SISTEM AKUAPONIK DENGAN LIMBAH KOLAM IKAN LELE …digilib.unila.ac.id/32389/2/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of SISTEM AKUAPONIK DENGAN LIMBAH KOLAM IKAN LELE …digilib.unila.ac.id/32389/2/SKRIPSI TANPA BAB...
SISTEM AKUAPONIK DENGAN LIMBAH KOLAM IKAN LELE UNTUK
MEMPRODUKSI SAYURAN ORGANIK
(Skripsi)
Oleh
FATIMAH MARSELA
JURUSAN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
SISTEM AKUAPONIK DENGAN LIMBAH KOLAM IKAN LELE UNTUK
MEMPRODUKSI SAYURAN ORGANIK
Oleh
FATIMAH MARSELA
Dalam budidaya ikan lele tentunya menghasilkan limbah air kolam yang berasal
dari hasil metabolisme ikan dan sisa pakan yang terlarut. Namun air yang berasal
dari limbah lele ini masih bisa digunakan untuk proses pembudidayaan sayuran
melalui sistem akuaponik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
limbah kolam ikan lele terhadap pertumbuhan sayuran organik.
Penelitian ini dilaksanakan di Jurusan Teknik Pertanian Universitas Lampung
pada bulan Desember 2017- Maret 2018. Penelitian dilakukan dalam dua tahap
yaitu tahap pertama menggunakan ukuran kecil dan tahap kedua menggunakan
ukuran ikan lele siap panen. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Kelompok. Masing-masing kelompok menggunakan jumlah ikan 3, 5 dan 7 ekor
ikan lele. Ada lima perlakuan yang terdiri dari 5 macam sayuran yaitu bayam,
pakchoi, selada, sawi, dan kangkung yang dibudidayakan di masing-masing
kelompok.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah ikan lele tidak berpengaruh nyata
terhadap pertumbuhan tanaman. Secara umum, parameter kualitas air (pH, EC,
kekeruhan, ammonium, BOD5, TS, TSS, TFS) pada tahap kedua lebih buruk dari
pada pada tahap pertama. Demikian juga pada pertumbuhan tanaman, penelitian
tahap pertama lebih baik dibandingkan pada tahap kedua. Pertumbuhan tanaman
yang lebih buruk mungkin dipengaruhi oleh konsentrasi amonium yang lebih
tinggi pada percobaan tahap kedua. Namun berdasarkan hasil panen (rupiah),
selada yang paling menguntungkan daripada sayuran lain yang dibudidayakan.
Kata Kunci : akuaponik, ikan lele, limbah, sayuran
ABSTRACT
AQUAPONIC SYSTEM WITH CATFISH POND WASTEWATER TO
PRODUCE ORGANIC VEGETABLES
BY
FATIMAH MARSELA
In the cultivation of catfish produced waste pond water derived from the results of
fish metabolism and dissolved residual feed. But the water that comes from this
catfish waste can still be used for the process of cultivating vegetables through the
system of aquaponics. This study aims to determine the effect of fish pond waste
on growth of organic vegetables.
This research was conducted at Agricultural Engineering Department, Lampung
University in December 2017- March 2018. The experiment was carried out in
two stages, first using fingerling size and the second using the size catfish just
before harvest. The experiment used Randomized Complete Block (RCB), with
the three models used as the blocks and the five vegetables used as the single
factor of treatment with five levels. Each model used different number of catfish,
3, 5, and 7 cathfish. Five vegetables, spinach, pakchoi, lettuce, mustard, and kale
were cultivated in each the model.
The results showed that number of catfish did not significantly affect the plant
growth. In general, water quality parameters (pH, EC, turbidity, ammonium,
BOD5, TS, TSS, TFS) in the second stage were worse than that in the first stage.
Likewise, plant growth was better in the first stage of experiment than in the
second stage. The worse growth of plants might be affected by the higher
ammonium concentration in the second stage experiment. Based on selling price;
however, lettuce was found be the most profitable than the rest of vegetables
cultivated.
Keywords: aquaponic, catfish, waste, vegetables
SISTEM AKUAPONIK DENGAN LIMBAH KOLAM IKAN LELE UNTUK
MEMPRODUKSI SAYURAN ORGANIK
Oleh
FATIMAH MARSELA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada
Jurusan Teknik Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, 20 Maret
1996 sebagai anak kedua dari pasangan Bapak
Darwin Effendi dan Ibu Ramsida. Penulis menempuh
pendidikan taman kanak-kanak di TK Pertiwi Bandar
Lampung, dan lulus pada tahun 2002. Pendidikan
dilanjutkan di SDN 2 Rawa Laut pada tahun 2002
sampai dengan tahun 2008. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah
pertama di di SMP Negeri 23 Bandar Lampung pada tahun 2011 dan sekolah
menengah atas diselesaikan di SMA Negeri 2 Bandar Lampung pada tahun 2014.
Kemudian pada tahun 2014, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknik
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN.
Selama menjadi mahasiswa penulis mengikuti organisasi PERMATEP (Persatuan
Mahasiswa Teknik Pertanian). Pada tahun 2017, penulis melaksanakan Kuliah
Kerja Nyata (KKN) di Desa Rantau Jaya Baru, Kecamatan Putra Rumbia,
Kabupaten Lampung Tengah selama 40 hari pada bulan Januari – Maret. Penulis
melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT. Momenta Agricultural, Lembang, Jawa
Barat dengan judul ―Mempelajari Budidaya Tanaman Tomat Ceri Dengan Sistem
Irigasi Tetes di PT. Momenta Agricultural, Lembang, Jawa Barat ―selama 30 hari
kerja mulai Juli – Agustus 2017 .
Persembahan
Alhamdulillahirobbil’aalamiin,
Kupersembahkan karya ini sebagai tanda cinta, kasih sayang,
dan rasa terima kasihku kepada:
Kedua Orangtuaku
yang telah membesarkan dan mendidikku dengan penuh
perjuangan dan selalu mendoakan yang terbaik untuk
keberhasilan dan kebahagiaanku.
Dan keluarga besarku yang selalu mendoakan, memberikan
dukungan, dan semangat kepadaku.
Serta
Teman-Teman Teknik Pertanian 2014
Universitas Lampung
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan lindungan-Nya
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul ―Sistem
Akuaponik dengan Limbah Kolam Ikan Lele untuk Memproduksi Sayuran
Organik” sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Pertanian. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya kuliah dan penyusunan
skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Ir. Sugeng Triyono, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing Utama
yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan
saran serta kritik, memotivasi, dan memberikan saran dalam proses
penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Ir. M. Zen Kadir, M.T., selaku Dosen Pembimbing Kedua serta
dosen pembimbing akademik yang telah memberikan banyak masukan,
bimbingan, saran, dan kritik yang membangun dalam proses penyusunan
skripsi.
ii
4. Bapak Ir. Iskandar Zulkarnain, M.Si., selaku Dosen Pembahas yang telah
memberikan kritik dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P., selaku Ketua Jurusan Teknik
Pertanian Universitas Lampung
6. Kedua orang tua, kakak dan adik yang sangat aku cintai. Bapak Darwin
Effendi, Ibu Ramsida, Sarah Windia Baresti dan M. Nazer Putra yang
senantiasa mendengarkan keluh kesahku dan memberikan solusi, motivasi,
serta do’a yang sangat berarti.
7. Sahabat-sahabat terbaikku dan teman-teman Teknik Pertanian angkatan
2014 Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bandar Lampung, Juni 2018
Penulis
Fatimah Marsela
iii
DAFTAR ISI
Halaman
SANWACANA ................................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vii
I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Tujuan Penelitian ................................................................................ 3
1.3. Manfaat Penelitian .............................................................................. 3
1.4. Hipotesis ............................................................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 5
2.1. Sayuran ............................................................................................... 4
2.2. Akuaponik .......................................................................................... 5
2.3. Electrical conductivity (EC) ............................................................... 6
2.4. Budidaya Lele ..................................................................................... 9
2.5. Jenis Lele ............................................................................................ 9
2.6. Pemberian Pakan Lele ........................................................................ 10
2.7. Kualitas Air ........................................................................................ 12
2.7.1. Tingkat Kekeruhan Air ................................................................ 14
2.7.2. pH Air .......................................................................................... 15
2.7.3. TS (Total Solids) ......................................................................... 15
2.7.4. Amonia dan Nitrit ........................................................................ 17
2.8. Pengaruh EC dan pH terhadap Pertumbuhan Tanaman Hidroponik ....... 21
III. METODOLOGI ........................................................................................... 22
iv
3.1. Waktu dan Tempat.............................................................................. 22
3.2. Alat dan Bahan ................................................................................... 22
3.3. Rancangan Penelitian ......................................................................... 23
3.4. Metode Penelitian ............................................................................... 23
3.5. Tahap Pelaksanaan Penelitian ............................................................ 24
3.5.1. Persiapan Sistem Hidroponik DFT .............................................. 24
3.5.2. Greenhouse .................................................................................. 25
3.5.3. Persemaian Tanaman ................................................................... 25
3.5.4. Persiapan Benih Ikan Lele ........................................................... 26
3.5.5. Penanaman ................................................................................... 26
3.5.6. Pemelihaaan Tanaman ................................................................. 27
3.5.7. Pemanenan ................................................................................... 27
3.6. Parameter Pengamatan ....................................................................... 27
3.7. Analisis Data ...................................................................................... 29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 30
4.1. pH (Derajat Keasaman) ...................................................................... 30
4.2. Konduktivitas Elektrik (EC) ............................................................... 31
4.3. Kekeruhan ........................................................................................... 33
4.4. BOD5 .................................................................................................. 34
4.5. Total Padatan Terlarut ........................................................................ 36
4.6. Amonia ............................................................................................... 40
4.7. Pertumbuhan Tanaman ....................................................................... 42
4.7.1. Tinggi Tanaman........................................................................... 42
4.7.2. Jumlah Daun ................................................................................ 45
4.7.3. Berat Brangkasan Atas ................................................................ 47
4.7.4. Hasil Panen dalam Rupiah........................................................... 50
4.8. Bobot Ikan Lele .................................................................................. 52
V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 53
5.1. Kesimpulan ......................................................................................... 53
5.2. Saran ................................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 55
LAMPIRAN ........................................................................................................ 57
v
DAFTAR TABEL
Tabel Teks Halaman
1. Nilai pH dan EC beberapa jenis sayuran ..................................................... 8
2. Jumlah Pakan yang Diberikan pada Lele ..................................................... 12
3. Persyaratan Kualitas Air Budidaya Lele ...................................................... 13
4. Persentase Free Amonia Hubungannya dengan pH dan Suhu ..................... 18
5. Annova hasil panen (rupiah) (Tahap I) ........................................................ 50
6. Annova hasil panen (rupiah) (Tahap II) ....................................................... 50
7. Hasil panen (rupiah) (Tahap I) ..................................................................... 51
8. Hasil panen (rupiah) (Tahap II) ................................................................... 51
Lampiran
9. Pengaruh jumlah ikan lele terhadap Tinggi Tanaman (cm) (Tahap I) ......... 57
10. Pengaruh jumlah ikan lele terhadap Tinggi Tanaman (cm) (Tahap II)........ 57
11. Pengaruh Jumlah Ikan Lele terhadap Jumlah Daun (Tahap I) ..................... 58
12. Pengaruh Jumlah Ikan Lele terhadap Jumlah Daun (Tahap II) ................... 58
13. Annova Berangkasan Atas Tanaman (Tahap I) ........................................... 58
14. Annova Berangkasan Atas Tanaman (Tahap II) .......................................... 59
15. pH air kolam ikan lele (Tahap I) .................................................................. 60
16. pH air kolam ikan lele (Tahap II) ................................................................ 61
17. EC (Tahap I) ................................................................................................ 62
vi
18. EC (Tahap II) ............................................................................................... 63
19. Kekeruhan (Tahap I) .................................................................................... 64
20. Kekeruhan (Tahap II) ................................................................................... 64
21. BOD (Tahap I) ............................................................................................. 65
22. BOD (ITahap II) .......................................................................................... 65
23. TS TSS dan TFS (Tahap I) .......................................................................... 66
24. TS TSS dan TFS (Tahap II) ......................................................................... 66
25. Nilai Amonia (Tahap I) ................................................................................ 67
26. Nilai Amonia (Tahap II) .............................................................................. 67
27. Tinggi Tanaman (cm) (Tahap I)................................................................... 68
28. Tinggi Tanaman (cm) (Tahap II) ................................................................. 69
29. Jumlah Daun (Tahap I) ................................................................................ 70
30. Jumlah daun (Tahap II) ................................................................................ 71
31. Berat Berangkasan atas (gram) (Tahap I) .................................................... 72
32. Berat berangkasan atas (gram) (Tahap II).................................................... 73
33. Bobot Ikan Lele (gram/ekor) ....................................................................... 75
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Teks Halaman
1. Diagram Alir Penelitian Tahap I dan Tahap II ............................................ 24
2. Sistem akuaponik ......................................................................................... 25
3. pH air limbah kolam ikan lele ...................................................................... 30
4. EC air limbah kolam ikan lele...................................................................... 32
5. Kekeruhan air limbah kolam ikan lele ......................................................... 33
6. BOD5 air limbah kolam ikan lele ................................................................. 35
7. Total Solids air limbah kolam ikan lele ....................................................... 37
8. Total Suspended Solids ................................................................................ 38
9. Total filterable solids ................................................................................... 39
10. Nilai amonia ................................................................................................. 41
11. Tinggi Tanaman pada kelompok 3 ekor ...................................................... 43
12. Tinggi tanaman pada kelompok 5 ekor ........................................................ 43
13. Tinggi tanaman pada kelompok 7 ekor ........................................................ 44
14. Jumlah daun pada kelompok 3 ekor ............................................................. 45
15. Jumlah daun pada kelompok 5 ekor ............................................................. 46
16. Jumlah daun pada kelompok 7 ekor ............................................................. 46
17. Berat brangkasan atas................................................................................... 47
viii
18. Berat berangkasan atas (gram) ..................................................................... 48
19. Berat brangkasan atas (gram) ....................................................................... 49
20. Bobot Ikan Lele ............................................................................................ 52
Lampiran
21. Persiapan Ssitem Akuaponik ....................................................................... 76
22. Pemindahan bibit tanaman ke sistem akuaponik ......................................... 76
23. Tanaman berumur 2 MST (Tahap I) ............................................................ 77
24. Tanaman berumur 3 MST (Tahap I) ............................................................ 77
25. Pemindahan benih tanaman pada sistem akuaponik (Tahap II) ................... 78
26. Tanaman berumur 1 MST (Thap II) ............................................................ 78
27. Tanaman berumur 2 MST (Tahap II) ........................................................... 79
28. Hasil panen kangkung dan selada (Tahap II) ............................................... 79
29. Pengukuran bobot ikan lele .......................................................................... 80
30. Pengukuran EC air kolam ikan lele.............................................................. 81
31. Pengukuran kekeruhan menggunakan alat turbinimeter .............................. 81
32. Pengukuran pH menggunakan alat pHmeter ............................................... 82
33. Pengukuran DO menggunakan alat BODmeter ........................................... 82
34. Pengukuran TS ............................................................................................. 83
35. Deret standar pada pengukuran amonia ....................................................... 83
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Budidaya ikan lele merupakan salah satu jenis usaha budidaya perikanan yang
semakin berkembang. Budidaya lele berkembang pesat dikarenakan teknologi
budidaya dan pemasaran yang relatif mudah dikuasai oleh masyarakat, serta
modal usaha yang dibutuhkan relatif kecil. Ikan lele adalah jenis ikan air tawar
yang dapat tumbuh dan berkembang dengan baik karena ikan lele dapat
dibudidayakan di lahan yang terbatas
Dalam pemeliharaan ikan lele, tentunya menghasilkan limbah air kolam yang
berasal dari hasil metabolisme ikan dan sisa pakan yang terlarut, dimana limbah
ini mengandung zat pencemar yang bersifat toksik bagi ikan. Biasanya pergantian
air pada budidaya lele menyebabkan pencemaran lingkungan sehingga berdampak
buruk untuk lingkungan sekitar. Namun air yang berasal dari limbah lele ini
masih bisa digunakan untuk proses pembudidayaan sayuran.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu budidaya ikan yang terintegrasi
dengan tanaman melalui sistem akuaponik. Akuaponik merupakan perpaduan
budidaya ikan dan budidaya tumbuhan dengan teknologi hidroponik yang saling
2
menguntungkan. Prinsip dari sistem akuaponik pada penelitian ini yaitu tanaman
sayuran dapat mereduksi dan memanfaatkan bahan organik dari limbah budidaya
lele untuk pertumbuhan sehingga dapat mengurangi pencemar yang ada pada air
limbah budidaya ikan.
Sayuran merupakan aspek penting dalam pertanian di Indonesia. Dikarenakan
sayuran bermanfaat sebagai salah satu sumber pangan untuk pemenuhan vitamin,
mineral, serta sumber serat tubuh. Sayuran sebagai makanan pendamping
makanan utama menjadi sangat dibutuhkan saat ini, karena semakin banyak orang
yang sadar terhadap kesehatan yang dapat ditunjang dengan cara mengonsumsi
sayuran alami sehat secara teratur.
Menurut penelitian Arafat (2017) dalam budidaya Azolla dengan limbah ikan lele
menunjukkan bahwa biomassa Azolla pada perlakuan 5 ekor laju pertumbuhan
azollanya sebesar 4.47 gram/ekor/hari dengan kadar amonia maksimum sebesar
24.93 mg/l. Agar tanaman sayuran organik dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik maka dibutuhkan pemberian nutrisi yang tepat. Nutrisi tersebut
berasal dari air limbah kolam ikan lele, maka dilakukan peneltian untuk
mengetahui pengaruh limbah kolam ikan lele untuk pertumbuhan tanaman
sayuran organik.
3
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui pengaruh air kolam ikan lele
terhadap pertumbuhan sayuran organik.
1.3. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah kepada
mahasiswa dan masyarakat mengenai keuntungan dari budidaya sayuran organik
dengan memanfaatkan limbah kolam Ikan lele.
1.4. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini yaitu terdapat adanya pengaruh jumlah ikan lele pada
produksi sayuran organik
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sayuran
Sayuran merupakan komoditas penting dalam mendukung ketahanan pangan
nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan berperan sebagai
sumber karbohidrat, protein nabati, vitamin, dan mineral yang bernilai ekonomi
tinggi. Produksi sayuran di Indonesia meningkat setiap tahun dan konsumsinya
tercatat 44 kg/kapita/tahun. Budidaya tanaman adalah manajemen dalam
memadukan teknologi dan kemampuan petani dalam memanfaatkan sumber daya,
termasuk unsur hara yang diperlukan tanaman untuk tumbuh dan menghasilkan
produk dengan efisien dan menguntungkan (Suwandi, 2009).
Sayuran memainkan peran yang sangat penting sebagai sumber nutrisi bagi tubuh
manusia dan mereka yang mengonsumsi sayuran memastikan asupan penting
berbagai vitamin dan unsur mineral terpenuhi sehingga menghindari masalah gizi
di kalangan anak-anak dan wanita hamil, serta bertanggung jawab atas tingkat
kematian yang tinggi dari kelompok-kelompok ini. Kurangnya konsumsi sayuran
dan buah-buahan setiap tahunnya menyebabkan 2,7 juta kematian di seluruh
dunia, dan merupakan salah satu dari sepuluh faktor risiko terhadap manusia yang
mortalitas (Oladele,O.I,2011).
Tanaman utama yang tumbuh di bawah irigasi adalah sayuran, gandum dan beras.
Sayuran merupakan sumber yang kaya vitamin, mineral, karbohidrat, protein, dan
serat yang cocok untuk diet. Sayuran yang lebih bergantung pada pertanian tadah
hujan telah menyebabkan kekurangan sayuran musiman, terjadinya fluktuasi
harga sayuran, gizi yang tidak tercukupi (Nwauwa dkk,2010).
2.2. Akuaponik
Akuaponik adalah cara bercocok tanam yang menggabungkan akuakultur dan
hidroponik, tujuannya adalah untuk memelihara ikan serta tanaman dalam
lingkungan yang tersirkulasi dan sistem yang saling terhubung. Interaksi antara
ikan dan tanaman menghasilkan hubungan yang saling menguntungkan. Kotoran
ikan memberikan nutrisi pada tanaman sedangkan tanaman berfungsi sebagai
filter bagi amonia dan senyawa nitrogen lainnya dari air, sehingga air yang
tersirkulasi kembali menjadi aman bagi ikan (ECOLIFE, 2011).
Akuaponik pertama kali diteliti oleh Universitas Virgin Island (UVI) sejak tahun
1971, dilatar belakangi oleh sulitnya memelihara ikan air tawar dan sayuran di
Pulau Semiarid, Australia. Penelitian ini menghasilkan ide untuk bercocok tanam
dengan tujuan komersil. Dalam perkembangannya sistem ini mengalami banyak
kendala tapi pada tahun 1990-an sistem akuaponik berkembang luas yang
akhirnya, walaupun banyak kegagalan, sistem ini berhasil mengubah teknologi
akuaponik menjadi salah satu sistem untuk memproduksi bahan makanan (Diver,
2006).
6
Akuaponik merupakan cara bercocok tanam sekaligus pemeliharaan ikan air tawar
yang hemat energi, limbah yang berasal dari kotoran ikan akan ditampung dan
disalurkan ke media tanam, menghasilkan pupuk organik yang baik untuk
tanaman. Sistem akuaponik memanfaatkan kembali air limbah (mencegah limbah
keluar ke lingkungan) melalui biofiltrasi dan menjamin produksi bahan makanan
bagi tanaman melalui multikultur, oleh sebab itu akuaponik pantas menjadi
panutan untuk green technology (Wahap et al., 2010).
Akuaponik memiliki beberapa kelebihan dari pada sistem lainnya, berikut
beberapa kelebihan akuaponik (ECOLIFE, 2011):
1. Sistem akuaponik berjalan dengan prinsip zero enviromental impact.
Akuponik menghasilkan pertumbuhan ikan yang baik dan tanaman organik
tanpa pemupukan kimia, tanpa herbisida maupun pestisida.
2. Memanfaatkan air secara bijak. Penggunaan air pada sistem ini 90% lebih
sedikit dibandingkan menanam tanaman dengan cara konvensional dan 97%
lebih sedikit dari sistem akuakultur biasa.
3. Sistem akuaponik serba guna dan mampu beradaptasi diberbagai tempat karena
dapat dibangun dengan berbagai ukuran.
2.3. Electrical conductivity (EC)
Electrical conductivity (EC) merupakan suatu kemampuan air sebagai penghantar
listrik yang dipengaruhi oleh jumlah ion atau garam yang terlarut di dalam air.
7
Semakin banyak garam yang terlarut semakin tinggi daya hantar listrik yang
terjadi. EC merupakan pengukuran tidak langsung terhadap konsentrasi garam
yang dapat digunakan untuk menentukan secara umum kesesuaian air untuk
budidaya tanaman dan untuk memonitor konsentrasi larutan hara. Pengukuran EC
dapat digunakan untuk mempertahankan target konsentrasi hara di zona perakaran
yang merupakan alat untuk menentukan pemberian larutan hara kepada tanaman.
Satuan pengukuran EC adalah millimhos per centimeter (mmhos/cm),
millisiemens per centimeter (mS/cm) atau microsiemens per centimeter (µS/cm)
(Susila, 2006).
Electrical conductivity (EC) untuk sayuran daun berkisar 1.5-2.5 mS/cm. Pada
EC yang terlampau tinggi, tanaman tidak dapat menyerap hara karena telah jenuh.
Sehingga larutan hara hanya lewat tanpa diserap akar. Batasan jenuh untuk
sayuran daun adalah EC 4.2 mS/cm. Pertumbuhan tanaman akan terhambat bila
EC melebihi batas jenuh dan dapat mengakibatkan keracunan pada tanaman
(Sutiyoso, 2003).
Setiap jenis dan umur tanaman membutuhkan larutan dengan EC yang berbeda-
beda. Kebutuhan EC disesuaikan dengan fase pertumbuhan, yaitu ketika tanaman
masih kecil, EC yang dibutuhkan juga kecil. Semakin meningkat umur tanaman
semakin besar EC-nya. Kebutuhan EC juga dipengaruhi oleh kondisi cuaca,
seperti suhu, kelembaban, dan penguapan. Jika cuaca terlalu panas, sebaiknya
digunakan EC rendah (Rosliani dan Sumarni, 2005).
8
Hasil penelitian penelitian Wulan (2006), menyatakan konsentrasi larutan hara
yang optimum untuk pertumbuhan dan produksi selada yang dibudidayakan
dengan THST adalah EC 1.09-1.15 mS/cm. Rekomendasi tersebut didapatkan
berdasarkan titik optimum pada bobot total (tajuk dan akar) dan bobot tajuk
tanaman. Berikut ini tabel nilai pH dan EC untuk beberapa jenis sayuran.
Tabel 1. Nilai pH dan EC beberapa jenis sayuran
Tanaman pH EC (mS/cm)
Asparagus
Bayam
Brokoli
Cabe
Cabe Pedas
Capsicum
Kembang Kol
Kentang
Ketimun/Mentimun
Kubis
Lobak
Melon
Okra
Pak-choi
Selada
Seledri
Semangka
Strowberi
Terung
Tomat
Wortel
6,0-6,8
5,5-6,0
6,0-6,5
5,8-6,3
6,0-6,5
6,0-6,5
6,0-7,0
5,0-6,0
5,8-6,0
6,5-7,0
6,0-7,0
5,5-6,0
6,5
7,0
5,5-6,5
6,5
5,8
5,6-6,5
5,5-6,5
5,5-6,5
6,3
1,4-1,8
2,0-2,5
2,8-3,5
2,0-3,0
3,0-3,5
1,8-2,2
0,5-2,0
2,0-2,5
1,7-2,5
2,5-3,0
1,6-2,2
2,0-2,5
2,0-2,4
1,5-2,0
0,8-1,2
1,8-2,4
1,5-2,4
1,8-2,2
2,5-3,5
2,0-5,0
1,6-2,0
9
2.4. Budidaya Lele
Ikan lele (Clarias sp.) termasuk salah satu dari keenam komoditas lainnya yaitu
rumput laut, patin, bandeng, nila, dan kerapu yang akan dipacu pengembangan
budidayanya dengan tujuan meningkatkan produksi budidaya pada beberapa tahun
kedepan (Madinawati, 2011). Hal tersebut akan disertai dengan meningkatnya
kebutuhan pakan pada budidayakan. Peningkatan kebutuhan pakan juga berlaku
pada usaha pembenihan ikan. Pakan yang memenuhi kebutuhan gizi ikan dapat
meningkatkan pertumbuhan benih ikan lele dumbo hingga mencapai ukuran benih
siap jual. Beberapa pakan yang cocok bagi larvalele yaitu zooplankton, kutu air,
moina, rotifera, Tubifex, jentik nyamuk dan pellet butiran berupa bubur tepung
ikan, tepung udang, dan kuning telur (Soetomo, 2000).
2.5. Jenis Lele
Menurut (Kordi, 2012) disebutkan beberapa spesies ikan lele, yaitu Clarias
batrachus, C. leiacanthus, C.maladerma, C. Nieuhofi, C. Teijsmani, dan C.
gariepinus. Dari enam spesies ikan lele yang ditemukan di perairan umum
Indonesia, spesies lokal (Clarias batrachus) merupakan ikan konsumsi penting
yang telah lama di budidayakan. Budidaya ikan lele lokal dimulai sejak tahun
1975 di daerah Blitar, Jawa timur dan sekitar tahun 1980 dibudidayakan secara
berpasang-pasangan di daerah Jagakarsa, Jakarta Selatan. Tahun 1985
diintroduksi lele baru yang dikenal sebagai lele dumbo (C. gariepinus). Sejak saat
itulah petani mulai beralih membudidayakan lele dumbo yang mempunyai
10
kelebihan ukuran yang besar dan pertumbuhannya pesat dibanding lele lokal
(Kordi, 2012).
Suatu komoditas perikanan budidaya dapat dikatakan memiliki keunggulan,
apabila: (1) dapat dibudidayakan di berbagai wadah dan lahan budidaya, (2)
ukurannya relatif besar dan dapat diproduksi secara besar-besaran dan berkualitas
tinggi, (3) dapat ditebar dengan kepadatan tinggi, tumbuh lebih cepat,
kelangsungan hidup tinggi, konversi pakan rendah, dan tahan terhadap penyakit,
serta (4) disukai konsumen dan mempunyai pasar yang baik (Kordi, 2012).
Lele dumbo merupakan komoditas yang memenuhi kriteria keunggulan di atas.
Selain lele dumbo, dua varietas/ras/strain lele baru yang merupakan lele unggul
adalah lele sangkuriang dan lele phiton. Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus
var sangkuriang) adalah salah satu varietas atau strain unggul yang dihasilkan
oleh peneliti tanah air. Lele Sangkuriang memiliki keunggulan dibandingkan lele
dumbo, diantaranya fekuenditas telur lebih banyak, yaitu mencapai 60.000 butir
sedangkan lele dumbo hanya 30.000 butir. Panjang rata-rata benih Sangkuriang
umur 26 hari mencapai 3-5 cm, sedangkan lele dumbo hanya 2-3 cm (Kordi,
2012).
2.6. Pemberian Pakan Lele
Dalam peneliharaan ikan, pakan atau makanan untuk ikan budidaya berasal dari
dalam perairan dan dari pembudidaya. Pemberian pakan tidak hanya untuk
11
menjaga agar ikan tetap hidup, tetapi juga untuk menjaga agar ikan tetap sehat dan
memacu pertumbuhan ikan. Pemberian pakan, khususnya pakan buatan seperti
pelet, dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu ditebar langsung dengan tangan atau
menggunakan alat bantu seperti ember atau kaleng yang bagian bawahnya
berbentuk kerucut dan berfungsi sebagai alat pemberi pakan semi otomatis
(Kordi, 2012).
Waktu atau saat pemberian pakan lele bisa dilakukan pada pagi, siang, sore, atau
malah hari, hanya biasanya frekuensinya yang berbeda. Saat pemberian pakan
yang teratur dimaksudkan untuk mendisiplinkan waktu makan ikan. Sehingga
dengan membiasakan pemberian pakan pada waktu yang tepat dan teratur, nafsu
makan ikan bisa diketahui. Tentunya pakan lebih efisien karena pakan yang
diberikan langsung di lahap habis.
Jumlah pakan adalah porsi atau banyaknya pakan yang dibutuhkan dan harus
diberikan pada ikan. Biasanya dalam dihitung dalam persen (%) per hari berat
(bobot) keseluruhan jumlah ikan dalam wadah pemeliharaan. Ikan lele
membutuhkan pakan 15- 3% per berat total ikan dalam wadah, tergantung dari
ukuran ikan. Pada ukuran umur 20 – 30 hari, lele membutuhkan pakan 20 – 15%
bobot tubuh/hari, sedangkan ikan yang berumur 90 hari ke atas, membutuhkan
pakan sebanyak 4-3% bobot tubuh/hari. Perhitungan pemberian pakan ikan dapat
dihitung dengan mengalikan bobot rata-rata ikan dengan jumlah keseluruhan ikan
di kolam, dimana (A) jumlah kilogram pakan yang diberikan dalam sehari, dan
12
(B) bobot total ikan dalam wadah. Selanjutnya dengan rumus A/B x 100% dapat
diketahui persentase pakan yang harus diberikan/dibutuhkan (C%).
Tabel 2. Jumlah Pakan yang Diberikan pada Lele
Umur Lele (Hari) Dosis Pemberian Pakan (% Bobot
Tubuh/hari)
20 – 30 20 – 15
31 – 40 15 – 10
41 – 55 7 – 5
56 – 90 4 – 3
90 dst 4 – 3
Sumber: Kordi, 2012
2.7. Kualitas Air
Ikan lele termasuk ikan yang tahan terhadap kualitas air yang minim atau kualitas
air yang kurang baik bahkan ikan lele dapat hidup pada kondisi oksigen yang
sangat rendah, hal ini disebabkan karena ikan lele mempunyai alat bantu
pernafasan berupa arborescant yang dapat mengambil oksigen langsung dari
udara. Dalam usaha budidaya ikan, kualitas air merupakan salah satu faktor
penting yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan yang dibudidayakan.
Menurut Mulyanto (1992), bahwa kondisi air sebagai media hidup biota air, harus
disesuaikan dengan kondisi optimal bagi biota yang dipelihara. Kualitas air
tersebut meliputi kualitas fisika, kimia dan biologi. Faktor fisika misalnya suhu,
kecerahan dan kedalaman. Faktor kimia diantaranya pH, DO, CO2, dan NH3.
Sedangkan faktor biologi adalah yang berhubungan dengan biota air termasuk
ikan. Apabila kualitas air tidak stabil atau berubah-ubah maka dapat berdampak
13
buruk terhadap ikan yang dibudidayakan, akibatnya ikan dapat stress, sakit
bahkan mati bila tidak mampu bertoleransi terhadap perubahan lingkungan. Oleh
sebab itu biasanya diperlukan tindakan khusus atau rekayasa manusia agar kondisi
kualitas air tetap stabil.
Mulyanto (1992) mengemukakan bahwa pengelolaan kualitas air sangat penting
karena air merupakan media hidup bagi organisme akuatik. Usaha untuk
mempertahankan dan memperbaiki kualitas air dalam budidaya pembesaran ikan
sudah banyak dilakukan baik secara fisika maupun kimiawi, namun usaha yang
dilakukan dengan cara ini banyak memerlukan biaya dan terkadang tidak
ramah lingkungan, terutama pada air limbah kolam ikan lele tersebut. Air yang
bisa digunakan untuk budidaya lele adalah air sungai, air sumur bor, air kolam, air
danau, atau mata air. Kriteria air yang layak untuk hidup ikan lele seperti terlihat
pada tabel berikut.
Tabel 3. Persyaratan Kualitas Air Budidaya Lele
Karakteristik Nilai Batas
Ph 5,5 – 7,5
Suhu 20 – 30o C
Warna Bening hingga kecokelatan
Tingkat Kekeruhan 20 – 40 cm kadar plankton terkandung dalam air
Kadar Oksigen Minimum 3 mg/l
Kadar Amoniak Maksimum 0,1 mg/l
Kadar Karbondioksida Maksimal 25 mg/l
Kadar Basa Terlarut 50 – 300 mg/l
Sumber: Gunawan, 2016
14
2.7.1. Tingkat Kekeruhan Air
Tingkat kekeruhan air biasa disebut Turbiditas. Turbiditas air disebabkan oleh
adanya materi suspensi, seperti tanah liat/lempung, endapan lumpur, partikel
organik yang koloid, plankton, dan organisme mikroskopis lainnya
(Yuniarti,2007).
Turbiditas biasanya diukur dengan turbidimeter yang berprinsip pada spektroskopi
absorpsi, dan yang diukur adalah absorpsi akibat partikel yang tercampur.
Turbiditas juga biasa diukur dengan turbidimeter atau nephelometer yang
berprinsip pada hamburan sinar dengan peletakan detektor pada sudut 900 dari
sumber sinar dan yang diukur adalah hamburan cahaya oleh campurannya.
Khopkar (1990).
Nilai kekeruhan dapat dipengaruhi oleh faktor periode pergantian air, semakin
lama periode pergantian air maka semakin kecil nilai kekeruhan. Perlakuan E2
(periode pergantian air 4 hari sekali) sudah dapat mengurangi nilai kekeruhan
sesuai dengan standar kualitas air untuk budidaya lele. Menurut Lloyd (1985)
kekeruhan untuk budidaya sebaiknya tidak lebih dari 25 NTU. Hasil penelitian
menunjukan bahwa nilai kekeruhan berhubungan dengan biomassa tanaman.
Sampel periode pergantian air 2 hari sekali (E1) dan periode pergantian air 4 hari
sekali (E2) merupakan sampel dengan nilai kekeruhan yang tinggi (Putra, 2017).
15
2.7.2. pH Air
Derajat keasaman lebih dikenal dengan istilah pH. pH (singkatan dari puissance
negatif de H), yaitu logaritma dari kepekatan ion-ion H (hidrogen) yang terlepas
dalam suatu cairan. Derajat keasaman atau pH air menunjukkan aktivitas ion
hidrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hidrogen
(dalam mol per liter) pada suhu tertentu atau dapat ditulis:
pH = - log (H+)
Air murni (H2O) bersosiasi sempurna sehingga memiliki ion H+ dan ion H
-
dalam konsenrasi yang sama, dan dalam keadaan demikian pH air murni = 7.
Semakin tinggi konsentrasi ion H+maka konsentrasi ion H
- semakin rendah dan
pH < 7. Perairan semacam ini bersifat asam. Sebaliknya, jika konsentrasi ion
OH- yang tinggi dan pH > 7 maka perairan bersifat alkalis (basa) (Kordi, 2012).
pH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi
kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif, malah dapat
membunuh hewan budidaya. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi
perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Sehingga
budidaya akan berhasil baik dalam air dengan pH 6,5 – 9,0 dan kisaran optimal
adalah pH 7,0 – 8,7 (Kordi, 2012).
2.7.3. TS (Total Solids)
Solids atau zat padat atau padatan yang terkandung di dalam air dan air limbah
berasal dari bermacam-macam sumber. Partikel padatan yang terkandung di
16
dalam air limbah kemungkinan berasal dari sisa-sisa bahan organik, maupun
anorganik. Zat padat terlarut umumnya terdiri dari partikel-partikel berukuran
kecil, dan biasanya berasal dari bahan-bahan organik koloid yang sangat sulit
untuk mengendap. Selain menyebabkan pendangkalan, zat padat di dalam air
juga menyebabkan kekeruhan dan menghalangi penetrasi cahaya masuk ke dalam
air. Sehingga zat padat terlarut ini menjadi parameter kualitas air yang penting
(Triyono, 2011).
Total solids selanjutnya dapat diklasifikasikan menjadi nonfilterable/ suspended
solids (SS) dan filterable (FS). Suspended solids adalah partikel yang tidak lolos
dari kertas saring whatsman GF/C berpori 1,2 mikron, sedangkan filterable solids
adalah solids yang dapat lolos dari kertas saring. Di lingkungan air sungai
suspended solids akan terbawa aliran dan mengendap setelah menempuh jarak
yang cukup jauh, sedangkan filterable solids tidak mudah mengendap atau
mungkin tidak akan mengendap karena ukuran partikel yang sangat kecil.
Filterable solids terdiri dari bahan bahan koloid dan padatan terlarut (Triyono,
2011).
Menurut Huda (2009) dalam Agustira (2013), menjelaskan TSS (Total Suspended
Solid) atau total padatan tersuspensi adalah padatan yang tersuspensi di dalam air
berupa bahan-bahan organik dan anorganik yang dapat disaring dengan kertas
millipore berpori-pori 0,45 µm. Materi yang tersuspensi mempunyai dampak
buruk terhadap kualitas air karena mengurangi penetrasi matahari ke dalam badan
air, kekeruhan air meningkat yang menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi
organisme produser.
17
2.7.4. Amonia dan Nitrit
Di dalam air, amonia terdapat dalam 2 bentuk, yaitu NH4+ atau biasa disebut
Ionized Ammonia (IA) yang kurang beracun dan NH3 atau Unionized Ammonia
(UIA) yang beracun. Kedua bentuk amonia tersebut di dalam air berada dalam
keseimbangan seperti terlihat dari persamaan reaksi berikut:
NH4+ + OH NH3 + H2O
Makin tinggi pH air, daya racun amonia semakin meningkat sebab sebagian besar
berada dalam bentuk NH3, sedangkan amonia dalam bentuk molekul (NH3) lebih
beracun daripada yang berbentuk (NH4+). Amonia dalam bentuk molekul dalam
bentuk molekul dapat menembus bagian membran sel lebih cepat daripada ion
(Kordi, 2012).
Secara biologis, di alam sebenarnya dapat terjadi perombakan amonia menjadi
nitrat (NO3), suatu bentuk yang tidak berbahaya dalam proses nitrifikasi dengan
bantuan bakteri nitrifikasi, terutama Nitrosomonas dan Nitrobacter. Kedua
bakteri nitrifikasi tersebut memerlukan banyak oksigen, minimum 80% saturasi
untuk proses yang normal. Karena itu, dalam budidaya biota akuatik di kolam
dan tambak, aerasi air sangat menunjang proses nitrifikasi. Proses ini dapat
terhambat pada pH rendah (Kordi, 2012).
18
Tabel 4. Persentase Free Amonia Hubungannya dengan pH dan Suhu
Ph Suhu (oC)
10 15 20 25 30
6,0 0,086 mg/L 0,027 mg/L 0,040 mg/L 0,057 mg/L 0,081 mg/L
6,5 0,059 mg/L 0,087 mg/L 0,125 mg/L 0,180 mg/L 0,250 mg/L
7,0 0,186 mg/L 0,273 mg/L 0,396 mg/L 0,566 mg/L 0,799 mg/L
7,5 0,586 mg/L 0,859 mg/L 1,240 mg/L 1,770 mg/L 2,480 mg/L
8,0 1,830 mg/L 2,670 mg/L 3,820 mg/L 5,380 mg/L 7,460 mg/L
8,5 5,560 mg/L 7,970 mg/L 11,200 mg/L 15,300 mg/L 20,30 mg/L
Sumber: Noga, 1996 dalam Kordi, 2012
Amonia berada dalam air karena sisa pakan, pupuk yang terangkut ke dalam air,
kotoran biota budidaya, dan hasil kegiatan jasad renik di dalam pembusukan
bahan organik yang kaya akan nitrogen (protein). Senyawaan ini dapat digunakan
oleh fitoplankton dan tumbuhan air setelah diubah menjadi nitrit dan nitrat oleh
bakteri dalam proses nitrifikasi.
Sistem akuaponik tidak dapat dilepaskan dengan proses daur nitrogen dan
nitrifikasi dalam media budidaya perairan. Nitrogen didalam perairan dapat
berupa nitrogen organik dan nitrogen anorganik. Nitrogen anorganik dapat
berupa ammonia (NH3), ammonium (NH4+
), Nitrit (NO2), Nitrat (NO3) dan
molekul Nitrogen (N2) dalam bentuk gas. Sedangkan nitrogen organik adalah
nitrogen yang berasal bahan berupa protein, asam amino dan urea. Bahan organik
yang berasal dari sisa pakan dan feses ikan akan mengalami pembusukan mineral
yang terlepas dan utama adalah garam- garam nitrogen (berasal dari asam amino
19
penyusun protein).
Proses pembusukan tadi mula-mula terbentuk amoniak (NH3) sebagai hasil
perombakan asam amino oleh berbagai jenis bakteri aerob dan anaerob.
Pembongkaran itu akan menghasilkan suatu gas CO2 bebas, menurut persamaan
reaksinya adalah :
R. CH.NH2.COOH +O2 R. COOH + NH3 + CO2
Bila keadaan perairan semakin buruk, sehingga O2 dalam air sampai habis, maka
secara perlahan proses pembongkaran bahan organik akan diambil oleh bakteri
lain yang terkenal ialah Nitrosomonas menjadi senyawa nitrit. Reaksi tersebut
sebagai berikut
NH3+ HCO3-+ O2+ Phosphorous + trace elements bacterial biomass + NO2
-
+ H+
Bila perairan tersebut cukup mengandung kation-kation maka asam nitrit yang
terbentuk itu dengan segera dapat dirubah menjadi garam-garam nitrit, oleh
bakteri Nitrobacter, garam-garam nitrit itu selanjutnya dikerjakan lebih lanjut
menjadi garam-garam nitrat, reaksinya sebagai berikut:
NO2-+ HCO3
-+ O2+ Phosphorous + trace elements bacterial biomass + NO3
-
Garam-garam nitrit itu penting sebagai mineral yang diasimilasikan oleh tumbuh-
tumbuhan hijau untuk menyusun asam amino kembali dalam tubuhnya, untuk
menbentuk protoplasma itu selanjutnya tergantung pada nitrit, phitoplankton itu
20
selanjutnya menjadi bahan makanan bagi organisme yang lebih tinggi. Nitrit
tersebut pada suatu saat dapat dibongkar lebih lanjut oleh bakteri denitrifikasi
(yang terkenal yaitu Micrococcus denitrifikan), bakterium nitroxus menjadi
nitrogen-nitrogen bebas, reaksinya sebagai berikut:
5 C6H12O0 + 24 HNO3 24 H2 CO3 + 6 CO3 +18 H2O +12 N2
Bila kadar NH3 hasil pembongkaran bahan organik di dalam air terdapat dalam
jumlah besar, yang disebabkan proses pembongkaran protein terhenti sehingga
tidak terbentuk nitrat sebagai hasil akhir, maka air tersebut disebut ―sedang
mengalami pengotoran (Pollution)‖ (Metcalf dan Eddy, 1991).
Pengotoran atau polusi pada media air budidaya inilah yang kemudian melalui
sistemsirkulasi akan di’cuci’ ke dalam tanaman dan termanfaatkan oleh akar-akar
sebagai pupuk alami bagi pertumbuhan tanaman air. Air hasil ’tangkapan’
tersebut akan menjadi ’bersih’ dan dapat dimanfaatkan kembali sebagai media
akuakultur melalui proses akuaponik.
Ammonia (NH3) merupakan polutan langsung dari kegiatan budidaya ikan.
Keberadaan sistem akuaponik, sesuai hasil penelitian ternyata mampu
memberikan perbaikan kualitas air melalui reduksi kandungan ammonia.
Parameter-parameter kualitas air lain seperti pH, DO dan nitrit menunjukkan hasil
yang tidak berpengaruh secara nyata. Hal ini diduga karena kondisi media
perairan budidaya masih dalam kondisi yang ideal pada sistem pendederan
normal, sehingga pada sistem akuaponik tidak menunjukkan perbedaan perbaikan
kondisi media secara nyata.
21
2.8. Pengaruh EC dan pH terhadap Pertumbuhan Tanaman Hidroponik
Kebutuhan nutrisi merupakan hal yang paling berpengaruh di dalam budidaya
hidroponik terhadap pertumbuhan tanaman. Bercocok tanam sistem hidroponik
mutlak memerlukan pupuk sebagai sumber nutrisi bagi tanaman. Pupuk diberikan
dalam bentuk larutan yang mengandung unsur makro dan mikro di dalamnya.
Setiap jenis pupuk berbeda dalam hal jenis dan banyaknya unsur hara yang
dikandungnya, serta setiap jenis dan umur tanaman berbeda dalam hal kebutuhan
konduktivitas listriknya atau Electrical Conductivity (Subandi dkk, 2015).
Pertumbuhan tanaman dalam hidroponik juga diikuti oleh berbagai faktor yang
mempengaruhinya, seperti pH larutan nutrisi. Nilai pH cenderung mempengaruhi
ketersediaan unsur hara pada larutan nutrisi. Nilai pH menentukan ketersediaan
berbagai elemen untuk tanaman. Kebanyakan tanaman menghendaki pH asam,
namun yang terjadi dilapangan pH larutan nutrisi cenderung basa (Subandy dkk,
2015). Ketersediaan unsur hara dengan perubahan tingkat kemasaman (pH) tanah
(media perakaran) bervariasi antara jenis unsur hara. Fakta ini dapat membantu
diagnosis gejala defisiensi unsur hara. Sebagai contoh, ketersediaan unsur
nitrogen (N) berkurang pada pH≤6,0 dan pH≥8,0, sementara ketersediaan fosfor
(P) dan kalium (K) yang tinggi berkisar secara berturut-turut diantara pH 4,5 - 6,0
dan pH 4,5 - 7,0.
22
III. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Desember 2017- Maret 2018, di rumah
kaca dan di Laboratorium Rekayasa Sumberdaya Air dan Lahan Jurusan Teknik
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan penelitian ini adalah ember besar sebanyak 3 buah, tissue,
pompa air, pipa paralon, pipa siku, dop pipa, pipa sambungan, gergaji besi, lem
styrofoam, plastik bening, cutter, meteran, penggaris, dan spidol.
Peralatan Laboratorium yang digunakan yaitu botol kecil, gelas beaker, gelas
ukur, pipet tetes, labu ukur, timbangan analitik, cawan, oven, desiccator, Filtering
funnel, Vacuum Pump, kertas saring whatman GF/C 1,2 µm, pH meter, EC meter,
Turbidimeter, DO meter, kulkas, dan spektrofotometer.
23
Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu larutan Nessler, aquades, air
limbah kolam ikan lele, benih ikan lele berumur 4-6 minggu, ikan lele berumur
siap panen, benih sawi, pakcoy, kangkung, bayam, selada.
3.3. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok yaitu:
Pengamatan dikelompokkan menjadi 3 bagian yang didasarkan atas jenis populasi
ikan lele, antara lain:
A = 3 ekor
B = 5 ekor
C = 7 ekor
Faktor perlakuan terdiri dari 5 taraf yang didasarkan atas jenis tanaman, yaitu:
1 = Bayam
2 = Pakcoy
3 = Selada
4 = Sawi
5 = Kangkung
3.4. Metode Penelitian
Penelitian ini dimulai dengan menyiapkan benih sayuran, menyiapkan instalasi
akuaponik, menyiapkan benih ikan lele, menanam tanaman pada instalasi
hidroponik, pengambilan data, analisis data. Penelitian ini terdiri dari dua tahap,
yaitu tahap I menggunakan ikan lele berumur 3-4 minggu dan tahap II
menggunakan ikan lele berumur 5-6 minggu . Prosedur penelitian dapat dilihat
pada Gambar 1
24
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian Tahap I dan Tahap II
3.5. Tahap Pelaksanaan Penelitian
3.5.1. Persiapan Sistem Hidroponik DFT
Sistem Hidroponik sudah tersedia sebanyak 3 unit dengan menggunakan talang
pipa dengan ukuran P x L x T yaitu 4 m x 12 cm x 11.5 cm. Pipa tersebut
digunakan sebagai tempat media tumbuh untuk mengalirkan air nutrisi kepada
Mulai
Persiapan alat dan bahan
Penyemaian
Ikan lele dimasukkan ke dalam wadah berisi air
Pengukuran parameter
Penanaman pada media tanam
Analisis Data
Selesai
Pemeliharaan sayuran dan Ikan Lele
Disiapkan benih lele
Persiapan sistem akuaponik
25
tanaman. Di atas pipa tersebut dilapisi sterofoam dan dilubangi untuk meletakkan
tanaman dengan jarak 15 cm. Desain instalasi sistem akuaponik dengan bak
nutrisi dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Sistem akuaponik
3.5.2. Greenhouse
Greenhouse ini memiliki panjang 390 cm dengan 4 penyangga di setiap sisi
greenhouse dengan jarak 130 cm, lebar 126 cm, tinggi 170 cm dari tanah hingga
batas atap, jarak penyangga hingga pipa hidroponik yaitu 100 cm dan atap yang
berbentuk
lingkaran dengan jari-jari 40 cm.
3.5.3. Persemaian Tanaman
Benih pakcoi, sawi, selada, bayam dan kangkung disemai dengan menggunakan
media rockwoll dan ditaruh di atas nampan, disiram air supaya tetap lembab.
Semaian ditutup agar tetap gelap selama 24 jam. Setelah itu, tutup dibuka ketika
semaian sudah mulai berkecambah, ditaruh di tempat yang terkena sinar matahari
26
tetapi tidak sehari penuh. Untuk menjaga kelembaban, bibit disiram dengan air
sesuai keperluan.
3.5.4. Persiapan Benih Ikan Lele
Pada tahap ini, masing-masing ember diisi dengan air sebanyak 40 liter. Pada
penelitian tahap I, ikan lele ditebar yaitu berumur 3-4 minggu sebanyak 3, 5, dan
7 ekor pada setiap ember pemeliharaan. Kemudian setelah tahap I selesai panen,
dilanjutkan pada tahap II yaitu ikan lele yang ditebar berumur 5-6 minggu
sebanyak 3, 5, dan 7 ekor pada setiap ember pemeliharaan. Untuk pemberian
pakan dilakukan tiga kali sehari, yaitu pada pagi hari pukul 07.00 WIB, siang hari
pukul 12.00 WIB, dan sore hari pukul 17.00 WIB. Pakan yang diberikan
sebanyak 3% dari berat tubuh total ikan dalam satu bak (Rasyid, 2012).
3.5.5. Penanaman
Penanaman bibit dilakukan setelah berumur 2 minggu. Bibit yang telah disemai
kemudian dimasukkan ke dalam jelly cup yang telah dilubangi sisi bawah. Jelly
cup berfungsi sebagai penyanggah tanaman di atas sterofoam agar tetap berdiri
kokoh. Bibit yang sudah siap kemudian dipindahkan ke dalam talang yang sudah
disediakan. Rockwoll diharuskan menyentuh aliran air limbah kolam ikan lele
agar akar bibit dapat menyerap unsur hara.
27
3.5.6. Pemelihaaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman dilakukan agar bibit yang telah ditanam pada sistem dapat
tumbuh dengan optimal. Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi kegiatan
pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Pengendalian terhadap
OPT dilakukan secara manual. Jika pada saat penanaman terdapat serangan hama
maka hama disingkirkan dari tanaman.
3.5.7. Pemanenan
Tanaman dipanen pada tanaman yang telah layak panen memiliki daun yang
tumbuh subur, pangkal daun tampak sehat, serta ketinggian tanaman seragam dan
merata. Panen dilakukan pada sore hari karena cahaya matahari tidak terlalu
panas.
3.6. Parameter Pengamatan
Parameter-parameter yang diamati dan diukur adalah:
a. Pengamatan Harian
1. Amonia diukur menggunakan metode Nessler yang dilakukan tiga hari
sekali.
2. pH dan EC diukur menggunakan pH meter dan Ec meter yang dilakukan
setiap hari.
28
3. Kekeruhan air diukur menggunakan Turbidimeter yang dilakukan setiap
hari.
4. BOD5 diukur menggunkan DO meter yang dilakukan 3 hari sekali
5. TS, SS, dan FS dihitung dengan rumus, yang dilakukan 2 hari sekali.
Rumus TS : W2 – W1 (mg)
Vol. Sampel (L)
Rumus TSS : WK2 – WK1 (mg)
Vol. Sampel (L)
Rumus TFS : W2 – W1 (mg) (sampel sudah disaring)
Vol. Sampel (L)
Keterangan : W1 : Berat Cawan
W2 : Berat Cawan + Residu Oven
WK1 : Berat Cawan + Kertas Saring
WK2 : Berat Cawan + Kertas Saring Residu Oven
b. Pengamatan pertumbuhan tanaman meliputi:
1. Jumlah daun per tanaman (helai)
Pengamatan jumlah daun diukur dengan cara menghitung daun yang sudah
membuka sempurna. Pengamatan dilakukan setiap satu minggu sekali.
2. Tinggi tanaman (cm)
Variabel tinggi tanaman diukur dengan mistar. Pengukuran dilakukan dari
pangkal batang sampai titik tumbuh tanaman. Pengukuran dilaksanakan
setiap satu minggu sekali.
a. Pengamatan saat panen
1. Bobot berangkasan atas (tajuk) tanaman
Tanaman dipotong bagian batas antara akar tanaman dan batang, lalu
ditimbang bobot atas (tajuk) tanaman menggunakan timbangan digital.
29
2. Hasil Panen (rupiah)
Bayam, sawi, selada, pakcoy dan kangkung dibeli satu ikat di
Supermarket kemudian masing-masing sayuran tersebut ditimbang.
Dihitung harga per kilogram (kg) masing-masing sayuran tersebut
dengan cara harga/berat. Harga tersebut kemudian digunakan untuk
mencari masing-masing rupiah yang dihasilkan pada penelitian ini.
Perhitungan dapat dilihat pada lampiran.
3. Bobot ikan lele diukur dengan timbangan digital.
3.7. Analisis Data
Data yang didapat dari parameter akan dianalisis menggunakan analisis ragam
(ANOVA), apabila adanya pengaruh dilakukan uji lanjut BNT pada taraf 5%.Data
yang telah diuji disajikan dalam bentuk tabel dan grafik
53
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
adalah sebagai berikut:
1. Kualitas air pada penelitian tahap I lebih baik dari penelitian tahap II,
pertumbuhan tanaman pada penelitian tahap I lebih baik dari penelitian
tahap II.
2. Pertumbuhan tanaman kangkung lebih besar dari keempat tanaman yang
lainnya.
3. Berdasarkan hasil panen (rupiah), selada menghasilkan rupiah yang
tertinggi di antara keempat tanaman yang lain.
4. Jumlah ikan lele tidak berpengaruh terhadap tanaman, tetapi berdasarkan
bobot ikan lele, rata- rata bobot akhir pada perlakuan 3 ekor lebih tinggi
dari perlakuan 5 ekor dan 7 ekor.
54
5.2. Saran
Saran untuk menyempurnakan penelitian ini adalah perlu dijaganya air pada bak
tempat kolam ikan lele agar selalu tetap stabil.
DAFTAR PUSTAKA
Anas, D. Susila. 2006. Panduan Budidaya Tanaman Sayuran. Departemen
Agronomi dan Holltikultura. Fakultas Pertanian. IPB.
Arafat, F. A. .2017. Integrasi Budidaya Azolla microphylla dengan budidaya ikan
lele. (Skripsi). Teknik Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas
Lampung.
Arifin, Z. 1996. Azolla Pembudidayaan danPemanfaatan pada TanamanPadi.
Jakarta. Penebar Swadaya.
Diver, S. 2006. Aquaponics – Integration of Hydroponics with Aquaculture.
Australia. National Sustainable Agriculture Information Service.
ECOLIFE Foundation. 2011. Introduction to Village Aquaponics. ECOLIFE, 324
State Place, Escondido, CA 92029. 25 hlm.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelola Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta. Kanisius.
Gunawan, S. 2016. 99% Sukses Budidaya Lele. Cibubur Jakarta Timur. Penebar
Swadaya
Kordi, M.G. 2012. Kiat Sukses Pembesaran Lele Unggul. Yogyakarta. Lily
Publisher.
Lloyd, D.S. 1985. Turbidity in freshwater habitats of Alaska. Alaska Departement
of Fish and Game Habitat Division.hlm 3-4.
Madinawati, N., Serdiati, Yoel. 2011. Pemberian Pakan Yang Berbeda
Terhadap Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Dumbo
(Clarias Gariepinus). Jurnal Budidaya Perairan Jurusan Peternakan
Fakultas Pertanian Universitas Tadulako.
Metcalf dan Eddy. 1991. Wastewater Engineering Treatment Disposal Reuse.
McGraw-Hill Book Co, Singapore.
Mulyanto. 1992. Lingkungan Hidup Untuk Ikan. Jakarta. Depdikbud.
56
Nugroho, E dan Sutrisno. 2008. Budidaya ikan dan sayuran dengan sistem
akuaponik. Jakarta. Penebar Swadaya.
Putra, A.M. 2017. Pemanfaatan Air Kolam Ikan Lele untuk Budidaya Azolla
microphylla. (Skripsi). Teknik Pertanian. Universitas Lampung.
Rakocy J.E., Masser M.P., Losordo T.M. 2006. Recirculating Aquaculture
Tank Production Systems: Aquaponics—Integrating Fish and Plant
Culture. Southern Regional Aquaculture Center, United States Department
of Agriculture, Cooperative State Research, Education, and Extension
Service.
Rosliani, R. dan N. Sumarni. 2005. Budidaya Tanaman Sayuran dengan Sistem
Hidroponik. Monografi (27) : ISBN : 979-8403-36-2. Balai Penelitian
Tanaman Sayuran. Bandung.
Sutiyoso, Y. 2003. Hidroponik ala Yos. Jakarta. Penebar Swadaya.
Suwandi. 2009. Menakar Kebutuhan Hara Tanaman Dalam Pengembangan
Inovasi Budidaya Sayuran Berkelanjutan. Balai pengkajian Teknologi
Pertanian Jakarta. Pengembangan Teknilogi Pertanian. 2(2):131-147.
Triyono, S. 2011. Modul Praktikum Rekayasa Pengolahan Limbah. Teknik
Pertanian. Universitas Lampung.
Yuniarti, B. 2007. Pengukuran Tingkat Kekeruhan Air Menggunakan
Turbidimeter Berdasarkan Prinsip Hambuan Cahaya. (Skripsi). Universitas
Sanata Dharma. Yogyakarta.
Wahap, N., Estim, A., Kian, A.Y.S., Senoo, S dan Mustafa, S. 2010.
Producing Organic Fish and Mint in an Aquaponic System. Aquaponics
Journal, Issue 58: 28 – 33.