SENIN, 1 NOVEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Demi Merapi ... fileRIBUAN relawan dari berbagai daerah...

1
RIBUAN relawan dari berbagai daerah berada di daerah Magelang, Jawa Tengah, untuk membantu melayani para pengungsi kor- ban letusan Gunung Merapi. Para relawan ini, antara lain, da- tang dari Yogyakarta, Semarang, Bandung, Jakarta, dan Purwoker- to. Kebanyakan mereka adalah mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi. Pemerintah Kabu- paten Magelang, Jawa Tengah, tidak mendata secara pasti berapa jumlah relawan yang ada di daerah ini. Na- mun diperkirakan men- capai sekitar 1.000 orang. Agus, relawan dari UGM Yogyakarta, mengaku datang ke Magelang bersama 10 orang rekannya sejak Sabtu (30/10). Mereka datang secara pribadi sehingga mendanai perjalanan dan ke- butuhan mereka dengan uang mereka sendiri. “Memang ada yang disalur- kan menjadi relawan melalui beberapa organisasi di kampus secara resmi sehingga men- dapat bantuan dana. Namun, kami datang ke sini pakai uang sendiri,” kata Agus. Ia mengaku tak pernah menerima pelatihan khusus menjadi relawan. Karena itu, hingga kemarin ia masih me- lakukan survei terhadap para pengungsi untuk mengetahui apa kebutuhan mereka, se- hingga tahu juga apa yang harus dilakukannya untuk menjadi relawan. Renaldi, relawan dari Radio Komunitas se-Jawa Tengah, mengatakan sekitar 50 orang relawan saat ini bergabung de- ngan posko yang dibuatnya di Kecamatan Dukun, Magelang. Posko ini berdiri sejak Gunung Merapi berstatus awas Senin (25/10) lalu. “Mulanya kami hanya dua orang. Niat kami hanya sekadar ingin menginformasikan se- mua hal yang terjadi di sekitar Merapi. Namun, mencermati kondisi yang ada belakangan ini, kami melakukan survei ten- tang apa-apa yang dibutuhkan pengungsi. Kemudian, kami informasikan melalui Facebook. Cara ini mampu mendatangkan donatur dan mengundang rela- wan ke sini. Adapun relawan, kami salurkan juga di sejum- lah posko setelah berkoordi- nasi dengan relawan di sini. Sayangnya, grup yang kami buat secara gratis di Facebook mengalami error,” ujarnya. Menurut Renaldi, tidak ada pelatihan khusus bagi para rela- wan di poskonya. Para relawan ini datang dari berbagai kota, seperti Yogyakarta, Bandung, dan Semarang. Kebanyakan mereka adalah mahasiswa. Tugas mereka, antara lain, menyurvei kebutuhan peng- ungsi, membagikan masker, membagikan bantuan yang datang ke posko pada para pengungsi. “Bahkan beberapa hari lalu ada juga beberapa dokter yang datang pada kami ingin jadi relawan. Kami minta mereka langsung berkoordinasi dengan petugas dari daerah sini yang ada di Muntilan,” ujarnya. Direktur Pelayanan Sosial Anak Kementerian Sosial RI Harry Hikmat mengatakan pihaknya khusus mengada- kan pelatihan untuk memberi bekal bagi para relawan dalam menjalankan tugas, terutama untuk pemulihan trauma anak. Pelatihan itu diikuti sekitar 95 orang relawan. Sementara itu, Sekretaris Utama Badan Nasional Pe- nanggulangan Bencana (BNPB) Fatchul Hadi mengatakan pihaknya akan mengirimkan 100 relawan untuk membantu para pengungsi Merapi. (TS/Ant/N-2) Nusantara | 7 SENIN, 1 NOVEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA KREDIT FOTO Padatnya aktivitas sebagai relawan tidak menyurutkan semangat berempati pasangan Tati dan Sugiyono. Demi Merapi, Mereka Rela DAPUR UMUM: Ibu rumah tangga dan sukarelawan membuat nasi bungkus untuk para pengungsi di Gedung Serbaguna Desa Purworejo, Kecamatan Pakem, Sleman, Yogyakarta, Rabu (27/10). SURVEI: Relawan menyurvei pengungsi korban letusan Gunung Merapi di Magelang, Jawa Tengah. Mereka mendata semua kebutuhan pengungsi. Relawan Datang dengan Dana Pribadi MI/USMAN ISKANDAR MI/TOSIANI MENGGENDONG NENEK: Dua relawan dengan ikhlas menggendong seorang nenek yang kelelahan ketika turun mengungsi. S ABTU (30/10) siang, Tati, 48, warga Desa Banyubiru, Kecamat- an Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, me- ringis. Ia menahan pegal saat mengangkat tangan kanannya mengambil minuman. Pegal makin dirasanya sewaktu ia berbalik, kemu- dian menggeser duduknya di kursi panjang ruang tamu. Soalnya kursi yang semula ia duduki diberikan sebagai tempat duduk suaminya yang baru pulang untuk beristirahat barang sebentar setelah ber- tugas menjadi relawan bagi para pengungsi Merapi. Maklum suaminya, Sugiyono, 59, merupakan aktivis Komunikasi Aktivitas Gunung Merapi (Kompag). Pegal yang ia derita di seku- jur badannya setelah berhari- hari memasak di dapur umum untuk sekitar 4.500 pengungsi di Kampung Daronan, Desa Banyubiru, Kecamatan Dukun. Para pengungsi tersebar di barak-barak dan rumah-rumah penduduk. Bersama sekitar 14 orang ibu di desanya, ia bekerja se- jak selepas salat subuh sekitar pukul 05.00 WIB. Malam harinya, sekitar pu- kul 22.00, ia baru kembali ke rumahnya untuk melepas penat bekerja seha- rian. Tak ha- nya itu, siang hari, ia kerap kembali ke rumahnya terlebih dahulu untuk memasak dan menyediakan makan bagi kelu- arganya dan 25 pengungsi yang tinggal di rumahnya. Padatnya aktivitas seba- gai relawan membuat tubuh mungilnya makin kurus. Mata perempuan ini tampak cekung, pertanda kurang tidur. “Bahkan terkadang saya tidak sempat makan. Paling hanya mencamil-camil ma- kanan kecil saat di rumah atau di pengungsian. Soalnya kalau siang ikut makan di pengung- sian, rasanya susah menelan. Takut para pengungsi kurang makan,” tutur Tati. Empatinya kepada para pengungsi, meski tidak se- luruhnya ia kenal, mem- buat pekerjaan berat yang dipikul sebagai relawan terasa lebih ringan. Padahal, dari aktivitas ini tidak sepeser pun imbalan ia terima. “Yang penting ikhlas dan rela, semua hal yang kita kerjakan tidak terasa berat.” Untuk keperluan memasak, sebagian bahan makanan ia da- pat dari pemerintah setempat, sedangkan sebagian lainnya di- beli dengan uang sendiri. “Ter- kadang ada pula pengungsi yang membawa sayuran dan kayu bakar untuk memasak. Ada juga yang membantu saya sehingga tidak terlalu kewalah- an,” katanya. Keikhlasan juga ditunjuk- kan ibu enam anak ini dengan menutup usaha salon yang ia buka di rumahnya, serta menu- tup warungnya di kawasan Babadan. “Prinsip saya, kalau rezeki itu masih bisa kami cari lain hari. Namun untuk peduli kepada sesama hanya ada ke- sempatan saat ini saat terjadi bencana letusan Merapi.” Sejak pensiun Prinsip peduli sosial ini dipe- gang teguh keluarganya. Ham- pir seluruh anggota keluarga ini menyumbangkan jiwa raga menjadi relawan. Suaminya, Sugiyono yang pensiunan pengamat Mera- pi dari Pos Babadan bahkan mengisi sepenuh waktunya membantu para pengungsi. Malam hari ia menjemput para pengungsi di daerah atas untuk meminta mereka turun. Dari titik kumpul, ia bersama sejumlah rekannya membawa pengungsi ke pengungsian. Ia pulang sekitar pukul 03.00. “Setiap hari saya hanya sem- pat tidur selama sekitar 1-2 jam. Setelah itu, seusai sem- bahyang subuh, saya pergi lagi membantu melayani para pengungsi.” Sejak pensiun dari jabatan- nya sebagai pengamat Merapi pada Desember 2007 silam, Sugiyono langsung aktif di Kompag. Anggota komuni- tas ini di daerah Magelang mencapai 73 orang. Sejak itu pula, jiwa raga dan hartanya ia sumbangkan untuk keperluan Merapi. Tak jarang, ia sengaja mengi- rimkan bahan makanan berupa beras, mi instan dan makanan lain ke pos pengamatan. Sesaat setelah letusan Merapi, ia juga membagikan makanan untuk para pengungsi. “Mau bagaimana lagi, saya sudah ter- lalu cinta sama Merapi.” (N-1) tosiani@ mediaindonesia.com Tosiani Setiap hari saya hanya sempat tidur selama sekitar 1-2 jam. Setelah itu, seusai sembahyang subuh, saya pergi lagi membantu melayani para pengungsi.” Sugiyono Relawan ANTARA

Transcript of SENIN, 1 NOVEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Demi Merapi ... fileRIBUAN relawan dari berbagai daerah...

RIBUAN relawan dari berbagai daerah berada di daerah Magelang, Jawa Tengah, untuk membantu melayani para pengungsi kor-ban letusan Gunung Merapi. Para relawan ini, antara lain, da-tang dari Yogyakarta,

Semarang, Bandung, Jakarta, dan Purwoker-to. Kebanyakan mereka adalah mahasiswa dari

sejumlah perguruan tinggi.

Pemerintah Kabu-paten Magelang, Jawa Tengah, tidak mendata secara pasti berapa jumlah relawan yang

ada di daerah ini. Na-mun diperkirakan men-

capai sekitar 1.000 orang. Agus, relawan dari UGM Yogyakarta, mengaku datang ke Magelang bersama 10 orang rekannya sejak Sabtu (30/10). Mereka datang secara pribadi sehingga mendanai perjalanan dan ke-butuhan mereka dengan uang mereka sendiri.

“Memang ada yang disalur-kan menjadi relawan melalui beberapa organisasi di kampus secara resmi sehingga men-dapat bantuan dana. Namun, kami datang ke sini pakai uang sendiri,” kata Agus.

Ia mengaku tak pernah menerima pelatihan khusus menjadi relawan. Karena itu, hingga kemarin ia masih me-lakukan survei terhadap para pengungsi untuk mengetahui apa kebutuhan mereka, se-

hingga tahu juga apa yang harus dilakukannya untuk menjadi relawan.

Renaldi, relawan dari Radio Komunitas se-Jawa Tengah, mengatakan sekitar 50 orang relawan saat ini bergabung de-ngan posko yang dibuatnya di Kecamatan Dukun, Magelang. Posko ini berdiri sejak Gunung Merapi berstatus awas Senin (25/10) lalu.

“Mulanya kami hanya dua orang. Niat kami hanya sekadar ingin menginformasikan se-mua hal yang terjadi di sekitar Merapi. Namun, mencermati kondisi yang ada belakangan ini, kami melakukan survei ten-tang apa-apa yang dibutuhkan pengungsi. Kemudian, kami informasikan melalui Facebook. Cara ini mampu mendatangkan

donatur dan mengundang rela-wan ke sini. Adapun relawan, kami salurkan juga di sejum-lah posko setelah berkoordi-nasi dengan relawan di sini. Sayangnya, grup yang kami buat secara gratis di Facebook mengalami error,” ujarnya.

Menurut Renaldi, tidak ada pelatihan khusus bagi para rela-wan di poskonya. Para relawan ini datang dari berbagai kota, seperti Yogyakarta, Bandung, dan Semarang. Kebanyakan mereka adalah mahasiswa.

Tugas mereka, antara lain, menyurvei kebutuhan peng-ungsi, membagikan masker, membagikan bantuan yang datang ke posko pada para pengungsi.

“Bahkan beberapa hari lalu ada juga beberapa dokter yang

datang pada kami ingin jadi relawan. Kami minta mereka langsung berkoordinasi dengan petugas dari daerah sini yang ada di Muntilan,” ujarnya.

Direktur Pelayanan Sosial Anak Kementerian Sosial RI Harry Hikmat mengatakan pihaknya khusus mengada-kan pelatihan untuk memberi bekal bagi para relawan dalam menjalankan tugas, terutama untuk pemulihan trauma anak. Pelatihan itu diikuti sekitar 95 orang relawan.

Sementara itu, Sekretaris Utama Badan Nasional Pe-nanggulangan Bencana (BNPB) Fatchul Hadi mengatakan pihaknya akan mengirimkan 100 relawan untuk membantu para pengungsi Merapi. (TS/Ant/N-2)

Nusantara | 7SENIN, 1 NOVEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA

KREDIT FOTO

Padatnya aktivitas sebagai relawan tidak menyurutkan semangat berempati pasangan Tati dan Sugiyono.

Demi Merapi, Mereka Rela

DAPUR UMUM: Ibu rumah tangga dan sukarelawan membuat nasi bungkus untuk para pengungsi di Gedung Serbaguna Desa Purworejo, Kecamatan Pakem, Sleman, Yogyakarta, Rabu (27/10).

SURVEI: Relawan menyurvei pengungsi korban letusan Gunung Merapi di Magelang, Jawa Tengah. Mereka mendata semua kebutuhan pengungsi.

Relawan Datang dengan Dana Pribadi

MI/USMAN ISKANDARMI/TOSIANI

MENGGENDONG NENEK:

Dua relawan dengan ikhlas

menggendong seorang nenek yang kelelahan

ketika turun mengungsi.

SABTU (30/10) siang, Tati, 48, warga Desa Banyubiru, Kecamat-an Dukun, Kabupaten

Magelang, Jawa Tengah, me-ringis. Ia menahan pegal saat mengangkat tangan kanannya mengambil minuman.

Pegal makin dirasanya sewaktu ia berbalik, kemu-dian menggeser duduknya di kursi panjang ruang tamu. Soalnya kursi yang semula ia duduki diberikan sebagai tempat duduk suaminya yang baru pulang untuk beristirahat barang sebentar setelah ber-tugas menjadi relawan bagi para pengungsi M e r a p i . M a k l u m suaminya, Sugiyono, 59, merupakan aktivis

Komunikasi Aktivitas Gunung Merapi (Kompag).

Pegal yang ia derita di seku-jur badannya setelah berhari-hari memasak di dapur umum untuk sekitar 4.500 pengungsi di Kampung Daronan, Desa Banyubiru, Kecamatan Dukun. Para pengungsi tersebar di barak-barak dan rumah-rumah penduduk.

Bersama sekitar 14 orang ibu di desanya, ia bekerja se-jak selepas salat subuh sekitar pukul 05.00 WIB.

Malam harinya, sekitar pu-kul 22.00, ia baru kembali ke

rumahnya untuk melepas penat bekerja seha-rian. Tak ha-

nya itu, siang hari, ia kerap kembali ke rumahnya terlebih dahulu untuk memasak dan menyediakan makan bagi kelu-arganya dan 25 pengungsi yang tinggal di rumahnya.

Padatnya aktivitas seba-gai relawan membuat tubuh mungilnya makin kurus. Mata perempuan ini tampak cekung, pertanda kurang tidur.

“Bahkan terkadang saya tidak sempat makan. Paling hanya mencamil-camil ma-kanan kecil saat di rumah atau di pengungsian. Soalnya kalau siang ikut makan di pengung-sian, rasanya susah menelan. Takut para pengungsi kurang makan,” tutur Tati.

Empatinya kepada para pengungsi, meski tidak se-

luruhnya ia kenal, mem-buat pekerjaan berat yang dipikul sebagai relawan

terasa lebih ringan. Padahal, dari aktivitas ini tidak sepeser pun imbalan ia terima. “Yang penting ikhlas dan rela, semua hal yang kita kerjakan tidak terasa berat.”

Untuk keperluan memasak, sebagian bahan makanan ia da-pat dari pemerintah setempat, sedangkan sebagian lainnya di-beli dengan uang sendiri. “Ter-kadang ada pula pengungsi yang membawa sayuran dan kayu bakar untuk memasak. Ada juga yang membantu saya sehingga tidak terlalu kewalah-an,” katanya.

Keikhlasan juga ditunjuk-kan ibu enam anak ini dengan menutup usaha salon yang ia buka di rumahnya, serta menu-tup warungnya di kawasan Babadan. “Prinsip saya, kalau rezeki itu masih bisa kami cari lain hari. Namun untuk peduli

kepada sesama hanya ada ke-sempatan saat ini saat terjadi bencana letusan Merapi.”

Sejak pensiunPrinsip peduli sosial ini dipe-

gang teguh keluarganya. Ham-pir seluruh anggota keluarga ini menyumbangkan jiwa raga menjadi relawan.

Suaminya, Sugiyono yang pensiunan pengamat Mera-pi dari Pos Babadan bahkan mengisi sepenuh waktunya membantu para pengungsi.

Malam hari ia menjemput para pengungsi di daerah atas untuk meminta mereka turun. Dari titik kumpul, ia bersama sejumlah rekannya membawa pengungsi ke pengungsian. Ia pulang sekitar pukul 03.00. “Setiap hari saya hanya sem-pat tidur selama sekitar 1-2 jam. Setelah itu, seusai sem-

bahyang subuh, saya pergi lagi membantu melayani para pengungsi.”

Sejak pensiun dari jabatan-nya sebagai pengamat Merapi pada Desember 2007 silam, Sugiyono langsung aktif di Kompag. Anggota komuni-tas ini di daerah Magelang mencapai 73 orang. Sejak itu pula, jiwa raga dan hartanya ia sumbangkan untuk keperluan Merapi.

Tak jarang, ia sengaja mengi-rimkan bahan makanan berupa beras, mi instan dan makanan lain ke pos pengamatan.

Sesaat setelah letusan Merapi, ia juga membagikan makanan untuk para pengungsi. “Mau bagaimana lagi, saya sudah ter-lalu cinta sama Merapi.” (N-1)

[email protected]

Tosiani

Setiap hari saya hanya sempat tidur selama sekitar 1-2 jam. Setelah itu, seusai sembahyang subuh, saya pergi lagi membantu melayani para pengungsi.”

SugiyonoRelawan

ANTARA