Sketsa Desa Mbatakapidu...Gambar 7. Peta Desa Mbatakapidu 1 Orang yang menggunakan motor sebagai...

18
43 Empat Sketsa Desa Mbatakapidu Dimanakah Letak Desa Mbatakapidu? Desa Mbatakapidu merupakan desa yang terletak tidak jauh dari Kota Waingapu (ibu kota Kabupaten Sumba Timur). Berdiri sejak tanggal 20 Juli 1963 melalui SK Gubernur NTT No.66/I/32/1963. Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014. Gambar 6. Ruas Jalan Menuju Kantor Desa (Arah Kampung Maringu Lambi). Untuk menjangkaunya tidak sulit (khususnya ke ibu kota pemerintahan desa) karena hanya berjarak + 15 kilometer dari Kota Waingapu ke pusat desa atau bisa ditempuh dalam waktu 15 – 20 menit perjalanan dengan kendaraan roda 2 atau roda 4. Tidak tersedia angkutan umum atau niaga yang melakukan pelayanan secara reguler. Oleh karena itu, transportasi utama masyarakat mengandalkan pada

Transcript of Sketsa Desa Mbatakapidu...Gambar 7. Peta Desa Mbatakapidu 1 Orang yang menggunakan motor sebagai...

  • 43

    Empat

    Sketsa Desa Mbatakapidu

    Dimanakah Letak Desa Mbatakapidu? Desa Mbatakapidu merupakan desa yang terletak tidak jauh

    dari Kota Waingapu (ibu kota Kabupaten Sumba Timur). Berdiri sejak tanggal 20 Juli 1963 melalui SK Gubernur NTT No.66/I/32/1963.

    Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014.

    Gambar 6. Ruas Jalan Menuju Kantor Desa (Arah Kampung Maringu Lambi).

    Untuk menjangkaunya tidak sulit (khususnya ke ibu kota pemerintahan desa) karena hanya berjarak + 15 kilometer dari Kota Waingapu ke pusat desa atau bisa ditempuh dalam waktu 15 – 20 menit perjalanan dengan kendaraan roda 2 atau roda 4. Tidak tersedia angkutan umum atau niaga yang melakukan pelayanan secara reguler. Oleh karena itu, transportasi utama masyarakat mengandalkan pada

  • 44

    kendaraan pribadi yang umumnya adalah ojek1. Sebagian besar jalan menuju ibu kota desa masih merupakan jalan yang dilapisi sirtu sehingga rentan terhadap kerusakan ketika memasuki musim hujan.

    Desa ini merupakan bagian dari wilayah kecamatan Kota Waingapu dengan luas wilayah 28,2 km2. Secara administrasi pemerintahan desa, Mabatakapidu terbagi ke dalam 5 wilayah dusun, 12 RW dan 24 RT dengan jumlah penduduk desa mencapai 1.682 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk yang hanya mencapai 61 jiwa/km2 dan terdiri dari 358 rumah tangga dengan rata-rata 5 jiwa per rumah tangga.3

    Desa Mbatakapidu secara administratif berbatasan dengan (1) kelurahan Kambajawa (utara); (2) kelurahan Wangga, kelurahan Lambanapu dan desa Kiritana (timur); (3) desa Lukukamaru (selatan) dan (4) desa Pambotanjara (barat).

    Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012.

    Gambar 7. Peta Desa Mbatakapidu

    1 Orang yang menggunakan motor sebagai moda transportasi untuk memobilisasi penumpang dari suatu wilayah ke wilayah lainnya. Tindakan ini biasanya menimbulkan pendapatan bagi si pemberi jasa dan pengeluaran bagi yang menggunakan jasa tersebut. 2 Sumba Timur dalam angka (2012) 3 Lihat: Stepanus Makambombu (2013) dan Huruta., et al (2011)

  • 45

    Kondisi alam desa Mbatakapidu didominasi oleh wilayah perbukitan dan lembah yang pemandangan alam savana-nya nampak sangat hijau ketika musim hujan, tetapi pemandangannya akan sangat terkesan paradoks ketika memasuki musim kemarau, di mana padang rumput tersebut akan berubah menjadi warna kecoklatan karena kekeringan.

    Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014

    Gambar 8. Mbatakapidu saat musim kemarau

    Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2013.

    Gambar 9. Mbatakapidu saat musim penghujan

  • 46

    Sementara itu, pada umumnya lembah-lembah ini menjadi konsentrasi permukiman penduduk dan sekaligus menjadi lahan pertanian masyarakat. Sebagian besar penduduknya bermukim di lembah-lembah ini yang merupakan DAS. Saat ini kurang lebih ada sekitar 5 aliran sungai (Wai Lingang, Tana Udang, Lai Nyali, Kalihi dan Maringu Lambi) yang melintasi desa Mbatakapidu. Kondisi seperti ini sangat memungkinkan untuk mengerjakan lahan pertanian di sepanjang DAS sepanjang tahun. Saat musim kemarau maka pemerintah daerah kabupaten Sumba Timur melaui instansi yang terkait telah memberikan bantuan motor air kepada desa Mbatakapidu dan langsung dibagi kepada masyarakat yang tergabung poktan untuk mengairi lahan pertanian yang berada di sepanjang DAS.

    Penggunaan Lahan Lahan di desa Mbatakapidu dimanfaatkan oleh masyarakat

    dengan menjadikannya sebagai kebun, padang penggembalaan, sawah, tegal, namun demikian masih banyak lahan yang belum dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat. Berikut ini akan disajikan gambaran mengenai tata guna lahan desa seperti yang termuat dalam tabel 1.

    Tabel 1. Tata Guna Lahan Desa

    Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%) Pekarangan/Kebun 13,15 4,00 Padang Penggembalaan 13,93 4,24

    Sawah -Irigasi 7,50 2,28 -Tadah Hujan - - Sedang tidak diusahakan 58,39 17,78 Tegal/Ladang 235,50 71,70 Total 328,47 100,00 Sumber: Data Sekunder, 2012

    Orang Mbatakapidu memanfaatkan sebagian besar lahan sebagai ladang karena dapat digunakan sebagai sentra pengembangan tanaman

  • 47

    pangan lokal seperti jagung, sorgum, jewawut, keladi, ketela pohon, ubi jalar dan sebagainya.

    Kondisi Demografis Keadaan demografis di desa Mbatakapidu meliputi jumlah

    penduduk menurut jenis kelamin, jumlah penduduk menurut pendidikan, jumlah penduduk menurut mata pencaharian dan lapangan pekerjaan umum, jumlah penduduk menurut kepercayaan, jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jumlah kepala keluarga.

    Penduduk Menurut Jenis Kelamin

    Penduduk merupakan subyek sekaligus obyek di dalam pembangunan. Adapun variasi penduduk menurut jenis kelamin seperti yang tergambar dalam tabel 2.

    Tabel 2. Penduduk Menurut Jenis Kelamin

    Laki-laki (L)

    Perempuan (P)

    Jumlah Penduduk (Jiwa)

    863 819 1.682 Sumber: Data sekunder, 2012

    Hal yang menarik di desa Mbatakapidu yaitu terkadang kaum

    perempuan menggantikan peran laki-laki seperti mengumpulkan batu karang untuk dijual, membakar arang yang sangat beresiko dan sebagainya. Di sini menunjukkan bahwa peran perempuan dalam men-secure rumah tangga sangat tinggi dan sekaligus sebagai upaya aktualisasi diri dari kaum perempuan.

    Penduduk Menurut Pendidikan

    Sumberdaya manusia merupakan salah satu indikator pendukung dalam pembangunan. Artinya semakin baik sumberdaya manusia yang

  • 48

    dipersiapkan maka semakin baik pula usaha untuk melakukan pembangunan di segala bidang sesuai dengan spesialisasinya masing-masing. Sumberdaya manusia yang berkualitas tidak terlepas dari tingkat pendidikan yang dianutnya. Berikut akan disajikan gambaran tingkat pendidikan orang Mbatakapidu seperti yang dirangkum dalam tabel 3.

    Tabel 3. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan

    Tingkat Pendidikan Jumlah Orang Persentase (%) Tidak sekolah/tidak tamat SD 233 36,18 Tamat SD 186 28,88 Tamat SMP/Sederajat 50 7,76 Tamat SMA/SMK/Sederajat 113 17,54 D-1 13 2,02 D2/SM 20 3,11 D3 8 1,24 S-1 20 3,11 S-2 1 0,16 Total 644 100,00 Sumber: Data sekunder, 2012

    Sebagian besar masyarakat desa Mbatakapidu memiliki tingkat pendidikan yang rendah, Hal ini bukan karena disebabkan oleh kurangnya kesadaran untuk mengenyam pendidikan, melainkan karena sulitnya akses masyarakat desa untuk mengakses pendidikan secara turun-temurun. Jika memang pendidikan hanya untuk orang tertentu maka mengemuka sebuah pertanyaan pembangunan sejatinya untuk siapa?

    Penduduk Menurut Lapangan Pekerjaan Umum dan Utama

    Lapangan pekerjaan umum merupakan gambaran variasi pekerjaan yang digeluti oleh seluruh masyarakat yang tergolong dalam kriteria penduduk usia kerja. Berikut akan disajikan gambaran lapangan pekerjaan umum seperti yag dirangkum dalam tabel 4.

  • 49

    Tabel 4. Penduduk Desa Usia 15 Tahun ke atas Menurut Lapangan Pekerjaan Umum

    Lapangan Pekerjaan Umum Jumlah Orang Persentase (%)

    Petani/Nelayan/Peternak 429 65,10 PNS 72 10,93 Pengusaha/pengrajin 150 22,76 Buruh - - Karyawan pengusaha swasta 8 1,21 Total 659 100,00 Sumber: Data sekunder, 2012

    Sebagian penduduk berprofesi sebagai petani atau peternak tradisional karena mata pencaharian ini merupakan usaha yang telah dilakukan secara turun temurun oleh orang Mbatakapidu, serta usaha kerajinan seperti menganyam tikar, gedek dan sebagai merupakan usaha produktif yang dilakukan oleh orang Mbatakapidu untuk menopang ekonomi rumah tangga.

    Selain lapangan pekerjaan umum, juga terdapat lapangan pekerjaan utama yang dipotret dari 2 sektor utama seperti pertanian dan perdagangan. Berikut akan disajikan gambaran lapangan pekerjaan utama seperti dirangkum dalam tabel 5.

    Tabel 5. Penduduk Desa Usia 15 Tahun ke atas Menurut Lapangan Pekerjaan Utama

    Lapangan Pekerjaan Utama Jumlah Orang Persentase (%) Pertanian 429 99,54 Perdagangan 2 0,46 Total 431 100,00 Sumber: Data sekunder, 2012

    Sektor pertanian merupakan lapangan pekerjaan utama yang paling banyak digeluti oleh orang Mbatakapidu dan merupakan leading sector bagi desa Mbatakapidu, sehingga sektor ini perlu mendapatkan perhatian yang sangat besar dari pemerintah desa, kabupaten, dan kecamatan.

  • 50

    Penduduk Menurut Kepercayaan

    Kepercayaan merupakan keyakinan yang dianut oleh masyarakat sebagai suatu sarana untuk mendekatkan diri pada sang pencipta. Berikut akan disajikan gambaran penduduk menurut kepercayaan yang dianut seperti yang dirangkum dalam tabel 6.

    Tabel 6. Penduduk Menurut Kepercayaan

    Agama Jumlah Orang Persentase (%) Kristen 1.068 63,50 Katolik 7 0,41 Islam 13 0,77 Marapu 594 35,32 Total 1.682 100,00 Sumber: Data sekunder, 2012

    Eksistensi dari kepercayaan lokal masih sangat kental di desa Mbatakapidu. Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan ternyata antara agama-agama tersebut memiliki toleransi yang sangat tinggi satu sama lain. Contoh: saat paskah maupun natal maka pemeluk kepercayaan lokal akan diundang oleh pihak gereja dan sekaligus mendapatkan bingkisan dari pihak gereja, sedangkan saat pemeluk kepercayaan lokal mengadakan ritus maka pihak gereja akan diundang dan akan disambut dengan menggunakan adat.

    Penduduk Menurut Kelompok Umur

    Kelompok penduduk menurut umur merupakan gambaran untuk menilai jumlah penduduk yang tergolong dalam kriteria penduduk usia kerja dan bukan penduduk usia kerja. Berikut akan disajikan gambaran penduduk menurut kelompok umur seperti dirangkum dalam tabel 7.

  • 51

    Tabel 7. Penduduk Menurut Kelompok Umur

    Kelompok Umur Jumlah (Orang) Persentase (%) < 15 tahun 553 32,88 15-64 tahun 1.060 63,02 ≥ 64 tahun 69 4,10 Total 1.682 100,00 Sumber: Data Sekunder, 2012

    Sebagian besar penduduk desa Mbatakapidu didominasi oleh PUK. Kelompok penduduk inilah yang paling banyak tersebar di sektor pertanian dan sebagai pengrajin tradisional.

    Kepala Keluarga

    Dalam sebuah rumah tangga tentu terdapat satu atau lebih kepala keluarga yang berperan sebagai pencari nafkah (bread winner). Berikut akan disajikan gambaran jumlah kepala keluarga seperti dirangkum dalam tabel 8.

    Tabel 8. Kepala Keluarga

    Jumlah KK Jumlah Penduduk (%) 358 1.682 21,28

    Sumber: Data sekunder, 2012

    Hal unik yang terjadi di desa Mbatakapidu bahwa dalam satu rumah tangga terdapat tiga sampai lima kepala keluarga. Hal ini yang membuat tingkat ketergantungan terhadap orang tua masih sangat tinggi karena mereka belum bisa mandiri.

    Prasarana Sosial dan Ekonomi Prasarana sosial dan ekonomi di desa Mbatakapidu meliputi

    prasarana pendidikan, kesehatan dan ekonomi.

  • 52

    Prasarana Pendidikan

    Dalam mempersiapkan sumberdaya manusia yang handal lewat dunia pendidikan tentu harus ditunjang dengan infrastruktur pendidikan yang memadai. Berikut akan disajikan gambaran prasarana pendidikan seperti dirangkum dalam tabel 9.

    Tabel 9. Prasarana Pendidikan

    Sekolah Jumlah (unit/buah) Persentase (%) TK 1 25 SD 3 75 Total 4 100 Sumber: Data sekunder, 2012

    Peningkatan kualitas dan jumlah prasarana pendidikan merupakan hal yang terus menjadi pergumulan orang Mbatakapidu. Lembaga pendidikan menjadi salah satu tolak ukur untuk meningkatkan kecerdasan intelektual dan tentunya dengan ilmu tersebut dapat digunakan untuk memanfaatkan semua sumber daya yang ada di desa Mbatakapidu untuk kesejahteraan masyarakat.

    Prasarana Kesehatan

    Salah satu tolak ukur yang juga menunjang dalam proses pembangunan adalah dengan adanya infrastruktur kesehatan yang memadai. Berikut akan disajikan gambaran infrastruktur kesehatan seperti dirangkum dalam tabel 10.

    Tabel 10. Prasarana Kesehatan

    Prasarana Kesehatan Jumlah (unit/buah) Persentase (%) Polindes 1 20 Pustu 1 20 Posyandu 3 60 Total 5 100 Sumber: Data sekunder, 2012

  • 53

    Pada waktu tertentu para tenaga kesehatan baik yang bertugas di ketiga unit ini maupun yang hanya medatang melakukan penyuluhan akan datang melayani masyarakat desa. Akan tetapi, pada saat tertentu ketika ada ibu-ibu yang akan melahirkan maka selalu tidak mendapat pertolongan dari tenaga kesehatan di sana. Hal ini terjadi karena tenaga kesehatan tersebut tidak mau menetap di polindes yang sudah disetiakan. Ini merupakan sebuah pemandangan yang sangat ironis yang terjadi di desa Mbatakapidu.

    Prasarana Ekonomi

    Untuk menunjang kegiatan ekonomi di suatu wilayah maka mutlak diperlukan prasarana pendukung. Berikut akan disajikan gambaran prasarana ekonomi seperti dirangkum dalam tabel 11.

    Tabel 11. Prasarana Ekonomi

    Prasarana Ekonomi Jumlah (unit/buah) Persentase (%) Bank - - Koperasi - - Pegadaian - - Pasar Tradisional - - Sumber: Data sekunder, 2012

    Ketiadaan prasarana ekonomi utama seperti pasar tradisional, yang membuat orang Mbatakapidu harus mengeluarkan biaya untuk melakukan kegiatan berdagang. Ini tentu sangat menyulitkan masyarakat, sedangkan keberadan koperasi masih di godok oleh aparat desa beserta seluruh elemen yang ada di desa Mbatakapidu.

    Potensi Ekonomi Potensi ekonomi di desa Mbatakapidu meliputi sektor pertanian,

    sub-sektor peternakan, perkebunan, perikanan, kehutanan dan pariwisata

  • 54

    Sektor Pertanian

    Sektor pertanian merupakan lapangan pekerjaan yang paling banyak dan mudah diakses oleh masyarakat pedesaan. Berikut akan disajikan gambaran sektor pertanian seperti dirangkum dalam tabel 12.

    Tabel 12. Sektor Pertanian

    Jenis Komoditi/Tanaman Luas dan Produksi Persentase (%) Ha Ton Padi 7,5 7,5 2,53 13,12 Jagung 125,494 24,644 42,38 43,13 Kacang-kacangan 129,49 0,5 43,73 0,87 Sayur-sayuran 2 13,5 0,68 23,63 Buah-buahan 31,63 11 10,68 19,25 Total 296,114 57,144 100,00 100,00 Sumber: Data sekunder, 2012

    Secara turun-temurun komoditi jagung yang paling banyak dikembangkan oleh orang orang Mbatakapidu, sehingga penggunaan lahan paling banyak digunakan untuk pengembangan jagung. Hasil panen biasanya diutamakan untuk persiapan bibit dan sisanya dikonsumsi. Terkadang jika hasil panen kurang memuaskan dan tidak mencukupi untuk dikonsumsi maka orang mbatakapidu akan membeli jagung di pasar inpres Matawai seharga Rp 5.000,- sampai Rp 6.000,- per Kg.

    Berikut ini petikan wawancara dengan kepala desa Mbatakapidu bapak Yacob Tanda4:

    “Pada tahun anggaran 2012, desa Mbatakapidu telah mendapatkan bantuan pembenihan jagung dari balai penelitian dan pengembangan pertanian provinsi NTT untuk dikembangkan pada lahan seluas 10 ha. Dengan kata lain, tanaman jagung merupakan makanan pokok penduduk desa, adapun kelebihan produksinya baru akan dijual ke pasar dengan harga jual pada masa musim panen berkisar antara Rp

    4 Lihat: Stepanus Makambombu (2013), Huruta., et al (2011) dan Wawancara tanggal 09 September 2014

  • 55

    2500,- /kg dan di masa paceklik dapat mencapai Rp. 5000,- sampai Rp 6.000,- /kg”.

    Dari penuturan bapak Yacob Tada tergambar bahwa upaya mengembangkan komoditi jagung mendapat apresiasi dari pemerintah. Namun, sayangnya bantuan dari pemerintah ini hasilnya kurang bagus karena cepat yubuku (bubuk), sedangkan bibit lokal (wataru monungu) cenderung lebih bagus karena tahan lama dan tidak cepat bubuk. Pada masa transisi seperti ini sudah saatnya pemerintah lewat instansi yang terkait mengembangkan secara massal bibit lokal agar dapat digunakan sebagai bibit oleh masyarakat.

    Sub-Sektor Peternakan

    Sub-sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian, yang juga menjadi tumpuan hidup masyarakat Mbatakapidu. Berikut akan disajikan gambaran sub-sektor peternakan seperti dirangkum dalam tabel 13.

    Tabel 13. Sub-Sektor Peternakan

    Jenis Ternak Jumlah (Ekor) Persentase (%) Kerbau 161 3,86 Sapi 221 5,3 Kuda 389 9,33 Kambing 344 8,25 Babi 664 15,93 Ayam buras 1.482 35,55 Ayam Ras 1 0,02 Bebek 43 1,03 Angsa 9 0,22 Merpati 5 0,12 Anjing 621 14,9 Kucing 228 5,47 Domba 1 0,02 Total 4.169 100,00 Sumber: Data sekunder, 2012

  • 56

    Jumlah ternak di desa Mbatakapidu semakin terancam eksistensinya karena ternak-ternak berkaki 4 biasanya digunakan dalam setiap acara kematian (li meti) dan peminangan (li luri). Apakah budaya ini harus dipertahankan? Atau harus ada suatu konsensus yang mengatur jumlah ternak yang akan digunakan dalam adat? Tentu orang Mbatakapidu harus semakin arif dalam menangani persoalan seperti ini.

    Sub-Sektor Perkebunan

    Sub-sektor perkebunan juga merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian yang menjadi tumpuan hidup masyarakat Mbatakapidu. Berikut akan disajikan gambaran sub-sektor perkebunan seperti dirangkum dalam tabel 14.

    Tabel 14. Sub-Sektor Perkebunan

    Jenis Tanaman Perkebunan

    Luas dan Produksi Persentase (%) Ha Kw Kelapa 42 2 78,21 20 Kopi 0,5 1 0,93 10 Pinang 2,5 1 4,66 10 Jambu Mete 2 1 3,72 10 Tembakau 0,5 1 0,93 10 Jarak Pagar 3 1 5,59 10 Kapuk 0,2 1 0,37 10 Kemiri 3 2 5,59 20 Total 53,7 10 100,00 100 Sumber: Data sekunder, 2012

    Komoditi perkebunan di atas merupakan tanaman yang sedang digalakkan untuk dikembangkan di desa Mbatakapidu. Komoditi-komoditi ini dimaksudkan dapat menambah pendapatan orang Mbatakapidu (rumah tangga). Contoh: komoditi jambu mete mencapai Rp 14.000,- (harga bulan Oktober 2014).

  • 57

    Sub Sektor Perikanan

    Sub-sektor perikanan sangat potensial di desa Mbatakapidu karena ketersediaan air yang melimpah sehingga merupakan ekosistem yang baik bagi ikan. Di mana sangat prospek bagi pembudidayaan ikan nila merah, lele dan jenis ikan tawar lainnya. Oleh karena itu, pada tahun 2011 ini pemerintah desa telah membangun tambak dan atau kolam ikan permanen di belakang gedung puskesmas pembantu (pustu). Pada tahun 2013 pemerintah desa Mbatakapidu mendapat bantuan benih ikan dari instansi terkait dan setelah beberapa hari berada di kolam ikan, hal di luar dugaan pun terjadi di mana ikan-ikan tersebut mati secara misterius. Mengapa demikian? Hal ini diakibatkan oleh air kolam yang mengandung kadar zat kapur yang sangat tinggi. Belajar dari pengalaman ini maka secara otodidak bapak Bimbu Wohangara (sekretaris desa) untuk membuat filter yang dapat mereduksi kadar zat kapur ini. Upaya ini pun berhasil dan sekarang beliau sedang melakukan trial and error pengembangbiakkan lele mulai dari mengawinkan lele sampai pada bagaimana menetaskan lele. Hasilnya pun berbuah manis di mana walau lewat 7 kali melakukan trial and error beliau dapat mengetahui bagaimana cara mengawinkan lele dengan benar dan dapat membedakan telur lele siap tetas yang bagus (berwarna kuning) dan yang kurang bagus (berwarna biru).

    Sub-Sektor Kehutanan

    Sebagai konsekoensi logis dari keberadaan mata air yang melimpah di desa Mbatakapidu memicu kesadaran dari masyarakat untuk menjaga dan mengembangkan tanaman kehutanan demi menjaga keseimbangan ekologis di lokasi mata air. Berikut akan disajikan gambaran sub-sektor kehutanan seperti dirangkum dalam tabel 15.

  • 58

    Tabel 15. Sub-Sektor Kehutanan

    Jenis Kayu Jumlah (pohon/hektar) Persentase (%) Mahoni 6441 23,9 Jati 1097 4,07 Gamelina 3795 14,08 Johar 912 3,38 Sengon 192 0,71 Suli 212 0,79 Trambesia 75 0,28 Lantorogum 2103 7,8 Cendana 550 2,04 Asam 817 3,03 Bambu 2123 7,88 Kaduru 1005 3,73 Lobung 964 3,58 Hali 297 1,1 Kedondong 35 0,13 Kepok 380 1,41 Surian 18 0,07 Melinjo 18 0,07 Nimba 365 1,35 Pandan 3833 14,22 Waru 900 3,34 Injuwatu 820 3,04 Total 26952 100,00 Sumber: Data sekunder, 2012

    Geliat orang Mbatakapidu untuk mengembangkan tanaman kehutanan merupakan kesadaran dan tekad dari semua elemen yang ada di desa Mbatakapidu, sekaligus guna mensukseskan program hutan rakyat yang diwadahi oleh pemerintah daerah lewat instansi terkait, serta lembaga swadaya masyarakat yang concern terhadap hal ini.

    Sub-Sektor Pariwisata

    Desa Mbatakapidu mempunyai obyek wisata berupa peninggalan sejarah yaitu paraingu Mbatakapidu yang mempunyai nilai sejarah sebelum dan atau pada jaman kolonial belanda, yaitu perang Mbatakapidu di bawah komando raja Mbatakapidu atas nama Umbu Nggaundai Litti Ata yang terkenal perjuangannya melawan pemerintah

  • 59

    kolonial Belanda saat itu dan buku yang telah disusun untuk mata pelajaran muatan lokal untuk sekolah dasar dan telah diseminarkan pada tahun 2007 yang lalu. Selain mempunyai nilai sejarah, pada obyek wisata ini juga masih terdapat kuburan-kuburan jaman megalitikum yang terdapat pada celah-celah pohon besar, yang jika ditata dengan baik maka dapat menjadi obyek wisata yang bisa dikunjungi oleh wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara. Hal tersebut telah dibicarakan melalui musyawarah desa mengenai penyucian paraingu Mbatakapidu dalam rangka menggalakkan sektor pariwisata (cagar budaya). Musyawarah ini telah diadakan pada tanggal 25 Juli 2011 dengan melibatkan tokoh adat dan atau masyarakat (suku yang terkait) dari desa Mbatakapidu dan Lukukamaru.

    Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2011.

    Gambar 10. Musyawarah Penyucian Paraingu

    Adapun hasil dari musyawarah tersebut, yaitu (1) telah dibentuk panitia dalam rangka penyucian paraingu Mbatakapidu; (2) tanggal 29 September 2011 akan dilaksanakan ritus hamayangu di paraingu Mbatakapidu; (3) hewan kurban yang akan dipersembahkan dalam ritus hamayangu di paraingu Mbatakapidu adalah kerbau merah

  • 60

    (karambua rara), babi merah (wei rara), kambing belang pinggang (kamambi bara banggi), dan ayam jantan putih (manu wulu bara).

    Kegiatan tanggal 29 September 2011 batal dilakukan karena menjelang waktu tesebut ada program yang bersifat insidentil masuk ke desa dan harus di jalankan segera, beberapa hari sebelum berangkat ke paraingu tidak dikonfirmasi secara serentak oleh semua suku yang terlibat dan berbagai alasan lainnya.

    Melihat belum adanya respon dari masing-masing suku maka secara spontan oleh suku Marapeti yang berasal dari Mbatakapidu maupun Luku Kamaru, yang tanpa melalui konsensus atau secara sepihak menentukan waktu untuk naik ke paraingu. Suku ini memulainya dengan mengundang suku Andang untuk dapat naik bersama ke sana, namun tidak disetujui oleh tokoh dari suku Andang (bapak Yacob Tanda) karena dianggap suku Marapeti telah melenceng dari hasil musyawarah sebelumnya. Artinya suku Marapeti hanya mengajak beberapa suku dan tidak melibatkan semua suku yang telah bersepakat sebelumnya untuk naik ke paraingu.