Skenario C Blok 14 Tahun 2013
description
Transcript of Skenario C Blok 14 Tahun 2013
Mohon Kerjasamanya guys…
Hasil analisis dikumpul paling lambat tanggal 28 januari
2013 (Senin) selesai tutorial 2.
Format penulisan :
Times New Roman, font size 12, Justify (rata kanan-kiri)
dalam bentuk word dan RAPIH.
Semangat …..
Presentan : Lianita Ho
Skenario C Blok 14 Tahun 2013
Nn. SS 22 tahun, karyawan honorer disebuah perusahaan swasta, diantar ke IGD sebuah RS
karena penurunan kesadaran sejak 4 jam yang lalu. Dari aloanamnesis, sejak 1 minggu yang lalu
pasien mengaami demam tinggi, batuk pilek dan sakit tenggorokan. Pasien juga seing
mengalami diare frekuensi 3-4 kali/hari, tanpa disertai darah dan lender. Dalam beberapa bulan
terakhir pasien juga sering gugup, keluar keringat banyak, mudah cemas, sulit tidur dan bila
mengerjakan sesuatu selalu terburu-buru.
Pemeriksaan fisik
Kesadaran : delirium, TD 100/80 mmHg, Nadi 140 x menit/regular, RR 24x/menit, suhu 39 C
Kepala : exophthalmos (+), mulut: faring hiperemis, oral hygiene buruk
Leher : Struma diffusa (+), kaku kuduk (-)
Jantung : takikardia; paru; bunyi nafas normal
Abdomen: dinding perut lemas, hati dan limpa tak teraba, bising usus meningkat
Ekstremitas : telapak tangan lembab, tremor(+), reflex patologis (-)
Pemeriksaan Lab
Darah rutin : Hb 12 g %; WBC : 17.000/mm3
Kimia darah glukosa darah, test fungi ginjal dan hati normal, elektrolit serum normal
Test fungsi tiroid : TSH 0,001 mU/L, T4 bebas 7,77 ng/dl
Kondisi darurat apa yang terjadi pada pasien ini ? Jelaskan secara rinci.
Klarifikasi istilah
1. Aloanamnesis : Anamnesis melalui orang lain atau keluarga
2. Batuk pilek : Batuk yang disertai pilek
3. Diare : Pengeluaran tinja berair berkali-kali yang tidak normal
4. Gugup : Berbuat atau berkata dalam keadaan tidak tenang
5. Delirium : Gangguan mental yang berlangsung singkat
biasanya ditandai oleh ilusi, halusinasi, delusi, kegirangan, kurang
istirahat dan inkoheren
6. Exophtalmus : Protusio (perluasan) mata yang abnormal
7. Faring hiperemis : Pembengkakan atau exces pada faring
sehingga berwarna kemerahan
8. Oral hygiene : Kebersihan mulut
9. Struma diffusa : Pembesaran yang menyebar keseluruh thyroid
10. Kaku kuduk : Salah satu cara yang dilakukan untuk memeriksa
rangsang meningeal
11. Tremor : Getaran atau gigilan yang involunteer
12. Reflex patologis : Refleks-refleks yang tidak dapat
dibangkitkan pada orang-orang yang sehat, kecuali pada bayi dan
anak kecil.
13. Elektrolit serum : Kadar elektrolit dalam serum
14. TSH : Hormone kelenjar hipofisis anterior yang mempunyai
afinitas untuk dan secara spesifik merangsang kelenjar tyroid
15. T4 bebas : Hormone yang mengandung yodium yang
disekresi oleh kelenjar tiroid dan terdapat secara alami dalam
bentuk L-tiroksin
Identifikasi dan Analisis masalah
1. Nn. SS 22 tahun mengalami penurunan kesadaran seja 4 jam yang lalu (*)
a. Jelaskan bagaimana tingkatan penurunan kesadaran ? (Rahman, Puput)
b. Bagaimana Mekanisme penurunan kesadaran pada scenario ? (Lina, Fitri)
c. Bagaimana dampak penurunan kesadaran selama 4 jam bagi Nn. SS ? (Rabeca,
Hajrini)
2. Sejak 1 minggu yang lalu pasien mengaami demam tinggi, batuk pilek dan sakit
tenggorokan. Pasien juga seing mengalami diare frekuensi 3-4 kali/hari, tanpa disertai
darah dan lender
a. Bagaimana penyebab dan mekanisme sesuai skenario :
- Demam tinggi (Rulis, Lianita)
- Batuk pilek (Billy, Arasy)
- Sakit tenggorokan (Hadley, Khumaisiah)
- Diare tanpa disertai darah dan lendir (Lina, Puput)
b. Apa dampak diare yang dialami Nn.SS ? (Fitri, Rahman)
c. Bagaimana hubungan antara gejala dengan yang dialami Nn. SS ? (Lianita, Hadley)
3. Beberapa bulan terakhir pasien juga sering gugup, keluar keringat banyak, mudah cemas,
sulit tidur dan bila mengerjakan sesuatu selalu terburu-buru.
a. Bagaimana penyebab dan mekanisme gejala gugup, keluar keringat banyak, mudah
cemas, sulit tidur, terburu-buru saat mengerjakan sesuatu ? (Arasy, Khumaisiah, Lina)
b. Bagaimana hubungan antara gejala dengan yang dialami Nn. SS ? (Rulis, Rabeca)
4. Pemeriksaan fisik
a. Intepretasi dan meknisme abnormalnya
- Kesadaran : delirium, TD 100/80 mmHg, Nadi 140 x menit/regular, RR
24x/menit, suhu 39 C (Hajrini, Billy)
- Kepala : exophthalmos (+), mulut: faring hiperemis, oral hygiene buruk (Hadley,
Lina)
Eksoftalmus berhubungan dengan antibody yang bereaksi silang dengan
TSH-R yang terdapat pada fibroblast. Fibroblast dipercayai sebagai sel
target dan efektor dalam. Fibroblast sangat sensitive terhadap stimulasi
dari sitokin dan protein larut lainnya, serta immunoglobulin yang
dilepaskan pada saat terjadinya reaksi imun sitokin ini akan merangsang
fibroblast untuk menghasilkan glikosaminoglikan. Produksi berlebihan
dari glikosaminoglikan dalam orbita inilah yang menyebabkan manifestasi
klinik dari eksoftalmus. Glikosaminoglikan ini merupakan makromolekul
hidrofilik yang bersifat osmotic dan terakumulasi di jaringan ikat dari
lemak dan otot orbita. Akumulasi ini menyebabkan pembesaran otot
ekstraokuler dan lemak sekitar menyebabkan proptosis, fibrosis serat otot,
dan selanjutnya menyebabkan atrofi jaringan
Faring hiperemis
- Leher : Struma diffusa (+), kaku kuduk (-) (Arasy, Rahman)
- Jantung : takikardia; paru; bunyi nafas normal (Lina, Puput)
- Abdomen: dinding perut lemas, hati dan limpa tak teraba, bising usus meningkat
(Fitri, Khumaisiah)
- Ekstremitas : telapak tangan lembab, tremor(+), reflex patologis (-) (Rulis,
Hajrini)
b. Cara pemeriksaan fisik pada Nn. SS (Billy, Rabeca)
5. Pemeriksaan laboratorium
a. Intepretasi dan meknisme abnormalnya
- Darah rutin : Hb 12 g %; WBC : 17.000/mm3 (Fitri, Puput)
- Kimia darah glukosa darah, test fungi ginjal dan hati normal, elektrolit serum
normal (Billy, Khumaisiah)
- Test fungsi tiroid : TSH 0,001 mU/L, T4 bebas 7,77 ng/dl (Rahman, Arasy)
b. Cara pemeriksaan labratorium (Rabeca, Hadley)
Pemeriksaan Hemoglobin
Penetapan Hb metode Sahli didasarkan atas pembentukan hematin asam
setelah darah ditambah dengan larutan HCl 0.1N kemudian diencerkan dengan
aquadest. Pengukuran secara visual dengan mencocokkan warna larutan
sampel dengan warna batang gelas standar. Metode ini memiliki kesalahan
sebesar 10-15%, sehingga tidak dapat untuk menghitung indeks eritrosit.
Pemeriksaan WBC
a. Isap darah kapiler dengan pipet leukosit sampai tanda 0,5 pipet
leukosit, hapuslah kelebihan darah yang melekat di ujung luar pipet
b. Isap ke dalam pipet (1) cairan turk sampai tanda 11, sambil memutar-
mutar pipetnya, lepaskan karetnya.
c. Kocok pipet 10-15 detik dalam posisi horizontal sambil diputar-putar
d. Kocok lagi selama 3 menit, buanglah 4 tetesan yang pertama lalu
diisikan ke dalam kamar hitung yang bersih, biarkan 2-3 menit
e. Hitung di bawah mikroskop dengan:
Kamar hitung improved Neubauer:
Leukosit: dengan HPF dalam 64 kotak kecil atau dalam 4x16 kotak
kecil dan hasilnya dikalikan dengan 50.
Pemeriksaan TSH
Pengukuran konsentrasi TSH serum sangat penting artinya dalam
menegakkan diagnosis serta penatalaksanaan kelainan tiroid dan untuk
membedakan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada kelenjar tiroid
sendiri dengan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada hipofisis atau
hipotalamus.kadar TSH dapat diukur dengan assay radioimunometrik, nilai
normal dengan assay generasi ketiga, berkisar dari 0,02 hingga 5,0 μU/ml.
Prinsip pemeriksaan RIA adalah kompetisi antara antigen (bahan biologi
yang diperiksa) dengan antigen radioaktif dalam memperebutkan antibodi
yang jumlahnya sangat terbatas. Saat ini juga dikenal teknik lain yang serupa
dengan RIA yang disebut immunoradiometric assay (IRMA). Dalam teknik
ini yang ditandai dengan radioaktif bukan antigen, tetapi antibodinya.
radioisotop dapat dimasukkan ke dalam tubuh pasien secara inhalasi melalui
saluran pernapasan, melalui mulut maupun injeksi. Kepada pasien diberikan
radiofarmaka yang sesuai dengan jenis pemeriksaan yang dikehendaki.
Berbagai jenis radiofarmaka digunakan untuk mempelajari berbagai jenis
organ. Setelah masuk ke dalam tubuh, radiofarmaka akan menuju ke organ
tertentu. Karena senyawa tersebut dapat memancarkan radiasi-g, maka
keberadaannya di dalam organ tubuh dapat diketahui dengan pemantau
radiasi, baik kinetik maupun distribusinya. Pemantau radiasi yang digunakan
dalam pemeriksaan ini berupa kamera gamma yang dapat mendeteksi sinar-g
dari bagian tubuh pasien yang sedang diperiksa.
c. Pemeriksaan penunjang (Hajrini, Lina)
6. Hipertiroidisme
a. Etiologi (Lianita, Rulis)
b. Faktor risiko (Puput, Arasy)
c. Patofisiologi (Hadley, Rabeca)
Pada penyakit Graves, limfosit T disensitisasi terhadap antgien dalam kelenjar
tiroid dan merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen-antigen
ini.
Satu dari antibodi ini bisa ditunjukkan terhadap tempat reseptor TSH pada
membran sel tiroid dan mempunyai kemampuan untuk merangsang sel tiroid dalam
hal peningkatan pertumbuhan dan fungsi (TSH-R AB [stim]; . Adanya antibodi dalam
darah berkorelasi positif dengan penyakit aktif dan kekambuhan penyakit. Ada
predisposisi genetik yang mendasari, namun tidak jelas apa yang mencetuskan
episode akut ini. Beberapa faktor yang mendorong respons imun pada penyakit
Graves ialah (1) kehamilan, khususnya masa nifas; (2) kelebihan iodida, khusus di
daerah defisiensi iodida, di mana kekurangan iodida dapat menutupi penyakit Graves
laten pada saat pemeriksaan; (3) terapi litium, mungkin melalui perubahan
responsivitas imun; (4) infeksi bakterial atau viral; dan (5) penghentian
glukokortikoid.
Diduga "stress" dapat mencetuskan suatu episode penyakit Graves, tapi tidak ada
bukti yang mendukung hipotesis ini. Patogenesis oftalmopati dapat melibatkan
limfosit sitotoksik (sel-sel pembunuh) dan antibodi sitotoksik tersensititasi oleh
antigen yang umum pada fibroblas orbita, otot orbita, dan jaringan tiroid . Sitokin
yang berasal dari limfosit tersensitasi ini dapat menyebabkan peradangan fibroblas
orbita dan miositis orbita, berakibat pembengkakan otot-otot orbita, protopsi bola
mata, dan diplopia sebagaimana juga menimbulkan kemerahan, kongesti, dan edema
konjungtiva dan periorbita . Patogenesis dermopati tiroid (miksedema pretibial) dan
inflamasi subperiosteal yang jarang pada jari-jari tangan dan kaki (osteopati tiroid
mungkin juga melibatkan stimulasi sitokin limfosit dari fibroblas pada tempat-tempat
ini.
Banyak gejala tiroksikosis mengarah adanya keadaan kelebihan katekolamin,
termasuk takikardi, tremor, berkeringat, kelopak yang kurang dan melotot. Namun
kadar epinefrin dalam sirkulasi adalah normal; jadi pada penyakit Graves, tubuh
tampak hiperaktfi terhadap katekolamin. Hal ini mungkin berhubungan dengan
bagian peningkatan dengan perantaraan hormon tiroid pada reseptor katekolamin
jantung.
d. DD (Lina, Fitri)
e. Kriteria diagnosis (Hajrini, Khumaisiah)
f. Penatalaksanaan (Rulis, Rahman)
g. Prognosis (Lianita, Puput)
h. KDU (Arasy, Billy)
Learning Issue
1. Patologi Anatomi dan histopatologi hipertiroid dibandingkan dengan yang fisiologis
(normalnya) (Puput, Lina, Fitri, Hajrini)
2. Hipertiroid disesuaikan dengan scenario (Rahman, Rabeca, Lina, Arasy)
3. Fisiologi Kelenjar Tiroid (Lianita, Khumaisiah, Hadley, Rulis)
Hipotesis
Nn. SS mengalami Hipertiroidisme
Keterkaitan Antar Masalah
Nn. SS 22 Tahun mengalami gugup, keringat banyak, mudah cemas, sulit tidur, terburu-buru
dalam mengerjakan sesuatu
Demam tinggi, batuk pilek, sakit tenggorokan, diare (1 minggu yl)
Penunan kesadaran (4 jam yl)
Dibawa ke IGD Pemeriksaan Lab
Pemeriksaan fisik