Skenario 2 Blok Pediatri 2012 FK UNS

15
LAPORAN TUTORIAL BLOK PEDIATRI SKENARIO 2 KELOMPOK 17 TUTOR: Widana P., dr. Adhe Marlin Sanyoto G0012002 Michael Asby Wijaya G0012132 Wiriyana, I Gst Ngr. Agung G0012132 Helmi Fakhruddin G0012090 Canda Arditya G0012046 Silvia Khasnah G0012212 Ni Nyoman Widyastuti G0012148 Ellena Rachma Kusuma G0012066 Agustin Febriana G0012008 Elvia Rahmi Marga Putri G0012068 Anggraini Lalang Buana G0012016 Azalia Virsalina G0012038 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA TAHUN 2015

description

Pediatri

Transcript of Skenario 2 Blok Pediatri 2012 FK UNS

  • LAPORAN TUTORIAL

    BLOK PEDIATRI SKENARIO 2

    KELOMPOK 17

    TUTOR: Widana P., dr.

    Adhe Marlin Sanyoto G0012002

    Michael Asby Wijaya G0012132

    Wiriyana, I Gst Ngr. Agung G0012132

    Helmi Fakhruddin G0012090

    Canda Arditya G0012046

    Silvia Khasnah G0012212

    Ni Nyoman Widyastuti G0012148

    Ellena Rachma Kusuma G0012066

    Agustin Febriana G0012008

    Elvia Rahmi Marga Putri G0012068

    Anggraini Lalang Buana G0012016

    Azalia Virsalina G0012038

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

    TAHUN 2015

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1. Skenario Anakku batuk dan sulit bernafas

    Kasus I

    Anto berumur 2,5 tahun. Ibunya membawa berobat ke Puskesmas karena batuk pilek

    selama 4 hari. Setelah memeriksa, petugas kesehatan menemukan nadi: 110x/menit,

    pernafasan: 32x/menit, suhu: 38,50C. Dokter kemudian memberikan obat.

    Kasus II

    Seorang anak perempuan berusia 3 tahun dibawa oleh ibunya ke puskesmas karena batuk

    sejak 2 hari yang lalu, berdahak putih. Keluhan disertai demam (+). Demam naik turun.

    Pada pemeriksaan fisik, nadi: 120x/menit, pernafasan: 52x/menit, suhu: 380C. Saat ini

    anak tampak sulit bernafas dan lemah. Terdapat retraksi dinding dada.

    Dokter kemudian melakukan tindakan dan merujuk pasien ke rumah sakit untuk

    mendapat penanganan dari dokter spesialis anak.

    2. Tujuan Pembelajaran a. Membedakan kasus kegawatdaruratan sistem pernafasan pada anak-anak

    b. Menjelaskan mekanisme patofisiologis dari sistem pernafasan pada anak-anak

    c. Mengetahui diagnosis banding pada kasus batuk, pilek, dan sesak nafas pada anak-

    anak

    d. Mengetahui tatalaksana pada kasus batuk, pilek, dan sesak nafas pada anak

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    1. Imunitas Anak Sistem imun merupakan sistem koordinasi respons biologik yang bertujuan

    melindungi integritas dan identitas individu serta mencegah invasi organisme dan zat

    yang berbahaya dilingkungan yang dapat merusak dirinya. Pada anak dengan usia di

    diantara dua bulan sampai dengan tiga tahun, terdapat peningkatan risiko terkena penyakit

    serius akibat kurangnya IgG yang merupakan bahan bagi tubuh untuk membentuk sistem

    komplemen yang berfungsi mengatasi infeksi. Pada anak dibawah usia tiga tahun pada

    umumnya terkena infeksi virus yang berakhir sendiri tetapi bisa juga terjadi bakteremia

    yang tersembunyi (bakteremia tanpa tanda fokus). Demam yang terjadi pada anak

    dibawah tiga tahun pada umumnya merupakan demam yang disebabkan oleh infeksi

    seperti influenza, otitis media, pneumonia, dan infeksi saluran kemih. Bakteremia yang

    tersembunyi biasanya bersifat sementara dan dapat sembuh sendiri akan tetapi juga dapat

    menjadi pneumonia, meningitis, arthritis, dan pericarditis (Jenson dan Baltimore, 2006).

    2. Common Cold a. Definisi dan Epidemiologi

    Common cold atau salesma, pada anak-anak sering diidentifikasi sebagai batuk

    pilek. Rata-rata anak-anak akan mengalami common cold 6-8 kali per tahun. Seiring

    pertambahan usia, frekuensi seorang anak mengalami ini akan semakin menurun,

    terutama diatas 6 tahun. Hal ini disebabkan karena perkembangan sistem imun yang

    terjadi ditandai dengan peningkatan presentasi sel T memory CD4+ dan CD8+ yang

    disensitasi oleh lingkungan.

    b. Etiologi dan Patogenesis Common cold ini disebabkan oleh virus, yang paling sering adalah rhinovirus.

    Setelah virus tersebut masuk ke dalam tubuh, tubuh akan memunculkan reaksi

    terhadap benda asing tersebut yang menyebabkan manifestasi klinis seperti

    peningkatan produksi mukus di rongga hidung yang menyebabkan hidung berair,

    pembengkakan konka nasalis yang membuat anak susah bernafas, bersin, dan batuk

    karena ada peningkatan produksi mukus di tenggorokan.

    c. Diagnosis dan Diagnosis Banding Common cold berbeda dengan influenza, perbedaan di antara kedua penyakit ini

    sebagai berikut:

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

  • Cold symptoms Flu symptoms

    Demam ringan/tidak demam Demam tinggi

    Kadang disertai sakit kepala Umumnya ada sakit kepala

    Hidung tersumbat Kadang hidung tersumbat

    Bersin Kadang bersin

    Batuk ringan Batuk tingkat lanjut

    Sedikit sakit nyeri Sakit dan nyeri parah

    Kelelahan ringan Kelelahan nyata

    Radang tenggorokkan Kadang disertai radang tenggorokkan

    Tingkat energi normal Kelelahan

    d. Penatalaksanaan Untuk mencegah terjadinya batuk pilek pada anak, ada beberapa usaha yang dapat

    dilakukan, antara lain menjauhkan anak dari orang-orang disekitarnya yang sedang

    menderita cold atau flu, mendidik anak untuk cuci tangan, memastikan mainan anak-

    anak bersih terutama yang digunakan anak-anak bermain bersama. Jika sudah terjadi

    common cold pada anak, sebaiknya tidak perlu segera diterapi antibiotik, karena

    kemungkinan penyebabnya adalah virus. Namun apabila cold ini tidak mendapat

    penanganan dan pemantauan yang tepat, ada komplikasi yang mungkin terjadi seperti

    infeksi telinga, infeksi tenggorokan, pneumonia, dan infeksi sinus.

    3. Pneumonia a. Definisi

    Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi

    seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing.Terjadinya pneumonia pada anak sering kali

    bersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut pada bronkhus yang disebut

    bronkopneumonia.

    b. Etiologi Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara menunjukan bahwa di

    negara berkembang Streptokokus pneumonia dan Hemofilus influenza merupakan

    bakteri yang selalu ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi, yaitu 73,9 % aspirat

    paru dan 69,1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju,

    pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus.

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

  • Etiologi pneumonia antara lain:

    1) Bakteri Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus hemolyticus,

    Streptococcus aureus, Hemophilus influenza, Bacillus Friedlander.

    2) Virus Respiratory syncytial virus, virus influenza, adenovirus, cytomegalovirus.

    3) Jamur Mycoplasma pneumoces dermatitides, Coccidioides immitis, Aspergillus, Candida

    albicans.

    4) Aspirasi Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing.

    c. Klasifikasi Pembagian pneumonia tidak ada yang memuaskan. Berdasarkan anatomis,

    pneumonia dibagi atas:

    1) Pneumonia lobaris

    2) Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)

    3) Pneumonia interstitialis (bronkiolitis)

    d. Patogenesis Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme.

    Keadaan ini disebabkan adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di

    dalam paru menunjukkan adanya gangguan daya tahan tubuh, sehingga

    mikroorganisme dapat berkembang biak dan mengakibatkan timbulnya infeksi

    penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui

    berbagai cara, antara lain inhalasi langsung dari udara, aspirasi dari bahan-bahan yang

    ada di nasofaring dan orofaring serta perluasan langsung dari tempat-tempat lain,

    penyebaran secara hematogen.

    1) Stadium (412 jam pertama/ kongesti)

    Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang

    berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan

    peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia

    ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah

    pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup

    histamin dan prostaglandin. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan

    prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

  • permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke

    dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler

    dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan

    jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida, sehingga

    mempengaruhi perpindahan gas dalam darah dan sering mengakibatkan

    penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

    2) Stadium II (48 jam berikutnya)

    Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,

    eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari

    reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya

    penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah

    dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau

    sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung

    sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

    3) Stadium III (38hari)

    Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

    mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin

    terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.

    Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat

    karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler

    darah tidak lagi mengalami kongesti.

    4) Stadium IV (711hari)

    Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan

    peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh

    makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

    e. DIAGNOSIS 1) Anamnesis

    Pasien biasanya mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, rewel dan sesak

    nafas. Pada bayi, gejalanya tidak khas, sering kali tanpa demam dan batuk. Anak

    besar biasanya mengeluh nyeri kepala dan muntah.

    2) Pemeriksaan Fisik

    Manifestasi klinis yang terjadi berbeda-beda sesuai kelompok umur tertentu.

    Pada neonates sering terjadi takipneu, retraksi dinding dada, grunting dan sianosis.

    Pada bayi yang lebih tua jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

  • adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel. Pada anak pra

    sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non produktif/produktif),

    takipneu, dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding dada. Pada kelompok

    anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif/produktif),

    nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi. Pada semua kelompok umur, akan

    dijumpai pernafasan cupping hidung. Pada auskultasi, dapat terdengar suara

    pernafasan menurun. Fine crackles (ronki basah halus) yang khas pada anak besar

    bisa saj tidak ditemukan pada anak bayi. Gejala lain pada anak besar adalah dull

    (redup) pada perkusi, fremitus menurun, dan terdengar Fine crackles di daerah

    yang terkena. Iritasi pleura akan menyebabkan nyeri dada. Bila berat, gerakan

    dada menurun saaat inspirasi, anak berbaring ke arah yang sakit dengan kaki

    fleksi. Rasa nyeri dapat menjalar ke leher, bahu, dan perut.

    f. Pemeriksaan Penunjang 1) Ro torak PA merupakan dasar diagnosis utama pneumonia

    2) Leukosit>15.000/ul, dengan didominasi sel neutrofil

    3) Trombositopenia bisa didapatkan pada pneumonia dengan empiema

    4) Pemeriksaan sputum kurang berguna

    5) Biakan darah jarang positif (3 11%) kecuali untuk Pneumokokus dan

    H.Influenzae (25 95%)

    6) Rapid test untuk deteksi antigen bakteri mempunyai sensitifitas dan spesifisitas

    rendah.

    7) Pemeriksaan serologis kurang bermanfaat

    g. Diagnosis Banding 1) Bronkiolitis

    Bronkiolitis adalah infeksi virus akut saluran pernapasan bawah yang

    menyebabkan obstruksi inflamasi bronkiolus, terjadi terutama pada anak-anak

    dibawah umur 2 tahun, dengan insidensi tertinggi pada bayi berusia 6 bulan.

    Penyebab yang paling banyak adalah Respiratory Sensitial Virus (RSV), kira-kira

    45-80 % dari total kasus bronkiolitis akut.

    Bayi dengan bronkiolitis akut mula-mula menderita gejala infeksi saluran

    napas atas yang ringan berupa pilek yang encer, batuk, dan bersin, kadang-kadang

    disertai demam yang tidak terlalu tinggi (subfebrile) dan nafsu makan berkurang.

    Gejala ini berlangsung beberapa hari. Kemudian timbul distres respirasi yang

    ditandai oleh batuk paroksismal, wheezing, sesak napas. Bayi-bayi akan menjadi

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

  • rewel, muntah serta sulit makan dan minum. Timbulnya kesulitan minum terjadi

    karena napas cepat sehingga menghalangi proses menelan dan menghisap. Pada

    kasus ringan, gejala menghilang 13 hari. Pada kasus berat, gejalanya dapat

    timbul beberapa hari dan perjalanannya sangat cepat.

    Kadang-kadang, bayi mengalami demam ringan atau tidak demam sama

    sekali, bahkan ada yang mengalami hipotermi. Terjadi distres pernapasan dengan

    frekuensi napas >60 x/menit, terdapat napas cuping hidung, penggunaan otot

    pernapasan tambahan, retraksi, dan kadang-kadang disertai sianosis. Karena bayi

    mempunyai dinding dada yang lentur, retraksi suprasternal dan kosta tampak jelas

    dan tepi kosta terlihat melebar pada setiap pernafasan untuk menambah volume

    tidalnya. Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru

    (terperangkapnya udara dalam paru). Hepar dan lien bisa teraba karena terdorong

    diafragma akibat hiperinflasi paru. Mungkin terdengar ronki pada akhir inspirasi

    dan awal ekpirasi. Terdapat ekpirasi yang memanjang dan wheezing kadang-

    kadang terdengar dengan jelas. Sering terjadi hipoksia dengan saturasi oksigen

  • Bila anak mengalami hipoksia, anak tampak gelisah, tetapi jika hipoksia

    bertambah berat anak tampak diam, lemas, kesadaran menurun. Pada kondisi yang

    berat dapat menjadi gagal napas. Pada kasus yang berat proses penyembuhan

    terjadi setelah 7-14 hari1. Anak akan sering menangis, rewel, dan akan merasa

    nyaman jika duduk di tempat tidur atau digendong (Rahajoe et al., 2008).

    h. Tatalaksana Diagnosis etiologi pneumonia sangat sulit untuk dilakukan, sehingga pemberian

    antibiotik diberikan secara empirik sesuai dengan pola kuman tersering yaitu

    Streptococcus pneumonia dan H. influenza. Pemberian antibiotik sesuai kelompok

    umur. Untuk umur dibawah 3 bulan diberikan golongan penisilin dan aminoglikosida.

    Untuk usia > 3 bulan, pilihan utama adalah ampisilin dipadu dengan kloramfenikol.

    Bila keadaan pasien berat atau terdapat empiema, antibiotik adalah golongan

    sefalosporin. Antibiotik parenteral diberikan sampai 48-72 jam setelah panas turun,

    dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 7 10 hari. Bila diduga penyebab

    pneumonia adalah S.aureus, kloksasilin dapat segera diberikan. Bila alergi terhadap

    penisilin dapat diberikan cefazolin, klindamisin, atau vancomycin. Lama pengobatan

    untuk Stafilokokus adalah 3 4 minggu

    4. Tanda Vital Pediatri a. Frekuensi Pernapasan (Respiratory Rate)

    Adapun kriteria normal frekuensi pernapasan pada neonatus dan anak menurut

    usia sebagai berikut (WHO, 2009):

    < 1 tahun : 30 40 kali/menit

    2 5 tahun : 20 30 kali/menit

    5 12 tahun : 15 - 20 kali/menit

    > 12 tahun : 12 16 kali/menit

    Namun, apabila anak datang dengan frekuensi pernapasan di atas nilai normal

    tidak dapat secara langsung didiagnosis takipneu, dimana kriteria nafas cepat

    (takipneu) menurut usia sebagai berikut (WHO, 2009):

    < 2 bulan : > 60 kali/menit

    2 12 bulan : > 50 kali/menit

    1 5 tahun : > 40 kali/menit

    > 5 tahun : > 30 kali/menit

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

  • b. Denyut Nadi (Heart Rate) Pada bayi dan anak, ada atau tidaknya denyut nadi utama yang kuat sering

    merupakan tanda berguna untuk melihat ada tidaknya syok dibandingkan mengukur

    tekanan darah. Nilai normal denyut nadi pada anak menurut usia, yaitu:

    0 3 bulan : 85 200 kali/menit

    3 bulan 2 tahun : 100 190 kali/menit

    2 10 tahun : 60 140 kali/menit

    Pada anak yang sedang tidur denyut nadi normal 10% lebih lambat (WHO, 2009)

    c. Tekanan Darah Tekanan darah normal pada anak menurut usia antara lain (WHO, 2009):

    0 1 tahun : > 60 mmHg

    1 3 tahun : > 70 mmHg

    3 6 tahun : > 75 mmHg

    d. Suhu Tubuh Menurut Buku Panduan Manajemen Balita Sakit Terpadu (2008), anak dikatakan

    demam jika suhu tubuhnya 37,5oc.

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

  • BAB III

    PEMBAHASAN

    Pada kasus I diketahui bahwa denyut nadi dan RR anak termasuk normal, mengalami

    demam, serta menderita batuk pilek selama 4 hari. Berdasarkan hasil pemeriksaan

    tersebut salah satu diagnosis yang didapatkan adalah common cold. Pada common cold

    didapatkan adanya rhinorrhea yang menonjol yang juga disebutkan pada kasus. Gejala

    sistemik lain dapat bervariasi; seperti pusing, myalgia, serta mild fever (terkadang dapat

    ditemui keadaan tanpa demam) (Kliegmann et al., 2011).

    Gejala dari common cold biasanya terjadi 1-3 hari setelah infeksi virus. Pada awalnya

    muncul hanya sebagai rasa gatal pada tenggorokan, kemudian muncul rhinorrhea. Batuk

    biasanya muncul setelah onset rhinorrhea. Biasanya gejala-gejala tersebut berlangsung

    sampai dengan 1 minggu, atau 2 minggu. Pada anak usia tersebut common cold sering

    didapati, dikarenakan belum sempurnanya imun anak (Kliegmann et al., 2011).

    Pada kasus I kemungkinan diagnosis bandingnya adalah common cold. di sini dokter

    dapat memberikan Anti Histamin tipe 1 generasi 1 dengan dengan mengggunakan efeks

    sedasinya agar anak tenang dan tidak rewel. Pemeberian antihistamin dan dekongestan

    ataupun kombinasi antihistamin-dekongestan tidak direkomendasikan untuk anak kurang

    dari 6 tahun karena adanya efek samping obat dan kurangnya manfaat yang diberikan

    (Marcdante et al., 2011).

    Selain antihistamin tipe 1 generasi 1, dokter dapat memberikan antipiretik untuk

    demam lebih dari 38,5oC (ada sumber lain mengatakan 38,3OC) antipiretik yang dapat

    diberikan antara lain paracetamol (asetaminofen) atau ibuprofen. Parasetamol diberikan

    karena memiliki efek menurunkan panas dan mengurangi rasa sakit.Dosis yang dapat

    diberika pada balita usia 3 tahun adalah 10-15 mg/kg berat badan secara peroral setiap 4-6

    jam, dengan dosis maksimal 2,6 gram/hari. Pilihan lain yang dapat diberikan adalah

    ibuprofen, yang selain memiliki efek antipiretik, ibuprofen memiliki efek antiinflamasi.

    Dosis yang dapat diberikan untuk anak usia 3 tahun (6 bulan hingga 12 tahun) 5-10

    mg/kg berat badan/dosis peroral dengan pemberian setiap 6-8 jam tidak lebih dari 40

    mg/kg berat badan setiap harinya (Windle et al., 2015).

    Pada kasus II, disebutkan bahwa pasien adalah anak perempuan berusia 3 tahun

    dengan keluhan batuk 2 hari, berdahak putih, dan demam naik turun. Pada pemeriksaan

    fisik didapatkan nadi 120 kali/menit, nafas 52 kali/menit, suhu tubuh 38 derajat celcius.

    Dalam Panduan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) tahun 2008, disebutkan bahwa

    pada anak berusia 2 bulan hingga kurang dari 12 bulan, napas tergolong cepat bila

    ellena

    ellena

  • frekuensinya 50 kali atau lebih per menit, dan 40 kali atau lebih per menit untuk anak

    berusia 12 bulan hingga kurang dari 5 tahun. Anak juga tergolong demam bila didapatkan

    laporan dari pengantar saat anamnesis atau anak teraba panas atau suhu 37,5C. Maka

    dapat diketahui bahwa pasien mengalami demam dan napas cepat.

    Dalam Panduan MTBS juga disebutkan anda bahaya umum pada anak, yaitu anak

    tidak mau minum/menyusu, anak selalu memuntahkan makanannya, kejang, dan tampak

    letargis. Dalam skenario, disebutkan bahwa anak tampak sulit bernafas dan lemah, serta

    terdapat retraksi dinding dada.

    Retraksi dinding dada merupakan tanda di mana seseorang mengalami kesulitan untuk

    bernapas. Retraksi dinding dada juga dikenal dengan istilah tarikan dinding dada bagian

    bawah ke dalam . Kesulitan untuk bernapas pada anak bisa disebabkan oleh tiga causa

    yang berbeda, antara lain obstruksi saluran pernapasan atas seperti croup, obstruksi

    saluran pernapasn bawah seperti asma dan bronchiolitis, dan penyakit jantung parenkimal

    seperti pneumonia, edema pulmonal, serta sindrom distress pernapasan akut. Pada anak

    dengan pneumonia terjadi penurunan kemampuan paru untuk berkembang sebagaimana

    mestinya. Hal ini membuat tubuh untuk merespon kekurangan oksigen yang ada di paru-

    paru untuk bernapas lebih cepat. Akan tetapi dengan kondisi paru-paru yang kaku oleh

    fibrin dan disertai dengan konsolidasi alveoli menyebabkan paru akan tetap kesulitan

    untuk berkembang. Akibatnya timbul tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Anak

    dengan kasus pneumonia yang berat biasanya akan mengalami retraksi dinding dada.

    Akan tetapi retraksi ini tidak selalu disertai dengan pernapasan cepat dikarenakan anak

    sudah kehabisan energi untuk bernapas. Hal ini merupakan tanda bahaya dikarenakan

    insidensi kematian yang tinggi. Hal tersebut mengarahkan dugaan menuju pneumonia

    berat atau penyakit sangat berat.

    Diagnosis banding yang mungkin berdasarkan gejala serta temuan klinis yang

    didapatkan dari anak pada kasus II antara lain pneumonia, bronkiolitis, dan croup. Namun

    dari ketiga diagnosis banding tersebut, belum dapat ditegakkan diagnosis kerja.

    Diperlukan pemeriksaan lanjutan berupa pemeriksaan lab dan radiologi untuk dapat

    menegakkan diagnosis.

    Pada kasus II, pasien dapat diberikan terapi antibiotik secara empiris dengan pilihan

    cotrimoxazole, amoxicillin, atau gentamisin. Cotrimoxazol untuk dosis anak berusia 3

    tahun adalah 8 mg TMP/kg berat badan/ hari peroral dibagi untuk setiap 12 jam pada

    kasus infeksi ringan. sedangkan untuk infeksi serius dapat diberikan 15-20 mg TMP/kg

    ellena

  • berat badan/hari dibagi setiap 6 jam. Cotrimoxazole kontra indikasi untuk bayi berusia

    kurang dari 2 bulan (Windle et al, 2015).

    Untuk pengobatan usia lebih dari 3 bulan dengan berat badan kurang dari 40 kg,

    amoxicillin dapat diberikan secara peroral sebanyak 25 mgkg berat badan/hari dibagi

    setiap 12 jam atau 20mg/kg berat badan/ hari dibagi setiap 8 jam untuk infeksi ringan,

    sedangkan untuk infeksi berat dapat diberikan obat 45 mg/kg/hari setiap 12 jam atau 40

    mg/kg/hari setiap 8 jam. Gentamisin dapat diberikan secara intravena atau intra muskular

    sebanyak2,5 mg/mg/dosis setiap 8 jam. Selain antibiotik, pasien dapat diberikan anti

    piretik dengan dosis yang sama dengan kasus 1 (karena jangkauan umur masih sama).

    (Windle et al, 2015).

  • BAB IV

    KESIMPULAN DAN SARAN

    1. Kesimpulan a. Pada kasus I, didapatkan pasien dengan identitas Anto, usia 2,5 tahun, keluhan

    batuk pilek sejak 4 hari. Vital Sign didapatkan denyut nadi dan frekuensi

    pernafasan dalam batas normal, pasien sedikit demam. Diagnosis banding adalah

    commoncold. Tatalaksana yang diberikan berupa pemberian obat antihistamin

    generasi I dan antipiretik.

    b. Pada kasus II, didapatkan pasien anak perempuan dengan usia 3 tahun, keluhan

    batuk dahak putih sejak 2 hari dan disertai naik turun. Vital sign didapatkan

    denyut nadi batas normal, takipneu, dan pasien sedikit demam. Pemeriksaan fisik:

    lemah; sulit bernapas; etraksi dinding dada. Diagnosis banding adalah pneumonia,

    bronkiolitis, dan croup. Tindakan yang dilakukan merujuk pasien ke rumah sakit

    (Dokter Spesialis Anak), dimana dapat diberikan antibiotik empiris seperti

    kotrimoksazol, dll.

    2. Saran Saran yang dapat diberikan adalah mahasiswa diharapkan mencari bahan tutorial

    dengan membaca buku-buku kedokteran, jurnal, dsb sebelum tutorial sehingga

    tutorial bisa berjalan lebih lancar dan baik.

  • BAB V

    DAFTAR PUSTAKA

    Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2008). Panduan Manajemen Tatalaksana

    Bayi Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

    http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/3-3-6.pdf. Diunduh Maret 2015

    http://old.pediatrik.com/pkb/061022023132-f6vo140.pdf. Diunduh Maret 2015

    http://www.hopkinsmedicine.org/healthlibrary/conditions/pediatrics/upper_respiratory_in

    fection_uri_or_common_cold_90,P02966/. Diunduh Maret 2015

    Jenson HB dan Baltimore RS (2006). Pneumonia. Dalam: Kliegman RM, Marcdante KJ,

    Jenson HB, Behrman RE. Nelson Essential of Pediatrics 5 Edition. Philadelphia:

    Elsevier

    Kliegmann RM et al. (2011). Nelson Textbook of Pediatrics Nineteenth Edition.

    Philadelphia: Elsevier

    Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE (2011). Ilmu Kesehatan Anak

    Esensial Nelson Edisi Keenam. Jakarta: Elsevier

    Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB (2008). Buku Ajar Respirologi Anak Edisi

    Pertama. Jakarta: IDAI, pp: 320-328

    Windle et al. (2015). Medscape: Pediatric oral dosing. Emedecine.medscape.com/article.

    Diunduh Maret 2015.

    World Heatlh Organization (2009). Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit, Pedoman

    Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Jakarta: WHO

    Indonesia.