Shalat Jamak Empat Mazhab.html

8
Mempelajari Alam Hamparan Ilahi Hamparan Ilahi Shalat Jamak Empat Mazhab Berikut pendapat empat mazhab terkait shalat jamak. Pendapat Malikiyah Mereka berpendapat bahwa sebab-sebab shalat Jama' itu sebagai berikut: 1. Safar (melakukan perjalanan) 2. Sakit 3. Hujan 4. Tanah berlumpur (becek) serta gelap pada akhir bulan. 5. Ada di Arafah atau di Muzdalifah bagi yang menunaikan ibadah haji. Sebab pertam adalah “safar”. Yang dimaksud adalah semua perjalanan, mencapai jarak qashar ataupun tidak; dan disyaratkan perjalanan itu tidak haraam dan tidak pula makruh. Maka bagi orang yang melakukan safar yang hukumnya mubah, boleh menjamak antara shalat dzuhur dan ashar dengan jamak taqdim dengan dua syarat: a. Matahari telah tergelincir ket6ika sesorang musafir berhenti I suatu tempat untuk istirahat. b. Ia berniat untuk pergi sebelum waktu ashar masuk, dan akan berhenti untuk beristirahat lagi setelah terbenam matahari. Jika ia berniat berhenti sebelum matahari menguning, maka sebelum pergi hendaklah melaksanakan shalat Zhuhur terlebih dahulu dan wajib mengakhirkan shalat Ashar sehingga ia berhenti, karena berhentinya itu tepat pada waktunya yang iklntiyari (luas), maka tidak ada alasan baginya untuk menjama' taqdim shalat tersebut. Jika ia jama' toqdim dengan shalat Zhuhur, maka shalat sah, akan tetapi ia berdosa, dan disunnatkan baginya untuk mengulang shalat Ashar itu pada waktunya yang ikhtiyari tadi setelah ia berhenti. Sedang apabila ia berniat berhenti setelah matahari menguning (sebelum Maghrib), maka hendaklah ia melaksanakan shalat Zhuhurnya sebelum pergi, dan mengenai shalat Asharnya, boleh memilih, boleh di-taqdim, dan boleh juga di-ta'khir hingga ia berhenti, karena shalat Ashar itu - bagaimanapun juga - masih dilaksanakan pada waktu dharuri. Sebab bila Ashar itu di-taqdim tetap dilaksanakan pada waktu dharuri yang didahulukan karena alasan safar, dan bila di-ta'khir juga tetap dilaksanakan pada waktu dharuri yang disyari'atkan. Bila waktu Zhuhur telah masuk - yang ditandai dengan tergelincirnya matahari - sedangkan ia dalam perjalanan, maka bila ia berniat untuk berhenti ketika matahari menguning atau sebelum menguning, ia boleh men-ta'khir Zhtihur sehingga menjama'nya dengan Ashar setelah berhenti. Dan jika berniat untuk berhenti setelah matahari terbenam, maka ia tidak boleh men-ta'khir Ashar hingga berhenti, karena yang demikian itu dapat menyebabkan kehiarnya kedua shalat tersebut dari waktunya.

description

shalat

Transcript of Shalat Jamak Empat Mazhab.html

Page 1: Shalat Jamak Empat Mazhab.html

Mempelajari Alam

Hamparan IlahiHamparan Ilahi

Shalat Jamak Empat Mazhab

Berikut pendapat empat mazhab terkait shalat jamak.Pendapat MalikiyahMereka berpendapat bahwa sebab-sebab shalat Jama' itu sebagai berikut:1. Safar (melakukan perjalanan)2. Sakit3. Hujan4. Tanah berlumpur (becek) serta gelap pada akhir bulan.5. Ada di Arafah atau di Muzdalifah bagi yang menunaikan ibadah haji.

Sebab pertam adalah “safar”. Yang dimaksud adalah semua perjalanan, mencapai jarakqashar ataupun tidak; dan disyaratkan perjalanan itu tidak haraam dan tidak pulamakruh. Maka bagi orang yang melakukan safar yang hukumnya mubah, bolehmenjamak antara shalat dzuhur dan ashar dengan jamak taqdim dengan dua syarat:a. Matahari telah tergelincir ket6ika sesorang musafir berhenti I suatu tempat untukistirahat.b. Ia berniat untuk pergi sebelum waktu ashar masuk, dan akan berhenti untukberistirahat lagi setelah terbenam matahari.

Jika ia berniat berhenti sebelum matahari menguning, maka sebelum pergi hendaklahmelaksanakan shalat Zhuhur terlebih dahulu dan wajib mengakhirkan shalat Asharsehingga ia berhenti, karena berhentinya itu tepat pada waktunya yang iklntiyari (luas),maka tidak ada alasan baginya untuk menjama' taqdim shalat tersebut. Jika ia jama'toqdim dengan shalat Zhuhur, maka shalat sah, akan tetapi ia berdosa, dandisunnatkan baginya untuk mengulang shalat Ashar itu pada waktunya yang ikhtiyaritadi setelah ia berhenti. Sedang apabila ia berniat berhenti setelah mataharimenguning (sebelum Maghrib), maka hendaklah ia melaksanakan shalat Zhuhurnyasebelum pergi, dan mengenai shalat Asharnya, boleh memilih, boleh di-taqdim, danboleh juga di-ta'khir hingga ia berhenti, karena shalat Ashar itu - bagaimanapun juga -masih dilaksanakan pada waktu dharuri. Sebab bila Ashar itu di-taqdim tetapdilaksanakan pada waktu dharuri yang didahulukan karena alasan safar, dan biladi-ta'khir juga tetap dilaksanakan pada waktu dharuri yang disyari'atkan.

Bila waktu Zhuhur telah masuk - yang ditandai dengan tergelincirnya matahari -sedangkan ia dalam perjalanan, maka bila ia berniat untuk berhenti ketika mataharimenguning atau sebelum menguning, ia boleh men-ta'khir Zhtihur sehinggamenjama'nya dengan Ashar setelah berhenti. Dan jika berniat untuk berhenti setelahmatahari terbenam, maka ia tidak boleh men-ta'khir Ashar hingga berhenti, karenayang demikian itu dapat menyebabkan kehiarnya kedua shalat tersebut dari waktunya.

Page 2: Shalat Jamak Empat Mazhab.html

Akan tetapi antara kedua shalat itu hendaklah dijama' secara simbolis, yaitu denganmelaksanakan shalat Zhuhur pada akhir waktunya yang ikhtiyari dan melaksanakanAshar pada awal waktunya yang ikhtiyari. Sedangkan shalat Maghrib dan Isya'hukumnya sama dengan Zhuhur dan Ashar dalam semua rincian ini.

Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa awal waktu shalat Maghrib, yaitu terbenamnyamatahari, sama dengan kedudukan tergelincirnya matahari dibandingkan denganshalat Zhuhur; dan sepertiga malam pertama sama kedudukannya denganmenguningnya matahari setelah Ashar. Sedangkan terbitnya fajar sama denganterbenamnya matahari seperti yang telah dikemukakan tadi.

Apabila ia memasuki waktu Maghrib sedang ia dalam keadaan berhenti, maka apabilaia berniat berangkat sebelum memasuki waktu Isya' dan berherti sebelum terbit fajar,hendaklah ia men-jama' taqdim shalat Isya' dengan Maghribnya sebelum berangkat;dan apabila ia berniat berhenti sebelum sepertiga malam pertama, maka hendaklah iamen-ta'khir lsya'nya sehingga berhenti. Sedang apabila ia berniat berhenti setelahsepertiga malam pertama maka hendaklah ia melaksanakan shalat Maghribnyasebelum berangkat, dan mengenai shalat Isya'nya ia boleh memilih. Berdasarkan hal iniAnda dapat mengqiyaskan (mengambil perbandingan).

Hukum shalat jama' bagi seorang musafir adalah boleh, dalam artian khilaf al-Aula(menyalahi ketentuan yang lebih utama). Maka yang paling utama adalahmeninggalkan jama'. Shalat jama' itu hanya boleh dilaksanakan bila ia melakukanperjalanan darat. Sedang untuk perjalanan laut, maka tidak boleh menjama' shalat,karena dispensasi (kebolehan) jama' itu hanya berlaku unttik perjalanan darat, tidakuntuk perjalanan lainnya.

Sebab kedua, adalah sakit. bagi orang sakit yang susah untuk berdiri pada setiap kalishalat atau ia susah untuk wudhu', seperti orang yang sakit perut, maka ia bolehmenjama' antara Zhuhur dan Ashar, dan antara Maghrib dan Isya' secara simbolis,misalnya dengan cara melaksanakan Zhuhur pada akhir waktunya yang ikhtiyari danmelaksanakan Ashar pada awal waktunya yang ikhtiyari, serta melaksanakan shalatMaghrib sesaat sebelum hilangnya mega (merah) dan melaksanakan shalat Isya' padaawal hilangnya mega (merah). Ini bukanlah jama' hakiki, karena masing-masing shalatitu tetap dilaksanakan pada waktunya. Yang demikian itu hulnrmnya boleh, tidakmakruh. Dan bagi orang yang melakukannya itu memperoleh keutamaan awal waktu.Berbeda halnya dengan orang yang tidak ada uzdur, sekalipun ia boleh melaksanakanshalat jama' secara simbolis, akan tetapi ia telah kehilangan fadilah (keutamaan) awalwaktu.

Sedangkan orang sehat yang khawatir akan mengalami pusing kepala yang dapatmenghalanginya melaksanakan shalat sesuai dengan cara yang semestinya, ataukhawatir pingsan yang dapat menghalanginya melaksanakan shafat ketika memasukiwaktu shalat yang kedua, seperti (waktu) Ashar bagi Zhuhur, dan (waktu) Isya' bagiMaghrib, maka dibolehkan baginya men-taqdim shalat yang kedua bersama shalatyang pertama. Jika ia men-taqdim shalat tersebut sementara apa yangdikhawatirkannya itu tidak terjadi, maka sebaiknya ia mengulang Pada waktu itu juga,

Page 3: Shalat Jamak Empat Mazhab.html

sekalipun pada waktu dharuri.

Sebab ketiga dan keempat, yaitu hujan, berlumpur dan gelap. Apabila ada hujan lebatyang sampai menyebabkan seseorang menutup kepalanya, atau menyebabkan tanahsangat berlumpur yang sampai menyebabkan seseorang melepas sepatunya disertaigelap, maka dibolehkan menjama' taq~lim lsya' dengan Maghrib untuk tetap menjaga(pelaksanaan) shalat lsya' dengan berjama'ah tanpa ada kesulitan. Maka ia berangkatke masjid pada waktu Maghrib dan melaksanakan kedua shalat itu (Maghrib dan Isya')sekaligus. Sholat jama' semacam ini boleh dalam arti khilaf al-Aula (menyalahiketentuan yang lebih utama). Yang demikian itu khusus dilaksanakan di dalam masjid;maka tidak boleh dilaksanakan di rumah-rumah.

Mengenai sifat shalat jama' ini, hendaknya dikumandangkan adzan Maghrib terlebihdahulu dengan suara keras sebagaimana biasanya, kemudian disunnatkan menundashalat Maghrib itu setelah adzan sebatas lama kurang lebih melaksanakan tiga rakaat,baru kemudian melaksanakan shalat Maghrib. Lalu disunnatkan beradzan untuk shalatIsya' di masjid, bukan di atas menara, agar tidak orang-orang tidak menduga telahmasuk waktu Isya' yang biasa. Adzan itu hendaklah dikumandangkan dengan suararendah, kemudian shalat Isya' itu dilaksanakan. Antara adzan dan Isya' jangan sampaidipisah dengan shalat nafilah; demikian juga dimakruhkan melalcsanakan shalat nafilahantara setiap dua shalat yang dijama'. Bila dilaksanakan (shalat nafilah), itu tidakberarti menghalangi dilaksanakannya nafilah setelah Isya' yang dijama' karena hujan;dan hendaklah ia menunda shalat Witirnya sehingga mega merah hilang, karena shalatWitir itu tidak sah dilaksanakan kecuali setelah hilangnya mega merah. Bagi orangyang shalat sendirian tidak boleh melaksanakan shalat jama' di masjid kecuali ia imamtetap yang mempunyai rumah tempat pulang, maka ia boleh menjama' sendiriandengan niat jama' sekaligus imamah, karena shalat jama' itu (baginya) berfungsisebagai shalat jama'ah. Bagi orang yang ber-i'tikaf di masjid boleh menjama' mengikutiorang yang menjama' di masjid tersebut, bila ada.

Apabila hujan reda setelah memulai shalat pertama, maka ia (tetap) boleh menjama',lain halnya bila hujan itu reda sebelum memulai shalat.

Sebab kelima, ada di Arafat. Bagi yang menunaikan ibadah haji disunnatkan menjama'antara shalat Zhuhur dan Ashar dengan jama' taqdim di Arafat, baik ia pendudukArafat atau salah seorang penduduk dari daerah tempat ibadah haji lainnya, sepertiMina dan Muzdalifah, atau salah seorang Penduduk daerah jauh. Dan disunnatkan bagiyang bukan penduduk Arafat untuk mengqashar, sekalipun jaraknya tidak mencapaijarak qashar.

Sebab keenam, orang yang menunaikan ibadah haji itu ada di Muzdalifah. Bagi orangyang menunaikan ibadah haji, setelah bertolak dari Arafat disunnatkan men-ta'khirshalat Maghribnya hingga ia sampai di Muzdalifah, maka shalat Maghrib itu di-jama'ta'khir dengan shalat Isya'nya. Shalat jama’ ini hanya disunnatkan bagi seseorangyang wuquf di Arafat bersama imam. Jika tidak, maka hendaklah ia melaksanakanmasing-masing shalat itu pada waktunya. Dan disunnakan mengqashar shalat Isya'bagi selain penddatang Muzdalifah , karena qaidah (yang mereka pakai) bahwa

Page 4: Shalat Jamak Empat Mazhab.html

menjama' itu hukumnya sunnat bagi setiap jama'ah haji, sedangkan qashar adalahkhusus bagi selain penduduk yang tinggal di tempat itu, yakni Arafat dan Muzdalifah.

Pendapat Syafi'iyahMereka berpendapat bahwa seorang musafir yang melakukan perjalanan qashar yangtelah dikemukakan terdahulu dengan memenuhi syarat-syarat safar dibolehkanmen-jama' taqdim atau ta'khir antara dua shalat yang tetah disebutkan tadi; dandibolehkan men-jama' taqdim saja disebabkan hujan. Dalam jama' taqdim terdapatenam syarat, yaitu:1. Tertib, yaitu dengan memulai shalat yang mempunyai wakrii tersebut. Bila musafiritu berada pada waktu Zhuhur dan hendak melaksanakan shalat Ashar bersama Zhuhurpada waktu Zhuhur, maka ia harus memulai dengan shalat Zhuhur. Jika dibalik, makashalat Zhuhur itu sah, sehagai yang mempunyai waktu; sedangkan shalat yang sebelumZhuhur (yaitu Asharf tidak sah sebagai shalat fardhu dan tidak pula sebagai nafilal,(yaitui) bila ia tidak mempunyai tanggungan shalat fardhu (Ashar) yang sama. Bilamempunyai tanggungan itu, maka shalat tersebut berfungsi sebagat. penggantinya.Jika ia lakukan hal tersebut karena lupa atau tidak tahu, maka shalat tersebut sahsebagai nafilah.

2. Niat shalat jama' itu dilakukan dalam shalat pertama, yaitu dengan berniat dalamhatinya bahwa ia akan melaksanakan shalat Ashar setelah shalat Zhuhur. Niat tersebutdisyaratkan agar dilakukan dalam shalat pertama sekalipun bersamaan dengansalamnya. Maka niat itu tidak cukup dilakukan sebelum takbiratul ihram (shalat kedua)dan tidak pula setelah salam (shalat pertama).

3. Menyegerakan antara kedua shalat tersebut, dalam arti jarak antara keduanya tidakboleh lama sebatas cukup melaksanakan dua raka'at yang sesederhana mungkin. Makaia tidak boleh melaksanakan shalat sunnat rawatib di antara kedua shalat tersebut.Antara kedua shalat itu boleh dipisah dengan adzan, iqamah dan bersuci. Jika iamelaksanakan shalat Zhuhur dengan tayamum, kemudian hendak menjama' shalatAshar hersamanya, maka tidak batal memisah (kedua shalat itu) dengan tayamumyang kedua kalinya untuk shalat Ashar, karena menjama' antara dua shalat tidak bolehdengan satu tayamum, sebagaimana terdahulu.

4. Perjalanan tersebut tetap berlangsung hingga ia memulai shalat kedua yang ditandaidengan takbiratul ihram, sekalipun setelah itu perjalanan tersebut terputus ketikasedang melaksanakan shalat. Sedang apabila perjalanannya itu terputus sebelummemulai shalat, maka jama'nya itu tidak sah karena hilangnya sebab.

5. Waktu shalat yang pertama diyakini masih ada hingga ia melaksanakan shalat yangkedua.

6. Shalat yang pertama diduga kuat sah. Jika shalat yang pertama adalah shalat Jum'atyang didirikan di suatu tempat yang terdapat banyak masjid tanpa ada suatukebutuhan sementara ia ragu-ragu apakah shalat Jum'at yang ia laksanakan itu lebihdulu selesai atau bersamaan? maka shalat Ashar itu tidak sah dijama' taqdim denganshalat Jum'at yang lebih utama adalah meninggalkan Jama', karena tentang

Page 5: Shalat Jamak Empat Mazhab.html

kebolehannya masih diperselisihkan dalam pendapat berbagai madzhab. Akan tetapishalat jama' itu hukumnya sunnat apabila seorang yang melakukan ibadah haji itumelakukan perjalanan, sedang ia tinggal di Arafat atau di Muzdalifah. Yang afdhal bagiyang pertama (yang tinggal di Arafat) adalah men-jama' taqdim Ashar dengan Zhuhur.Sedangkan bagi yang kedua (yang tinggal di Muzdalifah) adalah men-jama' ta'kmirMaghrib dengan Isya', karena para madzhab sepakat dengan bolehnya menjama'keduanya.

Dan ketahuilah bahwa jama' itu terkadang juga hukumnya wajib dan terkadangmandub. Apabila waktu shalat yang pertama itu tidak cukup untuk melakukan thaharah(bersuci) dan shalat, maka ia wajib men-jama' ta'khir. Dan disunnatkan menjama' bagiyang menunaikan haji yang bepergian seperti yang telah dijelaskan terdahulu,sebagaimana juga disunnatkan apabila dengan jama' tersebut dapat menyebabkansempurnanya shalat, misalnya ia berjama'ah ketika menjama' sebagai penggantishalatnya yang sendirian ketika ia tidak menjama'.

Untuk menjama' ta'khir shalat ketika bepergian disyaratkan dua hal:1. Berniat ta'khir pada waktu shalat yang pertama selama sisa waktunya itu masihcukup untuk melaksanakan shalat dengan sempurna atau qashar, Bila ia tidak berniatta'khir, atau berniat ta'khir akan tetapi sisa waktunya tidak cukup untuk melaksanakanshalat, berarti ia telah berdosa. Dan shalat itu menjadi shalat qadha' bila ia tidaksempat melaksanakan satu raka'at dari shalat tersebut pada waktunya. Bila sempat,berarti shalat itu dihukumi sebagai shalat ada' (shalat tunai) namun hukumnya tetapharam.

2. Perjalanan itu tetap berlangsung hingga kedua shalat tersebut sempur. Jika sebelumitu ia mukim, maka shalat yang diniatkan ta'khir itu memjadi shalat qadha'. Sedangkanmenertibkan dan menyegerakan antara shalat itu - dalam jama' ta'khir - hukumnyasunnat, bukan syarat.

Bila salah satu dari syarat-syarat di atas tidak terpenuhi, maka tidak boleh bagi yangmukim menjama' shalat. Gelap gulita, angin, takut, tanah berlumpur (becek) dan sakitbukanlah termasuk sebab-sebab yang membolehkan jama bagi seorang yang mukim,berdasarkan pendapat yang masyhur; sedang pendapat yang rajih membolehkan jama'taqdim dan ta'khir dengan alasan sakit.

Pendapat HanafiyahMereka berpendapat bahwa menjama' antara dua shalat dalam satu waktu tidak boleh,baik dalam safar ataupun pada saat hadhar (ada di kampung halaman) dengan alasanapapun, kecuali dalam dua hal, yaitu:Pertama: Boleh men-jama' taqdim Zhuhur dan Ashar pada waktu Zhuhur dengan empatsyarat:1. Shalat jama' itu dilakukan pada hari Arafah (bagi jama'ah haji).2. Orang tersebut sedang dalam ihram haji.3. Berjama'ah di belakang imam kaum muslimin atau wakilnya.4. Shalat Zhuhur yang ia laksanakan itu sah. Bila ternyata shalat Zhuhur itu ketahuanbatal, maka ia wajib mengulangnya, dan dalam hal ini ia tidak boleh menjama' shalat

Page 6: Shalat Jamak Empat Mazhab.html

Zhuhur itu dengan Ashar, melainkan ia wajib melaksanakan Ashar itu bila waktunyatelah masuk.

Kedua, Boleh men-jama' ta'khur Maghrib dan Isya' pada waktu Isya' dengan duasyarat:1. Orang tersebut ada di Muzdalifah.2. Ia sedang dalam ihram haji.Kedua shalat itu dijama' tanpa diadzankan kecuali sekali, sekalipun masing-masing darikedua shalat tersebut menggunakan iqamah tersendiri. Abdullah bin Mas'ud berkata:

“Demi Dzat Yang tiada Tuhan selain Dia, Rasulullah SAW belum pernah melaksanakanshalat kecuali pada waktunya, selain dua shalat, yaitu jama' antara Zhuhur dan Ashardi Arafat dan jama' antara Maghrib dan Isya' di Muzdilifah.” (H.R. Imam Bukhari danMuslim).Pendapat Hanabilah

Mereka berpendapat bahwa menjama' taqdim atau ta'khir antara 2huhur dan Ashar,atau antara Maghrib dan Isya' itu hukumnya mubah (boleh), sedangkan meninggalkanjama' hukumnya afdhal. Men-jama' taqdim antara 2huhur dan Ashar hanya sunnatdilaksanakan di Arafat. Dan men-jama' ta'khir antara Maghrib dan Isya' hanya sunnatdilaksanakan di Muzdalifah.

Menjama' shalat itu boleh dengan syarat ia musafir yang perjalanannya mencapai jarakqashar, atau ia sakit di mana akan menyusahkannya dengan tidak menjama, atau iaseorang wanita yang sedang menyusui atau sedang mengalami darah istihadhah, makaia boleh menjama', untuk menghndari kesulitan dalam bersuci pada setiap kali akanmelaksanakan shalat. Yang semisal dengan wanita udzur yang sedang mengalamiistihadhah adalah orang yang terkena penyakit beser (sering kencing). Begitu pulajama' itu boleh bagi yang tidak mampu bersuci dengan air dan tayamum pada setiapkali shalat. Dan boleh juga dilakukan oleh seseorang yang tidak mampu mengetahuiwaktu shalat, seperti orang buta dan orang yang tinggal di bawah tanah. Demikian jugadibolehkan menjama' bagi orang yang mengkhawatirkan (keselamatan dirinya,hartanya atau kehormatannya; serta bagi orang yang mengkhawatirkan suatu bahayayang dapat mengancam dirinya dalam hidupnya dengan meninggalkan jama' tersebut.Juga bagi para pekerja yang tidak mungkin untuk meninggalkan pekerjaannya diberikeluasan (keringanan) untuk melakukan shalat jama'.

Semua hal tadi membolehkan jama' antara Zhuhur dan 'Ashar atau antara Maghrib danIsya' dengan jama' taqdim dan ta'khir. Dan boleh menjama' antara Maghrib dan Isya'secara khusus karena salju, dingin, air membeku, tanah berlumpur, angin kencang yangdingin dan hujen yang dapat membasahi pakaian dan dapat menimbulkan kesusahan.Dalam hal ini tidak ada perbedaan antara shalat di rumah atau di masjid, sekalipunjalannya beratap. Yang afdhal adalah hendaknya ia memilih yang lebih mudah dalammenjama' antara taqdim'' atau ta'khir. Jika antara keduanya itu seimbang, maka yangafdhal adalah men-jama' ta'khir. Dan untuk sahnya jama' taqdim dan ta'khir itudisyaratkan hendaklah ia tetap menjaga tertibnya shalat antara shalat-shalat tersebut.Dalam hal ini shalat jama' tidaklah gugur karena lupa, sebagaimana ia gugur ketika

Page 7: Shalat Jamak Empat Mazhab.html

‹ ›Beranda

Lihat versi web

Musyari Aulia

mengqadha shalat yang tertinggal, yang akan dijelaskan nanti.

Untuk sahnya jama' taqdim itu sendiri disyaratkan empat hal:1. Berniat jama' ketika takbiratul ihram dalam shalat yang pertama.2. Antara kedua shalat itu tidak boleh terpisah kecuali sebatas iqamah dan benuudhusekedarnya. Jika melaksanakan shalat sunnat rawatib di antara kedua shalat tersebut,maka jama' itu tidak sah3. Ada udzur yang membolehkan jama' ketika memulai kedua shalat tersebut ketikamengucapkan salam dalam shalat yang pertama.4. Udzur tersebut tetap berlangsung hingga selesai melaksanakan shalat yang kedua.

Untuk jama' ta'khir itu sendiri disyaratkan dua hal:1. Berniat menjama' pada waktu shalat yang pertama, kecuali apabila kedua shalatwaktunya sempit untuk melakukan niat tersebut, maka pada saat itu ia tidak bolehmenjama' dengan shalat yang kedua.2. Udzur yang membolehkan jama' itu tetap berlangsung sejak menentukan niat jama'pada waktu shalat pertama hingga memasuki waktu shalat yang kedua.

Berbagi

Silahkan Berkomentar Disini..

Apabila ada yang Ingin anda sampaikan kepadaAdmin, Silahkan anda sampaikan melalui kotakkomentar ini. Baik Itu Keluhan, Lapor LinkGambar yang Rusak, Kritik dan Saran danLain-lain.

Nanti saya akan menjawabnya..

Pengunjung Yang Baik Adalah Pengunjung yangBerkomentar Dengan Kata-kata Yang Baik DanSopan...

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Diberdayakan oleh Blogger

Page 8: Shalat Jamak Empat Mazhab.html