Sistem Manajemen Unit Gawatdarurat

17
SISTEM MANAJEMEN UNIT GAWATDARURAT A.Definisi Unit Gawat Darurat Unit Gawat Darurat (UGD) adalah bagian terdepan dan sangat berperan di Rumah Sakit, baik buruknya pelayanan bagian ini akan memberi kesan secara menyeluruh terhadap pelayanan rumah sakit. Pelayanan gawat darurat mempunyai aspek khusus karena mempertaruhkan kelangsungan hidup seseorang. Oleh karena itu dan segi yuridis khususnya hukum kesehatan terdapat beberapa pengecualian yang berbeda dengan keadaan biasa. Menurut segi pendanaan, nampaknya hal itu menjadi masalah, karena dispensasi di bidang ini sulit dilakukan. Untuk menuju pelayanan yang memuaskan dibutuhkan

Transcript of Sistem Manajemen Unit Gawatdarurat

SISTEM MANAJEMEN UNIT GAWATDARURAT

A.Definisi Unit Gawat Darurat

Unit Gawat Darurat (UGD) adalah bagian terdepan dan sangat berperan diRumah Sakit, baik buruknya pelayanan bagian ini akan memberi kesan secaramenyeluruh terhadap pelayanan rumah sakit. Pelayanan gawat daruratmempunyai aspek khusus karena mempertaruhkan kelangsungan hidupseseorang. Oleh karena itu dan segi yuridis khususnya hukum kesehatanterdapat beberapa pengecualian yang berbeda dengan keadaan biasa. Menurutsegi pendanaan, nampaknya hal itu menjadi masalah, karena dispensasi dibidang ini sulit dilakukan. Untuk menuju pelayanan yang memuaskan dibutuhkansarana dan prasarana yang memadai, meliputi ruangan, alat kesehatan utama,alat diagnostik dan alat penunjang diagnostik serta alat kesehatan untuk suatutindakan medik. Disamping itu juga tidak kalah pentingnya sumber daya manusiayang memenuhi syarat, baik kuantitas maupun kualitas. Petugas yangmempunyai pengetahuan yang tinggi, keterampilan yang andal dan tingkah lakuyang baik.

Unit Gawat Darurat berperan sebagai gerbang utama jalan masuknyapenderita gawat darurat. Kemampuan suatu fasilitas kesehatan secarakeseluruhan dalam hal kualitas dan kesiapan dalam perannya sebagai pusatrujukan penderita dari pra rumah tercermin dari kemampuan unit ini.Standarisasi Unit Gawat Darurat saat ini menjadi salah satu komponen penilaianpenting dalam perijinan dan akreditasi suatu rumah sakit. Penderita dari ruangUGD dapat dirujuk ke unit perawatan intensif, ruang bedah sentral, ataupunbangsal perawatan. Jika dibutuhkan, penderita dapat dirujuk ke rumah sakit lain.

Upaya Pertolongan terhadap penderita gawat darurat harus dipandangsebagai satu system yang terpadu dan tidak terpecah-pecah. Sistemmengandung pengertian adanya komponen-komponen yang saling berhubungandan saling mempengaruhi, mempunyai sasaran (output) serta dampak yangdiinginkan (outcome). Sistem yang bagus juga harus dapat diukur denganmelalui proses evaluasi atau umpan balik yang berkelanjutan.

B. Karakteristik Pelayanan Gawat DaruratDipandang dan segi hukum dan medikolegal, pelayanan gawat daruratberbeda dengan pelayanan non-gawat darurat karena memiliki karakteristikkhusus. Beberapa isu khusus dalam pelayanan gawat darurat membutuhkanpengaturan hukum yang khusus dan akan menimbulkan hubungan hukum yangberbeda dengan keadaan bukan gawat darurat. Beberapa Isu Seputar Pelayanan

Gawat Darurat yaitu, pada keadaan gawat darurat medik didapati beberapamasalah utama yaitu :

Periode waktu pengamatan/pelayanan relatif singkat Perubahan klinis yang mendadak Mobilitas petugas yang tinggiHal-hal di atas menyebabkan tindakan dalam keadaan gawat daruratmemiliki risiko tinggi bagi pasien berupa kecacatan bahkan kematian. Dokteryang bertugas di gawat darurat menempati urutan kedua setelah dokter ahlionkologi dalam menghadapi kematian. Situasi emosional dari pihak pasienkarena tertimpa risiko dan pekerjaan tenaga kesehatan yang di bawah tekananmudah menyulut konflik antara pihak pasien dengan pihak pemberi pelayanankesehatan.

C. Hubungan Dokter Pasien dalam Keadaan Gawat DaruratHubungan dokter pasien dalam keadaan gawat darurat sering merupakanhubungan yang spesifik. Dalam keadaan biasa (bukan keadan gawat darurat)maka hubungan dokter pasien didasarkan atas kesepakatan kedua belah pihak,yaitu pasien dengan bebas dapat menentukan dokter yang akan dimintaibantuannya (didapati azas voluntarisme). Demikian pula dalam kunjunganberikutnya, kewajiban yang timbul pada dokter berdasarkan pada hubunganyang telah terjadi sebelumnya (pre-existing relationship). Dalam keadaan darurathal di atas dapat tidak ada dan azas voluntarisme dan keduabelah pihak jugatidak terpenuhi. Untuk itu perlu diperhatikan azas yang khusus berlaku dalampelayanan gawat darurat yang tidak didasari atas azas voluntarisme.

Apabila seseorang bersedia menolong orang lain dalam keadaan darurat,maka ia harus melakukannya hingga tuntas dalam arti ada pihak lain yangmelanjutkan pertolongan itu atau korban tidak memerlukan pertolongan lagi.Dalam hal pertolongan tidak dilakukan dengan tuntas maka pihak penolongdapat digugat karena dianggap mencampuri/ menghalangi kesempatan korbanuntuk memperoleh pertolongan lain (loss of chance).

D.Pengaturan Staf dalam Instalasi Gawat Darurat

Ketersediaan tenaga kesehatan dalam jumlah memadai adalah syarat yangharus dipenuhi oleh UGD. Selain dokter jaga yang siap di UGD, rumah sakit jugaharus menyiapkan spesialis lain (bedah, penyakit dalam, anak, dll) untukmemberikan dukungan tindakan medis spesialistis bagi pasien yangmemerlukannya. Dokter spesialis yang bertugas harus siap dan bersediamenerima rujukan dan UGD. Jika dokter spesialis gagal memenuhi kewajibannya

maka tanggung jawab terletak pada dokter itu dan juga rumah sakit karena tidakmampu mendisiplinkan dokternya.

E. PeraturanPerundang-Undangan yang Berkaitan dengan PelayananGawat DaruratPengaturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelayanan gawatdarurat adalah UU No 23/1992 tentang Kesehatan, Peraturan Menteri KesehatanNo.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis, dan Peraturan MenteriKesehatan No.159b/1988 tentang Rumah Sakit.

Pengaturan Penyelenggaraan Pelayanan Gawat Darurat Ketentuan tentangpemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah tegas diatur dalam pasal 5lUUNo.29/2004 tentang Praktik Kedokteran, di mana seorang dokter wajibmelakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan. Selanjutnya,walaupun dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan tidak disebutkan istilahpelayanan gawat darurat namun secara tersirat upaya penyelenggaraanpelayanan tersebut sebenamya merupakan hak setiap orang untuk memperolehderajat kesehatan yang optimal (pasal 4) Selanjutnya pasal 7 mengatur bahwaPemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata danterjangkau oleh masyarakat termasuk fakir miskin, orang terlantar dan kurangmampu. Tentunya upaya ini menyangkut pula pelayanan gawat darurat, baikyang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat (swasta).

Rumah sakit di Indonesia memiliki kewajiban untuk menyelenggarakanpelayanan gawat darurat 24 jam sehari sebagai salah satu persyaratan ijinrumah sakit. Dalam pelayanan gawat darurat tidak diperkenankan untukmeminta uang muka sebagai persyaratan pemberian pelayanan. Dalampenanggulangan pasien gawat darurat dikenal pelayanan fase pra-rumah sakitdan fase rumah sakit. Pengaturan pelayanan gawat darurat untuk fase rumahsakit telah terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentangRumah Sakit, di mana dalam pasal 23 telah disebutkan kewajiban rumah sakituntuk menyelenggarakan pelayanan gawat darurat selama 24 jam per hari

F. Masalah Lingkup Kewenangan Personil dalam Pelayanan GawatDaruratHal yang perlu dikemukakan adalah pengertian tenaga kesehatan yangberkaitan dengan lingkup kewenangan dalam penanganan keadaan gawatdarurat. Pengertian tenaga kesehatan diatur dalam pasal 1 butir 3 UUNo.23/1992 tentang Kesehatan sebagai berikut: tenaga kesehatan adalah setiaporang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki

pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatanyang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upayakesehatan. Melihat ketentuan tersebut nampak bahwa profesi kesehatanmemerlukan kompetensi tertentu dan kewenangan khusus karena tindakan yangdilakukan mengandung risiko yang tidak kecil.

Pengaturan tindakan medis secara umum dalam UU No.23/1992 tentangKesehatan dapat dilihat dalam pasal 32 ayat (4) yang menyatakan bahwapelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran danilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yangmempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Ketentuan tersebutdimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari tindakan seseorang yang tidakmempunyai keahlian dan kewenangan untuk melakukan pengobatan/perawatan,sehingga akibat yang dapat merugikan atau membahayakan terhadap kesehatanpasien dapat dihindari, khususnya tindakan medis yang mengandung risiko.

Pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam melakukan tindakanmedik diatur dalam pasal 50 UUNo.23/1992 tentang Kesehatan yangmerumuskan bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan ataumelakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan ataukewenangan tenaga kesehatan yang bersangkuta. Pengaturan di atasmenyangkut pelayanan gawat darurat pada fase di rumah sakit, di mana padadasarnya setiap dokter memiliki kewenangan untuk melakukan berbagaitindakan medik termasuk tindakan spesifik dalam keadaan gawat darurat. Dalamhal pertolongan tersebut dilakukan oleh tenaga kesehatan maka yangbersangkutan harus menemelakukanrapkan standar profesi sesuai dengansituasi (gawat darurat) saat itu.

G. Masalah Medikolegal pada Penanganan Pasien Gawat DaruratHal-hal yang disoroti hukum dalam pelayanan gawat darurat dapat meliputihubungan hukum dalam pelayanan gawat darurat dan pembiayaan pelayanangawat daruratkarena secara yuridis keadaan gawat darurat cenderung menimbulkan privilegetertentu bagi tenaga kesehatan maka perlu ditegaskan pengertian gawatdarurat. Menurut The American Hospital Association (AHA) pengertian gawatdarurat adalah An emergency is any condition that in the opinion of the patient,his family, or whoever assumes the responsibility of bringing the patient to thehospital-remelakukanquires immediate medical attention. This conditioncontinues until a determination has been made by a health care professional thatthe patients life or well-being is not threatened.

Adakalanya pasien untuk menempatkan dirinya dalam keadaan gawatdarurat walaupun sebenarnya tidak demikian. Sehubungan dengan hal itu perludibedakan antara false emergency dengan true emergency yang pengertiannyaadaiah: A true emergency is any condition clinically determelakukanminedto require immediate medical care. Such conditions range from those requiringextensive immediate care and admission to the hospital to those that arediagnostic probmelakukanlems and may or may not require admission afterwork-up and observation.

Untuk menilai dan menentukan tingkat urgensi masalah kesehatan yangdihadapi pasien diselengganakanlah triage. Tenaga yang menangani hal tersebutyang paling ideal adalah dokter, namun jika tenaga terbatas, di beberapa tempatdikerjakan oleh perawat melalui standing order yang disusun rumah sakit.

H. Hubungan Hukum dalam Pelayanan Gawat DaruratDalam hal pertanggungjawaban hukum, bila pihak pasien menggugattenaga kesehatan karena diduga terdapat kekeliruan dalam penegakan diagnosisatau pemberian terapi maka pihak pasien harus membuktikan bahwa hanyakekeliruan itulah yang menjadi penyebab kerugiannya/cacat (proximate cause).Bila tuduhan kelalaian tersebut dilakukan dalam situasi gawat darurat makaperlu dipertimbangkan faktor kondisi dan situasi saat peristiwa tersebut terjadi.Jadi, tepat atau tidaknya tindakan tenaga kesehatan perlu dibandingkan dengantenaga kesehatan yang berkuamelakukanlifikasi sama, pada pada situasi dankondisi yang sama pula.

Setiap tindakan medis harus mendapatkan persetujuan dari pasien(informed consent). Hal itu telah diatur sebagai hak pasien dalam UU No.23/1992tentang Kesehatan pasal 53 ayat 2 dan Peraturan Menteri KesehatanNo.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis. Dalam keadaan gawat daruratdi mana harus segera dilakukan tindakan medis pada pasien yang tidak sadardan tidak didampingi pasien, tidak perLu persetujuan dari siapapun (pasal 11Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989). Dalam hal persetujuan tersbut dapatdiperoleh dalam bentuk tertulis, maka lembar persetujuan tersebut harusdisimpan dalam berkas rekam medis.

I. Kematian pada Instalasi Gawat DaruratPada prinsipnya setiap pasien yang meninggal pada saat dibawa ke UGD(Death on Arrival) harus dilaporkan kepada pihak berwajib. Di negara Anglo-Saxon digunakan sistem koroner, yaitu setiap kematian mendadak yang tidakterduga (sudden unexpected death) apapun penyebabnya harus dilaporkan dan

ditangani oleh Coroner atau Medical Exaniner. Pejabat tersebut menentukantindakan iebih lanjut apakah jenazah harus diautopsi untuk pemeriksaan lebihlanjut atau tidak. Dalam keadaan tersebut surat keterangan kematian (deathcertificate) diterbitkan oleh Coroner atau Medical Examiner. Pihak rumah sakitharus menjaga keutuhan jenazah dan benda-benda yang berasal dari tubuhjenazah (pakaian dan benda lainnya) untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Indonesia tidak menganut sistem tersebut, sehingga fungsi semacamcoroner diserahkan pada pejabat kepolisian di wilayah tersebut. Dengandemikian pihak POLRI yang akan menentukan apakah jenazah akan diautopsiatau tidak. Dokter yang bertugas di UGD tidak boLeh menerbitkan suratketerangan kematian dan menyerahkan permasalahannya path POLRI. UntukDaerah Khusus Ibukota Jakarta, sesuai dengan Keputusan KepalaDinas KesehatanDKI Nomor 3349/1989 tentang berlakunya Petunjuk Pelaksanaan Pencatatan danPelaporan kematian di Puskesmas, Rumah Sakit, RSB/RB di wilayah DKI Jakartayang telah disempurnakan tanggal 9 Agustus 1989 telah ditetapkan bahwasemua peristiwa kematian rudapaksa dan yang dicurigai rudapaksa dianjurkankepada keluarga untuk dilaporkan kepada pihak kepolisian dan selanjutnyajenazah harus dikirim ke RS Cipto Mangunkusumo untuk dilakukan visumetrepertum. Kasus yang tidak boleh diberikan surat keterangan kematian adalah:

meninggal pada saat dibawa ke UGDmeninggal akibat berbagai kekerasanmeninggal akibat keracunanmeninggal dengan kaitan berbagai peristiwa kecelakaan Kematian yangboleh dibuatkan surat keteranganKematiannya adalah yang cara kematiannya alamiah karena. penyakit dantidak ada tanda-tanda kekerasan.

J. Pembiayaan dalam Pelayanan Gawat DaruratDalam pelayanan kesehatan prestasi yang diberikan tenaga kesehatansewajarnya diberikan kontra-prestasi, paling tidak segala biaya yang diperlukanuntuk menolong seseorang. Hal itu diatur dalam hukum perdata. Kondisi tersebutumumnya berlaku pada fase pelayanan gawat darurat di rumah sakit.Pembiayaan pada fase ini diatasi pasien tetapi dapat juga diatasi perusahaanasuransi kerugian, baik pemerintah maupun swasta. Di sini nampak bahwa jasapelayanan kesehatan tersebut merupakan private goods sehingga masyarakat(pihak swasta) dapat diharapkan ikut membiayainya.

Realisasi pembiayaan melalui pengaturan secara hukum yang mewajibkananggaran untuk pelayanan yang bersifat public goods tersebut. Bentuk &peraturan perundang-undangan tersebut dapat berupa peraturan pemerintahyang merupakanjabaran dari UU No.23/ 1992 dan atau peraturan daerah tingkat I(Perda Tk.I).

http://tutorialbekas.blogspot.com/2011_02_01_archive.htmlhttp://agus-prayogi.blogspot.com/2013/04/medikolegal-dalam-perawatan-paliatif.html