Sistem Pemilu di Indonesia - PUSKAPOL FISIP UI · untuk menentukan tata cara penyelenggaraan dan...

2
Pentingnya Pemilihan Umum Dalam negara demokrasi, pemilihan umum (pemilu) adalah syarat prosedural yang harus dipenuhi. Pemilu menjadi sarana yang penting bagi negara untuk melakukan proses pergantian pemimpin secara adil, dan bagi masyarakat untuk melakukan partisipasi politiknya secara bebas. Dalam pemilu, masyarakat dapat memilih pemimpin yang mereka anggap lebih baik. Dalam pemilu, partai politik dan para kandidat dapat memperebutkan jabatan politik secara adil dan terbuka. Semuanya dilakukan dalam batasan aturan yang jelas dan cara-cara yang sudah disepakati. Tiap warga negara berhak untuk secara bebas memilih calon pilihannya sendiri, dan tiap kandidat memiliki kesempatan yang sama untuk berjuang meyakinkan pemilih agar memilih dirinya di bilik suara. Dengan demikian melalui pemilu, tercipta perputaran kekuasaan yang memadai dengan kesempatan yang terbuka luas bagi siapa saja yang memiliki kemampuan dan keahlian. Pemilu memungkinkan munculnya pemimpin-pemimpin politik baru yang diharapkan memiliki kemampuan yang lebih baik. Apakah Sistem Pemilu? Sistem pemilu secara sederhana dapat diartikan sebagai sistem penyelenggaraan pemilu yang digunakan di sebuah negara untuk menentukan tata cara penyelenggaraan dan penentuan hasil pemenang pemilu. Mengutip Andrew Reynolds (2001:102- 103), sistem pemilu adalah sarana rakyat. Di seluruh dunia terdapat ratusan jenis sistem pemilihan umum. Sistem Pemilu di Indonesia Lembar Fakta Diterbitkan oleh: Didukung oleh: PUSKAPOL FISIP UI Gedung C Lantai 3 Kampus FISIP UI, Depok 16424 Phone : (021) 786-5879, Fax. (021) 7888-7063 E-mail: [email protected] Sistem pemilu merupakan alat untuk menyeleksi para pengambil keputusan melalui cara-cara yang disepakati secara sah. Ada dua jenis utama sistem pemilu – mayoritas dan proporsional -- keduanya memiliki keunggulan dan kelemahan. Keputusan memilih sistem pemilu berpulang pada hakekat kualitas perwakilan politik yang dituju agar proses politik dapat menghasilkan kebijakan publik yang lebih adil. Pengertian Sistem Pemilu Sistem pemilu adalah mekanisme untuk menyeleksi para pengambil keputusan ketika masyarakat telah menjadi terlalu besar bagi setiap warga negara untuk ikut terlibat dalam setiap pengambilan keputusan yang memengaruhi komunitas tersebut. Sistem pemilu adalah metode yang di dalamnya suara yang dihasilkan dalam pemilihan diterjemahkan menjadi kursi-kursi yang dimenangkan dalam parlemen oleh partai- partai dan para kandidat. sistem sebelumnya adalah pada aspek penghitungan suara. Cara penghitungan suara masih sama dengan penghitungan pemilu-pemilu sebelumnya, namun dengan tambahan metode stembus accord, yaitu penggabungan suara partai-partai kecil (yang suaranya tidak memadai untuk mendapatkan kursi) sehingga mereka secara bersama dapat mendapatkan 1 kursi. Pada Pemilu 2004, metode stembus accord ini dihilangkan. Sementara untuk Pemilu 2009, UU Pemilu No. 10/2008 menetapkan adanya pemberlakuan parliamentary threshold (PT) sebesar 2,5% untuk pemilihan tingkat DPR. Partai politik yang tidak berhasil memperoleh minimal 2,5% perolehan suara tidak berhak mengikuti proses penghitungan suara untuk menentukan perolehan kursi DPR. Penerapan aturan afirmatif mewajibkan partai politik mencalonkan perempuan sejumlah paling sedikit 30% dari seluruh calon dan menempatkan jenis kelamin yang berbeda dalam setiap 3 nama caleg (1:3). Referensi Andrew Reynolds, “Merancang Sistem Pemilihan Umum”, dalam Juan J. Linz, et.al., 2001, Menjauhi Demokrasi Kaum Penjahat, terj. Rahmani Astuti, Bandung: Mizan, LIPI, dan Ford Foundation. Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia, Panduan Calon Legislatif Perempuan Untuk Pemilu 2009, Jakarta: 2008.

Transcript of Sistem Pemilu di Indonesia - PUSKAPOL FISIP UI · untuk menentukan tata cara penyelenggaraan dan...

Pentingnya Pemilihan Umum

Dalam negara demokrasi, pemilihan umum (pemilu) adalah syarat prosedural yang harus dipenuhi. Pemilu menjadi sarana yang penting bagi negara untuk melakukan proses pergantian pemimpin secara adil, dan bagi masyarakat untuk melakukan partisipasi politiknya secara bebas. Dalam pemilu, masyarakat dapat memilih pemimpin yang mereka anggap lebih baik. Dalam pemilu, partai politik dan para kandidat dapat memperebutkan jabatan politik secara adil dan terbuka. Semuanya dilakukan dalam batasan aturan yang jelas dan cara-cara yang sudah disepakati.

Tiap warga negara berhak untuk secara bebas memilih calon pilihannya sendiri, dan tiap kandidat memiliki kesempatan yang sama untuk berjuang meyakinkan pemilih agar memilih dirinya di bilik suara. Dengan demikian melalui pemilu, tercipta perputaran kekuasaan yang memadai dengan kesempatan yang terbuka luas bagi siapa saja yang memiliki kemampuan dan keahlian. Pemilu memungkinkan munculnya pemimpin-pemimpin politik baru yang diharapkan memiliki kemampuan yang lebih baik.

Apakah Sistem Pemilu?

Sistem pemilu secara sederhana dapat diartikan sebagai sistem penyelenggaraan pemilu yang digunakan di sebuah negara untuk menentukan tata cara penyelenggaraan dan penentuan hasil pemenang pemilu. Mengutip Andrew Reynolds (2001:102-103), sistem pemilu adalah sarana rakyat.

Di seluruh dunia terdapat ratusan jenis sistem pemilihan umum.

Sistem Pemilu di Indonesia

Lembar Fakta

Diterbitkan oleh: Didukung oleh:PUSKAPOL FISIP UIGedung C Lantai 3Kampus FISIP UI, Depok 16424Phone : (021) 786-5879, Fax. (021) 7888-7063E-mail: [email protected]

Sistem pemilu merupakan

alat untuk menyeleksi para

pengambil keputusan

melalui cara-cara yang

disepakati secara sah. Ada

dua jenis utama sistem

pemilu – mayoritas dan

proporsional -- keduanya

memiliki keunggulan dan

kelemahan. Keputusan

memilih sistem pemilu

berpulang pada hakekat

kualitas perwakilan politik

yang dituju agar proses

politik dapat menghasilkan

kebijakan publik yang lebih

adil.

Pengertian Sistem Pemilu

Sistem pemilu adalah mekanisme untuk

menyeleksi para pengambil keputusan

ketika masyarakat telah menjadi terlalu besar

bagi setiap warga negara untuk ikut terlibat

dalam setiap pengambilan keputusan yang

memengaruhi komunitas tersebut. Sistem

pemilu adalah metode yang di dalamnya

suara yang dihasilkan dalam pemilihan

diterjemahkan menjadi kursi-kursi yang

dimenangkan dalam parlemen oleh partai-

partai dan para kandidat.

sistem sebelumnya adalah pada aspek penghitungan suara. Cara penghitungan suara masih sama dengan penghitungan pemilu-pemilu sebelumnya, namun dengan tambahan metode stembus accord, yaitu penggabungan suara partai-partai kecil (yang suaranya tidak memadai untuk mendapatkan kursi) sehingga mereka secara bersama dapat mendapatkan 1 kursi. Pada Pemilu 2004, metode stembus accord ini dihilangkan.

Sementara untuk Pemilu 2009, UU Pemilu No. 10/2008 menetapkan adanya pember lakuan parliamentary threshold (PT) sebesar 2,5% untuk pemilihan tingkat DPR. Partai politik yang tidak b e r h a s i l m e m p e ro l e h minimal 2,5% perolehan s u a r a t i d a k b e r h a k m e n g i k u t i p r o s e s penghitungan suara untuk menentukan perolehan kursi DPR. Penerapan aturan afirmatif mewajibkan partai politik mencalonkan perempuan sejumlah paling sedikit 30% dari seluruh calon dan menempatkan jenis kelamin yang berbeda dalam setiap 3 nama caleg (1:3).

Referensi

Andrew Reynolds, “Merancang Sistem Pemilihan Umum”, dalam Juan J. Linz, et.al., 2001, Menjauhi Demokrasi Kaum Penjahat, terj. Rahmani Astuti, Bandung: Mizan, LIPI, dan Ford Foundation.

Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia, Panduan Calon Legislatif Perempuan Untuk Pemilu 2009, Jakarta: 2008.

Sistem ProporsionalSistem proporsional menerjemahkan perolehan suara partai menjadi perolehan kursi di parlemen secara lebih proporsional. Beberapa ciri sistem proporsional adalah:

Wilayah negara dibagi menjadi banyak daerah pemilihan, baik menggunakan dasar wilayah administratif (misalnya wilayah provinsi atau kabupaten/kota yang langsung ditetapkan sebagai suatu daerah pemilihan) atau ditentukan tersendiri dalam aturan yang berbeda dari pembagian wilayah administratif. Di setiap daerah pemilihan, terdapat beberapa kursi yang d i p e r e b u t k a n . Rakyat/pemilih menentukan pil ihannya dengan cara m e n c o b l o s u n t u k n a m a / l a m b a n g p a r t a i . Dengan demikian, partai dituntut bekerja lebih keras untuk dapat memperoleh popularitas yang dibutuhkan untuk dapat memenangkan suara pemilih.

sistem proporsional t e r b u k a , r a k y a t memiliki kesempatan untuk memilih nama c a l o n y a n g dikehendakinya, selain memilih tanda gambar partai.

Hasil perolehan suara dihitung di tingkat nasional. Maka dalam tiap daerah p e m i l i h a n , p r o p o r s i perolehan kursi tiap partai disesuaikan dengan proporsi perolehan suara di tingkat nasional tersebut.

Sebagian besar dapat dikategorikan ke dalam dua jenis sistem pemilu, yaitu:

1. Sistem pluralitas/mayoritas2. Sistem proporsional

Sistem Pluralitas/MayoritasSistem ini di Indonesia biasa disebut Sistem Distrik. Beberapa ciri sistem distrik adalah:

Wilayah negara dibagi-bagi menjadi berbagai daerah pemilihan (dapil). Caranya bisa dengan menggunakan dasar wi layah admin is t rat i f (misa lnya wi layah prov ins i/ k a b u p a t e n / k o t a l a n g s u n g ditetapkan sebagai suatu dapil), atau ditentukan tersendiri dalam a t u r a n y a n g b e r b e d a d a r i pembagian wilayah administratif.Rakyat/pemi l ih menentukan pilihannya dengan cara memilih untuk nama calon. Dengan demikian tiap calon harus bekerja keras agar dapat memperoleh popularitas yang dibutuhkan untuk memenangkan suara pemilih. Syarat menjadi pemenang adalah memperoleh suara terbanyak (mayoritas) di daerah pemilihan yang bersangkutan.

Dalam varian-varian sistem distrik ini, dikenal penggunaan aturan Mayoritas Absolut dan aturan First Past the Post. Untuk bisa menang dalam Sistem Mayoritas Absolut, calon harus memenuhi syarat perolehan suara sebanyak 50%+1. Apabila syarat tersebut belum terpenuhi, perlu dilakukan kembali pemilihan demi tercapainya pemenang dengan p e ro l e h a n s u a r a 5 0 % l e b i h . Sementara dalam First Past the Post, syarat bagi pemenang hanyalah bahwa mereka harus memenuhi perolehan suara terbanyak dalam satu daerah pemilihan, tidak harus memenuhi ketentuan lebih dari 50%. Dengan demikian, sistem ini lebih menonjolkan kemampuan personal kandidat ket imbang kemampuan par ta i politiknya.

Agar dapat memenangkan lebih banyak suara, partai politik dituntut menarik simpati rakyat di seluruh bagian negara, supaya bas is dukungannya menyebar di banyak daerah. Hal in i agar par tai mendapatkan proporsi suara yang dibutuhkan untuk mendapatkan kursi di parlemen.

Terdapat dua varian utama dalam sistem ini: sistem proporsional daftar tertutup (closed list PR) dan sistem proporsional daftar terbuka (open list PR). Dalam sistem proporsional daftar tertutup, rakyat memilih cukup dengan menandai tanda gambar partai. Sementara dalam

Sistem Pemilu di IndonesiaSistem pemilu dalam hal ini mengacu kepada sistem pemilihan anggota DPR dan DPRD. Pemilu 1955, Pemilu-Pemilu Orde Baru dan Pemilu-Pemilu Reformasi dilaksanakan berdasarkan sistem proporsional. Sistem ini d ianggap cocok bagi kondis i Indonesia yang sangat majemuk k o m p o s i s i p e n d u d u k s e r t a kepentingannya. Dalam kondisi ini, sangat penting untuk menghasilkan suatu lembaga perwakilan yang dapat mewakili kepentingan pemilih secara lebih luas, yang merupakan keunggulan dari sistem pemilu proporsional.

Pemilu 1955 dikenal sebagai pemilu yang berhasil dan terselenggara secara lancar serta bebas dari kekerasan, walaupun saat itu I n d o n e s i a b e l u m m e m i l i k i pengalaman berpemilu dan diliputi kemelut politik, sosial dan ekonomi. Sementara itu pemilu-pemilu Orde Baru dikenal sebagai pemilu-pemilu hasil rekayasa Pemerintah untuk melestarikan kekuasaan, dengan a d a n y a l e m b a g a b e n t u k a n Pemerintah sebagai penyelenggara pemilu.

Pemilu 1999 merupakan pemilu pertama dalam Era Reformasi. Beberapa aspek hasil perubahan dari

Contoh di Distrik X, terdapat 6 calon yang memperebutkan kursi di distrik tersebut, dengan perolehan suara sebagai berikut:

Maka pemenang di distrik tersebut adalah kandidat D karena memperoleh suara terbanyak. Perhatikan bahwa proporsi suara Kandidat D sebenarnya hanya sekitar 27% dari total perolehan suara sah di distrik tersebut.

Beberapa keunggulan dan kelemahansistem Mayoritas/Pluralitas adalah:

Kecenderungan hubungan lebih erat antara wakil terpil ih dengan pemilihnyaMendorong penyederhanaan jumlah partai politik. Partai dengan suara t i d a k m e m a d a i c e n d e r u n g menggabungkan diri dengan partai lain atau tidak bertahan lama. Mendorong kerja sama antar partai politik.Sederhana dan mudah diterapkan.Mendorong terciptanya hubungan eksekuti f- legis lat i f yang lebih seimbang dan memadai.

Kurang memperhatikan keterwakilan kelompok minoritas atau kelompok yang aksesnya ke proses politik terbatas.Partai dengan perolehan suara kecil tidak berkembang.Kemungkinan jumlah suara hilang lebih besar.Kesempatan bagi calon perempuan untuk menang lebih kecil. Karena parpol lebih dikuasai laki-laki dan lebih mendukung kandidat laki-laki. Ini karena kandidat laki-laki lebih dulu terjun ke politik, memiliki akses ke sumber daya lebih besar, sehingga kecenderungannya untuk memenangkan suara terbanyak lebih besar pula.

Nama Calon Perolehan Suara

1. Kandidat A 565.026 2. Kandidat B 410.355 3. Kandidat C

1.015.190

4. Kandidat D

1.167.213

5. Kandidat E

875.134

6. Kandidat F 209.761

TOTAL 4.242.679

1. Partai Durian 28% 30%2. Partai Salak 21% 26% 3. Partai Manggis 10% 11% 4. Partai Sawo 17% 23% 5. Partai Rambutan 8% 8 % 6. Partai Jeruk 3% 3 %

Total persentase partai-partai lain di luar keenam partai tersebut tidak memilikiperolehan suara di Dapil Y

suara di distrik bukan 100% karena ada kemungkinan

Nama Partai % suara nasional % kursi di Dapil Y

Beberapa keunggulan dan kelemahansistem Proporsional adalah:

Membuka kesempatan leb ih terwakilinya kelompok-kelompok minoritas dan/atau bersifat lokal. Ini cocok untuk kondisi di Indonesia yang masyarakatnya sangat beragam.Mengurangi jumlah suara hilang dalam proses penghitungan suara.Lebih banyak wakil terpilih di satu d a e r a h p e m i l i h a n m a k a kemungkinan latar belakang calon terpilih lebih beragam. Dengan demikian kesempatan lebih besar bagi perempuan untuk dapat terpilih.Mendorong partai untuk sejak dini membentuk daftar calon dan mengumumkannya secara terbuka.Bagi kandidat perempuan, lebih besar kemungkinan mendapatkan dukungan dari mesin partai, yang lebih sulit diperoleh dalam sistem mayoritas/pluralitas.

Kemungkinan perolehan kursi yang lebih merata di antara partai-partai, sehingga lebih banyak partai yang duduk di parlemen. Pengambilan keputusan di parlemen kemungkinan lebih tidak efisien.Mendorong terbentuknya pemerintahan koalisi partai untuk membentuk kekuatan mayoritas dalam parlemen. Koalisi ini sering tidak stabil sehingga menyebabkan kemacetan dalam pembuatan kebijakan, sebab kompromi harus dilakukan dengan lebih banyak partai. Lebih rumit dalam hal teknis sehingga lebih sulit dipahami oleh masyarakat dan l e b i h s u l i t d i l a k s a n a ka n o l e h penyelenggara pemilu.Lebih kecil kemungkinan bagi pemilih untuk menuntut pertanggung jawaban secara langsung kepada wakil-wakilnya, karena tidak bisa secara langsung mengeluarkan mereka dari pemerintahan.