Laporan Skenario 1 Neuro ada apa dengan ayahku

download Laporan Skenario 1 Neuro ada apa dengan ayahku

of 22

description

carotid disease, laporan tutorial blok neurologi, neural disease, blok neurologi

Transcript of Laporan Skenario 1 Neuro ada apa dengan ayahku

LAPORAN TUTORIAL

BLOK SISTEM SARAFSKENARIO 1ADA APA DENGAN AYAHKU? Kelompok 15AULIANSYAH ALDISELA J S

G0012036

ERIKA VINARIYANTI

G0012072

KARTIKA AYU P S

G0012102

NI NYOMAN WIDIASTUTI

G0012148

R. rr. ERVINA KUSUMA W

G0012168

REINITA VANY

G0012176

YUNIKA VARESTRI A R

G0012236

CANDA ARDITYA

G0012046

MICHAEL ASBY W

G0012132

NOPRIYAN PUJOKUSUMA

G0012152

SATRIYA TEGUH IMAM

G0012206

BEATA DINDA SERUNI

G0012042Tutor : Prof.Dr.O.S. Hartanto, dr., Sp.S (K)FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2013

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem saraf adalah sistem koordinasi (pengaturan tubuh) berupa penghantaran impul saraf ke susunan saraf pusat, pemrosesan impul saraf dan perintah untuk memberi tanggapan rangsangan. Unit terkecil pelaksanaan kerja sistem saraf adalah sel saraf atau neuron. Sistem saraf sangat berperan dalam iritabilitas tubuh. Iritabilitas memungkinkan makhluk hidup dapat menyesuaikan diri dan menanggapi perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya. Jadi, iritabilitas adalah kemampuan menanggapi rangsangan.

Sistem saraf termasuk sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer (sistem saraf tepi). Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang dan sistem saraf perifer terdiri atas sistem saraf somatik dan sistem saraf otonom. Sistem saraf mempunyai tiga fungsi utama, yaitu menerima informasi dalam bentuk rangsangan atau stimulus; memproses informasi yang diterima; serta memberi tanggapan (respon) terhadap rangsangan. Namun demikian, system saraf dapat mengalami gangguan yang tentunya akan mempengaruhi seluruh tubuh.

Berikut ini adalah permasalahan dalam skenario 1:Ada Apa Dengan Ayahku?

Sabtu kemarin seharusnya menjadi hari yang menyenangkan bagi kami sekeluarga untuk mengisi libur akhir pekan pergi ke Parangtritis. Semua persiapan liburan yang aku susun sudah beres. Menjelang berangkat tiba-tiba ayahku bilang Arman, lengan dan tungkai ayah sebelah kanan kok tiba-tiba kesemutan dan terasa berrat untuk digerakkan ya!Ayah kelihatan sedikit gelisah. Istirahat dulu ya, Pak! kata Ibu. Sepuluh menit kemudia gejala tadi menghilang dan kami memutuskan berangkat. Satu jam di perjalanan, bicara ayah menjadi pelo, wajah sedikit merot ke kiri dan mengeluh penglihatan sebelah kanan terasa gelap (amaurosis fugax) namun semua gejala membaik dalam waktu sepuluh menit. Karena khawatir kami akhirnya membawa ayah ke rumah sakit saat perjalanan di Klaten.

Dokter yang memeriksa mengatakan hasil pemeriksaan fisik masih normal. Hanya tekanan darahnya 180/100 mmHg. Memang akhir-akhir ini tekanan darah ayah cenderung naik. Beberapa bulan ini ayah gemar sekali makan makanan yang berlemak, merokok dan kurang berolahraga. Akhirnya dokter memberikan obat untuk penanganan awal dan menyarankan ayah untuk dirawat dan diusulkan pemeriksaan Carotid Doppler.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana anatomi, fisiologi dan histologi dari system saraf?

2. Bagaimana mekanisme gejala yang diderita pasien?

3. Bagaimanakah hubungan antara hipertensi dengan gejala yang dialami pasien?

4. Adakah hubungan antara gaya hidup pasien dengan gejala yang dialaminya?

5. Mengapa gejala yang terjadi episodic?

6. Bagaimanakah hubungan antara amaurosis fugax dengan kolestrol, lemak dan hipertensi?

7. Jelaskan patofisiologi dari kesemutan!

8. Jelaskan patofisiologi dari pelo dan merot!

9. Mengapa dokter menyarankan pemeriksaan darah dan Carotid Doppler bagi pasien?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui anatomi, fisiologi dan histologi dari system saraf2. Mengidentifikasi manifestasi klinis gejala pada skenario3. Mengetahui mekanisme gejala yang terjadi seperti pada skenario4. Mengetahui adanya hubungan anatara gaya hidup dengan gejala yang dialami pasien5. Mengidentifikasi diagnosis banding penyakit dalam skenario6. Mengetahui patofisiologi dan patogenesis dari penyakit-penyakit diagnosis banding7. Mengetahui cara penegakan diagnosis dari penyakit-penyakit diagnosis banding8. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari penyakit-penyakit diagnosis banding9. Mengidentifikasi interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lab pada skenario10. Mengetahui profilaksis, penatalaksanaan, dan prognosis dari penyakit-penyakit diagnosis bandingD. MANFAAT PENULISAN

1. Mampu menjelaskan anatomi, fisiologi, dan histologi dari system saraf2. Mampu mengidentifikasi manifestasi klinis, mekanisme gejala, dan hubungan antara gaya hidup dengan gejala seperti pada skenario3. Mampu menjelaskan patofisiologi dan patogenesis dari penyakit-penyakit diagnosis banding (Stroke, Aterosklerosis, TIA, Carotid Dissease, dan RIND)4. Mampu menyebutkan epidemiologi dan faktor resiko dari penyakit-penyakit diagnosis banding (Stroke, Aterosklerosis, TIA, Carotid Dissease, dan RIND)5. Mampu menjelaskan cara dan resiko penularan dari penyakit-penyakit diagnosis banding (Stroke, Aterosklerosis, TIA, Carotid Dissease, dan RIND)6. Mampu menjelaskan cara penegakan diagnosis dari penyakit-penyakit diagnosis banding (Stroke, Aterosklerosis, TIA, Carotid Dissease, dan RIND)7. Mampu menyebutkan pemeriksaan penunjang dari penyakit-penyakit diagnosis banding (Stroke, Aterosklerosis, TIA, Carotid Dissease, dan RIND)8. Mampu mengidentifikasi manifestasi klinis dari penyakit-penyakit diagnosis banding (Stroke, Aterosklerosis, TIA, Carotid Dissease, dan RIND)9. Mampu menjelaskan profilaksis, penatalaksanaan, dan prognosis dari penyakit-penyakit diagnosis banding (Stroke, Aterosklerosis, TIA, Carotid Dissease, dan RIND)BAB IIDISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Seven Jump

I. Langkah I : Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam skenario

Dalam skenario ini kami mengklarifikasi istilah-istilah sebagai berikut:a. Pemeriksaan Carotid Doppler

Pemeriksaan non invasi yang menggunakan gelombang untuk mengukur aliran darah lewat arteri carotis yang mensuplai darah ke otak.

b. Amaurosisfugax

Kebutaan tiba-tiba tanpa ada lesi, kemungkinan ada gumpalan di arteri carotis sehingga pasokan darah ke otak berkurang. Terjadi pada salah satu mata dalam beberapa saat.

c. Pelo

Penyakit serebelum karena kehilangan koordinasi (scarning spech)

d. Kesemutan

Parastesi (sensasi seperti tertusuk, tanpa nyeri) terjadi karena jalan darah tertutup akibat pembuluh darah terlalu lama.

e. Merot

Gerakan bagian tubuh (bibir) ke suatu arah sehingga tampak miring ke arah yang mengalami lesi.

II. Langkah II : Menentukan dan mendefinisikan permasalahan

1. Bagaimana Fisiologi, Anatomi, dan Histologi dari sistem saraf?

2. Bagaimana proses terjadinya gejala pada bapaknya Arman?

3. Bagaimana hubungan keluhan darah tinggi dengan manifestasi yang ada pada penderita?

4. Bagaimana hubungan antara gaya hidup penderita dengan gejala?

5. Mengapa terjadinya gejala secara episodik?

6. Bagaimana mekanisme terjadinya amaurosisfugax? Adakah hubungannya dengan gaya hidup penderita?

7. Bagaimana patofisiologi dari kesemutan, pelo, dan merot?

8. Mengapa dokter menyarankan pemeriksaan darah dan pemeriksaan doppler?

9. Penanganan awal apakah yang dapat diberikan dokter pada penderita?

10. Mengapa dokter menyarankan pasien untuk dirawat di rumah sakit?

11. Bagaimana patofisiologi dari hipertensi dalam skenario ini?

12. Bagaimana cara pemeriksaan Carotid Doppler dan interpretasi hasilnya?

III. Langkah III : menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan sementara mengenai permasalahan (tersebut dalam langkah 2).1. Bagaimana patofisiologi dari kesemutan, pelo, dan merot?a. Kesemutan

Kesemutan merupakan istilah klinis untuk parestesia yang merupakan suatu kelainan somestesia. Ada 5 golongan dari patofisiologi somestesia, yaitu anestesia (hilang perasaan kalau dirangsang), hiperestesia (perasaan terasa berlebihan jika dirangsang, parestesia (perasaan yang timbul secara spontan, tanpa adanya perangsangan), nyeri, dan gerakan yang canggung serta simpang siur. Parestesia merupakan gangguan sensorik negatif yang disebut dengan defisit neurologik. Pada kasus CVD (cerebrovascular disease, bila terjadi sumbatan di arteri cerebri media yang memvaskularisasi daerah precentralis (pusat motorik) dan postcentralis (pusat sensorik) menyebabkan kedua daerah tersebut kekurangan aliran sehingga terjadi infark serta menyebabkan gangguan pada pusat motorik sensorik. Hal tersebut menyebabkan kelumpuhan dan defisit sensorik kontralateral (Mardjono dan Priguna, 2003).

b. Bicara pelo

Nervus hipoglossus berinti di nukleus hipoglosus yang terletak di samping bagian dorsal dari fasikulus longitudinalis medialis pada tingkat kaudal medula oblongata. Pada perjalanannya menuju lidah, nervus ini melewati arteria karotis interna dan eksterna. Otot-otot lidah yang menggerakan lidah terdiri dari muskulus stiloglosus, hipoglosus, genioglosus longitudinalis inferior dan genioglosus longitudinalis superior di persarafi oleh nervus hipoglosus. Lesi nervus hipoglossus sering terletak di perifer, maka atrofi otot cepat terjadi. Pada kelumpuhan paralisis nervus hipoglossus terdapat gejala-gejala berupa sukar menelan dan bicara pelo. Namun bicara pelo juga dapat terjadi walaupun lidah tidak lumpuh tetapi keleluasaannya terbatas karena frenula lingua mengikat lidah sampai ujungnya (Mardjono dan Priguna, 2003)..

Pelo dapat diartikan sebagai cara berbicara dengan lidah yang lumpuh. Untuk dapat mengucapkan kata-kata sebaik-baiknya, sehingga bahasa yang disengar dapat ditangkap dengan jelas dan setiap suku kata dapat terdengar secara terinci, maka muluit, lidah, vivir, palatum mole dan pita suara serta otot-otot pernafasan harus melakukan gerakan tangkas sesempurna-sempurnanya. Bila ada salah satu gerakan tersebut yang terganggu, maka timbullah cara berbahasa (verbal) yang kurang jelas. Kelainan tersebut bisa disebut sebagai gangguan artikulasi atau disartria (Mardjono dan Priguna, 2003)..

Pada disartria hanya pengucapannya saja yang terganggu tetapi tata bahasanya baik. Disartria memiliki beberapa penyebab. Disartria UMN yang berat timbal akibat lesi UMN bilateral, seperti pada paralisis pseudobulbaris. Di situ lidah sukar dikeluarkan dan umumnya kaku untuk digerakkan ke seluruh jurusan. Lesi UMN lain yang bisa menimbulkan disartria terletak di jaras-jaras yang menghantarkan impuls koordinatif yang bersumber pada serebelum, atau yang menyalurkan impuls ganglio basalis. Pada disartria serebelar, kerjasama otot lidah, vivir, pita suara dan otot-otot yang membuka dan menutup mulut bersimpang siur, sehingga kelancaran dan kontinuitas kalimat yang diucapkan Sangay terganggu. Sedangkan pada disartria LMN akan terdengar berbagai macam disartria tergantung pada kelompok otot yang terganggu (Mardjono dan Priguna, 2003).

c. Merot

Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus facialis bisa mendapat gangguan din lintasan supranuklear, nuclear, dan intranukelar. Pada kerusakan karena sebab apapun di jaras kortikobulbar atau bagian bawah korteks motorik primer, otot wajah muka sisi kontralateral akan memperlihatkan kelumpuhan jenis UMN. Ini berarti bahwa otot wajah bagian bawah tampak lebih jelas lumpuh daripada bagian atasnya. Sudut mulut sisi yang lumpuh tampak lebih rendah . Lipatan nasolabial sisi yang lumpuh mendatar. Jika kedua sudut mulut disuruh diangkat,maka sudut mulut yang sehat saja yang dapat terangkat. otot wajah bagian dahi tidak menunjukkan kelemahan yang berarti. Juga tanda Bell (lagoftalmus dan elevasi bola mata) tidak dapat dijumpai. Ciri kelumpuhan facialis UMN ini dapat dimengerti, karena subdivisi inti facialis yang mengurusi otot wajah atas alis mendapat inervasi kortikal secara bilateral. Sedangkan subdivisi inti facialis yang mengurusi otot wajah lainnya hanya mendapatkan inervasi kortikal secara kontralateral saja.

Pada kerusakan di lobus frontalis otot wajah sisi kontralateral masih dapat digerakkan secara volunteer, tetapi tidak ikut bergerak jika ketawa atau merengut. Perubahan raut muka pada keadaan emosional justru masih bisa timbul apabila korteks motorik primer rusak. Maka, gerakan otot wajah yang timbul pada keadaan emosional (psikomotorik) sangat mungkin diatur oleh daerah korteks di lobus frontalis. Sedangkan gerakan otot wajah volunter diurus oleh korteks piramidalis.

Lesi LMN bisa terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideum dan pada cabang-cabang tepi nervus facialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens bisa merusak akar nevus facialis, inti nervus abducen dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis facialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Proses patologik di sekitar meatus akustikus internus melibatkan nervus facialis dan akustikus. Maka dalam hal tersebut, paralisis facialis LMN akan timbul bergandengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 anterior lidah).

2. Bagaimana hubungan antara gaya hidup penderita dengan gejala?

Gaya hidup pasien pada skenario ini adalah gemar makan-makanan berlemak, merokok, dan jarang berolahraga.

a. Gemar makan makanan berlemak

Lemak dapat menyebabkan sumbatan arteroskerosis yang dapat membentuk plak arteromastosa. Plak ini dapat menempel di tunika intima pembuluh darah yang akhirnya menyumbat aliran darah pada pembuluh darah dan menimbulkan gejala stroke

b. Merokok

Rokok mengandung tar yang menyebabkan darah menjadi lengket, afinitas eritrosit terhadap oksigen menjadi kurang sehingga bisa menyebabkan terjadinya trombus di pembuluh darah dan bisa menyumbat pembuluh darah itu sendiri.

c. Kurang berolahraga

Olahraga dapat membakar lemak yang ada di tubuh sehingga mengurangi penyumbatan pembuluh darah akibat lemak. Selain itu olahraga juga dapat meningkatkan afinitas eritrosit terhadap oksigen. Oleh karena itu, kurang berolahraga dapat meningkatkan terjadinya sumbatan pada pembuluh darah. 3. Mengapa terjadinya gejala secara episodik?

Pada skenario, mengarah bahwa pasien terkena TIA (Transcient Ischemic Attack). TIA ini sendiri terjadi akut dan tiba-tiba. TIA terjadi akibat adanya sumbatan kecil, dimana jika sumbatan tersebut tergerus oleh aliran darah, maka sumbatan tersebut yang tadinya menyumbat pembuluh darah akan menghilang. Dan saat itulah gejala terjadi episodik.

4. Bagaimana mekanisme terjadinya amaurosisfugax dan apa hubungannya dengan gaya hidup pasien?

Amaurosis fugax terjadi karena aliran darah berhenti di arteri ophtalmica akibat adanya mini trombus. Trombus ini sendiri dapat berasal dari lemak akibat konsumsi makanan berlemak secara berlebihan.

5. mengapa dokter menyarankan pemeriksaan carotid Doppler?Pemeriksaan carotid Doppler merupakan pemeriksaan non invasive yang bertujuan untuk melihat aliran darah dalam arteri carotid pada leher. Dengan menggunakan teknologi ultrasonic , pemeriksaan ini dapat membantu dokter dalam mencari kemungkinan adanya clot pada pembuluh darah yang menyebabkan terganggunya aliran darah ke otak. Penemuan stenosis pada arteri carotid akan memberikan gambaran bagi dokter untuk mencurigai kemungkinan terjadinya Transient Ischemic Attack (TIA) yang nantinya akan memberikan jawaban dari gejala yang terjadi pada pasien.

6. Bagaimana Fisiologi, Anatomi, dan Histologi dari sistem saraf?

Sistem saraf secara umum terbagi menjadi dua yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Jaringan saraf disusun oleh sel saraf atau neuron dan sel penyokong sel saraf atau neuroglia. Sel saraf terdiri atas badan sel yang dapat berbentuk piramid, bulat, stelat atau seperti botol dan tonjolan sel berupa neurit (akson) dan dendrit.

Klasifikasi neuron berdasarkan jumlah tonjolan sel dikenal neuron unipoler, bipoler, multipoler, dan pseudounipoler. Berdasarkan panjang pendeknya akson, neuron dibagi menjadi Neuron Golgi Tipe I memiliki akson yang panjang dan Neuron Tipe Golgi II memiliki akson yang pendek. Secara fungsional neuron dibagi menjadi neuron sensorik yang membawa impuls dari tepi ke pusat (aferen) dan neuron motorik yang membawa impuls dari pusat ke tepi (eferen).

Kumpulan badan sel saraf yang berada di dalam sistem saraf pusat disebut dengan nukleus. Kumpulan badan sel saraf yang berada di luar sistem saraf pusat disebut ganglion. Kumpulan serabut saraf yang berada di dalam sistem saraf pusat disebut truncus. Kumpulan serabutt saraf di luar sistem saraf pusat disebut nervus.

Badan sel saraf berisi Nissl bodies yang merupakan retikulum endoplasma memproduksi neurotransmiter yang nanti akan membantu dari penghantaran impuls. Akson merupakan juluran yang panjang dari badan sel, tidak bercabang, jumlahnya satu dan membawa rangsang keluar dari badan sel. Akson dibungkus oleh neurolema yang merupakan selubung schwann vyang disusun oleh sel sel schwann. Pada akson yang besar, selain dibungkus dengan neurolemma masih dibungkus lagi dengan selubung myelin yang tersusun secara konsentris. Celah diantara dua sel schwann disebut nodus ranvier. Dendrit merupakan juluran sel yang pendek, berjumlah lebih dari satu, dan membawa impuls masuk ke dalam badan sel. Dendrit biasanya berhubungan dengan reseptor dan dengan akson saraf lainnya.

Neuroglia merupakan sel penyokong saraf yang berfungsi sebagai kerangka, penunjang darah, pembungkus, dan kadang kadang dapat melakukan fagositosis. Neuroglia tersusun atas makroglia/sel astrosit, oligodendroglia, mikroglia/sel Hortega yang berasal dari mesoderm dan mempunyai kemampuan fagositodis, serta ependim yang menjadi penyusun dinding kanalis sentralis medulla spinalis.

Anatomi Sistem Saraf (Vaskularisasi)

Vaskularisasi arteri otak yang memberikan nutrisi bagi sel sel saraf otak terdiri dari dua arteri besar yaitu arteri carotis interna dan arteri vertebralis. Kedua artei besar ini akan bertemu dalam satu sirkulasi di otak yang disebut Circulus Arterious Wilisi.

Circulus Arterious Wilisi ini berfungsi sebagai jalur pertemuan antara dua arteri pensuplai nutrisi dan oksigen ke otak. Kondisi ini menyebabkan jika terjadi sumbatan pada salah satu arteri, otak tidak menjadi lumpuh semuanya. Circulus Arterious Wilisi ini terdiri dari lima arteri yaitu arteria cerebri posterior, arteria communicans posterior, arteria cerebri media, arteria cerebri anterior, dan arteria communicans anterior.

Arteria carotis interna ketika masuk ke dalam otak akan bercabang menjadi arteria cerebri media, arteria cerebri anterior, dan arteria opthalmica. Saat terjadi sumbatan pada arteri carotis interna, dapat menyebabkan kekurangan pasokan nutrisi dan oksigen ke arteria opthalmica yang memvaskularisasi retina mata. Hal ini yang dapat menyebabkan fenomena amaurosis fugax.Fisiologi Sistem Saraf

Rangsangan yang diterima oleh reseptor (sensorik) dapat sampai ke sistem saraf pusat dan dapat memberikan efek ke efektor (motorik) melalui serangkaian perjalanan. Saat tidak terdapat impuls, potensial membran sel saraf berada dalam keadaan istirahat. Potensial istirahat ketika di dalam sel saraf potensialnya lebih negatif dibandingkan diluarnya (polarisasi). Ketika impuls sampai ke pangkal akson akan membangkitkan potensial aksi. Potensial aksi dimulai saat saluran ion Na+ akan terbuka. Setelah saluran ion Na+ terbuka maka ion Na+ akan masuk ke dalam sel membuat bagian dalam sel lebih positif (depolarisasi) membuat daerah yang sekitarnya inaktif menjadi aktif. Setelah impuls berpindah ke bagian akson yang lain, maka bagian akson yang sebelumnya akan kembali ke potensial istirahat (repolarisasi). Penghantaran impuls berlangsung berjenjang sampai ke ujung akson (akson terminal) menuju celah pre sinaptik.

Impuls yang telah sampai ke ujung akson harus melewati celah sinaptik untuk sampai ke efektor maupun ke sel saraf yang lainnya. Saat impuls sampai di ujung akson, saluran ion Ca2+ akan terbuka dan ion Ca2+ yang berada di dalam celah sinaptik akan masuk ke dalam akson terminal mendorong vesikel vesikel yang berisi neurotransmitter untuk menyatu dengan membran sel akson terminal dan kemudian melakukan endositosis dan melepaskan neurotransmiter ke dalam celah sinaptik. Neurotransmiter diproduksi pada retikulum endoplasma sel saraf, dapat berupa asetilkolein, GABA, glutamat, aspartat. Neurotransmiter ini kemudian akan membuka saluran ion Na+ pada celah post sinaptik dan memulai potensial aksi yang baru pada sel saraf selanjutnya.

Koteks Cerebri terbagi menjadi beberapa lobus yang memiliki fungsi masing masing, yaitu :

a) Lobus frontalis berfungsi sebagai pusat asosiasi gerakan motorik, mengatur aktivitas, berfikir anstrak, penilaian matang, peramalan, mawas diri, aktivitas visceral dan emosional, dan mengatur aspek bicara motorik.

b) Lobus Parietalis berfungsi untuk mengenal sumber, kualitas, kuantitas, nyeri, suhu, dan raba tekan, pengecapan, taktil, visual, pengenalan badan dan benda sekitar, membaca, dan berbicara sensorik.

c) Lobus Occipitalis berfungsi sebagai pusar penglihatan primer, persepsi visual kompleks, warna, gerak, arah objek, dan asosiasi visual terhadap pengalaman yang lalu.

d) Lobus Temporal berfugsi sebagai pusat pendengaran primer, asosiasi pendengaran atas pengalaman yang lalu, interpretasi dan apresiasi suara, mencatat dan gudang pengalaman.IV. Langkah IV : Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan sementara mengenai permasalahan pada langkah 3

V. Langkah V : merumuskan tujuan pembelajaran

1. Bagaimana diagnosis banding dari penyakit yang diderita penderita?

2. Bagaimana Penatalaksanaan terhadap penderita?

VI. Langkah VI : Mengumpulkan informasi baruKami mengumpulkan informasi-informasi baru untuk menjawab pertanyaan dari LO (Learning Object) mulai dari jurnal hingga text book. VII. Langkah VII : melaporkan, membahas, dan melaporkan kembali informasi baru yang diperoleh.

PENYAKIT VASKULER DAN NON VASKULER

1. PENYAKIT VASKULER

Berikut ini adalah penyakit vaskuler terkait dengan neurologi :

a. Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi otak, baik fokal maupun global, yang berlangsung dengan cepat, gejala lebih dari24 jam atau meninggal, tanpa penyebab lain selain gangguan vaskuler.Stroke diklasifikasikan menjakdi :

A. Stroke iskemik (80% kasus stroke) atau stroke non hemoragik

Stroke iskemik adalah tanda klinis gangguan fungsi atau kerusakan otak sebagai akibat dari berkurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu pemenuhan kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak. Stroke istkemik yang terdiri dari

Emboli ekstracranial (25%)

Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.

Thrombosis intracranial (75%)

Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan

darah yang cepat.

B. Stroke hemoragik (20% kasus stroke)

Perdarahan intraserebral

Perdarahan yang primer berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma. Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi.

Perdarahan subarachnoid

Perdarahan ini terjadi karena pecahnya aneurisma (50%), pecahnya malformasi arteriovena atau MAV (5%), berasal dari PIS (20%) dan 25% kausanya tidak diketahui.

Adapula tipe lain, namun beberapa sumber menyebutkan masuk dalam klasifikasi stroke non hemoragik, yaitu Transcient Ischemic Attack (TIA).

TIA merupakan serangan defisit neurologik yg bersifat temporer akibat gangguan peredaran darah otak, timbul mendadak, menghilanng dengan cepat (