Skenario b Blok 27-1
-
Upload
lidya-nazir -
Category
Documents
-
view
243 -
download
4
description
Transcript of Skenario b Blok 27-1
SKENARIO B BLOK 27
Satu jam sebelum masuk RS, Bujang 20 tahun, dianiaya oleh tetangganya dengan
menggunakan sepotong kayu. Bujang pingsan kurang lebih lima menit kemudian sadar
kembali dan melaporkan kejadian ini ke kantor polisi terdekat. Polisi mengantar Bujang ke
RSUD untuk dibuatkan visum et repertum, di RSUD Bujang mengeluh luka dan memar di
kepala sebelah kanan disertai nyeri kepala hebat dan muntah.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan:
RR: 28x/menit, tekanan darah: 130/90 mmHg, nadi: 50x/menit, GCS: E4 M6 V5, pupil
isokor, reflex cahaya: pupil kanan reaktif, pupil kiri reaktif.
Regio Orbita: dextra et sinistra tampak hematom, sub-conjungtival bleeding (-)
Regio Temporal Dextra: tampak luka ukuran 6x1 cm, tepi tidak rata, sudut tumpul dengan
dasar fraktur tulang.
Regio Nasal: tampak darah segar mengalir dari kedua lubang hidung.
Tak lama setelah dilakukan pemeriksaan, tiba-tiba pasien tidak sadarkan diri.
Dari hasil pemeriksaan pada saat terjadi penurunan kesadaran didapatkan:
Pasien ngorok, RR: 24x/menit, nadi: 50x/menit, tekanan darah: 140/90 mmHg, pasien
membuka mata dengan rangsang nyeri, melokalisir nyeri, dan mengerang dalam bentuk kata-
kata. Pupil anisokor dextra, reflex cahaya: pupil kanan negatif, pupil kiri reaktif/normal.
Pada saat itu anda merupakan dokter jaga UGD di RSUD tersebut dibantu oleh tiga orang
perawat.
1
I. Klarifikasi Istilah
1. Visum et repertum : Keterangan tertulis yang dibuat oleh
dokter
dalam ilmu kedokteran forensik atas
permintaan penyidik yang berwenang mengenai
hasil pemeriksaan medik terhadap manusia,
baik hidup atau mati ataupun bagian atau
diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan
keilmuannya dan dibawah sumpah, untuk
kepentingan holistisia
2. Pingsan : Kondisi kehilangan kesadaran yang mendadak
dan biasanya sementara yang disebabkan oleh
kurangnya aliran darah dan oksigen ke otak
3. Memar : Jenis cedera pada jaringan tubuh yang
menyebabkan aliran darah mengendap pada
jaringan subkutan
4. Aniaya : Perbuatan bengis seperti penyiksaan atau
penindasan
5. Muntah : Pengeluaran isi lambung melalui mulut
6. Pupil isokor : Kesamaan ukuran pupil kedua mata
7. Pupil reaktif : Pupil merespon kepada rangsangan cahaya
8. Subkonjungtival bleeding : Perdarahan dibawah konjungtiva
9. Fraktur tulang : Rusaknya kontinuitas tulang
10. Hematom :Kumpulan darah diluar embuluh darah biasanya
pada tempat pembuluh darah mengalami
trauma
11. Ngorok : (Snoring) pernafasan yang kasar dan ramai saat
tidur yang disebabkan oleh vibrasi uvula dan
palatum molle
12. Anisokor : Ketidaksamaan ukuran pupil kedua mata
2
II. Identifikasi Masalah
1. Satu jam sebelum masuk RS, Bujang 20 tahun, dianiaya oleh tetangganya dengan
menggunakan sepotong kayu. Bujang pingsan kurang lebih lima menit kemudian
sadar kembali dan melaporkan kejadian ini ke kantor polisi terdekat. Polisi
mengantar Bujang ke RSUD untuk dibuatkan visum et repertum, di RSUD Bujang
mengeluh luka dan memar di kepala sebelah kanan disertai nyeri kepala hebat dan
muntah.
2. Dari hasil pemeriksaan didapatkan:
RR: 28x/menit, tekanan darah: 130/90 mmHg, nadi: 50x/menit, GCS: E4 M6 V5,
pupil isokor, reflex cahaya: pupil kanan reaktif, pupil kiri reaktif.
Regio Orbita: dextra et sinistra tampak hematom, sub-conjungtival bleeding (-)
Regio Temporal Dextra: tampak luka ukuran 6x1 cm, tepi tidak rata, sudut tumpul
dengan dasar fraktur tulang.
Regio Nasal: tampak darah segar mengalir dari kedua lubang hidung.
3. Tak lama setelah dilakukan pemeriksaan, tiba-tiba pasien tidak sadarkan diri.
Dari hasil pemeriksaan pada saat terjadi penurunan kesadaran didapatkan:
Pasien ngorok, RR: 24x/menit, nadi: 50x/menit, tekanan darah: 140/90 mmHg,
pasien membuka mata dengan rangsang nyeri, melokalisir nyeri, dan mengerang
dalam bentuk kata-kata. Pupil anisokor dextra, reflex cahaya: pupil kanan negatif,
pupil kiri reaktif/normal.
Pada saat itu anda merupakan dokter jaga UGD di RSUD tersebut dibantu oleh tiga
orang perawat.
3
III. Analisis Masalah
1. Satu jam sebelum masuk RS, Bujang 20 tahun, dianiaya oleh tetangganya dengan
menggunakan sepotong kayu. Bujang pingsan kurang lebih lima menit kemudian
sadar kembali dan melaporkan kejadian ini ke kantor polisi terdekat. Polisi
mengantar Bujang ke RSUD untuk dibuatkan visum et repertum, di RSUD Bujang
mengeluh luka dan memar di kepala sebelah kanan disertai nyeri kepala hebat dan
muntah.
1.1 Apa yang membuat Bujang pingsan kemudian sadar kembali (setelah 5 menit
kemudian) dan bagaimana mekanisme?
Gejala tersebut menunjukkan adanya lucid interval yaitu tenggang waktu
antara kejadian trauma kapitis dan mulai timbulnya penurunan kesadaran.Lucid
interval merupakan gejala khas pada epidural hematoma (EDH). Lucid interval
adalah waktu sadar antara terjadinya trauma sampai timbulnya penurunan
kesadaran ulang. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang
ringan pada epidural hematom. Lucid interval biasanya terjadi karena
kompensasi tubuh yang pada awalnya baik, namun lama kelamaan setelah
adanya perdarahan yang banyak sehingga darah terkumpul dan hematom meluas
di dalam tengkorak maka dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial
sehingga pasien kembali mengalami penurunan kesadaran dan keadaan fisik
yang makin memburuk.
1.2 Apa saja jenis-jenis trauma (trauma tumpul dan tajam) dan pada kasus ini
tergolong trauma apa?
a. Mekanik
1. Kekerasan tumpul
Luka memar : kerusakan pada kapiler bawah kulit, berwarna merah kebiruan.
Pada luka memar dengan penyiraman dengan air tidak akan hilang karena
telahterserap oleh jaringan sedangkan pada lebam mayat masih dapat hilang
karenaletaknya intravaskuler, juga pada memar disekitarnya agak edem dan
secara PA adasebukan sel-sel PMN, sedangkan lebam tidak.
Luka lecet : kerusakan pada epidermis
4
Tekan : epidermis tertekan kedalam
Makin coklat warnanya makin keras perabaannya, berarti semakin
kuattekanannya atau semakin lama.
Bentuknya; kadang-kadang sesuai dengan bentuk bendanya.
Vesikel dan/atau eritema menunjukkan intravitalitas
Geser : epidermis rusak tergeser seperti ombak. Arah geseran sesuai dengan
arah pengumpulan epidermis.
Regang : diskontibuitas epidermis akibat peregangan. Letaknya sesuai dengan
garis kulit, misalnya striae.
Luka robek : kerusakan pada dermis dan epidermis atau lebih dalam lagi.
Menggambarkan kekerasan yang lebih berat
Bisa menentukan arah kekerasannya dengan memperhatikan bibir luka yang
terangkat dari jaringan dasarnya (flap)
Perbedaan kekerasan tajam dan tumpul
TAJAM TUMPUL
Bentuk luka Biasanya
teratur
Biasanya tidak
teratur
Tepi luka Rata Tidak rata
Jembatan jaringan Tidak ada Ada
Folikel rambut terpotong Ya Tidak
Dasar luka Garis / titik Tidak teratur
Sekitar luka Bersih Kadang-kadang
ada lecet
2. Kekerasan tajam
Luka iris
Dalam luka lebih kecil dari panjang luka
Arah kekerasan kurang lebih sejajar dengan kulit
Luka tusuk
Dalam luka lebih besar dari panjang luka
5
Arah kekerasan kurang lebih tegak lurus dengan kulit.
Sudut luka yang tajam menunjukkan letak mata pisau
Panjang luka menunjukkan lebar senjata maksimum yang masuk.
Dalam luka menunjukkan panjang senjata minimum yang masuk
Luka bacok
Dalam luka kurang lebih sama dengan panjang luka.
Arah kekerasan kurang lebih 45 derajat dengan tekanan besar
3. Senjata api
b. Fisik
1. Suhu:
1.1 Panas
1.2 Dingin
2. Listrik
3. Petir
c. Kimiawi
1. Asam
2. Basa
Pada kasus ini adalah trauma tumpul, terlihat pada kasus ini bujang dianiaya
oleh tetangganya dengan sepotong kayu dan bujang mengeluh luka dan memar
di kepala sebelah kanan dengan tepi luka tidak rata dan sudut tumpul.
1.3 Trauma dibagian mana yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran?
Semua trauma kepala yang menyebabkan cedera jaringan otak à hematom à
oedem à vasodilatasi à TIK meningkat à aliran darah ke otak menurun à
perubahan perfusi jaringan cerebri à bisa membuat penurunan kesadaran.
1.4 Apa indikasi dibuat visum et repertum?
6
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan seseorang dengan trauma atau
luka, riwayat luka yang tidak jelas, kejahatan kesusilaan atau perkosaan,
keracunan atau diduga keracunan,mati yang diduga karena tindak pidana,
pemeriksaan mayat dan pemeriksaan bedah mayat.
1.5 Bagaimana hasil visum et repertum pada kasus ini? Buatkan visumnya
Contoh laporan visum et repertum untuk kasus penganiayaan Bujang dalam
Skenario B Blok 27 tahun 2015 adalah sebagai berikut:
Dinas Kesehatan Kabupaten Sukajaya
Rumah Sakit Umum Daerah Sukajaya
Alamat: ____________________________________
Nomor:
Perihal: Hasil pemeriksaan luar atas korban bernama Bujang
PRO JUSTISIA
VISUM ET REPERTUM (VER)
Yang bertanda tangan di bawah ini, dr. Intan Chairrany menerangkan bahwa
atas permintaan tertulis dari Kepolisian Sektor Kecamatan Tulungtulung tanggal
dua puluh satu September tahun dua ribu lima belas, No. Polisi:
_________________ yang ditandatangani oleh Sutiyoso, AKP. NRP: 12345678,
maka pada Hari Senin tanggal dua puluh satu bulan September tahun dua ribu
lima belas mulai pukul tiga belas lewat sepuluh menit Waktu Indonesia Bagian
Barat di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sukajaya, telah melakukan
pemeriksaan luar yang menurut surat tersebut:
--------------------------------------------------------
Nama : Bujang bin
Fulan---------------------------------------------------------------
7
Tempat/Tgl. Lahir : 20
tahun-------------------------------------------------------------------------
Agama : ?
Pekerjaan : Belum bekerja
Alamat :
HASIL PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN
1. Korban datang dengan keadaan sadar dengan keadaan umum tampak sakit
sedang.----
2. Korban datang dengan keluhan luka dan memar di kepala sebelah kanan disertai
nyeri kepala hebat dan
muntah.-------------------------------------------------------------------------
3. Pada tubuh korban ditemukan:
Napas cepat, tekanan darah melebihi ambang normal, nadi lambat, refleks
cahaya positif, dan ukuran pupil sama besar.-----------------------------------------
Tampak memar pada mata sebelah kanan dan kiri, tidak ada perdarahan di
bagian dalam kelopak mata bawah.----------------------------------------------------
Luka lecet di atas telinga kanan dengan ukuran 6x1 cm, tepi tidak rata, sudut
tumpul dengan dasar tulang yang patah.-----------------------------------------------
Tampak darah segar mengalir dari lubang hidung.----------------------------------
4. Korban dirawat karena setelah pemeriksaan ditemukan:
Korban tidak sadarkan disi secara tiba-tiba.------------------------------------------
Korban mengorok dengan napas yang lebih lambat dari sebelumnya, nadi tetap,
dan tekanan darah meningkat dari sebelumnya.------------------------------
Setelah korban membuka mata, terasa nyeri dan lokasinya dapat ditentukan oleh
korban.-------------------------------------------------------------------------------
Korban mengerang dalam bentuk kata-kata.------------------------------------------
8
Refleks cahaya negatif pada mata kanan dan positif pada mata kiri, sehingga
ukuran pupil berbeda. Pupil kanan lebih melebar.-----------------------------------
5. Perlu dilakukan pemeriksaan penunjang pada korban berupa pemeriksaan darah
dan pencitraan
kepala.---------------------------------------------------------------------------------
KESIMPULAN
Telah Diperiksa seorang laki-laki berumur dua puluh tahun. Pada pemeriksaan
ditemukan luka memar di mata dan luka lecet pada kepala sebelah kanan korban
akibat kekerasan benda tumpul, diikuti pingsan saat pemeriksaan yang
mengakibatkan halangan sedang pada korban untuk melakukan pekerjaan
sehari-hari karena korban perlu dirawat untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Demikian sudah Saya uraikan sejujur-jujurnya dengan menggunakan keilmuan
yang sebaik-baiknya mengingat sumpah sesuai KUHP.
Palembang, 21 September 2015
Dokter Pemeriksa
dr. Intan Chairrany
NIP. 000 123 5185
1.6 Apa penyebab nyeri kepala hebat dan muntah pada kasus ini?
Nyeri kepala hebat:
Trauma → fraktur tulang kepala → laserasi pembuluh darah yang berada di
epidural → hematom → hematom bertambah banyak/meluas → menekan
duramater → nyeri kepala
Muntah:
9
Peningkatan tekanan intrakranial → penurunan perfusi ke otak → memperberat
iskemik → mengeluarkan substansi-substansi seperti bradikinin, serotonin,
fosfolipid yang menstimulasi chemoreceptor trigger zone di medulla oblongata
→ muntah
1.7 Bagaimana klasifikasi cedera kepala pada kasus ini?
Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, beratnya
cedera/keparahan, dan morfologi.
Mekanisme
Berdasarkan adanya penetrasi duramater cedera kepala dibagi atas cedera
tumpul dan cedera tembus. Cedera tumpul biasanya berkaitan dengan
kecelakaan kendaraan bermotor (kecepatan tinggi), jatuh, atau pukulan benda
tumpul (kecepatan rendah). Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak
ataupun tusukan. Pada kasus termasuk dalam kategori trauma tumpul pada
kepala.
Beratnya Cedera Kepala
Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya
penderita cedera kepala. Penderita yang mampu membuka kedua matanya
secara spontan, mematuhi perintah, dan berorientasi mempunyai nilai GCS total
sebesar 15, sementara pada penderita yang keseluruhan otot ekstrimitasnya
flaksid dan tidak membuka mata ataupun tidak bersuara maka nilai GCS-nya
minimal atau sama dengan 3. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefinisikan
sebagai koma atau cedera kepala berat. Berdasarkan nilai GCS, maka penderita
cedera kepala dengan nilai GCS 9-13 dikategorikan sebagai cedera kepala
sedang, dan penderita dengan nilai GCS 14-15 dikategorikan sebagai cedera
kepala ringan.
Pada kasus pasien membuka mata dengan rangsang nyeri (2), melokalisir nyeri
(5), dan mengerang dalam bentuk kata-kata (3) sehingga didapatkan nilai GCS
10 yang menunjukkan suatu cedera kepala sedang.
Morfologi
a. Fraktur Tengkorak
10
Fraktur tengkorak dapat terjadi pada atap/verteks atau dasar tengkorak/basis
kranii, dapat berbentuk garis/linear atau bintang/stelata, dan dapat pula terbuka
ataupun tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya memerlukan pemeriksaan
CT scan dengan teknik “bone window” untuk memperjelas garis frakturnya.
Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk
kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci. Fraktur kranium terbuka
dapat mengakibatkan adanya hubungan antara laserasi kulit kepala dengan
permukaan otak karena robeknya selaput dura. Adanya fraktur tengkorak tidak
dapat diremehkan, karena menunjukkan bahwa benturan yang terjadi cukup
berat.
Pada kasus ditemukan fraktur tengkorak yaitu pada regio temporal dextra
dimana terdapat arteri meningea media. Arteri meningea media terletak di fosa
infratemporalis pada os sphenoidale. Arteri meningea media akan masuk ke
dalam foramen spinosum untuk memperdarahi duramater dan kalvaria. Pada
trauma os temporal dapat terjadi ruptur arteri meningea media dan akan
menyebabkan munculnya lesi intrakranial berupa epidural hematom. Namun
harus tetap dibuktikan dengan pemeriksaan lebih lanjut.
b. Lesi Intra Kranial
-Cedera Kepala Difus
Cedera kepala difus yang berat biasanya diakibatkan hipoksia, iskemi dari
otak karena syok yang berkepanjangan atau periode apnoe yang terjadi segera
setelah trauma. Pada beberapa kasus, CT scan sering menunjukkan gambaran
normal, atau gambaran edema dengan batas area putih dan abu-abu yang kabur.
Selama ini dikenal istilah Cedera Aksonal Difus (CAD) untuk mendefinisikan
trauma otak berat dengan prognosis yang buruk. Penelitian secara mikroskopis
menunjukkan adanya kerusakan pada akson dan terlihat pada manifestasi
klinisnya.
-Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak di luar dura tetapi di dalam rongga tengkorak dan
gambarannya berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung. Sering
terletak di area temporal atau temporo parietal yang biasanya disebabkan oleh
robeknya arteri meningea media akibat fraktur tulang tengkorak.
11
-Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural.
Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil di permukaan korteks
serebri. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer
otak. Biasanya kerusakan otak lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk
dibandingkan perdarahan epidural.
-Kontusio dan Perdarahan Intraserebral
Kontusio serebri sering terjadi dan sebagian besar terjadi di lobus frontal dan
lobus temporal, walaupun dapat juga terjadi pada setiap bagian dari otak.
1.8 Bagaimana alur permintaan visum et repertum?
Seperti yang telah di cantumkan dalam pasal 133 KUHP ayat 1. Dalam hal
penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peritiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Ayat 2 permintaan keterangan ahli
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam
surat itu disebutkan dengan tegasuntuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan
mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.ayat 3 Mayat yang dikirim kepada
ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan
secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi
label yang membuat identitas mayat, dilakukan dengan diberi cap jabatan yang
diletakkan pada ibu jari atau bagian lain badan mayat.
Tahapan-tahapan dalam pembuatan visum et repertum pada korban hidup:
Penerimaan korban yang dikirim oleh Penyidik.
Yang berperan dalam kegiatan ini adalah dokter, mulai dokter umum sampai
dokter spesialis yang pengaturannya mengacu pada S.O.P. Rumah Sakit
tersebut. Yang diutamakan pada kegiatan ini adalah penanganan kesehatannya
dulu, bila kondisi telah memungkinkan barulah ditangani aspek medikolegalnya.
Tidak tertutup kemungkinan bahwa terhadap korban dalam penanganan medis
melibatkan berbagai disiplin spesialis.
Penerimaan surat permintaan keterangan ahli/ visum et repertum
12
Adanya surat permintaan keterangan ahli/ visum et repertum merupakan hal
yang penting untuk dibuatnya visum et repertum tersebut. Dokter sebagai
penanggung jawab pemeriksaan medikolegal harus meneliti adanya surat
permintaan tersebut sesuai ketentuan yang berlaku. Hal ini merupakan aspek
yuridis yang sering menimbulkan masalah, yaitu pada saat korban akan
diperiksa surat permintaan dari penyidik belum ada atau korban datang sendiri
dengan membawa surat permintaan keterangan ahli/ visum et repertum .
Untuk mengantisipasi masalah tersebut maka perlu dibuat kriteria tentang
pasien/korban yang pada waktu masuk Rumah Sakit/UGD tidak membawa SpV.
Sebagai berikut :
-Setiap pasien dengan trauma
-Setiap pasien dengan keracunan/diduga keracunan
-Pasien tidak sadar dengan riwayat trauma yang tidak jelas
-Pasien dengan kejahatan kesusilaan/perkosaan
-Pasien tanpa luka/cedera dengan membawa surat permintaan visum
“Kelompok pasien tersebut di atas untuk dilakukan kekhususan dalam hal
pencatatan temuan-temuan medis dalam rekam medis khusus, diberi tanda pada
map rekam medisnya (tanda “VER”), warna sampul rekam medis serta
penyimpanan rekam medis yang tidak digabung dengan rekam medis pasien
umum.”
Pemeriksaan korban secara medis
Tahap ini dikerjakan oleh dokter dengan menggunakan ilmu forensik yang telah
dipelajarinya. Namun tidak tertutup kemungkinan dihadapi kesulitan yang
mengakibatkan beberapa data terlewat dari pemeriksaan.
Pengetikan surat keterangan ahli/ visum et repertum
Pengetikan berkas keterangan ahli/ visum et repertum oleh petugas administrasi
memerlukan perhatian dalam bentuk/formatnya karena ditujukan untuk
kepentingan peradilan. Misalnya penutupan setiap akhir alinea dengan garis,
untuk mencegah penambahan kata-kata tertentu oleh pihak yang tidak
bertanggung jawab.
Contoh :
“Pada pipi kanan ditemukan luka terbuka, tapi tidak rata sepanjang lima senti
meter“
13
Penandatanganan surat keterangan ahli / visum et repertum
Dalam hal korban ditangani oleh hanya satu orang dokter, maka yang
menandatangani visum yang telah selesai adalah dokter yang menangani
tersebut (dokter pemeriksa). Dalam hal korban ditangani oleh beberapa orang
dokter, maka idealnya yang menandatangani visumnya adalah setiap dokter
yang terlibat langsung dalam penanganan atas korban. Dokter pemeriksa yang
dimaksud adalah dokter pemeriksa yang melakukan pemeriksaan atas korban
yang masih berkaitan dengan luka/cedera/racun/tindak pidana.
Penyerahan benda bukti yang telah selesai diperiksa
Benda bukti yang telah selesai diperiksa hanya boleh diserahkan pada penyidik
saja dengan menggunakan berita acara.
Penyerahan surat keterangan ahli/visum et repertum
Surat keterangan ahli/ visum et repertum juga hanya boleh diserahkan pada
pihak penyidik yang memintanya saja.
1.9 Apa saja KUHP yang mendasari visum et repertum?
Melalui pendekatan yuridis visum et repertum di dalam Undang-Undang No 8
tahun 1981 tentang hukum acara pidana, menunjukkan terdapat masalah mendasar
yaitu kedudukan visum et repertum masuk dalam alat bukti keterangan ahli atau
alat bukti surat yang kedua alat bukti ini sah menurut hukum sesuai pasal 184
KUHAP. Berikut analisis yuridis peraturan perundang-undangan pidana di
indonesia :
A. Pasal 179 KUHAP
1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman
atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
2) Semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku juga bagi saksi yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan
sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang
sebenar-benarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.
B. Pasal 180 KUHAP
1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul
di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan
dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
14
2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat
hukum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang.
3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian
ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2)
4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan
oleh instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain
yang mempunyai wewenang untuk itu.
C. Pasal 184 KUHAP ayat 1 huruf b
1) Alat bukti yang sah ialah :
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa
D. Pasal 186 KUHAP
Keterangan ahli sidang pengadilan ialah apa yang seorang ahli nyatakan di
sidang pengadilan.
E. Pasal 187 KUHAP
Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas
sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah adalah:
a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat
umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat
keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang
dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang
keterangannya itu;
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau
surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata
laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi
pembuktian sesuatu keadaan;
15
c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta
secara resmi daripadanya;
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari
alat pembuktian yang lain.
2. Dari hasil pemeriksaan didapatkan:
RR: 28x/menit, tekanan darah: 130/90 mmHg, nadi: 50x/menit, GCS: E4 M6 V5,
pupil isokor, reflex cahaya: pupil kanan reaktif, pupil kiri reaktif.
Regio Orbita: dextra et sinistra tampak hematom, sub-conjungtival bleeding (-)
Regio Temporal Dextra: tampak luka ukuran 6x1 cm, tepi tidak rata, sudut tumpul
dengan dasar fraktur tulang.
Regio Nasal: tampak darah segar mengalir dari kedua lubang hidung.
2.1 Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormalitas pada kasus ini?
Pemeriksaan Normal Kasus Interpretasi
Vital Sign RR 16-24 x/menit 28 x/menit Takipnea
Tekanan
darah
120/80 mmHg 130/90 mmHg Meningkat
Nadi 80-100 x/menit 50 x/menit Bradikardi: efek
peningkatan TIK
GCS E4 M6 V5 E4 M6 V5 Compos mentis
(Cedera kepala ringan)
Regio
Orbita
Pupil Pupil isokor Pupil isokor Normal
Reflex
cahaya
Pupil kanan reaktif
Pupil kiri reaktif
Pupil kanan
reaktif
Pupil kiri reaktif
Normal
Inspeksi
Regio
Orbita
Tidak ada hematom dextra et sinistra
tampak hematom
Sub-
conjungtival
(-) (-) Normal
16
bleeding
Regio
Temporal
Dextra
Inspeksi
Regio
Temporal
Dextra
Tidak ada luka tampak luka
ukuran 6x1 cm,
tepi tidak rata,
sudut tumpul
dengan dasar
fraktur tulang.
Ada fraktur os.
Temporale berbentuk
linier.
Bentuk sudut tumpul
menunjukkan luka
disebabkan oleh benda
tumpul
Regio Nasal Inspeksi
Regio Nasal
Tidak ada
pendarahan
tampak darah
segar mengalir
dari kedua
lubang hidung.
Ada pecahnya
pembuluh darah di
dalam cavum nasii.
Adanya rembesan
2.2 Apa makna klinis dari hasil pemeriksaan diatas?
Benturan kepala à proses akselerasi à goncangan pada batang otak à pons
turun, a. basilaris meregang à perfusi ke ascending reticulo activation system
(ARAS) terganggu à penurunan kesadaran à pingsan selama 5 menit à stabil
(ARAS kembali berfungsi) à sadar kembali
Pupil isokor dan reflek pupil dextra et sinistra reaktif
Ketika kesadaran kembali, otak melakukan kompensasi agar dapat bekerja
kembali normal, namun hanya bertahan beberapa menit hingga jam.
Sub-conjugtival bleeding (-)
Berarti trauma yang terjadi pada daerah kepala tidak mengenai langsung ke
daerah orbita.
2.3 Bagaimana mendeskripsikan bentuk luka? (beri contoh gambar)
Dalam mendeskripsikan luka harus seobjektif mungkin, meliputi
1. Jumlah Luka
2. Lokasi Luka
a. Berdasarkan regio anatomi
17
Ket:1. K e p a l a 2. Wa j a h : D a h i , M a t a , T e li ng a , H i dun g , M u l u t , L i d a h , G i g i , R a h a n g , P i p i , D a g u 3. L e h e r , T e ng g o r ok a n , J a kun 4. B a hu 5. D a d a , B u a h d a d a , T u l a n g r u s uk 6. P u s a r 7. P e r u t , P i n gg ul 8. Or g a n s e ks 9. P e n is / S k r o t um a tau K lit o r i s / V a g i na 10. P a ha 11. L u t ut 12. B e tis , t u l a ng k e r i ng 13. P e r g e l a n g a n k a ki 14. T e l a p a k k a k i , T u m i t , J a r i k a ki 15. L e n g a n 16. S i k u / s i k u t 17. P e r g e l a n g a n t a n g a n 18. T e l a p a k t a n g a n , 19. J a r i t a n g a n ( I bu j a r i , t e l un j u k , t e n g a h, m a n is , k e li n g k i ng
Garis tengah tubuh
Garis mendatar yang melewati putting susu
Garis mendatar yang melewati pusat
Garis mendatar yang melewati ujung tumit
b. Berdasarkan garis aksis dan ordinat
Garis aksis adalah garis khayal mendatar melalui umbilikus atau papilla
mammae atau ujung skapula. Garis ordinat adalah garis khayal melalui
sternum atau vertebrae.
Gambar Lokasi Tubuh berdasarkan Regio Anatomi
Gambar Penentuan Lokasi Luka berdasarkan Garis Aksis dan Ordinat
18
Penentuan Luka dengan Ukuran Panjang
Gambar Lokasi Luka berdasarkan Ukuran Panjang
Lokasi luka pada perut sebelah kanan atas, yaitu
1. Ujung I 3 cm sebelah kanan garis tengah tubuh dan 14 cm di
atas garis mendatar yang melewati pusat.
2. Ujung II 15 cm sebelah kanan garis tengah tubuh dan 5 cm di
atas garis mendatar yang melewati pusat.
19
Penentuan Luka dengan Ukuran Lebar
Gambar Lokasi Luka berdasarkan Ukuran Lebar
Lokasi luka pada daerah dada dan perut, yaitu
1. Batas teratas 17 cm di atas garis mendatar yang melewati puting
susu dan batas terbawah 17 cm di bawah garis mendatar yang melewati
putting susu.
2. Batas paling kanan 10 cm sebelah kanan garis tengah tubuh dan
batas paling kiri 9 cm sebelah kiri garis tengah tubuh.
Penentuan Luka dengan Ukuran Kecil
Gambar Lokasi Luka berdasarkan Ukuran Kecil
20
Lokasi luka pada dada kanan atas, yaitu
1. 16 cm sebelah kanan garis tengah tubuh.
2. 12 cm di atas garis mendatar yang melewati puting.
Bentuk Luka
1. Bentuk sebelum dirapatkan.
2. Bentuk sesudah dirapatkan.
Ukuran Luka
1. Ukuran sebelum dirapatkan.
2. Ukuran sesudah dirapatkan.
Sifat Luka
Garis batas luka
1. Bentuk (teratur atau tidak teratur).
2. Tepi (rata atau tidak).
3. Sudut (ada atau tidak, jumlah, bentuk runcing atau tidak).
Daerah di dalam garis batas luka
1. Tebing luka (rata atau tidak, jaringan apa).
2. Jembatan jaringan (ada atau tidak).
3. Dasar luka (jaringan apa, warna, perabaan, ada apa di atasnya).
Daerah di sekitar garis batas luka
1. Memar
2. Tatoase
3. Jelaga
4. Bekuan darah
5. Lain-lain
21
Gambar Bagian-bagian Luka.
Gambar bagian-bagian Luka Tajam.
Gambar Bagian-bagian Luka Tumpul.22
Tebing luka:Permukaan rata.Terdiri atas kulit, jaringan ikat, otot dan tulang.
Antar tebing luka:Tidak terdapat jambatan jaringan
Dasar luka:Terdiri atas tulang
Tebing luka:Permukaan tidak rataTerdir atas kulit, jaringan ikat dan otot
Antar tebing luka:Terdapat jembatan jaringan
Dasar luka:Terdiri atas tulang
3. Tak lama setelah dilakukan pemeriksaan, tiba-tiba pasien tidak sadarkan diri.
Dari hasil pemeriksaan pada saat terjadi penurunan kesadaran didapatkan:
Pasien ngorok, RR: 24x/menit, nadi: 50x/menit, tekanan darah: 140/90 mmHg,
pasien membuka mata dengan rangsang nyeri, melokalisir nyeri, dan mengerang
dalam bentuk kata-kata. Pupil anisokor dextra, reflex cahaya: pupil kanan negatif,
pupil kiri reaktif/normal.
Pada saat itu anda merupakan dokter jaga UGD di RSUD tersebut dibantu oleh tiga
orang perawat.
3.1 Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan diatas?
-Tak lama setelah dilakukan pemeriksaan, tiba-tiba pasien tidak sadarkan diri:
Hal ini merupakan karakteristik gejala hematoma epidural, penurunan kesadaran
singkat kemudian diikuti dengan perbaikan kesadaran yang tidak selalu
mencapai level awal dan selanjutnya terjadi penurunan level kesadaran yang
tidak selalu mencapai level awal dan selanjutnya terjadi penurunan level
kesadaran kembali (interval lusid) selama beberapa jam. Dapat disertai dengan
defisit neurologis (hemiparesis kontralateral, dilatasi pupil ipsilateral, distress
pernapasan sampai dengan kematian).
-Pasien ngorok,
Hal ini bisa disebabkan gangguan jalan napas yang disebabkan darah, karena
ada Rhinorea dan raccoon eye yang merupakan tanda fraktur basis cranii
anterior
-RR: 24x/menit,
Normal batas tinggi, kemungkinan hal ini disebabkan perdarahan
-nadi: 50x/menit
Bradikardi, kemungkinan hal ini disebabkan perdarahan
-tekanan darah: 140/90 mmHg
Hipertensi grade 1, kemungkinan hal ini disebabkan perdarahan
23
-pasien membuka mata dengan rangsang nyeri, melokalisir nyeri, dan
mengerang dalam bentuk kata-kata.
Nilai GCS: E2,V3, M5. Pasien terkena trauma kapitis sedang
-Pupil anisokor dextra, reflex cahaya: pupil kanan negatif, pupil kiri
reaktif/normal.
Pupil anisokor menandakan trauma berat. Kesimetrisan, ukuran, bentuk, dan
reaksi pupil yang normal terhadap cahaya menunjukkan utuhnya fungsi otak
tengah dan saraf kranialis III. Pupil yang membesar (> 5 mm) dan reaksinya
buruk dapat disebabkan oleh hernia transtentorialdan tekanan pada otak tengah
dan saraf cranial III. Pupil dilatasi bilateraldan tidak bereaksi menandakan
adanya kerusakan berat pada otak tengah. Pupil yang oval sering berkaitan
dengan kompresi dini otak tengah dan saraf kranialis III.
3.2 Bagaimana mekanisme terjadinya perubahan dari pemeriksaan yang pertama
dan kedua pada kasus ini (pingsan-sadar-pingsan)?
Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada
epidural hematom. Kalau pada epidural hematoma dengan trauma primer berat
tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak
pernah mengalami fase sadar.
Mekanisme pingsan ± 5 menit lalu sadar :
1. Benturan kepala à proses akselerasi à goncangan pada batang otak à pons
turun, a. basilaris meregang à perfusi ke ascending reticulo activation system
(ARAS) terganggu à penurunan kesadaran à pingsan selama 5 menit à
stabil (ARAS kembali berfungsi) à sadar kembali
2. Akselerasi kepala à hiperekstensi kepala à otak membentang batang otak
terlalu kuat à blokade reversible terhadap lintasan asendens retikularis difus
à otak tidak mendapat input aferen à kesadaran hilang selama blokade
reversibel berlangsung.
Mekanisme pingsan kembali :
24
Trauma kepala à fraktur à pecahnya arteri meningea media di antara
duramater dan tengkorak à pembentukan hematoma di epidural à TIK ↑à
kompresi lobus temporalis ke arah bawah dan dalam à herniasi uncus melalui
incisura tentorii à menekan batang otak (ARAS) à penurunan kesadaran
(pingsan) kembali
Mekanisme Pupil anisokor dekstra, refleks cahaya pupil kanan (-), refleks
cahaya pupil kiri reaktif/normal:
Trauma tumpul temporal à a. meningea media robek à perdarahan epidural
(perlu pemeriksaan CT scan untuk memastikan) à volume intracranial ↑ à
compliance pertama oleh otak mengeluarkan CSF ke ruang spinal à
perdarahan masih berlangsung à compliance pertama tidak adekuat à
Tekanan intracranial terus ↑ à pergeseran jaringan dari lobus temporal ke
pinggiran tentorium à herniasi unkus à menekan saraf parasimpatis n. III à
tidak terjadi vasokonstriksi pupil à tidak ada hambatan terhadap saraf
simpatis à midriasis ipsilateral (mata kanan) à pupil anisokor dextra dan
reflex cahaya pupil kanan negative
3.3 Bagaimana tatalaksana (TEAM) yang harus dilakukan pada kasus ini?
Tatalaksana awal
Bersihkan luka pada kepala dan tutup luka dengan kasa atau perban yang bersih.
Lakukan dan amankan ABC pada pasien.
Airway dengan kontrol servikal
Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)
Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasi
Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang rigid.
Pasang tampon pada hidung untuk menghentikan epistaksis.
Breathing
Pemasangan airway orofaringeal
25
Prosedur ini digunakan untuk ventilasi sementara pada penderita yang tidak
sadar sementara intubasi penderita sedang dipersiapkan.
Pilih airway yang cocok ukurannya. Ukuran yang cocok sesuai dengan jarak
dari sudut mulut penderita sampai kanalis auditivus eksterna.
Buka mulut penderita dengan manuver chin lift atau teknik cross-finger
(scissors technique).
Sisipkan spatula lidah diatas lidah penderita, cukup jauh untuk menekan lidah,
hati-hati jangan merangsang penderita sampai muntah.
Masukkan airway ke posterior, dengan lembut diluncurkan diatas lengkungan
lidah sampai sayap penahan berhenti pada bibir penderita.
Airway tidak boleh mendorong lidah sehingga menyumbat airway.
Tarik spatula lidah.
Ventilasi penderita dengan alat bag-valve-mask.
Ventilasi bag-valve-mask teknik dua orang
Pilih ukuran masker yang cocok dengan wajah penderita.
Hubungkan selang oksigen dengan alat bag-valve-mask, dan atur aliran
oksigen sampai 12 L/ menit.
Pastikan airway penderita terbuka dan dipertahankan dengan teknik-teknik
yang telah dijelaskan sebelumnya.
Orang pertama memegang masker pada wajah penderita, dan menjaga agar
rapat dengan dua tangan.
Orang kedua memberikan ventilasi dengan memompa kantong dengan dua
tangan.
Kecukupan ventilasi dinilai dengan memperhatikan gerakan dada penderita.
Penderita diberi ventilasi dengan cara seperti ini tiap 5 detik.
Intubasi orotrakeal dewasa
Pastikan bahwa ventilasi yang adekuat dan oksigenasi tetap berjalan, dan
peralatan penghisap berada pada tempat yang dekat sebagai kesiagaan bila
penderita muntah.
Kembangkan balon pipa endotrakeal untuk memastikan bahwa balon tidak
bocor, kemudian kempiskan balon.
26
Sambungkan daun laryngoskop pada pemegangnya, dan periksa terangnya
lampu.
Minta seorang asisten mempertahankan kepala dan leher dengan tangan.
Leher penderita tidak boleh di-hiperekstensi atau di-hiperfleksi selama
prosedur ini.
Pegang laringoskop dengan tangan kiri.
Masukkan laringoskop pada bagian kanan mulut penderita , dan menggeser
lidah kesebelah kiri.
Secara visual identifikasi epiglotis dan kemudian pita suara.
Dengan hati-hati masukkan pipa endotrakeal kedalam trakea tanpa menekan
gigi atau jaringan-jaringan di mulut.
Kembangkan balon dengan udara secukupnya agar tidak bocor. Jangan
mengembangkan balon secara berlebihan.
Periksa penempatan pipa endotrakeal dengan cara memberi ventilasi dengan
bag valve tube.
Secara visual perhatikan pengembangan dada dengan ventilasi.
Auskultasi dada dan abdomen dengan stetoskop untuk memastikan letak pipa.
Amankan pipa (dengan plester). Apabila penderita dipindahkan, letak pipa
harus dinilai ulang.
Apabila intubasi endotrakeal tidak bisa diselesaikan dalam beberapa detik atau
selama waktu yang diperlukan untuk menahan napas sebelum ekshalasi,
hentikan percobaan intubasinya, ventilasi penderita dengan alat bag-valve-
mask, dan coba lagi.
Penempatan pipa harus diperiksa dengan teliti. Foto toraks berguna untuk
menilai letak pipa, tetapi tidak dapat menyingkirkan intubasi esofageal.
Hubungkan alat kolorimetris CO2 ke pipa endotrakeal antara adaptor dengan
alat ventilasi. Penggunaan alat kolorimetrik merupakan suatu cara yang dapat
diandalkan untuk memastikan bahwa letak pipa endotrakeal berada dalam
airway.
Pasang alat pulse oxymeter pada salah satu jari penderita (perfusi perifer harus
masih ada) untuk mengukur dan memantau tingkat saturasi oksigen penderita.
Pulse oxymeter berguna untuk memantau tingkat saturasi oksigen secara terus
menerus dan sebagai cara menilai segera tindakan intervensi.
27
Pemantauan oksimetri pulsa/pulse oxymetri
Pulse oxymeter didesain untuk mengukur saturasi oksigen dan laju nadi pada
sirkulasi perifer. Apabila menilai hasil pulse oxymeter, nilailah pembacaan
pembacaan awal:
Apakah laju nadi sesuai dengan monitor EKG?
Apakah saturasi oksigen cocok/sesuai?
Apabila pulse oxymeter memberikan hasil yang rendah atau sangat sulit
membaca penderita, carilah penyebab fisiologisnya, jangan menyalahkan
alatnya.
Circulation
Akses vena perifer bersamaan dengan pemberian manitol
Pilih tempat yang baik di salah satu anggota badan, misalnya pembuluh di
sebelah depan dari siku, lengan depan, pembuluh kaki (safena).
Pasang turniket elastis di atas tempat punktur yang dipilih.
Bersihkan tempat itu dengan larutan antiseptis.
Tusuklah pembuluh tersebut dengan kateter kaliber besar dengan plastik di
atas jarum, dan amatilah kembalinya darah.
Masukkan kateter ke dalam pembuluh di atas jarum kemudian keluarkan jarum
dan buka torniketnya.
Pada saat ini boleh ambil contoh darah untuk pemeriksaan laboratorium.
Sambunglah kateter dengan pipa infus intravena dan mulailah infusi larutan
RL atau normal saline.
Amatilah infiltrasi yang mungkin terjadi dari cairan ke jaringan.
Tambatkan kateter dan pipa ke kulit anggota badan.
Pasang kateter untuk pengeluaran cairan pada alat urogenital pasien
Obat-obatan
Mannitol, 0,25 sampai 1 g/kg secara bolus intravena, untuk mengurangan
peningkatan ICP.
28
Jika ABC pasien tidak ada masalah langsung rujuk ke dokter bedah, agar
dilakukan operasi untuk mengurangi tekanan intracranial.
3.4 Bagaimana proporsi petugas kesehatan yang ideal di UGD RSUD?
29
IV. Hipotesis
Bujang, 20 tahun, mengalami perdarahan intrakranial et causa trauma tumpul pada
kepala.
1. DD
Hematoma subdural: Akibat pengumpulan darah antara durameter dan
aracnoid, secara klinis subdural akut sukar di bedakan dengan epidural yang
berkembang lambat. Biasanya di sertai dengan perdarahan jaringan otak.
Hematoma subaracnoid
2. WD
Bujang, 20 tahun, mengalami cedera kepala derajat sedang dan epidural
hematoma dengan gejala lucid interval et causa fraktur lobus temporal dan
basis cranii fossa anterior
30
3. Definisi
Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang
menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan
atau gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009). Menurut
Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan
pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan
oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan
kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006).
4. Etiologi
1. Kecelakaan lalu lintas
2 Kecelakaan kerja
3. Trauma pada olah raga
4. Kejatuhan benda
5. Luka tembak
5. Patofisiologi
Tekanan intrakranial meningkat karena produksi cairan serebrospinal
melebihi jumlah yang diabsorpsi. Ini terjadi apabila terdapat produksi cairan
serebrospinal yang berlebihan, peningkatan hambatan aliran atau peningkatan
tekanan dari venous sinus. Mekanisme kompensasi yang terjadi adalah
transventricular absorption, dural absorption, nerve root sleeves absorption dan
unrepaired meningocoeles.
Mesensefalon (midbrain) menghubungkan hemisfer serebri dan batang otak
(pons dan medulla oblongata) berjalan melalui celah tentorium serebeli disebut
insisura tentorial. Nervus okulomotorius (NVII) berjalan sepanjang tentorium,
bila tertekan oleh masa atau edema otak akan menimbulkan herniasi. Serabut-
serabut parasimpatik untuk kontraksi pupil mata berada pada permukaan n.
okulomotorius. Paralisis serabut ini disebabkan penekanan mengakibatkan
dilatasi pupil. Bila penekanan berlanjut menimbulkan deviasi bola mata
kelateral dan bawah.
31
Karena posisinya di dalam tengkorak, maka tekanan cenderung mendorong
otak ke bawah, otak sebelah atas bisa terdorong ke dalam lubang yang
menghubungkan otak dengan batang otak, keadaan ini disebut dengan herniasi.
Herniasi dari lobus temporal medial sampai hiatus tentorial juga terjadi
(herniasi tentorial lateral), menyebabkan kompresi dan kerusakan otak tengah.
Epidural hematom sebagai keadaan neurologis yang bersifat emergency dan
biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang
lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematom
berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan.
Arterial hematom terjadi pada middle meningeal artery yang terletak di bawah
tulang temporal. Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila terjadi
perdarahan arteri maka hematom akan cepat terjadi.
Perdarahan yang terjadi menimbulkan epidural hematoma. Desakan oleh
hematom akan melepaskan duramater lebih lanjut dari tulang kepala sehingga
hematom bertambah besar.
Volume EDH biasanya stabil, mencapai volume maksimum hanya beberapa
menit setelah trauma, tetapi pada 9% penderita ditemukan progresifitas
perdarahan sampai 24 jam pertama.
Pada awal kejadian pasien akan mengalami pingsan karena kehilangan darah
menyebabkan hipoksia pada otak kemudian sekitar 5 menit maka akan terjadi
mekanisme kompensasi tubuh untuk mempertahankan oksigenasi ke otak yang
membuat pasien sadar kembali. sesuai dengan hukum Monro-Kellie
menyatakan bahwa:
Volume Intra Kranial = V darah + V Otak + V Liquor.
Hukum ini berarti apabila terjadi perubahan pada salah satu volume harus
diikuti dengan perubahan unsur lainnya. Tetapi apabila kompensasi tidak dapat
berfungsi lagi maka akan menambah volume desak ruang pada intra kranial
yang membuat pasien akan pingsan kembali. Fenomena ini disebut dengan
lucid interval.
Pada keadaan epidural hematoma terjadi akibat pukulan benda tumpul pada
kalvarium menyebabkan terlepasnya perlekatan duramater dari permukaan
dalam kalvarium yang disertai putusnya/robeknya pembuluh darah disertai
dengan adanya fraktur pada kranium.
32
Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen
spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os
temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan
oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala
sehingga hematom bertambah besar.
Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada
lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. dalam kasus ini juga otak yang
terdesak akan mencari Lokus minoris untuk menyesuaikan diri dengan
peningkatan tekakan intra kranial maka akan terjadi herniasi otak. Tekanan ini
menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran
tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang
dapat dikenal oleh tim medis.
Tekanan dari herniasi unkus pda sirkulasi arteria yang mengurus formation
retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat
ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini
mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan
kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan
respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda
babinski positif.
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong
kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar.
Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain
kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.
33
Pada perdarahan epidural akibat pecahnya arteri dengan atau tanpa fraktur
linear ataupun stelata, manifestasi neurologik akan terjadi beberapa jam
setelah trauma kapitis.
6. Manifestasi klinis
Tergantung tempat terkena, saraf otak pertama bisa terputus oleh fraktur os
kribiforme atau tarik oleh pergeseran otak akibat akselerasi, sehingga anosmia
timbul. Trauma pada bagian depan dari kepala bisa menimbulkan hematom di
orbita atau fraktur tulang orbita. Keadaan tersebut bisa menimbulkan
gangguan kepada saraf otak ketiga, keepat dan keenam, secara tersendiri atau
dalam kombinasi. Pada proses kompresi serebral traumatik akut, batang otak
tertekan karena herniasi tentorial atau herniasi unkus, sehingga kelumpuhan
okular akibat gangguan nervus okulamotorius dan troklearis menjadi suatu
kenyataan. Perdarahan di tegmentum batang abdusentis bisa menimbulkan
oftalmoplegia internuklearis. Nervus abdusen bisa lumpuh secara tersendiri
dan unilateral. Pada umumnya kelumpuhan saraf otak-saraf otak okular akibat
trauma kapitis bisa pulih tanpa gejala sisa.
7. Tatalaksana (kuratif, rehabilitatif)
Tatalaksana awal
Bersihkan luka pada kepala dan tutup luka dengan kasa atau perban yang bersih.
Lakukan dan amankan ABC pada pasien.
34
Airway dengan kontrol servikal
Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)
Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasi
Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang rigid.
Pasang tampon pada hidung untuk menghentikan epistaksis.
Breathing
Pemasangan airway orofaringeal
Prosedur ini digunakan untuk ventilasi sementara pada penderita yang tidak
sadar sementara intubasi penderita sedang dipersiapkan.
Pilih airway yang cocok ukurannya. Ukuran yang cocok sesuai dengan jarak
dari sudut mulut penderita sampai kanalis auditivus eksterna.
Buka mulut penderita dengan manuver chin lift atau teknik cross-finger
(scissors technique).
Sisipkan spatula lidah diatas lidah penderita, cukup jauh untuk menekan lidah,
hati-hati jangan merangsang penderita sampai muntah.
Masukkan airway ke posterior, dengan lembut diluncurkan diatas lengkungan
lidah sampai sayap penahan berhenti pada bibir penderita.
Airway tidak boleh mendorong lidah sehingga menyumbat airway.
Tarik spatula lidah.
Ventilasi penderita dengan alat bag-valve-mask.
Ventilasi bag-valve-mask teknik dua orang
Pilih ukuran masker yang cocok dengan wajah penderita.
Hubungkan selang oksigen dengan alat bag-valve-mask, dan atur aliran
oksigen sampai 12 L/ menit.
Pastikan airway penderita terbuka dan dipertahankan dengan teknik-teknik
yang telah dijelaskan sebelumnya.
Orang pertama memegang masker pada wajah penderita, dan menjaga agar
rapat dengan dua tangan.
35
Orang kedua memberikan ventilasi dengan memompa kantong dengan dua
tangan.
Kecukupan ventilasi dinilai dengan memperhatikan gerakan dada penderita.
Penderita diberi ventilasi dengan cara seperti ini tiap 5 detik.
Intubasi orotrakeal dewasa
Pastikan bahwa ventilasi yang adekuat dan oksigenasi tetap berjalan, dan
peralatan penghisap berada pada tempat yang dekat sebagai kesiagaan bila
penderita muntah.
Kembangkan balon pipa endotrakeal untuk memastikan bahwa balon tidak
bocor, kemudian kempiskan balon.
Sambungkan daun laryngoskop pada pemegangnya, dan periksa terangnya
lampu.
Minta seorang asisten mempertahankan kepala dan leher dengan tangan.
Leher penderita tidak boleh di-hiperekstensi atau di-hiperfleksi selama
prosedur ini.
Pegang laringoskop dengan tangan kiri.
Masukkan laringoskop pada bagian kanan mulut penderita , dan menggeser
lidah kesebelah kiri.
Secara visual identifikasi epiglotis dan kemudian pita suara.
Dengan hati-hati masukkan pipa endotrakeal kedalam trakea tanpa menekan
gigi atau jaringan-jaringan di mulut.
Kembangkan balon dengan udara secukupnya agar tidak bocor. Jangan
mengembangkan balon secara berlebihan.
Periksa penempatan pipa endotrakeal dengan cara memberi ventilasi dengan
bag valve tube.
Secara visual perhatikan pengembangan dada dengan ventilasi.
Auskultasi dada dan abdomen dengan stetoskop untuk memastikan letak pipa.
Amankan pipa (dengan plester). Apabila penderita dipindahkan, letak pipa
harus dinilai ulang.
Apabila intubasi endotrakeal tidak bisa diselesaikan dalam beberapa detik atau
selama waktu yang diperlukan untuk menahan napas sebelum ekshalasi,
36
hentikan percobaan intubasinya, ventilasi penderita dengan alat bag-valve-
mask, dan coba lagi.
Penempatan pipa harus diperiksa dengan teliti. Foto toraks berguna untuk
menilai letak pipa, tetapi tidak dapat menyingkirkan intubasi esofageal.
Hubungkan alat kolorimetris CO2 ke pipa endotrakeal antara adaptor dengan
alat ventilasi. Penggunaan alat kolorimetrik merupakan suatu cara yang dapat
diandalkan untuk memastikan bahwa letak pipa endotrakeal berada dalam
airway.
Pasang alat pulse oxymeter pada salah satu jari penderita (perfusi perifer harus
masih ada) untuk mengukur dan memantau tingkat saturasi oksigen penderita.
Pulse oxymeter berguna untuk memantau tingkat saturasi oksigen secara terus
menerus dan sebagai cara menilai segera tindakan intervensi.
Pemantauan oksimetri pulsa/pulse oxymetri
Pulse oxymeter didesain untuk mengukur saturasi oksigen dan laju nadi pada
sirkulasi perifer. Apabila menilai hasil pulse oxymeter, nilailah pembacaan
pembacaan awal:
Apakah laju nadi sesuai dengan monitor EKG?
Apakah saturasi oksigen cocok/sesuai?
Apabila pulse oxymeter memberikan hasil yang rendah atau sangat sulit
membaca penderita, carilah penyebab fisiologisnya, jangan menyalahkan
alatnya.
Circulation
Akses vena perifer bersamaan dengan pemberian manitol
Pilih tempat yang baik di salah satu anggota badan, misalnya pembuluh di
sebelah depan dari siku, lengan depan, pembuluh kaki (safena).
Pasang turniket elastis di atas tempat punktur yang dipilih.
Bersihkan tempat itu dengan larutan antiseptis.
Tusuklah pembuluh tersebut dengan kateter kaliber besar dengan plastik di
atas jarum, dan amatilah kembalinya darah.
Masukkan kateter ke dalam pembuluh di atas jarum kemudian keluarkan jarum
dan buka torniketnya.
37
Pada saat ini boleh ambil contoh darah untuk pemeriksaan laboratorium.
Sambunglah kateter dengan pipa infus intravena dan mulailah infusi larutan
RL atau normal saline.
Amatilah infiltrasi yang mungkin terjadi dari cairan ke jaringan.
Tambatkan kateter dan pipa ke kulit anggota badan.
Pasang kateter untuk pengeluaran cairan pada alat urogenital pasien
Obat-obatan
Mannitol, 0,25 sampai 1 g/kg secara bolus intravena, untuk mengurangan
peningkatan ICP.
Jika ABC pasien tidak ada masalah langsung rujuk ke dokter bedah, agar
dilakukan operasi untuk mengurangi tekanan intracranial.
Tatalaksana Lanjutan
38
AlgoritmePenatalaksanaan Cedera Kepala Sedang
Definisi : penderita biasanya tampak kebingungan atau mengantuk; namun masih mampu menuruti perintah
GCS : 9-13Pemeriksaan awal :
Sama dengan untuk cedera kepala ringan ditambah pemeriksaan darah sederhanaPemeriksaan CT scan kepala pada semua kasusDirawat untuk observasi
Setelah dirawatPemeriksaan neurologis periodicPemeriksaan CT scan ulang bila kondisi penderita memburuk atau bila penderita
akan dipulangkan.
Bila kondisi membaik (90%)Pulang bila memungkinkanKontrol di poliklinik
Bila kondisi memburuk (10%)Bila penderita tidak mampu melakukan
perintah lagi, segera lakukan pemeriksaan CT scan ulang dan penatalaksanaan sesuai protokol cedera kepala berat
8. Komplikasi
Cedera kepala :
Herniasi otak lanjutan
Penekanan pusat
vegetatif
Edema cerebri
Koma
Deficit neurologis
Kematian
Luka kepala :
Infeksi
Perdarahan
Epistaksis :
Aspirasi
Perdarahan (anemia,
syok)
9. Prognosis
Prognosis tergantung pada:
-Lokasinya (infratentorial lebih jelek)
-Besarnya lesi
-Kesadaran saat masuk kamar operasi
Dubia ad bonam
•Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena
kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi dan kematian tidak akan terjadi
untuk pasien-pasien yang belum koma sebelum operasi.
•Angka kematian berkisar antara 7-15% dan kecacatan pada 5-10% kasus.
Kematian terjadi sekitar 9% pada pasien epidural hematom dengan kesadaran
yang menurun.
•Prognosis sangat buruk pada pasien yang mengalami koma sebelum operasi. 20%
terjadi kematian terhadap pasien-pasien yang mengalami koma yang dalam
sebelum dilakukan pembedahan.
10. SKDI
Hematom epidural: 2
Hematom subdural: 2
Trauma Medula Spinalis: 2
Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk
39
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.
Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
V. Learning Issue
1. Trauma kapitis (perdarahan intrakranial)
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi
setelah trauma kepala,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan
otak atau kombinasinya (Standar Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito). Cedera
kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau
tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan Luka di kulit kepala,
fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringa otak itu
sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis.
ETIOLOGI
1. Kecelakaan lalu lintas
2 Kecelakaan kerja
3. Trauma pada olah raga
4. Kejatuhan benda
5. Luka tembak
KLASIFIKASI
Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala
yang muncul setelah cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai
dalam menentukan derajat cedera kepaka. Cedera kepala diklasifikasikan
dalam berbagi aspek ,secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu
berdasarkan:
1. Mekanisme Cedera kepala
Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan
cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan
kecelakaan mobil-motor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala
tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput
durameter menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau
cedera tumpul.
2. Beratnya Cedera
40
Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif
kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya
penderita cedera kepala.
a. Cedera Kepala Ringan (CKR).
GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30
menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak
ada kontusio cerebral maupun hematoma.
b. Cedera Kepala Sedang ( CKS)
GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30 menit
tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Cedera Kepala Berat (CKB)
GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi
amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau
hematoma intracranial.
3. Morfologi Cedera
Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas :
a. Fraktur cranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat
terbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar
tengkorak biasanya merupakan pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis
frakturnya.
Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan
petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci. Tanda-tanda
tersebut antara lain : ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign), ekimosis retro
aurikuler (Battle`sign), kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan parese
nervus facialis ( N VII ). Sebagai patokan umum bila terdapat fraktur tulang
yang menekan ke dalam, lebih tebal dari tulang kalvaria, biasanya
memeerlukan tindakan pembedahan.
b. Lesi Intrakranial
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun
kedua jenis lesi sering terjadi bersamaan. Termasuk lesi lesi local ; Perdarahan
Epidural, Perdarahan Subdural, Kontusio (perdarahan intra cerebral)
41
Cedera otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT Scan yang
normal, namun keadaan klinis neurologis penderita sangat buruk bahkan dapat
dalam keadaan koma. Berdasarkan pada dalamnya koma dan lamanya koma,
maka cedera otak difus dikelompokkan menurut kontusio ringan, kontusio
klasik, dan Cedera Aksona Difus ( CAD).
1. Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya terjadi pada
regon temporal atau temporopariental akibat pecahnya arteri meningea media (
Sudiharto 1998). Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan
dengan bekas gejala (interval lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh
gangguan kesadaran progresif disertai kelainan neurologist unilateral.
Kemudian gejala neurology timbul secara progresif berupa pupil anisokor,
hemiparese, papil edema dan gejala herniasi transcentorial. Perdarahan
epidural difossa posterior dengan perdarahan berasal dari sinus lateral, jika
terjadi dioksiput akan menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri kepala,
muntah ataksia serebral dan paresis nervi kranialis. Cirri perdarahan epidural
berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung
2. Perdarahan subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural( kira-
kira 30 % dari cedera kepala berat). Perdarahan ini sering terjadi akibat
robeknya vena-vena jembatan yang terletak antara kortek cerebri dan sinus
venous tempat vena tadi bermuara, namun dapat terjadi juga akibat laserasi
pembuluh arteri pada permukaan otak. Perdarahan subdural biasanya menutupi
seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya lebih berat
dan prognosisnya jauh lebih buruk daripada perdarahan epidural.
3. Kontusio dan perdarahan intracerebral
Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal dan lobus temporal, walau
terjadi juga pada setiap bagian otak, termasuk batang otak dan cerebellum.
Kontusio cerebri dapat saja terjadi dalam waktu beberapa hari atau jam
mengalami evolusi membentuk perdarahan intracerebral.Apabila lesi meluas
dan terjadi penyimpangan neurologist lebih lanjut.
4. Cedera Difus
42
Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat
akselerasi dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang lebih sering terjadi
pada cedera kepala.
Komosio Cerebro ringan akibat cedera dimana kesadaran tetap tidak
terganggu, namun terjadi disfungsi neurologist yang bersifat sementara dalam
berbagai derajat. Cedera ini sering terjadi, namun karena ringan sering kali
tidak diperhatikan, bentuk yang paling ringan dari kontusio ini adalah keadaan
bingung dan disorientasi tanpa amnesia retrograd, amnesia integrad ( keadaan
amnesia pada peristiwa sebelum dan sesudah cedera) Komusio cedera klasik
adalah cedera yang mengakibatkan menurunya atau hilangnya kesadaran.
Keadaan ini selalu disertai dengan amnesia pasca trauma dan lamanya amnesia
ini merupakan ukuran beratnya cedera. Hilangnya kesadaran biasanya
berlangsung beberapa waktu lamanya dan reversible. Dalam definisi klasik
penderita ini akan sadar kembali dalam waktu kurang dari 6 jam. Banyak
penderita dengan komosio cerebri klasik pulih kembali tanpa cacat
neurologist, namun pada beberapa penderita dapat timbul deficit neurogis
untuk beberapa waktu. Defisit neurologist itu misalnya : kesulitan mengingat,
pusing ,mual, amnesia dan depresi serta gejala lainnya. Gejala-gejala ini
dikenal sebagai sindroma pasca komosio yang dapat cukup berat.
Cedera Aksonal difus ( Diffuse Axonal Injuri,DAI) adalah dimana
penderita mengalami coma pasca cedera yang berlangsung lama dan tidak
diakibatkan oleh suatu lesi masa atau serangan iskemi. Biasanya penderita
dalam keadaan koma yang dalam dan tetap koma selama beberapa waktu,
penderita sering menunjukkan gejala dekortikasi atau deserebasi dan bila pulih
sering tetap dalam keadaan cacat berat, itupun bila bertahan hidup. Penderita
sering menunjukkan gejala disfungsi otonom seperti hipotensi, hiperhidrosis
dan hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedera batang otak primer.
2. Anatomi kepala dan fisiologi otak
Anatomi Tengkorak
A. Kulit Kepala (SCALP)
Menurut ATLS terdiri dari 5 lapisan yaitu:
Skin atau kulit
43
Connective Tissue atau jaringan penyambung
Aponeurosis atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat berhubungan langsung
dengan tengkorak
Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar. Merupakan tempat
terjadinya perdarahan subgaleal (hematom subgaleal).
Perikranium
B. Tulang Tengkorak
44
Terdiri dari kalvarium dan basis kranii. Rongga tengkorak dasar dibagi
3 fosa :
a) Anterior : tempat lobus frontalis
b) Media : tempat lobus temporalis
c) Posterior : tempat batang otak bawah dan serebelum
C. Meningen
Selaput ini menutupi seluruh permukaan otak terdiri 3 lapisan:
1. Duramater
Merupakan selaput keras atas jaringan ikat fibrosa melekat dengan
tabula interna atau bagian dalam kranium namun tidak melekat pada selaput
arachnoid dibawahnya, sehingga terdapat ruangan potensial disebut ruang
subdural yang terletak antara durameter dan arachnoid. Pada cedera kepala
pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis
superior digaris tengah disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan serta
45
menyebabkan perdarahan subdural. Durameter membelah membentuk 2 sinus
yang mengalirkan darah vena ke otak, yaitu : sinus sagitalis superior
mengalirkan darah vena ke sinus transverses dan sinus sigmoideus.
Perdarahan akibat sinus cedera 1/3 anterior diligasi aman, tetapi 2/3 posterior
berbahaya karena dapat menyebabkan infark vena dan kenaikan tekanan
intracranial.
Arteri-arteri meningea terletak pada ruang epidural, dimana yang sering
mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa
temporalis dapat menimbulkan perdarahan epidural.
2. Arachnoid
Lapisan arachnoid terdiri atas fibrosit berbentuk pipih dan serabut
kolagen. Lapisan arachnoid mempunyai dua komponen, yaitu suatu lapisan
yang berhubungan dengan dura mater dan suatu sistem trabekula yang
menghubungkan lapisan tersebut dengan pia mater. Ruangan di antara
trabekula membentuk ruang subarachnoid yang berisi cairan serebrospinal dan
sama sekali dipisahkan dari ruang subdural. Pada beberapa daerah, arachnoid
melubangi dura mater, dengan membentuk penonjolan yang membentuk
trabekula di dalam sinus venous dura mater. Bagian ini dikenal dengan vilus
arachnoidalis yang berfungsi memindahkan cairan serebrospinal ke darah
sinus venous. Arachnoid merupakan selaput yang tipis dan transparan.
Arachnoid berbentuk seperti jaring laba-laba. Antara Arachnoid dan piameter
terdapat ruangan berisi cairan yang berfungsi untuk melindungi otak bila
terjadi benturan. Baik arachnoid dan piameter kadang-kadang disebut sebagai
leptomeninges.
3. Piamater
Lapisan ini melekat pada permukaan korteks serebri. Cairan serebro
spinal bersirkulasi diantara arachnoid dan piameter dalam ruang subarahnoid.
Perdarahan ditempat ini akibat pecahnya aneurysma intra cranial.
D. Otak
1. Serebrum
46
Terdiri atas hemisfer kanan dan kiri dipisahkan oleh falks serebri yaitu lipatan
durameter yang berada di inferior sinus sagitalis superior. Hemisfer kiri
terdapat pusat bicara.
2. Serebelum
Berfungsi dalam kordinasi dan keseimbangan dan terletak dalam fosa posterior
berhubungan dengan medulla spinalis batang otak dan kedua hemisfer serebri.
3. Batang otak
Terdiri dari mesensefalon (midbrain) dan pons berfungsi dalam kesadaran dan
kewaspadaan, serta medulla oblongata yang memanjang sampai medulla
spinalis.
E. Cairan Serebrospinalis
Normal produksi cairan serebrospinal adalah 0,2-0,35 mL per menit atau
sekitar 500 mL per 24 jam . Sebagian besar diproduksi oleh oleh pleksus
koroideus yang terdapat pada ventrikel lateralis dan ventrikel IV. Kapasitas
dari ventrikel lateralis dan ventrikel III pada orang sehat sekitar 20 mL dan
total volume cairan serebrospinal pada orang dewasa sekitar 120 mL Cairan
serebrospinal setelah diproduksi oleh pleksus koroideus akan mengalir ke
ventrikel lateralis, kemudian melalui foramen interventrikuler Monro masuk 47
ke ventrikel III , kemudian masuk ke dalam ventrikel IV melalui akuaduktus
Sylvii, setelah itu melalui 2 foramen Luschka di sebelah lateral dan 1 foramen
Magendie di sebelah medial masuk kedalam ruangan subaraknoid, melalui
granulasi araknoidea masuk ke dalam sinus duramater kemudian masuk ke
aliran vena.
Tekanan Intra kranial meningkat karena produksi cairan serebrospinal
melebihi jumlah yang diabsorpsi. Ini terjadi apabila terdapat produksi cairan
serebrospinal yang berlebihan, peningkatan hambatan aliran atau peningkatan
tekanan dari venous sinus. Mekanisme kompensasi yang terjadi adalah
transventricular absorption, dural absorption, nerve root sleeves absorption dan
unrepaired meningocoeles. Pelebaran ventrikel pertama biasanya terjadi pada
frontal dan temporal horns, seringkali asimetris, keadaan ini menyebabkan
elevasi dari corpus callosum, penegangan atau perforasi dari septum
pellucidum, penipisan dari cerebral mantle dan pelebaran ventrikel III ke arah
bawah hingga fossa pituitary (menyebabkan pituitary disfunction).
F. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang :
Supratentorial : terdiri fosa kranii anterior dan media
Infratentorial : berisi fosa kranii posterior
48
Mesensefalon (midbrain) menghubungkan hemisfer serebri dan batang
otak (pons dan medulla oblongata) berjalan melalui celah tentorium serebeli
disebut insisura tentorial. Nervus okulomotorius (NVII) berjalan sepanjang
tentorium, bila tertekan oleh masa atau edema otak akan menimbulkan
herniasi. Serabut-serabut parasimpatik untuk kontraksi pupil mata berada pada
permukaan n. okulomotorius. Paralisis serabut ini disebabkan penekanan
mengakibatkan dilatasi pupil. Bila penekanan berlanjut menimbulkan deviasi
bola mata kelateral dan bawah.
Dilatasi pupil ipsilateral disertai hemiplegi kontralateral dikenal sindrom
klasik herniasi tentorium. Umumnya perdarahan intrakranial terdapat pada sisi
yang sama dengan sisi pupil yang berdilatasi meskipun tidak selalu.
G. Sistem Sirkulasi Otak
Kebutuhan energ oksigen jaringan otak adalah sangat tinggi oleh karena
itu aliran darah ke otak absolute harus selalu berjalan mulus . suplai darah ke
otak seperti organ lain pada umumnya disusun oleh arteri–arteri dan vena-
vena.
Arteri karotis
49
Arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna bercabang dari arteri
karotis komunis kita-kira setinggi tulang rawan carotid. Arteri karotis kiri
langsung bercabang dari arkus aorta ,tetapi arteri karotis komunis kanan
berasal dari arteri brakiosefalika.Arteri karotis eksterna mendarahi
wajah,tiroid,lidah dan faring. Cabang dari arteri karotis eksterna yaitu arteria
meningea media,mendarahi struktur-struktur dalam didaerah wajah dan
mengirimkan satu cabang yang besar ke daerah duramater.Arteri karotis
interna sedikit berdilatasi tepat setelah percabangannya yang dinamakan sinus
karotikus.Dalam sinus karotikus terdapat ujung-ujung saraf khususyang
berespon terhadap perubahan tekanan darah arteria,yang secara reflex
mempertahankan suplai darah ke otak dan tubuh.
Arteri karotis interna masuk ke otak dan bercabang kira-kira setinggi
kiasma optikum,menjadi arteria serebri anterior dan media.Arteri serebri
media adalah lanjutan langsung dari arteri karotis interna. Segera setelah
masuk ke ruang subaraknoid dan sebelum bercabang-cabang,arteri karotis
interna mempercabangkan arteri oftalmika yang masuk kedalam orbita dan
mendarahi mata dan isi orbita lainnya.Arteri serebri anterior member suplai
darah pada struktur-struktur seperti nucleus kaudatus,putamen,bagian-bagian
kapsula interna dan korpus kalosum dan bagian-bagian lobus frontalis dan
parietalis serebri.
Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus
temporalis,parietalis,dan frontalis korteks serebri dan membentuk penyebaran
pada permukaan lateral yang menyerupai kipas. Arteri ini merupakan sumber
darah utama girus prasentralis dan postsentralis.
Arteri verebrobasilaris
Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteri subklavia sisi yang
sama. Arteri subklavia kanan merupakan cabang dari arteri arteri inomata,
sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung dari aorta.Arteri
vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan
pons dan medulla oblongata. Kedua arteri tersebut bersatu membentuk arteri
basilaris. Tugasnya mendarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksifitalis
dan temporalis, apparatus koklearis, dan organ-organ vestibular.
Sirkulus Arteriosus Willisi
50
Meskipun arteri karotis interna dan arteri vertebrobasilaris merupakan
dua system arteri terpisah yang mengalirkan darah ke otak,tetapi keduanya
disatukan oleh pembuluh – pembuluh darah anastomosis yang sirkulus
arteriosus willisi .
Cedera otak
Cedera otak terjadi akibat pergeseran dan distorsi jaringan saraf pada
saat benturan. Otak yang tidak dapat dikompresi diibaratkan batang kayu
basah yang terndan di dalam air. Otak terapung dalam cairan serebrolspinal di
ruang subarachnoid dan dapat meluncur kearah anteroposterior dan lateral
dengan jarak tertentu. Gerakan anteroposterior terbatas karena terdapat
perlekatan vv. Cerebri superiors dengan sinus sagitalis superior. Pergeseran
otak ke lateral dibatasi oleh falx cerebri. Tentorium cerebella dan falx
cerebella juga membatasi pergerakan otak. Gerakan otak di dalam tengkorak
pada saat terjadi cedera kepala kemungkinan tidak hanya menyebabkan avulse
saraf cranial tetapi juga sering menimbulkan rupture pembuluh-pembuluh
darah yang terfiksasi.
2. Fisiologi Otak
Doktrin Monroe-Kellie
Hukum Monroe Kellie mengatakan bahwa ruang tengkorak tertutup dan
volumenya tetap. Volume dipengaruhi oleh tiga kompartemen yaitu darah,
liquor, dan parenkim otak. Kemampuan kompensasi yang terlampaui akan
mengakibatkan kenaikan TIK yang progresif dan terjadi penurunan Tekanan
Perfusi Serebral (CPP) yang dapat fatal pada tingkat seluler.
Cedera Sekunder dan Tekanan Perfusi :
CPP = MAP – ICP
CPP : Cerebral Perfusion Pressure
MAP : Mean Arterial Pressure
ICP : Intra Cranial Pressure
Cerebral Blood Flow
Pada orang dewasa, cerebral blood flow (CBF) berkisar antara 50-55
mL/ 100 gram jaringan otak permenit. Cedera kepala yang cukup berat hingga
51
menyebabkan koma biasanya terjadi dan ditandai dengan pengurangan CBF
selama satu jam pertama setelah cedera. Rendahnya level CBF yang inadekuat
untuk metabolism otak biasanya diikuti dengan iskemia baik regional bahkan
global.
Kapiler otak dapat bervasodilatasi ataupun vasokonstriksi untuk
membangun CPP dalam rentang 50-150 mmHg untuk menciptakan CBF yang
konstan. Cedera kepala yang berat dapat mengganggu autoregulasi ini.
Untuk membangun perfusi cerebral dan CBF yang adekuat dapat
dilakukan dengan berbagai cara yaitu menurunkan peningkatan ICP,
menormalkan volume intravascular, menormalkan MAP, memberikan
oksigenasi yang adekuat, dan hematoma atau lesi yang memnyebabkan
peningkatan volume intracranial harus segera dibuang.
Tekanan Intrakranial
Tekanan intrakranial (TIK) didefiniskan sebagai tekanan dalam rongga
kranial dan biasanya diukur sebagai tekanan dalam ventrikel lateral otak
(Joanna Beeckler, 2006). Menurut Morton, et.al tahun 2005, tekanan
intrakranial normal adalah 0-15 mmHg. Nilai diatas 15 mmHg
dipertimbangkan sebagai hipertensi intrakranial atau peningkatan tekanan
intrakranial. Tekanan intrakranial dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu otak
(sekitar 80% dari volume total), cairan serebrospinal (sekitar 10%) dan darah
(sekitar 10%) (Joanna Beeckler, 2006). Monro–Kellie doktrin menjelaskan
tentang kemampuan regulasi otak yang berdasarkan volume yang tetap
(Morton, et.al, 2005). Selama total volume intrakranial sama, maka TIK akan
konstan. Peningkatan volume salah satu faktor harus diikuti kompensasi
dengan penurunan faktor lainnya supaya volume tetap konstan. Perubahan
salah satu volume tanpa diikuti respon kompensasi dari faktor yang lain akan
menimbulkan perubahan TIK (Morton, et.al, 2005). Beberapa mekanisme
kompensasi yang mungkin antara lain cairan serebrospinal diabsorpsi dengan
lebih cepat atau arteri serebral berkonstriksi menurunkan aliran darah otak
(Joanna Beeckler, 2006).
Salah satu hal yang penting dalam TIK adalah tekanan perfusi
serebral/cerebral perfusion pressure (CPP). CPP adalah jumlah aliran darah
52
dari sirkulasi sistemik yang diperlukan untuk memberi oksigen dan glukosa
yang adekuat untuk metabolisme otak (Black&Hawks, 2005). CPP dihasilkan
dari tekanan arteri sistemik rata-rata dikurangi tekanan intrakranial, dengan
rumus CPP = MAP – ICP. CPP normal berada pada rentang 60-100 mmHg.
MAP adalah rata-rata tekanan selama siklus kardiak. MAP = Tekanan
Sistolik + 2X tekanan diastolik dibagi 3. Jika CPP diatas 100 mmHg, maka
potensial terjadi peningkatan TIK. Jika kurang dari 60 mmHg, aliran darah ke
otak tidak adekuat sehingga hipoksia dan kematian sel otak dapat terjadi
(Morton et.al, 2005). Jika MAP dan ICP sama, berarti tidak ada CPP dan
perfusi serebral berhenti, sehingga penting untuk mempertahankan kontrol ICP
dan MAP (Black&Hawks, 2005).
Otak yang normal memiliki kemampuan autoregulasi, yaitu kemampuan
organ mempertahankan aliran darah meskipun terjadi perubahan sirkulasi
arteri dan tekanan perfusi (Morton, et.al, 2005). Autoregulasi menjamin aliran
darah yang konstan melalui pembuluh darah serebral diatas rentang tekanan
perfusi dengan mengubah diameter pembuluh darah dalam merespon
perubahan tekanan arteri. Pada klien dengan gangguan autoregulasi, beberapa
aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan darah seperti batuk, suctioning,
dapat meningkatkan aliran darah otak sehingga juga meningkatkan tekanan
TIK. Monitoring TIK paling sering dilakukan pada trauma kepala dengan
situasi (Thamburaj, Vincent, 2006):
1. GCS kurang dari 8
2. Mengantuk/drowsy dengan hasil temuan CT scan
3. Post op evakuasi hematoma
4. Klien risiko tinggi seperti usia diatas 40 tahun, tekanan darah rendah, klien
dengan bantuan ventilasi.
5. Penurunan status neurologi klinis dipertimbangkan sebagai tanda peningkatan
TIK. Bradikardi, peningkatan tekanan pulsasi, dilatasi pupil normalnya
dianggap tanda peningkatan TIK.
3. Visum et repertum
Definisi
Visum et repertum berasal dari kata visual yaitu melihat dan repertum yaitu
53
melaporkan. Jadi visum et repertum adalah suatu keterangan tertulis yang dibuat
berdasarkan permintaan penyidik memuat segala sesuatu yang dilihat dan
ditemukan dalam pemeriksaan sesuai dengan keilmuannya sebaik-baiknya
untuk kepentingan peradilan dengan mengingat sumpah ketika menerima
jabatan.
Menurut pasal 10 Surat Keputusan Menteri Kehakiman No.M04.UM.01.06
Tahun 1983 bahwa hasil pemeriksaan ilmu kedokteran kehakiman disebut
dengan visum et repertum. Dengan demikian menurut KUHAP keterangan ahli
yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman oleh dokter ahli atau ahli
lainnya disebut visum et repertum.
Visum et repertum adalah laporan tertulis untuk peradilan yang dibuat dokter
berdasarkan sumpah/janji yang diucapkan pada waktu menerima jabatan dokter,
memuat berita tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti
berupa tubuh manusia/benda yang berasal dari tubuh manusia yang diperiksa
sesuai pengetahuan dengan sebaik-baiknya atas permintaan penyidik untuk
kepentingan peradilan. (Amir, 1995)
Visum et repertum merupakan pengganti barang bukti,Oleh karena barang bukti
tersebut berhubungan dengan tubuh manusia (luka, mayat atau bagian tubuh).
KUHAP tidak mencantum kata visum et repertum. Namun visum et repertum
adalah alat bukti yang sah. Bantuan dokter pada penyidik : Pemeriksaan Tempat
Kejadian Perkara (TKP), pemeriksaan korban hidup, pemeriksaan korban mati.
Penggalian mayat, menentukan umur seorang korban / terdakwa, pemeriksaan
jiwa seorang terdakwa, pemeriksaan barang bukti lain (trace evidence). (Idries,
1997)
Yang berhak meminta visum et repertum adalah :
1. Penyidik
2. Hakim pidana
3. Hakim perdata
4. Hakim agama
Yang berhak membuat visum et repertum.(KUHAP Pasal 133 ayat 1) :
1. Ahli kedokteran kehakiman
2. Dokter atau ahli lainnya.
54
Prosedur Permintaan Visum Et Repertum
Tata cara permintaan visum et repertum sesuai peraturan perundang undang
adalah diminta oleh penyidik, permintaan tertulis, dijelaskan pemeriksaan untuk
apa, diantar langsung oleh penyidik, mayat dibuat label, tidak dibenarkan visum
et repertum diminta tanggal yang lalu. (Idries, 1997)
Seperti yang telah di cantumkan dalam pasal 133 KUHP ayat 1 Dalam hal
penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Ayat 2 Permintaan keterangan ahli
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam
surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan
mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. Ayat 3 Mayat yang dikirim kepada
ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan
secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi
label yang memuat identitas mayat, dilakukan dengan diberi cap jabatan yang
diletakkan pada ibu jari atau bagian lain badan mayat.
Bentuk dan Isi Visum Et Repertum
1. Pro justisia, pada bagian atas, untuk memenuhi persyaratan yuridis, pengganti
materai.
2. Visum et repertum, menyatakan jenis dari barang bukti atau pengganti barang
bukti
3. Pendahuluan, memuat identitas dokter pemeriksa pembuat visum et repertum,
identitas peminta visum et repertum, saat dan tempat dilakukanya pemeriksaan
dan identitas barang bukti (manusia), sesuai dengan identitas yang tertera di
dalam surat permintaan visum et repertum dari pihak penyidik dan lebel atau
segel
4. Pemberitaan atau hasil pemeriksaan, memuat segala sesuatu yang di lihat dan
ditemukan pada barang bukti yang di periksa oleh dokter, dengan atau tanpa
pemeriksaan lanjutan (pemeriksaan laboratorium), yakni bila dianggap perlu,
sesuai dengan kasus dan ada tidaknya indikasi untuk itu
5. Kesimpulan, memuat inti sari dari bagian pemberitaan atau hasil
55
pemeriksaan, yang disertai dengan pendapat dokter yang bersangkutan sesuai
dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya
6. Penutup, yang memuat pernyataan bahwasanya visum et repertum tersebut
dibuat atas sumpah dokter dan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya dan
sebenar-benarnya
Peranan dan Fungsi Visum Et Repertum
Peranan dan fungsi visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah
sebagaimana tertulis dalam pasal 184 KUHP. Visum et repertum turut berperan
dalam proses pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa
manusia, dimana visum et repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil
pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya
dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti. Visum et repertum juga memuat
keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut
yang tertuang di dalam bagian kesimpulan. Dengan demikian visum et repertum
secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum sehingga
dengan membaca visum et repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang
telah terjadi pada seseorang, dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-
norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia.
( Afif, 2010)
Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan duduk persoalan di
sidang pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya
bahan baru, seperti yang tercantum dalam KUHAP, yang memungkinkan
dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang bukti, apabila
timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat hukumnya
terhadap suatu hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai dengan pasal 180 KUHP.( Afif,
2010)
Bagi penyidik (Polisi/Polisi Militer) visum et repertum berguna untuk
mengungkapkan perkara. Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna
untuk menentukan pasal yang akan didakwakan, sedangkan bagi hakim sebagai
alat bukti formal untuk menjatuhkan pidana atau membebaskan seseorang dari
tuntutan hukum. Untuk itu perlu dibuat suatu Standar Prosedur Operasional
Prosedur (SPO) pada suatu Rumah Sakit tentang tata laksana pengadaan visum
56
et repertum.( Histar Situmorang, 2007)
Manfaat Visum Et Repertum
Manfaat dari visum et repertum ini adalah untuk menjernihkan suatu perkara
pidana, bagi proses penyidikan dapat bermanfaat untuk pengungkapan kasus
kejahatan yang terhambat dan belum mungkin diselesaikan secara tuntas.
(Soeparmono, 2002)
Visum et repertum juga berguna untuk membantu pihak tersangka atau
terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi ahli dan atau
seseorang yang memiliki keahlian khusus untuk memberikan keterangn yang
meringankan atau menguatkan bagi dirinya yaitu saksi ahli. (Soeparmono,
2002)
Visum et repertum ini juga dapat bermanfaat sebagai petunjuk, dimana petunjuk
itu adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaianya, baik
antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri,
menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
(Hamzah, 1996)
Jenis-jenis Visum Et Repertum
Jenis visum et repertum pada orang hidup terdiri dari (Idries, 2009)
1. Visum seketika adalah visum yang dibuat seketika oleh karena korban tidak
memerlukan tindakan khusus atau perawatan dengan perkataan lain korban
mengalami luka - luka ringan
2. Visum sementara adalah visum yang dibuat untuk sementara berhubung
korban memerlukan tindakan khusus atau perawatan. Dalam hal ini dokter
membuat visum tentang apa yang dijumpai pada waktu itu agar penyidik dapat
melakukan penyidikan walaupun visum akhir menyusul kemudian
3. Visum lanjutan adalah visum yang dibuat setelah berakhir masa perawatan
dari korban oleh dokter yang merawatnya yang sebelumnya telah dibuat visum
sementara untuk awal penyidikan. Visum tersebut dapat lebih dari satu visum
tergantung dari dokter atau rumah sakit yang merawat korban.
Seperti yang telah kita ketahui permintaan visum et repertum orang hidup lebih
57
banyak dari pada permintaan pada mayat, karena mayat masih banyak
diperdebatkan oleh karena pihak keluarga yang tidaka mengizinkan (Amir,
2005)
Visum et repertum orang hidup dapat terdiri dari luka (Abdussalam, 2006)
1. Luka yang paling banyak terjadi adalah luka mekanis, biasanya luka ini bisa
karena
a. Luka benda tumpul
b. Luka benda tajam
c. Luka tembakan senjata api
2. Kemudian luka akibat kekerasan fisis diantaranya adalah
a. Luka akibat suhu tinggi atau luka bakar
b. Luka akibat listrik.
3. Luka akibat zat kimia terdiri dari
a. Luka akibat asam kuat
b. Akibat basa kuat
Semua luka yang tertera diatas dapat diperiksa sesuai lokalisasi, ukuran, jenis
kekerasan yang menjadi penyebab luka. Sehingga dapat digunakan untuk
pembuktian pada suatu kasus.
Jenis visum et repertum pada orang mati atau mayat
1. Pemeriksaan luar adalah dapat diminta oleh penyidik tanpa pemeriksaan
dalam atau otopsi berdasarkan KUHP pasal 133.
2. Pemeriksaan luar dan dalam adalah jenazah : sesuai dengan KUHAP pasal
134 ayat 1 Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian
bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan
terlebih dahulu kepada keluarga korban. Ayat 2 Dalam hal keluarga korban
keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud
dan tujuan dilakukan pembedahan tersebut. Ayat 3 Apabila dalam waktu 2 hari
tidak ada tanggapan apapun dari keluarga pihak yang perlu diberitahu tidak
ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
Pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.
58
VI. Kesimpulan
Bujang, 20 tahun, mengalami cedera kepala derajat sedang dan epidural
hematoma dengan gejala lucid interval et causa fraktur lobus temporal dan basis
cranii fossa anterior
59
VII. Kerangka Konsep
60
Bujang, 20 tahun, dianiaya tetangga
Cedera kepala derajat sedang
Fraktur basis cranii fossa anterior
Akselerasi-deselerasi otak
Fraktur temporal
Perdarahan
Keluar menuju hidung dan orbita
Epistaksis dan hematom pada orbita
Pingsan
Autoregulasi otak
Sadar kembali
Lucid interval
Perdarahan epidural
TIK , CPP
Nyeri kepala, muntah, RR
meningkat, TD menurun
Kompensasi gagal
Herniasi otak
Pupil anisokor
Penurunan kesadaran (GCS 10)
DAFTAR PUSTAKA
Alexander R H, Proctor H J. Shock. Dalam buku: Advanced Trauma Life Support Course for
Physicians. USA.
Anonimous . ____ . Trauma Kepala . (dalam http://repository.usu.ac.id / , diakses 22
September 2015)
Kementerian Kesehatan RI. 2009. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 856
Tahun 2009 tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit. Jakarta:
Menteri Kesehatan RI.
Khan, Shara. 2010. Referat Forensik – Deskripsi Luka. FK-UMI.
Konsil Kedokteran Indonesia . 2012 . Standar Kompetensi Dokter Indonesia . Jakarta: Konsil
Kedokteran Indonesia.
Liebeskind, David S. 2014. Epidural Hematoma. Dalam http://emedicine.medscape.com
/article/1137065/, diakses pada 23 September 2015.
Price, S. Dan L. M. Wilson. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,
Jakarta: EGC.
Suryadi, T., Putra R.O., Sirait E.R. 2014. Visum Et Repertum dan Prosedur Pemeriksaan
Kedokteran Forensik. Artikel Kedokteran. (http://www.scribd.com , diakses 22
September 2015)
Tanto, Chris; Liwang, Frans; Hanifati, Sonia; Pradipta, Eka Adip . 2014 . Kapita Selekta
Kedokteran . Jakarta: Media Aesculapius.
61