SENDI RAHANG

16

Click here to load reader

Transcript of SENDI RAHANG

Page 1: SENDI RAHANG

PEMERIKSAAN TEMPOROMANDIBULAR JOINT

Anatomi Temporomandibular Joint

Temporomandibular joint ( TMJ ) adalah persendiaan dari kondilus mandibula dengan fossa

gleinodalis dari tulang temporal. Temporomandibula merupakan sendi yang bertanggung jawab

terhadap pergerakan membuka dan menutup rahang mengunyah dan berbicara yang letaknya

dibawah depan telinga4.

Sendi temporomandibula merupakan satu-satunya sendi di kepala, sehingga bila terjadi sesuatu

pada salah satu sendi ini, maka seseorang mengalami masalah yang serius. Masalah tersebut

berupa nyeri saat membuka, menutup mulut, makan, mengunyah, berbicara, bahkan dapat

menyebabkan mulut terkunci. Kelainan sendi temporomandibula disebut dengan disfungsi

temporomandibular. Salah satu gejala kelainan ini munculnya bunyi saat rahang membuka dan

menutup. Bunyi ini disebut dengan clicking yang seringkali, tidak disertai nyeri sehingga pasien

tidak menyadari adanya kelainan sendi temporomandibular5.

Susunan anatomi normal dari Temporomandibula joint ini dibentuk oleh bagian – bagian:

1. Fossa glenoidalis6

2. Prosesus kondiloideus

3. Ligamen

4. Rongga Synovial

5. Diskus artikularis

Page 2: SENDI RAHANG

1. Fossa Glenoidalis atau fossa mandibularis dari tulang temporal. Bagian anterior berhubungan

dengan eminensia artikularis, merupakan artikulasi dari fossa glenoidalis. Bagian posterior dari

fossa glenoidalis merupakan dataran tympani dari tulang temporal6.

2. Prosesus kondiloideus dari tulang mandibula. Merupakan tulang yang berbentuk elips yang

mempunyai kepala dan leher.

3. Ligamen. Fungsi dari ligamen yang membentuk Temporomandibula joint ini adalah sebagai

alat untuk menghubungkan tulang temporal dengan prosesus kondiloideus dari tulang mandibula

serta membatasi gerak mandibula membuka, menutup mulut, pergerakan ke samping, dan

gerakan lain. Ligament yang menyusun temporomandibula joint terdiri dari :

a. Ligamen temporo mandibular

b. Ligamen spheno mandibular

c.Liga menstylo mandibular

Gambaran Ligamen temporomandibular joint9

4. Rongga Synovial. Terdiri dari dua bagian yaitu bagian superior dan bagian inferior.

Fungsi dari rongga synovial ini adalah menghasilkan cairan pelumas yang berguna untuk

pergerakan sendi.

Page 3: SENDI RAHANG

5. Diskus Artikularis. Merupakan tulang fibro kartilago di dalam persendian

temporomandibular yang terletak di antara prosesus kondiloideus dan fossa glenoidalis.

Diskus Artikularis ini merupakan bantalan tulang rawan yang tidak dapat menahan sinar

x sahingga gambarannya radiolusen6.

Pergerakan temporomandibula joint ini dibagi menjadi dua gerak utama yaitu2 :

a. Gerak Rotasi

Ketika caput processus condylaris bergerak pivot dalam kompartemen sendi bagian

bawah dalam hubungannya dengan discus articularis.

b. Gerak meluncur atau translasi

Dimana caput mandibula dan discus articularis bergerak disepanjang permukaan bawah

Os. Temporale pada kompartemaen sendi bagian atas. Kombinasi gerak sendi dan

meluncur diperlukan agar cavum oris dibuja lebar – lebar. Gerak sendi pada individu

dewasa yang normal mempunyai kisaran 20 – 25mm antara gigi geligi anterior atas dan

bawah. Bila dikombinasikan dengan gerak meluncur kisaran gerak membuka mulut yang

normalakan meningkat menjadi 35 – 45mm7.

Kelainan pada temporomandibula joint1

Perawatan yang berhasil dari proses penyakit meliputi usaha untuk menentukan diagnosa

yang tepat dan usaha mengenal penyebabnya, agar dapat ditentukan rencana perawatan

yang tepat. Banyak kelainan sendi temporomandibula yang ditangani dengan

pengetahuan yang kurang memadai terhadap prinsip – prinsip tersebut dan perawatan

hanya berdasar pada metode empiris saja yang dievaluasi keberhasilannya dengan

kemampuan untuk bekerja1.

Klasifikasi berikut ini tidaklah lengkap, tetapi untuk praktisnya, kelainan – kelainan yang

mengenai temporomandibular joint dapat dibagi dalam kelainan yang sering dan jarang

terjadi.

Kelainan yang sering terjadi¬1

1. Disfungsi (sindrom rasa sakit-disfungsi dari TMJ, miofasial pain-dysfunction syndrom

dst)

2. Susunan bagian dalam sendi yang tidak tepat.

Page 4: SENDI RAHANG

3. Penyakit degenerasi (osteoartrosis, osteartritis, osteokondritis, osteoartropati)

4. Trauma

a. Fraktur

b. Dislokasi

c. Traumatik artritis, sinovitis, dll.

6. Kelainan yang jarang terjadi1

1. Peradangan

a. Infeksi (setelah trauma, menyebar dari bagian tengah telinga atau struktur lain

disampingnya).

b. Reumatoid artritis (termasuk juvenile chronic artritis atau Still disease).

c. Psoriatik arthritis.

d. Penyakit deposit kristal.

2. Ankilosis. Setelah trauma, infeksi atau keadaan peradangan yang lain.

3. Cacat kongenital dan perkembangan. Cacat seperti yang terdapat pada sindrom cabang

kranial pertama dan kedua, Piere Robin dan Treacher Collin syndrom ; hipoplasia,

aplasia, dan hiperplasi dari condyle mandibula.

4. Tumor. Osteoma, kondroma, kondrosarkoma sekunder.

Sindrom Rasa Sakit – Disfungsi1

7. Sendi temporomandibular sangat rentan terhadap berbagai jenis kerusakan yang

diakibatkan dari luar seperti trauma, atau dari dalam seperti tumor atau artritis. Disfungsi

sendi temporomandibular sangat bervariasi dari ringan sampai yang berat. Beberapa

disfungsi menyebabkan masalah dalam penggunaan sendi temporomandibular namun

sebagian lagi tidak menyebabkan masalah. Disfungsi yang parah, seperti sendi yang

berfungsi, dapat menyebabkan nyeri dan mungkin tindakan bedah1.

Sakit otot dan sendi berhubungan dengan pergeseran mandibula karenaa akontak oklusi

prematur. Pada beberapa kasus, perawatan ortodonti diperlukan untuk menghilangkan

ketidakteraturan yang besar; walaupun problem ringan ditangani dengan pengasahan

oklusal. Tidak bijaksana untuk melakukan pengasaan oklusal segera setelah perawatan

ortodonti karena dapat terjadi pergerakan gigi selama periode tersebut. Pada orang

Page 5: SENDI RAHANG

dewasa penyesuaian oklusi dapat dilakukan dengan aman enam bulan setelah pesawat

retensi lepas, asalkan oklusi terlihat stabil3.

Penyebab

Trauma merupakan penyebab utama disfungi (TMD). Menurut Jurnal American Dental

Association tahun 1990, 40% to 99% kasus TMD merupakan akibat trauma. Trauma

yang sederhana seperti pukulan pada rahang atau sesuatu yang lebih kompleks seperti

yang mengenai kepala, leher dan rahang. Penelitian terbaru juga menunjukkan benturan

terhadap pengaman "airbag" dalam kendaraan dapat menyebabkan TMD.

Setiap sendi dalam tubuh memiliki pergerakan yang terbatas. Jika rahang dibuka terlalu

besar dalam jangka waktu yang lama atau dipaksa terbuka, ligamen bisa robek. Bahkan

ketika rahang dibuka secara normal, terdapat dislokasi sebagian dari sendi

temporomandibular.

Akan tetapi, jika rahang dibuka melebihi batas normal, dislokasi muncul atau diskus

pemisah bisa rusak. Gejala TMD yaitu nyeri telinga, otot rahang ngilu, nyeri di dahi atau,

cliking, rahang terkunci, kesulitan membuka mulut, nyeri kepala-leher5.

Dari sejumlah besar literatur tentang disfungsi ini, tampak seakan – akan suatu konsensus

bahwa sindrom dibentuk oleh satu atau beberapa gejala sebagai berikut1:

1. kliking sendi

2. ketidakmampuan untuk membuka mulut leber – lebar sementara (locking).

3. Rasa sakit yang berhubungan dengan sendi dan otot kunyah1.

PEMERIKSAAN TEMPOROMANDIBULAR JOINT

8. Setelah pada bagian sebelumnya telah dijelaskan anatomi dan kelainan pada

temporomandibular joint,maka pada bagian ini akan dijelaskan cara pemeriksaan pada

temporomandibular joint yang merupakan bagian utama dari tulisan ini.

Pemeriksaan klinis dimulai sejak pasien masuk kedalam ruangan. Penampilan secara

keseluruhan sering dapat menunjukkan kepribadiannya. Ia mungkin tenang dan dingin

dalam membicarakan gejala – gejala yang dialami atau nervus dan kurang dapat

berbicara. Pasien yang cemas cendrung gelisah duduknya, bermain – main dengan

Page 6: SENDI RAHANG

tangannya atau menggerak – gerakkan kakinya. Kadang – kadang aktivitas

parafungsional dari mandibula dapat dilihat dengan jelas. Sebagai contoh misalnya pasien

menghisap atau menggigit – gigit bibir, menggerakkan rahang dari kiri ke kanan atau

sebaliknya meletakkan tangan menyangga dagu1.

Pemeriksaan temporomandibular joint ini dapat dilakukan dengan melakukan

pemeriksaan terhadap rentang pergerakan, bunyi sendi, rasa sakit dan nyeri dan

pemeriksaan intra-oral serta pemeriksaan radiografik.

1.Rentang Pergerakan

Pasien diminta untuk mebuka mulut lebar – lebar dan dengan bantuan sepasang kaliper

atau jangka, jarak antara tepi gigi seri atas dan bawah diukur. Nevakari (1960)

melaporkan bahwa jarak rata – rata pada pria 57,5 mm sedang pada wanita 54 mm.

Dengan berdasar pada pendapat ini, jarak lebih dari 40 mm pada orang dewasa dapat

dianggap tidak normal. Agerberg (1974) juga menemukan angka yang sama.jarak rata –

rata pada pria 58,6 mm dan pada wanita 53,3 mm. Batas terendah adalah 42 mm dan 38

mm. Tetapi penting untuk mempertimbangkan juga kedalaman overbite yang ada.

Pergerakan pada bidang horizontal dapat diukur dengan pergeseran garis tengah insisal

pada pergerakan lateral mandibula yang eksterm ke salah satu sisi. Agerberg menemukan

bahwa batas terendah dari jarak normal adalah 5mm pada kedua jenis kelamin1.

Penyimpanagn mandibula selama gerak membuka mulut juga terlihat. Mungkin terjadi

penyimpangan ke arah atau menjauhi sisi yang terserang dengan disertai locking dan rasa

sakit. Sebagai contoh misalnya, rahang menyimpang ke arah sisi sendi yang terkunci

menunjukkan bahwa condyle yang terserang hanya merupakan komponen gerak

membuka mulut saja. Gerak meluncur ke depan tidak dapat terjadi. Sebaliknya, ada

beberapa pasien yang dapat menghasilkan bunyi dengan menggerakkan rahang menjauhi

sisi yang terserang dan kembali ke bagian tengah secara zig – zag ketika mulut dibuka

lebih lebar1.

2.Bunyi Sendi

9. Kliking

Gejala ini paling sering menandakan adanya TMD dan dislokasi diskusi artikularis.

Bunyi kliking muncul saat rahang dibuka atau saat menutup. Umumnya bunyi tersebut

Page 7: SENDI RAHANG

hanya dapat didengar oleh penderita, namun pada beberapa kasus, bunyi tersebut menjadi

cukup keras sehingga dapat didengar oleh orang lain. Bunyi tersebut dideskripsikan

penderita sebagai suara yang berbunyi 'klik'.

Di antara fossa dan kondil terdapat diskus yang berfungsi sebagai penyerap tekanan dan

mencegah tulang saling bergesekan ketika rahang bergerak. Bila diskus ini mengalami

dislokasi, dapat menyebabkan timbulnya bunyi saat rahang bergerak. Penyebab dislokasi

bisa trauma, kontak oklusi gigi posterior yang tidak baik atau tidak ada, dan bisa saja

karena gangguan tumbuh kembang rahang dan tulang fasial. Kondisi seperti ini dapat

juga menyebabkan sakit kepala, nyeri wajah dan teliga. Jika dibiarkan tidak dirawat,

dapat menyebabkan rahang terkunci.

Pada beberapa orang, terdapat pebedaan posisi salah satu atau kedua sendi

temporomandibula ketika beroklusi. Hal ini sering sekali terjadi pada pasien yang

kehilangan gigi posteriornya. Kepala kondil (berwarna biru) bisa saja mengalami

penekanan terlalu keraas terhadap fossa (berwarna hijau), dan menyebabkan kartilago

diskusi rusak (berwarna merah). Kemudian akan menarik ligamen terlalu kuat (berwarna

kuning). Hal ini menunjukkan, bila oklusi terlalu kuat, akan menyebabkan stress pada

kedua sendi rahang.

Setiap kali terdapat kelainan posisi rahang yang disertai dengan tekanan berlebihan pada

sendi dan berkepanjangan atau terus menerus, dapat menyebabkan diskus (meniskus)

robek dan mengalami dislokasi berada didepan kondil. Dalam keadaan seperti ini,

gerakan membuka mulut menyebabkan kondil bergerak ke depan dan mendesak diskus di

depannya. Jika hal ini berkelanjutan, kondil bisa saja melompati diskus dan benturan

dengan tulang sehingga menyebabkan bunyi berupa kliking. Ini juga dapat terjadi pada

gerakan sebaliknya. Seringkali, bunyi ini tidak disertai nyeri sehingga pasien tidak

menyadari bahwa bunyi tersebut merupakan gejala suatu kelainan sendi

temporomandibular5.

10. Krepitus

Krepitus sangat berbeda dari kliking. Krepitus merupakan bunyi mengerat atau

menggesek yang terjadi selama pergerakan mandibula, terutama pergerakan dari sisi yang

satu dengan sisi yang lain. Bunyi sering kali dapat lebih diketahui dengan perabaan dari

Page 8: SENDI RAHANG

pada pendengaran. Hanya sedikit atau tidak ada keterangan tambahan yang diperoleh

pada penggunaan stetoskop untuk memeriksa bunyi sendi1.

3.Rasa Sakit dan Nyeri

Usaha dari pasien atau dokter gigi untuk membuka rahang yang terkunci akan

menimbulkan rasa sakit yang juga terasa pada sendi dan otot yang bergubungan

dengannya.

Sendi dan oto diperiksa untuk mengetahui daerah – daerah yang nyeri. Setiap sendi

diraba perlahan – lahan ketika mulut digerakkan, dari depan tragus dan pada eksternal

auditory meatus.

Otot masseter dan temporalis, otot penguyah superficial mudah diraba melalui kulit dan

kulit kepala. Sebaliknya, otot petrigoid, hanya teraba secara intra-oral. Otot medial

petrigoid teraba pada permukaan dalam ramus mandibula dan kepala inferior yang besar

dari lateral petrigoid, dibelakang tuberositas maksila. Walaupun beberapa ahli

menganjurkan untuk meraba petrigoid, para ahli dewasa ini menemukan bahwa tindakan

tersebut tidak memberikan keterangan yang bermanfaat. Pemeriksaan itu sendiri sangat

tidak enak bagi pasien dan sering menyebabkan pasien mual1.

4.Pemeriksaan Intra-Oral

Pemeriksaan mulut yang meyelurh dilakukan untuk mengetahui kapasitas fungsional dari

gigi geligi. Pemeriksaan tersebut harus termasuk pemeriksaan keadaan patologi yang

mungkin merupakan penyebab dari gejala, baik sifat maupun pengaruhnya pada fungsi

mandibula. Contoh yang sering ditemukan adalah peradangan gusi pada geraham besar

ketiga yang sedang bererupsi sebagian. Rahang menyimpang untuk menghindari daerah

yang sakit ini. Gigi yang terserang periodontitis atau tambalan yang terlalu tinggi juga

dapat menimbulakan gejala yang sama1.

Faktor –faktor berikut harus diperhatikan :

1. Hubungan Oklusi.

2. Freeway space.

3. Overjet dan overbite.

Page 9: SENDI RAHANG

4. Gigi yang tanggal.

5. Protesa, bila ada.

6. Atrisi dan bekas abrasi.

7. Kontak gigi prematur1.

Bila keparahan kelainan tersebut mengurangi hasil pemeriksaan fungsional dari oklusi,

perawatan harus diarahkan untuk mengurangi gejala yang ada terlebih dahulu. Analisa

dapat dilanjutkan nanti dengan cara yang normal1.

5.Pemeriksaan radigrafik sendi temporomandibular

Ada beberapa tehnik pencintraan untuk mendiagnosa kelainan sendi mulai dari foto

ronsen biasa sampai MRI, tetapi, yang akan dibahas hanya beberapa proyeksi seperti

tomografi, artgrafi, computed tomography (CT), dan MRI.

Tomography5

Tomography sendi temporomandibular dihasilkan melalui pergerakan yang sinkron

antara tabung X-ray dengan kaset film melalui titik fulkrum imaginer pada pertengahan

gambaran yang diinginkan termasuk juga Linear tomography dan complex tomography.

Beberapa penelitian menyatakan bahwa tomografi merupakan metode yang baik untuk

menggambarkan perubahan tulang dengan arthrosis pada sendi temporomandibular.

Untuk mengevaluasi posisi kondil pada fossa glenoid, tomografi lebih terpercaya

daripada proyeksi biasa dan panoramik. Secara klinis, posisi kondil tetap merupakan

aspek yang penting dalam melakukan bedah orthognati and orthodontic studies. Kerugian

yang paling besar dalam tomografi adalah kurangnya visualisasi jaringan lunak sendi

temporomandibular, juga pada radiography biasa.

Arthrography5

Terdapat dua tehnik arthgraphy pada sendi temporomandibular. Pada single-contrast arthography,

media radioopak diinjeksikan ke rongga sendi atas atau bawah atau keduanya. Pada double-

contrast arthography, sedikit udara diinjeksikan ke dalam rongga sendi setelah injeksi materi

kontras.Penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara kedua tehnik.

Jika sejumlah kecil bahan kontras medium air disuntikkan pada ruang superior dan inferior sendi,

Page 10: SENDI RAHANG

diskus artikularis dan perlekatannya akan terlihatbatasnya dan posisinya bisa dilacak sepanjang

pergerakan mendibula.

Bagaimanapun, hanya ruang interior yang dibutuhkan untuk menetapkan posisi normal dan

abnormal dari diskus tehadap hubungannya dengan kondil selama translasi. Bentuk ruang sendi

(synovial cavities) akan bervariasi tergantung perubahan mulut apakah membuka atau menutup

dan kondil akan bertranslasi kedepan pada eminensia. Arthrogram ini merupakan satu-satunya

metode yang tersedia untuk melihat hubungan yang sebenarnya antara diskus dan kondil yang

dapat divisualisasikan, dan ia sangat penting untuk pnegakkan diagnosis pada kelainan internal

yang terjadi.

Keakuratan diagnosa posisi diskus 84% sampai 100% dibandingkan dengan the corresponding

cryosectional morphology dan dari penemuan bedah. Performasi dan adhesi juga dapat

ditunjukkan dengan teknik ini. Penelitian-penelitian telah menunjukkan pentingnya diagnosis dan

identifikasi kerusakan sendi temporomandibular internal. Penelitian yang baru-baru ini dilakukan

dengan menggunakan tehnik arthography, menunjukkan bahwa arthography dapat meningkatkan

keakuratan diagnosa perforasi dan adhesi diskusi Sendi Temporomandibular dengan MRI.

Computed tomography5

Pada tahun 1980, computed tomography (CT) mulai diaplikasikan ankilosis sendi

temporomandibular, fraktur kondil, dislokasi dan perubahan osseous. Pada laporan terdahulu,

keakuratan dalam penentuan lokasi diskus tinggi (81%) jika dibandingkan dengan CT dan

penemuan bedah. Beberapa laporan mempertimbangkan bahwa CT dapat menggantikan proyeksi

arthrograpy dalam diagnosis dislokasi diskus pada kelainan sendi temporomandibular.

Bagaimanapun, keakuratan dari penentuan dislokasi diskus hanya sekitar 40%-67% pada CT

dalam studi material spesimen autopsi. Keakuratan dalam perubahan osseus dari sendi

temporomandibular dalam CT dibandingkan dengan material cadaver sekitar 66%-87%. Beberapa

laporan menunjukkan bahwa bukti arthrosis dalam radiograf dapat atau tidak dapat dihubungkan

dengan gejala klinis nyeri disfungsi. Jadi pasien tanpa perubahan osseus changes di sendi

temporomandibular, bisa saja merasa nyeri, dan asien tanpa gejala abnormalitas tulang bisa bebas

nyeri. CT bukanlah metode yang baik untuk mendiagnosa kelainan sendi temporomandibular.

Magnetic Resonance Imaging pada sendi Temporomandibular.Beberapa penelitian telah

membandingkan MRi sendi temporomandibular dengan arthography dan CT. Hasil MRI juga

dibandingkan dengan observasi anatomi dan histologi. Pada penelitian terhadap spesimen autopsi,

keakuratan MRI mengevaluasi perubahan osseus adalah 60% sampai 100% dan keakuratan

mengevaluasi dislokasi diskus adalah 73% sampai 95. Semua penelitian diatas menunjukkan

Page 11: SENDI RAHANG

bahwa MRI adalah metode terbaik untuk pencitraan jaringan keras dan jaringan lunak sendi

temporomandibular.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dislokasi diskus yang ditunjukkan MRI ternyata

memeliki hubungan dengan cliking, nyeri, dan gejala disfungsi Sendi Temporomandibular lain.

Setiap kali nyeri kliis dan gejala disfungsi sendi temporomandibular ditemukan tanpa adanya

dislokasi diskus pada MRI maja diduga diagnosis pencintraan tersebut false positive atau false

negative.

Walaupun beberapa penelitian menyetujui bahwa nyeri otot adalah salah satu aspek utama

kelainan TMJ, bukti perubahan patologis otot pengunyahan tidak diperhitungkan dalam diagnosis

pencitraan. Beberapa laporan menunjukkan MRI tidak hanya merupakan metode yang akurat

untuk mendeteksi posisi diskus tetapi juga merupakan teknik potensial untuk mengevaluasi

perubahan patologis oto pengunyahan pada kelainan Sendi Temporomandibular. Akan tetapi,

tidak ada laporan yang menghubungkan abnormalitas otot penguyahan pada MRI dengan gejala

klinis5.