Siklus Menstruasi Normal

12
 Siklus Endometrial Produksi berulang dari estrogen dan progesterone oleh ovarium mempunyai kaitan dengan siklus endometrium pada lapisan uterus dengan tahapan berikut ini: 1. proliferasi endometrium uterus, 2. perubahan sekretoris pada endometrium 3. deskuaminasi endometrium, yang disebut menstruasi . Tahapan siklus endometrium ini adalah sebgai  berikut : Fase Proliferasi Pada Permulaan siklus seksual bulanan, sebagian besar endometrim telah  berdeskuamasi akibat menstruasi. Setelah menstruasi hanya selapis tipis stroma endometrium yang tertinggal, dan sel-sel epitel yang tertinggal adalah sel epitel yang terletak dibagian lebih dalam dari kelenjar yang tersisa serta pada kripta endometrium. Di bawah pengaruh Estrogen, yang disekresi dalam jumlah lebih banyak ada ovarium selama siklus ovarium, sel- sel stroma dan sel epitel berproliferasi dengan cepat. Permukaan endometrium akan mengalami epitelisasi kembali dalam waktu 4-7 hari setelah terjadin ya menstruasi. Kemudian, selama satu setengah minggu berikutnya, yaitu sebelum terjadi ovulasi, ketebalan endometrium sangat meningkat karena jumlah sel stroma bertambah  banyak dan karena pertumbuhan kelenjar endometrium serta pembuluh darah baru yang  progresif ke dalam endometrium. Pada saat ovulasi, endometrium mempunyai ketebalan3-5 mm. Kelenjar endometrium, khususnya dari daerah serviks, akan menyekresi mucus yang encer mirip benang. Benamg mucus akan tersusun di sepanjang kanalis servikalis, membentuk saluran yang mengarahkan sperma kea rah yang tepat dari vagina menuju ke dalam uterus. Fase Sekretorik Selama sebagian besar separuh akhir siklus bulanan, setelah ovulasi terjadi,  progesterone dan estrogen bersama-sama disekresi dalam jumlah yang besar oleh korpus luteum. Estrogen menyebabkan sedikut proliferasi sel tambahan selama fase siklus ini, sedangkan progesteron menyebabkan pembengkakan yang nyata dan perkembangan

description

menstruasi

Transcript of Siklus Menstruasi Normal

  • Siklus Endometrial

    Produksi berulang dari estrogen dan progesterone oleh ovarium mempunyai kaitan

    dengan siklus endometrium pada lapisan uterus dengan tahapan berikut ini: 1. proliferasi

    endometrium uterus, 2. perubahan sekretoris pada endometrium 3. deskuaminasi

    endometrium, yang disebut menstruasi. Tahapan siklus endometrium ini adalah sebgai

    berikut :

    Fase Proliferasi

    Pada Permulaan siklus seksual bulanan, sebagian besar endometrim telah

    berdeskuamasi akibat menstruasi. Setelah menstruasi hanya selapis tipis stroma endometrium

    yang tertinggal, dan sel-sel epitel yang tertinggal adalah sel epitel yang terletak dibagian

    lebih dalam dari kelenjar yang tersisa serta pada kripta endometrium. Di bawah pengaruh

    Estrogen, yang disekresi dalam jumlah lebih banyak ada ovarium selama siklus ovarium, sel-

    sel stroma dan sel epitel berproliferasi dengan cepat. Permukaan endometrium akan

    mengalami epitelisasi kembali dalam waktu 4-7 hari setelah terjadinya menstruasi.

    Kemudian, selama satu setengah minggu berikutnya, yaitu sebelum terjadi

    ovulasi, ketebalan endometrium sangat meningkat karena jumlah sel stroma bertambah

    banyak dan karena pertumbuhan kelenjar endometrium serta pembuluh darah baru yang

    progresif ke dalam endometrium. Pada saat ovulasi, endometrium mempunyai ketebalan3-5

    mm.

    Kelenjar endometrium, khususnya dari daerah serviks, akan menyekresi mucus

    yang encer mirip benang. Benamg mucus akan tersusun di sepanjang kanalis servikalis,

    membentuk saluran yang mengarahkan sperma kea rah yang tepat dari vagina menuju ke

    dalam uterus.

    Fase Sekretorik

    Selama sebagian besar separuh akhir siklus bulanan, setelah ovulasi terjadi,

    progesterone dan estrogen bersama-sama disekresi dalam jumlah yang besar oleh korpus

    luteum. Estrogen menyebabkan sedikut proliferasi sel tambahan selama fase siklus ini,

    sedangkan progesteron menyebabkan pembengkakan yang nyata dan perkembangan

  • sekretorik dari endometrium. Kelenjar makin berkelok-kelok; kelebihan substansi sekresinya

    bertumpuk di dalam sel epitel kelenjar. Selain itu, sitoplasma dari sel stroma bertambah

    banyak, simpanan lipid dan glkogen sangat meni ngkat dalam sel stroma, dan suplai darah ke

    dalam endometrium lebih lanjutakan meningkat sebanding dengan perkembangan aktivitas

    sekresi, dengan pembuluh darah yang menjadi sangat berkelok-kelok. Pada puncak fase

    sekretorik, sekitar satu minggu setelah ovulasi, ketebalan endometrium sudah menjadi 5-6

    mm.

    Maksud keseluruhan dari semua perubahan endometrium ini adalah untuk

    menghasilkan endometrium yang sangat sekretorik, yang mengandung sejumlah besar

    cadangan nutrien yang membentuk kondisi yang cocok untuk implantasi ovum yang sudah

    dibuahi selama separuh akhir siklus bulanan.

    Fase Menstruasi

    Jika ovum tidak dibuahi, kira-kira 2 hari sebelum akhir siklus bulanan, korpus

    luteum di ovarium tiba-tiba berinvolusi, dan hormon-hormon ovarium menurun dengan tajam

    sampai kadar sekresi yang rendah.

    Konsep klasik dari menstruasi normal yang memegang peranan penting adalah

    vascular yang bertanggung jawab pada penjelasan bagaimana menstruasi itu dimulai dan

    diakhiri. Menurut konsep klasik ini, nekrosis iskemik dari endometrium yang disebabkan

    oleh vasokonstriksi arteriol spiralis pada lapisan basalis, yang dipicu oleh withdrawal

    estrogen dan progesterone. Menurut teori yang sama, akhir dari menstruasi dijelaskan oleh

    pemanjangan dan penguatan gelombang vasokonstriksi yang dikombinasi dengan mekanisme

    koagulasi yang diaktivasi oleh stasis pembuluh darah dan kolaps endometrial, dibantu oleh

    reepitelisasi secara cepat yang dimediasi oleh estrogen yang dihasilkan dari folikel yang

    sedang tumbuh.

    Hasil dari investigasi jaman sekarang tidak mendukung teori hipoksia klasik dari

    menstruasi. Studi perfusi pada wanita gagal menunjukkan penurunan aliran darah menuju

    endometrium sesaat sebelum terjadinya menstruasi. Hypoxia-inducible factor 1 (HIF-1),

    merupakan suatu protein inti yang mengaktivasi transkripsi gen sebagai respons terhadap

    penurunan oksigen seluler (merupakan marker paling dini respons terhadap hipoksia), hanya

    sedikit meningkat dan tidak tersebar pada endometrium premenstrual dari manusia. Perlahan

  • tetapi pasti akhirnya pandangan tentang makanisme terjadinya menstruasi mulai berubah.

    Pada model baru, inisiasi menstruasi merupakan suatu autodigestion enzimatik dari lapisan

    fungsional dari endometrium dan pleksus kapilaris dibawah permukaannya. Konsep klasik

    dari mekanisme yang mengakhiri menstruasi normal tidak mengalami perubahan; mekanisme

    koagulasi, vasokonstriksi lokal, dan reepitelisasi semuanya berperan dalam hemostasis pada

    endometrium menstrual dengan kejadian vascular memegang peran kunci.

    Degradasi enzimatik dari endometrium dipicu oleh withdrawal estrogen-progesteron

    berhubungan dengan sejumlah mekanisme termasuk pelepasn enzim lisosom intraseluler,

    protease dari infiltrasi sel inflamasi, dan aksi dari matrix metalloproteinase. Pada paruh

    pertama fase sekresi, asam fosfatase dan enzim litik poten lainnya terkurung pada lisosom

    intraseluler, pelepasannya dihambat oleh progesterone dengan cara stabilisasi membrane

    lisosom. Karena estrogen dan progesterone turun pada hari sebelum menstruasi, membrane

    lisosom mengalami destabilisasi dan enzim di dalamnya dilepaskan ke sitoplasma dari epitel,

    stroma, dan sel endotel, dan terkadang ke ruang interseluler. Enzim proteolitik mencerna

    permukaan membrane dan desmosom (penghubung interseluler). Pada endotel vascular, aksi

    mereka menyebabkan deposit trombosit, pelepasan prostaglandin, thrombosis vascular,

    ekstravasasi eritrosist, dan nekrosis jaringan.

    Progesterone withdrawal juga menstimulasi respons inflamasi pada endometrium.

    Sebelum menstruasi, jumlah leukosit di endometrium meningkat, 40% dari stroma. Infiltrat

    inflamasi (termasuk neutrofil, eosinofil, dan makrofag atau monosit) ditarik oleh molekul

    chemo-attractive (Chemokin) yang disintesis oleh sel endometrium. IL-8 di downregulasi

    oleh progesterone sehingga pada saat terjadi progesterone withdrawal IL-8 akan dilepaskan.

    Ketika di aktivasi, leukosit akan memproduksi sitokin, chemokin, dan enzim yang berperan

    dalam degradasi matrix ekstraseluler secara langsung maupun tidak langsung melalui aktivasi

    protease lain.

    Progesterone juga menghambat ekspresi dari metalloproteinase yang dimediasi oleh

    transforming growth factor (TGF-). Ketika terjadi progesterone withdrawal, pada akhir

    fase sekresi, terjadi ekspresi, sekresi, dan aktivasi matrix metalloproteinase endometrial.

    Matrix metalloproteinase tersebut akan mencerna matrix ekstraseluler dan membrane basalis.

    Peningkatan sekresi estrogen pada awal fase proliferasi menyebabkan supresi dari ekspresi

    matrix metalloproteinase.

  • Cairan menstrual terdiri dari jaringan-jaringan endometrium, eksudat inflamatori,

    eritrosit, dan enzim proteolitik. Terdapat juga plasmin yang merupakan fibrinolitik poten

    yang membantu mencegah clotting dari cairan menstrual dan untuk memfasilitasi ekspulsi

    jaringan yang telah mengalami degenerasi.

    Penghentian perdarahan menstruasi tergantung pada vasokonstriksi arteriol spiralis di

    lapisan basalis endometrium dan juga kemungkinan pada arteri radialis pada bagian

    superficial dari myometrium. Endotelin merupakan vasokonstriktor poten kerja panjang dari

    otot polos vascular yang diproduksi oleh kelenjar endometrium, stroma, dan sel endotel.

    Endometrium yang mengalami menstruasi mengandung endotelin dalam konsentrasi yang

    menyebabkan vasokonstriksi arteriol spiralis. Proses vasokonstriksi untuk membatasi aliran

    darah yang terbuang ke lumen uterus ini juga dibantu oleh faktor-faktor pembekuan darah

    yang berperan secara aktif untuk menhambat perdarahan yang berlebih pada menstruasi,

    kombinasi kedua factor ini akan menciptakan suatu sistem hemostasis yang cukup efektif

    dalam membatasi perdarahan berlebih pada menstruasi

    Siklus ovarium

  • Siklus ovarium meliputi 3 fase yaitu fase folikel, fase ovulasi, fase luteal yang

    terjadi di ovarium dan diatur oleh hormon-hormon dari hipotalamus, hipofisis, dan ovarium.

    a) Fase folikel (10-14 hari)

    Fase folikel didominasi oleh adanya folikel matang. Pada setiap saat sepanjang

    siklus, sebagian dari folikel primer mulai tumbuh. Namun, folikel folikel tersebut hanya

    tumbuh selama fase folikel, pada saat lingkungan hormonal tepat untuk mendorong

    pematangan mereka, melanjutkan diri melewati fase awal perkembangan. Folikel

    folikel lain, karena tidak mendapatkan bantuan hormon, akan mengalami atresia.

    Pada folikel yang mengalami pematangan terdapat sel teka dan granulosa. Sel

    teka dan granulosa yang secara kolektif disebut sel folikel, berfungsi sebagai suatu

    kesatuan untuk mensekresikan estrogen. Dari tiga estrogen yang penting secara fisiologis,

    yaitu estradiol, estron dan estriol.

    Oosit telah mencapai ukuran maksimum pada saat antrum mulai terbentuk.

    Pergeseran menjadi folikel antrum memicu periode pertumbuhan folikel yang cepat.

    Selama waktu ini, ukuran folikel meningkat dari garis tengah kurang dari 1 mm menjadi

    12-16 mm sesaat sebelum ovulasi. Sebagian pertumbuhan folikel ini disebabkan

    proliferasi terus menerus sel sel granulosa dan teka, tetapi sebagian besar disebabkan

    oleh ekspansi antrum yang drastis. Sewaktu folikel tumbuh, jumlah estrogen yang

    diproduksi juga meningkat. Salah satu folikel biasanya tumbuh lebih cepat daripada

    folikel folikel lain, yang disebut folikel matang (praovulasi, de Graaf) dalam waktu

    sekitar 14 hari setelah permulaan perkembangan folikel.

    Folikel matang yang sangat berkembang tersebut menonjol dari permukaan

    ovarium, membentuk suatu daerah tipis yang pecah untuk mengeluarkan oosit pada saat

    ovulasi. Ruptur folikel dipermudah oleh pengeluaran enzim enzim dari sel folikel yang

    mencerna jaringan ikat di dinding folikel. Dengan demikian, dinding yang menonjol

    diperlemah sehingga semakin menonjol sampai suatu saat ketika dinding lagi dapat

    menahan isinya yang begitu pesat.

  • Sesaat sebelum ovulasi, oosit menyelesaikan pembelahan meiosis pertamanya.

    Ovum (oosit sekunder) yang masih dikelilingi oleh zona pellusida dan sel granulosa,

    disebut korona radiata, disapu keluar folikel yang pecah ke dalam rongga abdomen oleh

    cairan antrum yang bocor.

    Pada fase folikel, pengaruh hormone estrogen terhadap siklus haid sangat besar.

    b) Fase ovulasi (hari ke-14)

    Fase ovulasi ini dipicu oleh lonjakan LH yang sebelumnya didahului oleh

    peningkatan estrogen. Pada fase ini terjadi peristiwa perkembangan lebih lanjut dari

    folikel yang telah matang, cairan dalam antrum terus meningkat mangakibatkan

    penonjolan dari permukaan ovarium yang membentuk daerah tipis dan terjadi ruptur atau

    pecahnya daerah stigma sehingga oosit sekunder keluar bersama cairan folikuli, zona

    pellucida dan corona radiata.

  • c) Fase luteal

    Ruptur folikel pada ovulasi merupakan tanda berakhirnya fase folikel dan

    mulainya fase luteal. Folikel yang rupture dan tertinggal di ovarium setelah ovum keluar

    mengalami perubahan cepat. Sel-sel folikel tua ini kemudian mengalami transformasi

    struktural drastis untuk membentuk korpus luteum, dalam proses yang disebut luteinisasi.

    Sel sel folikel yang berubah menjadi sel luteal mengalami hipertrofi dan diubah

    menjadi jaringan steroidogenik ( penghasil hormone steroid) yang sangat aktif. Banyak

    simpanan kolesterol, yaitu molekul prekursor steroid. Korpus luteum mengalami

    peningkatan vaskularisasi. Perubahan itu terkait dengan fungsi korpus luteum yaitu

    mengeluarkan progesterone dalam jumlah besar dengan estrogen dengan jumlah kecil ke

    dalam darah. Korpus luteum mulai berfungsi penuh 4 hari sesudah ovulasi, tetapi terus

    membesar setelah 4 atau 5 hari berikutnya. Jika ovum yang tidak dibuahi, maka korpus

    luteum akan berdegenarasi dalam 14 hari setelah pembentukannya. Sel sel luteal akan

    berdegenarasi dan difagosit, pembuluh darah berkurang dan jaringan ikat dengan cepat

    terisi oleh massa jaringan fibrosa yang dikenal dengan korpus albicans. Fase luteal

    sudah berakhir, dan satu siklus ovarium yang dimulai saat degenerasi korpus luteum lama

    selesai, menandai fase folikel yang baru.

  • Kontrol Fungsi Ovarium

    Faktor-faktor yang memulai perkembangan folikel masih belum sepenuhnya

    dipahami. Tahap-tahap awal pertumbuhan folikel pra antrum dan pematangan oosit tidak

    memerlukan stimulasi gonadotropik. Namun bantuan hormon diperlukan untuk

    membentuk antrum, perkembangan folikel lebih lanjut, dan sekresi estrogen. Estrogen,

    FSH, dan LH semuanya diperlukan. Pembentukan antrum diinduksi oleh FSH. Baik FSH

    maupun estrogen merangsang proliferasi sel-sel granulosa. Baik FSH maupun LH

    diperlukan untuk sintesis dan sekresi estrogen oleh folikel, tetapi hormon-hormon ini

    bekerja pada sel-sel yang berbeda dan pada tahapan jalur pembentukan estrogen yang

    berbeda pula. Baik sel granulosa maupun sel teka berpartisipasi dalam pembentukan

    estrogen. Perubahan kolesterol menjadi estrogen memerlukan sejumlah langkah

    berurutan, dengan langkah terakhir adalah perubahan androgen menjadi estrogen. Sel-sel

    teka banyak menghasilkan androgen, tetapi kapasitas mereka mengubah androgen

    menjadi estrogen terbatas. Sel-sel granulosa dipihak lain mudah mengubah androgen

    menjadi estrogen, tetapi tidak mampu membentuk sendiri androgen. LH bekerja pada sel-

    sel teka untuk merangsang pembentukan androgen, sementara FSH bekerja pada sel-sel

    granulosa untuk meningkatkan perubahan androgen teka (yang berdifusi ke dalam sel

    granulosa dari sel teka ) menjadi estrogen. Karena kadar basal FSH yang rendah sudah

    cukup untuk mendorong perubahan menjadi estrogen ini, kecepatan sekresi estrogen oleh

    folikel terutama bergantung pada kadar LH dalam darah, yang terus meningkat selama

    fase folikel. Selain itu, sewaktu folikel terus tumbuh, estrogen yang dihasilkan juga

    meningkat karena bertambahnya jumlah sel folikel penghasil estrogen.

    Estrogen yang disekresikan, selain bekerja pada jaringan spesifik seks seperti

    uterus, juga menghambat hipotalamus dan hipofisis anterior melalui mekanisme umpan

    balik negatif. Kadar estrogen yang rendah tetapi meningkat pada fase folikel bekerja

    secara langsung pada hipotalamus untuk menghambat sekresi GnRH sehingga

    pengeluaran FSH dan LH dari hipofisis anterior yang dipicu oleh GnRH juga tertekan.

    Namun efek primer estrogen adalah langsung pada hipofisis itu sendiri. Estrogen

  • menurunkan kepekaan sel penghasil gonadotropin, terutama sel penghasil FSH terhadap

    GnRH.

    Perbedaan kepekaan sel-sel penghasil FSH dan LH yang diinduksi oleh estrogen

    ini paling tidak ikut berperan pada kenyataan bahwa kadar FSH plasma, tidak seperti

    kadar LH plasma, menurun selama fase folikel seiring dengan peningkatan kadar

    estrogen. Faktor lain yang menyebabkan turunnya FSH selama fase folikel adalah sekresi

    inhibin oleh sel-sel folikel. Inhibin cenderung menghambat sekresi FSH dengan bekerja

    pada hipofisis anterior, seperti yang terjadi pada pria. Penurunan sekresi FSH

    menyebabkan atresia semua folikel yang sedang berkembang kecuali satu yang paling

    matang.

    Berbeda dengan FSH, sekresi LH terus meningkat secara perlahan selama fase

    folikel walaupun terjadi inhibisi terhadap sekresi GnRH (dan dengan demikian secara

    tidak langsung, LH). Hal yang tampak paradox ini disebabkan oleh kenyataan bahwa

    estrogen sendiri tidak dapat secara total menekan sekresi LH tonik ( terus menerus,

    dengan kadar rendah) ; untuk menghambat secara total sekresi LH tonik tersebut

    diperlukan baik estrogen maupun progesteron. Karena progesterone belum muncul

    sampai faase luteal siklus tersebut, kadar LH basal secara perlahan meningkat selama

    fase folikel di bawah inhibisi inkomplit estrogen.

    Kontrol Ovulasi

    Ovulasi dan luteinisasi selanjutnya folikel yang ruptur dipicu oleh peningkatan

    sekresi LH yang masif dan mendadak. Lonjakan LH ini menimbulkan 4 perubahan utama

    pada folikel:

    1. Lonjakan tersebut menghentikan sintesis estrogen oleh sel folikel.

    2. Lonjakan tersebut memulai kembali meiosis di oosit pada folikel yang sedang

    berkembang, tampaknya dengan menghambat pengeluaran oosit maturation

    inhibiting substance yang dihasilkan oleh sel-sel granulosa.

    3. Lonjakan tersebut memicu pembentukan prostaglandin spesifik yang bekerja lokal.

    Prostaglandin tersebut menginduksi ovulasi dengan mendorong perubahan-

  • perubahan vaskuler yang menyebabkan pembengkakan folikel dengan cepat

    sementara menginduksi pencernaan dinding folikel oelh enzim-enzim.

    4. Lonjakan tersebut menyebabkan diferensiasi sel-sel folikel menjadi sel luteal.

    Karena lonjakan LH memicu ovulasi dan luteinisasi, pembentukan korpus luteum

    secara otomatis mengikuti ovulasi.

    Dua cara sekresi LH yang berbeda sekresi tonik LH yang menyebabkan sekresi

    hormon ovarium dan lonjakan LH yang menyebabkan ovulasi tidak hanya berlangsung

    pada saat yang berbeda dan menimbulkan efek yang berlainan pada ovarium tetapi juga

    dikontrol oleh mekanisme yang berbeda. Sekresi LH tonik ditekan secara parsial oleh

    estrogen kadar rendah selama fase folikel dan ditekan secara total oleh progesteron yang

    kadarnya meningkat selama fase luteal. Karena sekresi LH tonik merangsang sekresi

    estrogen dan progesteron, hal ini adalah khas untuk sistem umpan balik negatif.

    Sebaliknya, lonjakan LH dipicu oleh efek umpan balik positif. Kadar estrogen

    yang rendah dan meningkat pada awal fase folikel menghambat sekresi LH, tapi kadar

    estrogen yang tinggi pada saat puncak sekresi estrogen pada akhir fase folikel

    merangsang sekresi LH dan menimbulkan lonjakan LH. Dengan demikian, LH

    meningkatkan produksi estrogen oleh folikel, dan konsentrasi estrogen puncak

    merangsang sekresi LH. Konsentrasi estrogen plasma yang tinggi bekerja langsung pada

    hipotalamus untuk meningkatkan frekuensi denyut sekresi GnRH, sehingga

    meningkatkan sekresi LH dan FSH. Kadar tersebut juga bekerja langsung pada hipofisis

    anterior untuk secara spesifik meningkatkan kepekaan sel penghasil LH terhadap GnRH.

    Kontrol Korpus Luteum

    Luteinizing Hormone mempertahankan korpus luteum ; yaitu, setelah memicu

    perkembangan korpus luteum, LH merangsang struktur ovarium ini untuk terus

    mengeluarkan hormon steroid. Di bawah pengaruh LH, korpus luteum mengeluarkan

    progesteron dan estrogen, dengan jumlah progesteron jauh lebih besar. Kadar progesteron

    plasma untuk pertama kalinya selama fase luteal. Selama fase folikel tidak terjadi sekresi

    progesteron (kecuali sedikit dari folikel yang akan pecah di bawah pengaruh lonjakan

  • LH). Oleh karena itu fase folikel didominasi oleh estrogen, sedangkan fase luteal oleh

    progesteron.

    Penurunan sesaat kadar estrogen dalam darah terjadi pada pertengahan siklus

    waktu folikel penghasil estrogen mati. Kadar estrogen kembali naik selama fase luteal

    karena aktivitas korpus luteum, walaupun tidak mencapai puncak yang sama seperti fase

    folikel. Walaupun estrogen kadar tinggi merangsang sekresi LH, progesterone, yang

    mendominasi fase luteal, dengan kuat menghambat sekresi LH dan FSH. Inhibisi FSH

    dan LH oleh progesterone mencegah pematangan folikel dan ovulasi baru selama fase

    luteal. Dibawah pengaruh progesterone, sistem reproduksi dipersiapkan untuk menunjang

    ovum yang baru dilepaskan, jika ovum tersebut dibuahi, dan tidak mempersiapkan

    pengeluaran ovum baru. Sel-sel luteal tidak mengeluarkan inhibin.

    Korpus luteum berfungsi selama dua minggu kemudian berdegenerasi jika tidak

    terjadi pembuahan. Mekanisme yang bertanggung jawab menyebabkan degenarasi korpus

    luteum belum sepenuhnya dipahami. Penurunan kadar LH dalam darah, yang disebabkan

    oleh efek inhibisi progesterone, jelas berpengaruh dalam kemunduran korpus luteum.

    Prostaglandin dan estrogen yang dikeluarkan oleh sel-sel luteal itu sendiri mungkin juga

    berperan. Kematian korpus luteum mengakhiri fase luteal dan menandai dimulainya fase

    folikel yang baru. Sewaktu korpus luteum berdegenarasi, kadar progesterone dan

    estrogen plasma turun denagn cepat karena kedua hormone ini tidak lagi diproduksi.

    Lenyapnya efek inhibitorik dari kedua hormone ini pada hipotalamus menyebabkan

    sekresi FSH dan LH tonik kembali meningkat. Di bawah pengaruh hormone-hormon

    gonadotropik ini, sekelompok folikel baru kembali mengalami proses pematangan seiring

    dengan dimulainya fase folikel baru.

  • Sumber:

    Guyton, Arthur C; John E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku

    kedokteran EGC.

    Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Fritz, Marc A; Speroff leon. 2011. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. California: Lipincott

    Wiliams & Wilkins