sheryl 2
description
Transcript of sheryl 2
BAB I
PENDAHULUAN
Sistem politik pada suatu negara terkadang bersifat relatif, hal ini dipengaruhi oleh
elemen-elemen yang membentuk sistem tersebut. Juga faktor sejarah dalam perpolitikan di suatu
negara. Pengaruh sistem politik negara lain juga turut memberi kontribusi pada pembentukan
sistem politik disuatu negara. Seperti halnya sistem politik di Indonesia, seiring dengan waktu,
sistem politik di Indonesia selalu mengalami perubahan. Perkembangan politik di Indonesia
dewasa ini mengalami kemajuan yang siknifikan dengan ditandai dengan perubahan sistem
politik yang semakin stabil.
Indonesia sendiri menganut sistem politik demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan
setiap warga negaranya, tetapi yang diterapkan tidak seperti negara lain yang menggunakan
sistem demokrasi, melainkan demokrasi yang sesuai dengan bangsa Indonesia yaitu Demokrasi
Pancasila. Pada perkembangan terkini Sistem Politik Indonesia mengalami kemajuan yang pesat
ditandai adanya reformasi di berbagai bidang pemerintahan.
Menurut Dardji Darmadiharjo, demokrasi pancasila merupakan paham demokrasi yang
bersumber pada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang perwujudannya tercantum
dalam Pembukaan UUD 1945.
BAB II
PENGERTIAN TENTANG SISTEM DAN POLITIK
Di dalam Bab Pertama ini akan dibicarakan tentang pengertian kata "sistem" dan
"politik," pengertian tentang sistem politik itu sendiri, serta asal-usul pendekatan sistem dalam
memahami fenomena-fenomena politik.
A. Pengertian Tentang Sistem dan Politik
1. Pengertian Sistem
Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi.
Menurut "Webster's New Collegiate Dictionary" seperti dikutip oleh Sukarna dalam bukunya
yang berjudul Sistem Politik (1990) kata 'system' berasal dari kata syn' dan 'histanai' yang
artinya "to place together" (menempatkan bersama-sama). Sistem diartikan sebagai "a complex
of ideas, principles, etc., forming a coherent whole, as the American system of government"
(suatu kompleks gagasan, prinsip dan lain sebagainya, yang membentuk
suatu keseluruhan yang berhubung-hubungan, seperti misalnya sistem pemerintahan Amerika)
(Sukarna, 1990: 13). "Advanced Learners Dictionary," seperti dikutip oleh Sukarna, mengartikan
sistem sebagai "a group of facts, ideas, beliefs, etc. arranged in an orderly way, as a system of
philosophy" (sekelompok fakta, gagasan, kepercayaan dan lain sebagainya yang ditata
dengan secara rapi, seperti suatu sistem filsafat) (Sukarna, 13).
Dari dua pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa sistem adalah merupakan
sesuatu yang berhubung-hubungan satu sama lain sehingga membentuk suatu kesatuan. Suatu
sistem, dengan demikian, pasti mempunyai struktur yang di dalamnya terdapat elemen-elemen
yang satu sama lain saling berjalinan, dan tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain sehingga
membentuk suatu kesatuan yang bulat.
Dalam kaitannya dengan pengertian ini maka Almond dan Powell, sebagaimana
dikutip oleh Rusadi Kantaprawira dalam bukunya Sistem Politik Indonesia: Suatu Model
Pengantar (1988), mengatakan bahwa: "system implies the interdependence of parts, and a
boundary between it and its environment. By 'interdependence' we mean that when the
characteristics of one part in a system change, all the other parts and the system as a whole are
affected" (sistem menunjukkan saling ketergantungan dari bagian-bagian, dan perbatasan
antara sistem dengan lingkungannya. Yang dimaksud dengan 'saling ketergantungan' adalah
bahwa bila ciri-ciri dari salah satu bagian dalam suatu sistem itu berubah, maka semua bagian
yang lain dan sistem itu secara keseluruhan akan terpengaruh) (Rusadi Kantaprawira, 1988: 4).
2. Pengertian Tentang Politik
Politik berasal dari bahasa yunani yaitu “polis” yang artinya Negara kota. Pada awalnya
politik berhubungan dengan berbagai macam kegiatan dalam Negara/kehidupan Negara. Istilah
politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan, dasar dasar pemerintahan,
ataupun dalam hal kekuasaan Negara. Politik pada dasarnya menyangkut tujuan-tujuan
masyarakat, bukan tujuan pribadi. Politik biasanya menyangkut kegiatan partai politik, tentara
dan organisasi kemasyarakatan.
Dapat disimpulkan bahwa politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat
dalam rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat tentang kebaikan
bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu. Menurut Alan C. Isaak di dalam
bukunya yang berjudul Scope and Methods of Political Science (1975), politik sering diartikan
sama dengan pemerintahan (government), pemerintahan atas dasar hukum (legal government),
atau negara (state). Selain itu politik juga sering diartikan sama dengan kekuasaan power),
kewenangan (authority) dan atau perselisihan (conflict) (Isaak, 1975: 15).
Bagi mereka yang mengartikan politik sama dengan pemerintahan akan melihat politik
sebagai apa yang erjadi di dalam badan pembuat undang-undang negara, atau kantor Walikota.
Alfred de Grazia menyatakan bahwa politik (politics atau political) "meliputi peristiwa-peristiwa
yang terjadi di sekitar pusat-pusat pembuatan keputusan pemerintah" (Isaak, 16). Charles
Hyneman sebagaimana dikutip oleh Alan C. Isaak mengartikan politik sebagai "pemerintahan
atas dasar hukum" (Isaak, 16). "Titik pusat perhatian ilmu politik Amerika adalah bagian dari
masalah-masalah kenegaraan yang berpusat di pemerintahan, dan macam atau bagian
pemerintahan yang berbicara melalui
undang-undang". Dengan demikian ada dua versi yang mendefinisikan politik sama dengan
pemerintahan: versi pertama hanya membicarakan tentang pemerintahan, sedangkan versi kedua
yang dibicarakan tidak hanya pemerintahan akan tetapi juga undang-undang.
Sekarang apa yang dimaksud dengan pemerintahan (government) itu? Alan C. Isaak
mengartikan pemerintahan sebagai "lembaga dari suatu masyarakat yang didasarkan pada hukum
atau undang-undang yang bertugas untuk membuat
keputusan yamg mengikat secara hukum" (the legally based institutions of a society which make
legally binding decisions) (Isaak, 16). Apakah politik diartikan sebagai “pemerintahan” atau
“pemerintahan yang berdasar hukum” yang jelas keduanya memusatkan perhatiannya pada
lembaga-lembaga formal.
Definisi yang mempersamakan politik dengan pemerintahan menurut banyak ilmuwan
politik dikatakan sebagai memiliki keterbatasan dalam penerapannya atau secara tidak realistik
bersifat terbatas. Sebagai contoh apakah keputusan yang mengikat masyarakat yang dibuat oleh
pemimpin-pemimpin atau ketua-ketua suku diklasifikasikan sebagai bersifat non-politik dan oleh
karena itu berada di luar ruang lingkup ilmuwan politik?
Ilmuwan politik yang mengritik definisi politik sebagai sama dengan
pemerintahan memformulasikan suatu definisi alternatif yang mempersamakan politik dengan
"kekuasaan" (power), "kewenangan" (authority) atau "perselisihan/pertikaian" (conflict).
William Bluhm sebagaimana dikutip oleh Alan C. Isaak menyatakan bahwa "politik merupakan
proses sosial yang diikuti oleh kegiatan yang melibatkan permusuhan dan kerjasama dalam
menjalankan kekuasaan, dan mencapai puncaknya pada pembuatan keputusan bagi suatu
kelompok" (Isaak, 18). Politik dijumpai di manapun hubungan kekuasaan ataupun situasi konflik
terjadi, ini artinya ilmuwan politik dapat juga dengan secara sah mempelajari politik dari serikat
buruh, perusahaan atau suku-suku di Afrika, dan juga apa saja yang terjadi di dalam badan
pembuat undang-undang atau administrasi. Definisi ini lebih menekankan pada jenis kegiatan
(action) atau perilaku (behaviour) daripada pada jenis kelembagaan (institution) tertentu.
Definisi politik yang didasarkan pada pemerintahan pada sesungguhnya
merupakan versi definisi yang didasarkan pada kekuasaan (power), yaitu kekuasaan atau power
yang dijalankan didalam dan oleh lembaga pemerintahan. Dengan demikian sesungguhnya
semua definisi tentang politik didasarkan pada gagasan tentang proses atau konflik. Max Weber
mengartikan politik sebagai "usaha untuk membagi kekuasaan atau usaha untuk mempengaruhi
distribusi kekuasaan, baik di antara negara-negara ataupun di antara kelompok-kelompok yang
ada di dalam negara" (Isaak, 18).
Definisi berikutnya mempersamakan politik atau sistem politik sebagai
"penjatahan nilai-nilai bagi suatu masyarakat dengan secara sah" (the authoritative allocation of
societal values). Definisi ini dikemukakan oleh David Easton dan lebih menekankan pada
aktifitas atau kegiatan daripada pada lembaga. Menurut Easton "penjatahan nilai-nilai secara
sah" merupakan jenis kegiatan yang menarik bagi kita dengan alasan karena setiap nilai
masyarakat dibutuhkan oleh setiap orang, bahwa orang-orang memiliki kepentingan atau tujuan
yang berbeda-beda dan kepentingan atau tujuan yang berbeda-beda ini harus dialokasikan,
dibagi-bagikan oleh seseorang atau oleh sesuatu, dan inilah yang disebut situasi power atau
konflik" (Isaak, 20). Setiap masyarakat, kata Easton, memiliki sistem politik yang didefinisikan
sebagai suatu sistem yang secara sah menjatahkan atau mengalokasikan nilai-nilai, tetapi sistem-
sistem ini memiliki bentuk yang berbeda-beda.
Dengan demikian, definisi ini tidaklah membatasi kita hanya pada mempelajari
pemerintahan yang sah (atau atas dasar hukum), akan tetapi kita juga dapat mempelajari sistem
politik atau kebudayaan lainnya secara obyektif tanpa pandangan-pandangan tentang struktur dan
perilaku politik yang dipertimbangkan sebelumnya. Selain itu ketika kita mempelajari sistem
politik pada lembaga formal pemerintahan, seperti kongres atau parlemen, kita dapat
memasukkan juga kelompok-kelompok kepentingan, partai politik, dan pengaruh-pengaruh
lainnya yang kurang begitu jelas terhadap keputusan-keputusan yang sah.
Meskipun demikian definisi Easton tidaklah meliputi semua situasi kekuasaan atau
pemilihan keputusan, akan tetapi hanya keputusan-keputusan yang mengikat masyarakat saja
yang relevan bagi ilmuwan politik. Menurut Easton "suatu kebijakan itu sah (authoritative)
apabila rakyat yang dikenai kebijakan itu atau mereka yang dipengaruhi oleh kebijakan itu
menganggap bahwa mereka harus atau seharusnya mematuhinya" atau dengan kata lain
kebijakan itu dianggap mengikat mereka. Perbedaan antara Harold Laswell yang mendefinisikan
politik sebagai "Who Gets What When How?" dengan Easton adalah bahwa apabila Laswell
menekankan pada peranan power dalam proses distribusi, maka Easton menekankan pada
hubungan antara apa yang masih ada di dalam sistem (tumbuhan) dan apa yang keluar dari
sistem (keputusan). Atau dengan kata lain Easton memusatkan perhatiannya pada keseluruhan
sistem politik, sementara Laswell memusatkan perhatiannya hanya pada individu yang memiliki
pengaruh paling besar pada proses distribusi, yaitu mereka yang memiliki power.
B. Pengertian Sistem Politik
1. Sistem Politik
Menurut Ir. Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip, yang
membentuk satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur pemerintahan serta
melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur individu atau kelompok
individu satu sama lain atau dengan Negara dan hubungan Negara dengan Negara.
Sistem Politik menurut Rusadi Kartaprawira adalah Mekanisme atau cara kerja
seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik yang berhubungan satu sama lain dan
menunjukkan suatu proses yang langggeng
Sistem politik adalah "sistem pengambilan keputusan yang mengikat masyarakat" atau
"sistem pengalokasian nilai-nilai kemasyarakatan dengan secara sah kepada masyarakat".
Kehidupan politik dapat dilibatkan dengan melihat segi-seginya satu persatu, seperti menyelidiki
berfungsinya lembaga-lembaga politik (partai politik, kelompok kepentingan, pemerintahan, dan
voting), juga mempelajari sifat-sifat dan akibat-akibat dari praktek-praktek politik (propaganda,
manipulasi, kekerasan), atau juga meneliti struktur tempat terjadinya praktek-praktek seperti
tersebut di atas (Mohtar Mas'oed, 1985: 4). Dengan menggabungkan hasil-hasil penyelidikan itu
kita dapat mempersoalkan suatu gambaran kasar tentang apa yang terjadi dalam setiap unit
politik. Akan tetapi perlu disadari bahwa masing-masing bagian dan arena politik yang lebih
besar itu tidaklah berdiri sendiri-sendiri akan tetapi saling berkaitan satu dengan yang lain; atau
dengan kata lain, berfungsinya satu bagian tidak akan dapat dipahami tanpa memperhatikan cara
berfungsinya keseluruhan bagian-bagian itu sendiri. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
sangat penting memandang kehidupan politik sebagai suatu sistem kegiatan yang satu sama lain
saling berkait-kaitan. Sifat saling berkaitan atau ikatan-ikatan sistemis dari kegiatan-kegiatan ini
berasal dari fakta bahwa semua kegiatan itu mempengaruhi cara pembuatan dan pelaksanaan
keputusan-keputusan otoritatif itu dalam masyarakat (Mohtar Mas'oed, 4). Ide utama tentang
suatu sistem, menurut Easton,
adalah bahwa kita dapat memisahkan kehidupan politik dari kegiatan sosial lainnya, paling tidak
dari analisa, dan melihatnya seolah-olah sebagai suatu kumpulan tersendiri yang dikelilingi oleh,
tetapi dapat dibedakan dengan mudah dari lingkungan di mana sistem itu bekerja (Mohtar
Mas'oed, 4).
2. Pengertian Sistem Politik Indonesia
Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan
dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan
tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala
prioritasnya
Politik adalah semua lembaga-lembaga negara yang tersebut di dalam konstitusi negara
( termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif ). Dalam Penyusunan keputusan-keputusan
kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang seimbang dan terjalinnya kerjasama yang baik
antara suprastruktur dan infrastruktur politik sehingga memudahkan terwujudnya cita-cita dan
tujuan-tujuan masyarakat/Negara. Dalam hal ini yang dimaksud suprastruktur politik adalah
Lembaga-Lembaga Negara. Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam UUD 1945
yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah
Konstitusi, Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang akan membuat keputusan-keputusan
yang berkaitan dengan kepentingan umum.
Badan yang ada di masyarakat seperti Parpol, Ormas, media massa, Kelompok
kepentingan (Interest Group), Kelompok Penekan (Presure Group), Alat/Media Komunikasi
Politik, Tokoh Politik (Political Figure), dan pranata politik lainnya adalah
merupakaninfrastruktur politik, melalui badan-badan inilah masyarakat dapat menyalurkan
aspirasinya. Tuntutan dan dukungan sebagai input dalam proses pembuatan keputusan. Dengan
adanya partisipasi masyarakt diharapkan keputusan yang dibuat pemerintah sesuai dengan
aspirasi dan kehendak rakyat.
BAB III
PROSES POLITIK DI INDONESIA
A. Asal Usul Teori Sistem Politik
Sejarah Sistem Politik Indonesia bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di dalamnya.
Namun dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah Bangsa Indonesia tapi
diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Konsepsi sistem untuk memahami kehidupan politik
telah lama digunakan. Weber, misalnya, telah mencari kualitas dari stabilitas dalam suatu
masyarakat modern yang produktif. Ia melihat perubahan sejarah sebagai seorang gradualis dan
mencatat bahwa kemajuan evolusionernya tergantung pada kondisi mendasar dari setiap
masyarakat. Weber kemudian mengklafisikasikan masyarakat ke dalam sistem kekuasaan
tradisional, kharismatik dan legal rasional. Karl Marx, sebaliknya, menganggap bahwa tertib dan
stabilitas dalam masyarakat dirusak oleh adanya kontradiksi yang ada dalam masyarakat. Marx
mengklasifikasikan masyarakat ke dalam sistem ekonomi yang dasarkan pada "mode of
productions" (cara berproduksi) dan "relations of production" (hubungan produksi) yang
dimanifestasikan melalui kelas-kelas sosial, seperti kelas feodal, kelas borjuis dan kelas proletar.
Perubahan dalam basis ekonomi, itensifikasi kontradiktif dan perjuangan kelas yang tidak
pernah berhenti akan akhirnya membawa perubahan dalam masyarakat (Chilcotte, 1981:
139).Terminologi sistem digunakan untuk memahami ”gejala politik dalam suatu masyarakat
dengan keyakinan bahwa masyarakat itu merupakan kesatuan yang paling inklusif di mana
sistem-sistem yang ada bisa dievaluasi. Sistem merupakan abstraksi dari masyarakat nyata.
Setiap gejala masyarakat dapat dipandang sebagai suatu sistem atau sistem-sistem. Di dalam
kenyataannya semua gejala kemasyarakatan itu berhubung-hubungan satu dengan yang lain,
walaupun secara teoritis garis batas bisa dibuat untuk memisah-misahkan sistem yang berbeda-
beda, seperti sistem politik ekonomi, sosial dan psikologi kebudayaan. Dari suatu masyarakat
keseluruhan bisa diperoleh abstraksi yang berupa elemen-elemen yang nampak ke pentas dengan
terasa dekat kepada yang lain, dan elemen-elemen yang demikian ini yang kemudian disebut
sebagai sistem (Chilcotte, 146-141).
Biasanya elemen-elemen ini ada dalam jumlah yang secara konseptual dapat diukur dan
disebut sebagai variabel-variabel. Elemen-elemen dari variabel yang bersifat konstan karena
mereka dipisahkan dari perubahan di dalam masyarakat disebut sebagai parameter.
Bila kita berbicara tentang sistem politik, sistem ekonomi, sistem sosial, dan sistem
psikologi kebudayaan, yang kita maksudkan di sini adalah semua variabel yang disekutukan atau
berkaitan dengan kehidupan politik, kehidupan ekonomi, kehidupan sosial atau kehidupan
psikologi kebudayaan. Variabel-variabel dari suatu sistem bisa meliputi struktur, fungsi, aktor,
nilai-nilai, norma-norma tujuan, input (masukan), output (keluaran), response (tanggapan), dan
feedback (umpan balik) (Chilcotte, 141).
Riset Operasi dan Analisis Sistem: Riset operasi merupakan perkembangan dari usaha
untuk menerapkan pendekatan sistem bagi penggunaan korelasi radar semasa Perang Dunia II.
Riset operasi dimanfaatkan untuk meramalkan hasil-hasil militer atas dasar rancangan
persenjataan dan pelaksanaan taktik dan strategi. ”Riset operasi mencari suatu sistem
penghambur-hamburan sumber daya yang minimal. Teknik statistik dan kuantitatif masa perang,
kemudian menjadi bermanfaat dalam industri seperti perminyakan, kimia, dan elektronika.
Pendirian suatu profesi baru ini ditandai oleh berdirinya federasi masyarakat riset operasi
instruksional (1957). Segera sesudah itu riset operasi diterapkan untuk pemecahan persoalan-
persoalan sosial, terutama pendidikan, daerah perkotaan, dan jasa-jasa kesehatan. Dengan
perubahan dari pemusatan militer ke sipil, riset operasi akhirnya menjadi terkenal sebagai
analisis sistem.
Ilmu-ilmu Sosial: Di antara ilmu-ilmu sosial, ilmu ekonomilah yang pertama kali
memberikan sumbangan pada teori sistem. Walaupun pada pemecahan masalah ekonomi
sekarang ini masih didominasi oleh skema-skema yang sifatnya satu demi satu (piecemeal) dan
inkrementalis, teknik-teknik ekonomi telah lama digunakan untuk menentukan hubungan sebab
dan akibat yang linier. Teknik-teknik ini bagaimanapun cenderung terbatas pada sistem yang
mekanistis yang tidak memperhatikan proses-proses perubahan dan kehilangan sentuhan dengan
realitas sosial.
J. David Singer (1971) mensintesakan kecenderungan dan pengaruh biologi, cybernetik,
dan riset operasi dan analisis sistem ini ke dalam dikotomi orientasi ilmu sosial yang terdiri dari
analisis sistem dan sistem umum (general systems). Analisis sistem menderita abstraksi dari
kekurangan pandangan pengembangan dan sejarah. Ia menyukai penggunaan general system dan
studi keajegan-keajegan dalam berbagai macam sistem.
B. Proses Perkembangan Politik di Indonesia
Sistem politik di Indonesia mengalami pasang surut sejak berdirinya Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Sejarah Sistem politik Indonesia dilihat dari proses politiknya bisa dilihat
dari masa-masa berikut ini:
Masa prakolonial
Masa kolonial (penjajahan)
Masa Demokrasi Liberal
Masa Demokrasi terpimpin
Masa Demokrasi Pancasila
Masa Reformasi
Masing-masing masa tersebut kemudian dianalisis secara sistematis dari aspek :
- Penyaluran tuntutan
- Pemeliharaan nilai
- Kapabilitas
- Integrasi vertikal
- Integrasi horizontal
- Gaya politik
- Kepemimpinan
- Partisipasi massa
- Keterlibatan militer
- Aparat negara
- Stabilitas
Bila diuraikan kembali maka diperoleh analisis sebagai berikut :
1. Masa Prakolonial (Kerajaan)
- Penyaluran tuntutan – rendah dan terpenuhi
- Pemeliharaan nilai – disesuikan dengan penguasa
- Kapabilitas – SDA melimpah
- Integrasi vertikal – atas bawah
- Integrasi horizontal – nampak hanya sesama penguasa kerajaan
- Gaya politik – kerajaan
- Kepemimpinan – raja, pangeran dan keluarga kerajaan
- Partisipasi massa – sangat rendah
- Keterlibatan militer – sangat kuat karena berkaitan dengan perang
- Aparat negara – loyal kepada kerajaan dan raja yang memerintah
- Stabilitas – stabil dimasa aman dan instabil dimasa perang
2. Masa Kolonial (Penjajahan)
- Penyaluran tuntutan – rendah dan tidak terpenuhi
- Pemeliharaan nilai – sering terjadi pelanggaran ham
- Kapabilitas – melimpah tapi dikeruk bagi kepentingan penjajah
- Integrasi vertikal – atas bawah tidak harmonis
- Integrasi horizontal – harmonis dengan sesama penjajah atau elit pribumi
- Gaya politik – penjajahan, politik belah bambu (memecah belah)
- Kepemimpinan – dari penjajah dan elit pribumi yang diperalat
- Partisipasi massa – sangat rendah bahkan tidak ada
- Keterlibatan militer – sangat besar
- Aparat negara – loyal kepada penjajah
- Stabilitas – stabil tapi dalam kondisi mudah pecah
3. Masa Demokrasi Liberal
- Penyaluran tuntutan – tinggi tapi sistem belum memadani
- Pemeliharaan nilai – penghargaan HAM tinggi
- Kapabilitas – baru sebagian yang dipergunakan, kebanyakan masih potensial
- Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas
- Integrasi horizontal- disintegrasi, muncul solidarity makers dan administrator
- Gaya politik – ideologis
- Kepemimpinan – angkatan sumpah pemuda tahun 1928
- Partisipasi massa – sangat tinggi, bahkan muncul kudeta
- Keterlibatan militer – militer dikuasai oleh sipil
- Aparat negara – loyak kepada kepentingan kelompok atau partai
- Stabilitas – instabilitas
4. Masa Demokrasi Terpimpin
- Penyaluran tuntutan – tinggi tapi tidak tersalurkan karena adanya Front nas
- Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM rendah
- Kapabilitas – abstrak, distributif dan simbolik, ekonomi tidak maju
- Integrasi vertikal – atas bawah
- Integrasi horizontal – berperan solidarity makers,
- Gaya politik – ideolog, nasakom
- Kepemimpinan – tokoh kharismatik dan paternalistik
- Partisipasi massa – dibatasi
- Keterlibatan militer – militer masuk ke pemerintahan
- Aparat negara – loyal kepada negara
- Stabilitas – stabil
5. Masa Demokrasi Pancasila
- Penyaluran tuntutan – awalnya seimbang kemudian tidak terpenuhi karena fusi
- Pemeliharaan nilai – terjadi Pelanggaran HAM tapi ada pengakuan HAM
- Kapabilitas – sistem terbuka
- Integrasi vertikal – atas bawah
- Integrasi horizontal – nampak
- Gaya politik – intelek, pragmatik, konsep pembangunan
- Kepemimpinan – teknokrat dan ABRI
- Partisipasi massa – awalnya bebas terbatas, kemudian lebih banyak dibatasi
- Keterlibatan militer – merajalela dengan konsep dwifungsi ABRI
- Aparat negara – loyal kepada pemerintah (Golkar)
- Stabilitas stabil
6. Masa Reformasi
- Penyaluran tuntutan – tinggi dan terpenuhi
- Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM tinggi
- Kapabilitas –disesuaikan dengan Otonomi daerah
- Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas
- Integrasi horizontal – nampak, muncul kebebasan (euforia)
- Gaya politik – pragmatik
- Kepemimpinan – sipil, purnawiranan, politisi
- Partisipasi massa – tinggi
- Keterlibatan militer – dibatasi
- Aparat negara – harus loyal kepada negara bukan pemerintah
- Stabilitas – instabil
. Di Indonesia sendiri memakai sistem politik demokrasi yang didasarkan pada nilai, prinsip,
prosedur, dan kelembagaan yang demokratis. Adapun sendi-sendi pokok dari sistem politik
demokrasi di Indonesia adalah :
1. Ide kedaulatan rakyat
2. Negara berdasarkan atas hukum
3. Bentuk Republik
4. Pemerintahan berdasarkan konstitusi
5. Pemerintahan yang bertanggung jawab
6. Sistem Pemilihan langsung
7. Sistem pemerintahan presidensiil
BAB IV
KESIMPULAN
Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan
dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan
tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala
prioritasnya.
Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk republik, dengan memakai system demokrasi, di
mana kedaulatan berada di tangan rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Indonesia menganut sistem
pemerintahan presidensil, di mana Presiden berkedudukan sebagai kepala negara sekaligus
kepala pemerintahan. Para Bapak Bangsa yang meletakkan dasar pembentukan Negara
Indonesia, setelah tercapainya kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Daftar Pustaka
http://handikap60.blogspot.com/2013/03/sistem-politik-di-indonesia
http://kumpulan-tugas-sekolahku.blogspot.com/2012/07/bagaimana-sistem-politik-indonesia
http://shesweetfa.blogspot.com/2013/03/contoh-makalah-sistem-politik-indonesia
Sistem Politik Indonesia I Oleh: Prof. Drs. Totok Sarsito, SU, MA, Ph.D.
Dosen FISIP UNSRI Kementerian Pendidikan Nasional Universitas Sebelas Maret Fakultas Ilmu
Sosial Dan Ilmu Politik