konsul sementara aja

48
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta, maupun pemerintah. Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan diperlukan dukungan sistem kesehatan nasional (SKN) yang tangguh. SKN adalah suatu tatanan yang menghimpun berbagai upaya bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti yang dimaksud pembukaan UUD 1945. 1

description

proposal

Transcript of konsul sementara aja

Page 1: konsul sementara aja

BAB 1 : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang

bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Pembangunan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik

masyarakat, swasta, maupun pemerintah.

Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan diperlukan

dukungan sistem kesehatan nasional (SKN) yang tangguh. SKN adalah suatu

tatanan yang menghimpun berbagai upaya bangsa Indonesia secara terpadu dan

saling mendukung guna menjamin derajat kesehatan yang setinggi-tingginya

sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti yang dimaksud pembukaan UUD

1945.

Berbagai upaya dilakukan pemerintah agar terselenggaranya pembangunan

nasional salah satunya dengan berkomitmen memberikan jaminan kesehatan bagi

setiap warga Negara. Akan tetapi, banyak kendala untuk mewujudkan hal

tersebut. Sulitnya akses untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu baik dalam

hal kualitas maupun kuantitas dengan harga terjangkau merupakan salah satu

penyebabnya. Dampak yang terjadi sangat dirasakan oleh masyarakat pengguna

jasa pelayanan kesehatan, lembaga pembayar, dan penyelenggara pelayanan

kesehatan (PPK) terutama rumah sakit. Masyarakat merasa harga produk

pelayanan kesehatan semakin tidak terjangkau terlebih lagi pembayaran pelayanan

1

Page 2: konsul sementara aja

di rumah sakit yang sangat bervariasi antara rumah sakit yang satu dengan yang

lainnya karena adanya standar pelayanan yang berbeda-beda.

Untuk itu perlu dicari suatu solusi untuk mengendalikan biaya pelayanan

di rumah sakit melalui mekanisme pembayaran pra-upaya (prospective payment

sistem) dalam bentuk tarif paket pelayanan esensial (PPE). Analisis biaya

pelayanan berbasis aktivitas dan tarif PPE ini telah berkembang menjadi tarif

paket dengan model Diagnosis Related’s Group (DRG) yang di Indonesia

dinamakan Indonesia Diagnosis Related’s Group (INA-DRG).

Lisensi INA-DRG yang merupakan software grouper dari PT. 3M

Indonesia berakhir pada tanggal 1 Oktober 2010 (expired). Selanjutnya,

Indonesia menggunakana INA-CBGs dengan sistem yang sama seperti INA-DRG

dengan beberapa peningkatan. INA-CBGs merupakan suatu sistem klasifikasi

kombinasi dari beberapa jenis penyakit/ diagnosa dan prosedur/ tindakan

pelayanan di Rumah sakit yang dikaitkan dengan pembiayaan dengan tujuan

meningkatkan mutu dan efektifitas pelayanan.

INA-CBGs termasuk ke dalam sistem Casemix yaitu salah satu metode/

alat yang memungkinkan upaya menetapkan ekuiti, efisiensi, dan kualitas suatu

rumah sakit dengan melakukan identifikasi dari seluruh sumber daya yang

digunakan. Oleh karena itu, jika kita berbicara tentang INA-CBGs tentu tidak

akan terlepas dari sistem Casemix begitu pun sebaliknya.

Centre for Casemix adalah sebuah wadah yang dibentuk Depkes RI, yang

bertugas mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan data dan informasi mengenai

pelaksanaan Casemix di 15 rumah sakit yang telah ditunjuk pemerintah sebagai

tempat uji coba sistem Casemix. Berbekal data yang dikirimkan dari rumah sakit-

2

Page 3: konsul sementara aja

rumah sakit tersebut Centre for Casemix menyusun daftar tarif INA-CBGs.

Adapun rumah sakit yang berpartisipasi dalam kerja sama ini salah satunya adalah

RSUP Dr. M. Djamil Padang.

RSUP Dr. M. Djamil Padang merupakan salah satu rumah sakit umum tipe

B di Kota Padang. RSUP Dr. M. Djamil Padang adalah salah satu rumah sakit

pemerintah yang telah menggunakan satu sistem pembayaran dengan berdasarkan

Indonesia Case Base Groups (INA-CBG’s) untuk pasien rawat inap kelas 3 (tiga)

dengan jaminan asuransi Jamkesmas. Pada tahun 2012 sebanyak 7.151 pasien

(17,18%) yang dilakukan pada rawat inap dan 34.469 pasien (82,82%) pada

Instalasi Rawat Jalan.

Pemerintah melakukan segala cara untuk mengatasi masalah pembiayaan

kesehatan salah satunya dengan menggunakan sistem Costing INA-CBGs. Sistem

ini sangat bermanfaat bagi nakes sebagai penyedia layanan kesehatan maupun

bagi pasien sendiri sebagai penerima layanan kesehatan. Sistem Costing INA-

CBGs sendiri berdasarkan pengelompokkan beberapa kasus dengan diagnosa dan

ciri klinis yang sama, sehingga pasien dapat mengetahui berapa biaya yang akan

mereka keluarkan kepada rumah sakit untuk menerima pelayanan kesehatan.

Selain itu, Costing INA-CBGs ini juga dapat mengurangi moral hazard sehingga

kontrol biaya dan kontrol mutu dapat dilaksanakan.

Data yang didapat yaitu sebanyak Rp. 8.347.018.297,- selisih dari jumlah

klaim Program Jamkesmas pada instalasi rawat inap yang terdiri dari sebesar Rp.

32.290.111.340,- (untuk tarif RS) dan Rp.23.943.093.043,- (untuk tarif INA

CBGs). Sedangkan, untuk instalasi rawat jalan terdapat selisih sebesar

Rp.5.597.998.045,- yang terdiri atas Rp. 2.312.606.351,- untuk tarif RS dan

3

Page 4: konsul sementara aja

sebesar Rp. 7.910.604.396,- untuk tarif INA-CBGs. Ini menunjukkan cost RS

lebih besar dari tarif INA CBGs, berarti efektifitas dan efisiensi belum dilakukan

oleh pihak rumah sakit. Dengan kata lain kendali biaya dan kendali mutu RS

masih belum optimal.

Sistem Costing di RSUP Dr. M. Djamil Padang belum menggunakan

sistem Costing INA-CBGs yaitu pengelompokan penyakit dengan diagnosa dan

ciri klinis yang sama melainkan masih menggunakan sistem Costing secara umum

yang sesuai dengan kebutuhan Kemenkes. Sedangkan, idealnya Costing INA

CBGs dilakukan berdasarkan pengelompokkan penyakit dengan diagnosa dan ciri

klinis yang sama bukan secara umum sesuai dengan kebutuhan untuk pengiriman

data kepada Kemenkes saja. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menganalisis

bagaimana sistem Costing dalam implementasi INA-CBGs di RSUP Dr. M.

Djamil Padang pada tahun 2013.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana system

Costing dalam implementasi Indonesia Case Base Groups (INA- CBGs) di RSUP

DR.M.Djamil Padang Tahun 2013.

1.2.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

a) Diketahuinya ketersediaan Input (kebijakan, tenaga, dana, alat dan bahan,

metode) pada pelaksanaan sistem Costing dalam implementasi Indonesia

Case Base Groups (INA- CBGs) di RSUP DR.M.Djamil Padang Tahun

2013.

4

Page 5: konsul sementara aja

b) Mengetahui proses (……………………) pada pelaksanaan sistem

Costing dalam implementasi Indonesia Case Base Groups (INA- CBGs) di

RSUP DR.M.Djamil Padang Tahun 2013.

c) Mengetahui hasil/output pada pelaksanaan sistem Costing dalam

implementasi Indonesia Case Base Groups (INA- CBGs) di RSUP

DR.M.Djamil Padang Tahun 2013.

1.3 MANFAAT

1.3.1 Aspek Teoritis

Sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran bagi para akademisi

dan pengembangan ilmu kesehatan masyarakat dalam teori tentang analisis sistem

Costing dalam impelementasi Indonesia Case Base Groups (INA- CBGs) di

RSUP DR.M.Djamil Padang Tahun 2013.

1.3.2 Aspek Praktis

Sebagai masukan bagi instansi terkait terhadap program Jamkesmas (Kelas

III) untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi input, proses dan output dari

penggunaan sistem Costing berbasis INA-CBGs yang nantinya pada tahun 2014

akan dipakai untuk semua kelas di Rumah Sakit dalam rangka menyambut

kebijakan baru Pemerintah yaitu Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan

memberikan masukan bagi rekan-rekan yang ingin melakukan pengembangan

penelitian tentang analisis pelaksanaan sistem Costing dalam impelementasi

Indonesia Case Base Groups (INA- CBGs).

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan Uraian diatas pada latar belakang maka rumusan masalah dari

penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan system Costing dalam implementasi

5

Page 6: konsul sementara aja

Indonesia Case Base Groups (INA- CBGs) di RSUP DR.M.Djamil Padang Tahun

2013?

1.5 Ruang Lingkup

????????????????????????????????????????????????????????????????

6

Page 7: konsul sementara aja

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DRG’s (Diagnosis Related Group)

Diagnostic Related Group (DRG) berasal dari Amerika Serikat, dimana

DRG dikembangkan pada akhir tahun 1960-an oleh Prof. Bob Fetter di

Universitas Yale. Sistem DRG didesain untuk mengeompokkan secara bersama

pasien rawat inap akut yang secara klinis mirip dan memiliki kesamaan pola

penggunaan sumber daya. DRG menyediakan cara yang bermakna secara klinis

untuk emnghubungkan jumlah dan tipe pasien yang dirawat dengan sumber daya

yang digunakan. Kelompok DRG dihasilkan dari data diagnostic, prosedur, dan

demografis yang secara rutin dikumpulkan pada lembar rekam medis pasien rawat

inap. Motivasi awal dari pengembangan DRG adalah menciptakan sebuah

kerangka kerja untuk memantau kualitas pelayanan dan utilisasi pelayanan di

rumah sakit, serta sebagai suatu cara untuk mengukur dan mengevaluasi keluaran

(output) sector pelayanan kesehatan.

DRG’s sendiri merupakan suatu cara untuk mengidentifikasikan pasien

yang mempunyai kebutuhan dan keperluan sumber-sumber yang sama di rumah

sakit kemudian dikelompokkan ke dalam kelompok yang mudah dikelola

kebutuhannya. Australian Refined Diagnosis Related Group (AR-DRG)

mendefinisikan DRG sebagai a patient classification sistem that provides a

clinically meaningful way of relating the types of patients treated in hospital to

the resources required by the hospital. DRG’s dalam bahasa Indonesia diartikan

sebagai pengelompokkan penyakit menurut diagnosis.

7

Page 8: konsul sementara aja

Motivasi utama untuk mengembangkan DRG adalah untuk menciptakan

framework yang efektif untuk memonitor penggunaan pelayanan dalam rumah

sakit. Sementara itu tujuan awal pembuatan DRG’s adalah untuk menggabungkan

casemix dengan kebutuhan sumber daya dengan biaya rumah sakit. DRG’s

terutama berfokus kepada intensitas sumber daya. DRG’s dan clinical pathway

merupakan cikal bakal dari casemix yang merupakan sistem klasifikasi pasien

yang dikombinasikan dengan jenis penyakit yang dihubungkan dengan biaya

selama perawatan.

Depkes sudah mencoba memulainya dengan menerapkan PPE sebagai

jembatan menuju DRG’s dan memperkenalkan konsep ini ke berbagai rumah sakit

sejak beberapa tahun yang lalu. Namun, implementasinya terasa sangat sulit sekali

hingga pada awal September 2005 tim dari Universitas Kebangsaan Malaysia

dengan didampingi tim dari UGM dan UI diminta Depkes untuk mensupport

perencanaan Depkes dengan uji coba pada 15 RSUP di Indonesia dengan model

pendekatan yang paling mungkin bisa dilaksanakan. Pemerintah, berdasarkan

keputusan Mentri Kesehatan RS No. 989/ Menkes/ SK/ IX/ 2007 berencana akan

memberlakukan INA DRG mulai 1 September 2007 untuk kelas III di RS

Pemerintah di selurih Indonesia dan 1 Oktober untuk kelas lainnya.

INA-DRG adalah suatu sistem klasifikasi kombinasi dari beberapa jenis

penyakit/ diagnosa dan prosedur/ tindakan pelayanan di rumah sakit dan

pembiayaannnya yang dikaitkan dengan mutu serta efektifitas pelayanan terhadap

pasien. INA DRG merupakan sistem pemerataan, jangkauan, dan berhubungan

dengan mutu pelayanan kesehatan yang menjadi salah satu unsure dalam

pembiayaan kesehatan. Selain itu sistem ini juga dapat digunakan sebagai salah

8

Page 9: konsul sementara aja

satu standar penggunaan sumber daya yang diperlukan dalam pemberian

pelayanan kesehatan di rumah sakit.

2.1.1 Tujuan Diagnostic Related Group (DRG)

Tujuan dari pelaksanaan Diagnosis Related Group (DRG) antara lain:

a. Kontrol biaya

Jika biaya ditetapkan secara prospektif dan dibayar dengan tanpa melihat

lama tinggal pasien, rumah sakit didorong untuk menghindari biaya yang tidak

penting, khususnya jika ekses dari angka pembayaran melebihi biaya aktual yang

optimal. Berdasarkan indeksasi, metode per diem yang ada dari pembayaran tetap

kecuali bahwa biaya yang reasonable disesuaikan dengan jumlah kompleksitas

casemix.

b. Jaminan mutu

Program jaminan mutu dijalankan terutama melalui pemanfaatan /

utilization. Melalui data DRG yang berguna untuk evaluasi perawatan medis. Data

akan memungkinkan bagi komite yang sesuai untuk membuat perbandingan untuk

pembiayaan, beban/ongkos (charge), dan lama tinggal, dan pelayanan individual

menurut kelompok penyakit antar rumah sakit. Permasalahan yang dicurigai dapat

diuji lebih lanjut dengan informasi yang dibutuhkan, yang diperoleh melalui

diagnosis dalam DRG.

c. Perencanaan

Informasi berdasarkan DRG dapat berguna untuk berbagai macam

keperluan / tujuan. Dalam beberapa hal, DRG dapat digunakan untuk

mengantisipasi kebutuhan staf tenaga medik dalam kasus-kasus tertentu akibat

dari perubahan volume bauran casemix. Data DRG juga bisa digunakan sebagai

9

Page 10: konsul sementara aja

informasi bagi pihak ketiga sebagai payer untuk membandingkan provider mana

yang menghasilkan pelayanan pada unit cost yang paling rendah.

2.1.2 Syarat dalam Keberhasilan Implementasi DRG

Data yang harus ada dalam Diagnostic Related Group (DRG) yang

menjadi syarat dalam keberhasilan implementasi DRG tergantung pada 3 C

(coding,costing, dan clinical pathway).

a. Coding

Proses terbentuknya tarif DRG tidak terlepas dari adanya peran dari sistem

informasi klinik rekam medis. Tujuan rekam medis untuk menunjang tercapainya

tertib administrasi dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Tertib administrasi adalah salah satu faktor yang menentukan keberhasilan

pelayanan kesehatan di rumah sakit, sehingga keberhasilan pelaksanaan DRG pun

sangat tergantung dengan data pada rekam medis. Data dasar dalam INA-DRG

terdiri dari 14 variabel, yaitu :

1) Identitas Pasien

2) Tanggal masuk rumah sakit

3) Tanggal keluar rumah sakit

4) Lama hari rawatan

5) Tanggal lahir

6) Umur ketika masuk rumah sakit (dalam satuan tahun)

7) Umur ketika masuk rumah sakit (dalam satuan hari)

8) Umur ketika keluar dari rumah sakit (dalam satuan hari)

9) Jenis kelamin

10) Status keluar rumah sakit (discharge disposition)

10

Page 11: konsul sementara aja

11) Berat badan baru lahir

12) Diagnosis utama

13) Diagnosis sekunder, seperti komplikasi dan komorbiditas

14) Prosedur atau pembedahan utama.

b. Costing

Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam menentukan

pembiayaan untuk DRG, yaitu :

1) Top Down Costing

2) Activity Based Costing (ABC)

c. Clinical Pathway

Clinical Pathway adalah dokumen perencanaan pelayanan kesehatan

terpadu yang merangkum setiap langkah yang dilakukan pada pasien berdasarkan

standar pelayanan medis, standar asuhan keperawatan, dan standar pelayanan

tenaga kesehatan lainnya.

2.1.3 Mekanisme Pembayaran Berdasarkan DRG

Hendrartini menyebutkan mekanisme pembayaran berdasarkan Diagnosis

Related Group ’s ( DRG ’s) adalah suatu sistem imbalan jasa pelayanan pada

Prospective Payment Sistem (PPS)/ suatu sistem pembayaran pada pemberian

pelayanan kesehatan, baik rumah sakit atau dokter dalam jumlah yang ditetapkan

sebelum suatu pelayanan di berikan tanpa memperhatikan tindakan yang

dilakukan atau lamanya perawatan. Sedangkan Hartono menyatakan bahwa

mekanisme pembayaran berdasarkan DRG adalah suatu mekanisme pembayaran

11

Page 12: konsul sementara aja

yang ditetapkan berdasarkan pengelompokkan diagnosa, tanpa memperhatikan

jumlah/pelayanan yang diberikan.

Hartono menyebutkan pentingnya mengontrol pembayaran melalui

mekanisme berbasis DRG, meskipun belum di terapkan di Indonesia. beliau

menyebutkan adanya perbedaaan tarif yang di keluarkan oleh Rumah Sakit untuk

kasus yang sama dengan kriteria yang sama karena ada perbedaan tindakan yang

di lakukan dan diagnostik yang di kerjakan sehingga terdapat kecenderungan

peningkatan tarif yang di bebankan kepada pasien.

Mekanisme untuk penyusunan pembayaran berdasarkan DRG adalah :

a. Melengkapi data pasien

DRG membutuhkan data-data yang dikumpulkan secara rutin oleh rumah

sakit seperti : Identitas pasien, tanggal masuk dan keluar rumah sakit,lama

hari rawat, umur, jenis kelamin, status keluar rumah sakit, BB baru lahir

(jika neonatal), diagnosis utama, diagnosis sekunder dan prosedur

pembedahan.

b. Analisis pengkelasan dan hasil grouping DRG sesuai dengan ICD 10 yang

diterbitkan oleh WHO

Kewajiban rumah sakit untuk memberikan kode sesuai dengan ICD 10

(Klasifikasi internasional untuk penyakit).

c. Analisis biaya pasien ( DRG Cost)

. Berdasarkan laporan pertama proyek nasional, “Case Costing in Swedish

Health and Medical Care” mendeskripsikan proses pembiayaan kasus

dalam empat langkah:

1) Mengidentifikasi total biaya secara akurat

12

Page 13: konsul sementara aja

2) Mengalokasikan biaya-biaya tak langsung ke dalam pusat-pusat

penyerapan dana.

3) Mengidentifikasi produk-produk intermediate dan menghitung biaya-

biayanya.

4) Membagi biaya-biaya tersebut kepada pasien.

2.1.4 Casemix dan INA CBGs

Casemix merupakan salah satu metode atau alat yang memungkinkan

upaya menetapkan ekuiti, efisiensi dan kualitas suatu rumah sakit dengan

melakukan identifikasi dari bauran dan jenis kasus / pasien yang dirawat dan

identifikasi dari seluruh sumber daya yang digunakan.

Berdasarkan hasil penelitian Ronnie, Diagnosis Related Group selanjutnya

disebut DRG adalah suatu cara mengidentifikasi pasien yang mempunyai

kebutuhan dan sumber yang sama dirumah sakit kemudian dikelompokkan

kedalam kelompok yang sama. Sistem ini didasarkan pada keadaan yang

menggambarkan berbagai tipe (“mix”) kondisi pasien atau penyakit (“cases”)

selama berobat/dirawat di rumah sakit.

Ibrahim juga menyatakan bahwa casemix ditetapkan sebagai ilmu untuk

mengklasifikasikan dan menilai kuantitas dari sumber daya pelayanan kesehatan

di rumah sakit. Sistem casemix adalah solusi terbaik untuk pengendalian biaya

kesehatan karena berhubungan dengan mutu, pemerataan, jangkauan dalam sistem

kesehatan yang menjadi salah satu unsur dalam pembelanjaan kesehatan serta

mekanisme pembayaran untuk pasien berbasis kasus campuran.

Menurut Hosizah, sistem Casemix tersebut merupakan suatu cara

mengelola sumber daya rumah sakit seefektif mungkin dalam memberikan

13

Page 14: konsul sementara aja

layanan kesehatan yang terjangkau kepada masyarakat berdasarkan

pengelompokkan spektrum diagnosis penyakit yang homogen dan prosedur

tindakan yang diberikan. Secara umum sistem casemix digunakan dalam hal

Quality Assurance Program, komunikasi dokter – direktur RS dan staf medical

record, perbaikan proses pelayanan, anggaran, profilling, brenchmarking, quality

control, dan sistem pembayaran.

Sistem Casemix merupakan suatu sistem pengelompokkan pasien

berdasarkan kemiripan karakteristik klinis dan homogenitas sumber daya yang

digunakan, dimana sistem ini dinilai mampu mengestimasi untuk menyediakan

pelayanan kesehatan di rumah sakit sesuai dengan kondisi pasien secara efektif

dan efisien. Sistem ini akan menghindari penggunaan alat kedokteran canggih

secara berlebihan, serta pemberian obat-obat yang tidak perlu. Dengan sistem

yang berbasis teknologi informasi ini diharapkan dapat memberikan keadilan dan

transparansi bagi pihak pemberi dan pengguna jasa pelayanan kesehatan, terutama

pelayanan di rumah sakit yang bekerjasama menyelenggarakan Jamkesmas.

Implementasi Casemix di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 2006

dengan nama INA-DRG (Indonesia-Diagnosis Related Group), berdasarkan

Keputusan Menteri Kesehatan No. 1633/Menkes/SK/XII/2005 tanggal 23

Desember 2005 tentang uji coba penerapan Sistem DRG Casemix. Dimana pada

tahap awal implementasi tersebut melibatkan 15 rumah sakit pilot project yang

terdiri dari rumah sakit vertical. Kementerian Kesehatan RI menjajaki kerjasama

dengan United Nation University-International Institute for Global Health (UNU-

IIGH) di Malaysia. Dengan terjadinya pergantian ini maka terjadi pula perubahan

nama dari INA-DRG menjadi INA-CBG’s (Indonesia-Case Based Group’s).

14

Page 15: konsul sementara aja

Bentuk kerjasama antara Kementerian Kesehatan RI dan UNU-IIGH adalah

serangkaian kegiatan teknis untuk pengembangan dan implementasi sistem

Casemix di Indonesia hingga terciptanya “local norm”, yang nantinya mutlak

menjadi milik Kementerian Kesehatan RI. INA-DRG adalah variasi sistem

casemix untuk Indonesia yang disusun berdasarkan data dari 15 rumah sakit

vertikal, mempergunakan ICD 10 untuk diagnosis dan ICD 9 CM untuk prosedur

tindakan serta biaya berdasarkan tarif yang berlaku pada waktu tersebut. Kunci

Utama dalam pelaksanaan INA DRG adalah :

a. Tulis selengkapnya oleh tenaga medis/paramedis mengenai:

1) Diagnosis Utama

2) Diagnosis Komplikasi

3) Diagnosis Penyakit Penyerta

b. Tulis Kodefikasi Diagnosis diatas berdasarkan ICD 10 dan prosedur

tindakan yang diberikan sesuai ICD 9 CM

c. Ketersediaan dan kesiapan petugas koder dan IT dalam menerapkan

software Grouper.

Kajian dari sistem casemix yang menjadi perhatian adalah bauran kasus,

yaitu apakah diagnosis utama yang ditegakkan pasien serta komplikasi apa yang

mungkin terjadi akibat diagnosis utama tersebut. Diagnosis utama itulah yang

dijadikan acuan untuk menghitung biaya pelayanan. Penghitungan biaya berfokus

pada variabel tersebut, sehingga rumah sakit tidak akan mencantumkan hal-hal

yang tidak seharusnya dalam pembayaran dan penghitungan biaya menjadi lebih

mudah dan tepat. Prioritas pelayanan pasien akan diberikan sesuai dengan tingkat

keparahan, dan tidak dilakukan secara sembarangan. Ini tentunya dapat menekan

15

Page 16: konsul sementara aja

biaya pelayanan kesehatan yang kerap menjadi masalah bagi masyarakat,

khususnya masyarakat miskin.

Ronnie menyatakan bahwa pembayaran perawatan di rumah sakit berdasar

DRG adalah cara pembayaran perawatan di rumah sakit berdasarkan diagnosis,

bukan berdasarkan utilisasi pelayanan medis maupun non medis yang diberikan

kepada seorang pasien dalam rangka penyembuhan suatu penyakit. Besarnya

pembayaran/tarif per diagnosis telah ditetapkan sebelumnya, sehingga bila biaya

yang dikeluarkan oleh rumah sakit lebih kecil dari tarif yang telah disepakati

maka selisihnya merupakan keuntungan bagi rumah sakit, tetapi bila biaya yang

dikeluarkan rumah sakit lebih besar daripada tarif yang telah disepakati maka

selisihnya merupakan kerugian bagi rumah sakit.

Johari menyatakan selain memberikan fokus dalam masalah penghitungan

biaya, casemix juga memberikan standar nasional mengenai berapa biaya yang

harus dikenakan untuk diagnosis tertentu. Hal ini memberikan kepastian sekaligus

transparansi pada masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan.

Sehingga biaya dapat diprediksi, dan keuntungan yang diperoleh rumah sakit pun

dapat lebih pasti.

2.1.5 Manfaat INA-CBGs

Manfaat yang dapat kita peroleh dari penerapan kebijakan program

Casemix INA CBGs secara umum adalah secara Medis dan Ekonomi. Dari segi

medis, para klinisi dapat mengembangkan perawatan pasien secara komprehensif,

tetapi langsung kepada penanganan penyakit yang diderita oleh pasien. Secara

ekonomi, dalam hal ini keuangan (costing) jadi lebih efisien dan efektif dalam

16

Page 17: konsul sementara aja

penganggaran biaya kesehatan. Sarana pelayanan kesehatan akan mengitung

dengan cermat dan teliti dalam penganggaranya.

a. Bagi pasien

Adanya kepastian dalam pelayanan dengan prioritas

pengobatan berdasarkan derajat keparahan

Dengan adanya batasan pada lama rawat (length of stay)

pasien mendapatkan perhatian lebih dalam tindakan medis dari

para petugas rumah sakit, karena berapapun lama rawat yang

dilakukan biayanya sudah ditentukan.

Pasien menerima kualitas pelayanan kesehatan yang lebih

baik.

Mengurangi pemeriksaan dan penggunaan alat medis yang

berlebihan oleh tenaga medis sehingga mengurangi resiko yang

dihadapi pasien.

b. Bagi rumah sakit

Rumah Sakit mendapat pembiayaan berdasarkan kepada

beban kerja sebenarnya.

Dapat meningkatkan mutu & efisiensi pelayanan Rumah

Sakit.

Bagi dokter atau klinisi dapat memberikan pengobatan

yang tepat untuk kualitas pelayanan lebih baik berdasarkan derajat

keparahan, meningkatkan komunikasi antar spesialisasi atau

17

Page 18: konsul sementara aja

multidisiplin ilmu agar perawatan dapat secara komprehensif serta

dapat memonitor QA dengan cara yang lebih objektif.

Perencanaan budget anggaran pembiayaan dan belanja yang

lebih akurat.

Dapat untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang

diberikan oleh masing-masing klinisi.

Keadilan (equity) yang lebih baik dalam pengalokasian

budget anggaran.

Mendukung sistem perawatan pasien dengan menerapkan

Clinical Pathway.

c. Bagi penyandang dana pemerintah (provider)

Dapat meningkatkan efisiensi dalam pengalokasian

anggaran pembiayaan kesehatan.

Dengan anggaran pembiayaan yang efisien, equity terhadap

masyarakat luas akan akan terjangkau.

Secara kualitas pelayanan yang diberikan akan lebih baik

sehingga meningkatkan kepuasan pasien dan provider/ Pemerintah.

Penghitungan tarif pelayanan lebih objektif dan

berdasarkan kepada biaya yang sebenarnya.

2.2 RS dengan sistem Casemix

Rumah sakit adalah sebuah institusi perawatan kesehatan profesional yang

pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya.

Fungsi rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik dan

18

Page 19: konsul sementara aja

sub spesialistik dengan fungsi utama menyediakan dan menyelenggarakan upaya

kesehatan yang bersifat penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitasi)

pasien.

Tahap awal implementasi sistem Casemix di Indonesia melibatkan 15

Rumah Sakit sebagai pilot project yang terdiri dari:

1) RSU H. Adam Malik, Medan

2) RSUP Dr. M. Djamil, Padang

3) RSUP Dr. M. Hoesin, Palembang

4) RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

5) RSUP Fatmawati, Jakarta

6) RSUP Persahabatan, Jakarta

7) RS Anak Bunda Harapan Kita, Jakarta

8) RS Jantung & Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta

9) RS Kanker Dharmais, Jakarta

10) RSUP Hasan Sadikin, Bandung

11) RSUP Dr. Kariadi, Semarang

12) RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta

13) RSUP Sanglah, Denpasar

14) RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar

15) RSUP Dr. R. D. Kandou, Manado

Data yang lengkap dan akurat dari sistem casemix dapat berfungsi untuk

memajukan rumah sakit dalam melakukan penilaian terhadap berbagai pelayanan

yang telah diberikan. Sehingga efektivitas pelayanan kesehatan dapat terkontrol

19

Page 20: konsul sementara aja

dan dievaluasi serta rumah sakit memiliki acuan yang jelas dalam usaha

meningkatkan mutu pelayanan mereka.

Pelaksanaan sistem casemix tidak terlepas dari berbagai kendala, salah

satunya adalah kendala dalam melakukan diagnosa dan pengkodeannya. Sampai

saat ini, selain ke-15 rumah sakit berpartisipasi, rumah sakit di Indonesia banyak

yang belum mulai menggunakan pengkodean medis. Padahal, kunci sukses dari

penyusunan casemix adalah pada diagnosa dan pengkodean yang teliti sehingga

Costing dari setiap kelompok penyakit dengan diagnosa yang sama dapat

diterapkan.

2.3 Analisa Costing (biaya) di Rumah Sakit

2.3.1 Jenis Biaya

Definisi dasar biaya adalah semua pengorbanan yang dikeluarkan untuk

memproduksi dan mengkonsumsi suatu komoditi tertentu. Dengan demikian

pengertian biaya meliputi semua jenis pengorbanan, bisa dalam bentuk uang,

barang, waktu yang hilang, kesempatan yang hilang dan bahkan kenyamanan

yang terganggu. Ada beberapa cara klasifikasi biaya, seperti diuraikan berikut ini:

a. Berdasarkan sifat kegunaannya:

- Biaya investasi, adalah biaya yang manfaatnya dapat dipergunakan selama

lebih dari satu tahun. Patokan satu tahun didasarkan pada kalaziman

bahwa perencanaan anggaran biasanya dilakukan setiap tahun. Termasuk

dalam klasifikasi biaya investasi adalah biaya gedung, biaya alat medis,

dan biaya alat nonmedis.

- Biaya pemeliharaan, adalah biaya yang fungsinya untuk mempertahankan

atau memperpanjang kapasitas barng investasi. Dengan demikian

20

Page 21: konsul sementara aja

klasifikasinya mengikuti klasifikasi biaya investasi, yaitu biaya gedung,

biaya alat medis, dan biaya alat nonmedis.

- Biaya operasional, adalah biaya yang diperlukan untuk memfungsikan

atau mengoperasikan barang infestasi. Termasuk dalam klasifikasi ini

adalah biaya personel (gaji), biaya obat dan bahan, biaya makan, biaya

ATK, dan biaya umum (listrik, air, telepon, perjalanan,dan lain-lain).

b. Berdasarkan hubungannya dengan jumlah produk (output):

- Biaya tetap (fix cost), adalah biaya yang besarnya relatif tidak dipengaruhi

oleh jumlah output atau produksi yang dihasilkan. Termasuk dalam

klasifikasi ini adalah barang-barang investasi yang disebutkan di atas.

- Biaya semivariabel (semivariable cost), adalah biaya yang sebetulnya

tidak mengoperasionalkan barang investasi, akan tetapi besarnya tidak

terpengaruh oleh banyaknya produksi. Termasuk dalam kasufikasi ini

adalah biaya gaji pegawai tetap.

- Biaya variable (variable cost), adalah biaya yang besarnya dipengaruhi

oleh banyaknya produksi. Misalnya biaya jarum suntik dalam pelayanan.

c. Berdasarkan fungsinya dalam proses produksi

- Biaya langsung (direct cost), adalah biaya yang manfaatnya langsung

merupakan dari produk atau barang yang dihasilkan. Misalnya biaya jarum

suntik.

- Biaya tak langsung (indirect cost), adalah biaya yang manfaatnya tidak

menjadi bagian langsung dalam produk , akan tetapi merupakan biaya

yang diperlukan untuk menunjang unit-unit produksi.

21

Page 22: konsul sementara aja

2.3.2 Pusat Biaya

Pusat biaya adalah unit fungsional dimana biaya-biaya tersebut

dipergunakan. Untuk rumah sakit pusat biaya tersebut secara garis besar dapat

dibagi dua, yaitu (1) pusat biaya penunjang, yaitu unit-unit yang tidak langsung

memproduksi produk rumah sakit dan (2) pusat biaya produksi, yaitu unit-unit

dimana pelayanan rumah sakit dihasilkan.

Yang termasuk pusat biaya penunjang misalnya adalah unit pimpinan dan

tata usaha, unit pemeliharaan, unit CSSD/ Laundry, unit dapur, dan lain-lain.

Yang termasuk pusat biaya produksi misalnya adalah laboratorium klinik,

laboratorium patologi anatomi, bagian radiologi, unit rawat jalan, unit gawat

darurat, unit ICU/ ICCU, unit bedah, unit rawat inap, unit rehabilitasi medis, unit

kamar jenazah, dan lain-lain.

2.3.3 Distribusi Biaya

Dalam analisa biaya rumah sakit telah dikembangkan beberapa metode

untuk melakukan distribusi biaya tersebut., yaitu metode distribusi sederhana

(simple distribution method), metode distribusi anak tangga (step down method),

metode distribusi ganda (double distribution method), dan metode distribusi

multiple (multiple distribution method).

2.3.4 Costing INA CBGs

Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam menentukan

pembiayaan untuk DRG, yaitu :

1) Top Down Costing

22

Page 23: konsul sementara aja

Metode ini menggunakan informasi utama dari rekening atau data

keuangan rumah sakit yang telah ada. Langkah pertama adalah mengidentifikasi

pengeluaran-pengeluaran rumah sakit yang terkait dengan penyediaan layanan

rawat inap. Langkah selanjutnya adalah mengklasifikasikan pengeluaran-

pengeluaran tersebut ke masing-masing cost center seperti bangsal rawat inap

(wards), gaji dan jasa medis tenaga medis dan paramedis (medical salaries),

ruang operasi (operating room), bahan dan barang farmasi (pharmacy), radiologi

(radiology), patologi (pathology), dan pekerja sosial serta unit-unit biaya lain

yang terkait dengan penyediaan layanan kesehatan.

2) Activity Based Costing (ABC)

ABC adalah suatu metodologi pengukuran biaya dan kinerja atas aktivitas,

sumber daya, dan objek biaya. ABC memilik dua elemen utama, yaitu pengukuran

biaya (cost measures) dan pengukuran kinerja (performance measures). Sumber

daya-sumber daya ditentukan oleh aktivitas-aktivitas yang dilakukan, sedangkan

aktivitas-aktivitas ditentukan berdasarkan kebutuhan yang digunakan oleh objek

biaya. Konsep dasar ABC menyatakan bahwa aktivitas mengkonsumsi sumber

daya untuk memproduksi sebuah keluaran (output), yaitu penyediaan layanan

kesehatan. Melalui pemahaman konsep ABC tersebut di atas, keterkaitan antara

service lines, tarif, sumber daya, dan biaya yang dikeluarkan penyedia sumber

daya dalam kerangka interaksi antara pengguna layanan, rumah sakit, dan

penyedia sumber daya.

23

Page 24: konsul sementara aja

2.4 Costing INA-CBGs di RSUP Dr. M. Djamil Padang

System INA-CBGs sudah digunakan di RSUP. Dr. M. Djamil Padang

pada pasien Jamkesmas (Kelas 3). Rencananya, pada tanggal 1 Januari 2014

sesuai dengan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dalam rangka

menyongsong Universal Coverage, system ini akan digunakan untuk setiap kelas

di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Implementasi Costing INA_CBGs di RSUP Dr.

M. Djamil Padang sudah ada namun masih secara umum, bukan sesuai diagnosa

kelompok penyakit yang sama. Idealnya sistem Costing INA-CBGs ini

menggunakan sistem Costing per diagnosa kelompok penyakit yang sama.

Sementara itu, Costing pasien jamkesmas di RSUP Dr. M. Djamil Padang dalam

rangka implementasi INA CBGs masih secara umum sesuai dengan kebutuhan

data yang diperlukan Kemenkes (Lihat Lampiran 1). RSUP Dr. M. Djamil Padang

masih dalam perencanaan untuk mengaplikasikan Costing per diagnosa kelompok

penyakit yang sama sesuai dengan implementasi INA CBGs (Lihat lampiran 2).

KERANGKA TEORI

…….

KERANGKA KONSEP

…………….

24

Page 25: konsul sementara aja

BAB 3 : METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu untuk

menganalisis sistem Costing dalam implementasi INA-CBGs di RSUP Dr. M.

Djamil Padang tahun 2013. Penelitian ini dilakukan dari informan terpercaya

karena informasi didapatkan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang

dimiliki nara sumber serta bersifat deskriptif dan fokus pada fakta lapangan.

3.2 `Waktu dan Tempat

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2013 di RSUP

DR.M.Djamil Padang.

3.3 Informan

Pada penelitian ini, peneliti melakukan wawancara mendalam dengan

orang-orang yang dianggap mengetahui tentang tujuan penelitian yang selanjutnya

disebut dengan informan penelitian. Penentuan sumber data pada orang yang

diwawancarai atau informan penelitian dilakukan secara Purposive Sampling,

yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu.27

a. Informan mengetahui secara lebih luas dan mendalam sehubungan

dengan objek penelitian.

b. Informan dapat dipercaya dan kompeten sebagai sumber data

sehubungan dengan objek penelitian.

Informan Penelitian ini adalah:

1) 1 orang Direktur Keuangan RSUP Dr. M. Djamil Padang.

25

Page 26: konsul sementara aja

2) 2 (satu) orang Kabag ; bagian Akutansi dan PMD (Perbendaharaan dan

Mobilisasi Dana RSUP Dr. M. Djamil Padang.

3) 1 orang staf sub. Bagian Mobilisasi dana RSUP Dr. M. Djamil Padang.

4) 1 orang bagian Instalasi rekam Medis RSUP Dr. M. Djamil Padang.

5) 2 orang dokter RSUP Dr. M. Djamil Padang.

Dimana informan didapatkan dengan wawancara mendalam (indepth

interview). Teknik ini biasanya melekat erat dengan penelitian kualitatif.

Wawancara mendalam (in–depth interview) adalah proses memperoleh keterangan

untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara

pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa

menggunakan pedoman (guide) wawancara di mana pewawancara dan informan

terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Keunggulannya ialah

memungkinkan peneliti mendapatkan jumlah data yang banyak, sebaliknya

kelemahan ialah karena wawancara melibatkan aspek emosi, maka kerjasama

yang baik antara pewawancara dan yang diwawancari sangat diperlukan.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrument atau alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah peneliti sendiri dengan menggunakan panduan wawancara dan check

list yang sudah disusun secara tertulis sesuai dengan masalah, kemudian

digunakan sebagai sarana untuk mendapatkan informasi dan menilai sarana

pengumpulan data. Panduan wawancara berisi daftar pertanyaan yang akan

diajukan kepada informan dan juga dibantu dengan menggunakan tape recorder,

buku catatan dan camera digital sehingga dapat diperoleh informasi yang lebih

lengkap.

26

Page 27: konsul sementara aja

3.5 Pengumpulan Data

3.5.1 Data Primer

Data primer adalah data dasar yang sudah ada/ dipublikasikan, sehingga

dapat dikaji dan dianalisis. Data primer pada penelitian ini antara lain:

- Data biaya pasien

- Data pengeluaran RS

- Data pendapatan RS

- Data Klaim Jamkesmas

- Data tarif INA-CBGs

3.5.2 Data Sekunder

Data yang diperoleh dari pencatatan hasil wawancara dari Informan yang

telah ditentukan di RSUP DR.M.Djamil Padang pada jangka waktu yang telah

ditentukan.

3.5.3 Cara Pengumpulan Data

a. Observasi (Pengamatan)

Observasi yang dilakukan adalah observasi langsung dimana peneliti

melihat langsung kegiatan dimana penelitian diadakan.

b. Interview (Wawancara)

Wawancara yang dilakukan adalah wawancara semiterstruktur, wawancara

ini sudah termasuk dalam kategori indepth interview. Pelaksanaannya

lebih bebas dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Pewawancara

membawa panduan pertanyaan lengkap dan terperinci sesuai dengan

obyek penelitian.

27

Page 28: konsul sementara aja

c. Dokumentasi

Merupakan cara pengumpulan data yang didapat dengan cara

pengumpulan catatan peristiwa yang telah lalu baik berbentuk tulisan

(peraturan, keputusan, kebijakan) ataupun gambar.

3.6 Pengolahan dan Analisa Data

3.6.1 Pengolahan Data

Setelah data dikumpulkan, selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan

langkah- langkah sebagai berikut :29

a. Reduksi Data (Data Reduction)

Data-data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam (Indepth

interview) direduksi kedalam matriks hasil wawancara. Kemudian data-data

itu dikategorikan ke dalam input, proses dan output sehingga diperoleh pola

keteraturan data yang jelas.

b. Penyajian Data

Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah menyajikan data

(data display). Data-data yang sudah dikategorikan dapat disajikan dalam

bentuk narasi.

c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi (Conclusion drawing/ verification)

Setelah data disajikan, selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan

dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara

dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung

pada tahap pengumpulan data berikutnya.

28

Page 29: konsul sementara aja

3.6.2 Analisa Data

Analisa data yang akan dipakai untuk menganalisis data penelitian ini

dilakukan dengan teknik analisis isi (content analysis) yaitu membandingkan

dengan teori- teori yang ada pada tinjauan pustaka dan dianalisis segera setelah

dilakukan wawancara untuk menghindari kesalahan yang mungkin timbul.

Peneliti menggunakan triangulasi sebagai teknik untuk mengecek keabsahan data

yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara

terhadap objek penelitian. Untuk menjaga keabsahan data digunakan triangulasi

yaitu :29

a) Triangulasi sumber, dilakukan dengan cara mewawancarai hal yang sama

melalui informan yang berbeda.

b) Triangulasi metode, dilakukan dengan cara mewawancarai hal yang sama

melalui metode yang berbeda, yaitu dengan wawancara mendalam, dan

observasi.

c) Triangulasi waktu, pengumpulan data dilakukan dengan berbagai

kesempatan, pagi, siang dan sore hari.

29

Page 30: konsul sementara aja

3.7 Definisi Operasional

Variabel Definisi OperasionalCara

Pengukuran

Alat

UkurHasil Ukur

Indikato

r

1. Inp

ut

a) ..

b) ..

2. Pro

ses

3. Out

put

??????????????????????????????????????????????????????????????????

Input biaya yang dikeluarkan antara lain: biaya Penunjang Umum

(Overhead), Biaya penunjang Medik (Intermediete), dan Biaya Pelayanan

Medis (Final).

Proses Analisa Data yaitu proses pengumpulan data dari perhitungan

Costing

Output Cost / Biaya

30

Page 31: konsul sementara aja

??????????????????????????????????????????????????????????????????

???????????

31