Sektoral Perekonomian Indonesia

26
TUGAS KELOMPOK PEREKONOMIAN INDONESIA Oleh : Mahasiswa(i) Program Doktor Ilmu Ekonomi PPS-UNHAS GAMBARAN EKSISTING KEBIJAKAN SEKTORAL Berbicara mengenai perekonomian Indonesia dan strategi pembangunan ekonomi tidak terlepas dari peran pemerintah sebagai regulator dan masyarakat sebagai subyek perekonomian yang merasakan dampak dari regulasi pemerintah. Dengan tugas yang diemban pemerintah untuk memakmurkan dan mensejahterakan masyarakat, tentu diperlukan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Melihat potensi sumber daya alam maupun modal pembangunan lainnya, maka pemerintah sebagai pengambil kebijakan harus memetakan potensi demografi yang dimiliki setiap daerah serta mempertimbangkan kondisi sosial-ekonomi dalam merumuskan kebijakannya. Dan pemetaan serta pertimbangan kondisi demografis, sosial, dan ekonomi berujung pada peningkatan PDB dengan instrumen kebijakan sektoral. Pemerintah saat ini memprioritaskan kebijakan sektoral bidang ekonomi terdiri dari tujuh bidang : (1) Pengembangan Infrastruktur Percepatan penyelesaian infrastruktur yang menjadi “sumbatan" bagi perekonomi an nasional; (2) Meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani melalui perbaikan produktifitas sektor pertanian; (3) Meningkatkan ketersediaan dan keberlangsungan energi bagi kebutuhan nasional; (4) Pengembangan kapasitas UMKM di bidang ketrampilan, kelembagaan dan dukungan Pemerintah; (5) Meningkatkan Daya Saing Sektor Industri dan Jasa; (6) Meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayananan transportasi; (7) Mendorong investasi di dalam negeri. Ketujuh kebijakan ini diharapkan dapat menjadi stimulus untuk percepatan pembangunan maupun pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Transcript of Sektoral Perekonomian Indonesia

Page 1: Sektoral Perekonomian Indonesia

TUGAS KELOMPOK PEREKONOMIAN INDONESIA

Oleh : Mahasiswa(i) Program Doktor Ilmu Ekonomi PPS-UNHAS

GAMBARAN EKSISTING KEBIJAKAN SEKTORAL

Berbicara mengenai perekonomian Indonesia dan strategi pembangunan

ekonomi tidak terlepas dari peran pemerintah sebagai regulator dan masyarakat

sebagai subyek perekonomian yang merasakan dampak dari regulasi pemerintah.

Dengan tugas yang diemban pemerintah untuk memakmurkan dan mensejahterakan

masyarakat, tentu diperlukan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Melihat

potensi sumber daya alam maupun modal pembangunan lainnya, maka pemerintah

sebagai pengambil kebijakan harus memetakan potensi demografi yang dimiliki setiap

daerah serta mempertimbangkan kondisi sosial-ekonomi dalam merumuskan

kebijakannya. Dan pemetaan serta pertimbangan kondisi demografis, sosial, dan

ekonomi berujung pada peningkatan PDB dengan instrumen kebijakan sektoral.

Pemerintah saat ini memprioritaskan kebijakan sektoral bidang ekonomi terdiri

dari tujuh bidang : (1) Pengembangan Infrastruktur Percepatan penyelesaian

infrastruktur yang menjadi “sumbatan" bagi perekonomian nasional; (2) Meningkatkan

ketahanan pangan dan kesejahteraan petani melalui perbaikan produktifitas sektor

pertanian; (3) Meningkatkan ketersediaan dan keberlangsungan energi bagi kebutuhan

nasional; (4) Pengembangan kapasitas UMKM di bidang ketrampilan, kelembagaan dan

dukungan Pemerintah; (5) Meningkatkan Daya Saing Sektor Industri dan Jasa; (6)

Meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayananan transportasi; (7) Mendorong

investasi di dalam negeri. Ketujuh kebijakan ini diharapkan dapat menjadi stimulus

untuk percepatan pembangunan maupun pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Page 2: Sektoral Perekonomian Indonesia

KONDISI SEKTORAL PASCA KRISIS

a. Krisis Ekonomi tahun 1997-1998

Krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 telah memberikan pengaruh

yang besar kepada perekonomian Indonesia pada tahun 1998. Krisis ekonomi yang

diawali oleh jatuhnya rupiah terhadap US dollar telah menyebabkan semakin mahalnya

harga barang-barang impor. Hal ini pada gilirannya menyebabkan semakin

meningkatnya biaya produksi yang ditanggung oleh para produsen di dalam negeri

yang banyak menggantungkan produksi dengan bahan baku dari impor. Kenaikan

biaya produksi menyebabkan harga pokok produksi juga ikut meningkat sehingga harga

jual produk pun menjadi meningkat. Sehingga kenaikan harga-harga barang di dalam

negeri membuat konsumen perlu mengeluarkan lebih banyak uang untuk dapat

memenuhi kebutuhan hidup mereka. Bagi rumahtangga golongan rendah, kenaikan

harga-harga barang dan jasa menyebabkan semakin beratnya beban untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya, sedangkan bagi rumahtangga berpendapatan tetap, krisis

ekonomi menyebabkan real income mereka menjadi turun, sehingga mengakibatkan

turunnya daya beli mereka.

5

Perkembangan Indikator Ekonomi Indonesia Tahun 1997-1999

No Indikator 1997 1998 1999

1. Pertumbuhan Ekonomi (persen) 4.70 -13.01 0.31

2. Inflasi (persen) 11.05 77.63 2.01

3 PDB harga konstan 1993(Milyar Rp) 422 245.90 376 892.50 378 051.50

4 Pengangguran (juta) 37.00 38.00 37.00

5 PDB per kapita (ribu Rp) 3 141.00 4 787.00 5 436.40

6 Neraca perd. Luar negeri (juta US$)

a. Ekspor

b. Impor

11 763.80

53 443.50

41 679.80

21 510.70

48 847.60

27 336.90

24 662.10

48 665.40

24 003.30

7 Investasi : a. PMDN (milyar Rp)

b. PMA (juta US $)

119 872.90

33 832.50

60 749.30

13 563.10

53 550.00

10 890.60

8 Suku bunga deposito berjangka

bank umum 1 bulan (persen)

23.00 51.67 12.24

9 Kunjungan wisata asing (ribu jiwa) 5 185.20 3 764.70 3 920.30

10 Penduduk miskin (juta jiwa) - 49.50 37.50

11 Produksi padi (juta ton) 49.40 49.20 50.87

Sumber : BPS, 2000.

Page 3: Sektoral Perekonomian Indonesia

Krisis ekonomi seperti ini menyebabkan arus supply tersedia tetapi dengan

demand yang rendah sehingga banyak produk yang tidak terserap oleh pasar. Krisis

ekonomi yang berkepanjangan ini menyebabkan output menjadi berkurang sehingga

pada gilirannya menyebabkan PDB Indonesia pada tahun 1998 terpuruk. Pertumbuhan

ekonomi Indonesia pada tahun tersebut mengalami kontraksi sekitar –13.68 persen

yang mengakibatkan banyak sektor ekonomi juga terpuruk. Banyak produsen di dalam

negeri yang collapse, sehingga pada gilirannya, hal ini menyebabkan pemutusan

hubungan kerja (PHK) terhadap tenaga kerja Indonesia sebagai upaya untuk

mengurangi sebagian beban berat yang dihadapi oleh para produsen Indonesia dalam

menghadapi krisis ekonomi. Sebagai dampak krisis ekonomi diperkirakan sekitar 6.4

juta tenaga kerja Indonesia pada tahun 1998 terkena PHK. Dari hubungan antara

pertumbuhan ekonomi yang kontraktif dan PHK dapat disimpulkan bahwa setiap

kontraksi pertumbuhan ekonomi 1 persen atau dengan perkataan lain setiap turunnya

PDB Indonesia 1 persen menyebabkan pemutusan hubungan kerja terhadap sekitar

470 ribu tenaga kerja Indonesia. Sebagai akibat pemutusan hubungan kerja tersebut,

pasar tenaga kerja menjadi oversupply, sementara demand terhadap tenaga kerja

berkurang. Kondisi ini menyebabkan turunnya tingkat upah riil tenaga kerja Indonesia

yang diperkirakan turun dari rata-rata Rp 1 742 per jam pada tahun 1997 menjadi Rp 1

023 per jam pada tahun 1998 (BPS, 1998).

Pada saat terjadinya krisis ekonomi tahun 1998, sektor-sektor yang bertumpu

pada pengumpulan kapital dan bergantung kepada input impor, dimana sebelumnya

dijadikan sebagai motor penggerak industrialisasi untuk mencapai tingkat pertumbuhan

ekonomi yang tinggi, justru terpuruk. Di sisi lain, sektor pertanian tetap tegar dan

berperan dalam menyumbang devisa yang cukup besar. Oleh karena itu, anggapan

bahwa sektor pertanian adalah sektor yang hanya berfungsi sebagai penghasil surplus

ekonomi saja tanpa perlu upaya untuk mengembalikannya secara seimbang dan

proporsional perlu dikaji kembali.

Di tengah terpuruknya perekonomian Indonesia akibat terjadinya krisis ekonomi

di mana rupiah terdepresiasi terhadap US dollar dan PDB Indonesia jatuh secara

drastis, ternyata kegiatan ekonomi di sektor pertanian mendapat keuntungan dari akibat

Page 4: Sektoral Perekonomian Indonesia

naiknya nilai tukar US dollar terhadap rupiah sehingga penerimaan pendapatan ekspor

di sektor ini meningkat.

Di sisi lain, para tenaga kerja korban PHK untuk mempertahankan kehidupan

rumahtangga mereka berupaya mencari terobosan dengan masuk ke sektor informal

agar memperoleh pendapatan tambahan. Sektor pertanian merupakan sektor tumpuan

dimana para tenaga kerja yang terkena PHK dapat ditampung bekerja secara informal.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 1998 memaparkan bahwa ketika terjadi krisis

ekonomi terdapat peningkatan tenaga kerja di sektor pertanian dari 35.8 juta tenaga

kerja menjadi 36.3 juta tenaga kerja. Hal ini diinterpretasikan sebagai masuknya

tenagakerja baru (tenaga informal) di sektor ini.

Besarnya peranan sektor pertanian di Indonesia memberikan rasa optimis bahwa

sektor ini akan menjadi sektor kunci (key sector) dalam mewujudkan tercapainya tujuan

pembangunan yang berlandaskan Trilogi Pembangunan, yaitu pembangunan yang

berlandaskan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi

yang cukup tinggi dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Ke tiga landasan

tersebut merupakan strategi yang tepat dan dapat menjamin kontinuitas pembangunan

di masa mendatang. Namun, pencapaian pembangunan yang berlandaskan Trilogi

pembangunan tersebut sejak masa orde baru sering terjadi ketimpangan ketika salah

satu landasan lebih diprioritaskan daripada landasan yang lain. Ketika pemerintah lebih

menekankan pencapaian tujuan pembangunan untuk mencapai pertumbuhan yang

tinggi, ternyata mengabaikan aspek pemerataan pembangunan.

Ketimpangan hasil-hasil pembangunan terwujud juga dalam bentuk ketimpangan

antara desa dan kota. Ketimpangan regional juga terjadi dengan ditandai oleh adanya

perbedaan perkembangan pembangunan antar daerah. Ketimpangan lain terutama

ketimpangan sektoral terjadi dengan ditandai adanya pertumbuhan sektoral yang

berbeda-beda terhadap perekonomian.

b. Krisis keuangan global tahun 2008

Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan

dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya telah

mengganggu stabilitas sektor keuangan dan sektor riil, bahkan terhadap

Page 5: Sektoral Perekonomian Indonesia

pembangunan daerah. Hal ini sebenarnya merupakan rentetan dampak dari

krisis keuangan, dimana krisis keuangan memberikan efek terhadap sektor riil,

selanjutnya terganggunya perkembangan sektor riil mempengaruhi

keberlangsungan pembangunan daerah.

Pengaruh Krisis Keuangan Global Terhadap Sektor Riil

Terjadinya depresiasi nilai Rupiah terhadap Dollar Amerika merupakan imbas

krisis global di sektor keuangan. Kejadian ini sangat berdampak pada sektor riil,

yakni pada sektor pembangunan infrastruktur, sektor perumahan dan

pemukiman, sektor pertanian, sektor kehutanan, dan sektor perdagangan dan

industri.

a. Pertama pada pembangunan infrastruktur. Berkurangnya anggaran pemerintah

akibat krisis keuangan global mengakibatkan semakin tidak terpenuhinya

kebutuhan pemeliharaan dan rehabilitasi infrastruktur, khususnya infrastruktur

transportasi. Terdepresiasinya nilai Rupiah dan tingginya tingkat inflasi

menyebabkan terjadinya kenaikan biaya transportasi. Hal ini diperparah dengan

sempat melonjaknya harga minyak dunia yang mendorong meningkatnya

harga/subsidi bahan bakar kendaraan bermotor. Kenaikan harga bahan bakar

tersebut menambah beban biaya transportasi. Dengan demikian terjadilah

penurunan tingkat kinerja infrastruktur transportasi dalam mendukung kegiatan

ekonomi, antara lain penurunan tingkat keselamatan, kelancaran distribusi, dan

terhambatnya hubungan dari satu daerah ke daerah lain.

Penurunan kinerja infrastruktur ini berimplikasi pada terhambatnya distribusi

barang dan jasa yang menyebabkan kenaikan biaya angkut, sehingga biaya

produksi meningkat. Akibatnya terjadilah kesenjangan harga yang tajam untuk

produk yang sama di daerah yang berbeda. Ini akan menyebabkan pula

kesenjangan daya beli antar daerah. Hambatan transportasi juga menyebabkan

menurunnya mobilitas tenaga kerja sehingga meningkatkan konsentrasi keahlian

dan keterampilan pada beberapa lokasi wilayah tertentu saja.

Page 6: Sektoral Perekonomian Indonesia

b. Sebagaimana diketahui bersama bahwa pembangunan infrastruktur ini

membutuhkan biaya yang sangat besar. Bahkan menurut road mappembiayaan

infrastruktur untuk 2005-2009 mencapai Rp 1.400 Triliun (Kementrian BUMN

2005). Dengan demikian dana sebesar itu tak dapat hanya mengandalkan

pembiayaan dalam negeri, sehingga diperlukan investor atau donatur dari

beberapa lembaga asing. Untuk menarik investor asing, Indonesia perlu menjaga

stabilitas ekonomi dan politik di dalam negeri. Meskipun stabilitas ekonomi dan

politik bisa kita capai, investor asing tidak otomatis tertarik karena krisis

keuangan global telah membuat kepercayaannya menurun dalam berinvestasi.

c. Kedua, pada sektor perumahan dan pemukiman. Krisis keuangan global yang

melanda, telah memberikan dampak yang serius pada sektor perumahan dan

pemukiman. Pengurangan likuiditas akibat krisis keuangan global mendorong

terjadinya keterbatasan anggaran pemerintah untuk sektor perumahan.

Kondisinya diperparah lagi oleh kepanikan bank sehingga mereka menaikkan

suku bunga kredit perumahan. Padahal dengan pertumbuhan penduduk

Indonesia yang sebesar 1,9 persen per tahun, maka kebutuhan terhadap

perumahan akan terus meningkat. Untuk menghadapi situasi tersebut, Bank

Indonesia mengambil kebijakan menurunkan BI rate. Namun kebijakan BI

dimaksud terkesan sangat lamban direspon oleh dunia perbankan dalam

menurunkan suku bunga KPR. Disamping itu, pihak Perbankan sangat selektif

dalam mengucurkan dana kreditnya. Memang sebagian bank sudah mulai

menurunkan suku bunga kredit rata-rata antara 0,5 sampai 1 persen. Namun,

penurunan suku bunga kredit sebesar itu tidak banyak berarti bagi konsumen

maupun pengembang karena persoalan utama dunia perbankan belum teratasi

secara tuntas, yakni keterbatasan likuiditas.

d. Ketiga, pada sektor pertanian. Dampak krisis keuangan global terhadap sektor

pertanian relatif kecil. Hal ini dikarenakan sektor pertanian memiliki skema

pembiayaan tersendiri dan tidak ada di pasar saham. Namun dampak krisis

sangat berpengaruh pada market demand di sektor ini, yang terlihat dari

penurunan permintaan terhadap komoditas pertanian secara umum karena daya

beli konsumen yang sedang turun. Hal ini berdampak pada volume perdagangan

Page 7: Sektoral Perekonomian Indonesia

pangan yang menurun secara signifikan di tingkat global. Data perdagangan

Indonesia menunjukkan telah terjadi penurunan ekspor untuk sektor pertanian

sebesar 8,24 persen pada Januari 2009 dibandingkan Januari 2008.

e. Untuk subsektor pertanian yakni perikanan dan kelautan, krisis keuangan global

juga mengakibatkan menurunnya permintaan akan hasil perikanan dan kelautan

sehingga harganya menjadi tertekan, selanjutnya mengancam terjadinya gagal

bayar karena persoalan finansial pada perusahaan skala besar. Selain itu,

negara-negara besar importir perikanan mengkhawatirkan kemungkinan

terjadinya penggunaan teknik budidaya perikanan yang tidak ramah lingkungan

karena nelayan mencoba mengurangi biaya produksi.

f. Keempat, pada sektor kehutanan. Imbas krisis keuangan global terhadap sektor

kehutanan tak jauh berbeda dengan sektor pertanian. Asumsi pertumbuhan

ekspor yang hanya satu persen atau bahkan negatif akan sangat memukul

sektor kehutanan dengan alasan episentrum krisis keuangan global juga

melanda negara-negara yang selama ini menjadi pasar komoditas kehutanan

Indonesia, yaitu Amerika Serikat, Eropa dan Jepang. Selain itu, sektor kehutanan

tidak terlalu memperoleh perhatian untuk mendapatkan stimulus fiskal karena

Pemerintah pusat dan daerah lebih memprioritaskan sektor yang lain.

g. Keterbatasan likuiditas yang terjadi akibat krisis keuangan global mendorong

pengusaha hutan untuk membuat skala prioritas dalam pengelolaan aset

kehutanannya. Penetapan prioritas ini akan mengorbankan beberapa pos

anggaran yang dianggap tidak langsung terkait dengan kelangsungan kegiatan

operasional seperti biaya dalam pelestarian lingkungan dan sosial

kemasyarakatan. Hal inilah yang justru akan membahayakan keberlangsungan

sektor kehutanan di masa yang akan datang.

h. Kelima, dalam bidang perdagangan dan industri. Krisis keuangan global

berdampak pada kesulitan mendapatkan bahan baku industri yang sebagian

besar berasal dari luar negeri. Selain itu, krisis juga menggerus daya beli yang

selanjutnya menurunkan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa.

Dengan demikian perusahan akan menurunkan volume produksinya sehingga

mendorong terjadinya PHK yang berakibat meningkatnya pengangguran. Krisis

Page 8: Sektoral Perekonomian Indonesia

keuangan global telah menurunkan volume ekspor impor Indonesia. Ekspor

Indonesia menurun akibat lemahnya permintaan dari negara-negara importir

utama seperti Amerika Serikat, Cina, dan lain-lain. Krisis keuangan global juga

telah meningkatkan persaingan antar produk ekspor di pasar dunia. Di sisi impor

Indonesia, terdapat ancaman serbuan produk impor dari negara lain akibat dari

menurunnya permintaan produk di beberapa pasar utama ekspor dunia, yang

kemudian mereka mengalihkannya ke pasar Indonesia. Hal tersebut memberikan

efek defisit terhadap neraca perdagangan Indonesia dimana nilai impor lebih

besar dari ekspor.

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RILL PASCA KRISIS

Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak

yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya telah mengganggu stabilitas

sektor keuangan dan sektor riil, bahkan terhadap pembangunan daerah. Hal ini

sebenarnya merupakan rentetan dampak dari krisis keuangan, dimana krisis keuangan

memberikan efek terhadap sektor riil, selanjutnya terganggunya perkembangan sektor

riil mempengaruhi keberlangsungan pembangunan daerah.

Pengaruh Krisis Keuangan Global Terhadap Sektor Riil

Terjadinya depresiasi nilai Rupiah terhadap Dollar Amerika merupakan imbas krisis

global di sektor keuangan. Kejadian ini sangat berdampak pada sektor riil, yakni pada

sektor pembangunan infrastruktur, sektor perumahan dan pemukiman, sektor

pertanian, sektor kehutanan, dan sektor perdagangan dan industri.

Pertama pada pembangunan infrastruktur. Berkurangnya anggaran pemerintah akibat

krisis keuangan global mengakibatkan semakin tidak terpenuhinya kebutuhan

pemeliharaan dan rehabilitasi infrastruktur, khususnya infrastruktur transportasi.

Terdepresiasinya nilai Rupiah dan tingginya tingkat inflasi menyebabkan terjadinya

kenaikan biaya transportasi. Hal ini diperparah dengan sempat melonjaknya harga

minyak dunia yang mendorong meningkatnya harga/subsidi bahan bakar kendaraan

Page 9: Sektoral Perekonomian Indonesia

bermotor. Kenaikan harga bahan bakar tersebut menambah beban biaya transportasi.

Dengan demikian terjadilah penurunan tingkat kinerja infrastruktur transportasi dalam

mendukung kegiatan ekonomi, antara lain penurunan tingkat keselamatan, kelancaran

distribusi, dan terhambatnya hubungan dari satu daerah ke daerah lain.

Penurunan kinerja infrastruktur ini berimplikasi pada terhambatnya distribusi barang

dan jasa yang menyebabkan kenaikan biaya angkut, sehingga biaya produksi

meningkat. Akibatnya terjadilah kesenjangan harga yang tajam untuk produk yang

sama di daerah yang berbeda. Ini akan menyebabkan pula kesenjangan daya beli

antar daerah. Hambatan transportasi juga menyebabkan menurunnya mobilitas tenaga

kerja sehingga meningkatkan konsentrasi keahlian dan keterampilan pada beberapa

lokasi wilayah tertentu saja.

Sebagaimana diketahui bersama bahwa pembangunan infrastruktur ini membutuhkan

biaya yang sangat besar. Bahkan menurut road mappembiayaan infrastruktur untuk

2005-2009 mencapai Rp 1.400 Triliun (Kementrian BUMN 2005). Dengan demikian

dana sebesar itu tak dapat hanya mengandalkan pembiayaan dalam negeri, sehingga

diperlukan investor atau donatur dari beberapa lembaga asing. Untuk menarik investor

asing, Indonesia perlu menjaga stabilitas ekonomi dan politik di dalam negeri.

Meskipun stabilitas ekonomi dan politik bisa kita capai, investor asing tidak otomatis

tertarik karena krisis keuangan global telah membuat kepercayaannya menurun dalam

berinvestasi.

Kedua, pada sektor perumahan dan pemukiman. Krisis keuangan global yang

melanda, telah memberikan dampak yang serius pada sektor perumahan dan

pemukiman. Pengurangan likuiditas akibat krisis keuangan global mendorong

terjadinya keterbatasan anggaran pemerintah untuk sektor perumahan. Kondisinya

diperparah lagi oleh kepanikan bank sehingga mereka menaikkan suku bunga kredit

perumahan. Padahal dengan pertumbuhan penduduk Indonesia yang sebesar 1,9

persen per tahun, maka kebutuhan terhadap perumahan akan terus meningkat. Untuk

menghadapi situasi tersebut, Bank Indonesia mengambil kebijakan menurunkan BI

rate. Namun kebijakan BI dimaksud terkesan sangat lamban direspon oleh dunia

Page 10: Sektoral Perekonomian Indonesia

perbankan dalam menurunkan suku bunga KPR. Disamping itu, pihak Perbankan

sangat selektif dalam mengucurkan dana kreditnya. Memang sebagian bank sudah

mulai menurunkan suku bunga kredit rata-rata antara 0,5 sampai 1 persen. Namun,

penurunan suku bunga kredit sebesar itu tidak banyak berarti bagi konsumen maupun

pengembang karena persoalan utama dunia perbankan belum teratasi secara tuntas,

yakni keterbatasan likuiditas.

Ketiga, pada sektor pertanian. Dampak krisis keuangan global terhadap sektor

pertanian relatif kecil. Hal ini dikarenakan sektor pertanian memiliki skema pembiayaan

tersendiri dan tidak ada di pasar saham. Namun dampak krisis sangat berpengaruh

pada market demand di sektor ini, yang terlihat dari penurunan permintaan terhadap

komoditas pertanian secara umum karena daya beli konsumen yang sedang turun. Hal

ini berdampak pada volume perdagangan pangan yang menurun secara signifikan di

tingkat global. Data perdagangan Indonesia menunjukkan telah terjadi penurunan

ekspor untuk sektor pertanian sebesar 8,24 persen pada Januari 2009 dibandingkan

Januari 2008.

Untuk subsektor pertanian yakni perikanan dan kelautan, krisis keuangan global juga

mengakibatkan menurunnya permintaan akan hasil perikanan dan kelautan sehingga

harganya menjadi tertekan, selanjutnya mengancam terjadinya gagal bayar karena

persoalan finansial pada perusahaan skala besar. Selain itu, negara-negara besar

importir perikanan mengkhawatirkan kemungkinan terjadinya penggunaan teknik

budidaya perikanan yang tidak ramah lingkungan karena nelayan mencoba

mengurangi biaya produksi.

Keempat, pada sektor kehutanan. Imbas krisis keuangan global terhadap sektor

kehutanan tak jauh berbeda dengan sektor pertanian. Asumsi pertumbuhan ekspor

yang hanya satu persen atau bahkan negatif akan sangat memukul sektor kehutanan

dengan alasan episentrum krisis keuangan global juga melanda negara-negara yang

selama ini menjadi pasar komoditas kehutanan Indonesia, yaitu Amerika Serikat, Eropa

dan Jepang. Selain itu, sektor kehutanan tidak terlalu memperoleh perhatian untuk

mendapatkan stimulus fiskal karena Pemerintah pusat dan daerah lebih

Page 11: Sektoral Perekonomian Indonesia

memprioritaskan sektor yang lain.

Keterbatasan likuiditas yang terjadi akibat krisis keuangan global mendorong

pengusaha hutan untuk membuat skala prioritas dalam pengelolaan aset

kehutanannya. Penetapan prioritas ini akan mengorbankan beberapa pos anggaran

yang dianggap tidak langsung terkait dengan kelangsungan kegiatan operasional

seperti biaya dalam pelestarian lingkungan dan sosial kemasyarakatan. Hal inilah yang

justru akan membahayakan keberlangsungan sektor kehutanan di masa yang akan

datang.

Kelima, dalam bidang perdagangan dan industri. Krisis keuangan global berdampak

pada kesulitan mendapatkan bahan baku industri yang sebagian besar berasal dari

luar negeri. Selain itu, krisis juga menggerus daya beli yang selanjutnya menurunkan

permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa. Dengan demikian perusahan akan

menurunkan volume produksinya sehingga mendorong terjadinya PHK yang berakibat

meningkatnya pengangguran. Krisis keuangan global telah menurunkan volume ekspor

impor Indonesia. Ekspor Indonesia menurun akibat lemahnya permintaan dari negara-

negara importir utama seperti Amerika Serikat, Cina, dan lain-lain. Krisis keuangan

global juga telah meningkatkan persaingan antar produk ekspor di pasar dunia. Di sisi

impor Indonesia, terdapat ancaman serbuan produk impor dari negara lain akibat dari

menurunnya permintaan produk di beberapa pasar utama ekspor dunia, yang

kemudian mereka mengalihkannya ke pasar Indonesia. Hal tersebut memberikan efek

defisit terhadap neraca perdagangan Indonesia dimana nilai impor lebih besar dari

ekspor.

Kebijakan Penguatan Sektor Riil

Berbagai dampak tersebut haruslah disikapi oleh instansi terkait dengan membuat

kebijakan-kebijakan tepat sasaran agar sektor riil sebagai tumpuan pertumbuhan

ekonomi Indonesia tetap dapat berkembang dengan baik. Adapun kebijakan-kebijakan

yang telah dibuat antara lain sebagai berikut.

Pertama, kebijakan dalam sektor infrastruktur adalah dengan mengalokasikan dana

Page 12: Sektoral Perekonomian Indonesia

stimulus fiskal untuk belanja infrastruktur. Dana tersebut diprioritaskan untuk proyek-

proyek infrastruktur yang bersifat padat karya diberbagai bidang, antara lain dalam

bidang pekerjaan umum, bidang perhubungan, bidang energi, dan bidang perumahan

rakyat.

Di sektor transportasi, instansi terkait telah melaksanakan beberapa kebijakan, antara

lain: (1) pengembangan transportasi berdasarkan sistem transportasi nasional dan

penyiapan prakarsa pembuatan Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem

Transportasi Nasional; (2) memprioritaskan pengembangan angkutan masal di

perkotaan; (3) menyelesaikan pembangunan prasarana transportasi agar dapat

dimanfaatkan; (4) memprioritaskan pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana

transportasi; dan (5) pengembangan pelayaran keperintisan dan kelas ekonomi.

Kedua, pada sektor perumahan dan pemukiman. Di sektor perumahan, perlu diambil

langkah-langkah dari sektor pasokan berupa penyediaan perumahan dan dari sisi

permintaan yakni dari konsumen atau pembeli rumah. Dari sisi pasokan berupa: (1)

mendorong pemanfaatan tanah untuk pembuatan rumah susun milik (Rusunami); (2)

kemudahan/penyederhanaan perizinan untuk pembangunan Rusunami; (3) mendorong

penempatan dana Taperum-PNS; dan (4) memberdayakan masyarakat melalui

penciptaan lapangan kerja dan industri/perdagangan bahan bangunan lokal terkait

program KPR/KPRS Mikro Bersubsidi sejalan dengan PNPM. Sementara dari sisi

permintaan adalah dengan: (1) memberlakukan fixed-rate untuk kredit perumahan; dan

(2) memperluas akses kredit dan pilihan skim subsidi.

Di sektor pemukiman, krisis keuangan global telah mengakibatkan terjadinya

penurunan alokasi anggaran untuk penyediaan pelayanan air minum, pengelolaan air

limbah, persampahan dan drainase. Dengan demikian kebijakan dalam mencegah

dampak krisis keuangan global adalah: (1) pelaksanaan advokasi dan sosialisasi

kepada pemerintah daerah dan legislatif guna meningkatkan prioritas pembangunan air

minum, pengelolaan air limbah, persampahan, dan drainase; (2) menciptakan skema

insentif berbasis kinerja untuk pemda dalam meningkatkan investasi air minum; (3)

peningkatan efektivitas dan akuntabilitas anggaran pemerintah untuk penyediaan air

Page 13: Sektoral Perekonomian Indonesia

minum, pengelolaan air limbah, persampahan , dan drainase; (4) peningkatan

kerjasama dengan pihak swasta, melalui skema PPP (public-private-partnership)

Ketiga, pada sektor pertanian. Kebijakan yang ditempuh adalah: (1) meningkatkan

kelembagaan pertanian, khususnya permodalan dan penelitian; (2) memberikan

perlindungan kepada petani dalam konteks ketahanan pangan, tingkat penghidupan

masyarakat desa dan kesejahteraan masyarakat.

Terkait komoditas pangan, langkah yang perlu ditempuh adalah dengan memantapkan

ketahanan pangan nasional yang mengusahakan bertumpu pada produksi dalam

negeri, menjamin kelancaran manajemen distribusi pangan pokok, stabilitas harga

pangan nasional, dan melaksanakan diversifikasi pangan.

Untuk subsektor perikanan perlu langkah-langkah riil berupa: (1) pembinaan dan

pengembangan sistem usaha perikanan melalui pengembangan kemitraan; (2) subsidi

benih ikan dan pakan ikan; (3) memperkuat kebijakan dan peraturan dalam pemasaran

produk; (4) Penguatan akses permodalan nelayan; dan (5) meningkatkan industri

pengolahan ikan.

Keempat, pada bidang kehutanan. Beberapa kebijakan yang telah dan tengah

dilakukan antara lain: (1) menata ulang arah reformasi sektor perkayuan; (2)

membatasi permintaan kayu bulat; (3) memperlambat laju konversi hutan; (4)

menggeser agenda ke arah keadilan. Sementara itu, kebijakan dalam menangani

permasalahan lingkungan hidup yakni: (1) meningkatkan kapasitas dan koordinasi

lembaga pengelolaan lingkungan; (2) meningkatkan upaya harmonisasi

pengembangan hukum lingkungan dan penegakan hukum secara konsisten; (3)

meningkatkan upaya pengendalian dampak lingkungan; (4) meningkatkan konservasi

SDA dan penataan lingkungan melalui pendekatan penataan ruang; (5) membangun

kesadaran masyarakat agar peduli pada isu lingkungan hidup dan berperan sebagai

kontrol sosial dalam memantau kualitas lingkungan hidup, dan (6) meningkatkan

peranserta masyarakat dalam pengelolaan SDA dengan memberikan akses dan

kontrol pengelolaan SDA di tingkat lokal.

Page 14: Sektoral Perekonomian Indonesia

Kelima, dalam bidang perdagangan dan industri. Upaya yang dilakukan dalam sektor

perdagangan adalah: (1) mengupayakan peningkatan pencegahan dan penangkalan

penyelundupan barang-barang dari luar negeri, (2) memperkuat pasar dalam negeri

dan promosi penggunaan produk dalam negeri, dan (3) mendorong ekspor hasil

industri padat karya.

Keseluruhan dari kebijakan untuk kelima sektor tersebut haruslah diikuti peran aktif dari

berbagai instansi terkait serta masyarakat sehingga kebijakan tersebut dapat

memberikan efek positif dalam mempertahankan atau bahkan meningkatkan

pertumbuhan sektor riil.

PERSPEKTIF PEMBANGUNAN PERTANIAN

Keunggulan sektor pertanian yang telah teruji melalui masa krisis tahun 1997 maupun

krisis keuangan global tahun 2008, menjadi fokus pembahasan dalam tulisan ini. Sejak

tahun 1960-an para ahli ekonomi telah menolak adanya dikotomi antara sektor

pertanian dengan sektor industri, dan menekankan pentingnya terus menjaga saling

ketergantungan antar sektor ekonomi (Daryanto, 1995). Peranan sektor pertanian

dalam pembangunan ekonomi adalah sebagai:

1. Sumber utama penyediaan bahan makanan.

2. Sumber penghasil dana investasi atau penghasil pajak.

3. Sumber penghasil devisa yag diperlukan untuk mengimpor modal, bahan baku, dan

bahan penolong.

4. Pasar dalam negeri untuk menampung hasil produksi industri dan sektor bahan

pertanian lainnya.

5. Sumber masukan bagi sektor lainnya.

Melihat peranan sektor pertanian yang besar selama ini dan beberapa kendala tersebut

di atas, maka tindak lanjut pembangunan pertanian menjadi sangat penting. Ditinjau

dari perspektif pembangunan pertanian secara lebih luas, pembangunan pertanian

setidak-tidaknya perlu mendapat perhatian yang memadai. Sektor pertanian

Page 15: Sektoral Perekonomian Indonesia

mempunyai prospek yang besar untuk dapat dikembangkan baik dilihat dari sisi

penawaran (supply side) maupun dari sisi permintaan (demand side).

Dari sisi penawaran, Indonesia memiliki iklim tropis, keanekaragaman hayati baik yang

ada di daratan maupun di pengairan. Sumber daya perairan seluas 5-7 juta km2 dan

garis pantai 91 000 km. Komoditas perkebunan potensial seperti kelapa, minyak kelapa

sawit, karet, kopi, teh, dan kakao dimana Indonesia menjadi produsen terbesar di dunia.

Peternakan ayam ras yang memiliki struktur hulu cukup kuat, dan sumber daya

manusia yang cukup memadai, serta struktur sosial yang mendukung pengembangan

pertanian. Dari sisi permintaan, Indonesia mempunyai prospek pengembangan sektor

pertanian dimana konsumsi per kapita produksi pangan masih tergolong rendah kecuali

beras akibat relatif rendahnya pendapatan per kapita dan pasar internasional yang

masih terbuka lebar apalagi negara-negara di dunia di era liberalisasi lebih

menekankan industrialisasi yang tidak berbasis pada pertanian khususnya di negara-

negara dengan wilayah yang sempit (Saragih dan Krisnamurthi, 1994).

Alasan agar sektor pertanian tetap harus diprioritaskan untuk dikembangkan karena

adanya penalaran yaitu: Pertama, adalah adanya keyakinan bahwa sektor pertanian

memiliki kemampuan untuk menghasilkan surplus. Hal ini hanya mungkin terjadi jika

produktivitas diperbesar, sehingga dapat menghasilkan pendapatan petani yang lebih

besar yang memungkinkan mereka menabung dan mengakumulasi modal. Dengan

pendapatan yang lebih tinggi pula pemerintah dapat menarik pajak tanah dan pajak

pendapatan yang lebih tinggi. Kedua, adalah cara produksi pertanian dapat

dipermudah dengan menerapkan teknologi agar produktivitas lebih tinggi dan hasil

pertanian lebih besar khususnya bidang pangan, sehingga sebagian besar tenaga

kerja di sektor pertanian dapat digeser ke sektor industri (Rahardjo, 1984).

Sebagian besar penduduk Indonesia sejak penjajahan bergantung pada sektor

pertanian dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sistem pembangunan pertanian yang

masih tradisional pada saat penjajahan digerakkan oleh penguasa untuk memenuhi

kebutuhan dan keinginan negara penjajah. Sumberdaya pertanian dipaksakan untuk

Page 16: Sektoral Perekonomian Indonesia

memproduksi komoditi yang dapat mendukung perekonomian dan keperluan perang

oleh negara penjajah.

IMPLIKASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN

BERWAWASAN INDUSTRIALISASI

Secara umum, agribisnis didefinisikan sebagai: “The sum total of all

operations involved in the manufacture and distribution of farm suplies: production

operations on the farm, processing and distribution of farm komodities and items made

from them,” (J.H. David and R.A. Goldberg: A Concept of Agribusiness, 1957).

Pengertian pertanian dalam arti luas adalah seluruh mata rantai proses pemanenan

energi surya secara langsung melalui fotosintesa dan proses pendukung lainnya untuk

kehidupan manusia yang mencakup aspek ilmu pengetahuan, teknologi dan

kemasyarakatan dan mencakup bidang tanaman pangan, holtikultura, peternakan,

perikanan, perkebunan dan kehutanan (Saragih, 2001).

Berdasarkan pengertian ini, pertanian merupakan salah satu bagian dari agribisnis.

Agribisnis mencakup 3 (tiga) sektor yaitu; (i) sektor industri hulu pertanian yaitu

industri-industri yang menghasilkan sarana produksi (input) pertanian contohnya:

industri agro-kimia (industri pupuk, industri pestisida, dan industri obat-obatan

hewan), industri agro-otomotif (industri alat dan mesin pertanian, industri peralatan

pertanian, industri mesin dan peralatan industri pengolahan hasil pertanian) dan

industri pembibitan/perbenihan tanaman/hewan, (ii) sektor pertanian dalam arti luas,

disebut juga on-farm agribisnis, yaitu pertanian tanaman pangan, tanaman

hortikultura, tanaman obat-obatan, perkebunan, peternakan, perikanan laut dan air

tawar serta kehutanan, dan (iii) sektor industri hilir pertanian atau agribisnis hilir yaitu

kegiatan industri yang mengolah hasil hilir seperti kegiatan industri yang mengolah

hasil pertanian menjadi produk-produk olahan baik produk antara maupun produk

akhir.

Pembangunan agribisnis merupakan pembangunan industri dan pertanian serta jasa

sekaligus. Melalui pembangunan agribisnis diharapkan akan mampu

mentransformasikan perekonomian Indonesia dari berbasis pertanian dengan

Page 17: Sektoral Perekonomian Indonesia

produk utama kepada perekonomian berbasis industri dengan produk utama bersifat

capital and skill labor intensive dan kepada perekonornian berbasis teknologi

dengan produk utama bersifat knowledge and skill labor intensive. Dengan demikian

sumbangan pertanian dalam perekonomian semakin lama semakin turun, namun

kontribusi agribisnis akan tetap besar.

Perkiraan menurut data tahun 1997 (sebelum krisis ekonomi), pangsa pertanian

dalam PDB non migas hanya sebesar 16 persen, sedangkan agribisnis mencapai 70

persen. Begitu juga pangsa pertanian dalam penyerapan tenaga kerja yang hanya

43 persen, tetapi pangsa agribisnis adalah 73 persen. Lebih fantastis lagi adalah

pangsa agribisnis dalam ekspor total yang mencapai 77 persen, padahal pangsa

pertanian hanya 27 persen. Angka-angka pangsa agribisnis tersebut tidak akan

muncul jika agribisnis dianggap sama dengan pertanian, sehingga terjadi

misunderstanding terhadap agribisnis. Pangsa agribisnis terhadap penyerapan

usaha kecil, menengah dan koperasi mencapai 90 persen dengan pangsa

penerimaan pajak sampai 65 persen. Ini berarti langkah awal pemerintahan baru

yang memberikan pressure terhadap pengembangan pengusaha kecil, menengah

dan koperasi sangat tepat (Saragih, 2001).

Membangun agribisnis berarti mengintegrasikan pembangunan pertanian,

industri dan jasa, sedangkan membangun pertanian saja menyebabkan pertanian,

industri dan jasa saling terlepas. Sehingga tidak mungkin mewujudkan

perekonomian modern dan berdaya saing. Membangun agribisnis berarti

membangun ekonomi rakyat, membangun daerah, membangun usaha kecil-

menengah, koperasi dan membangun daya saing perekonomian, membangun dan

melestarikan lingkungan hidup serta membangun bangsa dan negara ini seutuhnya.

Untuk menjamin terciptanya fundamental ekonomi yang solid dan demi mewujudkan

peningkatan pendapatan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di

masa mendatang, seyogyanya strategi pembangunan ke depan harus didasarkan pada

realitas kekuatan sumberdaya domestik dan yang banyak menyerap tenaga kerja.

Dalam kaitan ini, sektor pertanian merupakan prioritas pilihan yang dapat menjamin

kondisi tersebut. Sehingga sangatlah relevan jika sektor pertanian dijadikan sektor

Page 18: Sektoral Perekonomian Indonesia

strategis pembangunan di masa mendatang. Ada beberapa alasan yang dapat

diungkapkan sebagai landasan dari munculnya ide tersebut, yaitu; (i) mayoritas

penduduk Indonesia bertempat tinggal di daerah pedesaan yang identik dengan sektor

pertanian. Sektor ini menguasai kurang lebih 80 persen penduduk, dan sekitar 50

persen dari seluruh tenaga kerja banyak terserap di sektor ini, (ii) kebanyakan

sumberdaya alam yang kita miliki merupakan sumberdaya pertanian, (iii) kelembagaan

masyarakat yang masih cooperatif dan mapan sampai saat ini adalah di sektor

pertanian, (iv) satu-satunya sektor produksi yang selalu mempunyai local content

sangat tinggi adalah sektor pertanian, dan (v) sudah terbukti bahwa sektor pertanian

berhasil melewati masa krisis ekonomi dengan baik. Pada saat sektor-sektor lainnya

mengalami pertumbuhan negatif, sebaliknya sektor pertanian justeru masih mengalami

pertumbuhan positif, dan tampil sebagai penyelamat perekonomian Indonesia pada

masa krisis tersebut.

Strategi pembangunan pertanian di masa mendatang sepatutnya diarahkan pada

strategi pembangunan berbasis pertanian (Agriculture-Based Development – ABD). Di

bawah strategi ini, maka pertumbuhan ekonomi bisa dipacu lebih tinggi, dan upaya

untuk mengurangi ketimpangan pembagian pendapatan melalui peningkatan

pendapatan masyarakat di pedesaan dapat terlaksana dengan baik. Jika strategi

pembangunan ABD semacam itu bisa dilalui dan berlangsung baik, sangat

dimungkinkan proses pemulihan ekonomi sekarang akan berjalan dengan baik.

Disadari bahwa untuk membangun pertanian saat ini masih mengalami kendala.

Beberapa kendala yang dihadapi oleh pemerintah dalam rangka membangun pertanian

dasar di masa mendatang antara lain adalah sebagai berikut:

1. Petani dan penduduk pesisir laut serta pedesaan memiliki bargaining power yang

masih lemah, sehingga sering menjadi pihak yang selalu terkalahkan.

2. Perlindungan harga-harga komoditi pertanian yang strategis tidak dijalankan secara

sungguh-sungguh dan efektif, sehingga pendapatan petani sangat rendah yang

akan berakibat ditinggalkannya usahatani.

3. Rendahnya produktivitas usahatani dan nelayan serta kualitas sumberdaya manusia

mengakibatkan menurunnya produksi di sektor pertanian.

Page 19: Sektoral Perekonomian Indonesia

4. Akibat banyak lembaga tani yang kurang berjalan sebagaimana mestinya serta

adanya tumpang tindih, menyebabkan efektifitas, peran dan fungsi kelembagaan

petani tidak berjalan dengan baik.

5. Masih kurangnya jaminan dan kepastian hukum bagi petani terutama dalam hal

pemilikan hak atas tanah, menyebabkan terjadinya pengalihan fungsi lahan

pertanian menjadi lahan-lahan usaha non pertanian seperti industri, property dan

infrastruktur lainnya. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar petani hanya

menguasai dan mengusahakan lahan yang sempit, sehingga usahatani menjadi

tidak menguntungkan. Di samping hak kepemilikan tanah petani harus juga ada

jaminan atas air dan bibit yang akhir-akhir ini semakin melemah karena

pemanfaatan air bukan hanya digunakan untuk keperluan sektor pertanian tetapi

juga kebutuhan lainnya sehingga tumbuh persaingan penggunaan sumberdaya air

(Soetrisno, 2002).

6. Petani dan nelayan umumnya kurang menguasai sistem manajemen informasi

dengan baik, sehingga sulit memanfaatkan peluang yang seharusnya dapat

memberikan nilai tambah.

7. Kurangnya dukungan kebijakan moneter dan fiskal untuk mendorong

pengembangan sektor pertanian.

8. Sektor industri banyak yang tidak berbasis bahan dasar lokal, sehingga hubungan

dengan sektor pertanian lemah.

9. Tantangan global (seperti adanya WTO dan AFTA) telah menuntut sektor pertanian

harus mempunyai daya saing di pasar internasional. Apabila sektor pertanian tidak

siap dengan persaingan ketat dari produk negara lain, maka dapat tergusur dari

pasar. Selain itu, dampak dari komitmen-komitmen yang telah disepakati dalam

berbagai perundingan perdagangan akan mempengaruhi kinerja sektor pertanian

dan perekonomian Indonesia. Penurunan tarif komoditi pertanian, pengurangan dan

penghapusan berbagai proteksi dan subsidi bagi sektor pertanian sebagai akibat

dari kondisi keuangan negara yang juga mendapat tekanan dari IMF secara

langsung akan berpengaruh terhadap sektor pertanian.

Page 20: Sektoral Perekonomian Indonesia

10. Praktek moral hazard, kredit ekspor lunak dan bentuk distorsi lainnya akan pula

berdampak pada pasar domestik dimana berbagai produk pertanian impor dapat

dengan mudah masuk ke pasar domestik dengan harga yang lebih rendah.

Memperhatikan berbagai kendala dan tantangan di atas, semua komponen

bangsa, khususnya pemerintah harus mempunyai perhatian dan mendukung dengan

langkah-langkah kebijakan yang kondusif dan berpihak kepada upaya pembangunan

pertanian dasar. Untuk menentukan arah kebijakan dan perencanaan pembangunan

pertanian dasar diperlukan komitmen kuat dan visi yang jelas dalam menempatkan

sektor pertanian sebagai leading sector pembangunan ekonomi nasional. Menurut

Kasryono (1996) bahwa visi pertanian pada era sekarang ini adalah mewujudkan

pertanian tangguh yang modern berorientasi agribisnis dan berbudaya industri di

pedesaan.

Choundhary (2000) memberikan saran tentang strategi pembangunan berbasis

pertanian harus mempunyai tujuan utama antara lain yaitu:

1. Mampu meningkatkan pendapatan masyarakat sampai pada tingkat gross root level

secara berkelanjutan.

2. Membuka lapangan pekerjaan dan mengurangi kemiskinan.

3. Meningkatkan produksi komoditi pertanian unggulan.

4. Menyediakan fasilitas dasar bagi penduduk pedesaan seperti air bersih infrastruktur

kesehatan, dan pendidikan.

5. Meningkatkan jaringan komunikasi terutama akses pasar dan membangkitkan

kesadaran petani.

6. Mendukung terbangunnya industri-industri kecil (usaha kecil dan mikro) dan

penyediaan kredit lunak untuk masyarakat berpendapatan rendah.

Beberapa ahli pertanian lain juga memberikan gagasan tentang langkah yang dapat

ditawarkan untuk mewujudkan pembangunan berbasis pertanian yang tangguh di masa

mendatang terangkum antara lain adalah sebagai berikut:

1. Dukungan kebijakan makro yang dapat menciptakan iklim ekonomi yang kondusif

bagi pembangunan berbasis pertanian melalui instrumen kebijakan makro ekonomi

seperti kebijakan moneter maupun fiskal.

Page 21: Sektoral Perekonomian Indonesia

2. Kebijakan pembangunan ketahanan pangan. Dalam GBHN 1999-2004 diamanatkan

bahwa mengembangkan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman

sumberdaya bahan pangan, kelembagaan, dan budaya lokal dalam menjamin

tersedianya pangan yang terjangkau dengan memperhatikan peningkatan

pendapatan petani/nelayan serta produksi yang diatur dengan undang-undang.

Strategi kebijakan pembangunan pertanian melalui sistem ketahanan pangan

mencakup keberimbangan antara komponen ketersediaan/ produksi, distribusi, dan

konsumsi. Oleh karena itu, kebijakan ketahanan pangan diarahkan kepada; (i)

keragaman sumberdaya, kelembagaan, dan budaya lokal, (ii) efisiensi ekonomi dan

keunggulan kompetitif dan komparatif suatu wilayah, (iii) pengaturan distribusi

pangan mengacu kepada mekanisme pasar, dan (iv) sebagai bagian dari upaya

peningkatan pendapatan petani/nelayan. Kebijakan ketahanan pangan merupakan

kebijakan yang bersifat menyelaraskan kegiatan yang menunjang ketersediaan,

distribusi, dan konsumsi pangan, agar penduduk dapat memperoleh pangan dan

mengelola konsumsinya untuk memenuhi kecukupan gizi. Dalam hal ketersediaan

pangan, kebijakan yang perlu dilakukan adalah menyelaraskan antara produksi,

ekspor, impor, dan konsumsi sehingga terjadi keseimbangan sesuai dengan

kebutuhan pada wilayah tertentu, dan antar wilayah dari waktu ke waktu pada

tingkat harga yang proporsional. Kebijakan distribusi pangan diarahkan untuk

mendorong kelancaran proses distribusi dari lokasi produsen dengan konsumen

sehingga masyarakata dapat mengakses pangan dari waktu ke waktu sesuai yang

dibutuhkan. Sedangkan kebijakan konsumsi pangan diarahkan untuk mendorong

masyarakat mampu mendayagunakan sumberdaya untuk memperoleh dan

mengkonsumsi pangan yang cukup gizi dan seimbang.

3. Pendayagunaan sumberdaya alam dan lingkungan yang sustainable. Untuk

mewujudkannya, upaya pelestarian sumberdaya keragaman hayati dan lingkungan

harus dimasukkan sebagai bagian dari pembangunan berbasis pertanian.

Pelestarian keragaman sumberdaya hayati, habitat asli, tanah, air, dan perairan

umum diharapkan mampu menjamin adanya sumber materi genetik untuk

memperbaharui dan mendiversifikasi komoditas pangan. Untuk itu,

menumbuhkembangkan kelembagaan lokal dan melegalisasi property right atas

Page 22: Sektoral Perekonomian Indonesia

tanah masyarakat lokal menjadi sangat penting karena menyangkut tanggung jawab

pelestariannya. Selain itu, perlindungan terhadap lahan pertanian juga perlu

dilakukan. Hal ini penting karena banyak lahan pertanian produktif yang sudah

beralih fungsi kepada usaha non pertanian. Perlindungan kepada lahan pertanian

produktif perlu mencakup ekosistemnya seperti wilayah tangkapan air.

4. Pengembangan pusat-pusat produksi unggulan daerah. Desentralisasi merupakan

peluang bagi daerah untuk menentukan komoditi unggulan daerah yang mempunyai

daya saing tinggi untuk dikembangkan. Pengembangan pusat produksi unggulan

harus dikaitkan dengan ekonomi regional sehingga dapat terintegrasi dengan

perekonomian regional maupun internasional, serta pengembangannya harus

inklusif dengan pembangunan daerah yang bersangkutan. Pengembangan

Kawasan Pertumbuhan Ekonomi Terpadu (KAPET) yang berbasis pertanian seperti

Kawasan Agroindustri Terpadu (KAT), Pengembangan Sentra Produksi Agribisnis

Komoditi Unggulan (SPAKU), dan Kawasan Andalan (KADAL), merupakan contoh-

contoh pengembangan kawasan yang perlu penanganan secara sungguh-sungguh.

Penumbuhan kawasan pengembangan pusat pembangunan berbasis pertanian

memerlukan dukungan infrastruktur seperti transportasi, pergudangan, industri

pendukung, dan sistem informasi untuk memperlancar akses pasar. Selain itu, pola

insentif yang dapat merangsang investasi di sektor pertanian dan sektor

pendukungnya perlu diciptakan.

5. Pengembangan kelembagaan tani yang tangguh. Kebijakan yang mengupayakan

berkembangnya unit-unit usaha yang dibutuhkan antara lain:

a. Lembaga keuangan/permodalan.

Pengembangan lembaga keuangan dimaksudkan untuk dapat menjadi sumber

permodalan bagi usaha sektor pertanian dan industri pendukungnya. Pelaku

sektor ini agar diupayakan adanya penyediaan kredit dengan prosedur

sederhana, suku bunga kondusif, dan sistem agunan yang dapat dipenuhi oleh

masyarakat tani, serta sesuai dengan kebutuhan (jenis, besaran, dan

persyaratan). Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dan kredit usaha kecil dan

menengah merupakan salahsatu lembaga keuangan yang cukup ideal untuk

dikembangkan agar kegiatan usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah

Page 23: Sektoral Perekonomian Indonesia

dapat terlayani dengan baik. Lembaga-lembaga keuangan seperti ini perlu

dipertahankan, dikembangkan dan ditata dengan manajemen perbankan yang

baik.

b. Pengembangan organisasi ekonomi petani.

Pembangunan berbasis pertanian merupakan pembangunan kerakyatan yang

demokratis (dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat) sehingga peranan rakyat

dalam menumbuhkembangkan pertanian secara menyeluruh perlu dibangkitkan.

Kelembagaan lokal yang telah pernah ada di daerah perlu ditumbuhkan kembali

dan didayagunakan untuk mendukung keberhasilan pembangunan pertanian.

Kelembagaan pangan tradisional seperti lumbung desa/keluarga yang ada

disetiap daerah perlu dikembangkan kembali sebagai kelembagaan ketahanan

pangan (food security). Sistem kelembagaan yang berbasis pada

keanekaragaman bahan pangan dan budaya lokal akan mampu menjadi sistem

ketahanan pangan nasional yang tangguh dan efesien. Organisasi ekonomi

seperti koperasi pertanian juga perlu dikembangkan menjadi organisasi ekonomi

petani yang baik, menguntungkan dan berorientasi pasar. Koperasi yang perlu

dikembangkan adalah koperasi yang dibentuk atas dasar keinginan yang kuat,

rasa kebersamaan baik aktifitas maupun kepentingan dari masyarakat tani, dan

tumbuh berasal dari kelompoktani yang telah berfungsi sebagai modal

kerjasama, kelas belajar mengajar dan sebagai unit produksi.

c. Pengembangan fungsi penelitian dan pengembangan.

Fungsi penelitian dalam menghasilkan teknologi dan berbagai model

kelembagaan tani harus dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta, organisasi

profesi, lembaga swadaya masyarakat, dan juga organisasi petani. Oleh karena

itu diperlukan suatu kebijakan yang dapat merangsang keterlibatan berbagai

pihak dalam melakukan penelitian dan pengembangan yang menunjang

pembangunan pertanian. Khusus untuk teknologi yang ditujukan untuk diadopsi

oleh petani, maka proses perencanaan dan pelaksanaan penelitian partisipatif

harus dijadikan strategi dalam menghasilkan teknologi yang sesuai dengan

kebutuhan petani. Agar hasil pertanian primer memenuhi tuntutan ecolabelling

dan food safety, perlu dikembangkan suatu teknologi yang diarahkan kepada

Page 24: Sektoral Perekonomian Indonesia

penggunaan teknologi ecofarming dan organic farming, seperti teknologi

zero/minimum tillage, teknologi konservasi tanah dan air, teknologi biologi tanah,

teknologi pemberantasan hama dan penyakit yang ramah lingkungan.

Sedangkan pengembangan teknologi processing diarahkan untuk peningkatan

efesiensi dan untuk menghasilkan diversifikasi produk, meminimumkan waste

dan pollutan, dan menghasilkan produk yang mengakomodir value attribute dan

package attributes. Untuk mendukung adanya fungsi penelitian dan

pengembangan teknologi yang kuat perlu dibentuk suatu lembaga yang

memayunginya.

6. Pengembangan industri pendukung pembangunan berbasis pertanian. Strategi

pembangunan bertumpu pada pertanian (ABD) harus integrated dan

interdependent. Untuk meningkatkan daya saing komoditi pertanian perlu juga

adanya pembangunan pertanian yang sinergi dengan pengembangan industri yang

bersifat local resources based industries dan mendukung pembangunan pertanian.

Industri yang menghasilkan sarana produksi pertanian (upstream industry) seperti

industri pembibitan/pembenihan industri agrokimia dan industri agro-otomotif

diperlukan oleh sektor pertanian untuk meningkatkan produktivitas usahatani.

Sedangkan industri yang mengolah komoditas pertanian primer menjadi produk-

produk olahan (downstream industry) baik berupa produk antara (intermediate

product) maupun produk akhir (final product) beserta kegiatan perdagangannya

akan memberikan dampak terhadap kemampuan daya saing produk pertanian.

Berdasarkan hasil analisis multiplier SNSE Indonesia baik untuk tahun 1995

maupun 1999 menunjukkan bahwa salah satu agroindustri yang mempunyai potensi

untuk dikembangkan adalah industri makanan, minuman, dan tembakau karena

mempunyai nilai output multiplier yang tinggi.

7. Pengembangan sarana dan prasarana pendukung yang dapat mempercepat

gerakan pembangunan berbasis pertanian. Penyediaan sarana infrastruktur seperti

jalan/farm road, transportasi, sarana pengairan (irigasi dan drainase), listrik,

telekomunikasi untuk menjamin jaringan informasi, dan pelabuhan atau terminal

yang dapat memperlancar arus hasil produksi pertanian

Page 25: Sektoral Perekonomian Indonesia

8. Pembangunan berbasis pertanian bersifat lintas sektoral/departemen. Hal ini berarti,

perlu adanya koordinasi yang baik dan sinergis dengan departemen yang terkait.

Komitmen dari berbagai pihak untuk mendukung strategi pembangunan berbasis

pertanian akan sangat membantu tercapainya tujuan pembangunan.

9. Meletakkan reformasi agraria dalam landasan pokok pembangunan pertanian.

Upaya ini diharapkan dapat memberikan kesejahteraan petani dan memberikan rasa

aman dan jaminan kepastian hukum akan hak tanah yang dimilikinya.

10. Impor komoditi sektor pertanian dilakukan hanya pada saat ada kekurangan dan

dilakukan sebagai alternatif terakhir untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan

strategi orientasi ekspor komoditi pertanian perlu dikembangkan, terutama

pengembangan ekspor produk pertanian yang mempunyai nilai tambah tinggi

(bukan produk primer lagi tetapi produk olahan).

Langkah operasional pembangunan berbasis pertanian memerlukan komitmen yang

kuat dan peran aktif dari seluruh komponen bangsa. Oleh karena itu setiap

perencanaan pembangunan berbasis pertanian harus membuka ide dan gagasan yang

membangun bagi kemajuan sektor pertanian. Pembangunan pertanian akan dapat

berjalan dengan baik dan tepat apabila proses perencanaan dan aplikasinya tepat dan

integrated. Perencanaan pembangunan pertanian merupakan proses pengambilan

keputusan tentang apa yang hendak dilakukan mengenai tiap kebijakan dan tindakan

yang mempengaruhi pembangunan pertanian selama jangka waktu tertentu sehingga

perencanaan mempunyai tempat yang strategis dalam pembangunan pertanian.

Kunci bagi perencanaan yang efektif adalah pengertian dan pemahaman yang

luas dan mendalam mengenai pertanian dan pembangunan berbasis pertanian.

Rencana yang baik tidak mungkin dapat disusun dengan mengadakan kompromi-

kompromi di kalangan spesialis yang masing-masing sesungguhnya hanya

memahami bagiannya sendiri. Setiap ahli yang ikut serta dalam perencanaan perlu

memiliki pengertian yang umum dan luas mengenai pertanian secara keseluruhan.

Pertania yang identik dengan wilayah pedesaan akan lebih bermakna dan

memberikan kesejahteraan yang lebih manakala di dukung oleh masuknya industry

Page 26: Sektoral Perekonomian Indonesia

berbasis pertanian yang menyentuh wilayah pedesaan. Salah satu alternative

kebijakan sektoral adalah mendorong pembangunan industrialisasi pedesaan.

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2000. Laporan Perekonomian Indonesia 2000. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

_____________. 1999. Sistem Neraca Sosial Ekonomi Tahun 1998. Biro Pusat

Statistik, Jakarta.

_____________. 1998. Statistik Indonesia 1998. Biro Pusat Statistik, Jakarta.

_____________. 1995. Sistem Neraca Sosial Ekonomi Tahun 1995. Biro Pusat

Statistik, Jakarta.