Semut

77
KEANEKARAGAMAN DAN KOMPOSISI SPESIES SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA VEGETASI MANGROVE KABUPATEN KOLAKA SULAWESI TENGGARA DAN MUARA ANGKE JAKARTA DAKIR SEKO~AH PASCASA~JANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Transcript of Semut

  • KEANEKARAGAMAN DAN KOMPOSISI SPESIES SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA VEGETASI MANGROVE

    KABUPATEN KOLAKA SULAWESI TENGGARA DAN MUARA ANGKE JAKARTA

    D A K I R

    SEKO~AH PASCASA~JANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR 2009

  • PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMAS1

    Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keanekaragaman d m Komposisi Spesies Semut (Hymenoptera: Formicidae) pada Vegetasi Mangrove Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara dan Muara Angke, Jakarta adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

    Bogor, Mei 2009

    D a k i r NRP G352070251

  • ABSTRACT

    DAKIR. The Species Composition and Diversity of Ants (Hymenoptera: Formicidae) in Mangrove Vegetation, in Kolaka, South East Sulawesi and Muara Angke, Jakarta. Supervised by R K A RAFFIUDIN and ROSICHON UBAIDILLAH.

    Mangrove forests are plant communities defined by the existence of several species of trees and shrubs growing in the transitional area between land and sea (tidal zone). Mangrove forests consist of three zonations clearly distinguished by three tree types; Sonneratia, Rhizophora, and Bruguiera. Mangrove ecosystems have played an important role in the socio-economic development of costal communities in Indonesia. However, the fauna, especially the ants, remain poorly understood, despite ants being the dominant insect group in any ecosystem. The aims of this study were to investigate the species composition, diversity, domination, dispersion, and abundance estimates of ants in the mangrove communities of Kolaka, South East of Sulawesi, and Muara Angke, Jakarta. Ants were collected at three stations (50 m transectlstation) using baiting, sweep netting, and beating methods. Efforts resulted in the collection of four subfamilies, 16 genera, and 18 species of ants from Sonneratia, Rhizophora, and Bruguiera trees in Kolaka and four subfamilies, eight genera, and 11 species from Sonnerafia trees in Muara Angke. Several ant species were recorded on only one species of tree while other ant species were found on two or three tree species. Results show that ant diversity in Kolaka and Muara Angke is moderate and no dominant species exist. Ant dispersion was found to be very low since several species were rare with only a few individuals collected. The use of three collection methods in this study provides an accurate estimate of the entire ant community thought to exist in Kolaka and Muara Angke mangrove forests.

    Keywords : ants, mangrove, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Kolaka, Sulawesi Tenggara, Muara Angke, Jakarta.

  • DAKIR. Keanekaragaman dan Komposisi Spesies Semut (Hymenoptera: Formicidae) pada Vegetasi Mangrove Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara dan Muara Angke, Jakarta. Dibimbing oleh RIKA RAFFIUDIN dan ROSICHON UBAIDILLAH.

    Salah satu kelompok fauna yang memiliki kelimpahan tertinggi pada filum Arthropoda adalah kelompok serangga. Serangga merupakan fauna avertebrata yang memiliki peranan penting dalam berbagai ekosistem. Salah satu kelompok serangga yang memiliki peranan ekologi yang sangat penting adalah semut (Hymenoptera: Formicidae). Semut merupakan serangga eusosial yang penyebarannya sangat luas dan dapat ditemukan pada berbagai habitat mulai hutan tropis, padang rumput dan beberapa habitat lainnya. Semut memiliki keanekaragaman yang tinggi dan memiliki kemampuan adabtasi sehingga keberadaannya dapat ditemukan disemua habitat . Selain pada daerah teresterial semut juga dapat ditemukan di daerah pesisir pantai karena terdapat habitat yang memungkinkan keberadaan semut yaitu vegetasi mangrove antara lain Sonnerafia, Rhizophora dan Bruguiera.

    Kabupaten Kolaka dan Muara Angke adalah sebagian dari daerah pesisir pantai di Indonesia yang memiliki vegetasi mangrove. Kedua wilayah tersebut diduga memiliki keragaman semut yang cukup tinggi dau berbeda. Perbedaan yang terjadi disebabkan kondisi habitat dan faktor lingkungan. Oleh karena itu kedua daerah tersebut dijadikan lokasi penelitian. Pada vegetasi mangrove Kabupaten Kolaka lokasi pengambilan semut dilakukan pada tiga stasiun yaitu pada stasiun Latambaga, Samaturu dan Wolo, sedangkan pada vegetasi mangrove Muara Angke dilakukan pada satu stasiun yaitu pada kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA).

    Dari hasil penelitian, pada kawasan mangrove Kabupaten Kolaka dan Suaka Margasatwa Muara Angke ditemukan empat subfamili semut yaitu Dolichoderinae, Formicinae, Myrmicinae dan Pseudomyrmicinae dengan 23 spesies. Pada lokasi vegetasi mangrove Kabupaten Kolaka dikoleksi 18 spesies semut dan pada lokasi vegetasi Muara Angke dikoleksi 11 spesies semut. Di kedua lokasi terdapat persamaan dan perbedaan spesies semut. Semut-semut yang dikoleksi sarna adalah Technomyrmex sp., Forelophillus sp., Polyrhachis spl., Crematogaster spl., Crematogaster sp2. dan Tetraponera yunctulata. Semut yang berbeda adalah semut 0. snzaragdina, Camponotus sp., Pseudolasius sp., Cladomyrma sp. dan Monomorium sp. yang dikoleksi pada pohon Sonneratia mangrove Kabupaten Kolaka dan semut Tapinoma sp., Polyrhachis bohoni, Cardiocandyla sp., Cataulacus sp. serta Tetraponera sp. adalah semut yang dikoleksi pada pohon Sonnerutin mangrove Suaka Margasatwa Muara Angke.

  • Pengoleksian semut dilakukan dengan menggunakan tiga teknik koleksi yaitu dengan pemberian umpan (bait) keju, jaring (sweeping) serangga serta penadah (beating). Pada vegetasi mangrove Kabupaten Kolaka, semut yang memiliki kelimpahan tinggi adalah Oechophylla smaragdina, Pseudolasius sp. dan Crematogaster sp., sedangkan pada mangrove Muara Angke Technomyrmex sp., Cardiocandyla sp., dan Crematogaster sp. Keragaman semut pada mangrove Kabupaten Kolaka dan Muara Angke berdasarkan analisis Shannon-Wiener (H') dikategorikan keragaman sedang karena hasil koleksi pada masing-masing lokasi penelitian memiliki kategori nilai l
  • Berdasarkan keanekaragaman spesies semut, pohon Rhizophora merupakan habitat yang memiliki keanekaragaman yang tinggi dibandingkan pohon Sonneratia dan Bruguiera. Morfologi Rhizophora terutama kondisi batang yang berkulit keras dan membentuk celah memudahkan beberapa semut untuk tinggal dan berlindung khususnya semut yang memiliki ukuran tubuh lebih kecil dan ramping seperti Pseudolasius sp., Crematogasteu sp., dan Monornorium sp. serta letak pohon Rhizophora pada zona tengah sebagai zona aman pada kawasan mangrove memungkinkan ditemukan semut lebih banyak.

    Selain semut, ditemukan pula ordo dan serangga lain. Hal tersebut karena bervariasinya teknik yang digunakan seperti penggunaan jaring dan penadah. Beberapa kelompok arthropods yang ikut terkoleksi adalah Araneae, Himeptera, Homoptera, Diptera, Hymenoptera, Coleoptera, Lepidoptera, Tysanoptera dan Mantodea. Beberapa ordo tersebut merupakan kelompok herbivora pada vegetasi mangrove. Ordo Araneae ditemukan lebih hanyak dari ordo lain karena Araneae juga merupakan salah kelompok predator bagi serangga lain. Dengan dikoleksinya beberapa ordo dan serangga lain, maka dimungkinkan adanaya jejaring ekologi yang cukup kompleks antara organisme-organisme yang ada di dalam vegetasi mangrove. Semut dan beberapa serangga lain yang dikoleksi merupakan salah satu komponen ekosistem yang penting di wilayah pesisir. Oleh karena itu, maka perlu adanya strategi dalam membuat kebijakaan konservasi alam khususnya diwilayah mangrove. Beberapa kemungkinan prinsip yang dapat dilakukan adalah (1) perlindungan terhadap ekosistem pesisir pantai dengan memperhatikan kekayaan fauna khususnya serangga sebagai bioindikator dan biokontrol terhadap terpeiiharanya proses ekologis, (2) pengawetan keanekaragaman guna pelestarian ekosistem dengan mengatur dan mengendalikan cam-cara pemanfaatan yang lebih bijaksana, sehiigga dapat diperoleh manfaat yang optimal dan berkesinambungan.

  • 0 Hak Cipta rnilik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

    Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumhzn atau menyebutkan sumbernya. Pengutipun haizya untuk kepentingan pendidikan penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan sualu masalah; dun pengutipan tersebuf tidak merugikan kepeniingan yang wajar IPB Dilarang menguinumkan dun rnemperbanyak sebagian atau seluruh kaiya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

  • KEANEKARAGAMAN DAN KOMPOSISI SPESIES SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA VEGETASI

    MANGROVE KABUPATEN KOLAKA, SULAWESI TENGGARA DAN MUARA ANGKE, JAKARTA

    D A K I R

    Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Magister Sains pada Mayor Biosains Hewan .

    SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR 2009

  • Judul Tesis : Keanekaragaman dan Komposisi Spesies Semut (Hymenoptera: Formicidae) pada Vegetasi Mangrove Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara dan Muara Angke, Jakarta.

    N a m a : D a k i r N R P : G 352070251 Program Studi : Biosains Hewan

    Disetujui Komisi Pembimbing

    Dr. Ir. Rika Raffiudin, M.Si Ketua

    Diketahui

    Tanggal Ujian : 27 Mei 2009 Tanggal Lulus : f 7 J U L 2009

  • PRAKATA

    Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kemampuan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul "Keanekaragaman dan Komposisi Spesies Semut pada Vegetasi Mangrove Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara dan Muara Angke, Jakarta". Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains di Institut Pertanian Bogor.

    Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak akan tersusun tanpa bantuan dari berbagai pihak. Sehubungan dengan itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Rika Raffiudin, M.Si dan Dr. Rosichon Ubaidillah, DIC, M.Phil selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan tulus dalam penyelesaian penulisan tesis ini serta Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc selaku penguji luar komisi pembimbing.

    Ucapan terima kasih secara pribadi penulis sampaikan kepada Departemen Agama RI yang telah memberikan beasiswa pendidikan Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor, kepada Dr. Bambang Suryobroto, Dr. Dedi Duryadi Solichin, Dr. Akhmad Farjallah, Dr. RR. Dyah Penvitasari, Dr. Tri Atmowidi, Ir. Tri Heru Widarto, M.Si, Ben Juliandi, M.Si, Dra. T ~ N N Sri Prawasti dan teknisi laboratorium yang telah memberikan ilmu dan pengalaman yang tak ternilai harganya. Tidak lupa pula penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh rakan-rekan mahasiswa Mayor Biosain Hewan atas bantuan, dukungan, kebersamaan dan doa yang diberikan.

    Ucapan terima kasih yang paling tulus penulis sampaikan kepada kedua orang tua, istri dan anak-anak saya tercinta yang menjadi penyemangat sehingga dapat menyelesaikan tugas mulia ini.

    Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempumaan. Kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk kesempumaan tulisan ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

    Bogor, Mei 2009 D a k i r

  • Penulis dilahirkan di Kendari pada tanggal 22 Maret 1971 sebagai putra ketiga dari enam bersaudara pasangan Haji Torang ( a h ) dan ibu Indo Rewe (alm). Pada tahun 1990 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kendari dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk perguruan tinggi negeri pada Universitas Haluoleo melalui jalur seleksi penerimaan mahasiswa baru pada Program Diploma 111. Pendidikan Diploma ditempuh di Program Studi Biologi Jurusan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Haluoleo dan lulus pada tahun 1993. Pendidikan Sarjana ditempuh di Program Studi Biologi Jurusan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Haluoleo dan lulus pada tahun 2001. Kesempatan untuk mengikuti program pascasarjana pada Mayor Biosains Hewan Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2007. Beasiswa pendidikan pascasarjan diperoleh dari Departemen Agama Republik Indonesia melalui Beasiswa Utusan Daerah.

    Saat ini penulis bekerja sebagai staf pengajar pada unit pendidikan Madrsah Aliyah Swasta Al-Mawaddah Warrahmah Kabupaten Kolaka dan SMP Negeri 1 Latambaga. Selama mengikuti program S2, penulis aktif mengikuti kegiatan perkuliahan dan praktek lapangan, aktif sebagai anggota forum mahasiswa pasca sarjana (forum wacana) Sulawesi Tenggara di IPB tahun 2007-2008 dan sebagai koordinator praktikum mata kuliah Avertebrata tahun 2008-2009.

  • DAFTAR IS1

    DAFTAR TABEL .......................................................... xi DAFTAR GAMBAR .......................................................... xii

    ..................................................... DAFTAR LAMPIRAN xiv

    1 PENDAHULUAN

    ........................................................ Latar Belakang 1 . . Tujuan Penel~tlan ..................................................... 3

    Manfaat Penelitian ................................................. 3 Ruang Lingkup ........................................................ 3

    2 KERAGAMAN SPESIES SEMUT PADA VEGETASI MANGROVE Pendahuluan .......................................................... 4

    ................................................ Bahan dan Metode 8 Hasil .................................................................... 12 Simpulan ............................................................. 24

    3 STRUKTUR DAN KOMPOSISI SPESIES SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA VEGETASI MANGROVE

    Pendahuluan ......................................................... 25 Bahan dan Metode ................................................... 27

    .................................................................. Hasil 28 ......................................................... Pembahasan 40

    Simpulan .............................................................. 47

    4 PEMBAHASAN UMUM ................................................ 48 5 SIMPULAN DAN SARAN ............................................... 52 DAFTAR PUSTAKA ......................................................... 54

  • Halaman

    1. Spesies semut yang dikoleksi pada mangrove Kabupaten Kolaka dan Muara Angke ......................................................................... I2

    2. Jumlah semut yang koleksi pada pohon Sonneratia, Rhizophora dan Brugueira pada tiga stasiun di Kabupaten Kolaka dengan

    ................................................ menggunakan tiga teknik koleksi 30 3. Nilai indeks H', D', dan E' semut disetiap stasiun pada lokasi

    Kabupaten Kolaka ............................................................... 32 4. Estimasi kelimpahan semut disetiap stasiun pada lokasi Kabupaten

    Kolaka ................................................................................. 32 5. Jumlah semut yang dikoleksi pada pohon Sonneratia satsiun Suaka

    ........................................................ Margasatwa Muara Angke 34 6. Nilai indeks D', H' dan E' semut pada pohon Sonneratia stasiun

    ............................................... Suaka Margasatwa Muara Angke 35 7. Estimasi kelimpahan semut pada stasiun penelitian Suaka Margasatwa

    ........................................................................ Muara Angke 35 8. Indeks Sorensen semut antara pohon Sonneratia, Rhizophora dan

    Biuguiera pada lokasi Kabupaten Kolaka .................................... 36

    9. lndeks Sorensen semut antara pohon Sonneratia Kabupaten Kolaka .......................................... dan Suaka Margasatwa Muara Angke 37

    10. Jumlah semut yang dikoleksi berdasarkan teknik koleksi umpan dan bukan umpan pada lokasi Kabupaten Kolaka dan Muara Angke .. 38

    1 I. Arthropods dan serangga lain yang dikoleksi pada vegetasi mangrove ............................................................................. 39

  • DAF'TAR GAMBAR

    Hataman

    1 . Morfologi semut ................................................................... 4 2 . Peta lokasi penelitian di Kabupaten Kolaka ................................... 8

    .......................................... 3 . Peta lokasi penelitian di Jakarta Utara 9 4 . Desain transek penelitian keragaman semut pada lokasi Kab . Kolaka

    dan Muara Angke .................................................................. 9 .................. 5 Tekcik koleksi semut: (2) umpsn, (b) j~ring, (c) penadah 10

    6 . Proses mounting semut ........................................................... 11 7 . Ciri Subfamili Dolichoderinae ................................................... 19 8 . Ochetellus sp .. (a) sisi anterior, (b) sisi lateral .................................. 19 9 . Technornyrmex sp .. (a) sisi anterior, (b) sisi lateral ............................. 19 10 . Turneria sp .. (a) sisi anterior, (b) sisi lateral .................................... 19 11 . Tapinoma sp .. (a) sisi anterior, (b) sisi lateral ................................... 19 12 . Iridornyrmex sp .. (a) sisi anterior, (b) sisi lateral ............................... 20 13 . Ciri Subfamili Formicinae .......................................................... 20 14 . 0 . smaragdina: (a) sisi anterior, (b) sisi lateral ................................. 20 15 . Camponotus sp .. (a) sisi anterior, (b) sisi lateral ................................ 20 16 . Opisfhopsis tnayor Forel: (a) sisi anterior, (b) sisi lateral ..................... 20 17 . Forelophillus sp .. (a) sisi anterior. (b) sisi lateral ............................... 21 18 . Echinopla sp .. (a) sisi anterior, (b) sisi lateral ................................... 21 19 . Pseudolasius sp .. (a) sisi anterior, (b) sisi lateral ............................... 21 20 . Cladomyrma sp .. (a) sisi anterior. (b) sisi lateral ............................... 21 21 . Polyrhachis spl .. (a) sisi anterior, (b) sisi lateral ............................... 21 22 . Polyrhachis sp2 .. (a) sisi anterior, (b) sisi lateral .............................. 22 23 . Polyrhachis bohoni: (a) sisi anterior, (b) sisi lateral .......................... 22 24 . Ciri Subfamili Myrmicinae ........................................................ 22 25 . Crematogaster sp1 .. (a) sisi anterior, (b) sisi lateral ........................... 22

    xii

  • 26 . Cremafogaster sp2 .. (a) sisi anterior, (b) sisi lateral .......................... 22 27 . Monomorium sp .. (a) sisi anterior, (b) sisi lateral ............................. 23 28 . Cataulacus sp .. (a) sisi anterior, (b) sisi lateral ................................ 23 29 . Cardiocandyla sp .. (a) sisi anterior. (b) sisi lateral ............................ 23 30 . Wasmanniapunctata : (a) sisi anterior. (b) sisi lateral ........................ 23 31 . Ciri Subfamili Pseudomyrmecinae .............................................. 23 32 . T . punctulata: (a) sisi anterior, (b) sisi lateral .................................. 24 33 . Tetraponera sp: (a) sisi anterior, (b) sisi lateral ................................ 24 34 . Grafik distribusi semut pada pohon Sonneratia. Rhizophora dan

    Bruguiera di mangrove Kabupaten Kolaka .................................... 31 35 . Kurva akumulasi spesies semut pada mangrove Kabupaten Kolaka ....... 33 36 . Kurva akumulasi spesies semut pada mangrove Muara Angke ............ 36

    xiii

  • Halaman

    1 . Data koleksi semut pada lokasi Kabupaten Kolaka ........................ 57 2 . Data koleksi semut pada lokasi Muara Angke .............................. 60

    xiv

  • 1. PENDAHULUAN

    Latar Belakang Semut (Hymenoptera: Formicidae) adalah salah satu kelompok serangga

    eusosial yang memiliki kelimpahan tertinggi dan bersifat kosmopolit (Wilson 1971). Semut menyusun i 10% total biomassa dalam hutan tropis, padang rumput dan tempat lain pada biosfer (Agosti el al. 2000). Keberadaan organisme pada suatu habitat tergantung dari kemampuan distribusi dan adaptasi organisme tersebut pada kondisi-kondisi yang berubah (Whittaker 1988). Perilaku tersebut merupakan alasan utama semut sangat sukses dalam adabtasi.

    Keanekaragaman semut di wilayah tropis urnurnnya dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adanya predasi, kelembaban, tempat membuat sarang, ketersediaan makanan, struktur dan komposisi tanaman serta topografi (Wilson 1958; Bestelmeyer & Wiens 1996; Vasconcelos 1999). Keanekaragaman dan kekayaan spesies semut akan mengalami penurunan berdasarkan ketinggian yaitu dari tempat yang rendah ke tempat yang tinggi. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor mikroiklim yaitu temperatur dan kelembaban (Noor 2008).

    Oleh sebab itu, berdasarkan pola hidup serta sifat ekologisnya, semut dapat dijadikan sebagai salatt satu bioindikator lingkungan (McGeoch 1998). Beberapa contoh yang diketahui antara lain terjadi penurunan kelimpahan semut dengan meningkatnya kandungan SO2 (Andersen el al. 2002). Selain itu, terlihat korelasi antara kekayaan semut dengan biomassa mikroba pada lapisan tanah di daerah pertambangan (Andersen & Sparling 1997). Selain sebagai bioindikator, semut juga dijadikan sebagai pengendali hayati (biokontrol) bagi serangga pengganggu (hama) seperti Helopeltis spp dan Saranus indecora yang merupakan hama pada tanaman coklat dan jambu mente di daerah perkebunan Sumatera, Jawa dan Sulawesi (Atmadja 2003). Semut 0. smaragdina juga ditemukan sebagai biokontrol bagi Hypsipyla robusta (Hymenoptera: Lepidoptera) pada tanaman mahoni (Lim GT 2007).

  • Semut adalah serangga yang memiliki daerah penyebaran yang sangat luas.

    Kondisi suatu daerah akan memberikan dampak terhadap kekayaan spesies semut. Daerah yang mendapat gangguan rendah memiliki kekayaan spesies semut yang lebih banyak dibandingkkan daerah yang mendapat gangguan sedang atau bahkan tinggi. Kondisi habitat sebagai daerah jelajah akan mempengaruhi aktifitas semut dalam pencarian makanan (Graham et al. 2004). Beberapa penelitian tentang distribusi semut adalah penelitian yang dilakukan pada daerah konservasi Kepulauan Seribu dengan ditemukan lima subfamili, 28 genus dan 48 spesies semut (Rizali 2006). Selain didaerah teresterial, beberapa semut juga ditemukan terdisitribusi pada daerah pesisir pantai khususnya pada vegetasi mangrove. Lima genus semut yang ditemukan pada pohon Sonneratia di daerah mangrove Darwin, Australia yaitu Camponotus, Crematogaster, Tetruponera, Tapinoma. dan Monomorium (Nielsen 2000).

    Selain keanekaragaman flora, pada ekosistem mangrove juga ditemukan keanekaragaman fauna yang meliputi organisme vertebrata hingga avertebrata termasuk semut (Noor el al. 2006). Hutan mangrove adalah salah satu sumber daya alam yang memiliki potensi ekonomi dan potensi ekologi. Hutan mangrove memiliki ciri khas dan mempunyai fungsi pokok yaitu pengawetan keanekaragaman turnbuhan dan satwa serta ekosistemnya (Noor et al. 2006). Informasi mengenai fauna pada daerah mangrove masih didominasi oleh informasi tentang hewan-hewan vertebrata. Data tentang keanekaragaman, distribusi dan kelimpahan serangga khususnya semut belum banyak diketahui, informasi masih terbatas pada distribusi semut di wilayah teresterial di dunia (McGlynn 1999). Oleh karena itu penulis ingin inempelajari ekologi semut di daerah pesisir pantai dengan mengeksplorasi tanaman khas pada vegatasi mangrove.

  • Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan :

    1. Mempelajari karakteristik spesies semut pada vegetasi mangrove. 2. Mempelajari keanekaragaman, dominansi, kemerataan dan prediksi

    kelimpahan spesies semut berdasarkan habitat pada vegetasi mangrove

    3. Mempelajari teknik koleksi spesies semut pada vegatasi mangrove 4. Mempelajari struktur dan komposisi spesies semut pada masing-masing tipe

    vegetasi mangrove serta jejaring ekologinya.

    Manfaat Penelitian Memberikan informasi tentang keanekaragaman spesies semut dan jejaring

    ekologi pada vegatsi mangrove. Informasi yang diperoleh dapat dijadikan sebagai gambaran tentang kondisi ekologi vegetasi mangrove, khususnya di wilayah mangrove Kabupaten Kolaka dan Muara Angke.

    Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah (I) vegetasi mangrove yang terdiri

    dari pohon Sonnerotia, Rhizophora dan Bruguiera, (2) karakteristik dan analisis keberadaan spesies semut di masing-masing pohon pada vegetasi mangrove, (3) teknik koleksi semut pada vegetasi mangrove, dan (4) koleksi beberapa serangga lain pada vegetasi mangrove.

  • 2. KEANEI(ARAGAMAN SPESIES SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA VEGETASI

    MANGROVE

    PENDAHULUAN

    Karakteristik Semut Sama seperti serangga pada umumnya, tubuh semut terdiri atas tiga segmen

    (tagma) yaitu kepala, toraks, dan abdolnen (Brian 1976). Ciri morfologi tubuh selnut sama dengan serangga lain, perbedaannya hanya pada mas abdolnen yang bersatu dan Inenyeinpit (mengecil) pada ruas ke-3 dan ke-4 di belakang toraks. Selain itu, antena selnul lnelnbentuk siku (genikulatus) dengan ine~niliki mas pangkal yang panjang dilanjutkan dengan ruas-ruas pendek di depannya (Bolton 2003). Karena kekhususan ~norfologi selnut ini, tubuh selnut dibagi lnenjadi elnpat bagian, yaitu: kepala, mesoso~na (toraks dan ruas abdomen pertalna = propodium), peduncule (mas abdolnen ke-2 dan atau ke-3 menyempit), dan gaster (Gambar 1).

    KEPALA MESOSOMA GASTER

    * 8 * 1 2 ,

    i"""' stpetiole

    Gambar 1 Morfologi Seinut

    Perbedaan selnut dengan serangga lain karena adanya penggentingan (pengecilan) ruas ke-2 dan atau ke-3 bempa petiole dan postpetiole. Oleh karena itu ha1 pertalna yang dia~nati dalain proses identifikasi seinut adalah bagian pinggang (waist) yang mengalaini penggentingan. Penggentingan pinggang

  • menjadi salah satu penanda awal untuk memulai identifikasi di tingkat subfamili (Hasmi et a(. 2006). Semut-semut yang memiliki petiole ditemukan pada Subfamili Cerapachynae, Dolichoderinae, Dorylinae, Formicinae, Ponerinae dan yang memiliki dua penggentingan yaitu petiole dan postpetiole ditemukan pada Subfamili Ecitoninae, Leptanilloidinae, Mymeciinae, Myrmicinae, dan Pseudomyrmecinae (Bolton 1994).

    Bagian penting lainnya yang sering dipakai dalam identifikasi adalah karakter alat mulut (mandibula, klipeus, palpus), antena, mata dan lobus fiontal. Semut memiliki bentuk mandibula triangular dan memanjang. Antena semut memiliki 4 sampai 12 mas dan ujung antena dapat berbentuk pemukul (club). Posisi mata pada semut biasa ditemukan pada posisi garis tengah kepala atau mengarah ke bagian belakang dengan ukuran yang besar, sedang dan lebih kecil.

    Mesosoma tersusun dari protoraks, mesotoraks, metatoraks, dan propodeum. Protoraks, mesotoraks, dan metatoraks adalah bagian dari toraks, sementara propodeum adalah bagian dari abdomen. Setiap ruas toraks terdiri dari notum, pleuron, dan sternum. Pinggang terdiri dari satu atau dua ruas abdomen yang menyempit antara gaster dan mesosoma. Ruas pertama pinggang di belakang propodeum disebut petiole. Ruas selanjutnya disebut postpetiole (Agosti el al. 2000).

    Ruas abdomen seringkali dinamakan berdasarkan urutannya. Propodeum disebut ruas pertama abdomen, petiole adalah ruas kedua abdomen, dan seterusnya. Karakter pada ruas pinggang yang sering dipakai dalam identifikasi adalah jumlah ruas pinggang, bentuk petiole, embelan subpetioler. Petiole biasanya membentuk tegakan yang disebut nodus atau sisik petiole. Peduncule adalah bagian petiole yang membentuk tangkai panjang di depan nodus petiole. Bila tangkai tidak ada, petiole itu disebut sebagai petiole yang sesil. Bila tangkai pendek, petiole disebut petiole yang subsesil. Embelan subpetioler adalah struktur yang tnencuat dibawah petiol (Bolton 2003).

    Gaster adalah bagian tubuh paling belakang yang membulat. Gaster seinut tersusun dari ruas ketiga atau keempat abdomen hingga ruas ketujuh abdomen. Ruas gaster juga memiliki cara penamaan berdasarkan urutannya. Ruas pertama di belakang pinggang disebut ruas pertama gaster, ruas kedua di belakang pinggang

  • disebut ruas dua gaster, dan seterusnya. Bagian gaster yang penting dalam identifikasi adalah acidopore, yaitu lubang melingkar yang ditumbuhi rambut- rambut halus pada ujung gaster pada beberapa jenis. Pada ujung gaster umumnya juga ditemui duri (sting). Selain itu, karakter penting lainnya yang juga menjadi ukuran dalam identifikasi semut adalah tungkai, terdiri dari mas-ruas coxa, femur, tibia, dan tarsus (Bolton 2003).

    Gambaran Lokasi Penelitian Kabupaten Kolaka

    Vegetasi mangrove di Sulawesi Tenggara digolongkan kedalam tiga tipe yaitu (1) ovenvash mangrove forest yaitu mangrove yang selalu tergenang oleh air laut, (2)fiinge mangrove forest yaitu hutan mangrove yang berbentuk rumbai tipis yang elevasinnya lebih tinggi dari pasang rata-rata dan memiliki sistem akar tunjang yang berkembang baik, dan (3) riverine nzangrove forest yaitu mangrove pinggiran sungai yang terjadi karena hamparan lumpur sepanjang aliran sungai dan teluk.

    Zona pertumbuhan vegetasi mangrove di Sulawesi Tenggara dibagi menjadi tiga yaitu zona yaitu Sonneratia, Rhizophora dan Bruguiera. Zona tersebut banyak terdapat di Kabupaten Kolaka. Jenis pohon pada wilayah mangrove yang sering dijumpai adalah Rhizophora nzucronata, Rhizophora apiculata, Rhizophora Sfylosa, dan Sonarafio alba. Daerah mangrove Kabupaten Kolaka dijadikan stasiun penelitian karena kondisi vegetasi mangrove masih memperlihatkan formasi zonasi vegetasi mangrove yaitu zona Sonneratia, Rhizophora dan Brzcgzriera. Luas hutan mangrove Kabupaten Kolaka adalah 4,096.73 ha (sumber: BPDAS Sampara, Provinsi Sulawesi Tengara 2001)

    Muara Angke Di wilayah Jakarta bagian utara yaitu pada daerah Muara Angke terdapat

    vegetasi mangrove yang terletak di kawasan Suaka Margasahva Muara Angke (SMMA) yang merupakan sisa hutan terakhir di daratan Jakarta. Kawasan vegatasi mangrove tersebut berada di sekitar aliran sungai dan telah mengalami reklamasi menjadi kawasan pemukiman Pantai Indah Kapuk. Wilayah ini telah

  • mengalami pencemaran yang sangat kompleks mulai dari pencemaran air, tanah maupun udara bempa limbah, sampah, bahan bakar dan pembuangan asap pabrik.

    Berbeda dengan daerah pantai lainnya, jenis pohon mangrove yang ditemukan pada kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke hanya didominasi oleh pohon Sonneratia caseoaris dan Nypa fmcticans. Daerah vegetasi mangrove Suaka Margasatwa Muara Angke ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan Suaka Margasatwa yang berfungsi sebagai pusat pendidikan lahan basah. Luas kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke adalah 25,02 ha.

    Dari gambaran tentang karakteristik habitat spesies semut dan vegetasi mangrove pada lokasi penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah mempelajari komposisi dan distribusi spesies semut pada vegetasi mangrove khususnya di wilayah mangrove Kabupten Kolaka dan Muara Angke. Habitat semut yang akan dijadikan tempat koleksi adalah pohon Sonneratia, Rliizophora dan Bruguiera.

  • BAHAN DAN METODE

    Lokasi Peneiitian Penelitian dilakukan pada dua lokasi yaitu di kawasan mangrove Kabupaten

    Kolaka, Sulawesi Tenggara dan Muara Angke, Jakarta. Waktu pengambilan sarnpel dilaksanakan pada bulan Juli salnpai dengan September 2008.

    Kabupaten Kolaka Pada lokasi Kabupaten Kolaka terdapat tiga stasiun penelitian yaitu stasiun

    Latambaga (04~01'01" S - 121' 29'56" E), stasiun Samaturu (04006'57" S - 121' 29'13" E), dan stasiun Wolo (04~00'57" S - 121' 29'13" E) (Gambar 2).

    Garnbar 2 Peta Lokasi Penelitian di Kabupaten Kolaka. Stasiun Latalnbaga (I), stasiun Samaturu (2), dan stasiun Wolo ( 3 ).

  • Muara Angke

    Pada lokasi Muara Angke terdapat satu stasiun yaitu pada kawasan mangrove Suaka Margasatwa Muara Angke (06"06'52,8" S - 10646'05" E) (Gambar 3).

    Gainbar 3 Peta lokasi penelitian di Jakarta Utara. Stasiun penelitian SMMA (4).

    Pembentukan transek koleksi semut Pada inasing-inasing stasiun penelitian dibuat satu transek dengan ukuran

    panjang 50 ineter sepanjang pesisir pantai. Setiap transek dibagi inenjadi einpat plot. Di dalain plot pada stasiun mangrove Kabupaten Kolaka terdapat tiga jenis pohon yaitu Sonnercilia, Rlzizoplzora dan Bruguieru yang lnerupakan zona vegetasi mangove (Ga~nbar 4). Plot pada transek yang dibuat di stasiun Suaka Margasatwa Muara Angke hanya terdapat pohon Somzeralia.

    .#.. rr~la::ah lau t P lo t 1 P l o t 1 P l o t 3 P l o t 4

    Pcsisir

    Gambar 4 Desain transek penelitian keanekaragalnan selnut pada lokasi Kab. Kolaka dan Muara Angke. zona Sonneratia (S), Rlzizoplzora (R), dan Bruguiera (B).

  • Teknik koleksi semut Koleksi selnut dilakukan antara pukul 09.00 sainpai dengan 12.00. Teknik

    koleksi yang digunakan adalah teknik pasif yaitu pemberian umpan (buit) keju dan teknik aktif yaitu lnenggunakan jaring (sweeping) dan penadah (beating) (Gambar 5). Teknik uinpan dilakukan dengan ineletakkan umpan pada cabang pohon, penggunaan teknik jaring serangga dengan cara jaring diayunkan disekitar dedaunan dan penggunaan teknik penadah dengan meneinpatkan kain putih berukuran 1 m2 di bawah tangkailranting pohon keinudian tangkailranting pohon dipukullgoyangkan (Yamane & Magata 1989; Agosti et a/. 2000; Gullan & Cranston 2005).

    Teknik ulnpan dimaksud untuk mendapatkan spesimen semut yang tertarik terhadap umpan. Uinpan diletakkan pada cabang pohon di setiap zona mangrove sebanyak S O titik secara acak dan pengalnbilan selnut dilakukan setelah 30 inenit. Koleksi semut inenggunakan jaring dan penadah dimaksud untuk mengoleksi seinut yang bersifat soliter, aktif bergerak pada batang, ranting, dan daun. Kedua teknik tersebut dilakukan tiga kali penga~nbilan disetiap zona mangrove selama 3- 5 menit. Semut dikoleksi lnenggunakan aspirator ke~nudian dimasukkan ke dala~n botol yang berisi alkohol 70% yang telah diberi label berdasarkan stasiun, zonasi, plot dan teknik koleksi. Identifikasi semut dan analisis data dilakukan di bagian Fungsi dan Perilaku Hewan, Departeinen Biologi, Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor dan Laboratoriurn Entomologi, Museum Zoologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

    Ga~nbar 5 Teknik koleksi semut: (a) umpan, (b) jaring, (c) penadah

  • Hasil koleksi semut kemudian diidentifikasi yang didahului dengan proses mounting (Gambar 6). Proses identifikasi dilakukan dengan menggunakan mikroskop stereo tipe Nikon SMZ 1000 yang dihubungkan dengan kamera digital Nikon FDX-35 dan diidentifikasi dengan menggunakan panduan The ZdentiJication Guide to the Ant Genera of the World (Bolton 1994).

    Gambar 6 Proses mounting semut (Gullan & Cranston 2005)

  • H A S I L

    Berdasarkan hasil identifikasi spesies semut pada vegetasi mangrove Kabupaten Kolaka dan Muara Angke ditemukan empat subfamili semut yaitu Dolichoderinae, Formicinae, Myrmicinae dan Pseudomyrmicinae dengan 23 spesies (Tabel 1).

    Tabel 1 Spesies semut yang dikoleksi pada mangrove Kolaka dan Muara Angke.

    No Subfamili Lokasi

    Spesies Kolaka M. Angke Sonnerolio Rhiiop1u)ro Br,rrrpaimo So,u,eratic

    1 Ochelellus sp. +

    2 Technon~yrmer sp. + + + 3 Dolichoderinae Turtleria sp. + 4 Tapinonla sp. + 5 Irido,n,yrnzer sp. + 6 Oecltophylla srnarogdim + + + 7 cn,npo,loll,s sp. + + + 8 Opisfl~opsis mayor Forel. + + 9 l:oreiophilirrs sp. + + + 10 Fomicinae Echbropla sp. + I I Pseudolasius sp. + + + 12 Cladornyr~~ta sp. + 13 Polyltochi.~ spl. + + 14 Polyrhachis sp2. + + 15 Polyrhachis bohoni 16 Cre,narogasler sp I . + + + 17 Crenralogasler sp2. i- + + 18 Myrmicinae Monomori~rm sp. + + + 19 Cardioco~~dyla sp. 20 iYasn~annia a~~ropawcrara + 21 Catoltlnc~rs sp. + 22 Pseudomyrmicinae Tcrraponerapuncrulafa + + + + 23 Terraponera sp. +

    J u n ~ l a h 11 15 10 I I

    Keterangan : + = dikoleksi; - = tidak dikoleksi.

  • Deskripsi morfologi semut pada vegetasi mangrove berdasarkan ciri morfologi yang teridentifikasi adalah sebagai berikut:

    Subfamili Dolichoderinae Ciri tubuh pada subfamili ini adalah memiliki satu ruas antara mesosoma

    dan gaster yang disebut petiole (p). Pada ujung hypopygium tidak ada acidopore (a) dan sting. Hypopygium pada sisi lateral tidak memiliki duri. Soket antena terletak dekat di belakang klipeus (c). Tergit pada helcium berbentuk U (Gambar 7). Pada Subfamili ini ditemukan semut Ochetellus sp. Technonzyrmex sp., Turneria sp., Tapinoma sp. dan Iridomyrnlex sp.

    a. Spesies Ochetellus sp. dengan ciri-ciri: Petiole berbentuk lurus, lebih rendah dan selalu tampak (Gambar 8). Kepala

    dan mesosoma biasanya pendek dan luas tidak memanjang, kulit tipis, sudut posterodorsal pada propodeum tidak tampak. Mandibula berbentuk triangular, propodeal spirakel disamping, adanya alur metanotal dan metathoracis spirakel dorsal. Rumus palp 6,4. Bentuk propodeum dengan lereng yang cekung .

    b. Spesies Technomyrnzex sp. dengan ciri-ciri: Petiole berbentuk sederhana dan tidak terlihat pada saat mesosoma dangan

    gaster pada bidang yang sama (Gambar 9). Bila dilihat dari dorsal, tergit berjumlah 5 dengan anal dan orifice terletak di bagian apical gaster. Mandibula memiliki gigi yang tajam.

    c. Spesies Turneria sp. dengan ciri-ciri: Bentuk petiole lurus, lebih rendah dan selalu tampak. Kepala dan

    mesosoma biasanya pendek dan luas tidak memanjang. Kulit tipis, terbentuk sudut posterodorsal pada propodeum. Posisi propodeal spirakel lebih keatas (Gambar 10).

    d. Spesies Tapinonla sp. dengan ciri-ciri: Petiole berbentuk sederhana dan terlihat agak membulat dan tidak terlihat

    pada saat mesosoma dan gaster pada bidang yang sama . Bila dilihat dari

  • dorsal, tergit berjumlah 4 dengan anal dan orifice terletak di bagian ventral (Gambar 11).

    e. Spesies Iridoinyrtnex sp. dengan ciri-ciri:

    Kepala biasanya pendek dan melebar, petiolc umumnya jarang membentuk tonjolan, madibula berbentuk segitiga, terdapat spirakel pada sisi atas metatorical propodeal, propodeum berbentuk cekung. Occipital pada bagian kepala berbentuk cekung. Mata tampak jelas pada agak kebelakang kepala (Gambar 12).

    Subfamili Formicinae Tubuh terdiri dari satu ruas antara mesosoma dan gaster yang disebut

    petiole (p), segmen pertama pada gaster bersatu dengan segmen kedua. Di ujung hypopygium terdapat acidopor berupa kerucut berlubang yang biasanya ditumbuhi barisan seta di tepiannya (Gambar 13a). Terkadang acidopor tertutup oleh pygidium dan tidak ditemukan sengat. Bila acidopor tersembunyi, maka soket antena terletak jauh di belakang tepian belakang klipeus (Gambar 13c). Pada subfamili ini ditemukan spesies 0. smaragdina, Camponatus sp., Ophisthopsis sp., Forelophilus sp., Echinopla sp., Pseudolasius sp., Cladoinyrma sp. dan Polyrhachis sp.

    a. Spesies 0. slnaragdina dengan ciri-ciri: Antena dengan 12 segmen. Mandibula berbentuk segitiga memanjang tidak

    melebar. Posisi soket jauh dibagian belakang klipeus. Petiole tereduksi memanjang dan puncaknya rendah (Gambar 14).

    b. Spesies Camponatus sp. dengan ciri-ciri: Antena dengan 12 segmen. Mandibula berbentuk segitiga rnemanjang tidak

    melebar. Posisi soket jauh di bagian belakang klipeus. Petiole memiliki nodus yang lurus. Mata sedang dan biasanya terletak dibagian belakang tengah kedua sisi kepala. Metathorical spirakel pada alithrunk biasanya berbentuk tuberculiform prominences yang terletak dibelakang. Ujung antena funikulus tidak berbentuk club. Terdapat metapleural gland orifice. Tergit pada gaster segmen pertama lebih

  • kecil, petiole tidak memiliki duri atau bergerigi. Mandibel dengan 5 gigi, membentuk suatu cuping sempit kedepan di atas mandibels (Gambar 15).

    c. Spesies Opislhopsis ntayor Fore1 dengan ciri-ciri: Antena dengan 12 segmen. Mandibula berbentuk segitiga memanjang tidak

    melebar. Posisi soket jauh dibagian belakang klipeus. Petiole memiliki nodus yang lums (Gambar 16). Mata sangat besar yang letaknya di bagian samping belakang kepala. Spesies ini merupakan new record untuk wilayah mangrove di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Beberapa penelitian sebelumnya yang telah dilakukan di wilayah mangrove tidak menemukan spesies ini. Wilayah distribusi spesies ini adalah daerah savanna dan ditemukan di bagian dasar vegetasi dan arboreal (Anderson dasn Clay 1996).

    d. Spesies Forelophilzrs sp. dengan ciri-ciri: Antena dengan 12 segmen (Gambar 17). Mandibula berbentuk segitiga

    memanjang tidak melebar. Posisi soket jauh dibagian belakang klipeus. Petiole memiliki nodus yang lurus. Mata sedang dan biasanya terletak dibagian belakang tengah kedua sisi kepala. Metathorical spirakel pada alithrunk berbentuk tuberculifornt pro~ninences yang terletak dibelakang, pronotum dan node petiole tidak memiliki duri.

    e. Spesies Echinopla sp. dengan ciri-ciri: Antena dengan 12 segmen. Mandibula berbentuk segitiga memanjang tidak

    melebar (Gambar 18). Posisi soket jauh dibagian belakang klipeus. Petiole memiliki nodus yang lums. Mata sedang dan biasanya terletak dibagian belakang tengah kedua sisi kepala. Metathorical spirkel pada alithrunk biasanya berbentuk tu6erculiform prontinences yang terletak dibelakang. Ujung antena funikulus tidak berbentuk club. Terdapat metapleural gland orifce. Tergit pada gaster segmen pertama besar.

    f. Spesies Pseudolasius sp. dengan ciri-ciri: Antena dengan 12 segmen. Mandibula berbentuk segitiga memanjang tidak

    melebar (Gambar 19). Posisi antenna1 soket pendek dibagian belakang klipeus, metapleuron memiliki jarak dengan metapleural gland orifice dan spirakel

  • propodeal berada di atas coxa di bagian belakang. Palpus maksila 4 segmen. Pada alithrunk bentuk mesonotum dan anepisternum bersama-sama membentuk segitiga yang jelas.

    g. Spesies Cladomyrma sp. dengan ciri-ciri: Antena 8 segmen. Antena scape, jika ditelungkupkan posisinya ditengah agak

    diatas posisi mata (Gambar 20). Ujung garis tepi rahang bawah dengan 4 gigi.

    h. Genus Polyrhchis dengan ciri-ciri: Pada genus ini ditemukan tiga spesies yaitu Polyrhachis spl . (Gambar 21),

    Polyrhachis sp2 (Gambar 22). dan Polyrhachis sp3 (Gambar 23). Ciri-ciri genus ini adalah antena dengan 12 segmen. Mandibula berbentuk segitiga memanjang tidak melebar. Posisi soket jauh dibagian belakang klipeus. Petiole memiliki nodus yang lurus. Mata sedang dan biasanya terletak dibagian belakang tengah kedua sisi kepala. Metathorical spirakel pada alithrunk biasanya berbentuk tuberculiform prominences yang terletak dibelakang. Ujung antena funukulus tidak berbentuk pemukul. Tidak ada metapleural gland orifice. Tergit segmen pertama gaster besar. Tergit pertama berjarak panjang dengan yang kedua. Ada duri pada pronotum, propedium, petiole dua atau seluruhnya. Perbedaan yang terlihat dari ketiga spesies adalah posisi duri pada petiole (datar, menjulang dan pendek), warna gaster (hitam dan merah) dan integumen tubuh (kasar dan halus).

    Subfamili My rmicinae Tubuh terdiri dari dua ruas antara mesosoma dan gaster yaitu petiole (a) dan

    post petiole (b) (Gambar 24). Permukaan pygidium selalu cembung dan tidak diterdapat senjata pada daerah lateral atau bagian belakang dengan duri-duri pendek. Tidak terdapat frontal lobes (c), antenna1 soket terlihat sempurna dipermukaan wajah. Mata ada dan menyolok dengan banyak ommatidia (d). Tidak terbentuk jelas atau tidak ada sutura promesonotal (e), tibia paling belakang memiliki taji pada ujungnya.

  • Pada Subfamili ini terdiri dari genus : a. Genus Crematogaster dengan ciri-ciri:

    Pada genus ini ditemukan dua spesies yaitu Crematogaster spl (Gambar 25) dan Crematogaster sp2. (Gambar 26). Ciri-ciri genus ini adalah tidak ada antenal scrobes atau ada tetapi berada diatas mata. Pospetiole bersambung dengan permukaan segmen pertama gaster bagian dorsal. Mata tampak jelas. Perbedaan kedua spesies adalah integumen Crematogaster spl. lebih kasar dan warnanya lebih gelap dibandingkan Crematogaster sp2.

    b. Spesies Monomorium sp. dengan ciri-ciri:

    Antena 11 ruas. Bagian atas kepala tanpa alur dan tanpa antenal scrobes. Petiole tanpa peduncule, petiole lebih besar dibandingkan postpetiole. Propodeum tidak memiliki duri, datar dan membulat (Gambar 27).

    c. Spesies Cataulacus sp. dengan ciri-ciri: Terdapat antenal scrobes dan mata bearada di bagian bawah garis tepi atas

    antenal scrobes. Antena memiliki 11 mas. Tanpa peduncle bagian depan petiole. Bagian depan gaster bergabung dengan tergit pertama (Gambar 28).

    d. Spesies Cardiocandyla sp. dengan ciri-ciri: Tidak ada antenal scrobes. Bagian atas kepala tidak membumbung. Petiole

    tidak rata, menlbentuk tangkai dan membengkak. Postpetiole berhubungan langsung dengan permukaan gaster segmen pertama. Antena 12 Segmen dan pada ujung antend membentuk 2 segment club (Gambar 29).

    e. Spesies Wasmannia auropunctata dengan ciri-ciri: Terdapat antenal scrobes yang luas. Postpetiole berhubungan langsung

    dengan permukaan gaster segmen pertama Pada ujung antena terdapat dua segmen yang membesar membentuk pemukut. Klipeus terletak agak ke depan dan cembung. Antenal dengan 11 segmen (Gambar 30).

    Subfamili Pseudomyrmicinae Tubuh terdiri dari dua ruas antara mesosoma dan gaster yaitu petiole (a) dan

    post petiole (b). Permukaan pygidium selalu cembung dan tidak terdapat senjata

  • pada daerah lateral atau bagian belakang dengan duri-duri pendek. Tidak terdapat frontal lobes (c), antennal soket terlihat sempuma dipermukaan wajah Mata ada dan menyolok dengan banyak ommatidia. Ada promesonotal sutura (d), garis tepi dibagian belakang clypeus tidak memproyeksikan antara antennal soket (Gambar 3 1).

    Ciri Subfamili Pseudomyrmicinae: Genus Tetraponera .

    Pada genus ini ditemukan dua spesies yaitu T. punctulatu dan Tetraponera spl. Ciri-ciri dari genus ini adalah antena dengan 12 segmen. Tepi rahang tanpa duri, mata lebih luas. Perbedaan yang nampak dari kedua spesies adalah ukuran tubuh T. puctulatu (Gambar 32) lebih kecil dan warna tubuh hitam sedangkan untuk spesies Tetraponera spl (Gambar 33). Ukuran tubuhnya lebih besar dan wama mesosoma, petiole dan postpetiole lebih cerah.

  • Gainbar 7 Ciri Subfainili Dolichoderinae

    Gambar 8 Oclze/e//us sp.: (a) sisi anterior, (b) sisi lateral

    Gainbar 9 Technonzymzes sp.: (a) sisi anterior, (b) sisi lateral

    Galnbar 10 Turneria sp.: (a) sisi anterior, (b) sisi lateral

    Gambar 11 Tapino7?zu sp.: (a) sisi anterior, (b) sisi lateral

  • Gambar 12 Iridornyrine-x ssp.: (a) sisi anterior, (b) sisi lateral

    Galnbar 13 Ciri Subfamili For~nicinae

    Ga~nbar 14 0. sniaragdinu: (a) sisi anterior, (b) sisi lateral

    Gambar 15 Culnponotus sp.: (a) sisi anterior, (b) sisi lateral

    Gambar 16 Opisrhopsis rnuyor Forel: (a) sisi anterior, (b) sisi lateral

  • Gambar 17 Foreloplzilus sp.: (a) sisi anterior, (b) sisi lateral

    Gambar 18 Eclzinoplu sp.: (a) sisi anterior, (b) sisi lateral

    Gambar 19 Pseudolusius sp.: (a) sisi anterior, (b) sisi lateral

    -

    Garnbar 20 Cludo~~zyrr~zu sp.: (a) sisi anterior, (b) sisi lateral

    Gambar 21 Polyrhuclzis spl.: (a) sisi anterior, (b) sisi lateral

  • Gambar 22 Polyrhuclzis sp2.: (a) sisi anterior, (b) sisi lateral

    Galnbar 23 Polyrhuclzis bolzoni: (a) sisi anterior, (b) sisi lateral

    Ga~nbar 24 Ciri Subfainili Mynnicinae

    Gambar 25 Cre~?zatoguster spl.: (a) sisi anterior, (b) sisi lateral

    Gainbar 26 Crenzatoguster sp2.: (a) sisi anterior, (b) sisi lateral

  • Gambar 27 Mononzoriut~z sp.: (a) sisi anterior, (b) sisi lateral

    Ga~nbar 28 Cutuuluct~s sp.: (a) sisi anterior, (b) sisi lateral

    Gainbar 29 Cardiocundylu sp.: (a) sisi anterior, (b) sisi lateral

    Gambar 30 lYusr?zunniu uuropunctutu: (a) sisi anterior, (b) sisi lateral

    Galnbar 3 1 Ciri Subfalnili Pseudoinyrinicinae

  • Gambar 32 T. punctula/a: (a) sisi anterior, (b) sisi lateral

    Gambar 33 Tetraponeru sp.: (a) sisi anterior, (b) sisi lateral

    SIMPULAN

    Semut-semut yang ditelnukan pada vegetasi mangrove Kabupaten Kolaka dan Muara Angke inemilih persamaan khususnya pada pohon Sonneratia. Semut- semut yang dikoleksi sama adalah Teclznonzyr~izex sp., Foreloplzilus sp., Polyraclzis spl ., (:re~?ratogcister spl ., Crenzutogaste~ sp2. dan Tetraponera punctuluta.

    Pada vegetasi mangrove Icabupaten Icolaka subfainili Dolichoderinae dikoleksi tiga spesies, Forrnicinae dikoleksi sepuluh spesies, Myrrnicinae dikoleksi enam spesies, Pseudolnyrmicinae dikoleksi satu spesies serta dikoleksi selnut Opkistopsis nzayor Forel. yang inerupakan spesies new record pada vegetasi mangrove Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Pada vegetasi inangrove Muara Angke subfamili Dolichoderinae dikoleksi dua spesies, Formicinae dikoleksi tiga spesies, Myrmicinae dikoleksi ernpat spesies dan Pseudomynnicinae dikoleksi dua spesies.

  • 3. STRUKTUR DAN KOMPOSISI SPESIES SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA VEGETASI

    MANGROVE

    Semut merupakan salah satu kelompok serangga yang dominan di daerah tropis (Kempf 1964; Agosti ei al. 2000)). Jumlah genus semut yang teiah dideskribsi sebanyak 296 genus dengan wilayah distribusi meliputi Paleartic, Afrotropical, Malagasy, Oriental, Indo-Australia, Australian, Neartic dan Neotropical. Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki keanekaragaman semut yaitu sekitar 126 genus dari 296 genus dan sembilan subfamili dari 16 subfamili yang diketahui (Bolton 1994).

    Keanekaragaman spesies menggambarkan kekayaan spesies (McGeoch 1988). Keanekaragaman spesies secara umum dapat menjelaskan tentang komposisi, kelirnpahan, dominansi, kemerataan penyebaran spesies berdasarkan data penelitian (Magurran 1988). Distribusi atau sebaran spesies semut disetiap habitat sangat dipengaruhi oleh ketersediaan surnber makanan, daerah pembuatan sarang serta daerah jelajah. Aktifitas manusia juga mempengaruhi keberadaan semut (Graham et al. 2004). Beberapa spesies semut hahkan telah beradaptasi dengan keberadaan manusia. Beberapa semut hersifat invasif dan sering membuat sarang disekitar lokasi aktifitas manusia.

    Semut merupakan serangga yang lebih maju dalam evolusinya sehingga sukses dalam beraktifitas yaitu dapat berperan sebagai predator, scavenger, herbivora, detritivor serta memiliki peranan yang unik dalam interaksinya dengan organisme lain seperti tumbuhan atau serangga lain pada habitatnya (Holdobler & Wilson 1990). Pada daerah teresterial semut membuat sarang di tanah, hebatuan, kayu lapuk, dan dalam serasah (Holldober & Wilson 1990; Taylor 1991). Pada daerah tropis khususnya pada mangrove semut umumnya berada pada bagian arboreal yaitu pada daun, batang, dan ranting bahkan bersimbiosis dengan beberapa pohon yang dapat membuat kondisi semut menjadi terlindungi.

    Vegetasi mangrove sangat memungkinkan ditemukan berbagai serangga termasuk semut karena ditumbuhi berbagai jenis pohon yang bervariasi. Jenis,

  • karakter dan habitat pohon pada vegetasi mangrove sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang berkadar garam, jenuh air, kondisi tanah yang tidak stabil dan anaerob (Bengen 2000). Beberapa jenis pohon pada vegetasi mangrove sangat mempengaruhi keberadaan fauna serangga khususnya semut. Spesies semut 0. snzaragdina, Cremalogaster sp., Canzponotus sp., Tetraponera punctulata, Tapinonla sp. dan Moi~omorium sp. adalah semut yang sudah teridentifikasi pada pohon Sonneratia mielsen 1997). Semut 0. snzaragdina juga ditemukan pada pohon Rhizophora niucronata (Offenberg et al. 2004). Semut Polyrhachis conslricta dan P. socolova ditetnukan membuat sarang pada bagian akar dari pohon Rhizophora (Andersen & Clay 1996; Nielsen 1997).

    Teknik koleksi yang umum dilakukan untuk mengoleksi dan mendapatkan data tentang keanekaragaman semut umumnya dilakukan dengan teknik umpan atau piflail trap (Agosti el al. 2000, Gullan & Cranston 2005). Namun, kondisi daerah mangrove yang sering digenangi oleh air laut dan keadaan daerah dasar vegetasi yang tidak stabil tidak memungkinkan dilakukan teknik koleksi seperti pitfall trap di daerah dasar vegetasi. Variasi teknik koleksi seperti penggunaan umpan, jaring, dan panadah sangat mendukung pada kondisi mangrove, ha1 ini berhubungan dengan sifat biologi beberapa semut yaitu soliter dan umumnya berada di bagian arboreal.

    Berdasarkan informasi di atas, maka tujuan penelitian ini adalah (1) mempelajari keanekaragaman, dominansi, kemerataan dan prediksi kelimpahan semut berdasarkan habitat vegetasi mangrove, (2) mempelajari beberapa teknik koleksi semut pada vegetasi mangrove, dan (3) mempelajari jejaring ekologi pada vegetasi mangrove.

  • BAHAN DAN METODE

    Analisis Hasil identifikasi semut pada mangrove Kabupaten Kolaka dan Suaka

    Margasatwa Muara Angke ( Bab 2 ) dikelompokan berdasarkan stasiun pengambilan semut dan teknik koleksi. Frekuensi pengambilan sa~npel berdasarkan tiga teknik koleksi disetiap jenis pohon diseluruh stasiun Kabupaten Kolaka adalah 27 kali dan pada stasiun Suaka Margasatwa Muara Angke adalah 3 kali. Data hasil identifikasi semut dikelompokan dan dianalisis berdasarkan: 1. Analisis keanekaragaman semut dengan menggunakan software Primer 5 for

    Windows ver 5.1.2 untuk menghitung : a. Indeks Shannon Wiener (H') untuk mengetahui keanekaragaman semut

    pada vegetasi mangrove. b. lndeks dominansi Simpson (D') untuk mengetahui semut yang

    mendominasi vegetasi mangrove. c. Indeks kemerataan Evenness (E') untuk mengetahui kemetraan individu

    semut pada vegetasi mangrove. 2. Analisis Spesies Abundance-based Coverage Esinzates (SACE) untuk

    memprediksi kelimpahan spesies semut dan analisis Spesies Incidence-based Coverage Esimafes (SICE) untuk memprediksi kekayaan spesies semut berdasarkan data presence-absence pada vegetasi mangrove dengan menggunakan software Estimates Win 7.52.

    3. Analisis kesamaan Sorensen (IS) untuk mengetahui kesamaan spesies semut pada vegetasi mangrove (Magurran 1988).

    4. Jumlah individu semut pada pohon Sonneratia, Rhizopohra, dan Bruguiera pada vegetasi mangave dikategorikan dalam enam kategori skor yaitu: skor 0 = 0 individu; skor 1 = I individu; skor 2 = 2-10 individu; skor 3 = 11-20 individu; skor 4 = 21- 50 individu; skor 5= > 51 individu (Andersen & Clay 1996).

    Mengidentifikasi beberapa arthropoda dan serangga lain yang ikut terkoleksi dengan menggunakan teknik jaring dan penadah. Identifikasi Arthropoda dan serangga lain dilakukan sampai pada tingkat Ordo (Borror et al. 1989).

  • H A S I L

    Kondisi Lokasi Penelitian d i Kabupaten Kolaka

    Vegetasi mangrove Kabupaten Kolaka umumnya di tumbuhi oleh pohon jenis Sonneratia, Rhizophora dan Bruguiera. Jenis pohon Sonnerafia tumbuh pada bagian depan pesisir pantai yang berhadapan langsung dengan laut. Substrat tempat tumbuh pohon tersebut adalah pasir berbatu. Jenis pohon Rhizophora adalah jenis pohon mangrove yang tumbuh pada daerah pertengahan dengan subshat berlumpur. Daerah yang lebih mengarah ke darat pada umumnya tumbuh pohon Biuguiera, namun jumlah pohon tersebut sudah semakin berkurang karena mengalami eksploitasi oleh masyarakat untuk dijadikan lahan tambak. Kondisi iklim dan cuaca pada waktu pengambilan sampel adalah cerah dengan kisaran suhu antara 2 6 , 5 ' ~ sampai dengan 32,9'C dan kisaran kelembaban udara adalah J- 68% dipagi hari dan * 36% disiang hari.

    Keanekaragaman, dominansi, dan kemerataan spesies semut pada mangrove ~ a b u ~ a t e n ~ o i a k a .

    Berdasarkan hasil koleksi di tiga stasiun pada mangrove Kabupaten Kolaka, dikoleksi empat subfamili semut yaitu Dolichoderinae, Formicinae, Myrmicinae dan Pseudomyrmicinae dengan jumlah 18 spesies (Tabel 2). Dari keempat subfamili, Formicinae dikoleksi lebih banyak yaitu sembilan spesies semut, Myrmicinae dikoieksi empat spesies semut, Dolichoderianae dikoleksi empat spesies semut dan Pseudomyrmicinae dikoleksi satu spesies semut.

    Pada umumnya semut yang dikoleksi di tiga stasiun pada mangrove Kabupaten Kolaka adalah spesies semut yang sama yaitu semut 0. sniaragdina, Camponolus sp., 0pisfhopsi.s sp., Polyrhachis sp., Crematogaster sp., Monoinoriun~ sp., dan Tetraponerapunclulata. Namun, ada beberapa semut hanya dikoleksi pada stasiun tertentu (Tabel 2). Semut Ochetellus sp. hanya dikoleksi pada stasiun Latambaga, semut Wasmannia sp. hanya dikoleksi pada stasiun Samaturu, semut Tztrneria sp. dan Cladomyrn~a sp. hanya dikoleksi pada stasiun Wolo.

  • Pada vegetasi mangrove Kabupaten Kolaka beberapa semut terdistribusi diseturuh jenis pohon Sonneratia, Rhizophora dan Bruguiera seperti semut 0. smaragdina, Camponotus sp., Pseudolasius sp., Cremafogaster sp., Mononiorium sp., dan Tefraponera punctulata. Namun ada beberapa spesies semut juga dikoleksi pada satu atau dua jenis pohon. Semut Cladomyrnza sp. adalah semut yang hanya dikoleksi pada pohon Sonneratia. Semut Ochetellus sp., Turneria sp., Iridomyr~i~ex sp., Echinopla sp. dan Wasmannia sp. adalah semut yang hanya dikoleksi pada pohon Rhizophora. Sedangkan pada pohon Bruguiera tidak ditemukan spesies semut khusus. Semut 0. smaragdina, Cremafogaster sp. dan Mononioriuni sp. merupakan semut yang memiliki kelimpahan tinggi disemua lokasi dan semua jenis pohon. Semut Pseudolasius sp. dikoleksi melimpah hanya pada stasiun Wolo (Tabel 2).

  • Tabel 2 Ju~nlah semut yang dikoleksi pada pohon Sonneratia, Rhizophora dan Bruguiera pada tiga stasiun di Kabupaten Kolaka dengan menggunakan tiga teknik.

    Stasiun Pohon Teknik No Subfamili Spesies Latambaga Samaturu Wolo Sonnemfia Rhizophoru Bnr~~r iera Umpan Jaring Penadah Jumlah

    1 Dolichoderiliae OchefeNas sp. 17 0 0 0 17(3) 0 17(3) 0 0 17 2 Techno,ny,me,r sp. 0 I 68 68(5) 0 0 0 69(5) 69 3 Trrrneria sp. 0 0 2 0 2 0 ) 0 0 2(2) 0 2 4 Iridomyrmex sp. 0 1 I 0 2(2) 0 0 2 5 Formicinae 0.smaragdina 570 699 760 1 146(5) 525(5) 358(5) 1419(5) 330(5) 280(5) 2029 6 Compono~~rs sp. 8 I I 20 20(3) 7(2) 12(3) 35(4) 4(2) 0 39 7 Opislhopsis mayor Forel. 8 15 2 0 17(3) 8(2) I ( ] ) 8(2) 25 8 Forelophillrrs sp. 3 2 0 3(2) 2(2) 0 2(2) 0 3(2) 5 9 Echinopla sp. 0 7 5 0 120) 0 2(2) 9(2) ](I) 12 10 Pselrdolasi~rs sp. I 0 1221 2(2) 1217(5) 3(2) 1 196(5) 5(2) 2 1(4) 1222 I I Cladomp~a sp. 0 0 36 36(4) 0 0 36(4) 0 0 36 12 Polyrhachis sp I. 2 3 2 ](I) 0 6(2) 0 4(2) 3(2) 7 13 Polyrhachis sp2. 1 1 3 0 4(2) 0 3(2) 2(2) 5 I4 ivlyrmicinae C~emofogasfer sp I . 759 1355 206 1934(5) 28(4) 358(5) 1439(5) 491(5) 390(5) 2320 15 Crea~arogasrer sp2. 106 219 210 401(5) 103(5) 31(4) 278(5) 145(5) 112(5) 535 16 iC/onomo~inm sp. 176 136 34 85(5) 106(5) 155(5) 345(5) 0 ](I) 346 17 CYasrnannia o~rrop~rncfa~a 0 I 0 0 l(1) 0 0 0 l(1) I 18 Pseudomyrmicinae T. prrnct~rlata 58 99 I I 145(5) 1 8(3) 5(2) 123(5) 15(3) 30(4) 168

    Z: Tota individu 1714 2545 2581 6840 ): Spesies 12 14 15 1 1 16 10 12 12 14 18

    Keterangan : ( ) nilai skor

  • Gambar 34 Grafik distribusi semut pada pohon Sonneratia, Rhizophora dan Bruguiera di mangrove Kabupaten Kolaka.

    Analisis keanekaragaman semut disetiap stasiun penelitian berdasarkan nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H') adalah 1,372; 1,2S dan 1,433 berturut-turut untuk indeks keanekaragaman semut di stasiun Latambaga, Samaturu dan Wolo. Hasil ini menyatakan bahwa keanekaragaman semut di tiga statsiun pada lokasi Kabupaten Kolaka dikategorikan keanekaragaman sedang karena diperoleh nilai 1

  • Tabel 3 Nilai indekiD', IT dan E' semut di setiap stasiun pada lokasi Kabupaten Kolaka.

    Indeks Nilai indeks Latambaga Samaturu Wolo Mangrove Kolaka

    H' 1,372 1,28 1,433 1,65 D' 0,324 0,369 0,325 0,244 E' 0,552 0,485 0,529 0,571

    Keterangan: H' = indeks Shannon-Wiener, D' = indeks Simpson, E' = indeks Evenness

    Estimasi kelimpahan spesies semut pada mangrove Kabupaten Kolaka

    Jumlah semut berdasarkan hasil observasi pada stasiun Latambaga, Samaturu dan Wolo berturut-turut 12, 14 dan 15 spesies (Tabel 2). Hasil analisis dengan menggunakan analisis SACE memperlihatkan bahwa persentase prediksi kelimpahan semut pada stasiun Latambaga, Samaturu dan Wolo berturut-turut adalah 87,02; 65,51; dan 97,21% (Tabel 4). Persentase prediksi kekayaan spesies semut berdasarkan SICE pada stasiun Latambaga, Samaturu dan Wolo berturut- turut adalah 67,85; 74,39; dan 67,33%. Persentase tersebut memperlihatakan presence-absence spesies semut yang dikoleksi. Secara keseluruhan pada mangrove Kabupaten Kolaka, persentase kelimpahan dan keberadaan spesies semut dengan menggunakan analisis SACE dan SICE masih tergolong baik dan cukup tinggi yaitu 97,51% dan 84,99%.

    Tabel 4 Estimasi kelimpahan semut di setiap stasiun pada lokasi Kabupaten Kolaka.

    Stasiun N Sobs S ACE %ACE S ICE %ICE Latambaga 1714 12 13,79 87,02 17.18 69.85

    -

    Samaturu 2545 14 21i37 65;51 18182 74i39 Wolo 2581 15 15,43 97,21 22,28 67,33 Kolaka 6840 18 18,46 97,51 21,18 84,99

    Keterangan: N = jumlah indivudu; Sobs= jumlah semut hasil obeservasi; S ACE = predisi kelimpahan semut; S ICE = prediksi presence-absence spesies semut; % = persentase spesies hasil observasi dengan spesies hasil prediksi.

  • Nilai estimasi yang didapatkan berdasarkan andisis SACE dan SICE memperlihatkan fluktuasi nilai jumlah spesies semut. Fluktuasi tersebut terlihat pada kisaran pengoleksian 1 sampai 4. Prediksi terhadap keanekaragaman dan kekayaan spesies semut akan lebih baik jika fiekuensi koleksi dilakukan lebih banyak (Gambar 35).

    --

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021222324252627

    Frekuensi koleksi

    Gambar 35 Kurva akumulasi spesies semut pada mangrove Kabupaten Kolaka

    Kondisi Lokasi Penelitian di Muara Angke

    Vegetasi mangrove Suaka Margasatwa Muara Angke didominasi oleh jenis pohon Sonneratia caseoaris. Iklim dan cuaca pada waktu pengambilan sampel dengan kondisi cerah. Kisaran suhu pada lokasi pengambilan sampel antara 30,8O~ sampai dengan 42,1c dan kisaran kelembaban udara adalah * 78% di pagi hari dan * 37% di siang hari.

    Keanekaragaman, dominansi dan kemerataan spesies semut pada mangrove Suaka Margasatwa Muara Angke

    Berdasarkan hasil koleksi semut pada stasiun Suaka Margasatwa Muara Angke, dikoleksi empat subfamili yaitu Dolichoderinae, Formicinae, Myrmicinae dan Pseudomyrmicinae dengan jumlah 1 1 spesies. Subfamili Dolichoderinae dikoleksi dua spesies semut, Formicinae dikoleksi tiga spesies semut, Mynnicinae dikoleksi empat spesies sernut dan Pseudomyrmicinae dikoleksi dua spesies semut. Semut Polyrhachis, Cremajogasjer dan Tetraponera masing-masing dikoleksi dua spesies yaitu Polyrhachis sp2., Polyrhachis bohoni, Crematogastet.

  • spl., Crematogaster sp2., T. punctulata, Tetraponera sp. Semut yang memiliki jumlah melimpah adalah Cardiocandyla sp. dan Crematogaster sp. (Tabel 5).

    Tabel 5 Jumlah semut yang di koleksi pada pohon Sonneratia stasiun SMMA.

    No Subfamili Spesies Teknik x umpan jaring penadah

    1 Dolichoderinae Technomyrmex sp. 80 0 3 83 2 Tapiriorna sp. 25 3 4 32 3 Formicinae Forelophillus sp. 9 2 0 11 4 Polyrhachis sp2. 3 5 8 16 5 Polyrhachis bohoni 0 1 2 3 6 Myrmicinae Cardiocandyla sp. 392 7 3 402 7 Crematogaster sp I . 224 28 54 306 8 Cremalogaster sp2. 149 16 3 168 9 Catazrlacus sp. 6 4 0 10 10 Pseudomyrmicinae T. Punctulata 10 16 5 31 11 Terraporiera sp. 0 2 0 2

    1 Spesies 9 10 8 11

    Berdasarkan analisis indeks Shannon-Wiener (H') diperoleh nilai indeks keanekaragaman pada vegetasi mangrove Suaka Margasatwa Muara Angke adalah 1,608. Hasil ini menyatakan bahwa keanekaragaman semut pada vegetasi mangrove Suaka Margasatwa Muara Angke dikategorikan keanekaragaman sedang karena memiliki nilai 1

  • 35

    Tabel 6 Nilai indeks D', H' dan E' semut pada pohon Sonneratia stasiun SMMA.

    Indeks Nilai indeks H' 1,608

    Keterangan: H' = indeks Shannon-Wiemer, D' = indeks Simpson, E' = indeks Evenness.

    Estimasi kelimpahan semut pada mangrove Suaka Margasatwa Muara Angke.

    Hasil analisis dengan menggunakan analisis estimasi memperlihatkan bahwa persentase prediisi kelimpahan berdasarakan SACE semut pada stasiun Suaka Margasahva Muara Angke adalah 100% dan persentase prediksi keberadaan spesies semut berdasarkan SICE adalah 95,99%. Persentase tersebut menggambarkan bahwa prediisi kelimpahan semut pada mangrove Suaka Margasatwa Muara Angke adalah stabil sesuai hasil observasi dan prediksi keberadaan semut yang masih tinggi.

    Tabel 7 Estimasi kelimpahan semut pada stasiun SMMA.

    Stasiun N Sobs SACE %ACE SICE %ICE

    Muara Angke 1064 11 11 100 11,46 95,99

    Keterangan: N = jumlah indivudu; Sobs= jumlah semut hasil obesewasi; S ACE = prediksi kelimpahan semut; S ICE = prediksi presence-absence spesies semut; % = persentase spesies h a i l obsewasi dengan spesies hasit prediksi.

    Nilai estimasi yang didapatkan berdasarkan analisis SACE dan SICE memperlihatkan prediksi yang lebih sempuma. Hal tersebut disebabkan karena habitat tempat melakukan koleksi sangat terbatas yaitu hanya pada tanaman Sonneratia dengan frekwensi koleksi yang cukup maksimal. (Gambar 35).

  • L___ 0 1 2 3

    Frekuensi koleksi

    Gambar 36 Kurva akumulasi spesies semut pada mangrove Muara Angke

    Kesamaan Semut pada Habitat Mangrove Kabupaten Kolaka dan Muara Angke.

    Persamaan dan perbedaan hasil koleksi semut digambarkan antara jenis pohon yaitu Sonneratia, Rhizophora dan Bruguiera serta antara lokasi yaitu mangrove Kabupaten Kolaka dan Muara Angke. Persamaan dan perbedaan semut dapat digambarkan dengan melakukan analisis indeks Sorensen (IS). Variabel yang menjadi pembanding adalah semut yang hanya dikoleksi pada satu habiatat'lokasi tertentu (A atau B) dan semut yang dikoleksi dengan spesies yang sarna pada dua habitattlokasi (C). Nilai indeks Sorensen yang tinggi antara habitat yang dibandingkan mengindikasikan banyaknya persamaan semut yang mendiami habitat'lokasi. (Tabel 8).

    Tabel 8 Indeks Sorensen semut antara pohon Sonneratia, Rhizopora dan Bruguiera pada lokasi Kabupaten Kolaka.

    Jenis Pohon A B C IS (A) (B)

    Sonneratia + Rhizophora 2 7 9 2 Sonneratia + Bruguiera 3 2 8 3.2 Rhizophora + Bruguiera 7 1 9 2.25

  • Beberapa semut yang dikoleksi sama antara mangrove Kabupaten Kolaka dan mangrove Muara Angke khususnya pada pohon Sonneratia adalah semut Technomyrmex sp., Forelophillus sp., Crematogaster spl., Crematogaster sp2., T. punctulata. Kedua lokasi masing-masing mengoleksi semut sebanyak I1 spesies.

    Selain memiliki persamaan, beberapa spesies semut juga dikoleksi berbeda antara kedua lokasi. Semut 0. smaragdina, Camponotus sp., Pseudolasius sp., Cladomyrma sp., Polyrhachis spl., dan Monomorium sp. adalah semut yang dikoleksi pada pohon Sonneratia mangrove Kabupaten Kolaka, sedangkan semut Tapinoma sp., Polyrhachis sp2., Polyrhachis bohoni, Cardiocandyla sp., Cataulacus sp., dan Teh~aponera spl. adalah semut yang dikoleksi pada pohon Sonneratia pada mangrove Muara Angke.

    Tabel 9 Indeks Sorensen semut pada pohon Sonneratia Kabupaten Kolaka dan Muara Angke.

    Pohon Sonneratia A B C IS

    Kolaka (A) + Muara Angke (B) 5 5 6 1.2

    Efektifitas Penggunaan Teknik Koleksi Semut

    Pada daerah arboreal khususnya pada vegetasi mangrove beberapa semut dapat dikoleksi dengan menggunakan teknik koleksi umpan, jaring dan penadah seperti semut 0. smaragdina, Crematogaster sp, Pseudolasius sp.. dan T. punctulata. Namun, ada beberapa semut hanya dapat dikoleksi dengan satu atau dua teknik koleksi. Beberapa semut dikoleksi secara khusus pada pohon tertentu dengan teknik tertentu. Semut Ochetellus sp. hanya dikoleksi pada pohon Rhizophora dengan menggunakan teknik koleksi umpan, semut Turneria sp. hanya dikoleksi pada pohon Rhizophora dengan menggunakan teknik koleksi jaring, semut Echinopla sp. hanya dikoleksi pada pohon Rhizophora dengan menggunakan teknik koleksi umpan, jaring dan penadah, Cladomyrma sp. dikoleksi pada pohon Sonneratia sp. dengan menggunakan teknik koleksi umpan dan Wasmannia auropunctata dikoleksi pada pohon Rhizophora sp. dengan menggunakan teknik koleksi penadah.

  • Hasil koleksi semut tersebut memperlihatkan pengaruh teknik koleksi pasif (umpan) dan aktif (jaring dan penadah) terhadap jumlah koleksi. Dari hasil koleksi terlihat perbedaan semut yang dikoleksi dengan menggunakan umpan dan bukan umpan (Tabel 10).

    Tabel 10 Jumlah semut yang diioleksi dengan teknik koleksi urnpan dan bukan umpan berdasarkan skor pada lokasi Kabupaten Kolaka dan Muara Angke.

    Nilai Skor No Subfnmili Spesies Kolaka Muara Angke

    bukan bukan Umpan umpan umpan umpan

    1 Ochetellus sp. 3 0 0 0 2 Technomyrmex sp. 0 5 5 2 3 Dolichoderinae Tapinonlo sp. 0 0 4 2 4 Tzwneria sp. 0 2 0 0 5 Iridotnyrmex sp. 0 2 0 0 6 0. snzarugdina 5 5 0 0 7 Componottrs sp. 4 2 0 0 8 Opisllzolxis nrayor Forel I 4 0 0 9 I;orelophilltts sp. 2 2 2 2 10 Fomicinae Echinopla sp. 2 2 0 0 I I Pse~idolosius sp. 5 4 0 0 12 Clodomyrmo sp. 4 0 0 0 13 I'olyrlrochis spl . 0 2 0 0 14 Po1.vrhachis sp2. 0 2 2 3 15 Polyrhachis sp3. 0 0 0 2 I6 Cardiocandylo sp. 0 0 5 2 17 Crematogaster sp I . 5 5 5 5 18 Myrmicinae Crenzatogartrr sp2. 5 5 5 3 19 Cotaulacrrs sp. 0 0 2 2 20 Monomorittnr sp. 5 1 0 0 2 1 IVosr~ta~tnia o!rroprinctata 0 1 0 0 22 Pseudom)~micinae T pr~nctuloto 5 4 2 4 23 Tetroponera sp. 0 0 0 2

    7. Spesies I2 16 9 I1 70 66.7 88,9 81,2 100

    Persentase hasil koleksi semut pada mangrove Kabupaten Kolaka dan Muara Angke diperoleh dari hasil perbandingan jumlah semut yang dikoleksi dengan teknik koleksi tertentu dengan jumlah total semut secara keseluruhan diwilayah pengambilan sampel. Pada lokasi Kabupaten Kolaka dengan teknik umpan dikoleksi 12 spesies dengan persentase 66,7%, koleksi dengan teknik bukan umpan dikoleksi 16 spesies semut dengan presentase 88,9%. Pada lokasi

  • Muara Angke dengan teknik umpan dikoleksi 9 spesies dengan persentase 8 1,2% dan koleksi dengan teknik bukan umpan diioleksi 11 spesies semut dengan presentase 100% (Tabel 10).

    Komposisi Arthropoda dan Serangga Lain pada Vegetasi Mangrove

    Selain semut, beberapa arthropoda dan serangga lain dikoleksi dengan menggunakan teknik koleksi jaring dan penadah. Perbedaan komposisi arthropoda dan serangga lain pada vegetasi mangrove Kabupaten Kolaka dan Suaka Margasatwa Muara Angke khususnya pada pohon Sonneratia tidak jauh berbeda. Araneae mempakan ordo yang paling mendominasi daerah pepohonan mangrove di kedua lokasi penelitian. Beberapa ordo lain yang dikoleksi dengan jumlah yang cukup tinggi adalah Hemiptera, Homoptera, Coleoptera dan Diptera. Perbedaan hanya terlihat pada ordo Lepidoptera dan Tysanoptera yang dikoleksi pada mangrove Kabupaten Kolaka dan Ordo Mantodea yang dikoleksi pada mangrove Muara Angke. Ketiga ordo tersebut memiliki jumlah yang kecil dibandingkan ordo lainnya (Tabel 11).

    Tabel 11 Arthropoda dan serangga lain yang dikoleksi pada lokasi Kabuptaen Kolaka dan Muara Angke.

    No Ordo Jenis Pohon Sonneratia Rhizophora Bruguiera Jumlah

    Kabupaten Kolaka 1 Hymenoptera 9 5 I 15 2 Araneae 147 98 74 3 19 3 Hemiptera 63 6 5 74 4 Homoptera 104 9 3 116 5 Diptera 18 8 17 43 6 Coleoptera 17 50 7 74 7 Lepidoptera I 0 0 1 8 Tysanoptera 1 3 0 4

    Muara Angke 1 Hymenoptera 6 0 0 6 2 Araneae 351 0 0 351 3 He~niptera 49 0 0 49 4 Homoptera 4 0 0 4 5 Diptera 89 0 0 89 6 Coleoptera 22 0 0 22 7 Mantodea 1 0 0 1

  • PEMBAHASAN

    Keanekaragaman Spesies Semut pada Vegetasi Mangrove Spesies semut yang dikoleksi pada vegetasi mangrove Kabupaten Kolaka

    lebih bervariasi yaitu diioleksi sebanyak 18 spesies dari 16 genus dibandingkan pada vegetasi mangrove Suaka Margasatwa Muara Angke yang hanya dikoleksi 11 spesies semut dari delapan genus. Perbedaan keanekaragaman tersebut karena variasi pohon habitat semut berada. Pada mangrove Kabupaten Kolaka ditemukan semut dengan spesies sama yang terdistribusi pada tiga stasiun bahkan pada jenis pohon mangrove yang berbeda yaitu pada pohon Sonneratia, Rhizophora dan B~uguiera. Hal ini diduga bahwa semut-semut tersebut merupakan semut yang mampu beradaptasi dengan kondisi diketiga lokasi pengambilan sampel. Semut- semut tersebut juga memiliki kemampuan mobilisasi yang tinggi sehingga mampu menyebar dengan baik. Berdasarakan kemampuan adaptasinya, semut-semut tersebut merupakan semut yang umum dan selalu ditemukan disetiap habitat diseluruh wilayah penyebaran seperti semut 0. smuragdina, Camponotus sp., Polyrhachis sp., Crematogaster sp., Monotnorium sp., dan Tetraponera punctulata (Agosti el al. 2000).

    Variasi spesies semut antara jenis pohon yang berbeda tidak tejadi pada vegetasi mangrove Suaka Margasatwa Muara Angke. Hal ini karena pada kawasan tersebut jenis pohon yang ditemukan hanya pohon jenis Sonneratia caseoaris dan Nypa fuucticans. Untuk melihat adanya variasi semut antara mangrove Kabupaten Kolaka dan Muara Angke, maka perbandingan jenis semut dilakukan pada pohon Sonneratia. Hasil koleksi semut di kedua lokasi ternyata memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan yang terlihat adalah dikoleksi 11 spesies semut di kedua lokasi. Semut dengan spesies yang sama d'ioleksi sebanyak lima spesies dan yang berbeda sebanyak enam spesies (Tabel 1). Spesies yang sama mungkin disebabkan semut-semut tersebut merupakan semut yang mampu beradaptasi dengan kondisi pada pohon Sonneratia. Sedangkan semut- semut yang ditemukan berbeda adalah semut-semut yang memiliki respon terhadap kondisi lingkungan dimasing-masing lokasi.

  • Beberapa spesies semut m e m i l i perbedaan adaptasi dalam ha1 membuat sarang dan mencari makan pada setiap habitat. Oleh karena itu dalam pengoleksian terlihat semut-semut yang lebib respon terhadap umpan serta hidup berkoloni dan semut-semut yang lebih soliter. Pada pohon Sonneratia, beberapa spesies semut seperti Crematogaster sp. sering hidup berkoloni dan sangat aktif mencari makan di bagian atas pohon. Sarang utamanya di balik kulit batang atau kulit cabang pohon. Semut Crematogaster sp. sering ditemukan bersama dengan koloni kutu putih (coccids) di daun atau di ranting pohon karena memanfaatkan embun madu yang dihasilkan coccids (Nielsen 1997). Berbeda dengan semut Crematogaster sp., semut Camponoius sp. lebih banyak ditemukan membuat sarang di dalam batang dan ranting kayu pada pohon Sonneratia dan jarang ditemukan di luar sarang. Ratu semut Ca~nponolus sp. membuat lubang sarang pada batang yang ditumbuhi tunas daun. Semut ini tidak memanfaatkan coccids, tetapi manfaatkan dinding sarang pada batang pohon melalui floem untuk mendapatkan cairan. Semut Carnponotus sp. bersifat Polydomous dimana ratu dan pekeja memiliki sarang yang berbeda tetapi dengan lokasi yang berdekatan. Terkoleksinya semut tersebut mun&n disebabkan letak umpan sangat dekat dengan sarang semut sehingga menyebabkan semut tersebut keluar. Kemungkinan besar semut Cladornyrma sp., Mononzorium sp., T. punctulata merupakan semut yang memiliki sifat yang sama dengan semut Carnponotus sp. karena semut-semut tersebut juga dikoleksi dengan umpan.

    Semut yang ditemukan memiliki adaptasi tinggi yaitu semut Tapinoma sp. Semut tersebut memiliki ukuran yang sangat kecil, ditemukan bersarang pada posisi bagian bawah pohon Sonneratia dan berada dibawah kondisi pasang yang maksimum. Kondisi tersebut meyebabkan semut Tapinoma sp. melakukan adaptasi yang lebih tinggi yaitu membuat sarang menjadi kering dengan membentuk lapisan yang sangat tipis pada pintu sarang dengan tegangan permukaan yang mencegah air masuk ke sarang (Nielsen 2000). Semut tersebut tidak pernah ditemukan berada pada daerah daun atau ranting untuk memanfaatkan coccids, namun diduga mencari makan di luar sarang pada bagian bawah batang pohon setelah air s m t .

  • Kondisi pasang air laut juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan pembatas bagi mobilisasi semut. Pada kondisi air laut pasang khususnya pohon Sonneratia yang terletak pada bagian depan zonasi mangrove dan memiliki frekuensi genangan air cukup lama menjadikan zona tersebut terkadang membentuk pulau (Nielsen 2000). Hal ini yang menyebabkan beberapa spesies terspesialisasi untuk menetap pada pohon Sonneratia seperti semut Cladomyrma sp., Technomyrmex sp., Camponotus sp. dan Tetraponera sp.

    Selain dibatasi oleh kondisi lingkungan seperti pasang surut, perbedaan jenis spesies semut dapat disebabkan adaptasi spesies semut terhadap jenis pohon sebagai habitat untuk pembuatan sarang. Namun, beberapa persamaan spesies semut antara jenis pohon di daerah mangrove juga dapat terjadi. Selain terspesialisasi pada pohon Sonneratia, beberapa semut juga ditemukan sama antara pohon Sonnertia dan Rhizophora mungkin disebabkan karena ranting atau cabang yang merupakan sarang semut patah dan jahh akibat tiupan angin laut ke arah darat yang menyebabkan perpindahan semut kepohon Rhizophora. Selain itu didukung oleh kondisi pohon antara zonasi yang masih saling berhubungan (overlap) sehingga perpindahan spesies semut lebih mudah terjadi.

    Dari jumlah spesies semut yang dikoleksi, pada pohon Sonneratia dan Bruguiera jumlah spesies semut lebih sedikit dibandingkan pada pohon Rhizophora yang jumlahnya lebih banyak (Tabel 2). Hal ini mungkin disebabkan morfologi batang pada pohon Rhizophora yang lebih keras dan membentuk celah- celah yang memungkinkan beberapa semut untuk berlindung dan menetap, selain itu mungkm disebabkan karena zona Rhizopohora berada pada wilayah tengah kawasan mangrove. Zona Rhizophora merupakan zona yang memiliki kondisi substrat yang tidak stabil (berlumpur) sehingga menjadi pembatas terhadap gangguan. Aktifitas untuk menuju ke zona Rhizophora bagi beberapa hewan lain akan terhalang dengan kondisi substrat yang berlumpur dibandingkan zona Bruguiera yang memiliki substrat lebih padat. Zona Bruguiera merupakan daerah penghubung (interface) antara zona Sonneratia dan Rhizophora dengan daratan.

    Di beberapa daerah termasuk mangrove Kabupaten Kolaka, daerah interface yang banyak ditumbuhi oleh pohon Bruguiera umurnnya telah dimanfaatkan sebagai lokasi tambak. Kondisi tersebut yang menyebabkan berkurangknya

  • populasi pohon Bruguiera dan mungkin akan berdampak pada keanekaragaman spesies semut khususnya pada jenis pohon Bruguiera. Selain itu, gangguan ternak seperti kambing dan sapi yang berkeliaran dan memakan dedaunan khususnya tanaman Bruguiera. Oleh karena itu beberapa semut yang dikoleksi pada pohon Rhizophora diduga merupakan semut yang berasal dari pohon Bruguiera yang pindah karena adanya gangguan-gangguan tersebut.

    Perbedaan spesies semut yang ditemukan antara mangrove Kabupaten Kolaka dan Muara Angke khususnya pada pohon Sonneratia dapat dijadikan indikator terhadap kondisi lingkungan. Beberapa spesies yang dapat dijadikan bioindikator lingkungan antara lain keberadaan semut 0. smargadina yang melimpah di semua stasiun bahkan disemua jenis pohon pada daerah mangrove Kabupaten Kolaka, namun tidak ditemukan pada mangrove Muara Angke. Melimpahnya semut tersebut di mangrove Kabupaten Kolaka mungkin disebabkan kondisi lingkungan dan kebersihan udara pada vegetasi mangrove tersebut masih cukup normal. Semut 0. smargadina sering dijadikan bioindikator pencemaran udara berkaitan dengan lokasi pembuatan sarang di daun yang berhubungan langsung dengan udara luar. Berbeda dengan vegetasi mangrove pada Suaka Margasatwa Muara Angke, semut 0. smargadina tidak ditemukan sama sekali. Ketidakhadiran semut 0. sma~gadina dan beberapa spesies semut lain mungkin karena pencemaran pada mangrove Suaka Margasatwa Muara Angke. Pencemaran lingkungan pada mangrove Suaka Margasatwa Muara Angke berupa pencemaran udara yang berasal dari asap pabrik dan kendaraan, pencemaran air berupa limbah alat transportasi laut bahkan sampah pemukiman yang dapat menyebabkan terganggunya ekosistem mangrove.

    Dari keseluruhan semut yang dikoleksi semut invasive yaitu spesies Wasmannia sp. Semut tersebut merupakan semut api dengan ukuran yang lebih kecil dan mempakan semut cryptic dan biasa hidup secara berkoloni (Causton et al. 2005). Semut tersebut dikoleksi dengan jumlah yang sangat kurang, selain itu ukurannya yang lebih kecil membuat semut tersebut susah terkoleksi karena terdapat di dalam celah kulit pohon Rhizophora. Tidak melimpahnya semut ini dan tidak ditemukannya beberapa semut invasive lainnya seperti semut Solenopsis

  • sp. dan Pheidole sp. mungkin disebabkan habitat semut-semut invasive Iainnya bukan pada arboreal tetapi pada daerah tanah dan bebatuan.

    Pada penelitian ini dikoleksi pula semut new record pada vegetasi mangrove Kabupaten Kolaka yaitu semut Opisthopsis mayor Forel yang memiliki habitat pada pohon Rhizophora dan Bruguiera. Data tentang semut Opisthopsis mayor Forel di wilayah Indonesia baru ditemukan pada daerah Halmahera dan Kepulauan Aru (Bolton 2006). Semut Opisthopsis mayor Fore1 hidup secara soliter sehingga tidak dapat dikoleksi dalam jumlah yang banyak. Semut tersebut juga ditemukan pada habitat savana dengan lokasi sarang pada daerah dasar vegatasi dan arboreal (Andersen & Clay 1996). Semut tersebut juga ditemukan ditemukan diwilayah pesisir Papua dan kemungkinan memiliki sarang pada daerah pandanus (Rosichon Ubaidillah, komunikasi pribadi).

    Komposisi Spesies Semut pada Vegetasi Mangrove Berdasarkan analisis keanekaragaman, dominansi dan kemerataan spesies

    semut pada mangrove Kabupaten Kolaka dan Suaka Margasatwa Muara Angke, ternyata keanekaragaman spesies semut masih dalam kategori sedang dan tidak ditemukan semut yang mendominasi semut lain. Analisis tersebut memberikan gambaran bahwa struktur komunitas semut masih dalam kategori stabil. Kestabilan terlihat dari jumlah spesies yang dikoleksi yaitu pada stasiun Lata~nbaga 11 spesies semut, Samaturu 14 spesies semut, Wolo 15 spesies semut dari 18 spesies semut yang di koleksi pada mangrove Kabupaten Kolaka dan pada mangrove Suaka Margasatwa Muara Angke dikoleksi 11 spesies semut. Namun, kemerataan spesies semut yang dikoleksi sangat rendah. Ke~nerataan yang rendah terlihat dari kekayaan individu yang dimiliki masing-masing spesies sangat jauh berbeda.

    Perediksi kelimpahan terendah berdasarkan analisis Spesies Abundance- based Coverage Esintates (SACE) pada mangrove Kabupaten Kolaka adalah stasiun Samaturu yaitu 65,51% dan tertinggi adalah statsiun Wolo yaitu 97,51%. Tinggi rendahnya persentase SACE yang diperoleh sangat dipengaruhi oleh adanya spesies yang dikoleksi dengan jumlah yang sangat kurang. Pada stasiun Samaturu terdapat empat spesies yang dikoleksi dengan jumlah satu individu yaitu Technomyrmex sp., Iridomyrmex sp., Polyrhachis sp2. dan Wasmannia

  • auropunctata dan pada stasiun Wolo hanya terdapat satu spesies yang memiliki

    satu individu yaitu Zridomyrmex sp. (Tabel 2). Namun secara keseluruhan persentase berdasarkan SACE pada mangrove Kabupaten Kolaka masih cukup

    tinggi yaitu 97,51%. Prediksi kekayaan spesies semut berdasarkan data presence-absence dengan

    menggunakan analisis Spesies Incidence-based Coverage Esimates (SICE) pada mangrove Kabupaten Kolaka diperoleh persentase terendah pada Stasiun Wolo

    yaitu 67,33% dan tertinggi pada stasiun Samaturu yaitu 74,39%. Secara keseluruhan presentase berdasarkan SICE pada mangrove Kabupaten Kolaka adalah 84,99%. Rendahnya prediksi kekayaan spesies semut berdasarakan SICE diseluruh stasiun mungkin disebabkan rnasih kurangnya frekuensi koleksi. Frekuensi koleksi yang kurang akan mempengaruhi prediksi kelimpahan dan kekayaan spesies semut. Semakin banyak frekuensi koleksi yang dilakukan berdasarkan karakter dan luasan lokasi, prediksi kelimpahan dan kekayaan spesies semakin mendekati komposisi spesies yang sebenarnya.

    Pada mangrove Suaka Margasatwa Muara Angke Perediksi kelimpahan berdasarkan analisis SACE adalah loo%, ha1 ini disebabkan karena tidak ditemukan spesies semut yang memiliki jumlah satu individu (Tabel 5). Prediksi kekayaan spesies semut berdasarkan data presence-absence dengan menggunakan analisis SICE pada mangrove Suaka Margasatwa Muara Angke yaitu 95,99%. Persentase tersebut cukup maksimal untuk memperlihat keberadaan spesies semut pada mangrove Suaka Margasatwa Muara Angke. Pada mangrove Suaka Margasatwa Muara Angke koleksi hanya di pada pohon Sonneratia dengan tiga teknik koleksi. Habitat yang kurang luas dengan teknik koleksi yang lebih banyak dan bervariasi akan memberikan prediksi yang lebih baik.

    Walaupun masih terdapat beberapa kekurangan seperti frekuensi koleksi pada daerah mangrove Kabuapten Kolaka yang memiliki wilayah pengambilan sampel lebih luas dibandingkan mangrove Muara Angke, namun secara keseluruhan pengambilan contoh semut yang dilakukan sudah memberikan gambaran tentang keanekaragaman semut pada daerah mangrove.

    Maksimalnya hasil dari penelitian ini tidak terlepas dari penggunaan teknik yang lebih bervariasi. Dari tiga teknik koleksi temyata teknik jaring dan penadah

  • lebih efektif digunakan mengoleksi keanekaragaman semut karena dilakukan secara aktif pada dam, ranting maupun cabang pohon. Kedua teknik tersebut memiliki pelung mengoleksi spesies yang lebih beranekaragam dibandingkan teknik umpan yang hanya mengoleksi spesies semut tertentu yaitu semut yang hanya respon terhadap urnpan. Hal tersebut terlihat dari perbandingan persentase koleksi (Tabel 10). Beberapa keuntungan lain yang diperoleh dengan menggunakan teknik koleksi yang bervariasi khususnya teknik jaring dan penadah adalah dikoleksinya beberapa arthropods dan jenis serangga lain yang mungkin menjadi informasi tentang jejaring ekologi dalam ekosistem mangrove (Tabel 11).

  • Berdasarakan analisis keanekaragaman diperoleh bahwa pada vegetasi mangrove Kabupaten Kolaka dan Muara Angke kornunitas spesies sernut tergolong stabil dengan kategori keanekaragaman sedang dimana tidak didapatkan dominasi semut tertentu terhadap semut lain. Namun, kemerataan spesies semut disemua lokasi tergolong rendah karena distribusi semut tidak merata. Hal tersebut disebabkan adanya semut yang memiliki jumlah indvidu yang sangat sedikit dibandingkan beberapa semut yang lainnya.

    Penggunaan analisis Spesies Abundance-based Coverage Esitrzates (SACE) dan Spesies Incidence-based Coverage Esimates (SICE) adalah analisis yang sangat baik memberikan pendugaan tentang kelimpahan dan kekayaan spesies berdasarkan data presence dan absence spesies yang dikoleksi.

    Metode koleksi spesies semut berupa umpan, jaring dan penadah merupakan teknik yang lebih efektif pada vegetasi mangrove karena kondisi vegetasi yang selalu terendam oleh air laut dan semut selalu beraktifitas pada bagian arborel. Beberapa spesies semut yang diioleksi merupakan semut yang umum ditemukan di beberapa wilayah. Namun, ada beberapa semut yang khusus ditemukan pada jenis pohon mangove tertentu. Metode jaring dan penadah juga dapat mengoleksi beberapa arthropods dan serangga lain yang dapat memberikan informasi tentang jejaring ekologi pada vegetasi mangrove.

  • 4. PEMBAHASAN UMUM

    Vegetasi Mangrove Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI (2008) berdasarkan Direktoral

    Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (Ditjen RLPS) Departemen Kehutanan melaporkan bahwa potensi luasan hutan mangrove Indonesia adalah 9.204.840.32 ha dengan luasan yang berkondisi baik 2.548.209,42 ha, kondisi rusak sedang 4.5 10.456,6 1 ha dan kondisi rusak 2.146.174,29 ha. Berbagai laporan dan publikasi ilmiah menunjukkan bahwa hutan mangrove tersebar hampir diseluruh pesisir pantai propinsi di Indonesia.

    Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove. Pohon-pohon tersebut tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut yang berkadar garam, jenuh air, kondisi tanah yang tidak stabil dan anaerob (Bengen 2000). Hutan mangrove merupakan suatu ekosistem hutan yang sangat unik yang berperan sebagai penyambung (interface) antara ekosistem daratan dengan ekosistem lautan. Walaupun keadaan hutan mangrove tidak dipengaruhi oleh iklim, namun umumnya hutan ini tumbuh dan berkembang pada kawasan pesisir yang terlindung dari hempasan ombak, serta ditopang oleh adanya aliran air sungai yang selalu membawa material (Pramudji 2008).

    Dari sekian banyak jenis mangrove di Indonesia jenis pohon yang banyak ditemukan antara lain adalah jenis api-api (Avicenia sp.), bakau (Rhizophora sp.), tancang (Bruguiera sp.), dan bogem atau pedada (Sonneratia sp.), yang merupakan tumbuhan mangrove utama. Jenis-jenis mangrove tersebut beradabtasi dengan membentukan zonasi atau pemintakatan (Pramudji 2008).

    Dibeberapa wilayah di Sulawesi komposisi hutan mangrove masih ditemukan vegetasi mangrove yang sesuai dengan formazi zonasi yang umum. Salah satu wilayah yang memperlihatkan formasi vegatasi mangrove yaitu pada pesisir pan