Selebriti dan Politik
-
Upload
sheiladiahnurdamayastri -
Category
Documents
-
view
24 -
download
0
description
Transcript of Selebriti dan Politik
UJIAN AKHIR SEMESTER KOMUNIKASI POLITIK
“Selebriti dan Politik”
Analisis Acara Mata Najwa : Gengsi Berebut Kursi yang disiarkan pada 15 Januari 2014
dengan Narasumber Roy Suryo, Marzuki Alie, Angel Lelga, dan Burhanuddin Muhtadi
yang dikaitkan dengan Topik Bahasan Selebriti dan Politik
Menurut saya, saat ini entah mengapa dunia selebritis dan politik menjadi dua hal yang
sulit untuk dipisahkan. Kedua bidang ini saat ini terlihat sangat intens dalam menjalin
hubungan dalam berbagai bentuk. Entah itu berbentuk skandal antara politisi dengan artis,
pernikahan anatara keluarga politisi dengan artis, atau yang paling marak, fenomena semakin
meningkatnya jumlah selebriti yang terjun ke dunia politik. Entah itu sebagai anggota DPR,
Bupati, Walikota, dan lain-lain.
Sebelum membahas fenomena hubungan antara dunia selebriti dan politik ini, terlebih
dahulu kita tentu harus paham betul apa yang dimaksud dengan selebriti itu sendiri. Menurut
Eric Louw dalam bukunya The Media and Political Process Selebriti adalah Orang – orang
yang terkenal karena mereka adalah tokoh media. Maksudnya adalah, ketenaran mereka
berasal dari citra mereka yang terus-menerus disiarkan atau disebarluaskan dalam domain
publik oleh media- media massa.
Selebriti menjadi salah satu bahasan penting karena medialah yang membuat mereka
penting. Mereka juga berada di media karena masyarakat adalah tertarik pada mereka; tetapi
sebenarnya kembali lagi, masyarakat tertarik dengan selebriti karena medialah yang
membangkitkan minat dan ketertarikan tersebut. Selama abad kedua puluh, dunia hiburan
atau keartisan menjadi fenomena yang secara sadar terorganisi dibentuk dan diasosiasikan
dengan industrialisasi budaya.
Boorstin (1971: 47) mencatat bahwa dengan proses manufaktur tersebut ketenaran atau
kepopuleran dapat secara sintetis dibuat, jika mau hanya dalam semalampun orang-orang bisa
menjadi terkenal seperti selebriti. Dengan kata lain, untuk mendapatkan ketenaran atau
menjadi selebriti, kita tidak lagi harus melakukan sesuatu yang 'besar' dan prestasi yang
menakjubkan. Siapa saja bisa menjadi selebriti dengan hanya mendapatkan eksposur media
yang luas dan terus-menerus.
Lantas mengapa akhir-akhir ini begitu marak artis yang menjadi politisi atau partai-partai
politik yang pasti menggunakan artis sebagai kader atau menjadikan mereka sebagai bantuan
untuk kampanye mereka?. Padahal sudah sangat jelas bahwa dunia politik dan keartisan
sangatlah berbeda tujuan dan latar belakang pada awalnya. Dimana dunia politik sangat
identik dengan hal-hal yang sulit dan serius untuk menjalankan suatu negara, sementara dunia
keartisan ini hanya berfokus pada hiburan, gaya hidup, dan lan-lain.
Ternyata, menurut Chris Rojek (2001) dan John Frow (1999) dalam buku Understanding
Celebrity karya Graeme Turner saking kuatnya pengaruh selebriti bagi budaya populer yang
berkembang di masyarakat saat ini, selebriti hampir dapat disamakan dengan Tuhan atau hal-
hal yang berkaitan dengan agama lainnya. Hal ini dikarenakan baik selebriti maupun agama
dapat membuat kita memiliki suatu hubungan yang biasa disebut para-social interactions
dimana kita saling berhubungan dengan orang yang sama sekali kita tidak tahu di dunia nyata
tapi tetap kita mau untuk berhubungan dengan mereka hanya karena kita memiliki satu
kesamaan, satu agama dan uniknya sekarang juga karena kita berada di satu fandom selebriti
yang sama.
Gambaran sederhananya adalah dalam beragama tentu kita sendiri sebenarnya belum tahu
bagaimana wujud Tuhan itu sebenarnya, apakah memang benar Ia ada dan memerintahkan
kita untuk melaksanakan ibadah dan kebaikan-kebaikan itu ataukah mungkin agama dan
Tuhan ini sebenarnya hanya alat buatan manusia yang digunakan untuk suatu kepentingan
tertentu Apapun itu, kenyataannya kita tetap percaya dan yakin bahwa agama kita benar dan
Tuhan itu ada sehingga kita taat melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya.
Bayangkan saja, hanya dengan bermodalkan keyakinan dan kecintaan kita akan suatu hal kita
dengan amat sukarela mau melaksanakan hal-hal yang tidak ada seorangpun di dunia ini yang
dapat memastikan kebenarannya, namun toh tetap kita lakukan saja tanpa banyak tanya.
Sekarang, bayangkan saja ilustrasi tersebut bila agama dan Tuhan diganti dengan
Selebriti. Untuk orang-orang yang bukan pennggemar dari selebriti tersebut, mungkin
efeknya tidak akan sekuat pada penggemar fanatiknya. Karena saya sendiri adalah seorang
penggemar fanatik dari artis dan kebudayaan tertentu saya tahu betul bagaimana selebriti dan
setiap detail yang ia lakukan sehari-hari akan mempengaruhi pemikiran dan perilaku saya.
Contoh yang umum digunakan adalah ketika suatu produk menggunakan artis idola saya
sebagai model iklan mereka, maka tanpa banyak tanya atau ragu saya akan percaya bahwa
produk yang mereka iklankan ini memang benar adanya seperti yang mereka katakan
kualitasnya dan tidak lama kemudian tentu saya akan tertarik untuk membeli produknya,
bahkan mungkin rela untuk menabung selama beberapa waktu jika harga produk tersebut
cukup mahal. Semuanya hanya karena efek bahwa yang menyampaikan pesan tersebut adalah
idola saya dan saya akan percaya. Meskipun tidak selalu terjadi efek yang sama, tapi sebagian
besar efek yang ditimbukan selebriti pada penggemar khususnya dan masyarakat pada
umumnya adalah memang sekuat itu.
Hal serupa terjadi pada dunia politik. Terutama pada masa-masa kampanye kemarin.
Partai-partai politik seperti berlomba menggaet nama-nama artis Indonesia demi
memenangkan pemilu. Karena dengan adanya mereka di kubu partai politik tersebut, secara
otomatis mereka akan mendapatkan lebih banyak publikasi karena artis yang memang selalu
menjadi sorotan media enatah apapun yang ia lakukan.
Selain itu, tanpa banyak kampanye mereka akan tetap dapat membuat masyarakat familiar
dengan partai dan caleg mereka karena kembali lagi, masyarakat sudah sangat familiar
dengan nama artis-artis tersebut yang selama ini selalu menghiasi layar media yang mereka
konsumsi. Belum lagi bila artis tersebut memiliki fandom atau fanbase yang cukup besar dan
setia, hampir dapat dipastikan bahwa anggota kelompok tersebut akan dengan sukarela
mendukung kemenangan artis idolanya untuk menjadi politisi dan secara tidak langsung juga
membantu kemenangan partai-partai politik itu dalam perebutan kursi-kursi pemerintahan
tersebut.
Selain dengan mendekati selebriti, ada cara lain yang lebih efektif mereka lakukan.
Yaitu, dengan mengajak pengusaha-pengusaha media massa dan elektronik untuk bergabung.
Hal ini tentu lebih ekstrim lagi, karena seolah-olah mereka dapat menggunakan media-media
ini sebagai alat kampanye pribadi untuk membuat mereka semakin dikenal masyarakat kapan
saja dan dalam bentuk apa saja tanpa peduli bahwa sebenarnya frekuensi yang mereka pakai
tetaplah milik publik.
Politisi senior – politisi senior dari partai-partai politik ini seolah benar-benar tidak peduli
bagaimana kualitas dari caleg-caleg artis maupun pengusahanya ini. Mereka hanya peduli dan
fokus dengan tujuan utama setiap pihak saat kampanye, yaitu publikasi semaksimal mungkin.
Mereka tidak membekali caleg-caleg ini dengan pengetahuan dasar tentang negara dan politik
yang memadai dan langsung dengan percaya diri mengirimkan caleg-caleg populernya ini
untuk mengikuti acara-acara kampanye dan diskusi-diskusi politik yang tajam di televisi
seperti mata najwa tersebut.
Dari keempat narasumber yang hadir pada acara tersebut saya paling ingin menyoroti
tentang Roy Suryo dan Angel Lelga. Untuk Roy Suryo, pada awalnya ia hanyalah orang
yang biasa-biasa saja dan sama sekali tidak terkenal di mata masyarakat. Ia belakangan
menjadi terkenal setelah sekitar 5 atau 6 tahun silam marak kasus selebriti yang melibatkan
video ataupun gambar dan foto yang sering ditolak kebenaranya oleh selebriti yang terlibat.
Hingga akhirnya entah bagaimana awalnya, ia muncul sebagai pakar telematika yang
menganalisa video dan gambar itu untuk membuktikan apakah bukti tersebut asli atau hanya
hasil editan pihak-pihak tertentu. Karena orang menjadi semakin familiar dengan namanya
pada tahun 2009 diketahui
bahwa Roy maju menjadi caleg
wakil dari partai demokrat. Dan
bahkan dengan trik politiknya
ia dapat membuat Presiden
SBY mempercayakan jabatan
Menpora padanya meskipun ia
mengaku tidak mengetahui
sama sekali tentang pemuda
dan olahraga Indonesia.
Roy Suryo adalah salah satu bentuk orang yang menjadi selebriti tanpa melakukan hal-hal
besar atau prestasi yang hebat. Ketenarannya benar-benar murni karena banyaknya publikasi
yang ia dapatkan dari media karena ia dianggap narasumber yang paling tepat untuk kasus-
kasus selebriti saat itu. Dan setelah ia cukup tenar di masyarakat, kemungkinan partai
demokrat melihat potensi ini dan kemudian merekrutnya. Tidak tanggung-tanggung, ia
sampai mendapatkan kursi menteri hanya dalam waktu yang singkat dan tanpa latar belakang
politik sama sekali.
Itulah yang dapat saya simpulkan sebagai selebriti politik. Ia menjadi terkenal murni
karena publikasi dan lebih terkenal lagi setelah terjun ke dunia politik. Kualitasnya? Tentu
saja jauh dari harapan kita sebagaimana layaknya politisi-politisi terbaik lain. Terlihat dari
caranya menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Najwa Shihab. Ia tidak balas menjawab
dengan cerdas dan tajam tapi hanya memutar-mutar kata-katanya dan cenderung kosong dan
belum layak dikatakan bahwa jawaban-jawaban tersebut adalah jawaban yang diutarakan
oleh seorang menteri. Masih beda level rasanya kalau menurut pendapat saya pribadi. Yang
lebih mengecewakan lagi, ia tidak malu menyalonkan diri padahal masih menjabat sebagai
menpora. Hal ini tentunya sangat mengkhawatirkan karena rawan akan terjadi
penyelewengan dana kementerian untuk kepentingan kampanyenya.. Meskipun sudah
dibantah olenya saat ditanya oleh Najwa masalah ini, tetap saja jawaban yang ia berikan
sangat tidak meyakinkan dan tidak tegas.
Setelah Roy Suryo, lain lagi cerita yang dibuat oleh Angel Lelga selama berdiskusi
dengan Najwa Shihab dalam acara tersebut. Jika Roy Suryo masih dapat sedikit menjawab
pertanyaan-pertanyaan MC yang mengandung istilah-istilah politik dan terlihat paling tidak
sedikit mengerti dasar-dasar perpolitikan Indonesia, Angel Lelga justru sangat memalukan
dirinya dan partainya saat itu.
Apapun pertanyaan yang dilontarkan oleh Najwa, ia sama sekali tidak dapat memberikan
jawaban yang memuaskan
dan meyakinkan baik untuk
Najwa maupun pemirsa pada
umumnya. Ia hanya berani
menjawab sebatas
pengetahuan umum
masyarakat awam tentang
hal-hal mendasar tersebut.
Bahkan saat ditanya tentang
visi misi atau tujuannya secar
umum menyalonkan diri ia hanya menjawab sekenanya dengan kalimat untuk mengubah
kondisi masyarakat di dapilnya.
Setelah ditanya lagi dengan cara-cara apa, ia kembali tidak dapat menjawab dan hanya
dapat tersenyum sambil berkata bahwa ia akan menampung dulu semua keluh kesah rakyat
dan ia bersikeras bahwa ia tidak perlu banyak berjanji untuk merebut hati rakyat. Mungkin
pernyataan tersebut ada benarnya, tapi apa mungkin masyarakat Indonesia yang bahkan
Angel tahu sudah sangat cerdas dan kritis dapat diyakinkan dengan caleg yang hanya
memberikan angan-angan yang tidak pasti dan tidak dapat diukur tingkat keberhasilannya?
Angel Lelga bahkan masih tidak mengetahui apapun tentang
Perda Syariah yang erat kaitannya dengan partai PPP yang
menaunginya. Bahkan saat ditanya tentang hubungan partai islam
dan negara yang sering berselisih ia menjawabnya dengan bahasan
yang sama sekali tidak berkaitan dan semakin menunjukkan
rendahnya kredibilitas yang ia miliki sebagai caleg dari PPP.
Hebatnya lagi, insiden ini bahkan membuat elit-elit PPP
menyatakan bahwa buruknya penampilan dan pembentukan citra
Angel Lelga saat di acara tersebut memberikan mereka pelajaran hingga mereka berniat
untuk membuat buku khusu untuk caleg-calegnya agar sedikit lebih mengerti tentang Islam,
Negara, dan Kuasa.
Sebenarnya, efek yang ditimbulkan keduanya pada perolehan suara partai memang tidak
begitu memuaskan. Terbukti mereka berdua tetap kalah dengan
caleg lain yang dinilai oleh masyarakat lebih kredibel. Mereka
memang terkenal, tapi mereka belum memiliki kekuatan penggemar
seperti artis-artis besar dunia yang sebelumnya mendahului terjun
ke dunia politik seperti Ronald Reagan dan Arnold Schwarzeneger
yang terbukti langsung dapat memenangkan pemilu dan
mendapatkan jabatan yang mereka inginkan.
Hal tersebut tentunya dikarenakan nama mereka yang sangat
besar dan tenar, keberhasilan mempertahankan citra mereka yang
sangat baik dan membuktikan bahwa mereka layak dan kredibel untuk dipilih, dan kembali
lagi mungkin ada kekuatan fandom dan fanbase yang sudah menganggap mereka laksana
Agama atau Tuhan seperti ilustrasi sebelumnya. Sehingga pesan apapun akan dengan mudah
mereka sampaikan dan orang-orang percaya dan yakin untuk memilih mereka pada akhirnya.
Selain hal-hal tersebut, kesalahan fatal Angel Lelga dan Roy Suryo sudah tentu adalah
kegagalan mereka dalam membentuk dan mempertahankan citra baik mereka dan
membuktikan kredibilitasnya meskipun hanya sekedar pencitraan sementara di depan publik
dengan penampilan mereka di Mata Najwa yang sangat mengecewakan dan tidak
meyakinkan masyarakat untuk memilih mereka.
Roy Suryo memang mendapatkan kursi DPR tersebut pada akhirnya setelah berhasil
meyakinkan bahwa lawannya melakukan kecurangan pada pemilu tersebut. Meskipun
sebenarnya hanya putusan partai secara sepihak yang keluar tanpa bukti nyata KPU dan
putusan MK. Sepertinya Roy Suryo memang sudah sangat mahir dalam melakukan lobi-lobi
politik, terutama di dalam partai Demokrat itu sendiri, hingga meskipun ia kalah, pada
akhirnya ia tetap memiliki trik-trik khusus untuk mendapatkan targetnya.
Jadi, pada intinya dapat saya simpulkan dari analisis ini adalah bahwa memang ternyata
antara dunia keartisan dan politik apabila saling berhubungan dengan baik dan benar maka
akan menimbulkan hubungan simbiosis mutualisme yang sangat menguntungkan bagi
keduanya. Artis-artis yang mulai redup namanya ini akan mendapatkan pekerjaan baru dan
partai politik akan mendapatkan publikasi yang lebih besar lagi dan pendukung yang lebih
banyak secara cuma-cuma yang tentunya adalah bantuan yang sangat berharga dalam masa-
masa kampanye.
Namun ternyata ketenaran tidak semata-mata dapat menjamin kualitas caleg di mata
masyarakat. Mengingat masyarakat sudah sangat cerdas dan kritis, sudah sewajarnya bila lain
kali partai politik tidak lupa menyeleksi latar belakang calegnya dan memberikan bekal-bekal
ilmu politik dan negara kepada calegnya agar masyarakat respect dan beralih untuk memilih
caleg kita hingga akhirnya dapat memenangkan pemilu dan strategi menggunakan selebriti
ini tidak malah menjadi blunder bagi mereka.
Referensi :
Buku dan Jurnal:
Choiriyati, Wahyuni. Popularitas Selebriti Sebagai Komoditas Politik. UPN Veteran , 2011
Louw, Eric. The media and political process. Sage, 2005
Turner, Graeme. Understanding celebrity. Sage, 2013.
Ulfa, Ardhana. Artis Dalam Dunia Politik : Studi Faktor Keterlibatan Artis Dalam Partai Politik. Dokumen Perpustakaan Universitas Indonesia.
Website :
http://politik.kompasiana.com/2012/11/15/artis-dan-ambruknya-panggung-politik-rakyat-
508449.html. Artis dan Ambruknya Panggung Politik Rakyat. Diakses pada 17 Desember
2014, pukul 22.17 wib.
http://nasional.kompas.com/read/2014/02/10/0501180/
Pelajaran.Wawancara.Angel.Lelga.di.Mata.Najwa.PPP.Terbitkan.Buku.untuk.Caleg
Diakses pada 17 Desember 2014, pukul 22.17 wib.
http://www.tempo.co/read/news/2014/01/16/219545478/Wawancara-Lengkap-Angel-
Lelga-di-Mata-Najwa-1/1/1 Diakses pada 17 Desember 2014, pukul 22.17 wib.
http://www.tribunnews.com/seleb/2014/04/24/kalah-dari-puan-maharani-angel-lelga-
gagal-ke-senayan Diakses pada 17 Desember 2014, pukul 22.17 wib.
http://nasional.kompas.com/read/2014/10/29/06102401/
Dipecat.Demokrat.dan.Kursi.DPR-
nya.Jadi.Milik.Roy.Suryo.Ambar.Tjahjono.Angkat.Suara Diakses pada 17 Desember
2014, pukul 22.17 wib.
Video Mata Najwa : Gengsi Berebut Kursi 15 Januari 2014 :
https://www.youtube.com/watch?v=QGSs72JEfoA . Diakses pada 17 Desember 2014,
pukul 22.17 wib.