Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada...

42
Volume 12, Nomor 5, September 2016 Halaman 149–158 DOI: 10.14692/jfi.12.5.149 ISSN: 0215-7950 149 *Alamat penulis korespondensi: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Jalan Kamper, Kampus Dramaga IPB, Bogor 16680. Tel: 0251-8629364, Faks: 0251-8629362; surel: [email protected] Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk Pengendalian Cendawan Patogen Terbawa Benih Jagung Selection of Endophytic Bacteria Producing Metabolite Compound to Control Seedborne Fungal Pathogen of Maize Andini Hanif*, Bonny Poernomo Wahyu Soekarno, Abdul Munif Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680 ABSTRAK Bakteri endofit dilaporkan mampu menghasilkan senyawa metabolit yang berpotensi anticendawan. Tujuan penelitian ialah mendapatkan bakteri endofit asal tanaman jagung untuk mengendalikan Fusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit dilakukan melalui uji hipersensitif pada daun tanaman tembakau dan uji antagonis. Isolat bakteri endofit yang mempunyai daya hambat tinggi terhadap Fusarium sp. kemudian dianalisis senyawa metabolitnya secara in vitro dan in vivo. Tiga isolat bakteri endofit, yaitu Lactobacillus sp. isolat EF14III, Pseudomonas sp. isolat ER1I, dan Aeromonas sp. isolat ER10I berpotensi menghambat pertumbuhan Fusarium sp.. Senyawa metabolit Pseudomonas sp. isolat ER1I dapat mengurangi tingkat infeksi hingga 65.0% pada uji kertas saring yang dilembapkan dan mampu menekan tingkat infeksi hingga 59.5% dan 60.5% berturut-turut pada medium agar-agar cair, dan tanah steril dengan menggunakan metode growing on test. Senyawa sikloheksanona dengan konsentrasi 9.68% yang dihasilkan oleh Pseudomonas sp. isolat ERI1 merupakan salah satu faktor penentu aktivitas anticendawan. Kata kunci: anticendawan, Fusarium sp., Pseudomonas sp., sikloheksanona ABSTRACT Endophytic bacteria have been reported to produce metabolite as antifungal compound. This study was aimed to obtain endophytic bacteria which are able to produce metabolite to control Fusarium sp., a potential seedborne fungi on maize. Endophytic bacteria were screened by hypersensitive test on tobacco leaves and antagonistic test. Endophytic bacteria isolates with high growth inhibitor activity were selected and examined for their metabolite compound. Thre isolates, i.e. Lactobacillus sp. isolate EF14III, Pseudomonas sp. isolate ER1I, dan Aeromonas sp. isolate ER10I has the potential to inhibit Fusarium sp.. Metabolite compound of Pseudomonas sp. isolates ER1I was able to decrease the infection Fusarium sp. by 65.0% in blotter test and decreased infection of Fusarium sp. up to 59.5% and 60.5% in growing on test using water agar and sterile soil, respectively. Cyclohexanone with concentration of 9.68% produced by Pseudomonas sp. isolat ERI1 may play a role as antifungal compound. Key words: antifungal compound, cyclohexanone, Fusarium sp., Pseudomonas sp.

Transcript of Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada...

Page 1: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

Volume 12, Nomor 5, September 2016Halaman 149–158

DOI: 10.14692/jfi.12.5.149ISSN: 0215-7950

149

*Alamat penulis korespondensi: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Jalan Kamper, Kampus Dramaga IPB, Bogor 16680.Tel: 0251-8629364, Faks: 0251-8629362; surel: [email protected]

Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk Pengendalian Cendawan Patogen Terbawa Benih Jagung

Selection of Endophytic Bacteria Producing Metabolite Compound to Control Seedborne Fungal Pathogen of Maize

Andini Hanif*, Bonny Poernomo Wahyu Soekarno, Abdul MunifInstitut Pertanian Bogor, Bogor 16680

ABSTRAK

Bakteri endofit dilaporkan mampu menghasilkan senyawa metabolit yang berpotensi anticendawan. Tujuan penelitian ialah mendapatkan bakteri endofit asal tanaman jagung untuk mengendalikan Fusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit dilakukan melalui uji hipersensitif pada daun tanaman tembakau dan uji antagonis. Isolat bakteri endofit yang mempunyai daya hambat tinggi terhadap Fusarium sp. kemudian dianalisis senyawa metabolitnya secara in vitro dan in vivo. Tiga isolat bakteri endofit, yaitu Lactobacillus sp. isolat EF14III, Pseudomonas sp. isolat ER1I, dan Aeromonas sp. isolat ER10I berpotensi menghambat pertumbuhan Fusarium sp.. Senyawa metabolit Pseudomonas sp. isolat ER1I dapat mengurangi tingkat infeksi hingga 65.0% pada uji kertas saring yang dilembapkan dan mampu menekan tingkat infeksi hingga 59.5% dan 60.5% berturut-turut pada medium agar-agar cair, dan tanah steril dengan menggunakan metode growing on test. Senyawa sikloheksanona dengan konsentrasi 9.68% yang dihasilkan oleh Pseudomonas sp.isolat ERI1 merupakan salah satu faktor penentu aktivitas anticendawan.

Kata kunci: anticendawan, Fusarium sp., Pseudomonas sp., sikloheksanona

ABSTRACT

Endophytic bacteria have been reported to produce metabolite as antifungal compound. This study was aimed to obtain endophytic bacteria which are able to produce metabolite to control Fusarium sp., a potential seedborne fungi on maize. Endophytic bacteria were screened by hypersensitive test on tobacco leaves and antagonistic test. Endophytic bacteria isolates with high growth inhibitor activity were selected and examined for their metabolite compound. Thre isolates, i.e. Lactobacillus sp. isolate EF14III, Pseudomonas sp. isolate ER1I, dan Aeromonas sp. isolate ER10I has the potential to inhibit Fusarium sp.. Metabolite compound of Pseudomonas sp. isolates ER1I was able to decrease the infection Fusarium sp. by 65.0% in blotter test and decreased infection of Fusarium sp. up to 59.5% and 60.5% in growing on test using water agar and sterile soil, respectively. Cyclohexanone with concentration of 9.68% produced by Pseudomonas sp. isolat ERI1 may play a role as antifungal compound.

Key words: antifungal compound, cyclohexanone, Fusarium sp., Pseudomonas sp.

Page 2: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Hanif et al

150

PENDAHULUAN

Patogen terbawa benih dapat mengubah bentuk dan warna benih, hilangnya daya kecambah dan vigor benih dapat mengurangi hasil produksi tanaman, dan menyebabkan berkembangnya penyakit tanaman. Niaz dan Dawar (2009) menemukan 23 genus dan 56 spesies cendawan yang diisolasi dari benih jagung, di antaranya Fusarium, Penicillium, Aspergillus, Curvularia dan Phoma. Salah satu penyakit penting pada tanaman jagung ialah busuk batang yang disebabkan oleh Fusarium sp.. Beberapa spesies Fusarium sp. dapat menginfeksi hampir seluruh pertanaman serealia di seluruh dunia (Popovsky dan Celar 2013). Berdasarkan BPSB (2013), cendawan patogen yang menginfeksi benih jagung di Sumatera Utara ialah Cercospora acremonium, Fusarium moniliforme, Bipolaris maydis, dan Phoma sp.

Penggunaan bakteri endofit sebagai agens hayati memiliki keuntungan dibandingkan dengan mikrob antagonis lainnya karena mikrob endofit sudah ada, hidup, dan bertahan di dalam jaringan selama perkembangan tanaman dan memberi perlindungan bagi tanaman. Bakteri endofit yang diisolasi dari akar jagung dilaporkan memiliki aktivitas anticendawan terhadap F. verticillioides, Colletotrichum graminicola, Bacillus maydis, dan Cercospora sp. dengan persentase penghambatan hingga 70% (Zecchin et al. 2014).

Tujuan dari penelitian ini ialah memperoleh isolat bakteri endofit yang dapat menghambat pertumbuhan cendawan Fusarium pada benih jagung.

BAHAN DAN METODE Isolasi Bakteri Endofit dan Uji Hipersensitif

Bakteri endofit diisolasi dari tanaman jagung varietas Scada yang sehat. Isolasi dilakukan dari bagian akar, batang, daun, dan benih. Sebanyak 1 g akar, batang, daun, dan benih jagung dicuci bersih dengan air mengalir, selanjutnya direndam di dalam larutan NaOCl 1% selama 2 menit, alkohol 70% selama 30 detik, dan dibilas akuades steril sebanyak 3 kali. Semua bagian tanaman

(akar, batang, daun, dan benih) jagung ditanam pada medium tripton soya agar (TSA) sebagai kontrol. Akar, batang, daun, dan benih jagung yang telah steril digerus menggunakan mortar dan ditambahi 9 mL akuades steril lalu diencerkan hingga tingkat pengenceran 10-3. Sebanyak 0.1 mL suspensi bagian tanaman disebar secara merata pada medium TSA 20% dan diinkubasi pada suhu ruang 25 °C selama 24 jam. Koloni bakteri yang tumbuh diisolasi dan diremajakan pada medium TSA 100%.

Suspensi bakteri endofit yang digunakan untuk uji hipersensitif diremajakan pada medium tripton soya broth (TSB) dan digoyang menggunakan shaker dengan kecepatan 150 rpm selama 24 jam. Sebanyak 0.1 mL suspensi bakteri disuntikkan pada daun tembakau dan diinkubasi selama 24–48 jam pada suhu 25 °C. Pengamatan gejala nekrotik dilakukan pada daun tembakau.

Deteksi dan Isolasi Cendawan Patogen Terbawa Benih Jagung

Deteksi dan isolasi cendawan patogen terbawa benih dilakukan dengan meletakkan benih di atas kertas saring lembap (ISTA 1996). Sebanyak 400 benih jagung varietas New Honey dan varietas lokal DK771 disterilkan permukaannya dengan merendamnya dalam NaOCl 3% selama 2 menit dan dibilas sebanyak 3 kali dengan akuades steril. Benih jagung diletakkan di dalam cawan petri berisi 3 lembar kertas saring lembap, masing-masing cawan petri berisi 10 benih. Benih diinkubasi selama 12 jam di bawah sinar n-UV dan 12 jamtanpa penyinaran. Pada hari ke-2 benih diinkubasi pada suhu -20 °C selama 24 jam. Selanjutnya benih diinkubasi kembali pada suhu 25 °C hingga hari ke-8. Cendawan yang muncul selama masa inkubasi diremajakan pada medium agar-agar dekstrosa kentang (ADK) untuk selanjutnya diamati dan diidentifikasi menggunakan kunci identifikasi Barnett dan Hunter (1998).

Uji in Vitro Kemampuan Antagonis Bakteri Endofit terhadap Fusarium sp.

Isolat bakteri endofit yang tidak me-nyebabkan nekrotik pada uji hipersensitif

Page 3: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Hanif et al

151

selanjutnya diuji kemampuannya sebagai antagonis terhadap Fusarium sp.. Sebanyak 1 ose dari isolat biakan murni bakteri endofit diremajakan pada 10 mL medium TSB dalam tabung reaksi dan digoyang selama 24 jam. Fusarium sp. yang digunakan merupakan biakan murni pada medium ADK yang berumur 24 jam.

Fusarium sp. berdiameter 5 mm diletakkan di tengah cawan yang berisi medium ADK. Kertas cakram berdiameter 6 mm direndam dalam suspensi bakteri endofit (108 sel mL-1)selama 30 menit dan diletakkan pada dua bagian tepi medium ADK. Biakan ini diinkubasi selama 7 hari pada suhu 25 °C. Kertas cakram steril digunakan sebagai kontrol. Daya hambat bakteri endofit terhadap Fusarium sp. dihitung menggunakan rumus:

Daya hambat = Y - XY × 100%, dengan

X, diameter koloni cendawan yang terhambat pertumbuhannya; Y, diameter koloni cendawan normal.

Sebanyak 3 isolat bakteri endofit dengan kemampuan yang paling tinggi dalam meng-hambat pertumbuhan cendawan dipilih untuk dikarakterisasi secara morfologi, biokimia, dan fisiologi.

Pengukuran Kurva Pertumbuhan Bakteri Endofit

Sebanyak 3 isolat bakteri endofit terpilih dibiakkan dalam medium cair luria-bertani (LB) pada alat pengocok dengan kecepatan 150 rpm selama 24 jam pada suhu 25 °C. Pertumbuhan sel bakteri diukur dengan spektrofotometer setiap 1.5 jam. Selanjutnya hasil pengukuran ini digunakan untuk menentukan fase stasioner bakteri.

Produksi Senyawa Metabolit oleh Sel Bakteri Endofit

Senyawa metabolit bakteri endofit dihasilkan dengan menumbuhkan isolat bakteri endofit EF14III, ER1I, dan ER10I pada medium fermentasi muller hinton broth (MHB) dan digoyang dengan kecepatan 150 rpm dengan selang waktu berdasarkan pada kurva pertumbuhan fase stasioner.

Biakan bakteri diendapkan dengan sentrifugasi pada kecepatan 3800 rpm selama 20 menit. Supernatan disaring dengan kertas saring 0.22 µm (Elita et al. 2013).

Uji in Vitro Senyawa Metabolit Bakteri Endofit terhadap Pertumbuhan Fusarium sp.

Suspensi metabolit dari masing-masing isolat bakteri endofit ditambahkan pada medium ADK dengan konsentrasi suspensi sebesar 5%, 10%, dan 20%. Kontrol positif adalah medium ADK yang ditambahi fungisida sintetik berbahan aktif metalaksil dengan konsentrasi 30%, sedangkan kontrol negatif merupakan medium ADK tanpa perlakuan.

Fusarium sp. ditumbuhkan pada medium ADK dan diinkubasi pada suhu 25 °C selama 24 jam. Perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Pengamatan dilakukan dengan mengukur diameter koloni Fusarium sp. medium ADK yang ditambah suspensi metabolit bakteri endofit. Diameter koloni Fusarium sp. ini dibandingkan dengan diameter koloni Fusarium sp. pada kontrol.

Selanjutnya senyawa metabolit bakteri endofit yang dapat menghambat pertumbuhan Fusarium sp. dianalisis menggunakan alat Py-GC-MS pada suhu pirolisis 280 °C selama 1 jam, suhu injeksi 280 °C, dan suhu awal kolom 50 °C. Analisis dilakukan di Laboratorium Hasil Hutan, Puslitbang Kehutanan Bogor. Identifikasi senyawa dilakukan dengan membandingkan data waktu retensi, spektrum massa, dan fragmentasi ion senyawa dengan data yang ada pada pangkalan database online WILEY7 thlibrary (Octaviani 2015).

Uji in Vivo Kemampuan Metabolit Bakteri Endofit dalam Menekan Infeksi Fusarium sp.

Senyawa metabolit bakteri endofit dengan kemampuan yang paling tinggi dalam menghambat pertumbuhan Fusarium sp. dipilih untuk uji in vivo. Dalam tahapan ini digunakan benih jagung varietas lokal DK771. Sebanyak 100 benih jagung direndam dalam suspensi senyawa metabolit bakteri endofit pada konsentrasi 10% dan 20% selama 24 jam dan dikeringanginkan. Benih tersebut diuji di atas kertas saring lembap, medium agar -agar

Page 4: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Hanif et al

152

air, dan tanah steril. Sebagai kontrol negatif, benih direndam dalam akuades steril selama 24 jam, sedangkan untuk kontrol positif benih direndam dalam fungisida metalaksil dengan konsentrasi 30% selama 24 jam. Uji ini menggunakan 10 benih jagung, kecuali untuk uji tumbuh pada tanah steril menggunakan 5 benih jagung. Benih terinfeksi pada uji di atas kertas saring lembap diamati pada hari ke-10, sedangkan di medium agar-agar air pada hari ke-7, dan di tanah steril pada hari ke-14.

Rancangan Percobaan dan Analisis DataPenelitian ini disusun dalam rancangan

acak lengkap dengan 5 ulangan. Data kemampuan bakteri endofit menghambat Fusarium sp. diolah menggunakan program SAS 9.1. Apabila terdapat perlakuan yang menunjukkan beda nyata akan dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf nyata 5%.

HASIL

Bakteri Endofit dan Uji Hipersensitif Sebanyak 67 isolat bakteri endofit asal

tanaman jagung berhasil diisolasi, 20 isolat bakteri berasal dari akar, 11 isolat bakteri berasal dari batang, 24 isolat bakteri berasal dari daun, dan 12 isolat bakteri dari benih. Sebanyak 31 isolat bakteri tidak menunjukkan reaksi hipersensitif pada daun tembakau (Tabel 1).

Cendawan Patogen Terbawa Benih JagungBenih jagung varietas New Honey

menunjukkan adanya infeksi Fusarium sp. sebesar 17.75%, jagung varietas lokal DK771 lebih dari 3 kalinya (Tabel 2).

Kemampuan Antagonis Bakteri Endofit terhadap Fusarium sp. Secara in Vitro

Hasil uji antagonis bakteri endofit terhadap Fusarium sp. menunjukkan ada 3 isolat yang mampu menghambat Fusarium sp. lebih besar dari 55%, yaitu bakteri endofit isolat EF14III, isolat ER1I, dan isolat ER10I (Tabel 3).Berdasarkan pada karakter morfologi, fisiologi, dan biokimianya, maka isolat EF14III, ER1I dan ER10I diidentifikasi berturut-turut sebagai Lactobacillus sp., Pseudomonas sp., dan Acromonas sp. (Tabel 4).

Pertumbuhan Bakteri Kurva pertumbuhan ketiga bakteri,

Lactobacillus sp. isolat EF14II, Pseudomonas sp. isolat ER1I, Aeromonas sp. isolat ER10I, mencapai fase stasioner yang sama, yaitu pada waktu inkubasi 12 jam (Gambar 1).

Daya Hambat Senyawa Metabolit Bakteri Endofit terhadap Pertumbuhan Fusarium sp. secara in Vitro

Hasil uji in vitro menunjukkan bahwa senyawa metabolit yang dihasilkan oleh

Bagian tanaman jagung

Jumlah Bakteri Uji Hipersensitif Positif Negatif

Akar 20 8 12Batang 11 7 4Daun 24 16 8Benih 12 5 7Total 67 36 31

Tabel 1 Uji hipersensitif terhadap bakteri endofit yang berasal dari bagian tanaman jagung pada daun tembakau

Cendawan patogen terbawa benih jagung Var. New Honey Var. Lokal DK771 Fusarium sp. 17.75 60.50Aspergillus sp. 2.50 8.75Curvularia sp. 0.75 0.00Penicillium sp. 0.00 2.00

Tabel 2 Tingkat infeksi (%) beberapa cendawan terhadap dua varietas benih jagung

Page 5: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Hanif et al

153

Pseudomonas sp. isolat ER1I paling efektif dalam menghambat pertumbuhan Fusarium sp.. Diameter koloni Fusarium sp. pada perlakuan senyawa metabolit yang dihasilkan Pseudomonas sp. isolat ER1I pada konsentrasi 20% dan 10% mampu menekan pertumbuhan koloni Fusarium sp. secara nyata masing-masing 32.5% dan 31.2% (Tabel 5). Senyawa metabolit yang dianalisis dari Pseudomonas sp. isolat ER1I menggunakan Py-GC-MS dan konsentrasi paling tinggi merupakan senyawa

cyclohexanone N dan N-dimethylhydrazone (Tabel 6).

Kemampuan Senyawa Metabolit Bakteri Endofit dalam Menekan Infeksi Fusarium sp. secara in Vivo

Senyawa metabolit Pseudomonas sp. isolat ER1I pada konsentrasi 10% dan 20% mampu menekan tingkat infeksi Fusarium sp. masing-masing sebesar 65% dan 40% pada uji kertas saring lembap. Uji pertumbuhan pada

Isolat Bakteri Daya Hambat (%) pada hari ke-3 4 5 6 7

ER3 33.4 37.5 44.8 49.9 48.6ER4 23.6 36.4 40.4 42.3 42.4ER1I 34.5 45.2 51.4 54.7 58.0ER4I 12.8 28.3 40.6 17.8 16.7ER9I 20.5 34.4 43.0 47.5 49.9ER10I 31.7 39.6 48.9 52.8 56.4ER1II 11.9 24.4 34.4 40.7 45.6ER3II 13.5 25.8 33.4 22.7 22.8ER4II 19.6 28.9 37.5 46.3 52.4ER8II 33.7 41.4 46.0 50.2 52.6ER1III 13.8 29.3 39.8 46.5 50.9ER2III 3.7 2.1 2.8 7.2 7.5EC16 8.3 20.3 24.7 35.0 37.0EC2I 7.1 14.7 13.3 8.5 7.8EC5I 8.7 21.4 29.6 31.0 20.6EC13II 23.8 32.0 39.8 44.6 52.0EF1I 6.9 20.7 26.2 19.3 18.5EF6I 11.9 28.2 34.4 32.1 22.2EF6II 10.2 9.0 3.1 13.1 19.0EF7II 12.6 19.6 28.8 30.6 26.4EF4III 28.1 32.5 38.5 42.6 46.0EF5III 10.0 20.8 23.2 14.0 11.5EF10III 12.6 26.4 37.0 42.9 46.9EF14III 32.9 47.3 54.0 61.2 64.4ES3 7.6 20.0 30.1 28.1 26.0ES5 4.8 19.2 27.9 22.4 14.5ES7 8.1 22.6 29.0 14.6 11.0ES6 3.8 15.5 25.5 19.1 21.2ES13 13.6 32.5 40.8 45.0 47.3ES14 12.7 28.2 35.9 38.5 20.4ES18 9.6 25.9 29.4 30 26.6

Tabel 3 Daya hambat isolat bakteri endofit terhadap Fusarium sp. pada medium agar-agar dekstrosa kentang

Page 6: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Hanif et al

154

Tabel 4 Karakterisasi morfologi, fisologi dan biokimia bakteri endofit

Peubah Isolat BakteriEF14III ER1I ER10I

Ukuran koloni 0.1-1mm 0.5mm 1mmBentuk koloni Melingkar Melingkar MelingkarElevasi koloni Datar Raised DatarTepi koloni Entire Entire EntireWarna koloni Krem Bening kekuning-kuningan KuningMorfologi sel Batang Batang BatangUji Gram Gram (+) Gram (-) Gram (-)Ukuran sel 0.5; 1 µm 0.25; 0.75 µm 0.5; 0.75 µmUji OF + + +Glukosa + + +Endospora Tidak ada Tidak ada Tidak adaHidrolisis casein - + +Katalase + + +Salt resistance + - -Hidrolisis pati + - -Haemolisis - - -Anaerobik + - +Uji larutan KOH + - +Oksidasi + + +Motilitas + - -Uji Nitrat + + +Lysine - + +Ornithine - - -H2S - - -Glucose - - +Mannitol - - -Xylose - - -ONPG - + +Indole - - -Urease - - -Uji asetil metil karbinol - - +Citrate - - +TDA - - -Gelatin + + +Malonate - + +Inositol - - -Sorbitol - - -Rhamnose - - -Sucrose - - +Lactose - - +Arabinose - - +Adonitol - - -Raffinose - - -Salicin - - -Arginine - + +Bakteri endofit Lactobacillus sp. Pseudomonas sp. Aeromonas sp.

(+): Ada reaksi, (-): tidak ada reaksi

Page 7: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Hanif et al

155

tanah steril juga menunjukkan penekanan tingkat infeksi sebesar 60.5% dan 52.6% serta uji pertumbuhan pada medium agar-agar air sebesar 59.6% dan 54.0%. (Tabel 7).

PEMBAHASAN

Penelitian untuk memperoleh bakteri endofit dari tanaman jagung telah banyak dilakukan. Fisher et al. (1992) melaporkan bakteri endofit yang diisolasi dari batang jagung ialah P. corrugata, P. fluorescens, P. marginalis, Enterobacter agglomerans,Vibrio sp., Klebsiella terrigena. Demikian juga bakteri endofit Bacillus sp., Cellulomonas sp., Kurtia sp., Microbacterium sp., Pediococcus

sp., dan Pseudomonas sp. (Orole dan Adejumo 2011). Liu et al. (2012) melaporkan isolat bakteri endofit berasal dari benih jagung ialah bakteri genus Burkholderia, Limnobacter, Pantoea, dan Undibacterium.

Basak dan Lee (2002) melaporkan Alternaria alternata, Aspergillus niger, Fusarium sp., F. monoliforme, Penicillium sp. merupakan cendawan patogen yang ditemukan berasosiasi dan menginfeksi benih jagung. F. moniliforme adalah cendawan patogen dengan tingkat infeksi tertinggi, yakni sebesar 47%.

Soesanto et al. (2010) melaporkan aplikasi bakteri P. fluorescens mampu menekan tingkat infeksi F. oxysporum sebesar 73.1–79.0%. P. fluorescens mengendalikan penyakit dengan

Bakteri endofit Senyawa metabolit

(%)

Diameter koloni Fusarium sp. (cm) hari ke-… setelah inokulasi

2 3 4 5 6 7 8 9 10

Lactobacillus sp. isolat EF14III

20 1.96 a 3.06 a 4.04 a 4.98 a 5.84 a 6.40 a 7.04 a 7.38 a 7.86 a10 1.8 cd 2.77 bc 3.64 b 4.38 d 4.98 c 5.48 b 5.74 cd 6.08 bc 6.56 c

5 1.68 e 2.55 d 3.60 b 4.52 cd 5.39 abc 6.09 ab 6.73 ab 7.18 a 7.70 abPseudomonas sp. isolat ER1I

20 1.94 ab 2.62 cd 3.17 c 3.47 e 3.94 d 4.26 c 4.66 e 4.98 d 5.26 d10 1.78 de 2.30 e 2.89 d 3.33 e 3.88 d 4.40 c 4.73 e 5.08 d 5.36 d

5 1.68 e 2.21 e 2.77 d 3.36 e 3.85 d 4.29 c 4.99 de 5.40 cd 5.89 cdAeromonas sp. isolat ER10I

20 1.98 a 2.92 ab 3.98 a 4.92 ab 5.72 a 6.40 a 6.84 ab 7.48 a 7.76 ab10 1.89 abc 2.82 bc 3.74 b 4.72 abc 5.57 ab 6.32 a 6.82 ab 7.52 a 7.74 ab

5 1.84 bcd 2.76 bc 3.66 b 4.56 dc 5.22 bc 5.72 ab 6.06 bc 6.52 ab 6.74 bcKontrol (-) 1.98 a 2.82 bc 3.78 b 4.66 bcd 5.60 ab 6.18 a 6.98 a 7.50 a 7.78 abKontrol (+) 0.62 f 0.88 f 1.14 e 1.34 f 1.72 e 2.00 d 2.24 f 2.50 e 2.74 e

Tabel 5 Diameter koloni Fusarium sp. pada medium agar-agar dekstrosa kentang yang diuji dengan beberapa konsentrasi senyawa metabolit bakteri endofit

Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)

Gambar 1 Pertumbuhan bakteri endofit Lactobacillus sp. isolat EF14II ( ), Pseudomonas sp. isolat ER1I ( ), dan Aeromonas sp. isolat ER10I ( ) pada medium luria-bertani.

Kep

adat

an p

opul

asi (

sel m

L-1) 2.5

2.0

1.5

1.0

0.5

0.06.0 7.5 9.0 10.5 12.0 13.5

Waktu inkubasi (jam)

Page 8: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Hanif et al

156

Perlakuan

Uji kertas saring lembapUji pertumbuhan

Medium agar air Tanah steril

Tingkat infeksi

(%)

Penekanan tingkat infeksi

(%)

Tingkat infeksi

(%)

Penekanan tingkat infeksi

(%)

Tingkat infeksi

(%)

Penekanan tingkat infeksi

(%)Kontrol (-) 100.0 - 71.7 - 80.8 -Kontrol (+) 93.0 7.0 33.3 53.5 51.0 34.2ER1I 20% 35.0 65.0 29.0 59.5 31.9 60.5ER1I 10% 60.0 40.0 33.0 54.0 36.0 52.6

Tabel 7 Kemampuan Senyawa Metabolit Bakteri Endofit dalam Menekan Infeksi Fusarium sp. secara in Vivo

Tabel 6 Senyawa metabolit bakteri Pseudomonas sp. isolat ER1I menggunakan alat Py-GC-MS Shimadzu Type GCMS-QP2010 Py-GC-MS

Konsentrasi (%) Nama Senyawa 2.61 Benzenesulfonic acid1.73 2-Methyloxazole1.09 Phenol3.25 4-Oxo-9 oxabicyclo4.99 4-Methyloxazole0.93 Ethyl methacrylate0.71 4,4-Dimethyl-.delta.2-cyclo1.88 Cis-Non-3-Enol1.16 Borinic acid3.83 2,11-Dodecadien, 4-acetyloxy1.24 2,11-Dodecadien9.68 Cyclohexanone N,N-dimethylhydrazone7.15 Formamide1.76 Asam laurat1.61 2,5-Dioxo-3-isopropyl-6-methylpiperazine1.12 Catechol Tetramethylene7.61 Trans-2-methyl-3-isopropylaziridine4.80 2-(2’-Nitro-2’-propenyl)-1-cyclohexanone3.32 1,4-Diaza-2,5-dioxo-3-isobutyl bicyclo[4.3.0]nonane8.29 1,4-Diaza-2,5-dioxo-3-isobutyl bicyclo[4.3.0]nonane3.02 1,4-Diaza-2,5-dioxo-3-isobutyl bicyclo[4.3.0]nonane4.89 2,5-Piperazinedione, 3,6-bis(2-methylpropyl)-5.52 1,4-Diaza-2,5-dioxo-3-isobutyl bicyclo[4.3.0]nonane1.85 Methyl elaidate1.46 Valerylpyrollidine2.99 1,4-Diaza-2,5-dioxo-3-isobutyl bicyclo[4.3.0]nonane1.82 1,4-Diaza-2,5-dioxo-3-isobutyl bicyclo[4.3.0]nonane4.11 3-Benzyl-1,4-diaza-2,5-dioxobicyclo[4.3.0]nonane4.91 3-Benzyl-1,4-diaza-2,5-dioxobicyclo[4.3.0]nonane0.67 2-Pyrrolidinone, 5-(ethoxymethyl)

Page 9: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Hanif et al

157

induksi resistensi dan antibiosis. Selain itu bakteri endofit juga menghasilkan senyawa iturin, surfactin, dan kitinase yang menghambat pertumbuhan cendawan Fusarium sp. (Yuliar et al. 2013). Bakteri P. fluorescens dilaporkan mampu menekan pertumbuhan F. oxysporum secara in vitro sebesar 3.2–66.6% (Rahayuniati dan Mugiastuti 2012). Hasanuddin (2011), melaporkan P. fluorescens juga mampu menghambat pertumbuhan cendawan patogen Rigidoporus lignosus.

Sikloheksanon merupakan salah satu senyawa metabolit yang dikeluarkan oleh bakteri endofit Peudomonas sp. isolat ER1I. Sikloheksanon yang diisolasi dari cendawan endofit Pestalotiopsis fici, menunjukkan aktivitas anticendawan terhadap A. fumigatus (Liu et al. 2009). Selain sikloheksanon, senyawa fenol merupakan metabolit yang bersifat anticendawan. Winkelhausen et al. (2005) menyatakan senyawa fenol memiliki aktivitas anticendawan terhadap F. culmorum. Fenol dengan konsentrasi 0.10% dan 0.25% efektif menghambat pertumbuhan F. culmorum. Asam laurat merupakan asam lemak jenuh yang diketahui memiliki aktivitas antibakteri dan anticendawan. Senyawa asam lemak menyebabkan peningkatan fluiditas membran yang akan mengakibatkan kebocoran intrasel dan kematian sel patogen, selain itu juga menghambatan sintesis protein patogen.

Senyawa metabolit bakteri endofit Pseudomonas sp. isolat ER1I asal jagung, mampu menghambat pertumbuhan Fusarium sp. yang terbawa benih dan juga efektif dalam menekan tingkat infeksi Fusarium sp. pada benih dan tanaman jagung.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada Dirjen DIKTI melalui Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN)

DAFTAR PUSTAKA

Basak AB, Lee MW. 2002. Prevelence and transmission of seed-borne fungi of maize grown in a farm of Korea. Mycobiology.

30(1):47–50. DOI: https://doi.org/10.4489/MYCO.2002.30.1.047.

[BPSB] Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih IV. 2013. Laporan tahunan evaluasi Pelaksanaan Kegiatan UPT. BPSB THP Satuan Kerja Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara. Medan (ID): BPSB.

Barnett HL, Hunter BB. 1998. Ilustrated Genera of Imperfect Fungi. Ed ke-4. New York (US): APS Press.

Elita A, Saryono S, Christine J. 2013. Penentuan waktu optimum produksi antimikrob dan uji fitokimia ekstrak kasar fermentasi bakteri endofit Pseudomonas sp. dari umbi tanaman dahlia (Dahlia variabilis). J Ind Che Acta. 3(2):56–62.

Fisher PJ, Petrini O, Scott HM. 1992. The distribution of some fungal and bacterial endophytes in maize (Zea Mays L.). New Phytol. 122: 299–305. DOI: https://doi.org/10.1111/j.1469-8137.1992.tb04234.x.

Hasanuddin. 2011. Uji aktivitas antibiosis Pseudomonas fluorescent terhadap Rigidoporus lignosus (Klotszch) Imazeki penyebab penyakit akar putih. J HPT Tropika. 11(1):87–94.

ISTA. 1996. International Rules for Seed Testing. Seed Sci Technol. 24: 39–42.

Liu L, Liu S, Chen X, Guo L, Che Y. 2009. Pestalofones A-E, bioactive cyclohexanone derivatives from the plant endophytic fungus Pestalotiopsis fici. Bioorg Med Chem. 2(17):606–613. DOI: https://doi.org/10.1016/j.bmc.2008.11.066.

Liu Y, Zuo S, Zuo Y, Wang J, Song W. 2012. Investigation on diversity and population succession dynamics of endophytic bacteria from seeds of maize (Zea mays L., Nongda108) at different growth stages. Ann Microbiol. 63(1):71–79. DOI: https://doi.org/10.1007/s13213-012-0446-3.

Niaz I, Dawar S. 2009. Detectiom of seed borne mycoflora in Maize (Zea Mays L.). Pak J Bot. 41(1):443–451.

Octaviani ER. 2015. Potensi Trichoderma harzianum dan Gliocladium sp. untuk pengendalian Botryodiplodia sp. pada Jabon (Anthocephalus cadamba) [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Page 10: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Hanif et al

158

Orole OO, Adejumo TO. 2011. Bacterial and fungal endophytes associated with grains and roots of maize. J Ecol Natur Environ. 3(9):298–303.

Popovsky S, Celar FA. 2013. The impact of environmental factors on the infection of cereals with Fusarium species and mycotoxin production – a review. Acta Agr Sloven. 101(1):105–116. DOI: https://doi.org/10.2478/acas-2013-0012.

Rahayuniati RF, Mugiastuti E. 2012. Keefektifan Bacillus sp. dan Pseudomonas fluorescens mengendalikan Fusarium oxysporum f. sp. lycopersici dan Meloidogyne sp. penyebab penyakit layu pada tomat secara in vitro. J Pembangunan Pedesaan. 12(1):65–70.

Reddy BP, Reddy MS, Kumar KVK. 2009. Characterization of antifungal metabolites of Pseudomonas fluorescens and their effect on mycelial growth of Magnaporthe grisea and Rhizoctonia solani. Int J Pharm Tech Res. 4(1):1490–1493.

Soesanto L, Mugiastuti E, Rahayuniati RF. 2010. Kajian mekanisme antagonis Pseudomonas fluorescens P60 terhadap Fusarium oxysporum F.SP. Lycopersici pada tanaman tomat in vivo. J HPT Tropika. 10(2):108–115.

Winkelhausen E, Pospiech R, Laufenberg G. 2005. Antifungal activity of phenolic compounds extracted from dried olive pomace. Bull Chemists Technol Macedonia. 24(1):41–46.

Yuliar, Suciatmih, Supriyati D, Rahmansyah M. 2013. Biodiversity of endophytic bacteria and their antagonistic activity to Rhizoctonia solani and Fusarium oxysporium. Global J Biol Agric Health Sci. 2(4):111–118.

Zecchin VJS, Ikeda AC, Hungria M, Adamoski D, Cordeiro VK. 2014. Identification and characterization of endophytic bacteria from corn (Zea mays L.) roots with biotechnological potential in agriculture. AMB Express. 4(26):1–9.

Page 11: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

ISSN: 0215-7950

159

*Alamat penulis korespondensi: Program Studi Fitopatologi, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada.Jalan Flora 1 Bulaksumur, Depok Sleman ,Yogyakarta 55281.Tel: 0274-563062 , Faks: 0274-563062, Surel: [email protected]

Penekanan Perkembangan Penyakit Bercak Ungu pada Bawang Merah oleh Cendawan Mikoriza Arbuskula

Suppressing of Purple Blotch Disease Development on Shallot by Arbuscular Mycorrhizal Fungi

Marlina Puspita Sari*, Bambang Hadisutrisno, SuryantiUniversitas Gadjah Mada, Yogyakarta 55281

ABSTRAK

Cendawan mikoriza arbuskula (CMA) diketahui meningkatkan pertumbuhan tanaman bawang merah (Allium cepa var. aggregatum) dan membantu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap gangguan penyakit. Penelitian ini bertujuan mengetahui peran CMA dalam menekan perkembangan penyakit bercak ungu yang disebabkan oleh Alternaria sp. pada pertanaman bawang merah di Dusun Gowok, Caturtunggal, Sleman, Yogyakarta. Perlakuan inokulasi CMA pada tanaman bawang merah yang dipupuk atau yang tidak dipupuk N, P, dan K menyebabkan tinggi tanaman dan jumlah daun yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan tanpa inokulasi CMA. Intensitas dan laju perkembangan penyakit bercak ungu pada tanaman bawang merah yang diinokulasi CMA lebih rendah dibandingkan dengan kontrol maupun tanaman yang diberi perlakuan fungisida kimia. Hasil tersebut menunjukkan bahwa CMA selain berperan sebagai pupuk hayati juga berpotensi sebagai agens pengendali hayati.

Kata kunci: agens pengendali hayati, Alternaria porri, ketahanan tanaman.

ABSTRACT

Arbuscular mycorrhizal fungi (AMF) is known to improve the growth of shallot (Allium cepa var. aggregatum) and strengthen the resistance of plants toward disease infection. This research aimed to find out the roles of AMF in suppressing the development of purple blotch disease caused by Alternaria sp. on shallot in Caturtunggal, Sleman, Yogyakarta. Inoculation of AMF either on fertilization of N, P, K or without fertilization treatment resulted on higher plant height and number of leaves compared to those without AMF inoculation. The plant inoculated with AMF had lower purple blotch disease intensity and disease progression than control and fungicide treatment. The result showed that AMF, in addition to act as the bio-fertilizer, is a potential to be a biocontrol agent.

Key words: Alternaria porri, biological control agents, plant resistance

Volume 12, Nomor 5, September 2016Halaman 159–167

DOI: 10.14692/jfi.12.5.159

Page 12: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Sari et al.

160

PENDAHULUAN

Bawang merah merupakan komoditas hortikultura unggulan Indonesia. Dalam proses budi dayanya masih dijumpai berbagai kendala, di antaranya ialah gangguan penyakit bercak ungu oleh Alternaria porri yang berpotensi menimbulkan kehilangan. Upaya pengendalian penyakit bercak ungu ini masih ditekankan pada penggunaan fungisida kimia, padahal penggunaan fungisida kimia secara terus-menerus berdampak negatif bagi lingkungan.

Saat ini sedang banyak dikembangkan dan diteliti pupuk hayati yang—mengandung cendawan mikoriza arbuskula (CMA)—berpotensi sebagai agens pengendali hayati. Bawang merah memiliki sistem perakaran dangkal dan kasar yang bergantung pada CMA. Apabila tanaman ini tanpa CMA kondisinya akan lemah dan mudah mendapat gangguan penyakit seperti bercak ungu (Raduica et al. 2008). CMA yang bersimbiosis dengan akar tanaman mampu meningkatkan laju pertumbuhan vegetatif dan produksi tanaman. Whipps (2004) melaporkan bahwa CMA selain mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman juga berpotensi sebagai agens pengendali hayati melalui berbagai mekanisme khususnya untuk patogen tular tanah seperti Fusarium moniliforme, F. oxysporum, Rhizoctonia solani, dan beberapa spesies Phytophthora. Penelitian mengenai peran CMA dalam menekan perkembangan penyakit yang menginfeksi daun saat ini menunjukkan hasil yang bervariasi. Swastiningrum (2015) membuktikan bahwa CMA dapat mempersempit lebar bukaan stomata pada tebu, hal ini semakin memperkuat potensi CMA sebagai agens pengendali hayati untuk patogen yang penetrasinya melalui stomata seperti A. porri. Pengujian terhadap peran CMA dalam menekan perkembangan penyakit bercak ungu pada bawang merah perlu dilakukan sebagai langkah awal dalam pengendalian yang ramah lingkungan.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di lahan dusun Gowok, Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta (113 m dpl) dan di laboratorium

pada bulan April-Agustus 2015. Pupuk hayati mikoriza yang digunakan dalam penelitian merupakan produksi gapoktan Tani Makmur yang bekerjasama dengan Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Temanggung dan Laboratorium Mikologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Pupuk hayati dikemas dalam zeolit sebagai medium pembawa dengan kerapatan spora CMA sebanyak 11 spora g-1.

Plot PerlakuanLahan yang digunakan ialah lahan bekas

sawah yang tidak dilakukan sterilisasi sebelum digunakan agar meminimalkan keberadaan CMA indigenus. Lahan diolah sesuai dengan standar agronomi dan dibuat bedengan lebar 120 cm, panjang 200 cm, dan tinggi 25 cm. Bedengan-bedengan ini digunakan sebagai plot perlakuan dengan empat blok ulangan. Jarak antar bedengan dalam satu ulangan ialah 50 cm, sedangkan jarak bedengan antara ulangan ialah 70 cm.

Populasi CMA pada Lahan sebelum Penanaman

Sebelum dilakukan penanaman diambil sampel tanah dari lahan sebanyak 100 g per blok ulangan untuk menentukan populasi CMA indigenus pada lahan penelitian. Populasi spora diamati dengan metode ekstraksi spora mengikuti metode Daniels dan Skipper (1982), yaitu 100 g tanah dimasukkan dalam gelas piala yang berisi 500 mL air dan diaduk selama 15 menit, kemudian suspensi disaring dengan saringan 75 µm. Suspensi hasil penyaringan diaduk kemudian disaring kembali dengan saringan 54 µm. Suspensi berisi spora yang sudah disaring kemudian disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 2000 rpm. Cairan supernatan dibuang lalu ditambahkan larutan gula 65% dan dihomogenkan dengan vorteks. Tabung disentrifugasi selama 2 menit dengan kecepatan 2000 rpm. Cairan supernatan disaring dengan saringan 54 µm, saringan dibilas dengan air untuk menghilangkan larutan gula, kemudian spora ditampung untuk diamati kerapatan populasinya dengan mikroskop binokuler.

Page 13: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Sari et al.

161

Penanaman Bawang Merah dan Inokulasi CMA

Bawang merah varietas Biru—varietas rentan terhadap penyakit bercak ungu—ditanam dengan jarak tanam 10 cm × 20 cm. Pupuk dasar yang diberikan ialah pupuk kompos (5000 kg ha-1) dan SP-36 (200 kg ha-1).Pupuk dasar diberikan 3 hari sebelum penanaman (Suwandi et al. 1992). Saat penanaman, tanaman diberi pupuk hayati CMA sebanyak 10 g per lubang tanam. Pemupukan susulan pertama dengan pupuk N (75 kg ha-1) dan pupuk K (25 kg ha-1)dilakukan 15 hari setelah tanam (HST). Pemupukan susulan kedua dilakukan 30 HST dengan pemberian pupuk N (75 kg ha-1) dan K (25 kg ha-1) (Hidayat dan Rosliani 1996).

Aplikasi fungisida berbahan aktif mankozeb dengan konsentrasi larutan 2 g L-1 dan dosis 500–1000 L larutan ha-1 dilakukan setiap minggu dimulai 3 minggu setelah tanam sampai seminggu sebelum panen. Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiangan, penyiraman, dan penggemburan tanah. Pengamatan dilakukan setiap minggu sampai tanaman dipanen (umur 8 minggu) yang dimulai sejak tanaman berumur 1 minggu.

PengamatanPeubah yang diamati meliputi tinggi

tanaman, jumlah daun, intensitas, dan laju perkembangan penyakit bercak ungu. Pengamatan perkembangan penyakit bercak ungu dimulai sejak muncul gejala dan diamati setiap minggu selama 8 minggu dengan menggunakan sistem skoring , yaitu 1, 1–20% luas daun terserang; 2, 21–40% luas daun terserang; 3, 41–60% luas daun terserang; 4, 61–80% luas daun terserang; 5, 81–100% luas daun terserang (Soedomo 2006).

Intensitas penyakit dihitung menggunakan rumus:

Ʃ vi × ni

Z × N× 100%, denganIP =

IP, intensitas penyakit (%); ni, jumlah tanaman pada kategori serangan ke-i; N, jumlah tanaman yang diamati; vi, nilai skor kategori serangan ke-i; Z, nilai skor kategori serangan tertinggi.

Laju perkembangan penyakit bercak ungu dihitung dengan rumus epidemiologi van der Plank (1963). Infeksi CMA pada akar bawang merah diamati saat tanaman berumur 5 dan 8 minggu (saat panen). Sebanyak 15 sampel akar tanaman diambil dari masing-masing plot perlakuan. Akar dicuci dengan air mengalir lalu dipotong dengan ukuran 1 cm kemudian diwarnai dan dianalisis mengikuti Kormanik dan McGraw (1982).

Potongan akar diamati di atas kaca objek menggunakan mikroskop. Setiap kaca objek berisi 25 potongan akar. Akar dinyatakan terinfeksi apabila ditemukan minimal salah satu dari organ CMA (hifa, vesikula atau arbuskula) di dalam jaringan akar. Persentase infeksi (%) akar dihitung dengan rumus:

× 100%∑ akar terinfeksi

∑ akar yang diamatiPersentase infeksi =

Rancangan Percobaan dan Analisis DataPenelitian ini disusun dalam rancangan

acak kelompok faktorial dengan dua faktor, yaitu pemupukan dan pemberian CMA, masing-masing terdiri atas 2 taraf. Faktor pertama ialah tanpa dipupuk (N0) dan dipupuk N, P, K (N1). Faktor kedua ialah pengendalian penyakit dengan 3 taraf, yaitu kontrol (P0), inokulasi CMA (P1), aplikasi fungisida kimia (P2). Jadi terdapat 6 kombinasi perlakuan, masing-masing perlakuan memiliki 4 blok ulangan. Data yang diperoleh dari masing-masing peubah pengamatan dianalisis menggunakan analisis varian, apabila terdapat beda nyata dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan pada α 5%.

HASIL

Populasi CMA pada Lahan PenelitianPopulasi spora CMA di lahan

penelitian ialah 0.92 spora g-1 tanah. Hal ini menunjukkan bahwa populasi CMA indigenus pada lahan penelitian sangat rendah.

Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun Hasil analisis data tinggi tanaman dan

jumlah daun menunjukkan tidak terdapat interaksi antara faktor pemupukan N, P,

Page 14: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Sari et al.

162

dan K dengan faktor pengendalian penyakit sehingga kolaborasi antara kedua faktor tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bawang merah (Tabel 1). Tinggi tanaman dan jumlah daun bawang merah dengan pemupukan N, P, dan K lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan tanaman tanpa pemupukan N, P, dan K. Pada faktor yang kedua, bawang merah yang diinokulasi CMA memiliki tinggi tanaman dan jumlah daun tertinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan tanaman kontrol namun tidak berbeda nyata dengan tanaman yang diaplikasi dengan fungisida kimia. Hal ini menunjukkan bahwa bawang merah dapat meningkat pertumbuhannya melalui pemupukan N, P, dan K atau dengan inokulasi CMA saja.

Intensitas dan Laju Perkembangan Penyakit Bercak Ungu

Gejala penyakit bercak ungu mulai terlihat ketika bawang merah berumur 4 minggu.Berdasarkan hasil analisis data intensitas penyakit tidak terdapat interaksi antara kedua faktor yang diujikan (Tabel 1). Bawang merah yang dipupuk N, P, dan K menunjukkan intensitas penyakit yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak dipupuk, tetapi tidak berbeda nyata sehingga pemupukan N, P, dan K tidak berpengaruh terhadap persentase intensitas penyakit bercak ungu. Pada faktor pengendalian penyakit, bawang merah yang diinokulasi CMA

memiliki intensitas penyakit bercak ungu yang lebih rendah dan berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan kontrol maupun perlakuan fungisida kimia, sedangkan persentase intensitas penyakit antara perlakuan kontrol dengan perlakuan aplikasi fungisida kimia tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa inokulasi CMA berperan utama dalam menekan intesitas penyakit bercak ungu pada bawang merah.

Perhitungan laju perkembangan pe-nyakit bercak ungu menunjukkan bahwa laju perkembangan penyakit bercak ungu tertinggi dijumpai pada perlakuan N0P0 (kontrol dan tanpa pemupukan N, P, dan K). Laju perkembangan penyakit yang paling rendah dijumpai pada perlakuan dengan inokulasi CMA dan pemupukan N, P, dan K (N1P1), yaitu sebesar 0.127 per unit per hari. Pada perlakuan dengan aplikasi CMA tanpa pemupukan N, P, dan K (N0P1) juga menunjukkan laju perkembangan penyakit yang rendah, yaitu 0.140 per unit per hari, lebih rendah dibandingkan dengan tanaman yang diperlakukan dengan fungisida kimia dan tanpa pemupukan N, P, dan K (N0P2) (Tabel 2).

Infeksi CMA pada Perakaran Bawang Merah

Persentase infeksi CMA pada perakaran bawang merah yang diinokulasi dengan CMA dan dipupuk N, P, dan K maupun tanpa dipupuk menunjukkan nilai yang tinggi

Perlakuan Tinggi tanaman (cm)

Jumlah daun Intensitas penyakit (%)a

Pemupukan N, P, dan KTanpa dipupuk (N0) 31.61 b 35.85 b 37.45 aDipupuk (N1) 39.10 a 43.53 a 30.25 a

Pengendalian penyakitKontrol (P0) 32.86 b 36.45 b 44.85 aCMA (P1) 37.86 a 42.89 a 21.87 bFungisida (P2) 35.34 ab 39.73 ab 34.82 a

Tabel 1 Tinggi tanaman, jumlah daun, dan intensitas penyakit bercak ungu di tanaman bawang merah pada pengamatan minggu ke-7

aData ditransformasi menggunakan Arcsin √(IP/100) × 180/π. Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada α 5%.

Page 15: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Sari et al.

163

baik pada umur 5 dan 8 minggu. Pada umur 8 minggu persentase infeksi CMA pada bawang merah yang diinokulasi CMA sudah melebihi 90% (Gambar 1). Pada bawang merah tanpa inokulasi CMA (perlakuan N0P0, N0P2, N1P0, dan N1P3) tampak terdapat akar yang terinfeksi CMA akan tetapi persentasenya sangat rendah dan berbeda nyata dengan persentase infeksi pada bawang merah yang diinokulasi CMA. Pengaruh nyata pada pertumbuhan dan penekanan perkembangan penyakit bercak ungu merupakan pengaruh dari inokulasi CMA, terlihat dari tingginya persentase infeksi CMA pada perakaran yang diinokulasi CMA baik dipupuk dengan N, P, dan K maupun tanpa dipupuk (Gambar 1). Hasil pengamatan infeksi CMA pada akar bawang merah ditemukan struktur CMA berupa vesikula, arbuskula dan hifa di dalam jaringan akar yang mengindikasi adanya infeksi CMA pada akar tersebut (Gambar 2).

PEMBAHASAN

CMA merupakan sumber daya hayati potensial yang dapat ditemukan pada berbagai ekosistem di alam (Wang dan Qui 2006). Populasi CMA indigenus di lahan masih tergolong rendah, yaitu 10 spora g-1 tanah bila dibandingkan dengan rekomendasi dari Kementan sehingga inokulasi CMA pada saat penanaman sangat dianjurkan untuk dilakukan.Inokulasi CMA baik pada skala rumah kaca maupun di lahan mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman (Menge dan Timmer 1982). Pada kondisi tanah yang steril,

inokulasi CMA pada tebu dapat meningkatkan pertumbuhan dan kesehatan tebu (Ismayanti et al. 2013). Hal ini menunjukkan bahwa CMA dapat berperan secara mandiri dalam meningkatkan pertumbuhan dan kesehatan tanaman tanpa adanya pengaruh mikroorganisme rizosfer maupun endofit yang ada di dalam tanah.

Pada penelitian ini diketahui bahwa inokulasi CMA di lahan dapat meningkatkan pertumbuhan bawang merah. Hal ini dikarenakan CMA dapat meningkatkan kemampuan bawang merah dalam menyerap air dan unsur hara yang sangat diperlukan dalam masa awal pertumbuhan tanaman (Goltapeh et al. 2008). Bawang merah memiliki perakaran yang dangkal dan kasar sehingga pupuk N, P, dan K yang diaplikasikan di sekitar perakaran kurang terjangkau oleh perakaran bawang merah meskipun jumlah yang diberikan sudah sesuai dosis atau bahkan sudah berlebih (Sumiati dan Gunawan 2006), sehingga keberadaan infestasi CMA pada perakaran bawang merah sangat membantu penyerapan unsur hara khususnya unsur P yang dibutuhkan oleh tanaman.

Penggunaan zeolit sebagai medium pembawa CMA pada penelitian ini tidak me-mengaruhi pertumbuhan maupun kesehatan tanaman karena hanya sebagai bahan pembawa. Zeolit yang digunakan tidak diaktivasi dengan perlakuan khusus sehingga tidak mengandung bahan-bahan yang diperlukan oleh tanaman dan memiliki sterilitas yang tinggi. Sesuai dengan penelitian Bondansari dan Susilo (2011), zeolit secara mandiri

Perlakuan Laju perkembangan penyakit(per unit per hari)

Tanpa pemupukan N, P, dan KKontrol (N0P0) 0.165Diinokulasi CMA (N0P1) 0.140Diaplikasi fungisida kimia (N0P2) 0.149

Dengan pemupukan N, P, dan KKontrol (N1P0) 0.153Diinokulasi CMA (N1P1) 0.127Diaplikasi fungisida kimia (N1P2) 0.150

Tabel 2 Laju perkembangan penyakit bercak ungu pada bawang merah per unit per hari

Page 16: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Sari et al.

164

tidak berpengaruh dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman.

Persentase infeksi CMA yang tinggi pada perakaran bawang merah yang diinokulasi CMA menunjukkan bahwa inokulum CMA yang digunakan dalam penelitian ini merupakan inokulum yang masih baik dan infektif. Menurut Brundrett et al. (1997), di akar CMA akan membentuk struktur berupa vesikula dan arbuskula. Vesikula merupakan pembengkakan hifa internal yang berbentuk bulat telur serta berisi banyak senyawa lemak, sehingga dapat berfungsi sebagai organ penyimpanan cadangan makanan. Arbuskula merupakan hifa bercabang halus atau percabangan dari hifa yang dibentuk oleh

percabangan dikotomi yang berulang-ulang, sehingga menyerupai pohon dari dalam sel inang tanaman. Arbuskula berfungsi sebagai penyuplai unsur hara bagi CMA dan tanaman inang. Akar yang terinfeksi CMA juga akan menghasilkan hifa internal, hifa eksternal dan spora (Anas dan Tampubolon 2004). Hifa eksternal CMA mampu meningkatkan penyerapan ion fosfat terlarut dalam bentuk P anorganik dan organik di dalam tanah sehingga semakin tinggi persentase infeksi CMA maka pertumbuhan tanaman akan semakin baik (Artursson et al. 2006).

Potensi CMA dalam menekan per-kembangan penyakit terlihat dari intensitas penyakit bercak ungu dan nilai laju per-

Gambar 1 Infeksi CMA pada akar bawang umur 5 ( ) dan 8 ( ) minggu. N0P0, tanpa inokulasi CMA dan tanpa pemupukan N, P, dan K; N0P1, diinokulasi CMA dan tanpa pemupukan N, P, dan K; N0P2, diaplikasi fungisida kimia dan tanpa pemupukan N, P, dan K; N1P0, tanpa inokulasi CMA dan dengan pemupukan N, P, dan K; N1P1, diinokulasi CMA dan dengan pemupukan N, P, dan K; N1P2, diaplikasi fungisida kimia dan dengan pemupukan N, P, dan K.

Infe

ksi a

kar

(%)

Perlakuan

120

100

80

60

40

20

0 N0P0 N0P1 N1P2N1P1N1P0N0P2

Gambar 2 Infeksi CMA pada akar bawang merah. A, Arbuskula; B, Hifa; C, Vesikula.

Page 17: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Sari et al.

165

kembangan penyakit yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lain. Peran CMA terhadap kesehatan tanaman telah banyak diteliti namun perannya dalam pengendalian penyakit yang menginfeksi daun masih dalam tahap penelitian dan menunjukkan hasil yang bervariasi (Gernns et al. 2001), tanaman yang diinokulasi CMA cenderung lebih tahan terhadap patogen tipe nekrotrof (Fritz et al. 2006; De La Noval et al. 2007). Cendawan A. porri penyebab bercak ungu merupakan cendawan yang bersifat nekrotrofik, yaitu cendawan yang hidup dan berkembang pada sisa-sisa tanaman yang mati, dan apabila kondisi tanaman lemah, karena kekurangan unsur hara maupun cekaman lainnya maka dapat menyerang dan menimbulkan kerugian ekonomi (Woudenberg et al. 2014). Teknik pengendalian yang aman dan efektif untuk tipe patogen nekrotrof ialah dengan meningkatkan ketahanan alami yang dimiliki oleh tanaman yang dapat diperoleh ketika tanaman berada dalam kondisi prima (Ficke et al. 2002).

Kemampuan CMA dalam menekan intensitas dan perkembangan penyakit bercak ungu berkaitan erat dengan kemampuan CMA dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman (Yu et al. 2001). Tanaman yang diinokulasi CMA lebih efisien dalam menggunakan fosfat yang tidak terlarut dalam tanah dibandingkan dengan tanaman yang tidak diinokulasi dengan CMA (Artursson et al. 2006). Mikronutrisi seperti seng (Zn), tembaga (Cu), sulfur (S), boron (B) dan molibdenum (Mo) terbukti dapat secara aktif diserap oleh hifa cendawan dan ditransportasikan ke tanaman inang (Peterson et al. 2004). Tanaman yang memiliki pertumbuhan yang baik lebih tahan terhadap penyakit bercak ungu. Tanaman bermikoriza menjadi lebih vigor, dinding sel lebih tebal dan lebih keras karena keberadaan akumulasi senyawa fenol dan fitoaleksin yang berperan penting dalam menginduksi ketahanan tanaman inang (Vidhyasekaran 2004). CMA juga diketahui dapat meningkatkan akumulasi asam salisilat pada tanaman (Ludwig-Miiller 2000). Asam salisilat merupakan salah satu fitohormon yang berperan penting dalam mengaktivasi gen-gen ketahanan pada

tanaman (Garcia-Garrido dan Ocampo 2002).Berdasarkan hasil pengamatan yang

diperoleh maka CMA dapat meningkatkan pertumbuhan bawang merah. CMA juga mampu menekan intensitas dan laju perkembangan penyakit bercak ungu pada bawang merah. Aplikasi CMA bersamaan dengan pemupukan N, P, dan K memberikan hasil terbaik dalam pertumbuhan dan kesehatan bawang merah.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Fakultas Pertanian UGM atas dukungan dana melalui hibah penelitian Fakultas Pertanian UGM, serta Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Kedu.

DAFTAR PUSTAKA

Anas I, Tampubolon JLO. 2004. Media campuran tanah-pasir dan pupuk anorganik untuk memproduksi inokulum cendawan mikoriza arbuskula. Bull Agronomi. 32(1):26–31.

Artursson V, Finlay RD, Jansson JK. 2006. Minireview: interactions between Arbuscular Mycorrhizal Fungi and Bacteria and their Potential for Stimulating Plant Growth. Environ Microbiol. 8(1):1–10. DOI: https://doi.org/10.1111/j.1462-2920.2005.00942.x.

Bondansari, Susilo BS. 2011. Pengaruh zeolit dan pupuk kandang terhadap beberapa sifat fisik tanah ultisols dan entisols pada pertanaman kedelai (Glycine max L. Merri). Agronomika. 11(2):122–135.

Brundrett MN, Bougher, Dell B, Grove T, Malayczuk N. 1997. Working with Mycorrhizas in Forestry and Agriculture.Canberra (AU): ACIAR.

Daniels BA, Skipper HD. 1982. Methods for the recovery and quantitative estimation of propagules from soil [Vesicular-arbuscular mycorrhizal fungi]. Di dalam : Schenck NC,editor. Methods and Principle of Mycorrhiza Research. St. Paul (US): APS Pr. Hlm 29–36.

Page 18: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Sari et al.

166

De La Noval B, Pérez E, Martínez B, León O, Martínezgallardo N, Délano-Frier, J. 2007. Exogenous systemin has a contrasting effect on disease resistance in mycorrhizal tomato (Solanum lycopersicum) plants infected with necrotrophic or hemibiotrophic pathogens. Mycorrhiza. 17:449–460. DOI: https://doi.org/10.1007/s00572-007-0122-9.

Ficke A, David MG, Seem RC. 2002. Ontogenic resistance and plant diseases management: a case study of grape powdery mildew. Phytopathology. 92(6):671–674. DOI: https://doi.org/10.1094/PHYTO.2002.92.6.671.

Fritz M, Jakobsen I, Lyngkjær M F, Thordal-Christensen H, Pons-Kühnemann J. 2006. Arbuscular mycorrhiza reduces susceptibility of tomato to Alternaria solani. Mycorrhiza. 16:413–419. DOI: https://doi.org/10.1007/s00572-006-0051-z.

Garcia-Garrido JM, Ocampo JA. 2002. Regulation of the plant defence response in arbuscular mycorrhizal symbiosis. J Exp. Bot. 53:1377–1386. DOI: https://doi.org/10.1093/jexbot/53.373.1377.

Gernns H, Alten H, Poehling HM. 2001. Arbuscular mycorrhiza increased the activity of a biotrophic leaf pathogen is a compensation possible?. Mycorrhiza. 11:237–243. DOI: https://doi.org/10.1007/s005720100128.

Goltapeh MY, Danesh R, Prasad R, Varma A. 2008. Mycorrhizal fungi: what we know and what should we know?. Di dalam: Varma AN, editor. Mycorrhiza. Ed ke-3. Heidelberg (DE): Springer. Hlm. 3–27.

Hidayat A , Rosliani R. 1996. Pengaruh pemupukan N, P dan K pada pertumbuhan dan produksi bawang merah kultivar Sumenep. J Horti. 5(5):39–43.

Ismayanti W, Toekidjo, Hadisutrisno B. 2013. Pertumbuhan dan tanggapan terhadap penyakit karat (Puccinia kuehnii) sembilan klon tebu (Saccharum officinarum l.) yang diinfeksi jamur mikoriza arbuskula. Vegetalika. 2(4):75–87.

Kormanik PP, Mcgraw AC. 1982. Quantification of vesicular arbuscular

mycorrhiza an plant roots. Di dalam : Schenck NC, editor. Methods and Principle of Mycorrhiza Research. St. Paul (US): APS. Hlm 37–46.

Ludwig-Miiller J. 2000. Hormonal balance in plants during colonization by mycorrhizal fungi. Di dalam: Kapulnik Y, Douds DD, editor. Arbuscular Mycorrhizas: Physiology and Function. Dordrecht (NL):Kluwer Academic Pub. Hlm 263–285. DOI: https://doi.org/10.1007/978-94-017-0776-3_12.

Peterson RL, Massicotte HB, Melville LH. 2004. Mycorrhizas: Anatomy and Cell Biology. Ottawa (CA): NRC Research Pr.

Menge JA, Timmer LW. 1982. Procedures for inoculation of plants with vesicular-arbuscular mycorrhizae in the laboratory, greenhouse, and field. Di dalam : Schenck NC, editor. Methods And Principle of Mycorrhiza Research. St. Paul (US): APS. Hlm 59–68.

Raduica, Daniela, Propescu. 2008. Research on the biology, technology and use of shallots (Allium ascalonicum). Hort. Magz. 8:250–257.

Soedomo RP. 2006. Seleksi induk tanaman bawang merah. J Hort. 16(4):269–282.

Sumiati E, Gunawan OS. 2006. Aplikasi pupuk hayati mikoriza untuk meningkatkan efisiensi serapan unsur hara NPK serta pengaruhnya terhadap hasil dan kualitas umbi bawang merah. J Hort.17(1): 34–42.

Suwandi, Rosliani R, Soetiarso TA. 1992. Perbaikan teknologi budi daya bawang merah di dataran medium. J Hort. 7(1):541–549.

Swastiningrum A. 2015. Mekanisme cendawan mikoriza arbuskula dalam menekan perkembangan penyakit karat jingga pada tebu [tesis]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.

Van der Plank JE. 1963. Plant Disease: Epidemics and Control. New York (US): Academic Pr.

Vidhyasekaran P. 2004. Concise Encyplopedia of Plant Pathology. New York (US): Imprint of The Haworth Pr. Inc.

Wang B, Qiu YL. 2006. Phylogenetic distribution and evolution of mycorrhizas

Page 19: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Sari et al.

167

in land plants. Mycorrhiza. 16:299–363. DOI: https://doi.org/10.1007/s00572-005-0033-6.

Whipps JM. 2004. Prospects and limitations for mycorrhizas in biocontrol of root pathogens. Can J Bot. 82:1198–1227. DOI: https://doi.org/10.1139/b04-082.

Woudenberg JHC, Truter M, Groenewald, Crous PW. 2014. Large-spored Alternaria

pathogens in section Porri disetangled. Studies Mycol. 75:1-47. DOI: https://doi.org/10.1016/j.simyco.2014.07.003.

Yu TEJ-C, Egger KN, Peterson RL. 2001. Ec tendomycor rh iza l a s soc ia t ions characteristics and functions. Mycorrhiza. 11:167–171. DOI: https://doi.org/10.1007/s005720100110.

Page 20: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

168

ISSN: 0215-7950

Volume 12, Nomor 5, September 2016Halaman 168–177

DOI: 10.14692/jfi.12.5.168

*Alamat penulis korespondensi: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Jalan Kamper, Kampus Dramaga IPB, Bogor 16680Tel: 0251-8629364, Faks: 0251-8629362, Surel: [email protected]

Deteksi dan Evaluasi Keragaman Genetika Candidatus Liberibacter asiaticus sebagai Penyebab Penyakit Huanglongbing

di Indonesia Berdasarkan Gen β-operon

Detection and Genetic Diversity Evaluation of Candidatus Liberibacter asiaticus as the Causal Agent of Huanglongbing Disease

in Indonesia Based on β-operon Gene

Muhammad Rizal, Kikin Hamzah Mutaqin*, Gede SuastikaInstitut Pertanian Bogor, Bogor 16680

ABSTRAK

Huanglongbing atau di Indonesia dikenal sebagai citrus vein phloem degeneration (CVPD) adalah penyakit paling merusak pada jeruk di benua Asia, Afrika, dan Amerika. Penyebab penyakit huanglongbing di Indonesia telah dikonfirmasi disebabkan oleh Candidatus Liberibacter asiaticus (CLas) dan telah tersebar di Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, Bali, Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Tujuan penelitian ialah mendeteksi CLas sebagai penyebab penyakit huanglongbing pada beberapa lokasi pertanaman jeruk di Indonesia yang belum dan telah dilaporkan sebelumnya serta mengevaluasi kekerabatan dan keragaman genetika CLas isolat Indonesia. DNA daun jeruk diekstraksi menggunakan metode CTAB dan DNA CLas diamplifikasi menggunakan polymerase chain reaction (PCR) dengan pasangan primer A2/J5. Hasil amplifikasi menunjukkan bahwa infeksi huanglongbing dideteksi positif dari daun jeruk dari Bogor dan Cibodas (Jawa Barat), Tuban dan Jember (Jawa Timur), serta Katung, Bayung Gede, Kerta, dan Pancasari (Bali). Penyejajaran urutan nukleotida contoh yang terdeteksi positif menunjukkan tingkat kemiripan yang tinggi pada daerah ribosomal protein β-operon dengan CLas OK901 asal Okinawa (Jepang). Isolat CLas asal Bogor, Cibodas, Tuban, Jember, dan Katung diketahui identik dengan isolat CLas asal Indonesia yang telah dilaporkan sebelumnya. Isolat CLas asal Bayung Gede, Pancasari, dan Kerta memiliki perbedaan urutan nukleotida pada 6 titik basa dari total 539 basa yang dibandingkan dengan daerah konservatifnya, namun hanya 3 titik basa yang dapat memengaruhi asam amino yang dihasilkan.

Kata kunci: citrus vein phloem degeneration, homologi, perubahan basa tunggal

ABSTRACT

Huanglongbing also known in Indonesia as citrus vein phloem degeneration (CVPD) is a devastating disease in citrus plantation worldwide, especially in Asia, Africa, and America. In Asian countries including Indonesia, Candidatus Liberibacter asiaticus (CLas) has been confirmed as the causal agent of huanglongbing disease on citrus. Distribution of CLas in Indonesia has been reported in West Borneo, East Nusa Tenggara, Bali, Yogyakarta, Central Java and East Java. The purpose of this study was to detect CLas in several Indonesia’s citrus plantations that has not and has been reported previously and to study its genetic diversity and their relationship. DNA of plant samples, i.e. citrus leaves, was extracted using CTAB method and CLas was amplified using PCR with the A2/J5 primer pair. DNA amplification results showed that infection of CLas was positively detected from samples from Bogor and Cibodas (West Java), Tuban and Jember (East Java), as well as Katung, Bayung Gede, Kerta, and Pancasari (Bali). Alignment of nucleotide sequences from positive samples showed that their ribosomal protein

Page 21: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Rizal et al

169

β-operon has high similiarity to that of CLas OK901 originated from Okinawa (Japan). Isolates of CLas originated from Bogor, Cibodas, Tuban, Jember, and Katung have been known to be identical to other CLas of Indonesian origins reported earlier. Isolates of CLas originated from Bayung Gede, Pancasari, and Kerta have single nucleotide polymorphisms at 6 points of bases of the 539 total bases compared in their conservative regions, although only 3 of the 6 bases could affect their amino acid sequences.

Key words: citrus vein phloem degeneration, homology, single nucleotide polymorphism.

PENDAHULUAN

Huanglongbing atau di Indonesia dikenal sebagai citrus vein phloem degeneration (CVPD) adalah penyakit tanaman jeruk paling merusak pada jeruk di benua Asia, Afrika, dan Amerika. Penyakit ini awalnya diduga karena keracunan mineral atau kekurangan hara. Penelitian tentang huanglongbing mulai dilakukan ketika penyakit dilaporkan menyebabkan penurunan produksi yang besar dan semakin meluas serangannya (Bove 2006). Infeksi penyakit huanglongbing pada tanaman jeruk di Indonesia dilaporkan mencapai 62.34% di Jawa Timur, 60% di Bali Utara, dan 70% di Sulawesi Tenggara. Di Kalimantan Barat kerugian karena penyakit ini mencapai Rp. 120 milyar per tahun (Nurhadi 2015).

Penyebab penyakit huanglongbing pada tanaman jeruk dilaporkan disebabkan oleh tiga spesies berbeda, yaitu Candidatus Liberibacter asiaticus (CLas) yang tersebar di benua Asia, Candidatus Liberibacter africanus (CLaf) yang tersebar di benua Afrika (Jagoueix et al. 1996), dan Candidatus Liberibacter americanus (CLam) yang tersebar di benua Amerika (Teixeira et al. 2005). Di Indonesia penyebab penyakit huanglongbing telah dikonfirmasi sebagai CLas (Jagoueix et al. 1996) yang tersebar di Sambas (Kalimantan Barat), Kupang (Nusa Tenggara Timur), Buleleng dan Kintamani (Bali), Sleman (Yogyakarta), Purwokerto (Jawa Tengah), dan Jawa Timur (Tomimura et al. 2009).

Deteksi CLas dapat dilakukan dengan metode konvensional, menggunakan medium selektif Liber A, tetapi isolat yang dihasilkan belum memberikan informasi yang cukup untuk mengungkap hubungan kekerabatan dan keragaman genetika (Sechler et al. 2009). Penggunaan metode polymerase

chain reaction (PCR) untuk deteksi secara molekuler tetap dibutuhkan karena produk PCR berupa amplikon DNA dapat digunakan dalam proses perunutan nukleotida CLas isolat Indonesia. Dengan demikian, keragaman genetika antarisolat yang diteliti maupun dengan isolat lain yang telah dilaporkan pada pangkalan data gen dapat dibandingkan. Tujuan penelitian ini ialah mendeteksi CLas sebagai penyebab penyakit huanglongbing pada beberapa lokasi pertanaman jeruk di Indonesia yang belum dan telah dilaporkan sebelumnya serta mengevaluasi kekerabatandan keragaman genetika CLas isolat Indonesia.

BAHAN DAN METODE

Pengambilan Contoh Bagian Tanaman JerukContoh bagian tanaman yang digunakan

ialah helai daun tanaman jeruk (Citrus reticulata syn. nobilis) dengan gejala khas infeksi huanglongbing, yaitu klorosis dengan tulang daun tetap berwarna hijau. Lokasi pengambilan contoh ialah pertanaman jeruk di Bogor, Cisurupan, Cianjur dan Cibodas (Jawa Barat); Kebumen (Jawa Tengah); Jember dan Tuban (Jawa Timur); Katung Kintamani, Bayung Gede Kintamani, Kerta Payangan, dan Pancasari Buleleng (Bali); serta Pontianak (Kalimantan Barat). Helai daun jeruk dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disimpan dalam lemari pendingin bersuhu -80 °C hingga dilakukan ekstraksi DNA total.

Ekstraksi DNA Total Contoh Daun JerukEkstraksi DNA total dilakukan ber-

dasarkan metode Gopal et al. (2007). Sebanyak 0.1 g tulang daun digerus dengan 500 µL bufer ekstraksi (50 mM Tris-HCl pH 8, 0.7 M NaCl,10 mM EDTA, 1% CTAB, dan 1% ß-merkaptoetanol). Proses lisis menggunakan

Page 22: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Rizal et al

170

penangas air pada suhu 60 °C selama 120 menit, sedangkan untuk mengeliminasi kontaminan yang merusak kualitas DNA menggunakan 500 µL kloroform:isoamilalkohol (24:1). Proses presipitasi DNA menggunakan natrium asetat 3 M (pH 5.2) sebanyak 1:10, supernatan dan isopropanol sebanyak 2:3, kemudian diinkubasi semalam pada suhu 20 °C. Pelet DNA yang terbentuk dicuci dengan 500 µL etanol 80% lalu diresuspensi menggunakan 30-100 µL Tris-EDTA bergantung pada ketebalan pelet DNA yang dihasilkan.

Amplifikasi Gen Ribosomal Protein β-Operon CLas

DNA total hasil ekstraksi diamplifikasi dengan PCR menggunakan s e p a s a n g o l i g o n u k l e o t i d a y a n g spesifik pada daerah ribosomal protein β-operon CLas yaitu forward A2(5’-TATAAAGGTTGACCTTTCGAGTTT-’3) yang dirancang dari gen rplA pada posisi 869–892 dari total 2.6 kpb nukleotida β-operon dan reverse J5(5’-CAAAAGCAGAAATAGCACGAACAA-3’) yang dirancang dari gen rplJ pada posisi 1547–1571 dari total 2.6 kpb nukleotida β-operon (Hocquellet et al. 1999). Komposisi bahan yang digunakan ialah 12.5 μL 2x Go Taq®Green Master mix (Promega), 1 μL primer forward 20 μM, 1 μL primer reverse 20 μM, 1 μL templat DNA, dan 9.5 μL air bebas nuklease sehingga volume menjadi 25 μL. Amplifikasi dilakukan menggunakan mesin thermal cycler (PCR Gene AMP PCR System 9700) dengan program pradenaturasi pada suhu 94 °C selama 3 menit, 35 siklus meliputi denaturasi 92 °C selama 45 detik, aneling 62 °C selama 45 detik, dan ekstensi 72 °C selama 90 detik, serta ekstensi suhu 72 °C selama 5 menit.

Analisis Perunutan Nukleotida dan Keragaman Genetika CLas

Hasil perunutan DNA CLas yang dilakukan di First Base Malaysia dianalisis menggunakan program basic local alignment search tool (BLAST) dengan program optimasi untuk mendapatkan urutan basa

DNA CLas pembanding asal Indonesia yang telah dilaporkan dalam situs national center for biotechnology information (NCBI). Runutan nukleotida yang diperoleh dianalisis menggunakan penyejajaran bergandaClustalW pada perangkat lunak Bioedit sequence alignment editor versi 7.1.3. Hubungan kekerabatan antarisolat dan analisis keragaman genetika dikonstruksi menggunakan perangkat lunak molecular evolutionery genetic analysis (MEGA 6.06) dengan bootstrap 1000 kali ulangan.

HASIL

Deteksi CLas Menggunakan PCR dengan Primer A2/J5

Amplifikasi DNA Clas pada daerah ribosomal protein β-operon menggunakan primer A2/J5 dari total 48 contoh DNA yang berasal dari daun jeruk bergejala huanglongbing di Indonesia menunjukkan 32 contoh DNA terdeteksi positif dan 16 contoh DNA terdeteksi negatif. DNA CLas terdeteksi pada 8 lokasi pengambilan contoh dengan ulangan masing-masing berjumlah 4 contoh, yaitu Bogor dan Cibodas, Tuban dan Jember, Katung Kintamani, Bayung Gede Kintamani, Kerta dan Pancasari Buleleng yang ditandai dengan terbentuknya pita DNA dengan ukuran ±703 pb.Pada contoh yang berasal dari 4 lokasi lainnya beserta ulangan yang masing-masing berjumlah 4 contoh DNA Cisurupan dan Cianjur (Jawa Barat), Kebumen (Jawa Tengah) dan Pontianak (Kalimantan Barat), tidak terdeteksi adanya DNA CLas (Gambar 1, 2, dan 3).

Analisis Hubungan Kekerabatan dan Keragaman Genetika CLas Isolat Indonesia Berdasarkan Urutan DNA Gen Ribosomal Protein β-operon

Hasil penyejajaran urutan DNA contoh yang terdeteksi positif huanglongbing di Indonesia dengan berbagai urutan DNA yang terdapat pada pangkalan data GenBank menunjukkan bahwa contoh DNA asal Bogor, Cibodas, Tuban, Jember, Katung, Bayung

Page 23: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Rizal et al

171

Gede, Kerta dan Pancasari memiliki kemiripan dengan CLas asal Texas (USA), Guangdong (Cina), Hormozgan (Iran), Yogyakarta (Indonesia), Okinawa (Jepang), Taiwan, dan Pradesh (India) dengan tingkat kemiripan 98–100% serta jumlah basa yang sama dan sejajar (query cover) mencapai 80–99%. Isolat CLas asal Indonesia hasil deteksi positif pada penelitian ini juga dibandingkan dengan isolat CLas asal Indonesia yang telah dilaporkan sebelumnya dan hasil pensejajarannya menunjukkan bahwa urutan nukleotida CLas isolat Indonesia memiliki tingkat kemiripan

yang bervariasi mulai dari 90.5% hingga identik (100%). Isolat CLas asal Indonesia yang telah dilaporkan sebelumnya diketahui memiliki tingkat kemiripan yang saling identik pada bagian ribosomal proteinnya ditandai dengan persentase homologi 100% pada semua isolat pembanding tersebut. Isolat CLas asal Bogor (Jawa Barat) diketahui lebih mirip dengan isolat CLas asal Katung (Bali) dengan tingkat kemiripan 98.4% dibandingkan dengan isolat lainnya bahkan dengan isolat asal Cibodas yang juga berasal dari Jawa Barat dengan tingkat kemiripan 98%. Isolat Cibodas

Gambar 1 Visualisasi fragmen DNA CLas asal Jawa Barat hasil amplifikasi PCR dengan primer A2/J5 pada gel agarosa 1%. (M: penanda 1 Kpb Thermo Scientific, 1-4: replikasi penelitian)

M Bogor Cisurupan Cibodas Cianjur1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1000 pb

250 pb

± 703 pb

Gambar 2 Visualisasi fragmen DNA CLas asal Jawa Tengah (Kebumen), Jawa Timur (Tuban dan Jember) dan Kalimantan Barat (Pontianak) hasil amplifikasi PCR dengan primer A2/J5 pada gel agarosa 1%. (M: penanda 1 Kpb Thermo Scientific, 1-4: replikasi penelitian)

M Kebumen Tuban Jember Pontianak1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1000 pb

250 pb

± 703 pb

Gambar 3 Visualisasi fragmen DNA CLas asal Bali hasil amplifikasi PCR dengan primer A2/J5 pada gel agarosa 1%. (M: penanda 1 Kpb Thermo Scientific, 1-4: replikasi penelitian)

M Katung Bayung Gede Kerta Pancasari1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1000 pb

250 pb

± 703 pb

Page 24: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Rizal et al

172

sendiri diketahui identik dengan isolat asal Jember (Jawa Timur) dengan persentase kemiripan sebesar 100%. Berdasarkan tingkat kemiripannya, isolat Tuban diketahui mirip dengan isolat asal Jember yang juga berasal dari Jawa Timur dan Cibodas yang berasal dari Jawa Barat dengan persentase sebesar 99.1%. Isolat asal Bayung Gede (Bali) diketahui memiliki tingkat kemiripan yang paling tinggi dengan isolat asal Bogor yaitu 97%, isolat asal Pancasari (Bali) lebih mirip dengan isolat asal Katung (Bali) dengan persentase kemiripan sebesar 93%, sedangkan isolat asal Kerta (Bali) memiliki kemiripan yang paling tinggi dengan isolat CLas asal Indonesia yang telah dilaporkan sebelumnya, yaitu isolat asal Sambas, Kalimantan Barat (AY342001), Sleman, Yogyakarta (AB480147), Purworejo, Jawa Tengah (AB480149), Kupang, Nusa Tenggara Timur (AB480150), Jawa Timur (AB480158), dan Kintamani, Bali (AB480159). Isolat pembanding dari spesies dan negara asal berbeda yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu isolat CLaf asal Afrika Selatan (JF419555) menunjukkan persentase kemiripan yang kecil dengan semua isolat Clas, yaitu <70% (Tabel 1).

Analisis filogenetika kekerabatan CLas di Indonesia menunjukkan bahwa isolat-isolat tersebut terbagi menjadi 4 gugus (cluster)berbeda dengan isolat CLas asal Indonesia yang telah dilaporkan sebelumnya terletak pada gugus yang sama. Isolat CLas asal Bogor dan Cibodas (Jawa Barat), Tuban dan Jember (Jawa Timur) serta Katung (Bali) diketahui berada dalam 1 gugus dengan isolat CLas pembanding asal Indonesia yang menandakan bahwa isolat tersebut memiliki kekerabatan yang sangat erat dan memiliki keragaman yang sangat rendah secara genetika. Berbeda dengan isolat CLas asal Indonesia lainnya, isolat asal Bayung Gede (Bali), Kerta (Bali) dan Pancasari (Bali) masing-masing berada pada gugus yang berbeda. Isolat asal Bayung Gede memiliki kekerabatan yang lebih erat dengan gugus CLas asal Indonesia yang telah dilaporkan sebelumnya dengan koefisien jarak genetika <0.01 dibandingkan dengan isolat asal Kerta dengan koefisien jarak genetika mendekati

0.01 dan isolat asal Pancasari dengan koefisien jarak genetika >0.02. Meskipun isolat CLas asal Indonesia terbagi ke dalam beberapa gugus, perbedaan koefisien jarak genetikanya tergolong rendah jika dibandingkan dengan spesies lainnya yang digunakan sebagai pembanding, yaitu Claf dengan koefisien jarak genetika mencapai >0.12 (Gambar 4).

Perbedaan gugus pada isolat CLas asal Indonesia menunjukkan adanya keragaman genetika pada isolat-isolat tersebut. Keragaman genetika dalam komunitas pada spesies yang sama pada umumnya ditandai dengan perubahan basa tunggal pada nukleotida isolat tersebut. Pada penelitian ini ditemukan beberapa perubahan basa tunggal yang terdapat pada 3 isolat asal Bali, yaitu isolat Bayung Gede, Kerta, dan Pancasari, sedangkan pada isolat lainnya tidak ditemukan adanya perubahan. Perubahan basa tunggal terjadi pada 6 titik basa dari 587 basa ukuran nukleotida yang sama dan sejajar pada daerah gen rpLA dan rpLJ ribosomal protein β-operon Clas, yaitu basa ke-509, 519, 552, 567, 571, 580, dan 586. Isolat CLas asal Kerta menunjukkan perubahan basa tunggal yang terjadi pada 2 titik, yaitu pada basa ke-509 dan 567, sedangkan isolat CLas asal Bayung Gede dan Pancasari terjadi pada 4 titik, yaitu pada basa ke-519, 552, 571, 580 dan 586. Pada basa ke-509, komunitas CLas asal Indonesia menunjukkan basa adenina (A), tetapi pada isolat Kerta berubah menjadi timina (T). Pada basa ke-519, isolat asal Bayung Gede dan Pancasari masing-masing mengalami perubahan menjadi basa sitosina (C) dan T sedangkan pada isolat CLas lainnya menunjukkan basa A. Pada basa ke-552, basa pada isolat CLas menunjukkan A, tetapi pada isolat Bayung Gede dan Pancasari berubah menjadi guanina (G) dan T. Pada basa ke-567, semua isolat CLas asal Indonesia menunjukkan basa A tetapi pada isolat Kerta menunjukkan basa T. Selanjutnya isolat asal Bayung Gede dan Pancasari pada basa ke-571 menunjukkan perubahan dari basa G menjadi basa T sedangkan pada basa ke-580 perubahan yang terjadi ialah dari basa A menjadi basa C dan T (Tabel 2). Perubahan basa tunggal

Page 25: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol IndonesR

izal et al

173

No. Isolat Asal No. Aksesi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 151 BG81 Bogor, Jawa Barat LC090233 ID 98.0 97.6 98.0 98.4 97.0 95.4 92.5 97.5 97.5 97.5 97.5 97.5 97.5 69.72 CB99 Cibodas, Jawa Barat LC090234 98.0 ID 99.1 100.0 97.4 95.8 96.4 91.9 99.4 99.4 99.4 99.4 99.4 99.4 69.73 TB105 Tuban, Jawa Timur LC090231 97.6 99.1 ID 99.1 97.0 95.4 96.3 91.8 98.7 98.7 98.7 98.7 98.7 98.7 69.74 JB121 Jember, Jawa Timur LC090235 98.0 100.0 99.1 ID 97.4 95.8 96.4 91.9 99.4 99.4 99.4 99.4 99.4 99.4 69.75 KT60 Katung, Bali LC090236 98.4 97.4 97.0 97.4 ID 96.6 95.0 93.0 96.8 96.8 96.8 96.8 96.8 96.8 69.86 BG65 Bayung Gede, Bali LC090232 97.0 95.8 95.4 95.8 96.6 ID 94.0 92.0 95.3 95.3 95.3 95.3 95.3 95.3 69.17 KT86 Kerta, Bali LC090237 95.4 96.4 96.3 96.4 95.0 94.0 ID 90.5 96.6 96.6 96.6 96.6 96.6 96.6 68.78 PS89 Pancasari, Bali LC090238 92.5 91.9 91.8 91.9 93.0 92.0 90.5 ID 91.9 91.9 91.9 91.9 91.9 91.9 66.2

9 IDN2Sambas, Kalimantan Barat AY342001 97.5 99.4 98.7 99.4 96.8 95.3 96.6 91.9 ID 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 69.7

10 IDN5 Sleman, Yogyakarta AB480147 97.5 99.4 98.7 99.4 96.8 95.3 96.6 91.9 100.0 ID 100.0 100.0 100.0 100.0 69.7

11 IDN7Purworejo, Jawa Tengah AB480149 97.5 99.4 98.7 99.4 96.8 95.3 96.6 91.9 100.0 100.0 ID 100.0 100.0 100.0 69.7

12 IDN17Kupang, Nusa Tenggara Timur AB480150 97.5 99.4 98.7 99.4 96.8 95.3 96.6 91.9 100.0 100.0 100.0 ID 100.0 100.0 69.7

13 EJ5 Jawa Timur AB480158 97.5 99.4 98.7 99.4 96.8 95.3 96.6 91.9 100.0 100.0 100.0 100.0 ID 100.0 69.714 KT12 Kintamani, Bali AB480159 97.5 99.4 98.7 99.4 96.8 95.3 96.6 91.9 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 ID 69.715 CLaf Afrika Selatan JF419555 69.7 69.7 69.6 69.7 69.8 69.1 68.7 66.2 69.7 69.7 69.7 69.7 69.7 69.7 ID

Tabel 1 Tingkat kesamaan urutan nukleotida gen ribosomal protein β-operonisolat Candidatus Liberibacter asiaticus asal Indonesia.

Page 26: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Rizal et al

174

Gambar 4 Filogenetika kekerabatan Candidatus Liberibacter asiaticus isolat Indonesia menggunakan program MEGA 6.06 dengan metode UPGMA.*isolat CLas asal Indonesia yang digunakan sebagai pembanding

Isolat Asal Urutan basa dalam nukleotida1 2 509 519 552 567 571 580 586 587

BG81 Bogor, Jawa Barat G T A A A A G A A TCB99 Cibodas, Jawa Barat G T A A A A G A A TTB105 Tuban, Jawa Timur G T A A A A G A A TJB121 Jember, Jawa Timur G T A A A A G A A TKT60 Katung, Bali G T A A A A G A A TBG65 Bayung Gede, Bali G T A C G A T C A TKT86 Kerta, Bali G T T A A T G A A TPS89 Pancasari, Bali G T A T T A T T A T

IDN2 Sambas, Kalimantan Barat G T A A A A G A A T

IDN5 Sleman, Yogyakarta G T A A A A G A A TIDN7 Purworejo, Jawa Tengah G T A A A A G A A T

IDN17 Kupang, Nusa Tenggara Timur G T A A A A G A A T

EJ5 Jawa Timur G T A A A A G A A TKT12 Kintamani, Bali G T A A A A G A A T

Tabel 2 Perubahan basa tunggal pada komunitas isolat Candidatus Liberibacter asiaticus asal Indonesia.

yang terjadi di dalam komunitas CLas asal Indonesia tidak semuanya memengaruhi asam amino yang dihasilkan berdasarkan proses simulasi translasi pada program MEGA 6.06. Perubahan basa ke-509 pada isolat Kerta menjadi basa T diketahui mengubah asam amino yang dihasilkan dari lisina (K) menjadi

metionina (M). Pada perubahan basa ke-571, yaitu dari G menjadi T di isolat Bayung Gede dan Pancasari diketahui mengubah asam amino valina (V) menjadi leusina (L), sedangkan perubahan basa ke-580 pada isolat Bayung Gede menghasilkan asam amino histidina (H) dan isolat Pancasari menghasilkan asam amino

Page 27: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Rizal et al

175

tirosina (Y) dengan a(N) sebagai asam amino yang dihasilkan oleh isolat CLas pembanding asal Indonesia lainnya.

PEMBAHASAN

Pasangan primer A2/J5 untuk amplifikasi DNA CLas yang digunakan dalam penelitian ini diketahui menghasilkan pita DNA yang lebih tebal dan konsisten dibandingkan dengan primer yang dirancang berdasarkan 16S DNA walaupun memiliki tingkat sensitivitas yang sama (Ruangwong dan Akarapisan 2006). Hal tersebut dikarenakan DNA target menggunakan primer A2/J5 lebih kecil daripada primer yang dirancang dari 16S DNA sehingga degradasi DNA pada saat amplifikasi dan elektroforesis dapat berkurang (Hocquellet et al. 1999). Visualisasi DNA amplikon juga menunjukkan bahwa Kerta replikasi 3 dan 4 serta Pancasari replikasi 1 memiliki ketebalan paling tipis dibandingkan dengan DNA amplikon dari lokasi lainnya walaupun menggunakan primer yang sama, yaitu A2/J5. Ketebalan DNA amplikon tersebut dipengaruhi oleh oligosakarida maupun sisa bahan ekstraksi seperti EDTA, NaCl, dan residu etanol yang terbawa bersama suspensi DNA templat. Oligosakarida dapat membentuk ikatan yang kompleks dengan DNA templat sehingga jumlah DNA yang teramplifikasi akan berkurang, sedangkan sisa bahan ekstraksi dapat menghambat penempelan primer. Proses amplifikasi yang tidak sempurna juga dapat mengakibatkan terbentuknya smear selain disebabkan oleh faktor lain, yaitu RNA dan kontaminan lain seperti protein, lipid, dan sisa bahan kimia yang digunakan pada proses ekstraksi. Selain itu, hasil deteksi negatif dalam penelitian ini diduga disebabkan oleh distribusi CLas yang tidak merata pada jaringan tanaman dan tidak semua daun yang bergejala dalam 1 cabang menunjukkan hasil deteksi yang positif karena mobilitasnya yang mengikuti jalur translokasi fotosintat sehingga menghasilkan titer yang sangat rendah pada daun contoh (Hung et al. 1999; Li et al. 2008). Titer yang sangat rendah juga dapat menyebabkan deteksi

negatif palsu pada metode PCR konvensional dan persentase deteksi negatif palsu tersebut dapat menjadi menurun dengan menggunakan metode real-time quantitative PCR (Moreno-Enriquez 2014).

Penyejajaran 8 urutan nukleotida pada sebagian daerah gen ribosomal protein β-operon pada CLas isolat Indonesia diketahui juga memberikan hasil yang sama dengan urutan nukleotida yang diamplifikasi pada daerah 16S rRNA, yaitu memiliki tingkat kemiripan yang tinggi dengan CLas isolat Okinawa, Jepang (Subandiyah et al. 2000). Hal tersebut menunjukkan bahwa amplifikasi DNA CLas pada dua daerah amplifikasi tersebut dapat memberikan hasil yang sama. Hasil penyejajaran tersebut juga menunjukkan bahwa CLas asal Indonesia memiliki kekerabatan yang lebih erat dengan CLas asal Okinawa dibanding CLas asal Poona (India) yang merupakan 2 kelompok besar CLas di Asia (Adkar-Purushothama et al. 2009). Pada penyejajaran CLas isolat Indonesia yang ditemukan dalam penelitian ini dengan CLas isolat Indonesia yang telah dilaporkan sebelumnya terlihat adanya keragaman genetika yang ditandai dengan tingkat kesamaan gen ribosomal protein β-operon yang bervariasi mulai dari 91.9% hingga 100%. Selain itu, filogenetika kekerabatan CLas di Indonesia juga menunjukkan adanya 4 gugus berbeda pada pohon filogenetika tersebut. Pohon filogenetika tersebut tetap menunjukkan urutan nukleotida yang dibandingkan dengan Clas, walaupun terbagi menjadi 4 gugus karena koefisien jarak genetikanya tergolong kecil, yaitu <0.02 dibandingkan dengan spesies terdekat lain yang digunakan sebagai pembanding, yaitu CLaf dengan jarak genetika >0.12. Keragaman genetika pada CLas asal Bogor dan Cibodas, Purwokerto, Sleman, Tuban, Jember, Katung Kintamani, Buleleng, Sambas, dan Kupang berasal dari daerah variatif gen ribosomal protein β-operon CLas tersebut dikarenakan isolat tersebut berada dalam gugus yang sama pada pohon filogenetika, sedangkan isolat asal Bayung Gede, Kerta, dan Pancasari berasal dari daerah konservatifnya sehingga masing-

Page 28: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Rizal et al

176

masing memiliki gugus tersendiri. Perbedaan gugus pada suatu spesies yang sama disebabkan oleh adanya mutasi basa tunggal yang terjadi pada daerah konservatif isolat-isolat yang dibandingkan (Moreno-Enriquez 2014).

Metode analisis mutasi basa tunggal (single nucleotide polymorpism) pada program MEGA 6.06 digunakan untuk menganalisis keragaman genetika gen ribosomal protein β-operon pada CLas asal Indonesia baik yang sudah ataupun sedang dilaporkan pada pangkalan data GenBank dengan melihat perbedaan basa secara visual. Analisis mutasi basa tunggal CLas isolat Indonesia dilakukan pada daerah konservatif gen ribosomal protein β-operon yang berukuran sama dan sejajar pada semua isolat yang dibandingkan. Daerah konservatif digunakan untuk meningkatkan tingkat kepercayaan bahwa basa tunggal yang termutasi bukan merupakan kesalahan dalam proses perunutan nukleotida (Quaglino et al. 2009). Dalam penelitian ini diketahui terdapat 6 basa tunggal yang termutasi, yaitu pada isolat Bayung Gede, Kerta dan Pancasari. Isolat lainnya menunjukkan urutan basa yang sama persis, dan 533 basa lainnya pada daerah konservatif yang dibandingkan juga menunjukkan urutan basa yang sama. Namun, dari 6 basa tunggal yang termutasi diketahui bahwa hanya 3 basa tunggal yang menyebabkan perubahan asam amino yang terbentuk berdasarkan pada simulasi pada program MEGA 6.06. Perubahan asam amino yang terbentuk adalah leusina, histidina, dan tirosina sehingga menambah jumlah asam amino tersebut dalam polipeptida yang dihasilkan oleh isolat yang bermutasi. Peranan dari asam amino leusina dan histidina ialah sebagai penyusun antibiotik dan senyawa kimia yang dilepaskan oleh sistem imun, dan tirosina sebagai penyusun bahan kimia yang dihasilkan akibat depresi (Meister 1965). Berdasarkan pada peranan asam aminonya, diduga mutasi basa tunggal yang terjadi pada isolat Bayung Gede, Kerta, dan Pancasari disebabkan oleh penggunaan tanaman jeruk transgenik yang resisten terhadap penyakit huanglongbing, seperti penggunaan bibit jeruk siem yang dimutasi dengan isotop cobalt

dan penggunaan bibit yang dilekatkan pada gen CVPDr (resisten terhadap CLas) maupun penggunaan antibiotik dan bakterisida secara berkesinambungan. Pemakaian tetrasiklin akan menghambat perkembangan CLas pada jaringan tanaman jeruk.

Penelitian ini menunjukkan bahwa pertanaman jeruk di Bogor dan Cibodas (Jawa Barat), Tuban dan Jember (Jawa Timur), serta Katung, Bayung Gede, Kerta, dan Pancasari (Bali) positif terinfeksi huanglongbing. Penyejajaran urutan nukleotida contoh DNA positif huanglongbing menunjukkan tingkat kemiripan yang tinggi pada daerah ribosomal protein β-operon terhadap CLas L9 (USA), A4 (Cina), SSL (Iran), gxpsy (Cina), IDN5 (Indonesia), OK901 (Jepang), TW1 asal (Taiwan), ALD-AN (India). Isolat CLas asal Bogor, Cibodas, Tuban, Jember, dan Katung diketahui identik dengan isolat CLas asal Purwokerto (Jawa Tengah), Sleman (Yogyakarta), Jawa Timur, Buleleng dan Kintamani (Bali), Kupang (Nusa Tenggara Timur), serta Sambas (Kalimantan Barat), sedangkan isolat CLas asal Bayung Gede dan Pancasari memiliki perbedaan urutan nukleotida pada basa ke-519, 552, 571, dan 580 serta isolat CLas asal Kerta pada basa ke-509 dan 567 dari total 539 basa yang dibandingkan dengan daerah konservatif. Perubahan basa tunggal pada isolat Bayung Gede, Pancasari dan Kerta yang dapat memengaruhi perubahan asam amino yang dihasilkan ialah pada basa ke-509, 571, dan 580.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini didanai oleh Program Beasiswa Unggulan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi tahun 2012.

DAFTAR PUSTAKA

Adkar-Purushothama CR, Quaglino F, Casati P, Rama-Nayaka JG, Bianco PA. 2009. Genetic diversity among ‘Candidatus Liberibacter asiaticus’ isolates based on single nucleotide polymorphisms in 16S rRNA and ribosomal protein genes. Ann

Page 29: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Rizal et al

177

Microbiol. 59(4):681–688. DOI: https://doi.org/10.1007/BF03179208.

Bove JM. 2006. Huanglongbing: a destructive, newly-emerging, century old disease of citrus. J Plant Phytopathol. 88(1):7–37.

Gopal K, Gopi V, Palanivel S, Sreenivasulu Y. 2007. Molecular detection of greening disease in citrus by PCR: tissue source and time detection. Ann Plant Protec Sci. 15(2):384–390.

Hocquellet A, Toorawa P, Bove JM, Garnier M. 1999. Detection and identification of the two Candidatus Liberobacter species associated with citrus huanglongbing by PCR amplification of ribosomal protein genes of the β-operon. Mol Cell Prob. 13(5):373–379. DOI: https://doi.org/10.1006/mcpr.1999.0263.

Hung TH, Wu ML, Hong-Ji S. 1999. Development of a rapid method forthe diagnosis of citrus greening disease using the polymerase chain reaction. J Phytophatol. 147(10):599–604. DOI: https://doi.org/10.1046/j.1439-0434.1999.00435.x.

Jagoueix A, Bove JM, Garnier M. 1996. PCR detection of the two ‘Candidatus’ liberibacter species associated with greening disease of citrus. Mol Cell Probe. 10(1):43–50. DOI: https://doi.org/10.1006/mcpr.1996.0006.

Li W, Li D, Elizabeth T, Hartung JS, Laurene L. 2008. Optimized quantification of unculturable Candidatus Liberibacter spp. in host plants using real-time PCR. Plant Dis. 92(6):854–861. DOI: https://doi.org/10.1094/PDIS-92-6-0854.

Meister A. 1965. Biochemistry of the Amino Acids. Ed ke-2. New York (US): Academic Press Inc.

Moreno-Enríquez A, Minero-García Y, Ramírez-Prado JH, Loeza-Kuk E, Uc-Varguez A, Moreno-Valenzuela OA. 2014. Comparative analysis of 16S ribosomal RNA of ‘Candidatus Liberibacter asiaticus’ associated with huanglongbing disease of Persian lime and Mexican lime reveals a major haplotype with worldwide distribution. Afr J Microbiol Res. 8(30):2861–2873. DOI: https://doi.org/10.5897/AJMR2014.6706.

Nurhadi. 2015. Penyakit huanglongbing tanaman jeruk (Candidatus Liberibacter asiaticus): ancaman dan strategi pengendalian. Pengembangan Inovasi Pertanian. 8(1): 21–32.

Quaglino F, Zhao Y, Bianco PA, Wei W, Casati P, Durante G, Davis RE. 2009. New 16Sr subgroups and distinct single nucleotide polymorphism lineages among grape vine Bois noir phytoplasma populations. Ann App Biol. 154(2):279–289. DOI: https://doi.org/10.1111/j.1744-7348.2008.00294.x.

Ruangwong O, Akarapisan A. 2006. Detection of Candidatus Liberibacter asiaticus causing citrus huanglongbing disease. J Agri Technol. 2(1):111–120.

Sechler A, Scheunzel EL, Cooke P, Donnua S, Thaveechai N, Postnikova E, Stone AL, Schneider WL, Damsteegt VD, Schaad NW. 2009. Cultivation of ‘Candidatus Liberibacter asiaticus’ ‘Ca. L. africanus’, and ‘Ca. L. americanus’ Associated with huanglongbing. Phytopathol. 99(5): 480–486. DOI: https://doi.org/10.1094/PHYTO-99-5-0480.

Subandiyah S, Iwanami T, Tsuyumu S, Ieki H. 2000. Comparison of 16S rDNA and 16S/23S intergenic region sequences among citrus greening organisms in Asia. Plant Dis. 84(1):15–18. DOI: https://doi.org/10.1094/PDIS.2000.84.1.15.

Teixeira DC, Colette S, Sandrine E, Jean LD, Paulo IC, Antonio JA, Bove JM. 2005. ‘Candidatus Liberibacter americanus’, associated with citrus huanglongbing (greening disease) in Sao Paulo State, Brazil. Int J Syst Evol Microbiol. 55(1):1857–1862. DOI: https://doi.org/10.1099/ijs.0.63677-0.

Tomimura K, Miyata S, Furuya N, Kubota K, Okuda M, Subandiyah S, Hung TH, Su HJ, Iwanami T. 2009. Evaluation of genetic diversity among ‘Candidatus Liberibacter asiaticus’ isolates collected in Southeast Asia. Phytopathology. 99(9):1062–1069. DOI: https://doi.org/10.1094/PHYTO-99-9-1062.

Page 30: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

ISSN: 0215-7950

178

Volume 12, Nomor 5, September 2016Halaman 178–184

DOI: 10.14692/jfi.12.5.178

*Alamat penulis korespondensi: Fakultas Pertanian, Universitas Halu Oleo. Jalan H.E.A Mokodompit Anduonohu, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, 93232.Tel: 0401-3191692, Faks: 0401-3191692, surel: [email protected]

Peran Mikoriza Arbuskula pada Insidensi Penyakit Busuk Pangkal Batang Lada

The Role of Mycorhizal Arbuscular to the Incidence of Foot Rot Disease on Pepper Plant

Halim*, Mariadi, La Karimuna, Rachmawati HasidUniversitas Halu Oleo, Kendari 93232

ABSTRAK

Salah satu kendala dalam budi daya tanaman lada ialah penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh cendawan Phytophthora capsici. Penelitian dilakukan untuk mengamati peran cendawan mikoriza arbuskula (CMA) terhadap insidensi penyakit busuk pangkal batang pada bibit tanaman lada. Penelitian dilakukan di rumah kasa dan disusun menggunakan rancangan acak lengkap dengan 6 perlakuan, yaitu (1) tanah terinfestasi P. capsici (TPC) sebagai kontrol negatif, (2) tanah steril (TS) sebagai kontrol positif, (3) TPC ditambah 5 g propagul CMA, (4) TPC ditambah 10 g CMA, (5) TPC ditambah 15 g CMA, dan (6) TPC ditambah 20 g CMA. Peubah yang diamati ialah tinggi tanaman, jumlah tunas, insidensi penyakit, persentase infeksi PM pada perakaran tanaman lada, serta kebergantungan tanaman lada terhadap CMA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi 20 g CMA per 10 kg tanah efektif menekan insidensi penyakit busuk pangkal batang dan meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Kata kunci: Phytophthora capsici, propagul mikoriza arbuskula, insidensi penyakit

ABSTRACT

Stem rot or foot rot disease caused by Phytophthora capsici is known as an important constraint on pepper cultivation. Research was conducted to determine the effect of arbuskula mycorhizal fungi (AMF) on incidence of foot rot disease of pepper seedlings. The experiment was done in the net house and arranged using completed randomized design with 6 treatments, i.e. (1) soil infested by P. capsici (TPC) as negative control treatment, (2) sterilized soil (TS) as positive control treatment, (3) TPC with 5 g of AMF, (4) TPC with 10 g AMF, (5) TPC with 15 g AMF, and (6) TPC with 20 g AMF. Observation involved plant height, number of shoots, disease incidence, the percentage of AMF infection on the roots of pepper plants, and pepper plants dependence on AMF. The results showed that the application of AMF at a dose of 20 g per 10 kg of soil effectively suppressed incidence of foot rot disease and improve plant growth.

Key words: disease incidence, Phytophthora capsici, propagule of mycorhizal arbuscular

Page 31: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Halim et al.

179

PENDAHULUAN

Tanaman lada (Piper nigrum) merupakan tanaman rempah yang banyak digunakan untuk menambahkan rasa pada hampir semua jenis masakan. Selain itu, tanaman lada dapat meningkatkan pendapatan petani karena harganya yang cukup mahal, baik di pasar tradisional, nasional maupun pasar domestik. Salah satu kendala yang dihadapi dalam budi daya tanaman lada ialah serangan penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh Phytophthora capsici. Serangan pada daun menyebabkan bercak pada bagian tengah atau tepi daun, sedangkan serangan pada akar menyebabkan tanaman layu dan mati.

Salah satu cara pengendalian penyakit busuk pangkal batang ialah penggunaan cendawan mikoriza arbuskula (CMA) sebagai pupuk hayati dan proteksi biologi. CMA secara umum dapat memberikan manfaat secara langsung untuk melindungi tanaman inang dari patogen akar melalui hifa eksternalnya, meningkatkan serapan air dan unsur hara, serta meningkatkan ketahanan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan peran mikoriza arbuskula terhadap penurunan intensitas penyakit busuk pangkal batang pada bibit tanaman lada.

BAHAN DAN METODE

BahanCMA yang digunakan berasal dari

perakaran gulma yang tumbuh di taman hayati Universitas Halu Oleo, Kendari. CMA diperbanyak menggunakan tanaman jagung di rumah kasa (Halim 2012). Perbanyakan

tersebut berupa campuran akar tanaman, tanah, dan CMA (spora dan hifa).

Tanaman lada yang digunakan ialah varietas Petaling. Setek bibit tanaman lada yang digunakan berasal dari sulur panjat dan sulur gantung yang berumur 2–3 tahun. Setek ditanam pada pot pembibitan berisi campuran tanah dan pupuk organik (1:0.5). Setek dirawat sampai terbentuk mata tunas pada ruas. Selanjutnya setek yang telah bertunas ini dipindahkan ke dalam kantong plastik yang telah disiapkan sesuai dengan perlakuan. Setiap kantong plastik berisi 2 setek bibit tanaman lada.

Tanah diambil dari lapangan, yang disterilkan menggunakan oven tungku. Tanah steril ini digunakan sebagai kontrol positif (TS). Tanah yang terinfestasi oleh P. capsici (TPC) diambil langsung dari sekitar perakaran tanaman lada yang sakit dan terindikasi mengandung inokulum P. capsici. Tanah ini digunakan sebagai kontrol negatif dan perlakuan lainnya menggunakan propagul CMA.

Perlakuan dan Rancangan PercobaanSetiap pot percobaan berisi medium tanah

sebanyak 10 kg. Perlakuan yang diuji (Tabel 1)masing-masing diulang sebanyak 3 kali. Aplikasi CMA dilakukan bersamaan dengan pemindahan bibit tanaman lada. CMA diletakkan di bawah setek bibit lada supaya akar yang tumbuh dapat segera kontak dengan CMA.

Perlakuan disusun dalam rancangan acak lengkap. Data hasil penelitian dianalisis dengan analisis ragam yang dilanjutkan dengan uji berganda duncan pada taraf kepercayaan 95%.

Kode perlakuan KeteranganKontrol negatif (TPC) Tanah steril Kontrol Positif (TS) Tanah yang terinfestasi oleh P. capsiciTPC + CMA5 Tanah terinfestasi P. capsici + 5 g cendawan mikoriza arbuskulaTPC + CMA10 Tanah terinfestasi P. capsici + 10 g cendawan mikoriza arbuskulaTPC + CMA15 Tanah terinfestasi P. capsici + 15 g cendawan mikoriza arbuskulaTPC + CMA20 Tanah terinfestasi P. capsici + 20 g cendawan mikoriza arbuskula

Tabel 1 Perlakuan uji cendawan mikoriza arbuskula

Page 32: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Halim et al.

180

PengamatanPeubah yang diamati ialah: (1) tinggi

tanaman yang diamati pada umur 1–5 minggu setelah aplikasi CMA, (2) jumlah sulur yang diamati pada umur 1–5 minggu setelah aplikasi CMA, (3) insidensi penyakit pada umur 1–5 minggu setelah aplikasi CMA, (4) persentase infeksi CMA pada akar tanaman lada, serta (5) kebergantungan tanaman lada terhadap CMA.

Insidensi penyakit (IP) dihitung meng-gunakan rumus:

KP = n/N × 100%, dengann, jumlah daun tanaman yang terserang patogen; N, total daun tanaman yang diamati. Persentase infeksi dihitung menggunakan rumus:

r1

r1 + r2PI = × 100%, dengan

PI, persentase infeksi CMA pada akar; r1, jumlah contoh akar yang terinfeksi; r2 , jumlah contoh akar yang tidak terinfeksi.

Kebergantungan tanaman lada terhadap CMA dihitung menggunakan rumus:

Nilai kebergantungan = AA - B × 100%, dengan

A, bobot kering tanaman bermikoriza arbuskula; dan B, bobot kering tanaman tanpa mikoriza arbuskula.

Pewarnaan Akar Pewarnaan akar tanaman digunakan untuk

mengamati infeksi CMA pada perakaran tanaman menggunakan zat warna fuksin 0.05%. Hasil pewarnaan kemudian diamati menggunakan mikroskop (Brundrett 2008).

HASIL

Rata-rata tinggi tanaman lada perlakuan TPC + CMA20 menunjukkan hasil yang sama dengan kontrol positif (Tabel 2). Rata-rata jumlah sulur tanaman lada pada perlakuan TPC + CMA15 dan TPC + CMA20 me-nunjukkan hasil yang lebih tinggi daripada kontrol positif (Tabel 3).

Rata-rata insidensi penyakit terendah pada minggu ke-1 sampai ke-5 ialah perlakuan tanah terinfestasi P. capsici + 20 g CMA (TPC + CMA20). Insidensi penyakit pada perlakuan tersebut di minggu ke-1 sampai ke-5 hasilnya tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol positif (TS) (Tabel 4).

Rata-rata persentase infeksi CMA pada akar tanaman lada tertinggi terdapat pada perlakuan TPC + CMA20 yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Tabel 5). Perakaran tanaman lada yang terinfeksi oleh CMA nampak adanya vesikula dan hifa internal (Gambar 1).

Rata-rata bobot kering tanaman lada tertinggi terdapat pada perlakuan TPC + CMA5 yang hanya berbeda nyata dengan perlakuan TPC + CMA15. Nilai kebergantungan tanaman lada terhadap CMA tertinggi ialah TPC+CMA20, yaitu 23.84% (Tabel 6).

PEMBAHASAN

Aplikasi CMA dapat memperbaiki pertumbuhan bibit tanaman lada sebagaimana diperlihatkan pada peubah tinggi tanaman dan jumlah sulur. Tinggi tanaman dan jumlah sulur

Perlakuan Tinggi tanaman lada (cm) pada minggu ke-1 2 3 4 5

Kontrol negatif (TPC) 26.00 d 27.66 d 29.00 e 31.00 e 32.66 eKontrol positif (TS) 58.00 a 61.00 a 63.00 a 65.33 a 67.33 aTPC + CMA5 36.33 bc 38.66 cd 4100 d 45.00 c 47.00 dTPC + CMA10 32.66 c 34.33 cd 37.00 c 37.00 d 42.33 cTPC + CMA15 50.00 b 52.66 b 55.00 b 57.33 b 59.66 bTPC + CMA20 55.00 a 57.00 a 60.33 a 63.66 a 66.33 a

Tabel 2 Tinggi tanaman lada pada minggu ke-1–5 setelah aplikasi cendawan mikoriza arbuskula

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada α 0.05.

Page 33: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Halim et al.

181

Perlakuan Insidensi penyakit (%) pada minggu ke-1 2 3 4 5

Kontrol negatif (TPC) 21.11 a 19.44 a 19.52 a 23.23 a 24.30 a Kontrol positif (TS) 0.00 c 0.00 d 0.00 d 0.00 d 0.00 d TPC + CMA5 5.80 b 4.94 b 6.66 c 8.33 c 7.62 c TPC + CMA10 8.33 b 9.52 c 15.55 b 14.21 b 16.82 b TPC + CMA15 5.89 b 5.15 b 6.73 c 8.36 c 7.40 c TPC + CMA20 0.00 c 0.00 d 0.00 d 0.00 d 0.00 d

Tabel 4 Insidensi penyakit pada minggu ke-1–5 setelah aplikasi cendawan mikoriza arbuskula

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada α 0.05.

Perlakuan Infeksi cendawan mikoriza arbuskula pada akar tanaman lada (%)

Kontrol negatif (TPC) 63.33 cKontrol positif (TS) 76.66 bTPC + CMA5 63.33 cTPC + CMA10 63.33 cTPC + CMA15 56.66 dTPC + CMA20 80.00 a

Tabel 5 Persentase infeksi cendawan mikoriza arbuskula pada akar tanaman lada

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada α 0.05.Data ditransformasi dengan menggunakan Arcsin ([√data/100])× [180/π]) saat analisis statistik dilakukan.

Perlakuan Jumlah sulur tanaman lada pada minggu ke-1 2 3 4 5

Kontrol negatif (TPC) 1.66 c 1.66 c 2.66 c 3.33 c 3.66 dKontrol positif (TS) 4.33 a 5.00 a 5.66 a 5.66 b 5.66 b TPC + CMA5 2.66 b 3.00 b 4.00 b 4.33 b 4.33 c TPC + CMA10 1.66 c 2.66 b 3.33 b 4.00 b 4.33 c TPC + CMA15 4.66 a 5.00 a 6.00 a 6.33 a 6.33 a TPC + CMA20 4.66 a 5.00 a 5.66 a 6.33 a 6.33 a

Tabel 3 Jumlah sulur tanaman lada pada minggu ke-1–5 setelah aplikasi cendawan mikoriza arbuskula

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada α 0.05.Data ditransformasi dengan menggunakan [√x+0.5] saat analisis statistik dilakukan.

terbaik diperlihatkan oleh perlakuan TPC + CMA20, dan tidak ditemukan adanya insidensi penyakit hingga akhir penelitian. Hal ini menunjukkan CMA membantu bibit tanaman lada menyerap unusr hara dan air serta mampu melindungi perakaran tanaman dari serangan P.capsici. Sabine et al. (2012) menyatakan bahwa CMA mempunyai kemampuan untuk

melindungi perakaran tanaman dari serangan patogen. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Rachmawati dan Halim (2011), aplikasi CMA pada berbagai dosis memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap pertumbuhan bibit tanaman lada dibandingkan dengan tanpa CMA.

Page 34: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Halim et al.

182

Perkembangan penyakit P. capsici sangat cepat jika tanpa inokulasi CMA. Lambatnya gejala penyakit pada tanaman bermikoriza arbuskula disebabkan oleh CMA yang memberikan perlindungan fisik dengan membentuk struktur lapisan hifa tipis pada permukaan akar tanaman (Sabine et al. 2002). CMA dapat menghasilkan zat pengatur tumbuh, mampu membentuk penghalang fisik serta mengeluarkan antibiotik tertentu untuk menghalangi perkembangan patogen tular tanah (Djunaedy 2008).

Aplikasi CMA pada penelitian ini dilakukan dengan meletakkan propagul CMA di bawah bibit tanaman lada dengan harapan akar tanaman yang terbentuk langsung terinfeksi CMA serta hifa-hifanya menyelimuti perakaran tanaman. Dengan terinfeksinya akar tanaman lada oleh CMA, maka P. capsici tidak mampu menembus perakaran

tanaman. Semakin tinggi persentase infeksi cendawan pada perakaran tanaman lada, pertumbuhan bibit tanaman lada semakin baik serta menurunkan insidensi penyakit yang berdampak pada tingginya kebergantungan bibit tanaman lada terhadap CMA. Infeksi CMA pada perakaran tanaman lada ditandai dengan adanya vesikula dan hifa internal.

CMA yang menginfeksi sistem perakaran tanaman inang akan memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman inang akan meningkat kapasitasnya dalam menyerap unsur hara dan air (Preston 2007). Infeksi CMA pada akar tanaman lada berhubungan dengan tingkat responsif tanaman sebagai inang dan daya infeksi CMA terhadap akar tanaman. Keadaan fisik perakaran tanaman, ketersediaan unsur hara tertentu serta eksudat akar akan memengaruhi tingkat infeksi CMA pada akar. Keefektifan infeksi CMA ditentukan

Perlakuan Bobot kering (g)

Nilai kebergantungan (%)

Kontrol negatif (TPC) 6.91 a 0.00Kontrol positif (TS) 5.29 a 30.62TPC + CMA5 7.55 a 8.47TPC + CMA10 7.28 a 5.08TPC + CMA15 3.56 b -94.00TPC + CMA20 5.58 a 23.84

Tabel 6 Bobot kering dan nilai kebergantungan tanaman lada terhadap cendawan mikoriza arbuskula

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada α 0.05.

Gambar 1 A, Jaringan akar tanaman lada yang tidak terinfeksi oleh cendawan mikoriza arbuskula; B, Jaringan akar tanaman lada yang terinfeksi oleh cendawan mikoriza arbuskula, nampak adanya vesikula dan hifa internal.

A B

Vesikula

Hifa internal

Page 35: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Halim et al.

183

oleh interaksi tanaman inang sebagai penyedia karbon dari eksudat akar yang dibutuhkan oleh cendawan mikoriza arbuskula (Bradbury et al. 1991).

Infeksi CMA pada tanaman lada akan lebih mudah jika tanaman lada tersebut sehat. Perkembangan spora CMA dan awal pertumbuhan tabung hifa dapat terjadi pada kondisi tidak ada tumbuhan inang, tetapi eksudat akar yang mudah menguap di daerah rizosfir menstimulasi terbentuknya percabangan hifa CMA dengan cepat dan secara ekstensif hifa mampu memasuki daerah perakaran (Kape et al. 1992). Simbiosis antara CMA dengan akar tanaman inang dimulai setelah spora berkecambah yang ditandai dengan percabangan hifa yang aktif dan pembentukan hifa eksternal (Tamasloukht et al. 2003). Hifa CMA yang telah berada disekitar perakaran akan mengadakan kontak dan berdiferensiasi membentuk appresorium (Nagahashi dan Douds 1997), membentuk hifa internal, hifa intrasel, arbuskula serta vesikula (Jane dan Delp 1998). Setelah terjadi interaksi antara CMA dengan tanaman inang, hifa akan terdeferensiasi menjadi runner hyphal (RH), absorptive hyphal network (AHN) dan hyphal bridges (HB) (Read 1992).

Nilai kebergantungan tanaman terhadap CMA identik dengan persentase kenaikan bobot kering tanaman yang diinokulasi dengan CMA. Semakin tinggi nilai kebergantungan tanaman terhadap CMA, maka persentase kenaikan bobot pupus kering tanaman juga semakin tinggi. Terdapat korelasi positif antara bobot pupus kering tanaman dengan nilai kebergantungan tanaman terhadap CMA (Halim 2012).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis CMA yang diaplikasikan pada tanaman, maka insidensi penyakit semakin rendah, bahkan pada perlakuan TPC + CMA20 tidak ada insidensi penyakit. Oleh karena itu, penyediaan bibit tanaman lada yang sehat sebelum dipindahkan ke lapangan sangat penting, sehingga tanaman lada mempunyai tingkat adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan serta mempunyai ketahanan

terhadap serangan penyakit, khususnya penyakit tular tanah. CMA dapat digunakan sebagai pemacu ketahanan tanaman lada terhadap serangan penyakit busuk pangkal batang sejak di pembibitan sampai tanaman lada dipindahkan ke lapangan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Tim penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas bantuan dana penelitian melalui skema Hibah Bersaing.

DAFTAR PUSTAKA

Bradbury SM, Petreson RL, Boeley SR. 1991. Interaction between three alfalfa nodulation genotypes and two Glomus species. New Phytol. 119:115–120. DOI: https://doi.org/10.1111/j.1469-8137.1991.tb01014.x.

Brundrett M. 2008. Mycorrhizal associations. The web resource, method for identifying mycorrhizas. http://mycorrhizas.info/. [diunduh 3 Desember 2015].

Djunaedy A. 2008. Aplikasi fungisida sistemik dan pemanfaatan mikoriza dalam rangka pengendalian patogen tular tanah pada tanaman kedelai (Glicyne max L.). J Embryo. 2(5):149–157.

Halim. 2012. Peran mikoriza indigenous terhadap indeks kompetisi antara tanaman jagung (Zea mays L.) dengan gulma Ageratum conyzoides. Berkala Penelitian Agronomi. 1:86–92.

Jane BS, Delp TDG. 1998. Regulation of root and fungal morphogenesis in mycorrhizal symbiosis. 116:120–1207.

Kape R, Wex K, Parniske, Werner D. 1992. Legume roots metabolites and VA-mycorrhiza development. J Plant Physiol. 141:54–60. DOI: https://doi.org/10.1016/S0176-1617(11)80851-5.

Nagahashi G, Douds DD. 1997. Appresorium formation by arbuskula mikoriza fungi on

Page 36: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Halim et al.

184

isolated cell walls of carrot roots. New Phytol. 136:299–304. DOI: https://doi.org/10.1046/j.1469-8137.1997.00739.x.

Preston S. 2007. Alternative Soil Amendements. NCAT Agriculture Specialist. National Suistanable Agriculture Information Service. ATTRA Publication. http://www.attra.ncat.org/attra-pub/PDF/altsoil.pdf. [diunduh 8Maret 2015].

Rachmawati H, Halim. 2011. Respon bibit tanaman lada terhadap aplikasi mikoriza indigenous gulma. J Agroteknos. 1(1):44–47.

Read DJ. 1992. The mycorrhizal mycelium. Di dalam: Allen MF, editor. Mycorrhizal Functioning: An Integrative Plant-Fungal

Process. London (UK): Springer Science and Business Media.

Jung SC, Martinez-Medina A, Lopez-Raez JA, Pozo MJ. 2012. Mycorrhiza-induced resistance and priming of plant defenses. J Chem Ecol. (38):651–664. DOI: https://doi.org/10.1007/s10886-012-0134-6.

Tamasloukht M, Delmas ANS, Kluever A, Roux JC, Becard G, Franken P. 2003. Root factors induce mitochondrial related gene express fungal respiration during the developmental switch for symbiosis to presymbiosis in the arbuscular mycorrhiza Gigaspora mosea. Plant Physiology. 131(3):1468–1478. DOI: https://doi.org/10.1104/pp.012898.

Page 37: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

ISSN: 0215-7950

185

Volume 12, Nomor 5, September 2016Halaman 185–190

DOI: 10.14692/jfi.12.5.185

*Alamat penulis korespondensi: Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Jalan Flora No. 1, Bulaksumur, Yogyakarta, 55281Tel: 0274-52392, Faks: 0274-523926, Surel: [email protected]; [email protected]

KOMUNIKASI SINGKAT

Deteksi Virus Terbawa Umbi Benih pada Bawang Merah Kultivar Biru Bantul

Detection of Seed Bulb Viruses on Shallot Cultivar Biru Bantul

Nurviani, Sri Sulandari*, Susamto Somowiyarjo, Siti SubandiyahUniversitas Gadjah Mada, Yogyakarta 55281

ABSTRAK

Infeksi virus di pertanaman bawang merah dapat menimbulkan gejala mosaik pada daun dan tanaman kerdil. Identitas virus penyebab penyakit perlu diketahui untuk menentukan pengelolaan penyakit yang tepat sasaran. Penelitian ini bertujuan mendeteksi virus terbawa umbi benih bawang merah. Deteksi virus dilakukan dengan uji tumbuh umbi, penularan mekanis, dan pengamatan morfologi partikel virus dengan mikroskop elektron. Bibit bergejala hasil uji tumbuh digunakan sebagai inokulum penularan mekanis. Penularan mekanis dilakukan pada tanaman bawang merah kultivar Biru Bantul, Chenopodium amaranticolor, dan Nicotiana tabacum. Inokulasi mekanis mengakibatkan munculnya gejala mosaik dan kerdil pada bawang merah, nekrosis lokal pada C. amaranticolor, dan tidak ada gejala pada N. tabacum. Hasil pengamatan mikroskop elektron menunjukkan 2 jenis partikel virus, yaitu filamen berukuran 650 nm dan filamen lentur berukuran 800 nm berturut-turut dari tanaman bergejala mosaik dan kerdil. Hal tersebut mengindikasikan ada 2 jenis virus yang terbawa benih bawang merah, yaitu diduga sebagai Shallot latent carlavirus (SLV) dan Onion yellow dwarf potyvirus (OYDV). Identitas virus perlu dikonfirmasi lebih lanjut berdasarkan analisis sikuen nukleotida dan proteinnya.

Kata kunci: mikroskop elektron, penularan mekanis, uji tumbuh umbi

ABTRACT

Virus infection on shallots may cause mosaic of leaves and plant dwarf. It is very important to know the identity of the virus as a requirement in determining viral disease management strategy. The research is subjected to identify seed- transmitted viruses from shallot bulbs. Detection of virus from bulb was conducted by growing on test, followed by mechanical inoculation on shallot cultivar Biru Bantul, Chenopodium amaranticolor, and Nicotiana tabacum and morphological observation of virus particle by electron microscope. About 2 weeks after inoculation symptoms was observed, i.e. mosaic and dwarf on shallot cultivar Biru Bantul, local necrotic on C. amaranticolor, but symptomless on N. tabacum. Filamentous particles of 650 nm and 800 nm in length was observed under electron microscope from plants with mosaic and dwarfing symptom, respectively. This indicated the presence of 2 different seed-transmitted viruses on infected shallots. Two species of shallot viruses, i.e. Shallot latent carlavirus (SLV) and Onion yellow dwarf potyvirus (OYDV) was most likely the main seedborne viruses on shallot bulb. Identification based on nucleic acid and protein sequence analysis is necessary for further confirmation

Key words: growing on test, mechanical inoculation, electrone microscope

Page 38: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Nurviani et al.

186

Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran penting bagi masyarakat Indonesia, bahkan menjadi bahan konsumsi sehari-hari baik dalam jumlah besar maupun kecil, terutama sebagai bahan makanan dan obat tradisional. Hal tersebut menjadikan nilai ekonominya tinggi, tetapi penyakit yang disebabkan oleh virus menjadi salah satu kendala dalam budi daya bawang merah.

Penyakit yang disebabkan oleh Onion yellow dwarf virus (OYDV), Leek yellow stripe virus (LYSV), Shallot yellow stripe virus (SYSV), dan Shallot latent virus (SLV) pada tanaman bawang merah telah dilaporkan dari beberapa daerah sentra produksi bawang merah di Jawa (Gunaeni et al. 2011; Kadwati dan Hidayat 2015). Infeksi virus pada bawang merah dapat bertahan dalam umbi dan akan terbawa pada pertanaman berikutnya sehingga dapat menjadi sumber inokulum apabila umbi tersebut digunakan sebagai benih. Penularan virus melalui benih, termasuk umbi bawang merah, memiliki arti penting dalam penyebaran dan perkembangan epidemi penyakit di lapangan. Infeksi virus dapat mengakibatkan penurunan kualitas benih. Penyebaran virus antardaerah melalui transportasi benih dapat menyebabkan virus dapat bertahan dari musim ke musim. Benih terinfeksi virus akan menghasilkan tanaman yang sakit dan tersebar secara acak di lapangan.

Umumnya budi daya bawang merah di Indonesia dilakukan petani menggunakan umbi sebagai bahan tanam sehingga diperlukan benih yang sehat untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas bawang merah. Identifikasi virus terbawa umbi perlu dilakukan untuk menentukan penyebab penyakit sebagai langkah awal dalam pengelolaan penyakit virus pada bawang merah.

Pengamatan gejala visual infeksi virus berupa mosaik pada daun dan tanaman kerdil dilakukan pada tanaman bawang merah sejak umur 14 hari setelah tanam (HST) sampai panen (umur 66 HST) dari bulan September sampai November 2013 di di kebun percobaan Pusat Inovasi Agroteknologi, Universitas Gadjah Mada. Umbi dari tanaman bergejala penyakit maupun umbi dari tanaman sehat

digunakan sebagai sampel uji. Umbi tersebut diamati tampilan visualnya dan dikoleksi sampai melewati masa dormansi. Selanjutnya pada bulan Februari 2014 sebanyak 40 umbi ditumbuhkan di rumah kaca. Deteksi virus pada umbi secara biologi dilakukan melalui uji tumbuh, diawali dengan menanam sampel umbi secara acak dan diamati pertumbuhan maupun penyimpangan yang terjadi pada tanaman setiap 2 hari sekali. Daun tanaman bergejala mosaik, kerdil, serta daun sehat (kontrol) diambil dan digunakan sebagai sumber inokulum dalam penularan mekanis.

Penularan mekanis dilakukan dengan mengoleskan sap (cairan perasan) ke tanaman uji, yakni bawang merah kultivar Biru Bantul (8 HST), Chenopodium amaranticolor (60 HST) dan Nicotiana tabacum (60 HST). Benih tanaman uji yang digunakan merupakan benih sehat dan ditanam pada pot berisi medium tanam steril dengan perbandingan tanah dan pupuk kompos 1:2 (b/b). Sap disiapkan dengan menggerus sebanyak 1 g daun sakit menggunakan mortar dalam 10 mL 0.01 M bufer fosfat dingin pH 7, kemudian disaring dengan kapas steril. Karborundum ditaburkan pada daun tanaman uji yang akan diinokulasi, dan sap dioleskan pada daun tersebut. Daun tanaman yang telah diinokulasi dibilas dengan akuades dan tanaman dipelihara di rumah kaca. Pengamatan dilakukan setiap 2 hari sekali meliputi gejala dan variasi gejala yang timbul, serta masa inkubasi. Pengamatan morfologi partikel virus menggunakan mikroskop elektron (Jeol JEM 1400, Japan). Metode yang digunakan ialah quick dipping (Hitchborn dan Hills 1965) yang dimodifikasi, dengan pengecatan negatif menggunakan PTA 2% pada pH 7.

Gejala awal infeksi virus pada bawang merah berupa garis-garis pendek kuning pada daun muda kemudian berkembang menjadi garis-garis kuning vertikal samar-samar. Lebih lanjut, bentuk gejala garis kuning vertikal tersebut terlihat semakin jelas pada seluruh daun. Infeksi virus bahkan dapat menyebabkan tanaman kerdil dengan disertai mengecilnya ukuran daun. Gejala penyakit yang ditimbulkan akibat infeksi virus berupa

Page 39: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Nurviani et al.

187

mosaik dengan garis-garis kuning pada daun tanaman dan terjadinya kekerdilan (Gambar 1).

Umbi dari tanaman bawang merah yang sehat terlihat berwarna merah cerah berkilau, padat, ukuran umbi besar, dan kulit luar mulus. Umbi dari tanaman bergejala mosaik memperlihatkan terjadinya malformasi pada bentuk umbi, ukuran umbi tidak seragam, warna umbi merah kusam disertai belang-belang pada permukaan kulit, dan umbi keriput (Gambar 2). Demikian juga umbi yang dihasilkan dari tanaman bergejala kerdil berukuran kecil, warna umbi merah kusam serta keriput.

Pertumbuhan benih bawang merah yang ditanam menunjukkan gejala mosaik pada daun dan kerdil yang mulai terlihat pada umur 6 HST. Ketika berumur 78 HST tanaman tersebut tidak menghasilkan umbi, sedangkan

tanaman yang berasal dari umbi yang sehat dapat menghasilkan umbi (Gambar 3).

Penularan mekanis dengan inokulum dari masing-masing daun bergejala mosaik maupun tanaman kerdil mulai terlihat pada tanaman saat 17 hari setelah inokulasi (HSI) dengan munculnya garis-garis kuning pada daun muda dan menyebabkan tanaman terlihat kerdil dengan ukuran daun lebih kecil dan pendek. Gejala tidak muncul pada tanaman yang diinokulasi sap daun tanaman sehat (kontrol). Penularan mekanis pada tanaman C. amaranticolor menunjukkan gejala bercak lokal pada daun saat 15 HSI, sedangkan pada N. tabacum tidak menunjukkan gejala sampai pengamatan 7 HSI. Hasil uji biologi ini membuktikan bahwa virus yang terdapat pada bawang merah merupakan virus tular benih.

Gambar 1 Gejala penyakit pada tanaman bawang merah kultivar Biru Bantul. a, gejala mosaik dengan garis-garis kuning dan; b, perbandingan tanaman sehat (kiri) dan kerdil (kanan).

a b

Gambar 2 Hasil panen umbi bawang merah dari tanaman sehat dan bergejala. a, sehat; b, mosaik dan; c, kerdil.

a b c

Page 40: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Nurviani et al.

188

Partikel virus berbentuk filamen dengan panjang 650 nm ditemukan pada tanaman bawang merah yang bergejala mosaik, dan diduga sebagai SLV (Gambar 4). Partikel virus berbentuk filamen lentur dengan panjang 800 nm ditemukan pada tanaman bawang merah dengan gejala kerdil dan diduga sebagai OYDV (Gambar 5).

Gejala penyakit yang khas dapat digunakan untuk bahan diagnosis di lapangan. Identifikasi secara biologi perlu tempat khusus, waktu yang relatif lama, tetapi biayanya lebih murah. Identifikasi biologi dapat mengetahui sifat patogenisitas dari virus tersebut yang tidak dapat diketahui dengan metode lain

berdasarkan analisis komponen patogen, di antaranya pengamatan bentuk dan ukuran partikel virus menggunakan mikroskop elektron, kajian serologi, dan secara molekuler.

Salah satu upaya pengendalian penyakit yang disebabkan oleh virus ialah menggunakan benih sehat bebas virus untuk mengurangi sumber inokulum penyakit di lapangan. Kriteria umbi yang baik untuk dijadikan sebagai benih ialah cukup umur tanam (lebih dari 65 hari), cukup umur simpan (30-60 hari), padat atau kompak dan kulit umbinya tidak luka, serta warnanya berkilau (Suwandi dan Hilman 1995). Kualitas umbi dari bawang merah bergejala tidak sesuai dengan kriteria

Gambar 3 Pertumbuhan umbi bawang merah pada 78 hari setelah tanam. a, tanaman sehat; b, tanaman dengan gejala mosaik dan; c, tanaman dengan gejala kerdil.

a b c

Gambar 4 Partikel virus berbentuk filamen dari tanaman bawang merah bergejala mosaik yang diduga sebagai Shallot latent carlavirus.

Gambar 5 Partikel virus berbentuk filamen lentur dari tanaman bergejala kerdil yang diduga sebagai Onion yellow dwarf potyvirus.

Page 41: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Nurviani et al.

189

mutu benih dan kurang diminati konsumen karena ukuran umbi menjadi lebih kecil. Penyakit yang disebabkan oleh virus pada tanaman dapat mengurangi kuantitas dan kualitas hasil panen akibat penurunan proses fotosintesis dan zat pengatur tumbuh.

Virus yang terbawa umbi dapat mengakibatkan kondisi tanaman menjadi lebih buruk daripada tanaman sebelumnya. Keadaan ini akan merugikan petani karena kuantitas dan kualitas hasil menjadi semakin rendah. Bahan tanam vegetatif yang terinfeksi virus merupakan sumber infeksi utama pada tanaman. Penularan mekanis yang dilakukan membuktikan virus ini dapat ditularkan melalui sap dan merupakan virus tular umbi. Hal ini tidak terlepas dari penggunaan umbi sebagai bahan tanam yang banyak dilakukan oleh petani.

Partikel virus yang terlihat menggunakan mikroskop elektron menunjukkan bentuk filamen lentur dengan ukuran partikel berkisar antara 677–823 nm. Dilaporkan oleh Mahmoud et al. (2008) bahwa OYDV yang menginfeksi umbi bawang putih memiliki partikel berupa batang lentur berukuran panjang 725–750 nm. OYDV juga telah dilaporkan keberadaannya di Rusia, Jepang, dan Korea. Di Rusia, 12 spesies tanaman dari Alliaceae, termasuk bawang merah dan 2 spesies dari Chenopodiaceae dapat terinfeksi. Infeksi OYDV dapat menyebabkan penurunan produktivitas tanaman, baik secara kuantitatif (bobot umbi, tinggi tanaman, ukuran umbi) maupun kualitatif (bobot kering umbi) (Bagi et al. 2012).

Mahmoud et al. (2008) melaporkan bahwa inokulasi mekanis OYDV pada tanaman C. amaranticolor menyebabkan munculnya gejala lesio nekrotik dan lesio lokal klorotik. Pada beberapa tanaman dari keluarga Alliaceae yang diinokulasi OYDV secara mekanis menunjukkan gejala yang cukup beragam. Gejala mosaik, keriting, dan bergaris kuning muncul pada tanaman bawang putih, sementara gejala yang banyak muncul pada tanaman bawang merah ialah bergaris kuning, dan daun zig zag.

Pada penelitian ini ditemukan 2 jenis virus yang terbawa benih bawang merah yang diduga sebagai SLV dari tanaman bergejala

mosaik dan OYDV dari tanaman bergejala kerdil berdasarkan pada uji biologi dan bentuk partikel virus. Namun perlu dilakukan deteksi molekuler untuk konfirmasi lebih lanjut.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih disampaikan kepada Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada yang telah membiayai penelitian ini melalui hibah penelitian pada tahun 2014 dengan nomor kontrak 1137/PN/TU/2014 dan Australian Centre for Internasional Agricultural Research HORT 2009/056 untuk fasilitas yang diberikan dalam pengambilan data lapangan biaya penerbitan publikasi ini.

DAFTAR PUSTAKA

Bagi F, Stojsin V, Budakov D, El Swaeh SMA, Varga JC. 2012. Effect of Onion yellow dwarf virus on yield components of fall garlic (Allium sativum L.) in Serbia. African J Agric Res. 7(15):2386–2390. DOI: 10.5897/AJAR11.1772.

Gunaeni N, Wulandari AW, Duriat AS, Muharam A. 2011. Insiden penyakit virus tular umbi pada tiga belas varietas bawang merah asal Jawa Barat dan Jawa Tengah. J. Hort. 21(2):164–172. DOI: https://doi.org/10.21082/jhort.v21n2.2011.p164-172.

Hitchborn JH, Hills GJ. 1965. The use of negative staining in the electrone microscope examination of plant viruses in crude extracts. Virology 27: 528–540. DOI: https://doi.org/10.1016/0042-6822(65)90178-9.

Kadwati, Hidayat SH. 2015. Deteksi virus utama bawang merah dan bawang putih dari daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah. J Fitopatol Indones. 11(4):121–127. DOI: https://doi.org/10.14692/jfi.11.4.121.

Mahmoud SYM, Abo-El Maaty SA, El-Borolossy AM, Abdel-Ghaffar MH. 2008. Identification of Onion yellow dwarf potyvirus as one of the major viruses infecting garlic in Egypt. Inter J Virol 4(1):1–13. DOI: https://doi.org/10.3923/ijv.2008.1.13.

Page 42: Seleksi Bakteri Endofit Penghasil Senyawa Metabolit untuk ... fileFusarium sp., yaitu cendawan pada benih jagung yang berpotensi menyebabkan penyakit. Seleksi isolat bakteri endofit

J Fitopatol Indones Nurviani et al.

190

Suwandi, Hilman Y. 1995. Budi daya tanaman bawang merah. Di dalam: Sunarjono H, Suwandi, Permadi AH, Bahar FA, Susihanti S, Broto W, editor. Teknologi

Produksi Bawang Merah. Bandung (ID): Puslitbanghort. hlm 51–56.