Sindroma Cauda Equina

20
SINDROMA CAUDA EQUINA BAB I PENDAHULUAN Cauda equina merupakan kumpulan akar saraf intradural pada ujung medulla spinalis. Cauda merupakan bahasa latin dari ekor, dan equina adalah bahasa latin untuk kuda, sehingga berarti ekor kuda. Medula spinalis adalah kelanjutan medulla oblongata kearah bawah yang dimulai tepat dibawah foramen magnum dan berakhir pada diskus intervertebralis antara vertebrae lumbalis pertama dan kedua sebagai struktur yang mengecil yang disebut conus medullaris, terdiri dari segmen medulla spinalis sakralis. Ini memberi inervasi sensorik ke “saddle area”, inervasi motorik ke sfingter dan inervasi parasimpatis ke kandung kencing dan usus bagian bawah, yaitu dari flexura lienalis kiri ke rektum. Saraf pada region cauda equina meliputi lumbal bagian bawah dan semua akar saraf sakralis. Nervus splanchnic pelvicus membawa serat parasimpatis preganglionik dari S2-S4 untuk menginervasi musculus detrusor pada kandung kencing. Sebaliknya lower motor neuron somatic dari S2-S4 menginervasi otot volunter dari sfingter ani eksterna dan sfingter uretra ke rektum inferior, dan percabangan perineum dari nervus pudendus. Oleh karena itu akar saraf region cauda equina membawa sensasi dari ekstremitas bawah, somatom perineum, dan serta motorik yang keluar ke miotom ekstremitas bawah. Lanjutan dari conus yag tipis, seperti benang yaitu filum terminale merupakan elemen non neuron dalam region cauda equina yang meluas ke bawah menuju coccygeus. 1,2 Cauda Equina Syndrome (CES) , suatu kelainan neurologis yang jarang ditemukan, merupakan kombinasi gejala dan tanda akibat kompresi simultan akar saraf lumbosakral multiple di bawah level conus medullaris. Manifestasi klinis neuromuskular dan urogenital bervariasi dengan karakteristik gangguannya adalah nyeri punggung bawah, ischialgia bilateral atau unilateral, kelemahan bilateral atau unilateral ekstremitas bawah, hipestesi atau anestesi perianal atau tipe sadel, impotensi, bersamaan dengan disfungsi bowel dan bladder. CES merupakan kasus yang jarang terjadi baik yang diakibatkan oleh trauma maupun nontrauma. Insidensi CES bervariasi, tergantung pada etiologinya. Prevalensi di antara populasi umum diperkirakan antara 1:100.000 dan 1:33.000. Penyebab paling umum adalah herniasi diskus lumbalis. Dilaporkan oleh lebih kurang 1% sampai 10% pasien herniasi diskus lumbal. Sindroma cauda equina merupakan kondisi yang serius. Meskipun lesi secara teknik melibatkan akar saraf dan menunjukkan kerusakan saraf “perifer”, akibat yang ditimbulkan dapat irreversibel sehingga CES memerlukan tidakan bedah emergensi. Sindroma cauda equina dianggap sebagai darurat bedah karena jika tidak diobati dapat menyebabkan kerusakan permanen kontrol usus dan kandung kemih dan kelumpuhan kaki. 1,2,3,4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

description

saraf

Transcript of Sindroma Cauda Equina

Page 1: Sindroma Cauda Equina

SINDROMA CAUDA EQUINA

BAB I

PENDAHULUAN

Cauda equina merupakan kumpulan akar saraf intradural pada ujung medulla spinalis. Cauda

merupakan bahasa latin dari ekor, dan equina adalah bahasa latin untuk kuda, sehingga berarti ekor

kuda. Medula spinalis adalah kelanjutan medulla oblongata kearah bawah yang dimulai tepat

dibawah foramen magnum dan berakhir pada diskus intervertebralis antara vertebrae lumbalis

pertama dan kedua sebagai struktur yang mengecil yang disebut conus medullaris, terdiri dari

segmen medulla spinalis sakralis. Ini memberi inervasi sensorik ke “saddle area”, inervasi motorik ke

sfingter dan inervasi parasimpatis ke kandung kencing dan usus bagian bawah, yaitu dari flexura

lienalis kiri ke rektum.

Saraf pada region cauda equina meliputi lumbal bagian bawah dan semua akar saraf sakralis. Nervus

splanchnic pelvicus membawa serat parasimpatis preganglionik dari S2-S4 untuk menginervasi

musculus detrusor pada kandung kencing. Sebaliknya lower motor neuron somatic dari S2-S4

menginervasi otot volunter dari sfingter ani eksterna dan sfingter uretra ke rektum inferior, dan

percabangan perineum dari nervus pudendus. Oleh karena itu akar saraf region cauda equina

membawa sensasi dari ekstremitas bawah, somatom perineum, dan serta motorik yang keluar ke

miotom ekstremitas bawah. Lanjutan dari conus yag tipis, seperti benang yaitu filum terminale

merupakan elemen non neuron dalam region cauda equina yang meluas ke bawah menuju

coccygeus. 1,2 

Cauda Equina Syndrome (CES) , suatu kelainan neurologis yang jarang ditemukan, merupakan

kombinasi gejala dan tanda akibat kompresi simultan akar saraf lumbosakral multiple di bawah level

conus medullaris. Manifestasi klinis neuromuskular dan urogenital bervariasi dengan karakteristik

gangguannya adalah nyeri punggung bawah, ischialgia bilateral atau unilateral, kelemahan bilateral

atau unilateral ekstremitas bawah, hipestesi atau anestesi perianal atau tipe sadel, impotensi,

bersamaan dengan disfungsi bowel dan bladder.

CES merupakan kasus yang jarang terjadi baik yang diakibatkan oleh trauma maupun nontrauma.

Insidensi CES bervariasi, tergantung pada etiologinya. Prevalensi di antara populasi umum

diperkirakan antara 1:100.000 dan 1:33.000. Penyebab paling umum adalah herniasi diskus lumbalis.

Dilaporkan oleh lebih kurang 1% sampai 10% pasien herniasi diskus lumbal.

Sindroma cauda equina merupakan kondisi yang serius. Meskipun lesi secara teknik melibatkan akar

saraf dan menunjukkan kerusakan saraf “perifer”, akibat yang ditimbulkan dapat irreversibel

sehingga CES memerlukan tidakan bedah emergensi. Sindroma cauda equina dianggap sebagai

darurat bedah karena jika tidak diobati dapat menyebabkan kerusakan permanen kontrol usus dan

kandung kemih dan kelumpuhan kaki. 1,2,3,4 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI 

Tulang belakang terdiri dari 24 tulang yang dapat digerakkan, dinamakan vertebrae. Terdapat 7 ruas

vertebrae segmen cervival, 12 segmen thoracal, 5 segmen lumbal, 4 segmen sacrum dan 4 segmen

coccygeus yang bersatu. Segmen lumbal tulang belakang (terutama vertebrae Lumbal 5) menyangga

Page 2: Sindroma Cauda Equina

berat badan terbesar. 1,3,5

Foramen vertebra adalah cincin tipis tulang vertebra yang terdiri dari bagian corpus, pediculus, dan

lamina. Setiap segmen tulang belakang memiliki karakter yang berbeda. Foramen vertebra dari

kumpulan tiap level vertebra akan membentuk canalis vertebralis, ruang dimana medulla spinalis

berada. 

Gambar 1. Potongan sagital canalis vertebral (spinal) menunjukkan medulla spinalis dan nervus

spinalis keluar dari foramina intervertebralis. 

Gambar 2. Epiconus, conus medullaris, dan cauda equina, dengan hubungan topografis dengan

radiks menuju corpus vertebra dan diskus intervertebralis. 

Gambar 3. Diagram dermatom lumbosacral

Gambar 4 . Vertebra lumbalis dan struktur di sekitarnya.

Gambar 5. Vaskularisasi medulla spinalis menunjukkan 1 arteri spinalis anterior yang memberikan

vaskularisasi 2/3 bagian depan medulla spinalis, dan dua arteri spinalis posterior yang masing-masing

memberikan vaskularisasi 1/6 medulla spinalis.7 

Antara tulang vertebra dihubungkan oleh diskus intervertebralis dan facet joint. Diskus

intervertebralis berupa jaringan ikat mirip gel yang mengikat satu tulang vertebra pada tulang

vertebra selanjutnya dan berfungsi sebagai bantalan atau peredam goncangan antar tulang vertebra.

Fungsi ini melindungi vertebra, otak dan struktur lainnya. Adanya diskus intervertebralis juga

memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi.6 

Diantara corpus vertebra, terdapat sebuah massa fibrous yang berfungsi sebagai bantalan absorber

yang disebut diskus. Diskus ini tetap berada di tempatnya karena disokong oleh ligamen-ligamen.

Diskus intervertebralis terdiri dari dua komponen yang berbeda: annulus fibrosus di bagian luar dan

nucleus pulposus, massa gelatin di bagian dalam. Mereka tertambat pada vertebra di bagian atas dan

bagian bawah oleh cartilage end plates. Pada diskus normal, air merupakan komponen penting dari

nucleus. Namun, seiring dengan bertambahnya usia, kandungan air dalam diskus berkurang dan

menyebabkan degenerasi diskus.8 Medula spinalis pada orang dewasa berakhir pada level vertebra

antara L1 dan L2 dengan sekumpulan berkas akar saraf lumbal dan sacral dalam kanalis spinalis

yang membentuk cauda equina di bawah medulla spinalis. Akar-akar saraf itu kemudian terpisah dan

keluar dari kanalis spinalis melalui foramina intervertebrale yang sesuai. Cauda equina terlindung

dalam ruang subarakhnoid hingga setinggi vertebra sakralis II. Nyeri dan gejala lain dapat timbul bila

diskus yang rusak menekan ke dalam kanalis spinalis atau radiks saraf.

PATOFISIOLOGI

Sindrom cauda equina disebabkan oleh penyempitan apapun pada canalis spinalis yang menekan

akar saraf di bawah level medula spinalis. Lesi pada cauda equina bersifat LMN karena radiks yang

terkena merupakan bagian dari susunan saraf perifer. 

Cauda Equina Syndrome (CES) merujuk pada kondisi dimana terjadi kompresi secara bersamaan

pada akar saraf lumbosakral dibawah level conus medularis, yang menyebabkan gejala

neuromuskuler dan urogenital. Patofisiologi mekanisme terjadinya CES belum sepenuhnya dipahami.

Akar saraf ini rentan terhadap cedera kompresi atau regangan karena memiliki epineurinum yang

tidak berkembang dengan baik. Jika epineurinum terbentuk sempurna, seperti pada saraf-saraf

perifer, akan dapat melindungi saraf dari tekanan atau tarikan/regangan. Selain itu sistem

Page 3: Sindroma Cauda Equina

mikrovaskuler pada akar saraf cauda equina memiliki area yang relatif hipovaskuler yang terbentuk

oleh kombinasi area anastomosis di sepertiga proksimal akar saraf. Hal tersebut menimbulkan

rasionalisasi anatomik terhadap terjadinya manifestasi neuroiskemik bersamaan dengan perubahan

degenerasi. 9,10,11 

Gambar 6 . Berbagai variasi perubahan patologik pada cauda equina11

Beberapa penyebab sindrom cauda equina telah dilaporkan, meliputi cedera traumatik, herniasi

diskus, stenosis spinalis, neoplasma spinal, schwannoma, ependimoma, kondisi peradangan, kondisi

infeksi, dan penyebab iatrogenik. 3

Trauma

• Kejadian traumatik yang menyebabkan fraktur atau subluksasi dapat menyebabkan kompresi

cauda equina. 

• Trauma tembus dapat menyebabkan kerusakan atau kompresi cauda equina. 

• Manipulasi spinal yang menyebabkan subluksasi akan mengakibatkan munculnya sindrom cauda

equina. 

• Kasus yang jarang berupa fraktur insufisiensi sacral telah dilaporkan menyebabkan sindrom cauda

equina. 

Herniasi diskus

• Kejadian sindroma cauda equina yang disebabkan oleh herniasi diskus lumbalis dilaporkan

bervariasi dari 1-15%. 

• Sembilan puluh persen herniasi diskus lumbalis terjadi baik pada L4-L5 atau L5-S1. 

• Tujuh puluh persen kasus herniasi diskus yang menyebabkan sindrom cauda equina terjadi pada

pasien dengan riwayat low back pain kronis, dan 30% berkembang menjadi sindrom cauda equina

sebagai gejala pertama herniasi diskus lumbalis. 

• Laki-laki usia dekade 4 dan 5 adalah yang paling rawan terhadap sindrom cauda equina akibat

herniasi diskus. 

• Sebagian besar kasus sindrom cauda equina yang disebabkan herniasi diskus melibatkan partikel

besar dari materi diskus yang rusak, mengganggu setidaknya sepertiga diameter canalis spinalis. 

• Pasien dengan stenosis kongenital yang menderita herniasi diskus yang menetap lebih mungkin

untuk mengalami sindrom cauda equina yang disebabkan bahkan oleh herniasi diskus yang ringan

dapat secara drastis membatasi ruang yang tersedia untuk akar saraf. 

• Patofisiologi Hernia Nukleus Pulposus

Banyak faktor meningkatkan resiko terjadinya hernia diskus: 

(1) gaya hidup seperti merokok, kurang aktivitas, dan nutrisi yang tidak adekuat berkontribusi

terhadap kondisi diskus. 

(2) seiring dengan bertambahnya usia, perubahan biokimia menyebabkan diskus secara perlahan-

lahan menjadi kering sehingga mempengaruhi kekuatan diskus. 

(3) postur yang buruk dikombinasi dengan kebiasaan buruk yang mengakibatkan penekanan mekanik

pada tulang belakang mempengaruhi kemampuan tulang belakang untuk menyangga berat

badan.12 

Kombinasi dari faktor-faktor ini, ditambah dengan trauma, robekan sehari-hari dari diskus, cara

mengangkat beban yang tidak benar mengakibatkan herniasi diskus. Herniasi dapat terjadi tiba-tiba

atau perlahan-lahan dalam hitungan minggu atau bulan. Berikut adalah 4 tahap herniasi diskus:

11,14,15

Page 4: Sindroma Cauda Equina

1. Degenerasi diskus

Perubahan biokimiawi berkaitan dengan penuaan mengakibatkan diskus menjadi lemah, tetapi tanpa

herniasi.

2. Prolaps

Bentuk atau posisi diskus berubah dengan sedikit penonjolan ke canalis spinalis. Disebut juga bulging

atau protrusion.

3. Ekstrusi

Nucleus pulposus menembus annulus fibrosus namun tetap berada di dalam diskus

4. Sekuestrasi 

Nucleus pulposus menembus annulus fibrosus, menembus keluar diskus sampai ke canalis spinalis

Gambar 7. Herniasi nucleus pulposus

Gambar 8. Manifestasi klinis hernia diskus lumbalis

Sumber Pustaka : Jones HR, Srinivasan G, Allam GJ. Netter’s Neurology. 2nd edition. Elsevier

Saunders. Philadelpia. 2012 

Stenosis spinalis

• Penyempitan canalis spinalis dapat disebabkan oleh abnormalitas dalam proses perkembangan

atau degeneratif. 

• Kasus spondilolistesis dan Paget’s diseaseyang berat dapat menyebabkan sindrom cauda equina. 

• Stenosis spinalis menyebabkan “neurogenic intermittent claudication” atau iskemia intermittent

cauda equine yang disebabkan oleh herniasi lumbal, hipertrofi tepi corpus ke dalam canalis spinalis,

spondilolistesis atau tumor extradural.

Gambar 9 . Patologi stenosis spinalis 13

Neoplasma

• Sindrom cauda equina dapat disebabkan oleh neoplasma spinal baik primer atau metastasis,

biasanya berasal dari prostat (pada laki-laki).

• Sindrom cauda equina dapat disebabkan oleh neoplasma spinal baik primer atau metastasis,

biasanya berasal dari prostat (pada laki-laki).

• 60 % pasien dengan sindrom cauda equina yang disebabkan neoplasma spinal mengalami nyeri

berat yang dini. 

• Temuan terbaru meliputi kelemahan ekstremitas bawah yang disebabkan oleh keterlibatan ventral

root.

• Pasien umumnya mengalami hipotoni dan hiporefleks. 

• Hilangnya sensoris dan disfungsi sfingter juga umum ditemukan.

Schwannoma

• Schwannoma adalah neoplasma jinak dengan kapsul yang secara struktural identik dengan

sinsisium sel Schwann.

• Pertumbuhan ini dapat berasal dari saraf perifer atau simpatis. 

• Schwannoma dapat dilihat menggunakan mielografi, tetapi MRI adalah kriteria standar.

Schwannoma bersifat isointense pada image T1, hyperintense pada image T2, dan enhanced dengan

kontras gadolinium. 

Ependimoma

Page 5: Sindroma Cauda Equina

• Ependimoma adalah glioma yang berasal dari sel ependim yang relatif undifferentiated. 

• Mereka sering berasal dari canalis sentralis medula spinalis dan cenderung tersusun secara radial di

sekitar pembuluh darah. 

• Ependimoma paling umum ditemukan pada pasien yang berusia sekitar 35 tahun.

• Mereka dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan peningkatan kadar protein pada

cairan serebrospinalis. 

• Temuan pada MRI dapat digunakan untuk membantu dokter dalam mendiagnosis sindrom cauda

equina. Lesi tampak isointense pada T1-weighted image, hypointense pada T2-weighted image, dan

enhanced dengan kontras gadolinium.

Inflamasi

• Kondisi peradangan pada medula spinalis yang berlangsung lama, misalnya Paget’s disease dan

spondilitis ankilosa, dapat menyebabkan sindrom cauda equina karena stenosis ataupun fraktur

spinal. 

Infeksi

• Kondisi infeksi, misalnya abses epidural, dapat menyebabkan deformitas akar saraf dan medula

spinalis. 

• MRI dapat menampilkan penampakan abnormal akar saraf yang tertekan ke satu sisi sacus duralis. 

• Gejala secara umum meliputi nyeri punggung yang berat dan kelemahan motorik yang berkembang

sangat cepat.

Penyebab iatrogenik

• Komplikasi dari instrumentasi spinal telah dilaporkan menyebabkan kasus sindrom cauda equina,

misalnya pedicle screw dan laminar hook yang salah tempat.

• Anestesi spinal yang kontinyu juga telah dihubungkan sebagai penyebab sindrom cauda equina.

• Injeksi steroid epidural, injeksi lem fibrin, dan penempatan free fat graft merupakan penyebab yang

juga dilaporkan sebagai penyebab sindrom cauda equina meskipun jarang. 

DIAGNOSIS 9,13

Terdapat tiga variasi CES yang sudah diketahui :

1. CES akut yang terjadi mendadak tanpa didahului problem punggung bawah sebelumnya

2. Defisit neurologis akut (disfungsi bladder) pada pasien yang memiliki riwayat nyeri punggung dan

ischialgia

3. progresi bertahap ke arah CES pada pasien yang yang menderita nyeri punggung kronik dan

ischialgia. 

Pada lebih 85% kasus, gejala dan tanda klinis CES berkembang dalam waktu kurang dari 24 jam.

Glave dan Macfarlane membagi pasien CES dalan dua stadium dalam hubungannya dengan fungsi

urinari: stadium I, CES dengan retensi dan overflow incontinence; stadium II, CES inkomplit, dengan

ciri penurunan sensasi urinari, hilangnya keinginan untuk berkemih (pengosongan), pancaran urin

tidak baik, dan perlu mengejan agar bisa berkemih.15 

Anamnesis 3,4,10,16,17

Pasien CES sering menunjukkan gejala-gejala yang tidak spesifk, dengan nyeri punggung yang

merupakan gejala yang paling menonjol. Bell et al menunjukkan bahwa didapatkan akurasi diagnostik

antara retensi urin, frekuensi urin, inkontinensia urin, penurunan sensasi berkemih dan penurunan

sensasi perineal dengan hasil MRI yang menunjukkan adanya prolaps diskus. Anamnesis yang harus

didapatkan dari pasien antara lain:

Page 6: Sindroma Cauda Equina

• Nyeri punggung bawah. Nyeri ini mungkin memiliki beberapa karakteristik yang mengesankan

adanya hal yang berbeda dari strain lumbal pada umumnya. Pasien mungkin melaporkan adanya

trigger yang memperparah, seperti menolehkan kepala.

• Nyeri tungkai atau nyeri menjalar ke kaki yang bersifat akut atau kronik

• Kelemahan motorik ekstremitas bawah unilateral atau bilateral dan/atau abnormalitas sensorik

• Disfungsi bowel dan bladder

o Gejala awal biasanya adalah retensi urin yang diikuti dengan munculnya overflow incontinence, dan

kemudian bisa juga diikuti dengan keluhan inkontinensia alvi

o Biasanya dihubungkan dengan anesthesia/hipestesia tipe sadel

• Gangguan ereksi dan ejakulasi

Pemeriksaan Fisik 3,4,10,16,17

Nyeri sering berlokasi di punggung bawah. Mungkin didapatkan nyeri tekan setempat atau nyeri

sewaktu diperkusi. Nyeri punggung bawah dapat dibagi menjadi nyeri lokal dan radikular. Nyeri lokal

biasanya nyeri yang dalam akibat iritasi jaringan lunak dan korpus vertebra. Nyeri radikular

umumnya bersifat tajam, seperti tertusuk-tusuk akibat dari kompresi radiks saraf dorsal. Nyeri

radikular diproyeksikan dalam distribusi dermatomal.

Abnormalitas refleks mungkin ada, berupa berkurangnya atau hilangnya refleks fisiologis. Refleks

yang meningkat merupakan tanda adanya keterlibatan medula spinalis sehingga diagnosis CES bisa

disingkirkan. Nyeri menjalar ke kaki (ischialgia) unilateral atau bilateral merupakan karakteristik CES,

diperburuk dengan manuver valsava. Abnormalitas sensorik mungkin muncul di area perineal atau

ekstremitas bawah. Pemeriksaan raba ringan (light touch) pada area perineal seharusnya dilakukan.

Area yang mengalami anestesi mungkin menunjukkan adanya kerusakan kulit.

Kelemahan otot mungkin timbul pada otot-otot yang mendapatkan inervasi dari radiks saraf yang

terkena. Atrofi otot dapat terjadi pada CES kronik. Tonus sphincter ani yang menurun atau hilang

merupakan karakteristik CES.

Adanya tanda babinski atau tanda-tanda upper motor neuron lainnya menunjukkan diagnosis selain

CES, kemungkinan merupakan kompresi medula spinalis. Penurunan fungsi bladder dapat dinilai

secara empiris dengan kateterisasi urin.

CES harus dipertimbangkan kemungkinannya pada semua pasien yang memiliki keluhan nyeri

punggung bawah dengan inkontinensia bowel atau bladder. Disfungsi bladder biasanya merupakan

akibat dari kelemahan otot detrussor dan areflexic bladder; disfungsi ini awalnya menyebabkan

retensi urin yang kemudian diikuti dengan overflow incontinence pada stadium selanjutnya. Pasien

yang menderita nyeri punggung dan inkontinensia urin tetapi hasil pemeriksaan neurologisnya

normal seharusnya diukur volume residual postvoid-nya. Volume residual postvoid yang lebih besar

dari 100 mL menunjukkan adanya overflow incontinence dan memerlukan evaluasi lebih lanjut;

sedangkan volume kurang dari 100 mL menyingkirkan diagnosis CES. Refleks anal, yang ditimbulkan

dengan mengusap kulit lateral anus, normalnya menyebabkan kontraksi refleks sphincter ani

eksterna. Pemeriksaan rektal seharusnya dilakukan untuk menilai tonus sphincter ani dan sensibilitas

jika ditemukan tanda atau gejala CES.

Gambar 10. Inervasi regio pelvis oleh sacral inferior dan nervus pudendus 

Gambar 11. Standard Neurological Classification of Spinal Cord Injury (From ASIA) 18

Pemeriksaan Penunjang3,9

Page 7: Sindroma Cauda Equina

Diagnosis CES umumnya bisa didapatkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan radiologi dan laboratorium digunakan untuk mengonfirmasi diagnosis dan untuk

menentukan lokasi patologik dan penyakit yang mendasari. 

Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan dalam penelusuran diagnosis CES adalah:

• X-foto polos. Tidak banyak membantu dalam diagnosis CES tapi mungkin dapat dilakukan dalam

kasus-kasus cedera akibat trauma atau penelusuran adanya perubahan destruktif pada vertebra,

penyempitan diskus intervertebralis atau adanya spondilosis, spondilolistesis

• CT dengan atau tanpa kontras. Myelogram lumbar diikuti dengan CT 

• MRI. Berdasarkan kemampuannya untuk menggambarkan jaringan lunak, MRI umumnya

merupakan tes yang disukai dokter dalam mendiagnosis CES. MRI direkomendasikan untuk seluruh

pasien yang memiliki gejala urinari yang baru muncul yang berhubungan dengan nyeri punggung

bawah dan ischialgia.

• Ultrasonografi mungkin bisa digunakan untuk estimasi volume residual post-void

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin, kimia darah, gula

darah puasa, sedimentation rate, dan sifilis dan lyme serology. Pemeriksaan cairan serebrospinal juga

dapat dilakukan jika didapatkan tanda meningitis.

PENATALAKSANAAN

Belum ada bukti yang menunjukkan terapi apa yang paling baik pada CES. Terapi umumnya

ditujukan pada penyebab yang mendasari terjadinya CES.

Pembedahan2,4,5,10,12

Pada sebagian kasus, CES merupakan indikasi untuk dilakukan operasi dekompresi secepatnya;

laminektomi yang diikuti dengan retraksi cauda equina secara hati-hati (untuk menghindari

komplikasi meningkatnya gangguan neurologis) dan diskectomy pada penderita CES yang

disebabkan oleh herniasi diskus merupakan tindakan pilihan. Waktu yang tepat dilakukan tindakan

dekompresi belum sepenuhnya disepakati. Umumnya, pasien CES yang dilakukan operasi dalam 24

jam sejak timbul gejala awal dipercaya akan mencapai perbaikan neurologis yang lebih baik secara

signifikan. Tetapi, beberapa penelitian menunjukkan tidak ditemukannya perbaikan outcome secara

signifikan pada pasien yang dioperasi dalam waktu 24 jam dibandingkan dengan pasien-pasien yang

dioperasi dalam waktu 24 sampai 48 jam. Penelitian lain menunjukkan bahwa pembedahan yang

dilakukan secara elektif dibandingkan pembedahan emergensi tidak mengganggu perbaikan

neurologis. Meskipun begitu, sebagian besar peneliti merekomendasikan tindakan operasi

dekompresi secepat mungkin setelah munculnya gejala untuk meningkatkan kemungkinan

memperoleh perbaikan neurologis komplit.

Medikamentosa3,4

• Agen vasodilator

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa agen vasodilator memiliki efek terapetik yang signifikan

terhadap CES. Dalam sebuah penelitian eksperimental menyebutkan bahwa pengobatan sistemik

dengan OP-1206 α-CD, suatu analog prostaglandin E1, dapat secara signifikan meningkatkan aliran

darah dan menurunkan hiperalgesia thermal yang diinduksi oleh cedera konstriksi saraf pada tikus.

• Agen anti-inflamasi

Agen anti-inflamasi, meliputi steroid dan NSAID, mungkin efektif pada pasien dengan penyebab

inflamasi dan sudah banyak digunakan dalam pengobatan nyeri punggung, tapi tidak ada bukti yang

Page 8: Sindroma Cauda Equina

menunjukkan bahwa obat-obat tersebut memberikan manfaat yang signifikan. Regimen steroid yang

biasa dipakai adalah deksametason dengan dosis awal 10 mg secara intravena, diikuti 4 mg secara

intravena diberikan setiap enam jam. Deksametason umumya diberikan intravena pada dosis 4

sampai 100 mg.

NSAID telah terbukti berguna untuk mencegah kalsifikasi jaringan lunak, osifikasi heterotopik dan

perlengketan. Beberapa peneliti juga menegaskan resiko potensial penggunaan steroid. Pernah

dilaporkan bahwa penggunaan agen antiinflamasi mungkin menghambat penyembuhan dan

seringkali menimbulkan pembentukan abses.

REHABILITASI MEDIK PADA SINDROMA CAUDA EQUINA

Perawatan kulit

Pada saat terjadinya cedera medulla spinalis seringkali menyebabkan pasien memerlukan tirah

baring dalam waktu lama. Hal ini merupakan faktor risiko terjadinya ulkus dekubitus pada daerah-

daerah tubuh tertentu yang mengalami penekanan terus menerus. Usaha terhadap pencegahan

penanganan dekubitus harus dimulai segera setelah terjadinya cedera. Dasar perawatan adalah

membebaskan tonjolan tulang dari tekanan setiap 2-3 jam sekali. 19,20

Perawatan kandung kemih dan rektum

Dalam program rehabilitasi, perawatan kandung kemih dan rektum sangat penting dan merupakan

kunci keberhasilan hidup di masa mendatang. 

Lower Motor Neuron Bladder Training

Pada tipe ini refleks bulbocavernosus dan anal superficial selalu negatif, penekanan / pemijatan

kandung kemih dengan mengejangkan otot – otot abdomen dan diafragma yang tidak mengalami

paralisis serta dibantu manual kompresi (maneuver Crede) dapat dilakukan untuk membantu

pengosongan kandung kemih (pertama kali dilakukan 2 minggu setelah terjadinya cedera). Bila ini

gagal, ulangi 2 kali seminggu sampai terjadi pengosongan kandung kemih ( biasanya terjadi setelah 2

– 8 minggu ). Dapat juga dilakukan usaha dengan kateter intermiten setiap 4-6 jam untuk melatih

pengosongan kandung kemih secara efektif. Bila pengosongan kandung kemih sudah dapat terjadi,

maka usaha selanjutnya dilakukan oleh penderita sendiri tiap 2 jam di siang hari dan perawat

membantu melakukan penekanan secara manual di malam hari saat membalik posisi pasien. Sekali

penderita telah menguasai tehnik pengosongan kandung kemih ini dengan memuaskan, maka

frekuensi pengosongan dapat diatur sendiri, misalnya 3 – 4 jam sekali di siang hari, sebelum tidur,

tengah malam (waktu membalikan posisi pasien), serta waktu bangun tidur di pagi hari., 20,21

Bowel Care

Dasar dari latihan rektum ini adalah supaya fungsi pengosongan rektum berjalan dengan efektif,

efisien dan wajar. 19

Fisioterapi

Program fisioterapi harus sudah dimulai sejak pasien dirawat. Ada berbagai macam program

fisioterapi yang dapat diberikan pada pasien dengan sindrom kauda equina dan tentunya tidak

Page 9: Sindroma Cauda Equina

semuanya cocok diberikan untuk setiap pasien. Jelas pemberian latihan ini disesuaikan dengan

keadaan klinis pasien dan juga gangguan neurologis yang ditemukan pada pasien tersebut. Adapun

program-program tersebut antara lain: 

1. Gerakan pasif.

Tiap persendian dari group otot ekstremitas inferior digerakan secara pasif dan full ROM, sekurang –

kurangnya 2 kali sehari. Hal ini perlu untuk mencegah terjadinya kontraktur, karena gerakan pasif

tersebut memelihara tonus dan panjang otot, serta melancarkan aliran darah dari ekstremitas inferior

yang rentan terhadap kemungkinan timbulnya trombosis yang disebabkan aliran darah biasanya

ditempat tersebut sangat lambat.

2. Keseimbangan duduk.

Pada pasien dengan kelemahan otot ekstremitas inferior yang cukup berat saat mula-mula di pindah

ke kursi roda perlu waktu beberapa hari bagi pasien dapat duduk tegak dengan baik. Paralisis otot-

otot tubuh seringkali mengganggu keseimbangan dan bagi pasien hal ini dirasakan sangan

mengganggu. Jika duduk tegak maka pasien akan merasakan gejala-gejala seperti hipotensi antara

lain pusing dan mual. Biasanya secara bertahap pasien dapat menyesuaikan diri. Jika hal ini terus

berlanjut, maka dapat digunakan tilt table untuk membantu pasien membiasakan diri duduk tegak.

3. Berenang

Latihan berenang di kolam sangat bermanfaat dan menyenangkan karena akan membantu dan

mempermudah otot-otot ekstremitas inferior untuk aktif berfungsi. Ban dan jaket penyelamat dapat

digunakan untuk pengaman dan memperbesar rasa percaya diri pasien. Jika pasien ragu-ragu, maka

terapis dapat membantu dengan menyangga tubuh pasien pada tempat yang sensoriknya masih

berfungsi. Latihan renang ini dari sejak awalnya sudah dapat dikembangkan menjadi salah satu

latihan yang dapat menyenangkan sekaligus sebagai suatu rekreasi.

4. Gym work

Tujuan latihan di ruang senam ini adalah untuk mengembangkan sepenuhya aktifitas otot-otot yang

persyarafannya masih baik. Latihan dengan tahanan, per dan beban, press up, dan memanjat dengan

tali.

5. Mat work (senam lantai di matras), 

Pasien dalam posisi berbaring di lantai bertujuan untuk menguatkan otot–otot trunkus dan

meningkatkan tonus otot – otot paravertebralis sehingga nantinya hal tersebut dapat membantu

pasien dalam memperbaiki keseimbangan duduk dan postur. Latihan di matras ini bertujuan

membantu mengurangi spastisitas otot – otot tersebut dan ini kelak akan membantu berfungsinya

bladder dan bowel. Semua pasien diajarkan berguling di lantai dan jika mungkin belajar duduk tanpa

dibantu. Selanjutnya latihan keseimbangan dapat terus di kembangkan dengan latihan duduk di tepi

tempat tidur. Selain itu bisa pula dilakukan senam Kegel untuk menguatkan otot-otot panggul.

6. Berdiri

Pasien paraparese atau paraplegia secara teratur harus diajarkan cara untuk berdiri tegak. Disamping

meningkatkan moril dan kepercayaan diri pasien, hal ini bertujuan untuk meringankan beban tekanan

di sakrum dan pantat, memperbaiki tonus otot di trunkus dan ekstremitas inferior, mencegah

deformitas fleksi di pangkal paha, lutut dan pergelangan kaki, memperbaiki efisiensi pengosongan

ginjal dan kandung kemih serta fungsi rektum dan juga berperan dalam pencegahan osteoporosis

dan fraktur patologis. Untuk memungkinkan latihan berdiri tegak ini dapat digunakan alat yang

dinamakan standing frame. Pengikat yang dilapisi kulit halus berfungsi sebagai brace, sedangkan

meja miring didepan berfungsi sebagai tempat penderita melakukan berbagai aktifitasnya sambil

Page 10: Sindroma Cauda Equina

berdiri. 

7. Latihan jalan.

Faktor yang sangat menentukan kemampuan pasien dalam berjalan ialah: kekuatan otot quadriceps,

propioseptif lutut, tidak adanya kontraktur fleksi dari panggul dan kontrol lengan. Untuk melangkah

adalah merupakan problem yang besar bagi pasien. Kemauan merupakan kunci kearah keberhasilan,

yang juga sangat tergantung faktor umur, berat badan dan jumlah otot-otot yang masih berfungsi.

Teknik-teknik yang dapat dipergunakan dalam latihan jalan ini antara lain: swing to & swing through

qait menggunakan kruk siku (elbow crutches).

8. Pemakaian kursi roda

Harus dipesan kursi roda yang sesuai untuk tiap pasien. Idealnya pasien dipesankan kursi roda sedini

mungkin yang tipenya disesuaikan dengan hasil pemeriksaan. Waktu yang paling tepat adalah saat

pasien mulai belajar duduk.

Sebaiknya pemesanan kursi roda ini didiskusikan oleh tim. Pemilihan jenis kursi roda sangat

tergantung kepada usia, ukuran tubuh, tinggi badan dan berat badan dan ditentukan oleh kekuatan

lengan (1,2,3). Tempat kaki yang dapat dibuka dan berputar, ketinggian yang dapat diatur serta

sandaran tangan yang dapat dilepaskan merupakan bentuk standart.

Latihan mengendalikan kursi roda diberikan sampai pasien betul – betul yakin akan kemampuannya.

Antara lain latihan tersebut adalah bagaimana cara – cara melintasi pintu, permukaan lantai yang

tidak rata, kemiringan dari “trotoar”. Kepada pasien juga diajarkan cara–cara mundur dengan

baik.19,20,21

Sosial medik

Pekerja sosial medik merupakan salah satu anggota tim yang diperlukan dan tugasnya meliputi

berbagai aspek yang sangat bervariasi. Kontak dengan pasien dan keluarganya segera dilakukan

pada saat pasien masuk rumah sakit. Kontak dengan dinas sosial setempat harus segera dilakukan,

ini kelak akan sangat membantu dalam memulangkan pasien kerumahnya. Begitu pula halnya untuk

keperluan seperti kursi roda dan alat bantu lainnya diusahakan dengan bekerja sama dengan dinas

tersebut. Kadang – kadang pekerja sosial medik diminta bantuannya untuk mengatasi kesulitan yang

dialami pasien maupun keluarganya. Disamping itu pekerja sosial medik juga diperlukan untuk

mengadakan kunjungan ke rumah pasien dengan memperhatikan hal – hal sebagai berikut: 22 

• Tinggi tombol lampu

• Penutup lantai / karpet yang lepas

• Lebar pintu

• Permukaan lantai tidak boleh licin

• Anak tangga pada pintu yang menghambat mobilitas

• Kamar tidur harus ada di lantai bawah

• Letak kamar mandi

• Tipe bangunan rumah bila diperlukan “hoists” (katrol)

• Tinggi meja dapur

• Lebar lorong di dalam rumah

Ortotik

Page 11: Sindroma Cauda Equina

Pada trauma medula spinalis daerah torako lumbal dapat diberikan torako lumbal brace. Prinsip kerja

ini alat ini adalah memberikan penekanan pada 3 buah titik yang dikenal dengan “three point

pressure”. Penekanan tersebut diberikan dibagian antero distal yang terletak diatas pubis, dibagian

antero proksimal pada sternum, sedangkan dibagian posterior tekanan diberikan pada daerah thorax

bagian distal hingga lumbal bagian proksimal yang berupa “padding”, seperti tampak pada gambar

yang menunjukkan salah satu tipe torako lumbal brace yaitu Jewett Brace. 22

Sedangkan pada trauma medula spinalis daerah torako lumbo sakral dapat diberikan torako lumbo

sakral brace (TLSO). Prinsip kerja alat ini untuk menghambat gerakan tulang punggung kearak fleksi,

ekstensi, laterofleksi. “Frame dan padding” yang menahan otot – otot abdominal mulai dari umbilikus

sampai daerah supra pubis. Gambar menunjukkan salah satu bentuk torako lumbo sakral brace yaitu

Goltwait brace.

Lesi pada T12 – L1 mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik mulai dari panggul ke

bawah. Pada keadaan ini diperlukan pola jalan “swing throuh” yang memerlukan energi 6 kali lebih

besar dibandingkan keadaan normal untuk setiap meternya. Pasien yang mampu berjalan dengan

pola ini dan dalam kecepatan yang cukup baik 60 m/menit sangat jarang. 22

Okupasi Terapi

Okupasi terapi bertujuan untuk: 

• Aktifitas kehidupan sehari – hari.

• Penilaian kursi roda

• Penilaian alat bantu jalan

• Penilaian pekerjaan dan penempatan kembali

• Penguatan otot – otot punggung dan ekstremitas atas

• Mempertahankan sisa fungsi yang masih ada

• Membangkitkan kembali semangat penderita

• Mencegah kontraktur otot

Psikologi

Secara umum dikatakan bahwa depresi dapat mengganggu proses rehabilitasi. Depresi dan ansietas

dapat mengakibatkan disabilitas yang sama beratnya dengan yang disebabkan trauma medula

spinalis. Kekuatiran akan masa depan dan akibat cacat yang diderita, sikap tidak realistis, sikap

agresif merupakan tanda–tanda keresahan emosional. Dorongan dari terapis dan keluarga,

pendekatan positif kepada pasien dan kemampuannya, sangat membantu dalam menghilangkan

gejala. Mereka yang mengalami depresi ringan biasanya memberikan respon yang baik terhadap

obat – obat anti depresi. Waktu penyesuaian psikologi biasanya memerlukan waktu sekitar 18-24

bulan.

PROGNOSIS3,4

Para peneliti telah menemukan kriteria-kriteria spesifik yang dapat membantu memprediksi

prognosis pasien CES.

• Pasien dengan ischialgia bilateral dilaporkan memiliki prognosis yang kurang baik dibanding yang

mengalami ishialgia unilateral.

• Pasien dengan gejala anestesi perineal komplit kemungkinan besar akan menderita paralisis

Page 12: Sindroma Cauda Equina

bladder permanen

• Luasnya defisit sensorik tipe sadel atau perineal merupakan prediktor perbaikan/penyembuhan

yang paling penting. Pasien dengan defisit unilateral memiliki prognosis yang lebih baik daripada

pasien dengan defisit bilateral.

• Wanita dan pasien dengan disfungsi bowel memiliki outcome yang lebih buruk.

Prognosis dapat juga diprediksi dengan skala American Spinal Injury Association (ASIA) berikut :

• ASIA A : 90 % pasien masih mampu dalam ambulasi fungsional

• ASIA B : 72 % pasien tidak dapat mencapai ambulasi fungsional

• ASIA C/D : 13 % pasien tidak mampumencapai ambulasi fungsional 1 tahun setelah cedera.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ropper AH, Brown RH. Principles of Neurology. 8th ed. Mc.Graw-Hill. New York. 2005; 168-171.

2. Mahadewa T, Maliawan S. Cedera Saraf Tulang Belakang Aspek Klinis dan Penatalaksanaannya.

Udayana University Press. Denpasar 2009 

3. Dawodu ST. Cauda Equina and Conus Medullaris Syndromes. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/1148690-overview#showall

4. Cauda Equina Syndrome, http://www.emedicinehealth.com, Januari 11,2012

5. Snell RS. Neuroanatomi klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 5. EGC Jakarta 2002

6. Mercer S, Bogduk N. The ligaments and annulus fibrosus of human adult cervikal intervertebral

discs. Spine. Apr 1 1999;24(7):619-26; discussion 627-8.

7. Bartleson JD, Deen HG. Spine Disorders Medical and Surgical Management. Cambridge University

Press, New York 2009

8. Skyme AD, SElmon GPF, Apthorp L. Common spinal disorders explained. London: Remedica. 2005:

39-43.

9. MA Bin et al. Cauda equina syndrome: a review of clinical progress.Chin Med J 2009;122(10):1214-

1222

10. Jason C Eck. Cauda equina syndrome. Available from http://emedicine.medscape.com

/article/1263571-overview . Updated: Feb 12, 2012

11. David H Durrant, Jerome M True. Myelopathy,radiculopathy, and peripheral entrapment

syndromes. CRC press. 2002.

12. Available at http://www.mwspinecare.com/files/Lumbar_Herniated_Disc.pdf

13. Clarke A, Jones A, Malley MO, McLarren R. ABC of spinal disorders. Singapore: Blackwell. 2010: 22-

3.

14. Baehr M, Frotscher M. Duus’ Topical Diagnosis in Neurology Anatomy • Physiology • Signs •

Symptoms . 4th edition , Thieme , Stuttgart • New York 2005 : 56 – 113

15. Gleave JR, Macfarlane R. Cauda equina syndrome: what is the relationship between timing of

surgery and outcome? Br JNeurosurg 2002; 16: 325-328.

16. Tsementzis Sotirios. Differential diagnosis in neurology and neurosurgery. Thieme. 2000. 210-212

17. Esther Dan-Phuong. A case study of cauda equina syndrome. The Permanente Journal. fall 2003;

7(4):13-17

18. Evans RW. Neurology and Trauma. 2nd ed. Oxford University Press 2006 : 267

19. Cucurullo SJ. Physical Medicine and Rehabilitation Board Review. New York: Demos. 2004 

20. Tan J. Practical Manual of Physical Medicine and Rehabilitation. St. Louis: Mosby. 1998 

CAUDA EQUINA SINDROM

Page 13: Sindroma Cauda Equina

I. PENDAHULUAN

Sepanjang perkembangannya, korda spinalis dan kolumna vertebralis tumbuh dalam waktu yang

tidak bersamaan, dengan pertumbuhan columna vertebralis lebih cepat dibandingkan korda spinalis.

Nervus spinalis keluar dari kolumna vertebralis secara progresif dengan sudut-sudut yang lebih oblique

karena peninggian jarak antara segmen korda spinalis dan penyesuaian dari vertebra. Nervus lumbalis

dan nervus sacralis berjalan menurun kebawah melalui kanalis spinalis untuk mencapai jalan keluar

foramennya. 

Korda spinalis melancip pada ujung yang dekat dengan vertebra lumbal pertama, membentuk

konus medullaris. Perpanjangan fibrosa dari korda ini merupakan filum terminal. Gumpalan dari radik

saraf di dalam rongga subarachnoid distal yang membentuk konus medullaris adalah cauda equina.

Cauda equina sindrom berasal dari pemadatan atau penyempitan yang simultan dari radik saraf

lumbosacral multipel dibawah konus medullaris, sehingga menghasilkan gangguan neuromuscular dan

gejala-gejala urogenital.

II. PATOFISIOLOGI

Cauda equina sindrom disebabkan oleh berbagai pengempitan dari kanalis spinalis yang menekan

radik  saraf dibawah korda spinalis. Beberapa penyebab cauda equina sindrom yang dilaporkan, yaitu

termasuk luka trauma, herniasi diskus, stenosis spinal, schwannoma, ependimoma, keadaan inflamasi,

kondisi infeksi dan penyebab iatrogenik.

Trauma

  Terjadinya fraktur yang menyebabkan subluxatio dapat menimbulkan kompresi dari cauda equina.

  Trauma tembus dapat menyebabkan kerusakan atau kompresi dari cauda equina.

  Manipulasi spinal menimbulkan subluxatio yang menyebabkan  cauda equina sindrom.

Herniasi diskus

  Laporan insiden dari cauda equina sindrom berasal dari herniasi diskus lumbal yang berkisar antara 1-

15%.

  90% dari herniasi diskus lumbal terjadi antara L4-L5 atau L5-S1.

  71 % Kasus dari herniasi diskus menjadi cauda equina sindrom terjadi pada pasien dengan riwayat Low

Back Pain (LBP) kronik dan 30 % perkembangan cauda equina sindrom merupakan gejala pertama

dari herniasi diskus lumbal.

  Laki-laki usia 40 sampai 50 tahun cenderung banyak menderita cauda equina sindrom sebagai akibat

dari herniasi diskus.

  Kebanyakan kasus dari cauda equina sindrom berasal dari herniasi diskus yaitu masuknya partikel

besar membentuk tonjolan material diskus, yang diperkirakan sekitar satu per tiga dari diameter

canalis.

Stenosis Spinal

  Penyempitan ujung dari canalis spinalis dapat berasal dari perkembangan abnormal atau proses

degeneratif.

  Kasus-kasus berat dari spondylolistesis dan Paget disease dapat menjadi cauda equina sindrom.

Page 14: Sindroma Cauda Equina

Neoplasma

  Cauda equina sindrom dapat disebabkan oleh neoplasma spinal primer atau metastase yang biasanya

berasal dari prostat pada laki-laki.

  96 % Dari cauda equina sindrom berasal dari perkembangan neoplasma spinal yang segera ditandai

dengan gejala nyeri yang berat.

  Penemuan terakhir termasuk kelemahan ekstermitas bawah berasal dari keterlibatan dari radik ventral.

  Pasien biasanya menunjukkan gejala hipotonus dan hiporeflek.

  Kehilangan sensorik dan disfungsi spinchter sering ditemukan.

Schwannoma

  Schwannoma adalah neoplasma berkapsul jinak yang secara struktur identik dengan sinsitium dari sel

schwan.

  Pertumbuhan-pertumbuhan ini dapat timbul dari nervus perifer atau nervus simpatis.

  Schwannoma dapat dilihat menggunakan myelografi, tetapi standar patokannya adalah MRI.

Schwannoma menunjukkan gambaran isointense pada gambaran T1, hiperintense pada gambaran

T2, dan enhanced dengan kontras gadolinium.

Ependimoma

  Ependimoma adalah glioma yang berasal dari sel ependim undifferentiated.

  Sel ini biasanya berawal dari kanalis spinalis dari korda spinalis dan cenderung berubah menyerupai

pembuluh darah.

  Ependimoma lebih sering ditemukan pada pasien usia sekitar 35 tahun.

  Ependimoma dapat menimbulkan peningkatan TIK dan peningkatan protein pada cairan serebrospinal.

  MRI diketahui dapat digunakan untuk menolong dokter dalam menegakkan diagnosa dari cauda equina

sindrom. Lesi memperlihatkan isointense pada gambaran T1, hipointense pada gambaran T2, dan

enhanced dengan kontras gadolinium.

Kondisi inflamasi

  Kondisi inflamasi jangka panjang dari tulang belakang termasuk Paget disease dan ankylosing

spondilitis dapat menjadi cauda equina sindrom karena penyakit-penyakit tadi menyebabkan

stenosis spinal.

Kondisi Infeksi

  Kondisi infeksi dapat menyebabkan deformitas dari radik saraf dan korda spinalis.

  MRI dapat menunjukkan gambaran abnormal berupa penekanan pada radik saraf ke satu sisi dari

saccus dura.

  Gejala-gejala umumnya termasuk nyeri punggung berat dan kelemahan gerakan motorik yang cepat

dan progresif.

Penyebab Iatrogenic

Page 15: Sindroma Cauda Equina

  Kelainan dari susunan saraf spinal telah dilaporkan menjadi penyebab kasus cauda equina sindrom,

termasuk kesalahan penempatan pedicle screw dan pengait laminar.

  Pemberian anastesi spinal yang terus menerus juga telah dikaitkan dengan kasus cauda equina

sindrom.

  Beberapa kasus melibatkan penggunaan hiprbarik 5 % lignocain.

  Beberapa rekomendasi menyarankan agar hiperbarik lignocain sebaiknya tidak diberikan pada

konsentrasi lebih dari 2 % dengan total dosis tidak melebihi 60 mg.

III. GEJALA

Gejala dari cauda equina sindrom termasuk berikut :

  Low Back Pain

  Sciatika unilateral atau bilateral

  Saddle perineal atau perineal hipoestesi atau anastesi

  Gangguan berkemih dan defekasi

  Kelemahan motorik ekstermitas bawah dan defisit sensorik

  Pengurangan atau tidak adanya refleks ekstermitas bawah.

Low back pain dapat dibagi dalam nyeri lokal dan radikular :

  Nyeri lokal biasanya sangat nyeri dan dalam, yang berasal dari jaringan lunak dan iritasi badan

vertebra.

  Nyeri radikular umumnya seperti nyeri tusukan benda tajam yang dihasilkan dari penekanan radik saraf

dorsal. Nyeri radik menunjukkan adanya distribusi dermatomal.

Manifestasi pengeluaran urin pada cauda equina sindrom berupa :

  Retensi

  Sulit memulai miksi

  Penurunan sensasi urethra

Manifestasi defekasi termasuk hal-hal berikut :

  Inkontinensia

  Konstipasi

  Kehilangan tonus dan sensasi anal

Nyeri dan defisit dihubungkan dengan masuknya radik saraf terlihat pada tabel berikut.

Nyeri dan defisit dihubungkan dengan   radik  saraf spesifik.

Page 16: Sindroma Cauda Equina

   

RadikSaraf

NyeriDefisit

sensorikDefisit motorik Defisit reflek

L2Paha Medial Anterior

Paha atas

Kelemahan quadricep ringan, fleksi panggul, adduksi paha

Penyusutan ringan suprapatella  

L3Paha lateral anterior

Paha bawah

Kelemahan quadricep, ekstensi lutut, adduksi paha

Patella atau suprapatella

L4Paha Posterolateral, anterior tibia

Kaki medialEkstensi pedis dan lutut

Patella

L5 Dorsum pedisDorsum pedis

Dorsofleksi dari pedis dan tumit

Hamstrings

S1-2 Lateral pedisLateral pedis

Plantar fleksi dari pedis dan tumit

Achiles

S3-5 Perineum Saddle Sphincter Bulbocavernosus; anal

IV. GAMBARAN RADIOGRAFI DAN LABORATORIUM

Diagnosa cauda equina sindrom bisa didapatkan  dari riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang

ditemukan. Radiologi dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mengetahui letak patologi dan

penyebab kasus tersebut.

Karena didapat kemungkinan bahwa penyakit ini berasal dari jaringan lunak, MRI dapat menjadi

pemeriksaan yang lebih disukai oleh tenaga medis. Meskipun begitu, tidak ada pemeriksaan radiologi

yang spesifik sebagai standar dalam mendiagnosa cauda equina sindrom.

Myelografi, CT, dan MRI masing-masing digunakan pada kasus yang spesifik, dan masing-masing

alat tersebut mempunyai derajat akurasi terbaik.

Pemeriksaan laboratorium termasuk pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan kimia, kadar gula

darah, sedimen, sifilis dan lyme serologies. Pemeriksaan liquid cerebrospinal (LCS) harus dilakukan jika

ada indikasi, berdasarkan riwayat dan pemeriksaan fisik yang ditemukan.

Human leucocyt antigen (HLA)-B27 dapat diperiksa jika ankylosing spondilitis atau berbagai

spondyloarthropati seronegatif diyakinkan sebagai diagnosa banding.

Pemeriksaan urodinamik sangat berguna untuk menilai derajat dan sebab dari disfungsi sphingter,

sebaiknya pantau pemulihan dari fungsi kandung kemih yang disebabkan oleh operasi dekompresi.

Pemantauan intraoperatif dari somatosensorik dan motor evoked potensial dapat dilakukan untuk

evaluasi dari radikulopati dan neuropati.

Page 17: Sindroma Cauda Equina

V. PENATALAKSANAAN MEDIKAMENTOSA

Iskemik radik saraf sebagian dapat memungkinkan timbulnya nyeri dan penurunan kekuatan otot

yang dihubungkan dengan cauda equina sindrom. Berdasarkan penelitian, terapi vasodilator sangat

berguna untuk beberapa pasien.

Terapi dengan Lipoprostaglandin E1 dan derivatnya telah dilaporkan lebih efektif dalam

meningkatkan aliran darah di bagian cauda equina dan mengurangi gejala nyeri dan kelemahan motorik.

Pilihan terapi sebaiknya diberikan pada pasien dengan gejala stenosis spinal ringan dengan klaudikasio

neurogenik. Dari laporan, tidak ada keuntungan menggunakan terapi ini pada pasien dengan gejala-

gejala berat atau pasien dengan gejala-gejala radikular.

Pilihan terapi medik lain berguna penuh untuk kepentingan pasien, bergantung pada penyebab

dari cauda equina sindrom. Obat-obat anti inflamasi dan steroid dapat efektif pada pasien dengan proses

inflamasi, termasuk ankylosing spondilitis.

Pasien dengan cauda equina sindrom yang penyebabnya berasal dari infeksi sebaiknya diberikan

terapi antibiotik. Pasien dengan neoplasma spinal sebaiknya dievaluasi untuk kemoterapi yang cocok dan

terapi radiasi.

Sebaiknya perlu diperhatikan dalam menggunakan obat-obatan untuk manajemen terapi dari

cauda equina sindrom. Beberapa pasien dengan true cauda equina sindrom dengan gejala anastesi

saddle dan atau kelemahan anggota gerak bawah bilateral atau kehilangan kontrol berkemih atau

defekasi sebaiknya mendapatkan terapi medis awal tidak lebih dari 24 jam pertama. Jika tidak ada

keringanan gejala yang diperlihatkan selama periode ini, dekompresi bedah perlu secepatnya dilakukan

untuk meminimalisir kesempatan luka neurogenik yang permanen.

VI. PENATALAKSANAAN BEDAH

Pada beberapa kasus dari cauda equina sindrom, dekompresi segera dari kanalis spinalis adalah

pilihan terapi yang tepat. Tujuannya adalah untuk memebebaskan tekanan saraf pada cauda equina

dengan memindahkan alat-alat yang mengkompresi dan meningkatkan ruang kanalis spinalis. Dulunya,

pada penderita cauda equina sindrom diyakini perlu dilakukan bedah segera dengan dekompresi bedah

selama 48 jam dari awal onset gejala.

Pada pasien dengan herniasi diskus sebagai penyebab cauda equina sindrom, dianjurkan

melakukan laminektomi untuk melepaskan penekanan dari kanalis, diikuti dengan retraksi terbaik dan

laminektomi.

Banyak tim medis dan peneliti melaporkan telah mempresentasikan data fungsional dengan

melakukan dekompresi bedah. Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa tidak ada perbedaan yang

signifikan dalam derajat penyembuhan fungsional dengan melakukan dekortikasi bedah. Walaupun

demikian, masih banyak anjuran untuk dilakukan dekompresi bedah sesegera mungkin bila timbul gejala-

gejala dalam onset tertentu sebagai pilihat terbaik dari penyembuhan neurologi komplit.

Peneliti telah mencoba untuk mengidentifikasi kriteria speifik yang dapat membantu dalam

memprediksi prognosa pasien dengan cauda equina sindrom.

Pasien dengan sciatica bilateral telah dilaporkan mempunyai prognosa yang kurang baik

dibandingkan dengan pasien dengan nyeri unilateral.

Page 18: Sindroma Cauda Equina

Pasien dengan anastesi perineal komplit lebih diyakini mengalami paralisa permanen pada fungsi

berkemih.

Luas defisit sensorik dari perineal atau saddle telah dilaporkan menjadi aktor penting dalam

memprediksi prognosa atau pemeliharaan penyembuhan penyakit. Pasien dengan defisit unilateral

memiliki prognosa lebih baik daripada pasien dengan defisit bilateral.