Skenario B Blok 18 Tahun 2013

73
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK 18 Disusun oleh : Kelompok 9 Tatia Indira 04111401003 Anantya Dianty S 04111401004 Ghea Duandiza 04111401008 Keidya Twintananda 04111401022 Novi Auliya Dewi 04111401025 Ali Zainal Abidin 04111401026 Amir Ibnu Hazbullah 04111401032 Yusti Desita Indriani 04111401042 David Wijaya 04111401052 Arie Wahyudi Wijaya 04111401071 Kristian Sudana Hartanto 04111401085 Nur Eqbariah Baharuden 04111401099 1

description

tutorial

Transcript of Skenario B Blok 18 Tahun 2013

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO B BLOK 18

Disusun oleh :

Kelompok 9

Tatia Indira 04111401003

Anantya Dianty S 04111401004

Ghea Duandiza 04111401008

Keidya Twintananda 04111401022

Novi Auliya Dewi 04111401025

Ali Zainal Abidin 04111401026

Amir Ibnu Hazbullah 04111401032

Yusti Desita Indriani 04111401042

David Wijaya 04111401052

Arie Wahyudi Wijaya 04111401071

Kristian Sudana Hartanto 04111401085

Nur Eqbariah Baharuden 04111401099

Tutor : dr. Yuniza

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penulis

dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario B blok 18 sebagai tugas kompetensi kelompok.

Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW

beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang.

Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan dan saran.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :

1. Allah SWT.

2. Kedua orang tua yang memberi dukungan materil maupun spiritual.

3. dr.Yuniza selaku tutor.

4. Teman-teman sejawat dan seperjuangan.

5. Semua pihak yang membantu penulis.

Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan kepada

semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat tidak

hanya untuk penulis tetapi juga untuk orang lain dalam perkembangan ilmu pengetahuan di masa

yang akan datang.

Palembang, Juni 2013

Penulis

2

DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR............................................................. .........................2

DAFTAR ISI..................................................................................................3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang......................................................................................4

1.2 Maksud dan Tujuan...............................................................................4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial.............................................................................................5

2.2 Skenario Blok11........................................................................................6

2.3 Paparan

I. Klarifikasi Istilah.........................................................................................7

II. Identifikasi Masalah....................................................................................8

III. Analisis Masalah........................................................................................9

IV. Kerangka Konsep......................................................................................34

V. Kesimpulan...............................................................................................35

VI. Learning Issues dan Keterbatasan Pengetahuan.............................................35

BAB III

SINTESIS

3.1 Anatomi dan fisiologi traktus urinarius ........................................................36

3.2 ISK...............................................................................................................43

3.3 Proteus mirabilis..........................................................................................44

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 48

3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Blok Nefro-Urologi adalah blok 18 pada semester 4 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi

(KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk

menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu :

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran

KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan

pembelajaran diskusi kelompok.

3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari skenario

ini.

4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial

Tutorial Skenario B

Tutor : dr. Yuniza

Moderator : Arie Wahyudi Wijaya

Sekretaris papan : Amir Ibnu Hizbullah

Sekretaris meja : Novi Auliya Dewi

Waktu : Senin, 17 Juni 2013

Rabu, 19 Juni 2013

Peraturan tutorial : 1. Alat komunikasi dinonaktifkan.

2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat dengan

cara mengacungkan tangan terlebih dahulu dan apabila telah

dipersilahkan oleh moderator.

3. Tidak diperkenankan meninggalkan ruangan selama proses

tutorial berlangsung.

4. Tidak diperbolehkan makan dan minum.

5

2.2 Skenario B Blok 18

Anisa, usia 10 bulan, dibawa ibunya ke klinik anak karena panas tinggi sejak 2 hari yang

lalu. Tidak ada keluhan batuk atau pilek maupun diare. Sejak kira-kira 1 minggu sebelumnya

anak sering tampak kesakitan setiap mau buang air kecil. Ibunya juga mengeluhkan daerah

sekitar kemaluan yang tampak makin merah ( ruma popok ) sejak 2 minggu yang lalu. Riwayat

sejak bayi ibu penderita selalu memakaikan popok sekali pakai dan biasanya diganti 2 kali pada

siang hari dan hanya 1 kali pada malam hari.

Pada pemeriksaan fisik:

Anak tampak sakit berat, suhu 39,50 C, nadi 100x/menit, pernafasan 36 x/menit, TD 90/60

mmHg, BB = 10 kg, TB = 75 cm.

Pemeriksaan paru dan jantung dalam batas normal.

Pemeriksaan abdomen datar, lemas, hepar/lien tidak teraba, tidak teraba massa, bising usus

normal, nyeri ketok costovertebral dan nyeri tekan suprapubik sulit dinilai.

Regio anogenital: hiperemis dan ruam makulopapular di area yang ditutupi popok

Hasil pemeriksaan laboratorium rutin:

Hematologi: Hb: 11 g/dl, lekosit: 23.000/mm3, Hitung jenis 0/1/4/80/13/2. LED 40 mm/jam.

Urinalisis: warna kuning, agak keruh, lekosit penuh, eritrosit, 5-6/lpb, lekosit esterase positif,

nitrit positif.

Hasil pemeriksaan lanjutan:

Kultur urin: Proteus mirabilis >100.000/ul, sensitive dengan cotrimoxazole dan cefotaxime (cara

pengambilan dengan urin pancar tengah/mid stream)

USG TUG: pembengkakan parenkim ginjal serta batas kortikomedulla tidak jelas

6

2.3 Paparan

I. Klarifikasi Istilah

No

.

Istilah Pengertian

1 Hiperemis Pembengkakan, ekses darah pada bagian tubuh tertentu.

2 Costovertebral Berkenaan dengan iga dan vertebra.

3 Anogenital Berhubungan dengan daerah anal dan genitalia.

4 Ruam makulopapular Bintik-bintik dan benjolan kecil kemerahan pada kulit.

5 Leukosit esterase Enzim yang di temukan pada sel darah putih merupakan

pertanda peradangan yang umum nya disebabkan oleh ISK.

6 Nitrit Setiap garam dari asam nitrit.

7 Proteus mirabilis Spesies yang paling sering di isolasi dari materi klinis manusia.

Penyebab tersering dari ISK juga dapat di temukan di tanah

dan sampah.

8 Cotrimoxazole Campuran trimetropin dan sulfametoksazole, suatu anti

bacterial yang terutama digunakan dalam pengobatan infeksi

saluran kemih dan pneumonia pneumosistis.

9 Cefotaxime Antibiotik sefalosporin semi sintetis berspektrum luas yang

aktif terhadap banyak organism yang telah resisten terhadap

antibiotic penisilin, sefalosporin, dan amino glikosida

10 Urine pancar tengah Dimana aliran pertama urin di buang dan urin selanjutnya di

tampung.

11 Kortikomedulla Daerah sekitar korteks dan medulla pada daerah parenkim

ginjal.

7

II. Identifikasi Masalah

No Pernyataan Konsen1 Anisa, usia 10 bulan, dibawa ibunya ke klinik anak

karena panas tinggi sejak 2 hari yang lalu. VVV

2 Sejak kira-kira 1 minggu sebelumnya anak sering tampak kesakitan setiap mau buang air kecil. VV

3 Ibunya juga mengeluhkan daerah sekitar kemaluan yang tampak makin merah ( ruma popok ) sejak 2 minggu yang lalu.

VV

4 Riwayat sejak bayi ibu penderita selalu memakaikan popok sekali pakai dan biasanya diganti 2 kali pada siang hari dan hanya 1 kali pada malam hari.

VV

5 Pada pemeriksaan fisik:Anak tampak sakit berat, suhu 39,50 C, nadi 100x/menit, pernafasan 36 x/menit, TD 90/60 mmHg, BB = 10 kg, TB = 75 cm.Pemeriksaan paru dan jantung dalam batas normal.Pemeriksaan abdomen datar, lemas, hepar/lien tidak teraba, tidak teraba massa, bising usus normal, nyeri ketok costovertebral dan nyeri tekan suprapubik sulit dinilai.Regio anogenital: hiperemis dan ruam makulopapular di area yang ditutupi popok

V

6Hasil pemeriksaan laboratorium rutin:Hematologi: Hb: 11 g/dl, lekosit: 23.000/mm3, Hitung jenis 0/1/4/80/13/2. LED 40 mm/jam.Urinalisis: warna kuning, agak keruh, lekosit penuh, eritrosit, 5-6/lpb, lekosit esterase positif, nitrit positif.

V

7 Hasil pemeriksaan lanjutan:Kultur urin: Proteus mirabilis >100.000/ul, sensitive dengan cotrimoxazole dan cefotaxime (cara pengambilan dengan urin pancar tengah/mid stream)USG TUG: pembengkakan parenkim ginjal serta batas kortikomedulla tidak jelas

V

8

III. Analisis Masalah

1) Anisa, usia 10 bulan, dibawa ibunya ke klinik anak karena panas tinggi sejak 2 hari yang

lalu.

a. Apa Etiologi dan Mekanisme dari panas tinggi pada kasus ini ?

Etiologi demam :

Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi.

- Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur,

ataupun parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam

pada anak-anak antara lain pneumonia, bronkitis, osteomyelitis,

appendisitis, tuberculosis, bakteremia, sepsis, bakterial gastroenteritis,

meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media, infeksi saluran kemih, dan

lain-lain (Graneto, 2010). Infeksi virus yang pada umumnya menimbulkan

demam antara lain viral pneumonia, influenza, demam berdarah dengue,

demam chikungunya, dan virus-virus umum seperti H1N1 (Davis, 2011).

Infeksi jamur yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain

coccidioides imitis, criptococcosis, dan lain-lain (Davis, 2011). Infeksi

parasit yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain malaria,

toksoplasmosis, dan helmintiasis (Jenson & Baltimore, 2007).

- Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal

antara lain faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu

tinggi, keadaan tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis, systemic

lupus erythematosus, vaskulitis, dll), keganasan (Penyakit Hodgkin,

Limfoma nonhodgkin, leukemia, dll), dan pemakaian obat-obatan

(antibiotik, difenilhidantoin, dan antihistamin) (Kaneshiro & Zieve, 2010).

Selain itu anak-anak juga dapat mengalami demam sebagai akibat efek

samping dari pemberian imunisasi selama ±1-10 hari (Graneto, 2010). Hal

lain yang juga berperan sebagai faktor non infeksi penyebab demam

adalah gangguan sistem saraf pusat seperti perdarahan otak, status

9

epileptikus, koma, cedera hipotalamus, atau gangguan lainnya (Nelwan,

2009).

Mekanisme demam :

Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit,

limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator

inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan

zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN).

Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium

hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello & Gelfand, 2005).

Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan termostat

di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu

sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu

mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil,

vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai selimut.

Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan

pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik

ke patokan yang baru tersebut (Sherwood, 2001).

b. Apa Hubungan usia dengan jenis kelamin pada kasus ini?

10

- Jenis kelamin :

Lebih sering terjadi pada perempuan sebab urethra pada perempuan lebih

pendek dan lebih dekat ke anus dibandingkan laki - laki. Hal ini membuat

wanita lebih sering mengalami ISK dibanding laki – laki

- Usia :

Lebih sering pada bayi dan usia >65 tahun. Pada bayi, sering terjadi ISK

karena bayi masih belum mengerti dan belum dapat menjaga kebersihannya

sendiri. Selain itu, pemakaian popok pada bayi dapat membuat kulit bayi

mengalami kontak dengan iritan (urin dan feses) dan bakteri (banyak dalam

feses, seperti E. Coli dan Proteus sp.) dalam waktu yang lebih lama. Hal ini

membuat resiko untuk mengalami ISK meningkat.

2) Sejak kira-kira 1 minggu sebelumnya anak sering tampak kesakitan setiap mau buang air

kecil.

a. Apa etiologi dan mekanisme disuria pada kasus ini ?

Etiologi disuria :

- Infeksi, misalnya pyelonephritis, cystitis, prostatitis, urethritis, cervicitis,

epididymo-orchitis, vulvovaginitis.

- Kondisi Hormonal, misalnya hypoestrogenism, endometriosis.

- Malformasi, misalnya obstruksi leher vesica urinaria (misalnya benign

prostatic hyperplasia), urethral strictures atau diverticula.

- Neoplasma, misalnya tumor sel renal, vesica urinaria, prostat,

vagina/vulva, dan kanker penis

- Peradangan, misalnya spondyloarthropathies, efek samping obat, penyakit

autoimun.

- Trauma, misalnya karena pemasangan kateter, “honeymoon” cystitis

- psychogenic, misalnya somatization disorder, major depression, stress atau

anxietas, hysteris.

11

Dua pertiga infeksi traktus urinarius terbukti disebabkan oleh Escherichia coli.

Penyebab lain yang kurang umum termasuk Staphylococcus saprophyticus (15%),

Proteus mirabilis (10%),Staphyloccus aureus (5%), Enterococcus sp. (3%), dan

Klebsiella sp. (3%)

Urethra lebih umum terinfeksi oleh organism seperti Neisseria gonorrhoeae atau

Chlamidia trachomatis. Pathogen lain termasuk Ureaplasma urealyticum,

Mycoplasma genitalium, Trichomonas vaginalis, dan HSV. Infeksi yang jarang

mengakibatkan disuria termasuk adenovirus, herpesvirus, mumps virus, dan

parasit tropis Schistosoma haematobium.

Mekanisme :

Pada pasien ini, orang tuanya menggunakan popok sekali pakai dan jarang

mengganti popok. Hal ini membuat urine dan feses (bersifat iritan) yang ada di

popok berkontak lebih lama dengan kulit bayi, khususnya pada daerah anogenital.

Hal ini akan menimbulkan iritasi pada lapisan kulit dan membuat daya tahan kulit

menurun. Akibatnya, patogen akan lebih mudah tumbuh dan berkembang biak

pada daerah tersebut. Hal ini membuat resiko pasien untuk mengalami ISK

menjadi lebih besar. Rute infeksi yang mungkin adalah ascending infection

melalui urethra ke buli lalu ke ginjal. Adanya infeksi pada saluran kemih inilah

yang kemudian menimbulkan nyeri saat berkemih (disuria).

b. Apa hubungan disuria dengan keluhan utama ?

Hubungan keluhan dari disuria pada 1 minggu yg lalu dengan demam 2 hari

yg lalu menunjukkan jika penyebaran infeksi terjadi secara ascending . Awalnya

terjadi infeksi mikroorganisme pada uretra,kemudian masuk ke dalam vesica

urinaria , dan bermultiplikasi dan menempel di vesica urinaria,infeksi pada vesica

urinaria tersebut akan mengakibatkan iritasi dan spasme otot polos sehingga

timbul keluhan berupa disuria , lalu MO tersebut menuju ke ureter dan ginjal.

Infeksi pada ginjal selanjutnya akan menimbulkan keluhan demam tinggi .

12

3) Ibunya juga mengeluhkan daerah sekitar kemaluan yang tampak makin merah ( ruam

popok ) sejak 2 minggu yang lalu.

a. Apa etiologi dan mekanisme dari ruam ?

Etiologi dan mekanisme:

Beberapa faktor penyebab terjadinya ruam popok ( diaper rash, diaper dermatitis,

napkin dermatitis ), antara lain:

1.      Kebersihan kulit bayi dan pakaiaan bayi yang tidak terjaga, misalnya jarang

ganti popok setelah bayi atau anak kencing

2.      Udara / Suhu lingkungan yang terlalu panas/lembab

3.      Akibat mencret

4.      Reaksi kontak terhadap karet , plastic dan detergen , misalnya pampers

5.      Gangguan pada kelenjar keringat di area yang tertutup popok.

6.      Iritasi atau gesekan antara popok dengan kulit.

7.      Infeksi mikro-organisme (terutama infeksi jamur dan bakteri)

8.      Alergi bahan popok.

Mekanisme :

Pada pasien ini, orang tuanya menggunakan popok sekali pakai dan jarang

mengganti popok. Hal ini membuat urine dan feses (bersifat iritan) yang ada di

popok berkontak lebih lama dengan kulit bayi, khususnya pada daerah anogenital.

Efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan baik fisika maupun kimia, yang

bersifat tidak spesifik, pada sel-sel epidermis akan menimbulkan respon

peradangan pada dermis dalam waktu dan konsentrasi yang cukup. Bahan iritan

merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk

dan mengubah daya ikat air pada kulit. Kebanyak bahan iritan merusak membran

13

lemak keratinosit tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak

lisosom, mitokondria atau komplemen inti.

Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan menstimulasi pelepasan asam

arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), faktor aktivasi platelet, dan inositida

(IP3).

Asam arakidonat diubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). PG dan

LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga

mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak

sebagai kemotraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mast

melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF (platelet activating factor),

sehingga memperkuat perubahan vaskuler. Hal ini membuat bagian kulit yang

mengalami iritasi tampak lebih merah (ruam).

Diasilgliserol dan second messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis

protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte macrophage-colony

stimulating factor (GM-CSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper mengeluarkan IL-

2. Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNF-α, suatu sitokin

proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit,

menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin.

Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat

terjadinya kontak di kulit berupa eritema, edema, panas, dan nyeri. Efek dari iritan

merupakan concentration-dependent, sehingga hanya mengenai tempat primer

kontak.

b. Apa makna klinis dari kronologis keluhan (ruam – disuria- demam ) ?

Menunujukkan kronologis perjalanan penyakit ,dimulai akibat penggunaan popok

yang tidak tepat pada kasus ini akan menyebabkan timbulnya ruam , akibat dari

bagian anogenital yang lembab sehingga menimbulkan iritasi yang menyebabkan

pengelupasan kulit. Akibat terjadinya pengelupasan kulit,maka sistem pertahanan

tubuh menurun dan akhirnya bakteri mudah masuk dan menginfeksi saluran

kemih bagian bawah terlebih dahulu, bakteri tersebut berkolonisasi pada

14

uretra,kemudian masuk ke dalam vesica urinaria , dan bermultiplikasi dan

menempel di vesica urinaria,sehingga timbul keluhan disuria, lalu bakteri menuju

ke ureter dan ginjal. Infeksi pada ginjal selanjutnya akan menimbulkan keluhan

demam tinggi.

4) Riwayat sejak bayi ibu penderita selalu memakaikan popok sekali pakai dan biasanya

diganti 2 kali pada siang hari dan hanya 1 kali pada malam hari.

a. Apa dampak dari riwayat pemakaian popok seperti pada kasus ?

Penyebab ruam popok yang paling utama adalah popok yang lembab. Popok

yang lama terkena air seni dan tinja bisa menimbulkan iritasi pada kulit. Bila

tidak segera membersihkannya, bakteri dan jamur akan tumbuh. Selain karena

lembab ada juga bayi yang memang alergi terhadap popok sekali pakai. Lebih

baik gunakan popok tradisional dengan resiko harus lebih sering

menggantinya bila bayi buang air kecil atau besar.

Peningkatan risiko ISK dapat terjadi oleh karena pemakaian popok sekali

pakai yang lama diganti yang menyebabkan daerah perineal menjadi lembab

sehingga menyebabkan munculnya bakteri uropatogenik. Bakteri dari saluran

kemih ini dapat naik ke ureter sampai ke ginjal, melalui suatu lapisan tipis

cairan (films of fluid), bertambah lagi bila ada refluks vesiko ureter dan

refluks intrarenal. Hal ini sering terjadi pada anak oleh karena kurangnya

kontraksi pada dasar pelvis sehingga setiap habis berkemih masih ada sisa

urin yang tertahan sehingga mengakibatkan refluks bakteri dari uretra ke

kandung kemih. Hal lain yang dapat menyebabkan munculnya bakteri tipe

uropatogenik adalah obstruksi urin, kelainan struktur, urolitiasis, benda asing,

refluks, dan lain-lain.

b. Bagaimana frekuensi ideal pergantian popok ?

Bayi berkemih sekurangnya 8 sampai 20 kali sehari tergantung dari usia dan

frekuensi pemberian makan atau minum. Bayi usia kurang dari 1 bulan

berkemih 20 kali dalam sehari. Popok sekali pakai dipromosikan sebagai

produk yang memiliki daya serap urin yang tinggi, bahkan dapat menampung

15

urin sebanyak ± 5 gelas ( 1 gelas = 60 ml ), sehingga dapat lebih lama diganti.

Rata-rata penggantian popok normal bisa berkisar antara 6-10 kali sampai 10-

12 kali tergantung usia dan daya serap popok.

5) Pada pemeriksaan fisik:

Anak tampak sakit berat, suhu 39,50 C, nadi 100x/menit, pernafasan 36 x/menit, TD 90/60

mmHg, BB = 10 kg, TB = 75 cm.

Pemeriksaan paru dan jantung dalam batas normal.

Pemeriksaan abdomen datar, lemas, hepar/lien tidak teraba, tidak teraba massa, bising

usus normal, nyeri ketok costovertebral dan nyeri tekan suprapubik sulit dinilai.

Regio anogenital: hiperemis dan ruam makulopapular di area yang ditutupi popok

a. Apa Interpretasi dari Pemeriksaan fisik?

Pemeriksaan Fisik Nilai Normal InterpretasiKeadaan Umum : Tampak sakit berat

Sehat Tidak Normal

Suhu 39,5 oC 36,5-37,2 oC FebrisNadi 100 x/menit 2-12 bulan <160/min NormalPernapasan 36 x/menit 2-12 bulan <50/menit NormalTD 90/60 mmHg 70-96/50-65 mmHg NormalBB=10 kg, TB= 75 cm 10 bulan BB: ±9,3kg TB: ±72

cmRange :+2 dan -2 standar deviasi dari nilai rata-rata

Normal

Pemeriksaan abdomen Datar, Lemas Hepar/lien tidak teraba Tidak teraba massa Bising usus normal Nyeri ketok cortovertebral dan nyeri tekan suprapubik sulit dinilai.

Datar, LemasTidak teraba/hati 1 jari teraba Massa tidak adaNormal : 3-5 x / menitTidak Nyeri

NormalNormalNormalNormalRagu

Regio anogenital :Hiperemis dan Ruam Makupopular di area yang ditutupi popok.

Tidak ada Tidak Normal. Kolonisasi bakteri usus dan iritasi kulit

16

b. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari pemeriksaan fisik?

Mekanisme demam :

Demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas normal. Dalam kasus ini, demam

terjadi sebagai pertanda telah terjadi infeksi. Zat yang dapat menyebabkan

demam disebut sebagai pirogen. Pirogen ada 2 jenis, yaitu pirogen endogen

dan pirogen eksogen. Pirogen endogen adalah zat yang berasal dari tubuh

hospes dan pirogen eksogen adalah zat yang berasal dari luar tubuh hospes.

Mayoritas pirogen eksogen adalah mikroorganisme itu sendiri yang

difagositosis, produk mereka atau toxin yang mereka hasilkan. Sebagai respon

terhadap rangsangan pirogen eksogen, maka monosit dan makrofag

mengeluarkan pirogen endogen IL-1(interleukin 1), TNFα (Tumor Necrosis

Factor α), IL-6 (interleukin 6), dan INFα (interferon α). (Isselbacher et al,

2012 : 98) Pirogen tersebut akan beredar dalam sistem vaskular.

Di hipothalamus anterior, terdapat suatu daerah yang kaya neuron yang

disuplai oleh suatu jaringan vaskular yang disebut sebagai organum

vasculorum laminae terminalis (OVLT). Sel – sel endotel di daerah ini akan

melepaskan metabolit asam arakhidonat ketika terpapar pirogen endogen.

Metabolit asam aradikonat, yang sebagian besar adalah Prostaglandin E2

yang dihasilkan melalui jalur COX-2 (cyclooxygenase 2), akan berdifusi ke

dalam hipothalamus. Pusat termoregulasi hipotalamus akan meningkatkan

patokan termostat suhu tubuh kita. Hipotalamus akan berusaha

mempertahankan suhu di titik termostat yang baru tersebut sehingga

hipotalamus merasa bahwa suhu normal tubuh kita (37° C) sebagai terlalu

dingin. Hipothalamus melalui sistem saraf eferen akan memerintahkan

pembuluh darah perifer untuk vasokontriksi sehingga terjadi konservasi panas.

Produksi panas tubuh juga akan ditingkatkan melalui mekanisme menggigil

(kontraksi otot dapat meningkatkan produksi panas). Konservasi panas dan

peningkatan produksi panas akan membuat suhu tubuh kita naik menuju set

point yang baru sehingga kita menjadi demam. (Isselbacher et al, 2012 : 98)

17

Mekanisme diaper rash :

Penggunaan popok yang tidak tepat lembab pada bagian anogenital

iritasi kulit anogenital hiperemis dan ruam

6) Hasil pemeriksaan laboratorium rutin:

Hematologi: Hb: 11 g/dl, lekosit: 23.000/mm3, Hitung jenis 0/1/4/80/13/2. LED

40mm/jam.

Urinalisis: warna kuning, agak keruh, lekosit penuh, eritrosit, 5-6/lpb, lekosit esterase

positif, nitrit positif.

a. Apa interpretasi dari Pemeriksaan Lab ?

Hasil Lab Nilai Normal InterpretasiHematologi

Hb: 11 g/dlLekosit: 23000/mm

Hitung jenis: 0/1/4/80/13/2

LED: 40 mm/jam

10-17 gram/dL5700-10000 sel/mm3

Basofil 0-1%Eosinofil 1-3%Netrofil batang 3-5%Netrofil segmen 50-70Limfosit 25-35%Monosit 2-8%

0-10 mm/jam

NormalLeukositosis

NormalNormalNormalMeningkatMenurunNormal

Meningkat

Urinalisis:

Warna kuningAgak keruhLekosit penuhEritrosit 5-6/lpbLekosit esterase (+)Nitrit (+)

Warna KuningTidak keruhTiada ada lekositNormalnya sedikitLekosit esterase (-)Nitrit (-)

NormalTidak normalPyuriaMeningkatTerjadi infeksiTerjadi infeksi

b. Bagaimana Mekanisme abnormal ?

- Leukosit esterase: pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat apakah ada

leukosit di dalam urin. Adanya leukosit di dalam urin akan memberikan

hasil positif, yang kemungkinan menandakan adanya ISK. Pemeriksaan

18

57-96% sensitif and 94-98% spesifik. Guna enzim ini pada leukosit adalah

disintegrasi esters menjadi alcohol dan asam.

- Nitrit (+): Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi produk dari enzim

nitrat reductase, sebuah enzim yang diproduksi oleh banyak bakteri.

- Leukosit penuh, eritrosit 5-6 Lpb: interpretasi dari hasil ini adalah adanya

infeksi ( namun pada kasus lain bisa juga menandakan adanya tumor, batu,

pembesaran prostate pada laki2, dan trauma)

- LED: Pada terjadinya inflamasi terjadi peningkatan sirkulasi dari

fibrinogen sehingga pada pemeriksaan LED sel darah merah lebih cepat

clumping dan mengendap.

7) Hasil pemeriksaan lanjutan:

Kultur urin: Proteus mirabilis >100.000/ul, sensitive dengan cotrimoxazole dan

cefotaxime (cara pengambilan dengan urin pancar tengah/mid stream)

USG TUG: pembengkakan parenkim ginjal serta batas kortikomedulla tidak jelas

a. Apa interpretasi dari Pemeriksaan lanjutan ?

Hasil Pemeriksaan Lanjutan Normal InterpretasiKultur Urin:Proteus Mirabilis >100000/ul, sensitive dengan cotrimoxazole dan cefotaxime

Tidak ada Terjadi infeksi

USG TUG: pembengkakan parenkim ginjal serta batas kotikomedulla tidak jelas.

Tidak ada pembengkakan Terjadi infeksi

b. Bagaimana mekanisme abnormal pada pemeriksaan lanjutan ?

Mekanisme kultur urine ditemukan proteus mirabilis . 100.000/mlPemakaian popok sekali pakai yang lama diganti yang menyebabkan daerah

perineal menjadi lembab sehingga menyebabkan munculnya bakteri

uropatogenik. Bakteri dari saluran kemih ini dapat naik ke ureter sampai ke

ginjal, melalui suatu lapisan tipis cairan (films of fluid), bertambah lagi bila

ada refluks vesiko ureter dan refluks intrarenal. Hal ini sering terjadi pada

anak oleh karena kurangnya kontraksi pada dasar pelvis sehingga setiap habis

19

berkemih masih ada sisa urin yang tertahan sehingga mengakibatkan refluks

bakteri dari uretra ke kandung kemih. Sehingga pada kultur urin didapat

Proteus mirabilis.

Mekanisme pembengkakan parenkim ginjal serta batas kortikomedulla tidak jelasProteus mirabilis dari anal ke urethra Refluks vesikouretra Ureter ke

pelvis renalis Refluks intrarenal Infeksi pada parenkim ginjal

Akumulasi leukosit dan mediator radang Inflamasi pembengkakan

parenkim ginjal batas kortikomedulla tidak jelas.

c. Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik dari cotrimoxazole ?

FARMAKODINAMIK

Trimetoprim,suatu trimetoksibenzilpirimidin,secara selektif menghambat

asam dihidrofolat reduktase bakteri, yang mengubah asam dihidrofolat

menjadi asam tetrahidrofolat,suatu tahap menuju sintesis purin dan pada

akhirnya sintesis DNA. Trimetoprim kira-kira 50.000 kali lebih tidak efisien

dalam menghambat asam dihidrofolat reduktase pada sel mamalia .

Pirimetamin,suatu benzilpirimidin lain,secara selektif menghambat asam

dihidrofolat reduktase pada protozoa dibandingkan sel mamalia. Sulfonamid

menghambat masuknya molekul PABA (para-aminobenzoic acid) ke dalam

molekul asam folat. Trimetoprim atau pirimetamin dalam kombinasi dengan

sulfonamida menyekat tahapan sekuensial dalam sintesis folat dan

menghasilkan peningkatan bermakna (sinergisme) aktivitas kedua obat.

Kombinasi ini seringkali bersifat bakterisidal,dibandingkan dengan aktivitas

bakteriostatis sulfonamida saja.

Resistensi bakteri frekuensi terjadinya resistensi terhadap kotrimoksazol lebih

rendah dari pada terhadap masing-masing obat karena mikroba yang resisten

teradap salah satu komponen masih peka terhadap komponen yang lainnya.

FARMAKOKINETIK

20

Trimetoprim biasanya diberikan peroral, sendiri atau dalam kombinasi dengan

sulfametoksazol,keduanya mempunyai waktu paruh yang serupa.

Trimetoprim-sulfametoksazol juga dapat diberikan secara intravena.

Trimetoprim diserap dengan baik dari usus dan didistribusikan secara luas

dalam cairan dan jaringan tubuh, termasuk cairan cerebrospinal. Karena

trimetoprim lebih larut dalam lipid daripada sulfametoksazol,trimetoprim

memiliki volume distribusi yang lebih besar ketimbang sulfametoksazol. Oleh

sebab itu,ketika 1 bagian trimetoprim diberikan dengan 5 bagian

sulfametoksazol ( rasio formulasi), kadar puncak dalam plasmanya berada

dalam rasio 1:20,yang optimal bagi efek gabungan kedua obat ini in

vitro.Sekitar 30-50% sulfonamida dan 50-60% trimetoprim ( atau masing-

masing metabolitnya diekskresi di urine dalam waktu 24 jam.

d. Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik dari cefotaxime ?

FARMAKODINAMIK

Cefotaxime adalah antibiotik sefalosporin generasi ketiga yang memiliki

aktivitas anti bakteri. Aktivitas bakterisidal didapat dengan cara menghambat

sisntesis dinding sel. In vitro cefotaxime memiliki aktivitas luas terhadap

bakteri gram positif dan gram negatif. Cefotaxime memiliki stabilitas yang

sangat tinggi terhadap β-laktamase, baik itu penisilinase dan sefalosporinase

yang dihasilkan bakteri gram-positif dan gram-negatif. Selain daripadaitu

Cefataxime merupakan penghambat poten terhadap bakteri gram negatif

tertentu yang menghasilkan β-laktamase.

FARMAKOKINETIK

1.Absorpsi: Cefotaxime diberikan secara injeksi sebagai garam natrium.

Diabsorpsi dengan cepat setelah injeksi intra muskular dengan rata-rata

konsentrasi puncak plasma sekitar 12 dan 20 ug/ml yang dilaporkan berturut-

urut setelah 40 menit pemberian Cefotaxime 0,5 dan 1 g. pada injeksi

intravena Cefotaxime 0,5:1 atau 2 g rata-rata konsentrasi puncak plasma

berturut-urut 38:102 dan 215 ug/ml dicapai dalam konsentrasi bervariasi

21

antara 1 sampai 3 ug/ml setelah 4 jam. Waktu paruh plasma Cefotaxime

sekitar 1 jam dan untuk metabolit aktif desocetylcepotaxime sekitar 1,5 jam.

Waktu paruh meningkat pada neonatus dan penderita dengan gangguan ginjal

berat, terutama untuk bentuk metabolit, dalam hal ini pengurangan dosis

sangat diperlukan. Sekitar 40% Cefotaxime dalam sirkulasi dilaporkan

berikatan dengan protein plasma.

2.Distribusi: Cefotaxime dan desacetylcefotoxime secara luas didistribusikan

dalam jaringan dan cairan tubuh; konsentrasi terapi dapat ditemui dalam LCS

terutama bila meninges dalam keadaan meradang. Cefotaxime melewati

plasenta dan dalam konsentrasi rendah dapat ditemukan pada air susu ibu.

Konsentrasi Cefotaxime dan desacetylcefotaxime relatif tinngi pada empedu

dan 20% dari dosis yang diberikan ditemukan dalam feses.

3.Metabolisme: Cefotaxime sebagian masuk dalam metabolisme hati menjadi

desacetylcefotaxime dan metabolit inaktif.

4.Ekskresi: Eliminasi Cefotaxime terutama melalui ginjal dan sekitar 40

sampai 60% dari dosis ditemukan tidak berubah di urin dalam jangka waktu

24 jam; dan sisanya sebanyak 20% diekskresikan sebagai metabolit desacetyl.

Probenesid akan berkompetensi dengan Cefotaxime dalam halsekresi melalui

tubulus ginjal yang akan mengakibatkan konsentrasi plasma efotaxime dan

metabolit desacetyl menjadi lebih tinggi dan lebih lama. Cefotaxime dan

metabolitnya dapat dihilangkan dengan hemodialis.

8) Apa differential diagnosis pada kasus ini ?

- Urethritis irritan

-Vaginitis

-Appendisitis

-Endometriosis

-Nephrolitisasis

22

Jika ditemukan batuk, pilek, atau diare maka kemungkan ISPA yang paling mungkin

belum dapat di sisngkirkan

9) Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus ini ?

1. Anamnesis

Anamnesis harus dilakukan secara menyeluruh. Keluhan nyeri harus benar-benar

ditelusuri untuk mengetahui nyeri apa yang dirasakan oleh pasien yang dapat

digunakan oleh dokter untuk menegakkan diagnosis.

Onset keluhan nyeri berapa lama?

Karakteristik nyerinya seperti apa?

Penyebaran nyeri?

Aktivitas yang dapat membuat bertambahnya nyeri ataupun berkurangnya nyeri?

Apakah ada riwayat muntah?

Apakah ada gross hematuria?

Apakah ada riwayat nyeri yang sama sebelumnya?

Apakah ada demam?

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan, yaitu pemeriksaan tanda vital dan pemeriksaan fisik

khusus. Pemeriksaan tanda vital yang dinilai, yaitu tekanan darah, frekuensi pernapasan

dan nadi, serta suhu tubuh. Pada pemeriksaan fisik khusus, dilakukan 4 tahap

pemeriksaan yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

Keadaan umum anak tampak sakit berat.

Suhu tubuh 39,5°C: menandakan anak menderita demam. Demam merupakan

gejala yang umum, tetapi infeksi kandung kemih (sistitis) biasanya tidak menyebabkan

demam. Suatu infeksi bakteri pada ginjal (pielonefritis) biasanya menyebabkan demam

tinggi. Kanker ginjal kadang menyebabkan demam.

Tidak ada kelainan jantung, paru, maupun abdomen.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium

23

Anamesis dan pemeriksaan fisik mengarah pada adanya kelainan pada sistem urinarius

anak. Maka pemeriksaan lab yang dibutuhkan antara lain

Pemeriksaan darah

Kadar Hb

Protein

Hasil lab menyatakan

bahwa anak menderita

proteinuria

ringan (protein +).

Proteinuria

biasanya merupakan

pertanda dari suatu

penyakit ginjal, tetapi bisa

juga terjadi secara

normal setelah olah raga

berat (misalnya

maraton). Proteinuria juga bisa terjadi pada proteinuria ortostatik, dimana protein baru

muncul di dalam urin setelah penderitanya berdiri cukup lama, dan tidak akan

ditemukan di dalam urin setelah penderitanya berbaring.

Glukosa

Hasil lab urin tidak mengandung glukosa.

Leukosit

Dilaporkan jumlah leukosit 15-20/LPB. Piuria dapat ditemukan pada pielonefritis,

sistitis, prostatitis, juga uretritis.

Eritrosit

Pada urin ditemukan 8-12 eritrosit per LPB. Hematuria dapat ditemukan pada banayak

keadaan antara lain kelainan membrane glomerulus, trauma vascular ginjal,

glomerulonefritis akut, infeksi akut ginjal, keganasan.

Silinder

Merupakan cetakan protein yang terjadi dalam tubuli ginjal. Pada hasil lab tidak

didapati adanya silinder, menandakan tidak adanya kelainan pada tubuli ginjal.

24

Usia Kadar normal Hb

Bayi baru lahir 17-22 gram/dl

Umur 1 minggu : 15-20 gram/dl

Umur 1 bulan : 11-15 gram/dl

Anak anak 11-13 gram/dl

Perempuan dewasa 14-18 gram/dl

Lelaki dewasa 12-16 gram/dl

Lelaki tua 12.4-14.9 gram/dl

Perempuan tua 11.7-13.8 gram/dl

Leukosit esterase(enzim yang ditemukan pada sel darah putih tertentu)

Hasil positif di dalam urin merupakan pertanda adanya peradangan, yang paling sering

disebabkan oleh infeksi bakteri. Pemeriksaan ini mungkin merupakan negatif palsu jika

urin sangat pekat atau mengandung gula, garam empedu, obat-obatan (misalnya

rifampcin,vitaminC)

10) Apa working diagnosis pada kasus ini ?

Anisa, 10 bulan, dengan keluhan utama panas tinggi sejak 2 hari yang lalu menderita

Pyelonefritis akut dengan faktor predisposisi ruam popok akibat penggunaan popok yang

tidak tepat.

11) Apa Patogenesis pada kasus ini ?

Pada bayi dan anak anak biasanya bakteri berasal dari tinjanya sendiri ataupun

dikarenakan jarak antara uretra dan peri anal yang pendek sehingga dapat menjalar

secara asending. Bakteri uropatogenik yang melekat pada pada sel uroepitelial, dapat

mempengaruhi kontraktilitas otot polos dinding ureter, dan menyebabkan gangguan

peristaltik ureter. Melekatnya bakteri ke sel uroepitelial, dapat meningkatkan virulensi

bakteri tersebut. Mukosa kandung kemih dilapisi oleh glycoprotein mucin layer yang

berfungsi sebagai anti bakteri. Robeknya lapisan ini dapat menyebabkan bakteri dapat

melekat, membentuk koloni pada permukaan mukosa, masuk menembus epitel dan

selanjutnya terjadi peradangan. Bakteri dari kandung kemih dapat naik ke ureter dan

sampai ke ginjal melalui lapisan tipis cairan (films of fluid), apalagi bila ada refluks

vesikoureter maupun refluks intrarenal. Bila hanya vesica urinaria yang terinfeksi, dapat

mengakibatkan iritasi dan spasme otot polos vesika urinaria, akibatnya rasa ingin miksi

terus menerus (urgency) atau miksi berulang kali (frequency), sakit waktu miksi (dysuri).

Mukosa vesika urinaria menjadi edema, meradang dan perdarahan (hematuria).

Infeksi ginjal dapat terjadi melalui collecting system. Pelvis dan medula ginjal dapat

rusak, baik akibat infeksi maupun oleh tekanan urin akibat refluks berupa atrofi ginjal.

Kandung kemih awalnya diinokulasi dengan organisme menular, yang kemudian

bermigrasi ke atas. Infeksi ascending ini terjadi karena sifat virulensi khusus dari bakteri,

seperti adhesin P fimbriae dan endotoksin. Endotoksin diyakini menghambat peristaltik

25

saluran kemih dengan cara memblokir saraf-adrenergik dalam otot polos, sehingga

menciptakan fungsional obstruksi. Obstruksi fungsional ini dapat menyebabkan aliran

maju urin yg merupakan proteksi normal terhadap infeksi jadi terhambat sehingga

kuman dapat naik keatas (ascending).

Pada pielonefritis akut dapat ditemukan fokus infeksi dalam parenkim ginjal, ginjal

dapat membengkak, infiltrasi lekosit polimorfonuklear dalam jaringan interstitial,

akibatnya fungsi ginjal dapat terganggu. Pada pielonefritis kronik akibat infeksi, adanya

produk bakteri atau zat mediator toksik yang dihasilkan oleh sel yang rusak,

mengakibatkan parut ginjal (renal scarring).

12) Apa pemeriksaan penunjang pada kasus ini ?

Urinalisis

Komponen urinalisis yang paling penting dalam ISK adalah esterase leukosit, nitrit, dan

pemeriksaan leukosit dan bakteri mikroskopik. Namun tidak ada komponen urinalisis

yang dapat menggantikan pentingnya kultur sehingga kultur tetap merupakan keharusan

untuk mendiagnosis ISK

Kultur urin

26

Urinalysis Interpretasi Sensitivitas Spesifisitas

Leukosit > 3/lpb 32-100% 45-97%

Leukosit

esterase (LE)

test

Positif 67-94% Lower

Nitrit test Positif

Bacteriuria Positif

Metode pengambilan

sampel urin

Cutoff level colony forming

unit (CFU/ml)

Urin pancar tengah 100.000

Kateterisasi 50.000

Aspirasi supra pubik Berapapun

Kultur (kultur : pembiakan mikroorganisme) yang negatif akan menyingkirkan diagnosis

ISK. Sedangkan pada kultur yang positif, proses pengambilan contoh urin harus

diperhatikan. Jika kultur positif berasal dari aspirasi suprapubik atau kateterisasi, maka

hasil tersebut dianggap benar. Namun jika kultur positif diperoleh dari kantung

penampung urin, perlu dilakukan konfirmasi dengan kateterisasi atau aspirasi suprapubik.

Ultrasonografi ginjal

Pemeriksaan ini dilakukan pada semua anak dengan ISK sesegera mungkin. USG

berguna untuk menentukan ukuran dan bentuk ginjal,struktur dan kelainan anatomis,

tetapi tidak dapat digunakan untuk mendeteksi vesicoureteral reflux (VUR) dan scar pada

ginjal. Pada pielonefritis ditemukan pembengkakan parenkim ginjal,batas kortikomedula

yang tidak jelas. Kerugian USG adalah tidak dapat memberikan informasi mengenai

fungsi ginjal.

VCUG dan Nuclear cystography

Voiding cystourethrography (VCUG) dan nuclear cystography berguna untuk

memvisualisasikan anatomi uretra dan kandung kemih dan dapat mendeteksi

Vesicoureteral reflux (VUR)

DMSA scan

Pemeriksaan ini terutama untuk melihat fungsi saluran kemih. DMSA biasanya dilakukan

pada anak di bawah 5 tahun dengan hasil ultrasonografi yang tidak normal. Umumnya

dilakukan 2 bulan setelah episode ISK untuk memberi waktu perbaikan pada saluran

kemih. Selama menunggu dilakukannya pemeriksaan ini, beberapa pihak menganjurkan

pemberian antibiotik dosis rendah. Scan ini digunakan untuk memeriksa struktur ginjal,

ukuran dan bentuk. Hal ini sangat umum digunakan pada anak-anak yang memiliki

infeksi saluran kemih. DMSA scan Ini dapat menunjukkan daerah ginjal yang bekerja

dengan baik dan scar pada ginjal . Scar tersebut dapat disebabkan oleh kondisi yang

disebut refluks vesiko-ureter . DMSA scan juga dapat mengetahui kerusakan setelah

cedera atau berkurangnya pasokan darah ke ginjal.

27

Penanda inflamasi (CRP dan Procalcitonin)

Jumlah WBC yang tinggi tidak spesifik dan tidak membantu dalam membedakan ISK

bawah dan ISK bagian atas. Konsentrasi CRP sensitif, tetapi tidak spesifik untuk

menandakan keterlibatan parenkim ginjal pada bayi yang demam dan anak dengan ISK.

Nilai CRP dapat digunakan untuk membedakan kolonisasi kandung kemih dari

pielonefritis akut pada anak demam dengan bakteriuria dan neurogenik bladder.

Procalcitonin merupakan penanda inflamasi akut dengan sensitivitas 70-95% dan

spesifisitas yang mendekati 90% untuk keterlibatan ginjal pada bayi dan anak dengan

ISK demam. Meskipun kurang sensitif dibandingkan CRP, prokalsitonin lebih spesifik

untuk diagnosis pielonefritis akut. Karena tingkat procalcitonin meningkat, tingkat

keparahan lesi ginjal pada DMSA meningkat. Tingginya tingkat procalcitonin

memprediksi VUR pada bayi dan anak-anak pada awal pielonefritis

13) Apa faktor resiko pada kasus ini ?

-Wanita memiliki risiko besar mengalami infeksi ginjal dari pada laki-laki. Ini

dikarenakan wanita memiliki uretra lebih pendek daripada laki-laki sehingga bakteri

mudah mencapai ginjal.

-Personal hygiene yang kurang

-System imun yang lemah

-Kurang minum

-Sering menahan BAK

-Kerusakan syaraf disekitar kandung kemih.

-Penggunaan kateter dalam jangka waktu lama

14) Apa penatalaksaan pada kasus ini ?

Prinsip pengobatan infeksi saluran kemih adalah memberantas (eradikasi) bakteri dengan

antibiotika.

Tujuan pengobatan :

Menghilangkan bakteri penyebab Infeksi saluran kemih.

28

Menanggulangi keluhan (gejala).

Mencegah kemungkinan gangguan organ ( terutama ginjal).

Tata cara pengobatan :

Menggunakan pengobatan dosis tunggal.

Menggunakan pengobatan jangka pendek antara 10-14 hari.

Menggunakan pengobatan jangka panjang antara 4-6 minggu.

Menggunakan pengobatan pencegaham (profilaksis) dosis rendah.

Menggunakan pengobatan supresif, yaitupengobatan lanjutan jika pemberantasan

(eradikasi) bakteri belum memberikan hasil.

Pengobatan infeksi saluran kemih menggunakan antibiotika yang telah diseleksi terutama

didasarkan pada beratnya gejala penyakit, lokasi infeksi, serta timbulnya komplikasi.

Pertimbangan pemilihan antibiotika yang lain termasuk efek samping, harga, serta perbandingan

dengan terapi lain. Tetapi, idealnya pemilihan antibiotika berdasarkan toleransi dan terabsorbsi

dengan baik, perolehan konsentrasi yang tinggi dalam urin, serta spectrum yang spesifik terhadap

mikroba pathogen.

Pengobatan yang pertama dilakukan ke symptom nya seperti pada kasus ini sakit kencing dapat

digunakan fenazopiridin pyiridium dengan dosis 7-10 mg/kgbb/hari. Selain itu cari tau factor

predisposisi nya pada kasus ini alergi akibat infeksi yang bisa digunakan. Pada infeksi akut yang

simpleks diberikan (primary drug) ialah ampisilin kontrisokmazol,sulfisoksazol,

nitrofurantoin.pemakaian nya selama 7 hari.

Selain itu, Antibiotika yang digunakan untuk pengobatan infeksi saluran kemih terbagi

dua, yaitu antibiotika oral dan parenteral.

I. Antibiotika Oral

a. Sulfonamida

Antibiotika ini digunakan untuk mengobati infeksi pertama kali. Sulfonamida

umumnya diganti dengan antibiotika yang lebih aktif karena sifat resistensinya.

Keuntungan dari sulfonamide adalah obat ini harganya murah.

b. Trimetoprim-sulfametoksazol

29

Kombinasi dari obat ini memiliki efektivitas tinggi dalam melawan bakteri aerob,

kecuali Pseudomonas aeruginosa. Obat ini penting untuk mengobati infeksi dengan

komplikasi, juga efektif sebagai profilaksis pada infeksi berulang. Dosis obat ini adalah

160 mg dan interval pemberiannya tiap 12 jam.

c. Penicillin

Ampicillin adalah penicillin standar yang memiliki aktivitas spektrum luas,

termasuk terhadap bakteri penyebab infeksi saluran urin. Dosis ampicillin 1000

mg dan interval pemberiannya tiap 6 jam.

Amoxsicillin terabsorbsi lebih baik, tetapi memiliki sedikit efek samping.

Amoxsicillin dikombinasikan dengan clavulanat lebih disukai untuk mengatasi

masalah resistensi bakteri. Dosis amoxsicillin 500 mg dan interval pemberiannya

tiap 8 jam.

d. Cephaloporin

Cephalosporin tidak memiliki keuntungan utama dibanding dengan antibiotika

lain yang digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih, selain itu obat ini juga lebih

mahal. Cephalosporin umumnya digunakan pada kasus resisten terhadap amoxsicillin dan

trimetoprim-sulfametoksazol.

e. Tetrasiklin

Antibiotika ini efektif untuk mengobati infeksi saluran kemih tahap awal. Sifat

resistensi tetap ada dan penggunannya perlu dipantau dengan tes sensitivitas. Antibotika

ini umumnya digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh chlamydial.

f. Quinolon

Asam nalidixic, asam oxalinic, dan cinoxacin efektif digunakan untuk mengobati

infeksi tahap awal yang disebabkan oleh bakteri E. coli dan Enterobacteriaceae lain,

tetapi tidak terhadap Pseudomonas aeruginosa. Ciprofloxacin ddan ofloxacin

diindikasikan untuk terapi sistemik. Dosis untuk ciprofloxacin sebesar 50 mg dan interval

pemberiannya tiap 12 jam. Dosis ofloxacin sebesar 200-300 mg dan interval

pemberiannya tiap 12 jam.

g. Nitrofurantoin

30

Antibiotika ini efektif sebagai agen terapi dan profilaksis pada pasien infeksi

saluran kemih berulang. Keuntungan utamanya adalah hilangnya resistensi walaupun

dalam terapi jangka panjang.

h. Azithromycin

Berguna pada terapi dosis tunggal yang disebabkan oleh infeksi chlamydial.

i. Methanamin Hippurat dan Methanamin Mandalat

Antibiotika ini digunakan untuk terapi profilaksis dan supresif diantara tahap

infeksi.

II. Antibiotika Parenteral.

a. Amynoglycosida

Gentamicin dan Tobramicin mempunyai efektivitas yang sama, tetapi gentamicin

sedikit lebih mahal. Tobramicin mempunyai aktivitas lebih besar terhadap pseudomonas

memilki peranan penting dalam pengobatan onfeksi sistemik yang serius. Amikasin

umumnya digunakan untuk bakteri yang multiresisten. Dosis gentamicin sebesar 3-5

mg/kg berat badan dengan interval pemberian tiap 24 jam dan 1 mg/kg berat badan

dengan interval pemberian tiap 8 jam.

b. Penicillin

Penicillin memilki spectrum luas dan lebih efektif untuk menobati infeksi akibat

Pseudomonas aeruginosa dan enterococci. Penicillin sering digunakan pada pasien yang

ginjalnya tidak sepasang atau ketika penggunaan amynoglycosida harus dihindari.

c. Cephalosporin

Cephalosporin generasi kedua dan ketiga memiliki aktivitas melawan bakteri

gram negative, tetapi tidak efektif melawan Pseudomonas aeruginosa. Cephalosporin

digunakan untuk mengobati infeksi nosokomial dan uropsesis karena infeksi pathogen.

d. Imipenem/silastatin

Obat ini memiliki spectrum yang sangat luas terhadap bakteri gram positif,

negative, dan bakteri anaerob. Obat ini aktif melawan infeksi yang disebabkan

enterococci dan Pseudomonas aeruginosa, tetapi banyak dihubungkan dengan infeksi

31

lanjutan kandida. Dosis obat ini sebesar 250-500 mg ddengan interval pemberian tiap 6-8

jam.

e. Aztreonam

Obat ini aktif melawan bakteri gram negative, termasuk Pseudomonas

aeruginosa. Umumnya digunakan pada infeksi nosokomial, ketika aminoglikosida

dihindari, serta pada pasien yang sensitive terhadap penicillin. Dosis aztreonam sebesar

1000 mg dengan interval pemberian tiap 8-12 jam.

15) Apa komplikasi pada kasus ini ?

a.       Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area

medula akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila guinjal, terutama pada penderita

diabetes melitus atau pada tempat terjadinya obstruksi.

b.      Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat sekali

dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks mengalami

supurasi, sehingga ginjal mengalami peregangan akibat adanya pus.

c.       Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke

dalam jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.

16) Apa pencegahan pada kasus ini ?

Berikut merupakan pencegahannya, seperti :

1.      Ganti popok sesering mungkin. Bila si kecil buang air besar, jangan menunda-

nunda untuk segera menggantinya.

2.      Minimalisasikan penggunaan tissue basah untuk membersihkan area popoknya. Air

bersih adalah pilihan terbaik.

3.      Hindari menggesek kulit bayi walau pun dengan handuk lembut. Sebaiknya tepuk-

tepuk dan angin-anginkan saja pantat si kecil untuk mengeringkannya.

4.      Beri sirkulasi udara untuk area kulitnya yang terkena popok dengan cara

menggunakan popok kain, khususnya pada waktu tidur.

5.      Jangan mengikat atau merekatkan popok terlalu kencang.

6.      Bila ruam tidak hilang lebih dari 3 hari konsultasikan segera ke dokter, terutama

bila timbul demam dan tidak nafsu makan.

32

7.      Jangan mengolesi ruam (bintik-bintik merah) dengan lotion atau baby oil. Gunakan

salep anti jamur yang mengandung Zinc di bawah pengawasan dokter.

17) Apa prognosis pada kasus ini ?

Prognosis tergantung ada tidaknya kelainan anatomi,usia dan kecepatan serta ketepatan terapi. Sebagian besar kasus pielonefritis memiliki respon cepat terhadap pengobatan antibiotik tanpa gejala sisa lebih lanjut. Scar ginjal permanen dapat terjadi pada 18-24% anak-anak setelah pielonefritis akut. Pengobatan dalam waktu 5-7 hari dari awal secara signifikan mengurangi pembentukan scar ginjal. Untuk pasien dengan kasus yang parah atau infeksi kronis, perawatan yang tepat, pencitraan, dan tindak lanjut membantu untuk mencegah gejala sisa jangka panjang. Vesico-ureteral reflux (VUR) sering sembuh tanpa kerusakan permanen.

18) Apa KDU pada kasus ini ?

Tingkat IV

Mampu membuat diagnosis klinik berdasar pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

tambahan. Dapat memutuskan dan mampu menangani problem itu secara mandiri hingga

tuntas.

IV. Kerangka Konsep

33

Faktor predisposisi Faktor resiko

Penggunaan diapers yg kurang tepat

Iritasi VU terinfeksi

Usia, Uretra dan perianal pendek

Bakteri uropatogenik melekat pada sel uroepital

V. Kesimpulan

Anisa, 10 bulan, dengan keluhan utama panas tinggi sejak 2 hari yang lalu menderita

Pyelonefritis akut dengan faktor predisposisi ruam popok akibat penggunaan popok

yang tidak tepat.

VI. Learning Issues dan keterbatasan pengetahuan

34

Daya tahan kulit

Pengelupasan kulit

Kuman mudah masuk & berkembang

Respon peradangan pada dermis

Kerusakan membran lemak keratinosit

Hiperemis dan ruam makulopapular

Mengaktifkan fosfolipase

Pelepasan AA, DAG, IP3, inaktivasi platelet, histamin

Leukosit penuh LED

Urin agak keruh

ISK

Leukosit

esterase

virulensi bakteri

Disuria

Iritasi dan spasme otot polos VU

Infeksi ascending

Nitrit +

Reflux vesikoureter dan intrarenal

Fungsional obstruksi

Menghambat peristaltik saluran kemih

Memblokir saraf adrenergik dlm otot

Adhesin P fimbriae enditoxin

Demam

Pembesaran ginjal

Monosit dan makrofag mengeluarkan IL-1, IL-6, TNFα, INFα

Batas kortikomedula tidak jelas

Berkolonisasi di uretra

Proteus mirabilis 10⁵

Pokok Bahasan What I Know What I don’t

know

What I have to prove How I will

learn

Anatomi dan

fisiologi traktus

urinarius

Definisi Anatomi dan

fisiologi traktus

urinarius

Penjelasan lebih jelas

mengenai anatomi dan

fisiologi traktus

urinarius

Text book,

Jurnal, dan

Internet

Infeksi Saluran

kemih

Definisi Etiologi,

mekanisme,

diagnosis dan tata

laksana

Penjelasan lebih jelas

dan hubungan dengan

penyakit sekarang

Text book,

Jurnal, dan

Internet

Proteus

mirabilis

Definisi Keterkaitannya

dengan kasus

Penjelasan lebih jelas

mengenai Proteus

mirabilis

Text book,

Jurnal, dan

Internet

BAB III

SINTESIS

Anatomi dan fisiologi traktus urinarius

35

Sistem kemih (urinaria) terdiri dari organ-organ yang memproduksi urin dan menyalurkannya

keluar tubuh. Komponen dari sistem kemih terdiri dari:

a. Ginjal

Ginjal merupakan sepasang organ yang

berbentuk seperti kacang, berwarna merah

tua, terletak di belakang rongga abdomen.

Satu berada di setiap sisi kolumna

vertebralis dekat dengan garis pinggang dan

dua pasang iga terakhir. Ginjal dipasok oleh

arteri renalis dan vena renalis. Ginjal kanan

terletak agak di bawah dibanding dengan

ginjal kiri. Hal ini karena pada sisi kanan

terdapat hati. Panjang ginjal sekitar 12,5 cm dan tebal 2,5 cm. Ginjal laki-laki memiliki

berat sekitar 125-175 gr dan pada perempuan sekitar 115-155 g.

Fungsi spesifik dari ginjal meliputi:

- Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh

- Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian ion-ion penting

- Memelihara volume plasma yang sesuai

- Membantu memelihara keseimbangan asam-basa tubuh

- Memelihara osmolaritas darah

- Mengekskresikan produk-produk sisa dari metabolisme tubuh

- Mengekskresikan banyak senyawa asing

- Mensekresikan eritropoietin

- Mensekresikan renin

- Mengubah vitamin D dalam bentuk aktifnya.

Struktur internal sebuah ginjal berupa:

Hilum, yaitu tingkat kecekungan tepi medial ginjal

Sinus ginjal, yaitu rongga berisi lemak yang terbuka pada hilus. Tempat

menempelnya jalan keluar masuk ureter, vena dan arteri renalis, limfatik dan saraf.

36

Pelvis ginjal, yaitu perluasan ujung proksimal ureter, merupakan rongga pengumpul

sentral.

Parenkim ginjal, yaitu jaringan ginjal yang menutupi struktur sinus ginjal. Terbagi

menjadi medula dan korteks luar.

Medula terdiri dari massa triangular yang disebut piramida ginjal dan ujungnya yang

sempit disebut papila.

Korteks tersusun dari tubulus dan pembuluh darah nefron. Terletak di dalam antara

piramida medula yang bersebelahan untuk membentuk kolumna ginjal.

Lobus ginjal, yaitu bagian ginjal yang terdiri dari satu piramida ginjal, kolumna yang

saling berdekatan, dan jaringan korteks yang menyelubunginya.

b. Ureter

Ureter adalah sebuah duktus

berdinding otot polos yang keluar dari batas medial dekat pangkal arteri dan vena renalis.

37

Terdapat dua buah ureter yang mengalirkan urin dari masing-masing ginjal ke kandung

kemih.

c. Kandung Kemih

Kandung kemih (vesika urinaria) yaitu suatu kantung rongga yang berfungsi menyimpan

urin secara temporer. Dapat direnggangkan dan volumenya disesuaikan kontraktil otot

polosnya.

d. Uretra

Secara berkala, kandung kemih dikosongkan. Urin dikeluarkan keluar tubuh melalui

uretra. Uretra wanita berbentuk pendek dan lurus langsung dari leher kandung kemih

keluar tubuh. Uretra pria jauh lebih panjang dan melengkung melewati kelenjar prostat

dan penis. Uretra pria mempunyai dua fungsi, yaitu sebagi saluran untuk mengeluarkan

urin dan saluran untuk semen.

Selain beberapa komponen di atas, ada pula satuan fungsional ginjal yang juga sangat

berpengaruh dalam sistem kemih, yaitu nefron. Satu ginjal bisa terdapat 1-4 juta nefron

yang disatukan oleh jaringan ikat. Nefron mempunyai satu komponen vaskular dan satu

komponen tubular, terletak di dalam ginjal memebentuk dua daerah khusus. Daerah

sebelah luar tampak granuler yaitu di korteks ginjal dan daerah dalam yang berupa

segitiga-segitiga bergaris yaitu di piramida ginjal. Secara kolektif semua itu sebagai

medula. Nefron merupakan unit terkecil pembentuk urin. Karena fungsi utama dari ginjal

sendiri adalah memproduksi urin. Struktur nefron terdiri dari:

Glomerulus

Bagian dominan pada komponen vaskuler. Glomerulus adalah berkas kapiler

berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat yang terlarut dalam darah yang

melewatinya.

Kapsul Bowman

Komponen tubulus berawal dari kapsul bowman. Kapsul bowman adalah suatu

invaginasi berdinding rangkap yang melingkupi glomerulus. Kapsul bowman dan

glomerulus bersama-sama membentuk korpuskel ginjal.

Tubulus Kontortus Proksimal

Tubulus ini keseluruhan terletak di dalam korteks, panjangnya mencapai 15 mm.

Lengkung Henle (Ansa Henle)

38

Tubulus kontortus proksimal yang mengarah masuk ke dalam medula membentuk

lengkungan jepit dan membalik ke atas ke dalam korteks. Lengkungan yang

terbenam dalam medula disebut pars desendens dan yang berjalan kembali ke

korteks disebut pars asendens.

Tubulus Kontortus Distal

Berbentuk panjang dan berliku. Panjangnya mencapai 5 mm dan membentuk

segmen terakhir nefron

Tubulus dan Duktus Pengumpul

Setiap tubulus pengumpul berdesenden di korteks. Tubulus tersebut akan

mengalir ke sejumlah tubulus kontortus distal. Tubulus pengumpul membentuk

duktus pengumpul besar yang lurus. Duktus pengumpul membentuk tuba yang

lebih besar ke dalam ginjal melalui kaliks minor. Kaliks minor bermuara ke pelvis

ginjal melalui kaliks mayor. Dari pelvis ginjal, urin dialirkan melalui ureter

menuju kandung kemih.

39

Mengingat kembali fungsi primer ginjal merupakan penghasil urin dan mengekskresi zat sisa

metabolisme tubuh, terdapat tiga proses utama pembentukan urin. Ketiga proses tersebut adalah

filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus.

A. Filtrasi Glomerulus

Adalah perpindahan (filtrasi) cairan dan zat terlarut dari kapiler glomerular menuju kapsul

bowman dengan gradien tekanan tertentu. Cairan yang difiltrasi hartus melewati tiga

lapisan yang membentuk membran glomerulus yaitu dinding kapiler glomerulus, lapisan

gelatinosa aseluler (membran basal), dan lapisan dalam kapsul bowman. Pada dinding

kapiler glomerulus memiliki lubang-lubang dengan banyak pori-pori besar (fenestra) yang

membuatya seratus kali lebih permeabel. Membran basal terdiri dari glikoprotein dan

kolagen. Terselip di antara glomerulus dan kapsul bowman. Glikoprotein ini berfungsi

menghambat filtrasi protein plasma kecil. Dan lapisan terakhir yaitu lapisan dalam kapsul

bowman. Terdiri dari podosit (sel mirip gurita yang mengelilingi berkas glomerulus. Setiap

podosit memiliki tonjolan memanjang yang saling menjalin dengan tonjolan podosit di

dekatnya. Celah sempit diantara tonjolan yang berdekatan dikenal sebagai celah filtrasi,

membentuk jalan bagi cairan untuk keluar dari kepiler glomerulus dan masuk ke lumen

kapsul bowman. Faktor yang membantu filtrasi ini karena membran kapiler glomerular

lebih permeabel dibanding kapiler lain dalam tubuh, tekanan darah dalam kapiler

glomerular lebih tinggi dikarenakan diameter arteriol eferen lebih kecil dibanding diameter

arteriol aferen.

Filtrasi glomerulus disebabkan oleh adanya gaya-gaya fisik pasif yang serupa dengan gaya-

gaya yang terdapat di kapiler tubuh lainnya. Terdapat tiga gaya fisik yang terlibat dalam

40

filtrasi yaitu tekanan darah kapiler glomerulus, tekanan osmotik koloid plasma, dan tekanan

hidrostatik kapsul bowman. Tekanan darah kapiler glomerulus adalah tekanan cairan yang

ditimbulkan oleh darah. Bergantung pada jontraksi jantung dan resistensi arteriol aferen dan

eferen terhadap aliran darah. Tekanan osmotik koloid plasma yang ditimbulkan oleh

distribusi protein plasma yang tidak seimbang dan tekanan hidrostatik kapsul bowman yang

cenderung mendorong cairan keluar dari kapsul bowman ini melawan filtrasi. Tekanan

osmotik yang melawan filtrasi rata-rata besarnya 30 mmHg. Tekanan hidrostatik kapsul

bowman diperkirakan besarnya sekitar 15 mmHg. Gaya total yang mendorong filtrasi

sebesar 55 mmHg, sedangkan jumlah kedua gaya yang melawan arus filtrasi sebesar 45

mmHg. Perbedaan netto yang mendorong filtrasi sebesar 10 mmHg disebut sebagai tekanan

filtrasi netto.

Dan pada setiap harinya, terbentuk rata-rata 180 liter (sekitar 47,5 galon) filtrat glomerulus.

Komposisi filtrat dalam kapsul bowman identik dengan filtrat plasma yang berupa air dan

zat terlarut dengan berat molekul rendah seperti, glukosa,natrium, klorida, kalium, urea,

fosfat, asam urat, dan kreatinin. Sejumlah kecil albumin plasma dapat terfiltrasi namun

sebagian besar diabsorpsi lagi. Sedangkan sel darah merah dan protein tidak difiltrasi.

B. Reabsorpsi Tubulus

Bahan-bahan esensial yang difiltrasi perlu dikembalikan ke darah melalui proses reabsorpsi

tubulus. Reabsorpsi tubulus merupakan suatu proses yang sangat selektif. Hanya sebagian

kecil, itupun kalau ada, dari filtrat yang masih bermanfaat bagi tubuh ditemukan dalam

urin. Hali ini karena sebagian besar telah diabsorpsi dan dikembalikan ke darah melalui

difusi pasif gradien kimia, transpor aktif, atau difusi terfasilitasi. Sekitar 85% filtrat

diabsorpsi dalam tubulus kontortus proksimal, walaupun reabsorpsi berlangsung pada

semua bagian nefron. Beberapa zat yang terabsorpsi yaitu:

- Ion natrium

Ditranspor pasif melalui difusi terfasilitasi dan ditranspor aktif dengan pompa

natrium kalium.

- Ion klor dan ion negatif lain

Ditasnpor pasif dengan difusi.

- Glukosa, froktosa, dan asam amino

41

Melalui kotranspor. Maksimum transporuntuk glukosa adalah jumlah maksimum

yang dapat ditranspor per menit, yaitu sekitar 200 mg glukosa/100 ml plasma. Jika

melebihi, maka glukosa muncul di urin.

- Air

- Urea

50% urea diabsorpsi secara pasif dan 50% diekskresi dalam urin.

- Ion organik lain

Berupa kalium, kalsium, fosfat, sulfat, dan sejumlah ion lain ditranspor aktif.

C. Sekresi Tubular

Adalah proses aktif yang memindahkan zat keluar dari darah dalam kapiler peritubular

melewati sel-sel tubular menuju cairan tubular untuk kemudian keluar bersama urin.

Beberapa zat yang disekresikan berupa:

- Ion hidrogen, kalium, amonium kreatinin, asam hipurat, serta obat-obatan tertentu

aktif disekresi ke tubulus.

- Ion hidrogen dan amonium diganti debgan ion natrium dalam tubulus kantortus distal

dan tubulus pengumpul.

Volume urin yang dihasilkan tiap harinya bervariasi antara 600ml-2.500ml lebih. Jika volume

urin tinggi, maka zat diekskresikan dalam larutan yang encer (hipotonik/ hipoosmotik terhadap

42

plasma. Namun jika tubuh perlu untuk menahan air, maka urin yang dihasilkan kental dan dalam

volume yang sedikit (hipertonik/ hiperosmotik terhadap plasma. Hal ini disebabkan dan diatur

oleh mekanisme hormonal dan mekanisme pengkonsentrasian urine ginjal. Mekanisme hormonal

dipengaruhi oleh hormon ADH (anti diuretic hormone) yang meningkatkan permeabilitas tubulus

kontortus distal dan tubulus pengumpul dan hormon aldosteron. Hormon aldosteron adalah

hormon steroid yang disekresi oleh sel-sel korteks, bekerja ada tubulus distal dan duktus

pengumpul untuk meningkatkan absorpsi ion natrium dan sekresi aktif ion kalium sehingga

meningkatkan retensi air dan garam. Sedangkan mekanisme pengkonsentrasian urine dengan

sistem arus bolak-balik dalam ansa henle dan vase rekta. Memungkinkan terjadinya reabsorpsi

osmotik air sehingga memungkinkan tubuh untuk menahan air sehingga urine yang

diekskresikan lebih kental.

Sedangkan karakteristik urine dapat dirinci dari berbagai segi. Pertama, komposisi urine terdiri

dari 95% air dan mengandung zat terlarut barupa nitrogen, asam hipurat, badan keton, elektrolit,

hormon, berbagai toksin; pigmen; vitamin; atau enzim, konstituen abnormal. Kedua, dari segi

fisik. Warna urine encer berwarna kuning pucat dan kuning pekat jika kental. Bau dari urine

khas dan cenderung berbau amonia. PH urine antara 4,8-7,5 dan berat jenis urine berkisar antara

1, 001-1, 035.

Refleksi

- Pada proses filtrasi, normalnya albumin tidak terfiltrasi. Namun, pada kenyataannya,

ada beberapa kasus yang di dalam urine seseorang terdapat albumin berlebihan

(abuminuria). Hal ini disebabkan oleh gangguan muatan negatif di dalam membran

glomerulus yang menyebabkan membran lebih permeabel terhadap albumin

walaupun ukuran pori-pori tidak berubah.

- Urine diekskresikan untuk membawa zat-zat sisa metabolisme tubuh.

Warna urine akan berwarna pekat jika urine kental. Urine akan kental jika volume

urine sedikit atau zat terlarut lebih banyak. Ini sangat terlihat saat kita sedang sakit

dan meminum obat. Warna urine akan berbeda dengan biasanya ketika tidak

meminum obat.

Infeksi Saluran Kemih

43

Definisi

Pielonefritis akut non komplikata adalah peradangan parenkim dan pelvis ginjal. Definisi

lain adalah sindrom klinis berupa demam, menggigil dan nyeri pinggang yang

berhubungan bakteriuri dan piuri serta tidak memiliki faktor resiko seperti kelainan

struktural dan fungsional saluran kemih atau penyakit yang mendasari yang meningkatkan

resiko infeksi atau kegagalan terapi.1,2

Gejala dan Tanda

Gejala klasik : Demam dan menggigil yang terjadi tiba-tiba, nyeri pinggang unilateral atau

bilateral. Sering disertai gejala sistitis berupa frekuensi, nokturia, disuri, dan urgensi.

Kadang-kadang menyerupai gejala gastrointestinal berupa nausea, muntah, diare atau nyeri

perut. Sebanyak 75% penderita pernah mengalami riwayat ISK bagian bawah.

Secara klinis didapatkan demam (38,5-40OC), takikardi, nyeri ketok pada sudut

kostovertebra. Ginjal seringkali tidak dapat dipalpasi karena nyeri tekan dan spasme otot.

Dapat terjadi distensi abdomen dan ileus paralitik.3

Diagnosis

Urinalisis dilakukan untuk mencari piuria dan hematuria. IDSA melaporkan sebanyak 80

% pyelonefritis akut ditegakkan dengan bakteriuri bermakna > 105 koloni/ml, sedangkan

10-15 % lagi didapatkan dengan bakteriuri bermakna antara 104 - 105 koloni /ml. Oleh

karena itu direkomendasikan bakteriuri bermakna untuk pielonefitis akut adalah > 104

koloni /ml.1,2

Pemeriksaan radiologis

Evaluasi saluran kemih bagian atas dengan USG dan kemungkinan foto BNO untuk

menyingkirkan obstruksi atau batu saluran kemih.

Pemeriksaan tambahan, seperti IVP, CT-scan, seharusnya dipertimbangkan bila pasien

masih tetap demam setelah 72 jam untuk menyingkirkan faktor komplikasi yang lebih jauh

seperti abses renal.

IVP rutin pada pielonefritis akut non komplikata kurang memberikan nila tambah karena

75% menunjukkan saluran kemih normal.1

44

Penatalaksanaan

Antibiotika diberikan selama 7 – 14 hari. Antibiotika yang diberikan sesuai kondisi pasien.

Terapi parenteral dan perawatan diberikan bila kondisi pasien lemah atau sulit untuk

minum. Obat oral dapat diberikan setelah pengobatan hari ke 4.3,4,5

Apabila respons klinik buruk setelah 48-72 jam terapi, dilakukan re-evaluasi bagi adanya

faktor pencetus komplikasi dan efektivitas obat, dipertimbangkan perubahan cara

pemberiannya.3

Follow up

Urinalisis (termasuk dengan dipstik) rutin dilakukan pasca pengobatan. Pada penderita

asimtomatis, kultur rutin pasca pengobatan tidak diindikasikan. Kultur urin ulang

dilakukan 5-7 hari setelah terapi inisial dan 4-6 minggu setelah dihentikan terapi untuk

memastikan bebas infeksi.

Proteus mirabilis

1. Morfologi

Setelah tumbuh selama 24-48 jam pada media

padat, kebanyakan sel seperti tongkat, panjang 1-

3 mm dan lebar 0,4-0,6 mm, walaupun pendek

dan gemuk bentuknya kokus biasa. Dalam kultur

muda yang mengerumun di media padat,

kebanyakan sel panjang, bengkok, dan seperti

filamen, mencapai 10, 20, bahkan sampai

panjang 80 mm. dalam kultur dewasa, organisme

ini tidak memiliki pengaturan karakteristik :

mereka mungkin terdistribusi tunggal,

berpasangan atau rantai pendek. Akan tetapi,

dalam kultur muda yang mengerumun, sel-sel

filamen membentang dan diatur konsentris

seperti isobar dalam diagram angin puyuh.

Kecuali untuk varian tidak berflagella dan flagella yang melumpuhkan, semua jenis

dalam kultur muda aktif bergerak dengan flagella peritrik. Flagella tersebut terdapat

45

dalam bnayak bentuk dibanding kebanyakan enterobakter lain, normal dan bentuk

bergelombang kadang-kadang ditemukan bersama dalam organisme sama dan bahkan

dalam flagellum yang sama. Bentuk flagellum juga dipengaruhi pH media.

2. Klasifikasi

Kingdom : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Gamma Proteobacteria

Order : Enterobacteriales

Family : Enterobacteriaceae

Genus : Proteus

Species : Proteus mirabilis

3. Siklus hidup

Sebenarnya Proteus mirabilis merupakan flora

normal dari saluran cerna manusia. Bakteri ini dapat juga

ditemukan bebas di air atau tanah. Jika bakteri ini

memasuki saluran kencing, luka terbuka, atau paru-paru akan

menjadi bersifat patogen. Perempuan muda lebih beresiko

terkena daripada laki-laki muda, akan tetapi pria dewasa lebih

beresiko terkena daripada wanita dewasa karena

berhubungan pula dengan penyakit prostat. Proteus sering juga

terdapat dalam daging busuk dan sampah serta feses

manusia dan hewan. Juga bisa ditemukan di tanah kebun atau

pada tanaman.

46

Penyakit yang ditimbulkan

Bakteri ini mampu memproduksi enzim urease dalam jumlah besar. Enzim

urease yang menghidrolisis urea menjadi ammonia (NH3) menyebabkan urin bertambah

basa. Jika tidak ditanggulangi, pertambahan kebasaan dapat memicu pembentukan kristal

sitruvit (magnesium amonium fosfat), kalsium karbonat, dan atau apatit. Bakteri ini dapat

ditemukan pada batu/kristal tersebut, bersembunyi dalam kristal dan dapat kembali

menginfeksi setelah pengobatan dengan antibiotik. Semakin banyak batu/kristal

terbentuk, pertumbuhan makin cepat dan dapat menyebabkan gagal ginjal. Proteus

mirabilis memproduksi endotoksin yang memudahkan induksi ke sistem respon inflamasi

dan membentuk hemolisin. Bakteri ini dapat pula menyebabkan pneumonia dan juga

prostatitis pada pria.

1. Gejala

Gejala uretritis tidak terlalu nampak, termasuk frekuensi kencing dan

adanya sel darah putih pada urin. Sistitis (infeksi berat) dapat dengan mudah

diketahui dan termasuk sakit punggung, nampak terkonsentrasi, urgensi, hematuria

(adanya darah merah pada urin), sakit akibat pembengkakan bagian paha atas.

Pneumonia akibat infeksi bakteri ini memiliki gejala demam, sakit pada dada, flu,

sesak napas. Prostatitis dapat diakibatkan oleh infeksi bakteri ini, gejalanya demam,

pembengkakan prostat.

2. Penularan

Infeksi saluran kencing yang disebabkan oleh P. mirabilis juga seringkali

terjadi pada pria dan wanita yang melakukan hubungan seksual tanpa pengaman.

3. Penyebaran

Kebanyakan kasus infeksi Proteus mirabilis terjadi pada pasien di rumah

sakit. Infeksi ini biasanya terjadi karena peralatan media yang tidak steril, seperti

catheters, nebulizers (untuk inhalasi), dan sarung tangan untuk pemeriksaan luka.

Obat yang digunakan

47

Infeksi Proteus mirabilis dapat diobati dengan sebagian besar jenis penisilin

atau sefalosporin kecuali untuk kasus tertentu. Tidak cocok bila digunakan nitrofurantoin

atau tetrasiklin karena dapat meningkatkan resistensi terhadap ampisilin, trimetoprim,

dan siprofloksin. Jika terbentuk batu/kristal, dokter bedah harus menghilangkan blokade

ini dahulu.

DAFTAR PUSTAKA

Hellerstein S. Urinary tract infections. Old and new concepts. Pediatr Clin North Am. Dec 1995;42(6):1433-57. [Medline].

Downs SM. Technical report: urinary tract infections in febrile infants and young children. The Urinary Tract Subcommittee of the American Academy of Pediatrics Committee on Quality Improvement. Pediatrics. Apr 1999;103(4):e54.

Lu KC, Chen PY, Huang FL, et al. Is combination antimicrobial therapy required for urinary tract infection in children?. J Microbiol Immunol Infect. Mar 2003;36(1):56-60. [Medline].

Marild S, Jodal U. Incidence rate of first-time symptomatic urinary tract infection in children under 6 years of age. Acta Paediatr. May 1998;87(5):549-52. [Medline].

Michael M, Hodson EM, Craig JC, et al. Short versus standard duration oral antibiotic therapy for acute urinary tract infection in children. Cochrane Database Syst Rev. 2003;(1):CD003966. [Medline].

Moorthy I, Easty M, McHugh K, et al. The presence of vesicoureteric reflux does not identify a population at risk for renal scarring following a first urinary tract infection. Arch Dis Child. 2005;90:733-6. [Medline]..

Shaw KN, Gorelick M, McGowan KL, et al. Prevalence of urinary tract infection in febrile young children in the emergency department. Pediatrics. Aug 1998;102(2):e16.

48

49