silent wittness.doc

16
4. Silent Witness (Saksi Diam) Cara pembuktian diperlukan dalam menegakkan keadilan untuk membuktikan siapa yang bersalah dalam suatu perkara. Dalam masyarakat selalu saja terdapat perselisihan, penganiayaan, pembunuhan, pencurian, perkosaan, peracunan, dan perkara lainnya yang mengganggu ketenteraman dan kepentingan pribadi. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem atau cara yang memberikan ganjaran dan hukuman yang setimpal kepada yang bersalah sehingga perbuatan yang serupa tidak terulang lagi dan sebaliknya yang tidak bersalah terbebas dari tuntutan dan hukuman. 1 Telah dicoba dan ditempuh berbagai cara yang sesuai dengan perkembangan pemikiran pada zaman dahulu. Dikenal judicia aquae, judicia ignis, judicia ovae, dan judicia Dei. Pada judicia aquae, orang yang dianggap bersalah ditenggelamkan ke air untuk beberapa lama, bila tidak mati maka tidak bersalah dan sebaliknya. Pada judicia ignis, terdakwa disuruh berjalan di atas bara api, bila terjadi luka bakar pada tubuhnya maka terdakwa bersalah. Pada judicia ovae, terdakwa disuruh meminum racun, bila terjadi gejala keracunan, maka ia bersalah. Pada judicia Dei (keputusan Tuhan) dengan bantuan Tuhan, yang benar akan dimenangkan dan yang bersalah akan dihukum atau dikalahkan. 1 Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana adalah keterangan ahli dan menurut penjelasan dari pasal 133 ayat (2) keterangan ahli adalah keterangan 1

Transcript of silent wittness.doc

Page 1: silent wittness.doc

4. Silent Witness (Saksi Diam)

Cara pembuktian diperlukan dalam menegakkan keadilan untuk

membuktikan siapa yang bersalah dalam suatu perkara. Dalam masyarakat selalu

saja terdapat perselisihan, penganiayaan, pembunuhan, pencurian, perkosaan,

peracunan, dan perkara lainnya yang mengganggu ketenteraman dan kepentingan

pribadi. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem atau cara yang memberikan

ganjaran dan hukuman yang setimpal kepada yang bersalah sehingga perbuatan

yang serupa tidak terulang lagi dan sebaliknya yang tidak bersalah terbebas dari

tuntutan dan hukuman.1

Telah dicoba dan ditempuh berbagai cara yang sesuai dengan

perkembangan pemikiran pada zaman dahulu. Dikenal judicia aquae, judicia ignis,

judicia ovae, dan judicia Dei. Pada judicia aquae, orang yang dianggap bersalah

ditenggelamkan ke air untuk beberapa lama, bila tidak mati maka tidak bersalah

dan sebaliknya. Pada judicia ignis, terdakwa disuruh berjalan di atas bara api, bila

terjadi luka bakar pada tubuhnya maka terdakwa bersalah. Pada judicia ovae,

terdakwa disuruh meminum racun, bila terjadi gejala keracunan, maka ia bersalah.

Pada judicia Dei (keputusan Tuhan) dengan bantuan Tuhan, yang benar akan

dimenangkan dan yang bersalah akan dihukum atau dikalahkan. 1

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana adalah keterangan

ahli dan menurut penjelasan dari pasal 133 ayat (2) keterangan ahli adalah

keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman. Dalam ilmu

kedokteran kehakiman dikenal bukti-bukti selain saksi hidup, juga bukti mati untuk

mengetahui dan mempelajari hubungan antara bukti mati dengan suatu kasus

tindak pidana diperlukan ahli dalam bidang tersebut. Untuk memeriksa,

mengetahui dan mempelajari serta mengungkap bendabenda mati diperlukan ilmu

pengetahuan kedokteran kehakiman yang dapat diperiksa dengan ilmu-ilmu

pengetahuan tersebutn. Atas benda-benda mati ini lazim disebut dengan saksi diam

(silent witness) yang terdiri dari benda atau tubuh manusia yang hidup atau telah

meninggal, alatuntuk melakukan kejahatan, jejak atau bekas-bekas si pelaku,

benda-benda yang terbawa atau yang ditinggalkan oleh si pelaku.9

Sebenarnya saksi diam itu berbicara banyak, hanya saja dalam bahasanya

sendiri,sehingga tidak dapat dimengerti oleh orang awam, oleh karenanya

diperlukan seorang penterjemah yaitu seorang ilmuan yang telah melakukan

1

Page 2: silent wittness.doc

pemeriksaan dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya dapat menangkap bahwa

saksi diam itu dan menterjemahkannya, sehingga dapat dimengerti oleh orang-

orang yang berkepentingan yaitu polisi, Jaksa dan Hakim serta penasehat hukum

dan terdakwa sendiri. Untuk terbuktinya suatu perkara pidana di sidang

pengadilan, maka syarat-syarat minimum alat bukti yang sah mutlak diperlukan

yang dengan alat bukti tersebut Hakim akan memperoleh keyakinan bahwa tindak

pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya,

sehingga Hakim dapat menjatuhkan pidananya.9

Silent witness (saksi diam) tidak dapat berbicara untuk membuktikan

kebenaran suatu perkara, tetapi ia dapat bercerita tentang apa yang telah terjadi

melalui pemeriksaan barang bukti (corpus delicti) secara ilmiah, yang kemudian

dapat disampaikan oleh penyidik dan dokter yang memeriksa barang bukti

tersebut. 1,2

Silent witness dapat bercerita dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan

dan teknologi. Di sini diperlukan para ahli untuk memeriksa barang bukti yang

dapat berupa orang hidup, mayat, darah, semen, rambut, sidik jari, peluru, larva

lalat, nyamuk, surat, tulisan tangan, suara, dan lain-lain. 1,2

Kumpulan pengetahuan yang memeriksa barang bukti untuk kepentingan

peradilan dikenal dengan nama forensic sciences. Dalam bidang kesehatan antara

lain kedokteran forensik (forensic medicine), odontologi forensik, psikiatri

forensik, patologi forensik, dan antropologi forensik. 1

4.1 Barang Bukti

Barang bukti pada hakikatnya merupakan saksi diam yang selalu ada dalam

setiap tindak pidana dan merupakan saksi paling jujur. Peranan barang bukti dalam

tindak pidana dapat diketahui dengan pasti sebagai alat kejahatan, objek kejahatan

dan sebagai petunjuk setelah terjadinya suatu kejahatan. Oleh sebab itu

pengambilan dan pengawetan barang bukti yang benar akan mempermudah

pemeriksaan barang bukti tersebut dan tidak menimbulkan kesulitan yang

mempengaruhi penyidikan lebih lanjut 3

Barang bukti atau corpus delicti (Latin = tubuh kejahatan) adalah istilah

dari yurisprudensi barat yang mengacu pada prinsip yang harus dibuktikan bahwa

kejahatan telah terjadi sebelum seseorang dapat dihukum karena melakukan

2

Page 3: silent wittness.doc

kejahatan. Misalnya, seseorang tidak dapat dikatakan mengalami pencurian,

kecuali dapat dibuktikan bahwa telah ada barang yang hilang. Corpus delicti juga

dapat didefinisikan sebagai fakta kejahatan yang telah terjadi.4

4.1.1 Mayat

Mayat merupakan suatu barang bukti telah terjadinya suatu kejahatan bila

diperkirakan mayat tersebut mati secara tidak wajar. Autopsi merupakan cara yang

digunakan untuk melakukan pemeriksaan terhadap barang bukti ini.5

Autopsi bila ditinjau dari kepentingannya adalah untuk membuat laporan

sebagai pengganti mayat yang mengandung kesimpulan hasil pemeriksaan. Mayat

tidak dapat bercerita lagi akan apa yang telah terjadi padanya, namun dari hasil

pemeriksaan, dokter dan penyidik akan dapat bercerita mengenai apa yang telah

terjadi pada si mayat.5

4.1.2 Darah

Pengambilan dan pengawetan barang bukti darah. Barang bukti yang

diperlukan :

1. Darah yang berasal dari korban, kemudian didapatkan pada :

a. Pakaian/diri sikorban

b. Pakaian/diri sipelaku

c. Di tempat kejadian

d. Senjata/alat yang dipergunakan

2. Darah yang berasal dari pelaku/penjahat mungkin ditemukan seperti pada poin

pertama.

3. Keterangan/Laporan Polisi

Keadaan darah si korban di tempat kejadian dapat dipergunakan dalam

memberikan interpretasi, informasi dan rekonstruksi mengenai jalannya

peristiwa. Keterangan-keterangan itu meliputi :

a. Pemancaran/mengalirnya darah.

b. Bentuk-bentuk tetesan darah.

c. Area/luas darah yang menempel baik pada korban dan pakaiannya

ataupun pada tersangka.3

3

Page 4: silent wittness.doc

Dari bercak darah, seorang dokter forensik dapat membuat kesimpulan,

antara lain jarak jatuhnya dari sumber perdarahan. Bila jarak itu dekat, kurang dari

60 sentimeter, bercak darah biasanya berbentuk bulat; bila jaraknya cukup jauh,

60-120 sentimeter, bentuknya bulat dengan tepi terdapat tonjolan-tonjolan seperti

jarum. Selain itu, dokter dapat pula mengetahui arah jatuhnya (ke arah mana

korban bergerak). Bercak darah berbentuk seperti boling, bagian yang lebih kecil

menunjukkan arah gerak korban.6

 Dokter Forensik dapat pula mengetahui sumber perdarahan dari bercak

darah yang diperiksanya. Darah yang berasal dari pembuluh balik (vena),

bercaknya akan berwarna merah gelap; sedangkan yang berasal dari pembuluh

nadi (arteri), bercak akan berwarna merah terang. Darah yang berasal dari saluran

pernapasan atau paru-paru, selain bercaknya berwarna merah terang, juga berbuih;

dan bila telah mengering, bercak tersebut akan memberi bentuk seperti sarang

tawon. Dalam kasus pembunuhan dan korban terpotong pembuluh arterinya cukup

besar akan terdapat bercak kecil-kecil, menyemprot pada daerah yang jauh dari

sumber perdarahan.6

Akan halnya yang berasal dari pembuluh balik, darah biasanya membentuk

genangan-genangan. Dalam kasus bunuh diri, darah dan bercak darah biasanya

terdapat hanya di sekitar korban. Bila ditemukan bercak dan genangan darah tidak

beraturan, sering tampak tanda-tanda bahwa korban

berusaha menghindar atau korban diseret. Umur bercak darah juga dapat diketahui

oleh dokter forensik. Pada bercak darah yang masih baru, bentuknya cair dan

baunya agak amis. Dalam waktu 12-36 jam, darah akan mengering; sedangkan

warna darah akan berubah menjadi cokelat dalam waktu 10-12 hari. Dalam

prakteknya, dokter hanya mengatakan bahwa darah yang diperiksanya itu "sangat

baru" (beberapa hari), "baru", "tua", dan "sangat tua" (beberapa  tahun).6

Dalam melakukan pemeriksaan bercak darah yang telah kering di tempat

kejadian perkara atau pada barang bukti, seperti pisau, palu, atau tongkat pemukul,

dokter harus memberi kejelasan kepada pihak penyidik dalam tiga hal pokok:

pertama, apakah bercak tersebut memang benar bercak darah; kedua, jika betul

bercak darah, apakah berasal dari manusia, dan; ketiga, golongan darahnya apa.6

4

Page 5: silent wittness.doc

4.1.3 Semen

Semen (ejakulat laki-laki) sebagai saksi diam merupakan barang bukti

dalam kasus perkosaan ataupun pencabulan. Selain semen, diperiksa juga korban

perkosaannya untuk menentukan adanya perkosaan ataupun tanda-tanda kekerasan.

Dalam pengambilan barang bukti semen/sperma, barang bukti yang

diperlukan, yaitu :

1. Noda-noda pada pakaian korban, sprei dan lain-lain.

2. Cairan yang dikeluarkan dari dalam vagina.3

Pengawetan barang bukti yang mengandung noda-noda air mani dibiarkan

kering di udara dan ditaruh di tempat yang bersih.3

Adanya ejakulat laki-laki dalam liang senggama perempuan yang diambil

dengan sedotan maupun kapas lidi, merupakan tanda pasti adanya persetubuhan,

tetapi ini belum tentu dari pelaku, misalnya bila korban telah bersetubuh dengan

laki-laki lain seperti suami atau pacar sebelumnya.

Sperma masih tampak bergerak 5 jam se sudah persetubuhan dan masih

bisa didapat 3 hari post coitus. Berbagai penelitian tentang angka ini memberikan

hasil berbeda. Pada orang mati, sperma masih bisa didapati sampai 14 hari (dilihat

dengan pewarnaan khusus). Akan tetapi pada setiap persetubuhan tidak selalu

timbul hal-hal seperti yang tersebut di atas dan bila tidak lengkap belum berarti

tidak terjadi persetubuhan.1

4.1.4 Rambut

Rambut memiliki nilai bukti penting dalam pemeriksaan jenazah (trace

evidance). Rambut agak tahan terhadap temperatur & pembusukan. Rambut

menjadi saksi diam yang digunakan untuk identifikasi korban dan pelaku

kejahatan. Yang perlu diperiksa :

1. Struktur rambut, apakah rambut atau hanya serat.

2. Bila benar rambut, apakah rambut manusia atau binatang

3. Bila rambut manusia, tentukan suku bangsa (ras), umur, jenis kelamin, lokasi,

hal lain sesuai kejadian.

4. Adakah hubungan rambut dengan kejadian.

5. Bila rambut jenazah, tentukan lamanya sesudah kematian.7

5

Page 6: silent wittness.doc

4.1.5 Sidik Jari

Sidik jari adalah hasil reproduksi tapak-tapak jari, baik yang sengaja

diambil atau dicapkan dengan tinta, maupun bekas yang ditinggalkan pada benda

karena pernah terpegang atau tersentuh dengan kulit telapak tangan atau kaki.7

Bila catatan sidik jari seseorang ada, maka mudah untuk diidentifikasi.

Pertama kali dactylography ini ditemukan oleh Herschel, tapi Sir Francis Balton

adalah orang pertama yang mengambil tanda-tanda ibu jari dan jari-jari lain untuk

identitas seseorang dan membuat golongan-golongannya. Cap jari adalah saluran-

saluran kulit dan pori-pori ini bersifat tetap dan tidak berubah seumur hidup. Setiap

jari tangan memiliki gambaran yang lain. Kemungkinan gambatan sidik jari yang

sama dari 2 orang barlainan adalah 1 : 64.000.000. Jadi tanda tersebut dianggap

tanda pasti untuk identitas seseorang.1

Menurut Sir Francis Galton (1822 – 1911), golongan sidik jari yaitu :

a. Arch (busur) - 5 % dari seluruh sidik jari

1. plain arch

2. tented arch

b. Loop (sangkutan) 60-65 % dari seluruh sidik jari

1. ulnar loop

2. radial loop

c. Whorl (lingkaran)- 30-35 % dari seluruh sidik jari

1. plain whorl

2. central pocket loop whorl

3. double loop whorl

4. accidental7

d. Composite (twin loop) 1

Jenis sidik jari, yaitu :

1. Visible impression (langsung terlihat)

2. Latent impression (tidak langsung terlihat, sidik jari di TKP)

3. Plastic impression (sidik jari pada benda lunak) 7

Pengambilan sidik jari dilakukan dengan menggunakan ransel kit

identifikasi yang berisi 24 alat, di antaranya seperti kuas, meteran, serbuk, pinset,

6

Page 7: silent wittness.doc

gunting, sarung tangan, masker, magnifier, hinger filter, kantong barang bukti,

AK-23, alat pendeteksi sidik jari Polylight.7

4.1.6 Barang Bukti pada Kasus Penembakan

Untuk menceritakan apa yang dilihat oleh peluru sebagai saksi diam, perlu

diketahui ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan peluru, yaitu Balistik.

Balistik adalah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan gerakan, perilaku, dan

efek proyektil, terutama peluru, atau disebut juga sebagai ilmu pengetahuan atau

seni merancang dan melontarkan proyektil agar sesuai dengan capaian yang

diharapkan.7

Balistik dibagi ke dalam:

1. Balistik internal, studi dari proses proyektil, sebagai contoh jalan lintasan suatu

peluru sampai melalui barrel suatu senapan.

2. Transisi balistik, studi dari perilaku proyektil ketika meninggalkan barrel dan

tekanan di belakang proyektil.

3. Balistik eksternal, studi dari jalan lintasan menyangkut proyektil sampai

melalui ruang tertentu

4. Terminal balistik, studi dari interaksi suatu proyektil dengan targetnya, apakah

itu daging, baja karena suatu anti-tank, atau lain sebagainya.

5. Dalam bidang ilmu pengetahuan forensik, balistik forensik merupakan ilmu

pengetahuan tentang senjata api dan pemakaiannya dalam kejahatan. Balisitik

forensik melibatkan analisa dampak peluru dan peluru untuk menentukan

kaliber dan jenis dari senjata api menembak.7

Dalam kasus pidana dengan senjata api perlu diambil barang-barang bukti

berupa : senjata api, anak peluru, selongsong peluru, mesiu, peluru, pecahan logam

yang berkaitan.3

1) Senjata Api

a. Pada senjata api mungkin ditemukan sidik jari dari orang yang

menggunakan senjata tersebut. Memungut senjata api di TKP jangan

ceroboh, harus hati-hati dan jangan sampai merusak/menghilangkan sidik

jari tersebut atau menambah sidik jari.

7

Page 8: silent wittness.doc

b. Pada ujung laras senjata api mungkin didapati sisa-sisa mesiu, darah,

sobekan kain ataupun kulit/rambut/daging, maka harus dijaga jangan

sampai rusak/hilang atau ujung larasnya kemasukan kotoran-kotoran lain.

2) Anak Peluru

Anak peluru bukti mungkin didapatkan di tubuh korban atau di sekitar

TKP. Anak peluru yang ditemukan jangan sampai mengalami perubahan. Anak

peluru diambil dengan menggunakan telunjuk dan ujung ibu jari memegang pada

kedua ujung anak peluru tersebut, jangan pada badannya.

3) Selongsong Peluru

Selongsong peluru yang ditemukan jangan sampai mengalami perubahan

terutama pada bahagian dasar (pantatnya).

4) Mesiu

Sisa mesiu yang ditemukan sangat besar artinya terutama dalam peristiwa

pembunuhan atau bunuh diri. Mesiu yang ditemukan diambil dengan cara

memberikan parafin pada tangan atau dengan menggunakan asam nitrat 5%.

5) Peluru

Peluru mungkin didapatkan karena peluru tersebut belum dipakai. Peluru

yang ditemukan di pistol tidak perlu dikeluarkan.

6) Pecahan logam

Pecahan logam yang diambil, kasus yang ada hubungannya dengan senjata

api, atau peluru.3

Dalam kasus luka tembak sangat penting untuk mengetahui dari senjata api

mana peluru tersebut ditembakkan. Selongsong juga berguna untuk identifikasi.

Walaupun dokter tidak melakukan pemeriksaan terhadap peluru, tetapi peranan

dokter akan memengaruhi hasil pemeriksaan benda bukti di laboratorium, karena

dokter yang kurang hati-hati bisa membuat goresan baru yang akan mengacaukan

pemeriksaan identifikasi peluru.1

8

Page 9: silent wittness.doc

Identifikasi senjata api dapat dilakukan melalui selongsong yaitu

mencocokkan goresan-goresan akibat :

a. alat penarik peluru

b. alat pembuang peluru

c. goresan-goresan akibat gerendel penutup peluru

d. goresan pasak peluru (slagpin)1

Oleh karena itu, jangan mengambil anak peluru maupun selongsong

menggunakan alat-alat seperti tang, obeng, pinset, scapel, dan lainnya, karena alat-

alat tersebut akan menimbulkan goresan yang dapat mengacaukan pemeriksaan.1

Pada korban hidup, anak peluru dalam tubuh tidak selalu dikeluarkan,

tergantung dari lokasi anak peluru dan resiko operasi untuk mengeluarkannya.1

4.1.7 Serangga

Aktivitas serangga, dalam hal ini yang sering digunakan adalah lalat, dapat

digunakan untuk memperkirakan saat kematian yaitu dengan menentukan umur

serangga yang biasa ditemukan pada jenazah. Sehingga lalat dapat membantu

bercerita tentang kapan kejadian perkara terjadi.1

Necrophagus species akan memakan jaringan tubuh jenazah. Sedangkan

predator dan parasit akan memakan serangga Necrophagus. Omnivorus species

akan memakan keduanya baik jaringan tubuh maupun serangga. Telur lalat

biasanya akan mulai ditemukan pada jenazah sesudah 1-2 hari postmortem. Larva

ditemukan pada 6-10 hari postmortem. Sedangkan larva dewasa yang akan berubah

menjadi pupa ditemukan pada 12-18 hari.8

9

Page 10: silent wittness.doc

Daftar Pustaka

1. Amir A, Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Kedua, Bagian Ilmu

Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,

Percetakan Ramadhan, Medan, 2006. Hal : 2-4; 101-2; 152-3; 228.

2. Hasil Uji Forensik, Saksi Diam yang Bisa Berbicara Banyak. Hukum

Online. 2008. Diperoleh dari : http://hukumonline.com/detail.asp?

id=18467&cl=Berita

3. Sitompul E, Pengambilan dan Pengawetan Barang Bukti untuk

Pemeriksaan Secara Laboratoris Kriminalistik, Dalam : Cermin Dunia

Kedokteran Edisi Khusus No. 80. Jakarta. 1992. Diperoleh dari :

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10_PengambilandanPengawetanBara

ngBuktiuntukPemeriksaanLabs.pdf/

10_PengambilandanPengawetanBarangBuktiuntukPemeriksaanLabs.html

4. Corpus Delicti. Wikipedia The Free Encyclopedia. 2008. Diperoleh dari :

http://en.wikipedia.org/wiki/Corpus_delicti

5. Amir A, Autopsi Medikolegal Edisi Kedua, Percetakan Ramadhan, Medan.

2008, Hal : 5.

6. Idries, Mun’im A, Bercak Darah dalam Kasus Udin, D & R, 1996.

Diperoleh dari : http://www.tempo.co.id/mingguan/38/n_kolom2.htm

7. Effendi, Kriminalistik, EffendiBlogspot, 2006, Diperoleh dari : http://te-

effendi-kriminologi.blogspot.com/

8. Yasin, Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal : Tanatologi,

Yasinblogspot, 2008, Diperoleh dari :

http://yasinfadillah.blogspot.com/2008/05/ilmu-kedokteran-forensik-

dan_22.html

9. Zulaidi, Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum dalam Perkara

Penganiayaan, 2015. Volume 15 Nomor 1.

http://www.unihaz.ac.id/upload/all/Jurnal_Pak_H._Zulaidi%281%29.pdf

10