Skill Lab Gagguan Sistem Saraf
-
Upload
uly-thuee-daili -
Category
Documents
-
view
292 -
download
1
description
Transcript of Skill Lab Gagguan Sistem Saraf
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
KESADARAN
Kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari
lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :
1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh.
3. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang
lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
4. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap
nyeri.
5. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan
apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon
pupil terhadap cahaya).
Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan
dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya
aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala.
Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem
aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan
peningkatan angkamorbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian).Jadi sangat penting
dalam mengukur status neurologikal dan medis pasien. Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan
salah satu bagian dari vital sign.
GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat
kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon
pasien terhadap rangsangan yang diberikan. Respon pasien yang perlu diperhatikan
mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata , bicara dan motorik
1
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon
Verbal (respon verbal) :
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan
waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu
kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
Motor (respon motorik) :
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi
rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat
diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal
& kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon
Hasil pemeriksaan kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E…V…M…
Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan
terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.
2
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :
GCS : 14 – 15 = CKR (cidera kepala ringan)
GCS : 9 – 13 = CKS (cidera kepala sedang)
GCS : 3 – 8 = CKB (cidera kepala berat)
RANGSANGAN MENINGEAL
- Kaku kuduk : Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan sbb: Tangan pemeriksa
ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian kepala ditekukan
(fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama penekukan diperhatikan adanya
tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai
dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat
- Kernig sign : Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya
pada persendian panggul sampai membuat sudut 90°. Setelah itu tungkai bawah
diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135° terhadap paha.
Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135°, maka dikatakan
Kernig sign positif.
-Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)
Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan dibawah kepala
pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi sebaiknya ditempatkan
didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan
sehingga dagu menyentuh dada. Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul
dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.
-Brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi lutut,
kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. Bila timbul gerakan secara
reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini menandakan
test ini postif.
3
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
-Lasegue sign : Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaring lalu kedua
tungkai diluruskan (diekstensikan), kemudian satu tungkai diangkat lurus, dibengkokkan
(fleksi) persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan
ekstensi (lurus). Pada keadaan normal dapat dicapai sudut 70° sebelum timbul rasa sakit dan
tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan sebelum mencapai 70° maka disebut tanda
Lasegue positif. Namun pada pasien yang sudah lanjut usianya diambil patokan 60°.
PENINGGIAN INTRA KRANIAL
Kranium dan kanalis vertebralis relatif sama-sama intak dan tidak elastik.
Peningkatan volume dari beberapa keadaan seperti pada jaringan otak, darah atau cairan
serebrospinal, akan meningkatkan tekanan intrakranial. Tanda peninggian tekanan
intrakranial harus selalu membangkitkan kecurigaan adanya lesi desak ruang intrakranial.
Beberapa mekanisme yang jelas dari Peninggian Tekanan Intrakranial :
Penggian volume intrakranial yang disebabkan oleh tumor otak, infark cerebri yang luas,
trauma serebri, perdarahan otak, abses otak, hematoma extraserebral, edema serebri akut.
Tekanan venous yang tinggi dari kegagalan jantung atau obstruksi mediastinal superior.
Obstruksi dan absorbsi aliran cairan likuor serebrospinalis.
Pendapat lain mengenai mekanisme Peninggian Tekanan Intrakranial :
Gangguan yang disebabkan edema otak yang difus, Penekanan massa pada ruang supra atau
infratentorial, Hidrosefalus akibat dari penggian produksi cairan likuor serebrospinalis atau
obstruksi aliran likuor serebrospinalis, atau gangguan absorbsi cairan likuor serebrospinalis.
Penyebab peninggian tekanan intrakranial :Lesi desak ruang intrakranial (tumor otak,
perdarahan otak, infark otak, abses otak ), Ensefalitis, Meningitis, Trauma kranioserebral,,
Trombosis sinus venous, Obstruksi aliran keluar CSS.
Gejala-gejala umum tekanan intrakranial yang meninggi terdiri dari :Sakit kepala, Muntah,
Kejang, Gangguan mental, Perasaan abnornmal di kepala, Kesadaran menurun, Diplopia.
4
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
NERVUS CRANIAL
Nervus I (olfaktorius)
cara pemeriksaan: Pasien disuruh untuk memejamkan mata,tutup salah satu luban hidung,
pasien disuruh membedakan bau yang dirasakan( kopi,tembakau,alkohol, dll), nilai apakah
normosmia, anosmia, parosmia, dan hiposmia. Bandingkan dengan hidung yang lainnya
- Anosmia adalah hilangnya daya penghiduan.
- Hiposmia adalah bila daya ini kurang tajam.
- Hiperosmia adalah daya penghiduan yang terlalu peka.
-Parosmia adalah gangguan penghiduan bilamana tercium bau yang tidak sesuai misalnya
minyak kayu putih tercium sebagai bau bawang goreng.
- Kakosmia adalah mempersepsi adanya bau busuk, padahal tidak ada.
- Halusinasi penciuman adalah bila tercium suatu modalitas olfaktorik tanpa adanya
perangsangan maka kesadaran akan suatu jenis bau ini
Nervus II (optikus)
- Tajam penglihatan : membandingkan ketajaman penglihatan pemeriksa dengan jalan pasien
disuruh melihat benda yang letaknya jauh misal jam didinding, membaca huruf di buku atau
koran.
- Lapangan pandang: Yang paling mudah adalah dengan munggunakan metode Konfrontasi
dari Donder. Dalam hal ini pasien duduk atau berdiri kurang lebih jarak 1 meter dengan
pemeriksa, Jika kita hendak memeriksa mata kanan maka mata kiri pasien harus ditutup,
misalnya dengan tangannya pemeriksa harus menutup mata kanannya. Kemudian pasien
disuruh melihat terus pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa harus selalu melihat ke mata
kanan pasien. Setelah pemeriksa menggerakkan jari tangannya dibidang pertengahan antara
pemeriksa dan pasien dan gerakan dilakukan dari arah luar ke dalam. Jika pasien mulai
melihat gerakan jari – jari pemeriksa, ia harus memberitahu, dan hal ini dibandingkan dengan
5
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
pemeriksa, apakah iapun telah melihatnya. Bila sekiranya ada gangguan kampus penglihatan
(visual field) maka pemeriksa akan lebih dahulu melihat gerakan tersebut. Gerakan jari
tangan ini dilakukan dari semua jurusan dan masing masing mata harus diperiksa.
- Melihat warna
- Refleks ancaman
- Refleks pupil
Nervus III (okulomotorius)
-Pergerakan bola mata ke arah : atas, atas dalam, atas luar, medial, bawah, bawah luar.
-Diplopia (melihat kembar)
-Strabismus (juling)
-Nistagmus (gerakan bola mata diluar kemauan pasien)
-Eksoftalmus (mata menonjol keluar)
-Pupil : lihat ukuran, bentuk dan kesamaan antara kiri dan kanan
-Refleks pupil (refleks cahaya) Direk/langsung : cahaya ditujukan seluruhnya kearah pupil.
Normal, akibat adanya cahaya maka pupil akan mengecil (miosis). Perhatikan juga apakah
pupil segera miosis, dan apakah ada pelebaran kembali yang tidak terjadi dengan segera.
Indirek/tidak langsung: refleks cahaya konsensuil. Cahaya ditujukan pada satu pupil, dan
perhatikan pupil sisi yang lain.
-Rima palpebra
-Deviasi konjugae
6
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
Nervus IV (trochlearis)
- Pergerakan bola mata ke bawah dalam
Nervus V (trigeminus)
-Pemeriksaan motorik : membuka dan menutup mulut; palpasi otot maseter dan temporalis;
kekuatan gigitan.
-Cara :1. pasien diminta merapatkan gigi sekuatnya, kemudian meraba M. masseter dan M.
temporalis. Normalnya kiri dan kanan kekuatan, besar dan tonus nya sama.
2. Pasien diminta membuka mulut dan memperhatikan apakah ada deviasi rahang
bawah, jika ada kelumpuhan maka dagu akan terdorong kesisi lesi. Sebagai
pegangan diambil gigi seri atas dan bawah yang harus simetris.Bila terdapat parese
disebelah kanan, rahang bawah tidak dapat digerakkan kesamping kiri. Cara lain
pasien diminta mempertahankan rahang bawahnya kesamping dan kita beri tekanan
untuk mengembalikan rahang bawah keposisi tengah.
-Pemeriksaan sensorik : dengan kapas dan jarum dapat diperiksa rasa nyeri dan suhu,
kemudian lakukan pemeriksaan pada dahi, pipi dan rahang bawah.
-Refleks kornea : Kornea disentuh dengan kapas, bila normal pasien akan menutup matanya
atau menanyakan apakah pasien dapat merasakan.
-Refleks masseter : Dengan menempatkan satu jari pemeriksa melintang pada bagian tengah
dagu, lalu pasien dalam keadaan mulut setengah membuka dipukul dengan ”hammer reflex”
normalnya didapatkan sedikit saja gerakan, malah kadang kadang tidak ada. Bila ada gerakan
hebat yaitu kontraksi M. masseter, M. temporalis, M. pterygoideus medialis yang
menyebabkan mulut menutup ini disebut refleks meninggi.
-Refleks bersin : menggunakan kapas.
Nervus VI (abdusens)
- Pergerakan bola mata ke lateral
7
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
Nervus VII (fasialis)
-Pemeriksaan fungsi motorik : mengerutkan dahi (dibagian yang lumpuh lipatannya tidak
dalam), mimik, mengangkat alis, menutup mata (menutup mata dengan rapat dan coba buka
dengan tangan pemeriksa), moncongkan bibir atau menyengir, memperlihatkan gigi, bersiul
(suruh pasien bersiul, dalam keadaan pipi mengembung tekan kiri dan kanan apakah sama
kuat. Bila ada kelumpuhan maka angin akan keluar kebagian sisi yang lumpuh)
-Pemeriksaan fungsi sensorik :
2/3 bagian depan lidah : Pasien disuruh untuk menjulurkan lidah, kemudian pada sisi
kanan dan kiri diletakkan gula, asam,garam atau sesuatu yang pahit. Pasien cukup
menuliskan apa yang terasa diatas secarik kertas. Bahannya adalah: glukosa 5 %,
NaCl 2,5 %, asam sitrat 1 %, kinine 0,075 %.
Sekresi air mata : Dengan menggunakan Schirmer test (lakmus merah). Ukuran : 0,5
cm x 1,5 cm. Warna berubah jadi biru; normal: 10–15 mm (lama 5 menit).
Nervus VIII (vestibulo-koklearis)
-Pemeriksaan fungsi n. koklearis untuk pendengaran
Pemeriksaan Weber : Maksudnya membandingkan transportasi melalui tulang
ditelinga kanan dan kiri pasien. Garputala ditempatkan didahi pasien, pada keadaan
normal kiri dan kanan sama keras (pasien tidak dapat menentukan dimana yang lebih
keras). Pendengaran tulang mengeras bila pendengaran udara terganggu, misal: otitis
media kiri, pada test Weber terdengar kiri lebih keras. Bila terdapat “nerve deafness”
disebelah kiri, pada test Weber dikanan terdengar lebih keras.
Pemeriksaan Rinne : Maksudnya membandingkan pendengaran melalui tulang dan
udara dari pasien. Pada telinga yang sehat, pendengaran melalui udara didengar lebih
lama daripada melalui tulang. Garputala ditempatkan pada planum mastoid sampai
pasien tidak dapat mendengarnya lagi. Kemudian garpu tala dipindahkan kedepan
meatus eksternus. Jika pada posisi yang kedua ini masih terdengar dikatakan test
positip. Pada orang normal test Rinne ini positif. Pada “conduction deafness” test
Rinne negatif.
8
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
Pemeriksaan Schwabah : Pada test ini pendengaran pasien dibandingkan dengan
pendengaran pemeriksa yang dianggap normal. Garpu tala dibunyikan dan kemudian
ditempatkan didekat telinga pasien. Setelah pasien tidak mendengarkan bunyi lagi,
garpu tala ditempatkan didekat telinga pemeriksa. Bila masih terdengar bunyi oleh
pemeriksa, maka dikatakan bahwa Schwabach lebih pendek (untuk konduksi udara).
Kemudian garpu tala dibunyikan lagi dan pangkalnya ditekankan pada tulang mastoid
pasien. Dirusuh ia mendengarkan bunyinya. Bila sudah tidak mendengar lagi maka
garpu tala diletakkan di tulang mastoid pemeriksa. Bila pemeriksa masih mendengar
bunyinya maka dikatakan Schwabach (untuk konduksi tulang) lebih pendek.
-Pemeriksaan fungsi n. vestibularis untuk keseimbangan
Pemeriksaan dengan tes kalori, Bila telinga kiri didinginkan (diberi air dingin) timbul
nystagmus kekanan. Bila telinga kiri dipanaskan (diberi air panas) timbul nistagmus
kekiri. Nystagmus ini disebut sesuai dengan fasenya yaitu : fase cepat dan fase pelan,
misalnya nystagmus kekiri berarti fase cepat kekiri. Bila ada gangguan keseimbangan
maka perubahan temperatur dingin dan panas memberikan reaksi.
Pemeriksaan ‘past pointing test’, Pasien diminta menyentuh ujung jari pemeriksa
dengan jari telunjuknya, kemudian dengan mata tertutup pasien diminta untuk
mengulangi. Normalnya pasien harus dapat melakukannya.
Tes Romberg, Pada pemeriksaan ini pasien berdiri dengan kaki yang satu didepan
kaki yang lainnya. Tumit kaki yang satu berada didepan jari kaki yang lainnya, lengan
dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup. Orang yang normal mampu berdiri
dalam sikap Romberg yang dipertajam selama 30 detik atau lebih.
Stepping test/tandem walking, Pasien disuruh berjalan ditempat, dengan mata
tertutup, sebanyak 50 langkah dengan kecepatan seperti jalan biasa. Selama test ini
pasien diminta untuk berusaha agar tetap ditempat dan tidak beranjak dari tempatnya
selama test berlangsung. Dikatakan abnormal bila kedudukan akhir pasien beranjak
lebih dari 1 meter dari tempatnya semula, atau badan terputar lebih dari 30 derajat.
9
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
Nervus IX (glossofaringeus)
-Pemeriksaan motorik : disfagia, palatum molle, uvula, disfonia, refleks muntah.
Cara 1 : Pasien diminta untuk membuka mulut dan mengatakan huruf “a”. Jika ada
gangguan maka otot stylopharyngeus tak dapat terangkat dan menyempit dan
akibatnya rongga hidung dan rongga mulut masih berhubungan sehingga bocor. Jadi
pada saat mengucapkan huruf “a” dinding pharynx terangkat sedang yang lumpuh
tertinggal, dan tampak uvula tidak simetris tetapi tampak miring tertarik kesisi yang
sehat
Cara 2 : Pemeriksa menggoreskan atau meraba pada dinding pharynx kanan dan kiri
dan bila ada gangguan sensibilitas maka tidak terjadi refleks muntah.
- Pemeriksaan sensorik : pengecapan 1/3 belakang lidah
Pengecapan 1/3 lidah belakang lidah, pasien diminta menutup mata dan menjulurkan lidah,
keringkan lidah denganmenggunakan tisue, lalu teteskan rasa pahit di permukaan lidah.tanyakan
kepada pasien rasa apa yang dirasakan
Nervus X (vagus)
Pemeriksaan bersamaan dengan nervus IX.
Nervus XI (accesorius)
-Memeriksa tonus m. sternocleidomastoideus : Dengan menekan pundak pasien dan pasien
diminta untuk mengangkat pundaknya.
-Memeriksa tonus m. trapezius : Pasien diminta untuk menoleh kekanan dan kekiri dan
ditahan oleh pemeriksa , kemudian dilihat dan diraba tonus dari m. sternocleidomastoideus.
Nervus XII (hipoglossus)
Dengan adanya gangguan pergerakan lidah, maka perkataan-perkataan tidak dapat diucapkan
dengan baik, hal demikian disebut: dysarthria. Dalam keadaan diam lidah tidak simetris,
biasanya tergeser kedaerah lumpuh karena tonus disini menurun. Bila lidah dijulurkan maka
10
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
lidah akan membelok kesisi yang sakit. Melihat apakah ada atrofi atau fasikulasi pada otot
lidah. Kekuatan otot lidah dapat diperiksa dengan menekan lidah kesamping pada pipi dan
dibandingkan kekuatannya pada kedua sisi pipi.
SISTEM MOTORIK
Kontrol gerak volunter melibatkan komponen yang sangat kompleks. Terdapat
banyak sistem yang saling berhubungan dan bekerja bersama-sama untuk menghasilkan
gerak volunter. Untuk mendapatkan gambaran tentang system motorik dalam hubungannya
dengan sistem gerak volunter, maka pembahasan akan dimulai pada aktivitas sistem spinal
kemudian meningkat pada batang otak dan akhirnya pembahasan pada area korteks serebri.
Selain itu akan dilengkapi pula dengan penjelasan-penjelasan pada area lain di otak seperti
ganglia basal dan serebellum.
sindrom lower motor neuron mempunyai gejala : lumpuh, atoni, atrofi, dan arefleksi.
Sindrom lower motor neuron didapatkan pada kerusakan di neuron motorik, neuraksis neuron
motorik (misalnya saraf spinal, pleksus, saraf perifer), alat penghubung neuraksis dan otot
(myoneural junction) dan otot. Sindrom upper motor neuron, yang dijumpai pada kerusakan
sistem pyramidal, mempunyai gejala : lumpuh, hipertoni, hiper refleksi, dan klonus, serta
refleks patologis. Kita ketahui pula bahwa kelumpuhan bukanlah merupakan kelainan yang
harus ada pada tiap gangguan gerak. Pada gangguan gerak oleh kelainan di system
ekstrapiramidal dan serebelar, kita tidak mendapatkan kelumpuhan.
Pada gangguan sistem ekstrapiramidal didapatkan gangguan pada tonus otot, gerakan
otot abnormal yang tidak dapat dikendalikan, gangguan pada kelancaran gerakan otot
volunter dan gangguan gerak-otot asosiatif.
Gangguan pada serebelum mengakibatkan gangguan gerak berupa gangguan sikap
dan tonus. Selain itu, juga terjadi ataksia, dismetria, dan tremor intensi. (Tiga fungsi penting
dari serebelum ialah keseimbangan, pengatur tonus otot, dan pengelola serta pengkoordinasi
gerakan volunter).
Pemeriksaan
Pada tiap bagian badan yang dapat bergerak harus dilakukan :
1. Inspeksi
11
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
2. Palpasi
3. Pemeriksaan gerakan pasif
4. Pemeriksaan gerakan aktif
5. Koordinasi gerakan
1. INSPEKSI
Pada inspeksi diperhatikan sikap, bentuk, ukuran, dan adanya gerak abnormal yang tidak
dapat dikendalikan.
Sikap
Perhatikan sikap secara keseluruhan dan sikap tiap bagian tubuh. Bagaimana sikap
pasien waktu berdiri, duduk, berbaring, bergerak, dan berjalan.
Jika pasien berdiri, perhatikan sikap dan posisi badannya, baik secara keseluruhan maupun
sebagian. Pasien dengan gangguan serebelum berdiri dengan muka membelok ke arah
kontralateral terhadap lesi, bahunya pada sisi lesi agak lebih rendah, dan badannya miring ke
sisi lesi. Penderita penyakit Parkinson berdiri dengan kepala dan leher dibungkukkan ke
depan, lengan dan tungkai berada dalam fleksi.
Bila ia jalan, tampaknya seolah-olah hendak jatuh ke depan; gerakan asosiatifnya
terganggu, lengan kurang dilenggangkan, dan terlihat tremor kasar, terutama di tangan. Pada
anak dengan distrofia muskulorum progresiva terlihat lordosis yang jelas; bila ia berjalan,
panggul seolah-olah berputar dengan maksud agar berat badan berpindah ke tungkai yang
sedang bertumpuh. Pada penderita hemiparese oleh gangguan sistem piramidal, lengan
berada dalam sikap fleksi, sedangkan tungkai dalam ekstensi.
Bila ia berjalan, tungkai membuat gerak sirkumdiksi. Pada pasien dengan paraparese
jenis sentral, cara berjalannya seperti gunting, yaitu tungkai seolah-olah menyilang. Penderita
dengan gangguan di serebelumberjalan dengan kaki mengangkang, demikian juga penderita
tabes dorsalis. Selain itu, penderita tabes dorsalis selalu melihat ke bawah memperhatikan
kaki dan jalannya, sebab kalau tidak, ia akan jatuh. Pasien polineuritis berjalan seperti ayam,
yaitu tungkai difleksikan tinggi-tinggi pada persendian lutut, supaya dapat mengangkat
kakinya yang kurang mampu melakukan dorsofleksi.
12
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
Gerakan bagian tubuh perlu diperhatikan dan dibandingkan. Pada anak yang sedang meronta
atau orang dewasa yang gelisah, bagian yang paretis terlihat kurang digerakkan.
Bentuk : Perhatikan adanya deformitas.
Ukuran
Perhatikan apakah panjang badan tubuh sebelah kiri sama dengan yang kanan. Orang
dewasa yang mengalami lumpuh sejak masa kanak-kanak, ukuran ekstremitas yang lumpuh
lebih pendek daripada yang sehat. Kemudian perhatikan besar (isi) kontur (bentuk) otot.
Adakah atrofi atau hipertrofi. Perhatikan kontur (bentuk) otot. Pada atrofi besar otot
berkurang dan bentuknya berubah. Kelumpuhan jenis perifer disertai oleh hipotrofi atau
atrofi.
Perhatikan besarnya otot, bandingkan dengan otot sisi lainnya. Bila dicurigai adanya
atrofi, ukurlah kelilingnya. Pengukuran dilakukan dengan menyebutkan tempat di mana
dilakukan pengukuran. Biasanya digunakan tonjolan tulang sebagai patokan. Misalnya 3 cm
di atas olekranon, atau patella atau tonjolan lainnya. Setelah itu perhatikan pula bentuk otot.
Hal ini dilakukan dalam keadaan otot beristirahat dan sewaktu berkontraksi. Bila didapatkan
atrofi, kontur biasanya berubah atau berkurang.
Pada keadaan pseudo-hipertrofi, ukuran otot tampak lebih besar, namun tenaganya
kurang. Hal ini disebabkan karena jaringan otot diganti oleh jaringan lemak atau jaringan
ikat. Hal ini didapatkan pada distrofia muskulorum progresiva, dan terjadi di otot betis dan
gluteus.
Gerakan involuter (abnormal yang tidak terkendali)
Di antara gerakan abnormal yang tidak terkendali yang kita kenal ialah : tremor,
khorea, atetose, distonia, balismus, spasme, tik, fasikulasi, dan miokloni.
Gerakan abnormal dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan keadaan. Gerakan abnormal
merupakan kontraksi otot-otot volunteer yang tidak terkendali. Nilainya secara klinis dalam
menentukan diagnosis dan lokalisasi penyakit saraf dapat sangat besar, oleh karenanya harus
diamati dengan baik. Gerakan abnormal ini dapat mengenai tiap bagian tubuh. Ia timbul
karena terlibatnya berbagai bagian sistem motorik, misalnya : korteks, serabut yang turun dari
13
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
korteks, ganglia basal, batang otak dan pusat-pusatnya, serebelum dan hubungan-
hubungannya, medulla spinalis, serabut saraf perifer, atau ototnya sendiri. Sifat gerakan
dipengaruhi oleh letak lesi dan kelainan patologiknya. Lesi pada tempat yang berlainan
kadang dapat menyebabkan gerakan yang identik, dan proses patologis yang berlainan pada
tempat yang sama kadang dapat mengakibatkan bermacam bentuk gerakan abnormal.
Pada pemeriksaan gerakan abnormal kita harus mengobservasi penampilan klinisnya
dan manifestasi visualnya, menganalisis pola gerakan dan melukiskan komponen-
komponennya. Bila gerakan sesuai dengan gambaran klinik tertentu yang telah mempunyai
nama, nama ini digunakan untuk gerakan tersebut, tetapi sebaiknya ditambah dengan
melukiskan gerakan tersebut, daripada hanya memberi suatu nama saja. Kadang-kadang
untuk mengetahui gerakan abnormal ini dibutuhkan palpasi, terlebih bila gerakannya sangat
lemah dan terbatas pada sebagian dari kelompok otot.
Tremor.
Tremor ialah serentetan gerakan involunter, agak ritmis, merupakan getaran, yang
timbul karena berkontraksinya otot-otot yang berlawanan secara bergantian. Ia dapat
melibatkan satu atau lebih bagian tubuh. Jenis tremor yang perlu kita kenal ialah : tremor
normal atau fisiologis; tremor halus (disebut juga tremor toksik) dan tremor kasar.
Tremor fisiologis didapatkan bila anggota gerak ditempatkan pada posisi yang sulit, atau bila
kita melakukan gerakan volunteer dengan sangat lambat. Tremor yang terlihat pada orang
normal yang sedang marah atau ketakutan merupakan aksentuasi dari tremor fisiologis ini.
Tremor halus dianggap juga sebagai tremor toksik. Contoh yang khas ialah tremor yang
dijumpai pada hipertiroidi. Tremor ini terutama terjadi pada jari dan tangan. Kadang-kadang
tremor ini sangat halus dan sukar dilihat. Untuk memperjelasnya, kita tempatkan kertas di
atas jari-jari dan tampaklah kertas tersebut bergetar walaupun tremor belum jelas terlihat.
Tremor toksik ini didapatkan pula pada keracunan nikotin, kafein, obat-obatan seperti
adrenalin, efedrin, atau barbiturat.
Tremor kasar, salah satu contohnya ialah tremor yang didapatkan pada penyakit
Parkinson. Ini merupakan tremor yang lambat, kasar, dan majemuk. Pada penyakit Parkinson,
gerakan jari-jari mirip gerakan menghitung duit atau membuat pil (pill rolling tremor).
Contoh lainnya adalah tremor intensi. Tremor intensi merupakan tremor yang timbul waktu
14
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
melakukan gerakan volunter dan menjadi lebih nyata ketika gerakan hampir mencapai
tujuannya. Tremor ini merupakan tremor kasar, dan dapat dijumpai pada gangguan
serebellum. Pada tes tunjuk-hidung pada pasien dengan gangguan di serebelum, tremor
menjadi lebih nyata pada saat telunjuk hampir mancapai hidung.
Khorea
Kata khorea berasal dari kata Junani yang berarti menari. Pada khorea gerak oto
berlangsung cepat, sekonyong-konyong, aritmik, dan kasar yang dapat melibatkan satu
ekstremitas, separuh badan atau seluruh badan. Hal ini dengan khas terlihat pada anggota
gerak atas (lengan dan tangan), terutama bagian distal. Pada gerakan ini tidak didapatkan
gerakan yang harmonis antara otot-otot penggerak, baik antar otot yang sinergis maupun
antagonis. Bila pasien disuruh meluruskan lengan dan tangannya, kita dapatkan hiperekstensi
pada falang proksimal dan terminal, dan pergelangan tangan berada dalam fleksi dengan
sedikit dipronasikan. Hal ini menjadi lebih jelas bila pasien disuruh mengangkat lengannya
ke atas. Jari-jari tangan biasanya akan diregangkan, dan ibu jari diabduksikan dan terarah ke
bawah.
Bila pasien disuruh menggenggam tangan pemeriksa, terasa bahwa tenaga genggaman
tidak konstan (tidak tetap) melainkan berfluktuasi, terasa melemah kemudian menguat lagi
dan seterusnya. Bila khorea melibatkan lidah, didapatkan kesukaran berbicara atau
mengunyah. Jika penderitanya disuruh mengeluarkan lidah, hal ini dilakukannya secara
mendadak dan kemudian ditariknya kembali.
Gerak khorea dapat dibuat nyata bila pasien disuruh melakukan dua macam gerakan
sekaligus, misalnya ia disuruh menaikkan lengannya ke atas sambil menjulurkan lidah.
Gerakan khorea didapatkan dalam keadaan istirahat dan menjadi lebih hebat bila ada aktivitas
dan ketegangan. Khorea menghilang bila penderitanya tidur. Gerakan khorea antara lain
dijumpai pada penyakit khorea Sydenham, khorea Huntington, dan khorea gravidarum.
Atetose
Kata atetose berasal dari kata Yunani yang berarti berubah. Berlainan dari khorea
yang gerakannya berlangsung cepat, mendadak, dan terutama melibatkan bagian distal, maka
atetose ditandai oleh gerakan yang lebih lamban, seperti gerak ular, dan melibatkan otot
15
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
bagian distal. Namun demikian hal ini cenderung menyebar juga ke proksimal. Atetosis dapat
dijumpai pada banyak penyakit yang melibatkan ganglia basal.
Distonia
Bila terjadi kerusakan besar pada susunan ekstrapiramidal yang melibatkan beberapa
komponen ganglia basal, didapatkan gejala yang kompleks. Hal ini dijumpai pada distonia
muskulorum deformans, di mana didapatkan gerakan distonia. Biasanya distonia ini dimulai
dengan gerak otot berbentuk atetose pada lengan atau anggota gerak lain, kemudian gerakan
otot bentuk atetose ini menjadi kompleks, yaitu menunjukkan torsi yang keras dan berbelit.
Gerakan torsi otot (memutar berbelit) terjadi juga pada otot leher dan punggung, sehingga
didapatkan tortikolis dan tortipelvis. Gerak otot abnormal ini dapat mengakibatkan terjadinya
skoliosis, pes ekuinovarus, pes valgus, dan kontraktur.
Balismus
Balismus (hemibalismus) ialah gerak otot yang datang sekonyong-konyong, kasar dan
cepat, dan terutama mengenai otot-otot skelet yang letaknya proksimal; sedangkan pada
khorea, gerak otot kasar, cepat, dan terutama melibatkan otot-otot yang agak distal.
Spasmus merupakan gerakan abnormal yang terjadi karena kontraksi otot-otot yang
biasanya disarafi oleh satu saraf. Spasme klonik mulai sekonyong-konyong, berlangsung
sebentar dan dapat berulang-ulang. Spasme tonik dapat berlangsung lama dan terus menerus.
Spasme klonik menyerupai kontraksi otot yang terjadi pada waktu faradisasi. Spasme dapat
timbul karena iritasi saraf perifer atau otot, tetapi dapat juga timbul karena iritasi di suatu
tempat, mulai dari korteks sampai ke serabut otot. Contoh dari spasme ialah trismus, rhisus
sardonikus, dan hiccup. Trismus merupakan spasme tonik otot pengunyah, dan rhisus
sardonikus adalah spasme tonik pada otot fasial.
Tik (tic)
Penyebab tik belum diketahui. Ada pakar yang menganggapnya sebagai suatu
conditioned reflex, ada pula yang mengatakan bahwa faktor psikogen mempunyai peranan,
dan pakar lainnya mengemukakan bahwa sistem ekstrapiramidal memainkan peranan pula.
Tik merupakan suatu gerakan terkoordinir, berulang, dan melibatkan sekelompok otot dalam
16
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
hubungan yang sinergistik. Ada tik yang menyerupai spasme klonik, dan disebutkan sebagai
spasme-kebiasaan (habit spasm).
Fasikulasi
Fasikulasi merupakan gerakan halus, cepat, dan berkedut dari satu berkas (fasikulus)
serabut otot atau satu unit motorik. Satu unit motorik ialah satu sel neuron motorik, aksonnya
serta semua serabut otot yang disarafinya. Gerak fasikulasi biasanya tidak menyebabkan
gerakan pada persendian, kecuali bila fasikulasi terdapat di jari-jari. Dalam hal sedemikian
kadang terjadi gerakan pada persendian.
Penyebab fasikulasi belum jelas benar; iritasi pada sel neuron motorik dapat
menimbulkan fasikulasi. Adanya fasikulasi dapat dibuat lebih nyata dengan jalan
memberikan rangsang mekanis pada otot tersebut, misalnya dengan pukulan.
Fasikulasi mempunyai nilai prognostik pada penyakit degeneratif yang melibatkan sel
neuran motorik, misalnya ALS (sklerosis amiotrofik lateral). Makin banyak fasikulasi, makin
cepat progresivitas penyakit. Kadang-kadang fasikulasi dijumpai pada orang yang normal.
Dalam hal demikian, fasikulasi tidak disertai atrofi, Fenomena yang serupa (yang disebut
miokimia) dapat menyebabkan kontraksi spasmodik m. orbikularis okuli, m. levator palpebra
superior atau otot wajah lainnya. Hal ini merupakan keadaan yang benigna dan dapat
dicetuskan oleh kelelahan atau kecemasan. Fasikulasi benigna dan miokimia sering
menimbulkan rasa takut pada penderitanya, yang mengasosiasikannya dengan penyakit yang
berat.
Mioklonik
Mioklonik ialah gerakan yang timbul karena kontraksi otot secara cepat, sekonyong-
konyong, sebentar, aritmik, asinergik, dan tidak terkendali. Otot yang berkontraksi dapat
meliputi sebagian dari satu otot, seluruh otot atau sekelompok otot-otot tanpa memandang
asosiasi fungsional otot tersebut. Gerak mioklonia ini terutama didapatkan pada otot-otot
ekstremitas dan badan, tetapi ia sering juga difus dan meluas, dan melibatkan otot muka,
rahang, lidah, faring, dan laring. Ia timbul secara paroksismal, pada waktu yang tidak
tertentu, baik pada saat istirahat maupun pada waktu sedang aktif. Namun demikian, ia dapat
menjadi lebih hebat bila ada rangsang emosional, mental, taktil, visual, atau rangsang
17
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
auditoar. Ia dapat berkurang bila ada gerakan volunter. Ia dapat timbul pada saat pasien
hendak tertidur, dan biasanya menghilang bila sudah tertidur.
Gerakan miokloni dapat kecil sehingga tidak menyebabkan gerakan pada persendian,
tetapi bila ia mengenai seluruh otot atau sekelompok otot, gerakannya dapat kuat sehingga
mengakibatkan gerakan klonik pada ekstremitas. Gerakan dapat sedemikian hebat, sehingga
satu anggota gerak seolah-olah terlempar dengan tiba-tiba atau dapat menyebabkan penderita
tercampak jatuh.
2. PALPASI
Pasien disuruh mengistirahatkan ototnya. Kemudian otot ini dipalpasi untuk
menentukan konsistensi serta adanya nyeri-tekan. Dengan palpasi kita dapat menilai tonus
otot, terutama bila ada hipotoni. Penentuan tonus dilakukan pada berbagai posisi anggota
gerak dan bagian badan.
3. PEMERIKSAAN GERAKAN PASIF
Penderita disuruh mengistirahatkan ekstremitasnya. Bagian dari ekstremitas ini kita
gerakkan pada persendiannya. Gerakan dibuat bervariasi, mula-mula cepat kemudian lambat,
cepat, lebih lambat, dan seterusnya. Sambil menggerakkan kita nilai tahanannya. Dalam
keadaan normal kita tidak menemukan tahanan yang berarti, jika penderita dapat
mengistirahatkan ekstremitasnya dengan baik, terutama anak-anak, sehingga kita mengalami
kesulitan menilai tahanan.
Kadang-kadang tahanan didapatkan pada satu jurusan saja, misalnya tungkai sukar
difleksikan tetapi mudah diekstensikan. Keadaan ini misalnya didapatkan pada lesi di traktus
piramidal. Jangan lupa membandingkan bagian-bagian yang simetris. Pada gangguan sistem
ekstrapiramidal, dapat dijumpai tahanan yang sama kuatnya (rigiditas). Kadang-kadang
dijumpai keadaan dengan tahanan hilang timbul (fenomen cogwheel).
4. PEMERIKSAAN GERAKAN AKTIF (KEKUATAN OTOT)
Pada pemeriksaan ini kita nilai kekuatan (kontraksi) otot. Untuk memeriksa adanya
kelumpuhan, kita dapat menggunakan 2 cara berikut
18
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
1. Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan kita menahan gerakan
ini.
2. Kita (pemeriksa) menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh
menahan.
Contoh cara 1 : Pasien disuruh memfleksikan lengan bawahnya dan kita
menghalangi usahanya ini. Dengan demikian, dapat dinilai kekuatan otot biseps.
Contoh cara 2 : Kita (pemeriksa) ekstensikan lengan bawah pasien dan ia disuruh
menghalangi (menahan) usaha ini. Dengan demikian, dapat dinilai kekuatan otot biseps.
Jadi dengan kedua cara tersebut di atas dapat dinilai tenaga otot. Dokter umumnya
menggunakan cara 1, yaitu pemeriksa yang menahan. Bila pasien yang disuruh menahan,
ditakutkan kekuatan yang dilakukan oleh dokter terlalu besar. Bila pasien lumpuh total, tidak
sulit untuk memastikannya, namun bila ia lumpuh sebagian atau parsial, tidak mudah
memastikan atau menilainya. Tenaga orang yang normal berbeda-beda. Misalnya, tenaga
seorang atlit angkat besi jauh lebih kuat daripada tenaga seorang juru tulis. Tidak selalu
mudah membedakan parese (lumpuh) ringan dari tidak ada parese. Kita mungkin mendapat
pertolongan dari beberapa hal berikut yaitu :
1. Keluhan pasien (mungkin ia mengemukakan tenaganya berkurang).
2. Otot dibagian yang simetris tidak sama tenaganya.
3. Berkurangnya kelancaran gerakan. Parese ringan kadang-kadang ditandai oleh
menurunnya kelancaran gerakan.
4. Didapatkan gejala lain, misalnya : arefleksi, atrofi, hiperrefleksi, dan refleks patologis.
Dalam praktek sehari-hari, tenaga otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0 – 5.
(0 berarti lumpuh samasekali, dan 5 = normal).
0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot; lumpuh total.
1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendian
yang harus digerakkan oleh otot tersebut.
2 : Didapatkan gerakan, tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat
(gravitas).
3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.
19
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan yang
diberikan.
5 : Tidak ada kelumpuhan (normal).
Contoh tenaga 2 : Pasien mampu menggeser tungkainya di tempat tidur, namun tidak
mampu mengangkatnya (melawan gaya berat). Berdasarkan pengetahuan di atas dan dibantu
oleh pengetahuan anatomi otot serta gerakan yang dilakukan otot tersebut, kita dapat menilai
tenaga dari bermacam otot. Pada buku ini tidak mungkin diperbincangkan gerakan semua
otot di badan. Pembaca dapat menggunakan buku anatomi mengenai otot. Di sini akan
dikemukakan beberapa hal saja yang bermanfaat dalam praktek sehari-hari, yaitu
pemeriksaan gerakan kepala, anggota gerak atas, badan, dan anggota gerak bawah.
Kepala
Perhatikan sikap kepala. Pada paralisis agitans (sindrom Parkinson), kepala
ditekukkan ke depan; pada meningitis, penderita berbaring dengan kepala dikedikkan ke
belakang; pada gangguan di serebelum, kepala terrotasi sedikit ke arah kontralateral dari lesi.
Periksa apakah ada tahanan jika kepala digerakkan secara pasif. Pada radang selaput
otak didapatkan kaku kuduk. Pada tortikolis juga didapatkan tahanan, demikian juga pada
spondilitis servikal. Gerakan aktif diperiksa dengan menyuruh pasien menekukkan kepala ke
depan, ke belakang, ke samping kiri, dan kanan, serta melakukan gerakan rotasi. Pemeriksa
menilai tenaganya, dan membandingkan tenaga gerakan ke kiri dan ke kanan.
Anggota gerak atas
Perhatikan apakah ada atrofi otot tenar, hipotenar, dan otot intrinsik tangan. Periksa
gerakan jari-jari; bagaimana tenaga fleksi, ekstensi, abduksi, dan aduksi. Periksa tenaga
menggenggam. Hal ini dilakukan dengan menyuruh pasien menggenggam jari pemeriksa dan
kemudian pemeriksa menarik lepas jari tersebut. Gerakan di pergelangan juga diperiksa, dan
ditentukan tenaganya pada gerakan pronasi dan supinasi. Fleksi dan ekstensi pada persendian
siku, juga diperiksa. Gerakan pada persendian bahu diperiksa dengan menyuruh pasien
menggerakkan lengan yang diekstensi, pada bidang frontal dan sagital, dan juga melakukan
rotasi pada persendian bahu. Selain itu, juga gerakan bahu ke atas, bawah, depan, dan ke
20
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
belakang diperiksa. Setelah itu, periksalah otot pektoralis mayor, latisimus dorsi, seratus
magnus, deltoid, biseps, dan triseps.
Deltoid.
Pasien disuruh mengangkat lengannya yang diluruskan ke samping sampai di bidang
horizontal. Nilailah tenaganya waktu melakukan gerakan ini.
Biseps.
Lengan yang sudah disupinasi disuruh fleksi pada persendian siku. Nilailah tenaga
fleksi lengan bawah ini.
Triseps.
Lengan bawah yang sudah difleksi disuruh ekstensikan. Nilailah tenaga ekstensi ini.
Badan Erektor spina.
Bila pasien sedang berdiri, suruh ia mengambil suatu barang dari lantai. Jika pasien
menderita kelemahan m. erector spina, ia sukar berdiri kembali; dan ini dilakukannya dengan
bantuan tangannya, yaitu dengan menempatkan tangannya pada lutut, paha, dan kemudian
mendorongnya sampai ia dapat berdiri lagi. Kadang terlihat juga adanya lordosis.
Otot dinding perut. Pasien yang sedang berbaring disuruh mengangkat kepalanya dan
perhatikan peranjakan dari pusar. Biasanya pusar beranjak ke arah otot yang sehat. Suruh
pasien batuk, otot yang lemah akan membonjol. Perhatikan apakah pasien dapat duduk dari
sikap berbaring tanpa mendapat bantuan dari tangannya. Otot yang ikut bekerja dalam hal ini
ialah otot dinding perut dan otot iliopsoas.
Anggota gerak bawah
Untuk ini diperiksa gerakan pada : persendian jari-jari, pergelangan kaki, lutut, paha.
Selain itu juga diperiksa otot kuadriseps femoris, iliopsoas, aduktor, abductor, dan fleksor
tungkai bawah.
Kuadriseps femoris.
Lutut (tungkai bawah) diekstensikan sambil kita tahan.
21
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
Iliopsoas.
Pasien berbaring dan lutut difleksikan. Kemudian paha difleksikan lebih lanjut sambil
ditahan.
Otot aduktor.
Pasien berbaring pada sisinya dan tungkai berada dalam ekstensi. Kemudian tungkai
ini diaduksikan sambil ditahan.
Otot abduktor.
Tungkai diabduksikan melawan tahanan.Fleksor tungkai bawah. Tungkai bawah
difleksikan sambil ditahan.Dengan demikian dapat pula dinilaiotot-otot yang
memplantarfleksikan dan mendorsofleksikan kaki dan jari-jari. Bila ditemukan kelumpuhan,
perlu dilakukan pemeriksaan yang lebih rinci dan untuk maksud ini perlu dirujuk buku
anatomi mengenai otot.
REFLEKS
Refleks adalah gerakan yang dilakukan tanpa sadar dan merupakan respon segera
setelah adanya rangsang. Pada manusia gerak refleks terjadi melalui reflex arc, namun
refleks-refleks ini sangat penting artinya di dalam mendiagnosis dan melokalisasi
lesi neurologi.
Gerak refleks dapat digunakan pada pemeriksaan neurologis untuk mengetahui
kerusakan atau pemfungsian dari sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Gerak refleks dapat
dilatih misalnya pengulangan dari gerakan motorik pada latihan olah raga atau pengaitan dari
rangsang oleh reaksi otomatis selama pengkondisian klasikal.
Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun, ada pula gerak yang terjadi tanpa
disadari yaitu gerak refleks. Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari
reseptor, ke saraf sensori, dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak, kemudian hasil
olahan oleh otak, berupa tanggapan, dibawa oleh saraf motor sebagai perintah yang harus
dilaksanakan oleh efektor.
22
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
Gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapan terjadi secara otomatis terhadap
rangsangan, tanpa memerlukan kontrol dari otak. Jadi dapat dikatakan gerakan terjadi tanpa
dipengaruhi kehendak atau tanpa disadari terlebih dahulu. Contoh gerak refleks misalnya
berkedip, bersin, atau batuk.
Pada gerak refleks, impuls melalui jalan pendek atau jalan pintas, yaitu dimulai dari
reseptor penerima rangsang,kemudian diteruskan oleh saraf sensori ke pusat saraf, diterima
oleh set saraf penghubung (asosiasi)tanpa diolah di dalam otak langsung dikirim tanggapan
ke saraf motor untuk disampaikan ke efektor, yaitu otot atau kelenjar. Jalan pintas ini
disebut lengkung refleks. Gerak refleks dapat dibedakan atas refleks otak bila saraf
penghubung (asosiasi) berada di dalam otak, misalnya, gerak mengedip atau mempersempit
pupil bila ada sinar dan refleks sumsum tulang belakang bila set saraf penghubung berada di
dalam sumsum tulang belakang misalnya refleks pada lutut.
Pada gerak refleks, impuls melalui jalan pendek atau jalan pintas, yaitu dimulai dari
reseptor penerima rangsang, kemudian diteruskan oleh saraf sensori ke pusat saraf, diterima
oleh set saraf penghubung (asosiasi) tanpa diolah di dalam otak langsung dikirim tanggapan
ke saraf motor untuk disampaikan ke efektor, yaitu otot atau kelenjar. Jalan pintas ini
disebut lengkung refleks. Gerak refleks dapat dibedakan atas refleks otak bila saraf
penghubung (asosiasi) berada di dalam otak, misalnya, gerak mengedip atau mempersempit
pupil bila ada sinar dan refleks sumsum tulang belakang bila set saraf penghubung berada di
dalam sumsum tulang belakang misalnya refleks pada lutut.
gambar lengkung refleks
23
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
Rangsangan yang ditimbulkan oleh perubahan lingkungan di dalam maupun di luar
tubuh akan menimbulkan rrespon yang berwujud sebagai perilaku manusia. Reaksi tubuh
terhadap suatu ransangan yang melibatkan sistem saraf disebut reflex. Peristiwa reflex
terbentuk melelui mekanisme yang melalui jalur tertentu. Jalur reflex tersebut bila dibuat
gambar bagan urutan peristiwa yang terjadi di reseptor, saraf eferen, medulla spinalis sebagai
saraf pusat, saraf eferen dan fektor akan terlihat sebagai jalur yang melengkung. Dengan
demikian jalur yang dilalui proses reflex sering disebut Lengkung Refleks (Reflex Arc).
Kegiatan pada lengkung reflex dimulai di reseptor sensorik, sebagai potensial reseptor
yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang. Potensial reseptor ini akan membangkitkan
potensial aksi yang bersifat gagal atau tuntas, di saraf aferen. Frekuensi potensial aksi yang
terbentuk akan sebanding dengan besarnya potensial generator. Di system saraf pusat (SSP),
terjadi lagi respons yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang, berupa potensial eksitasi
pascasinaps (Excitatory Postsynaptic Potential=EPSP) dan potesial inhibisi postsinaps
(Inhibitory Postsynaptic Potential=IPSP) di hubungan-hubungan saraf (sinaps). Respon yang
timbul di serat eferen juga berupa repons yang bersifat gagal atau tuntas. Bila potensial aksi
ini sampai di efektor, terjadi lagi respons yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang.
Bila efektornya berupa otot polos, akan terjadi sumasi respons sehingga dapat mencetuskan
potensial aksi di otot polos. Akan tetapi, di efektor yang berupa otot rangka, respons bertahap
tersebut selalu cukup besar untuk mencetuskan potensial aksi yang mampu menghasilkan
kontraksi otot. Perlu ditekankan bahwa hubungan antara neuron aferen dan eferen biasanya
terdapat di system saraf pusat, dan kegiatan di lengkung reflex ini dapat dimodifikasi oleh
berbagai masukan dari neuron lain yang juga bersinaps pada neuron eferen tersebut.
Lengkung reflex. Paling sederhana adalah lengkung reflex yang mempunyai satu
sinaps anatara neuron aferen dan eferen. Lengkung reflex semacam itu dinamakan
monosinaptik, dan reflex yang terjadi disebut reflex monosinaptik. Lengkung reflex yang
mempunyai lebih dari satu interneuron antara neuron afern dan eferen dinamakan polisanptik,
dan jumlah sinapsnya antara 2 sampai beberapa ratus. Pada kedua jenis lengkung reflex,
terutama pada lengkung reflex polisinaptik. Kegiatan refleksnya dapat dimodifikasi oleh
adanya fasilitas spasial dan temporal, oklusi, efek penggiatan bawah ambang (subliminal
fringe), dan oleh berbagai efek lain.
24
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
Bila suatu otot rangka dengan persarafan yang utuh direnggangkan, akan timbul
kontraksi. Respons ini disebut reflex renggang. Rangsangannya adalah regangan pada otot,
dan responnya berupa kontraksi otot yang direnggangkan. Reseptornya adalah kumparan otot
(muscle spindle). Impuls yang timbul akibat peregangan kumparan otot yang dihantarkan ke
SSP melalui sera-serat sensorik cepat yang langsung bersinaps dengan neuron motorik otot
yang teregang itu. Neurotransmitter di sinaps yang berada di SSP ini adalah glutamate.
Reflex-refleks regang merupakan contoh reflex monosimpatik yang paling dikenal dan paling
banyak diteliti.
Jika suatu otot keseluruhan diregangkan secara pasif, serat-serat intrafusal di dalam
gelendong-gelendong otot juga teregang, terjadi peningkatan pembentukan potensial aksi di
serat saraf aferen yang ujung-ujung sensoriknya berakhir di serat-serat gelendong yang
teregang tersebut. Neuron aferen secara langsung bersinaps dengan neuron motorik alfa yang
mempersarafi serat-serat ekstrafusal otot yang sama, sehingga terjadi kontraksi otot itu.
Refleks regang (stretch reflex) ini berfungsi sebagai mekanisme umpan balik negative untuk
menahan setiap perubahan pasif panjang otot, sehingga panjang optimal dapat dipertahankan.
Contoh klasik reflex regang adalah reflex tendon patella atau knee-jerk reflex. Otot-
otot ekstenson lutut adalah kuadriseps femoris, yang membentuk anterior paha dan melekat
ke tibia (tulang kering) tepat di bawah lutut melalui tendon patella. Pengetukan tendon ini
dengan sebuah palu karet akan secara pasif meregangkan otot-otot kuadriseps dan
mengaktifkan reseptor-reseptor gelendongnya. Reflex regang yang terjadi menimbulkan
kontraksi otot ekstensor ini, sehingga lutut mengalami ekstensi dan mengangkat tungkai
bawah dengan cara yang khas. Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin sebagai penilain
pendahuluan fungsi system saraf. Reflex patella yang normal mengindikasikan dokter bahwa
sejumlah komponen saraf dan otot-gelendong otot, masukan aferen, neuron motorik, keluaran
eferen taut neuromuskulus, dan otot itu sendiri-berfungsi normal. Reflex ini juga
mengindikasikan adanya keseimbangan antara masukan eksitorik dan inhibitorik ke neuron
motorik dari pusat-pusat yang lebih tinggi di otak.
Tujuan utama reflex regang adalah menahan kecenderungan peregangan pasif otot-
otot ekstensor yang ditimbulkan oleh gaya gravitasi ketika seseorang berdiri tegak. Setiap
kali sendi lutut cenderung melengkung akibat gravitasi, otot-otot kuadriseps teregang.
25
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
Kontraksi yang terjadi pada otot ekstensor ini akibat reflex regang dengan cepat meluruskan
lutut, menahan tungkai tetap terkstensi, sehingga orang yang bersangkutan tetap berdiri tegak.
Stretch dinamis dan statis Stretch Reflex. Itu refleks regangan dapat dibagi menjadi
dua komponen: refleks peregangan dinamis dan reflex regangan statis. Dinamis adalah
menimbulkan refleks regangan oleh menimbulkan sinyal dinamis ditularkan dari indra utama
akhiran dari spindle otot, yang disebabkan oleh peregangan cepat atau unstretch. Artinya,
ketika tiba-tiba otot diregangkan atau teregang, sinyal kuat ditularkan ke sumsum tulang
belakang; ini seketika kuat menyebabkan refleks kontraksi (atau penurunan kontraksi) dari
otot yang sama dari sinyal yang berasal. Jadi, fungsi refleks untuk menentang perubahan
mendadak pada otot panjang. Refleks regangan yang dinamis berakhir dalam fraksi detik
setelah otot telah menggeliat (atau awalnya) untuk panjang baru, tetapi kemudian yang lebih
lemah statis refleks regangan terus untuk waktu yang lama setelahnya.
Refleks ini diperoleh oleh statis terus-menerus sinyal reseptor ditularkan oleh kedua
primer dan endings.The sekunder pentingnya peregangan statis refleks adalah bahwa hal itu
menyebabkan tingkat kontraksi otottetap cukup konstan, kecuali jika sistem saraf seseorang
secara spesifik kehendak sebaliknya
.Yang sangat penting fungsi dari refleks regangan adalah kemampuannya untuk
mencegah osilasi atau sentakan pada pergerakan mesin tubuh. Ini adalah fungsi meredam
dam memperlancar seperti yang dijelaskan dalam paragraf berikut. Sinyal dari sumsum
tulang belakang sering ditularkan ke otot dalam bentuk unsmooth, meningkatkan intensitas
untuk beberapa milidetik, kemudian menurun intensitas, kemudian mengubah tingkat
intensitas lain, dan begitu seterusnya.
Refleks cahaya pada pupil adalah refleks yang mengontrol diameter pupil, sebagai
tanggapan terhadap intensitas (pencahayaan) cahaya yang jatuh pada retina mata. Intensitas
cahaya yang lebih besar menyebabkan pupil menjadi lebih kecil (kurangnya cahaya yang
masuk), sedangkan intensitas cahaya yang lebih rendah menyebabkan pupil menjadi lebih
besar ( banyak cahaya yang masuk). Jadi, refleks cahaya pupil mengatur intensitas cahaya
yang memasuki mata.
Refleks kornea, juga dikenal sebagai refleks berkedip, adalah tanpa sadar kelopak
mata berkedip dari yang diperoleh oleh stimulasi (seperti menyentuh atau benda asing) dari
26
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
kornea, atau cahaya terang, meskipun bisa akibat dari rangsangan perifer. Harus
membangkitkan rangsangan baik secara langsung dan respons konsensual (tanggapan dari
mata sebaliknya). Refleks mengkonsumsi pesat sebesar 0,1 detik. Tujuan evolusioner refleks
ini adalah untuk melindungi mata dari benda asing dan lampu terang (yang terakhir ini
dikenal sebagai refleks optik).
Pemeriksaan refleks kornea merupakan bagian dari beberapa neurologis ujian,
khususnya ketika mengevaluasi koma. Kerusakan pada cabang oftalmik (V1) dari saraf
kranial ke-5 hasil di absen refleks kornea ketika mata terkena dirangsang. Stimulasi dari satu
kornea biasanya memiliki respons konsensual, dengan menutup kedua kelopak mata normal.
Refleks biseps tes refleks yang mempelajari fungsi dari refleks C5 busur dan untuk
mengurangi refleks C6 derajat busur. Tes ini dilakukan dengan menggunakan sebuah tendon
palu untuk dengan cepat menekan tendon biceps brachii saat melewati kubiti fosa. Secara
spesifik, tes mengaktifkan reseptor di dalam peregangan otot bisep brachii yang
berkomunikasi terutama dengan C5 dan sebagian saraf tulang belakang dengan saraf tulang
belakang C6 untuk merangsang kontraksi refleks dari otot biseps dan menyentakkan lengan
bawah.
Refleks sumsum tulang belakang terjadi apabila sel saraf penghubung terdapat di
dalam sumsum tulang belakang seperti refleks pada lutut.
Ciri gerak refleks yaitu:
1. Dapat diramalkan jika rangsangannya sama
2. Memiliki tujuan tertentu bagi organisme tersebut
3. Memiliki reseptor tertentu dan terjadi pada efektor tertentu
4. Berlangsung cepat, tergantung pada jumlah sinapsis yang dilalui impuls
5. Spontan, tidak dipelajarai dulu
6. Fungsi sebagai pelindung dan pengatur tingkah laku hewan
7. Respon terus menerus dapat menyebabkan kelelahan
jenis-jenis refleks.
Macam refleks: refleks spinal (pada sumsum tulang belakang), refleks medulla (pada
sumsum lanjutan), refleks cerebellar (melibatkan otak kecil), refleks superfisial (melibatkan
kulit dan lain-lain), refleks miotatik (pada otot lurik), serta refleks visceral (berhubungan
dengan dilatasi pupil dan denyut jantung).
27
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
1. Refleks Spinal (pada sumsum tulang belakang)
Bila dipisahkan dari bagian otak lainnya, med spin mampu memediasi sejumlah
refleks, somatik dan autonomik. Dasar morfologis refleks saraf umumnya disebut arkus
refleks, yang dalam bentuknya yang paling sederhana tersusun atas
(1) reseptor, yang bereaksi terhadap stimulus;
(2) penghantar eferen, yang membawa impuls ke “pusat refleks” (Penghantar aferen
adalah serabut sensorik aferen, yang kebanyakan mempunyai badan sel diganglion
spinal atau kranial);
(3) “Pusat refleks”, tempat pesan aferen dari reseptor berkumpul dengan impuls aferen
dari reseptor lainnya, atau dengan aferen dari sumber lain, yang mungkin
mengubah pengaruh impuls aferen dari reseptor;
(4) penghantar eferen, yaitu serabut saraf yang menuju ke efektor;
(5) efektor, yang menghasilkan reaksi, yang mungkin adalah otot, kelenjar atau vasa
darah, atau mungkin melibatkan beberapa komponen itu. Refleks sangat bervariasi,
dari yang sangat kompleks, misalnya refleks menelan, yang melibatkan berbagai
efektor; sampai yang paling sederhana.
Salah satu jenis dari refleks spinal adalah refleks somatik. Refleks fleksor adalah yang
responnya adalah fleksi anggota badan. Stimulus yang paling poten adalah noksiseptif, dan
hasilnya adalah tarikan anggota badan (withdrawal reflex). Pada refleks lain ada ekstensi
anggota badan, misalnya pada crossed extensor reflex yang mungkin menyertai refleks
fleksor. Masih ada lagi refleks yang lebih kompleks, misalnya scratch reflex. Semua refleks
tersebut biasanya melibatkan beberapa otot, dan respon refleksnya mungkin berbagai macam
tergantung pada keadaan (jenis dan tempat pengenaan stimulus, intensitas stimulus,
pengenaan stimulus lain secara bersamaan, dll). Arkus refleks semacam ini sangat kompleks.
Refleks lain adalah stretch reflex, yaitu kontraksi satu otot karena diregangkan. Ini
merupakan refleks elementer yang mungkin terjadi di semua otot. Stretch refleks menjadi
dasar banyak sekali postural reflex, yang secara garis besar bertujuan untuk menjaga sikap
tubuh yang benar, dan menyesuaikan diri dengan berbagai kebutuhan, baik itu karena daya
dari luar atau disebabkan karena gerak yang dilakukan oleh organisme.
28
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
2. Refleks Cerebellar (melibatkan otak kecil)
Otak kecil, terletak di bawah bagian belakang otak belakang, terdiri atas dua belahan
yang berliku-liku sangat dalam. Otak kecil berperan sebagai pusat keseimbangan, koordinasi
kegiatan otak, koordinasi kerja otot dan rangka. Sumsum lanjutan, medula oblongata
membentuk bagian bawah batang otak, berfungsi sebagai pusat pengatur refleks fisiologis,
misalnya pernapasan, detak jantung, tekanan darah, suhu tubuh, gerak alat pencernaan, gerak
refleks seperti batuk, bersin, dan mata berkedip.
3. Refleks Superficial
Refleks superfisial atau refleks plantar dan abdominal diawali oleh stimulasi kutan.
Refleks ini membutuhkan lengkung refleks korda dan jalur kortikospinal. Contoh dari
refleks superficial adalah:
Refleks dinding perut : goresan dinding perut daerah epigastrik, supra umbilikal,
umbilikal, intra umbilikal dari lateral ke medial. Respon : kontraksi dinding perut
Refleks Cremaster : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawah. Respon :
elevasi testes ipsilateral.
Refleks Gluteal : goresan atau tusukan pada daerah gluteal. Respon : gerakan reflektorik
otot gluteal ipsilateral
4. Refleks Visceral
Refleks Visceral Refleks ini sering disebut juga Refleks otonom karena sering
melibatkan organ internal tubuh. Beberapa refleks visceral, seperti urinasi dan defekasi,
merupakan refleks spinal yang bisa terjadi tanpa input dari otak. Meskipun begitu, refleks
spinal juga sering dimodulasi oleh excitatory atau inhibitory signal dari otak yang dibawa
oleh jaras descending dari pusat otak yang lebih tinggi. Misal, urinasi dapat diinisiasi secara
sadar dengan kesadaran atau bisa juga dihambat oleh stress dan emosi, seperti dengan adanya
orang lain (sindrom bashful bladder).
Refleks visceral lain diintegrasikan di otak , khususnya di hipotalamus, thalamus dan
batang otak. Daerah ini berisi pusat koordinasi yang dibutuhkan untuk menjaga homeostatis
seperti detak jantung, tekanan darah, nafas, makan, keseimbangan air dan menjaga
temperatur. Di sini juga ada pusat refleks seperti salivating, muntah, bersin, batuk, menelan,
dan tersendak.
Salah satu tipe reflex otonom yang menarik adalah konversi stimulus emosional ke
respon visceral. Sistem Limbic, yang merupakan tempat operasi primitif seperti sex, takut,
29
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
marah, agresif dan lapar, disebut sebagai “visceral brain” karena pengaruhnya dalam refleks
emosional. Contoh lain adalah folikel rambut yang tertarik saat seseorang merasa takut.
Refleks visceral merupakan polysinaptic dengan sedikitnya satu sinapsis di CNS di
antara neuron sensorik dan preganglion saraf otonom serta sinaps tambahan di ganglion,
antara neuron preganglionic dan postganglionic.
Pemeriksaan refleks
Refleks fisiologis
a. alat yang dibutuhkan
• Palu perkusi
• Lampu Senter
• Kapas
• Jarum
b. cara kerja
a. Refleks kulit perut
Orang coba berbaring telentang dengan kedua lengan terletak lurus di samping badan.
Goreslah kulit daerah abdomen dari lateral kea rah umbilicus. Respon yang terjadi berupa
kontraksi otot dinding perut.
b. Refleks kornea
Sediakanlah kapas yang digulung menjadi bentuk silinder halus. Orang coba menggerakkan
bola mata ke lateral yaitu dengan melihat ke salah satu sisi tanpa menggerakkan kepala.
Sentuhlah dengan hati-hati sisi kontralateral kornea dengan kapas. Respon berupa kedipan
mata secara cepat.
Refleks kornea
30
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
c. Refleks cahaya
Pada percobaan tentang refleks cahaya akan dilihat bagaimana respon pupil mata ketika
cahaya senter dijatuhkan pada pupil. Ternyata repon yang terjadi berupa kontriksi pupil
homolateral dan kontralateral. Jalannya impuls cahaya sampai terjadi kontriksi pupil adalah
berasal dari pupil kemudian stimulus diterima oleh N. Opticus, lalu masuk ke
mesencephalon, dan kemudian melanjutkan ke N . Oculomotoris dan sampai ke spingter
pupil. Refleks cahay ini juga disebut refleks pupil.
d. Refleks Periost Radialis
Pada percobaan refleks periost radialis, lengan bawah orang coba difleksikan pada sendi
tangan dan sedikit dipronasikan kemudian dilakukan pengetukan periosteum pada ujung
distal os radii. Jalannya impuls pada refleks periost radialis yaitu dari processus styloideus
radialis masuk ke n. radialis kemudian melanjutkan ke N. cranialis 6 sampai Thoracalis 1 lalu
masuk ke n. ulnaris lalu akan menggerakkan m. fleksor ulnaris. Respon yang terjadi berupa
fleksi lengan bawah pada siku dan supinasi tangan.
e. Refleks Periost Ulnaris
Respon dari refleks periost ulnaris berupa pronasi tangan. Jalannya impuls saraf berasal dari
processus styloideus radialis masuk ke n. radialis kemudian melanjutkan ke N. cranialis 5-6
lalu masuk ke n. radialis lalu akan menggerakkan m. brachioradialis.
f. Stretch Reflex (Muscle Spindle Reflex=Myotatic Reflex)
1) Knee Pess Reflex (KPR)
Orang coba duduk pada tempat yang agak tinggi sehingga kedua tungkai akan tergantung
bebas atau orang coba berbaring terlentang dengan fleksi tungkai pada sendi lutut. Ketuklah
tendo patella dengan Hammer sehingga terjadi ekstensi tungkai disertai kontraksi otot
kuadrisips.
31
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
2) Achilles Pess Reflex (ACR)
Tungkai difleksikan pada sendi lutut dan kaki didorsofleksikan. Ketuklah pada tendo
Achilles, sehingga terjadi plantar fleksi dari kaki dan kontraksi otot gastronemius.
3) Refleks biseps
Lengan orang coba setengah difleksikan pada sendi siku. Ketuklah pada tendo otot biseps
yang akan menyebabkan fleksi lengan pada siku dan tampak kontraksi otot biseps.
4) Refleks triseps
Lengan bawah difleksikan pada sendi siku dan sedikit dipronasikan. Ketuklah pada tendo otot
triseps 5 cm di atas siku akan menyebabkan ekstensi lengan dan kontraksi otot triseps.
32
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
5) Withdrawl Reflex
Lengan orang coba diletakkan di atas meja dalam keadaa ekstensi. Tunggulah pada saat orang
coba tidak melihat saudara, tusuklah dengan hati-hati dan cepat kulit lengan dengan jarum
suntik steril, sehalus mungkin agar tidak melukai orang coba. Respons berupa fleksi lengan
tersebut menjauhi stimulus.
Refleks patologi
a. alat yang dibutuhkan
• Palu perkusi
• Lampu Senter
• Kapas
• Jarum
b.cara kerja
1. Refleks Babinsky
Pasien diminta berbaring dangan kaki diluruskan, lakukan goresan pada telapak kaki dari
arah tumit ke arah jari melalui sisi lateral, respon normal akan memberikan reaksi
berupa fleksi jari-jari dan penarikan tungkai. respon abnormal maka akan timbul reaksi
berupa jempol kaki akan dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan menyebar atau
membuka
Refleks babinsky
2. Refleks chaddock
Pasien diminta berbaring dangan kaki diluruskan, lakukan goresan sepanjang tepi
lateral punggung kaki di luar telapak kaki, dari tumit ke depan, respon normal akan
33
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
memberikan reaksi berupa fleksi jari-jari dan penarikan tungkai. respon abnormal
maka akan timbul reaksi berupa jempol kaki akan dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain
akan menyebar atau membuka.
Refleks chaddock
3. Refleks Oppenheim
Lakukan goresan pada sepanjang tepi depan tulang tibia dari atas ke bawah, dengan
kedua jari telunjuk dan tengah, respon normal akan memberikan reaksi berupa fleksi
jari-jari dan penarikan tungkai. respon abnormal maka akan timbul reaksi berupa
jempol kaki akan dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan menyebar atau membuka
Refleks Oppenheim
4. Refleks gordon
Lakukan goresan/memencet otot gastrocnemius, respon normal akan memberikan
reaksi berupa fleksi jari-jari dan penarikan tungkai. respon abnormal maka akan
timbul reaksi berupa jempol kaki akan dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan
menyebar atau membuka
Refleks gordon
34
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
SISTEM SENSORIK (SENSIBILITAS, PERASAAN)
Manusia tidak dapat mempertahankan hidupnya jika ia tidak tahu adanya bahaya yang
mengancam atau menimpa dirinya. Adanya bahaya dapat diketahui dengan jalan melihat,
mendengar, mencium, dan merasakan rasa-nyeri, rasa-raba, rasa-panas, rasa-dingin, dan
sebagainya. Inilah yang disebut sistem sensorik. Sistem sensorik menempatkan manusia
berhubungan dengan sekitarnya. Sensasi (sensibilitas) dapat dibagi 4 jenis, yaitu : superficial,
dalam, viseral (interoseptif) dan khusus.
Sensasi superfisial, disebut juga sebagai perasaan eksteroseptif atau protektif,
mengurus rasa-raba, rasa-nyeri, rasa-suhu. Sensasi dalam, yang disebut juga sebagai sensasi
proprioseptif mencakup rasa gerak (kinetik), rasa sikap (statognesia) dari otot dan persendian,
rasa getar (pallesthesia), rasa tekan-dalam, rasa nyeri-dalam otot. Sensasi visceral
(interoseptif) dihantar melalui serabut otonom aferen dan mencakup rasa lapar, enek, dan
rasa-nyeri pada visera. Sensasi khusus, yaitu menghidu, melihat, mendengar, mengecap, dan
keseimbangan diatur oleh saraf-otak tertentu.
Anatomi dan Fisiologi
Dari reseptor di perifer sampai ke korteks sensorik di otak jalur sensorik sekurang-
kurangnya terdiri dari 3 tingkatan neuron. Impuls (rangsang) berjalan secara sentripetal dari
reseptor di perifer ke badan sel neuron tingkat pertama (primer) di ganglion akar dorsal dan
saraf spinal. Aksonnya menuju ke sentral, bersinaps dengan neuron tingkat dua (sekunder) di
kornu posterior medulla spinalis atau inti homolog di batang otak. Akson neuron sekunder
melintasi garis tengah dan menuju pada sisi sebelahnya (kontralateral), kemudian naik
sebagai jaras spinotalamik atau lemniskus medialis menuju ke sinaps berikutnya di talamus.
Neuron di talamus, biasanya berupa neuron tingkat tiga (tersier) terletak di kompleks
ventrobasal talamus dan berproyeksi melalui kaki posterior kapsula interna ke korteks
sensorik di girus postsentral (area Brodmann 3 – 1 – 2). Pola dasar ini mengemukakan
beberapa hal
1. Sistem sensorik menyilang. Informasi sensorik dari separuh badan berproyeksi ke talamus
dan korteks kontralateral.
2. Neuron tingkat pertama berada di ganglion akar dorsal.
3. Badan sel neuron tingkat dua berada di kornu posterior medulla spinalis atau di inti
35
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
homolog di medulla oblongata seperti nukleus grasilis (yang menerima impuls dari tungkai)
dan kuneatus (yang menerima impuls dari lengan).
4. Neuron tingkat tiga di talamus me-relay impuls ke korteks.
Reseptor
Reseptor merupakan sel-sel khusus untuk mendeteksi perubahan khusus pada
lingkungannya. Eksteroseptor mencakup reseptor yang terlibat terutama pada lingkungan
eksternal yaitu : korpuskel (badan) Meissner, korpuskel Merkel, sel rambut untuk rasa raba;
bulbus Krauss untuk rasa dingin; korpuskel Ruffini untuk rasa panas; dan ujung-saraf bebas
untuk rasa nyeri. Banyak hasil penelitian yang mengimplikasikan bahwa sensasi tertentu
dihantar oleh ujung tertentu, namun dengan banyak perkecualian. Misalnya, kornea mata di
mana hanya ditemukan ujung-saraf bebas, namun rasa raba, nyeri, panas, dan dingin dapat
diapresiasi. Reseptor tidak khusus (spesifik) terhadap sensasi tertentu; misalnya rangsang
yang kuat dapat mengakibatkan berbagai sensasi, juga nyeri, walaupun rangsang pencetusnya
tidak harus nyeri. Stimulasi yang berlebihan pada tiap ujung sensorik, terlebih bila bersifat
melukai (noxious) akan menginduksi rasa nyeri.
Hubungan manusia dengan dunia luar terjadi melalui reseptor sensorik yang dapat berupa:
1. Reseptor eksteroseptif, yang ber-respons terhadap stimulus dari lingkungan eksternal,
termasuk visual, auditor, dan taktil.
2. Reseptor proprioseptif, misalnya yang menerima informasi mengenai posisi bagian
tubuh atau tubuh di ruangan.
3. Reseptor interoseptif, mendeteksi kejadian internal seperti perubahan tekanan darah.
Sistem sensorik somatik menerima informasi primer dari reseptor eksteroseptif dan
proprioseptif. Didapatkan 4 sub-kelas mayor dari sensasi somatik, yaitu
1. Sensasi nyeri yang dicetuskan oleh rangsang yang dapat mencederai (noxious).
2. Sensasi suhu (termal), terdiri dari rasa panas dan rasa dingin.
3. Rasa (sensasi) sikap, dicetuskan oleh perubahan mekanis di otot dan persendian, dan
mencakup rasa sikap anggota gerak serta gerakan anggota gerak (kinestesia).
4. Sensasi (rasa) tekan, dicetuskan oleh stimulasi mekanis yang diberikan pada permukaan
tubuh.
Gangguan perasaan dapat disebabkan oleh gangguan pada reseptor, konduksi saraf, serabut
36
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
saraf, traktus atau daya persepsi
Pemeriksaan
Pemeriksaan sensibilitas merupakan pemeriksaan yang tidak mudah. Kita bergantung
kepada perasaan penderita, jadi bersifat subjektif. Selain itu, reaksi seseorang terhadap
rangsangan dapat berbeda-beda, malah pada satu orangpun reaksi tersebut dapat berbeda,
tergantung pada keadaannya, apakah ia sedang lelah, atau pikirannya terpusat pada hal yang
lain. Faktor sugesti juga dapat berpengaruh. Tidak jarang pasien meng-ia-kan saja apa yang
disugestikan oleh dokter (mungkin agar bersikap sopan). Misalnya, bila seorang dokter
mengajukan pertanyaan yang bernada sugesti seperti : “Kan di sini terasa sakit bila saya tusuk
dan di tempat ini agak kurang sakitnya, bukan !?” Pertanyaan demikian mungkin di “ya” kan
saja oleh pasien. Jadi, sugesti harus dihindarkan pada pemeriksaan sensibilitas.
Agar didapat hasil pemeriksaan yang baik perlu diperhatikan hal berikut : Selama
pemeriksaan diupayakan agar pasien berada dalam keadaan tenang dan perhatiannya dapat
dipusatkan pada pemeriksaan. Untuk maksud ini sebaiknya penderita memejamkan mata.
Bila pasien merasa lelah sebaiknya pemeriksaan ditangguhkan. Namun demikian, kadang-
kadang kita terpaksa melakukan pemeriksaan dalam keadaan pasien yang tidak tenang;
pemeriksaan yang dilakukan secara kasar ini nilainya kurang teliti.
Pemeriksaan Sensibilitas
Sebelum kita melakukan pemeriksaan kita tanyakan dulu apakah ada keluhan
mengenai sensibilitas. Bila ada suruh ia menunjukkan tempatnya (lokalisasinya). Dari bentuk
daerah yang terganggu dapat diduga apakah gangguan bersifat sentral, perifer, atau berbentuk
dermatom. Daerah kulit yang disarafi oleh akar posterior dan ganglionnya disebut dermatom.
Pada pasien histeri daerah yang terganggu tidak sesuai dengan pola anatomik, umumnya
batas gangguan amat tegas, sering berbentuk kaus dan melibatkan seluruh jenis sensibilitas.
Perlu ditanyakan jenis gangguan, intensitasnya, apakah hanya timbul pada waktu-
waktu tertentu, misalnya nyeri kalau dingin; dan juga faktor-faktor yang dapat mencetuskan
kelainan ini. Waktu melakukan pemeriksaan perhatikan daerah-daerah kulit yang kurang
merasa, sama sekali tidak merasa atau daerah yang bertambah perasaannya. Bertambahnya
perasaan dapat disebabkan oleh iritasi pada reseptor atau serabut saraf atau karena fenomena
pelepasan (release). Kata disestesia digunakan untuk menyatakan adanya perasaan yang
37
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
berlainan dari rangsang yang diberikan, misalnya bila pasien diraba ia merasa seolah-olah
dibakar atau semutan. Kata parestesia merupakan perasaan abnormal yang timbul spontan,
biasanya ini berbentuk rasa-dingin, panas, semutan, ditusuk-tusuk, rasa-berat, rasa ditekan
atau rasa gatal.
Pada pemeriksaan sensibilitas eksteroseptif, perlu diperiksa rasa raba, rasa nyeri, dan
rasa suhu.
Pemeriksaan rasa raba.
Sebagai perangsang dapat digunakan sepotong kapas, kertas atau kain dan ujungnya
diusahakan sekecil mungkin. Hindarkan adanya tekanan atau pembangkitan rasa nyeri.
Periksa seluruh tubuh dan bandingkan bagian-bagian yang simetris. Thigmestesia berarti rasa
raba halus. Bila rasa raba ini hilang disebut thigmanesthesia.
Pemeriksaan rasa nyeri. Rasa nyeri dapat dibagi atas rasa-nyeri-tusuk dan rasa-nyeri-
tumpul; atau rasa nyeri cepat dan rasa nyeri lamban. Bila kulit ditusuk dengan jarum kita
rasakan nyeri yang mempunyai sifat tajam, cepat timbulnya dan cepat hilangnya. Nyeri
serupa ini disebut nyeri-tusuk. Rasa nyeri yang timbul bila testis dipijit, timbulnya tidak
segera dan lenyapnya lama sesudah dipijit. Ini disebut nyeri-lamban.
Reseptor rasa-nyeri tidak mempunyai bentuk tertentu dan terdiri dari serabut-serabut
saraf yang tidak berselubung. ia terdapat pada epidermis kulit dan pada selaput lendir. Pada
beberapa tempat jumlah serabut-serabut ini lebih berdekatan daripada di tempat lain. Di lidah,
bibir, kemaluan dan ujung jari serabut-serabut ini lebih berdekatan daripada di lengan atas,
pantat dan badan. Hal ini mengakibatkan daerah lidah, bibir dan ujung jari menjadi lebih
perasa.
Rasa nyeri dapat dibangkitkan dengan berbagai cara, misalnya dengan menusuk dengan
jarum, memukul dengan benda tumpul, merangsang dengan api atau hawa yang sangat dingin
dan juga dengan berbagai larutan kimia.
Dalam praktek sehari-hari pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan jarum atau
peniti. Tusukan hendaknya cukup keras sehingga betul-betul dirasakan rasa-nyeri dan bukan
rasa-disentuh atau rasa-raba. Sebelumnya perlu diberitahukan kepada pasien bahwa yang
diperiksa ialah rasa-nyeri dan bukan rasa-raba. Kita periksa seluruh tubuh, dan bagian-bagian
38
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
yang simetris dibandingkan. Bila bagian yang simetris dibandingkan, tusukan harus sama
kuat.
Bila kita memeriksa sensibilitas pada pasien yang gelisah atau yang agak menurun
kesadarannya, maka pemeriksaan rasa-tusuk masih dapat dilakukan, sedang yang lainnya
(rasa raba, rasa suhu) perlu ditangguhkan. Pada anak, pemeriksaan ini yang biasanya
dilakukan dan kita nilai dari reaksi atau tangisan si anak (bayi).
Pemeriksaan rasa suhu. Ada dua macam rasa-suhu, yaitu rasa panas dan rasa dingin.
Rangsangan rasa-suhu yang berlebihan akan mengakibatkan rasa nyeri. Rasa suhu diperiksa
dengan menggunakan tabung reaksi yang diisi dengan air es untuk rasa dingin, dan untuk rasa
panas dengan air panas. Penderita disuruh mengatakan "dingin" atau "panas" bila dirangsang
dengan tabung reaksi yang berisi air dingin atau air panas. Untuk memeriksa rasa dingin
dapat digunakan air yang bersuhu sekitar 10-20o derajat Celsius, dan untuk panas yana
bersuhu 40 - 50 C. Suhu yang kurang dari 5 C dan yang lebih tinggi dari 50 C dapat
menimbulkan rasa-nyeri.
Kepekaan bagian-bagian tubuh terhadap rangsang suhu tidak sama. Bagian dari badan dan
bagian proksimal ekstremitas biasanya kurang peka terhadap rasa-dingin, bila dibandingkan
dengan bagian distal ekstremitas.
Pada pemeriksaan rasa-suhu diperiksa seluruh tubuh dan dibandingkan bagian-bagian
yang simetris. Bagian yang simetris ini harus diusahakan agar berada dalam kondisi yang
sama, misalnya bagian tersebut harus sama-sama baru dibuka dari penutupnya (pakaian).
Jangan yang satu sudah lama terbuka sedang yang satu lagi baru saja dibuka penutupnya.
Perubahan rasa-suhu dinyatakan dengan kata anestesia-suhu (therm-anesthesia tidak merasa),
hipestesia-suhu (therm-hypesthesia, kurang merasa), atau hiperestesia-suhu (therm-
hyperesthesia, lebih merasa); dan ditambahkan kata dingin atau panas. Kadang-kadang selain
memeriksa kemampuan penderita untuk membedakan rasa dingin dan panas, perlu juga
ditentukan sampai berapa derajat yang masih dapat dibedakannya. Biasanya orang normal
dapat membedakan suhu yang berbeda 2 sampai 5 derajat Celsius, tetapi makin tinggi atau
makin rendah suhu yang digunakan, dibutuhkan perbedaan yang lebih besar supaya dapat
dibedakan. Dalam praktek sehari-hari sudah cukup bila pasien dapat membedakan rangsang
dingin dan panas. Hipestesia-suhu terhadap rasa-dingin sering dijumpai pada lesi talamik.
39
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
Rasa-gerak dan rasa-sikap. Rasa-gerak juga disebut sebagai rasa-kinetik. Rasa-gerak
dirasakan saat tubuh atau bagian tubuh digerakkan secara aktif atau pasif; Jadi, rasa gerak
merupakan rasa bahwa seseorang tahu bagian dari tubuhnya digerakkan. Pada rasa-sikap atau
rasa-posisi, seseorang tahu bagaimana sikap tubuh atau bagian dari tubuh.
Pada hakekatnya rasa-gerak dan rasa-sikap adalah majemuk. Pengetahuan tentang sikap
bagian tubuh kita pada suatu waktu merupakan1 hasil integratif dari impuls yang datang dari
berbagai reseptor. Impuls ini disalurkan ke sentral melalui susunan funikulus dorsalis dan
selanjutnya ke talamus oleh susunan lemniskus medialis.
Rasa getar. Ada pakar yang berpendapat bahwa rasa-getar terjadi karena suatu
rangsang (impuls) tekan pada reseptor-mekanis yang terletak agak dalam dan dangkal, yang
terjadi secara bergantian. Anggapan ini dilandasi atas pengalaman klinik bahwa pada lesi
saraf perifer, rasa-getar dan rasa-raba kasar dan halus selalu bersama-sama terganggu.
Rasa-raba-kasar, rasa-tekan. Rasa-raba-kasar di dalam praktek disamakan dengan
rasa-tekan. Penghantaran stimulusnya diurus oleh serabut susunan funikuli dorsales.
Rasa-nyeri-dalam. Tekanan yang keras menimbulkan rasa-nyeri-dalam yang sulit di
lokalisasi dengan tepat, rinci dan tidak mempunyai batas yang tegas. Reseptornya tidak
mempunyai bentuk yang khas. Ujung-ujung saraf yang tidak berselubung yang berada di
jaringan ikat, otot dan tulang, di anggap merupakan reseptor impuls rasa-nyeri-dalam.
Berbeda dari modalita sensibilitas lain daripada rasa proprioseptif, penghantaran impuls rasa-
nyeri-dalam ke sentral tidak melalui funikulus dorsalis, tetapi melalui susunan spinotalamik
tak langsung yang terletak di funikulus anterolateralis.
Pemeriksaan rasa-gerak dan rasa-sikap.
Biasanya rasa-gerak dan rasa-posisi diperiksa bersamaan. Ini dilakukan dengan
menggerakkan jari-jari secara pasif dan menyelidiki apakah pasien dapat merasakan gerakan
tersebut serta mengetahui arahnya (gambar 7-8). Juga diselidiki derajat gerakan terkecil yang
masih dapat dirasakannya. Pada orang normal ia sudah merasakan arah gerakan bila sendi-
interfalang digerakkan sekitar dua derajat atau 1 mm. Selain itu, juga diselidiki apakah ia tahu
posisi dari jari-jarinya.
40
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
Pada gangguan yang ringan yang pertama terganggu ialah rasa posisi jari, kemudian
rasa-gerak. Selanjutnya, pada pemeriksaan rasa-gerak dan rasa-sikap ini kita gerakkan bagian
dari ekstremitas penderita. la disuruh mengatakan pada posisi apa ekstremitasnya kita
tempatkan. Selama pemeriksaan, mata pasien dipejamkan atau ditutup. Badan dan
ekstremitas diistirahatkan dan dilemaskan. Semua gerakan volunter dihindarkan. Waktu kita
meng-gerakkan bagian ekstremitas pasien, misalnya jari kaki, kita harus memegang jari-
jarinya pada bagian lateral, Tujuannya ialah agar pasien tidak dapat menggunakan rasa
eksteroseptifnya (rasa raba halus) untuk mengetahui arah gerakan tersebut. Jari yang
diperiksa diupayakan agar tidak bersentuhan dengan jari lainnya, karena hal ini dapat
dimanfaatkan pasien untuk mengetahui arah gerakan dari sentuhan, apabila rasa-geraknya
terganggu. Pasien juga dilarang menggerakkan jarinya secara aktif, sebab hal ini dapat pula
menolongnya untuk mengetahui posisi jarinya. Sambil memperhatikan hal yang tersebut di
atas, kemudian pasien disuruh mengatakan "ya" bila ia merasakan suatu gerakan, kemudian ia
disuruh pula mengatakan ke arah mana gerakan tersebut, "atas" atau "bawah". Rasa-gerak
dan rasa posisi ini dapat pula diperiksa dengan jalan menempatkan jari penderita pada suatu
posisi, kemudian ia disuruh mengatakan posisi dari jari tersebut atau ia disuruh menempatkan
jari sisi lainnya seperti posisi jari yang kita periksa. Gerakan yang terkecil yang masih dapat
dirasakan ialah sekitar dua derajat.
Dalam praktek sehari-hari biasanya kita hanya memeriksa rasa gerak dan rasa-sikap
pada jari-jari. Namun demikian, bila dijumpai gangguan, maka dilanjutkan dengan
pemeriksaan pada bagian badan lainnya yang lebih besar, misalnya tangan dan kaki. Kaki
kita gerakkan secara pasif dan dengan mata tertutup pasien disuruh menunjukkan di mana
letak ibu jari atau tumitnya; atau satu lengan kita tempatkan secara pasif pada satu posisi
tertentu, kemudian dengan mata tertutup pasien disuruh menempatkan lengan yang lainnya
pada sikap yang sama; atau satu tangan kita gerakkan secara pasif, kemudian dengan mata
tertutup ia disuruh memegang ibu-jari tangan tersebut dengan tangan lainnya.
Beberapa tes untuk memeriksa ataksia, misalnya tes tunjuk-hidung (tangan
menunjuk hidung) dan tes tumit-lutut (tumit ditempatkan pada lutut yang satu lagi), bila tes
tersebut dilakukan dengan mata tertutup merupakan tes rasa gerak dan sikap. Rasa-gerak dan
rasa-sikap dapat pula diperiksa dengan memperhatikan bagaimana pasien bergerak dan
berjalan. Seseorang yang menderita gangguan rasa-gerak dan rasa-sikap pada ekstremitas
41
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
bawah tidak mengetahui bagaimana sikap kaki atau badannya. Misalnya, pasien tabes
dorsalis mampu berdiri dengan sikap tegak yang baik bila matanya terbuka (ia melihat),
namun jika matanya ditutup ia akan ter huyung dan kemudian jatuh; hal ini disebabkan oleh
gangguan pada rasa-sikap. Pada pemeriksaan Romberg, kita katakan bahwa tanda Romberg
positif bila seseorang mampu berdiri dengan kedua kaki rapat dan mata terbuka, namun bila
matanya ditutup ia akan terhuyung dan jatuh. Tanda Romberg positif merupakan salah satu
gejala dini dari tabes dorsalis.
Pemeriksaan rasa getar. Pemeriksaan rasa-getar biasanya dilakukan dengan jalan
menempatkan garputala yang sedang bergetar pada ibu jari kaki, maleolus lateral dan medial
kaki, tibia, spina iliaka anterior superior, sakrum, prosesus spinosus vertebra, sternum,
klavikula, prosesus stiloideus radius dan ulna dan jari-jari.
Sebelumnya perlu dijelaskan kepada pasien bahwa kita akan memeriksa rasa-getar,
dan bukan rasa-raba yang ditimbulkan oleh ditempatkannya garputala atau bunyi garpu tala
tersebut.
Biasanya garpu tala yang digunakan berfrekuensi 128 Hz. Garpu tala kita ketok dan
ditempatkan pada ibu jari kaki atau tulang maleolus. Pasien ditanya apakah ia merasa
getarannya; dan ia disuruh memberitahukan bila ia mulai tidak merasakan getaran lagi. Bila
getaran mulai tidak dirasakan, garpu tala kita pindahkan ke pergelangan atau sternum atau
klavikula atau kita bandingkan dengan jari kaki kita sendiri. Dengan demikian, kita dapat
memeriksa adanya rasa-getar, dan sampai berapa lemah masih dapat dirasakan, dengan jalan
membandingkan dengan bagian lain dari tubuh atau dengan rasa-getar pemeriksa.
Pada penyakit yang melibatkan kolumna posterior, rasa-getar lebih dulu terganggu
atau menghilang pada ekstremitas bawah daripada ekstremitas atas. Berkurangnya rasa getar
kadang merupakan gejala dini dari tabes dorsalis. Untuk menyatakan hilangnya rasa-getar
dapat digunakan kata : pallanesthesia.
Pemeriksaan rasa-raba-kasar (rasa tekan). Rasa-raba-kasar atau rasa-tekan diperiksa
dengan jalan menekan dengan jari atau benda tumpul pada kulit, atau dengan jalan memencet
otot tendon dan serabut saraf (jangan terlalu kuat, karena akan terasa rasa-nyeri). Kemudian,
pasien disuruh memberitahu apakah ia merasakan tekanan tersebut, dan diminta menentukan
tempat (lokasinya).
42
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
Kata piesthesia digunakan untuk menyatakan adanya rasa-tekan.
Kata baresthesia kadang digunakan untuk rasa-tekan atau rasa-berat. Kata ini perlu dibedakan
dari kata barognosia yang berarti mengenal serta mampu membedakan berat.
Pemeriksaan rasa-nyeri-dalam. Rasa-nyeri-dalam diperiksa dengan jalan memencet otot atau
tendon, menekan serabut saraf yang terletak dekat permukaan dan juga dengan memencet
testes atau biji-mata.
Dalam praktek sehari-hari hal ini dilakukan sebagai berikut:
Kita pencet otot lengan atas, lengan bawah, paha, betis dan tendon Achilles. Perhatikan
apakah pasien peka terhadap rangsang nyeri-dalam ini. Juga ditekan biji mata, laring,
epigastrium dan testes.
Rasa-nyeri-dalam menghilang pada stadium dini tabes dorsalis. Menghilangnya rasa-
nyeri-dalam dalam hal ini bukanlah karena rusaknya funikulus dorsalis, melainkan karena
perubahan patologik pada ganglion spinalis (dorsal root ganglia). Sebelum rasa-nyeri-dalam
menghilang, biasanya terlebih dahulu didapatkan reaksi-nyeri yang terlambat (delayed pain
reaction), baik bagi rasa-nyeri-superfisial maupun bagi rasa-nyeri-dalam. Dalam hal
demikian, timbulnya reaksi terhadap rangsang nyeri tidak segera terjadi setelah diberikan
rangsang, tetapi beberapa saat kemudian.
Saraf yang terletak di permukaan diperiksa juga rasa-nyeri tekannya. Pada neuritis, ini
dapat menjadi lebih peka terhadap nyeri-tekan. Pada penyakit kusta, selain meningkatnya
rasa-nyeri-tekan, saraf bertambah besar. Dalam hal demikian, perlu di raba sarafnya, untuk
mengetahui besarnya serta kemungkinan adanya benjolan-benjolan. Biasanya kita periksa
nervus ulnaris, nervus peroneus, nervus aurikularis magnus dan nervus supraorbitalis.
Pemeriksaan rasa-nyeri-tekan ini dapat pula dilakukan dengan jalan mengetok enteng saraf
tersebut.
Rasa Interoseptif
Rasa-interoseptif ialah perasaan dari visera (organ dalam tubuh), yaitu rasa yang
timbul dari organ-organ internal. Seorang pasien mungkin mengemukakan gangguan
perasaan berupa rasa nyeri, mules atau kembung. Misalnya usus mules, perut kembung,
kandung kencing serasa penuh. Nyeri viseral ini biasanya difus, tidak tegas lokalisasinya.
Pada pemeriksaan neorologi rasa interoseptif ini sukar dievaluasi dan sukar diperiksa. Selain
43
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
lokalisasinya yang difus, kita tidak dapat melakukan tes pada organ yang letaknya di dalam
tubuh.
Nyeri Rujukan ,
Nyeri rujukan (referred pain) perlu diketahui. Bersamaan dengan nyeri interoseptif
yang diderita seorang pasien, ia mungkin pula mengalami nyeri somatik, yang mempunyai
asal yang reflektoris. Nyeri somatik ini disebut referred pain (nyeri rujukan) dan biasanya
berbentuk hiperalgesia.
Nyeri rujukan ini biasanya didapatkan pada dermatom yang sama atau yang
berdekatan dengan organ internal, sebagai akibat persarafan segmentai yang sama, namun
mungkin juga pada tempat yang lebih jauh. Sebagai contoh kami kemukakan hal berikut:
Nervus frenikus mensarafi diafragma dan jaringan di sekitarnya, yaitu jaringan pleura dan
jaringan ekstraperitoneal yang berada di dekat kandung empedu dan hepar. Serabut saraf
frenikus ini berasal dari saraf spinal servikal 3,4 dan 5. Iritasi kandung empedu, hepar atau
bagian tengah diafragma dapat mengakibatkan rasa-nyeri dan hiperestesia di daerah organ
tersebut, tetapi di samping itu kita dapatkan pula rasa-nyeri di kuduk dan bahu, yaitu daerah
kutan (kulit) dari nervus spinal servikal 3,4 dan 5 tersebut. Nyeri rujukan ini mungkin
disebabkan oleh refleks visero-kutan.
Daerah rujukan yang perlu kita ketahui, antara lain ialah: nyeri angina pektoris dapat
dirujuk sampai lengan kiri, nyeri di ginjal dapat dirujuk ke daerah inguinal.
Rasa Somestesia Luhur
Perasaan somestesia luhur ialah perasaan yang mempunyai sifat diskriminatif dan
sifat tiga-dimensi. Kadang digunakan juga kata rasa-gabungan (combined sensation). Rasa
somestesia luhur bukanlah hanya gabungan dari rasa yang telah kita perbincangkan terdahulu.
Pada rasa somestesia-luhur dibutuhkan komponen kortikal untuk persepsi akhir. Dalam hal
ini komponen kortikal merupakan fungsi dari lobus parietal yang bertindak untuk
menganalisis serta mensintesa tiap macam perasaan, mengkorelasi serta mengintegrasi
impuls, menginterpretasi rangsang dan juga menyaring serta mengambil engram-engram
untuk membantu mengenal impuls tersebut. Jadi yang diutamakan di sini ialah fungsi
44
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
diskriminatif serta fungsi persepsi. Rasa somestesia luhur meliputi rasa diskriminasi,
barognosia, stereognosia, topostesia (topognosia), grafestesia.
Diskriminasi. Dua titik, atau spasial ini merupakan kemampuan untuk mengetahui,
bahwa kita ditusuk dengan dua jarum atau dengan satu jarum pada saat yang sama.
Pemeriksaan rasa diskriminasi. Pada pemeriksaan rasa-diskri-minasi infa di tes kemampuan
untuk mengetahui apakah kita ditusuk dengan dua jarum atau satu jarum pada waktu yang
bersamaan. Untuk maksud ini dapat digunakan jangka Weber atau dua buah jarum, atau
peniti. Bagian-bagian dari badan kita tusuk pada waktu yang bersamaan dengan dua jarum.
Pasien harus mampu mengetahui apakah ia ditusuk dengan satu atau dua jarum. Perlu
diketahui jarak yang terkecil yang masih dapat dirasakan sebagai dua tusukan. Jarak ini
berbeda-beda pada bagian tubuh, misalnya pada lidah, bila kedua tusukan berjarak 1 mm
sudah dapat dirasakan sebagai dua tusukan; pada ujung j'ari dibutuhkan jarak 2 - 4 mm; pada
telapak tangan 8-12 mm; pada punggung tangan 20 - 30 mm; pada punggung 40 - 70 mm;
dan pada lengan atas dan paha jarak terkecilnya ialah 75 mm. Pada pemeriksaan ini perlu
pula dibandingkan bagian badan yang simetris. Bila seorang pasien terganggu rasa
diskriminasinya, sedangkan rasa rabanya baik, hal ini menunjukkan adanya lesi di lobus
parietalis.
Barognosia. Barognosia ialah kemampuan untuk mengenal berat benda yang
dipegang, atau kemampuan membeda-bedakan berat benda. Kemampuan ini akan terganggu
bila rasa proprioseptif, terutama rasa-sikap dan rasa-gerak tidak sempurna lagi. Untuk
memeriksa ini kita gunakarv benda-benda yang bentuk dan ukurannya sama serta terbuat dari
zat yang sama, namun beratnya dibuat berbeda, misalnya dengan menambahkan pemberat
(misalnya timbal) di dalamnya. Hilangnya kemampuan untuk membedakan berat disebut
baragnosia.
Stereognosia. Stereognosia merupakan kemampuan untuk mengenal bentuk benda
dengan jalan meraba, tanpa melihat. Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat mengenal gelas,
botol, atau kunci dengan jalan meraba tanpa melihat. Bila kemampuan ini terganggu atau
hilang, penderita disebut menderita astereognosia, atau agnosia-taktil.
Astereognosia hanya dapat ditentukan bila rasa eksteroseptif dan proprioseptif baik;
jika hal ini terganggu, rangsang atau impuls tidak sampai ke korteks untuk disadari dan
45
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
diinterpretasi.
Beberapa tahap dapat kita rinci dalam mengenal suatu benda. Mula-mula ukuran benda
tersebut dikenal, kemudian bentuknya dalam dua dimensi, diperhatikan dan setelah itu bentuk
dalam tiga dimensi dan akhirnya timbullah pengenalan benda tersebut. Pemeriksaan ukuran
dapat dilakukan dengan jalan menggunakan benda yang bentuknya sama, tapi ukurannya
berbeda. Bentuk diperiksa dengan menggunakan benda yang berbentuk sederhana, misalnya
bundar, segi empat, segitiga; bentuk tiga dimensi dengan menggunakan benda-benda
stereometris, misalnya kubus, piramid atau bola. Kemudian daya mengenal diperiksa dengan
jafan merabakan benda sederhana seperti kunci, kancing, pisau, pinsil, dan penderita disuruh
mengenalinya.
Pemeriksaan Stereognosia. Cara memeriksa rasa-stereognosia ialah: penderita
disuruh menutup mata, kemudian ditempatkan bermacam benda ke dalam tangannya. Benda
yang ditempatkan ini hendaklah benda yang sederhana dan telah dikenal pada kehidupan
sehari-hari, misalnya kunci, gelas, uang logam, atau arloji. la disuruh menyebutkan benda apa
yang sedang dipegangnya. Jika ia tidak mampu menyebutkan nama benda tersebut, ia disuruh
melukiskan ukuran, bentuk dan materi benda tersebut. Rasa stereognosia diperiksa pada
tangan; jika tangan pasien lumpuh kita tolong ia memegang atau menggenggam benda
tersebut.
Topestesia (topognosia). Topestesia atau topognosia ialah kemampuan untuk
melokalisasi tempat dari rasa-raba. Bila orang tidak mampu melokalisasi rasa-raba ini,
sedang rasa eksteroseptifnya baik, hal ini biasanya disebabkan oleh lesi yang melibatkan
lobus parietal, dan disebut topagnosia atau topoanestesia.
PEMERIKSAAN KOORDINASI GERAKAN
Koordinasi gerak terutama diatur oleh serebelum. Secara sederhana dapat dikatakan
bahwa gangguan utama dari lesi di serebelum ialah adanya dissinergia, yaitu kurangnya
koordinasi. Artinya bila dilakukan gerakan yang membutuhkan kerjasama antar otot, maka
otot-otot ini tidak bekerja sama secara baik, walaupun tidak didapatkan kelumpuhan. Hal ini
terlihat jika pasien berdiri, jalan, membungkuk, atau menggerakkan anggota badan. Ada 2 hal
yang perlu diperhatikan pada dissinergia ini, yaitu : gangguan gerakan dan dismetria.
46
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
Selain itu, serebelum ikut berpartisipasi dalam mengatur sikap, tonus, mengintegrasi,
dan mengkoordinasi gerakan somatik. Lesi pada serebelum dapat menyebabkan gangguan
sikap dan tonus, dissinergia atau gangguan koordinasi gerakan (ataksia). Gerakan menjadi
terpecah-pecah, dengan lain perkataan : kombinasi gerakan yang seharusnya dilakukan secara
simultan (sinkron) dan harmonis, menjadi terpecah-pecah dan dilakukan satu per satu serta
kadang simpang siur. Dissinergia ialah kehilangan kemampuan untuk melakukan gerakan
majemuk dengan tangkas, harmonis, dan lancar.
Gejala klinis yang kita dapatkan pada gangguan serebelar ialah adanya: gangguan
koordinasi gerakan (ataksia), disdiadokhokinesia, dismetria, tremor intensi, disgrafia
(makrografia), gangguan sikap, nistagmus, fenomena rebound, astenia, atonia, dan disartria.
Dismetria
Dismetria pada gerakan, yaitu gerakan yang tidak mampu dihentikan tepat pada
waktunya atau tepat pada tempat yang dituju. Sering kita jumpai adanya hipermetria, yaitu
melampaui tujuan; tetapi sesekali didapatkan juga adanya hipometria, yaitu gerakan berhenti
sebelum sampai pada tujuan, yang disebabkan karena pasien takut melampaui tujuannya.
Gangguan Gerakan
Gangguan gerakan adalah berkurangnya kerjasama antar otot. Pada orang normal, bila
ia mengedik ke belakang, pada waktu yang bersamaan ia akan memfleksikan lutut (tungkai)
nya untuk menjaga keseimbangan. Akan tetapi, pada penderita gangguan serebelar, saat
mengedikkan badannya ke belakang, ia selalu menegangkan tungkainya, sehingga ia berada
dalam bahaya akan jatuh. Selain itu, gangguan koordinasi gerakan dapat diketahui dengan
melihat adanya disdiadokokinesia.
Disdiadokokinesia.
Hal ini merupakan ketidakmampuan melakukan gerakan yang berlawanan berturut-
turut. Suruh pasien merentangkan kedua lengannya ke depan, kemudian suruh ia mensupinasi
dan pronasi lengan bawahnya (tangannya) secara bergantian dan cepat. Pada sisi lesi, gerakan
ini dilakukan lamban dan tidak tangkas.
47
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
Tremor intensi.
Tremor intensi ialah tremor yang timbul bila melakukan gerak volunter (dengan
kemauan), dan menjadi lebih nyata bila menghampiri tujuannya. Tremor intensi dapat pula
diperiksa dengan jalan menyuruh pasien mengambil benda yang kecil, makin dekat ia pada
benda tersebut, makin jelas tremor pada tangannya.
Pada dismetria, luas, jalan, serta cepatnya gerakan tidak adekuat. Penderita seolah-
olah mengingkari dalil yang mengatakan bahwa jarak yang terpendek antara dua titik ialah
satu garis lurus. Hipermetria terlihat bila ia berjalan, dalam hal ini gerakan kaki ke atas dan
ke bawah berlebihan. Selain itu, bila ia disuruh melakukan suatu gerakan, maka gerakan ini
melampaui tujuannya. Hipermetria ini terutama menyatakan diri dalam adanya
kecenderungan untuk hiperfleksi. Anggota gerak bawah lebih banyak terkena daripada
anggota gerak atas. Gangguan serebelum dapat diperiksa dengan berbagai cara yaitu :
percobaan tunjuk hidung, percobaan jari-jari, percobaan tumit lutut, dan pemeriksaan
tentang adanya disgrafia.
Percobaan tunjuk-hidung.
Pasien disuruh menutup mata dan meluruskan lengannya ke samping, kemudian ia
disuruh menyentuh hidungnya dengan telunjuk. Pada lesi serebelar telunjuk tidak sampai di
hidung tetapi melewatinya dan sampai di pipi. Bila jari mendekati hidung terlihat tremor
(tremor intensi) atau pasien disuruh menunjuk telunjuk pemeriksa, kemudian menunjuk
hidungnya, berulang-ulang.
Percobaan jari-jari.
Penderita disuruh merentangkan kedua lengannya ke samping sambil menutup mata.
Ia kemudian disuruh mempertemukan jari-jarinya di tengah depan. Lengan di sisi lesi akan
ketinggalan dalam gerakan ini, dan mengakibatkan jari sisi yang sehat melampaui garis
tengah.
48
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
Percobaan tumit-lutut.
Penderita berbaring dengan kedua tungkai diluruskan, kemudian ia disuruh menempatkan
tumit pada lutut kaki yang lain. Tumit ini tidak tepat mengenai lutut. Terlihat pasien
mengadakan fleksi lutut yang berlebihan sehingga tumit melampaui lutut dan sampai di paha.
Disgrafia.
Hal ini biasanya dalam bentuk makrografia. Karena ada dismetria dalam bentuk
hipermetria, terlihat huruf dituliskan besar-besar dan kadang makin lama makin besar. Selain
itu, bentuk hurufnyapun tidak bagua dan kaku.
PEMERIKSAAN VEGETATIF
Yang terpenting adalah pemeriksaan miksi, yaitu dengan cara: anamnesis dan
pemeriksaan.Anamnesis: apakah miksi spontan, disadari, bisa ditahan atau tidak, keluar terus-
menerus atau sekalikeluar sekali berhenti atau tidak dapat keluar sama sekali.
Pemeriksaan:
Tekan vesica urinaria untuk menentukan apakah penuh atau tidak
Observasi ujung urethra eksterna, basah terus atau tidak
Tekan vesica urinaria apakah terjadi pengosongan urine, lalu lakukan catheterisasi
untuk menentukan rest urine
Macam-macam kelainan miksi:
1. Inkontinensia urineSuatu keadaan dimana urine keluar terus-menerus secara menetes,
2. Retensio urin, Suatu keadaan dimana urine tidak dapat keluar baik secara disadari atau tidak,
sedangkan vesicaurinaria penuh.
3. Automatic bladder Suatu keadaan diman urine dapat dikeluarkan dengan adanya gaya berat atau
rangsangan pada os pubis dan lipatan inguinal.
4. Atonic bladder Suatu keadaan dimana urine dapat dikeluarkan dengan menekan supra pubis.
Residual urine padakeadaan ini lebih banyak dari automatic bladder
49
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
PEMERIKSAAN VERTEBRE
Melihat Adanya Kelainan-Kelainan Vertebre, Seperti
1. Scoliosis, kelainan pada rangka tubuh yang berupa kelengkungan ke kiri atau ke
kanan Sebanyak 75-85% kasus skoliosis merupakan idiofatik, yaitu kelainan yang
tidak diketahui penyebabnya. Sedangkan 15-25% kasus skoliosis lainnya
merupakanefek samping yang diakibatkan karena menderita kelainan tertentu,
seperti distrofi otot, sindrom Marfan, sindrom Down, dan penyakit lainnya. Berbagai
kelainan tersebut menyebabkan otot atau saraf di sekitar tulang belakang tidak
berfungsi sempurna dan menyebabkan bentuk tulang belakang menjadi melengkung
2. Lordosis kelainan pada rangka tubuh dimana tulang belakang tertarik kedepan. Sering
diakibatkan karena efek dari kehamilan
3. Kifosis adalah Tulang punggung yang melengkung dengan bongkol yang menonjol
kebelakang
50
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
TANDA PERANGSANGAN RADIKULER
Tanda perangsangan radikuler biasanya terdapat pada penyakit hnp (hernia nucleus pulposus.
pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu;
1. laseque : kaki difleksikan pada sendi panggul dengan sendi lutut tetap ekstensi
respon berupa tahanan dengan sudut > 60°
2. cross laseque : lakukan tes laseque, nyeri pada kaki yang berlawanan
3. Lhermitte test: pesakit dalam posisi duduk, pemeriksa berada di belakang pesakit.
Kedua tangan pemeriksa diletakkan di atas kepala pesakit.fleksikan leher pesakit dan
berikan tahanan ringan dengan kedua tangan pemeriksa. Gerakan ini diikuti dengan
merotasikan leher pesakit kesemua arah. Jika positif, pesakit akan merasakan nyeri
menjalar sepanjang dermatom.
TES GANGGUAN FUNGSI CEREBRAL
Tes gangguan fungsi serebelar terutama didasarkan atas adanya dissinergia, yang
berupa gangguan gerakan dan hipermetria. Perlu rasanya diketahui bahwa gejala gangguan
serebelar sering makin lama makin berkurang atau menghilang. Hal ini disebabkan karena
ada kompensasi atau karena pusat-pusat lain di otak mengambil alih tugas serebelum ini. Hal
demikian jarang dijumpai pada kerusakan sistem lainnya. Jadi, walaupun kita menjumpai
gejala gangguan serebelar pada masa akut, hal ini mungkin berkurang atau tidak ada lagi
pada lesi yang sudah lama.
Sikap
Pada lesi serebelar yang unilateral, didapatkan deviasi kepala dan badan ke sisi lesi
dan terdapat pula salah-tunjuk (past pointing) ke arah lesi. Bila pasien berdiri, badan
cenderung jatuh ke arah lesi. Bila ia berjalan, tungkai diangkat secara berlebihan, lengan
kurang dilenggangkan, dan jalannya berdeviasi ke sisi lesi. Pada lesi serebelum bagian tengah
(vermis), pasien tidak dapat berdiri tegak (lurus), ia akan jatuh ke depan atau belakang.
Ataksia
Gangguan Gerakan Jalan Yang Tidak Teratur Oleh Karena Impuls Proprioseptif Tidak Dapat
Diintegrasikan (Gangguan Koordinasi Gerakan)
51
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
Nistagmus
Nistagmus dapat disebabkan oleh lesi di traktus vestibuloserebelar, vermis, atau
pedunkulus serebeli inferior. Ia dapat juga disebabkan oleh rusaknya hubungan antara
serebelum dengan pusat-pusat lain atau lesi serebelum sendiri. Nistagmus dapat pula
disebabkan oleh terganggunya koordinasi otot-otot mata, jadi merupakan asinergia serebeli.
Sikap bola mata yang seharusnya tetap bila ia difiksasi pada satu jurusan menjadi berubah-
ubah, yaitu bola mata bergerak secara spontan cepat ke arah fiksasi, lalu kembali secara
spontan lambat ke posisi semula, kemudian bergerak lagi ke tempat fiksasi, kembali lagi ke
posisi semula dan seterusnya bolak-balik. Hal ini disebut nistagmus (gerak ritmik bola mata).
Untuk memeriksanya, mata pasien disuruh mengikuti jari pemeriksa yang digerakkan ke
samping kiri, kanan, atas, dan bawah. Perhatikan adanya nistagmus dan tentukan apakah ada
komponen lambat dan cepat.
Fenomena rebound
Pada gangguan serebelar, fenomena rebound berarti tidak mampu menghentikan
gerakan tepat pada waktunya. Dalam hal ini, penderita disuruh meluruskan lengannya.
Kemudian ia disuruh menarik tangannya ke arah bahunya atau hidung sambil kita halangi
(berikan tahanan). Bila tahanan kita lepas secara mendadak, gerakan fleksi ini tidak segera
berhenti dan tangan akan memukul bahu atau mukanya dengan keras. Jadi, terlihat
ketidakmampuan menghentikan gerakan dengan segera atau menggantikannya dengan
antagonisnya.
Astenia.
Astenia adalah lekas lelah dan bergerak lamban. Hal ini juga merupakan gejala dari
gangguan serebelar. Otot lekas lelah dan lemah (walaupun tidak ada parese). Gerakan dimulai
dengan lamban, demikian juga dengan kontraksi dan relaksasi.
Vertigo
Gangguan orientasi ruangan dimana perasaan dirinya bergerak berputar terhadap
ruangan di sekitarnya atau ruangan sekitarnya bergerak terhadap dirinya
52
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
Disartria
Disartria adalah gangguan bicara yang diakibatkan cidera neuromuscular, gangguan
bicara ini diakibatkan luka pada system saraf, yang pada gilirannya mempengaruhi bekerja
baiknya satu atau beberapa otot yang diperlukan untuk berbicara.
GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL/EKSTRAPIRAMIDAL SINDROM (EPS)
a. Reaksi Distonia Akut (ADR)
Keadaan ini merupakan spasme atau kontraksi involunter, akut dari satu atau lebih
kelompok otot skelet yang lazimnya timbul dalam beberapa menit. Kelompok otot yang
paling sering terlibat adalah otot wajah, leher, lidah atau otot ekstraokuler,
bermanifestasi sebagai tortikolis, disastria bicara, krisis okulogirik dan sikap badan yang
tidak biasa. Suatu ADR lazimnya mengganggu sekali bagi pasien. Dapat nyeri atau
bahkan dapat mengancam kehidupan dengan gejala-gejala seperti distonia laring atau
diafragmatik. Reaksi distonia akut sering sekali terjadi dalam satu atau dua hari setelah
pengobatan dimulai, tetapi dapat terjadi kapan saja. Keadaan ini terjadi pada kira-kira
10% pasien, lebih lazim pada pria muda, dan lebih sering dengan neuroleptik dosis
tinggi yang berpotensi lebih tinggi, seperti haloperidol dan flufenazine. Reaksi distonia
akut dapat merupakan penyebab utama dari ketidakpatuhan dengan neuroleptik karena
pandangan pasien mengenai medikasi secara permanent dapat memudar oleh suatu
reaksi distonik yang menyusahkan.
b. Akatisia
Sejauh ini EPS ini merupakan yang paling sering terjadi. Kemungkinan terjadi pada
sebagian besar pasien yang diobati dengan medikasi neuroleptik, terutama pada populasi
pasien lebih muda. Terdiri dari perasaan dalam yang gelisah, gugup atau suatu keinginan
untuk tetap bergerak. Juga telah dilaporkan sebagai rasa gatal pada otot. Pasien dapat
mengeluh karena anxietas atau kesukaran tidur yang dapat disalah tafsirkan sebagai
gejala psikotik yang memburuk. Sebaliknya, akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi
gejala psikotik akibat perasaan tidak nyaman yang ekstrim. Agitasi, pemacuan yang
nyata, atau manifestasi fisik lain dari akatisisa hanya dapat ditemukan pada kasus yang
berat. Juga, akinesis yang ditemukan pada parkinsonisme yang ditimbulkan neuroleptik
53
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
dapat menutupi setiap gejala objektif akatisia. Akatisia sering timbul segera setelah
memulai medikasi neuroleptikdan pasien sudah pada tempatnya mengkaitkan perasaan
tidak nyaman. Yang dirasakan ini dengan medikasi sehingga menimbulkan masalah
ketidakpatuhan pasien
c. Akinesia : yang meliputi wajah topeng, kejedaan dari gerakan spontan, penurunan
ayunan lengan pada saat berjalan, penurunan kedipan, dan penurunan mengunyahyang
dapat menimbulkan pengeluaran air liur. Pada bentuk yang yang lebih ringan, akinesia
hanya terbukti sebagai suatu status perilaku dengan jeda bicara, penurunan spontanitas,
apati dan kesukaran untuk memulai aktifitas normal, kesemuanya dapat dikelirukan
dengan gejala negative skizofrenia.
d. Tremor : khususnya saat istiraha, secara klasik dari tipe penggulung pil. Tremor dapat
mengenai rahang yang kadang-kadang disebut sebagai “sindrom kelinci”. Keadaan ini
dapat dikelirukan dengan diskenisia tardiv, tapi dapat dibedakan melalui karakter lebih
ritmik, kecerendungan untuk mengenai rahang daripada lidah dan responya terhadap
medikasi antikolinergik.
e. Rigiditas; kekakuan; peningkatan tonus otot. Dikombinasikan dengan rest tremor,
kekakuan ini menghasilkan fenomena 'cog-wheel' saat ekstremitas digerakkan secara
pasif. Hal ini juga sangat jelas dapat dirasakan dengan cara mempalpasi otot pasien
bahkan pada keadaan rileks
f. Bradikinesia; lamban dalam bergerak
FUNGSI LUHUR
Fungsi luhur adalah kemampuan manusia dari hasil kerja asosiasi dan intergrasi tingkat
tinggi. Fungsi otak itu siklsifikasin menjadi 2 bagian, otak kanan dan otak kiri, pada bagian
otak sebelah kanan cenderuang ke sosilisasi, kemampuan bahasa non verbal, menyanyikan
lagu, imajinasi pengalaman formal dan non formal. Sedangkan belahan otak bagian kiri :
dominan untuk berbahasa bahasa verbal.
Fungsi luhur meliputi dari;
Kesadaran kualitatif
54
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
Ingatan baru
Ingatan lama
Orientasi : diri, tempat, waktu, situasi
Inteligensia : normal, terganggu
Daya pertimbangan : baik, kurang
Reaksi emosi : normal, terganggu
Afasia : gangguan berbahasa (gangguan dalam memproduksi atau memahami
bahasa)- Ekspresif : motorik, area Brocca - Reseptif : area Wernicke
Agnosia : ketidakmampuan mengenali benda-benda yang telah dikenali sebelumnya.-
Agnosia visual : tidak mampu mengenali objek secara visual-Agnosia jari :
ketidakmampuan mengidentifikasi jarinya atau jari orang lain → pasien menutup
mata, pemeriksa memegang salah satu jari pasien, dan pasien membuka mata dan
menunjukkan jari yang diraba tadi.
Akalkulia : ketidakmampuan berhitung
55
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
SKILL 1
PEMERIKSAAN KESADARAN
N0 ASPEK YANG DINILAINILAI
0 1 2
A EYE RESPON
1 SPONTAN
2 MEMBUKA DENGAN RANGSANGAN SUARA
3 MEMBUKA DENGAN RANGSANGAN NYERI
4 TIDAK ADA RESPON DENGAN RANGSANGAN APAPUN
B VERBAL RESPON
5 ORIENTASI BAIK
6BINGUNG (CONFUSED); KATA BAIK, KALIMAT BAIK, TAPI
ISI PERCAKAPAN MEMBINGUNGKAN.
7TIDAK TEPAT; KATA-KATA BAIK TAPI KALIMAT TIDAK
BAIK
8MENGERANG; KATA-KATA TIDAK DAPAT DIMENGERTI,
HANYA MENGERANG
9 TIDAK KELUAR SUARA
C MOTORIK RESPON
10 GERAK MENGIKUTI PERINTAH
11DAPAT MELOKALISASIKAN RASA NYERI/ MENEPIS SAAT
DIBERI RANGSANGAN NYERI
12REAKSI MENGHINDAR MENARIK DIRI DARI
RANGASANGAN
13 FLEKSI
14 EKSTENSI
15
TIDAK ADA GERAK SAMA SEKALI WALAU SUDAH DIBERI
RANGSANGAN
D TOTAL NILAI KESADARAN E? V? M?
Keterangan ; 0=tidak dilakukan
1=dilakukan, tetapi kurang benar
56
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
2=dilakukan dengan benar
Nilai = X 100 % =…… lampoh keude , 2012
SKILL 2
57
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS DAN REFLEKS PATOLOGIS
NO ASPEK YANG DI NILAINILAI
0 1 2
I PEMRIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS
A PEMERIKSAAN REFLEKS BISEPS
1 MINTA PASIEN DUDUK DENGAN SANTAI, LENGAN RILEKS, POSISI
ANTARA FLEKSI DAN EKSTENSI DENGAN SEDIKIT PRONASI, SIKU
PENDERITA DILETAKKAN PADA TANGAN PEMERIKSA
2
LETAKKAN JARI TELUNJUK PEMERIKSA PADA TENDON, LALU
PUKULLAH TENDO TERSEBUT DENGAN REFLEKS HAMMER,RESPON
NORMAL BERUPA KONTRAKSI TENDO BISEPS
B PEMERIKSAAN REFLEKS TRISEPS
3
MINTA PASIEN DUDUK DENGAN SANTAI, LENGAN PASIEN
DIFLEKSIKAN PADA SIKU DAN DIPOSISIKAN DEPAN DADA
4
PEMERIKSAAN MENYOKONG LENGAN PASIEN DAN
MENGINDETIFIKASI TENDON TRISEPS DENGAN MEMPALPASI 2,5
SAMPAI 5 CM DIATAS SIKU
5
PEMUKULAN LANGSUNG PADA TENDON NORMALNYA
MENYEBABKAN KONTRAKSI OTOT TRISEPS DARI EKSTENSI SIKU
C PEMERIKSAAN KNEE PESS REFLEK (KPR)/ REFLEKS PATELLA
6
PASIEN DIDUDUKKAN PADA TEMPAT YANG AGAK TINGGI SEHINGGA
KEDUA TUNGKAI AKAN TERGANTUNG BEBAS ATAU ORANG COBA
BERBARING TERLENTANG DENGAN FLEKSI TUNGKAI PADA SENDI
LUTUT
7
TENTUKANLAH TENDO PATELLA UNTUK MENETAPKAN DAERAH
YANG TEPAT
8
KETUKLAH TENDO PATELLA DENGAN HAMMER SEHINGGA TERJADI
EKSTENSI TUNGKAI DISERTAI KONTRAKSI OTOT KUADRISEPS
D PEMERIKSAAN ACHILLES PESS REFLEKS (APR)/REFLEKS PATELLA
9
TUNGKAI DIFLEKSIKAN PADA SENDI LUTUT DAN KAKI
DIDORSOFLEKSIKAN
10
TENTUKAN LOKASI TENDO ACHILLES UNTUK MENETAPKAN DAERAH
YANG TEPAT
11 KETUKLAH PADA TENDO ACHILLES, SEHINGGA TERJADI PLANTAR
58
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
FLEKSI DARI KAKI DAN KONTRAKSI OTOT GASTROCNEMIUS
II PEMERIKSAAN REFLEKS PATOLOGIS
A PEMERIKSAAN REFLEKS BABINSKY
12
PASIEN DIMINTA BERBARING DANGAN KAKI DILURUSKAN, LAKUKAN
GORESAN PADA TELAPAK KAKI DARI ARAH TUMIT KE ARAH JARI
MELALUI SISI LATERAL
13
RESPON NORMAL AKAN MEMBERIKAN REAKSI BERUPA FLEKSI JARI-
JARI DAN PENARIKAN TUNGKAI. RESPON ABNORMAL MAKA AKAN
TIMBUL REAKSI BERUPA JEMPOL KAKI AKAN DORSOFLEKSI,
SEDANGKAN JARI-JARI LAIN AKAN MENYEBAR ATAU MEMBUKA
B PEMERIKSAAN REFLEKS CHADDOCK
14
PASIEN DIMINTA BERBARING DANGAN KAKI DILURUSKAN, LAKUKAN
GORESAN SEPANJANG TEPI LATERAL PUNGGUNG KAKI DI LUAR
TELAPAK KAKI, DARI TUMIT KE DEPAN
15
RESPON NORMAL AKAN MEMBERIKAN REAKSI BERUPA FLEKSI JARI-
JARI DAN PENARIKAN TUNGKAI. RESPON ABNORMAL MAKA AKAN
TIMBUL REAKSI BERUPA JEMPOL KAKI AKAN DORSOFLEKSI,
SEDANGKAN JARI-JARI LAIN AKAN MENYEBAR ATAU MEMBUKA
C PEMERIKSAAN REFLEKS OPPENHEIM
16
LAKUKAN GORESAN PADA SEPANJANG TEPI DEPAN TULANG TIBIA
DARI ATAS KE BAWAH, DENGAN KEDUA JARI TELUNJUK DAN
TENGAH
17
RESPON NORMAL AKAN MEMBERIKAN REAKSI BERUPA FLEKSI JARI-
JARI DAN PENARIKAN TUNGKAI. RESPON ABNORMAL MAKA AKAN
TIMBUL REAKSI BERUPA JEMPOL KAKI AKAN DORSOFLEKSI,
SEDANGKAN JARI-JARI LAIN AKAN MENYEBAR ATAU MEMBUKA
D PEMERIKSAAN REFLEKS GORDON
18 LAKUKAN GORESAN/MEMENCET OTOT GASTROCNEMIUS
19
RESPON NORMAL AKAN MEMBERIKAN REAKSI BERUPA FLEKSI JARI-
JARI DAN PENARIKAN TUNGKAI. RESPON ABNORMAL MAKA AKAN
TIMBUL REAKSI BERUPA JEMPOL KAKI AKAN DORSOFLEKSI,
SEDANGKAN JARI-JARI LAIN AKAN MENYEBAR ATAU MEMBUKA
Keterangan ; 0=tidak dilakukan
59
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
1=dilakukan, tetapi kurang benar
2=dilakukan dengan benar
Nilai = X 100 % =…… lampoh keude , 2012
SKILL 3
60
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
PEMERIKSAAN NERVUS CRANIALIS
N
OASPEK YANG DINILAI
NILAI
0 1 2
A PEMERIKSAAN NERVUS I (OLFAKTORIUS)
1PASIEN DISURUH UNTUK MEMEJAMKAN MATA,TUTUP SALAH SATU
LUBAN HIDUNG
2
PASIEN DISURUH MEMBEDAKAN BAU YANG
DIRASAKAN( KOPI,TEMBAKAU,ALKOHOL, DLL)
3
NILAI APAKAH NORMOSMIA, ANOSMIA, PAROSMIA, DAN HIPOSMIA.
BANDINGKAN DENGAN HIDUNG YANG LAINNYA
B PEMERIKSAAN NERVUS II (OPTIKUS)
a TAJAM PENGLIHATAN
4 PASIEN DUDUK ATAU BERDIRI DENGAN JARAK 3 METER
5 MINTA PASIEN MENGHITUNG JARI ANDA DARI JARAK TERSEBUT
b LAPANGAN PENGLIHATAN
7
PASIEN DUDUK ATAU BERDIRI BERHADAPAN DENGAN PEMERIKSA
DENGAN JARAK 60-100 CM, MATA KIRI PASIEN BERHADAPAN DENGAN
MATA KANAN PEMERIKSA PADA KETINGGIAN YANG SAMA,
TUTUPLAH MATA PASIEN YANG LAIN
8
KERAKKAN BOLPOIN ANDA DARI LATERAL KE ARAH SENDTRAL
SAMPAI PASIEN DAPAT MELIHAT OBJEK.
9
MINTA LAH PASIEN MEMBERIKAN RESPON JIKA MULAI DAPAT
MELIHAT BENDA DAN HAL INI DIBANDINGKAN DENGAN
PENGLIHATAN PEMERIKSA, APAKAH ANDA JUGA SUDAH DAPAT
MELIHAT OBJEK.
10
BILA ADA GANGGUAN LAPANGAN PENGLIHATAN MAKA PEMERIKSA
AKAN LEBIH DAHULU MELIHAT GERAKAN OBJEK TERSEBUT
C
PEMERIKSAAN NERVUS III (OCULOMOTORIUS), IV (TROCHLEARIS),
VI (ABDUCEN)
a NERVUS OCULOMOTORIUS
11
MERUPAKAN NERVUS YANG MEMPERSARAFI OTOT-OTOT BOLA MATA
EKSTERNA, LEVATOR PALPEBRA DAN KONSTRIKTOR PUPIL
12 PERHATIKAN PTOSIS, LAGOPTALMUS, EKSOPTALMUS, STRABISMUS
13 PEN LIGHT DINYALAKAN MULAI DARI SAMPING) KEMUDIAN
61
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
CAHAYA DIARAHKAN PADA SALAH SATU PUPIL YANG AKAN
DIPERIKSA, MAKA AKAN ADA REKASI MIOSIS, MENILAI APAKAH PUPIL
ISOKOR/ANISOKOR
14 PEMERIKSAAN DOLL'E EYE
b NERVUS TROCHLEARIS
15
MINTA KLIEN UNTUK MELIHAT KEARAH BAWAH DAN KE ARAH ATAS
PERHATIKAN GERAKAN MATA KE BAWAH DAN KEATAS.
c NERVUS ABDUCEN
16
PASIEN DAN PEMERIKSA DUDUK BERHADAPAN, TEMPATKAN SEBUAH
PEN DENGAN JARAK 50 CM
17
MINTALAH PASIEN NTUK MELIHAT KEARAH LATERAL KIRI DAN
KANAN,SEBELUMNYA PEGANG DAGU PASIEN SEBAGAI FIKSASI AGAR
KEPALA PASIEN TIDAK IKUT BERGERAK PERHATIKAN GERAKAN
MATANYA.PERHATIKAN APAKAH MATA PASIEN DAPAT MENGIKUTI
PERGERAKAN PEN
D PEMERIKSAAN NERVUS V (TRIGEMINUS)
a MOTORIK
18
MINTA PASIEN MERAPATKAN GIGINYA SEKUAT MUNGKIN,RABALAH
M.MASSETER DAN M. TEMPORALIS,PERHATIKAN BESARNYA, TONUS,
SERTA KOTURNYA (BENTUK)
19
MINTALAH PASIEN MEMBUKA MULUT, DAN PERHATIKAN APAKAH
ADA DEVIASI RAHANG BAWAH
20
MINTALAH PASIEN MEMNGGIGIT BENDA MISALNYA SPATEL
KEMUDIAN TARIK BENDA TERSEBUT, NILAILAH KEKUATAN
GIGITANNYA
b SENSORIK
21
REFLEK KORNEA. MINTALAH PASIEN UNTUK MELIHAT KEARAH
LATERAL SUPERIOR
22
SENTUHKAN UJUNG KAPAS YANG SUDAH DIPILIN PADA KORNEA, BILA
LANGSUNG BERKEDIP REFLEKS KORNEA BAIK, DAN BANDINGKAN
REFLEKS KEDUA MATA
23 SENSITIFITAS KULIT. PASIEN DI MINTA MENUTUP KEDUA MATA/
DENGANMENGGUNAKAN KAPAS, SENTUHLAH BAGIAN DAHI, PIPI, DAN
DAGU PASIEN. LALU PSIEN DISURUH MENYEBUTKAN DAERAH MANA
62
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
YANG DISENTUUH
E PEMERIKSAAN NERVUS VII (FACIALIS)
a MOTORIK
24 PERHATIKAN WAJAH PASIEN SIMETRIS ATAU TIDAK
25
MINTALAH PASIEN UNTUK MENGERUTKAN DAHI, PERHATIKAN
KESEMETRISANNYA
26
MINTALAH PASIEN UNTUK MEMEJAMKAN MATA DAN KEMUDIAN
COBALAH UNTUK MEMBUKA MATA PASIEN
27
MINTALAH PASIEN UNTUK TERSENYUM, MENUNJUKKAN GIGI,
BERSIUL, DAN MENGGEMBUNGKAN PIPI, PERHATIAKAN
KESIMETRISAN ANTARA WAJAH KIRI DENGAN WAJAH KANAN
b SENSORIK
28
PENGECAPAN 2/3 LIDAH BAGIAN DEPAN. SIAPKAN BEBERAPA
LARUTAN RASA MISALNYA MANIS, ASIN, KECUT
29
LALU PASIEN DISURUH MENJULURKAN LIDAH DAN KERINGKAN
LIDAH DENGAN MENGGUNAKAN TISSUE
30
MINTALAH PASIEN MENUTUP MATA DAN TETESKAN LARUTAN RASA
PADA PERMUKAAN LIDAH PSIEN
31
MINTALAH PASIEN UNTUK MEMBUKA MATA, SAMBIL TETAP
MENJULURKAN LIDAH, DAN MINTALAH PASIEN UNTUK
MRNYEBUTKAN RASA DARI LARUTAN TERSEBUT. LALU NILAILAH
APAKAH BENAR YANG JAWABAN PASIEN
F PEMERIKSAAN NERVUS VIII (AKUSTIKUS)
a PENDENGARAN
TES WEBBER
32
LETAKKAN GARPU TALA YANG TELAH DIBUNYIKAN DI TANGAH DAHI
PASIEN ATAU DILETAKKAN DIVERTEKS
33
MINTALAH PASIEN UNTUK MENDENGARKAN BUNYI GARPU TALA
TADI, DAN MINTALAH IA MENENTUKAN PADA TELINGA MANA DIA
LEBIH MENDENGAR DENGAN KERAS
TES SCWABACH
34
LETAKKAN GARPU TALA YANG TELAH DIBUNYIKAN DI DEPAN
TELINGA PASIEN
35 BILA PASIEN TIDAK DAPAT MENDENGAR BUNYI GARPU TALA,
PINDAHKAN GARPU TALA TERSEBUT KE TELINGA PEMERIKSA, BILA
63
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
MASIH TERDENGAR OLEH PEMERIKSA DIKATAKAN SCWABACH
(KONDUKSI UDARA) MEMENDEK
36
KETUKKANLAH LAGI GARPU TALA PADA TULANG MASTOID PASIEN
DAN DAN MEMINTA PSIEN UNTUK MENDENGARKANNYA
37
BILA PASIEN TIDAK DAPAT MENDENGAR BUNYI GARPU TALA,
PINDAHKAN GARPU TALA PADA TULANG ,MASTOID PEMERIKSA, BILA
PEMERIKSA MASIH MENDENGARKAN BUNYI MAKA DIKATAKAN
SCWABACH (KONDUKSI TULANG) MEMENDEK
TESB RHINNE
38
MENGETUKKAN GARPU TALA KEMUDIAN MELETAKKAN PADA
TULANG MASTOID PASIEN SAMBIL MEMINTA PASIEN UNTUK
MENDENGARKAN BUNYINYA
39
BILA BUNYI TIDAK TERDENGAR LAGI, PINDAHKAN GARPU TALA
KEDEKAT TELINGA PASIEN. BILA MASIH TERDENGAR BUNYI, MAKA
KONDUKSI UDARA LEBIH BAIK DARI PADA KONDUKSI TULANG;
RHINNE POSITIF
40
MEGETUKKAN LAGI GARPU TALA KEMUDIAN MENEMPELKAN PADA
TULANG MASTOID PASIEN DAN MEMINTA PASIEN UNTUK
MENDENGARKANNYA
41
BILA BUNYI TIDAK TERDENGAR LAGI, PINDAHKAN GARPU TALA KE
DEKAT TELINGA PASIEN. BILA BUNYI TIDAK TERDENGAR LAGI
DIKATAKAN RHINNE NEGATIF (KONDUKSI TULANG LEBIH BAIK DARI
PADA KONDUKSI UDARA)
TES BERBISIK
42
MEMBISIKKAN KATA-KATA YANG TERDIRI DARI DUA SUKU KATA
DARI JARAK 1-3 KAKI DARI KEDUA TELINGA PENDERITA
b TES KESEIMBANGAN
TES ROMBERG
43
PADA PEMERIKSAAN INI PASIEN BERDIRI DENGAN KAKI YANG SATU
DIDEPAN KAKI YANG LAINNYA. TUMIT KAKI YANG SATU BERADA
DIDEPAN JARI KAKI YANG LAINNYA, LENGAN DILIPAT PADA DADA
DAN MATA KEMUDIAN DITUTUP.
44
ORANG YANG NORMAL MAMPU BERDIRI DALAM SIKAP ROMBERG
YANG DIPERTAJAM SELAMA 30 DETIK ATAU LEBIH
64
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
TES TANDEM WALKING
45
PASIEN DIMINTA BERDIRI DENGAN TEGAK DAN MATA MELIHAT
LURUS KE DEPAN
46
LALU PASIEN DIMINTA UNTUK BERJALAN LURUS, NILAI ARAH
PERGERAKAN JALAN PASIEN APAKAH LURUS ATAU MIRING
G PEMERIKSAAN NERVUS IX (GLOSSOFARINGEUS), X (VAGUS)
47
MEMINTA PSIEN UNTUK MEMBUKA MULUT DENGAN LEBAR SAMPAI
TERLIHAT DINDING POSTERIOR FARING
48
REFLEKS MUNTAH, MENYENTUH DENGAN SPATEL DINDING
POSTERIOR FARING, NORMAL AKAN MUNCUL REFLEKS MUNTAH
49
PENGECAPAN 1/3 LIDAH BELAKANG LIDAH, PASIEN DIMINTA
MENUTUP MATA DAN MENJULURKAN LIDAH, KERINGKAN LIDAH
DENGANMENGGUNAKAN TISUE, LALU TETESKAN RASA PAHIT DI
PERMUKAAN LIDAH.TANYAKAN KEPADA PASIEN RASA APA YANG
DIRASAKAN
50
MEMINTA PSIEN UNTUK MENYEBUTKAN KATA ''AHH''. NORMAL
UVULA AKAN TERANGKAT LURUS DAN TETAP BERADA DI MEDIAN.
LESI UNILATREAL; DEVIASI UVULA KE SISI YANG SEHAT, ARCUS
FARING LEBIH RENDAH DARI SISI YANG SEHAT, LESIBILATERAL;
TERJADI DISFAGIA DAN REGURGITASI
H PEMERIKSAAN NERVUS XI (ACCESORIUS)
51
MEMINTA PASIEN UNTUK MELIHAT KE SALAH SATU SISI, MISALNYA
KANAN. MENAHAN GERAKAN INI DENGAN MENEMPATKAN TANGAN
PADA DAGU SEBELAH KIRI, PALPASI OTOT
STRENOCLEIDOMASTOIDEUS, NILAI KEKUATANNYA DAN
BANDINGKAN DENGAN YANG SEBELAH LAINNYA
52
MENURUH KEDUA TANGAN PADA BAHU PASIEN, LALU MENYURUH
PASIEN UNTUK MENGANGKAT KEDUA BAHU, NILAI KEKUATANNYA
I PEMERIKSAAN NERVUS XII (HIPOGLOSUS)
53
PASIEN DIMINTA MEMBUKA MULUT DAN PERHATIKAN LIDAH PADA
WAKTU ISTIRAHAT: BESAR LIDAH, SIMETRIS, ATROFI, BERKERUT, DAN
FASIKULASI
54 PASIEN DIMINTA MENJULURKAN LIDAH DAN PERHATIKAN LIDAH;
TREMOR, FASIKULASI, APAKAH TERDAPAT DEVIASI LIDAH KESALAH
65
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
SATU SISI. SEBAGAI PATOKAN DAPAT DIGUNAKAN GARIS ANTARA
KEDUA GIGI INCISIVUS
55
MEMINTA PASIEN UNTUK MNUCAPKAN HURUF "R" ATAU KATA-KATA
YANG MENGANDUNG HURUF "R", MISALNYA "ULAR LARI LURUS".
PEMERIKSAAN INI UNTUK MENILAI ADA DISARTRIA ( CADEL ATAU
PELO)
J SETEALAH SELESAI PEMERIKSAAN
56 LAPORKAN HASIL PEMERIKSAAN YANG TELAH DILAKUKAN
57
UCAPKANLAH KATA PERPISAHAN DENGAN PASIEN DAN TUNJUKKAN
LAH RASA EMPATI KEPADA PASIEN
Keterangan ; 0=tidak dilakukan
1=dilakukan, tetapi kurang benar
2=dilakukan dengan benar
Nilai = X 100 % =…… lampoh keude , 2012
66
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
SKILL 4
PEMBUATAN STATUS NEUROLOGIS
N
O ASPEK YANG DINILAI
NILAI
0
1 2
A ANAMNESE
B PEMERIKSAAN VITAL SIGN
1
KESADARAN (GCS), TEKANAN DARAH, HEART RATE, RESPIRATORY
RATE, TEMPERATUR
B KEPALA
2 RAMBUT (BENTUK, WARNA, DISTRIBUSI)
3 MATA (REFLEK PUPIL, WARNA IRIS, SKLERA)
4 HIDUNG (SIMETRIS, SEPTUM DEVIASI, CONCHA)
5
MULUT DAN BIBIR (SIANOSIS, GIGI, PALATUM, UVULA, TONSIL,
FARING)
6 TELINGA (SIMETRIS, CERUMEN, MEMBRAN THYMPANI)
C LEHER
7 SIMETRIS, PEMBENGKAKAN
D THORAK
a PARU
8 INSPESKSI, PALPASI, PERKUSI, AUSKULTASI
67
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
b JANTUNG
9 INSPESKSI, PALPASI, PERKUSI, AUSKULTASI
E ABDOMEN
10 INSPESKSI, AUSKULTASI, PALPASI, PERKUSI
E EKSTREMITAS
11 OEDEME
F GENETALIA
12 ANUS DAN ORGAN REPRODUKSI
G PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
a PEMERIKSAN RANGSANGAN MENINGEAL
KAKU KUDUK
13
PASIEN TIDUR TERLENTANG, TANGAN PEMERIKSA DITEMPATKAN
DIBAWAH KEPALA PASIEN YANG SEDANG BERBARING, KEMUDIAN
KEPALA DITEKUKAN (FLEKSI) DAN DIUSAHAKAN AGAR DAGU
MENCAPAI DADA. SELAMA PENEKUKAN DIPERHATIKAN ADANYA
TAHANAN. BILA TERDAPAT KAKU KUDUK KITA DAPATKAN
TAHANAN DAN DAGU TIDAK DAPAT MENCAPAI DADA.
KERNIG SIGN
14
PASIEN YANG SEDANG BERBARING DIFLEKSIKAN PAHANYA PADA
PERSENDIAN PANGGUL SAMPAI MEMBUAT SUDUT 90°. SETELAH
ITU TUNGKAI BAWAH DIEKSTENSIKAN PADA PERSENDIAN LUTUT
SAMPAI MEMBENTUK SUDUT LEBIH DARI 135° TERHADAP PAHA.
BILA TERADAPAT TAHANAN DAN RASA NYERI SEBELUM ATAU
KURANG DARI SUDUT 135°, MAKA DIKATAKAN KERNIG SIGN
POSITIF.
BRUDZINSKI I
15 PASIEN BERBARING DALAM SIKAP TERLENTANG, DENGAN
TANGAN YANG DITEMPATKAN DIBAWAH KEPALA PASIEN YANG
SEDANG BERBARING , TANGAN PEMERIKSA YANG SATU LAGI
SEBAIKNYA DITEMPATKAN DIDADA PASIEN UNTUK MENCEGAH
DIANGKATNYA BADAN KEMUDIAN KEPALA PASIEN DIFLEKSIKAN
SEHINGGA DAGU MENYENTUH DADA. TEST INI ADALAH POSITIF
BILA GERAKAN FLEKSI KEPALA DISUSUL DENGAN GERAKAN
68
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
FLEKSI DI SENDI LUTUT DAN PANGGUL KEDUA TUNGKAI SECARA
REFLEKTORIK.
BRUDZINSKI II
16
PASIEN BERBARING TERLENTANG. TUNGKAI YANG AKAN
DIRANGSANG DIFLEKSIKAN PADA SENDI LUTUT, KEMUDIAN
TUNGKAI ATAS DIEKSTENSIKAN PADA SENDI PANGGUL. BILA
TIMBUL GERAKAN SECARA REFLEKTORIK BERUPA FLEKSI
TUNGKAI KONTRALATERAL PADA SENDI LUTUT DAN PANGGUL INI
MENANDAKAN TEST INI POSTIF
LASSEQUE
17
PASIEN YANG BERBARING LALU KEDUA TUNGKAI DILURUSKAN
(DIEKSTENSIKAN), KEMUDIAN SATU TUNGKAI DIANGKAT LURUS,
DIBENGKOKKAN (FLEKSI) PERSENDIAN PANGGULNYA. TUNGKAI
YANG SATU LAGI HARUS SELALU BERADA DALAM KEADAAN
EKSTENSI (LURUS). PADA KEADAAN NORMAL DAPAT DICAPAI
SUDUT 70° SEBELUM TIMBUL RASA SAKIT DAN TAHANAN. BILA
SUDAH TIMBUL RASA SAKIT DAN TAHANAN SEBELUM MENCAPAI
70° MAKA DISEBUT TANDA LASEGUE POSITIF. NAMUN PADA
PASIEN YANG SUDAH LANJUT USIANYA DIAMBIL PATOKAN 60°
b PENINGGIAN TEKANAN CRANIAL
18 MUNTAL PROYEKTIL, SAKIT KEPALA, KEJANG)
c PEMERIKSAAN SARAF CRANIAL
19 N I, N II, N III, N IV, N V, N VI, N VII, N VIII, N IX, N X, N XI, N XII
d PEMERIIKSAAN MOTORIK
20 KEKUATAN OTOT, TENAGA DIBERI NILAI 5,4,3,2,1
21 TONUS OTOT (FLACCID, HIPOTONI, RIGIDITY, SPASTIK)
e GERAKAN SPONTAN ABNORMAL
22 TREMOR
23 CHOREA
24 BALLISMUS
25 ATETOSIS
26 DISTONIA
f SISTEM SENSIBILITAS
69
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
EXTEROPSEPTIK
27
PEMERIKSAAN SENSASI TAKTIL: BERIKANLAH RANGSANGAN
SECARA RINGAN RTANPA MEMBERIKAN TEKANAN SUBKUTAN,
MINTA PASIEN UNTUK MENYATAKAN "YA" ATAU 'TIDAK",
MINTALAH PASIEN MENYEBUTKAN DAERAH YANG DIRANGSANG,
MINTA PASIEN MEMBEDAKAN DUA TITIK YANG DIRANGSANG
28
PEMERIKSAAN SENSASI NYERI SUPERFISIAL: MINTA PASIEN UNTUK
MENUTUP MATA, AMBIL JARUM DAN BUATLAH TEKANAN
SEMINIMAL MUNGKIN, JANGAN SAMPAI TIMBUL LUKA, DAN
BUATLAH TEKANAN DENGAN KEPALA JARUM, MINTA PASIEN
UNTUK MENYATAKAN PERBEDAAN INTENSITAS KETAJAMAN.
PERIKSA JUGA PADA DAERAH YANG BERBEDA. NILAI APAKAH ADA
TEMPAT YANG SENSITIFITASNYA BERKURANG.
29
PEMERIKSAAN SENSASI SUHU: MINTALAH PASIEN UNTUK
MENUTUP MATA, BERIKANLAH SENSASI HANGAT (AIR HANGAT)
DAN DINGIN (ES), MINTA PASIEN UNTUK MENENTUKAN SENSASI
PANAS ATAU DINGIN
PROPIOSEPTIK
30
RASA GERAK : PEGANG UJUNG JARI JEMPOL KAKI PASIEN DENGAN
JARI TELUNJUK DAN JEMPOL JARI TANGAN PEMERIKSA DAN
GERAKKAN KEATAS KEBAWAH MAUPUN KESAMPING KANAN DAN
KIRI, KEMUDIAN PASIEN DIMINTA UNTUK MENJAWAB POSISI IBU
JARI JEMPOL NYA BERADA DIATAS ATAU DIBAWAH ATAU
DISAMPING KANAN/KIRI
31
RASA SIKAP : TEMPATKAN SALAH SATU LENGAN/TUNGKAI PASIEN
PADA SUATU POSISI TERTENTU, KEMUDIAN SURUH PASIEN UNTUK
MENGHALANGI PADA LENGAN DAN TUNGKAI. PERINTAHKAN
UNTUK MENYENTUH DENGAN UJUNG UJUNG TELUNJUK KANAN,
UJUNG JARI KELINGKING KIRI DSB.
32
RASA GETAR : GARPU TALA DIGETARKAN DULU/DIKETUK PADA
MEJA ATAU BENDA KERAS LALU LETAKKAN DIATAS UJUNG IBU
JARI KAKI PASIEN DAN MINTALAH PASIEN MENJAWAB UNTUK
MERASAKAN ADA GETARAN ATAU TIDAK DARI GARPUTALA
TERSEBUT.
g REFLEKS
70
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
33 REFLEKS FISIOLOGIS ( BISEPS, TRISEPS, KPR, APR)
34
REFLEKS PATOLOGIS (BABINSKY, CADDOCK, OPPENHEIM,
GORDON)
h KOORDINASI
35
BICARA : BERBICARA SPONTAN, PEMAHAMAN, MENGULANG,
MENAMAI
36 MENULIS : MIKROGRAFIA PADA PARKINSON’S DISEASE
37
PERCOBAAN APRAKSIA : KETIDAKMAMPUAN DALAM MELAKUKAN
TINDAKAN YANG TERAMPIL : MENGANCING BAJU, MENYISIR
RAMBUT, DAN MENGIKAT TALI SEPATU
38
TES TELUNJUK : PASIEN MERENTANGKAN KEDUA LENGANNYA KE
SAMPING SAMBIL MENUTUP MATA. LALU MEMPERTEMUKAN JARI-
JARINYA DI TENGAH BADAN
39
TES TELUNJUK-HIDUNG : PASIEN MENUNJUK TELUNJUK
PEMERIKSA, LALU MENUNJUK HIDUNGNYA
40
TES TUMIT-LUTUT : PASIEN BERBARING DAN KEDUA TUNGKAI
DILURUSKAN, LALU PASIEN MENEMPATKAN TUMIT PADA LUTUT
KAKI YANG LAIN
41
DIADOKOKINESIS : KEMAMPUAN MELAKUKAN GERAKAN YANG
BERGANTIAN SECARA CEPAT DAN TERATUR.
I PEMERIKSAAN VEGETATIF
42
VASOMOTORIK (TIMBUL RUAM MERAH PADA SAAT KULIT
DIGORES), SUDOMOTORIK (BERKERINGAT), MIKSI, DEFEKASI,
LIBIDO
j VERTEBRA
43
BENTUK (NORMAL, SCOLIOSIS, HIPERLORDOSIS) PERGERAKAN
(LEHER, PINGGANG)
k TANDA PERANGSANGAN RADIKULER
44
LASEQUE : KAKI DIFLEKSIKAN PADA SENDI PANGGUL DENGAN
SENDI LUTUT TETAP EKSTENSI ÀABNORMAL TAHANAN DENGAN
SUDUT > 60°
45
CROSS LASEQUE : LAKUKAN TES LASEQUE, NYERI PADA KAKI
YANG BERLAWANAN
46 LHERMITTE TEST: PESAKIT DALAM POSISI DUDUK, PEMERIKSA
BERADA DI BELAKANG PESAKIT. KEDUA TANGAN PEMERIKSA
71
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
DILETAKKAN DI ATAS KEPALA PESAKIT.FLEKSIKAN LEHER
PESAKIT DAN BERIKAN TAHANAN RINGAN DENGAN KEDUA
TANGAN PEMERIKSA. GERAKAN INI DIIKUTI DENGAN
MEROTASIKAN LEHER PESAKIT KESEMUA ARAH. JIKA POSITIF,
PESAKIT AKAN MERASAKAN NYERI MENJALAR SEPANJANG
DERMATOM.
l GEJALA CEREBRAL
47
ATAKSIA : GANGGUAN GERAKAN JALAN YANG TIDAK TERATUR
OLEH KARENA IMPULS PROPRIOSEPTIF TIDAK DAPAT
DIINTEGRASIKAN (GANGGUAN KOORDINASI GERAKAN)
48 DISARTRIA : GANGGUAN KATA-KATA.
49
TREMOR : INTENTION TREMOR : IREGULAR, BERTAMBAH KASAR
BILA TANGAN MENUJU SUATU ARAH ATAU SASARAN.
50
FENOMENA REBOUND : TIDAK MAMPU MENGHENTIKAN GERAKAN
TEPAT PADA WAKTUNYA. PENDERITA MEMFLEKSIKAN TANGAN
DAN DISURUH MENAHAN TAHANAN OLEH PEMERIKSA, LALU
PEMERIKSA MELEPASKAN TANGANNYA DENGAN TIBA-TIBA
DITAHAN OLEH OTOT-OTOT TRISEPS NORMAL.
51
VERTIGO : GANGGUAN ORIENTASI RUANGAN DIMANA PERASAAN
DIRINYA BERGERAK BERPUTAR TERHADAP RUANGAN DI
SEKITARNYA ATAU RUANGAN SEKITARNYA BERGERAK
TERHADAP DIRINYA.
m GEJALA EKTRAPIRAMIDAL
52 TREMOR : RESTING TREMOR/PARKINSON TREMOR
53 RIGIDITAS : HIPERTONUS OTOT-OTOT
55 BRADIKINESIA : GERAKAN MELAMBAT
n FUNGSI LUHUR
56
KESADARAN KWALITATIF, INGATAN ( BARU, LAMA), ORIENTASI
(DIRI, TEMPAT, SITUASI, WAKTU), INTELENGENSIA, DAYA
PERTIMBANGAN (BAIK, BURUK), REKASI EMOSI (NORMAL,
TERGANGGU), AFASIA (EKSPRESIF = MOTORK AREA BROCA,
RESEPTIF= AREA WERNICKE)
Keterangan ; 0=tidak dilakukan
72
BUKU PANDUAN SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNAYA
1=dilakukan, tetapi kurang benar
2=dilakukan dengan benar
Nilai = X 100 % =…… lampoh keude , 2012
73