SENIN, 11 APRIL 2011 Revisi UU Pemilu - ftp.unpad.ac.id fileRevisi UU Pemilu DINAMIKA Musnahkan...

1
SENIN, 11 APRIL 2011 3 P OLKAM DINAMIKA Revisi UU Pemilu Musnahkan Suara Daerah Partai Jangan cuma Besar di Daerah NURULIA JUWITA SARI A MBANG batas (parliamentary thres- hold /PT) 3% dan berlaku secara at yang digulirkan partai politik (parpol) pemilik kursi di DPR dipastikan memangkas habis suara parpol yang selama ini mampu eksis di daerah. Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform (Cetro) Hadar Gumay di Jakarta, kemarin, mengistilahkan pemberlakuan aturan itu seperti termuat da- lam draf revisi Undang-Un- dang (UU) Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu sebagai jalan pintas bagi parpol yang memenuhi PT 2,5% dalam Pemilu 2009 untuk memper- luas kekuasaan tanpa bekerja keras. “Sistem flat akan menghi- langkan aspirasi di tingkat lokal. Semakin banyak suara tidak terwakili, kualitas ke- terwakilan rendah. Ini gagas- an yang harus ditolak habis,” ujarnya. Berdasarkan Pemilu 2009, ada sembilan parpol yang ber- hasil lolos aturan ambang batas parlemen di DPR. Akan tetapi, pilihan rakyat membuktikan tidak seluruh parpol di DPR itu mendapat dukungan di daerah atau ada parpol yang eksis di daerah meski tidak memiliki kursi di DPR. Hadar mencontohkan hasil pemilu di Sumatra Barat. Pada Pemilu 2009, Partai Bintang Re- formasi (PBR) dan Partai Bulan Bintang (PBB) mendapatkan kursi di DPRD provinsi. Dalam Pemilu 2009, PT ti- dak diberlakukan di daerah. Bila perolehan suara dalam Pemilu 2009 memberlakukan PT 3%, yang tereliminasi ada- lah PBR. Parpol yang berhasil memenuhi syarat PT untuk DPR tapi gagal mengisi kursi DPRD Sumbar adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Dengan demikian, lanjut Hadar, bila PT 3% diberlakukan secara at dan nasional, per- olehan suara PBB di Sumbar akan hangus. Sebaliknya PKB mendapat keuntungan dari sistem itu karena bisa meraih kursi DPRD Sumbar meski jumlah perolehan suara lebih kecil ketimbang PBB. “Kalau sistem flat diterapkan, PBB tidak jadi mendapat kursi. Padahal nyata-nyata suara me- reka besar. Yang mendapatkan justru PKB karena memenuhi suara secara nasional. Logika demokrasi jadi dibolak-balik. Ini tidak boleh karena meng- abaikan suara rakyat di DPRD. Padahal, itu hak warga secara konstitusional. Ini tidak adil.” Mengenai dalih penggagas revisi UU itu, pemberlakuan PT secara at bertujuan mem- permudah dan menyinkronkan penyerapan aspirasi di tingkat lokal, Hadar menilai tidak masuk akal. “Coba tanya diri mereka sendiri, apa di partai mere- ka selalu nyambung antara pusat dan daerah? Tidak ada jaminan. Persoalannya bukan di sana. Pembenahan dijadikan argumentasi, padahal untuk mendapatkan kekuasaan,” cetusnya. Menurut Hadar, penetapan ambang batas 3% sebaiknya diterapkan untuk pemilu secara nasional pada setiap tingkatan, yakni DPR, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten/kota. Dengan demikian, tidak ada suara daerah yang berakhir sia-sia. Asal jadi Draf RUU itu membuat se- jumlah pemimpin parpol ke- cil meradang. Seperti Ketua Umum PBB MS Kaban yang menilai draf RUU itu dibuat asal jadi dan tidak memperha- tikan situasi terkini. “Kenapa Badan Legislasi (Baleg) DPR tidak memper- timbangkan membangun demokrasi dan memperhatikan kemajemukan? Aturan ini se- pertinya dipaksakan dan tidak menjawab penguatan sistem presidensial serta penyederha- naan parpol,” ujarnya. Menurut Kaban, RUU itu tidak sinkron dengan aturan verikasi parpol yang diatur dalam UU No 2/2011 tentang Parpol. “Dalam aturan verika- si, parpol dikatakan sah apabila lolos verikasi. Di RUU Pemilu yang disepakati di Baleg parpol adalah yang lolos ambang batas 3%. Ada inkonsistensi, seakan partai di parlemen tidak perlu diverikasi,” cetusnya. Ia menegaskan aturan itu tidak adil karena rakyat sudah memilih calon-calon mereka sendiri, tetapi tidak diloloskan. Ia membaca ada pemaksaan kehendak dari parpol di parle- men demi kekuasaan mereka. Ketua Umum Partai Damai Sejahtera (PDS) Denny Tewu juga melihat ketidakadilan dalam hasil pembahasan di Baleg DPR itu. “Kita lihat ada ketidakadilan. Di Papua, ang- gota kami yang jadi Ketua DPRD-nya. Masak karena ti- dak lolos secara nasional, kami tidak boleh ada anggota di sana?” tukas dia. (P-1) [email protected] BADAN Legislasi (Baleg) DPR menetapkan draf revisi Un- dang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu. Baleg me- netapkan angka ambang batas parlemen (parliamentary thres- hold/PT) sebesar 3% dengan catatan sejumlah fraksi. Selain itu, capaian ambang batas parlemen diberlakukan secara at, artinya capaian di DPR menjadi penentu peng- isian kursi DPRD provinsi hingga kabupaten/kota. Untuk lebih lengkapnya, wartawan Media Indonesia Anata Syah Fitri mewawancarai anggo- ta Baleg DPR dari F-Hanura Syarifuddin Sudding di Ja- karta, Jumat (8/4). Berikut petikannya. Bagaimana pertimbangan Baleg DPR mengenai pasal ambang batas parlemen ber- laku secara flat? Partai yang lolos PT berda- sarkan suara sah nasional akan mendapatkan kursi di DPR, DPRD provinsi, dan kabupa- ten/kota. Partai yang tidak lolos di nasional tidak akan ada di tingkat lokal sehingga anggota dewan yang terpilih di tingkat provinsi dan kabupaten itu harus ada perwakilan di tingkat pusat agar komunikasi penyerapan aspirasi bisa nyam- bung. Dengan sistem itu, kebijak- an fraksi di tingkat pusat bisa diimplementasikan di ting- kat daerah. Selama ini, ketika ada anggota DPRD hendak memperjuangkan sesuatu ke tingkat pusat, kepada siapa mereka harus salurkan dan komunikasikan? Itu kan bisa menjadi masalah juga. Apakah seluruh fraksi me- nyepakati sistem tersebut? Semua fraksi setuju PT harus berlaku nasional. Tidak ada perdebatan. Secara struktural memang harus nyambung dari pusat sampai ke daerah. Kami sepakat pemberlakuan PT tidak hanya berlaku di pusat, tapi juga di daerah se- cara nasional. Bukankah sistem itu menghilangkan parpol yang kuat di dae- rah? Ketika UU ini jadi diberlaku- kan begitu, konsekuensinya memang seperti itu. Jadi, par- pol didirikan tidak berbasis di daerah. Misalnya, PDK (Partai Demokrasi Kebangsaan) di Sulawesi Selatan suaranya sa- ngat besar, tapi di tingkat pusat tidak. Itu kan jadi persoalan. Partai jangan hanya besar di suatu daerah, tapi nasional. Bagaimana dengan hilang- nya suara pemilih lokal? Dengan pemberlakuan sis- tem PT 2,5% juga banyak suara yang hilang. Sekitar 19 ribu suara rakyat yang tidak tera- komodasi di nasional. Namun, ini adalah konsekuensi untuk demokrasi untuk memperkuat sistem presidensial karena ini adalah amanah UUD. Ini kan dalam kaitan penyederhanaan partai. Namun, (sistem ini) memang masih diperdebatkan, masih ada catatan-catatan. Misalnya ada anggota parpol yang terpi- lih dari suatu daerah pemilih- an, yang partainya tidak lolos PT. Apakah dimungkinkan dia masuk ke partai yang lolos tanpa membawa nama par- tainya sehingga tidak ada suara yang dikorbankan? Artinya, bagaimana agar suara tetap terakomodasi. Apa dampak pemberlakuan PT secara nasional itu bagi parpol? Ketika mendirikan atau masuk ke parpol, tidak bisa asal- asalan. Sia-sialah perjuangannya kalau hanya di tingkat daerah. Parpol harus memikirkan tidak sekadar untuk lolos, tapi untuk kepentingan jangka panjang. Dalam pesta demokrasi, parpol dituntut tidak hanya memben- tuk diri, bermetamorfosis dari partai yang ada hanya untuk kepentingan jangka pendek, tapi untuk kepentingan bang- sa. (P-1) RUU Intelijen Langgar UUD 1945 RANCANGAN Undang-Undang (RUU) Intelijen Negara dinilai melanggar konstitusi. Pasalnya, RUU itu mengabaikan pember- lakuan hak asasi manusia (HAM) yang diatur dalam Pasal 28i UUD 1945. Direktur Eksekutif Imparsial Poengki Indarti mengungkapkan, pengabaian HAM itu ditunjukkan dengan tidak dicantumkannya Pasal 28i UUD 1945 dalam konsideran mengingat RUU Intelijen Negara. Padahal pasal tersebut mengatur mengenai rumpun HAM yang tidak dapat dikurangi seperti hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, dan hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani. “Absennya pengakuan HAM dalam RUU Intelijen mengakibat- kan RUU ini berisiko inkonstitusional,” ujarnya kepada pers di kantor Imparsial, Jakarta, kemarin. (AO/P-3) Perwira TNI Dilarang Berbisnis WAKIL Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin menilai, pernyataan Panglima TNI tentang prajurit TNI boleh berbisnis setahun sebelum pensiun perlu diluruskan, agar tidak menabrak ketentuan perundang-undangan yang berlaku. “Benar bahwa satu tahun sebelum pensiun yang bersangkutan diizinkan untuk menjalankan masa persiapan itu, dengan syarat ‘mengajukan permintaan kepada atasannya dan meletakkan ja- batannya’,” kata Tubagus Hasanuddin, purnawirawan TNI yang kini menjadi politikus dari PDIP itu di Jakarta, kemarin. Karena itu, Hasanuddin tetap menghendaki pernyataan itu perlu diluruskan. “Dalam status ‘masih dinas aktif dan tanpa jabatan’, dia boleh mempersiapkan masa pensiun seperti kursus keterampilan, mencari pekerjaan lagi atau mungkin saja berbisnis. Tapi kalau yang masih punya jabatan, ya, tidak boleh dong.” (Ant/P-3) 197 Daerah Siap Terapkan e-KTP SEBANYAK 197 kabupaten/kota di Indonesia mulai menerap- kan kartu tanda penduduk (KTP) elektronik pada tahun ini. Hal itu diungkapkan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dalam Rapat Kerja Nasional Kependudukan dan Pencatatan Sipil 2011 di Jakarta, kemarin, Mendagri mengatakan, ke-197 kabupaten/kota tersebut telah menyatakan kesiapan mereka melaksanakan program KTP elek- tronik pada tahun ini. “Mulai tahun 2012 sekitar 300 kabupaten/ kota menerapkan KTP elektronik,” jelasnya. Gamawan optimistis proyek pengadaan KTP elektronik yang menelan biaya sekitar Rp6 triliun lebih itu akan berhasil. (Ant/P-3) Draf revisi UU Pemilu dipastikan hanya menghilangkan suara masyarakat di daerah dan memunculkan ketidakadilan. Syarifuddin Sudding Anggota Baleg DPR dari F-Hanura MI/M IRFAN

Transcript of SENIN, 11 APRIL 2011 Revisi UU Pemilu - ftp.unpad.ac.id fileRevisi UU Pemilu DINAMIKA Musnahkan...

SENIN, 11 APRIL 2011 3POLKAMDINAMIKARevisi UU Pemilu

Musnahkan Suara Daerah

Partai Jangan cuma Besar di Daerah

NURULIA JUWITA SARI

AM B A N G b a t a s (parliamentary thres-hold/PT) 3% dan berlaku secara fl at

yang digulirkan partai politik (parpol) pemilik kursi di DPR dipastikan memangkas habis suara parpol yang selama ini mampu eksis di daerah.

Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform (Cetro) Hadar Gumay di Jakarta, kemarin, mengistilahkan pemberlakuan aturan itu seperti termuat da-lam draf revisi Undang-Un-dang (UU) Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu sebagai jalan pintas bagi parpol yang memenuhi PT 2,5% dalam Pemilu 2009 untuk memper-luas kekuasaan tanpa bekerja keras.

“Sistem flat akan menghi-langkan aspirasi di tingkat lokal. Semakin banyak suara tidak terwakili, kualitas ke-terwakilan rendah. Ini gagas-an yang harus ditolak habis,” ujarnya.

Berdasarkan Pemilu 2009, ada sembilan parpol yang ber-hasil lolos aturan ambang batas parlemen di DPR. Akan tetapi,

pilihan rakyat membuktikan tidak seluruh parpol di DPR itu mendapat dukungan di daerah atau ada parpol yang eksis di daerah meski tidak memiliki kursi di DPR.

Hadar mencontohkan hasil pemilu di Sumatra Barat. Pada Pemilu 2009, Partai Bintang Re-formasi (PBR) dan Partai Bulan Bintang (PBB) mendapatkan kursi di DPRD provinsi.

Dalam Pemilu 2009, PT ti-dak diberlakukan di daerah. Bila perolehan suara dalam Pemilu 2009 memberlakukan PT 3%, yang tereliminasi ada-lah PBR. Parpol yang berhasil memenuhi syarat PT untuk DPR tapi gagal mengisi kursi DPRD Sumbar adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Dengan demikian, lanjut Hadar, bila PT 3% diberlakukan secara fl at dan nasional, per-olehan suara PBB di Sumbar akan hangus. Sebaliknya PKB mendapat keuntungan dari sistem itu karena bisa meraih kursi DPRD Sumbar meski jumlah perolehan suara lebih kecil ketimbang PBB. “Kalau sistem flat diterapkan, PBB tidak jadi mendapat kursi. Padahal nyata-nyata suara me-

reka besar. Yang mendapatkan justru PKB karena memenuhi suara secara nasional. Logika demokrasi jadi dibolak-balik. Ini tidak boleh karena meng-abaikan suara rakyat di DPRD. Padahal, itu hak warga secara konstitusional. Ini tidak adil.”

Mengenai dalih penggagas revisi UU itu, pemberlakuan PT secara fl at bertujuan mem-permudah dan menyinkronkan

penyerapan aspirasi di tingkat lokal, Hadar menilai tidak masuk akal.

“Coba tanya diri mereka sendiri, apa di partai mere-ka selalu nyambung antara pusat dan daerah? Tidak ada jaminan. Persoalannya bukan di sana. Pembenahan dijadikan

argumentasi, padahal untuk mendapatkan kekuasaan,” cetusnya.

Menurut Hadar, penetapan ambang batas 3% sebaiknya diterapkan untuk pemilu secara nasional pada setiap tingkatan, yakni DPR, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten/kota.

Dengan demikian, tidak ada suara daerah yang berakhir sia-sia.

Asal jadiDraf RUU itu membuat se-

jumlah pemimpin parpol ke-cil meradang. Seperti Ketua Umum PBB MS Kaban yang menilai draf RUU itu dibuat asal jadi dan tidak memperha-tikan situasi terkini.

“Kenapa Badan Legislasi

(Baleg) DPR tidak memper-t imbangkan membangun demokrasi dan memperhatikan kemajemukan? Aturan ini se-pertinya dipaksakan dan tidak menjawab penguatan sistem presidensial serta penyederha-naan parpol,” ujarnya.

Menurut Kaban, RUU itu tidak sinkron dengan aturan verifi kasi parpol yang diatur dalam UU No 2/2011 tentang Parpol. “Dalam aturan verifi ka-si, parpol dikatakan sah apabila lolos verifi kasi. Di RUU Pemilu yang disepakati di Baleg parpol adalah yang lolos ambang batas 3%. Ada inkonsistensi, seakan partai di parlemen tidak perlu diverifi kasi,” cetusnya.

Ia menegaskan aturan itu tidak adil karena rakyat sudah memilih calon-calon mereka sendiri, tetapi tidak diloloskan. Ia membaca ada pemaksaan kehendak dari parpol di parle-men demi kekuasaan mereka.

Ketua Umum Partai Damai Sejahtera (PDS) Denny Tewu juga melihat ketidakadilan dalam hasil pembahasan di Baleg DPR itu. “Kita lihat ada ketidakadilan. Di Papua, ang-gota kami yang jadi Ketua DPRD-nya. Masak karena ti-dak lolos secara nasional, kami tidak boleh ada anggota di sana?” tukas dia. (P-1)

[email protected]

BADAN Legislasi (Baleg) DPR menetapkan draf revisi Un-dang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu. Baleg me-netapkan angka ambang batas parlemen (parliamentary thres-hold/PT) sebesar 3% dengan catatan sejumlah fraksi.

Selain itu, capaian ambang batas parlemen diberlakukan secara fl at, artinya capaian di DPR menjadi penentu peng-isian kursi DPRD provinsi hingga kabupaten/kota. Untuk lebih lengkapnya, wartawan Media Indonesia Anata Syah Fitri mewawancarai anggo-ta Baleg DPR dari F-Hanura Syarifuddin Sudding di Ja-karta, Jumat (8/4). Berikut petikannya.

Bagaimana pertimbangan Baleg DPR mengenai pasal ambang batas parlemen ber-laku secara fl at?

Partai yang lolos PT berda-sarkan suara sah nasional akan mendapatkan kursi di DPR, DPRD provinsi, dan kabupa-ten/kota. Partai yang tidak lolos di nasional tidak akan ada di tingkat lokal sehingga anggota dewan yang terpilih di tingkat provinsi dan kabupaten itu harus ada perwakilan di tingkat pusat agar komunikasi penyerapan aspirasi bisa nyam-bung.

Dengan sistem itu, kebijak-an fraksi di tingkat pusat bisa diimplementasikan di ting-kat daerah. Selama ini, ketika ada anggota DPRD hendak memperjuangkan sesuatu ke tingkat pusat, kepada siapa mereka harus salurkan dan komunikasikan? Itu kan bisa menjadi masalah juga.

Apakah seluruh fraksi me-nyepakati sistem tersebut?

Semua fraksi setuju PT harus berlaku nasional. Tidak ada perdebatan. Secara struktural memang harus nyambung dari pusat sampai ke daerah. Kami sepakat pemberlakuan PT tidak hanya berlaku di pusat, tapi juga di daerah se-cara nasional.

Bukankah sistem itu menghilangkan p a r p o l y a n g kuat di dae-rah?

K e t i k a UU ini jadi diberlaku-kan begitu, konsekuensinya memang seperti itu. Jadi, par-pol didirikan tidak berbasis di

daerah. Misalnya, PDK (Partai Demokrasi Kebangsaan) di Sulawesi Selatan suaranya sa-ngat besar, tapi di tingkat pusat tidak. Itu kan jadi persoalan. Partai jangan hanya besar di suatu daerah, tapi nasional.

Bagaimana dengan hilang-nya suara pemilih lokal?

Dengan pemberlakuan sis-tem PT 2,5% juga banyak suara yang hilang. Sekitar 19 ribu suara rakyat yang tidak tera-komodasi di nasional. Namun, ini adalah konsekuensi untuk demokrasi untuk memperkuat sistem presidensial karena ini adalah amanah UUD. Ini kan dalam kaitan penyederhanaan partai.

Namun, (sistem ini) memang masih diperdebatkan, masih ada catatan-catatan. Misalnya ada anggota parpol yang terpi-lih dari suatu daerah pemilih-an, yang partainya tidak lolos PT. Apakah dimungkinkan dia masuk ke partai yang lolos tanpa membawa nama par-tainya sehingga tidak ada suara yang dikorbankan? Artinya, bagaimana agar suara tetap terakomodasi.

Apa dampak pemberlakuan PT secara nasional itu bagi parpol?

Ketika mendirikan atau masuk ke parpol, tidak bisa asal-asalan. Sia-sialah perju angannya kalau hanya di tingkat daerah. Parpol harus memikirkan tidak sekadar untuk lolos, tapi untuk kepentingan jangka panjang. Dalam pesta demokrasi, parpol dituntut tidak hanya memben-tuk diri, bermetamorfosis dari partai yang ada hanya untuk kepentingan jangka pendek, tapi untuk kepentingan bang-sa. (P-1)

RUU Intelijen Langgar UUD 1945

RANCANGAN Undang-Undang (RUU) Intelijen Negara dinilai melanggar konstitusi. Pasalnya, RUU itu mengabaikan pember-lakuan hak asasi manusia (HAM) yang diatur dalam Pasal 28i UUD 1945.

Direktur Eksekutif Imparsial Poengki Indarti mengungkapkan, pengabaian HAM itu ditunjukkan dengan tidak dicantumkannya Pasal 28i UUD 1945 dalam konsideran mengingat RUU Intelijen Negara. Padahal pasal tersebut mengatur mengenai rumpun HAM yang tidak dapat dikurangi seperti hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, dan hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani. “Absennya pengakuan HAM dalam RUU Intelijen mengakibat-kan RUU ini berisiko inkonstitusional,” ujarnya kepada pers di kantor Imparsial, Jakarta, kemarin. (AO/P-3)

Perwira TNI Dilarang BerbisnisWAKIL Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin menilai, pernyataan Panglima TNI tentang prajurit TNI boleh berbisnis setahun sebelum pensiun perlu diluruskan, agar tidak menabrak ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

“Benar bahwa satu tahun sebelum pensiun yang bersangkutan diizinkan untuk menjalankan masa persiapan itu, dengan syarat ‘mengajukan permintaan kepada atasannya dan meletakkan ja-batannya’,” kata Tubagus Hasanuddin, purnawirawan TNI yang kini menjadi politikus dari PDIP itu di Jakarta, kemarin.

Karena itu, Hasanuddin tetap menghendaki pernyataan itu perlu diluruskan. “Dalam status ‘masih dinas aktif dan tanpa jabatan’, dia boleh mempersiapkan masa pensiun seperti kursus keterampilan, mencari pekerjaan lagi atau mungkin saja berbisnis. Tapi kalau yang masih punya jabatan, ya, tidak boleh dong.” (Ant/P-3)

197 Daerah Siap Terapkan e-KTPSEBANYAK 197 kabupaten/kota di Indonesia mulai menerap-kan kartu tanda penduduk (KTP) elektronik pada tahun ini. Hal itu diungkapkan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dalam Rapat Kerja Nasional Kependudukan dan Pencatatan Sipil 2011 di Jakarta, kemarin,

Mendagri mengatakan, ke-197 kabupaten/kota tersebut telah menyatakan kesiapan mereka melaksanakan program KTP elek-tronik pada tahun ini. “Mulai tahun 2012 sekitar 300 kabupaten/kota menerapkan KTP elektronik,” jelasnya.

Gamawan optimistis proyek pengadaan KTP elektronik yang menelan biaya sekitar Rp6 triliun lebih itu akan berhasil.(Ant/P-3)

Draf revisi UU Pemilu dipastikan hanya menghilangkan suara masyarakat di daerah dan memunculkan ketidakadilan.

Syarifuddin SuddingAnggota Baleg DPR dari F-Hanura

MI/M IRFAN