Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

94
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK 12 KELOMPOK L9 Pembimbing : dr. Zulkarnain Musa Anggota Murwani E.L. 04121001043 Widya Kartika 04121001045 Amanda Putri Utami 04121001051 Dina Fitria 04121001081 Ridha Rana A. 04121001084 Divorian Adwiditanra 04121001088 Sarah Amalia 04121001093 Achmad Reza K. 04121001131 Angela Karenina 04121001135 Rafiqy S. F. 04121001140 Deni Saputra 04121001141 Ayu Syartika 04121001143 Nelvin Raesandra 04121001145

description

Decompensatio cordis (dekompensasi kordis), etiologi, patofisiologi, penatalaksanaan. Obat antihipertensi: Captopril, furosemid, spironolakton. Osteoarthritis (OA), etiologi, patofisiologi, penatalaksanaan. Obat OA: Natrium diklofenak.

Transcript of Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

Page 1: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO B BLOK 12

KELOMPOK L9

Pembimbing : dr. Zulkarnain Musa

Anggota

Murwani E.L. 04121001043

Widya Kartika 04121001045

Amanda Putri Utami 04121001051

Dina Fitria 04121001081

Ridha Rana A. 04121001084

Divorian Adwiditanra 04121001088

Sarah Amalia 04121001093

Achmad Reza K. 04121001131

Angela Karenina 04121001135

Rafiqy S. F. 04121001140

Deni Saputra 04121001141

Ayu Syartika 04121001143

Nelvin Raesandra 04121001145

PENDIDIKAN DOKTER UMUM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN 2013

Page 2: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya

lah kami dapat meyusun laporan tutorial ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Laporan ini membahas kasus berdasarkan sistematika klarifikasi istilah, identifikasi

masalah, menganalisis, meninjau ulang dan menyusun keterkaitan antar masalah, serta

mengidentifikasi topik pembelajaran dari Tutorial Blok 12 Pendidikan Dokter Umum

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya tahun 2013.

Bahan laporan ini kami dapatkan dari hasil diskusi antar anggota kelompok dan bahan

ajar dari dosen-dosen pembimbing.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua, tutor dr. Zulkarnain Musa

dan anggota kelompok yang telah mendukung dalam pembuatan laporan ini.

Kami mengakui dalam penulisan laporan ini terdapat banyak kekurangan. Oleh

karena itu, kami memohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran dari pembaca demi

kesempurnaan laporan kami. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Palembang, November 2013

2

Page 3: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

Daftar Isi

Cover .........................................................................................................................................1

Kata Pengantar...........................................................................................................................2

Daftar Isi.....................................................................................................................................3

Skenario B Blok 12 Tahun 2013................................................................................................4

I. Klarifikasi Istilah.....................................................................................................................4

II. Identifikasi Masalah...............................................................................................................5

III. Analisis Masalah..................................................................................................................5

IV. Keterkaitan Antar Masalah................................................................................................19

V. Hipotesis..............................................................................................................................19

VI. Learning Issue....................................................................................................................19

VII. Kerangka Konsep..............................................................................................................58

VIII. Kesimpulan......................................................................................................................59

Daftar Pustaka..........................................................................................................................60

3

Page 4: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

SKENARIO B BLOK 12 TAHUN 2013

Tuan Ahmad, 68 tahun, datang ke UGD dengan keluhan dyspnoe disertai edema pada kedua

tungkai. Dokter yang memeriksanya mendiagnosis tuan Ahmad menderita decompensatio

cordis. Dari anamnesis diketahui tuan Ahmad pernah dirawat dengan penyakit yang sama

akibat hipertensi kronis. Selama ini tuan Ahmad mendapat pengobatan kombinasi Captopril

(2x25 mg), Furosemid (1x20mg), dan Spironolactone (1x25 mg) untuk pengobatan

pemeliharaan terhadap penyakitnya.

Sejak dua minggu sebelum datang ke UGD, tuan Ahmad menderita osteoarthritis genu

sinistra dan mendapat obat Natrium Diklofenak (2x50mg) setiap hari dari dokter Puskesmas.

I. Klarifikasi Istilah

a. Edema : pengumpulan cairan secara abnormal di ruang interselular tubuh.

b. Dyspnoe : pernapasan yang sukar atau sesak.

c. Decompensatio cordis : ketidakmampuan jantung untuk menjaga sirkulasi

yang adekuat.

d. Hipertensi kronis : biasa disebut hipertensi esensial adalah penyakit hipertensi

yang disebabkan oleh faktor herediter, emosi, dan lingkungan. Tekanan

sistolik ≥ dari 140 mmHg, tekanan diastolic ≥ 90 mmHg.

e. Captopril : suatu inhibitor ACE (angiontensin converting enzyme) yang

digunakan dalam pengobatan hipertensi, gagal jantung, gagal ginjal kongesti,

dan disfungsi ventrikel kiri pasca infark miokardio.

f. Furosemid : diuretik loop yang dipakai dalam pengobatan edema dan

hipertensi.

g. Spironolactone : salah satu senyawa golongan spirolactone, suatu inhibitor

aldosterone yang menghalangi pertukaran natrium dan kalium bergantung-

aldosterone di tubulus distal sehingga meningkatkan eksresi natrium dan air

serta menurunkan eksresi kalium; digunakan untuk terapi edema,

hypokalemia, aldosteronisme primer, dan hipertensi.

h. Osteoarthritis genu sinistra : penyakit degeneratif sendi non inflamatorik yang

ditandai dengan degenarasi kartilago artikularis hipertrofi tulang pada tepi-

tepinya dan perubahan membrana sinovialis disertai nyeri dan kekakuan yang

terjadi pada genu sinistra.

4

Page 5: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

i. Natrium Diklofenak : obat yang termasuk golongan obat non steroid dengan

aktivitas anti inflamasi, analgesik, dan anti piuretik, digunakan untuk

pengobatan akut dan kronis gejala-gejala rheumatoid arthritis, osteoarthritis,

dan ankilosing spondylitis.

II. Identifikasi Masalah

No. Masalah Concern

1.Tuan Ahmad, 68 tahun, datang ke UGD dengan keluhan dyspnoe

disertai edema pada kedua tungkai.

CHIEF

COMPLAIN

2.Dokter yang memeriksanya mendiagnosis tuan Ahmad menderita

decompensatio cordis.

3.Dari anamnesis diketahui tuan Ahmad pernah dirawat dengan

penyakit yang sama akibat hipertensi kronis.

4.

Selama ini tuan Ahmad mendapat pengobatan kombinasi

Captopril (2x25 mg), Furosemid (1x20mg), dan Spironolactone

(1x25 mg) untuk pengobatan pemeliharaan terhadap penyakitnya.

5.

Sejak dua minggu sebelum datang ke UGD, tuan Ahmad

menderita osteoarthritis genu sinistra dan mendapat obat Natrium

Diklofenak (2x50mg) setiap hari dari dokter Puskesmas.

MAIN

PROBLEM

III. Analisis Masalah

a. Tuan Ahmad, 68 tahun, datang ke UGD dengan keluhan dyspnoe disertai

edema pada kedua tungkai.

1. Bagaimana mekanisme terjadinya dyspnoe dan edema berkaitan

dengan decompensatio cordis?

i. Mekanisme dyspnoe

Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan

mengganggu pertukaran gas dalam proses pernapasan. Dapat

terjadi ortopnu. Beberapa pasien dapat mengalami ortopnu pada

malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea.

ii. Mekanisme edema

5

Page 6: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

Untuk mempertahankan konsentrasi natrium yang tetap, tubuh

secara bersamaan menahan air. Penambahan air ini

menyebabkan bertambahnya volume darah dalam sirkulasi dan

pada awalnya memperbaiki kerja jantung, lalu kelebihan cairan

akan dilepaskan dari sirkulasi dan berkumpul di berbagai

bagian tubuh, menyebabkan pembengkakan (edema).

2. Bagaimana hubungan umur dan jenis kelamin dengan decompensatio

cordis?

Usia lanjut (≥65 tahun) kemungkinan karena elastisitas pembuluh

darah berkurang dan pria lebih sering terkena decompensatio cordis

karena kurangnya hormon estrogen.

3. Mengapa edema terjadi pada kedua tungkai Tuan Ahmad?

Hal ini kemungkinan terjadi akibat gravitasi dan kejadian

decompensatio cordis yang terjadi pada jantung bagian dextra.

b. Dokter yang memeriksanya mendiagnosis tuan Ahmad menderita

decompensatio cordis.

1. Apa etiologi decompensatio cordis?

1. Decompensasi Cordis Kiri

a. Kelainan pada kardinal

1. Hipertensi arterial

2. Artero sklerosis dari arteri koronaria

3. Aorta insufisiensi

4. Mitral stenosis

b. Kelainan eksternal kardinal

1. Penyakit beri – beri

2. Anemia yang berat

3. Penyakit pancarditis

4. Basedow

2. Decompensasi Cordis Kanan – dapat terjadi setelah syarat pada

decompensasi cordis kiri terpenuhi.

a. Penyakit paru yang kronik

6

Page 7: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

1. Empisema paru

2. TBC Paru

3. Kiste paru

4. Asma bronchiale

b. Perikarditis kontrictive sebagai akibat dari radang selaput jantung

sebelah luar.

c. Penyakit jantung bawaan

1. ASD (Atrial Septal Devec)

2. VSD (Ventrikel Septal Devec)

3. Decompensasi Cordis Congestif

Disebabkan decompensasi cordis kanan dan kiri yang terjadi secara

bersama-sama, yang ditandai bendungan paru dan bendungan

sistemik pada waktu bersamaan.

Sedangkan faktor pencetus dari Decompensasi Cordis adalah

terjadinya infark jantung yang berulang, hipertensi yang tidak

terkontrol, kehamilan atau persalinan, stress fisik dan emosional,

takikardi, infeksi, anemia, kelainan tiroid, penyakit paget’s,

defisiensi nutrisi (beri-beri), penyakit pulmonal, hipervolemi.

2. Bagaimana patogenesis dari decompensatio cordis?

Gagal jantung terjadi jika curah jantung tidak cukup untuk memenuhi

kebutuhan tubuh akan oksigen. Gagal jantung adalah suatu sindrom

klinik yang kompleks akibat kelainan struktural dan fungsional jantung

yang mengganggu kemampuan ventrikel untuk diisi dengan darah atau

untuk mengeluarkan darah. Vasokonstriksi yang terjadi terus menerus

akibat angiontensin II menyebabkan dalam jangka panjang sehingga

aliran balik vena meningkat dan kerja ventrikel menjadi lebih tinggi,

sehingga terjadi kerusakan pada jantung (baik miokardium,

pericardium, dan lain-lain) sehingga terjadi remodeling dalam jangka

waktu lama. Beban jantung menjadi berat sehingga terjadi

decomposatio cordis.

3. Bagaimana patofisiologi dari decompensatio cordis?

7

Page 8: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

Tiga mekanisme primer yang dapat dilihat : (1) meningkatnya

aktivitas adrenergik simpatis, (2) meningkatnya beban awal akibat

aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, (3) hipertrofi ventrikel.

Sekresi neurohormonal sebagai respon terhadap gagal jantung

antara lain : (1) norepinephrine menyebabkan vasokontriksi,

meningkatkan denyut jantung, dan toksisitas myocite, (2) angiotensin

II menyebabkan vasokontriksi, stimulasi aldosteron, dan mengaktifkan

saraf simpatis, (3) aldosteron menyebabkan retensi air dan sodium, (4)

endothelin menyebabkan vasokontriksi dan toksisitas myocite, (5)

vasopresin menyebabkan vasokontrikso dan resorbsi air, (6) TNF α

merupakan toksisitas langsung myosite, (7) ANP menyebabkan

vasodilatasi, ekresi sodium, dan efek antiproliferatif pada myocite, (8)

IL 1 dan IL 6 toksisitas myocite.

4. Bagaimana faktor resiko dari decompensatio cordis?

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi antara lain kadar kolesterol

darah tinggi, kadar LDL (Low Density Lipoprotein) tinggi, kadar

trigliserida tinggi, hipertensi, diabetes, obesitas, aktivitas fisik yang

kurang, serta merokok. Sedangkan usia tua, jenis kelamin wanita dan

riwayat penyakit jantung pada keluarga merupakan faktor risiko yang

tidak dapat dimodifikasi.

5. Bagaimana tatalaksana dan prognosis dari decompensatio cordis?

Terapi gagal jantung terdiri atas :

1. Terapi spesifik terhadap kausa yang mendasari gagal jantung

(revaskularisasi pada PJK, penggantian katup untuk penyakit katup

yang berat ).

2. Terapi non spesifik terhadap sindroma klinis gagal jantung.

Prognosis gagal jantung tergantung dari derajat disfungsi miokardium.

Menurut New York Heart Assosiation, gagal jantung kelas I-III

didapatkan mortalitas 1 dan 5 tahun masing-masing 25% dab 52%.

Sedangkan kelas IV mortalitas 1 tahun adalah sekitar 40%-50%.

8

Page 9: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

c. Dari anamnesis diketahui tuan Ahmad pernah dirawat dengan penyakit yang

sama akibat hipertensi kronis.

1. Bagaimana hubungan hipertensi kronis dengan decompensatio cordis?

Hipertensi kronis yang terjadi menyebabkan kerja jantung yang lebih

berat akibatnya jantung menyebabkan hipertrofi sel-sel jantung

sehingga mekanisme kompensasi tubuh yang terus menerus

(Angiotensin II menyebabkan vasokonstriksi) bisa menyebabkan

perubahan struktur myokard yang berlanjut pada disfungsi myokard

dan kerusakan pembuluh darah koroner. Perubahan dan kerusakan

tersebut menyebabkan beban jantung semakin berat dan akibatnya

terjadilah decompensatio cordis dimana jatung sudah tidak mampu lagi

menjaga sirkulasi yang adekuat.

d. Selama ini tuan Ahmad mendapat pengobatan kombinasi Captopril (2x25mg),

Furosemid (1x20mg), dan Spironolactone (1x25mg) untuk pengobatan

pemeliharaan terhadap penyakitnya.

1. Bagaimana farmakodinamik dan farmakokinetik dari:

i. Captopril

Farmakokinetik

a. Absorpsi

Captopril merupakan golongan asam lemah karena memiliki

gugus COOH. Sangat baik diserap di lambung dengan

bioavailabilitasnya 70%. Obat tidak mengubah pH lambung,

tidak bersifat toksis, dan tidak merubah motilitas saluran cerna.

b. Distribusi

8% sampai 43% pada dosis toksis oleh albumin site II

c. Metabolisme

Di hepar oleh CYP2D6. Captopril merupakan vasodilator kuat,

sehingga curah aliran darah ke hepar akan meningkat.

Metabolit utama dari captopril adalah captopril-cystein

disulfide dan disulfide dimer-captopril.

d. Ekskresi

Urine (>95%) dalam waktu 24 jam (40% sampai 50% dalam

bentuk utuh). Waktu paruh captopril adalah 2 jam.

9

Page 10: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

Farmakodinamik

Captopril menghambat enzim pengonversi peptidyl dipeptidase

yang menghidrolik angiotensin I ke angiotensin II dan

menyebabkan inaktivasi bradikinin, suatu vasodilator kuat,

yang paling sedikit sebagian, bekerja dengan cara menstimulasi

rilis nitric oxide dan prostacyclin. Menekan aldosteron,

mengakibatkan natriuresis.

ii. Furosemid

Furosemid atau asam 4-kloro-N-furfuril-5-sulfomail antranilat

(golongan derivat sulfonamide)

Farmakokinetik

a. Absorpsi

Furosemid merupakan golongan basa lemah karena memiliki

gugus N yang memiliki pasangan electron bebas. Tidak

berpengaruh terhadap motilitas usus, tidak mempengaruhi

pH,dan tidak bersifat toksik pada saluran cerna. Absorpsi baik

di usus halus, 60 – 67%.

b. Distribusi

Diuretic kuat terikat pada protein plasma (97.2 % pada albumin

site I) secara ekstensif, sehingga tidak difiltrasi di glomerulus

tetapi cepat sekali disekresi melalui sistem transport asam

organik di tubuli proksimal.

c. Metabolisme

Hanya sebagian kecil yang termetabolisme. Metabolisme

melalui hepar, terutama oleh CYP2C11, CYP2E1, CYP3A1,dan

CYP3A2 menjadi metabolit inaktif.

d. Ekskresi

Waktu paruh furosemid adalah 2 jam. Obat ini diekskresikan

melalui urine (jika dikonsumsi peroral: 50%, jika melalui

intravena: 80%) dalam waktu 24 jam, sebagian kecil dalam

bentuk glukuronid; dan feses dalam bentuk utuh.

Farmakodinamik

10

Page 11: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

Furosemid menghambat reabsorpsi air dalam nefron dengan

menghalangi cotransporter natrium-kalium klorida-(NKCC2)

pada thick ascending limb di lengkung Henle. Hal ini dicapai

melalui penghambatan kompetitif di cotransporter klorida,

sehingga mencegah pengangkutan natrium dari lumen lengkung

Henle ke interstitium basolateral. Akibatnya, lumen menjadi

lebih hipertonik sementara interstitium menjadi kurang

hipertonik, sehingga terjadi penurunan gradien osmotik untuk

reabsorpsi air sepanjang nefron. Karena thick ascending limb di

lengkung Henle bertanggung jawab atas 25% dari reabsorpsi

natrium di nefron, furosemide adalah diuretik yang sangat

ampuh.

iii. Spironolactone

Farmakokinetik

a. Absorpsi

70% dari spironolakton yang diberikan secara peroral diserap

baik oleh saluran cerna

b. Distribusi

90% spironolakton dan metabolitnya berikatan dengan protein

plasma saat di distribusikan.

c. Metabolisme

Spironolakton cepat dan ekstensif di metabolisme. Obat ini

mengalami sirkulasi enterohepatik dan metabolisme lintas

pertama. Jalur metabolisme spironolakton dapat dibagi menjadi

dua rute utama: pertama, dimana sulfur yang terdapat di

dalamnya dipertahankan dan di mana sulfur dieliminasi oleh

dethioacetylation. Spironolakton ditransformasikan ke meta-

bolit reaktif yang dapat menonaktifkan enzim sitokrom P450

adrenal dan testis.

d. Ekskresi

Waktu paruh dari spironolakton adalah 10 menit. Ekskresi

primer melalui urine dan sekunder melalui empedu.

Farmakodinamik

11

Page 12: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

Spironolakton adalah 17-lakton sintetis steroid yang merupakan

antagonis aldosteron kompetitif ginjal dalam kelas obat-obatan

yang disebut diuretik hemat kalium. Spironolakton hanya

diuretik lemah, tetapi dapat dikombinasikan dengan diuretik

lainnya. Spironolactone menghambat efek aldosteron dengan

cara bersaing secara kompetitif untuk reseptor intraseluler

aldosteron dalam sel tubulus distal. Spironolakton

menyebabkan peningkatan ekskresi natrium dan air, sedangkan

kalium dipertahankan.

2. Bagaimana interaksi antar obat yang diberikan?

Interaksi antar obat captopril dan furosemid menyebabkan

hyperkalemia dan mengakibatkan repolarisasi jantung yang terlalu

lambat untuk konstraksi jantung sebelumnya (aritmia kordis) sehingga

aliran darah menjadi lebih lambat. Maka dokter memberikan

spironolactone yang menyebabkan hypokalemia sehingga keadaan

jantung kembali normal. Namun, pemberian natrium diklofenak

menyebabkan hyperkalemia (aritmia kordis).

3. Bagaimana indikasi, kontraindikasi, dan efek samping masing-masing

obat?

Captopril

Indikasi

Untuk hipertensi berat hingga sedang, kombinasi dengan tiazida

memberikan efek aditif, sedangkan kombinasi dengan beta bloker

memberikan efek yang kurang aditif. Untuk gagal jantung yang tidak

cukup responsif atau tidak dapat dikontrol dengan diuretik dan

digitalis, dalam hal ini pemberian kaptopril diberikan bersama diuretik

dan digitalis.

Kontraindikasi

Penderita yang hipersensitif terhadap captoprill atau penghambat ACE

lainnya (misalnya pasien mengalami angioedema selama pengobatan

dengan penghambat ACE lainnya).

Efek samping

12

Page 13: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

Proteinuria

Neutropenia

Hipotensi

Perubahan rasa

Retensi kalium

Furosemid

Indikasi

Edema jantung, paru, ginjal, eklampsia (keadaan yang ditandai dengan

kejang-kejang dan penurunan kesadaran pada wanita hamil atau pada

masa nifas), asites, hipertensi, hiperkalemia.

Kontraindikasi

Pasien dengan gangguan defisiensi kalium, glomerolunefritis akut,

insufisiensi ginjal akut, wanita hamil dan pasien yang hipersensitif

terhadap furosemida. Anuria. Ibu menyusui.

Efek samping

Rasa tidak enak pada perut, hipotensi ortostatik, gangguan saluran

pencernaan, pandangan mata kabur, pusing, sakit kepala.

Spironolactone

Indikasi

Edema yang berhubungan dengan ekskresi aldosteron berlebihan,

hipertensi, gagal jantung kongestif, hiperaldosteronism primer,

hipokalemia, penanganan hipersutism, sirosis hati yang diikuti dengan

edema atau asites.

Kontraindikasi

Hipersensitif terhadap spironolakton atau komponen lain dalam

sediaan, anure, insufisiensi ginjal akut, gangguan fungsi ekskresi ginjal

yang signifikan, hiperkalemia, kehamilan (hipertensi yang diinduksi

kehamilan)

Efek samping

Efek CNS (sakit kepala, keadaan mengantuk, ataksia, kebingungan

mental); Efek GI (kram, diare); Endokrin & metabolis (gynecomastia,

hirsutism, ketidakteraturan menstruasi, impotensi, acidosis sedang,

13

Page 14: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

hiponatremia, hiperkalemia, dan peningkatan BUN (blood urea

nitrogen) yang temporer).

4. Mengapa dokter memberikan kombinasi tiga golongan obat hipertensi

terhadap tuan Ahmad?

Untuk menurunkan hipertensi yang diderita Tn. Ahmad, dokter

memberikan captopril sebagai ACE Inhibitor karena obat golongan ini

dapat menunda atau mencegah terjadinya gagal jantung, dan juga

mengurangi resiko miokard infark dan kematian mendadak. Selain itu,

obat ini menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II

pada reseptor AT1 dan AT2. Namun obat golongan ini dapat

menghambat degradasi bradikinin sehingga bradikinin yang terbentuk

lokal di endotel vaskuler akan meningkat. Akumulasi dari bradikinin

ini dapat menyebabkan angioedema.

Oleh karena captopril dapat menyebabkan angioedema, maka dokter

mengombinasikan captopril dengan obat golongan diuretika

(furosemid dan spironolakton). Furosemid merupakan obat diuretik

kuat yang bekerja pada co-transporter natrium-kalium-klorida pada

lengkung Henle yang akan menyebabkan peningkatan ekskresi air,

natrium, kalium dan klorida. Dengan demikian, edema akan berkurang

dan tubuh tetap pada kondisi euvolemia.

Namun, furosemid yang sifatnya diuretik kuat dapat menyebabkan

hipokalemia. Oleh karena itu, dokter menambahkan spironolakton

(diuretik) yang bersifat hemat kalium sehingga ekskresi kalium yang

berlebih akibat efek diuretik furosemid dapat di kurangi.

5. Bagaimana dosis pakai ketiga obat tersebut?

Captopril : 25-100 mg/hari, diberikan 2-3 x sehari, sediaan dalam

bentuk tablet 12,5 dan 25 mg. Diberikan pada pagi hari.

Furosemid : 20–80mg/hari, bisa diberikan 2-3 x sehari, sediaan dalam

bentuk tablet 40 mg dan ampula 20 mg. Untuk pasien gagal jantung

dan gagal ginjal dosis dapat ditingkatkan sampai 240mg/hari.

Spironolactone : 25–100 mg/hari, bisa di berikan 1 x sehari, sediaan

dalam bentuk tablet 25 mg dan 100 mg.

14

Page 15: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

6. Bagaimana cara pemberian ketiga obat tersebut?

Captopril dapat diberikan secara oral. Furosemid diberikan secara oral

atau injeksi (IV/IM). Spironolactone diberikan secara oral.

e. Sejak dua minggu sebelum datang ke UGD, tuan Ahmad menderita

osteoarthritis genu sinistra dan mendapat obat Natrium Diklofenak (2x50mg)

setiap hari dari dokter Puskesmas.

1. Bagaimana etiologi osteoarthritis genu sinistra?

Etiologi OA bersifat idiopathy (belum jelas). Beberapa faktor risiko

yang berperan terjadi OA diantaranya adalah kadar esterogen rendah,

kadar insulin-like growth factor 1 (IGF-1) rendah, usia, obesitas, jenis

kelamin wanita karena terjadinya menopause, ras, genetik, aktifitas

fisik yang melibatkan sendi yang bersangkutan, trauma, tindakan

bedah orthopedik seperti menisektomi, kepadatan massa tulang,

merokok, endothelial cell stimulating factor dan diabetes mellitus.

Secara garis besar terdapat dua hal yang berperan dalam proses

patogenesis OA, yaitu biomechanical dan biochemical insult. Kedua

proses tersebut mengakibatkan terpicunya berbagai proses reaksi

enzimatik seperti dikeluarkannya enzim proteolitik atau kolagenolitik

oleh khondrosit yang dapat menghancurkan matriks rawan sendi.

2. Bagaimana patofisiologi osteoarthritis genu sinistra?

Pada proses timbulnya OA, kondrosit yang terstimulasi akan

melepaskan aggrekan dan kolagen tipe dua yang tidak adekuat ke

kartilago dan cairan sendi. Aggrekan pada kartilago akan sering habis

serta jalinan-jalinan kolagen akan mudah mengendur.

Kegagalan dari mekanisme pertahanan oleh komponen pertahanan

sendi akan meningkatkan kemungkinan timbulnya OA pada sendi.

3. Mengapa terjadi osteoarthritis di genu sinistra?

Sendi yang paling sering terserang oleh osteoartritis adalah

sendi-sendi yang harus memikul beban tubuh (weight bearing joint),

antara lain lutut, panggul, vertebra lumbal dan servikal, dan sendi-

15

Page 16: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

sendi pada jari. Semakin sering digunakan, sendi tersebut semakin

rentan terkena OA. Gambaran osteoartitis yang khas adalah lebih

seringnya keterlibatan sendi falang distal dan proksimal, sementara

sendi metakarpofalangeal biasanya tidak terserang. Pada artritis

reumathoid, sendi falang proksimal dan sendi metakarpal keduanya

terserang, namun sendi interdangal distal tidak terlibat.

Osteoartritis bukan suatu penyakit simetris, sehingga lebih

banyak ditemukan insidens nyeri atau artritis pada satu bagian tubuh

saja (pada kasus ini genu sinistra, bukan kedua genu).

4. Bagaimana hubungan osteoarthritis dengan usia dan jenis kelamin

Tuan Ahmad?

Di seluruh dunia, osteoartritis memang menempati urutan puncak

sebagai kelainan sendi yang paling sering dijumpai. Hasil pemeriksaan

radiologis bahkan menunjukkan bahwa penyakit ini menghinggapi

mayoritas orang berusia di atas 65 tahun serta 80% populasi berusia di

atas 75 tahun. Diketahui pula bahwa osteoartritis lutut yang bergejala

dijumpai pada 11% orang di dalam kelompok berusia lebih dari 64

tahun.

Gangguan ini sedikit lebih banyak pada perempuan daripada laki-laki.

Hormon seks dan faktor-faktor hormonal lain juga berkaitan dengan

perkembangan osteoartritis. Hubungan antara esterogen dan

pembentukan tulang dan prevalensi osteoartritis pada perempuan

menunjukkan bahwa hormon memainkan peranan aktif dalam

perkembangan dan progresivitas penyakit ini.

5. Bagaimana hubungan osteoarthritis genu sinistra dengan riwayat

penyakit sebelumnya? (decompensatio cordis, hipertensi)

Hubungan OA dengan decompensatio cordis adalah adanya

kormobiditas yang tinggi, selain itu dengan riwayat penyakit

sebelumnya disebabkan karena interaksi obat Natrium Diklofenak

(bekerja secara simptomatis) dengan obat furosemid.

Obat-obat tersebut pada mekanisme kerjanya menghambat reabsorbsi

natrium menghambat reabsorbsi air ekskresi air meningkat

16

Page 17: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

ekskresi zat terlarut (salah satunya kalsium) meningkat kalsium

extrasel berkurang absorbsi kalsium tulang ke ekstrasel kalsium

di tulang menurun --- ditambah faktor usia degradasi matriks

kartilago meningkat, cairan sinovial berkurang berakumulasi di

sendi osteoarthritis.

6. Bagaimana farmakodinamik dan farmakokinetik dari Natrium

Diklofenak?

Diklofenak cepat diabsorbsi setelah pemberian oral dan mempunyai

waktu paruh yang pendek. Seperti flurbiprofen, obat ini berkumpul di

cairan sinovial. Potensi diklofenak lebih besar dari pada naproksen.

Obat ini dianjurkan untuk kondisi peradangan kronis seperti artritis

rematoid dan osteoartritis serta untuk pengobatan nyeri otot rangka

akut.

Mekanisme kerjanya, bila membran sel mengalami kerusakan oleh

suatu rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis, maka enzim fosfolipase

diaktifkan untuk mengubah fosfolipida menjadi asam arachidonat.

Asam lemak poli-tak jenuh ini kemudian untuk sebagian diubah oleh

ezim cyclo-oksigenase menjadi endoperoksida dan seterusnya menjadi

prostaglandin. Cyclo-Oksigenase terdiri dari dua iso-enzim, yaitu

COX-1 (tromboxan dan prostacyclin) dan COX-2 (prostaglandin).

Kebanyakan COX-1 terdapat di jaringan, antara lain dipelat-pelat

darah, ginjal dan saluran cerna. COX-2 dalam keadaan normal tidak

terdapat dijaringan tetapi dibentuk selama proses peradangan oleh sel-

sel radang pada sendi yang mengalami radang. Penghambatan COX-2

lah yang memberikan efek anti radang dari obat NSAIDs. NSAID yang

ideal hanya menghambat COX-2 (peradangan) dan tidak COX-1

(perlindungan mukosa lambung), sedangkan diklofenak merupakan

obat NSAIDs (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs) yang bersifat

tidak selektif dimana kedua jenis COX di blokir. Dengan dihambatnya

COX-1, dengan demikian tidak ada lagi yang bertanggung jawab pada

efek samping yang terjadi.

17

Page 18: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

7. Bagaimana interaksi Natrium Diklofenak dengan obat kombinasi

hipertensi yang diberikan?

Natrium Diklofenak menghambat kerja obat kombinasi. Natrium

Diklofenak dapat menurunkan aktivitas obat-obatan antidiuretic jika

diberikan bersamaan. Pemberian ini mungkin berdampak pada

kembalinya Tuan Achmad menderita dekompensasi kordis karena

selain menurunkan aktivitas antidiuretik, peringatan penggunaan pada

penderita dekomposisi jantung atau hipertensi, karena diklofenak dapat

menyebabkan retensi cairan dan edema, dan prostaglandin tidak

terbentuk sehingga vasodilatasi tidak terjadi sehingga kombinasi

hipertensi yang diberikan tidak memberi efek.

8. Bagaimana indikasi, kontraindikasi, dan efek samping Natrium

Diklofenak?

Indikasi

Natrium diklofenak diindikasikan untuk pengobatan tanda-tanda serta

gejalan akut dan kronik dari rheumatoid arthritis, osteoarthritis, dan

ankylosing spondylitis.

Kontraindikasi

Natrium diklofenak bersifat kontraindikasi untuk pasien dengan

hipersensitivitas pada diklofenak. Diklofenak tidak boleh diberikan

pada pasien dengan riwayat asma, urtikaria, atau pasien dengan rekasi

alergi setelah mengonsumsi aspirin atau OAINS lainnya.

Efek Samping

- Efek cardiovascular. (1) Meningkatkan risiko infark miokard,

serious cardiovascular thrombotic events, dan stroke, (2) Bisa

menyebabkan hipertensi atau menambah parah hipertensi yang

sudah ada, dan (3) Gagal jantung kongesti dan edema.

- Efek gastrointestinal. Meningkatkan risiko ulserasi, perdarahan,

dan perforasi.

- Efek renal. Pemberian jangka panjang bias menyebabkan

nekrosis papiler ginjal dan trauma ginjal lainnya.

- Efek hepatic. Bisa menyebabkan kenaikan transaminase pada

liver test.

18

Page 19: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

- Reaksi anafilaktik

- Reaksi kulit. Bisa menyebabkan exfoliative dermatitis, Steven-

Johnson Syndrome (SJS), dan toxix epidermal necrolysis (TEN).

- Kehamilan. Sama seperti OAINS lainnya, natrium diklofenak

sebaiknya dihindari pada pasien hamil tua karena bisa

menyebabkan penutupan dini dari duktus arteriosus.

9. Apa saja golongan obat yang diberikan untuk penderita osteoarthritis

genu sinistra?

Untuk sakit ringan sampai sedang, analgesik oral atau topikal bisa

digunakan. Jika pendekatan ini gagal atau ada inflamasi, NSAID bisa

berguna. Terapi non-obat yang sesuai sebaiknya dilanjutkan ketika

terapi obat dimulai.

10. Mengapa dokter memberikan Natrium Diklofenak pada tuan Ahmad?

Penghambat COX-2 yang sangat selektif dapat meningkatkan insidens

edema dan hipertensi, maka dari itu dokter ini memilih penghambat

COX nonselektif. Selain itu, OAINS dapat ditemukan dalam cairan

synovial setelah pemberian dosis berulang. Obat dengan waku paruh

yang pendek tetap berada dalam sendi untuk waktu yang lebih lama.

Penghambat COX nonselektif dengan waktu paruh terpendek adalah

tolmetin diikuti dengan diklofenak. Namun, beberapa penelitian

menyatakan bahwa tolmetin memiliki efek toksisitas yang paling

besar. Hal ini juga mungkin menajadi salah satu alasan dokter tersebut

memilih natrium diklofenak.

11. Bagaimana dosis pakai Natrium Diklofenak?

Dosis dan Cara Pemakaian (Penggunaan Natrium Diklofenak sampai

nyerinya sembuh)

- Osteoartritis: 2-3 kali sehari 50 mg atau 2 kali sehari 75 mg.

- Reumatoid artritis: 3-4 kali sehari 50 mg atau 2 kali sehari 75 mg.

- Ankilosing spondylitis: 4 kali sehari 25 mg ditambah 25 mg saat

akan tidur.

Tablet harus ditelan utuh dengan air, sebelum makan.

19

Page 20: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

Overdosis akut OAINS menyebabkan letargi, rasa kantuk, nausea,

muntah-muntah, dan nyeri epigastric.

12. Bagaimana cara pemberian Natrium Diklofenak?

Oral, injeksi intramuskular, rektal, topikal : gel.

IV. Keterkaitan Antar Masalah

Tuan Ahmad, 68 tahun

V. Hipotesis

Tuan Ahmad, 68 tahun, kembali mengalami decompensatio cordis akibat interaksi

obat anti hipertensi kronis dan natrium diklofenak.

VI. Learning Issue

a. Hipertensi Kronis

Hipertensi hipertensi esensial atau idiopatik adalah hipertensi yang tidak

diketahui etiologinya/penyebabnya.

Patofisiologi Hipertensi Kronis

Beberapa teori patogenesis hipertensi kronis meliputi :

Aktivitas yang berlebihan dari sistem saraf simpatik 

Aktivitas yang berlebihan dari sistem RAA

Retensi Na dan air oleh ginjal

Inhibisi hormonal pada transport Na dan K melewati dinding sel pada

ginjal dan pembuluh darah

20

Dyspnoe dan Edema

Natrium Diklofenak

Decompensatio cordis

Hipertensi KronisOsteoarthritis

Captopril Furosemid Spironolactone

Page 21: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

Interaksi kompleks yang melibatkan resistensi insulin dan fungsi endotel

Diagnosa Hipertensi Kronis

Pemeriksaan diagnostik terhadap pengidap tekanan darah tinggi

mempunyai beberapa tujuan :

Memastikan bahwa tekanan darahnya memang selalu tinggi 

Menilai keseluruhan risiko kardiovaskular 

Menilai kerusakan organ yang sudah ada atau penyakit yang

menyertainya

Mencari kemungkinan penyebabnya

Diagnosis hipertensi menggunakan tiga metode klasik yaitu:

Pencatatan riwayat penyakit (anamnesis) 

Pemeriksaan fisik (sphygomanometer)

Pemeriksaan laboraturium (data darah, urin, kreatinin serum, kolesterol)

Kesulitan utama selama proses diagnosis ialah menentukan sejauh

mana pemeriksaan harus dilakukan. Dimana pemeriksaan secara dangkal saja

tidak cukup dapat diterima karena hipertensi merupakan penyakit seumur

hidup dan terapi yang dipilih dapat memberikan implikasi yang serius untuk

pasien.

Manifestasi Klinis Hipertensi Kronis

Sebagian besar manifestasi klinis timbul setelah mengalami

hipertensi bertahun-tahun, dan berupa :

Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah,

akibat peningkatan tekanan darah intrakranium

Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi

Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan

saraf  pusat

Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus

Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler

Dampak Hipertensi Kronis

Hipertensi yang diabaikan atau tidak diobati dapat menyebabkan berbagai

macam gangguan kardiovaskular, serebrovaskular dan renal. Hipertensi dapat

21

Page 22: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

merupakan penyebab tunggal atau hanya merupakan salah satu faktor

penyebab terjadinya gangguan tersebut. Tingkat kerusakan organ umumnya

berhubungan dengan nilai tekanan darah, meskipun tidak selalu demikian. Ada

kalanya nilai tekanan darah yang tinggi tidak disertai dengan kerusakan organ

sasaran, dan begitupula sebaliknya. Terdapat kerusakan organ pada kenaikan

nilai tekanan darah yang sedang. Hipertensi dianggap faktor resiko yang

paling penting karena hipertensi adalah faktor yang menyebabkan serangan

jantung, gagal jantung, stroke dan kerusakan ginjal.

Komplikasi Hipertensi Kronis

Salah satu alasan mengapa kita perlu mengobati tekanan darah tinggi adalah

untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi yang dapat timbul jika

penyakit ini tidak disembuhkan. Beberapa komplikasi hipertensi yang umum

terjadi sebagai berikut:

Stroke

Penyakit jantung koroner  

Gagal jantung

Hipertrofi ventrikel kiri

Penyakit vaskular 

Retinopati

Kerusakan ginjal

Pencegahan Hipertensi Kronis

Mengurangi dalam hal mengkonsumsi garam.

Melakukan rutinitas dalam berolahraga. Bila telah menderita penyakit

hipertensi maka olahraga yang disarankan adalah olahraga yang ringan

selama 30 menit dan seminggu paling tidak 3 kali. Olahraga ringan

seperti halnya bersepeda dan juga berjalan kaki.

Rajin dalam mengkonsumsi makanan dan juga buah-buahan yang kaya

akan serat seperti halnya melon, tomat dan juga sayuran hijau.

Menghindari dari konsumsi alkohol.

Mengendalikan kadar kolesterol jahat dalam tubuh dan juga menghindari

kegemukan atau obesitas.

22

Page 23: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

Tidak merokok dan bagi para perokok maka pencegahan hipertensi ini

dengan menghentikan merokok itu sendiri.

Menghindari dan mengendalikan diabetes bila mempunyai penyakit DM

tersebut.

b. Decompensatio cordis

Definisi Decompensatio Cordis

Decompensasi cordis adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan

fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau

disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri. Berdasarkan definisi

patofisiologi gagal jantung (decompensatio cordis) atau dalam bahasa inggris

Heart Failure adalah ketidakmampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme jaringan pada saat istirahat atau kerja ringan. Hal tersebut akan

menyebabkan respon sistemik khusus yang bersifat patologik (sistem saraf,

hormonal, ginjal, dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang khas.

Patofisiologi Decompensatio Cordis

Mekanisme respon darurat yang pertama berlaku untuk jangka pendek

(beberapa menit sampai beberapa jam), yaitu reaksi fight-or-flight. Reaksi ini

terjadi sebagai akibat dari pelepasan adrenalin (epinefrin) dan noradrenalin

(norepinefrin) dari kelenjar adrenal ke dalam aliran darah; noradrenalin juga

dilepaskan dari saraf. Adrenalin dan noradrenalin adalah sistem pertahanan

tubuh yang pertama muncul setiap kali terjadi stres mendadak. Pada gagal

jantung, adrenalin dan noradrenalin menyebabkan jantung bekerja lebih keras,

untuk membantu meningkatkan curah jantung dan mengatasi gangguan pompa

jantung sampai derajat tertentu. Curah jantung bisa kembali normal, tetapi

biasanya disertai dengan meningkatnya denyut jantung dan bertambah kuatnya

denyut jantung. Pada seseorang yang tidak mempunyai kelainan jantung dan

memerlukan peningkatan fungsi jantung jangka pendek, respon seperti ini

sangat menguntungkan. Tetapi pada penderita gagal jantung kronis, respon ini

bisa menyebabkan peningkatan kebutuhan jangka panjang terhadap sistem

kardiovaskuler yang sebelumnya sudah mengalami kerusakan. Lama-lama

peningkatan kebutuhan ini bisa menyebabkan menurunya fungsi jantung.

23

Page 24: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

Mekanisme perbaikan lainnya adalah penahanan garam (natrium) oleh

ginjal. Untuk mempertahankan konsentrasi natrium yang tetap, tubuh secara

bersamaan menahan air. Penambahan air ini menyebabkan bertambahnya

volume darah dalam sirkulasi dan pada awalnya memperbaiki kerja jantung.

Salah satu akibat dari penimbunan cairan ini adalah peregangan otot jantung

karena bertambahnya volume darah. Otot yang teregang berkontraksi lebih

kuat. Hal ini merupakan mekanisme jantung yang utama untuk meningkatkan

kinerjanya dalam gagal jantung. Tetapi sejalan dengan memburuknya gagal

jantung, kelebihan cairan akan dilepaskan dari sirkulasi dan berkumpul di

berbagai bagian tubuh, menyebabkan pembengkakan (edema). Lokasi

penimbunan cairan ini tergantung kepada banyaknya cairan di dalam tubuh

dan pengaruh gaya gravitasi. Jika penderita berdiri, cairan akan terkumpul di

tungkai dan kaki. Jika penderita berbaring, cairan akan terkumpul di punggung

atau perut. Sering terjadi penambahan berat badan sebagai akibat dari

penimbunan air dan garam.

Mekanisme utama lainnya adalah pembesaran otot jantung (hipertrofi).

Otot jantung yang membesar akan memiliki kekuatan yang lebih besar, tetapi

pada akhirnya bisa terjadi kelainan fungsi dan menyebabkan semakin

memburuknya gagal jantung.

24

Page 25: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

Etiologi Decompensatio Cordis

Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis

adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau

yang menurunkan kontraktilitasmiokardium. Keadaan yang meningkatkan

beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septumventrikel. Beban akhir

meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik.

Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard atau

kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai

pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel (stenosis katup atrioventrikuler),

gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan

temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling

mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada

gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau

fungsi protein kontraktil.

Penyebab gagal jantung digolongkan menurut apakah gagal jantung

tersebut menimbulkan gagal yang dominan sisi kiri atau dominan sisi kanan.

Dominan sisi kiri : penyakit jantung iskemik, penyakit jantung hipertensif,

penyakit katup aorta, penyakit katup mitral, miokarditis, kardiomiopati,

amiloidosis jantung, keadaan curah tinggi (tirotoksikosis, anemia, fistula

arteriovenosa). Dominan sisi kanan : gagal jantung kiri, penyakit paru kronis,

stenosis katup pulmonal, penyakit katup trikuspid, penyakit jantung kongenital

(VSD, PDA), hipertensi pulmonal, emboli pulmonal masif.

Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi

cukup penting untung mengetahui penyebab dari gagal jantung, di Negara

25

Page 26: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

berkembang penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab

terbanyak sedangkan di negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak

adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi. Pada

beberapa keadaan sangat sulit untuk menentukan penyebab dari gagal jantung.

Terutama pada keadaan yang terjadi bersamaan pada penderita. Penyakit

jantung koroner pada Framingham study dikatakan sebagai penyebab gagal

jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita. Faktor risiko koroner seperti

diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada

perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat badan serta tingginya rasio

kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risiko

independen perkembangan gagal jantung.

Hipertensi telah dibuktikan meningkat-kan risiko terjadinya gagal jantung

pada beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung

melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi

ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik

dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk

terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel.

Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat

dengan perkembangan gagal jantung.

Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan

dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada

penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul

bersamaan. Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung,

menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia

(tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat

menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik).

Alkohol menyebabkan gagal jantung 2 – 3% dari kasus. Alkohol juga dapat

menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat – obatan juga dapat

menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat

antivirus seperti zidofudin juga dapat menyebabkan gagal jantung akibat efek

toksik langsung terhadap otot jantung.

Grade gagal jantung menurut New York heart association.Terbagi menjadi

empat kelainan fungsional :

1. Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik berat.

26

Page 27: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

2. Timbul gejala sesak pada aktifitas sedang.

3. Timbul gejala sesak pada aktifitas ringan.

4. Timbul gejala sesak pada aktifitas sangat ringan/ istirahat.

Manifestasi Klinis Decompensatio Cordis

Tanda dominan yang muncul adalah meningkatnya volume intravaskuler

kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan

curah jantung. Manifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan

ventrikel mana yang terjadi.

Gagal jantung kiri :

Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak

mampu memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi

yaitu :

Dispnoe

Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu

pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnu. Bebrapa pasien dapat mengalami

ortopnu pada malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea.

Mudah lelah

Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari

sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil

katabolisme, juga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan

untuk bernafas dan insomnia karena distress pernafasan dan batuk.

Kegelisahan dan kecemasan

Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan

bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.

Batuk

Gagal jantung kanan :

Kongestif jaringan perifer dan viseral.

Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting,

penambahan berat badan.

Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen

terjadi akibat pembesaran vena di hepar.

27

Page 28: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena

dalam rongga abdomen.

Nokturia

Kelemahan.

Faktor Resiko Decompensatio Cordis

Faktor risiko dari penyakit gagal jantung dapat digolongkan menjadi 2

kategori yang berbeda, yakni faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan faktor

risiko yang tidak dapat dimodifikasi. Beberapa faktor risiko yang dapat

dimodifikasi antara lain kadar kolesterol darah tinggi, kadar LDL (Low

Density Lipoprotein) tinggi, kadar trigliserida tinggi, hipertensi, diabetes,

obesitas, aktivitas fisik yang kurang, serta merokok. Semua faktor risiko tadi

merupakan faktor risiko yang dapat dikontrol, baik dengan perubahan gaya

hidup maupun medikasi. Sedangkan usia tua, jenis kelamin wanita dan riwayat

penyakit jantung pada keluarga merupakan faktor risiko yang tidak dapat

dimodifikasi.

Tatalaksana dan Prognosis Decompensatio Cordis

Terapi gagal jantung terdiri atas :

1. Terapi spesifik terhadap kausa yang mendasari gagal jantung

(revaskularisasi pada PJK, penggantian katup untuk penyakit katup yang

berat ).

2. Terapi non spesifik terhadap sindroma klinis gagal jantung.

Dasar-dasar terapi Gagal Jantung Kongestif

Masalah Terapi

Preload meningkat Restriksi garam, diuretika,

venodilator

Curah jantung rendah, tahanan

vaskuler sistemik meningkat

Arteriolar dilator/inhibitor ACE

Kontraktilitas menurun Obat inotropik positif

Frekwensi denyut jantung cepat

Fibrilasi atrial

Tingkatkan blok Atrio-

Ventrikuler

28

Page 29: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

Takikardia sinus Perbaiki kemampuan ventrikel

kiri

Sediaan Digitalis

Nama Sediaan Dosis Digitalisasi Dosis

Pemeliharaan

Mulai bekerja Lama

bekerja

1Digoxin (Lanoxin)

0,25 mg/tablet

1,5 – 3 mg,

diselesaikan

dalam 3 – 4 hari

0,125 – 0,5

ml/hari

4 – 6 jam 2 – 6 hari

2Deslanoside

(Cedilanid-D)

0,4 mg/ampul 2

ml.

1,6 mg,

diselesaikan

dalam 24 jam

0,2 – 0,4

mg/hari

1 – 2 jam 3 – 6 hari

Sediaan Diuretika

Jenis Diuretik Kemasan Dosis Awal Dosis Pemeliharaan

DIURETIKA

RINGAN

1Hidroklorotiazid

(HCT)

2Klortalidon

(Hygroton)

POTASSIUM

SPARING

DIURETICS

Spironolakton

(Aldactone)

DIURETIKA

KUAT

Furosemide (Lasix,

Impugan, Naclex,

dll)

25 dan 50 mg/tab.

50 mg/tablet

25 dan 100 mg/tab.

20 mg/ampul 2 ml

25 – 50 mg/hari

50 mg/hari

75 mg/hari

20 – 80 mg/hari

25 – 50 mg/hari

25 – 50 mg/hari

25 – 100 mg/hari

0 –40 mg/hari

29

Page 30: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

Sediaan Vasodilator

Jenis Vasodilator

Arterial

Kemasan Dosis Efek samping

1.Kaptopril (Capoten) 25, 50, dan 100

mg/tablet

Dimulai dengan

dosis 6,25 – 12,5 mg

ditingkatkan sampai

70 – 100 mg/hari,

diberikan 1 jam

sebelum makan,

dibagi dalam 3 dosis.

Gangguan

pengecapan.

Gatal-gatal.

Neutropenia.

Proteinuria.

2. Nifedipin (Adalat) 10 mg/tablet 30 – 60 mg/hari,

dibagi dalam 3 dosis.

Muka merah

(flushing).

Nyeri kepala.

Berdebar.

3.Prazosin(Minipress) 1 dan 2 mg/tablet Dimulai dengan

dosis kecil 0,5 – 1

mg pada malam hari,

ditingkatkan secara

bertahap sampai 6 –

12 mg/hr.

First-dose syncope.

Berdebar

Mengantuk.

Lemah badan.

Hidung buntu.

4.Hidralazine(Apresoline) 25 dan 50 mg/1

tab.

100 – 200 mg/hari

dibagi dalam 3 – 4

dosis.

Nyeri kepala.

Berdebar dan

angina.

Hipotensi postural.

SLE.

5. Sodium –Nitropruside

(Nipride)

50 mg serbuk/vial,

diencerkan dengan

500 ml D5 = 100

Ug/ml :

harus dengan

infusion pump.

Botol dan selang

infus harus

0,5 – 5 Ug/kg/menit

atau 0,005 – 0,05

ml/kg/menit rata-rata

3 U gr/kg/menit atau

0,03 ml/kg/menit.

Mual, muntah.

Nyeri kepala.

Hipotensi.

Hindari ekstravasasi

Hati-hati pada

gangguan hati atau

ginjal.

30

Page 31: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

dibungkus dengan

aluminium foil

untuk menghindari

cahaya.

Harus larutan baru.

VENOUS

Isosorbid dinitrat

(Cedocard, Isordil,

Isorbid, Vascardine)

5 dan 10 mg/tablet 30 – 60 mg/hari,

dibagi dalam 3 – 4

dosis.

Nyeri kepala.

Hipotensi postural.

Prognosis Decompensatio Cordis

Prognosis gagal jantung tergantung dari derajat disfungsi miokardium.

Menurut New York Heart Assosiation, gagal jantung kelas I-III didapatkan

mortalitas 1 dan 5 tahun masing-masing 25% dab 52%. Sedangkan kelas IV

mortalitas 1 tahun adalah sekitar 40%-50%.

c. Osteoarthritis (OA) Genu Sinistra

Patofisiologi Osteoarthritis Genu Sinistra

Berdasarkan penyebabnya, OA dibedakan menjadi dua yaitu OA

primer dan OA sekunder. OA primer, atau dapat disebut OA idiopatik, tidak

memiliki penyebab yang pasti dan tidak disebabkan oleh penyakit sistemik

maupun proses perubahan lokal pada sendi. OA sekunder, berbeda dengan OA

primer, merupakan OA yang disebabkan oleh inflamasi, kelainan sistem

endokrin, metabolik, pertumbuhan, faktor keturunan (herediter), dan

immobilisasi yang terlalu lama. Kasus OA primer lebih sering dijumpai pada

praktik sehari-hari dibandingkan dengan OA sekunder.

Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan

dan tidak dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan

gangguan keseimbangan dari metabolisme kartilago dengan kerusakan

struktur yang penyebabnya masih belum jelas diketahui. Kerusakan tersebut

diawali oleh kegagalan mekanisme perlindungan sendi serta diikuti oleh

beberapa mekanisme lain sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera.

31

Page 32: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi yaitu : Kapsula

dan ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang di dasarnya .

Kapsula dan ligamen-ligamen sendi memberikan batasan pada rentang gerak

(range of motion) sendi.

Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada

permukaan sendi sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat

gesekan. Protein yang disebut dengan lubricin merupakan protein pada cairan

sendi yang berfungsi sebagai pelumas. Protein ini akan berhenti disekresikan

apabila terjadi cedera dan peradangan pada sendi.

Ligamen, bersama dengan kulit dan tendon, mengandung suatu

mekanoreseptor yang tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik

yang dikirimkannya memungkinkan otot dan tendon mampu untuk

memberikan tegangan yang cukup pada titik-titik tertentu ketika sendi

bergerak.

Otot-otot dan tendon yang menghubungkan sendi adalah inti dari

pelindung sendi. Kontraksi otot yang terjadi ketika pergerakan sendi

memberikan tenaga dan akselerasi yang cukup pada anggota gerak untuk

menyelesaikan tugasnya. Kontraksi otot tersebut turut meringankan stres yang

terjadi pada sendi dengan cara melakukan deselerasi sebelum terjadi tumbukan

(impact). Tumbukan yang diterima akan didistribusikan ke seluruh permukaan

sendi sehingga meringankan dampak yang diterima. Tulang di balik kartilago

memiliki fungsi untuk menyerap goncangan yang diterima.

Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh

cairan sendi sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang

terjadi ketika bergerak. Kekakuan kartilago yang dapat dimampatkan

berfungsi sebagai penyerap tumbukan yang diterima sendi. Perubahan pada

sendi sebelum timbulnya OA dapat terlihat pada kartilago sehingga penting

untuk mengetahui lebih lanjut tentang kartilago. Terdapat dua jenis

makromolekul utama, yaitu kolagen tipe dua dan aggrekan. Kolagen tipe dua

terjalin dengan ketat, membatasi molekul–molekul aggrekan di antara jalinan-

jalinan kolagen. Aggrekan adalah molekul proteoglikan yang berikatan dengan

asam hialuronat dan memberikan kepadatan pada kartilago.

Kondrosit, sel yang terdapat di jaringan avaskular, mensintesis

seluruha elemen yang terdapat pada matriks kartilago. Kondrosit

32

Page 33: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

menghasilkan enzim pemecah matriks, sitokin {Interleukin-1 (IL-1), Tumor

Necrosis Factor (TNF)}, dan faktor pertumbuhan. Umpan balik yang

diberikan enzim tersebut akan merangsang kondrosit untuk melakukan sintesis

dan membentuk molekul-molekul matriks yang baru. Pembentukan dan

pemecahan ini dijaga keseimbangannya oleh sitokin faktor pertumbuhan, dan

faktor lingkungan. Kondrosit mensintesis metaloproteinase matriks (MPM)

untuk memecah kolagen tipe dua dan aggrekan. MPM memiliki tempat kerja

di matriks yang dikelilingi oleh kondrosit. Namun, pada fase awal OA,

aktivitas serta efek dari MPM menyebar hingga ke bagian permukaan

(superficial) dari kartilago.

Patofisiologi Osteoarthritis Genu Sinistra

Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi

pergantian matriks, namun stimulaso IL-1 yang berlebih malah memicu proses

degradasi matriks. TNF menginduksi kondrosit untuk mensintesis

prostaglandin (PG), oksida nitrit (NO), dan protein lainnya yang memiliki efek

terhadap sintesis dan degradasi matriks. TNF yang berlebihan mempercepat

proses pembentukan tersebut. NO yang dihasilkan akan menghambat sintesis

aggrekan dan meningkatkan proses pemecahan protein pada jaringan. Hal ini

berlangsung pada proses awal timbulnya OA.

Kartilago memiliki metabolisme yang lamban, dengan pergantian

matriks yang lambat dan keseimbangan yang teratur antara sintesis dengan

degradasi. Namun, pada fase awal perkembangan OA kartilago sendi memiliki

metabolisme yang sangat aktif.

Pada proses timbulnya OA, kondrosit yang terstimulasi akan melepaskan

aggrekan dan kolagen tipe dua yang tidak adekuat ke kartilago dan cairan

sendi. Aggrekan pada kartilago akan sering habis serta jalinan-jalinan kolagen

akan mudah mengendur. Kegagalan dari mekanisme pertahanan oleh

komponen pertahanan sendi akan meningkatkan kemungkinan timbulnya OA

pada sendi.

Tatalaksana Osteoarthritis Genu Sinistra

33

Page 34: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

Terapi obat pada OA bertujuan untuk mengurangi sakit. Karena OA sering

terjadi pada manula yang mempunyai kondisi medis lainnya, diperlukan

pendekatan konservatif terhadap perawatan dengan obat. Untuk sakit ringan

sampai sedang, analgesik oral atau topikal bisa digunakan. Jika pendekatan ini

gagal atau ada inflamasi, NSAID bisa berguna. Terapi non-obat yang sesuai

sebaiknya dilanjutkan ketika terapi obat dimulai.

Analgesik

Asetaminofen

Asetaminofen adalah pilihan untuk oral analgesik dengan dosis 325-

650 mg empat kali sehari (dosis maksimum 4g/hari). American College of

Rheumatology (ACR) menyarankan asetaminofen sebagai terapi pertama

untuk pengatasan rasa sakit pada OA. Pengurangan rasa sakit ringan sampai

sedang pada OA diperlihatkan oleh asetaminofen (2,6-4 g/hari) jika

dibandingkan dengan aspirin (650 mg empat kali sehari), ibuprofen (1200 atau

2400 mg sehari), naproxen (750 mg sehari), dan NSAID lain. Tetapi, beberapa

studi melaporkan pengurangan rasa sakit yang lebih baik dengan NSAID,

terutama untuk rasa sakit OA yang hebat.

Asetaminofen biasanya bisa ditolerir oleh pasien, tapi berpotensi fatal

untuk hepatotoksisitas jika overdosis. Asetaminofen harus digunakan dengan

hati-hati pada pasien dengan penyakit liver dan dihindari pada penyalah guna

alkohol kronik. Toksisitas ginjal lebih jarang terjadi daripada NSAID.

Salisilat

Aspirin dengan dosis 325-650 mg empat kali sehari juga memberikan

analgesia; dosis paling tidak 3,6 mg/hari perlu untuk mendapatkan aktivitas

anti-inflamasi. Salisilat bisa menyebabkan efek samping pada saluran cerna

dari ketidak nyamanan ringan sampai ulser lambung dengan komplikasi yang

parah. Untuk mengurangi efek samping pada saluran cerna, salisilat bisa

diberikan dengan makanan atau susu. Produk salut enterik bisa mengurangi

cedera mukosa lambung. Salisilat non-asetilasi juga memberikan iritasi saluran

cerna yang lebih kecil, kemungkinan perdarahan yang lebih kecil, dan tidak

menyebabkan agregasi platelet, tapi lebih mahal. Aspirin bisa menimbulkan

34

Page 35: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

reaksi hipersensitifitas, kelainan fungsi ginjal, dan peningkatan serum

transaminase.

Capsaicin

Capsaicin, ekstrak dari cabe merah yang menyebabkan pelepasan dan

menghabiskan semua substansi P dari serat saraf, telah terbukti bermanfaat

untuk mengurangi rasa sakit pada OA ketika diberikan topikal pada sendi yang

sakit. Capsaicin bisa digunakan tunggal atau kombinasi dengan analgesik oral

atau NSAID. Untuk bisa efektif, capsaicin harus digunakan teratur, dan

mungkin butuh beberapa minggu untuk bisa bekerja. Capsaicin sangat

ditolerir, tapi beberapa pasien mengalami rasa terbakar sementara pada tempat

penggunaan. Pasien harus diperingatkan untuk tidak mengoleskan di mata atau

mulut dan mencuci tangan setelah mengoleskan. Penggunaan disarankan

empat kali sehari, tapi menurunkan penggunaan menjadi dua kali sehari bisa

memperbaiki penggunaan jangka panjang dengan pengurangan rasa sakit yang

cukup.

NSAID

NSAID mempunyai sifat analgesik pada dosis kecil dan anti inflamasi

pada dosis lebih tinggi. Efek analgesik dimulai pada jam ke-1 atau ke-2,

sedang efek anti inflamasi muncul setelah 2 atau 3 minggu. Semua NSAID

terbukti efektif pada pengurangan rasa sakit dan inflamasi pada OA (Tabel 2-

1), meski pasien individual bisa merespon berbeda.

Ada bukti bahwa siklooksigenase-2 (COX-2)selektif inhibitor (seperti

celecoxib, rofecoxib) mengurangi rasa sakit pada banyak pasien OA dengan

resiko untuk efek samping yang lebih kecil daripada NSAID non-spesifik.

NSAID biasanya diberikan setelah terapi dengan asetaminofen atau

aspirin terbukti tidak efektif atau tidak bisa ditolerir atau pada pasien dengan

inflamasi.

Pemilihan NSAID tergantung pengalaman pemberi resep, biaya

pengobatan, pilihan pasien, atau toksisitas. Semua NSAID sama efektif dengan

aspirin tapi efek samping saluran cerna lebih kecil, tapi beberapa produk lebih

mahal.

35

Page 36: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

Pasien bisa merespon dengan baik terhadap obat pada grup kimia

tertentu tapi tidak sama sekali pada obat lain dalam grup yang sama. Ujicoba

dengan waktu (2-3 minggu) dan dosis (anti inflamasi atau analgesik) yang

sesuai perlu dilakukan. Jika uji pertama gagal, NSAID lain pada grup kimia

yang sama atau berbeda bisa dicoba. Proses ini bisa diulangi sampai agen yang

efektif didapatkan.

Kombinasi NSAID dengan NSAID lain atau aspirin meningkatkan efek

samping tanpa memberikan efek yang bermanfaat.

Keluhan saluran cerna adalah efek samping paling umum pada NSAID.

Keluhan ringan seperti nausea, dispepsia, anoreksia, rasa sakit pada

abdominal, flatulen (perut kembung) dan diare terjadi pada 10-60 % pasien.

NSAID sebaiknya diberikan bersama makanan atau susu, kecuali untuk

produk salut enterik (susu atau antasid bisa menghancurkan salut enterik dan

menyebabkan simtom saluran cerna pada beberapa pasien).

Semua NSAID berpotensi menyebabkan ulser saluran cerna dan

perdarahan melalui mekanisme langsung (topikal) atau tidak langsung

(sistemika). Faktor resiko untuk ulser terkait NSAID dan komplikasi ulser

(perforasi, obstruksi lambung, perdarahan saluran cerna) termasuk usia di atas

65 tahun, kondisi medis yang rentan (seperti penyakit kardio vaskuler), terapi

kortikosteroid atau anti koagulan, dan riwayat penyakit peptik ulser atau

perdarahan saluran cerna atas.

Untuk pasien OA yang membutuhkan NSAID tapi beresiko tinggi

untuk komplikasi saluran cerna, rekomendasi ACR termasuk COX-2 selektif

inhibitor atau NSAID non-spesifik dengan kombinasi inhibitor pompa proton

atau misoprostol.

NSAID bisa menyebabkan komplikasi ginjal, hepatitis, reaksi

hipersensitivtas, kulit kemerahan dan keluhan sistem saraf pusat seperti

mengantuk, pusing, sakit kepala, depresi, bingung, dan tinitus (kuping

berdenging). Semua NSAID non-spesifik menginhibit produksi tromboksan

yang tergantung-COX-1 pada platelet. Sehingga meningkatkan resiko

perdarahan. NSAID sebaiknya dihindari pada akhir kehamilan karena resiko

prematur penutupan ductus aretriousus.

36

Page 37: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

Interaksi obat paling serius termasuk penggunaan NSAID dengan

litium, warfarin, hipoglikemi oral, methotrexate, anti hipertensi, angiotensin

converting enzyme (ACE) inhibitor, β bloker, dan diuretik.

Glukokotikoid

Terapi glukokortikoid sistemik tidak disarankan pada OA, karena

manfaatnya yang kurang dan efek samping dalam penggunaan lama.

Intra articular glucocaoticoid (IAG) bisa mengurangi rasa sakit jika

terjadi inflamasi lokal atau effusi (keluarnya cairan) sendi, tapi manfaat jangka

panjangnya masih kontroversi. Jika digunakan, IAG harus diberikan jarang

dengan interval 4-6 bulan untuk sendi terkena dan tidak lebih dari 3-4 injeksi

per tahun. Setelah injeksi, pasien harus mengurangi aktivitas sendi tersebut

untuk beberapa hari. Injeksi ke ligamen atau area pericapsular bisa bermanfaat

dan resikonya lebih kecil daripada pemberian secara IAG.

Injeksi Hyaluronat

Asam hyaluronat membantu dalam rekosntruksi cairan sinovial,

meningkatkan elastisitasnya sementara dan memperbaiki fungsi sendi. Tetapi,

efek ini terbatas dan cepat hilang.

Dua agen intra-articular mengandung asam hyaluronat tersedia untuk

perawatan rasa sakit terkait OA pada lutut: natrium hyaluronat (Hyalgan) dan

hylan G-F 20 (Synvisc). Siklus perawatan berupa injeksi intra articular 2 ml

ke lutut sekali seminggu selama 3 minggu (hylan G-F 20) atau 5 minggu

(natrium hyaluronat).

Produk ini bisa bermanfaat untuk mereka yang tidak merespon

terhadap terapi lain, tapi studi lebih jauh dan penggunaan klinik dibutuhkan

untuk menentukan tempat mereka pada terapi. Agen ini mahal karena

perawatan termasuk obat dan biaya pemberian.

Injeksi sangat ditolerir, tapi bisa ada rasa sakit karena injeksi dan reaksi

kulit lokal (kemerahan, ecchymoses, atau pruritus/gatal).

d. Interaksi Obat

Natrium Diklofenak

37

Page 38: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

Diklofenak merupakan turunan asam fenilasetat dengan rumus kimia 2-[(2,6-

diklorofenil)amin]. Struktur natrium diklofenak adalah sebagai berikut.

Diklofenak, sama seperti garam natrium, berwarna kuning pucat keputihan,

dan tidak berbau. Obat ini mudah larut dalam methanol, larut dalam etanol,

dan tidak larut dalam kloroform dan dilusi asam. Natrium diklofenak sedikit

larut dalam air.

Farmakodinamik

Diklofenak adalah obat anti-inflamasi non steroid (OAINS) yang relative tidak

selektif sebagai penghambat COX. Dalam studi farmakologis, diklofenak

menunjukan aktivitas kerjanya sebagai anti-inflamasi, analgesic, dan

antipiretik. Seperti OAINS lainnya, modus kerja diklofenak belum diketahui

secara pasti. Aktivitas anti-inflamasi diklofenak melibatkan kemampuannya

dalam menghambat pembentukan prostaglandin dengan cara menghambat

enzim siklooksigenase (COX).

Farmakokinetik

Absorpsi

Diklofenak 100% diabsorpsi melalui pemberian oral dibandingkan pemberian

IV. Setelah mengalami metabolime fase pertama, hanya 50% dari dosis yang

diabsorpsi tersedia secara sistemik. Ketika diklofenak dikonsumsi bersama

makanan, terjadi penundaan selama 1 sampai 2 jam pada Tmax dan peningkatan

2 kali lipat pada nilai Cmax. Namun, tingkat absorpsi diklofenak tidak

dipengaruhi secara signifikan oleh asupan makanan.

38

Page 39: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

Distribusi

Volume terdistribusi nadtrium diklofenak adalah 1,4 L/kg. Lebih dari 99%

diklofenak terikat pada serum manusia, terutama pada albumin. Ikatan serum

protein bernilai konstan dalam rentang 0,15 sampai 105 mcg/mL dengan dosis

yang direkomendasikan. Diklofenak berdifusi keluar masuk cairan synovial.

Difusi ke dalam sendi terjadi ketika nilai plasma lebih tinggi daripada nilai

cairan synovial, proses sebaliknya terjadi ketika nilai cairan sinoviallebih

tinggi daripada nilai plasma. Belum diketahui secara pasti apakah difusi ke

dalam sendi memegang peranan dalam keefektifan kerja diklofenak.

Metabolisme

Lima metabolit diklofenak telah diindetifikasikan pada plasma dan urin

manusia. Metabolit ini termasuk 4’-hidoksi-, 5-hidroksi-, 3’-hidroksi-, 4’, 5-

dihidroksi-, dan 3’-hidroksi-4’-metoksi diklofenak. Pada pasien dengan

disfungsi renal, konsentrasi puncak dari metabolit 4’-hidroksi- dan 5-hidroksi-

diklofenak adalah sekitar 50% dan 4% dari konsentrasi induk setelah

pemberian dosis tunggal oral, sedangkan pada subjek sehat adalah 27% dan

1%. Namun, metabolit diklofenak selanjutnya mengalami glucuronidasi dan

sulfasi yang dilanjutkan dengan ekskresi bilier. Metabolit diklofenak, 4’-

hidroksi-diklofenak, memiliki aktivitas farmakologi yang sangat lemah.

Ekskresi

Diklofenak diekskresikan melalui metabolisme dan ekskresi urin serta bilier.

Sedikit diklofenak bebas yang tidak berubah diekskresikan melalui urin.

39

Page 40: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

Sekitar 65% dari dosis yang diterima diekskresikan melalui urin dan sekitar

35% pada empedu sebagai konjugasi diklofenak yang tidak berubah ditambah

metabolit. Karena eliminasi renal bukanlah jalur signifikan untuk eliminasi

diklofenak yang tidak berubah, penyesuaian dosisuntuk pasien dengan

disfungsi renal sedang dan berat tidaklah diperlukan. Waktu paruh untuk

diklofenak adalah sekitar 1,1 jam.

Indikasi

Natrium diklofenak diindikasikan untuk pengobatan tanda-tanda serta gejalan

akut dan kronik dari rheumatoid arthritis, osteoarthritis, dan ankylosing

spondylitis.

Kontraindikasi

Natrium diklofenak bersifat kontraindikasi untuk pasien dengan

hipersensitivitas pada diklofenak. Diklofenak tidak boleh diberikan pada

pasien dengan riwayat asma, urtikaria, atau pasien dengan rekasi alergi setelah

mengonsumsi aspirin atau OAINS lainnya.

Efek Samping

- Efek cardiovascular. (1) Meningkatkan risiko infark miokard, serious

cardiovascular thrombotic events, dan stroke, (2) Bisa menyebabkan

hipertensi atau menambah parah hipertensi yang sudah ada, dan (3) Gagal

jantung kongesti dan edema.

- Efek gastrointestinal. Meningkatkan risiko ulserasi, perdarahan, dan perforasi.

- Efek renal. Pemberian jangka panjang bias menyebabkan nekrosis papiler

ginjal dan trauma ginjal lainnya.

- Efek hepatic. Bisa menyebabkan kenaikan transaminase pada liver test.

- Reaksi anafilaktik

- Reaksi kulit. Bisa menyebabkan exfoliative dermatitis, Steven-Johnson

Syndrome (SJS), dan toxix epidermal necrolysis (TEN).

- Kehamilan. Sama seperti OAINS lainnya, natrium diklofenak sebaiknya

dihindari pada pasien hamil tua karena bisa menyebabkan penutupan dini dari

duktus arteriosus.

40

Page 41: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

Dosis dan Cara Pemakaian

- Osteoartritis: 2-3 kali sehari 50 mg atau 2 kali sehari 75 mg.

- Reumatoid artritis: 3-4 kali sehari 50 mg atau 2 kali sehari 75 mg.

- Ankilosing spondylitis: 4 kali sehari 25 mg ditambah 25 mg saat akan tidur.

Tablet harus ditelan utuh dengan air, sebelum makan.

Overdosis

Overdosis akut OAINS menyebabkan letargi, rasa kantuk, nausea, muntah-

muntah, dan nyeri epigastric.

Captopril (ACE-Inhibitor):

Farmakodinamik

Captopril merupakan ACE- inhibitor yang pertama di temukan dan banyak

digunakan di klinik untuk pengobatan hipertensi dan gagal jantung. Secara

umum ACE-Inhibitor dibedakan atau dua kelompok (1) bekerja langsung,

contohnya kaptopril dan lisinopril, (2) Prodrug, contohnya, enalapril,

kuinapril, erindropril, ramipril, silazapril, benazepril. Obat ini dalam tubuh

diubah menjadi bentuk aktif yaitu enalaprilat dll. ACE- Inhibitor menghambat

perubahan A1, menjadi AII sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan

sekresi aldosterone. Selain itu degradasi bradikinin juga dihamabt sehingga

kadar bradikinin dalam darah meningkat dan berperan dalam efek vasodilatasi

ACE-Inhibitor. Vasodilatasi secara langsung akan menurunkan tekanan darah,

sedangkan berkurangnya aldosteron akan menyebabkan ekskresi air dan

natrium dan retensi kalium.

Pada gagal jantung kongestif efek ini akan sangat mengurangi beban jantung

dan akan memperbaiki keadaan pasien. Walaupun kadar AI dan renin

meningkat, namun pemberian ACE-Inhibitor jangka panjang tidak

menimbulkan toleransi dan pengehentian obat ini biasanya tidak

menimbulakan hipertensi rebound. Selain itu ACE-Inhibitor menurunkan

resistensi perifer tanpa diikuti reflek tachycardia. Besarnya penurunan tekanan

darah, pada pemberian akut sebanding dengan kadar renin plasma. Namun

obat golongan ini tidak hanya efektif pada hipertensi dengan kadar renin yang

41

Page 42: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

tinggi, tapi juga pada hipertensi dengan renin normal maupun rendah. Hal ini

karena ACE inhibitor mengahmbat degradasi baradikinin yang mempunya

efek vasodilatasi selain itu, ACE-Inhibitor juga diduga berperan menghambat

pembentukan AII secara local di endotel pembuluh darah. Pemberian diuretik

dan pembatasan asupan garam, akan memperkuat efek antihipertensinya.

Berkurangnya produksi AII, oleh ACE-Inhibitor akan mengurangi aldosterone

dikorteks adrenal. Akibatnya akan terjadi ekskresi air dan natrium, sedangkan

kalium mengalami retensi, sehingga ada tendensi terjadinya hyperkalemia

terutama pada ganguan fungsi ginjal. Obat ini efektif pada sekitar 70% pasien.

Kombinasi dengan diuretic memberikan efek sinergistik (sekitar 80% pasien,

Tekanan darahnya terkendali dengan kombinasi ini), sedangkan efek

hypokalemia diuretic dapat dicegah.

Farmakokinetik

Kaptopril diabsrobsi dengan baik pada pemberian oral dengan bioavailibitas

70-75%. Pemberian bersama makanan akan mengurangi absorbs sekitar 30%,

oleh karena itu obat ini harus diberikan 1 jam sebelum makan. Sebagian besar

ACE-Inhibitor mengalami metabolism di hati. Kecuali lisinopril yang tidak

dimetabolisme. Eliminasi umumnya melalui ginjal, kecuali fosinopril yang

mengalami eliminasi di ginjal dan bilier. Efeknya maksimal setelah 1,5 jam

dan bertahan 12-24 jam. Protein Plasma (PP) 25-35%, Pt1/2 (2-3 jam)

42

Page 43: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

Furosemid (Diuretik kuat/ diuretic lengkungan/loop diuretic)

Farmakodinamik

Diuretik kuat bekerja di ansa henle asenden bagian epitel tebal dengan cara

menghambat kotrasnport Na+, K+, Cl- dan menghabat resorpsi air dan

elektrolit, mula kerjanya lebih cepat dan efek diuretiknya lebih kuat dari pada

golongan thiazide, oleh karena itu, diuretic kuat jarang digunakan sebagai anti

hipertensi. Kecuali pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kretainin

serum>2,5 mg/dl) atau gagal jantung. Termasuk terdalam golongan diuretic

antara lain furosemide, torasemid, bumetamid, dan asam etakrinat. Waktu

paruh diuretic kuat umumnya pendek sehingga diperlukan pemberian 2-3 kali

sehari. Efek samping diuretic kuat hampir sama dengan thiazide, kecuali

bahwa diuretic kuat menimbulkan hiperkalsiuria dan menurunkan kalsium

darahdan hipokalemia, sedangkan thiazide menimbulkan hipokalsiuria dan

meningkatkan kadar kalsium darah.

Farmakokinetik

Pemberian oral 0,5-1 jam (bertahan 4-6 jam), apabila diberika intravena

reaksinya beberapa menit (bertahan 2,5 jam), reabsorbsi obat 50%, Protein

plasma 97%, Pt1/2 30-60 menit, ekskresi melalui kemih (ginjal).

Spironolakton (Diuretik Hemat Kalium)

Farmakodinamik

Spironolakton merupaka diuretic lemah, penggunaannya terutama dalam

kombinasi dengan diuretic lain, untuk mencegah hypokalemia. Diuretik hemat

kalium dapat menimbulkan hyperkalemia bila diberikan pada pasien dengan

gagal ginjal atau bila dikombinasi dengan penghambat ACE, ARB, B-Blocker,

AINS atau dengan suplemen kalium. Penggunaan harus dihindarkan bila

kreatinin serum lebih dari 2,5 mg/dl. Spironolakton merupakan antagonis

aldosterone sehingga merupakan obat yang terpilih pada hiperaldosteronisme

primer (sindrom conn). Obat ini sangat berguna pada pasien yang

hyperurisemia, hypokalemia dan dengan intoleransi glukosa, berbeda dengan

golongan thiazide, spironolakton tidak mempengaruhi kadar Ca++ dan gula

43

Page 44: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

darah. Efek samping spironolakton antara lain ginekomastia, mastodinia,

gangguan menstruasi dan penurunan libido pada pria.

Farmakokinetik

Protein Plasma (PP) 98%, dimetabolit aktif menjadi kanrenon dihati, Pt1/2 (2

jam), kanrenon 2 jam.

44

Page 45: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

Interaksi antar obat :

Interaksi antar obat pada kasus mencakup golongan obat diuretik (diuretik kuat

dan diuretik hemat kalium), ACE inhibitor, dan NSAID. Pada obat diuretik

seperti furosemid (loop diuretic). Diuretik kuat jarang digunakan sebagai obat

antihipertensi kecuali pada pasien dengan gagal jantung, berkerja dengan

menghambat kotransport Na+, K+, Cl- dan menghambat resorpsi air dan

elektrolit. Obat golongan AINS melawan kerja dari furosemid.

Pada obat diuretik hemat kalium (spironolakton) mekanisme kerjanya

antagonis dengan aldosteron dengan cara penghambatan kompetitif.

Reabsorpsi Na+ dan K+ di hilir tubuli distal dan duktus koligentes dikurangi,

dengan demikian ekskresi K+ juga berkurang. Namun pada kombinasinya

dengan obat golongan ACE inhibitor dapat mengakibatkan hiperkalemia,

karena produksi aldosteron yang menurun ditambah dengan penghambatan

terhadap aldosteron akan mengakibatkan retensi kalium. Selain itu obat

golongan AINS dapat menurunkan efek antihipertensinya.

Pada obat golongan ACE inhibitor (captopril) berkerja dengan menghambat

perubahan Angiotensin menjadi Angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi

dan penurunan sekresi aldosteron. Selain itu juga menghambat degradasi

bradikinin, sehingga kadar bradikinin dalam darah meningkat dan berperan

dalam efek vasodilatasi. Aldosteron yang mengalami penurunan akan semakin

dipersulit kerjanya oleh obat spironolakton yang berkerja sebagai inhibitor

kompetitif dari aldosteron.

Obat natrium diklofenak memiliki aktivitas anti inflamasi, analgesik dan

antipiretik. Aktivitas diklofenak dengan jalan menghambat enzim siklo-

oksigenase sehingga pembentukan prostaglandin terhambat. Pada penderita

decompensatio cordis obat ini dapat menyebabkan retensi cairan dan edema.

Obat ini tidak cocok diberikan dengan obat golongan diuretik karena dapat

menurunkan efektifitas obat diuretik.

Furosemid menyebabkan hypokalemia sedangkan reaksia antara obat ACE-

inhibitor dengan spironolakton dapat menyebabkan hyperkalemia, sehingga

terjadi sinergis anatar flurosemid dan spironolokton

45

Page 46: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

Dokter memberikan Tuan Ahmad kombinasi ketiga obat tersebut karena ACE-

Inhibitor merupakan obat yang sangat baik untuk mengurangi beban jantung

dan sangat baik apabila digunakan bersama dengan diuretic, namun reaksi

kedua obat tersebut memiliki efek hyperkalemia, dengan pemberian

furosemide dapat menurunkan kadar hyperkalemia karena furosemide

mengakibatkan hipokalemia

e. Obat anti hipertensi

Tujuan Pengobatan Hipertensi

Tujuan terapi obat anti hipertensi adalah:

Mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular dan renal akibat

komplikasi

Tekanan darah yang diharapkan setelah terapi adalah <140/90 mmHg

tanpa adanya komplikasi, hal ini berhubungan dengan penurunanrisiko

komplikasi CVD (Coronary Vascular Disease)

Pasien hipertensi dengan komplikasi diabetes mellitus dan penyakitrenal,

tekanan darah yang diharapkan dapat dicapai setelah terapi yaitu<130/80

mmHg

Prinsip penggunaan obat antihipertensi

Mulailah dengan dosis terkecil untuk menghindari reaksi yang

tidak dikehendaki. Bila terdapat respon tekanan darah yang baik dan obat

ditoleransi dengan baik, dosis dapat ditingkatkan secara bertahapsampai

tekanan darah sasaran tercapai (<140 mmHg atau <130 mmHg pada

penderita diabetes atau penyakit ginjal kronik)

Gunakan kombinasi obat untuk memaksimalkan respon tekanan darah dan

meminimalkan reaksi yang tidak dikehendaki

Gantilah dengan kelas obat yang berbeda bila dosis awal dari obat tidak

memberikan efek yang berarti atau ada masalah efek samping obat

Gunakan formulasi yang minimal memberikan kontrol tekanan darah

selama 24 jam. Hal ini penting untuk menjaga kepatuhan pasien danuntuk

memastikan tekanan darah terkontrol pada pagi hari ketikaterjadi

peningkatan tekanan darah. Menghindari variasi tekanan darahsepanjang

hari yang membantu menghindari kerusakan organ sasaran

46

Page 47: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

Dikenal 5 kelompok obat first line drug yang digunakan untuk pengobatan

awal hipertensi, i. Diuretik, ii. Penyekat reseptor beta adrenergik (β-blocker);

iii. Penghambat angiostensin-converting enzyme (ACE-inhibitor); iv.

Penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin-receptor blocker, ARB); v.

Antagonis kalsium. Selain itu, lini kedua : i. Penghambat saraf adrenergik; ii.

Agonis α-2 sentral; dan iii. Vasodilator.

Diuretik

Diuretik bekerja meningkatkan eksresi natrium, air dan kloeida sehingga

menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi

penurunan curah jantung dan tekanan darah. Selain mekanisme tersebut,

beberapa diuretik juga menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek

hipotensinya. Efek ini di dua akibat penurunan natarium di ruang interstitial

dan di dalam sel otot polos pembuluh darah yang selanjutnya menghambat

influks kalsium. Penelitian-penelitian besar membuktikan bahwa efek proteksi

kardiovaskular diuretik belum terkalahkan oleh obat lain sehingga diuretik

dianjurkan untuk sebagian besar kasus hipertensi ringan dan sedang.

Beberapa golongan obat yang termasuk dalam obat diuretik adalah tiazid,

diuretik kuat, dan diuretik hemat kalium. Obat golongan tiazid bekerja dengan

menghambat transport bersama Na-Cl di tubulus distal ginjal, sehingga eksresi

Na+ dan Cl- meningkat. Efek antihipertensi tiazid mengalami antagonisme

oleh antiinflamasi non steroid (AINS), karena AINS menghambat sintesis

prostalglandin yang berperan penting dalam pengaturan aliran darah ginjal dan

transport air dan garam. Akibatnya terjadi retensi natrium dan air yang akan

menghambat semua efek obat antihipertensi. Obat diuretik kuat bekerja di ansa

Henle ascendend bagian epitel tebal dengan cara menghambat kotransport Na+,

K+, Cl-. Dan menghambat resorpsi air dan elektrolit. Kerjanya lebih cepat dan

efek diuretiknya lebih kuat daripada golongan tiazid. Efek samping diuretik

kuat adalah menimbulkan hiperkalsiuria dan menurunkan kalsium darah. Obat-

obat golongan diuretik hemat kalium dapat menimbulkan hiperkalemia bila

diberikan bersamaan dengan ACE inhibitor, ARB, β-blocker, AINS, atau

suplemen kalium.

Penghambat Adrenergik (β-Blocker)

Mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian β-blocker dapat

dikaitakn dengan habatan reseptor β1, antara lain : i. Penurunan frekuensi

47

Page 48: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah

jantung; ii. Hambatan sekresi renin di sel-sel jukstaglomerular dengan akibat

penurunan produksi angiostensin II; iii. Efek sentral yang mempengaruhi

aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas baroreseptor, perubahan

aktivitas neuron adrenergik perifer dan peningkatan biosintesis prostasiklin.

Penghambat Angiostensin-Converting Enzyme (ACE-inhibitor)

Secara umun ACE-inhibitor dibedakan atas dua kelompok, yaitu yang bekerja

langsung dan prodrug. ACE inhibitor menghambat perubahan Angiostensi I

menjadi angiostensi II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi

aldosteron. Vasodilatasi secara langsung akan menurunkan tekanan darah,

sedangkan berkurangnya aldosteron akan menyebabkan eksresi air dan

natrium dan retensi kalium. Efek samping dari pemberian ACE-inhibitor

adalah batuk kering, hiperkalemia, rash, gagal ginjal akut, proteinuria, dan

efek tereatogenik.

Antagonis Reseptor Angiostensin II (Angiostensin Receptor Blocker,

ARB)

Pemberian obat golongan ini akan menghambat semua efek angiostensin II,

seperti: vasokonstriksi, sekresi aldosteron, rangsangan safar simpatis, stimulasi

jantung, efek renal serta efek jangka panjang berupa hipertrodi otot polos

pembuluh darah dan miokard. Pemberian ARB menurunkan tekanan darah

tanpa mempengatuhi frekuensi denyut jantung.

Antagonis Kalsium

Antagonis kalsium menghambat influks kalsium pada sel otot polos pembuluh

darah dan miokard. Di pembuluh darah, antagonis kalsium terutama

menimbulkan relaksasi arteriol, sedangkan vena kurang dipengaruhi.

Vasodilator

Obat-obat golongan ini bekerja menurunkan hipertensi dengan cara

merelaksasi otot polos arteriol. Vasodilatasi yang terjadi menimbulkan reflek

kompensasi yang kuat berupa peningkatan frekuensi denyut jantung, namun

curah jantung tidak banyak berubah karena efek venodilatasi yang

menurunkan beban jantung.

Jenis Terapi Obat Anti Hipertensi

Terapi Tunggal

48

Page 49: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

Penggunaan satu macam obat anti hipertensi untuk pengobatan hipertensi

dapat direkomendasikan bila nilai tekanan darah awal mendekati nilai

tekanan darah sasaran. Menurut JNC-7 nilai tekanan darah awal

mendekati nilai tekanan darah sasaran apabila selisihnya kurang dari 20

mmHg untuk tekanan darah sistolik dan kurang darah sistolik dan kurang

dari 10 mmHg untuk tekanan darah diastolik. Hal ini meliputi penderita

hipertensi tahap 1 dan tekanan darah sasaran<140/90 mmHg.

Menurut Gardner (2007) setengah penderita tekanan darah tinggi tahap I

dan II dapat mengendalikan tekanan darah mereka dengan satu obat saja.

Jika satu obat tidak efektif, maka dapat ditingkatkan dosisnya jika tidak

ada efek sampingnya. Alternatif lainnya adalah mencoba obat yang

berbeda dan menambahkan satu obat lagi pada obat yang telah diminum

(kombinasi).

Terapi Kombinasi

Bila menggunakan terapi obat kombinasi, biasanya dipilih obat – obat

yang dapat meningkatkan efektivitas masing – masing obat atau

mengurangi efek samping masing-masing obat. Memulai terapi dengan

kombinasi dua obat direkomendasikan untuk  penderita hipertensi tahap 2

atau penderita hipertensi yang nilai tekanan darah sasarannya jauh dari

nilai tekanan darah awal (≥ 20 mmHg untuk tekanan darah sistolik dan ≥

10 mmHg untuk tekanan darah diastolik). Terapi kombinasi juga

merupakan pilihan bagi pasien yang nilai tekanan darah sasarannya sulit

dicapai (penderita diabetes dan penyakit ginjal kronik) atau pada pasien

dengan banyak indikasi pemaksaan yang membutuhkan beberapa

antihipertensi yang berbeda. Dalam ALLHAT (Antihypertensive and

Lipid-Lowering Treatment in Prevent  Heart Attack Trial) disebutkan 60%

penderita hipertensi mencapai tekanan darah terkontrol pada tekanan

darah < 140/90 mmHg dengan penggunaan dua atau lebih antihipertensi,

dan hanya 30% yang tekanan darahnya terkontrol dengan satu obat

antihipertensi. JNC-7 merekomendasikan penggunaan tiga atau lebih obat

antihipertensi untuk mencapai target terapi tekanan darah yang diinginkan.

Kombinasi Obat Anti hipertensi yang Sering Digunakan

49

Page 50: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

Kombinasi obat antihipertensi Keuntungan

ACE Inhibitor – Kalsium Antagonis -Menurunkan tekanan intra glomuler

-Memperbaiki permeabilitas glomuler

- Menghambat terjadinya hipertrofi

glomuler

- Mencegah terjadinya glomuler

- Mengurangi proteinuria

- Mengurangi hipermetabolisme ginjal

- Mengurangi akumulasi kalsium

intraseluler

- Dianjurkan pada nefropati hipertensi

dan hipertensi dengan nefripati diabetic

ACE Inhibitor – Diuretik -Meningkatkan natriuresis

-Memperbaiki toleransi glukosa dan kadar

asam urat

-Mempertahankan kadar kalium plasma

-Mempercepat regresi LVH

-Meningkatkan kecepatan ACEI

ACE Inhibitor – Beta bloker -Baik untuk hipertensi usia muda dengan

peningkatan sistem RAA dan simpatis

-Baik pula untuk hipertensi dan pasca

infark akut dengan tujuan:

Menurunkan resiko takhiaritmia

Mengurangi progresivitas dilatasi

ventrikel

Memperbaiki toleransi latihan

Beta bloker – Diuretik -Menurunkan peningkatan system RAA

karena diuretic

-Beta bloker mempunyai efek anti-

aldosteron ringan

-Baik untuk isolated systolic hypertension,

stroke, dan infark miokard

Beta bloker – Kalsium antagonis -Menurunkan curah jantung dan tahanan

50

Page 51: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

perifer

-Memperbaiki integritas endotel

-Normalisasi peningkatan system RAA

karena kalsium antagonis

-Sangat baik meregresi LVH

-Normalisasi resistensi insulin dan

gangguan profil lipid karena beta bloker

-Baik untuk hipertensi dengan angina

pectoris

-Baik untuk hipertensi dan takhiaritmia

Perbedaan pemberian obat tunggal dan obat kombinasi

Perawatan obat tunggal Perawatan kombinasi

-Diperlukan dosis obat yang lebih tinggi

-Kurang efektif

-Efek samping lebih banyak

-Dosis rendah untuk masing – masing obat

sudah cukup

-Lebih efektif

-Efek samping sedikit

f. Obat Osteoarthritis

Terapi farmakologis untuk osteoartritis adalah:

1. Untuk mengurangi nyeri (Parasetamol, 4 gram per hari)

2. Bila dengan parasetamol tidak berhasil, maka:

a. Pada pasien tanpa risiko kardiovaskuler dan tidak sedang mendapat

terapi aspirin _ OAINS biasa

b. Pada pasien tanpa risiko kardiovaskuler dan tidak sedang mendapat

terapi aspirin, tetapi mempunyai risiko saluran cerna _ OAINS plus

inhibitor pompa proton

c. Pada pasien dengan risiko kardiovaskuler dan tanpa risiko saluran

cerna _ berikan OAINS biasa, hindari OAINS yang selektif COX-2

d. Pada pasien dengan risiko kardiovaskuler dan risiko saluran cerna _

berikan OAINS biasa plus protektor lambung, dan hindari OAINS yang

selektif COX-2.

51

Page 52: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

3. Terapi topikal seperti dengan NSAID

4. Injeksi intraartikuler dengan kortikosteroid

5. Hialuronat dan derivatnya tersedia untuk osteoartritis lutut

Analgesik Oral Non Oplat

Pada umumnya pasien telah mencoba untuk mengobati sendiri penyakitnya,

terutama dalam hal mengurangi atau menghilangkan rasa sakit. Banyak sekali

obat-obatan yang dijual bebas yang mampu mengurangi rasa sakit. Pada

umumnya pasien mengetahui obat ini dari iklan pada media massa, baik cetak

(koran), radio, maupun televisi.

Analgesik Topikal

Analgesik topical dengan mudah dapat kita dapatkan di pasaran dan banyak

sekali yang dijual bebas. Pada umumnya pasien telah mencoba obat-obatan

per-oral lainnya.

Obat Anti Inflamasi Non Steroid

Apabila dengan cara-cara tersebut di atas tidak berhasil, pada umumnya pasien

mulai datang ke dokter. Dalam hal seperti ini kita pikirkan untuk pemberian

OAINS, oleh karena obat golongan ini disamping mempunya efek analgetik

juga mempunyai efek anti inflamasi. Oleh karena pasien osteoarthritis

kebanyakan usia lanjut, maka pemberian obat-obatan jenis ini harus sangat

berhati-hati. Jadi pilihlah obat yang efek sampingnya minimal dan dengan cara

pemakaian yang sederhana, di samping itu pengawasan terhadap kemungkinan

timbulnya efek samping selalu harus dilakukan.

NSAID (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs) atau obat anti inflamasi non

steroid (AINS)adalah suatu kelompok obat yang berfungsi sebagai anti

inflamasi, analgetik dan antipiretik.NSAID merupakan obat yang heterogen,

bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimiawi. Walaupun demikian,

obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun

efek samping. Obat golongan NSAID dinyatakan sebagai obat anti inflamasi

non steroid, karena ada obat golongan steroid yang juga berfungsi sebagai anti

inflamasi. Obat golongan steroid bekerja di sistem yang lebih tinggi dibanding

52

Page 53: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

NSAID, yaitu menghambat konversi fosfolipid menjadi asam arakhidonat

melalui penghambatan terhadap enzim fosfolipase.

Prototip obat golongan ini adalah aspirin, karena itu obat golongan ini sering

disebut juga sebagai obat mirip aspirin (aspirin like drugs). Contoh obatnya

antara lain: aspirin, parasetamol, ibuprofen, ketoprofen, naproksen, asam

mefenamat, piroksikam, diklofenak, indometasin.

Mekanisme Kerja NSAID

Efek terapi dan efek samping NSAID berdasarkan penghambatan biosintesis

prostaglandin (PG). Pada saat sel mengalami kerusakan, maka akan dilepaskan

beberapa mediator kimia. Di antara mediator inflamasi, prostaglandin adalah

mediator dengan peran terpenting. Enzim yang dilepaskan saat ada rangsang

mekanik maupun kimia adalah prostaglandin endoperoksida sintase (PGHS)

atau siklo oksigenase (COX) yang memiliki dua sisi katalitik. Sisi yang

pertama adalah sisi aktif siklo oksigenase, yang akan mengubah asam

arakhidonat menjadi endoperoksid PGG2. Sisi yang lainnya adalah sisi aktif

peroksidase, yang akan mengubah PGG2 menjadi endoperoksid lain yaitu

PGH2. PGH2 selanjutnya akan diproses membentuk PGs, prostasiklin dan

tromboksan A2, yang ketiganya merupakan mediator utama proses inflamasi.

COX terdiri atas dua isoform yaitu COX-1 dan COX-2.

Golongan obat ini menghambat enzim siklo oksigenase (COX) sehingga

konversi asam arakhidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat

dengan cara berbeda. Khusus parasetamol, hambatan biosintesis prostaglandin

hanya terjadi bila lingkungannya rendah kadar peroksida seperti di

hipotalamus. Lokasi inflamasi biasanya mengandung banyak peroksida yang

dihasilkan oleh leukosit. Ini menjelaskan mengapa efek anti inflamasi

parasetamol praktis tidak ada. Inhibisi biosintesis prostaglandin oleh aspirin

menyebabkan asetilasi yang irreversibel di sisi aktif siklo okigenase,

sedangkan sisi aktif peroksidase tidak terpengaruh. Berlawanan dengan aksi

aspirin yang irreversibel, NSAID lainya seperti ibuproven atau indometasin

menyebabkan penghambatan terhadap COX baik reversibel maupun

irreversibel melalui kompetisi dengan substrat, yaitu asam arakhidonat.

Perbandingan COX-1 dan COX-2

53

Page 54: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

COX-1 memiliki fungsi fisiologis, mengaktivasi produksi prostasiklin yang

berfungsi sebagai anti trombogenik, dan jika dilepaskan oleh mukosa lambung

bersifat sitoprotektif. COX-1 di trombosit, yang dapat menginduksi produksi

tromboksan A2, menyebabkan agregasi trombosit yang mencegah terjadinya

perdarahan yang semestinya tidak terjadi. COX-1 berfungsi dalam

menginduksi sintesis prostaglandin yang berperan dalam mengatur aktivitas

sel normal. Konsentrasinya stabil, dan hanya sedikit meningkat sebagai respon

terhadap stimulasi hormon atau faktor pertumbuhan. Normalnya, sedikit atau

bahkan tidak ditemukan COX-2 pada sel istirahat, bisa meningkat drastis

setelah terpajan oleh bakteri lipopolisakarida, sitokin atau faktor pertumbuhan,

dapat ditemukan juga di otak dan ginjal. Induksi COX-2 menghasilkan PGF2

yang menyebabkan terjadinya kontraksi uterus pada akhir kehamilan sebagai

awal terjadinya persalinan.

Penghambat COX-1 dan COX-2

Masing-masing NSAID menunjukkan potensi yang berbeda-beda dalam

menghambat COX-1 dibandingkan COX-2. Hal inilah yang menjelaskan

adanya variasi dalam timbulnya efek samping NSAID pada dosis sebagai anti

inflamasi. Obat yang potensinya rendah dalam menghambat COX-1, yang

berarti memiliki rasio aktivitas COX-2/ COX-1 lebih rendah, akan mempunyai

efek sebagai anti inflamasi dengan efek samping lebih rendah pada lambung

dan ginjal. Piroksikam dan indometasin memiliki toksisitas tertinggi terhadap

saluran gastrointestinal. Kedua obat ini memiliki potensi hambat COX-1 yang

lebih tinggi daripada menghambat COX-2. Dari penelitian epidemiologi yang

membandingkan rasio COX-2/ COX-1, terdapat korelasi setara antara efek

samping gastrointestinal dengan rasio COX-2/ COX-1. Semakin besar rasio

COX-2/ COX-1, maka semakin besar pula efek samping gastrointestinalnya.

Aspirin memiliki selektivitas sangat tinggi terhadap COX-1 daripada COX-2,

sehingga efek terhadap gastrointestinal relatif lebih tinggi.

Inhibitor COX-2 selektif diperkenalkan pada tahun 1999. NSAID selektif

menghambat COX-2 yang pertama kali diperkenalkan adalah celecoxib dan

rofecoxib. Lumiracoxib memiliki struktur yang berbeda dengan coxib lainnya,

tidak menyebabkan efek samping pada kardiovaskuler dan komplikasi

gastrointestinal yang rendah. Insiden serangan jantung yang lebih tinggi

54

Page 55: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

menjadi faktor risiko semua inhibitor COX-2 selektif. Tahun 2004, rofecoxib

ditarik dari pasaran. Valdecoxib selain menyebabkan infark miokard juga

dapat menyebabkan skin rash. Valdecoxib dan parecoxib dihubungkan dengan

insiden penyakit jantung.

Parasetamol termasuk kelompok obat yang dikenal memiliki aktivitas sebagai

analgesik antipiretik, termasuk juga prekursornya yaitu fenasetin, aminopiron

dan dipiron. Banyak dari obat ini yang tidak ada di pasaran karena

toksisitasnya terhadap leukosit, tetapi dipiron masih digunakan di beberapa

negara. Parasetamol menghambat lemah baik COX-1 maupun COX-2 dan

berdasarkan penelitian diketahui bahwa mekanisme kerjanya melalui

penghambatan terhadap COX-3, yaitu derivat dari COX-1, yang kerjanya

hanya di sistem saraf pusat.

Efek Farmakodinamik

Semua obat mirip aspirin bersifat antipiretik, analgesik dan anti inflamasi,

dengan derajat yang berbeda-beda. Misalya parasetamol bersifat anti piretik

dan analgesik tetapi sifat anti inflamasinya sangat rendah.

Efek analgesik

Obat ini hanya efektif terhdap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang

seperti sakit kepala, mialgia, atralgia dan nyeri lain yang berasal dari

integumen, juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Efek

analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek analgesik opiat, tetapi bedanya

NSAID tidak menimbulkan efek ketagihan dan tidak menimbulkan efek

sentral yang merugikan.

Efek Antipiretik

Obat ini hanya menurunkan suhu badan hanya pada saaat demam. Tidak

semuanya bersifat sebagai anti piretik karena bersifat toksik bila digunakan

secara rutin atau terlalu lama. Fenilbutazon dan anti reumatik lainnya tidak

dibenarkan digunakan sebagai antipiretik.

Efek Anti inflamasi

55

Page 56: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

NSAID terutama yang baru, lebih banyak dimanfaatkan sebagai anti inflamasi

pada pengobatan kelainan muskuloskeletal, seperti artritis reumatoid,

osteoartritis dan spondilitis ankilosa. Tetapi harus diingat bahwa obat ini hanya

meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya

secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki atau mencegah

kerusakan jaringan pada kelainan muskuloskeletal ini.

Efek Samping

Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau

tukak peptik yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan

saluran cerna. Beratnya efek samping ini berbeda pada masing-masing obat.

Dua mekanisme terjadinya iritasi lambung adalah: (1) iritasi yang bersifat

lokal yang menimbulkan difusi kembali asam lambung ke mukosa dan

menyebabkan kerusakan jaringan; (2) iritasi atau perdarahan lambung yang

bersifat sistemik melalui hambatan biosintesis PGE2 dan PGI2. Kedua

prostaglandin ini banyak ditemukan di mukosa lambung dengan fungsi

menghambat sekresi asam lambung dan merangsang sekresi mukus usus halus

yang bersifat sitoprotektif. Mekanisme kedua ini terjadi pada pemberian

parenteral. Efek samping lain adalah gangguan fungsi trombosit akibat

penghambatan biosintesis tromboksan A2 dengan akibat perpanjangan waktu

perdarahan. Efek ini dimanfaatkan untuk terapi profilaksis trombo-emboli.

Obat yang digunakan sebagai terapi profilaksis trombo-emboli dari golongan

ini adalah aspirin. Penghambatan biosintesis prostaglandin di ginjal, terutama

PGE2, berperan dalam gangguan homeostasis ginjal. Pada orang normal tidak

banyak mempengaruhi fungsi ginjal. Pada beberapa orang dapat terjadi reaksi

hipersensitivitas. Mekanisme ini bukan suatu reaksi imunologik tetapi akibat

tergesernya metabolisme asam arakhidonat ke arah jalur lipoksigenase yang

menghasilkan leukotrien. Kelebihan leukotrien inilah yang mendasari

terjadinya gejala tersebut.

Chondroprotective Agent

Yang dimaksud dengan chondroprotektive agent adalah obat-obatan yang

dapat menjaga atau merangsang perbaikan tulang rawan sendi pada OA.

Sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut dalam Slow Acting Anti

56

Page 57: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

Osteoarthritis (SAAODs) atau Disease Modifying Anti Osteoarthritis Drugs

(DMAODs). Sampai saat ini yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah:

tetrasiklin, asam hialuronat, kondroin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C,

superoxide dismutase dan sebagainya.

Steroid Intra-Artikuler

Steroid intra-artikuler, pada penyakit artritis rheumatoid menunjukan hasil

yang baik. Kejadian inflamasi kadang-kadang dijumpai pada pasien OA, oleh

karena itu kortikosteroid intra-artikuler telah dipakai dan mampu mengurangi

rasa sakit, walaupun hanya dalam waktu singkat. Penelitian selanjutnya tidak

menunjukan keuntungan yang nyata pada pasien OA, sehingga pemakaiannya

dalam hal ini masih kontroversial.

VII. Kerangka Konsep

Tuan Ahmad, 68 tahun

57

Decompensatio cordis

Asam Hyaluronat turun, aktivitas osteoklas tinggi

Hipertensi Kronis

Captopril FurosemidSpironolactone

Obat Antihipertensi

Edema

Hiperkalemia

Ca ekstrasel turun

Mengambil Ca tulang

Degradasi pembentukan tulang rawan pada sendi

Osteoarthritis

Natrium Diklofenak

Hambat prostagladin

Hiperkalemia

Vasokonstriksi Denyut jantung tidak teratur

Hipertensi

Kerja jantung berat

Hipertrofi jantung

Disfungsi jantung

Dyspnea

Page 58: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

VIII. Kesimpulan

Tuan Ahmad, 68 tahun, kembali mengalami decompensatio cordis karena interaksi obat yang

tidak menguntungkan antara obat anti hipertensi dan Natrium Diklofenak.

58

Page 59: Skenario B blok 12 tahun 2013 (Decompensatio cordis)

Daftar Pustaka

Departemen Farmakologi dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Farmakologi

dan Terapi, edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Dorland, W.A Newman. 2010. Kamus Saku Kedokteran Dorland Ed.28.Jakarta : EGC.

Guyton, C. Arthur., John E.Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed.11. Jakarta :

EGC.

Katzung, Betram G. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 10. Jakarta: EGC.

Marks, Jay W.. “Captopril”. http://www.medicinenet.com/captopril/article.htm, Diakses 20

November 2013, pukul 18.33 WIB

Marks, Jay W.. “Furosemide”. http://www.medicinenet.com/furosemide/article.htm, Diakses

20 November 2013, pukul 18.35 WIB

Marks, Jay W.. “Spironolactone”. http://www.medicinenet.com/spironolactone/article.htm,

Diakses 20 November 2013, pukul 18.38 WIB

M. Faiq. 2010. http://sulaifi.wordpress.com/2010/03/19/gagal-jantung-dan-penanganannya/

diakses pada 20 November 2013.

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2013. PATOFISIOLOGI: Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit, edisi 6 Volume 2. EGC: Jakarta.

Sudoyo, Aru W., dkk. 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam, Edisi 5, Jilid III. Jakarta: Internal

Publishing.

http://dailymed.nlm.nih.gov/dailymed/lookup.cfm?setid=ffbf7573-c726-42f6-bbd5-

5d2533d8288f. Diclofenac Sodium. Diakses 20 November 2013.

http://dailymed.nlm.nih.gov/dailymed/lookup.cfm?setid=be8ba28b-2739-4db0-8bde-

414f4cec4c02. Diclofenac Sodium. Diakses 20 November 2013.

59