SISTEM PENGELOLAAN IRIGASI TERPUTUS DENGAN …web.irigasi.net/sites/default/files/otomatisasi 2011 -...

26
i SISTEM PENGELOLAAN IRIGASI TERPUTUS DENGAN OTOMATISASI Buku output hasil penelitian PENGKAJIAN EFISIENSI PENGGUNAAN AIR IRIGASI PERMUKAAN (OTOMATISASI IRIGASI) TA 2011

Transcript of SISTEM PENGELOLAAN IRIGASI TERPUTUS DENGAN …web.irigasi.net/sites/default/files/otomatisasi 2011 -...

i

SISTEM PENGELOLAAN IRIGASI TERPUTUS DENGAN OTOMATISASI

Buku output hasil penelitian

PENGKAJIAN EFISIENSI PENGGUNAAN AIR IRIGASI PERMUKAAN

(OTOMATISASI IRIGASI)

TA 2011

Buku output hasil penelitian

PENGKAJIAN EFISIENSI PENGGUNAAN AIR IRIGASI PERMUKAAN

(OTOMATISASI IRIGASI)

TA 2011

SISTEM PENGELOLAAN IRIGASI TERPUTUS DENGAN OTOMATISASI

Oleh: Tim Balai Irigasi

November 2011

Sistem Pengelolaan Irigasi Terputus dengan Otomatisasi

Balai Irigasi, Puslitbang SDA, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum

i

KATA PENGANTAR

Pelaksanaan irigasi terputus sering terkendala karena lebih rumit dibandingkan

irigasi menerus karena petani perlu sering ke lahan untuk mengontrol dan

memberikan air ke lahan bila diperlukan. Sistem otomatis irigasi terputus dapat

membantu mempermudah pengaplikasian irigasi terputus agar sesuai dengan

kebutuhan tanaman (kelengasan tanah/tinggi muka air berada batas tertentu).

Untuk mengkaji hal tersebut, penelitian akan dilakukan selama 4 tahun (2010-

2013). Penelitian pada tahun 2010 dilakukan untuk menghasilkan model fisik

(prototip) sistem otomatis. Hasil pengkajian model fisik tersebut digunakan pada

tahun 2011 untuk menghasilkan model sistem. Pada tahun 2012 akan dihasilkan

naskah ilmiah (draft kriteria desain/spesifikasi teknik yang kemudian difinalisasi

menjadi R-0 Kriteria Desain/Spesifikasi Teknik Penerapan Irigasi Terputus

(Intermittent) dengan otomatisasi (tahun 2013).

Buku ini merupakan output yang dihasilkan dari penelitian Pengkajian

Efisiensi Penggunaan Air Irigasi Permukaan (Otomatisasi Irigasi). Penjelasan

dalam buku ini membahas mengenai model sistem yang disusun dalam

penelitian mulai dari konsep otomatisasi, algoritma sistm kendali dan contoh

penerapan di lapangan. Kami harap buku ini dapat bermanfaat bagi para

pengguna.

Bekasi, November 2011

Kepala Balai Irigasi

Ir. Dwi Kristianto, M.Eng

NIP: 19651016 199303 1 002

Sistem Pengelolaan Irigasi Terputus dengan Otomatisasi

Balai Irigasi, Puslitbang SDA, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i

DAFTAR ISI ..............................................................................................................ii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. iii

DAFTAR TABEL ...................................................................................................... iii

I. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang.............................................................................................. 1

1.2. Pemberian Air Irigasi Terputus ..................................................................... 2

II. SISTEM OTOMATIS UNTUK PEMBERIAN AIR IRIGASI TERPUTUS ............. 5

2.1. Skematisasi Sistem Otomatis ....................................................................... 5

2.2. Pola Pengendalian........................................................................................ 7

2.3. Pola Pendistribusian Air Irigasi ................................................................... 11

III. CONTOH PENERAPAN SISTEM OTOMATIS ................................................ 14

3.1. Lokasi Penerapan ....................................................................................... 14

3.2. Peralatan yang Digunakan ......................................................................... 14

3.2.1. Sensor Tinggi Muka Air ...................................................................... 15

3.2.2. Sensor Debit Aliran ............................................................................. 16

3.2.3. Valve Otomatis ................................................................................... 16

3.2.4. Wireless Transceiver .......................................................................... 17

3.3. Software Pengendali ................................................................................... 18

3.4. Pemasangan Peralatan di Lahan................................................................ 20

Sistem Pengelolaan Irigasi Terputus dengan Otomatisasi

Balai Irigasi, Puslitbang SDA, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema pemberian air irigasi terputus pada budidaya padi SRI. .............3

Gambar 2. Skema sistem otomatis. ..............................................................................5

Gambar 3. Alur kerja sistem kendali. ............................................................................8

Gambar 4. Contoh hasil pengendalian fuzzy dan on-off. ...........................................9

Gambar 5. Skema sistem kendali fuzzy (Saptomo, 2000) ....................................... 10

Gambar 6. Bidang polar sistem kendali fuzzy sederhana ........................................ 10

Gambar 7. Fungsi Keanggotaan Sudut Fasa dan Magnitudo .................................. 11

Gambar 8. Denah lahan ujicoba di demplot PT. Sang Hyang Seri .......................... 14

Gambar 9. Sensor tinggi muka air ............................................................................... 15

Gambar 10. Sensor kecepatan aliran ......................................................................... 16

Gambar 11. Valve otomatis .......................................................................................... 17

Gambar 12. Sistem transmisi wireless ........................................................................ 17

Gambar 13. Node wireless ........................................................................................... 18

Gambar 14. Tampilan perangkat lunak pengendali (tab status) .............................. 19

Gambar 15. Tampilan perangkat lunak pengendali (tab sinyal & baterai) .............. 19

Gambar 16. Tampilan perangkat lunak pengendali (tab setting) ............................. 20

Gambar 17. Pemasangan sensor tinggi air di lahan.................................................. 20

Gambar 18. Lahan ujicoba di demplot PT. Sang Hyang Seri ................................... 21

DAFTAR TABEL Tabel 1. Daftar peralatan sistem otomatis ....................................................................6

Tabel 2. Daftar peralatan pada prototipe .................................................................... 15

Sistem Pengelolaan Irigasi Terputus dengan Otomatisasi

Balai Irigasi, Puslitbang SDA, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Saat ini, kondisi jaringan irigasi di lapangan sudah banyak yang mengalami

kerusakan, baik akibat umur jaringan, kesesuaian lahan yang kurang tepat, kurang

optimalnya operasi dan pemeliharaan maupun karena masih kurangnya peran

serta petani dan stakeholder lainnya dalam pengelolaan irigasi. Hal tersebut

menyebabkan perlunya revitalisasi dan optimasi jaringan irigasi. Selain itu,

ketersediaan air baik secara kualitas maupun kuantitas semakin menurun,

sementara kebutuhan semakin meningkat, akibatnya penggunaan air diberbagai

aspek kehidupan harus seefisien mungkin.

Tantangan tersebut direspon oleh Balai Irigasi Pusat Litbang SDA dengan

menyiapkan kegiatan litbang Pengkajian Efisiensi Penggunaan Air Irigasi

Permukaan dan Air Tanah yang terkait dengan pengembangan teknologi

otomatisasi irigasi pada metode irigasi hemat air.

Terkait dengan pelaksanaan operasi pemberian irigasi hemat air, diperlukan

suatu sistem pemberian air irigasi yang benar-benar berdasarkan gerak

permintaan (demand driven) melalui metode irigasi terputus. Berdasarkan hasil

penelitian Balai Irigasi (2008), irigasi terputus yang dipadukan dengan metode SRI

berpotensi menghemat air hingga 45% di tingkat lahan sampai 33% di tingkat

tersier tanpa menurunkan produksi, bahkan di beberapa lokasi dilaporkan

peningkatan produktivitas dan keuntungan usaha tani yang yang signifikan. Selain

itu, penerapan irigasi terputus juga berpotensi menjadi tindakan mitigasi

perubahan iklim global karena mengemisikan gas rumah kaca lebih rendah

dibandingkan irigasi menerus (penggenangan).

Pelaksanaan irigasi terputus sering terkendala karena lebih rumit dibandingkan

irigasi menerus. Petani perlu sering ke lahan untuk mengontrol dan memberikan

air ke lahan bila diperlukan. Sistem otomatis irigasi terputus dapat membantu

mempermudah pengaplikasian irigasi terputus agar sesuai dengan kebutuhan

tanaman (kelembaban tanah telah berada pada kondisi tertentu).

Sistem Pengelolaan Irigasi Terputus dengan Otomatisasi

Balai Irigasi, Puslitbang SDA, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum

2

Penelitian Otomatisasi Penerapan Irigasi Terputus (Intermittent) ini

direncanakan akan dilakukan selama 4 tahun (2010-2013). Pada tahun 2010

penelitian telah dimulai untuk menghasilkan model fisik (prototip) sistem otomatis.

Berdasarkan hasil pengujian, model fisik sistem otomatis telah berfungsi dengan

baik. Monitoring kondisi lahan dapat dilakukan secara realtime dan irigasi

diberikan atau dihentikan sesuai batasan yang direncanakan. Namun demikian,

pengujian lanjutan dalam waktu yang lebih lama (hingga satu musim tanam) perlu

dilakukan untuk menguji durabilitas sistem, konsumsi daya dan pola pemeliharaan

yang perlu dilakukan serta untuk mengetahui nilai tambah dari pengaplikasian

sistem ini terhadap efisiensi penggunaan air, pengurangan tenaga kerja untuk

pengaturan air, dsb. Selain itu, biaya investasi untuk otomatisasi irigasi cukup

tinggi sehingga perlu dilakukan kajian untuk mencari alternatif alat yang lebih

ekonomis. Penelitian pada tahun 2011 ini menghasilkan model sistem

pengelolaan irigasi terputus dengan otomatisasi.

Pembahasan dalam buku ini mencakup hasil penelitian berupa model sistem

yang telah dihasilkan. Pembahasan akan ditekankan pada konsep model sistem,

pola kendali dan contoh penerapan sistem otomatis di lapangan (demplot pada

lahan milik PT. Sang Hyang Seri, Sukamandi).

1.2. Pemberian Air Irigasi Terputus

Irigasi perlu diberikan dalam jumlah yang tepat sehingga memenuhi kebutuhan

air tanaman dan memungkinkan daerah perakaran teraerasi. Aerasi daerah

perakaran dapat meningkatkan jumlah anakan dan mendukung aktivitas

mikroorganisme di daerah perakaran yang dampak akhirnya dapat meningkatkan

produksi. Pemberian air irigasi terputus umumnya diterapkan untuk budidaya SRI.

Pola pemberian air SRI di Jawa Barat dan Wilayah Indonesia Timur (DSIMP)

secara skematis tergambar dalam Gambar 1.

Sistem Pengelolaan Irigasi Terputus dengan Otomatisasi

Balai Irigasi, Puslitbang SDA, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum

3

Pemberian Air SRI Jawa Barat

0,0

1,0

Awal Vegetatif-Anakan Pembungaan Pengisian Bulir -Masak Susu

Pema-

tangan

Genangan

(mm

)

Fase Pertumbuhan

3,0

5,0

4,0

2,0

Genangan ditinggikan untuk penyiangan

Retak

rambut

0,0

1,0

Awal Vegetatif-Anakan Pembungaan Pengisian Bulir -Masak Susu

Pema-

tangan

Genangan

(mm

)

Fase Pertumbuhan

3,0

5,0

4,0

2,0

Pemberian Air SRI DISIMP

Retak

rambut

Gambar 1. Skema pemberian air irigasi terputus pada budidaya padi SRI.

Kedua metode pemberian air tersebut mengatur kondisi air di lahan agar diatas

batas bawah. Batas atas disesuaikan berdasarkan interval yang diinginkan.

Karena tanah lebih poros dan agar interval irigasi lebih panjang, pemberian air

irigasi di Wilayah Indonesia Timur diberikan sampai genangan 2 hingga 5 cm lebih

tinggi dari pemberian air di Jawa Barat.

Prinsip yang digunakan dalam penerapan irigasi terputus ini yaitu memberikan

air irigasi pada saat batas bawah tercapai hingga tinggi genangan tertentu dicapai.

Setelah itu lahan kembali didiamkan hingga tercapai kondisi batas bawah. Kondisi

batas bawah secara manual dapat diidentifikasi secara visual yaitu pada saat

terjadi retak rambut1. Apabila pengukuran dilakukan dengan menggunakan

piezometer, kondisi ini identik dengan bila tinggi muka air tanah mencapai 10 cm

di bawah permukaan tanah. Pada jenis tanah yang berbeda, kondisi batas bawah

yang optimal dapat berbeda pula. Pengamatan lebih detail menggunakan data

1 Berdasarkan hasil wawancara dengan petani SRI di Tasikmalaya.pada lahan bertekstur tanah liat

berpasir

Sistem Pengelolaan Irigasi Terputus dengan Otomatisasi

Balai Irigasi, Puslitbang SDA, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum

4

sifat fisik tanah (kurva pF, tekstur dan bulk density) diperlukan untuk

mengidentifikasi batas bawah yang optimal pada jenis tanah lainnya.

Pola pemberian air untuk irigasi terputus bervariasi tergantung varietas yang

ditanam, kondisi agroklimatologi, jenis tanah dan kebiasaan yang dianut petani. Di

PT. Sang Hyang Seri, pemberian air irigasi dibagi menjadi dua jenis sesuai

dengan varietas yang ditanam.

Pemberian air untuk varietas padi lokal dilakukan dengan penggenangan

dangkal (sekitar 3 cm) dan pola irigasi terputus dengan interval bervariasi mulai

dari setengah harian hingga 5 harian (3 hari diairi, 2 hari tidak diairi) tergantung

letak lahan dan ketersediaan air.

Berbeda dengan pengaturan pemberian air varietas lokal, varietas padi hibrida

memerlukan pengaturan pemberian air yang lebih rumit. Pola pemberian air untuk

padi hibrida dilakukan berdasarkan fase pertumbuhan sebagai berikut:

a. Selesai tanam lahan digenang setinggi 3 cm selama 3 hari

b. Lahan lalu dikeringkan dan dibiarkan macak-macak selama kurang lebih 10

hari.

c. Lahan kemudian digenangi setinggi 3 cm selama masa pembentukan

anakan hingga menjelang masa primordia.

d. Pada masa primordia hingga bunting, lahan digenangi lebih dari 5 cm.

e. Pada masa bunting hingga berbunga, lahan diirigasi secara terputus.

f. Pada masa pembungaan hingga pengisian bulir, lahan digenangi sekitar 3

cm.

g. Pada masa pengisian bulir hingga 7 hari sebelum panen, lahan diirigasi

secara terputus.

h. Pada 7 hari sebelum panen, lahan dikeringkan.

Sistem Pengelolaan Irigasi Terputus dengan Otomatisasi

Balai Irigasi, Puslitbang SDA, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum

5

II. SISTEM OTOMATIS UNTUK PEMBERIAN AIR IRIGASI

TERPUTUS

2.1. Skematisasi Sistem Otomatis

Agar dapat mengatur air secara tepat sistem otomatis disusun dari 3 sub-

sistem, yaitu sub-sistem pengukuran, pengontrolan dan pengaturan (Gambar 2).

Dalam sub-sistem pengukuran, data-data kondisi kadar air, tinggi muka air dan

cuaca diukur. Data yang didapatkan kemudian dikirimkan ke sub-sistem

pengontrolan. Dalam sub-sistem ini, data diolah untuk kemudian diinterpretasi

untuk menentukan jumlah dan waktu pemberian air irigasi. Sub-sistem pengaturan

mengalirkan air irigasi saat hasil analisa dalam sub-sistem pengontrolan

menunjukkan air irigasi perlu diberikan. Debit air irigasi diukur sehingga air

diberikan dalam jumlah yang tepat.

Sub sistem

pengaturan

Sub sistem

pengukuran

Sub sistem

pengontrollan

Gambar 2. Skema sistem otomatis.

Sub-sistem pengukuran terdiri dari stasiun sensor dan stasiun cuaca. Stasiun

sensor ditempatkan di lahan untuk mengambil data tinggi muka air. Untuk

memudahkan instalasi dan pemeliharaan, transmisi data dari sub-sistem

pengukuran ke sub-sistem pengontrolan dilakukan dengan menggunakan

telemetri.

Sistem Pengelolaan Irigasi Terputus dengan Otomatisasi

Balai Irigasi, Puslitbang SDA, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum

6

Sub-sistem pengontrolan terdiri dari perangkat keras dan perangkat lunak.

Perangkat keras yang diperlukan meliputi receiver, komputer dan peralatan

interfacing. Perangkat lunak disusun untuk mengolah dan menginterpretasi data

sehingga pengaturan pemberian air irigasi dapat dilakukan secara real time.

Pengontrollan dirancang agar dapat mengkomodir pola pemberian air yang

dilakukan di lahan.

Sub-sistem pengaturan terdiri dari actuator dan pengukur debit irigasi. Actuator

membuka pintu air saat irigasi diperlukan. Debit air irigasi kemudian diukur

menggunakan alat ukur yang dilengkapi dengan sensor debit.

Peralatan yang dibutuhkan dalam sistem ini yaitu sensor, unit transmisi data,

unit kontrol dan pengatur debit Daftar peralatan yang dibutuhkan terdapat pada

Tabel 1. Jenis peralatan yang dipakai sebaiknya menyesuaikan dengan sistem

penyaluran air irigasi yang akan digunakan. Apabila digunakan sistem irigasi

permukaan menggunakan saluran terbuka, pengatur aliran dapat berupa pintu

sorong yang dilengkapi sistem mekanis. Apabila pengukuran debit menggunakan

ambang, maka sensor debit yang digunakan dapat berupa sensor tinggi air yang

mengukur elevasi air. Debit aliran kemudian dapat diketahui menggunakan rumus

debit sesuai dengan ambang yang digunakan. Apabila digunakan sistem irigasi

perpipaan atau inlet lahan berupa pipa sadap, pengatur aliran dapat berupa valve

otomatis dan pengukur debit tipe propeller.

Tabel 1. Daftar peralatan sistem otomatis

No Subsistem Peralatan

1 Pengukuran - Sensor tinggi muka air - Unit transmisi data (wireless

transceiver)

2 Pengontrolan - Komputer dan software - Unit transmisi data (wireless

transceiver)

3 Pengaturan - Sensor debit - Pengatur aliran - Unit transmisi data (wireless

transceiver)

Sistem Pengelolaan Irigasi Terputus dengan Otomatisasi

Balai Irigasi, Puslitbang SDA, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum

7

2.2. Pola Pengendalian

Sistem kendali dirancang untuk mengakomodir pengaturan air berdasarkan

pola pemberian air yang dikehendaki. Secara umum, pengelolaan air di lahan

dapat dikelompokkan menjadi dua pola yaitu:

(i) Tinggi genangan tetap

Pada beberapa fase pertumbuhan tanaman, genangan air diupayakan agar

berada pada ketinggian tertentu. Umumnya pengaturan ini dilakukan pada

awal musim tanam agar tanaman dapat teraklimatisasi dengan baik di lahan.

Pada budidaya padi SRI, setelah tanam hingga sekitar 7-10 HST. Pada

budidaya padi hibrida di PT. Sang Hyang Seri, ketinggian air diatur tetap pada

awal musim tanam, fase pembentukan anakan, fase primordia dan fase

pembungaan. Untuk menjaga tinggi muka air tetap bila irigasi dilakukan

secara manual, tinggi outlet drainase diatur pada ketinggian tertentu lalu irigasi

diberikan secara kontinu. Kelebihan air irigasi dibiarkan melimpas dari outlet

drainase. Dengan menerapkan pengendalian otomatis, jumlah air irigasi

terbuang dapat diminimalkan. Tinggi genangan dikendalikan agar berada pada

nilai tertentu dengan mengatur debit masuk.

(ii) Tinggi genangan berfluktuasi pada batas tertentu (irigasi terputus)

Kondisi tinggi genangan yang berfluktuasi memungkin tanah berada pada

kondisi kering pada beberapa saat. Kondisi ini umumnya diperlukan terutama

pada fase vegetatif untuk menghasilkan jumlah anakan yang lebih banyak

seperti yang dilakukan pada budidaya padi SRI. Pada budidaya padi hibrida di

PT. Sang Hyang Seri, pola ini diterapkan pada 4-13 HST, fase bunting dan

fase pengisian bulir. Untuk menghasilkan pola yang diharapkan, pengendalian

dilakukan secara on-off pada batas atas dan batas bawah tertentu. Irigasi

mulai diberikan saat batas bawah tercapai.

Dengan demikian, alur kerja sistem kendali dirancang seperti pada Gambar 3.

Alur kerja tersebut diulangi pada setiap interval waktu tertentu.

Sistem Pengelolaan Irigasi Terputus dengan Otomatisasi

Balai Irigasi, Puslitbang SDA, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum

8

Jadwal Irigasi

Irigasi

Intermittent?

H < batas bawah

Tinggi genangan (H)

H >= batas atas

Tinggi

genangan

tetap?

Alirkan debit

Tinggi genangan (H)

Alirkan irigasi

Atur debit

Ya

Tidak

Tidak

Irigasi dihentikan

Ya

Ya

Ya

Simpan data H

Tidak

Gambar 3. Alur kerja sistem kendali.

Pengendalian debit pada saat irigasi dapat dilakukan dengan menggunakan

pengendalian on-off atau metode pengendalian lainnya. Pengendali yang baik

dapat menggerakkan sistem secara efektif untuk mencapai output yang

diharapkan. Saat ini telah banyak berkembang model pengendalian yang

digunakan seperti model pengendalian on-off, PID (Proportional Integral

Differential), fuzzy , algoritma genetik dan lain sebagainya. Pada bidang irigasi,

aplikasi teknik pengendalian fuzzy pada bidang irigasi telah dikembangkan oleh

Iskandar et.al. (1999), Setiawan et.al. (2001a), Setiawan et.al. (2001b), Setiawan

et.al (2002) dan Saptomo et.al. (2004) untuk mengatur muka air di lahan basah.

Teknik pengendalian fuzzy dapat mengurangi overshot dan fluktuasi pada set

point yang telah ditetapkan. Contoh perbandingan hasil pengendalian fuzzy dan

on-off adalah seperti pada Gambar 4. Pengendalian fuzzy menghasilkan output

yang lebih stabil walaupun sedikit lebih lambat mencapai set point dibandingkan

sistem pengendalian on-off. Bila debit relatif kecil dibandingkan luas lahan,

Sistem Pengelolaan Irigasi Terputus dengan Otomatisasi

Balai Irigasi, Puslitbang SDA, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum

9

pengendalian dapat menggunakan metode on-off sedangkan bila debit relatif

besar pengendalian perlu menggunakan metode fuzzy.

0

2

4

6

8

10

12

1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49

t (detik)

H (

cm

)

Set point Polar fuzzy On-off

Gambar 4. Contoh hasil pengendalian fuzzy dan on-off.

Konsep inferensi fuzzy (fuzzy inference) pada dasarnya adalah teori

himpunan, yang mewadahi kriteria penilaian pada suatu obyek yang dilakukan

secara kualitatif. Himpunan fuzzy adalah himpunan yang memetakan

keanggotaan suatu item kedalam sebuah fungsi keanggotan (membership

function). Menurut Dewi (2003), himpunan fuzzy memiliki 2 atribut, yaitu:

1. Linguistik, yaitu pemetaan suatu grup yang mewakili suatu keadaan atau

kondisi tertentu dengan bahasa alami, misalnya: panas, dingin, tinggi,

sedang, rendah, dan lain-lain.

2. Numeris, yaitu suatu nilai (angka) yang menunjukkan ukuran dari suatu

variable yang akan dipetakan, seperti: 10, 20, 30 dan seterusnya.

Dalam aplikasi kontrol otomatis, besaran yang dipetakan menjadi suatu

kriteria linguistik adalah nilai selisih antara variabel terukur aktual dan variabel set

point. Nilai ini lebih dikenal dengan istilah error, karena menunjukkan berapa jauh

simpangan yang terjadi dibandingkan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam

pengendalian.

Sistem Pengelolaan Irigasi Terputus dengan Otomatisasi

Balai Irigasi, Puslitbang SDA, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum

10

Gambar 5. Skema sistem kendali fuzzy (Saptomo, 2000)

Pengendalian fuzzy yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada

bidang polar sistem kendali fuzzy sederhana untuk keperluan irigasi dan drainase

(Gambar 6) yang dikembangkan oleh Iskandar et al. (1999). Besaran yang

berpengaruh pada sistem kontrol fuzzy adalah error (Er) yang merupakan selisih

antara set point dengan kondisi aktual, dan beda error (dEr) yang merupakan

selisih antara error dengan error sebelumnya. Pada sistem kontrol logika fuzzy

diharapkan bahwa keluaran tidak memiliki lewatan (overshot) dan waktu yang

seminimal mungkin untuk mencapai set point.

Irigasi

III

IV

Drainase

I

II

f1EK

θK

ΔEK

f2E

ΔE

Gambar 6. Bidang polar sistem kendali fuzzy sederhana

2

1

2

KKK EfED ................................................................................. (1)

K

KK

D

E1cos ............................................................................................ (2)

Dk adalah magnitudo dan θk adalah sudut fasa yang membentuk suatu koordinat

polar, f1 adalah parameter yang dapat diatur untuk meningkatkan performansi

sistem. Penentuan irigasi atau drainase akan dilakukan secara otomatis dengan

inferensi fuzzy . Dari bidang polar aturan kendali fuzzy di atas dapat diturunkan

sebuah fungsi keanggotaan untuk θk dan untuk Dk seperti pada gambar berikut :

Error

Point

-

Fuzzifikasi Inferensi Defuzzifikasi Proses

+ Set

Sistem Pengelolaan Irigasi Terputus dengan Otomatisasi

Balai Irigasi, Puslitbang SDA, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum

11

(a) (b)

Gambar 7. Fungsi Keanggotaan Sudut Fasa dan Magnitudo

Berdasarkan kedua fungsi keanggotaan diatas dapat diturunkan sinyal

kendali Uk sebagai berikut.

mD

PN

PNK UU

.................................................................................. (3)

dengan Um adalah nilai maksimum sinyal kendali, yang besarnya dioptimalkan dari

hasil penyetelan dan kelayakan teknis. Dari hubungan μP = 1 –μN diperoleh:

mDNK UU )21( ................................................................................. (4)

Um dan Uk setara dengan irigasi atau drainase yang diberikan, dimana output

pengontrolan dapat dilakukan menggunakan solenoid valve, pompa, dan pintu air.

2.3. Pola Pendistribusian Air Irigasi

Sistem otomatis memerlukan algoritma tertentu untuk mendistribusikan irigasi

bila akan diaplikasikan dalam suatu jaringan yang terdiri dari beberapa blok lahan.

Dengan diaplikasikannya sistem otomatis, jaringan irigasi dapat dikategorikan

sebagai tipe jaringan gerak permintaan (demand driven). Dengan demikian,

fluktuasi debit di saluran akan sangat mungkin terjadi. Tanpa algoritma tersebut,

pendistribusian irigasi sangat mungkin terkendala ketersediaan debit dan

kapasitas saluran yang tidak memadai.

Algoritma yang dapat digunakan adalah dengan metode analisis multi kriteria.

Santhi dan Pundarikanthan (2000) menyusun model matematis multikriteria untuk

penjadwalan irigasi pada jaringan irigasi dengan irigasi rotasi. Kriteria yang

dipertimbangkan yaitu kriteria lokasi (untuk kemudahan operasional), pemerataan

(equity), pemenuhan kebutuhan (adequacy) dan ketepatan waktu pemberian

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

0 90 180 270 360

Sudut Fasa ( )

μPositif (I)

Negatif (D)

μP

μN

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

0 0.5 1 1.5 2

Magnitudo (Dk)

μD

G

μD

f 2

Sistem Pengelolaan Irigasi Terputus dengan Otomatisasi

Balai Irigasi, Puslitbang SDA, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum

12

(timeliness). Keempat kriteria tersebut direpresentasikan dalam model sebagai

faktor pemberat yang berubah atau tetap selama waktu pengoperasian. Faktor

pembobot total yang digunakan dalam penentuan urutan irigasi didapatkan

dengan mengalikan keempat faktor pembobot setiap kriteria tersebut. Urutan

pemberian irigasi ditentukan berdasarkan urutan faktor pembobot total seperti

persamaan berikut:

Wkti=W1ktW2kW3kW4kri ............................................................................ (5)

dimana Wkri adalah faktor pembobot total untuk saluran „k’ pada hari ke-‘i' dan

urutan rotasi ke-„r‟. Perumusan kriteria lainnya adalah sebagai berikut.

Tabel 2. Kriteria pembobot dalam pendistribusian air irigasi Santhi dan

Pundarikanthan (2000

No Kriteria Persamaan

1 Lokasi (W1kt)

W1kt = 0,9 untuk k termasuk kelompok saluran yang

sedang mendapatkan giliran irigasi pada giliran ke-t

W1kt = 0,1 untuk k termasuk saluran yang tidak sedang

mendapatkan giliran irigasi pada giliran ke-t

2 Pemerataan /equity (W2k) D

dW k

k 2

W2k pembobot untuk saluran k, dk waktu pemberian air

yang diperlukan (hari) untuk memenuhi kebutuhan air pada

jaringan k pada debit rencana dan D total waktu tanam

(hari)

3 Pemenuhan kebutuhan/ adequacy (W3k)

n

k

k

k

k

A

AW

1

*

*

3

kk

k

kle

AA

)1(

*

W3k pembobot untuk saluran k, Ak* luas layanan virtual

dari saluran k, Ak luas layanan dari saluran k, ek

persentase kehilangan air perkilometer panjang dari

saluran k dan lk panjang saluran k

Sistem Pengelolaan Irigasi Terputus dengan Otomatisasi

Balai Irigasi, Puslitbang SDA, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum

13

No Kriteria Persamaan

4 Ketepatan waktu pemberian/ timeliness (W4k)

kr

i

j

krjkr

kriR

XR

W

1

14

W4kri adalah pembobot untuk saluran „k‟ for hari ke-„i‟ pada

pergiliran ke-„r‟, Rkr kebutuhan air dari saluran „k‟ pada

pergiliran ke-„r‟

adalah jumlah air yang telah diberikan pada

saluran „k‟ sampai hari sebelumnya (i−1) pada pergiliran

ke-„r‟.

Sistem Pengelolaan Irigasi Terputus dengan Otomatisasi

Balai Irigasi, Puslitbang SDA, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum

14

III. CONTOH PENERAPAN SISTEM OTOMATIS

3.1. Lokasi Penerapan

Persiapan uji coba lanjutan di Demplot PT. Sang Hyang Seri telah

dilakukan mulai tahun 2010. Sesuai dengan naskah kerjasama yang telah

disepakati, PT. Sang Hyang Seri menyediakan fasilitas penelitian. Perbaikan

fasilitas telah dilakukan mulai bulan Oktober 2010. Hingga bulan Juli 2011,

fasilitas utama untuk penelitian (bangunan ruang kontrol dan instalasi listrik) telah

siap dan ujicoba dapat dilakukan. Denah lahan dan lokasi penempatan alat

terdapat pada Gambar 8. Untuk uji coba yang akan dilakukan nantinya, pengelola

irigasi di PT. Sang Hyang Seri telah diberikan pelatihan singkat sehingga dapat

mengoperasikan sistem.

Jalan akses

• Pengukuran dan pengaturan debit irigasi. Automatic valve

Flow meter

• Pengukuran kondisi cuacaWeather station

• Pengendalian sistem Komputer, software

• Pengukuran kondisi air dilahanWater level sensor

Gambar 8. Denah lahan ujicoba di demplot PT. Sang Hyang Seri

3.2. Peralatan yang Digunakan

Peralatan yang digunakan dalam prototipe ini adalah seperti pada Tabel 3

meliputi sensor-sensor, valve otomatis, komputer dan sistem wireless.

Sistem Pengelolaan Irigasi Terputus dengan Otomatisasi

Balai Irigasi, Puslitbang SDA, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum

15

Tabel 3. Daftar peralatan pada prototipe

No Subsistem Peralatan

1 Pengukuran Sensor tinggi muka air (WL 400, Global Water)

2 Pengontrolan Komputer dan software (pemrograman menggunakan software Lab View)

3 Pengaturan - Sensor debit (TX80 dari Global Water)

- Automatic Valve (Valworx)

4 Transmisi data Wireless Sensor Network (WSN) dari National Instruments

3.2.1. Sensor Tinggi Muka Air

Sensor tinggi muka air yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis

pressure tranducer WL 400 dari Global Water (Gambar 13). Spesifikasi dari

sensor ini adalah sebagai berikut:

- Range pengukuran 0-3‟ (0-0,9 m)

- Akurasi ± 0,1 % dari range maksimum pengukuran pada suhu konstan

- Output arus 4 – 20 mA

- Catu daya 8 sampai 36 VDC

Gambar 9. Sensor tinggi muka air

Sistem Pengelolaan Irigasi Terputus dengan Otomatisasi

Balai Irigasi, Puslitbang SDA, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum

16

3.2.2. Sensor Debit Aliran

Sensor debit aliran dipasang di pipa inlet irigasi untuk mengetahui konsumsi air

irigasi yang digunakan. Sensor yang digunakan adalah TX80 dari Global Water.

Spesifikasi sensor tersebut adalah:

- Range 0.2 - 30 ft/sec (.06 - 9.14 m/sec)

- Akurasi ±1% of full scale

- Catudaya 6 - 24 Vdc, 8 mA (minimum)

Gambar 10. Sensor kecepatan aliran

Sensor bertipe Hall Effect Sensor dengan keluaran berupa output digital

(pulse) yang menunjukkan putaran.

3.2.3. Valve Otomatis

Aktuator yang digunakan dalam penelitian berupa valve otomatis dari Valworx

(Gambar 11). Ukuran valve yang akan digunakan di Laboratorium Outdoor

sebesar 2” dan untuk di demplot PT. Sang Hyang Seri Sebesar 4”. Mekanisme

kerja valve otomatis tersebut menggunakan motor DC dengan kebutuhan

catudaya DC 12 volt (2 A) atau 24 volt (1 A).

Gerakan membuka dan menutup dikendalikan pada power connector yang

tersiri dari 4 pin. Warna kabel yang telah dirangkai pada masing-masing pin

adalah: pin 1 biru, pin 2 kuning, pin 3 merah dan pin E (ground) hitam. Apabila pin

2 dan pin 3 dihubingkan maka valve bergerak membuka dan apabila pin 2 dan pin

4 dihubungkan maka valve bergerak menutup.

Sistem Pengelolaan Irigasi Terputus dengan Otomatisasi

Balai Irigasi, Puslitbang SDA, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum

17

Keterangan:

1. Power connector

2. Konektor indikator kondisi

buka/tutup

3. Tuas mode pengaturan

manual/otomatis

4. Motor penggerak

5. LED (tanda valve

beroperasi)

6. Tuas buka/tutup valve

manual

7. Valve (ball valve)

1

5

6

3

2

42

Gambar 11. Valve otomatis

3.2.4. Wireless Transceiver

Wireless transceiver digunakan sebagai sistem transmisi data antar sub

sistem. Dalam penelitian ini, wireless transceiver yang digunakan adalah Wireless

System Network (WSN) dari National Instruments. WSN terdiri dari node wireless

yang terhubung dengan sensor atau aktuator dan gateway yang terhubung

dengan komputer sebagai pengendali (Gambar 12).

Keterangan:

1. Komputer (sebagai

pengendali)

2. Gateway

3. Node wireless

4. Port kabel ethernet

5. Kabel ethernet untuk

koneksi ke komputer

Gambar 12. Sistem transmisi wireless

Sistem Pengelolaan Irigasi Terputus dengan Otomatisasi

Balai Irigasi, Puslitbang SDA, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum

18

Jangkauan dari sistem wireless ini adalah 90 m (indoor) atau 300 m (outdoor).

Node wireless memiliki 4 input analog (voltase -10 ~ 10 V) dan 4 input/atau output

digital (Gambar 13).

Keterangan:

1. Tombol koneksi

2. Indikator sinyal

3. LED

4. Input power eksternal

(9-30 Volt)

5. Tombol reset

6. Slot baterai

7. Konektor input/output

8. AntenaPort input

analog

Port input/

output digital

Gambar 13. Node wireless

3.3. Software Pengendali

Software pengendali disusun menggunakan perangkat pemrograman Lab

View. Software mengambil data dari node wireless pada interval tertentu lalu

menginterpretasikan apakah irigasi perlu diberikan atau tidak. Irigasi diberikan

saat tinggi air terbaca kurang dari batas bawah dan irigasi dihentikan saat batas

atas tercapai. Tampilan software pengendali terdiri dari 3 bagian yaitu status

sistem, status baterai & sinyal dan pengesetan (setting). Penjelasan setiap bagian

tampilan aplikasi adalah sebagai berikut:

a. Status sistem

Status sistem ditampilkan dalam tab “Status”. Dalam tampilan ini disajikan bacaan

sensor tinggi air (dalam bentuk grafik dan nilai bacaan), debit irigasi rata-rata

dalam satu iterasi dan kondisi bukaan valve. Tampilan dari tab “Status” adalah

seperti pada Gambar 14,

Sistem Pengelolaan Irigasi Terputus dengan Otomatisasi

Balai Irigasi, Puslitbang SDA, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum

19

Gambar 14. Tampilan perangkat lunak pengendali (tab status)

b. Status baterai dan sinyal

Status sinyal dan baterai ditampilkan dalam tab “Sinyal & Baterai”. Dalam tab ini,

kondisi sinyal dan baterai dari setiap node wireless disajikan (Gambar 15).

Gambar 15. Tampilan perangkat lunak pengendali (tab sinyal & baterai)

c. Pengesettan (setting)

Pengesettan parameter sistem dapat dilakukan di tab “Setting”. Dalam tab ini, nilai

parameter pegendalian dan parameter kalibrasi sensor dapat diset sesuai dengan

hasil kalibrasi di laboratorium. Tampilan tab ini adalah seperti pada Gambar 16.

Sistem Pengelolaan Irigasi Terputus dengan Otomatisasi

Balai Irigasi, Puslitbang SDA, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum

20

Gambar 16. Tampilan perangkat lunak pengendali (tab setting)

3.4. Pemasangan Peralatan di Lahan

Satu buah node digunakan untuk menerima data ketinggian air dan debit serta

menerima sinyal untuk mengendalikan valve. Komputer sebagai pengendali

dipasang di ruangan Laboratorium Hidrolika pada jarak sekitar 100 m dari lahan.

Sensor tinggi air diletakkan di lahan dengan menggunakan piezometer

(Gambar 17). Pipa piezometer berupa pipa berlubang yang diberi lapisan kain

agar butiran tanah kasar tidak masuk den mengendap di dalam piezometer.

Dengan demikian, tinggi genangan (pada saat lahan tergenang) atau tinggi muka

air tanah/perched water table (pada saat tidak terdapat genangan di lahan) dapat

terukur oleh sensor tinggi air.

Piezometer

(pipa berlubang)

KainPermukaan

lahan

Permukaan air di piezometer

menyesuaikan dengan tinggi

genangan atau muka air tanah

(perched water table)Koneksi ke

unit transmisi data

Sensor

tinggi air 20 c

m

Gambar 17. Pemasangan sensor tinggi air di lahan

Sistem Pengelolaan Irigasi Terputus dengan Otomatisasi

Balai Irigasi, Puslitbang SDA, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum

21

Ruang kontrol Komputer dan perangkat lunak

Node wireless valve Node wireless sensor

Gambar 18. Lahan ujicoba di demplot PT. Sang Hyang Seri