SEKOLAH TINGGI FILSAFAT - STFT...

11
Bank: 1.BCACabangMatraman (YAYLEMBAGAPTTEOLOGIJAKARTA), No.342 302 2635 2.Bank MANDIRICabang Cikini(LEMBAGAPERGURUANTINGGITEOLOGl),No.123 000 5625431 Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta untuk menjadi pembicara dalam kegiatan pembinaan Komisi Pengkajian Teologi GKI SW Jawa Tengah dengan tema "MeDeari Bentuk Revitalisasi Ibadah" yang diselenggarakan pada tanggal 18 Februari 2020 di Kantor Sinode Wilayah GKI SW [awa Barat. Demikian surat ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. Jabatan Ester Pudjo Widiasih, Ph.D. Dosen Tetap dan Formator Spiritual Ekumenis STFT Jakarta Nama Berdasarkan surat dari Komisi Pengkajian Teologi Gereja Kristen Indonesia Sinode Wilayah [awa Barat No. 21/KPT/XI/2019, maka Pemimpin Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta melalui surat ini menugaskan: SURATTUGAS No. : 181/Ketua/XI/2019 Hal : Penugasan Mewakili STFT Jakarta [alan Proklamasi 27 Jakarta 10320, Indonesia Tel. +62-21-3904237 Fax. +62-21-3906096 Email: [email protected] http://www.sttjakarta.ac.id/ SEKOLAH TINGGI FILSAFAT THEOLOGI JAKARTA (SEKOLAH TINGG I TEOLOG 1 JAKARTA) JAKARTA

Transcript of SEKOLAH TINGGI FILSAFAT - STFT...

Page 1: SEKOLAH TINGGI FILSAFAT - STFT Jakartarepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/02/18  · Berdasarkan surat dari Komisi Pengkajian Teologi Gereja Kristen Indonesia

Bank: 1.BCACabang Matraman (YAYLEMBAGAPTTEOLOGIJAKARTA),No. 342 302 26352. Bank MANDIRICabang Cikini (LEMBAGAPERGURUANTINGGITEOLOGl),No. 123 000 5625431

Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta

untuk menjadi pembicara dalam kegiatan pembinaan Komisi Pengkajian Teologi GKI SW

Jawa Tengah dengan tema "MeDeari Bentuk Revitalisasi Ibadah" yang diselenggarakan

pada tanggal 18 Februari 2020 di Kantor Sinode Wilayah GKI SW [awa Barat. Demikian

surat ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Jabatan

Ester Pudjo Widiasih, Ph.D.

Dosen Tetap dan Formator Spiritual Ekumenis STFT Jakarta

Nama

Berdasarkan surat dari Komisi Pengkajian Teologi Gereja Kristen Indonesia Sinode

Wilayah [awa Barat No. 21/KPT/XI/2019, maka Pemimpin Sekolah Tinggi Filsafat Theologi

Jakarta melalui surat ini menugaskan:

SURATTUGAS

No. : 181/Ketua/XI/2019

Hal : Penugasan Mewakili STFT Jakarta

[alan Proklamasi 27Jakarta 10320, IndonesiaTel. +62-21-3904237Fax. +62-21-3906096Email: [email protected]://www.sttjakarta.ac.id/

SEKOLAH TINGGI FILSAFATTHEOLOGI JAKARTA(SEKOLAH TINGG I TEOLOG 1 JAKARTA)JAKARTA

Page 2: SEKOLAH TINGGI FILSAFAT - STFT Jakartarepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/02/18  · Berdasarkan surat dari Komisi Pengkajian Teologi Gereja Kristen Indonesia

Tembusan : - Pdt. Ester Pudjo

Demikianlah surat ini kami sampaikan. Kami mengucapkan terima kasih atas dukungan danperhatiannya. Tuhan Yesusmemberkati pelayanan kita bersama.

Bentu acara : Diskusi Panel

Tempat : Kantor Sinode Wilayah GKI SW Jawa Barat

Waktu : Pk. 09.00-13.00 WIB

Tanggal : Selasa, 18 Februari 2020

Adapun tanggal, waktu, tempat pelaksanaan serta bentuk acaranya adalah sebagai berikut:

Bersama dengan surat ini, kami menginformasikan bahwa Pdt. Ester Pudjo akan memimpinpembinaan yang diselenggarakan oleh Komisi Pengkajian Teologi GKISWJawa Barat.

Salamdalam kasih Kristus,

KepadaYth,STFTJAKARTAJI. Proklamasi no. 27JAKARTA PUSAT

Lamp. 1Perihal: DISKUSI PANEL

JI. Tanjung Duren Raya No.4, Blok E Lt. IV Jakarta 11470, P.O. Box 2705, Telp. 5666961, 5688635, 5688636 Fax. (021) 5666957

Hormat Kami,

KOMI&I PENGKL\JIl\N TEOLOGIGEREJA KRI&TEN INDONE&IA &W JAWA BARAT

Jakarta, 05 November 2019: 21/KPT /XI/2019No

Page 3: SEKOLAH TINGGI FILSAFAT - STFT Jakartarepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/02/18  · Berdasarkan surat dari Komisi Pengkajian Teologi Gereja Kristen Indonesia

Ruang kre tas dalam revitalisasi ibadah. Dengan berkaea daripengalaman mengelola ibadah di GKI Gejayan, pergumulan,tantangan serta kekuatan dan kelemahannya. Dalam hal ini,pembieara juga diharapkan dapat melihat dan mengubungkannyadengan hasil hasil penelitian Jemaat dalam lingkup GKI SW JawaBarat tentang peribadatan dan pentingnya revitalisasi ibadah

Musik Gereja dan Revitalisasi Ibadah yang coeok bagi jernaat­jemaat dalam lingkup GKI SW Jawa Barat. Dalam hal ini, pembiearajuga diharapkan dapat melihat dan mengubungkannya denganhasil hasil penelitian Jemaat dalam lingkup GKI SW Jawa Barattentang peribadatan dan pentingnya revitalisasi ibadah

Teori Liturgika tentang Revitalisasi Ibadah. Dalam hal ini,pembieara juga diharapkan dapat melihat dan mengubungkannyadengan hasil hasil penelitian Jemaat dalam lingkup GKI SW JawaBarat tentang peribadatan dan pentingnya revitalisasi ibadah

Membahas gambaran urnum hasil penelitian Jemaat dalam lingkupGKI SW Jawa Barat tentang peribadatan dan pentingnya revitalisasiibadah

..

4. Pdt. Paulus Lie

Pdt. Juswantori lehwan3.

2.

1. Pdt. Stephen Suleeman

Sub TemaNo Pembicara

Tema : Meneari Bentuk Revitalisasi Ibadah: Berangkat dari Hasil Penelitian Jemaat dalam lingkup

GKI SW Jawa Barat.

LAMPIRAN

Page 4: SEKOLAH TINGGI FILSAFAT - STFT Jakartarepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/02/18  · Berdasarkan surat dari Komisi Pengkajian Teologi Gereja Kristen Indonesia

IBADAH YANG MENGGAIRAHKAN (KAUM MUDA):

Beberapa Catatan bagi Revitalisasi Ibadah di Gereja-gereja Kristen Indonesia

[Disampaikan dalam Diskusi Panel Komisi Pengkajian Teologi GKI SW Jawa Barat di Jakarta pada

tanggal 18 Februari 2020]

Ester Pudjo Widiasih, Ph. D.

Dalam sejarah gereja, kita dapat selalu temukan upaya untuk membarui atau mereformasi

atau merevitalisasi ibadah jemaat, khususnya pertemuan ibadah komunal yang dilaksanakan pada

hari Minggu. Pada abad pertama Kekristenan, jemaat kristiani menyatakan diri berbeda dengan

jemaat Yahudi yang tidak percaya kepada Yesus sebagai Mesias dengan berkumpul pada hari

Minggu untuk memperingati kebangkitan Yesus Kristus dengan mendengarkan pengajaran para

rasul (kemungkinan besar melalui surat-surat mereka), makan bersama dan berdoa (bnd. Kis.

2:42). Pada abad-abad selanjutnya, ciri khas ibadah Kristen semakin terbentuk dengan doa,

nyanyian dan hari raya yang mengungkapkan iman kristiani, khususnya iman kepada Yesus

Kristus, serta ritual baptisan dan perjamuan yang mengungkapkan penyelamatan Allah melalui

benda dan aksi simbolis. Ritual Yahudi yang dulu juga merupakan ritual utama para murid Yesus

telah “dibarui” menurut iman kristiani mereka. Setelah agama Kristen menjadi agama publik,

pembaruan ibadah terus berlanjut dengan memeluk unsur-unsur ritual Yunani-Romawi, bahkan

upacara dan protokol kekaisaran pun diikuti.

Kontekstualisasi ibadah bukan hanya isu yang dihadapi oleh gereja pada masa kini,

melainkan juga saat abad-abad pertengahan. Gaya misa Romawi yang “kering”, misalnya, menjadi

diperhangat ketika dilakukan di gereja-gereja di Prancis pada waktu itu. Para reformator pun

memberi bentuk ibadah mereka dengan memakai unsur-unsur budaya setempat. Ibadah dilakukan

dalam bahasa lokal dan nyanyian jemaat digubah sesuai dengan nyanyian kontemporer pada

zaman Martin Luther dan Yohanes Calvin merupakan upaya pembaruan ibadah yang kontekstual.

Upaya pembaruan ibadah terus dilakukan, termasuk pada abad ke-20 dengan munculnya

liturgical movement, yang memengaruhi gereja-gereja arus utama, juga Gereja Katolik Roma.

Dapat kita katakan, pergumulan untuk membarui atau merevitalisasi ibadah merupakan

hal yang lumrah terjadi di hampir semua gereja di segala abad dan tempat. Biasanya, pembaruan

ibadah yang mendasar dengan dampak perubahan yang sangat kentara selalu dibarengi dengan

upaya pembaruan cara begereja pada umumnya. Hal ini nampak, misalnya, pada zaman Reformasi

dan Konsili Vatikan II. Para reformator dengan berani memangkas misa, menghapuskan berbagai

ritual dan hari-hari raya, membuat umat bernyanyi kembali setelah sekian abad hanya

mendengarkan paduan suara bernyanyi, dan memberikan pengajaran serta berdoa dalam bahasa

lokal. Bukankah reformasi ibadah yang dilakukan oleh para reformator itu juga disertai oleh

pembaruan di berbagai bidang kehidupan berjemaat lainnya? Pembaruan ibadah di Gereja Katolik

setelah Konsili Vatikan II juga terjadi cukup menguncang, karena sekarang umat dapat berdoa

Page 5: SEKOLAH TINGGI FILSAFAT - STFT Jakartarepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/02/18  · Berdasarkan surat dari Komisi Pengkajian Teologi Gereja Kristen Indonesia

2

dalam bahasa ibu mereka masing-masing. Dampak hasil pembaruan setelah Konsili tersebut

adalah peran umat dalam kehidupan bergereja menjadi semakin beragam dan menguat. Gereja

bukan hanya milik kaum klerus.

Belajar dari sejarah pembaruan ibadah dan sehubungan dengan revitalisasi ibadah di GKI,

apakah GKI menginginkan juga revitalisasi ini merambah ke bagian kehidupan bergereja lainnya?

Dengan kata lain, apakah percakapan kita pada hari ini merupakan bagian dari upaya revitalisasi

kehidupan bergereja, terutama pelayanan kepada para kaum muda, secara menyeluruh? Atau,

percakapan ini akan berhenti sampai di sini saja? Sebab, menurut saya, ibadah tidak bisa dijadikan

kambing hitam semua permasalahan yang terjadi dalam gereja. Jangan-jangan, ibadah yang

dianggap tidak menarik atau tidak menggairahkan bagi kaum muda merupakan cerminan dari

kehidupan bergereja yang juga suam-suam kuku. Pelayanan lainnya tidak berkembang, sehingga

kaum muda merasa tidak bertumbuh dalam gereja. Selain itu, revitalisasi ibadah seharusnya juga

tidak hanya diperuntukkan bagi kaum muda, melainkan berlaku untuk seluruh peribadahan

gereja. Oleh karena itu, dalam judul catatan saya ini, saya menggunakan tanda kurung dalam

menyebut kaum muda.

Dalam hasil sensus yang diadakan oleh PPDI – Pokja Litbang GKI SW Jabar dan Pdt.

Stephen Suleeman, disebutkan bahwa di kalangan remaja dan pemuda GKI SW Jabar, ibadah

bukan menjadi hal utama yang membuat mereka menjadi anggota sebuah GKI. Mereka tetap setia

pada sebuah GKI karena mereka sudah lama menjadi anggota dan karena letak gedung gereja yang

berdekatan dengan tempat tinggal mereka. Hal penting lainnya yang membuat mereka betah

menjadi anggota adalah karena mereka memiliki banyak teman dan anggota gereja lainnya ramah.

Saya melihat, bagi kaum muda ini, gereja telah menjadi rumah bagi mereka. Meskipun di dalam

rumah itu ada kemungkinan mereka menjumpai hal-hal yang tidak membuat mereka selalu

senang, mereka tetap mau tinggal dalam rumah itu. Di lain pihak, frekuensi kehadiran para

responden dalam ibadah Minggu masih cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa ibadah Minggu

tetap menjadi kegiatan gereja yang cukup penting. Dengan kata lain, ibadah Minggu masih

memiliki kemungkinan menjadi daya tarik bagi kaum muda untuk tetap kembali dan tetap tinggal

di gereja (rumah) mereka. Kenyataan inilah yang mungkin menjadi pendorong bagi

diselenggarakannya diskusi panel ini.

Ada beberapa catatan kecil yang hendak saya bagikan pada kesempatan kali ini, yang

mungkin dapat menolong GKI mendapatkan cara merevitalisasi ibadah (bagi kaum muda) dan

merevitalisasi kehidupan bergereja pada umumnya. Sekali lagi, catatan ini tidak dimaksudkan

untuk merevitalisasi ibadah bagi remaja dan pemuda saja, tetapi juga dapat diberlakukan bagi

kehidupan peribadahan seluruh jemaat. Saya memilih menggunakan istilah ibadah yang

menggairahkan sebagai indikasi ibadah yang dapat memberikan pengalaman perjumpaan yang

penuh gairah (passion) antara Allah dengan umat-Nya, umat dengan umat, dan umat dengan

“dunia,” yang menginspirasi kehidupan sehari-hari.

Page 6: SEKOLAH TINGGI FILSAFAT - STFT Jakartarepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/02/18  · Berdasarkan surat dari Komisi Pengkajian Teologi Gereja Kristen Indonesia

3

1. Ibadah yang menggairahkan merupakan perwujudan relasi.

Constance Cherry, seorang ahli liturgi, menggunakan metafor ibadah sebagai dialog tiga arah. Ia

mengatakan: “God is relational, and worship is relational at its core. Seeing worship as a

conversation—God to us, us to God, and us with others—helps us understand God as relational.”1

Saya ingin menambah satu relasi lagi yaitu relasi umat kristiani dengan “dunia.” Relasi tiga arah

yang saya maksudkan adalah Allah dengan umat, umat dengan umat dan umat dengan “dunia.”

Konfesi GKI berdasarkan pada pemahaman Allah Trinitas sebagai Allah yang berelasi dan relasi

antar personal Allah Trinitas ini menjadi model dari relasi antar anggota jemaat dan umat dengan

sesamanya serta ciptaan Allah lainnya. Bagaimanakah kita mewujudkan relasi antara Allah dengan

umat-Nya, umat dengan umat di dalam sebuah persekutuan, dan umat dengan “dunia” di dalam

doa, nyanyian, khotbah, dan ungkapan simbolis? Apakah ibadah di gereja kita telah menjadi

sebuah moment perjumpaan tiga arah tersebut? Apakah ibadah kita menolong umat untuk

bertumbuh dalam relasi mereka secara pribadi dengan Allah, memperkuat relasi mereka dengan

warga jemaat dan umat Kristen lainnya, serta menginspirasi mereka untuk membangun relasi

dengan sang liyan, bahkan dengan bumi dan segala isinya.

2. Ibadah yang menggairahkan bersumber dari kekayaan Kitab Suci dan mengarahkan umat

untuk semakin mendalami perjumpaan dengan Sang Sabda dan Injil-Nya.

Menurut hasil survey, banyak responden yang mengaku jarang membaca Alkitab dalam kehidupan

mereka sehari-hari. Melalui ibadah Minggu, paling tidak dalam seminggu, kaum muda dapat

berjumpa dengan Allah yang bersabda melalui Alkitab. Penggunaan system bacaan Alkitab

menurut the Revised Common Lectionary dapat menjadi salah satu cara perjumpaan dengan

Alkitab dalam ibadah. Pelaksanaan kalender liturgi secara lengkap pun dapat menolong umat

untuk lebih menghayati isi pesan Alkitab sehubungan dengan hari raya yang diperingati, dan lebih

jauh lagi, umat dimungkinkan untuk mengikuti peristiwa-peristiwa yang dialami Tuhan Yesus

sebagaimana diwartakan dalam Alkitab. Pertanyaan lebih lanjut, bagaimanakah ibadah menolong

umat untuk mengalami perjumpaan dengan Kitab Suci tidak hanya melalui bagian “pelayanan

firman” tetapi juga melalui teks-teks liturgis dan lirik nyanyian, bahkan simbol visual? Apakah ada

upaya untuk mendorong umat yang beribadah pada hari Minggu untuk bergairah mempelajari

Alkitab setiap hari, misalnya, dengan memberi PR, memprovokasi keingin-tahuan dengan

penafsiran baru (bnd. usulan pembuat survey untuk mengadakan “membaca Alkitab dengan mata

baru.”)

1 Lihat https://worship.calvin.edu/resources/resource-library/constance-cherry-on-competing-metaphors-for-worship/

Page 7: SEKOLAH TINGGI FILSAFAT - STFT Jakartarepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/02/18  · Berdasarkan surat dari Komisi Pengkajian Teologi Gereja Kristen Indonesia

4

3. Ibadah yang menggairahkan menolong umat untuk berpartisipasi dalam ibadah secara

penuh, sadar, dan aktif.

“Full, conscious, and active participation” merupakan motto dari pembaruan ibadah di Gereja

Katolik. Dalam ibadah, diupayakan umat tidak hanya menjadi penonton saja, tetapi terlibat dalam

setiap moment ibadah secara aktif dan penuh. Ia juga menyadari apa yang terjadi saat itu.

Partisipasi yang penuh, sadar, dan aktif tidak bermaksud untuk menjadikan ibadah bersifat

kognitif saja. Sebaliknya, motto ini hendak menolong umat untuk beribadah dengan seluruh

keberadaannya. Bagaimanakah dengan ibadah umum dan ibadah khusus kaum muda di gereja

kita, apakah sudah mendorong umat untuk berpartisipasi secara penuh, sadar, dan aktif?

4. Ibadah yang menggairahkan muncul dari partisipasi umat yang penuh, sadar, dan aktif.

Motto pembaruan liturgi lainnya adalah ibadah sebagai sumber dan puncak dari kehidupan

bergereja. Hal ini mengandaikan pembaruan kehidupan bergereja yang menyeluruh. Apabila

warga jemaat tidak merasa memiliki relasi yang baik dengan gereja, maka mereka tentu saja secara

sadar tidak akan sepenuhnya aktif dalam peribadahan. Dengan kata lain, ibadah akan gagal

menjadi puncak dari kegiatan bergereja. Di lain pihak, apabila tidak ada partisipasi akitf, sadar dan

penuh dalam ibadah, maka ibadah akan menjadi aksi ritual yang tidak menggairahkan. Akibatnya,

ibadah dapat saja tidak akan menjadi sumber inspirasi relasi yang menghidupkan. Para

remaja/pemuda pun diharapkan secara aktif terlibat dalam perancangan ibadah, selain menjadi

petugas (pelayan) dan pelaku ibadah, supaya ibadah dapat mengekspresikan penghayatan dan

kebutuhan spiritual mereka.

5. Ibadah yang menggairahkan merupakan pengalaman perjumpaan dan berelasi yang

menubuh.2

Ibadah adalah sebuah ritual. Sebagai aksi ritual, tubuh menjadi situs dan media dalam

mewujudkan perjumpaan relasional tiga dimensi tersebut di atas. Apakah ibadah kita telah

menjadi sebuah pengalaman yang menubuh (embodied experience)? Artinya, semua unsur ibadah

secara strategis diarahkan supaya umat secara ragawi mengalami perjumpaan relasional umat

dengan Allah, dengan sesama umat sebagai sebuah persekutuan, dan dengan dunia sekitar melalui

cara verbal dan non-verbal. Ibadah menjadi aksi ritual yang menyalurkan dan membentuk makna.

Dengan demikian, para perancang ibadah perlu mengupayakan setiap hal yang dilakukan dalam

ibadah menjadi sebuah happening. Dalam survey dikatakan bahwa tidak banyak kaum muda

memilih “ibadah yang tidak membosankan” dan “liturgi yang menarik” sebagai alasan mereka

2 Lihat makalah saya pada pembukaan Viveka 6 “Liturgi: Sebuah Ritual yang Stagnan?”.

Page 8: SEKOLAH TINGGI FILSAFAT - STFT Jakartarepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/02/18  · Berdasarkan surat dari Komisi Pengkajian Teologi Gereja Kristen Indonesia

5

tetap menjadi anggota gereja. Apakah itu berarti ibadah gereja mereka membosan dan tidak

menarik karena tidak mengalami perjumpaan yang menubuh itu?

6. Ibadah yang menggairahkan melibatkan keseluruhan (atau paling tidak sebagian besar)

indera manusia.

Sebagai sebuah ritual, ibadah akan menggairahkan apabila menstimulasi sebagian besar dari

indera kita. Seringkali dalam ibadah di gereja-gereja Protestan, indera telinga dan mulut lebih

sering digunakan. Pemakaian media visual dan simbol kasat mata dapat menolong umat

mengalami perjumpaan tersebut. Perjamuan Kudus dan aksi simbolis pengecapan lainnya

memungkinkan umat menggunakan indera pengecapannya. Selain itu, aksi ritual yang melibatkan

gerakan tubuh dapat menjadikan ibadah lebih ekspresif dan experiential. Namun, melibatkan

indera tidak berarti ibadah harus terkesan sibuk. Ibadah kontemplatif atau yang melibatkan saat

hening yang cukup panjang juga dapat menolong umat untuk mengalami perjumpaan dengan

Allah. Ibadah sebagai ritual juga mengganggap ibadah sebagai sebuah drama yang dipersiapkan

dan dilakukan dengan kreatif.

7. Ibadah yang menggairahkan tidak hanya berpusat pada pelayanan sabda, tetapi juga

sakramen.

Sejak gereja perdana, pelayan firman dan sakramen mencirikan ibadah Kristen. Salah satu hal

yang dipromosikan oleh kelompok liturgical movement adalah kesatuan pelayanan sabda dan

pelayanan meja. Tidak sedikit gereja-gereja Protestan yang dipengaruhi oleh gerakan tersebut

merayakan perjamuan kudus setiap minggu atau paling tidak sebulan sekali. Pembaptisan juga

diupayakan menjadi sebuah peristiwa yang memorable dan experiential. Makna tindakan simbolis

ini juga mendasari ibadah Minggu dan dengan sengaja dihadirkan melalui ritus pembaruan janji

baptisan dalam hari-hari raya tertentu.

8. Ibadah yang menggairahkan menjadi situs pelaksanaan misi penyelamatan Allah dan

menginspirasi umat untuk menjadi kawan sekerja Allah.

Bagian pengutusan merupakan ajakan untuk menjadi kawan sekerja Allah turut terlibat dalam

menjalankan misi-Nya bagi dunia ini. Sayangnya, kita sering melupakan bahwa umat seharusnya

juga dapat merasakan dan mengalami pelaksanaan misi Allah di dalam ibadah. Apa bentuk misi

Allah yang perlu dihadirkan bagi para remaja/pemuda dalam ibadah di gerea kita? Dalam survey,

didapatkan data bahwa banyak kaum muda GKI telah merasakan hospitalitas di gereja. Jika misi

Allah yang diyakini oleh GKI adalah merangkul semua orang, maka ibadah telah mewujudkan misi

ini. Adakah misi Allah lainnya yang perlu dialami oleh kaum muda GKI?

9. Ibadah yang menggairahkan memperhatikan lokalitas dan ekumenitas.

Page 9: SEKOLAH TINGGI FILSAFAT - STFT Jakartarepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/02/18  · Berdasarkan surat dari Komisi Pengkajian Teologi Gereja Kristen Indonesia

6

Dalam survey, para responden menggarisbawahi pentingnya nyanyian jemaat kontemporer yang

dihadirkan dalam ibadah Minggu. Hal ini menunjukkan kesadaran mereka akan pentingnya

kontekstualisasi dalam ibadah. Ibadah harus relevan. Namun, apa saja bentuk kontekstualisasi

ibadah itu? Apakah hanya jenis musik kontemporer yang hanya mereka ingin untuk dinyanyikan

ataukah juga semua jenis musik yang membangun repertoire nyanyian jemat? Misalnya, dalam

hasil survey dikatakan angklung dan musik tradisional Indonesia tidak terlalu menarik bagi

mereka. Lokalitas atau konteks Indonesia juga termasuk menghargai budaya tradisionl Indonesia.

Kesadaran akan relevansi dan lokalitas ibadah perlu dibarengi dengan keyakinan bahwa sebagai

anggota jemaat yang hidup saat ini, kita disatukan di dalam Kristus dengan jemaat di segala abad

dan tempat. Sisi ekumenitas ini dapat diwujudkan melalui penghargaan pada tradisi liturgis

berbagai gereja dari segala abad dan tempat. Ketegangan antara lokalitas dan ekumenitas dalam

ibadah harus selalu dijaga, sehingga ibadah kita kontekstual dan ekumenis sekaligus.

10. Ibadah yang menggairahkan dapat terjadi bila ada pengajaran tentang ibadah.

Salah satu hasil survey mengatakan bahwa kaum muda tidak memahami makna saat teduh

sebelum/setelah ibadah. Hal ini menunjukkan pentingnya upaya pengajaran mengenai ibadah bagi

generasi muda. Learning by doing memang sangat penting. Namun, mereka pun perlu diajarkan

makna dari setiap unsur ibadah sebagi upaya menolong mereka untuk secara penuh, sadar dan

aktif menjadi pelaku ibadah.

Bagi saya, revitalisasi ibadah tidak cukup hanya memikirkan gaya peribadahan dan gaya

musik yang dipakai dalam ibadah. Revitalisasi/pembaruan ibadah melibatkan upaya yang

menyeluruh untuk menjadikan ibadah menggairahkan. Hal ini juga perlu disertai dengan

revitalisasi kehidupan bergereja.

Semoga catatan ini membantu!

Daftar Acuan:

Cherry, Constance. “On Competing Metaphors for Worship.”https://worship.calvin.edu/resources/resource-library/constance-cherry-on-competing-metaphors-for-worship/

PPDI – Pokja Litbang GKI SW Jabar dan Stephen Suleeman. “Potret Pemuda GKI SWJabar: Pergumulan dan Harapannya (sebuah makalah hasil survey Pokja Litbang GKI SW Jabardan Stephn Suleeman)” Jakarta, 2016.

Widiasih, Ester Pudjo. “Liturgi: Ritual yang Stagnant?” (Makalah Seri Viveka VI), Jakarta,2019.

Page 10: SEKOLAH TINGGI FILSAFAT - STFT Jakartarepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/02/18  · Berdasarkan surat dari Komisi Pengkajian Teologi Gereja Kristen Indonesia

7

Page 11: SEKOLAH TINGGI FILSAFAT - STFT Jakartarepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/02/18  · Berdasarkan surat dari Komisi Pengkajian Teologi Gereja Kristen Indonesia

Laporan Kegiatan sebagai Pembicara pada Diskusi Panel Komisi PengkajianTeologi GKI SW Jawa Barat

1. Setelah mengadakan survey mengenai pelayanan bagi kaum muda yang selesai padatahun 2016, Komisi Panel Pengkajian Teologi GKI Sinode Wilayah Jawa Baratmengadakan suatu diskusi panel yang khususnya membahas tentang ibadah di kalanganorang muda.

2. Saya diundang menjadi salah satu panelis dan mempresentasikan beberapa usulanmenjawab hasil survey Komisi Pengkajian tersebut. Judul presentasi saya adalah “Ibadahyang Menggairahkan (Kaum Muda).” Saya menyampaikan 10 catatan yang berdasarkanpembahasan bidang keilmuan Liturgika dan Ritual, sebagai usulan untuk revitalisasiibadah kaum muda.

3. Peserta panel diskusi tersebut terdiri dari 70 orang dari berbagai tingkatan usia, yangkebanyakan merupakan pekerja gereja.

4. Kegiatan ini diselenggarakan di Kantor Sinode GKI Wilayah Jawa Barat di daerah TanjugDuren, Jakarta Barat, pada tanggal 18 Februari 2020.

5. Terlampir adalah sertifikat dan makalah ceramah.

Jakarta, 25 Februari 2020

Ester Pudjo Widiasih, Ph. D.