kerja, menggunakan elemen merit dalam pengupahan staf.

4. Pengembangan Organisasi

Pengembangan organisasi berkepentingan dengan perencanan dan implementasi progam yang dirancang untuk memperbaiki efektivitas yang dengan pengembangan tersebut organisasi berfungsi dan mengelola perubahan.

5. Konteks Organisasi

Kinerja dan hasil kerja suatu organisasi dipengaruhi secara langsung oleh rencana dan tindakan manajerial, struktur organisasi dan kondisi lingkungan eksternal dan internal.

6. Desain Kerja

Spesifikasi dari isi, metode dan hubungan pekerjaan dengan maksud untuk memperinci konteks pekerjaan, harapan akan peran dan hubungan dalam organisasi, memenuhi persyaratan organisasi, dan memuaskan kebutuhan individual.

7. Fungsionalisasi

Tiga masalah fungsional yang dapat memepengaruhi kinerja :

a. Di dalam hal organisasi dapat beroperasi secara global, dapat dilakukan secara sentralisasi dengan cara mengontrol hasil yang ingin dicapai, termasuk manaemen kinerja

b. Organisasi dalam suatu negara dapat memindahkan kewenangan ke tingkat yang lebih besar atau lebih kecil.

c. Struktur organisasi bersinggungan dengan kinerja karena kerangka kerja untuk mendapatkan segala sesuatunya dikerjakan.

8. Budaya

Nilai-nilai dinyatakan sebagai keyakinan tentang apa yang baik bagi organisasi dan perilaku seperti apa yang diinginkan. Norma-norma mengatur bagaiman manajemen kinerja bekerja, sedangkan gaya manajemen menjelaskan bagaimana manajer berperilaku dan menjalankan kekuatan dan kekuasaannya.

9. Kerja Sama

Pengembangan yang paling penting atas inisiatif ini adalah kebutuhan atas kerja sama yang lebih baik dengan penggunaan tim multifungsional, multidisiplin, dan bentuk organisasi lainnya. Dalam organisasi berbasis tim, pencapaian kinerja organisasi sangat ditentukan oleh kinerja tim yang terditi dari sekelompok orang dengan latar budaya berbeda dan kompetensinya bervariasi. Keberhasilan tim sangat ditentukan oleh kemampuannya bekerja sama.

Soesilo (dalam Hessel 2005:180), mengemukakan bahwa kinerja suatu organisasi birokrasi di masa depan dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut :

1. Struktur organisasi sebagai hubungan internal yang berkaitan dengan fungsi yang menjalankan aktivitas organisasi.

2. Kebijakan pengelolaan, berupa visi dan misi organisasi.

3. Sumber daya manusia, yang berkaitan dengan kualitas karyawan untuk bekerja dan berkarya secara optimal.

4. Sistem informasi manajemen, yang berhubungan dengan pengelolaan data base untuk digunakan dalam mempertinggi kinerja organisasi.

5. Sarana dan prasarana yang dimiliki, yang berhubungan dengan penggunaan teknologi bagi penyelenggara organisasi pada setiap aktivitas organisasi.Ruky (dalam Hessel 2005:180), mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh langsung terhadap tingkat pencapaian kinerja organisasi sebagai berikut:

1. Teknologi yang meliputi peralatan kerja dan metode kerja yang digunakan untuk menghasilkan produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi. Semakin berkualitas teknologi yang digunakan maka akan semakin tinggi tingkat kinerja organisasi tersebut.

2. Kualitas input atau material yang digunakan oleh organisasi.

3. Kualitas lingkungan fisik yang meliputi keselamatan kerja, penataan ruangan dan kebersihan.

4. Budaya organisasi sebagai pola tingkah laku dan pola kerja yang ada dalam organisasi yang bersangkutan.

5. Kepemimpinan sebagai upaya untuk mengendalikan anggota organisasi agar bekerja sesuai dengan standart dan tujuan organisasi.

6. Pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi aspek kompensasi, imbalan, promosi, dan lain-lain.

Berdasarkan berbagai faktor-faktor yang telah dikemukakan diatas, pada penelitian kinerja organisasi ini, penulis menggunakan ke dua faktor yang berpengaruh langsung dalam organisasi. Kedua faktor tersebut antara lain, personal factors atau tingkat kompetensi dalam hal ini adalah motivasi (Armstrong dan Baron (1998:16) dalam Wibowo, 2007:76), dan kepemimpinan . Berikut ini akan dijelaskan mengenai masing-masing faktor :1.Motivasi

Motivasi bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi tingkat prestasi seseorang. Dua faktor lainnya yang terlibat adalah kemampuan individu dan pemahaman tentang perilaku yang diperlakukan untuk mencapai prestasi yang tinggi atau disebut persepsi peranan. Motivasi, kemampuan, dan persepsi peranan adalah saling berhubungan. Jadi, bila salah satu faktor rendah, maka tingkat prestasi akan rendah, walaupun faktor-faktor lainnya tinggi.

Teoritis seperti McGregor dan Maslow, dan para peneliti seperti Argyris dan Likert, melontarkan kritik kepada model hubungan manusiawi, dan mengemukakan pendekatan uang lebih sophiscated untuk memanfaatkan para karyawan. Model ini menyatakan bahwa para karyawan dimotivasi oleh banyak faktor tidak hanya uang atau keinginan untuk mencapai kepuasan, tetapi juga kebutuhan untuk berprestasi dan memperoleh pekerjaan yang bearti. Mereka beralasan bahwa kebanyakan orang telah dimotivasi untuk melakukan pekerjaan secara baik dan bahwa mereka tidak secara otomatis melihat pekerjaan sebagai sesuatu yang tidak dapat menyenangkan. Mereka mengemukakan bahwa para karyawan lebih menyukai pemenuhan kepuasan dari suatu prestasi kerja yang baik. Jadi, para karyawan dapat diberi tanggung jawab yang lebih besar untuk pembuatan keputusan-keputusan dan pelaksanaan tugas-tugas.

Teori-teori motivasi dapat diklarifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu petunjuk, isi dan proses. Teori-teori petunjuk mengemukakan bagaimana memotivasi para karyawan. Teori-teori ini dipakai untuk memotivasi telah banyak dibahas di bagian-bagian sebelumnya, sehingga teori-teori ini tidak diliputi dalam pembicaraan berikut.

Teori-teori isi (content theories), kadang-kadang disebut teori-teori kebutuhan (need theories), adalah berkenaan dengan pertanyaan apa penyebab-penyebab perilaku atau memusatkan pada pertanyaan apa dari motivasi. Teori-teori yang sangat terkenal diantaranya: 1) hierarki kebutuhan dari psikolog Abraham H. Maslow, 2) Frederick Herzberg dengan teori motivasi-pemeliharaan atau motivasi- higienis, dan 3) teori prestasi dari penulis dan peneliti David McClelland.

Teori-teori proses (process theories) berkenaan dengan bagaimana perilaku dimulai dan dilaksanakan atau menjelaskan aspek bagaimana dari motivasi. Teori-teori yang termasuk kategori teori-teori proses adalah: 1) teori pengharapan, 2) pembentukan perilaku (operant conditioning), 3) teori Porter-Lawler, dan 4) teori keadilan.

Para manajer dapat menggunakan model motivasi hubungan manusiawi hubungan manusiawi dan sumber daya manusia secara bersama. Dengan bawahannya, manajer cenderung menerapkan model hubungan manusiawi: mereka mencoba untuk mengurangi penolakan, bawahan dengan perbaikan moral dan kepuasan. Bagi dirinya sendiri, manajer akan lebih menyukai model sumber daya manusia: mereka merasa kemampuannya tidak digunakan secara penuh oleh sebab itu mereka mencari tanggung jawab yang lebih besar dari atasan-atasan mereka. Manajer yang dapat melihat motivasi sebagai sistem, yang mencakup sifat-sifat individu, pekerjaan dan situasi kerja dan memahami hubungan antara insentif, motivasi dan produktifitas.2.Kepemimpinan

Di lingkungan masyarakat, dalam organisasi formal maupun nonformal selalu ada seseorang yang dianggap lebih dari yang lain. Seseorang yang memiliki kemampuan lebih tersebut kemudian diangkat atau ditunjuk sebagai orang yang dipercayakan untuk mengatur orang lainnya. Biasanya orang seprti itu disebut pemimpin atau manajer. Dari kata pemimpin itulah kemudian muncul istilah kepemimpinan setelah melalui proses yang panjang. Kepemimpinan merupakan salah satu dimensi kompetensi yang sangat menentukan terhadap kinerja atau keberhasilan organisasi. cara untuk memengaruhi orang lain agar menjadi efektif tentu setiap orang bisa berbeda dalam melakukan. Kepemimpinan merupakan seni, karena pendekatan setiap orang dalam memimpin orang dapat berbeda tergantung karakteristik pemimpin, karakteristik tugas maupun karakteristik orang yang dipimpinnya.

Definisi kepemimpinan secara luas meliputi proses memperngaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga memperngaruhi interprestasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memiliki hubungan kerja sama dan kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerja sama dai orang-orang di luar kelompok atau organisasi ( Veithzal Rivai, 2003:2-3). Sedangkan menurut Armstrong (2003) (dalam Sudarmanto,2009:133) menyatakan kepemimpinan adalah bekerja sebaik-baiknya untuk mencapai hasil yang diharapkan. Kepemimpinan adalah cara mengajak karyawan agar bertindak benar, mencapai komitmen, dan memotivasi mereka untuk mencapai tujuan bersama.

Konsep kepemimpinan erat sekali hubungannya dengan kekuasaan pemimpin dalam memperoleh alat untuk mempengaruhi perilaku para pengikutnya. Terdapat beberapa sumber dan bentuk kekuasaan yaitu kekuasaan paksaan, legitimasi, keahlian, penghargaan, referensi, informasi, dan hubungan. Menurut pendapat Toha (dalam Toha, 1983:5) konsep kepemimpinan dan kekuasaan sebagai terjemahan dari power telah menurunkan suatu minat yang menarik untuk senantiasa didiskusikan sepanjang evolusi pertumbuhan pemikiran manajemen. Konsep kekuasaan sangat dekat dengan konsep kepemimpinan. Kemampuan meruakan sarana bagi pemimpin untuk memperngaruhi perilaku-perilaku pengikutnya.

Peran kepemimpinan dapat diartikan dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan dilakukan oleh seseorang sesuai dengan kedudukannya sebagai pemimpin. Covey (dalam Veithzal Rivai, 2003: 149) membagi peran kepemimpinan menjadi 3 bagian, yaitu:

1. Pathfinding (pencarian alur); peran untuk menentukan visi dan misi yang pasti.

2. Aligning (penyelaras); peran untuk memastikan bahwa struktur, sistem, proses operasional organisasi memberikan dukungan pada pencapaian visi dan misi.

3. Empowering (pemberdaya); peran untuk menggerakkan semangat dalam diri orang-orang dalam mengungkapkan bakat, kecerdikan, dan kreativitas laten untuk mampu mengerjakan apa pun dan konsisten dengan prinsip-prinsip yang disepakati.

Pengambilan keputusan dalam tinjauan perilaku, mencerminkan karakter bagi seorang pemimpin. Oleh karena itu, untuk mengetahui apakah keputusan yang diambil baik atau buruk tidak hanya dinilai setelah konsekuensinya terjadi, melainkan melalui berbagai pertimbangan dalam prosesnya. Kegiatan pengambilan keputusan merupakan salah satu bentuk kepemimpinan, sehingga (Veithzal Rivai, 2003:151):

Teori keputusan adalah merupakan metodologi untuk menstrukturkan dan menganalisis situasi yang tidak pasti atau berisiko, di sini keputusan lebih bersifat perspektif daripada deskriptif. Pengambilan keputusan adalah proses mental di mana seorang manajer memperoleh dan menggunakan data dengan menanyakan hal lainnya, menggeser jawaban untuk menemukan informasi yang relevan dan menganalisis data; manajer, secara individual dan dalam tim, mengatur dan mengawasi informasi, terutama informasi bisnisnya.

Pengambilan keputusan adalah proses memilih di antara alternatif-alternatif tindakan untuk mengatasi masalah.

Dengan demikian, fokus pengambilan keputusan adalah pada kemampuan untuk menganalisis situasi dengan memperoleh informasi seakurat mungkin, sehingga permasalahan dapat dituntaskan. Dalam pelaksanaannya, pengambilan keputusan dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu proses dan gaya pengambilan keputusan. 1.5Operasionalisasi Konsep

Dalam mengadakan penelitian, kita harus mengerti konsep utama yang digunakan. Konsep-konsep yang ada harus dioperasionalkan dengan maksud agar penelitian ini dapat dijalankan sesuai dengan alur pikir penelitian dan teori yang digunakan.

1.Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Konsep utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kinerja organisasi. Dengan adanya studi tentang kinerja organisasi, maka diharapkan suatu organisasi dapat memenuhi kebutuhan publik sesuai dengan tujuan organisasi.2.Kinerja organisasi adalah hasil kerja yang dicapai oleh suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab pegawai, atau gambaran mengenai besar kecilnya hasil yang dicapai dari suatu kegiatan baik dilihat secara kualitas maupun kuanititas sesuai dengan visi dan misi organisasi.3.Kinerja Organisasi Dinas Pasar Kota Semarang dipengaruhi oleh faktor pendukung dan penghambat. Kinerja pegawai Dinas Pasar Kota Semarang yang baik nantinya memiliki dampak baik bagi organisasi untuk peningkatan produktivitas, kualitas pelayanan, responsivitasm responsibilitas, dan akuntabilitas kepada masyarakat. 4.Operasionalisasi dari konsep kinerja organisasi Dinas Pasar Kota Semarang, dengan melihat faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai yaitu: a. Motivasi

Motivasi meliputi setiap kekuatan, perasaan atau keinginan yang muncul dari dalam diri individu untuk mencapai tujuan atau keuntungan tertentu di lingkungan dunia kerja terutama dalam organisasi atau di pelataran kehidupan pada umumnya.

b. KepemimpinanKepemimpinan berkaitan dengan suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya untuk mencapai tujuan organisasi.1.6

METODE PENELITIAN1.6.1Desain Penelitian

Menurut Yudiono K.S. (1984 : 24) menjelaskan bahwa metode adalah cara tertentu untuk memahami atau menjelaskan obyek berdasarkan latar belakang teori tertentu. Penjelasan mengenai suatu obyek tersebut membutuhkan data yang merupakan keterangan mengenai suatu hal.

Data adalah suatu bahan mentah yang jika diolah dengan baik melalui berbagai analisis dapat melahirkan berbagai informasi (Usman dan Akbar, 2000 : 15). Bogdan dan Taylor (1975:5) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.

Dalam penelitian kualitatif peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama. Hal itu dilakukan karena jika memanfaatkan alat yang bukan manusia dan mempersiapkannya terlebih dahulu sebaai yang lazim digunakan dalam penelitian klasik, maka sangat tidak mungkin untuk mengadakan penyesuaian terhadap kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan.

Pada dasarnya tipe penelitian dibagi menjadi dua macam, adapun dua macam penelitian tersebut yaitu :1. Penelitian Deskriptif, merupakan suatu usaha pemecahan masalah dengan cara membandingkan gejala-gejala yang ditemukan, mengadakan klasifikasi gejala-gejala, dan menetapkan pengaruh antara gejala-gejala yang ditemukan.

2. Penelitian Eksploratif, merupakan suatu penelitian yang digunakan untuk memperdalam pengetahuan mengenai gejala tertentu, dengan maksud untuk merumuskan masalah-masalah secara terperinci.

Berdasarkan jenis penelitian yang dikemukakan tersebut di atas penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh gambaran secara rinci mengenai keadaan objek atau subyek amatan. Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut mugkin berasal dari naskah wawancara, catatan-lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya ( Lexy J. Moleong:2000,6).

Penelitian kualitatif bersumber pada falsafah fenomenologis. Aplikasi metode kualitatif dalam penelitian ilmu-ilmu sosial dilakukan dengan langkah-langkah yaitu merumuskan masalah sebagai fokus penelitian, mengumpulkan data lapangan, menganalisis data, merumuskan hasil stui, dan menyusun rekomenasi untuk perbaikan kinerja dalam bidang ini. Melalui penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif ini, peneliti bermaksud mendeskripsikan analisis kinerja organisasi yang mengambil lokus penelitian di Dinas Pasar Kota Semarang.1.6.2 Pemilihan Informan

Nonprobability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini meliputi, sampling sistematis, kuota, aksidental, purposive, jenuh, snowball (Sugiyono, 2009:218). Dalam penelitian kualitatif, teknik sampling yang sering digunakan adalah purposive sampling, dan snowball sampling. Seperti dikemukakan bahwa, purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel data dengan perimbangan tertentu. Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data, yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar. Hal ini dilakukan karena dari jumlah sumber data yang sedikit itu tersebut belum mampu memberikan data yang memuaskan, maka mencari orang lain lagi yang dapat digunakan sebagai sumber data (Sugiyono, 2009:219). Informan, sebagai informan awal dipilih key informan yaitu obyek penelitian yang menguasai permasalahan yang diteliti. Informasi selanjutnya diminta pula untuk menunjukkan orang lain yang dapat memberikan informasi begitu seterusnya. Cara ini biasanya lazim disebut snow ball yang dilakukan secara serial atau berurutan. Tipe penelitian ini adalah kualitatif maka teknik pengambilan sampel yang dipilih adalah purposive sampling. Untuk menganalisa perkembangan informasi maupun sumbernya menggunakan prinsip snowball sampling.

Jadi, penentuan sampel dalam penelitian kualitatif dilakukan saat peneliti mulai memasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung (emergent sampling design) caranya yaitu, peneliti memilih orang tertentu yang dipertimbangkan akan memberikan informasi yang diperoleh dari sampel sebelumnya itu, peneliti dapat menetapkan sampel lainnya yang dipertimbangkan akan memberikan data lebih lengkap. Praktek seperti inilah yang disebut sebagai serial selection of sample units Lincoln dan Guba dalam (Sugiyono, 2009:219) atau dalam kata-kata Bogdan dan Biklen dalam (Sugiyono, 2009:219) dinamakan snowball sampling technique. Unit yang dipilih makin lama makin terarah sejalan dengan makin terarahnya fokus penelitian. Proses ini dinamakan Bodan dan Biklen (1982) sebagai continous adjustment of focusing of the sample.

Dalam proses penentuan sampel seperti dijelaskan di atas, berapa besar sampel tidak dapat ditentukan sebelumnya. Seperti telah dikutip di atas, dalam sampel purposive besar sampel ditentukan oleh pertimbangan informasi. Dalam hubungan ini S. Nasution (1988) dalam (Sugiyono, 2009:220) menjelaskan bahwa penentuan unit sampel (responden) dianggap telah memadai apabila telah sampai kepada taraf redundancy (datanya telah jenuh, ditambah sampel lagi tidak memberikan informasi yang baru), artinya bahwa dengan menggunakan responden selanjutnya boleh dikatakan tidak lagi diperoleh tambahan informasi baru yang bearti.

Dalam penelitian ini yang menjadi informan penelitian adalah:

1. Pimpinan Dinas Pasar Kota Semarang

2. Pegawai Dinas Pasar Kota Semarang

3. Masyarakat atau penjual di Pasar-pasar Kota Semarang ( Pasar Johar)1.6.3Sumber Data

Untuk menunjang penelitian ini, data yang akan digunakan berupa :

a. Data Primer

Yaitu data yang diperoleh langsung dari responden dengan menggunakan. Data primer didapat dari wawancara terhadap informan, observasi lapangan yang dilakukan di Dinas Pasar Kota Semarang.

b. Data sekunder

Yaitu data yang diperoleh melalui data yang telah diteliti dan dihimpun pihak lain berupa buku buku, referensi, dan sumber data kepustakaan lainnya yang berkaitan dengan masalah penelitian, bisa meliputi tentang data sejarah organisasi, struktur organisanisasi, dan lain lain.1.6.4Teknik Pengumpulan Data

Pada teknik pengumpulan data ini diambil sumber data, yaitu data primer dan data sekunder. Yang dimaksud dengan data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan (praktis), sedangkan data sekunder adalah merupakan data yang diperoleh dari studi kepustakaan. Untuk memperoleh data primer melalui studi langsung di lapangan dengan melalui observasi dan wawancara. Sedangkan untuk data sekunder mencari data dengan menelaah buku-buku kepustakaan, referensi seperti makalah ilmiah, laporan hasil penelitian yang ada kaitannya dengan obyek yang diteliti.

Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :a. Interview atau wawancaraInterview merupakan metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian. Pada umumnya dua orang atau lebih, hadir secara fisik dalam proses tanya jawab dan masing-masing pihak dapat menggunakan saluran komunikasi secara wajar (Sutrisno Hadi, 1995).Ada bermacam-macam cara pembagian jenis wawancara yang ada, diantaranya wawancara yang dikemukakan oleh Patton (1980:197) sebagai berikut: a) wawancara pembicaraan informal, b) pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara, c) wawancara baku terbuka.Dalam penelitian ini digunakan wawancara bebas terpimpin, artinya wawancara yang disesuaikan dengan kondisi yang ada tetapi berpedoman pada pertanyaan yang telah dipersiapkan dan dimungkinkan adanya variasi pertanyaan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi saat wawancara dilaksanakan. Wawancara digunakan untuk mengambil data primer dari responden yaitu aparat Dinas Pasar kota Semarang.b. Observasi

Ada beberapa alasan mengapa dalam penelitian kualitatif, pengamatan dimanfaatkan sebesar-besarnya seperti yang dikemukakan oleh Guba dan Lincoln (1981:191-193) diantaranya yaitu pengamatan memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya, memungkinkan peneliti untuk memahami situasi-situasi yang sulit dan rumit, dan pengamatan dapat dilakukan apabila teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan, pengamatan dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat.

Menurut Guba dan Lincoln (1981:191-193) dalam buku Moelong (2000:126), jika diikhtisar, alasan secara metodologis bagi penggunaan pengamatan atau observasi ialah : pengamatan mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan, dan sebagainya; pengamatan memungkinkan pengamat untuk melihat dunia sebagaimana yag dilihat subyek penelitian, hidup pada saat itu, menangkap arti fenomena dari segi pengertian subyek, menangkap kehidupan budaya dari segi pandangan dan anutan para subyek pada keadaan waktu itu;pengamatan memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subyek sehingga memungkinkan pula sebagai peneliti sebagai sumber data;pengamatan memungkinkan pembentukan pengetahuan yang diketahui bersama, baik dari pihaknya maupun dari pihak subyek.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah pengambilan data yang diproses melalui dokumen-dokumen. Menurut Guba dan Lincoln (1981:228) dalam buku Moelong (2000:161) terdapat dua perbedaan antara dokumen dan record. Record adalah setiap pernyataan tertulis yang disusun oleh seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa atau menyajikan akunting. Dokumen ialah setiap bahan tertulis ataupun film, lain dari record yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik.

Dokumen atau record digunakan untuk keperluan penelitian, menurut Guba dan Lincoln (1981:232-235) di dalam buku Moelong (2000:161), karena alasan-alasan yang dapat dipertanggungjawabkan seperti berikut ini:

1. Dokumen dan record digunakan karena merupakan sumber yang stabil, kaya, dan mendorong.

2. Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian.

3. Keduanya berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karena sifatnya yang alamiah, sesuai dengan konteks, lahir dan berada dalam konteks.

4. Record relatif murah dan tidak sukar diperoleh, tetapi dokumen harus dicari dan ditemukan.

5. Keduanya tidak reaktif sehingga tidak sukar ditemukan dengan teknik kajian isi.

6. Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yg diselidiki.

1.6.5Analisis dan Interprestasi DataA.Analisis Data

Analisis data, menurut Patton (dalam Moelong, 2000:103) adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Ia membedakannya dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan di antara dimensi-dimensi uraian. Data diperoleh, kemudian dikumpulkan untuk diolah secara sistematis. Dimulai dari wawancara, observasi, mengedit, mengklasifikasi, mereduksi, selanjutnya aktivitas penyajian data serta menyimpulkan data.

Setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah, maka langkah selanjutnya ialah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi. Abtraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses, dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. Langkah selanjutnya adalah menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu kemudia dikategorisasikan pada langkah berikutnya. Kategori-kategori itu dilakukan sambil membuat koding. Tahap akhir dari analisis data ini adalah mengadakan pemeriksaan keabsahan data. Setelah selesai tahap ini, mulailah kini tahap penafsiran data dalam mengolah hasil sementara menjadi teori substantif dengan menggunakan beberapa metode tertentu.

Dengan menggunakan model interaktif (Miles dan Huberman 2007 : 15-21) yaitu dengan menggunakan tiga hal utama di atas yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi sebagai suatu yang jalin-menjalin pada saat sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar, untuk membangun wawasan umum yang disebut analisis.

Analisis Model Interaktif (Miles dan Huberman 2007 : 15-21)

A.Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data bukanlah suatu hal yang terpisah dari analisis. Ia merupakan bagian dari analisis. Pilihan-pilihan peneliti tentang bagaimana data dikode, mana yang dibuang, pola-pola mana yang meringkas sejumlah bagian yang tersebar, cerita-cerita apa yang berkembang , semuanya itu merupakan pilihan-pilihan analisis. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalmya dapat ditarik dan diverifikasi.B.Penyajian Data

Alur penting yang kedua dari kegiatan analisis adalah penyajian data. Suatu penyajian sebagai sekumpulan informasi tersusun yang member kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dna pengambilan tindakan. Penyajian-penyajian data yang dibahas dalam buku Analisis Data Kualitatif (Miles dan Huberman 2007 : 17-18) meliputi berbagai jenis matriks, grafik, jaringan, dan bagan. Semuanya dirancang guna menggabungkan informasi yang disusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih, dengan demikian seorang penganalisis dapat melihat apa yang sedang terjadi, dan menentukan apakah menarik kesimpulan yang benar ataukah terus melangkah melakukan analisis yang menurut saran yang dikiaskan oleh penyajian sebagai sesuatu yang berguna.C.Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan hanyalah sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Dari permulaan pengumpulan data, seorang penganalisis kualitatif mulai mencari arti benda-benda mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab-akibat, dan proposisi. Dalam pandangan metode analisis data interaktif tiga jenis kegiatan seperti reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan peneliti harus siap bergerak bolak balik di antara kegiatan reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan/verifikasi selama sisa waktu penelitiannya. Pengkodean data misalnya (reduksi data), menjurus kea rah gagasan-gagasan baru guna dimasukkan ke dalam suatu matriks (penyajian data). Pencatatan data mempersyaratkan reduksi data selanjutnya. Begitu matriks terisi, kesimpulan awal dapat ditarik, tetapi hal itu menggiring pada pengambilan keputusan (misalnya) untuk menambah kolom lagi pada matriks itu untuk menguji kesimpulan tersebut. Dalam pengertian ini, analisis kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang dan terus-menerus. Masalah reduksi data penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi menjadi gambaran keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang saling susul menyusul.DAFTAR PUSTAKA

Agus purwanto, Erwan. Ratih Sulistyastuti, Dyah. Metode Penelitian Kuantitatif, Gaya Media, Jogyakarta, 2007.Dwiyanto, Agus. 2002. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta : Pusat Studi dan Kependudukan dan Kebijakan UGM.Danim, Sudarwan, Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2004.

Hamidi. 2004. Metode Penelitian Kuantitatif. Malang : UMM Press

Handoko, T. Hani, Manajemen, Edisi Kedua, BPFE-Yogjakarta,Yogjakarta, 2003.Kast, Fremont E dan James E Rosenzweig. 2002. Organisasi dan Manajemen. Jakarta : Bumi Aksara.Moleong, J.Lexi, Metode Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rodakarya. Bandung, 2000.Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. Metode Penelitian Survay, LP3ES, Jakarta, 1989.

Sugiyono, Prof. Dr. metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung, 2009.Rivai, Veithzal. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi (Edisi Kedua). PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. 2003.

Robbinns, Stephen P dan Timothy A Judge. 2008. Perilaku Organisasi (Organizational Behaviour). Jakarta: Salemba Empat.

Toha, Miftah, Kepemimpinan Dalam Manajemen (Suatu Pendekatan Perilaku). PT. Raja Grafindo, Jakarta. 1983.Wibowo, Manajemen Kinerja, Edisi Kedua, PT RajaGrafind Persada, Jakarta, 2009.

1