SKENARIO 2 NEURO

download SKENARIO 2 NEURO

of 35

Transcript of SKENARIO 2 NEURO

Blok Sistem Saraf & Perilaku SKENARIO 2 LUMPUH SEPARUH BADAN

1. Memahami & Menjelaskan Anatomi & Fisiologi Saraf Kranialis

Nomor

Fungsi Menerima rangsang dari hidung dan menghantarkannya I Olfaktori Sensori ke otak untuk diproses sebagai sensasi bau Menerima rangsang dari mata dan menghantarkannya ke II Optik Sensori otak untuk diproses sebagai persepsi visual III Okulomotor Motorik Menggerakkan sebagian besar otot mata IV Troklear Motorik Menggerakkan beberapa otot mata Sensori: Menerima rangsangan dari wajah untuk V Trigeminal Gabungan diproses di otak sebagai sentuhan Motorik: Menggerakkan rahang VI Abdusen Motorik Abduksi mata Sensorik: Menerima rangsang dari bagian anterior lidah untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa VII Fasial Gabungan Motorik: Mengendalikan otot wajah untuk menciptakan ekspresi wajah Sensori sistem vestibular: Mengendalikan keseimbangan VIII Vestibulokoklear Sensori Sensori koklea: Menerima rangsang untuk diproses di otak sebagai suara IX Glosofaringeal Gabungan Sensori: Menerima rangsang dari bagian posterior lidah Ditya Ayu Dwiputri | 1

Nama

Jenis

Blok Sistem Saraf & Perilaku untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam Sensori: Menerima rangsang dari organ dalam Gabungan Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam Motorik Mengendalikan pergerakan kepala Motorik Mengendalikan pergerakan lidah

X XI XII

Vagus Aksesori Hipoglosal

SARAF OLFAKTORIUS (N.I) Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan olfaktorius. Sistem ini terdiri dari bagian berikut: mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis. Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal dari membran mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi yang sama. Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya mencapai korteks tanpa dirilei di talamus. Bau-bauan yang dapat memprovokasi timbulnya nafsu makan dan induksi salivasi serta bau busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada kaitannya dengan emosi. Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman dengan area otonom adalah medial forebrain bundle dan stria medularis talamus. Emosi yang menyertai rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang berhubungan dengan talamus, hipotalamus dan sistem limbik. SARAF OPTIKUS (N. II) Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina. Serabut-serabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial serabutserabut dari berbagai bagian fundus masih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina ditemukan pada bagian inferior kiasma optikum dan sebaliknya.

Ditya Ayu Dwiputri | 2

Blok Sistem Saraf & Perilaku Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal retina) menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma optikum berakhir di kolikulus superior, dimana terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma berhubungan dengan penglihatan dan berjalan di dalam traktus optikus menuju korpus genikulatum lateralis. Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika melewati bagian posterior kapsula interna dan berakhir di korteks visual lobus oksipital. Dalam perjalanannya serabutserabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-serabut untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran atas melalui lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabut-serabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya. SARAF OKULOMOTORIUS (N. III) Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia grisea periakuaduktal (Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia grisea (Nukleus otonom). Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan otototot rektus medialis, superior, dan inferior, otot oblikus inferior dan otot levator palpebra superior. Nukleus otonom atau nukleus Edingerwesthpal yang bermielin sangat sedikit mempersarafi Ditya Ayu Dwiputri | 3

Blok Sistem Saraf & Perilaku otot-otot mata inferior yaitu spingter pupil dan otot siliaris. SARAF TROKLEARIS (N. IV) Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan substansia grisea periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus okulomotorius. Saraf ini merupakan satu-satunya saraf kranialis yang keluar dari sisi dorsal batang otak. Saraf troklearis mempersarafi otot oblikus superior untuk menggerakkan mata bawah, kedalam dan abduksi dalam derajat kecil. SARAF TRIGEMINUS (N. V) Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabutserabut motorik dan serabut-serabut sensorik. Serabut motorik mempersarafi otot masseter dan otot temporalis. Serabut-serabut sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga cabang utama yatu saraf oftalmikus, maksilaris, dan mandibularis. Daerah sensoriknya mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar dan mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian anterior telinga luar dan kanalis auditorius serta bagian membran timpani. SARAF ABDUSENS (N. VI) Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian bawah dekat medula oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens mempersarafi otot rektus lateralis.

SARAF FASIALIS (N. VII) Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata. Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama

Ditya Ayu Dwiputri | 4

Blok Sistem Saraf & Perilaku nukleus motorik dan saraf vestibulokokleari s yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna. Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot platisma. Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah. SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII) Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabutserabut aferen yang mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabutserabut aferen yang mengurusi keseimbangan. Serabutserabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior lobus temporalis. Serabut-serabut untuk keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan bergabung dengan serabut-serabut auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini kemudian memasuki pons, serabut vestibutor berjalan menyebar melewati batang dan serebelum. SARAF GLOSOFARINGEUS (N. IX) Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada waktu meninggalkan kranium melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai dua ganglion, yaitu ganglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah melewati foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis interna ke otot Ditya Ayu Dwiputri | 5

Blok Sistem Saraf & Perilaku stilofaringeus. Di antara otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.

SARAF VAGUS (N. X) Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau jugulare dan ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah foramen jugularis, saraf vagus mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan menghantarkan impuls dari dinding usus, jantung dan paru-paru.

SARAF ASESORIUS (N. XI) Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis. Radiks kranial adalah akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron dari saraf vagus. Saraf aksesoris adalah saraf motorik yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus dan bagian atas otot trapezius, otot sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan otot trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.

Ditya Ayu Dwiputri | 6

Blok Sistem Saraf & Perilaku SARAF HIPOGLOSUS (N. XII) Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi garis tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.

2. Memahami & Menjelaskan Gangguan Kesadaran Kesadaran merupakan keadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls aferen dan eferen. Gangguankesadaran, yaitu keadaan dimana tidak terdapat aksi dan reaksi, walaupun diransang secara kasar. Tingkat kesadaran : y Kompos mentis: sadar sepenuhnya baik terhadap dirinya maupun lingkungan. Pada kompos mentis ini aksi dan reaksi bersifat adekuat yang tepat dan sesuai. y Apatis: keadaan pasien yang tampak segan dan acuh tak acuh terhadap lingkungan. y Delirium: penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur bangun yang terganggu. Pasien tampak gelisah, kacau, disorientasi dan meronta-meronta. y Somnolen (letargi, obtundasi, hipersomnia): mengantuk yang masih dapat dipulihkan bila diberi ransangan tapi saat ransangan dihentikan, pasien tertidur lagi. Pada somnolen jumlah jam tidur meningkat dan reaksi psikologis lambat. y Soporous/stupor : keadaan mengantuk yang dalam. Pasien masih dapat dibangunkan dengan ransangan kuat tetapi pasien tidak terbangun sempurna dan tidak dapat memberijawaban verbal yang baik. Pada soporous/stupor reflek kornea dan pupil baik, BAB dan BAK tidak terkontrol. Stupor disebabkan oleh disfungsi serebral organic difus. y Semi koma : penurunan kesadaran yang tidak member respon terhadap ransangan verbal dan tidak dapat dibangunkan sama sekali, tapi reflek kornea dan pupil masih baik. y Koma: penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan dan tidak ada respon terhadap nyeri. Derajat kesadaran yang paling rendah yaitu koma. Koma terbagi dalam : y Koma supratentorial diensephalik : merupakan semua proses supratentorial yang mengakibatkan destruksi dan kompresi pada substansia retikularis diensefalon yang menimbulkan koma. Koma supratentorial diensephalik dapat dibagi dalam 3 golongan, yaitu : - Proses desak ruang yang meninggikan tekanan dalam ruang intracranial supratentorial secara akut. - Lesi yang menimbulkan sindrom ulkus. - Lesi supratentorial yang menimbulkan sindrom kompresi rostrokaudal terhadap batang otak. Ditya Ayu Dwiputri | 7

Blok Sistem Saraf & Perilaku y Koma infratentorial diensefalik, disini terdapat 2 macam proses patologik yang menimbulkan koma : - Proses patologik dalam batang otak yang merusak substansia retikularis. - Proses diluar batang otak yang mendesak dan mengganggu fungsi substansia retikularis. Koma infratentorial akan cepat timbul jika substansia retikularis mesensefalon mengalami gangguan sehingga tidak bisa berfungsi baik. Hal ini terjadi akibat perdarahan.Dimana perdarahan di batang otak sering merusak tegmentum pontis dari pada mesensefalon. Koma bihemisferik difus : terjadi karena metabolism neural kedua belah hemsferium terganggu secara difus. Gejala yang ditimbulkannya yaitu dapat berupa hemiparesis, hemihiperestesia, kejang epileptic, afasia, disatria, dan ataksia, serta gangguan kualitas kesadaran.

y

Derajat kesadaran lainnya yaitu tidur.Tidur merupakan suatu derajat kesadaran yang berada dibawah keadaan awas-waspada dan merupakan fisiologik yang ditentukan oleh aktivitas bagian-bagian tertentu dari substansia retikularis.Tidur secara patologis yaitu keadaan tidur dan berbagai mecam keadaan yang menunjukkan daya bereaksi dibawah derajat awaswaspada, diantaranya letargi, mutismus akinetik, stupor, dan koma. Gangguan tidur terdiri atas hipersomnia dan insomnia : a) Hipersomnia (kebanyakan tidur) merupakan gejala keadaan patologik yang dibedakan dalam : - Hipersomnia karena proses patologik diotak, seperti ensefalitis dan tumor serebri. - Hipersomnia karena proses patologik sistemik, seperti hiperglikemia atau uremia. b) Insomnia (tidak bisa tidur) merupakan gejala sekunder beberapa jenis psikoneurosis yang dapat timbul sebagai : - Insomnia primer, yaitu penderita tidur tapi tidak merasa tidur. - Insomnia sekunder akibat psikoneurosis yang umumnya punya banyak keluhan non organic, sakit kepala, perut kembung, badan pegal, dll. - Insomnia sekunder akibat penyakit organic, yaitu penderita tidak bisa tidur karena saat tertidur, ia diganggu oleh penderitaan organic. Misalnya seperti penderita diabetes mellitus yang sering terbangun karena sering kencing, atau penderita ulkus duodeni yang sering terbangun karena mules dan lapar pada tengah malam, atau penderita arthritis reumatika yang mudah terbangun oleh nyeri yang timbul pada setiap perubahan sikap badan. Selain dari gangguan tidur diatas, ada juga gangguan tidur fungsional, yaitu diantaranya : y Somnambulisme, yaitu berjalan dalam keadaan tidur. y Sleep automatism, yaitu berjalan sambil melakukan suatu perbuatan yang bertujuan dalam keadaan tidur. Misalnya membereskan koper seperti orang yang ingin bepergian tapi dalam keadaan tidur. y Kekau, yaitu berbicara dalam keadaan tidur yang biasanya terkait dengan mimpi. y Kejang nokturnus atau mioklonus nokturnus, yaitu saat tidur, ia terbangun kembali karena anggota geraknya berkejang sejenak. y Paralisis nokturnus, yaitu perasaan lumpuh seluruh tubuh yang dialami sebagai kenyataan dan menghilang serentak saat mata dapat dibuka. Ditya Ayu Dwiputri | 8

Blok Sistem Saraf & Perilaku Mengukur tingkat kesadaran: 1. GCS (Glasgow Coma Scale) Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E?V?M?. Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1. Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil : y y y GCS : 14 - 15 = CKR (cidera kepala ringan) GCS : 9 - 13 = CKS (cidera kepala sedang) GCS : 3 - 8 = CKB (cidera kepala berat)

2. AVPU, dimana pasien diperiksa apakah sadar baik (alert), berespon dengan kata-kata (verbal), hanya berespon jika dirangsang nyeri (pain), atau pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik verbal maupun diberi rangsang nyeri (unresponsive). 3. Skala ACDU, pasien diperiksa kesadarannya apakah baik (alertness), bingung / kacau (confusion), mudah tertidur (drowsiness), dan tidak ada respon (unresponsiveness).

3. Memahami & Menjelaskan Stroke Definisi Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Kelompok Studi Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi,1999). Klasifikasi dan Etiologi Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi anatomi (lesi), stadium dan lokasi (sistem pembuluh darah) (Misbach, 1999). 1)Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya: Stroke iskemik Transient Ischemic Attack (TIA) Trombosis serebri Emboli serebri Ditya Ayu Dwiputri | 9

Blok Sistem Saraf & Perilaku Stroke hemoragik Perdarahan intraserebral Perdarahan subarakhnoid 2)Berdasarkan stadium: Transient Ischemic Attack (TIA) Stroke in evolution Completed stroke 3)Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah): Tipe karotis Tipe vertebrobasiler Faktor Resiko 1.Non modifiable risk factors : Usia Jenis kelamin Berat badan lahir rendah Ras/etnis genetik 2.Modifiable risk factors y Well-documented and modifiable risk factors 1.Hipertensi 2.Paparan asap rokok 3.Diabetes 4.Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu 5.Dislipidemia 6.Stenosis arteri karotis 7.Sickle cell disease 8.Terapi hormonal pasca menopause 9.Diet yang buruk 10.Inaktivitas fisik 11.Obesitas y Less well-documented and modifiable risk factors 1.Sindroma metabolik 2.Penyalahgunaan alkohol 3.Penggunaan kontrasepsi oral 4.Sleep-disordered breathing 5.Nyeri kepala migren 6.Hiperhomosisteinemia 7.Peningkatan lipoprotein (a) 8.Peningkatan lipoprotein-associated phospholipase 9.Hypercoagulability 10.Inflamasi 11.Infeksi

Patofisiologi Patofisiologi Stroke Iskemik Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap (Sjahrir,2003) Tahap 1 : a. Penurunan aliran darah Ditya Ayu Dwiputri | 10

Blok Sistem Saraf & Perilaku b. Pengurangan O2 c. Kegagalan energi d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion Tahap 2 : a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion b. Spreading depression Tahap 3 : Inflamasi Tahap 4 : Apoptosis Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan melibatkan permeabilitas patologis dari sawar darah otak, kegagalan energi, hilangnya homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium ekstraseluler, eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantarai oleh radikal bebas. (Sherki dkk,2002)

Gejala klinik Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut: 1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi sensorik

Ditya Ayu Dwiputri | 11

Blok Sistem Saraf & Perilaku 2. Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau, mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah. 3. Cerebral cortex: aphasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan. Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau serangan awal stroke. Faktor Resiko Faktor resiko medis, antara lain Hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi), Kolesterol, Aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah), Gangguan jantung, diabetes, Riwayat stroke dalam keluarga, Migrain. Faktor resiko perilaku, antara lain Merokok (aktif & pasif), Makanan tidak sehat (junk food, fast food), Alkohol, Kurang olahraga, Mendengkur, Kontrasepsi oral, Narkoba, Obesitas. 80% pemicu stroke adalah hipertensi dan arteriosklerosis, Menurut statistik. 93% pengidap penyakit trombosis ada hubungannya dengan penyakit tekanan darah tinggi. Pemicu stroke pada dasarnya adalah, suasana hati yang tidak nyaman (marahmarah), terlalu banyak minum alkohol, merokok dan senang mengkonsumsi makanan yang berlemak. Pemeriksaan Computerized tomography: Digunakan untuk mencari perdarahan atau massa didalam otak. MRI scan: ]Magnetic resonance imaging (MRI) MRA (magnetic resonance angiogram) Suatu MRI scan dapat juga digunakan untuk secara khusus melihat pembuluhpembuluh darah secara non-invasif (tanpa menggunakan tabung-tabung atau suntikan-suntikan), suatu prosedur yang disebut suatu MRA (magnetic resonance angiogram). Diffusion weighted imaging (DWI). Teknik ini dapat mendeteksi area kelainan beberapa menit setelah aliran darah ke suatu bagian dari otak telah berhenti. Computerized tomography dengan angiography: Menggunakan dye yang disuntikan kedalam suatu vena di tangan, gambar-gambar dari pembuluh-pembuluh darah didalam otak dapat memberikan informasi tentang aneurysms atau arteriovenous malformations. Begitu juga, kelainan-kelainan lain dari aliran darah otak mungkin dievaluasi.Dengan peningkatan teknologi yang canggih, CT angiography telah menggantikan angiogram-angiogram konvensional. Angiogram Konvensional: Suatu angiogram adalah tes lain yang adakalanya digunakan untuk melihat pembuluh-pembuluh darah. Suatu tabung kateter yang panjang dimasukkan kedalam suatu arteri (biasanya di area pangkal paha) dan dye disuntikan ketika xrays secara simultan diambil. Dimana suatu angiogram memberikan beberapa dari gambar-gambar yang paling detil dari anatomi pembuluh darah, ia juga adalah suatu prosedur invasif dan digunakan hanya ketika diperlukan secara mutlak. Carotid Doppler ultrasound: Suatu carotid Doppler ultrasound adalah suatu metode non-invasif yang menggunakan gelombang-gelombang suara untuk menyaring/melihat Ditya Ayu Dwiputri | 12

Blok Sistem Saraf & Perilaku penyempitan-penyempitan dan pengurangan aliran darah pada arteri karotid (arteri utama pada leher yang mensuplai darah ke otak). Tes-Tes Jantung: Tes-Tes Darah: Tes-tes darah seperti suatu angka pengendapan (sedimentation rate) dan C-reactive protein dilakukan untuk mencari tanda-tanda dari peradangan yang dapat menyarankan arteri-arteri yang meradang.Protein-protein darah tertentu yang dapat meningkatkan kesempatan stroke dengan menebalkan atau mengentalkan darah diukur.Tes-tes ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab stroke yang dapat dirawat atau untuk membantu mencegah luka yang lebih jauh.Tes-tes penyaringan darah yang mencari infeksi yang potensial, anemia, fungsi ginjal, dan kelainan-kelainan elektrolit mungkin juga dipertimbangkan. Diagnosis Pemeriksaan fisik dapat membantu menentukan lokasi kerusakan pada otak. Dua jenis teknik pemeriksaan imaging (pencitraan) untuk mengevaluasi kasus stroke atau penyakit pembuluh darah otak (Cerebrovascular Disease/CVD), yaitu Computed Tomography (CT scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). CT scan diketahui sebagai pendeteksi imaging yang paling mudah, cepat dan relatif murah untuk kasus stroke. Namun dalam beberapa hal, CT scan kurang sensitif dibanding dengan MRI, misalnya pada kasus stroke hiperakut. Untuk memperkuat diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI. Kedua pemeriksaan tersebut juga bisa membantu menentukan penyebab dari stroke, apakah perdarahan atau tumor otak. Kadang dilakukan angiografi yaitu penentuan susunan pembuluh darah/getah bening melalui kapilaroskopi atau fluoroskopi. Diagnosis serangan mendadak Cincinnati Prehospital Stroke Scale (CPSS) Menurut suatu studi oleh University of North Carolina, tiga perintah-perintah mungkin digunakan untuk menilai apakah seseorang mungkin mengalami suatu stroke. Orang-orang awam dapat memerintahkan seorang korban stroke yang berpotensi untuk: 1. Senyum 2. Mengangkat kedua tangan 3. Mengucapkan suatu kalimat sederhana Jika seseorang mempunyai kesulitan dengan salah satu dari perintah-perintah sederhana ini, pelayanan-pelayanan darurat (911) harus segera dipanggil dengan suatu penjelasan situasi, memberitahukan bahwa anda mencurigai orang itu sedang mendapat suatu stroke. Penatalaksanaan Tissue plasminogen activator (TPA) Suatu obat penghancur bekuan atau gumpalan untuk memecahkan bekuan darah yang menyebabkan stroke.Ada suatu jendela yang sempit dari kesempatan untuk menggunakan obat ini. Lebih awal ia diberikan, lebih baik hasilnya dan lebih kurang berpotensi untk komplikasi perdarahan kedalam otak. Heparin dan aspirin Obat-obat untuk pengencer darah (anticoagulation; contohnya, heparin) juga adakalanya digunakan dalam merawat pasien-pasien stroke dalam harapan untuk memperbaiki kesembuhan atau kepulihan pasien. Mengendalikan Persoalan-Persoalan Medis Lain Ditya Ayu Dwiputri | 13

Blok Sistem Saraf & Perilaku Kontrol tekanan darah dan Kolestrol Kontol gula darah (pasien DM) Rehabilitasi terapi kemampuan berbicara terapi pekerjaan terapi fisik pendidikan keluarga untuk mengorientasikan mereka pada perawatan untuk orang yang dicintai mereka di rumah dan tantangan-tantangan yang akan mereka hadapi.

Prognosis Indikator prognosis adalah : tipe dan luasnya serangan, age of onset, dan tingkat kesadaran Hanya 1/3 pasien bisa kembali pulih setelah serangan strokeiskemik Umumnya, 1/3-nya lagi adalah fatal, dan 1/3- nya mengalamikecacatan jangka panjang Jika pasien mendapat terapi dengan tepat dalam waktu 3 jamsetelah serangan, 33% diantaranya mungkin akan pulih dalamwaktu 3 bulan Prognosis pasien dgn stroke hemoragik (perdarahanintrakranial) tergantung pada ukuran hematoma : - hematoma > 3 cm umumnya mortalitasnya besar Hematomayang massive biasanya bersifat lethal

Jika infark terjadi pada spinal cord prognosis bervariasitergantung keparahan gangguan neurologis, jika control motorik dan sensasi nyeri terganggu maka prognosis jelek

4. Memahami & Menjelaskan Afasia Afasia adalah gangguan berbahasa dan pengetahuan tentang afasia disebut sebagai afasiologi. Afasiologi sudah lama dikenal. Istilah afasia sebagai istilah medik sudah dipakai sejak diusulkan oleh Trousseau pada tahun 1864. Afasia selalu dikaitkan dengan kelainan di pusat berbahasa yang berada di hemisfer otak sebelah kiri. Kemampuan berbahasa merupakan salah satu komponen prilaku manusia yang mencakup fungsi berbahasa, fungsi memori, ( daya ingat ), fungsi visuospasial, fungsi emosi dan fungsi kognisi. Fungsi berbahasa merupakan komponen paling penting dalam neurology luhur, karena ciri khas manusia adalah kemampuan untuk mencurahkan isi pikiran dan perasaannya melalui fungsi berbicara dan berbahasa.

Penyebab Afasia Penyebab afasia disebabkan karena kerusakan otak Convulsion Semua kejang yang dapat mengakibatkan kerusakan dan terganggunya otak. Kejang yang dapat berakibat terganggunya peredaran darah yang menenuju ke otak dimana darah itu membawa supply oksigen untuk otak.

Ditya Ayu Dwiputri | 14

Blok Sistem Saraf & Perilaku Trauma kapitis Trauma yang terjadi pada kepala berakibat kerusakan atau terganggunya fungsi otak. Trauma kepala ini dibagi menurut macam kerusakannya, sebagai berikut : 1. Commutio cerebri. Kerusakan tidak terlalu parah, dikatakan juga memar otak. Disini masih terdapat adanya kontinuitas dari jaringan otak itu sendiri, sehingga nantinya jika sudah sembuh tidak akan meninggalkan sisa. 2. Contusio cerebri. Pada dasarnya contusio cerebri tidak jauh dari comusio cerebri artinya masih ada kontinuitas dari jaringan otak. 3. Lateracio cerebri. Kerusakannya disini lebih hebat dari kedua kelainan tersebut di atas, karena disini terdapat juga kerusakan jaringan otak kecuali kerusakan otak yang lain seperti kulit, tulang tengkorak dan meningen ) Peradangan ( Infeksi ) Peradangan pada otak dibagi dua bagian : 1. Meningitis yaitu peradangan pada selaput otak 2. Encephalitis yaitu peradangan pada jaringan otak Cerebrovascular Disease ( CVD ) Kelainan pada pembuluh darah otak 1. Apopleksi cerebri 2. Penyumbatan

Area Bahasa Pada permukaan hemisfer dominan terdapat speech area ( area wicara ) yang memantau fungsi berbicara dan berbahasa, dan mencakup bagian paling bawah girus supramarginal, girus presentral dan girus parietal inferior Area yang sangat penting bagi manusia ini diketemukan berkat penelitian-penelitian sejak zaman dahulu melalui berbagai teknik lokalisasi. Mula-mula area ini di dasarkan pada penemuan korban-korban perang dunia yang mengalami gangguan berbahasa.

Lesi Afasia Berdasarkan penelitian lokalisasi dan klinik afasia tersebut, maka terdapat beberapa masalah pokok kaitan antara letak lesi dan gejala afasia. Lesi di daerah perisylvian ( area bahasa ) hampir selalu menyebabkan gejala afasia, sedangkan lesi didaerah sekitar perisylvian yang disebut daerah bordesen ada kemungkinan terjadi gejala afasia. Daerah persylvian selalu menimbulkan gejala afasia dengan ciri khusus sukar mengulang kata dan kalimat, sedangkan gejala afasia karena lesi daerah borderson tidak menimbulkan kesukaran repetisi.

Ditya Ayu Dwiputri | 15

Blok Sistem Saraf & Perilaku Klasifikasi Afasia Ada banyak klasifikasi afasia oleh para penelitian atau pakar yang masing-masing membuat untuk keperluan disiplin ilmu mereka. Sindrom Afasia Broca Sindrom afasia broca merupakan tipe afasia yang paling sering di jumpai. Selain itu, sindrom afasia broca juga mudah di kenal karena gejala utamanya kesulitan dalam bertutur. Sindrom ini dapat terjadi dalam berbagai derajat keparahan. Bersama dengan sindrom afasia wernicke dan konduksi termasuk dalam sindrom afasia perisylvian. Kemampuan modalitas pengertian bahasanya berkurang akan tetapi relative masih lebih baik kalau di bandingkan kemampuan modalitas bicara spontannya. Gangguan pengertian ini juga bervariasi dari ringan sampai jelas abnormal. Namun demikian, umumnya pasien tipe afasia ini masih mengerti apa yang dikatakan orang padanya. Di dalam kepustakaan disebutkan bahwa tipe afasia ini mempunyai kesulitan dalam mengerti beberapa struktur gramatika atau sintatik tertentu. Kemampuan modalitas bahasa untuk pengulangan hampir selalu terganggu, meskipun bervariasi dalam keparahannya. Gangguan pengulangan ini sangat penting untuk membuat diagnosis sindrom afasia Broca untuk membedakan dengan sindrom afasia transkortikal motorik yang gejalanya mirip tipe sindrom afasia Broca, akan tetapi kemampuan pengulangannya masih utuh. Dalam mengevaluasi kemampuan pengulangan ini perlu hatihati, karena sedang kemampuan pengulangan ini tampak lebih baik daripada bicara spontannya. Kemampuan modalitas bahasa untuk penamaan terganggu. Tampak gejala anomia yang mempunyai ciri-ciri khas. Apabila dihadapkan dengan sebuah benda atau gambar dan diminta menyebutkan nama benda atau gambar tadi (confrontation naming), maka pasien afasia tipe ini akan mengalami kesulitan. Namun, apabila dibantu dengan menyebutkan suku kata depan nama tadi, maka pasien dapat meneruskan menyebut nama benda tadi dengan benar. Pasien dengan anomia jenis ini mengalami kesukaran dalam memproduksi kata (anomia produksi kata). Pasien sindrom afasia Broca dapat mempunyai kemampuan membaca yang normal, akan tetapi juga dapat mengalami kesukaran. Kemampuan menulis terganggu, biasanya tulisannya besar dan tidak terbaca. Juga gangguan ini bervariasi dari yang ringan sampai berat. Sindrom afasia Broca hampir selalu menyertai gejala kelumpuhan separuh tubuh sisi kanan (hemiparesis kanan), dapat dengan kelumpuhan ringan sampai lumpuh total. Tidak jarang pasien tipe afasia ini mengalami kesulitan dalam memgkoordinasikan gerakan otot bibir dan lidah (apraksia oral). Pasien sukar sekali untuk mencucurkan bibirnya berkali-kali, atau menggerak-gerakkan lidahnya. Adanya gejala hemiparesis kanan dan apraksia oral ini perlu dicatat karena mempunyai nilai lokalisasi dan terapi. Lokalisasi sindrom afasia broca terletak di hemisfer kiri pada sebagai besar orang yang cekat tangan kanan. Tepatnya di seluruh operculum lobus frontal dan parietal, insula, fisura Ronaldik dan pada beberapa pasien di sebagian dari lobus temporal umumnya daerah ini termasuk area distribusi yang di pasok darah oleh divisi superior arteri serebral media kiri. Sindrom Afasia Wernicke Ditya Ayu Dwiputri | 16

Blok Sistem Saraf & Perilaku Sindrom afasia wernicke menurut kepustakaan cukup banyak dijumpai. Tipe afasia broca tergolong dalam sindrom afasia perisylvian. Lokalisasi lesi terutama di bagian posterior hemisfer kiri bagi orang yang cekat tangan kanan. Ciri khas sindrom afasia wernicke adalah bicara spontan yang fluen, masih dalam batas normal atau meningkat. Bicaranya cepat, kalimatnya panjang-panjang, dituturkan tanpa memerlukan upaya. Ciri khas lain dari sindrom afasia wernicke ini adalah adanya gejala parafasia dalam pembicaraannya. Ada berbagai jenis parafasia, akan tetapi yang paling banyak dijumpai adalah parafasia verbal. Lesi di hemisfer kiri di bagian posterior girus temporal superior disebut sebagai area wernicke yang berfungsi sebagai korteks asosiasi auditorik. Area ini terletak berdekatan dengan area primer auditorik.

Sindrom Afasia Konduksi Sindrom afasia konduksi merupakan tipe afasia yang mempunyai ciri khas kemampuan modalitas bahasa untuk pengulangan yang buruk. Bersama sindrom afasia broca dan wernicke, tipe afasia konduksi ini termasuk dalam golongan sindrom afasia broca dan wernicke. Kemampuan modalitas bahasa untuk pengulangan merupakan cirri khas pada pasien afasia konduksi. Meskipun pengertian afasia bahasanya normal, akan tetapi pasien mengalami masalah dengan pengulangan. Ia tidak dapat mengulang kata-kata atau kalimat yang disebutkan oleh pemeriksaan. Lesi sindrom afasia konduksi ini terletak di fasikulus arkuatus di hemisfer kiri, sebuah jaras zat putih yang berasal dari lobus temporal posterior dan berjalan ke depan melalui fasikulus longitudinal superior menuju ke korteks asosiasi motorik di lobus frontal. Sindrom Afasia Global Afasia global adalah tipe afasia yang paling berat. Bersama dengan sindrom afasia anomic, tipe afasia ini termasuk golongan sindrom afasia tidak terlokalisasikan. Sedangkan gangguan pengertian bahasanya dapat disamakan dengan afasia wernicke dengan gangguan yang paling berat, mengenai aspek bahasa lisan dan tulis.

Sindrom Afasia Anomik Sindrom afasia anomic adalah tipe afasia yang paling ringan. Bersama dengan sindrom afasia global, sindrom afasia anomic ini termasuk dalam sindrom afasia tidak terlokalisasikan. Pasien dengan sindrom afasia anomic terutama menunjukan kesulitan dalam kemampuan menemukan atau memberi nama suatu benda yang menonjol. Sindrom Afasia Transkortikal Motorik Bicara spontan pasien pada sindrom afasia transkortikal motorik adalah nonfluen, akan tetapi agak berbeda dari sindrom afasia broca. Pada ATM curah verbalnya disartris, terbata-bata, mengulang-ulang. Pengulangan merupakan cirri khas bagi sindrom afasia transkortikal motorik ini pasien dapat mengulangi kalimat yang panjang secara sempurna tanpa kesalahan Ditya Ayu Dwiputri | 17

Blok Sistem Saraf & Perilaku ucap. Lesi sindrom ATM ini terletak di lobus frontal hemisfer dominan dan terkumpul di dua regio yaitu region frontal parasagital superior dan region frontal posterior inferior.

Sindrom Afasia Transkortikal Sensorik Bicara spontan pasien sindrom afasia transkortikal sensorik ( ATS ) adalah fluen dengan parafasia neologistik dan semantic, sering kali tampak pembicaraan yang kosong. Juga sering terdapat sirkumlokusi. Adanya sirkumlokusi ini perlu dibedakan dari pasien dengan demensia yang juga menunjukkan gejala tersebut. Letak lesi ATS tidak terlalu eksak seperti pada sindrom afasia transkortikal motorik. Lesi tersebut dapat mengenai borderson temporal atau kombinasi dari keduanya.

Sindrom Afasia Subkortikal Sejak lama ada anggapan bahwa sindrom afasia hanya dapat terjadi oleh suatu lesi di daerah korteks atau hubungan antara korteks dan subkortikal. Pada pengamatan klinis saat itu sudah pernah dijumpai sindrom afasia yang tidak cocok dengan sindrom klasik afasia. Tidak pernah terpikirkan oleh lesi yang murni berada di subkortikal. Dengan kemajuan teknologi kedokteran dalam bidang diagnostik (antara lain scan CT) dan perawatan intensif telah mengungkapkan banyak pasien dengan perdarahan intraserebal (hematoma) akut yang menunjukkan gejala afasia yang tidak klasik itu. Perdarahan intraserebal dapat menyebabkan berbagai jenis sindrom afasia subkortikal murni bergantung pada letak lesinya, seperti afasia talamik, dan afasia karena kerusakan di zat putih.

5. Memahami & Menjelaskan Paresis N. VII Perifer (Bells Palsy) Definisi Bells palsy ditemukan oleh dokter dari inggris yang bernama Charles Bell. Bells palsy didefinisikan sebagai suatu keadaan paresis atau kelumpuhan yang akut dan idiopatik akibat disfungsi nervus facialis perifer. Epidemiologi Bells palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden Bells palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bells palsy rata-rata 1530 kasus per 100.000 populasi. Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih tinggi, dibanding non-diabetes. Bells palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama. Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena daripada laki-laki pada kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya Bells palsy lebih tinggi daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat. Etiologi Ditya Ayu Dwiputri | 18

Blok Sistem Saraf & Perilaku Diperkirakan, penyebab Bells palsy adalah edema dan iskemia akibat penekanan (kompresi) pada nervus fasialis. Penyebab edema dan iskemia ini sampai saat ini masih diperdebatkan. Dulu, paparan suasana/suhu dingin (misalnya hawa dingin, AC, atau menyetir mobil dengan jendela yang terbuka) dianggap sebagai satu-satunya pemicu Bells palsy. Akan tetapi, sekarang mulai diyakini HSV sebagai penyebab Bells palsy, karena telah diidentifikasi HSV pada ganglion geniculata pada beberapa penelitian otopsi. Murakami et all juga melakukan tes PCR (Polymerase-Chain Reaction) pada cairan endoneural N.VII penderita Bells palsy berat yang menjalani pembedahan dan menemukan HSV dalam cairan endoneural. Virus ini diperkirakan dapat berpindah secara axonal dari saraf sensori dan menempati sel ganglion, pada saat adanya stress, akan terjadi reaktivasi virus yang akan menyebabkan kerusakan local pada myelin. Patofisiologi Para ahli menyebutkan bahwa pada Bells palsy terjadi proses inflamasi akut pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bells palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer. Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bells palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bias terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bersamaan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bells palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.

Ditya Ayu Dwiputri | 19

Blok Sistem Saraf & Perilaku

Kelumpuhan pada Bells palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun. Gejala-gejala pengiring seperti ageusia dan hiperakusis tidak ada karena bagian nervus fasialis yang terjepit di foramen stilomastoideum sudah tidak mengandung lagi serabut korda timpani dan serabut yang mensyarafi muskulus stapedius. Gejala Klinis Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga dapat didiagnosa dengan inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak. Lipatan-lipatan di dahi akan menghilang dan Nampak seluruh muka sisi yang sakit akan mencong tertarik ke arah sisi yang sehat. Gejala kelumpuhan perifer ini tergantung dari lokalisasi kerusakan. Kerusakan setinggi foramen stilomastoideus Gejala : kelumpuhan otot-otot wajah pada sebelah lesi Sudut mulut sisi lesi jatuh dan tidak dapat diangkat Makanan berkumpul diantara pipi dan gusi pada sebelah lesi Tidak dapat menutup mata dan mengerutkan kening pada sisi lesi Kelumpuhan ini adalah berupa tipe flaksid, LMN. Pengecapan dan sekresi air liur masih baik. Lesi setinggi diantara khorda tympani dengan n.stapedeus (didalam kanalis fasialis) Gejala seperti (a) ditambah dengan gangguan pengecapan 2/3 depan lidah dan gangguan salivasi Lesi setinggi diantara n.stapedeus dengan ganglion genikulatum Gejala seperti (b) ditambah dengan gangguan pendengaran yaitu hiperakusis Lesi setinggi ganglion genikulatum Ditya Ayu Dwiputri | 20

a. b.

c. d.

Blok Sistem Saraf & Perilaku Gejala seperti (c) ditambah dengan gangguan sekresi kelenjar hidung dan gangguan kelenjar air mata (lakrimasi) e. Lesi di porus akustikus internus Gangguan seperti (d) ditambah dengan gangguan pada N.VIII. Yang paling sering ditemui ialah kerusakan pada tempat setinggi foramen stilomastoideus dan pada setinggi ganglion genikulatum. Adapun penyebab yang sering pada kerusakan setinggi genikulatum adalah : Herpes Zoster, otitis media perforata dan mastoiditis.

Diagnosis Diagnosis Bells palsy dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Pada pemeriksaan nervus kranialis akan didapatkan adanya parese dari nervus fasialis yang menyebabkan bibir mencong, tidak dapat memejamkan mata dan adanya rasa nyeri pada telinga. Hiperakusis dan augesia juga dapat ditemukan. Harus dibedakan antara lesi UMN dan LMN. Pada Bells palsy lesinya bersifat LMN. Pemeriksaan Fisik Kelumpuhan nervus fasialis mudah terlihat hanya dengan pemeriksaan fisik tetapi yang harus diteliti lebih lanjut adalah apakah ada penyebab lain yang menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis. Pada lesi supranuklear, dimana lokasi lesi di atas nukleus fasialis di pons, maka lesinya bersifat UMN. Pada kelainan tersebut, sepertiga atas nervus fasialis normal, sedangkan dua pertiga di bawahnya mengalami paralisis. Pemeriksaan nervus kranialis yang lain dalam batas normal. Pemeriksaan Laboratorium Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan diagnosis Bells palsy. Namun pemeriksaan kadar gula darah atau HbA1c dapat dipertimbangkan untuk mengetahui apakah pasien tersebut menderita diabetes atau tidak. Pemeriksaan kadar serum HSV juga bisa dilakukan namun ini biasanya tidak dapat menentukan dari mana virus tersebut berasal. Pemeriksaan Radiologi Bila dari anamneses dan pemeriksaan fisik telah mengarahkan ke diagnose Berlls palsy maka pemeriksaan radiologi tidak dip[erlukan lagi, karena pasien-pasien dengan Bells palsy umumnya akan mengalami perbaikan dalam 8-10 minggu. Bila tidak ada perbaikan ataupun mengalami perburukan, pencitraan mungkin akan membantu. MRI mungkin dapat

Ditya Ayu Dwiputri | 21

Blok Sistem Saraf & Perilaku menunjukkan adanya tumor (misalnya Schwannoma, hemangioma, meningioma). Bila pasien ada riwayat trauma CT Scan harus dilakukan. Diagnosa Banding Kondisi lain yang dapat menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis diantaranya tumor, infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum (Ramsay Hunt syndrom), penyakit Lyme, AIDS, infeksi Tuberculosa pada mastoid ataupun telinga tengah, Guillen Barre syndrome. Penatalaksanaan Melindungi mata pada saat tidur dan pemberian tetes mata metilselulosa, memijat otot-otot yang lemah dan mencegah kendornya otot-otot di bagian bawah wajah merupakan kondisi yang dapat dikelola secara umum Belum ada bukti yang mendukung bahwa tindakan pembedahan efektif terhadap nervus fasialis, bahkan kemungkinan besar dapat membahayakan. Pemberian kortikosteroid (prednison dengan dosis 40 -60 mg/hari per oral atau 1 mg/kgBB/hari selama 3 hari, diturunkan perlahan-lahan selama 7 hari kemudian), dimana pemberiannya dimulai pada hari kelima setelah onset penyakit, gunanya untuk meningkatkan peluang kesembuhan pasien. Dasar dari pengobatan ini adalah untuk menurunkan kemungkinan terjadinya kelumpuhan yang sifatnya permanen yang disebabkan oleh pembengkakan nervus fasialis di dalam kanal fasialis yang sempit. Penemuan genom virus disekitar nervus fasialis memungkinkan digunakannya agen-agen antivirus pada penatalaksanaan Bells palsy. Acyclovir (400 mg selama 10 hari) dapat digunakan dalam penatalaksanaan Bells palsy yang dikombinasikan dengan prednison atau dapat juga diberikan sebagai dosis tunggal untuk penderita yang tidak dapat mengkonsumsi prednison. Penggunaan Acyclovir akan berguna jika diberikan pada 3 hari pertama dari onset penyakit untuk mencegah replikasi virus. Komplikasi Kira-kira 30% pasien Bells palsy yang sembuh dengan gejala sisa seperti fungsi motorik dan sensorik yang tidak sempurna, serta kelemahan saraf parasimpatik. Komplikasi yang paling banyak terjadi yaitu disgeusia atau ageusia, spasme nervus fasialis yang kronik dan kelemahan saraf parasimpatik yang menyebabkan kelenjar lakrimalis tidak berfungsi dengan baik sehingga tampak seperti air mata buaya (crocodile tears). Prognosis Penderita Bells palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa. Faktor resiko yang memperburuk prognosis Bells palsy adalah: (1) Usia di atas 60 tahun (2) Paralisis komplit (3) Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang lumpuh, (4) Nyeri pada bagian belakang telinga dan (5) Berkurangnya air mata. Pada umumnya prognosis Bells palsy baik: sekitar 80-90 % penderita sembuh dalam waktu 6 minggu sampai tiga bulan tanpa ada kecacatan. Penderita yang berumur 60 tahun atau lebih, Ditya Ayu Dwiputri | 22

Blok Sistem Saraf & Perilaku mempunyai peluang 40% sembuh total dan beresiko tinggi meninggalkan gejala sisa. Penderita yang berusia 30 tahun atau kurang, hanya punya perbedaan peluang 10-15 persen antara sembuh total dengan meninggalkan gejala sisa. Jika tidak sembuh dalam waktu 4 bulan, maka penderita cenderung meninggalkan gejala sisa, yaitu sinkinesis, crocodile tears dan kadang spasme hemifasial. Penderita diabetes 30% lebih sering sembuh secara parsial dibanding penderita nondiabetik dan penderita DM lebih sering kambuh dibanding yang non DM. Hanya 23 % kasus Bells palsy yang mengenai kedua sisi wajah. Bells palsy kambuh pada 10-15 % penderita. Sekitar 30 % penderita yang kambuh ipsilateral menderita tumor N. VII atau tumor kelenjar parotis.

6. Memahami & Menjelaskan Pemeriksaan Saraf Kranialis, Fungsi Motorik, CT Scan Kepala PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS Saraf Olfaktorius (N. I) Saraf ini tidak diperiksa secara rutin, tetapi harus dikerjakan jika terdapat riwayat tentang hilangnya rasa pengecapan dan penciuman, kalau penderita mengalami cedera kepala sedang atau berat, dan atau dicurigai adanya penyakit-penyakit yang mengenai bagian basal lobus frontalis. Untuk menguji saraf olfaktorius digunakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi, tembakau, parfum atau rempah-rempah. Letakkan salah satu bahan-bahan tersebut di depan salah satu lubang hidung orang tersebut sementara lubang hidung yang lain kita tutup dan pasien menutup matanya. Kemudian pasien diminta untuk memberitahu saat mulai terhidunya bahan tersebut dan kalau mungkin mengidentifikasikan bahan yang di hidu. Saraf Optikus (N. II) Pemeriksaan meliputi penglihatan sentral (Visual acuity), penglihatan perifer (visual field), refleks pupil, pemeriksaan fundus okuli serta tes warna. 1. Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity) Penglihatan sentral diperiksa dengan kartu snellen, jari tangan, dan gerakan tangan. Kartu snellen Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien dengan tabel, jika tidak terdapat ruangan yang cukup luas, pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan cermin. Ketajaman penglihatan normal bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca dengan tepat oleh setiap mata (visus 6/6) Jari tangan Normal jari tangan bisa dilihat pada jarak 3 meter tetapi bisa melihat pada jarak 2 meter, maka perkiraan visusnya adalah kurang lebih 2/60. Gerakan tangan Ditya Ayu Dwiputri | 23

Blok Sistem Saraf & Perilaku Normal gerakan tangan bisa dilihat pada jarak 2 meter tetapi bisa melihat pada jarak 1 meter berarti visusnya kurang lebih 1/310. 2. Pemeriksaan Penglihatan Perifer Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi tentang saraf optikus dan lintasan penglihatan mulai dair mata hingga korteks oksipitalis. Penglihatan perifer diperiksa dengan tes konfrontasi atau dengan perimetri / kompimetri. Tes Konfrontasi - Jarak antara pemeriksa pasien : 60 100 cm - Objek yang digerakkan harus berada tepat di tengah-tengah jarak tersebut. - Objek yang digunakan (2 jari pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari lapang pandang kahardan kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana mata lain dalam keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus menatap lururs kedepan dan tidak boleh melirik kearah objek tersebut. - Syarat pemeriksaan lapang pandang pemeriksa harus normal. Perimetri / kompimetri - Lebih teliti dari tes konfrontasi - Hasil pemeriksaan di proyeksikan dalam bentuk gambar di sebuah kartu. 3. Refleks Pupil Saraf aferen berasal dari saraf optikal sedangkan saraf aferennya dari saraf occulomotorius. Ada dua macam refleks pupil. Respon cahaya langsung Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien tidak memfokus pada cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk melihat reaksinya terhadap cahaya. Inspeksi kedua pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada keadaan normal pupil yang disinari akan mengecil. Respon cahaya konsensual Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya mengecil dengan ukuran yang sama. 4. Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi) Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus dapat diarahkan kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat mengganggu pemeriksaan fundus. Bila retina sudah terfokus carilah terlebih dahulu diskus optikus. Caranya adalah dengan mengikuti perjalanan vena retinalis yang besar ke arah diskus. Semua vena-vena ini keluar dari diskus optikus. 5. Tes warna Ditya Ayu Dwiputri | 24

Blok Sistem Saraf & Perilaku Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus. Saraf okulomotoris (N. III) Pemeriksaan meliputi ; Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil 1. Ptosis Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepal ke belakang / ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata secara kronik pula. 2. Gerakan bola mata. Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah medial, atas, dan bawah, sekligus ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi. 3. Pupil Pemeriksaan pupil meliputi : a. Bentuk dan ukuran pupil b. Perbandingan pupil kanan dan kiri Perbedaan diameter pupil sebesar 1mm masih dianggap normal c. Refleks pupil Meliputi pemeriksaan : 1. Refleks cahaya langsung (bersama N. II) 2. Refleks cahaya tidak alngsung (bersama N. II) 3. Refleks pupil akomodatif atau konvergensi Bila seseorang melihat benda didekat mata (melihat hidungnya sendiri) kedua otot rektus medialis akan berkontraksi. Gerakan kedua bola mata ini disebut konvergensi. Bersamaan dengan gerakan bola mata tersebut maka kedua pupil akan mengecil (otot siliaris berkontraksi) (Tejuwono) atau pasien disuruh memandang jauh dan disuruh memfokuskan matanya pada suatu objek diletakkan pada jarak 15 cm didepan mata pasien dalam keadaan normal terdapat konstriksi pada kedua pupil yang disebut reflek akomodasi. Saraf Troklearis (N. IV) Pemeriksaan meliputi 1. gerak mata ke lateral bawah 2. strabismus konvergen

Ditya Ayu Dwiputri | 25

Blok Sistem Saraf & Perilaku 3. diplopia Saraf Trigeminus (N. V) Pemeriksaan meliputi; sensibilitas, motorik dan refleks 1. Sensibilitas Ada tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula. Pemeriksaan dilakukan pada ketiga cabang saraf tersebut dengan membandingkan sisi yang satu dengan sisi yang lain. Mula-mula tes dengan ujung yang tajam dari sebuah jarum yang baru. Pasien menutup kedua matanya dan jarum ditusukkan dengan lembut pada kulit, pasien ditanya apakah terasa tajam atau tumpul. Hilangnya sensasi nyeri akan menyebabkan tusukan terasa tumpul. Daerah yang menunjukkan sensasi yang tumpul harus digambar dan pemeriksaan harus di lakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga dilakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga lakukan tes pada daerah di atas dahi menuju belakang melewati puncak kepala. Jika cabang oftalmikus terkena sensasi akan timbul kembali bila mencapai dermatom C2. Temperatur tidak diperiksa secara rutin kecuali mencurigai siringobulbia, karena hilangnya sensasi temperatur terjadi pada keadaan hilangnya sensasi nyeri, pasien tetap menutup kedua matanya dan lakukan tes untuk raba halus dengan kapas yang baru dengan cara yang sama. Pasien disuruh mengatakan ya setiap kali dia merasakan sentuhan kapas pada kulitnya. 2. Motorik Pemeriksaan dimulai dengan menginspeksi adanya atrofi otot-otot temporalis dan masseter. Kemudian pasien disuruh mengatupkan giginya dan lakukan palpasi adanya kontraksi masseter diatas mandibula. Kemudian pasien disuruh membuka mulutnya (otot-otot pterigoideus) dan pertahankan tetap terbuka sedangkan pemeriksa berusaha menutupnya. Lesi unilateral dari cabang motorik menyebabkan rahang berdeviasi kearah sisi yang lemah (yang terkena). 3. Refleks Pemeriksaan refleks meliputi - Refleks kornea a. Langsung Pasien diminta melirik ke arah laterosuperior, kemudian dari arah lain kapas disentuhkan pada kornea mata, misal pasien diminta melirik kearah kanan atas maka kapas disentuhkan pada kornea mata kiri dan lakukan sebaliknya pada mata yang lain. Kemudian bandingkan kekuatan dan kecepatan refleks tersebut kanan dan kiri saraf aferen berasal dari N. V tetapi eferannya (berkedip) berasal dari N.VII. b. Tak langsung (konsensual) Sentuhan kapas pada kornea atas akan menimbulkan refleks menutup mata pada mata kiri dan sebaliknya kegunaan pemeriksaan refleks kornea konsensual ini sama dengan refleks cahaya konsensual, yaitu untuk melihat lintasan mana yang rusak (aferen atau eferen). - Refleks bersin (nasal refleks)

Ditya Ayu Dwiputri | 26

Blok Sistem Saraf & Perilaku - Refleks masseter Untuk melihat adanya lesi UMN (certico bultar) penderita membuka mulut secukupnya (jangan terlalu lebar) kemudian dagu diberi alas jari tangan pemeriksa diketuk mendadak dengan palu refleks. Respon normal akan negatif yaitu tidak ada penutupan mulut atau positif lemah yaitu penutupan mulut ringan. Sebaliknya pada lesi UMN akan terlihat penutupan mulut yang kuat dan cepat. Saraf abdusens (N. VI) Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus konvergen dan diplopia tandatanda tersebut maksimal bila memandang ke sisi yang terkena dan bayangan yang timbul letaknya horizonatal dan sejajar satu sama lain. Saraf fasialis (N. VII) Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat pasien diam dan atas perintah (tes kekuatan otot) saat pasien diam diperhatikan : Asimetri wajah Kelumpuhan nervus VIII dapat menyebabkan penurunan sudut mulut unilateral dan kerutan dahi menghilang serta lipatan nasolabial, tetapi pada kelumpuhan nervus fasialis bilateral wajah masih tampak simetrik Gerakan-gerakan abnormal (tic facialis, grimacing, kejang tetanus/rhisus sardonicus tremor dan seterusnya ). Ekspresi muka (sedih, gembira, takut, seperti topeng) - Tes kekuatan otot 1. Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri. 2. Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudioan pemeriksa mencoba membuka kedua mata tersebut bandingkan kekuatan kanan dan kiri. 3. Memperlihatkan gigi (asimetri) 4. Bersiul dan menculu (asimetri / deviasi ujung bibir) 5. meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan uadara dari pipi masing-masing. 6. Menarik sudut mulut ke bawah. - Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah) Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang disentuhkan pada salah satu sisi lidah. - Hiperakusis Jika ada kelumpuhan N. Stapedius yang melayani otot stapedius maka suara-suara yang diterima oleh telinga pasien menjadi lebih keras intensitasnya. Saraf Vestibulokokhlearis (N. VIII)

Ditya Ayu Dwiputri | 27

Blok Sistem Saraf & Perilaku Ada dua macam pemeriksaan yaitu pemeriksaan pendengaran dan pemeriksaan fungsi vestibuler 1) Pemeriksaan pendengaran Inspeksi meatus akustikus akternus dari pasien untuk mencari adanya serumen atau obstruksi lainnya dan membrana timpani untuk menentukan adanya inflamasi atau perforasi kemudian lakukan tes pendengaran dengan menggunakan gesekan jari, detik arloji, dan audiogram. Audiogram digunakan untuk membedakan tuli saraf dengan tuli konduksi dipakai tes Rinne dan tes Weber. - Tes Rinne Garpu tala dengan frekuensi 256 Hz mula-mula dilakukan pada prosesus mastoideus, dibelakang telinga, dan bila bunyi tidak lagi terdengar letakkan garpu tala tersebut sejajar dengan meatus akustikus oksterna. Dalam keadaan norma anda masih terdengar pada meatus akustikus eksternus. Pada tuli saraf anda masih terdengar pada meatus akustikus eksternus. Keadaan ini disebut Rinne negatif. - Tes Weber Garpu tala 256 Hz diletakkan pada bagian tengah dahi dalam keadaan normal bunyi akan terdengar pada bagian tengah dahi pada tuli saraf bunyi dihantarkan ke telinga yang normal pada tuli konduktif bunyi tedengar lebih keras pada telinga yang abnormal. 2) Pemeriksaan Fungsi Vestibuler Pemeriksaan fungsi vestibuler meliputi : nistagmus, tes romberg dan berjalan lurus dengan mata tertutup, head tilt test (Nylen Baranny, dixxon Hallpike) yaitu tes untuk postural nistagmus. Saraf glosofaringeus (N. IX) dan saraf vagus (N. X) Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya dibicarakan bersama-sama, anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan palatom), kesulitan menelan dan disartria(khas bernoda hidung / bindeng). Pasien disuruh membuka mulut dan inspeksi palatum dengan senter perhatikan apakah terdapat pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh menyebut ah jika uvula terletak ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X unilateral perhatikan bahwa uvula tertarik kearah sisi yang sehat. Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah komponen sensorik dan nervus X adalah komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring pada setiap sisi dengan spacula, jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan. Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum molle secara refleks. Jika konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan nervus X, kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara serak (lesi nervus laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh batuk , tes juga rasa kecap secara rutin pada sepertinya posterior lidah (N. IX). Saraf Asesorius (N. XI) Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat bahunya dan kemudian rabalah massa otot trapezius dan usahakan untuk menekan bahunya ke bawah, kemudian Ditya Ayu Dwiputri | 28

Blok Sistem Saraf & Perilaku pasien disuruh memutar kepalanya dengan melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan juga raba massa otot sternokleido mastoideus. Saraf Hipoglosus (N. XII) Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara; Inspeksi lidah dalam keadaan diam didasar mulut, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus iregular dan tidak ritmik). Fasikulasi dapat unilateral atau bilateral. Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah (terkena) jika terdapat lesi upper atau lower motorneuron unilateral. Lesi UMN dari N XII biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan kecil. Kombinasi lesi UMN bilateral dari N. IX. X, XII disebut kelumpuhan pseudobulbar.

PEMERIKSAAN FUNGSI MOTORIK Pemeriksaan fungsi motorik : 1. Kekuatan motorik, tonus(hiper/normo/hipo), trofik(hiper/normo/hipo), gerakan-gerakan involunter 2. Refleks : - refleks fisiologis (biceps, triceps, KPR, APR) - refleks patologis (babinsky, chaddock) PEMERIKSAAN CT SCAN KEPALA A. Indikasi Pemeriksaan (Bontrager, 2001) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Tumor,massa dan lesi Metastase otak Perdarahan intra cranial Aneurisma Abses Atrophy otak Kelainan post trauma (epidural dan subdural hematom) Kelainan congenital

B. Persiapan pemeriksaan a. Persiapan pasien Tidak ada persiapan khusus bagi penderita, hanya saja instruksui-instruksi yang menyangkut posisi penderita dan prosedur pemeriksaan harus diketahui dengan jelas terutama jika pemeriksaan dengan menggunakan media kontras. Benda aksesoris seperti gigi palsu, rambut palsu, anting-anting, penjempit rambut, dan alat bantu pendengaran harus dilepas terlebih dahulu sebelum dilakukan pemeriksaan karena akan menyebabkan artefak.Untuk kenyamanan pasien mengingat pemeriksaan dilakukan pada ruangan ber-AC sebaiknya tubuh pasien diberi selimut (Brooker, 1986) b. Persiapan alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan untuk pemeriksaan kepala dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Peralatan steril : Ditya Ayu Dwiputri | 29

Blok Sistem Saraf & Perilakuy y y y

Alat-alat suntik Spuit. Kassa dan kapas Alkohol

2. Peralatan non-sterily y y

Pesawat CT-Scan Media kontras Tabung oksigen

c. Persiapan Media kontras dan obat-obatan Dalam pemeriksaan CT-scan kepala pediatrik di butuhkan media kontras nonionik karena untuk menekan reaksi terhadap media kontras seperti pusing, mual dan muntah serta obat anastesi jika diperlukan. Media kontras digunakan agar struktur-struktur anatomi tubuh seperti pembuluh darah dan orga-organ tubuh lainnya dapat dibedakan dengan jelas. Selain itu dengan penggunaan media kontras maka dapat menampakan adanya kelainan-kelainan dalam tubuh seperti adanya tumor.Teknik injeksi secara Intra Vena ( Seeram, 2001 ) 1. Jenis media kontras : omnipaque, visipaque 2. Volume pemakaian : 2 3 mm/kg, maksimal 150 m 3. Injeksi rate : 1 3 mm/sec C. Teknik Pemeriksaany y

y

Posisi pasien : Pasien supine diatas meja pemeriksaan dengan posisi kepala dekat dengan gantry. Posisi Objek : Kepala hiperfleksi dan diletkkan pada head holder. Kepala diposisikan sehingga mid sagital plane tubuh sejajar dengan lampu indikator longitudinal dan interpupilary line sejajar dengan lampu indikator horizontal. Lengan pasien diletakkan diatas perut atau disamping tubuh. Untuk mengurangi pergerakan dahi dan tubuh pasien sebaiknya difikasasi dengan sabuk khusus pada head holder dan meja pemeriksaan. Lutut diberi pengganjal untuk kenyamanan pasien ( Nesseth, 2000 ). Scan Parameter 1. Scanogram : kepala lateral 2. Range : range I dari basis cranii sampai pars petrosum dan range II dari pars petrosum sampai verteks. 3. Slice Thickness : 2-5 mm ( range I ) dan 5-10 mm ( range II ) 4. FOV : 24 cm 5. Gantry tilt : sudut gantry tergantung besar kecilnya sudut yang terbentuk oleh orbito meatal line dengan garis vertical. 6. kV : 120 7. mA : 250 8. Reconstruksion Algorithma : soft tissue 9. Window width : 0-90 HU ( otak supratentorial ); 110-160 HU ( otak pada fossa posterior ); 2000-3000 HU ( tulang ) 10. Window Level : 40-45 HU ( otak supratentorial ); 30-40 HU ( otak pada fossa posterior ); 200-400 HU ( tulang )

Ditya Ayu Dwiputri | 30

Blok Sistem Saraf & Perilakuy

y

Foto sebelum dan sesudah pemasukkan media kontras o Secara umum pemeriksaan CT-scan kepala membutuhkan 6-10 irisan axial. Namun ukuran tersebut dapat bervariasi tergantung keperluan diagnosa. Untuk kasus seperti tumor maka jumlah irisan akan mencapai dua kalinya karena harus dibuat foto sebelum dan sesudah pemasukan media kontras. Tujuan dibuat foto sebelum dan sesudah pemasukan media kontras adalah agar dapat membedakan dengan jelas apakah organ tersebut mengalami kelainan atau tidak. Gambar yang dihasilkan dalam pemeriksaan CT-scan kepala pada umumnya: o Potongan Axial I Merupakan bagian paling superior dari otak yang disebut hemisphere. Kriteria gambarnya adalah tampak : a. Bagian anterior sinus superior sagital b. Centrum semi ovale (yang berisi materi cerebrum) c. Fissura longitudinal (bagian dari falks cerebri) d. Sulcus e. Gyrus f. Bagian posterior sinus superior sagitalo

Potongan Axial IV Merupakan irisan axial yang ke empat yang disebut tingkat medial ventrikel. Kriteria gambarnya tampak : a. Anterior corpus collosum b. Anterior horn dari ventrikel lateral kiri c. Nucleus caudate d. Thalamus e. Ventrikel tiga f. Kelenjar pineal (agak sedikit mengalami kalsifikasi) g. Posterior horn dari ventrikel lateral kiri

o

Potongan Axial V Menggambarkan jaringan otak dalam ventrikel medial tiga. Kriteria gambar yang tampak : a. Anterior corpus collosum b. Anterior horn ventrikel lateral kiri Ditya Ayu Dwiputri | 31

Blok Sistem Saraf & Perilaku c. Ventrikel tiga d. Kelenjar pineal e. Protuberantia occipital internao

Potongan Axial VII Irisan ke tujuh merupakan penggambaran jaringan dari bidang orbita. Struktur dalam irisan ini sulit untuk ditampakkan dengan baik dalam CT-scan. Modifikasi-modifikasi sudut posisi kepala dilakukan untuk mendapatkan gambarannya adalah tampak : a. Bola mata / occular bulb b. Nervus optic kanan c. Optic chiasma d. Lobus temporal e. Otak tengah f. Cerebellum g. Lobus oksipitalis h. Air cell mastoid i. Sinus ethmoid dan atau sinus sphenoid

7. Memahami & Menjelaskan Birrul Walidain HUKUM BIRRUL WALIDAIN Para Ulama Islam sepakat bahwa hukum berbuat baik (berbakti) pada kedua orang tua hukumnya adalah wajib, hanya saja mereka berselisih tentang ibarat-ibarat (contoh pengamalan) nya. Berkata Ibnu Hazm, mudah-mudahan Allah merahmatinya: "Birul Walidain adalah fardhu (wajib bagi masing-masing individu). Berkat beliau dalam kitab Al Adabul Kubra: Berkata Al Qodli Iyyad: "Birrul walidain adalah wajib pada selain perkara yang haram." (Ghdzaul Al Baab 1/382) Dalil-dalil Shahih dan Sharih (jelas) yang mereka gunakan banyak sekali , diantaranya: 1. Firman Allah Subhanahu Wa Taala (artinya): "Sembahlah Allah dan jangan kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua Ibu Bapak". (An Nisa : 36).

Ditya Ayu Dwiputri | 32

Blok Sistem Saraf & Perilaku Dalam ayat ini (berbuat baik kepada Ibu Bapak) merupakan perintah, dan perintah disini menunjukkan kewajiban, khususnya, karena terletak setelah perintah untuk beribadah dan meng-Esa-kan (tidak mempersekutukan) Allah, serta tidak didapatinya perubahan (kalimat dalam ayat tersebut) dari perintah ini. (Al Adaabusy Syariyyah 1/434). 2. Firman Allah Subhanahu Wa Taala (artinya): "Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya". (QS. Al Isra: 23). Adapun makna ( qadhoo ) = Berkata Ibnu Katsir : yakni, mewasiatkan. Berkata Al Qurthubiy: yakni, memerintahkan, menetapkan dan mewajibkan. Berkata Asy Syaukaniy: "Allah memerintahkan untuk berbuat baik pada kedua orang tua seiring dengan perintah untuk mentauhidkan dan beribadah kepada-Nya, ini pemberitahuan tentang betapa besar haq mereka berdua, sedangkan membantu urusan-urusan (pekerjaan) mereka, maka ini adalah perkara yang tidak bersembunyi lagi (perintahnya). (Fathul Qodiir 3/218). 3. Firman Allah Subhanahu Wa Taala (artinya): "Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang Ibu Bapanya, Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Maka bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang Ibu Bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu." (QS. Luqman : 14). Berkata Ibnu Abbas mudah-mudahan Allah meridhoi mereka berdua "Tiga ayat dalam Al Quran yang saling berkaitan dimana tidak diterima salah satu tanpa yang lainnya, kemudian Allah menyebutkan diantaranya firman Allah Subhanahu Wa Taala (artinya) : "Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang Ibu Bapakmu", Berkata beliau. "Maka, barangsiapa yang bersyukur kepada Allah akan tetapi dia tidak bersyukur pada kedua Ibu Bapaknya, tidak akan diterima (rasa syukurnya) dengan sebab itu." (Al Kabaair milik Imam Adz Dzahabi hal 40). Berkaitan dengan ini, Rasulullah ShalallahuAlaihi Wassallam bersabda (artinya) : "Keridhaan Rabb (Allah) ada pada keridhaan orang tua dan kemurkaan Rabb (Allah) ada pada kemurkaan orang tua" (Riwayat Tirmidzi dalam Jaminya (1/ 346), Hadits ini Shohih, lihat Silsilah Al Hadits Ash Shahiihah No. 516). 4. Hadits Al Mughirah bin Syubah - mudah-mudahan Allah meridhainya, dari Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam beliau bersabda (artinya): "Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian mendurhakai para Ibu, mengubur hidup-hidup anak perempuan, dan tidak mau memberi tetapi meminta-minta (bakhil) dan Allah membenci atas kalian (mengatakan) katanya si fulan begini si fulan berkata begitu (tanpa diteliti terlebih dahulu), banyak bertanya (yang tidak bermanfaat), dan membuang-buang harta". (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya No. 1757).

KEUTAMAAN BIRRUL WALIDAIN Pertama : Termasuk Amalan Yang Paling Mulia Dari Abdullah bin Masud mudah-mudahan Allah meridhoinya dia berkata : Saya bertanya kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam: Apakah amalan yang paling dicintai oleh Allah?, Bersabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam: "Sholat tepat pada waktunya", Saya bertanya : Kemudian apa lagi?, Bersabada Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam Ditya Ayu Dwiputri | 33

Blok Sistem Saraf & Perilaku "Berbuat baik kepada kedua orang tua". Saya bertanya lagi : Lalu apa lagi?, Maka Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda : "Berjihad di jalan Allah". (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya). Kedua : Merupakan Salah Satu Sebab-Sebab Diampuninya Dosa Allah Subhanahu Wa Taala berfirman (artinya): "Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya.", hingga akhir ayat berikutnya : "Mereka itulah orang-orang yang kami terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni surga. Sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka." (QS. Al Ahqaf 15-16) Diriwayatkan oleh ibnu Umar mudah-mudahan Allah meridhoi keduanya bahwasannya seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam dan berkata : Wahai Rasulullah sesungguhnya telah menimpa kepadaku dosa yang besar, apakah masih ada pintu taubat bagi saya?, Maka bersabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam : "Apakah Ibumu masih hidup?", berkata dia : tidak. Bersabda beliau Shalallahu Alaihi Wasallam : "Kalau bibimu masih ada?", dia berkata : "Ya" . Bersabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam : "Berbuat baiklah padanya". (Diriwayatkan oleh Tirmidzi didalam Jaminya dan berkata Al Arnauth : Perawi-perawinya tsiqoh. Dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Al Hakim. Lihat Jaamiul Ushul (1/ 406). Ketiga : Termasuk Sebab Masuknya Seseorang Ke Surga Dari Abu Hurairah, mudah-mudahan Allah meridhoinya, dia berkata : Saya mendengar Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda: "Celakalah dia, celakalah dia", Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam ditanya : Siapa wahai Rasulullah?, Bersabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam : "Orang yang menjumpai salah satu atau kedua orang tuanya dalam usia lanjut kemudian dia tidak masuk surga". (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya No. 1758, ringkasan). Dari Muawiyah bin Jaahimah mudah-mudahan Allah meridhoi mereka berdua, Bahwasannya Jaahimah datang kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam kemudian berkata : "Wahai Rasulullah, saya ingin (berangkat) untuk berperang, dan saya datang (ke sini) untuk minta nasehat pada anda. Maka Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda : "Apakah kamu masih memiliki Ibu?". Berkata dia : "Ya". Bersabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam : "Tetaplah dengannya karena sesungguhnya surga itu dibawah telapak kakinya". (Hadits Hasan diriwayatkan oleh Nasai dalam Sunannya dan Ahmad dalam Musnadnya, Hadits ini Shohih. (Lihat Shahihul Jaami No. 1248) Keempat : Merupakan Sebab keridhoan Allah Sebagaiman hadits yang terdahulu "Keridhoan Allah ada pada keridhoan kedua orang tua dan kemurkaan-Nya ada pada kemurkaan kedua orang tua". Kelima : Merupakan Sebab Bertambahnya Umur Diantarnya hadit yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik mudah-mudahan Allah meridhoinya, dia berkata, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda : "Barangsiapa yang suka Allah besarkan rizkinya dan Allah panjangkan umurnya, maka hendaklah dia menyambung silaturrahim". Keenam : Merupakan Sebab Barokahnya Rizki Ditya Ayu Dwiputri | 34

Blok Sistem Saraf & Perilaku Dalilnya, sebagaimana hadits sebelumnya.

ADAB BIRRUL WALIDAIN Hak-hak yang wajib dilaksanakan semasa orang tua masih hidup : 1. Mentaati Mereka Selama Tidak Mendurhakai Allah 2. Berbakti dan Merendahkan Diri di Hadapan Kedua Orang Tua 3. Merendahkan Diri Di Hadapan Keduanya 4. Berbicara Dengan Lembut Di Hadapan Mereka 5. Menyediakan Makanan Untuk Mereka 6. Meminta Izin Kepada Mereka Sebelum Berjihad dan Pergi Untuk Urusan Lainnya 7. Memberikan Harta Kepada Orang Tua Menurut Jumlah Yang mereka Inginkan 8. Membuat Keduanya Ridha Dengan Berbuat Baik Kepada Orang-orang yang Dicintai Mereka 9. Memenuhi Sumpah Kedua Orang Tua 10. Tidak Mencela Orang Tua atau Tidak Menyebabkan Mereka Dicela Orang Lain 11. Mendahulukan Berbakti Kepada Ibu Daripada Ayah

Hak-hak orang tua setelah mereka meninggal dunia : 1. Menshalati Keduanya 2. Beristighfar Untuk Mereka Berdua 3. Menunaikan Janji Kedua Orang TUa 4. Memuliakan Teman Kedua Orang Tua 5. Menyambung Tali Silaturahim Dengan Kerabat Ibu dan Ayah

Ditya Ayu Dwiputri | 35