Seminar Lakesla Revisi Konsul 1
-
Upload
elly-parel -
Category
Documents
-
view
65 -
download
0
Transcript of Seminar Lakesla Revisi Konsul 1
1
1. Asuhan Keperawatan Hiperbarik Pada Pasien Post COB
1.1 Pengertian
Terapi Oksigen Hiperbarik (HBOT) adalah suatu bentuk terapi
dengan cara memberikan 100% oksigen kepada pasien dalam suatu
Hiperbaric Chamber (ruangan Hiperbarik) dimana ruangan tersebut
memiliki tekanan lebih dari udara atmosfer normal (1 atm atau > 60
mmHg).
1.2 Jenis RUBT (Ruang Udara Bertekanan Tinggi) yang digunakan:
Jenis RUBT yang digunakan adalah: Large Multi Compartement
Chamber, yg dipakai untuk pengobatan, mampu diisi tekanan lebih dari 5
ATA, dan dapat menampung beberapa orang.
1.3 Efek Terapi Oksigen Hiperbarik pada pasien post COB
Efek peningkatan tekanan parsial oksigen dalam darah dan jaringan
akan memberikan efek terapeutik seperti bakteriostatik pada infeksi
kuman anaerob.
1.4 Pengaruh Terapi Oksigen Hiperbarik pada pasien post COB
Kerusakan yang terjadi pada jaringan menyebabkan kerusakan pada
pembuluh darah, sel, dan platelet serta kolagen yang saling bercampur dan
berintraksi. Saat suatu jaringan mengalami kerusakan, kebutuhan
metabolisme jaringan tersebut mengalami peningkatan sehingga seringkali
terjadi krisis energi lokal yang terjadi pada jaringan tersebut. Krisis energi
lokal pada jaringan yang mengalami kerusakan menyebabkan hipoksia
jaringan. Terapi oksigen hiperbarik dapat memicu leukosit untuk
bermigrasi lebih cepat dari sel-sel endotel menuju ke sel-sel atau jaringan
2
yang mengalami kerusakan sehingga jaringan yang rusak dapat segera
digantikan oleh fibroblas dan proses penyembuhan dapat terjadi lebih
cepat.
Pada kondisi anemia karena kehilangan darah akut, oksigen
hiperbarik menambah pengangkutan oksigen yang tidak terikat
hemoglobin. Pada kondisi edema terdapat tahanan parsial yang
memperpanjang jarak difusi oksigen dari kapiler ke dalam sel. Oksigen
hiperbarik memperbaiki gradien oksigen untuk berdifusi dari pembuluh
darah kapiler ke dalam sel. Oksigen hiperbarik diharapkan memperbesar
tissue survival bila terdapat sirkulasi kolateral. Bila tidak terdapat sirkulasi
kolateral, oksigen hiperbarik akan mempercepat pemisahan jaringan yang
hidup dan mati. Hiperbarik dipakai pada keadaan aliran lambat (Low Flow
state) untuk memperbesar oksigenasi jaringan.
1.5 Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik
1) Kontraindikasi absolut pada HBO adalah Pneumothorac yang belum
dirawat karena dapat menyebabkan kematian.
2) Kontraindikasi relatif yaitu:
(1) Demam tinggi, dapat memicu terjadinya keracunan oksigen
sehingga menimbulkan kejang.
(2) Infeksi saluran telinga atas, akan mengalami barotrauma telinga
dan gangguan sinus.
(3) Kejang menyebabkan penderita lebih mudah terserang konvulsi
oksigen. Namun bila diperlukan penderita dapat diberi anti
3
konvulsan sebelumnya. Kejang dapat kambuh saat melakukan
terapi hiperbarik.
(4) Lesi asimptomatik pada paru, tidak dilakukan pada pasien dengan
foto thorak yang menunjukkan adanya gambaran lesi yaitu
sesuatu atau massa yang tumbuh sebagai tumor.
(5) Riwayat pernah bedah thorak/ dada/ telinga.
(6) Klaustrofobia (takut ruang sempit).
(7) Disfungsi tuba eustachius.
1.6 Cara Kerja Terapi Oksigen Hiperbarik
1) Hiperoksigenasi
(1) Peningkatan tekanan (1,5 – 3 atmosfer) akan meningkatkan
jumlah oksigen dalam darah dan jaringan sebanyak 10-13
kali dalam kondisi normal.
(2) Terapi oksigen hiperbarik memberi dukungan seketika
terhadap wilayah jaringan yang terganggu dimana aliran
darahnya menjadi berkurang. Peningkatan derajat oksigen
juga bisa mengusir racun (termasuk karbon monoksida)
keluar dari tubuh.
2) Vasokontriksi
Peningkatan oksigen menyebabkan vasokonstriksi yang berakibat
penurunan aliran darah tanpa mempengaruhi oksigenasi jaringan
secara berarti. Terapi oksigen hiperbarik digunakan untuk
mengendalikan tekanan-tekanan kompartemen pada kasus
kecelakaan.
4
3) Angiogenesis dan neorovaskularisasi
Terapi oksigen hiperbarik mempercepat pertumbuhan pembuluh
darah yang baru dan memperkaya wilayah yang cedera dengan
darah yang bermuatan oksigen meskipun pengurangan tegangan
oksigen akan meragsang angiogenesis. Agar benar-benar efektif
harus ada kolagen sebagai pendukungnya karena itu secara
keseluruhan hiperoksigenisasi merangsang timbulnya urgenesis
yang berguna.
1.7 Prosedur Terapi Oksigen Hiperbarik
Prosedur pertama yang dijalani pasien begitu memasuki ruang
hiperbarik dilakukan secara bertahap, ditingkatkan sehingga suhu
ruangan akan naik dan kemudian disesuaikan ke tingkat yang nyaman.
Pasien akan merasa adanya dengungan pada telinganya tetapi tender
akan memberi petunjuk cara untuk menghilangkan tekanan tersebut
yaitu dengan cara melakukan valsafah manuver (menutup hidung,
menelan ludah, atau mengunyah sesuatu). Dalam ruangan hiperbarik
pasien dapat tidur, mendengarkan musik, membaca ataupun sekedar
beristirahat. Setelah sesi penyembuhan, tekanan dalam ruangan akan
dikembalikan secara bertahap pula.
1.8 Mekanisme Terapi Oksigen Hiperbarik
Mekanisme utama sebelum menjalani terapi oksigen hiperbarik
adalah pasien harus menjalani pemeriksaan sebagai berikut:
1) Mengisi riwayat kesehatan pasien. Hal ini penting dilakukan
untuk menghindari terjadinya kontraindikasi dan komplikasi.
5
2) Melakukan pemeriksaan foto thorak. Untuk mendeteksi apakah
jantung dan paru-paru dalam kondisi baik atau sebaliknya. Jika
ternyata mengalami TBC maka perlu melakukan konsultasi
dengan ahli paru agar diobati. Bila perlu pasien dianjurkan
membeli masker sendiri untuk menghindari penularan penyakit
pada orang lain. Tujuan pemeriksaan ini untuk mengetahui secara
pasti kondisi keseluruhan pasien dan mencari faktor penyebab
penyakit untuk menghindari efek samping yang terjadi.
3) Sebelum terapi pasien yang merokok diharuskan tidak merokok
selama perawatan, sekurang-kurangnya 2 jam sebelum dan 2 jam
setelah perawatan harus bebas tembakau. Pasien setidaknya
makan makanan ringan 2 jam sebelum perawatan.
1.9 Fungsi Perawatan Terapi Oksigen Hiperbarik
Perawatan terapi oksigen hiperbarik berfungsi untuk:
1) Meningkatkan konsentrasi oksigen pada seluruh tubuh, bahkan
pada aliran darah.
2) Merangsang pertumbuhan darah untuk meningkatkan aliran darah
pada sirkulasi yang kurang.
3) Menyebabkan pelebaran arteri rebound sehingga meningkatkan
diameter pembuluh darah dengan permulaan terapi.
4) Merangsang fungsi adaptif pada peningkatan superiode disnutace
(SOD) yang merupakan salah satu antioksidan dalam tubuh untuk
mempertahankan terhadap radikal bebas dan bertujuan untuk
6
mengatasi infeksi dengan meningkatkan kerja sel darah putih
sebagai antibiotik untuk membunuh kuman.
1.10 Efek Samping Terapi Oksigen Hiperbarik
Efek samping yaang dapat timbul adalah mual, kedutan otot wajah
dan perifer, kejang, barotrauma, keracunan oksigen dan gangguan
penglihatan sementara.
1.11 Komplikasi Terapi Oksigen Hiperbarik
1) Barotrauma telinga paling sering terjadi. Salah satu penyebab
adalah ketidakseimbangan tekanan udara telinga dengan udara luar
pada saat terapi dilakukan.
2) Sinusitis yang terjadi karena infeksi saluran nafas atas. Jika hal ini
terjadi hiperbarik harus ditunda. Antibiotika dan nasal dekongestan
dapat diberikan.
3) Miopia dan katarak terjadi pada saat awal pengobatan hiperbarik,
sedangkan katarak merupakan komplikasi akibat pengobatan
jangka panjang.
4) Barotrauma dapat menyebabkan terjadinya robekan paru (lung
ruptur), emboli udara atau pneumothorak. Tanda terjadinya
robekan paru yaitu nyeri dada dan sesak napas. Jika hal ini terjadi
maka terapi oksigen hiperbarik harus dihentikan.
1.12 Dosis dan Frekuensi Terapi Oksigen Hiperbarik
10 menit : Tekanan dinaikkankan menjadi 14 ATM
I 30 menit : menghirup 02 100% melalui masker
5 menit : istirahat dan lepas masker (stop 02)
7
II 30 menit : menghirup 02 100% melalui masker
5 menit : istirahat dan lepas masker 02 (stop 02)
III 30 menit : terakhir hirup 02 100%
10 menit : tekanan diturunkan bertahap seperti naik kepermukaan
Total : 120 menit = 2 jam HBOT
2. Asuhan Keperawatan Hiperbarik pada Pasien Post COB di Lakesla Drs.
Med. R. Rijadi S. Phys Surabaya
Tanggal/ jam pengkajian : 10 oktober 2013/ 09.00
Nomor Register : 010xx/X/2013
2.1 Pengkajian
2.1.1 Identitas
Nama pasien : Tn. M
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku/ bangsa : Jawa/ Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan : TNI
Alamat : Sidoarjo
No. Reg : 010xx/X/2013
2.1.2 Keluhan Utama
Berbicara masih pelo dan berjalan belum sempurna
8
2.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Klien pernah MRS dengan diagnosa COB dan masuk dengan kondisi
koma ± 1 bulan. Setelah klien sadar dari koma dan dirawat seminggu di
RSAL Dr. Ramelan klien KRS dan disarankan untuk banyak istirahat dan
mengikuti terapi oksigen hiperbarik. Hingga pelaksanaan terapi ke 50
klien merasakan adanya perubahan sedikit demi sedikit pada kekuatan
tonus ototnya dan terapi hiperbarik dilanjutkan sampai sekarang yang ke
199 kali. Perubahan yang dialami sangat signifikan karena sekarang klien
bisa berjalan dan dapat melakukan ADL nya secara mandiri.
2.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Klien MRS dikarenakan kecelakaan motor, sebelumnya klien tidak
memiliki riwayat penyakit lainnya.
2.1.5 Riwayat penyakit keluarga
Penyakit COB ini tidak berkaitan dengan faktor genetik maupun
keturunan.
2.1.6 Riwayat psikososial dan spiritual
Klien masih pelo jika berbicara dan dapat melakukan ADL nya secara
mandiri, klien disiplin mengikuti terapi oksigen hiperbarik hingga
sekarang. Klien selalu rajin beribadah karena menurut klien segala sesuatu
di dunia ini yang berkuasa adalah Sang Pencipta.
2.1.7 Pemeriksaan Fisik
1) Breathing (B1)
Tidak ada keluhan sesak napas.
9
2) Blood (B2)
Tidak ada keluhan nyeri kepala, pusing (-).
3) Brain (B3)
Kesadaran composmentis.
4) Bladder (B4)
BAK normal dan lancar tidak ada keluhan nyeri saat miksi dan tidak
ada keluhan nyeri pada perut bagian bawah.
5) Bowel (B5)
BAB lancar dan tidak ada keluhan konstipasi, nafsu makan baik
frekuensi 3x sehari.
6) Bone (B6)
Klien mengalami kerusakan nervus facialis, bicara pelo dan berjalan
tidak tegap akibat post COB. Tidak ada keluhan nyeri pada
ekstremitas atas dan bawah.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan penunjang.
2.2 Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan kelemahan
nervus facialis
2) Resiko cedera berhubungan dengan perubahan kondisi fisik
(ekstremitas) akibat trauma
10
2.3 Intervensi Keperawatan
1) Diagnosa 1
Gangguan Persepsi Sensori Penglihatan berhubungan dengan
kelemahan nervus facialis
Tujuan : Klien mampu mengompensasi sensori mata
dengan menggunakan sensori lainnya.
Kriteria hasil :
(1) Klien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan.
(2) Klien mampu mengompensasi defisit sensori dengan
memaksimalkan indra yang tidak rusak misalnya hidung, raba,
rasa.
Intervensi :
(1) Anjurkan dan ajarkan pada keluarga atau pasien untuk belajar
menggunakan sensori selain mata dalam mengenali
lingkungannya.
R/ Memaksimalkan fungsi sensori lainnya agar pasien dapat
beraktivitas seperti biasanya meskipun pasien mengalami
gangguan pada penglihatannya.
(2) Anjurkan keluarga atau pasien untuk meningkatkan aktivitas
sehari-hari secara bertahap.
R/ Peningkatan aktivitas secara bertahap untuk memandirikan
pasien dalam memenuhi ADL nya.
(3) Membantu klien untuk memenuhi kebutuhannya selama
mengikuti terapi oksigen hiperbarik.
11
R/ klien akan merasakan kenyamanan bila kebutuhannya dibantu
oleh perawat (membantu klien untuk duduk, untuk jalan ke
chamber, dsb).
2) Diagnosa 2
Risiko Cedera berhubungan dengan perubahan kondisi fisik
(ekstremitas) akibat trauma.
Tujuan : Klien jarang jatuh dan tidak terlalu takut jatuh.
Kriteria hasil:- Klien mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang
meningkatkan risiko cedera.
- Tidak terdapat luka cedera akibat jatuh pada tubuh.
Intervensi :
(1) Anjurkan klien untuk berhati-hati jika melakukan aktivitas.
R/ Aktivitas yang berlebihan dan tidak aman dapat menyebabkan
cedera pada klien.
(2) Anjurkan keluarga atau pasien untuk meletakkan benda atau
barang pada lokasi yang tetap di rumah dan tidak merubah posisi
benda atau barang tersebut selama penglihatan pasien terganggu.
R/ Memudahkan pasien untuk mengenali dan mengingat lokasi
barang atau benda yang dibutuhkan sehingga pasien lebih mandiri
dan terhindar dari resiko cedera.
(3) Anjurkan kelurga atau pasien untuk memberikan penerangan atau
pencahayaan yang baik pada lingkungan pasien.
R/ Menghindari resiko cedera akibat penerangan yang kurang
bagus.
12
2.4 Implementasi Keperawatan
Jam 09.20 Memperkenalkan diri pada klien.
Memberitahu maksud dan tujuan perawat.
Melakukan pengkajian dan observasi vital sign sebelum
masuk chamber.
Mengevaluasi kemampuan klien dalam melakukan valsava
manuver.
Menyiapkan masker yang akan digunakan saat terapi.
Jam 09.50 Membantu klien masuk ke ruang chamber.
Memberikan minuman pada klien untuk alternatif valsava
manuver.
Jam 12.00 Membantu embarkasi klien keluar dari ruang chamber.
Mengevaluasi nyeri dan vital sign klien.
2.5 Pelaksanaan Terapi Oksigen Hiperbarik
1) Pre hiperbarik
(1) Melakukan pemeriksaan fisik dan observasi vital sign klien.
Hasil: Pada pemeriksaan fisik ditemukan klien berbicara pelo dan
berjalan yang kurang sempurna, TD. 140/90 mmHg, N. 87
x/mnt, RR. 20x/mnt.
(2) Mengobservasi kemampuan klien melakukan valsava manuver.
(3) Membantu klien mempersiapkan diri sebelum masuk ke chamber,
seperti mengingatkan agar tidak membawa hp, arloji, benda-
benda logam, perhiasan serta benda-benda lain yang mudah
terbakar ke dalam chamber.
13
2) Intra hiperbarik
(1) 10.00-10.10 Proses penekanan dinaikkan menjadi 14 ATA setara
dengan kedalaman 18 meter selama 10 menit.
(2) 10.10 – 10.40 Proses penghisapan O2 pertama selama 30 menit
(3) 10.40 – 10.45 Oksigen dihentikan, istirahat selama 5 menit
(4) 10.45 – 11.15 Proses penghisapan O2 kedua selama 30 menit
(5) 11.15 – 11.20 Oksigen dihentikan, istirahat selama 5 menit.
(6) 11.20 – 11.50 Proses penghisapan O2 terakhir selama 30 menit.
(7) 11.50 – 12.00 Proses penurunan tekanan selama 10 menit setara
dengan naik ke permukaan.
(8) 12.00 – 12.10 Proses evakuasi (embarkasi), klien dikeluarkan dari
chamber.
3) Post hiperbarik
Melakukan evaluasi pada klien
S = Klien mengatakan sudah lebih nyaman dan lebih bertenaga
O= Kesadaran composmentis, klien tampak rileks, tidak tegang,
Tekanan darah 130/90 mmHg, nadi. 80 x/mnt, RR. 20 x/mnt
A = Masalah teratasi
P = Intervensi dihentikan, klien pulang.
4) Pemberian Discharge Planning:
(1) Istirahat yang cukup
(2) Klien tidak diperbolehkan melakukan aktivitas berlebihan.
(3) Menganjurkan klien untuk berhati-hati selama beraktivitas.
14
(4) Menganjurkan klien untuk meningkatkan aktivitas secara
bertahap.
(5) Kembali ke pusat kesehatan yang memiliki fasilitas terapi oksigen
hiperbarik sesuai jadwal.
15
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Sehat Bugar Terapi Oksigen Hiperbarik. Diakses tanggal 20 Oktober
2013 pukul 18.10
health.compas.com/read/2013/03/191195876/sehatbugar.terapi.oksigen.h
iperbarik
Ariyo, Raharjo. 2009. Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik, Lembaga
Kesehatan Kelautan TNI AL. Jakarta
Djauw, Lukman. 2006. Simposium Aplikasi Klinis Terapi Oksigen Hiperbarik,
Lembaga Kesehatan Kelautan TNI AL. Jakarta
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta:
EGC
Hanafi B, Trisnohadi. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 3.
Jakarta: Balai Penerbitan FK UI
Hudak, Carolyn M. 1997. Keperawatan Kritis; Pendekatan Holistik Edisi 6.
Jakarta: EGC
Koeshartono. 2008. Penanggulangan Penderita Gawat Darurat edisi 10.
Surabaya
Muttaqin, Arif. 2008. Pengantan Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Price, Sylvia Anderson. 1994. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit Edisi 4. Jakarta: EGC
Rose, FC. 2006. The History of Cerebral Trauma In Neurology and Trauma.
Oxford University Press