Sex Reversal

22
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada banyak cara yang dilakukan untuk dapat meningkatkan mutu dan pertumbuhan ikan, diantaranya adalah pemilihan induk unggul yang diperoleh dengan teknik persilangan atau hibridisasi, manipulasi kromosom atau dengan cara sex reversal untuk menghasilan benih monosex. Memproduksi ikan monosex artinya memproduksi ikan dengan satu jenis kelamin yaitu jantan atau betina saja. Hal ini didasarkan pada pola pertumbuhan ikan yang berbeda antara ikan jantan dan betina. Contohnya pada ikan gurami jantan lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan ikan betina, jantan berumur 10–12 bulan dapat mencapai berat rata-rata 250 gram/ekor, sedangkan betina hanya 200 gram/ekor. Ini berarti pertumbuhan jantan 20% lebih cepat dibandingkan betina. Sehingga dengan hanya memproduksi ikan jantan saja dapat meningkatkan produksi dari usaha budidaya. Dilihat dari segi perkembangan metode ini dari hari kehari yang semakin diminati oleh para petani karena income yang didapatkan dari hasil monosex sangat menjanjikan, maka hal tersebutlah yang melatar Seleksi Ikan 1

Transcript of Sex Reversal

Page 1: Sex Reversal

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ada banyak cara yang dilakukan untuk dapat meningkatkan mutu dan

pertumbuhan ikan, diantaranya adalah pemilihan induk unggul yang diperoleh

dengan teknik persilangan atau hibridisasi, manipulasi kromosom atau dengan

cara sex reversal untuk menghasilan benih monosex.

Memproduksi ikan monosex artinya memproduksi ikan dengan satu jenis

kelamin yaitu jantan atau betina saja. Hal ini didasarkan pada pola pertumbuhan

ikan yang berbeda antara ikan jantan dan betina. Contohnya pada ikan gurami

jantan lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan ikan betina, jantan berumur 10–

12 bulan dapat mencapai berat rata-rata 250 gram/ekor, sedangkan betina hanya

200 gram/ekor. Ini berarti pertumbuhan jantan 20% lebih cepat dibandingkan

betina. Sehingga dengan hanya memproduksi ikan jantan saja dapat meningkatkan

produksi dari usaha budidaya.

Dilihat dari segi perkembangan metode ini dari hari kehari yang semakin

diminati oleh para petani karena income yang didapatkan dari hasil monosex

sangat menjanjikan, maka hal tersebutlah yang melatar belakangi penulis untuk

membuat makalah tentang metode sex reversal

1.2 Tujuan

Adapun tujuan Pembuatan makalah sex reversal ini adalah sebagai berikut :

1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang apa itu sex

reversal, cara yang digunakan dalam metode sex reversal serta bahan-

bahan apa sajakah yang sudah umum dipergunakan dalam pembentukan

kelamin tunggal ini.

2. Sebagai pemenuhan tugas matakuliah Seleksi Ikan yang diberikan pada

tanggal 10 Oktober 2012.

3.

Seleksi Ikan 1

Page 2: Sex Reversal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Seleksiikandisebutjugaperbaikangenetik (Genetic improvement)

merupaanaplikasigenetikdimanainformasigenetikdapatdiketahuidengancaraini

untukmelakukanpemuliaan.

Tujuandaripemuliaanitusendiriadalahmenghasilkanbenih yang unggul yang

diperolehdariindukhasilseleksi agar dapatmeningkatkanproduktifitas.

Produktifitas dalam budidaya ikan dapat ditingkatkan dengan beberpa cara

diantaranya ektensifikasi dan intensifikasi. Ektensifikasi adalah meningkatkan

hasil dengan memperluas lahan budidaya, sedangkan intensifikasi ialah

meningkatkan hasil persatuan luas dengan melakukan manipulasi terhadap faktor

internal dan faktor eksternal.

Menurut Tave (1995), seleksi adalah program breeding yang memanfaatkan

phenotypic variane (keragaman fenotipe) yang diteruskan dari orang tua kepada

keturunannya, keragaman fenotipe merupakan penjumlahan dari keragaman

genetik, keragaman lingkungan dan interaksi antara variasi lingkungan dan

genetik.

Pelaksanaan seleksi ikan bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu seleksi

terhadap fenotipe kualitatif yang dilihat dari warna tubuh, tipe sirip, polasisik dan

bentuk punggung, sedangkan seleksi terhadap fenotipe kuantitatif yang dilihat dari

pertumbuhan, fikunditas, daya tahan tubuh terhadap penyakit dan sebagainya.

Pelaksanaan pemuliaan pada ikan dari program breeding dapat dilakukan

dengan beberapa cara yang salah satunya adalah sex reversal. Sex reversal adalah

suatu teknologi yang membalikan arah perkembangan kelamin menjadi

berlawanan. Cara ini dilakukan pada waktu ikan baru menetas gonad ketika ikan

belum berdiferensiasi secara jelas menjadi jantan atau betina tanpa merubah

genotipnya.

Seleksi Ikan 2

Page 3: Sex Reversal

Pada dasarnya ada dua metode yang digunakan untuk mendapatkan atau

memperoleh populasi monosex (sex reversal) yaitu melalui terapi hormon (cara

langsung) atau rekayasa kromosom (cara tidak langsung). Pada terapi langsung,

hormone androgen dan estrogen mempengaruhi fenotip tetapi tidak

mempengaruhi genotip.Misalkan pada ikan hias, nisbah kelamin keturunannya

tidak selalu 1:1 akan tetapi 50% jantan: 50% betina pada pemijahan pertama dan

30% jantan: 50% betina.

Pada metode langsung dapat diterapkan pada semua jenis ikan, apapun jenis

kromosom sexnya. Hormon biasanya diberikan pada awal kehidupan ikan. Pada

metode ini memiliki kelebihan utama yaitu sederhana. Selain itu juga pada dosis

yang optimal kematian ikan dapat ditekan. Kelemahan dari metode yaitu

keberhasilan yang didapatkan sangatlah beragam, hal ini disebabkan oleh

perbandingan kelamin alamiah antara jantan dan betina tidak selalu sama.

Seleksi Ikan 3

Page 4: Sex Reversal

BAB III

PEMBAHASAN

Dalam ilmu genetika ikan, modifikasi kelamin dikenal dengan istilah sex

reversal atau pengarahankelamin. Dengan metode ini, jenis kelamin dapat

diarahkan sesuai dengan keinginan(menjadi jantan ataubetina). Keputusan untuk

menjantankan atau membetinakan ikan dapat didasarkan kepada harga jual atau

performa ikan akibat perbedaan kelamin. Untuk ikan tertentu, ikan jantan lebih

diminati dan begitupun sebaliknya. Untuk melakukan kegiatan ini, beberapa jenis

hormon estrogen dan androgen dapat digunakan yang kesemuanya bertujuan

untuk pembetinaan atau penjantanan.

Umumnya, proses sex reversal dilakukan secara oral atau melalui pakan dan

melalui perendaman(dipping). Untuk fase larva, kita dapat melakukannya melalui

oral dan atau dipping dan untuk fase telurdapat dilakukan dengan dipping. Pada

beberapa jenis ikan yang lain, perlakuannya diterapkan pada saatsedang hamil.

Untuk yang terakhir ini (biasanya pada beberapa jenis ikan hias berukuran kecil),

bisa menggunakancara perendaman induk yang sedang hamil tersebut.

3.1 Sex Reversal

Sex reversal adalah proses memproduksi ikan monosex atau memproduksi

ikan dengan satu jenis kelamin berupa jantan saja atau betina saja. Sex reversal

dengan pemberianmetiltestosterondikenal cukup efektif untuk memproduksi

populasi jantan. Pemberianmetiltestosteronmelalui oral (pakan) dianggap

kurangefisien karena memerlukan dosis tinggi dan waktu pemberiannya relatif

lebih lama walaupun tingkakeberhasilan merubah kelamin jantan dapat mencapai

96-100%, sedangkan pemberianmethyltestosteronmelalui metode perendaman

(dipping) lebih efisien karena dosis yang diberikan relatif kecil dan

waktukontaknya lebih singkat walaupun tingkat keberhasilan merubah kelamin

jantan dibawah 96% (Zairin, 2002),hal ini didukung oleh penelitian Priambodo

(1998), pada ikan nila bahwa dengan dosis 0,9-1,2 dengan lamaperendaman dua

jam sudah dapat merubah jenis kelaminnya.

Seleksi Ikan 4

Page 5: Sex Reversal

Sex reversal merupakan cara pembalikan arah perkembangan kelamin ikan

yang seharusnyaberkelamin jantan diarahkan perkembangan gonadnya menjadi

betina atau sebaliknya. Teknik ini dilakukanpada saat ikan belum terdiferensiasi

gonadnya secara jelas antara jantang dan betina pada waktu menetas.Sex reversal

merubah fenotif ikan tetapi tidak merubah genotifnya. Teknik sex reversal mulai

dikenal padatahun 1937 ketika estradiol 17 disintesis untuk pertama kalinya di

Amerika Serikat. Pada mulanya teknik iniditerapkan pada ikan guppy (Poecilia

reticulata). Kemudian dikembangkan oleh Yamamato di Jepang pada Ikan

Medaka (Oryzias latipes). Ikan Medaka betina yang diberi metiltestosteron akan

berubah menjadi jantan. Setelah melalui berbagai penelitian teknik ini menyebar

keberbagai negara lain dan diterapkan padaberbagai jenis ikan. Awalnya dinyakini

bahwa saat yang baik untuk melakukan sex reversal adalah beberapahari sebelum

menetas (gonad belum terdiferensiasi).Teori ini pun berkembang karena adanya

fakta yangmenunjukkan bahwa sex reversal dapat diterapkan melalui embrio dan

induk yang sedang hamil(Masduki, 2011).

Penerapan sex reversal dapat menghasilkan populasi monosex (kelamin

tunggal). Kegiatanbudidaya secara monosex (monoculture) akan bermanfaat

dalam mempercepat pertumbuhan ikan. Hal inidikarenakan adanya perbedaan

tingkat pertumbuhan antara ikan berjenis jantan dengan betina. Beberapaikan

yang berjenis kelamin jantan dapat tumbuh lebih cepat daripada jenis betina

misalkan ikan nila dan ikan lele Amerika. Untuk mencegah pemijahan liar dapat

dilakukan melalui teknik ini. Pemijahan liar yang tidak terkontrol dapat

menyebabkan kolam cepat penuh dengan berbagai ukuran ikan. Total biomass

ikan tingginamun kualitasnya rendah. Pemeliharaan ikan monosexs akan

mencegah perkawinan dan pemijahan liarsehingga kolam tidak cepat dipenuhi

ikan. Selain itu ikan yang dihasilkan akan berukuran besar danseragam. Contoh

ikan yang cepat berkembangbiak yaitu ikan nila dan mujair.Pada beberapa jenis

ikan hiasseperti cupang, guppy, kongo dan rainbow akan memiliki penampilan

tubuh yang lebih baik pada jantan dari pada ikan betina. Dengan demikian, nilai

jual ikan jantan lebih tinggi ketimbang ikan betina (Masduki,2011).

Seleksi Ikan 5

Page 6: Sex Reversal

Sex reversal juga dapat dimanfaatkan untuk teknik pemurnian ras ikan. Telah

lama diketahui ikandapat dimurnikan dengan teknik ginogenesis yang produknya

adalah semua betina. Menjelang diferensiasigonad sebagian dari populasi betina

tersebut diambil dan diberi hormon androgen berupa methyltestosteronsehingga

menjadi ikan jantan. Selanjutnya ikan ini dikawinkan dengan saudaranya dan

diulangi beberapakali sampai diperoleh ikan dengan ras murni (Masduki, 2011).

Pada kasus hermaprodit, hormon yang diberikan hanya akan mempercepat

proses perubahan, sedangkan pada sex reversal perubahannya benar-benar

dipaksakan. Ikan yang seharusnya berkembangmenjadi betina dibelokkan

perkembangannya menjadi jantan melalui proses penjantanan (maskulinisasi).

Sedangkan ikan yang seharusnya menjadi jantan dibelokkan menjadi betina

melalui proses pembetinaan (feminisasi), (Masduki, 2011).

3.2 Hormon Steroid

Salah satu teknik sex reversal adalah dengan memberikan hormon steroid

pada fase labil kelamin. Pada beberapa spesies ikan jenis teleost gonochoristic,

fisiologi kelamin dapat dengan mudah dimanipulasi melalui pemberian hormon

steroid (Piferrer et al. 1994). Nagy et al. (1981) menjelaskan bahwa keberhasilan

manipulasi kelamin pada ikan menggunakan hormon dipengaruhi oleh beberapa

faktor antara lain jenis dan umur ikan, dosis hormon, lama waktu dan cara

pemberian hormon serta lingkungan tempat pemberian hormon dilakukan.

Ditekankan oleh Hunter dan Donaldson (1983), bahwa keberhasilan pemberian

hormon sangat tergantung pada interval waktu perkembangan gonad, yaitu pada

saat gonad dalam keadaan labil sehingga mudah dipengaruhi oleh hormon.

Hormon steroid yang dihasilkan oleh jaringan steroidogenik pada gonad terdiri

atas hormon androgen untuk maskulinisasi, estrogen untuk feminisasi dan

progestin yang berhubungan dengan proses kehamilan (Hadley 1992). Namun,

pada tahap perkembangan gonad belum terdiferensiasi menjadi jantan atau betina,

hormon steroid belum terbentuk sehingga pembentukan gonad dapat diarahkan

dengan menggunakan hormon steroid sintetik (Hunter & Donaldson 1983). Salah

satu jenis hormon steroid sintetik yang banyak digunakan untuk proses sex

Seleksi Ikan 6

Page 7: Sex Reversal

reversal pada ikan, khususnya ikan nila, adalah hormon 17a-methyltestosterone

(mt). Hormon 17a-mt.

3.3 Methyl Testosterone (MT)

Hormon androgen yang paling umum digunakan dalam aplikasi sex reversal

untuk maskulinisasi (pengarahan kelamin menjadi jantan) adalah 17α-

methyltestosterone yang diperkirakanefektif digunakan pada lebih dari 25 spesies

yang telah diuji. Methyl testosterone merupakan androgenyang paling sering

dipakai untuk merubah jenis kelamin dan penggunaan methyltestosteron pada

dosis yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda pula. 17α-

methyltestosterone (17α-MT) merupakanhormon sistetik yang molekulnya sudah

dimodifikasi agar tahan lama di dalam tubuh. Hal ini dikarenakan pada karbon ke-

17 telah ditempeli oleh gugus metal agar tahan lama (Junior, 2002). Methyl

testosterone dibuat betina pada pemijahan berikutnya (Masduki, 2011), dengan

cara menambahkan satu kelompok α-metil pada atom karbon ke-17 di dalam

gugus testosterondengan rumus bangun kimia kimia C20H30O2, berbobot

molekul 302,05.

Penggunaan 17α-methyltestosterone saat ini sudah mulai dikurangi. Hal ini

dikarenakan diduga sifat 17α-metiltestosteron yang dapat menimbulkan

pencemaran karena sulit terdegradasi dan karena 17α-metiltestosteron dapat

menyebabkan kanker pada manusia. Contreras –Sanchez et. al (2001) menyatakan

bahwa residu anabolik 17α-methyltestosterone masih tertinggal pada sedimen

kolam setelahtiga bulan penggunaan pada maskulinisasi benih ikan nila. Residu

ini dikhawatirkan dapat menimbulkanekspos yang tidak diharapkan pada pekerja,

ikan dan organisme lain. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian

hormon 17α-methyltestosterone mampu mempengaruhi perkembangan

gonadbeberapa ikan.

Percobaan pada diferensiasi seks lingkungan (ESD) di Atlantik Halibut

melalui suhu pemeliharaanterkendali yang menunjukkan hasil yang samar-samar,

meskipun salah satu studi menunjukkan bahwa suhutinggi terpengaruh ekspresi

sitokrom P450 aromatase gen (cyp19a) (van SPN dan Andersen, 2006). Hasildari

pekerjaan yang lebih baru menunjukkan bahwa suhu pemeliharaan tidak

Seleksi Ikan 7

Page 8: Sex Reversal

mempengaruhi rasio jeniskelamin (Hughes et al., 2008). Penggunaan steroid

hormon yang efektif untuk seks disebabkan pembalikan (Hendry et al., 2003),

tetapi sementara steroid disetujui untuk digunakan dalam pertanian di

beberapanegara, mereka dapat menyebabkan masalah dengan konsumen persepsi

di bagian lain dunia. Penggunaannon-steroid agen untuk sexs pembalikan dapat

memberikan wawasan lebih lanjut tentang mekanisme yangmengontrol

diferensiasi seks, serta menyediakan alternatif untuk pengobatan steroid.

Menurut Mukti (2002), kelebihan dosis hormon methyltestosteron yang

diberikan pada ikan dapatmengurangi jumlah kelamin jantan yaitu hormon

methyltestosteron semakin memacu perkembangankelamin atau gonad betina ikan

(bukan kelamin jantan). Semakin tinggi dosis hormon yang diberikan dapat

menurunkan tingkat kelulushidupan ikan, karena adanya sifat racun (toxit) dari

hormon kepada ikan.

Pemberian hormon methyltestosteron pada benih ikan gurami tidak

menyebabkan perubahangenetik ikan, karena hormon ini hanya akan mencapai

dan mempengaruhi organ target saja dan bukankelamin ikan, diferensiasi kelamin

atas pengaruh pemberian hormon mengubah fenotip kelamin, tetapitidak

mengubah genotipnya (Zairin, 2002). Efektifitas pembentukan kelamin jantan

sangat ditentukan olehketepatan pemberian dosis hormon methyltestosteron dan

umur ikan sebelum gonad terdiferensiasi, karenadosis dan masa diferensiasi yang

tepat akan menghambat pembentukan ovari dan sebaliknya pembentukan gonad

jantan semakin cepat, sehingga gonad akan berkembang menjadi testis

(Sunandar,2006).

Pematang gonad ikan yang bekerja dibawah kendali hormon-hormon, secara

umum mekanismeterjadi secara alamiah dan rekayasa (rangsangan). Mekanisme

secara alamiah kerja hormon untukperkembangan dan pematangan gonad dimulai

dari adanya rangsangan dari luar seperti visual untukfotoperiode, kemoreseptor

untuk suhu dan metabolit yang kemudian diterima oleh susunan saraf otakmelalui

reseptor-reseptor penerima rangsangan susunan saraf otak kemudian merangsang

hipotalamusuntuk melepaskan Gonadropin Releasing Hormon (GnRH) untuk

mestimulasi kelenjar hipofisa (pituitary) untuk mengsekresikan Gonadotropin

Seleksi Ikan 8

Page 9: Sex Reversal

Hormon (GtH) kemudian dialirkan ke dalam darah untuk merangsangkematangan

gonad akhir melalui simulasi untuk mensintesis hormon-hormon steroid

pematangan (sepertihormon testoteron dan estradiol) dalam ovarium atau testis,

dan mempengaruhi perkembangan kelaminsekunder (Sunandar, 2006).

Mekanisme rangsangan pembentukan gonad jantan dengan menggunakan

hormon methyltestosteron (hormon steroid) dimulai dari penyerapan hormon

kedalam tubuh ikan secara difusi dan disekresikan melalui saluran darah

(Montgomery,et all., 1983). Proses bagaimana hormon steroid tersebutdapat

merangsang pemasakan oosit maupun sperma mekanismenya belum diketahui,

tetapi diduga melaluitranfer kode terjemahan RNA (Darwisito, 2002).

3.4 Aromatase dan Aromatase Inhibitor

Selain dengan pemberian hormon steroid, diferensiasi kelamin juga

dipengaruhi oleh ekspresi dari gen yang menghasilkan enzim aromatase (Patino

1997). Aromatase adalah enzim cytochrome P-450 yang mengkatalis perubahan

dari androgen menjadi estrogen. Aktivitas enzim aromatase terbatas pada daerah

dengan target estradiol dan berfungsi untuk mengatur jenis kelamin, reproduksi

dan tingkah laku (Callard et al. 1990). Ada 2 bentuk gen aromatase pada ikan

yaitu aromatase otak dan aromatase ovari. Aromatase otak berperan sebagai

pengatur perilaku sex spesifik pada mamalia dan burung (Schlinger & Callard

1990, diacu dalam Melo & Ramsdell, 2001) dan juga mengatur reproduksi pada

ikan (Pasmanik et al. 1988, diacu dalam Melo & Ramsdell, 2001). Aktivitas

enzim aromatase pada otak teleostei 100-1000 kali lebih tinggi dibanding pada

mamalia. Aktivitas enzim aromatase ovari kurang dari 1/10 kali aktivitas enzim

aromatase otak (Gelinas & Callard 1993, diacu dalam Tchaudakova & Callard

1998). Fungsi cytocrome P-450 pada determinasi jenis kelamin telah teruji karena

merupakan enzim yang bertanggung jawab dalam proses aromatisasi dari

androstenedione menjadi estrone atau testosterone menjadi estradiol-17ß

(Jeyasuria et al. 1986, diacu dalam Kwon et al. 2000). Aktivitas enzim aromatase

berkorelasi dengan struktur gonad, yaitu larva dengan aktivitas aromatase rendah

akan mengarah pada terbentuknya testis, sedangkan aktivitas aromatase yang

tinggi akan mengarah pada terbentuknya ovari (Sever et al. 1999).

Seleksi Ikan 9

Page 10: Sex Reversal

Pada ikan tilapia, sel yang memproduksi enzim aromatase positif terdapat

pada gonad XX berumur 7 hari setelah menetas. Aromatase ini penting bagi

sintesis estrogen yang selanjutnya akan mempengaruhi penentuan jenis kelamin.

Aromatase diekspresikan pada gonad XX 10 hari sampai dengan 2 minggu

sebelum diferensiasi ovari (Brodie 1991). Selain pada genotipe XX, aktivitas

enzim aromatase juga terdeteksi pada genotipe XY dengan tingkat yang lebih

rendah (D’Cotta et al. 2001).

Aromatase inhibitor berfungsi untuk menghambat kerja enzim aromatase

dalam sintesis estrogen. Adanya penghambatan ini mengakibatkan terjadinya

penurunan konsentrasi estrogen yang mengarah kepada tidak aktifnya transkripsi

gen aromatase sebagai feedback-nya (Sever et al. 1999). Penurunan rasio estrogen

terhadap androgen menyebabkan terjadinya perubahan penampakan dari betina

menjadi menyerupai jantan, dengan kata lain terjadi maskulinisasi karakteristik

seksual sekunder (Davis et al. 1990). Secara umum, aromatase inhibitor

menghambat aktivitas enzim melalui 2 cara, yaitu dengan menghambat proses

transkripsi gen aromatase sehingga mRNA tidak terbentuk dan sebagai

konsekuensinya enzim aromatase tidak ada (Sever et al. 1999). Cara kedua adalah

melalui cara bersaing dengan substrat selain testosterone sehingga aktivitas enzim

aromatase tidak berjalan (Brodie 1991).

Pada beberapa spesies, penghambatan aromatase menyebabkan pengaruh

maskulinisasi sama seperti pengaruh androgen (Kwon et al. 2000). Pada ikan

salmon, penambahan aromatase inhibitor jenis imidazole mampu menghasilkan

jantan fungsional sebesar 20% melalui perendaman telur selama 2 jam dengan

dosis 10 mg/liter (Piferrer et al. 1994). Pada ikan nilem, perendaman telur selama

4 jam dengan dosis 45 mg/liter mampu menghasilkan 84,83% anakan berkelamin

jantan (Wijayanti 2002). Pada ikan nila merah, perendaman embrio dengan dosis

30 mg/liter menghasilkan anakan berkelamin jantan sebesar 82,22% (Wulansari

2002), bahkan hasil penelitian Kwon et al. (2000) mendapatkan hasil populasiikan

nila hampir 100% jantan melalui penambahan aromatase inhibitor jenis fadrozole

pada pakan dengan dosis 400 dan 500 mg/kg pakan.

Seleksi Ikan 10

Page 11: Sex Reversal

Pemberian aromatase inhibitor melalui perendaman pada fase larva kurang

efektif karena terlalu jauh untuk mencapai organ target, yaitu otak. Perlakuan

pengarahan kelamin dengan cara perendaman, hormon akan masuk ke dalam

tubuh ikan melalui insang, kulit, dan gurat sisi (Zairin, 2002) sehingga dengan

cara ini, tidak semua hormon masuk ke dalam tubuh ikan. Aromatase inhibitor

masuk ke dalam tubuh larva melalui proses difusi karena perbedaan konsentrasi

antara media perendaman dengan larva. Seperti halnya hormon (Misnawati,

1997), aromatase inhibitor diduga masuk secara difusi.

Aromatase inhibitor yang masuk ke dalam sel akan langsung berhubungan

dengan sisi aktif dari enzim dan mengikatnya sehingga sisi aktif tersebut tidak

ditempati oleh substrat alami (testoteron) (Brodie, 1991). Fungsi aromatase dalam

penentuan kelamin telah diamati, bahwa enzim yang mengkonvensi androgen

menjadi estrogen adalah aromatase (cytochorome p-450 aromatase) (Callard et al.,

1995). Dan menurut Jeyasuria et al. (1996 dalam Kwon, (2000) peranan

cytochorome p-450 aromatase pada determinasi jenis kelamin telah diuji dan

berpengaruh terhadap aromatase androstenedione menjadi estrone dan testostrone

menjadi estradiol-17β. Pada beberapa spesies, sifat penghambatan dari enzim ini

mengakibatkan maskulinisasi, serupa dengan efek yang ditimbulkan oleh

androgen (contoh, bullfrog Rana catesbriana, Yu et al., 1993: pada ayam

Gallusdomesticus, Elbrecth dan Smith, 1992, Wartenburg et al., 1992; pada ikan

chinook salmon Onchorhyncus tsahawytscha, Pieferrer et al., 1994).

Pemberian aromatase inhibitor (imadazole) pada periode waktu 9-13 hari

setelah menetas melalui pemberian pakan dengan dosis 500 mg/kg dapat

menghasilkan persentase kelamin jantan sebesar 74 % (Suhanti, 2003). Dan

menurut Kwon et al., (2000), masa diferensiasi ikan terjadi hingga 30 hari setelah

menetas, dan waktu yang paling efektif melalui pemberian pakan karena daya

serapnya lebih tinggi dan dapat langsung digunakan untuk diferensiasi kelamin

pada organ target yang dibandingkan dengan perendaman larva pada umur yang

sama.

Seleksi Ikan 11

Page 12: Sex Reversal

Pada saat ini belum diketahui dosis yang dapat menyebabkan kematian pada

ikan. Namun, perlu diperhatikan hormon streoid, misalnya 17αmetiltestosteron

terdapat kecendrungan pemberian dosis yang terlalu rendah menyebabkan proses

pengarahan jenis kelamin kurang sempurna dan sebaliknya dapat menyebabkan

ikan menjadi steril, abnormalitas, dan bahkan dapat menyebabkan kematian ikan

(Zairin, 2002). Untuk perendaman yang efektif, perlu diperhatikan hubungan

konsentrasi dan lama perendaman. Umumnya perendaman dengan dosis yang

tinggi membutuhkan waktu perendaman yang singkat dan sebaliknya (Hunter dan

Donaldson, 1983).

Selain karena dosis aromatase inhibitor dan waktu perlakuan yang kurang

tepat, faktor lingkungan sangat berpengaruh terutama faktor suhu air

pemeliharaan. Dari studi terbaru telah diketahui bahwa suhu merupakan faktor

lingkungan yang berperan cukup besar terhadap jenis kelamin pada ikan

(Strussman dan Patino, 1995), namun responnya bervariasi tergantung pada jenis

ikan.

Hampir dapat dipastikan bahwa perubahan jeniskelamin ikan tidak selalu

karena faktor tunggal tetapi karena beberapa faktor. Faktor-faktor yang dimaksud

adalah:

1. Penomena sinergis, yaitu kombinasi dari dua zat atau lebih yang

bersifatmemperkuat daya racun.

2. Penomena antagonis, yaitu kombinasi antara dua zat atau lebih yang

salingmenetralisir, sehingga zat-zat yang tadinya beracun berhasil

dikurangi dinetralisir daya racunyasehingga tidak membahayakan.

3. Jenis ikan dan sifat polutan, yang tertarik dengan daya tahan ikan

sertaadaptasinya terhadap lingkungan, serta sifat polutan itu sendiri

(Sudarmadi, 1993).

Seleksi Ikan 12

Page 13: Sex Reversal

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dalam ilmu genetika ikan, modifikasi kelamin dikenal dengan istilah sex

reversal atau pengarahankelamin dari jantan kebetina maupun sebaliknya.

Umumnya, proses sex reversal dilakukan secara oral atau melalui pakan dan

dippingatau melalui perendaman. Pemeliharaan ikan monosex akan mencegah

perkawinan dan pemijahan liarsehingga kolam tidak cepat dipenuhi ikan yang

berbeda ukuran.

Sex reversal juga dapat dimanfaatkan untuk teknik pemurnian ras ikan. Telah

lama diketahui bahwa ikandapat dimurnikan dengan teknik ginogenesis yang

produknya adalah semua betina. Menjelang diferensiasigonad sebagian dari

populasi betina tersebut diambil dan diberi hormon androgen berupa

methyltestosteronsehingga menjadi ikan jantan. Selanjutnya ikan ini dikawinkan

dengan saudaranya dan diulangi beberapakali sampai diperoleh ikan dengan ras

murni.

Guna terciptanya ikan dengan kelamin tunggal, maka metode sex reversal ini

tidak akan terlepas dari berbagai hormon-hormon penujangnya. Hormon yang

lajim digunakan dalam kegiatan sex reversal adalah hormon steroid dengan

methyl testoteron sebagai salah satu golongannya atau dengan menggunakan

aromatase dan aromatase inhibitor

Seleksi Ikan 13

Page 14: Sex Reversal

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, P. D. and S.D. Apollonia 1978.Aquatic.Animal. Department of Biological Sciencies. Ottawa.Canada.

Zairin, M. 2002. Sex Reversal: Memproduksi Benih Ikan Jantan atau Betina. Penebar Swadaya. Jakarta.

Priambodo, B. 1998. Optimalisasi Dosis Hormon Sintetis 17 α-Metiltestosteron dan Lama Perendaman Larva Ikan Nila (Oreochromis spp.) Terhadap Keberhasilan Perubahan Jenis Kelamin. Fakutas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang.

Masduki, Endang. 2011. Sex Reversal.  SUPM-bone.net

Mukti, A.T., Priambodo, B., Rustidja, dan Widodo, M.S. 2002.Optimalisasi Dosis Hormon Sintetis 17 α-Metiltestosteron dan Lama Perendaman Larva Ikan Nila (Oreochromis spp.) TerhadapKeberhasilan Perubahan Jenis Kelamin. Universitas Brawijaya. Malang.

Sunandar, dkk. 2006. Perndaman Benih Ikan Gurami () Terhadap Keberhasilan pembentukan KelaminJantan. Jurusan Perikanan, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang. PKMI (1-20): 1-9

Zairin, M. 2002. Sex Reversal: Memproduksi Benih Ikan Jantan atau Betina. Penebar Swadaya. Jakarta.

Darwisito, S. 2002. Stretegi Reproduksi Pada Ikan Kerapu. Makalah Pengantar Falsafah Sains Program PascaSarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Montgomery, R., Dryer. R. L., Conway, R. W., dan Spector A. A. 1983. Biokimia: Suatu Pendekatan Berorietasi-Kasus Jilid 2 Edisi Keempat . Gajah Mada Univercity. Yogyakarta.

Zairin, M. Jr., Waskitaningtyas, Nasrum, dan K. Sumantadinata, 2001. Pengaruh Pemberian Artemia yang Direndam di dalam Larutan 17α-Metiltestosteron Berdosis Rendah terhadap Nisbah Kelamin Ikan Cupang (Betta splendens Regan), Aquaculture Indonesia, 2: 107-112.

Seleksi Ikan 14