APOKALIPTIK - STFT) Jakarta · 2020-02-06 · bencana kosmis (transformasi dunia secara radikal)...

11

Transcript of APOKALIPTIK - STFT) Jakarta · 2020-02-06 · bencana kosmis (transformasi dunia secara radikal)...

Page 1: APOKALIPTIK - STFT) Jakarta · 2020-02-06 · bencana kosmis (transformasi dunia secara radikal) dalam waktu yang sangat dekat. ... tentang perkara-perkara akhir zaman (Yun.eschaton
Page 2: APOKALIPTIK - STFT) Jakarta · 2020-02-06 · bencana kosmis (transformasi dunia secara radikal) dalam waktu yang sangat dekat. ... tentang perkara-perkara akhir zaman (Yun.eschaton

APOKALIPTIK

Kumpulan Karangan Simposium

Ikatan Sarjana Biblika Indonesia 2006

Suplemen Forum BiblikazyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

Y.M. Seto Marsunu (Editor)

LEMBAGA ALKITAB INDONESIA

JAKARTA 2007

Page 3: APOKALIPTIK - STFT) Jakarta · 2020-02-06 · bencana kosmis (transformasi dunia secara radikal) dalam waktu yang sangat dekat. ... tentang perkara-perkara akhir zaman (Yun.eschaton

Katalag dalam terbitan (KDT)zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

Y.M. Seto Marsunu (ed.)

- Apokaliptik: Kumpulan Karangan Simposium Ikatan Sarjana Biblika

Indonesia 2006. Suplemen Forum Biblika / oleh Yonky Karman,

E. Gerrit Singgih ... [et.al.]; editor, YM. Seto Marsunu. - Cet, 1 - Jakarta:

Lembaga Alkitab Indonesia, 2007.

viii, 150 hlrn.: 15 x 22 em. Indeks

ISBNutsonmlkjihgdaYWUKJIECBA(13) 978-979-463-942-9

ISBN (10) 979-463-942-7

IBS 70;INDO;760P;2M-2007;HVS 70

1. Alkitab

II. YM. Seto Marsunu

I. Yonky Karman

220.046

Dilarang menggandakan tulisan ini dengan eara apa pun dan untuk keper-

luan apa pun, dalam bentuk eetak maupun elektronik, tanpa izin tertulis dari

Lembaga Alkitab Indonesia.

APOKALIPTIK

Lembaga Alkitab Indonesia

Anggota IKAPI No. 067/OKI/97

JI. Salemba Raya 12, Jakarta 10430

Tel. (021) 3142890, Fax. (021) 3101061

E-mail: info@alkitab or.id htlp://www.alkitab.or.id

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

Desain Sampul: Maryudha

Ta ta Letak: Maryudha

Korektor: Dorothea S. Maringka

Dieetak oleh

Pereetakan Lembaga Alkitab Indonesia

IIutsrponmlkjihgedbaYWUTSRPONMLKJIHGFEDCBA

DAFTAR lSI

Sekapur Sirih ··········· vi

Daftar Singkatan vii

Penulis viii

Bab 1SASTRA APOKALIPTIK 1

Y.M. Seta Marsunu1. Latar Belakang 1

1. Iman dalam diam dan iman dalam perjuangan 2

2. Daniel dan Makabe 2

2. Jenis Sastra 3

1. Penyataan Allah dalam bahasa lambang .4

2. Bahasa rakyat 4

3. Apokaliptisisme Masa Kini 5

1. Bukan ramalan 5

2. Iman apokaliptik 5

4. Penutup 6

Bab 2

BEBERAPA PENDEKATAN ASAL-USUL APOKALIPTISME

PERJANJIAN lAMA 7

Yanky Karman

1. Pendekatan Genre Sastra 7

2. Pendekatan Genetis 10

1. Tradisi kenabian 10

2. Tradisi hikmat 12

3. Mite-mite agama lain 14

4. Tradisi keagamaan masyarakat bawah 15

3. Penutup 17

Bab3

DARI "GODZILLA" KE "BANDOT"; FUNGSI PENGLIHATAN

MEN GENAl BINATANG-BINATANGBA 01 DANIEL 7-8 DALAM

~AGIAN KEDUA KITAB DANIEL 20

mmanuel Gerrit Singgih

;. ~en~ahuluan 20

3' 't an.s Besar t-:Jarasi Daniel 7-12 : 21

. afsiran Daniel pasal 7:1-28, Penghhatan mengenai Kembalinya

4 ~aos, Kehaneuran Khaos dan Kege1isahan Daniel 27

. asa18:1-27, Penglihatan mengenai Kerajaan-kerajaan Media-PersiafVTOJCB

5. ~:u~;~~.~~~..~~.~~~.~~~.~.~.~~.~~~~!~~.~~.~.:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::~~iii

Page 4: APOKALIPTIK - STFT) Jakarta · 2020-02-06 · bencana kosmis (transformasi dunia secara radikal) dalam waktu yang sangat dekat. ... tentang perkara-perkara akhir zaman (Yun.eschaton

Bab4KONTEKS HISTORIS TEOLOGIS SASTRA BAIT SUCIzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBAKEDUA .45yxwvutsrponmlkjihgfedcbaYWTSRPOMLKJIHGFEDCBA

Berthold Anton Pare ira, a. Carm.utsonmlkjihgdaYWUKJIECBA

;: ~:~:~~~~~~i;::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::!;3. Bahasa-bahasa 48

4. Sumber-sumber 48

5. Sastra: Tema dan Fungsi 50

6. Periode Yunani-Romawi (322 -70 M) 52

7. Allah, Dunia, dan Urnat Allah 53

8. Kelompok, Aliran, dan Kecenderungan 55

Bab5KITAB WAHYU SEBAGAI NARASI 57

Martin Harun, aFM1. Pendekatan Naratif terhadap Kitab Wahyu 57

1.1. Cerita gulungan kitab yang dibuka Anak Domba (Garrow) 58

1.2. Tiga cerita berdampingan (David Barr) 60

1.2.1. Bentuk cerita apokaliptis 60

1.2.2. Alur cerita (plot) 61

1.2.3. Tokoh-tokoh 63

1.2.4. Setting: Waktu dan tempat.. 64

2. Cerita Surat-Surat (1:1 - 3:22) 65

2.1. Satu bingkai untuk ketiga cerita 65

2.2. Penampakan Yesus yang mendiktekan tujuh surat... 66

2.2.1. Sudut pandang 66

2.2.2. Alur cerita 67

2.2.3. Penokohan 68

3. Cerita Ibadat Surgawi 69

3.1. Apa yang Diceritakan? 70

3.2. Bagaimana Diceritakan? 70

3.2.1. Latar 70

3.2.2. Penokohan 71

3.2.3. Alur cerita 73

3.3. Waktu Cerita 75

4. Cerita Perang dan Kemenangan 75

4.1. Apa yang Diceritakan? 76

4.2. Bagaimana Diceritakan? 77

4.2.1. Jenis sastra 77

4.2.2. Penokohan 77

4.2.3. Latar 82

4.2.4. Alur cerita 84

5. Penutup 85

iv

Bab 6KITAB WAHYU: SEBUAH KAJIAN SOSIAL. 88

Tertius Yunias Lantigimo

1. Pendahuluan 88

2. Latar Belakang Kondisi Sosial Asia Kecil.. 89

2.1.Konflik dengan Umat Yahudi 89

2.2. Konflik dengan Paganisme 90

2.2.1. Penyembahan berhala 90

2.2.2. Penyembahan kaisar ("the Imperial Cult") 93

2.2.3 Dampak penyembahan kaisar pada kondisi sosial 96

3. Dampak pada Komunitas Kristen 98

4. Reaksi Yohanes 99

5. Kesimpulan 101

Bab7

APOKALIPTIK KONTEMPORER 110

Christian Gossweiler

1. Pendahuluan 110

1.1. Penegasan istilah 110

1.1.1. Apokaliptik 110

1.1.2. Eskatologi 111

1.1.3. Khiliasme, Milenialisme/Milenarianisme,

Postmilenialisme, Pramilenialisme 112

1.2. Perumusan masalah 113

2. Sekilas Apokaliptik dalam Sejarah Teologi Kristiani 114

3. Apokaliptik Pasca-PD II 119

3.1. Apokaliptik sekuler 119

3.2. Apokaliptik dan Eskatologi dalam Teologi Protestan 121

3.3. Apokaliptik Pentakosta, Kharismatik, dan Evangelikal 124

3.4. Tradisi apokaliptik di Tanah Jawa 126

3.4.1. Akhir Zaman Orde Baru sebagai "Zaman Edan" 126

3.4.2. Dari Ratu Adil ke Satria Piningit... 128

3.4.3. Pengharapan Ratu Adil dan Satrio Piningit

Pasca-Soeharto 129

3.4.4. Tradisi "Ratu Adil" sebagai titik berangkat

Kristologi Jawa 132

4. Kesimpulan Umum: Beberapa Catatan bagi Teologi Apokaliptik

yang Relevan untuk Konteks Indonesia 135

Lampiran 138

Indeks 143

v

Page 5: APOKALIPTIK - STFT) Jakarta · 2020-02-06 · bencana kosmis (transformasi dunia secara radikal) dalam waktu yang sangat dekat. ... tentang perkara-perkara akhir zaman (Yun.eschaton

APOKALIPTIK

apokaliptik akan memberikan penjelasan yang dapat ctipertanggungjawabkan

tidak ~embawa kesesatan. Keyakinan akan keterlibatan Allah dalam pengala ~

manusia yang sedang mengalami penderitaan bertahan sepanjang zaman. Seba aimllIartutsonmlkjihgdaYWUKJIECBA

aJn k ki .. I di . . g anaaw ya, eya man 1IU muncu i antara jemaat-jemaat yang merasa diri tertin

M k tk diri b . . dasere a menempa an ~n se agar jernaat yang sedang dianiaya dan menempa~

para perundasnya sebagar musuh yang akan dihancurkan oleh Tuhan. Dalam hal: .

kitab-kitab apokaliptik dibaca dan ctitafsirkan ulang sesuai dengan situasi nyata Illi,

sedang dihadapi. Untuk dapat memahami nilai-nilai yang terkandung dalam ~ang

kitab apokaliptik, orang perlu memahami situasi yang melatarbelakangi terben~b-

~tab-kitab a~kaliptik. Melalui pendekatan ini, orang akan memahami bagaimana te~

itu berfungsi dalam komunitasnya,yxwvutsrponmlkjihgfedcbaYWTSRPOMLKJIHGFEDCBAsocial setting, dan budaya zamannya.

Dari pengalaman orang beriman yang tertindas, sebagaimana terungkap dal

~tab-kitab apokaliptik, orang beriman di zaman sekarang dapat belajar bahwa Alia;tidak pemah membiarkan kejahatan menguasai manusia. Allah berkuasa atas se ala

yang terjadi di duma ini, walaupun pengalaman penderitaan dapat membuat oran

~dak m~pu mylihat keku~saan Allah. Allah adalah Allah yang adil dan bertanggun:

jawab. Ia tidak akan rnembiarkan orang yang beriman pada-Nya ctitindas, tetapi akan

memberikan kehidupan sejati bagi orang-orang yang menderita dan mati karena

percaya pada-Nya. Walaupun demikian, orang beriman perlu menempatkan imannya

dalam rangka kehidupan abadi. Kehidupan manusia tidak terbatas pada dunia

sehingga keadilanAllah pun tidak perlu dilihat dalam batas-batas duma.

4. Penutup

Ketidaktahuan akan konteks munculnya kitab-kitab apokaliptik dapat memicu

penyalahgunaan terhadapnya. Untuk menghindari hal ini dan untuk mendapatkan

pemahaman yang memadai mengenai kitab-kitab tersebut, diperlukan studi kritis

baik yang menyangkut konteks maupun yang menyangkut sastranya. Ada berbagai

macam penafsiran dan pendekatan yang dapat dipakai untuk memahami kitab-

kitab apokaliptik. Aneka ragam penafsiran dan pendekatan itu sangat bermanfaat

karena masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri.

Pemikiran inilah yang melatari pelaksanaan simposium ISBI (Ikatan Sarjana

B~blika Indonesia) 24-27 Juli 2006 di Cipanas dengan Sekolah Tinggi Teologi

Cipanas dan Fakultas Teologi Universitas Parahyangan sebagai penyelenggara.

Simposium ini menghadirkan 6 (enam) pembicara: Yonky Karman, B.A. Pareira,

O.Carm., E.G. Singgih, Martin Harun, OFM, Tertius Y. Lantigimo, dan Christian

Gossweiler. Keenam makalah tersebut membahas apokaliptik dari berbagai kitab,

termasuk apokaliptik masa kini dari masyarakat sekuler. Refleksi para akadernisi

yang sekarang dibukukan ini diharapkan dapat memberi arah pada semangat

yang terlalu berlebihan dalam menafsirkan kitab-kitab apokaliptik.

Y.M. Seto Marsunu

6BA

BAB2utsrponmlkjihgedbaYWUTSRPONMLKJIHGFEDCBA

BEBERAP A PENDEKA TAN ASAL-USUL

APOKALIPTISME PERJANJIAN LAMA

Yonky Karman

Apokaliptisme berperan penting pada tahap-tahap awal terbentuknya agama

Kristen. Diktum Kasernann bahwa "apocalyptic was the mother of all Christian

theology" bukanlah tanpa dasar (Kasernann, 1969: 40). Kemudian, apokaliptisme

ternyata hanya menerima perhatian sporadis, diabaikan, atau bahkan dihindari.

amun, ada pemimpin-pemimpin sekte Kristen yang menekankan kiamat

(doomsday religion) sehingga senang mengeksploitasi tema-tema apokaliptik.

Sejak abad ke-19, para ahli Biblika telah berdebat ten tang definisi dan karakteristik

utama apokaliptisme PL. Hingga kim, belum tercapai kesepakatan batas luar (bagian)

kitab yang dapat ctiberi label apqkaliptik, namun setidaknya telah ada konsensus untuk

Daniel 7-12 dan Kitab Wahyu (selain itu, 1 Henokh, 4 Ezra 3-14, dan 2 Barukh).

Tentang asal-usul apokaliptisme PL, biasanya berlaku dua pendekatan. Pendekatan

genre sastra dan pendekatan genetis. Pendekatan genre mengasalkan apokaliptisme

kepada genre sastra apokalips dalam Alkitab. Pendekatan gene tis menyangkut sumber

tradisi keagamaan yang menjadi awal pertumbuhan apokaliptisme PL.

1. Pendekatan Genre Sastra

~iasanya apokaliptisme PL diasalkan pada genre apokalips (Yun. apokalypsis

wahyu," "penyingkapan").1 Dalam Alkitab, kata apokalypsis pertama kali dipakai

d~lam Kitab Wahyu (1:1 "inilah wahyu Yesus Kristus"), sekaligus menjadi nama

krtab itu.

I Seb .agar contoh, Henk ten Napel( 1994: 35-6); William j. Dumbrell (1994: 131).

7

Page 6: APOKALIPTIK - STFT) Jakarta · 2020-02-06 · bencana kosmis (transformasi dunia secara radikal) dalam waktu yang sangat dekat. ... tentang perkara-perkara akhir zaman (Yun.eschaton

APOKALlPTIK

Secara historis maupun bentuk sastra, signifikansi Kitab Wahyu tak dapat

diabaikan (Hanson: 279).Secara historis, kitab itu amat mempengaruhi pemahaman

Barat tentang apokaliptisme. Kitab Wahyu mendemonstrasikan hampir semua

karakteristik penting sastra apokalips, kecualiyxwvutsrponmlkjihgfedcbaYWTSRPOMLKJIHGFEDCBApseudonimiias (pengarang apokalips

umumnya memakai nama samaran untuk menyembunyikan identitas dirinya).

Ketiga ayat pertama Kitab Wahyu memperlihatkan struktur naratif apokalips

secara singkat (1:1-3). Pertama, wahyu itu diterima manusia (Yohanes) dari Allah

lewat mediasi makhluk dari dunia lain (malaikat yang diutus Allah). Kedua,

narasi membingkai wahyu itu terkait penglihatan tentang apa yang harus segera

terjadi. Ketiga, sebagai Firman Allah, ada un sur dari wahyu itu yang merupakan

wejangan kenabian yang harus dituruti. Di luar ketiga ayat itu, Kitab Wahyu

secara keseluruhan menggambarkan karakteristik lain yang sering dijumpai

dalam apokalips, yaitu perasaan takjub sebagai respons penerima wahyu. Struktur

naratifnya kompleks, seperti; laporan rangkaian penglihatan yang diselang-

seling genre-g~nre lebih kecil, misalnya: Surat kiriman, doksologi, nyanyian

kemenangan, dan berkat. Dengan mengikuti sebuah panggilan dari surga (4:3

"naiklah kemari"), penerima wahyu mendapati diri berada di lingkungan takhta

surgawi. Sebuah contoh perjalanan ke surga yang juga sering ditemukan dalam

tulisan-tulisan apokaliptik, malah sering digambarkan dengan panjang lebar.

Apokalips sendiri dipakai untuk sebuah genre sastra Yahudi atau Kristiani

dari periode 200 sM-100 M, yang sarat dengan simbol-sirnbol apokaliptik dan

pengungkapan rahasia-rahasia ilahi, terutama mengenai tanda-tanda yang

mendahului akhir zaman yang sudah ditentukan sebelumnya. lsi sastra apokalips

menyingkapkan suatu realitas transenden, namun dalam konteks waktu (sejauh

membayangkan keselamatan eskatologis) dan ruang (sejauh melibatkan dunia

lain, dunia supernatural). Dari situ kemudian muncul terminologi apokaliptisme

yang menunjuk pada pengharapan apokaliptik, yaitu pengharapan datangnya

bencana kosmis (transformasi dunia secara radikal) dalam waktu yang sangat

dekat. Salah satu karakteristik penting apokaliptisme adalah kesadaran bahwa

duniautsonmlkjihgdaYWUKJIECBAini benar-benar buruk dan keyakinan bahwa peru bah an radikal akan terjadi

untuk memasuki dunia lain yang diimpikan. Pada saat itu Allah menghancurkan

semua kuasa jahat, orang mati dibangkitkan, dan semua orang diadili dalam

suatu pengadilan universal. Orang jahat dibangkitkan untuk dihukum, sedangkan

orang benar untuk hidup dalam Kerajaan Mesias. Sekaligus zaman ini berakhir

dan mulailah sebuah zaman baru (ten Napel, 1994:35-6). Demikianlah, apokalips

menunjuk pada genre sastra, apokaliptik pada perspektif yang tercermin dalam

genre itu, dan apokaliptisme pada ideologi sosial yang membuat genre sastra itu

memperoleh label apokalips.

Sebagai catatan, pendefinisian apokaliptisme dari pendekatan genre sastra

sangat dipengaruhi konsep eskatologi Kristiani. Eskatologi adalah sebuah

8

BEBERAPA PENDEKATAN ASAL-USUL ...

terminologi teologi Kristen yang mulai dipakai sejak abad ke-19, sebuah doktrin

tentang perkara-perkara akhir zaman (Yun. eschaton "akhir "), ten tang akhir zaman

ini, akhir dari waktu dan sejarah duma ini, sekaligus mulainya babak zaman barn,

zaman keselamatan abadi. Dengan demikian, dibedakan antara eskatologi individual

dan eskatologi umum. Eskatologi individual berbicara ten tang nasib akhir manusia

secara individual, yang tentangnya PL bicara sedikit sekali. Eskatologi umum yang

tentangnya PL banyak bicara adalah menyangkut nasib akhir Israel sebagai umat

pilihan (eskatologi nasional) atau nasib akhir seluruh dunia (eskatologi universal).

Sering kali eskatologi nasional disamakan dengan eskatologi universal.

Memang nubuat dalam PL bersifat eskatologis. Namun, eskatologi yang

dimaksud bukan daJam arti sempit sebagaimana dipahami dalam dogma Kristiani,

melainkan eskatologi dalam arti luas (E. [enni: 126). Donald E. Gowan (1986: 2)

menggarisbawahi bahwa eskatologi PL bicara tentang berakhimya dosa (Yer.33:8),

berakhirnya perang (Mi. 4:3), berakhirnya cacat fisik (Yes. 35:5-6a), berakhirnya

kelaparan (Yeh.36:30), berakhirnya perbuatan destruktif dan melukai (Yes.11:9a).

Kata eschaton ("akhir") dalam bahasa Ibrani adalah 'aharit. Dari sedikit ayat

Alkitab yang memakai kata 'aharit, hanya beberapa saja yang menunjuk pad a

masa yang akan datang secara eskatologis. Menurut Horst Seebass (mOT: 210-2),

keterangan waktu oe'ahari! hayyamim ("di kemudian hari") dalam PL tak harus

bersifat eskatologis, karena menunjuk pada waktu yang akan datang secara terbatas

(Kej.49:1;Bil. 24:14;VI. 4:30; 31:29; Yer.48:47,hilang dalam LXX;49:39). Termasuk

di sini be'ahari: hayyamim dalam Yeremia yang sempat diterjemahkan "pada hari-

hari yang terakhir" (Yer.23:20//30:24),namun dalam BIMK terjemahannya diubah

menjadi "di kemudian hari." Seebass menyebut enam ayat di mana masa yang

akan datang bersifat eskatologis dan karenanya be'ahari! hayyamim hanya berarti

"pada hari-hari yang terakhir" (Yes. 2:2//Mi. 4:1; Yeh. 38:16; Dan. 10:14), juga

dalam dua ayat lain (Hos. 3:5 "pada hari yang terkernudian": Dan. 2:28 "pad a

hari-ha-] yang akan datang," dalam bahasa Aram).

Demikianlah, pendekatan genre untuk mendekati asal-usul apokaliptisme

PL tampaknya mempersempit pemahaman yang sebenarnya. Menurut Paul D.

Hanson (1987:25-6),mengasalkan apokaliptisme dari apokalips tidak mengizinkan

masuk banyak teks yang memiliki cara memandang realitas secara apokaliptik

(apocalyptic view of reality). Horst Dietrich Preuss (1996: 279) melihat apokaliptisme

lebih luas dari apokalips; apokaliptisme tidak hanya menunjuk pada sebuah

g~nre sastra tentang akhir zaman tetapi juga sebuah gerakan intelektual dalam

seJarah yang tak terbatas hanya terjadi di Pales tina atau Israel.' Maka, pendekatan

genre sastra untuk menguak asal-usul apokaliptisme PL perlu diperluas denganpendekatan genetis.

2 Bnd. John J. CoUins (1998: 2).

9

Page 7: APOKALIPTIK - STFT) Jakarta · 2020-02-06 · bencana kosmis (transformasi dunia secara radikal) dalam waktu yang sangat dekat. ... tentang perkara-perkara akhir zaman (Yun.eschaton

APOKALIPTIK

2.utsrponmlkjihgedbaYWUTSRPONMLKJIHGFEDCBAPendekatan Genetis

Mengingat periode genre apokalips dibatasi antara 200 sM-I00 M, maka untuk

melacak asal-usul apokaliptisme PL secara fenomenologis perlu dicari konsep

keagamaan apa saja yang berpengaruh selama abad ke-3 sM sampai ke-2 sM.

SejauhutsonmlkjihgdaYWUKJIECBAini ada beberapa penjelasan tentang sumber apokaliptisme dalam PL, yakni

dari tradisi kenabian, tradisi hikmat, mite-mite agama lain, dan tradisi keagamaan

masyarakat bawah (Albertz, 1994: 563-97).

2.1. Tradisi kenabian

Umumnya para sarjana Alkitab mengasumsikan apokaliptisme sebagai

perkembangan nubuat. H. H. Rowley, misalnya, menegaskan, apokaliphsme

adalah perkembangan nubuat; jika dalam nubuat, penghukuman sudah dekat dan

zaman keemasan masih jauh, maka dalam apokaliptisme, zaman keemasan itu

juga sama dekatnya dengan penghukuman yang akan datang (Rowley, 1961: 180).

Isu penting dalam studi apokaliptisme PL adalah hubungan antara eskatologi dan

apokaliptisme (Oswalt, 1981: 289-301).

Mowinckel (2005: 125-54) membedakan antara pengharapan untuk mas a yang

akan datangyxwvutsrponmlkjihgfedcbaYWTSRPOMLKJIHGFEDCBA(future hope) dan eskatologi. Oalam Yudaisme awal, pengharapan

yang dimaksud terkait dengan pembangunan kembali Kerajaan Israel pada masa

yang akan datang. Maka, pengharapan itu bersifat nasional, historis, dan dapat

ditelusuri sebab-musababnya dalam sejarah, tetapi tak mesti bersifat eskatologis.

Namun, Kitab Daniel dari Yudaisme belakangan berciri eskatologis dengan

konsep sejarah yang dualistis. Segala sesuatu dari tatanan dunia ini tiba-tiba

berakhir secara drama tis, universal (kosmis), lalu diganti dunia lain yang total

berbeda, yaitu dengan awal yang benar-benar baru, tanpa cacat kerusakan dunia

pertama. Transformasi yang bersifat katastrofis itu semata-mata karya Allah,

tanpa intervensi manusia, hukum sejarah, proses imanen, atau proses evolusi

sejarah. Kehendak Allah untuk dunia digenapi. Menurut Mowinckel, tak ada

eskatologi dalam arti itu pada masa Yudaisme awal yang para nabinya berbicara

tentang kepentingan nasional. Mereka bukan juru ramal yang berurusan dengan

kepentingan individual. Masa depan yang muncul dengan segera berasal dari

realitas konkret yang ada. Agama Israel pada awalnya tak memiliki eskatologi

dalarn arti itu dan berorientasi kehidupan dunia ini, kalaupun ada, paling-paling

eskatologi populer sebagaimana dianut kebanyakan orang. Karena itu, Mowinckel

memandang eskatologi dalam kitab nabi-nabi sebagai produk Yudaisme pasca-

pembuangan di mana pemulihan Israel setelah katastrofe 587 sM diandaikan

sudah terjadi, bukan sebagai nubuat yang akan terjadi.

Namun, mengasalkan apokaliptisme PL dari eskatologi kenabian tetap terlalu

luas. Ada kontras antara sastra nubuat dan apokalips. Secara eskatologis, nubuat

10

BEBERAPA PENDEKATAN ASAL-USUL ...

Ibrani berciri monistis sedangkan apokaliptisme berciri dualistis. Obyek pengharapan

dalam nubuat adalah berakhirnya dunia ini; dalam apokalips, dunia ini diakhiri

dengan kehadiran sebuah dunia yang lain. Oalam nubuat, penghukuman masih

dapat berubah jika orang bertobat; dalam apokalips, penghukuman itu merupakan

peristiwa terakhir yang waktu kejadiannya sudah ditentukan sebelumnya.

Karena itu, W. Sibley Towner memberi definisi yang lebih sempit (working

definition) dan memandang apokaliptisme PL sebagai sebuah subtipe eskatologi,

yang dibedakan dari eskatologi realistis (Towner, 1984: 10-2). Ada dua karakteristik

apokaliptisme PL yang terpenting. Pertama, apokaliptisme langsung diturunkan

dari eskatologi para nabi sebelumnya. Kedua, aspek-aspek kosmis dan ontologis

dari visi apokaliptik terkait teologi penciptaan dan mite-mite.

Menuru t Towner, semua nabi PL, mulai dari Amos, mempunyai visi tentang

peristiwa yang menentukan yang terjadi pada akhir zaman. Amos, misalnya,

memahami Hari TUHAN dalarn pengalaman sejarah Israel. Eskatologi para nabi itu

disebut eskatologi realistis. Berbeda dari eskatologi realistis, eskatologi apokaliptik

secara dramatis diperjelas mengarah ke dunia ini.

Yesaya 65:17-25 mulai dengan sebuah visi besar ten tang dunia lain yang sarna

sekali baru, "Sebab sesungguhnya, Aku menciptakan langit yang baru dan bumi yang

baru; hal-hal yang dahulu tidak akan diingat lagi, dan tidak akan timbullagi dalarn

hati" (ay. 17). Narnun, kemudian Yesaya beralih kepada hal-hal yang ada di dunia ini,

"Mereka akan mendirikan rumah-rumah dan mendiaminya juga; mereka akan menanami kebun-keoun

anggur dan memakan buahllya juga. Mereka lidak akan mendirikan sesuatu, supaya orang lain mendi-

aminya, dan mereka tidak akan menanam sesuaiu, supaya orang lain memakan buahnya; sebab IImur

umai-Ku akan sepanjang umur pohon, dan orang-orang pilihan-Ku akan menikmati pekerjaan tangan

mereka" (ay. 21-22).

Dalam Yeremia 31 juga dikatakan ten tang sebuah zaman di mana umat pilihan

dan Allah tak terpisah, sesuatu yang tak akan terjadi di dunia ini, "Beginilah

perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu, demikianlah

firman TUHAN: Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan

menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan

mereka akan menjadi umat-Ku" (ay. 33). Rekonsiliasi seperti itu tak pernah

terjadi sebelumnya, bahkan tak akan terjadi sebuah dunia terbaik dari semua

kemungkinan dunia yang dapat dipikirkan (the best of all possible world). Kendati

demikian, yang dibicarakan adalah dunia ini, tentang TUHAN memilih Israel

dan ten tang perjanjian yang ditulis dalam hati mereka.

Di bawah pengaruh tema-tema mite yang berasal dari teoJogi penciptaan,

pandangan nabi ten tang Hari TUHAN adalah ten tang sebuah kehancurandUnia dih' 1 masa yang akan datang. Kemenangan TUHAN pada hari itu adalah

aSll pertarungan kosmis maupun dunia, di mana di balik hari itu, sebuah dunia

11

Page 8: APOKALIPTIK - STFT) Jakarta · 2020-02-06 · bencana kosmis (transformasi dunia secara radikal) dalam waktu yang sangat dekat. ... tentang perkara-perkara akhir zaman (Yun.eschaton

APOKALIPTIK

datang menyerupai sebuah Taman Eden yang baru atau sebuah dunia yang

dikuasai Adam yang baru. Jika tekanan eskatologi realistis adalah pengaruh

mite, tekanan eskatologi apokaliptik adalah mite ten tang konflik, penghukuman,

keselamatan, dan zaman keemasan. Dengan definisi itu, batasan teks PL yang

tergolong apokaliptik diperluas (Yes. 24-27; Za. 9-14; Yl. 2:28-3:21; Dan. 7-12).

2.2utsrponmlkjihgedbaYWUTSRPONMLKJIHGFEDCBATradisi hikmat

Gerhard von Rad memandang penjelasan sumber apokaliptisme dari nubuat tidak

memuaskan dan mengasumsikan hikmat sebagai sumber apokaliptisme, sebuah

gagasan yang pemah muncul pada abad ke-19 (Von Rad, 1974: 271-83). Dengan

mengasalkan apokaliptisme kepada tradisi hikrnat, von Rad memandang tradisi

hikmat sebagai pra-apokaliptik. Itu tidak berarti Sirakh seorang apokaliptisi,

tetapi seorang apokaliptisi pasti seorang bijak.

Dalam pandangan von Rad, apokalips tergolong genre sastra "ringkasan

sejarah," tepamya, sebuah penafsiran sejarah yang sifatnya deterrninistis.' Semua

peristiwa itu diarahkan Allah dan ditentukan sepenuhnya oleh kehendak Sang

Penguasa Sejarah, sebagaimana telah dinubuatkan dengan detail. Sejarah menuju

akhirnya saat di mana keselamatan merekah bagi mereka yang terpilih sejak

awal. Menurut von Rad, gaga san penentuan waktu itu sepenuhnya konstitutif

bagi apokalips. Sebagaimana dalam tradisi hikmat, terutama Sirakh, ditegaskan

bahwa Allah tahu sebelumnya tentang semua yang diciptakan-Nya. Allah juga

menentukan masa-masa bagi segala sesuatu. Allah membiarkan segala sesuatu

berlangsung sesuai penentuan sebelumnya itu. Menurut von Rad, eskatologi

bukan unsur konstitutif apokaliptisme.

Von Rad (1965: 301-8) melihat apokaliptisme Yahudi sebagai sebuah fenomena

kesusastraan sekaligus teologis. Sebagai sebuah fenomena kesusastraan, apokalips

meliputi Kitab Daniel sampai 4 Ezra, yang dipandang sebagai berasal dari masa

Yudaisme belakangan. Menurut von Rad, apokalips muncul setelah fenomena

kenabian berhenti namun Israel tetap ingin membicarakan peristiwa-peristiwa

eskatologis. Pengharapan ten tang masa depan itu diungkapkan dengan meminjarn

bahasa yang dipakai dalam sastra kenabian, sekaligus di situlah kontinuitas

apokalips dengan sastra kenabian. Dari sudut ketertarikan pada hal-hal akhir zaman

dan signifikansi penglihatan serta mimpi, apokalips dapat dikatakan sebagai anak

nubuat. Kendati demikian, apokalips tidak menyebut diri sebagai nubuat. Apokalips

menginformasikan cara Allah menyelesaikan sejarah dunia dalam bentuk yang

sama sekali baru, sekaligus itulah diskontinuitasnya dengan sastra kenabian.

) Determinisme adalah paham yang menganggap setiap kejadian atau tindakan, baik menyangkut

jasmani maupun rohani, merupakan konsekuensi dari kejadian-kejadian sebelumnya dan berada

di luar kemauan aktor-aktor manusia yang terlibat. Sejarah yang dimaksud adalah peristiwa-peris-

tiwa Allah berurusan dengan Israel.

12

BEBERAPA PENDEKATAN ASAL-USUL '"

Sebagai sebuah fenomena teologis, von Rad melihat apokaliptisme dari

konteks gerakan intelektual yang melahirkannya. Mengacu kepada temuan-

temuan di Qumran, von Rad mendefinisikan dualisme eskatologis sebagai

karakteristik apokaliptisme. Dibedakan antara zaman yang mewakili zaman ini

dan zaman yang akan datang (bnd. 2Esd. 7:50). Keselamatan yang dihadirkan

zaman yang akan datang sudah ada di dunia lain dan itu akan turun ke dunia ini.

Terjadi transendentalisme zaman yang akan datang (bnd. Dan. 7:13).

Penyelamatan yang terjadi di akhir zaman ditentukan jauh sebelum momen

menentukan ketika kedua zaman itu bertemu. Pengetahuan ten tang peristiwa

kosmis-historis di akhir zaman itu secara rinei diwahyukan kepada orang-orang

tertentu namun mereka tidak memakai pengetahuan itu untuk memberi peringatan

kepada atau menghibur orang-orang sezaman. Mereka tetap merahasiakannya

sebab mereka sendiri tak benar-benar mengerti maksud penglihatan mereka (bnd.

Dan. 8:27 "dan aku tercengang-cengang tentang penglihatan itu, tetapi tidak

memahaminya"). Hal itu dapat dimengerti sebab realisasi penglihatan jauh di

depart (bnd. Dan. 8:26 "sernua itu akan terjadi di masa depan yang masih jauh";

12:9 "firrnan ini akan tinggal tersembunyi dan termeterai sarnpai akhir zaman").

Itu sebabnya tulisan-tulisan apokalips biasanya pseudonim sekaligus bersifat

esoterik, seperti dalam gnostisisme. Hal-hal rahasia itu terbatas diketahui anggota-

anggota suatu komunitas yang mengerti cara memecahkan sandi ramalan-ramalan

tentang akhir zaman.

Yang sangat membedakan apokaliptisme dari nubuat adalah pandangan tentang

sejarah. Nubuat berakar pada sejarah penyelamatan, yakni tradisi-tradisi Israel

sebagai umat pilihan. Dalam panorama sejarah dunia dalam dua penglihatan Daniel

yang penting, tidak disebut-sebut sejarah Israel. Allah berurusan dengan kerajaan-

kerajaan besar di dunia. Bahkan, figur eskatologis Anak Manusia tak dikatakan

berasal dari Israel, rnelainkan "datang dengan awan-awan dari langit" (Dan. 7:13).

Tentang Israel, dikatakan bahwa bangsa itu akan mengalami kesusahan besar. Dapat

dikatakan, sejarah dalam apokalips tanpa muatan teologis. Peristiwa penyelamatan

itu seluruhnya bersifat eskatologis terjadi di rnasa yang akan datang.

Hipotesis von Rad sedikit penganutnya sebab faktanya eskatologi

rnerupakan kerangka konseptual bagi teks-teks apokalips. Preuss (1996: 277-

83) rnenolak hipotesis von Rad dan menegaskan apokaliptisrne PL terutama

s.ebagai perkembangan nubuat. Juga menurutnya, eskatologi tak dikenal dalam

hteratur hikrnat PL. Preuss berpendapat, teks-teks apokalips awal ditemukan

sebagai tambahan-tambahan dan redaksi-redaksi dari tulisan-tulisan kenabian,sep ti

er garnbaran tentang perang (Mi. 4:11-13), nubuat tentang Gog dan Magog

~Yeh. 38-39), tambahan kepada Trito-Yesaya (Yes. 19-20; 65:17-25; 66:20, 22-24), dan

eberapa mazmur (Mzrn. 22:28-32; 69:31-37). Fenomena seperti itu tak dijumpai

dalam literatur hikrnat. Apokaliptisme mulai rnengambil bentuk dalam tambahan-

13

Page 9: APOKALIPTIK - STFT) Jakarta · 2020-02-06 · bencana kosmis (transformasi dunia secara radikal) dalam waktu yang sangat dekat. ... tentang perkara-perkara akhir zaman (Yun.eschaton

APOKALIPTIK

tambahan dan redaksi-redaksi (Trito-Yesaya dan Za. 9-14). Kemudian, apokaliphsme

lebih mengambil bentuk koleksi-koleksi kecil teks (Yes. 24-27; Kitab Yoel) yang

dalam perkembangan selanjutnya menuju sastra apokalips.

2.3. Mite-mite agama lain

Fakta bahwa banyak penulis apokalips memakai motif mite asing memunculkan

hipotesis yang cukup populer bahwa apokaliptisme PL bukan asli tradisi Ibrani

melainkan hasil pengaruh suatu mite agama kuno di luar agama Israel yang

dipakai untuk menyatakan keyakinan-keyakinan Israel tentang akhir zaman.

Mite berusaha menjelaskan realitas kebenaran lewat cerita-cerita yang tak benar-

benar terjadi, yang hanya merefleksikan kerinduan pada sesuatu yang langgeng

dan tak berubah. Fokusnya adalah sejarah pada perubahan-perubahan dan

kemajuan yang terjadi di dunia sini. Konsep waktu dalam mite dan sejarah

berbeda. Waktu dalam mite berbentuk siklus, sedangkan dalam sejarah

berbentuk linier.

Dengan memandang apokaliptisme sebagai produk mite asing, ia dianggap

tak ada hubungan dengan Yahwisme yang dianut nabi-nabi PL. Tak ada

kontinuitas antara nubuat dan apokaliptisme. Diskontinuitas itu dipertegas

dengan kesimpulan Wellhausen bahwa apokaliptisme merupakan perkembangan

dari Yudaisme belakangan, yang menandai kemorosotannya secara teologis.

Karena itu, apokaliptisme tak memiliki bobot teologis yang berarti dan mutunya

jauh lebih rendah dari nubuat. Sejak paruh kedua abad ke-19 hingga kini, hipotesis

itu masih dianut.

Biasanya mite asing yang dimaksud adalah dualisme agama Persia kuno

(Zoroastrianisme) (Rist, IDB: 57-61). Mendukung hipotesisnya bahwa sumber

utama apokaliptisme Yahudi adalah tradisi hikmat, von Rad menyatakan

sumber hikmat yang dimaksud adalah dualisme Persia yang datang terutama

lewat pengaruh Helenisme akhir. Dualisme yang dimaksud tak bersifat filosofis

(pertentangan antara roh yang baikyxwvutsrponmlkjihgfedcbaYWTSRPOMLKJIHGFEDCBAvs materi yang jahat) melainkan kosmis. Dalam

dualisme kosmis, dua personifikasi kekuatan saling berlawanan di alam semesta

menjadi kekuatan baik dan kekuatan jahat. Dalam hal ini, Ahriman mewakili

dewa kebaikan dan Ormazd dewa kejahatan. Keduanya setara namun berlawanan

seperti terang dan gelap.

Ada beberapa keberatan untuk hipotesis itu yang membuat pendukungnya

kini kian berkurang. Pertama, memang Yudaisme pernah bersentuhan dengan

agama Persia selama periode Bait Allah Kedua (pasca-pembuangan). Namun, studi

ten tang sumber-sumber dari Persia yang menjadi dasar hipotesis itu menunjukkan

sumber-sumber yang dimaksud ditulis lebih dari 500 tahun sesudah masa dugaan

pengaruh itu terjadi. Kedua, dualisme seperti itu tak dikenal dalam monoteisme

Yudaisme tradisional. Ketiga, hipotesis itu tak memperhitungkan peran sentral

14

BEBERAPA PENDEKATAN ASAL-USUl. ...

eskatologi dalam kebanyakan tulisan apokalips. Namun, dan ini yang keempat,

untuk mengatakan keselamatan eskatologis merupakan sebuah perkembangan

tradisi hikmat juga sulit.

Mestinya sentralitas eskatologi tak mengabaikan fakta menonjolnya unsur-

unsur spekulatif dalam tulisan-tulisan apokalips, seperti unsur-unsur terkait

fenomena cuaca dan sistem perbintangan. Tampaknya sulit menyangkal sarna

sekali pengaruh mite-mite asing. Di sini barangkali pendapat Preuss (1996: 256)

perlu dipertimbangkan. Menurutnya, pengaruh agama Persia bukan faktor

penentu dalam memecahkan problem asal-usul apokaliptisme PL dan Yudaisme

awal, melainkan hanya membantu upaya pemecahan problem itu. Dalam

agama-agama asing di Timur Dekat kuno jarang ditemui pola urutan bencana

disusul keselamatan, juga eskatologi; bahkan, teks-teks Ugarit dan agama-agama

Mesopotamia tak mengenal eskatologi.

Sebagai catatan, lazim dibedakan antara eskatologi kenabian (prophetic eschatology)

berorientasi historis dan eskatologi apokaliptik (apocalyptic eschatologtj) yang berorientasi

mite. JobutsonmlkjihgdaYWUKJIECBAY. Jindo (2005: 412-5) merevisi distingsi itu. Eskatologi kenabian menjelaskan

peristiwa-peristiwa historis dengan memakai bahasa mite. Eskatologi apokaliptik

adalah sebuah cara pandang yang kerangka mitenya diyakini terungkap dalam

peristiwa-peristiwa historis. Mengambil contoh dari Kitab Daniel, pasal2 menubuatkan

pemunculan empat kerajaan dunia berturut-turut sekaligus kejatuhan mereka. Namun,

itu bukan sejarah sebagaimana adanya melainkan pemerintahan Allah atau akhir

sejarah dunia yang sebelumnya sudah ditentukan. Tampak Daniel tak tertarik pada

identitas masing-masing kerajaan dunia dari keempat kerajaan pagan yang disimbolkan

tetapi sejarah dunia dilihat secara sinkronis, seolah-olah semua terjadi pada waktu

yang sama (2:35 kahada "sekaligus"). Sejarah dilihat sebagai sebuah arena peperangan

terus-menerus antara yang baik dan yang jahat namun kemenangan akhir sudah

ditentukan. Sebagai manifestasi primordial dunia ini, takdir empat kerajaan dunia itu

adalah dikalahkan Allah. Pasal 7 merupakan elaborasi pasal 2. Empat binatang yang

melarnbangkan keempat kerajaan dunia digambarkan muncul dari laut. Juga ada sosok

makhluk seperti "seorang anak rnanusia" mengendarai awan di langit. Kias itu berasal

dari peperangan Allah dan monster laut (bnd. Yes.27:1; 51:9-10). Dalam prototipe mite

Kanaan, Dewa Baal yang mengalahkan laut digarnbarkan sebagai "penunggang awan."

Kias mitologis ini penting sekali bagi makna penglihatan Daniel.

2.4. Tradisi keagamaan masyarakat bawah

Rainer Albertz menyangkal hipotesis bahwa apokaliptisme PL berasal dari krisis

Makabe (175 sM). Ia mendasarkan hipotesisnya pad a penelitian sejarah tradisi

atas dua karya apokalips paling awal: Bagian tertua Kitab Henokh dari Qumran

(abad ke-3 sM, mungkin akhir abad ke-4 sM) dan terjemah bahasa Aram Kitab

Daniel (akhir abad ke-3 sM) yang merupakan sebuah kitab apokaliptik.

15

Page 10: APOKALIPTIK - STFT) Jakarta · 2020-02-06 · bencana kosmis (transformasi dunia secara radikal) dalam waktu yang sangat dekat. ... tentang perkara-perkara akhir zaman (Yun.eschaton

APOKALlPTIK

Albertz mengingatkan, kanon kitab nabi-nabi ditutup menjelang akhir abad

ke-3 sM. Implikasinya, secara kronologis, tradisi apokaliptik tak dapat dilihat

sebagai kelanjutan tradisi kenabian belakangan dari periode Helenisme. Ada

perbedaan isi dan tumpang tindih kronologi antara apokaliptisme awal dan

tradisi kenabian belakangan yang ken tal dengan ciri eskatologisnya. Fase awal

pembentukan tradisi apokaliptik memperlihatkan perbedaan isi maupun bentuk

apokaliptisme yang sangat berbeda dari tradisi kenabian belakangan.

Menurut Albertz, semasa pembuangan, banyak sekali pemberitaan nubuat

keselamatan dan diterima luas dalam masyarakat Israel. Akan tetapi, terbukti

nubuat Hagai dan Zakharia gagal. Maka, nubuat keselamatan akhimya masuk ke

kelompok-kelompok masyarakat bawah namun sudah semakin bersifat eskatologis.

Terbentuklah tradisi kenabian di kalangan masyarakat bawah sebagaimana

terlihat dari konflik sosial pada masa akhir dominasi Persia (pertengahan abad ke-

5 sM). Mungkin bagian-bagian pokok dari nubuat pasca-pembuangan, terutama

yang fokusnya.penghukuman orang jahat dan pembebasan orang miskin (Za.

9-14; Yes. 24-26), merupakan produk masyarakat bawah itu. Tradisi kenabian

belakangan melahirkan teologi perlawanan. Maka, apokaliptisme diasalkan

sebagai perkembangan agama dari kelompok miskin (bawah) yang tak lagi mampu

mengharapkan kesalehan Taurat sebagai solusi ketidakadilan yang mereka alami.

Mereka mengharapkan intervensi Allah dalam sejarah lewat datangnya sebuah

zaman yang baru yang akan menyingkirkan struktur-struktur ketidakadilan.

Persis tema konflik sosial sarna sekali tak hadir dalam tulisan-tulisan apokalips

sampai fase pentingnya yang kedua (160sM). Karena itu, sulit dikatakan apokalips

merupakan kelanjutan sastra kenabian belakangan. Tradisi apokaliptik berkembang

sendiri dan mulanya paralel dengan tradisi kenabian belakangan dalam hal

kemiripan isi dengan eskatologi kenabian. Perbedaan itu sekaligus mencerminkan

bahwa konteks sosial pembawa apokaliptisme awal berbeda dari pembawa

tradisi kenabian belakangan. Keduanya tidak satu kelompok. Sebagai sebuah

te?logi perlawanan sosial, apokaliptisme tersebar luas dalam Yudaisme awal di

kalangan penduduk miskin. Horizon gagasan-gagasan eskatologis (kebangkitan,

penghukuman sesudah mati) dari apokaliptisme menciptakan sebuah bentuk

kesalehan baru yang mengandung kekuatan pendorong revolusi sosial. Bahwa

akhimya apokaliptisme dari kalangan terpelajar memasukkan tema-tema sosial

bukan suatu kebetulan dalam sejarah sebuah agama yang awalnya dulu dimulai

dengan sebuah pengalaman pembebasan dari tindasan perbudakan.

Kendati menarik, studi-studi mutakhir berpendapat bahwa gerakan milinearis

dan apokaliptisme tak mesti terjadi hanya di antara kaum miskin atau bawah tetapi

juga dapat terjadi di antara unsur-unsur pemegang kekuasaan seperti para imam

dan ahli Taurat. Itu sebabnya Patrick D. Miller (2000: 101-2) cukup menempatkan

apokaliptisme sebagai produk agama sernasa pasca-pembuangan, namun tak mau

16

BEBERAPA PENDEKATAN ASAL-USUL ...

lebih [auh lagi berbicara tentang peran apokalips dalam komunitas keagamaanutsonmlkjihgdaYWUKJIECBA

[tu.

3.utsrponmlkjihgedbaYWUTSRPONMLKJIHGFEDCBAPenutup

Mengingat kompleksitas apokaliptisme PL, untuk menentukan asal-usulnya

dibutuhkan gabungan pendekatan genre dan genetis (Hanson, 1987: 25-6).

[ohn ]. Collins (1998: 20-1) menengarai asumsi teologis di balik wacana asal-usul

apokali ptisme.

Mempersoalkan sumber apokaliptisme Yahudi sering membuat orang

memandang apokaliptisme sebagai sebuah fenomena derivatif, produk dari

sesuatu yang lain. Kecenderungan itu merupakan warisan asumsi teologis

Wellhausenian yang memandang para penulis apokalips (dan Yudaisme pasca-

pembuangan pada umumnya) sebagai inferior terhadap sastra nubuat. Wacana

asal-usul apokaliptisme juga sering dipakai secara terselubung untuk melakukan

penilaian teologis. Jika apokaliptisme anak nubuat, ia sah. Jika maknanya

dikaitkan dengan kultur Persia, apokaliptisme bukan asli Alkitab. Cara berpikir

seperti itu terlalu menyederhanakan masalah. Sumber-surnber dari mana

gagasan apokaliptik dalam PL berkembang tak membuat gaga san itu kehilangan

orisinalitasnya. Produk baru lebih dari sekadar totalitas sumber-sumbernya.

Karena itu, Collins memandang apokaliptisme PL sebagai kombinasi sirnbol-

simbol yang berasal dari pelbagai sumber yang kemudian diolah menjadi sesuatu

yang baru dan khas Israel. Sebagai contoh, secara bentuk penglihatan, Kitab Daniel

memiliki kontinuitas dengan tradisi kenabian, terutama nubuat Yeremia. Namun,

ada sirnbol-simbol berlatar kultur Kanaan yang berperan penting di dalamnya

(Dan. 7). Skema empat kerajaan dunia dipinjam dari propaganda politik Timur

Dekat serna sa Helenisme. Karena itu, Collins menyimpulkan, "Ultimately the

meaning any given work is constituted not by the sources from which it draws

but by the way in which they are combined."

Sebagai kesimpulan, mungkin dapat dikatakan bahwa keempat tradisi

keagamaan di atas dengan cara masing-masing memberi kontribusi kepada

pembentukan sastra apokalips. Kontribusi mite-mite asing adalah simbolisme dan

cerita-cerita yang bersifat kosmis. Kontribusi nubuat adalah komunikasi dari dunia

ilah] ke dunia manusia, sekaligus memberi pengharapan untuk intervensi Allah.

Kontribusi hikmat adalah konsep retribusi dalam kerangka kesalehan berdasarkan

Taurat. Tradisi kenabian dan tradisi hikmat dimungkinkan bersatu dalam sastra

apokalips karena kedua tradisi itu berakar dalam kesalehan berdasarkan Taurat.

Taurat sendiri berdasarkan teologi penciptaan. Maka, wajarlah jika dalam

sastra apokalips kerap dibicarakan ciptaan baru sebagai ganti ciptaan pertama.

Kemudian, kontribusi tradisi keagamaan masyarakat bawah adalah konteks

sosial realitas hidup yang menyesakkan dan, mungkin juga, sedikit intervensi

17

Page 11: APOKALIPTIK - STFT) Jakarta · 2020-02-06 · bencana kosmis (transformasi dunia secara radikal) dalam waktu yang sangat dekat. ... tentang perkara-perkara akhir zaman (Yun.eschaton

APOKALIPTIK

Tuhan yang dialami di sana sini. Banyaknya orang saleh yang mati tanpa pahala

sebagaimana dijanjikan dalam tradisi kesalehan berdasarkan Taurat membuat

gaga san kebangkitan orang mati berkembang dalam sastra apokalips selama masa

intertestamental dan mencapai puncaknya dalam tulisan-tulisan PB. Mungkin

gagasan-gagasan apokaliptik kemudian direfleksikan dan dikembangkan lebih

jauh oleh kaum intelektual Yahudi yang berakar dalam tradisi hikmat.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sastra apokalips memiliki fungsi

pastoral dalam rangka "mengakali kenyataan hidup yang serba menyesakkan

bukan dengan cara menyingkir dari atau menyingkirkan kehidupan tetapi dengan

cara mendekonstruksi kehidupan," meminjam ungkapan Robert Setio dalarnyxwvutsrponmlkjihgfedcbaYWTSRPOMLKJIHGFEDCBA

Presidential Address simposium ISBI 2006. Teks-teks apokalips memberi harapan

sekaligus mendorong umat tetap setia dalam situasi sulit. Kalaupun sebagai ideologi

perjuangan, perlawanan itu tanpa kekerasan dan tidak revolusioner (nirkekerasan).utsrponmlkjihgedbaYWUTSRPONMLKJIHGFEDCBA

Kepustakaan

Albertz, Rainer.'

1994 A History of Israelite Religion in the Old Testament Period: From the

Exile to the Maccabees. Vol. 2. Terj. J. Bowden. OTL. Louisville:

Westminster John Knox.

Collins, John J.

1998 The Apocalyptic Imagination: An Introduction to Jewish Apocalyptic

Literature. Ed. 2. The Biblical Resource Series. Grand Rapids:

Eerdmans.

Dumbrell, William J.

1994 The Search for Order: Biblical Eschatology in Focus. Grand Rapids: Baker.

Gowan, Donald E.

1986 Eschatology in the Old Testament. Philadelphia: Fortress.

Hanson, Paul D.

1979 The Dawn of Apocalyptic: The Historical and Sociological Roots of

Jewish Apocalyptic Eschatology. Rev. Philadelphia: Fortress.

1987 Old Testament Apocalyptic. Interpreting Biblical Texts. Nashville:

Abingdon.

"Apocalypses and Apocalypticism." ABO I: 279-82.

[enni,utsonmlkjihgdaYWUKJIECBAE.

"Eschatology." [BD II: 126-33.

[indo, Job Y.

2005 "On Myth and History in Prophetic and Apocalyptic Eschatology."fVTOJCB

VT 55: 412-5.

Kasemann, Ernst

1969 "The Beginnings of Christian Theology." fTC 6: 17-46.

18

BEBERAPA PENDEKATAN ASAL-USUL ...

Miller, Patrick D.

2000 The Religion of Ancient Israel. Library of Ancient Israel. Louisville:

Westminster John Knox.

Mowinckel, Sigmund.

2005 [1956] He That Cometh: The Messiah Concept in the Old Testament and

Later Judaism. The Biblical Resource Series. Terj. G. W. Anderson.

Grand Rapids: Eerdmans.

Oswalt, John N.

1980 "Recent Studies in Old Testament Eschatology and Apocalyptic."

JES 24: 289-301.

PreusS, Horst Dietrich.

1995 Old Testament Theology. 2 vols. Terj. Leo G. OTL. Perdue; Louisville:

Westminster John Knox.

von Rad, Gerhard.

1992 [1970] Wisdom in Israel. Terj. J. D. Martin. London: SCM.

1965 Old Testament Theology: 771eTheology of Israel's Prophetic Traditions.

Vol. 2. Terj. W. G. Stalker. New York: Harper & Row.

Rist, Martin.

"Apocalypticism." JOB I.157-61.

Rowley, H. H.

1961 The Faith of Israel: Aspects of Old Testament Thoughts. London: SCM

Press.

Seebass, Horst.

n~'m~.TDOTI: 207-12.

Towner, W. Sibley.

1984 Daniel. Interpretation. Atlanta: John Knox.

19