Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

106
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA KESADARAN Kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi : 1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.. 2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh. 3. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal. 4. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri. 5. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya). Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala. Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem aktivitas reticular mengalami 1

description

ulkus kornea

Transcript of Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

Page 1: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

KESADARAN

Kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari

lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :

1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat

menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..

2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,

sikapnya acuh tak acuh.

3. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang

lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah

dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.

4. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap

nyeri.

5. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan

apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon

pupil terhadap cahaya).

Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan

dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya

aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala.

Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem

aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan

peningkatan angkamorbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian).Jadi sangat penting

dalam mengukur status neurologikal dan medis pasien. Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan

salah satu bagian dari vital sign.

GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat

kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon

pasien terhadap rangsangan yang diberikan. Respon pasien yang perlu diperhatikan

mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata , bicara dan motorik

1

Page 2: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

Eye (respon membuka mata) :

(4) : spontan

(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).

(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)

(1) : tidak ada respon

Verbal (respon verbal) :

(5) : orientasi baik

(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan

waktu.

(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu

kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)

(2) : suara tanpa arti (mengerang)

(1) : tidak ada respon

Motor (respon motorik) :

(6) : mengikuti perintah

(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)

(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi

rangsang nyeri)

(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat

diberi rangsang nyeri).

(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal

& kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).

(1) : tidak ada respon

Hasil pemeriksaan kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E…V…M…

Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan

terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.

2

Page 3: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :

GCS : 14 – 15 = CKR (cidera kepala ringan)

GCS : 9 – 13 = CKS (cidera kepala sedang)

GCS : 3 – 8 = CKB (cidera kepala berat)

RANGSANGAN MENINGEAL

- Kaku kuduk    : Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan sbb: Tangan pemeriksa

ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian kepala ditekukan

(fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama penekukan diperhatikan adanya

tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai

dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat

- Kernig sign     : Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya

pada persendian panggul sampai membuat sudut 90°. Setelah itu tungkai bawah

diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135° terhadap paha.

Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135°, maka dikatakan

Kernig sign positif.

-Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)

Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan dibawah kepala

pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi sebaiknya ditempatkan

didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan

sehingga dagu menyentuh dada. Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul

dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.

-Brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)

Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi lutut,

kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. Bila timbul gerakan secara

reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini menandakan

test ini postif.

3

Page 4: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

-Lasegue sign  : Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaring lalu kedua

tungkai diluruskan (diekstensikan), kemudian satu tungkai diangkat lurus, dibengkokkan

(fleksi) persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan

ekstensi (lurus). Pada keadaan normal dapat dicapai sudut 70° sebelum timbul rasa sakit dan

tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan sebelum mencapai 70° maka disebut tanda

Lasegue positif. Namun pada pasien yang sudah lanjut usianya diambil patokan 60°.

PENINGGIAN INTRA KRANIAL

Kranium dan kanalis vertebralis relatif sama-sama intak dan tidak elastik.

Peningkatan volume dari beberapa keadaan seperti pada jaringan otak, darah atau cairan

serebrospinal, akan meningkatkan tekanan intrakranial. Tanda peninggian tekanan

intrakranial harus selalu membangkitkan kecurigaan adanya lesi desak ruang intrakranial.

Beberapa mekanisme yang jelas dari Peninggian Tekanan Intrakranial :

Penggian volume intrakranial yang disebabkan oleh tumor otak, infark cerebri yang luas,

trauma serebri, perdarahan otak, abses otak, hematoma extraserebral, edema serebri akut.

Tekanan venous yang tinggi dari kegagalan jantung atau obstruksi mediastinal superior.

Obstruksi dan absorbsi aliran cairan likuor serebrospinalis.

Pendapat lain mengenai mekanisme Peninggian Tekanan Intrakranial :

Gangguan yang disebabkan edema otak yang difus, Penekanan massa pada ruang supra atau

infratentorial, Hidrosefalus akibat dari penggian produksi cairan likuor serebrospinalis atau

obstruksi aliran likuor serebrospinalis, atau gangguan absorbsi cairan likuor serebrospinalis.

Penyebab peninggian tekanan intrakranial :Lesi desak ruang intrakranial (tumor otak,

perdarahan otak, infark otak, abses otak ), Ensefalitis, Meningitis, Trauma kranioserebral,,

Trombosis sinus venous, Obstruksi aliran keluar CSS.

Gejala-gejala umum tekanan intrakranial yang meninggi terdiri dari :Sakit kepala, Muntah,

Kejang, Gangguan mental, Perasaan abnornmal di kepala, Kesadaran menurun, Diplopia.

4

Page 5: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

NERVUS CRANIAL

Nervus I (olfaktorius)

cara pemeriksaan: Pasien disuruh untuk memejamkan mata,tutup salah satu luban hidung,

pasien disuruh membedakan bau yang dirasakan( kopi,tembakau,alkohol, dll), nilai apakah

normosmia, anosmia, parosmia, dan hiposmia. Bandingkan dengan hidung yang lainnya

- Anosmia adalah hilangnya daya penghiduan.

- Hiposmia adalah bila daya ini kurang tajam.

- Hiperosmia adalah daya penghiduan yang terlalu peka.

-Parosmia adalah gangguan penghiduan bilamana tercium bau yang tidak sesuai misalnya

minyak kayu putih tercium sebagai bau bawang goreng.

- Kakosmia adalah mempersepsi adanya bau busuk, padahal tidak ada.

- Halusinasi penciuman adalah bila tercium suatu modalitas olfaktorik tanpa adanya

perangsangan maka kesadaran akan suatu jenis bau ini

 Nervus II (optikus)

- Tajam penglihatan : membandingkan ketajaman penglihatan pemeriksa dengan jalan pasien

disuruh melihat benda yang letaknya jauh misal jam didinding, membaca huruf di buku atau

koran.

- Lapangan pandang: Yang paling mudah adalah dengan munggunakan metode Konfrontasi

dari Donder. Dalam hal ini pasien duduk atau berdiri kurang lebih jarak 1 meter dengan

pemeriksa, Jika kita hendak memeriksa mata kanan maka mata kiri pasien harus ditutup,

misalnya dengan tangannya pemeriksa harus menutup mata kanannya. Kemudian pasien

disuruh melihat terus pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa harus selalu melihat ke mata

kanan pasien. Setelah pemeriksa menggerakkan jari tangannya dibidang pertengahan antara

pemeriksa dan pasien dan gerakan dilakukan dari arah luar ke dalam. Jika pasien mulai

melihat gerakan jari – jari pemeriksa, ia harus memberitahu, dan hal ini dibandingkan dengan

5

Page 6: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

pemeriksa, apakah iapun telah melihatnya. Bila sekiranya ada gangguan kampus penglihatan

(visual field) maka pemeriksa akan lebih dahulu melihat gerakan tersebut. Gerakan jari

tangan ini dilakukan dari semua jurusan dan masing masing mata harus diperiksa.

- Melihat warna

- Refleks ancaman

- Refleks pupil

Nervus III (okulomotorius)

-Pergerakan bola mata ke arah : atas, atas dalam, atas luar, medial, bawah, bawah luar.

-Diplopia (melihat kembar)

-Strabismus (juling)

-Nistagmus (gerakan bola mata diluar kemauan pasien)

-Eksoftalmus (mata menonjol keluar)

-Pupil : lihat ukuran, bentuk dan kesamaan antara kiri dan kanan

-Refleks pupil (refleks cahaya) Direk/langsung : cahaya ditujukan seluruhnya kearah pupil.

Normal, akibat adanya cahaya maka pupil akan mengecil (miosis). Perhatikan juga apakah

pupil segera miosis, dan apakah ada pelebaran kembali yang tidak terjadi dengan segera.

Indirek/tidak langsung: refleks cahaya konsensuil. Cahaya ditujukan pada satu pupil, dan

perhatikan pupil sisi yang lain.

-Rima palpebra

-Deviasi konjugae

6

Page 7: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

Nervus IV (trochlearis)

- Pergerakan bola mata ke bawah dalam

Nervus V (trigeminus)

-Pemeriksaan motorik : membuka dan menutup mulut; palpasi otot maseter dan temporalis;

kekuatan gigitan.

-Cara :1. pasien diminta merapatkan gigi sekuatnya, kemudian meraba M. masseter dan M.

temporalis. Normalnya kiri dan kanan kekuatan, besar dan tonus nya sama.

2. Pasien diminta membuka mulut dan memperhatikan apakah ada deviasi rahang

bawah, jika ada kelumpuhan maka dagu akan terdorong kesisi lesi. Sebagai

pegangan diambil gigi seri atas dan bawah yang harus simetris.Bila terdapat parese

disebelah kanan, rahang bawah tidak dapat digerakkan kesamping kiri. Cara lain

pasien diminta mempertahankan rahang bawahnya kesamping dan kita beri tekanan

untuk mengembalikan rahang bawah keposisi tengah.

-Pemeriksaan sensorik : dengan kapas dan jarum dapat diperiksa rasa nyeri dan suhu,

kemudian lakukan pemeriksaan pada dahi, pipi dan rahang bawah.

-Refleks kornea : Kornea disentuh dengan kapas, bila normal pasien akan menutup matanya

atau menanyakan apakah pasien dapat merasakan.

-Refleks masseter : Dengan menempatkan satu jari pemeriksa melintang pada bagian tengah

dagu, lalu pasien dalam keadaan mulut setengah membuka dipukul dengan ”hammer reflex”

normalnya didapatkan sedikit saja gerakan, malah kadang kadang tidak ada. Bila ada gerakan

hebat yaitu kontraksi M. masseter, M. temporalis, M. pterygoideus medialis yang

menyebabkan mulut menutup ini disebut refleks meninggi.

-Refleks bersin : menggunakan kapas.

Nervus VI (abdusens)

- Pergerakan bola mata ke lateral

7

Page 8: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

Nervus VII (fasialis)

-Pemeriksaan fungsi motorik : mengerutkan dahi (dibagian yang lumpuh lipatannya tidak

dalam), mimik, mengangkat alis, menutup mata (menutup mata dengan rapat dan coba buka

dengan tangan pemeriksa), moncongkan bibir atau menyengir, memperlihatkan gigi, bersiul

(suruh pasien bersiul, dalam keadaan pipi mengembung tekan kiri dan kanan apakah sama

kuat. Bila ada kelumpuhan maka angin akan keluar kebagian sisi yang lumpuh)

-Pemeriksaan fungsi sensorik :

2/3 bagian depan lidah : Pasien disuruh untuk menjulurkan lidah, kemudian pada sisi

kanan dan kiri diletakkan gula, asam,garam atau sesuatu yang pahit. Pasien cukup

menuliskan apa yang terasa diatas secarik kertas. Bahannya adalah: glukosa 5 %,

NaCl 2,5 %, asam sitrat 1 %, kinine 0,075 %.

Sekresi air mata : Dengan menggunakan Schirmer test (lakmus merah). Ukuran : 0,5

cm x 1,5 cm. Warna berubah jadi biru; normal: 10–15 mm (lama 5 menit).

 Nervus VIII (vestibulo-koklearis)

-Pemeriksaan fungsi n. koklearis untuk pendengaran

Pemeriksaan Weber : Maksudnya membandingkan transportasi melalui tulang

ditelinga kanan dan kiri pasien. Garputala ditempatkan didahi pasien, pada keadaan

normal kiri dan kanan sama keras (pasien tidak dapat menentukan dimana yang lebih

keras). Pendengaran tulang mengeras bila pendengaran udara terganggu, misal: otitis

media kiri, pada test Weber terdengar kiri lebih keras. Bila terdapat “nerve deafness”

disebelah kiri, pada test Weber dikanan terdengar lebih keras.

Pemeriksaan Rinne : Maksudnya membandingkan pendengaran melalui tulang dan

udara dari pasien. Pada telinga yang sehat, pendengaran melalui udara didengar lebih

lama daripada melalui tulang. Garputala ditempatkan pada planum mastoid sampai

pasien tidak dapat mendengarnya lagi. Kemudian garpu tala dipindahkan kedepan

meatus eksternus. Jika pada posisi yang kedua ini masih terdengar dikatakan test

positip. Pada orang normal test Rinne ini positif. Pada “conduction deafness” test

Rinne negatif.

8

Page 9: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

Pemeriksaan Schwabah : Pada test ini pendengaran pasien dibandingkan dengan

pendengaran pemeriksa yang dianggap normal. Garpu tala dibunyikan dan kemudian

ditempatkan didekat telinga pasien. Setelah pasien tidak mendengarkan bunyi lagi,

garpu tala ditempatkan didekat telinga pemeriksa. Bila masih terdengar bunyi oleh

pemeriksa, maka dikatakan bahwa Schwabach lebih pendek (untuk konduksi udara).

Kemudian garpu tala dibunyikan lagi dan pangkalnya ditekankan pada tulang mastoid

pasien. Dirusuh ia mendengarkan bunyinya. Bila sudah tidak mendengar lagi maka

garpu tala diletakkan di tulang mastoid pemeriksa. Bila pemeriksa masih mendengar

bunyinya maka dikatakan Schwabach (untuk konduksi tulang) lebih pendek.

 -Pemeriksaan fungsi n. vestibularis untuk keseimbangan

Pemeriksaan dengan tes kalori, Bila telinga kiri didinginkan (diberi air dingin) timbul

nystagmus kekanan. Bila telinga kiri dipanaskan (diberi air panas) timbul nistagmus

kekiri. Nystagmus ini disebut sesuai dengan fasenya yaitu : fase cepat dan fase pelan,

misalnya nystagmus kekiri berarti fase cepat kekiri. Bila ada gangguan keseimbangan

maka perubahan temperatur dingin dan panas memberikan reaksi.

 Pemeriksaan ‘past pointing test’, Pasien diminta menyentuh ujung jari pemeriksa

dengan jari telunjuknya, kemudian dengan mata tertutup pasien diminta untuk

mengulangi. Normalnya pasien harus dapat melakukannya.

 Tes Romberg, Pada pemeriksaan ini pasien berdiri dengan kaki yang satu didepan

kaki yang lainnya. Tumit kaki yang satu berada didepan jari kaki yang lainnya, lengan

dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup. Orang yang normal mampu berdiri

dalam sikap Romberg yang dipertajam selama 30 detik atau lebih.

 Stepping test/tandem walking, Pasien disuruh berjalan ditempat, dengan mata

tertutup, sebanyak 50 langkah dengan kecepatan seperti jalan biasa. Selama test ini

pasien diminta untuk berusaha agar tetap ditempat dan tidak beranjak dari tempatnya

selama test berlangsung. Dikatakan abnormal bila kedudukan akhir pasien beranjak

lebih dari 1 meter dari tempatnya semula, atau badan terputar lebih dari 30 derajat.

9

Page 10: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

 Nervus IX (glossofaringeus)

-Pemeriksaan motorik : disfagia, palatum molle, uvula, disfonia, refleks muntah.

Cara 1 : Pasien diminta untuk membuka mulut dan mengatakan huruf “a”. Jika ada

gangguan maka otot stylopharyngeus tak dapat terangkat dan menyempit dan

akibatnya rongga hidung dan rongga mulut masih berhubungan sehingga bocor. Jadi

pada saat mengucapkan huruf “a” dinding pharynx terangkat sedang yang lumpuh

tertinggal, dan tampak uvula tidak simetris tetapi tampak miring tertarik kesisi yang

sehat

Cara 2 : Pemeriksa menggoreskan atau meraba pada dinding pharynx kanan dan kiri

dan bila ada gangguan sensibilitas maka tidak terjadi refleks muntah.

- Pemeriksaan sensorik : pengecapan 1/3 belakang lidah

Pengecapan 1/3 lidah belakang lidah, pasien diminta menutup mata dan menjulurkan lidah,

keringkan lidah denganmenggunakan tisue, lalu teteskan rasa pahit di permukaan lidah.tanyakan

kepada pasien rasa apa yang dirasakan

Nervus X (vagus)

Pemeriksaan bersamaan dengan nervus IX.

Nervus XI (accesorius)

-Memeriksa tonus m. sternocleidomastoideus : Dengan menekan pundak pasien dan pasien

diminta untuk mengangkat pundaknya.

-Memeriksa tonus m. trapezius : Pasien diminta untuk menoleh kekanan dan kekiri dan

ditahan oleh pemeriksa , kemudian dilihat dan diraba tonus dari m. sternocleidomastoideus.

Nervus XII (hipoglossus)

Dengan adanya gangguan pergerakan lidah, maka perkataan-perkataan tidak dapat diucapkan

dengan baik, hal demikian disebut: dysarthria. Dalam keadaan diam lidah tidak simetris,

biasanya tergeser kedaerah lumpuh karena tonus disini menurun. Bila lidah dijulurkan maka

10

Page 11: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

lidah akan membelok kesisi yang sakit. Melihat apakah ada atrofi atau fasikulasi pada otot

lidah. Kekuatan otot lidah dapat diperiksa dengan menekan lidah kesamping pada pipi dan

dibandingkan kekuatannya pada kedua sisi pipi.

SISTEM MOTORIK

Kontrol gerak volunter melibatkan komponen yang sangat kompleks. Terdapat

banyak sistem yang saling berhubungan dan bekerja bersama-sama untuk menghasilkan

gerak volunter. Untuk mendapatkan gambaran tentang system motorik dalam hubungannya

dengan sistem gerak volunter, maka pembahasan akan dimulai pada aktivitas sistem spinal

kemudian meningkat pada batang otak dan akhirnya pembahasan pada area korteks serebri.

Selain itu akan dilengkapi pula dengan penjelasan-penjelasan pada area lain di otak seperti

ganglia basal dan serebellum.

sindrom lower motor neuron mempunyai gejala : lumpuh, atoni, atrofi, dan arefleksi.

Sindrom lower motor neuron didapatkan pada kerusakan di neuron motorik, neuraksis neuron

motorik (misalnya saraf spinal, pleksus, saraf perifer), alat penghubung neuraksis dan otot

(myoneural junction) dan otot. Sindrom upper motor neuron, yang dijumpai pada kerusakan

sistem pyramidal, mempunyai gejala : lumpuh, hipertoni, hiper refleksi, dan klonus, serta

refleks patologis. Kita ketahui pula bahwa kelumpuhan bukanlah merupakan kelainan yang

harus ada pada tiap gangguan gerak. Pada gangguan gerak oleh kelainan di system

ekstrapiramidal dan serebelar, kita tidak mendapatkan kelumpuhan.

Pada gangguan sistem ekstrapiramidal didapatkan gangguan pada tonus otot, gerakan

otot abnormal yang tidak dapat dikendalikan, gangguan pada kelancaran gerakan otot

volunter dan gangguan gerak-otot asosiatif.

Gangguan pada serebelum mengakibatkan gangguan gerak berupa gangguan sikap

dan tonus. Selain itu, juga terjadi ataksia, dismetria, dan tremor intensi. (Tiga fungsi penting

dari serebelum ialah keseimbangan, pengatur tonus otot, dan pengelola serta pengkoordinasi

gerakan volunter).

Pemeriksaan

Pada tiap bagian badan yang dapat bergerak harus dilakukan :

1. Inspeksi

11

Page 12: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

2. Palpasi

3. Pemeriksaan gerakan pasif

4. Pemeriksaan gerakan aktif 

5. Koordinasi gerakan

1. INSPEKSI

Pada inspeksi diperhatikan sikap, bentuk, ukuran, dan adanya gerak abnormal yang tidak

dapat dikendalikan.

Sikap

Perhatikan sikap secara keseluruhan dan sikap tiap bagian tubuh. Bagaimana sikap

pasien waktu berdiri, duduk, berbaring, bergerak, dan berjalan.

Jika pasien berdiri, perhatikan sikap dan posisi badannya, baik secara keseluruhan maupun

sebagian. Pasien dengan gangguan serebelum berdiri dengan muka membelok ke arah

kontralateral terhadap lesi, bahunya pada sisi lesi agak lebih rendah, dan badannya miring ke

sisi lesi. Penderita penyakit Parkinson berdiri dengan kepala dan leher dibungkukkan ke

depan, lengan dan tungkai berada dalam fleksi.

Bila ia jalan, tampaknya seolah-olah hendak jatuh ke depan; gerakan asosiatifnya

terganggu, lengan kurang dilenggangkan, dan terlihat tremor kasar, terutama di tangan. Pada

anak dengan distrofia muskulorum progresiva terlihat lordosis yang jelas; bila ia berjalan,

panggul seolah-olah berputar dengan maksud agar berat badan berpindah ke tungkai yang

sedang bertumpuh. Pada penderita hemiparese oleh gangguan sistem piramidal, lengan

berada dalam sikap fleksi, sedangkan tungkai dalam ekstensi. 

Bila ia berjalan, tungkai membuat gerak sirkumdiksi. Pada pasien dengan paraparese

jenis sentral, cara berjalannya seperti gunting, yaitu tungkai seolah-olah menyilang. Penderita

dengan gangguan di serebelumberjalan dengan kaki mengangkang, demikian juga penderita

tabes dorsalis. Selain itu, penderita tabes dorsalis selalu melihat ke bawah memperhatikan

kaki dan jalannya, sebab kalau tidak, ia akan jatuh. Pasien polineuritis berjalan seperti ayam,

yaitu tungkai difleksikan tinggi-tinggi pada persendian lutut, supaya dapat mengangkat

kakinya yang kurang mampu melakukan dorsofleksi.

12

Page 13: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

Gerakan bagian tubuh perlu diperhatikan dan dibandingkan. Pada anak yang sedang meronta

atau orang dewasa yang gelisah, bagian yang paretis terlihat kurang digerakkan. 

Bentuk : Perhatikan adanya deformitas.

Ukuran

Perhatikan apakah panjang badan tubuh sebelah kiri sama dengan yang kanan. Orang

dewasa yang mengalami lumpuh sejak masa kanak-kanak, ukuran ekstremitas yang lumpuh

lebih pendek daripada yang sehat. Kemudian perhatikan besar (isi) kontur (bentuk) otot.

Adakah atrofi atau hipertrofi. Perhatikan kontur (bentuk) otot. Pada atrofi besar otot

berkurang dan bentuknya berubah. Kelumpuhan jenis perifer disertai oleh hipotrofi atau

atrofi.

Perhatikan besarnya otot, bandingkan dengan otot sisi lainnya. Bila dicurigai adanya

atrofi, ukurlah kelilingnya. Pengukuran dilakukan dengan menyebutkan tempat di mana

dilakukan pengukuran. Biasanya digunakan tonjolan tulang sebagai patokan. Misalnya 3 cm

di atas olekranon, atau patella atau tonjolan lainnya. Setelah itu perhatikan pula bentuk otot.

Hal ini dilakukan dalam keadaan otot beristirahat dan sewaktu berkontraksi. Bila didapatkan

atrofi, kontur biasanya berubah atau berkurang.

Pada keadaan pseudo-hipertrofi, ukuran otot tampak lebih besar, namun tenaganya

kurang. Hal ini disebabkan karena jaringan otot diganti oleh jaringan lemak atau jaringan

ikat. Hal ini didapatkan pada distrofia muskulorum progresiva, dan terjadi di otot betis dan

gluteus.

Gerakan involuter (abnormal yang tidak terkendali)

Di antara gerakan abnormal yang tidak terkendali yang kita kenal ialah : tremor,

khorea, atetose, distonia, balismus, spasme, tik, fasikulasi, dan miokloni. 

Gerakan abnormal dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan keadaan. Gerakan abnormal

merupakan kontraksi otot-otot volunteer yang tidak terkendali. Nilainya secara klinis dalam

menentukan diagnosis dan lokalisasi penyakit saraf dapat sangat besar, oleh karenanya harus

diamati dengan baik. Gerakan abnormal ini dapat mengenai tiap bagian tubuh. Ia timbul

karena terlibatnya berbagai bagian sistem motorik, misalnya : korteks, serabut yang turun dari

13

Page 14: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

korteks, ganglia basal, batang otak dan pusat-pusatnya, serebelum dan hubungan-

hubungannya, medulla spinalis, serabut saraf perifer, atau ototnya sendiri. Sifat gerakan

dipengaruhi oleh letak lesi dan kelainan patologiknya. Lesi pada tempat yang berlainan

kadang dapat menyebabkan gerakan yang identik, dan proses patologis yang berlainan pada

tempat yang sama kadang dapat mengakibatkan bermacam bentuk gerakan abnormal. 

Pada pemeriksaan gerakan abnormal kita harus mengobservasi penampilan klinisnya

dan manifestasi visualnya, menganalisis pola gerakan dan melukiskan komponen-

komponennya. Bila gerakan sesuai dengan gambaran klinik tertentu yang telah mempunyai

nama, nama ini digunakan untuk gerakan tersebut, tetapi sebaiknya ditambah dengan

melukiskan gerakan tersebut, daripada hanya memberi suatu nama saja. Kadang-kadang

untuk mengetahui gerakan abnormal ini dibutuhkan palpasi, terlebih bila gerakannya sangat

lemah dan terbatas pada sebagian dari kelompok otot.

Tremor. 

Tremor ialah serentetan gerakan involunter, agak ritmis, merupakan getaran, yang

timbul karena berkontraksinya otot-otot yang berlawanan secara bergantian. Ia dapat

melibatkan satu atau lebih bagian tubuh. Jenis tremor yang perlu kita kenal ialah : tremor

normal atau fisiologis; tremor halus (disebut juga tremor toksik) dan tremor kasar.

Tremor fisiologis didapatkan bila anggota gerak ditempatkan pada posisi yang sulit, atau bila

kita melakukan gerakan volunteer dengan sangat lambat. Tremor yang terlihat pada orang

normal yang sedang marah atau ketakutan merupakan aksentuasi dari tremor fisiologis ini.

Tremor halus dianggap juga sebagai tremor toksik. Contoh yang khas ialah tremor yang

dijumpai pada hipertiroidi. Tremor ini terutama terjadi pada jari dan tangan. Kadang-kadang

tremor ini sangat halus dan sukar dilihat. Untuk memperjelasnya, kita tempatkan kertas di

atas jari-jari dan tampaklah kertas tersebut bergetar walaupun tremor belum jelas terlihat.

Tremor toksik ini didapatkan pula pada keracunan nikotin, kafein, obat-obatan seperti

adrenalin, efedrin, atau barbiturat.

Tremor kasar, salah satu contohnya ialah tremor yang didapatkan pada penyakit

Parkinson. Ini merupakan tremor yang lambat, kasar, dan majemuk. Pada penyakit Parkinson,

gerakan jari-jari mirip gerakan menghitung duit atau membuat pil (pill rolling tremor).

Contoh lainnya adalah tremor intensi. Tremor intensi merupakan tremor yang timbul waktu

14

Page 15: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

melakukan gerakan volunter dan menjadi lebih nyata ketika gerakan hampir mencapai

tujuannya. Tremor ini merupakan tremor kasar, dan dapat dijumpai pada gangguan

serebellum. Pada tes tunjuk-hidung pada pasien dengan gangguan di serebelum, tremor

menjadi lebih nyata pada saat telunjuk hampir mancapai hidung.

Khorea

Kata khorea berasal dari kata Junani yang berarti menari. Pada khorea gerak oto

berlangsung cepat, sekonyong-konyong, aritmik, dan kasar yang dapat melibatkan satu

ekstremitas, separuh badan atau seluruh badan. Hal ini dengan khas terlihat pada anggota

gerak atas (lengan dan tangan), terutama bagian distal. Pada gerakan ini tidak didapatkan

gerakan yang harmonis antara otot-otot penggerak, baik antar otot yang sinergis maupun

antagonis. Bila pasien disuruh meluruskan lengan dan tangannya, kita dapatkan hiperekstensi

pada falang proksimal dan terminal, dan pergelangan tangan berada dalam fleksi dengan

sedikit dipronasikan. Hal ini menjadi lebih jelas bila pasien disuruh mengangkat lengannya

ke atas. Jari-jari tangan biasanya akan diregangkan, dan ibu jari diabduksikan dan terarah ke

bawah.

Bila pasien disuruh menggenggam tangan pemeriksa, terasa bahwa tenaga genggaman

tidak konstan (tidak tetap) melainkan berfluktuasi, terasa melemah kemudian menguat lagi

dan seterusnya. Bila khorea melibatkan lidah, didapatkan kesukaran berbicara atau

mengunyah. Jika penderitanya disuruh mengeluarkan lidah, hal ini dilakukannya secara

mendadak dan kemudian ditariknya kembali.

Gerak khorea dapat dibuat nyata bila pasien disuruh melakukan dua macam gerakan

sekaligus, misalnya ia disuruh menaikkan lengannya ke atas sambil menjulurkan lidah.

Gerakan khorea didapatkan dalam keadaan istirahat dan menjadi lebih hebat bila ada aktivitas

dan ketegangan. Khorea menghilang bila penderitanya tidur. Gerakan khorea antara lain

dijumpai pada penyakit khorea Sydenham, khorea Huntington, dan khorea gravidarum.

Atetose

Kata atetose berasal dari kata Yunani yang berarti berubah. Berlainan dari khorea

yang gerakannya berlangsung cepat, mendadak, dan terutama melibatkan bagian distal, maka

atetose ditandai oleh gerakan yang lebih lamban, seperti gerak ular, dan melibatkan otot

15

Page 16: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

bagian distal. Namun demikian hal ini cenderung menyebar juga ke proksimal. Atetosis dapat

dijumpai pada banyak penyakit yang melibatkan ganglia basal.

Distonia

Bila terjadi kerusakan besar pada susunan ekstrapiramidal yang melibatkan beberapa

komponen ganglia basal, didapatkan gejala yang kompleks. Hal ini dijumpai pada distonia

muskulorum deformans, di mana didapatkan gerakan distonia. Biasanya distonia ini dimulai

dengan gerak otot berbentuk atetose pada lengan atau anggota gerak lain, kemudian gerakan

otot bentuk atetose ini menjadi kompleks, yaitu menunjukkan torsi yang keras dan berbelit.

Gerakan torsi otot (memutar berbelit) terjadi juga pada otot leher dan punggung, sehingga

didapatkan tortikolis dan tortipelvis. Gerak otot abnormal ini dapat mengakibatkan terjadinya

skoliosis, pes ekuinovarus, pes valgus, dan kontraktur.

 Balismus

Balismus (hemibalismus) ialah gerak otot yang datang sekonyong-konyong, kasar dan

cepat, dan terutama mengenai otot-otot skelet yang letaknya proksimal; sedangkan pada

khorea, gerak otot kasar, cepat, dan terutama melibatkan otot-otot yang agak distal.

Spasmus merupakan gerakan abnormal yang terjadi karena kontraksi otot-otot yang

biasanya disarafi oleh satu saraf. Spasme klonik mulai sekonyong-konyong, berlangsung

sebentar dan dapat berulang-ulang. Spasme tonik dapat berlangsung lama dan terus menerus.

Spasme klonik menyerupai kontraksi otot yang terjadi pada waktu faradisasi. Spasme dapat

timbul karena iritasi saraf perifer atau otot, tetapi dapat juga timbul karena iritasi di suatu

tempat, mulai dari korteks sampai ke serabut otot. Contoh dari spasme ialah trismus, rhisus

sardonikus, dan hiccup. Trismus merupakan spasme tonik otot pengunyah, dan rhisus

sardonikus adalah spasme tonik pada otot fasial.

Tik (tic)

Penyebab tik belum diketahui. Ada pakar yang menganggapnya sebagai suatu

conditioned reflex, ada pula yang mengatakan bahwa faktor psikogen mempunyai peranan,

dan pakar lainnya mengemukakan bahwa sistem ekstrapiramidal memainkan peranan pula.

Tik merupakan suatu gerakan terkoordinir, berulang, dan melibatkan sekelompok otot dalam

16

Page 17: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

hubungan yang sinergistik. Ada tik yang menyerupai spasme klonik, dan disebutkan sebagai

spasme-kebiasaan (habit spasm).

Fasikulasi

Fasikulasi merupakan gerakan halus, cepat, dan berkedut dari satu berkas (fasikulus)

serabut otot atau satu unit motorik. Satu unit motorik ialah satu sel neuron motorik, aksonnya

serta semua serabut otot yang disarafinya. Gerak fasikulasi biasanya tidak menyebabkan

gerakan pada persendian, kecuali bila fasikulasi terdapat di jari-jari. Dalam hal sedemikian

kadang terjadi gerakan pada persendian.

Penyebab fasikulasi belum jelas benar; iritasi pada sel neuron motorik dapat

menimbulkan fasikulasi. Adanya fasikulasi dapat dibuat lebih nyata dengan jalan

memberikan rangsang mekanis pada otot tersebut, misalnya dengan pukulan.

Fasikulasi mempunyai nilai prognostik pada penyakit degeneratif yang melibatkan sel

neuran motorik, misalnya ALS (sklerosis amiotrofik lateral). Makin banyak fasikulasi, makin

cepat progresivitas penyakit. Kadang-kadang fasikulasi dijumpai pada orang yang normal.

Dalam hal demikian, fasikulasi tidak disertai atrofi, Fenomena yang serupa (yang disebut

miokimia) dapat menyebabkan kontraksi spasmodik m. orbikularis okuli, m. levator palpebra

superior atau otot wajah lainnya. Hal ini merupakan keadaan yang benigna dan dapat

dicetuskan oleh kelelahan atau kecemasan. Fasikulasi benigna dan miokimia sering

menimbulkan rasa takut pada penderitanya, yang mengasosiasikannya dengan penyakit yang

berat.

Mioklonik

Mioklonik ialah gerakan yang timbul karena kontraksi otot secara cepat, sekonyong-

konyong, sebentar, aritmik, asinergik, dan tidak terkendali. Otot yang berkontraksi dapat

meliputi sebagian dari satu otot, seluruh otot atau sekelompok otot-otot tanpa memandang

asosiasi fungsional otot tersebut. Gerak mioklonia ini terutama didapatkan pada otot-otot

ekstremitas dan badan, tetapi ia sering juga difus dan meluas, dan melibatkan otot muka,

rahang, lidah, faring, dan laring. Ia timbul secara paroksismal, pada waktu yang tidak

tertentu, baik pada saat istirahat maupun pada waktu sedang aktif. Namun demikian, ia dapat

menjadi lebih hebat bila ada rangsang emosional, mental, taktil, visual, atau rangsang

17

Page 18: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

auditoar. Ia dapat berkurang bila ada gerakan volunter. Ia dapat timbul pada saat pasien

hendak tertidur, dan biasanya menghilang bila sudah tertidur. 

Gerakan miokloni dapat kecil sehingga tidak menyebabkan gerakan pada persendian,

tetapi bila ia mengenai seluruh otot atau sekelompok otot, gerakannya dapat kuat sehingga

mengakibatkan gerakan klonik pada ekstremitas. Gerakan dapat sedemikian hebat, sehingga

satu anggota gerak seolah-olah terlempar dengan tiba-tiba atau dapat menyebabkan penderita

tercampak jatuh.

2. PALPASI

Pasien disuruh mengistirahatkan ototnya. Kemudian otot ini dipalpasi untuk

menentukan konsistensi serta adanya nyeri-tekan. Dengan palpasi kita dapat menilai tonus

otot, terutama bila ada hipotoni. Penentuan tonus dilakukan pada berbagai posisi anggota

gerak dan bagian badan.

3. PEMERIKSAAN GERAKAN PASIF

Penderita disuruh mengistirahatkan ekstremitasnya. Bagian dari ekstremitas ini kita

gerakkan pada persendiannya. Gerakan dibuat bervariasi, mula-mula cepat kemudian lambat,

cepat, lebih lambat, dan seterusnya. Sambil menggerakkan kita nilai tahanannya. Dalam

keadaan normal kita tidak menemukan tahanan yang berarti, jika penderita dapat

mengistirahatkan ekstremitasnya dengan baik, terutama anak-anak, sehingga kita mengalami

kesulitan menilai tahanan.

Kadang-kadang tahanan didapatkan pada satu jurusan saja, misalnya tungkai sukar

difleksikan tetapi mudah diekstensikan. Keadaan ini misalnya didapatkan pada lesi di traktus

piramidal. Jangan lupa membandingkan bagian-bagian yang simetris. Pada gangguan sistem

ekstrapiramidal, dapat dijumpai tahanan yang sama kuatnya (rigiditas). Kadang-kadang

dijumpai keadaan dengan tahanan hilang timbul (fenomen cogwheel).

4. PEMERIKSAAN GERAKAN AKTIF (KEKUATAN OTOT)

Pada pemeriksaan ini kita nilai kekuatan (kontraksi) otot. Untuk memeriksa adanya

kelumpuhan, kita dapat menggunakan 2 cara berikut

18

Page 19: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

1. Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan kita menahan gerakan

ini.

2. Kita (pemeriksa) menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh

menahan.

Contoh cara 1 : Pasien disuruh memfleksikan lengan bawahnya dan kita

menghalangi usahanya ini. Dengan demikian, dapat dinilai kekuatan otot biseps.

Contoh cara 2 : Kita (pemeriksa) ekstensikan lengan bawah pasien dan ia disuruh

menghalangi (menahan) usaha ini. Dengan demikian, dapat dinilai kekuatan otot biseps.

Jadi dengan kedua cara tersebut di atas dapat dinilai tenaga otot. Dokter umumnya

menggunakan cara 1, yaitu pemeriksa yang menahan. Bila pasien yang disuruh menahan,

ditakutkan kekuatan yang dilakukan oleh dokter terlalu besar. Bila pasien lumpuh total, tidak

sulit untuk memastikannya, namun bila ia lumpuh sebagian atau parsial, tidak mudah

memastikan atau menilainya. Tenaga orang yang normal berbeda-beda. Misalnya, tenaga

seorang atlit angkat besi jauh lebih kuat daripada tenaga seorang juru tulis. Tidak selalu

mudah membedakan parese (lumpuh) ringan dari tidak ada parese. Kita mungkin mendapat

pertolongan dari beberapa hal berikut yaitu : 

1. Keluhan pasien (mungkin ia mengemukakan tenaganya berkurang).

2. Otot dibagian yang simetris tidak sama tenaganya.

3. Berkurangnya kelancaran gerakan. Parese ringan kadang-kadang ditandai oleh

menurunnya kelancaran gerakan.

4. Didapatkan gejala lain, misalnya : arefleksi, atrofi, hiperrefleksi, dan refleks patologis.

Dalam praktek sehari-hari, tenaga otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0 – 5.

(0 berarti lumpuh samasekali, dan 5 = normal).

0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot; lumpuh total.

1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendian

yang harus digerakkan oleh otot tersebut.

2 : Didapatkan gerakan, tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat

(gravitas).

3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.

19

Page 20: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan yang

diberikan.

5 : Tidak ada kelumpuhan (normal).

Contoh tenaga 2 : Pasien mampu menggeser tungkainya di tempat tidur, namun tidak

mampu mengangkatnya (melawan gaya berat). Berdasarkan pengetahuan di atas dan dibantu

oleh pengetahuan anatomi otot serta gerakan yang dilakukan otot tersebut, kita dapat menilai

tenaga dari bermacam otot. Pada buku ini tidak mungkin diperbincangkan gerakan semua

otot di badan. Pembaca dapat menggunakan buku anatomi mengenai otot. Di sini akan

dikemukakan beberapa hal saja yang bermanfaat dalam praktek sehari-hari, yaitu

pemeriksaan gerakan kepala, anggota gerak atas, badan, dan anggota gerak bawah.

Kepala

Perhatikan sikap kepala. Pada paralisis agitans (sindrom Parkinson), kepala

ditekukkan ke depan; pada meningitis, penderita berbaring dengan kepala dikedikkan ke

belakang; pada gangguan di serebelum, kepala terrotasi sedikit ke arah kontralateral dari lesi.

Periksa apakah ada tahanan jika kepala digerakkan secara pasif. Pada radang selaput

otak didapatkan kaku kuduk. Pada tortikolis juga didapatkan tahanan, demikian juga pada

spondilitis servikal. Gerakan aktif diperiksa dengan menyuruh pasien menekukkan kepala ke

depan, ke belakang, ke samping kiri, dan kanan, serta melakukan gerakan rotasi. Pemeriksa

menilai tenaganya, dan membandingkan tenaga gerakan ke kiri dan ke kanan.

Anggota gerak atas

Perhatikan apakah ada atrofi otot tenar, hipotenar, dan otot intrinsik tangan. Periksa

gerakan jari-jari; bagaimana tenaga fleksi, ekstensi, abduksi, dan aduksi. Periksa tenaga

menggenggam. Hal ini dilakukan dengan menyuruh pasien menggenggam jari pemeriksa dan

kemudian pemeriksa menarik lepas jari tersebut. Gerakan di pergelangan juga diperiksa, dan

ditentukan tenaganya pada gerakan pronasi dan supinasi. Fleksi dan ekstensi pada persendian

siku, juga diperiksa. Gerakan pada persendian bahu diperiksa dengan menyuruh pasien

menggerakkan lengan yang diekstensi, pada bidang frontal dan sagital, dan juga melakukan

rotasi pada persendian bahu. Selain itu, juga gerakan bahu ke atas, bawah, depan, dan ke

20

Page 21: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

belakang diperiksa. Setelah itu, periksalah otot pektoralis mayor, latisimus dorsi, seratus

magnus, deltoid, biseps, dan triseps.

Deltoid. 

Pasien disuruh mengangkat lengannya yang diluruskan ke samping sampai di bidang

horizontal. Nilailah tenaganya waktu melakukan gerakan ini.

Biseps. 

Lengan yang sudah disupinasi disuruh fleksi pada persendian siku. Nilailah tenaga

fleksi lengan bawah ini.

Triseps. 

Lengan bawah yang sudah difleksi disuruh ekstensikan. Nilailah tenaga ekstensi ini.

Badan Erektor spina. 

Bila pasien sedang berdiri, suruh ia mengambil suatu barang dari lantai. Jika pasien

menderita kelemahan m. erector spina, ia sukar berdiri kembali; dan ini dilakukannya dengan

bantuan tangannya, yaitu dengan menempatkan tangannya pada lutut, paha, dan kemudian

mendorongnya sampai ia dapat berdiri lagi. Kadang terlihat juga adanya lordosis.

Otot dinding perut. Pasien yang sedang berbaring disuruh mengangkat kepalanya dan

perhatikan peranjakan dari pusar. Biasanya pusar beranjak ke arah otot yang sehat. Suruh

pasien batuk, otot yang lemah akan membonjol. Perhatikan apakah pasien dapat duduk dari

sikap berbaring tanpa mendapat bantuan dari tangannya. Otot yang ikut bekerja dalam hal ini

ialah otot dinding perut dan otot iliopsoas.

 Anggota gerak bawah

Untuk ini diperiksa gerakan pada : persendian jari-jari, pergelangan kaki, lutut, paha.

Selain itu juga diperiksa otot kuadriseps femoris, iliopsoas, aduktor, abductor, dan fleksor

tungkai bawah.

Kuadriseps femoris.

Lutut (tungkai bawah) diekstensikan sambil kita tahan.

21

Page 22: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

Iliopsoas.

Pasien berbaring dan lutut difleksikan. Kemudian paha difleksikan lebih lanjut sambil

ditahan.

Otot aduktor.

Pasien berbaring pada sisinya dan tungkai berada dalam ekstensi. Kemudian tungkai

ini diaduksikan sambil ditahan.

Otot abduktor.

Tungkai diabduksikan melawan tahanan.Fleksor tungkai bawah. Tungkai bawah

difleksikan sambil ditahan.Dengan demikian dapat pula dinilaiotot-otot yang

memplantarfleksikan dan mendorsofleksikan kaki dan jari-jari. Bila ditemukan kelumpuhan,

perlu dilakukan pemeriksaan yang lebih rinci dan untuk maksud ini perlu dirujuk buku

anatomi mengenai otot.

REFLEKS

Refleks adalah gerakan yang dilakukan tanpa sadar dan merupakan respon segera

setelah adanya rangsang. Pada manusia gerak refleks terjadi melalui reflex arc, namun

refleks-refleks ini sangat penting artinya di dalam mendiagnosis dan melokalisasi

lesi neurologi.

Gerak refleks dapat digunakan pada pemeriksaan neurologis untuk mengetahui

kerusakan atau pemfungsian dari sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Gerak refleks dapat

dilatih misalnya pengulangan dari gerakan motorik pada latihan olah raga atau pengaitan dari

rangsang oleh reaksi otomatis selama pengkondisian klasikal.

Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun, ada pula gerak yang terjadi tanpa

disadari yaitu gerak refleks. Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari

reseptor, ke saraf sensori, dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak, kemudian hasil

olahan oleh otak, berupa tanggapan, dibawa oleh saraf motor sebagai perintah yang harus

dilaksanakan oleh efektor.

22

Page 23: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

Gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapan terjadi secara otomatis terhadap

rangsangan, tanpa memerlukan kontrol dari otak. Jadi dapat dikatakan gerakan terjadi tanpa

dipengaruhi kehendak atau tanpa disadari terlebih dahulu. Contoh gerak refleks misalnya

berkedip, bersin, atau batuk.

Pada gerak refleks, impuls melalui jalan pendek atau jalan pintas, yaitu dimulai dari

reseptor penerima rangsang,kemudian diteruskan oleh saraf sensori ke pusat saraf, diterima

oleh set saraf penghubung (asosiasi)tanpa diolah di dalam otak langsung dikirim tanggapan

ke saraf motor untuk disampaikan ke efektor, yaitu otot atau kelenjar. Jalan pintas ini

disebut   lengkung refleks. Gerak refleks dapat dibedakan atas refleks otak bila saraf

penghubung (asosiasi) berada di dalam otak, misalnya, gerak mengedip atau mempersempit

pupil bila ada sinar dan refleks sumsum tulang belakang bila set saraf penghubung berada di

dalam sumsum tulang belakang misalnya refleks pada lutut.

Pada gerak refleks, impuls melalui jalan pendek atau jalan pintas, yaitu dimulai dari

reseptor penerima rangsang, kemudian diteruskan oleh saraf sensori ke pusat saraf, diterima

oleh set saraf penghubung (asosiasi) tanpa diolah di dalam otak langsung dikirim tanggapan

ke saraf motor untuk disampaikan ke efektor, yaitu otot atau kelenjar. Jalan pintas ini

disebut lengkung refleks. Gerak refleks dapat dibedakan atas refleks otak bila saraf

penghubung (asosiasi) berada di dalam otak, misalnya, gerak mengedip atau mempersempit

pupil bila ada sinar dan refleks sumsum tulang belakang bila set saraf penghubung berada di

dalam sumsum tulang belakang misalnya refleks pada lutut.

gambar lengkung refleks

23

Page 24: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

Rangsangan yang ditimbulkan oleh perubahan lingkungan di dalam maupun di luar

tubuh akan menimbulkan rrespon yang berwujud sebagai perilaku manusia. Reaksi tubuh

terhadap suatu ransangan yang melibatkan sistem saraf disebut reflex. Peristiwa reflex

terbentuk melelui mekanisme yang melalui jalur tertentu. Jalur reflex tersebut bila dibuat

gambar bagan urutan peristiwa yang terjadi di reseptor, saraf eferen, medulla spinalis sebagai

saraf pusat, saraf eferen dan fektor akan terlihat sebagai jalur yang melengkung. Dengan

demikian jalur yang dilalui proses reflex sering disebut Lengkung Refleks (Reflex Arc).

Kegiatan pada lengkung reflex dimulai di reseptor sensorik, sebagai potensial reseptor

yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang. Potensial reseptor ini akan membangkitkan

potensial aksi yang bersifat gagal atau tuntas, di saraf aferen. Frekuensi potensial aksi yang

terbentuk akan sebanding dengan besarnya potensial generator. Di system saraf pusat (SSP),

terjadi lagi respons yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang, berupa potensial eksitasi

pascasinaps (Excitatory Postsynaptic Potential=EPSP) dan potesial inhibisi postsinaps

(Inhibitory Postsynaptic Potential=IPSP) di hubungan-hubungan saraf (sinaps). Respon yang

timbul di serat eferen juga berupa repons yang bersifat gagal atau tuntas. Bila potensial aksi

ini sampai di efektor, terjadi lagi respons yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang.

Bila efektornya berupa otot polos, akan terjadi sumasi respons sehingga dapat mencetuskan

potensial aksi di otot polos. Akan tetapi, di efektor yang berupa otot rangka, respons bertahap

tersebut selalu cukup besar untuk mencetuskan potensial aksi yang mampu menghasilkan

kontraksi otot. Perlu ditekankan bahwa hubungan antara neuron aferen dan eferen biasanya

terdapat di system saraf pusat, dan kegiatan di lengkung reflex ini dapat dimodifikasi oleh

berbagai masukan dari neuron lain yang juga bersinaps pada neuron eferen tersebut.

Lengkung reflex. Paling sederhana adalah lengkung reflex yang mempunyai satu

sinaps anatara neuron aferen dan eferen. Lengkung reflex semacam itu dinamakan

monosinaptik, dan reflex yang terjadi disebut reflex monosinaptik. Lengkung reflex yang

mempunyai lebih dari satu interneuron antara neuron afern dan eferen dinamakan polisanptik,

dan jumlah sinapsnya antara 2 sampai beberapa ratus. Pada kedua jenis lengkung reflex,

terutama pada lengkung reflex polisinaptik. Kegiatan refleksnya dapat dimodifikasi oleh

adanya fasilitas spasial dan temporal, oklusi, efek penggiatan bawah ambang (subliminal

fringe), dan oleh berbagai efek lain.

24

Page 25: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

Bila suatu otot rangka dengan persarafan yang utuh direnggangkan, akan timbul

kontraksi. Respons ini disebut reflex renggang. Rangsangannya adalah regangan pada otot,

dan responnya berupa kontraksi otot yang direnggangkan. Reseptornya adalah kumparan otot

(muscle spindle). Impuls yang timbul akibat peregangan kumparan otot yang dihantarkan ke

SSP melalui sera-serat sensorik cepat yang langsung bersinaps dengan neuron motorik otot

yang teregang itu. Neurotransmitter di sinaps yang berada di SSP ini adalah glutamate.

Reflex-refleks regang merupakan contoh reflex monosimpatik yang paling dikenal dan paling

banyak diteliti.

Jika suatu otot keseluruhan diregangkan secara pasif, serat-serat intrafusal di dalam

gelendong-gelendong otot juga teregang, terjadi peningkatan pembentukan potensial aksi di

serat saraf aferen yang ujung-ujung sensoriknya berakhir di serat-serat gelendong yang

teregang tersebut. Neuron aferen secara langsung bersinaps dengan neuron motorik alfa yang

mempersarafi serat-serat ekstrafusal otot yang sama, sehingga terjadi kontraksi otot itu.

Refleks regang (stretch reflex) ini berfungsi sebagai mekanisme umpan balik negative untuk

menahan setiap perubahan pasif panjang otot, sehingga panjang optimal dapat dipertahankan.

Contoh klasik reflex regang adalah reflex tendon patella atau knee-jerk reflex. Otot-

otot ekstenson lutut adalah kuadriseps femoris, yang membentuk anterior paha dan melekat

ke tibia (tulang kering) tepat di bawah lutut melalui tendon patella. Pengetukan tendon ini

dengan sebuah palu karet akan secara pasif meregangkan otot-otot kuadriseps dan

mengaktifkan reseptor-reseptor gelendongnya. Reflex regang yang terjadi menimbulkan

kontraksi otot ekstensor ini, sehingga lutut mengalami ekstensi dan mengangkat tungkai

bawah dengan cara yang khas. Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin sebagai penilain

pendahuluan fungsi system saraf. Reflex patella yang normal mengindikasikan dokter bahwa

sejumlah komponen saraf dan otot-gelendong otot, masukan aferen, neuron motorik, keluaran

eferen taut neuromuskulus, dan otot itu sendiri-berfungsi normal. Reflex ini juga

mengindikasikan adanya keseimbangan antara masukan eksitorik dan inhibitorik ke neuron

motorik dari pusat-pusat yang lebih tinggi di otak.

Tujuan utama reflex regang adalah menahan kecenderungan peregangan pasif otot-

otot ekstensor yang ditimbulkan oleh gaya gravitasi ketika seseorang berdiri tegak. Setiap

kali sendi lutut cenderung melengkung akibat gravitasi, otot-otot kuadriseps teregang.

25

Page 26: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

Kontraksi yang terjadi pada otot ekstensor ini akibat reflex regang dengan cepat meluruskan

lutut, menahan tungkai tetap terkstensi, sehingga orang yang bersangkutan tetap berdiri tegak.

Stretch dinamis dan statis Stretch Reflex. Itu refleks regangan dapat dibagi menjadi

dua komponen: refleks peregangan dinamis dan reflex regangan statis. Dinamis adalah

menimbulkan refleks regangan oleh menimbulkan sinyal dinamis ditularkan dari indra utama

akhiran dari spindle otot, yang disebabkan oleh peregangan cepat atau unstretch. Artinya,

ketika tiba-tiba otot diregangkan atau teregang, sinyal kuat ditularkan ke sumsum tulang

belakang; ini seketika kuat menyebabkan refleks kontraksi (atau penurunan kontraksi) dari

otot yang sama dari sinyal yang berasal. Jadi, fungsi refleks untuk menentang perubahan

mendadak pada otot panjang. Refleks regangan yang dinamis berakhir dalam fraksi detik

setelah otot telah menggeliat (atau awalnya) untuk panjang baru, tetapi kemudian yang lebih

lemah statis refleks regangan terus untuk waktu yang lama setelahnya.

Refleks ini diperoleh oleh statis terus-menerus sinyal reseptor ditularkan oleh kedua

primer dan endings.The sekunder pentingnya peregangan statis refleks adalah bahwa hal itu

menyebabkan tingkat kontraksi otottetap cukup konstan, kecuali jika sistem saraf seseorang

secara spesifik kehendak sebaliknya

.Yang sangat penting fungsi dari refleks regangan adalah kemampuannya untuk

mencegah osilasi atau sentakan pada pergerakan mesin tubuh. Ini adalah fungsi meredam

dam memperlancar seperti yang dijelaskan dalam paragraf berikut. Sinyal dari sumsum

tulang belakang sering ditularkan ke otot dalam bentuk unsmooth, meningkatkan intensitas

untuk beberapa milidetik, kemudian menurun intensitas, kemudian mengubah tingkat

intensitas lain, dan begitu seterusnya.

Refleks cahaya pada pupil adalah refleks yang mengontrol diameter pupil, sebagai

tanggapan terhadap intensitas (pencahayaan) cahaya yang jatuh pada retina mata. Intensitas

cahaya yang lebih besar menyebabkan pupil menjadi lebih kecil (kurangnya cahaya yang

masuk), sedangkan intensitas cahaya yang lebih rendah menyebabkan pupil menjadi lebih

besar ( banyak cahaya yang masuk). Jadi, refleks cahaya pupil mengatur intensitas cahaya

yang memasuki mata.

Refleks kornea, juga dikenal sebagai refleks berkedip, adalah tanpa sadar kelopak

mata berkedip dari yang diperoleh oleh stimulasi (seperti menyentuh atau benda asing) dari

26

Page 27: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

kornea, atau cahaya terang, meskipun bisa akibat dari rangsangan perifer. Harus

membangkitkan rangsangan baik secara langsung dan respons konsensual (tanggapan dari

mata sebaliknya). Refleks mengkonsumsi pesat sebesar 0,1 detik. Tujuan evolusioner refleks

ini adalah untuk melindungi mata dari benda asing dan lampu terang (yang terakhir ini

dikenal sebagai refleks optik).

Pemeriksaan refleks kornea merupakan bagian dari beberapa neurologis ujian,

khususnya ketika mengevaluasi koma. Kerusakan pada cabang oftalmik (V1) dari saraf

kranial ke-5 hasil di absen refleks kornea ketika mata terkena dirangsang. Stimulasi dari satu

kornea biasanya memiliki respons konsensual, dengan menutup kedua kelopak mata normal.

Refleks biseps tes refleks yang mempelajari fungsi dari refleks C5 busur dan untuk

mengurangi refleks C6 derajat busur. Tes ini dilakukan dengan menggunakan sebuah tendon

palu untuk dengan cepat menekan tendon biceps brachii saat melewati kubiti fosa. Secara

spesifik, tes mengaktifkan reseptor di dalam peregangan otot bisep brachii yang

berkomunikasi terutama dengan C5 dan sebagian saraf tulang belakang dengan saraf tulang

belakang C6 untuk merangsang kontraksi refleks dari otot biseps dan menyentakkan lengan

bawah.

Refleks sumsum tulang belakang terjadi apabila sel saraf penghubung terdapat di

dalam sumsum tulang belakang seperti refleks pada lutut.

Ciri gerak refleks yaitu:

1. Dapat diramalkan jika rangsangannya sama

2. Memiliki tujuan tertentu bagi organisme tersebut

3. Memiliki reseptor tertentu dan terjadi pada efektor tertentu

4. Berlangsung cepat, tergantung pada jumlah sinapsis yang dilalui impuls

5. Spontan, tidak dipelajarai dulu

6. Fungsi sebagai pelindung dan pengatur tingkah laku hewan

7. Respon terus menerus dapat menyebabkan kelelahan

jenis-jenis refleks.

Macam refleks: refleks spinal (pada sumsum tulang belakang), refleks medulla (pada

sumsum lanjutan), refleks cerebellar (melibatkan otak kecil), refleks superfisial (melibatkan

kulit dan lain-lain), refleks miotatik (pada otot lurik), serta refleks visceral (berhubungan

dengan dilatasi pupil dan denyut jantung).

27

Page 28: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

1. Refleks Spinal (pada sumsum tulang belakang)

Bila dipisahkan dari bagian otak lainnya, med spin mampu memediasi sejumlah

refleks, somatik dan autonomik. Dasar morfologis refleks saraf umumnya disebut arkus

refleks, yang dalam bentuknya yang paling sederhana tersusun atas

(1) reseptor, yang bereaksi terhadap stimulus;

(2) penghantar eferen, yang membawa impuls ke “pusat refleks” (Penghantar aferen

adalah serabut sensorik aferen, yang kebanyakan mempunyai badan sel diganglion

spinal atau kranial);

(3) “Pusat refleks”, tempat pesan aferen dari reseptor berkumpul dengan impuls aferen

dari reseptor lainnya, atau dengan aferen dari sumber lain, yang mungkin

mengubah pengaruh impuls aferen dari reseptor;

(4) penghantar eferen, yaitu serabut saraf yang menuju ke efektor;

(5) efektor, yang menghasilkan reaksi, yang mungkin adalah otot, kelenjar atau vasa

darah, atau mungkin melibatkan beberapa komponen itu. Refleks sangat bervariasi,

dari yang sangat kompleks, misalnya refleks menelan, yang melibatkan berbagai

efektor; sampai yang paling sederhana.

Salah satu jenis dari refleks spinal adalah refleks somatik. Refleks fleksor adalah yang

responnya adalah fleksi anggota badan. Stimulus yang paling poten adalah noksiseptif, dan

hasilnya adalah tarikan anggota badan (withdrawal reflex). Pada refleks lain ada ekstensi

anggota badan, misalnya pada crossed extensor reflex yang mungkin menyertai refleks

fleksor. Masih ada lagi refleks yang lebih kompleks, misalnya scratch reflex. Semua refleks

tersebut biasanya melibatkan beberapa otot, dan respon refleksnya mungkin berbagai macam

tergantung pada keadaan (jenis dan tempat pengenaan stimulus, intensitas stimulus,

pengenaan stimulus lain secara bersamaan, dll). Arkus refleks semacam ini sangat kompleks.

Refleks lain adalah stretch reflex, yaitu kontraksi satu otot karena diregangkan. Ini

merupakan refleks elementer yang mungkin terjadi di semua otot. Stretch refleks menjadi

dasar banyak sekali postural reflex, yang secara garis besar bertujuan untuk menjaga sikap

tubuh yang benar, dan menyesuaikan diri dengan berbagai kebutuhan, baik itu karena daya

dari luar atau disebabkan karena gerak yang dilakukan oleh organisme.  

28

Page 29: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

2. Refleks Cerebellar (melibatkan otak kecil)

Otak kecil, terletak di bawah bagian belakang otak belakang, terdiri atas dua belahan

yang berliku-liku sangat dalam. Otak kecil berperan sebagai pusat keseimbangan, koordinasi

kegiatan otak, koordinasi kerja otot dan rangka. Sumsum lanjutan, medula oblongata

membentuk bagian bawah batang otak, berfungsi sebagai pusat pengatur refleks fisiologis,

misalnya pernapasan, detak jantung, tekanan darah, suhu tubuh, gerak alat pencernaan, gerak

refleks seperti batuk, bersin, dan mata berkedip.

3. Refleks Superficial

Refleks superfisial atau refleks plantar dan abdominal diawali oleh stimulasi kutan.

Refleks ini membutuhkan lengkung refleks korda dan jalur kortikospinal. Contoh dari

refleks superficial adalah:

Refleks dinding perut : goresan dinding perut daerah epigastrik, supra umbilikal,

umbilikal, intra umbilikal dari lateral ke medial. Respon : kontraksi dinding perut

Refleks Cremaster : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawah. Respon :

elevasi testes ipsilateral.

Refleks Gluteal : goresan atau tusukan pada daerah gluteal. Respon : gerakan reflektorik

otot gluteal ipsilateral

4. Refleks Visceral

Refleks Visceral Refleks ini sering disebut juga Refleks otonom karena sering

melibatkan organ internal tubuh. Beberapa refleks visceral, seperti urinasi dan defekasi,

merupakan refleks spinal yang bisa terjadi tanpa input dari otak. Meskipun begitu, refleks

spinal juga sering dimodulasi oleh excitatory atau inhibitory signal dari otak yang dibawa

oleh jaras descending dari pusat otak yang lebih tinggi. Misal, urinasi dapat diinisiasi secara

sadar dengan kesadaran atau bisa juga dihambat oleh stress dan emosi, seperti dengan adanya

orang lain (sindrom bashful bladder).

Refleks visceral lain diintegrasikan di otak , khususnya di hipotalamus, thalamus dan

batang otak. Daerah ini berisi pusat koordinasi yang dibutuhkan untuk menjaga homeostatis

seperti detak jantung, tekanan darah, nafas, makan, keseimbangan air dan menjaga

temperatur. Di sini juga ada pusat refleks seperti salivating, muntah, bersin, batuk, menelan,

dan tersendak.

Salah satu tipe reflex otonom yang menarik adalah konversi stimulus emosional ke

respon visceral. Sistem Limbic, yang merupakan tempat operasi primitif seperti sex, takut,

29

Page 30: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

marah, agresif dan lapar, disebut sebagai “visceral brain” karena pengaruhnya dalam refleks

emosional. Contoh lain adalah folikel rambut yang tertarik saat seseorang merasa takut.

Refleks visceral merupakan polysinaptic dengan sedikitnya satu sinapsis di CNS di

antara neuron sensorik dan preganglion saraf otonom serta sinaps tambahan di ganglion,

antara neuron preganglionic dan postganglionic.

Pemeriksaan refleks

Refleks fisiologis

a. alat yang dibutuhkan

• Palu perkusi

• Lampu Senter

• Kapas

• Jarum

b. cara kerja

a. Refleks kulit perut

Orang coba berbaring telentang dengan kedua lengan terletak lurus di samping badan.

Goreslah kulit daerah abdomen dari lateral kea rah umbilicus. Respon yang terjadi berupa

kontraksi otot dinding perut.

b. Refleks kornea

Sediakanlah kapas yang digulung menjadi bentuk silinder halus. Orang coba menggerakkan

bola mata ke lateral yaitu dengan melihat ke salah satu sisi tanpa menggerakkan kepala.

Sentuhlah dengan hati-hati sisi kontralateral kornea dengan kapas. Respon berupa kedipan

mata secara cepat.

Refleks kornea

30

Page 31: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

c. Refleks cahaya

Pada percobaan tentang refleks cahaya akan dilihat bagaimana respon pupil mata ketika

cahaya senter dijatuhkan pada pupil. Ternyata repon yang terjadi berupa kontriksi pupil

homolateral dan kontralateral. Jalannya impuls cahaya sampai terjadi kontriksi pupil adalah

berasal dari pupil kemudian stimulus diterima oleh N. Opticus, lalu masuk ke

mesencephalon, dan kemudian melanjutkan ke N . Oculomotoris dan sampai ke spingter

pupil. Refleks cahay ini juga disebut refleks pupil.

d. Refleks Periost Radialis

Pada percobaan refleks periost radialis, lengan bawah orang coba difleksikan pada sendi

tangan dan sedikit dipronasikan kemudian dilakukan pengetukan periosteum pada ujung

distal os radii. Jalannya impuls pada refleks periost radialis yaitu dari processus styloideus

radialis masuk ke n. radialis kemudian melanjutkan ke N. cranialis 6 sampai Thoracalis 1 lalu

masuk ke n. ulnaris lalu akan menggerakkan m. fleksor ulnaris. Respon yang terjadi berupa

fleksi lengan bawah pada siku dan supinasi tangan.

e. Refleks Periost Ulnaris

Respon dari refleks periost ulnaris berupa pronasi tangan. Jalannya impuls saraf berasal dari

processus styloideus radialis masuk ke n. radialis kemudian melanjutkan ke N. cranialis 5-6

lalu masuk ke n. radialis lalu akan menggerakkan m. brachioradialis.

f. Stretch Reflex (Muscle Spindle Reflex=Myotatic Reflex)

1) Knee Pess Reflex (KPR)

Orang coba duduk pada tempat yang agak tinggi sehingga kedua tungkai akan tergantung

bebas atau orang coba berbaring terlentang dengan fleksi tungkai pada sendi lutut. Ketuklah

tendo patella dengan Hammer sehingga terjadi ekstensi tungkai disertai kontraksi otot

kuadrisips.

31

Page 32: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

2) Achilles Pess Reflex (ACR)

Tungkai difleksikan pada sendi lutut dan kaki didorsofleksikan. Ketuklah pada tendo

Achilles, sehingga terjadi plantar fleksi dari kaki dan kontraksi otot gastronemius.

3) Refleks biseps

Lengan orang coba setengah difleksikan pada sendi siku. Ketuklah pada tendo otot biseps

yang akan menyebabkan fleksi lengan pada siku dan tampak kontraksi otot biseps.

4) Refleks triseps

Lengan bawah difleksikan pada sendi siku dan sedikit dipronasikan. Ketuklah pada tendo otot

triseps 5 cm di atas siku akan menyebabkan ekstensi lengan dan kontraksi otot triseps.

32

Page 33: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

5) Withdrawl Reflex

Lengan orang coba diletakkan di atas meja dalam keadaa ekstensi. Tunggulah pada saat orang

coba tidak melihat saudara, tusuklah dengan hati-hati dan cepat kulit lengan dengan jarum

suntik steril, sehalus mungkin agar tidak melukai orang coba. Respons berupa fleksi lengan

tersebut menjauhi stimulus.

Refleks patologi

a. alat yang dibutuhkan

• Palu perkusi

• Lampu Senter

• Kapas

• Jarum

b.cara kerja

1. Refleks Babinsky

Pasien diminta berbaring dangan kaki diluruskan, lakukan goresan pada telapak kaki dari

arah tumit ke arah jari melalui sisi lateral, respon normal akan memberikan reaksi

berupa fleksi jari-jari dan penarikan tungkai. respon abnormal maka akan timbul reaksi

berupa jempol kaki akan dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan menyebar atau

membuka

Refleks babinsky

2. Refleks chaddock

Pasien diminta berbaring dangan kaki diluruskan, lakukan goresan sepanjang tepi

lateral punggung kaki di luar telapak kaki, dari tumit ke depan, respon normal akan

33

Page 34: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

memberikan reaksi berupa fleksi jari-jari dan penarikan tungkai. respon abnormal

maka akan timbul reaksi berupa jempol kaki akan dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain

akan menyebar atau membuka.

Refleks chaddock

3. Refleks Oppenheim

Lakukan goresan pada sepanjang tepi depan tulang tibia dari atas ke bawah, dengan

kedua jari telunjuk dan tengah, respon normal akan memberikan reaksi berupa fleksi

jari-jari dan penarikan tungkai. respon abnormal maka akan timbul reaksi berupa

jempol kaki akan dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan menyebar atau membuka

Refleks Oppenheim

4. Refleks gordon

Lakukan goresan/memencet otot gastrocnemius, respon normal akan memberikan

reaksi berupa fleksi jari-jari dan penarikan tungkai. respon abnormal maka akan

timbul reaksi berupa jempol kaki akan dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan

menyebar atau membuka

Refleks gordon

34

Page 35: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

SISTEM SENSORIK (SENSIBILITAS, PERASAAN)

Manusia tidak dapat mempertahankan hidupnya jika ia tidak tahu adanya bahaya yang

mengancam atau menimpa dirinya. Adanya bahaya dapat diketahui dengan jalan melihat,

mendengar, mencium, dan merasakan rasa-nyeri, rasa-raba, rasa-panas, rasa-dingin, dan

sebagainya. Inilah yang disebut sistem sensorik. Sistem sensorik menempatkan manusia

berhubungan dengan sekitarnya. Sensasi (sensibilitas) dapat dibagi 4 jenis, yaitu : superficial,

dalam, viseral (interoseptif) dan khusus.

Sensasi superfisial, disebut juga sebagai perasaan eksteroseptif atau protektif,

mengurus rasa-raba, rasa-nyeri, rasa-suhu. Sensasi dalam, yang disebut juga sebagai sensasi

proprioseptif mencakup rasa gerak (kinetik), rasa sikap (statognesia) dari otot dan persendian,

rasa getar (pallesthesia), rasa tekan-dalam, rasa nyeri-dalam otot. Sensasi visceral

(interoseptif) dihantar melalui serabut otonom aferen dan mencakup rasa lapar, enek, dan

rasa-nyeri pada visera. Sensasi khusus, yaitu menghidu, melihat, mendengar, mengecap, dan

keseimbangan diatur oleh saraf-otak tertentu.

Anatomi dan Fisiologi

Dari reseptor di perifer sampai ke korteks sensorik di otak jalur sensorik sekurang-

kurangnya terdiri dari 3 tingkatan neuron. Impuls (rangsang) berjalan secara sentripetal dari

reseptor di perifer ke badan sel neuron tingkat pertama (primer) di ganglion akar dorsal dan

saraf spinal. Aksonnya menuju ke sentral, bersinaps dengan neuron tingkat dua (sekunder) di

kornu posterior medulla spinalis atau inti homolog di batang otak. Akson neuron sekunder

melintasi garis tengah dan menuju pada sisi sebelahnya (kontralateral), kemudian naik

sebagai jaras spinotalamik atau lemniskus medialis menuju ke sinaps berikutnya di talamus.

Neuron di talamus, biasanya berupa neuron tingkat tiga (tersier) terletak di kompleks

ventrobasal talamus dan berproyeksi melalui kaki posterior kapsula interna ke korteks

sensorik di girus postsentral (area Brodmann 3 – 1 – 2). Pola dasar ini mengemukakan

beberapa hal

1. Sistem sensorik menyilang. Informasi sensorik dari separuh badan berproyeksi ke talamus

dan korteks kontralateral.

2. Neuron tingkat pertama berada di ganglion akar dorsal.

3. Badan sel neuron tingkat dua berada di kornu posterior medulla spinalis atau di inti

35

Page 36: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

homolog di medulla oblongata seperti nukleus grasilis (yang menerima impuls dari tungkai)

dan kuneatus (yang menerima impuls dari lengan).

4. Neuron tingkat tiga di talamus me-relay impuls ke korteks.

Reseptor

Reseptor merupakan sel-sel khusus untuk mendeteksi perubahan khusus pada

lingkungannya. Eksteroseptor mencakup reseptor yang terlibat terutama pada lingkungan

eksternal yaitu : korpuskel (badan) Meissner, korpuskel Merkel, sel rambut untuk rasa raba;

bulbus Krauss untuk rasa dingin; korpuskel Ruffini untuk rasa panas; dan ujung-saraf bebas

untuk rasa nyeri. Banyak hasil penelitian yang mengimplikasikan bahwa sensasi tertentu

dihantar oleh ujung tertentu, namun dengan banyak perkecualian. Misalnya, kornea mata di

mana hanya ditemukan ujung-saraf bebas, namun rasa raba, nyeri, panas, dan dingin dapat

diapresiasi. Reseptor tidak khusus (spesifik) terhadap sensasi tertentu; misalnya rangsang

yang kuat dapat mengakibatkan berbagai sensasi, juga nyeri, walaupun rangsang pencetusnya

tidak harus nyeri. Stimulasi yang berlebihan pada tiap ujung sensorik, terlebih bila bersifat

melukai (noxious) akan menginduksi rasa nyeri.

Hubungan manusia dengan dunia luar terjadi melalui reseptor sensorik yang dapat berupa:

1. Reseptor eksteroseptif, yang ber-respons terhadap stimulus dari lingkungan eksternal,

termasuk visual, auditor, dan taktil.

2. Reseptor proprioseptif, misalnya yang menerima informasi mengenai posisi bagian

tubuh atau tubuh di ruangan.

3. Reseptor interoseptif, mendeteksi kejadian internal seperti perubahan tekanan darah.

Sistem sensorik somatik menerima informasi primer dari reseptor eksteroseptif dan

proprioseptif. Didapatkan 4 sub-kelas mayor dari sensasi somatik, yaitu

1. Sensasi nyeri yang dicetuskan oleh rangsang yang dapat mencederai (noxious).

2. Sensasi suhu (termal), terdiri dari rasa panas dan rasa dingin.

3. Rasa (sensasi) sikap, dicetuskan oleh perubahan mekanis di otot dan persendian, dan

mencakup rasa sikap anggota gerak serta gerakan anggota gerak (kinestesia).

4. Sensasi (rasa) tekan, dicetuskan oleh stimulasi mekanis yang diberikan pada permukaan

tubuh.

Gangguan perasaan dapat disebabkan oleh gangguan pada reseptor, konduksi saraf, serabut

36

Page 37: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

saraf, traktus atau daya persepsi

Pemeriksaan

Pemeriksaan sensibilitas merupakan pemeriksaan yang tidak mudah. Kita bergantung

kepada perasaan penderita, jadi bersifat subjektif. Selain itu, reaksi seseorang terhadap

rangsangan dapat berbeda-beda, malah pada satu orangpun reaksi tersebut dapat berbeda,

tergantung pada keadaannya, apakah ia sedang lelah, atau pikirannya terpusat pada hal yang

lain. Faktor sugesti juga dapat berpengaruh. Tidak jarang pasien meng-ia-kan saja apa yang

disugestikan oleh dokter (mungkin agar bersikap sopan). Misalnya, bila seorang dokter

mengajukan pertanyaan yang bernada sugesti seperti : “Kan di sini terasa sakit bila saya tusuk

dan di tempat ini agak kurang sakitnya, bukan !?” Pertanyaan demikian mungkin di “ya” kan

saja oleh pasien. Jadi, sugesti harus dihindarkan pada pemeriksaan sensibilitas.

Agar didapat hasil pemeriksaan yang baik perlu diperhatikan hal berikut : Selama

pemeriksaan diupayakan agar pasien berada dalam keadaan tenang dan perhatiannya dapat

dipusatkan pada pemeriksaan. Untuk maksud ini sebaiknya penderita memejamkan mata.

Bila pasien merasa lelah sebaiknya pemeriksaan ditangguhkan. Namun demikian, kadang-

kadang kita terpaksa melakukan pemeriksaan dalam keadaan pasien yang tidak tenang;

pemeriksaan yang dilakukan secara kasar ini nilainya kurang teliti.

Pemeriksaan Sensibilitas

Sebelum kita melakukan pemeriksaan kita tanyakan dulu apakah ada keluhan

mengenai sensibilitas. Bila ada suruh ia menunjukkan tempatnya (lokalisasinya). Dari bentuk

daerah yang terganggu dapat diduga apakah gangguan bersifat sentral, perifer, atau berbentuk

dermatom. Daerah kulit yang disarafi oleh akar posterior dan ganglionnya disebut dermatom.

Pada pasien histeri daerah yang terganggu tidak sesuai dengan pola anatomik, umumnya

batas gangguan amat tegas, sering berbentuk kaus dan melibatkan seluruh jenis sensibilitas.

Perlu ditanyakan jenis gangguan, intensitasnya, apakah hanya timbul pada waktu-

waktu tertentu, misalnya nyeri kalau dingin; dan juga faktor-faktor yang dapat mencetuskan

kelainan ini. Waktu melakukan pemeriksaan perhatikan daerah-daerah kulit yang kurang

merasa, sama sekali tidak merasa atau daerah yang bertambah perasaannya. Bertambahnya

perasaan dapat disebabkan oleh iritasi pada reseptor atau serabut saraf atau karena fenomena

pelepasan (release). Kata disestesia digunakan untuk menyatakan adanya perasaan yang

37

Page 38: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

berlainan dari rangsang yang diberikan, misalnya bila pasien diraba ia merasa seolah-olah

dibakar atau semutan. Kata parestesia merupakan perasaan abnormal yang timbul spontan,

biasanya ini berbentuk rasa-dingin, panas, semutan, ditusuk-tusuk, rasa-berat, rasa ditekan

atau rasa gatal.

Pada pemeriksaan sensibilitas eksteroseptif, perlu diperiksa rasa raba, rasa nyeri, dan

rasa suhu.

Pemeriksaan rasa raba.

Sebagai perangsang dapat digunakan sepotong kapas, kertas atau kain dan ujungnya

diusahakan sekecil mungkin. Hindarkan adanya tekanan atau pembangkitan rasa nyeri.

Periksa seluruh tubuh dan bandingkan bagian-bagian yang simetris. Thigmestesia berarti rasa

raba halus. Bila rasa raba ini hilang disebut thigmanesthesia.

Pemeriksaan rasa nyeri. Rasa nyeri dapat dibagi atas rasa-nyeri-tusuk dan rasa-nyeri-

tumpul; atau rasa nyeri cepat dan rasa nyeri lamban. Bila kulit ditusuk dengan jarum kita

rasakan nyeri yang mempunyai sifat tajam, cepat timbulnya dan cepat hilangnya. Nyeri

serupa ini disebut nyeri-tusuk. Rasa nyeri yang timbul bila testis dipijit, timbulnya tidak

segera dan lenyapnya lama sesudah dipijit. Ini disebut nyeri-lamban.

Reseptor rasa-nyeri tidak mempunyai bentuk tertentu dan terdiri dari serabut-serabut

saraf yang tidak berselubung. ia terdapat pada epidermis kulit dan pada selaput lendir. Pada

beberapa tempat jumlah serabut-serabut ini lebih berdekatan daripada di tempat lain. Di lidah,

bibir, kemaluan dan ujung jari serabut-serabut ini lebih berdekatan daripada di lengan atas,

pantat dan badan. Hal ini mengakibatkan daerah lidah, bibir dan ujung jari menjadi lebih

perasa.

Rasa nyeri dapat dibangkitkan dengan berbagai cara, misalnya dengan menusuk dengan

jarum, memukul dengan benda tumpul, merangsang dengan api atau hawa yang sangat dingin

dan juga dengan berbagai larutan kimia.

Dalam praktek sehari-hari pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan jarum atau

peniti. Tusukan hendaknya cukup keras sehingga betul-betul dirasakan rasa-nyeri dan bukan

rasa-disentuh atau rasa-raba. Sebelumnya perlu diberitahukan kepada pasien bahwa yang

diperiksa ialah rasa-nyeri dan bukan rasa-raba. Kita periksa seluruh tubuh, dan bagian-bagian

38

Page 39: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

yang simetris dibandingkan. Bila bagian yang simetris dibandingkan, tusukan harus sama

kuat.

Bila kita memeriksa sensibilitas pada pasien yang gelisah atau yang agak menurun

kesadarannya, maka pemeriksaan rasa-tusuk masih dapat dilakukan, sedang yang lainnya

(rasa raba, rasa suhu) perlu ditangguhkan. Pada anak, pemeriksaan ini yang biasanya

dilakukan dan kita nilai dari reaksi atau tangisan si anak (bayi).

Pemeriksaan rasa suhu. Ada dua macam rasa-suhu, yaitu rasa panas dan rasa dingin.

Rangsangan rasa-suhu yang berlebihan akan mengakibatkan rasa nyeri. Rasa suhu diperiksa

dengan menggunakan tabung reaksi yang diisi dengan air es untuk rasa dingin, dan untuk rasa

panas dengan air panas. Penderita disuruh mengatakan "dingin" atau "panas" bila dirangsang

dengan tabung reaksi yang berisi air dingin atau air panas. Untuk memeriksa rasa dingin

dapat digunakan air yang bersuhu sekitar 10-20o derajat Celsius, dan untuk panas yana

bersuhu 40 - 50 C. Suhu yang kurang dari 5 C dan yang lebih tinggi dari 50 C dapat

menimbulkan rasa-nyeri.

Kepekaan bagian-bagian tubuh terhadap rangsang suhu tidak sama. Bagian dari badan dan

bagian proksimal ekstremitas biasanya kurang peka terhadap rasa-dingin, bila dibandingkan

dengan bagian distal ekstremitas.

Pada pemeriksaan rasa-suhu diperiksa seluruh tubuh dan dibandingkan bagian-bagian

yang simetris. Bagian yang simetris ini harus diusahakan agar berada dalam kondisi yang

sama, misalnya bagian tersebut harus sama-sama baru dibuka dari penutupnya (pakaian).

Jangan yang satu sudah lama terbuka sedang yang satu lagi baru saja dibuka penutupnya.

Perubahan rasa-suhu dinyatakan dengan kata anestesia-suhu (therm-anesthesia tidak merasa),

hipestesia-suhu (therm-hypesthesia, kurang merasa), atau hiperestesia-suhu (therm-

hyperesthesia, lebih merasa); dan ditambahkan kata dingin atau panas. Kadang-kadang selain

memeriksa kemampuan penderita untuk membedakan rasa dingin dan panas, perlu juga

ditentukan sampai berapa derajat yang masih dapat dibedakannya. Biasanya orang normal

dapat membedakan suhu yang berbeda 2 sampai 5 derajat Celsius, tetapi makin tinggi atau

makin rendah suhu yang digunakan, dibutuhkan perbedaan yang lebih besar supaya dapat

dibedakan. Dalam praktek sehari-hari sudah cukup bila pasien dapat membedakan rangsang

dingin dan panas. Hipestesia-suhu terhadap rasa-dingin sering dijumpai pada lesi talamik.

39

Page 40: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

Rasa-gerak dan rasa-sikap. Rasa-gerak juga disebut sebagai rasa-kinetik. Rasa-gerak

dirasakan saat tubuh atau bagian tubuh digerakkan secara aktif atau pasif; Jadi, rasa gerak

merupakan rasa bahwa seseorang tahu bagian dari tubuhnya digerakkan. Pada rasa-sikap atau

rasa-posisi, seseorang tahu bagaimana sikap tubuh atau bagian dari tubuh.

Pada hakekatnya rasa-gerak dan rasa-sikap adalah majemuk. Pengetahuan tentang sikap

bagian tubuh kita pada suatu waktu merupakan1 hasil integratif dari impuls yang datang dari

berbagai reseptor. Impuls ini disalurkan ke sentral melalui susunan funikulus dorsalis dan

selanjutnya ke talamus oleh susunan lemniskus medialis.

Rasa getar. Ada pakar yang berpendapat bahwa rasa-getar terjadi karena suatu

rangsang (impuls) tekan pada reseptor-mekanis yang terletak agak dalam dan dangkal, yang

terjadi secara bergantian. Anggapan ini dilandasi atas pengalaman klinik bahwa pada lesi

saraf perifer, rasa-getar dan rasa-raba kasar dan halus selalu bersama-sama terganggu.

Rasa-raba-kasar, rasa-tekan. Rasa-raba-kasar di dalam praktek disamakan dengan

rasa-tekan. Penghantaran stimulusnya diurus oleh serabut susunan funikuli dorsales.

Rasa-nyeri-dalam. Tekanan yang keras menimbulkan rasa-nyeri-dalam yang sulit di

lokalisasi dengan tepat, rinci dan tidak mempunyai batas yang tegas. Reseptornya tidak

mempunyai bentuk yang khas. Ujung-ujung saraf yang tidak berselubung yang berada di

jaringan ikat, otot dan tulang, di anggap merupakan reseptor impuls rasa-nyeri-dalam.

Berbeda dari modalita sensibilitas lain daripada rasa proprioseptif, penghantaran impuls rasa-

nyeri-dalam ke sentral tidak melalui funikulus dorsalis, tetapi melalui susunan spinotalamik

tak langsung yang terletak di funikulus anterolateralis.

Pemeriksaan rasa-gerak dan rasa-sikap.

Biasanya rasa-gerak dan rasa-posisi diperiksa bersamaan. Ini dilakukan dengan

menggerakkan jari-jari secara pasif dan menyelidiki apakah pasien dapat merasakan gerakan

tersebut serta mengetahui arahnya (gambar 7-8). Juga diselidiki derajat gerakan terkecil yang

masih dapat dirasakannya. Pada orang normal ia sudah merasakan arah gerakan bila sendi-

interfalang digerakkan sekitar dua derajat atau 1 mm. Selain itu, juga diselidiki apakah ia tahu

posisi dari jari-jarinya.

40

Page 41: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

Pada gangguan yang ringan yang pertama terganggu ialah rasa posisi jari, kemudian

rasa-gerak. Selanjutnya, pada pemeriksaan rasa-gerak dan rasa-sikap ini kita gerakkan bagian

dari ekstremitas penderita. la disuruh mengatakan pada posisi apa ekstremitasnya kita

tempatkan. Selama pemeriksaan, mata pasien dipejamkan atau ditutup. Badan dan

ekstremitas diistirahatkan dan dilemaskan. Semua gerakan volunter dihindarkan. Waktu kita

meng-gerakkan bagian ekstremitas pasien, misalnya jari kaki, kita harus memegang jari-

jarinya pada bagian lateral, Tujuannya ialah agar pasien tidak dapat menggunakan rasa

eksteroseptifnya (rasa raba halus) untuk mengetahui arah gerakan tersebut. Jari yang

diperiksa diupayakan agar tidak bersentuhan dengan jari lainnya, karena hal ini dapat

dimanfaatkan pasien untuk mengetahui arah gerakan dari sentuhan, apabila rasa-geraknya

terganggu. Pasien juga dilarang menggerakkan jarinya secara aktif, sebab hal ini dapat pula

menolongnya untuk mengetahui posisi jarinya. Sambil memperhatikan hal yang tersebut di

atas, kemudian pasien disuruh mengatakan "ya" bila ia merasakan suatu gerakan, kemudian ia

disuruh pula mengatakan ke arah mana gerakan tersebut, "atas" atau "bawah". Rasa-gerak

dan rasa posisi ini dapat pula diperiksa dengan jalan menempatkan jari penderita pada suatu

posisi, kemudian ia disuruh mengatakan posisi dari jari tersebut atau ia disuruh menempatkan

jari sisi lainnya seperti posisi jari yang kita periksa. Gerakan yang terkecil yang masih dapat

dirasakan ialah sekitar dua derajat.

Dalam praktek sehari-hari biasanya kita hanya memeriksa rasa gerak dan rasa-sikap

pada jari-jari. Namun demikian, bila dijumpai gangguan, maka dilanjutkan dengan

pemeriksaan pada bagian badan lainnya yang lebih besar, misalnya tangan dan kaki. Kaki

kita gerakkan secara pasif dan dengan mata tertutup pasien disuruh menunjukkan di mana

letak ibu jari atau tumitnya; atau satu lengan kita tempatkan secara pasif pada satu posisi

tertentu, kemudian dengan mata tertutup pasien disuruh menempatkan lengan yang lainnya

pada sikap yang sama; atau satu tangan kita gerakkan secara pasif, kemudian dengan mata

tertutup ia disuruh memegang ibu-jari tangan tersebut dengan tangan lainnya.

Beberapa tes untuk memeriksa ataksia, misalnya tes tunjuk-hidung (tangan

menunjuk hidung) dan tes tumit-lutut (tumit ditempatkan pada lutut yang satu lagi), bila tes

tersebut dilakukan dengan mata tertutup merupakan tes rasa gerak dan sikap. Rasa-gerak dan

rasa-sikap dapat pula diperiksa dengan memperhatikan bagaimana pasien bergerak dan

berjalan. Seseorang yang menderita gangguan rasa-gerak dan rasa-sikap pada ekstremitas

41

Page 42: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

bawah tidak mengetahui bagaimana sikap kaki atau badannya. Misalnya, pasien tabes

dorsalis mampu berdiri dengan sikap tegak yang baik bila matanya terbuka (ia melihat),

namun jika matanya ditutup ia akan ter huyung dan kemudian jatuh; hal ini disebabkan oleh

gangguan pada rasa-sikap. Pada pemeriksaan Romberg, kita katakan bahwa tanda Romberg

positif bila seseorang mampu berdiri dengan kedua kaki rapat dan mata terbuka, namun bila

matanya ditutup ia akan terhuyung dan jatuh. Tanda Romberg positif merupakan salah satu

gejala dini dari tabes dorsalis.

Pemeriksaan rasa getar. Pemeriksaan rasa-getar biasanya dilakukan dengan jalan

menempatkan garputala yang sedang bergetar pada ibu jari kaki, maleolus lateral dan medial

kaki, tibia, spina iliaka anterior superior, sakrum, prosesus spinosus vertebra, sternum,

klavikula, prosesus stiloideus radius dan ulna dan jari-jari.

Sebelumnya perlu dijelaskan kepada pasien bahwa kita akan memeriksa rasa-getar,

dan bukan rasa-raba yang ditimbulkan oleh ditempatkannya garputala atau bunyi garpu tala

tersebut.

Biasanya garpu tala yang digunakan berfrekuensi 128 Hz. Garpu tala kita ketok dan

ditempatkan pada ibu jari kaki atau tulang maleolus. Pasien ditanya apakah ia merasa

getarannya; dan ia disuruh memberitahukan bila ia mulai tidak merasakan getaran lagi. Bila

getaran mulai tidak dirasakan, garpu tala kita pindahkan ke pergelangan atau sternum atau

klavikula atau kita bandingkan dengan jari kaki kita sendiri. Dengan demikian, kita dapat

memeriksa adanya rasa-getar, dan sampai berapa lemah masih dapat dirasakan, dengan jalan

membandingkan dengan bagian lain dari tubuh atau dengan rasa-getar pemeriksa.

Pada penyakit yang melibatkan kolumna posterior, rasa-getar lebih dulu terganggu

atau menghilang pada ekstremitas bawah daripada ekstremitas atas. Berkurangnya rasa getar

kadang merupakan gejala dini dari tabes dorsalis. Untuk menyatakan hilangnya rasa-getar

dapat digunakan kata : pallanesthesia.

Pemeriksaan rasa-raba-kasar (rasa tekan). Rasa-raba-kasar atau rasa-tekan diperiksa

dengan jalan menekan dengan jari atau benda tumpul pada kulit, atau dengan jalan memencet

otot tendon dan serabut saraf (jangan terlalu kuat, karena akan terasa rasa-nyeri). Kemudian,

pasien disuruh memberitahu apakah ia merasakan tekanan tersebut, dan diminta menentukan

tempat (lokasinya).

42

Page 43: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

Kata piesthesia digunakan untuk menyatakan adanya rasa-tekan.

Kata baresthesia kadang digunakan untuk rasa-tekan atau rasa-berat. Kata ini perlu dibedakan

dari kata barognosia yang berarti mengenal serta mampu membedakan berat.

Pemeriksaan rasa-nyeri-dalam. Rasa-nyeri-dalam diperiksa dengan jalan memencet otot atau

tendon, menekan serabut saraf yang terletak dekat permukaan dan juga dengan memencet

testes atau biji-mata.

Dalam praktek sehari-hari hal ini dilakukan sebagai berikut:

Kita pencet otot lengan atas, lengan bawah, paha, betis dan tendon Achilles. Perhatikan

apakah pasien peka terhadap rangsang nyeri-dalam ini. Juga ditekan biji mata, laring,

epigastrium dan testes.

Rasa-nyeri-dalam menghilang pada stadium dini tabes dorsalis. Menghilangnya rasa-

nyeri-dalam dalam hal ini bukanlah karena rusaknya funikulus dorsalis, melainkan karena

perubahan patologik pada ganglion spinalis (dorsal root ganglia). Sebelum rasa-nyeri-dalam

menghilang, biasanya terlebih dahulu didapatkan reaksi-nyeri yang terlambat (delayed pain

reaction), baik bagi rasa-nyeri-superfisial maupun bagi rasa-nyeri-dalam. Dalam hal

demikian, timbulnya reaksi terhadap rangsang nyeri tidak segera terjadi setelah diberikan

rangsang, tetapi beberapa saat kemudian.

Saraf yang terletak di permukaan diperiksa juga rasa-nyeri tekannya. Pada neuritis, ini

dapat menjadi lebih peka terhadap nyeri-tekan. Pada penyakit kusta, selain meningkatnya

rasa-nyeri-tekan, saraf bertambah besar. Dalam hal demikian, perlu di raba sarafnya, untuk

mengetahui besarnya serta kemungkinan adanya benjolan-benjolan. Biasanya kita periksa

nervus ulnaris, nervus peroneus, nervus aurikularis magnus dan nervus supraorbitalis.

Pemeriksaan rasa-nyeri-tekan ini dapat pula dilakukan dengan jalan mengetok enteng saraf

tersebut.

Rasa Interoseptif

Rasa-interoseptif ialah perasaan dari visera (organ dalam tubuh), yaitu rasa yang

timbul dari organ-organ internal. Seorang pasien mungkin mengemukakan gangguan

perasaan berupa rasa nyeri, mules atau kembung. Misalnya usus mules, perut kembung,

kandung kencing serasa penuh. Nyeri viseral ini biasanya difus, tidak tegas lokalisasinya.

Pada pemeriksaan neorologi rasa interoseptif ini sukar dievaluasi dan sukar diperiksa. Selain

43

Page 44: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

lokalisasinya yang difus, kita tidak dapat melakukan tes pada organ yang letaknya di dalam

tubuh.

Nyeri Rujukan ,

Nyeri rujukan (referred pain) perlu diketahui. Bersamaan dengan nyeri interoseptif

yang diderita seorang pasien, ia mungkin pula mengalami nyeri somatik, yang mempunyai

asal yang reflektoris. Nyeri somatik ini disebut referred pain (nyeri rujukan) dan biasanya

berbentuk hiperalgesia.

Nyeri rujukan ini biasanya didapatkan pada dermatom yang sama atau yang

berdekatan dengan organ internal, sebagai akibat persarafan segmentai yang sama, namun

mungkin juga pada tempat yang lebih jauh. Sebagai contoh kami kemukakan hal berikut:

Nervus frenikus mensarafi diafragma dan jaringan di sekitarnya, yaitu jaringan pleura dan

jaringan ekstraperitoneal yang berada di dekat kandung empedu dan hepar. Serabut saraf

frenikus ini berasal dari saraf spinal servikal 3,4 dan 5. Iritasi kandung empedu, hepar atau

bagian tengah diafragma dapat mengakibatkan rasa-nyeri dan hiperestesia di daerah organ

tersebut, tetapi di samping itu kita dapatkan pula rasa-nyeri di kuduk dan bahu, yaitu daerah

kutan (kulit) dari nervus spinal servikal 3,4 dan 5 tersebut. Nyeri rujukan ini mungkin

disebabkan oleh refleks visero-kutan.

Daerah rujukan yang perlu kita ketahui, antara lain ialah: nyeri angina pektoris dapat

dirujuk sampai lengan kiri, nyeri di ginjal dapat dirujuk ke daerah inguinal.

Rasa Somestesia Luhur

Perasaan somestesia luhur ialah perasaan yang mempunyai sifat diskriminatif dan

sifat tiga-dimensi. Kadang digunakan juga kata rasa-gabungan (combined sensation). Rasa

somestesia luhur bukanlah hanya gabungan dari rasa yang telah kita perbincangkan terdahulu.

Pada rasa somestesia-luhur dibutuhkan komponen kortikal untuk persepsi akhir. Dalam hal

ini komponen kortikal merupakan fungsi dari lobus parietal yang bertindak untuk

menganalisis serta mensintesa tiap macam perasaan, mengkorelasi serta mengintegrasi

impuls, menginterpretasi rangsang dan juga menyaring serta mengambil engram-engram

untuk membantu mengenal impuls tersebut. Jadi yang diutamakan di sini ialah fungsi

44

Page 45: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

diskriminatif serta fungsi persepsi. Rasa somestesia luhur meliputi rasa diskriminasi,

barognosia, stereognosia, topostesia (topognosia), grafestesia.

Diskriminasi. Dua titik, atau spasial ini merupakan kemampuan untuk mengetahui,

bahwa kita ditusuk dengan dua jarum atau dengan satu jarum pada saat yang sama.

Pemeriksaan rasa diskriminasi. Pada pemeriksaan rasa-diskri-minasi infa di tes kemampuan

untuk mengetahui apakah kita ditusuk dengan dua jarum atau satu jarum pada waktu yang

bersamaan. Untuk maksud ini dapat digunakan jangka Weber atau dua buah jarum, atau

peniti. Bagian-bagian dari badan kita tusuk pada waktu yang bersamaan dengan dua jarum.

Pasien harus mampu mengetahui apakah ia ditusuk dengan satu atau dua jarum. Perlu

diketahui jarak yang terkecil yang masih dapat dirasakan sebagai dua tusukan. Jarak ini

berbeda-beda pada bagian tubuh, misalnya pada lidah, bila kedua tusukan berjarak 1 mm

sudah dapat dirasakan sebagai dua tusukan; pada ujung j'ari dibutuhkan jarak 2 - 4 mm; pada

telapak tangan 8-12 mm; pada punggung tangan 20 - 30 mm; pada punggung 40 - 70 mm;

dan pada lengan atas dan paha jarak terkecilnya ialah 75 mm. Pada pemeriksaan ini perlu

pula dibandingkan bagian badan yang simetris. Bila seorang pasien terganggu rasa

diskriminasinya, sedangkan rasa rabanya baik, hal ini menunjukkan adanya lesi di lobus

parietalis.

Barognosia. Barognosia ialah kemampuan untuk mengenal berat benda yang

dipegang, atau kemampuan membeda-bedakan berat benda. Kemampuan ini akan terganggu

bila rasa proprioseptif, terutama rasa-sikap dan rasa-gerak tidak sempurna lagi. Untuk

memeriksa ini kita gunakarv benda-benda yang bentuk dan ukurannya sama serta terbuat dari

zat yang sama, namun beratnya dibuat berbeda, misalnya dengan menambahkan pemberat

(misalnya timbal) di dalamnya. Hilangnya kemampuan untuk membedakan berat disebut

baragnosia.

Stereognosia. Stereognosia merupakan kemampuan untuk mengenal bentuk benda

dengan jalan meraba, tanpa melihat. Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat mengenal gelas,

botol, atau kunci dengan jalan meraba tanpa melihat. Bila kemampuan ini terganggu atau

hilang, penderita disebut menderita astereognosia, atau agnosia-taktil.

Astereognosia hanya dapat ditentukan bila rasa eksteroseptif dan proprioseptif baik;

jika hal ini terganggu, rangsang atau impuls tidak sampai ke korteks untuk disadari dan

45

Page 46: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

diinterpretasi.

Beberapa tahap dapat kita rinci dalam mengenal suatu benda. Mula-mula ukuran benda

tersebut dikenal, kemudian bentuknya dalam dua dimensi, diperhatikan dan setelah itu bentuk

dalam tiga dimensi dan akhirnya timbullah pengenalan benda tersebut. Pemeriksaan ukuran

dapat dilakukan dengan jalan menggunakan benda yang bentuknya sama, tapi ukurannya

berbeda. Bentuk diperiksa dengan menggunakan benda yang berbentuk sederhana, misalnya

bundar, segi empat, segitiga; bentuk tiga dimensi dengan menggunakan benda-benda

stereometris, misalnya kubus, piramid atau bola. Kemudian daya mengenal diperiksa dengan

jafan merabakan benda sederhana seperti kunci, kancing, pisau, pinsil, dan penderita disuruh

mengenalinya.

Pemeriksaan Stereognosia. Cara memeriksa rasa-stereognosia ialah: penderita

disuruh menutup mata, kemudian ditempatkan bermacam benda ke dalam tangannya. Benda

yang ditempatkan ini hendaklah benda yang sederhana dan telah dikenal pada kehidupan

sehari-hari, misalnya kunci, gelas, uang logam, atau arloji. la disuruh menyebutkan benda apa

yang sedang dipegangnya. Jika ia tidak mampu menyebutkan nama benda tersebut, ia disuruh

melukiskan ukuran, bentuk dan materi benda tersebut. Rasa stereognosia diperiksa pada

tangan; jika tangan pasien lumpuh kita tolong ia memegang atau menggenggam benda

tersebut.

Topestesia (topognosia). Topestesia atau topognosia ialah kemampuan untuk

melokalisasi tempat dari rasa-raba. Bila orang tidak mampu melokalisasi rasa-raba ini,

sedang rasa eksteroseptifnya baik, hal ini biasanya disebabkan oleh lesi yang melibatkan

lobus parietal, dan disebut topagnosia atau topoanestesia.

PEMERIKSAAN KOORDINASI GERAKAN

Koordinasi gerak terutama diatur oleh serebelum. Secara sederhana dapat dikatakan

bahwa gangguan utama dari lesi di serebelum ialah adanya dissinergia, yaitu kurangnya

koordinasi. Artinya bila dilakukan gerakan yang membutuhkan kerjasama antar otot, maka

otot-otot ini tidak bekerja sama secara baik, walaupun tidak didapatkan kelumpuhan. Hal ini

terlihat jika pasien berdiri, jalan, membungkuk, atau menggerakkan anggota badan. Ada 2 hal

yang perlu diperhatikan pada dissinergia ini, yaitu : gangguan gerakan dan dismetria.

46

Page 47: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

Selain itu, serebelum ikut berpartisipasi dalam mengatur sikap, tonus, mengintegrasi,

dan mengkoordinasi gerakan somatik. Lesi pada serebelum dapat menyebabkan gangguan

sikap dan tonus, dissinergia atau gangguan koordinasi gerakan (ataksia). Gerakan menjadi

terpecah-pecah, dengan lain perkataan : kombinasi gerakan yang seharusnya dilakukan secara

simultan (sinkron) dan harmonis, menjadi terpecah-pecah dan dilakukan satu per satu serta

kadang simpang siur. Dissinergia ialah kehilangan kemampuan untuk melakukan gerakan

majemuk dengan tangkas, harmonis, dan lancar.

Gejala klinis yang kita dapatkan pada gangguan serebelar ialah adanya: gangguan

koordinasi gerakan (ataksia), disdiadokhokinesia, dismetria, tremor intensi, disgrafia

(makrografia), gangguan sikap, nistagmus, fenomena rebound, astenia, atonia, dan disartria.

Dismetria

Dismetria pada gerakan, yaitu gerakan yang tidak mampu dihentikan tepat pada

waktunya atau tepat pada tempat yang dituju. Sering kita jumpai adanya hipermetria, yaitu

melampaui tujuan; tetapi sesekali didapatkan juga adanya hipometria, yaitu gerakan berhenti

sebelum sampai pada tujuan, yang disebabkan karena pasien takut melampaui tujuannya.

Gangguan Gerakan

Gangguan gerakan adalah berkurangnya kerjasama antar otot. Pada orang normal, bila

ia mengedik ke belakang, pada waktu yang bersamaan ia akan memfleksikan lutut (tungkai)

nya untuk menjaga keseimbangan. Akan tetapi, pada penderita gangguan serebelar, saat

mengedikkan badannya ke belakang, ia selalu menegangkan tungkainya, sehingga ia berada

dalam bahaya akan jatuh. Selain itu, gangguan koordinasi gerakan dapat diketahui dengan

melihat adanya disdiadokokinesia.

Disdiadokokinesia. 

Hal ini merupakan ketidakmampuan melakukan gerakan yang berlawanan berturut-

turut. Suruh pasien merentangkan kedua lengannya ke depan, kemudian suruh ia mensupinasi

dan pronasi lengan bawahnya (tangannya) secara bergantian dan cepat. Pada sisi lesi, gerakan

ini dilakukan lamban dan tidak tangkas.

47

Page 48: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

Tremor intensi. 

Tremor intensi ialah tremor yang timbul bila melakukan gerak volunter (dengan

kemauan), dan menjadi lebih nyata bila menghampiri tujuannya. Tremor intensi dapat pula

diperiksa dengan jalan menyuruh pasien mengambil benda yang kecil, makin dekat ia pada

benda tersebut, makin jelas tremor pada tangannya.

Pada dismetria, luas, jalan, serta cepatnya gerakan tidak adekuat. Penderita seolah-

olah mengingkari dalil yang mengatakan bahwa jarak yang terpendek antara dua titik ialah

satu garis lurus. Hipermetria terlihat bila ia berjalan, dalam hal ini gerakan kaki ke atas dan

ke bawah berlebihan. Selain itu, bila ia disuruh melakukan suatu gerakan, maka gerakan ini

melampaui tujuannya. Hipermetria ini terutama menyatakan diri dalam adanya

kecenderungan untuk hiperfleksi. Anggota gerak bawah lebih banyak terkena daripada

anggota gerak atas. Gangguan serebelum dapat diperiksa dengan berbagai cara yaitu :

percobaan tunjuk hidung, percobaan jari-jari, percobaan tumit lutut, dan pemeriksaan

tentang adanya disgrafia.

Percobaan tunjuk-hidung.

Pasien disuruh menutup mata dan meluruskan lengannya ke samping, kemudian ia

disuruh menyentuh hidungnya dengan telunjuk. Pada lesi serebelar telunjuk tidak sampai di

hidung tetapi melewatinya dan sampai di pipi. Bila jari mendekati hidung terlihat tremor

(tremor intensi) atau pasien disuruh menunjuk telunjuk pemeriksa, kemudian menunjuk

hidungnya, berulang-ulang.

Percobaan jari-jari.

Penderita disuruh merentangkan kedua lengannya ke samping sambil menutup mata.

Ia kemudian disuruh mempertemukan jari-jarinya di tengah depan. Lengan di sisi lesi akan

ketinggalan dalam gerakan ini, dan mengakibatkan jari sisi yang sehat melampaui garis

tengah.

48

Page 49: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

Percobaan tumit-lutut.

Penderita berbaring dengan kedua tungkai diluruskan, kemudian ia disuruh menempatkan

tumit pada lutut kaki yang lain. Tumit ini tidak tepat mengenai lutut. Terlihat pasien

mengadakan fleksi lutut yang berlebihan sehingga tumit melampaui lutut dan sampai di paha.

Disgrafia.

Hal ini biasanya dalam bentuk makrografia. Karena ada dismetria dalam bentuk

hipermetria, terlihat huruf dituliskan besar-besar dan kadang makin lama makin besar. Selain

itu, bentuk hurufnyapun tidak bagua dan kaku.

PEMERIKSAAN VEGETATIF

Yang terpenting adalah pemeriksaan miksi, yaitu dengan cara: anamnesis dan

pemeriksaan.Anamnesis: apakah miksi spontan, disadari, bisa ditahan atau tidak, keluar terus-

menerus atau sekalikeluar sekali berhenti atau tidak dapat keluar sama sekali.

Pemeriksaan:

Tekan vesica urinaria untuk menentukan apakah penuh atau tidak

Observasi ujung urethra eksterna, basah terus atau tidak

Tekan vesica urinaria apakah terjadi pengosongan urine, lalu lakukan catheterisasi

untuk menentukan rest urine

Macam-macam kelainan miksi:

1. Inkontinensia urineSuatu keadaan dimana urine keluar terus-menerus secara menetes,

2. Retensio urin, Suatu keadaan dimana urine tidak dapat keluar baik secara disadari atau tidak,

sedangkan vesicaurinaria penuh.

3. Automatic bladder Suatu keadaan diman urine dapat dikeluarkan dengan adanya gaya berat atau

rangsangan pada os pubis dan lipatan inguinal.

4. Atonic bladder Suatu keadaan dimana urine dapat dikeluarkan dengan menekan supra pubis.

Residual urine padakeadaan ini lebih banyak dari automatic bladder

49

Page 50: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

PEMERIKSAAN VERTEBRE

Melihat Adanya Kelainan-Kelainan Vertebre, Seperti

1. Scoliosis, kelainan pada rangka tubuh yang berupa kelengkungan ke kiri atau ke

kanan Sebanyak 75-85% kasus skoliosis merupakan idiofatik, yaitu kelainan yang

tidak diketahui penyebabnya. Sedangkan 15-25% kasus skoliosis lainnya

merupakanefek samping yang diakibatkan karena menderita kelainan tertentu,

seperti distrofi otot, sindrom Marfan, sindrom Down, dan penyakit lainnya. Berbagai

kelainan tersebut menyebabkan otot atau saraf di sekitar tulang belakang tidak

berfungsi sempurna dan menyebabkan bentuk tulang belakang menjadi melengkung

2. Lordosis kelainan pada rangka tubuh dimana tulang belakang tertarik kedepan. Sering

diakibatkan karena efek dari kehamilan

3. Kifosis adalah Tulang punggung yang melengkung dengan bongkol yang menonjol

kebelakang

50

Page 51: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

TANDA PERANGSANGAN RADIKULER

Tanda perangsangan radikuler biasanya terdapat pada penyakit hnp (hernia nucleus pulposus.

pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu;

1. laseque    : kaki difleksikan pada sendi panggul dengan sendi lutut tetap ekstensi

respon berupa tahanan dengan sudut > 60°

2. cross laseque : lakukan tes laseque, nyeri pada kaki yang berlawanan

3. Lhermitte test: pesakit dalam posisi duduk, pemeriksa berada di belakang pesakit.

Kedua tangan pemeriksa diletakkan di atas kepala pesakit.fleksikan leher pesakit dan

berikan tahanan ringan dengan kedua tangan pemeriksa. Gerakan ini diikuti dengan

merotasikan leher pesakit kesemua arah. Jika positif, pesakit akan merasakan nyeri

menjalar sepanjang dermatom.

TES GANGGUAN FUNGSI CEREBRAL

Tes gangguan fungsi serebelar terutama didasarkan atas adanya dissinergia, yang

berupa gangguan gerakan dan hipermetria. Perlu rasanya diketahui bahwa gejala gangguan

serebelar sering makin lama makin berkurang atau menghilang. Hal ini disebabkan karena

ada kompensasi atau karena pusat-pusat lain di otak mengambil alih tugas serebelum ini. Hal

demikian jarang dijumpai pada kerusakan sistem lainnya. Jadi, walaupun kita menjumpai

gejala gangguan serebelar pada masa akut, hal ini mungkin berkurang atau tidak ada lagi

pada lesi yang sudah lama.

Sikap

Pada lesi serebelar yang unilateral, didapatkan deviasi kepala dan badan ke sisi lesi

dan terdapat pula salah-tunjuk (past pointing) ke arah lesi. Bila pasien berdiri, badan

cenderung jatuh ke arah lesi. Bila ia berjalan, tungkai diangkat secara berlebihan, lengan

kurang dilenggangkan, dan jalannya berdeviasi ke sisi lesi. Pada lesi serebelum bagian tengah

(vermis), pasien tidak dapat berdiri tegak (lurus), ia akan jatuh ke depan atau belakang.

Ataksia

Gangguan Gerakan Jalan Yang Tidak Teratur Oleh Karena Impuls Proprioseptif Tidak Dapat

Diintegrasikan (Gangguan Koordinasi Gerakan)

51

Page 52: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

Nistagmus

Nistagmus dapat disebabkan oleh lesi di traktus vestibuloserebelar, vermis, atau

pedunkulus serebeli inferior. Ia dapat juga disebabkan oleh rusaknya hubungan antara

serebelum dengan pusat-pusat lain atau lesi serebelum sendiri. Nistagmus dapat pula

disebabkan oleh terganggunya koordinasi otot-otot mata, jadi merupakan asinergia serebeli.

Sikap bola mata yang seharusnya tetap bila ia difiksasi pada satu jurusan menjadi berubah-

ubah, yaitu bola mata bergerak secara spontan cepat ke arah fiksasi, lalu kembali secara

spontan lambat ke posisi semula, kemudian bergerak lagi ke tempat fiksasi, kembali lagi ke

posisi semula dan seterusnya bolak-balik. Hal ini disebut nistagmus (gerak ritmik bola mata).

Untuk memeriksanya, mata pasien disuruh mengikuti jari pemeriksa yang digerakkan ke

samping kiri, kanan, atas, dan bawah. Perhatikan adanya nistagmus dan tentukan apakah ada

komponen lambat dan cepat.

Fenomena rebound

Pada gangguan serebelar, fenomena rebound berarti tidak mampu menghentikan

gerakan tepat pada waktunya. Dalam hal ini, penderita disuruh meluruskan lengannya.

Kemudian ia disuruh menarik tangannya ke arah bahunya atau hidung sambil kita halangi

(berikan tahanan). Bila tahanan kita lepas secara mendadak, gerakan fleksi ini tidak segera

berhenti dan tangan akan memukul bahu atau mukanya dengan keras. Jadi, terlihat

ketidakmampuan menghentikan gerakan dengan segera atau menggantikannya dengan

antagonisnya.

Astenia.

Astenia adalah lekas lelah dan bergerak lamban. Hal ini juga merupakan gejala dari

gangguan serebelar. Otot lekas lelah dan lemah (walaupun tidak ada parese). Gerakan dimulai

dengan lamban, demikian juga dengan kontraksi dan relaksasi.

Vertigo

Gangguan orientasi ruangan dimana perasaan dirinya bergerak berputar terhadap

ruangan di sekitarnya atau ruangan sekitarnya bergerak terhadap dirinya

52

Page 53: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

Disartria

Disartria adalah gangguan bicara yang diakibatkan cidera neuromuscular, gangguan

bicara ini diakibatkan luka pada system saraf, yang pada gilirannya mempengaruhi bekerja

baiknya satu atau beberapa otot yang diperlukan untuk berbicara.

GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL/EKSTRAPIRAMIDAL SINDROM (EPS)

a. Reaksi Distonia Akut (ADR)

Keadaan ini merupakan spasme atau kontraksi involunter, akut dari satu atau lebih

kelompok otot skelet yang lazimnya timbul dalam beberapa menit. Kelompok otot yang

paling sering terlibat adalah otot wajah, leher, lidah atau otot ekstraokuler,

bermanifestasi sebagai tortikolis, disastria bicara, krisis okulogirik dan sikap badan yang

tidak biasa. Suatu ADR lazimnya mengganggu sekali bagi pasien. Dapat nyeri atau

bahkan dapat mengancam kehidupan dengan gejala-gejala seperti distonia laring atau

diafragmatik. Reaksi distonia akut sering sekali terjadi dalam satu atau dua hari setelah

pengobatan dimulai, tetapi dapat terjadi kapan saja. Keadaan ini terjadi pada kira-kira

10% pasien, lebih lazim pada pria muda, dan lebih sering dengan neuroleptik dosis

tinggi yang berpotensi lebih tinggi, seperti haloperidol dan flufenazine. Reaksi distonia

akut dapat merupakan penyebab utama dari ketidakpatuhan dengan neuroleptik karena

pandangan pasien mengenai medikasi secara permanent dapat memudar oleh suatu

reaksi distonik yang menyusahkan.

b. Akatisia

Sejauh ini EPS ini merupakan yang paling sering terjadi. Kemungkinan terjadi pada

sebagian besar pasien yang diobati dengan medikasi neuroleptik, terutama pada populasi

pasien lebih muda. Terdiri dari perasaan dalam yang gelisah, gugup atau suatu keinginan

untuk tetap bergerak. Juga telah dilaporkan sebagai rasa gatal pada otot. Pasien dapat

mengeluh karena anxietas atau kesukaran tidur yang dapat disalah tafsirkan sebagai

gejala psikotik yang memburuk. Sebaliknya, akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi

gejala psikotik akibat perasaan tidak nyaman yang ekstrim. Agitasi, pemacuan yang

nyata, atau manifestasi fisik lain dari akatisisa hanya dapat ditemukan pada kasus yang

berat. Juga, akinesis yang ditemukan pada parkinsonisme yang ditimbulkan neuroleptik

53

Page 54: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

dapat menutupi setiap gejala objektif akatisia. Akatisia sering timbul segera setelah

memulai medikasi neuroleptikdan pasien sudah pada tempatnya mengkaitkan perasaan

tidak nyaman. Yang dirasakan ini dengan medikasi sehingga menimbulkan masalah

ketidakpatuhan pasien

c. Akinesia : yang meliputi wajah topeng, kejedaan dari gerakan spontan, penurunan

ayunan lengan pada saat berjalan, penurunan kedipan, dan penurunan mengunyahyang

dapat menimbulkan pengeluaran air liur. Pada bentuk yang yang lebih ringan, akinesia

hanya terbukti sebagai suatu status perilaku dengan jeda bicara, penurunan spontanitas,

apati dan kesukaran untuk memulai aktifitas normal, kesemuanya dapat dikelirukan

dengan gejala negative skizofrenia.

d. Tremor : khususnya saat istiraha, secara klasik dari tipe penggulung pil. Tremor dapat

mengenai rahang yang kadang-kadang disebut sebagai “sindrom kelinci”. Keadaan ini

dapat dikelirukan dengan diskenisia tardiv, tapi dapat dibedakan melalui karakter lebih

ritmik, kecerendungan untuk mengenai rahang daripada lidah dan responya terhadap

medikasi antikolinergik.

e. Rigiditas; kekakuan; peningkatan tonus otot. Dikombinasikan dengan rest tremor,

kekakuan ini menghasilkan fenomena 'cog-wheel' saat ekstremitas digerakkan secara

pasif.  Hal ini juga sangat jelas dapat dirasakan dengan cara mempalpasi otot pasien

bahkan pada keadaan rileks

f. Bradikinesia; lamban dalam bergerak

FUNGSI LUHUR

Fungsi luhur adalah kemampuan manusia dari hasil kerja asosiasi dan intergrasi tingkat

tinggi. Fungsi otak itu siklsifikasin menjadi 2 bagian, otak kanan dan otak kiri, pada bagian

otak sebelah kanan cenderuang ke sosilisasi, kemampuan bahasa non verbal, menyanyikan

lagu, imajinasi pengalaman formal dan non formal. Sedangkan belahan otak bagian kiri :

dominan untuk berbahasa bahasa verbal.

Fungsi luhur meliputi dari;

Kesadaran kualitatif

54

Page 55: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

Ingatan baru

Ingatan lama

Orientasi : diri, tempat, waktu, situasi

Inteligensia : normal, terganggu

Daya pertimbangan : baik, kurang

Reaksi emosi : normal, terganggu

Afasia : gangguan berbahasa (gangguan dalam memproduksi atau memahami

bahasa)- Ekspresif : motorik, area Brocca - Reseptif : area Wernicke

Agnosia : ketidakmampuan mengenali benda-benda yang telah dikenali  sebelumnya.-

Agnosia visual : tidak mampu mengenali objek secara visual-Agnosia jari :

ketidakmampuan mengidentifikasi jarinya atau jari orang lain → pasien menutup

mata, pemeriksa memegang salah satu jari pasien, dan pasien membuka mata dan

menunjukkan jari yang diraba tadi.

Akalkulia : ketidakmampuan berhitung

55

Page 56: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

SKILL 1

PEMERIKSAAN KESADARAN

N0 ASPEK YANG DINILAINILAI

0 1 2

A EYE RESPON      

1 SPONTAN      

2 MEMBUKA DENGAN RANGSANGAN SUARA      

3 MEMBUKA DENGAN RANGSANGAN NYERI      

4 TIDAK ADA RESPON DENGAN RANGSANGAN APAPUN      

B VERBAL RESPON      

5 ORIENTASI BAIK      

6BINGUNG (CONFUSED); KATA BAIK, KALIMAT BAIK, TAPI

ISI PERCAKAPAN MEMBINGUNGKAN.      

7TIDAK TEPAT; KATA-KATA BAIK TAPI KALIMAT TIDAK

BAIK      

8MENGERANG; KATA-KATA TIDAK DAPAT DIMENGERTI,

HANYA MENGERANG      

9 TIDAK KELUAR SUARA      

C MOTORIK RESPON      

10 GERAK MENGIKUTI PERINTAH      

11DAPAT MELOKALISASIKAN RASA NYERI/ MENEPIS SAAT

DIBERI RANGSANGAN NYERI      

12REAKSI MENGHINDAR MENARIK DIRI DARI

RANGASANGAN      

13 FLEKSI      

14 EKSTENSI      

15

TIDAK ADA GERAK SAMA SEKALI WALAU SUDAH DIBERI

RANGSANGAN      

D TOTAL NILAI KESADARAN E? V? M?      

Keterangan ; 0=tidak dilakukan

1=dilakukan, tetapi kurang benar

56

Page 57: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

2=dilakukan dengan benar

Nilai = X 100 % =…… lampoh keude , 2012

SKILL 2

57

Page 58: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS DAN REFLEKS PATOLOGIS

NO ASPEK YANG DI NILAINILAI

0 1 2

I PEMRIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS      

A PEMERIKSAAN REFLEKS BISEPS      

1 MINTA PASIEN DUDUK DENGAN SANTAI, LENGAN RILEKS, POSISI

ANTARA FLEKSI DAN EKSTENSI DENGAN SEDIKIT PRONASI, SIKU

PENDERITA DILETAKKAN PADA TANGAN PEMERIKSA      

2

LETAKKAN JARI TELUNJUK PEMERIKSA PADA TENDON, LALU

PUKULLAH TENDO TERSEBUT DENGAN REFLEKS HAMMER,RESPON

NORMAL BERUPA KONTRAKSI TENDO BISEPS      

B PEMERIKSAAN REFLEKS TRISEPS      

3

MINTA PASIEN DUDUK DENGAN SANTAI, LENGAN PASIEN

DIFLEKSIKAN PADA SIKU DAN DIPOSISIKAN DEPAN DADA      

4

PEMERIKSAAN MENYOKONG LENGAN PASIEN DAN

MENGINDETIFIKASI TENDON TRISEPS DENGAN MEMPALPASI 2,5

SAMPAI 5 CM DIATAS SIKU      

5

PEMUKULAN LANGSUNG PADA TENDON NORMALNYA

MENYEBABKAN KONTRAKSI OTOT TRISEPS DARI EKSTENSI SIKU      

C PEMERIKSAAN KNEE PESS REFLEK (KPR)/ REFLEKS PATELLA      

6

PASIEN DIDUDUKKAN PADA TEMPAT YANG AGAK TINGGI SEHINGGA

KEDUA TUNGKAI AKAN TERGANTUNG BEBAS ATAU ORANG COBA

BERBARING TERLENTANG DENGAN FLEKSI TUNGKAI PADA SENDI

LUTUT      

7

TENTUKANLAH TENDO PATELLA UNTUK MENETAPKAN DAERAH

YANG TEPAT      

8

KETUKLAH TENDO PATELLA DENGAN HAMMER SEHINGGA TERJADI

EKSTENSI TUNGKAI DISERTAI KONTRAKSI OTOT KUADRISEPS      

D PEMERIKSAAN ACHILLES PESS REFLEKS (APR)/REFLEKS PATELLA      

9

TUNGKAI DIFLEKSIKAN PADA SENDI LUTUT DAN KAKI

DIDORSOFLEKSIKAN      

10

TENTUKAN LOKASI TENDO ACHILLES UNTUK MENETAPKAN DAERAH

YANG TEPAT      

11 KETUKLAH PADA TENDO ACHILLES, SEHINGGA TERJADI PLANTAR      

58

Page 59: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

FLEKSI DARI KAKI DAN KONTRAKSI OTOT GASTROCNEMIUS

II PEMERIKSAAN REFLEKS PATOLOGIS      

A PEMERIKSAAN REFLEKS BABINSKY      

12

PASIEN DIMINTA BERBARING DANGAN KAKI DILURUSKAN, LAKUKAN

GORESAN PADA TELAPAK KAKI DARI ARAH TUMIT KE ARAH JARI

MELALUI SISI LATERAL      

13

RESPON NORMAL AKAN MEMBERIKAN REAKSI BERUPA FLEKSI JARI-

JARI DAN PENARIKAN TUNGKAI. RESPON ABNORMAL MAKA AKAN

TIMBUL REAKSI BERUPA JEMPOL KAKI AKAN DORSOFLEKSI,

SEDANGKAN JARI-JARI LAIN AKAN MENYEBAR ATAU MEMBUKA      

B PEMERIKSAAN REFLEKS CHADDOCK      

14

PASIEN DIMINTA BERBARING DANGAN KAKI DILURUSKAN, LAKUKAN

GORESAN SEPANJANG TEPI LATERAL PUNGGUNG KAKI DI LUAR

TELAPAK KAKI, DARI TUMIT KE DEPAN      

15

RESPON NORMAL AKAN MEMBERIKAN REAKSI BERUPA FLEKSI JARI-

JARI DAN PENARIKAN TUNGKAI. RESPON ABNORMAL MAKA AKAN

TIMBUL REAKSI BERUPA JEMPOL KAKI AKAN DORSOFLEKSI,

SEDANGKAN JARI-JARI LAIN AKAN MENYEBAR ATAU MEMBUKA      

C PEMERIKSAAN REFLEKS OPPENHEIM      

16

LAKUKAN GORESAN PADA SEPANJANG TEPI DEPAN TULANG TIBIA

DARI ATAS KE BAWAH, DENGAN KEDUA JARI TELUNJUK DAN

TENGAH      

17

RESPON NORMAL AKAN MEMBERIKAN REAKSI BERUPA FLEKSI JARI-

JARI DAN PENARIKAN TUNGKAI. RESPON ABNORMAL MAKA AKAN

TIMBUL REAKSI BERUPA JEMPOL KAKI AKAN DORSOFLEKSI,

SEDANGKAN JARI-JARI LAIN AKAN MENYEBAR ATAU MEMBUKA      

D PEMERIKSAAN REFLEKS GORDON      

18 LAKUKAN GORESAN/MEMENCET OTOT GASTROCNEMIUS      

19

RESPON NORMAL AKAN MEMBERIKAN REAKSI BERUPA FLEKSI JARI-

JARI DAN PENARIKAN TUNGKAI. RESPON ABNORMAL MAKA AKAN

TIMBUL REAKSI BERUPA JEMPOL KAKI AKAN DORSOFLEKSI,

SEDANGKAN JARI-JARI LAIN AKAN MENYEBAR ATAU MEMBUKA      

Keterangan ; 0=tidak dilakukan

59

Page 60: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

1=dilakukan, tetapi kurang benar

2=dilakukan dengan benar

Nilai = X 100 % =…… lampoh keude , 2012

SKILL 3

60

Page 61: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

PEMERIKSAAN NERVUS CRANIALIS

N

OASPEK YANG DINILAI

NILAI

0 1 2

A PEMERIKSAAN NERVUS I (OLFAKTORIUS)      

1PASIEN DISURUH UNTUK MEMEJAMKAN MATA,TUTUP SALAH SATU

LUBAN HIDUNG      

2

PASIEN DISURUH MEMBEDAKAN BAU YANG

DIRASAKAN( KOPI,TEMBAKAU,ALKOHOL, DLL)      

3

NILAI APAKAH NORMOSMIA, ANOSMIA, PAROSMIA, DAN HIPOSMIA.

BANDINGKAN DENGAN HIDUNG YANG LAINNYA      

B PEMERIKSAAN NERVUS II (OPTIKUS)      

a TAJAM PENGLIHATAN      

4 PASIEN DUDUK ATAU BERDIRI DENGAN JARAK 3 METER      

5 MINTA PASIEN MENGHITUNG JARI ANDA DARI JARAK TERSEBUT      

b LAPANGAN PENGLIHATAN      

7

PASIEN DUDUK ATAU BERDIRI BERHADAPAN DENGAN PEMERIKSA

DENGAN JARAK 60-100 CM, MATA KIRI PASIEN BERHADAPAN DENGAN

MATA KANAN PEMERIKSA PADA KETINGGIAN YANG SAMA,

TUTUPLAH MATA PASIEN YANG LAIN      

8

KERAKKAN BOLPOIN ANDA DARI LATERAL KE ARAH SENDTRAL

SAMPAI PASIEN DAPAT MELIHAT OBJEK.      

9

MINTA LAH PASIEN MEMBERIKAN RESPON JIKA MULAI DAPAT

MELIHAT BENDA DAN HAL INI DIBANDINGKAN DENGAN

PENGLIHATAN PEMERIKSA, APAKAH ANDA JUGA SUDAH DAPAT

MELIHAT OBJEK.      

10

BILA ADA GANGGUAN LAPANGAN PENGLIHATAN MAKA PEMERIKSA

AKAN LEBIH DAHULU MELIHAT GERAKAN OBJEK TERSEBUT      

C

PEMERIKSAAN NERVUS III (OCULOMOTORIUS), IV (TROCHLEARIS),

VI (ABDUCEN)      

a NERVUS OCULOMOTORIUS      

11

MERUPAKAN NERVUS YANG MEMPERSARAFI OTOT-OTOT BOLA MATA

EKSTERNA, LEVATOR PALPEBRA DAN KONSTRIKTOR PUPIL      

12 PERHATIKAN PTOSIS, LAGOPTALMUS, EKSOPTALMUS, STRABISMUS      

13 PEN LIGHT DINYALAKAN MULAI DARI SAMPING) KEMUDIAN      

61

Page 62: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

CAHAYA DIARAHKAN PADA SALAH SATU PUPIL YANG AKAN

DIPERIKSA, MAKA AKAN ADA REKASI MIOSIS, MENILAI APAKAH PUPIL

ISOKOR/ANISOKOR

14 PEMERIKSAAN DOLL'E EYE      

b NERVUS TROCHLEARIS      

15

MINTA KLIEN UNTUK MELIHAT KEARAH BAWAH DAN KE ARAH ATAS

PERHATIKAN GERAKAN MATA KE BAWAH DAN KEATAS.      

c NERVUS ABDUCEN      

16

PASIEN DAN PEMERIKSA DUDUK BERHADAPAN, TEMPATKAN SEBUAH

PEN DENGAN JARAK 50 CM      

17

MINTALAH PASIEN NTUK MELIHAT KEARAH LATERAL KIRI DAN

KANAN,SEBELUMNYA PEGANG DAGU PASIEN SEBAGAI FIKSASI AGAR

KEPALA PASIEN TIDAK IKUT BERGERAK PERHATIKAN GERAKAN

MATANYA.PERHATIKAN APAKAH MATA PASIEN DAPAT MENGIKUTI

PERGERAKAN PEN      

D PEMERIKSAAN NERVUS V (TRIGEMINUS)      

a MOTORIK      

18

MINTA PASIEN MERAPATKAN GIGINYA SEKUAT MUNGKIN,RABALAH

M.MASSETER DAN M. TEMPORALIS,PERHATIKAN BESARNYA, TONUS,

SERTA KOTURNYA (BENTUK)      

19

MINTALAH PASIEN MEMBUKA MULUT, DAN PERHATIKAN APAKAH

ADA DEVIASI RAHANG BAWAH      

20

MINTALAH PASIEN MEMNGGIGIT BENDA MISALNYA SPATEL

KEMUDIAN TARIK BENDA TERSEBUT, NILAILAH KEKUATAN

GIGITANNYA      

b SENSORIK      

21

REFLEK KORNEA. MINTALAH PASIEN UNTUK MELIHAT KEARAH

LATERAL SUPERIOR      

22

SENTUHKAN UJUNG KAPAS YANG SUDAH DIPILIN PADA KORNEA, BILA

LANGSUNG BERKEDIP REFLEKS KORNEA BAIK, DAN BANDINGKAN

REFLEKS KEDUA MATA      

23 SENSITIFITAS KULIT. PASIEN DI MINTA MENUTUP KEDUA MATA/

DENGANMENGGUNAKAN KAPAS, SENTUHLAH BAGIAN DAHI, PIPI, DAN

DAGU PASIEN. LALU PSIEN DISURUH MENYEBUTKAN DAERAH MANA

     

62

Page 63: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

YANG DISENTUUH

E PEMERIKSAAN NERVUS VII (FACIALIS)      

a MOTORIK      

24 PERHATIKAN WAJAH PASIEN SIMETRIS ATAU TIDAK      

25

MINTALAH PASIEN UNTUK MENGERUTKAN DAHI, PERHATIKAN

KESEMETRISANNYA      

26

MINTALAH PASIEN UNTUK MEMEJAMKAN MATA DAN KEMUDIAN

COBALAH UNTUK MEMBUKA MATA PASIEN      

27

MINTALAH PASIEN UNTUK TERSENYUM, MENUNJUKKAN GIGI,

BERSIUL, DAN MENGGEMBUNGKAN PIPI, PERHATIAKAN

KESIMETRISAN ANTARA WAJAH KIRI DENGAN WAJAH KANAN      

b SENSORIK      

28

PENGECAPAN 2/3 LIDAH BAGIAN DEPAN. SIAPKAN BEBERAPA

LARUTAN RASA MISALNYA MANIS, ASIN, KECUT      

29

LALU PASIEN DISURUH MENJULURKAN LIDAH DAN KERINGKAN

LIDAH DENGAN MENGGUNAKAN TISSUE      

30

MINTALAH PASIEN MENUTUP MATA DAN TETESKAN LARUTAN RASA

PADA PERMUKAAN LIDAH PSIEN      

31

MINTALAH PASIEN UNTUK MEMBUKA MATA, SAMBIL TETAP

MENJULURKAN LIDAH, DAN MINTALAH PASIEN UNTUK

MRNYEBUTKAN RASA DARI LARUTAN TERSEBUT. LALU NILAILAH

APAKAH BENAR YANG JAWABAN PASIEN      

F PEMERIKSAAN NERVUS VIII (AKUSTIKUS)      

a PENDENGARAN      

  TES WEBBER      

32

LETAKKAN GARPU TALA YANG TELAH DIBUNYIKAN DI TANGAH DAHI

PASIEN ATAU DILETAKKAN DIVERTEKS      

33

MINTALAH PASIEN UNTUK MENDENGARKAN BUNYI GARPU TALA

TADI, DAN MINTALAH IA MENENTUKAN PADA TELINGA MANA DIA

LEBIH MENDENGAR DENGAN KERAS      

  TES SCWABACH      

34

LETAKKAN GARPU TALA YANG TELAH DIBUNYIKAN DI DEPAN

TELINGA PASIEN      

35 BILA PASIEN TIDAK DAPAT MENDENGAR BUNYI GARPU TALA,

PINDAHKAN GARPU TALA TERSEBUT KE TELINGA PEMERIKSA, BILA

     

63

Page 64: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

MASIH TERDENGAR OLEH PEMERIKSA DIKATAKAN SCWABACH

(KONDUKSI UDARA) MEMENDEK

36

KETUKKANLAH LAGI GARPU TALA PADA TULANG MASTOID PASIEN

DAN DAN MEMINTA PSIEN UNTUK MENDENGARKANNYA      

37

BILA PASIEN TIDAK DAPAT MENDENGAR BUNYI GARPU TALA,

PINDAHKAN GARPU TALA PADA TULANG ,MASTOID PEMERIKSA, BILA

PEMERIKSA MASIH MENDENGARKAN BUNYI MAKA DIKATAKAN

SCWABACH (KONDUKSI TULANG) MEMENDEK      

  TESB RHINNE      

38

MENGETUKKAN GARPU TALA KEMUDIAN MELETAKKAN PADA

TULANG MASTOID PASIEN SAMBIL MEMINTA PASIEN UNTUK

MENDENGARKAN BUNYINYA      

39

BILA BUNYI TIDAK TERDENGAR LAGI, PINDAHKAN GARPU TALA

KEDEKAT TELINGA PASIEN. BILA MASIH TERDENGAR BUNYI, MAKA

KONDUKSI UDARA LEBIH BAIK DARI PADA KONDUKSI TULANG;

RHINNE POSITIF      

40

MEGETUKKAN LAGI GARPU TALA KEMUDIAN MENEMPELKAN PADA

TULANG MASTOID PASIEN DAN MEMINTA PASIEN UNTUK

MENDENGARKANNYA      

41

BILA BUNYI TIDAK TERDENGAR LAGI, PINDAHKAN GARPU TALA KE

DEKAT TELINGA PASIEN. BILA BUNYI TIDAK TERDENGAR LAGI

DIKATAKAN RHINNE NEGATIF (KONDUKSI TULANG LEBIH BAIK DARI

PADA KONDUKSI UDARA)      

  TES BERBISIK      

42

MEMBISIKKAN KATA-KATA YANG TERDIRI DARI DUA SUKU KATA

DARI JARAK 1-3 KAKI DARI KEDUA TELINGA PENDERITA      

b TES KESEIMBANGAN      

  TES ROMBERG      

43

PADA PEMERIKSAAN INI PASIEN BERDIRI DENGAN KAKI YANG SATU

DIDEPAN KAKI YANG LAINNYA. TUMIT KAKI YANG SATU BERADA

DIDEPAN JARI KAKI YANG LAINNYA, LENGAN DILIPAT PADA DADA

DAN MATA KEMUDIAN DITUTUP.      

44

ORANG YANG NORMAL MAMPU BERDIRI DALAM SIKAP ROMBERG

YANG DIPERTAJAM SELAMA 30 DETIK ATAU LEBIH      

64

Page 65: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

  TES TANDEM WALKING      

45

PASIEN DIMINTA BERDIRI DENGAN TEGAK DAN MATA MELIHAT

LURUS KE DEPAN      

46

LALU PASIEN DIMINTA UNTUK BERJALAN LURUS, NILAI ARAH

PERGERAKAN JALAN PASIEN APAKAH LURUS ATAU MIRING      

G PEMERIKSAAN NERVUS IX (GLOSSOFARINGEUS), X (VAGUS)      

47

MEMINTA PSIEN UNTUK MEMBUKA MULUT DENGAN LEBAR SAMPAI

TERLIHAT DINDING POSTERIOR FARING      

48

REFLEKS MUNTAH, MENYENTUH DENGAN SPATEL DINDING

POSTERIOR FARING, NORMAL AKAN MUNCUL REFLEKS MUNTAH      

49

PENGECAPAN 1/3 LIDAH BELAKANG LIDAH, PASIEN DIMINTA

MENUTUP MATA DAN MENJULURKAN LIDAH, KERINGKAN LIDAH

DENGANMENGGUNAKAN TISUE, LALU TETESKAN RASA PAHIT DI

PERMUKAAN LIDAH.TANYAKAN KEPADA PASIEN RASA APA YANG

DIRASAKAN      

50

MEMINTA PSIEN UNTUK MENYEBUTKAN KATA ''AHH''. NORMAL

UVULA AKAN TERANGKAT LURUS DAN TETAP BERADA DI MEDIAN.

LESI UNILATREAL; DEVIASI UVULA KE SISI YANG SEHAT, ARCUS

FARING LEBIH RENDAH DARI SISI YANG SEHAT, LESIBILATERAL;

TERJADI DISFAGIA DAN REGURGITASI      

H PEMERIKSAAN NERVUS XI (ACCESORIUS)      

51

MEMINTA PASIEN UNTUK MELIHAT KE SALAH SATU SISI, MISALNYA

KANAN. MENAHAN GERAKAN INI DENGAN MENEMPATKAN TANGAN

PADA DAGU SEBELAH KIRI, PALPASI OTOT

STRENOCLEIDOMASTOIDEUS, NILAI KEKUATANNYA DAN

BANDINGKAN DENGAN YANG SEBELAH LAINNYA      

52

MENURUH KEDUA TANGAN PADA BAHU PASIEN, LALU MENYURUH

PASIEN UNTUK MENGANGKAT KEDUA BAHU, NILAI KEKUATANNYA      

I PEMERIKSAAN NERVUS XII (HIPOGLOSUS)      

53

PASIEN DIMINTA MEMBUKA MULUT DAN PERHATIKAN LIDAH PADA

WAKTU ISTIRAHAT: BESAR LIDAH, SIMETRIS, ATROFI, BERKERUT, DAN

FASIKULASI      

54 PASIEN DIMINTA MENJULURKAN LIDAH DAN PERHATIKAN LIDAH;

TREMOR, FASIKULASI, APAKAH TERDAPAT DEVIASI LIDAH KESALAH

     

65

Page 66: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

SATU SISI. SEBAGAI PATOKAN DAPAT DIGUNAKAN GARIS ANTARA

KEDUA GIGI INCISIVUS

55

MEMINTA PASIEN UNTUK MNUCAPKAN HURUF "R" ATAU KATA-KATA

YANG MENGANDUNG HURUF "R", MISALNYA "ULAR LARI LURUS".

PEMERIKSAAN INI UNTUK MENILAI ADA DISARTRIA ( CADEL ATAU

PELO)      

J SETEALAH SELESAI PEMERIKSAAN      

56 LAPORKAN HASIL PEMERIKSAAN YANG TELAH DILAKUKAN      

57

UCAPKANLAH KATA PERPISAHAN DENGAN PASIEN DAN TUNJUKKAN

LAH RASA EMPATI KEPADA PASIEN      

Keterangan ; 0=tidak dilakukan

1=dilakukan, tetapi kurang benar

2=dilakukan dengan benar

Nilai = X 100 % =…… lampoh keude , 2012

66

Page 67: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

SKILL 4

PEMBUATAN STATUS NEUROLOGIS

N

O ASPEK YANG DINILAI

NILAI

0

1 2

A ANAMNESE      

B PEMERIKSAAN VITAL SIGN      

1

KESADARAN (GCS), TEKANAN DARAH, HEART RATE, RESPIRATORY

RATE, TEMPERATUR      

B KEPALA      

2 RAMBUT (BENTUK, WARNA, DISTRIBUSI)      

3 MATA (REFLEK PUPIL, WARNA IRIS, SKLERA)      

4 HIDUNG (SIMETRIS, SEPTUM DEVIASI, CONCHA)      

5

MULUT DAN BIBIR (SIANOSIS, GIGI, PALATUM, UVULA, TONSIL,

FARING)      

6 TELINGA (SIMETRIS, CERUMEN, MEMBRAN THYMPANI)      

C LEHER      

7 SIMETRIS, PEMBENGKAKAN      

D THORAK      

a PARU      

8 INSPESKSI, PALPASI, PERKUSI, AUSKULTASI      

67

Page 68: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

b JANTUNG      

9 INSPESKSI, PALPASI, PERKUSI, AUSKULTASI      

E ABDOMEN      

10 INSPESKSI, AUSKULTASI, PALPASI, PERKUSI      

E EKSTREMITAS      

11 OEDEME      

F GENETALIA      

12 ANUS DAN ORGAN REPRODUKSI      

G PEMERIKSAAN NEUROLOGIS      

a PEMERIKSAN RANGSANGAN MENINGEAL      

  KAKU KUDUK      

13

PASIEN TIDUR TERLENTANG, TANGAN PEMERIKSA DITEMPATKAN

DIBAWAH KEPALA PASIEN YANG SEDANG BERBARING, KEMUDIAN

KEPALA DITEKUKAN (FLEKSI) DAN DIUSAHAKAN AGAR DAGU

MENCAPAI DADA. SELAMA PENEKUKAN DIPERHATIKAN ADANYA

TAHANAN. BILA TERDAPAT KAKU KUDUK KITA DAPATKAN

TAHANAN DAN DAGU TIDAK DAPAT MENCAPAI DADA.      

  KERNIG SIGN      

14

PASIEN YANG SEDANG BERBARING DIFLEKSIKAN PAHANYA PADA

PERSENDIAN PANGGUL SAMPAI MEMBUAT SUDUT 90°. SETELAH

ITU TUNGKAI BAWAH DIEKSTENSIKAN PADA PERSENDIAN LUTUT

SAMPAI MEMBENTUK SUDUT LEBIH DARI 135° TERHADAP PAHA.

BILA TERADAPAT TAHANAN DAN RASA NYERI SEBELUM ATAU

KURANG DARI SUDUT 135°, MAKA DIKATAKAN KERNIG SIGN

POSITIF.      

  BRUDZINSKI I      

15 PASIEN BERBARING DALAM SIKAP TERLENTANG, DENGAN

TANGAN YANG DITEMPATKAN DIBAWAH KEPALA PASIEN YANG

SEDANG BERBARING , TANGAN PEMERIKSA YANG SATU LAGI

SEBAIKNYA DITEMPATKAN DIDADA PASIEN UNTUK MENCEGAH

DIANGKATNYA BADAN KEMUDIAN KEPALA PASIEN DIFLEKSIKAN

SEHINGGA DAGU MENYENTUH DADA. TEST INI ADALAH POSITIF

BILA GERAKAN FLEKSI KEPALA DISUSUL DENGAN GERAKAN

     

68

Page 69: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

FLEKSI DI SENDI LUTUT DAN PANGGUL KEDUA TUNGKAI SECARA

REFLEKTORIK.

  BRUDZINSKI II      

16

PASIEN BERBARING TERLENTANG. TUNGKAI YANG AKAN

DIRANGSANG DIFLEKSIKAN PADA SENDI LUTUT, KEMUDIAN

TUNGKAI ATAS DIEKSTENSIKAN PADA SENDI PANGGUL. BILA

TIMBUL GERAKAN SECARA REFLEKTORIK BERUPA FLEKSI

TUNGKAI KONTRALATERAL PADA SENDI LUTUT DAN PANGGUL INI

MENANDAKAN TEST INI POSTIF      

  LASSEQUE      

17

PASIEN YANG BERBARING LALU KEDUA TUNGKAI DILURUSKAN

(DIEKSTENSIKAN), KEMUDIAN SATU TUNGKAI DIANGKAT LURUS,

DIBENGKOKKAN (FLEKSI) PERSENDIAN PANGGULNYA. TUNGKAI

YANG SATU LAGI HARUS SELALU BERADA DALAM KEADAAN

EKSTENSI (LURUS). PADA KEADAAN NORMAL DAPAT DICAPAI

SUDUT 70° SEBELUM TIMBUL RASA SAKIT DAN TAHANAN. BILA

SUDAH TIMBUL RASA SAKIT DAN TAHANAN SEBELUM MENCAPAI

70° MAKA DISEBUT TANDA LASEGUE POSITIF. NAMUN PADA

PASIEN YANG SUDAH LANJUT USIANYA DIAMBIL PATOKAN 60°      

b PENINGGIAN TEKANAN CRANIAL      

18 MUNTAL PROYEKTIL, SAKIT KEPALA, KEJANG)      

c PEMERIKSAAN SARAF CRANIAL      

19 N I, N II, N III, N IV, N V, N VI, N VII, N VIII, N IX, N X, N XI, N XII      

d PEMERIIKSAAN MOTORIK      

20 KEKUATAN OTOT, TENAGA DIBERI NILAI 5,4,3,2,1      

21 TONUS OTOT (FLACCID, HIPOTONI, RIGIDITY, SPASTIK)      

e GERAKAN SPONTAN ABNORMAL      

22 TREMOR      

23 CHOREA      

24 BALLISMUS      

25 ATETOSIS      

26 DISTONIA      

f SISTEM SENSIBILITAS      

69

Page 70: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

  EXTEROPSEPTIK      

27

PEMERIKSAAN SENSASI TAKTIL: BERIKANLAH RANGSANGAN

SECARA RINGAN RTANPA MEMBERIKAN TEKANAN SUBKUTAN,

MINTA PASIEN UNTUK MENYATAKAN "YA" ATAU 'TIDAK",

MINTALAH PASIEN MENYEBUTKAN DAERAH YANG DIRANGSANG,

MINTA PASIEN MEMBEDAKAN DUA TITIK YANG DIRANGSANG      

28

PEMERIKSAAN SENSASI NYERI SUPERFISIAL: MINTA PASIEN UNTUK

MENUTUP MATA, AMBIL JARUM DAN BUATLAH TEKANAN

SEMINIMAL MUNGKIN, JANGAN SAMPAI TIMBUL LUKA, DAN

BUATLAH TEKANAN DENGAN KEPALA JARUM, MINTA PASIEN

UNTUK MENYATAKAN PERBEDAAN INTENSITAS KETAJAMAN.

PERIKSA JUGA PADA DAERAH YANG BERBEDA. NILAI APAKAH ADA

TEMPAT YANG SENSITIFITASNYA BERKURANG.      

29

PEMERIKSAAN SENSASI SUHU: MINTALAH PASIEN UNTUK

MENUTUP MATA, BERIKANLAH SENSASI HANGAT (AIR HANGAT)

DAN DINGIN (ES), MINTA PASIEN UNTUK MENENTUKAN SENSASI

PANAS ATAU DINGIN      

  PROPIOSEPTIK      

30

RASA GERAK : PEGANG UJUNG JARI JEMPOL KAKI PASIEN DENGAN

JARI TELUNJUK DAN JEMPOL JARI TANGAN PEMERIKSA DAN

GERAKKAN KEATAS KEBAWAH MAUPUN KESAMPING KANAN DAN

KIRI, KEMUDIAN PASIEN DIMINTA UNTUK MENJAWAB POSISI IBU

JARI JEMPOL NYA BERADA DIATAS ATAU DIBAWAH ATAU

DISAMPING KANAN/KIRI      

31

RASA SIKAP : TEMPATKAN SALAH SATU LENGAN/TUNGKAI PASIEN

PADA SUATU POSISI TERTENTU, KEMUDIAN SURUH PASIEN UNTUK

MENGHALANGI PADA LENGAN DAN TUNGKAI. PERINTAHKAN

UNTUK MENYENTUH DENGAN UJUNG UJUNG TELUNJUK KANAN,

UJUNG JARI KELINGKING KIRI DSB.      

32

RASA GETAR : GARPU TALA DIGETARKAN DULU/DIKETUK PADA

MEJA ATAU BENDA KERAS LALU LETAKKAN DIATAS UJUNG IBU

JARI KAKI PASIEN DAN MINTALAH PASIEN MENJAWAB UNTUK

MERASAKAN ADA GETARAN ATAU TIDAK DARI GARPUTALA

TERSEBUT.      

g REFLEKS      

70

Page 71: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

33 REFLEKS FISIOLOGIS ( BISEPS, TRISEPS, KPR, APR)      

34

REFLEKS PATOLOGIS (BABINSKY, CADDOCK, OPPENHEIM,

GORDON)      

h KOORDINASI      

35

BICARA : BERBICARA SPONTAN, PEMAHAMAN, MENGULANG,

MENAMAI      

36 MENULIS : MIKROGRAFIA PADA PARKINSON’S DISEASE      

37

PERCOBAAN APRAKSIA : KETIDAKMAMPUAN DALAM MELAKUKAN

TINDAKAN YANG TERAMPIL : MENGANCING BAJU, MENYISIR

RAMBUT, DAN MENGIKAT TALI SEPATU      

38

TES TELUNJUK : PASIEN MERENTANGKAN KEDUA LENGANNYA KE

SAMPING SAMBIL MENUTUP MATA. LALU MEMPERTEMUKAN JARI-

JARINYA DI TENGAH BADAN      

39

TES TELUNJUK-HIDUNG : PASIEN MENUNJUK TELUNJUK

PEMERIKSA, LALU MENUNJUK HIDUNGNYA      

40

 TES TUMIT-LUTUT : PASIEN BERBARING DAN KEDUA TUNGKAI

DILURUSKAN, LALU PASIEN MENEMPATKAN TUMIT PADA LUTUT

KAKI YANG LAIN      

41

DIADOKOKINESIS : KEMAMPUAN MELAKUKAN GERAKAN YANG

BERGANTIAN SECARA CEPAT DAN TERATUR.      

I PEMERIKSAAN VEGETATIF      

42

VASOMOTORIK (TIMBUL RUAM MERAH PADA SAAT KULIT

DIGORES), SUDOMOTORIK (BERKERINGAT), MIKSI, DEFEKASI,

LIBIDO      

j VERTEBRA      

43

BENTUK (NORMAL, SCOLIOSIS, HIPERLORDOSIS) PERGERAKAN

(LEHER, PINGGANG)      

k TANDA PERANGSANGAN RADIKULER      

44

LASEQUE : KAKI DIFLEKSIKAN PADA SENDI PANGGUL DENGAN

SENDI LUTUT TETAP EKSTENSI ÀABNORMAL TAHANAN DENGAN

SUDUT > 60°      

45

CROSS LASEQUE : LAKUKAN TES LASEQUE, NYERI PADA KAKI

YANG BERLAWANAN      

46 LHERMITTE TEST: PESAKIT DALAM POSISI DUDUK, PEMERIKSA

BERADA DI BELAKANG PESAKIT. KEDUA TANGAN PEMERIKSA

     

71

Page 72: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

DILETAKKAN DI ATAS KEPALA PESAKIT.FLEKSIKAN LEHER

PESAKIT DAN BERIKAN TAHANAN RINGAN DENGAN KEDUA

TANGAN PEMERIKSA. GERAKAN INI DIIKUTI DENGAN

MEROTASIKAN LEHER PESAKIT KESEMUA ARAH. JIKA POSITIF,

PESAKIT AKAN MERASAKAN NYERI MENJALAR SEPANJANG

DERMATOM.

l GEJALA CEREBRAL      

47

ATAKSIA : GANGGUAN GERAKAN JALAN YANG TIDAK TERATUR

OLEH KARENA IMPULS PROPRIOSEPTIF TIDAK DAPAT

DIINTEGRASIKAN (GANGGUAN KOORDINASI GERAKAN)      

48 DISARTRIA : GANGGUAN KATA-KATA.      

49

TREMOR : INTENTION TREMOR : IREGULAR, BERTAMBAH KASAR

BILA TANGAN MENUJU SUATU ARAH ATAU SASARAN.      

50

FENOMENA REBOUND : TIDAK MAMPU MENGHENTIKAN GERAKAN

TEPAT PADA WAKTUNYA. PENDERITA MEMFLEKSIKAN TANGAN

DAN DISURUH MENAHAN TAHANAN OLEH PEMERIKSA, LALU

PEMERIKSA MELEPASKAN TANGANNYA DENGAN TIBA-TIBA

DITAHAN OLEH OTOT-OTOT TRISEPS NORMAL.      

51

VERTIGO : GANGGUAN ORIENTASI RUANGAN DIMANA PERASAAN

DIRINYA BERGERAK BERPUTAR TERHADAP RUANGAN DI

SEKITARNYA ATAU RUANGAN SEKITARNYA BERGERAK

TERHADAP DIRINYA.      

m GEJALA EKTRAPIRAMIDAL      

52 TREMOR : RESTING TREMOR/PARKINSON TREMOR      

53 RIGIDITAS : HIPERTONUS OTOT-OTOT      

55 BRADIKINESIA : GERAKAN MELAMBAT      

n FUNGSI LUHUR      

56

KESADARAN KWALITATIF, INGATAN ( BARU, LAMA), ORIENTASI

(DIRI, TEMPAT, SITUASI, WAKTU), INTELENGENSIA, DAYA

PERTIMBANGAN (BAIK, BURUK), REKASI EMOSI (NORMAL,

TERGANGGU), AFASIA (EKSPRESIF = MOTORK AREA BROCA,

RESEPTIF= AREA WERNICKE)      

Keterangan ; 0=tidak dilakukan

72

Page 73: Skill Lab Gagguan Sistem Saraf

BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA

1=dilakukan, tetapi kurang benar

2=dilakukan dengan benar

Nilai = X 100 % =…… lampoh keude , 2012

73