SEJARAH PERKEMBANGAN PABRIK GULA GENDING,...

21
SEJARAH PERKEMBANGAN PABRIK GULA GENDING, KABUPATEN PROBOLINGGO, JAWA TIMUR (1830-2010) Achmad Taufik Universitas Negeri Malang E-mail: [email protected] ABSTRAK: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui (1) Untuk mengetahui tentang latar belakang berdirinya pabrik gula Gending; (2) Untuk mengetahui tentang perkembangan industri pabrik gula Gending tahun 1830-2010 dalam aspek area, modal, sarana prasarana, tenaga kerja, serta manejemen. Data dikumpulkan dengan metode penelitian sejarah yang meliputi lima tahap yaitu (1) Pemilihan topik; (2) Heuristik ; (3) Verifikasi; (4) Interpretasi; (5) Historiografi. Hasil penelitian adalah: (1) Probolinggo memiliki letak astronomis dan ketinggian tanah yang berpotensi pada perkembangan perkebunan dan pertanian. Selain kondisi geografis infratruktur yang baik juga menjadi pertimbangan pendirian PG Gending; (2) Perkembangan PG Gending tahun 1830-1942 tidak ditemukan data yang mencukupi. Pada masa pendudukan Jepang PG Gending berhenti beroperasi dikarenakan imbas dari kebijakan Jepang. Perkembangan PG Gending tahun 1955-2010 menunjukkan perkembangan yang siknifikan dalam hal pembaruan mesin dan kapasitas giling, namun dalam hal areal penanaman tebu justru cenderung menurun dari tahun ke tahun. Kata kunci: sejarah, perkembangan, pabrik gula, Gending Kabupaten Probolinggo merupakan salah satu bagian dari Provinsi Jawa Timur yang terletak di kaki Gunung Semeru, Gunung Argopuro dan Pegunungan Tengger dengan batas astronomis antara 112˚51’-113˚30’ bujur timur dan 7˚40’-8˚10’ lintang selatan. Wilayahnya berada pada ketinggian 0-2500 m di atas permukaan laut dengan temperatur rata-rata 27˚ Celcius disebelah utara, sedangkan bagian selatan udaranya relatif bertemperatur rendah (www.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_

Transcript of SEJARAH PERKEMBANGAN PABRIK GULA GENDING,...

SEJARAH PERKEMBANGAN PABRIK GULA GENDING, KABUPATEN

PROBOLINGGO, JAWA TIMUR (1830-2010)

Achmad Taufik

Universitas Negeri Malang

E-mail: [email protected]

ABSTRAK: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui (1) Untuk

mengetahui tentang latar belakang berdirinya pabrik gula Gending;

(2) Untuk mengetahui tentang perkembangan industri pabrik gula

Gending tahun 1830-2010 dalam aspek area, modal, sarana

prasarana, tenaga kerja, serta manejemen. Data dikumpulkan

dengan metode penelitian sejarah yang meliputi lima tahap yaitu

(1) Pemilihan topik; (2) Heuristik ; (3) Verifikasi; (4) Interpretasi;

(5) Historiografi. Hasil penelitian adalah: (1) Probolinggo memiliki

letak astronomis dan ketinggian tanah yang berpotensi pada

perkembangan perkebunan dan pertanian. Selain kondisi geografis

infratruktur yang baik juga menjadi pertimbangan pendirian PG

Gending; (2) Perkembangan PG Gending tahun 1830-1942 tidak

ditemukan data yang mencukupi. Pada masa pendudukan Jepang

PG Gending berhenti beroperasi dikarenakan imbas dari kebijakan

Jepang. Perkembangan PG Gending tahun 1955-2010

menunjukkan perkembangan yang siknifikan dalam hal pembaruan

mesin dan kapasitas giling, namun dalam hal areal penanaman tebu

justru cenderung menurun dari tahun ke tahun.

Kata kunci: sejarah, perkembangan, pabrik gula, Gending

Kabupaten Probolinggo merupakan salah satu bagian dari Provinsi Jawa

Timur yang terletak di kaki Gunung Semeru, Gunung Argopuro dan Pegunungan

Tengger dengan batas astronomis antara 112˚51’-113˚30’ bujur timur dan 7˚40’-8˚10’

lintang selatan. Wilayahnya berada pada ketinggian 0-2500 m di atas permukaan laut

dengan temperatur rata-rata 27˚ Celcius disebelah utara, sedangkan bagian selatan

udaranya relatif bertemperatur rendah (www.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_

Probolinggo). Daerah ini berbatasan dengan Selat Madura di sebelah utara, di sebelah

timur berbatasan dengan Kabupaten Situbondo dan Kabupaten Jember, di sebelah

barat berbatasan dengan Kabupaten Pasuruan dan di sebelah selatan berbatasan

dengan Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang (www.kabProbolinggo.go.id).

Daerahnya merupakan dataran rendah ditepi Selat Madura. Meskipun kotanya

merupakan dataran rendah tetapi latar belakang kota tersebut merupakan dataran

tinggi yaitu pegunungan Tengger dan Gunung Bromo. Itulah sebabnya Probolinggo

mempunyai daerah ’hinterland’ yang subur.

Keadaan geografis di daerah Probolinggo sangatlah berpotensi untuk

pengembangan perkebunan dan pertanian. Perkebunan yang tercatat pernah

dikembangkan di daerah ini adalah perkebunan tebu. Hal ini dapat diketahui dengan

keberadaan beberapa pabrik gula yang berdiri sebelum tahun 1900, antara lain pabrik

Soember Kareng (1838), Wonoaseh (1882), Ombul (1883) dan Bodjong (1894)

(Rosyid, Ikhsan. 2007: 267-296). Pertanian yang pernah berkembang di daerah ini

adalah pertanian padi. Pertanian padi di Probolinggo berkembang jauh sebelum masa

pemerintahan Hindia Belanda. Probolinggo juga merupakan titik temu yang penting

serta pelabuhan regional untuk produk pertanian daerah pedalaman seperti gula,

tembakau dan kopi.

Sudah sejak jaman Daendels (1808-1811) Probolinggo mempunyai hubungan

infrastruktur yang baik dengan kota-kota lain di Jawa Timur. Probolinggo dilalui oleh

Grotepostweg (jalan raya pos), jalan raya yang menghubungkan kota-kota di Pantai

Utara Jawa mulai dari Anyer di Jawa Barat sampai Panarukan di Jatim (Handinoto,

1997: 5). Untuk mempermudah hubungan dengan kota-kota lain di Jawa Timur maka

pemerintah membangun jaringan rel kereta api. Jaringan rel kereta api dari Surabaya

ke Pasuruan sepanjang 63 km selesai dibangun oleh Stadspoorwegen (SS) pada tahun

1878, kemudian diperpanjang sampai Probolinggo sampai 40 km pada tahun 1884.

Setelah itu pada tahun 1895 rel kereta api disambung lagi dari Probolinggo-Klakah.

Pada tahun 1896 menyusul cabang-cabang ke Lumajang, selanjutnya diteruskan lewat

Jember ke Bondowoso, Situbondo dan diteruskan ke pelabuhan Panarukan dengan

jarak 151 km, semua ini selesai pada tahun 1897 (Handinoto, 1997: 6). Dengan

demikian hubungan dengan rel kereta api dari Probolinggo ke kota-kota lain terutama

dengan kota-kota perkebunan Jatim, antara tahun 1900 sudah terealisir dengan baik.

Berbagai potensi tersebut menjadi pertimbangan bagi pemerintah Hindia

Belanda untuk mendirikan perkebunan tebu di daerah Probolinggo. Pada tahun 1830

pemerintah Hindia Belanda mendirikan pabrik gula di Kecamatan Gending

Kabupaten Probolinggo yang berada di bawah naungan Cultur Bank Maatschappij

dengan nama pabrik gula Gending yang masih beroperasi sampai sekarang. Pada

tahun 1957 dengan adanya perkembangan politik Indonesia, maka perusahaan

tersebut diambil alih dari Pemerintah Hindia Belanda ke tangan Pemerintah Indonesia

yang berlangsung sampai tahun 1962. Pada tahun 1962-1968 PG Gending berada

dibawah naungan Daerah VII. Kemudian tahun 1968-1975 semua Pabrik Gula yang

dulunya bernaung dibawah inspeksi VII dirubah dan bernaung di bawah Perusahaan

Negara Perkebunan XXIV.

Setelah melalui beberapa pertimbangan maka peneliti mengambil topik

tentang perkembangan industri gula khususnya di Kabupaten Probolinggo.

Kabupaten Probolinggo dipilih sebagai lokasi penelitian karena kedekatan emosional

peneliti sebab peneliti berdomisili di Probolinggo sehingga secara tidak langsung

akan memudahkan peneliti dalam melakukan pengamatan dan penelitian awal.

Peneliti semakin tertarik untuk membahas tentang perkembangan industri gula setelah

membaca buku “Kapitalisme Bumi Putera, Perubahan Masyarakat

Mangkunegaran”. Peneliti berharap dengan melakukan penelitian ini dapat

menambah pengetahuan peneliti tentang sejarah lokal Kabupaten Probolinggo

khususnya mengenai perkembangan industri gula di Probolinggo.

Akhirnya peneliti memilih pabrik yang berlokasi di Jl. Raya Sebaung Gending

Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur sebagai tempat penelitian. Pabrik ini dipilih

karena di antara tiga pabrik gula yang beroperasi di wilayah Probolinggo saat ini,

yaitu PG Wonolangan, PG Gending dan PG Pajarakan, PG Gendinglah satu-satunya

pabrik gula yang telah ada sejak masa kolonial. Selain itu kapasitas produksi PG

Gending lebih besar dari kapasitas produksi dua pabrik gula lain yang beropersi di

wilayah Probolinggo sehingga peneliti menganggap pabrik tersebut paling sesuai

untuk mengetahui perkembangan industri gula di Kabupaten Probolinggo sejak masa

pemerintahan Hindia Belanda sampai sekarang.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tadi, maka rumusan masalah

dari penelitian ini adalah: (1) Bagaimana latar belakang berdirinya pabrik gula

Gending?; (2) Bagaimana perkembangan industri pabrik gula Gending tahun 1830-

2010 dalam aspek area, modal, sarana prasarana, tenaga kerja serta manajemen?.

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui tentang latar belakang

berdirinya pabrik gula Gending; (2) Untuk mengetahui tentang perkembangan

industri pabrik gula Gending tahun 1830-2010 dalam aspek area, modal, sarana

prasarana, tenaga kerja, serta manejemen.

Manfaat penelitian ini bagi peneliti adalah penelitian ini menjadi aplikasi teori

yang diperoleh peneliti di bangku perkuliahan selama menjadi mahasiswa jurusan

Sejarah Universitas Negeri Malang sekaligus untuk menambah wawasan tentang

sejarah perekonomian daerah Probolinggo khusunya yang berkaitan dengan pabrik

gula Gending. Bagi Jurusan Sejarah penelitian ini akan menjadi sumber informasi dan

bahan kepustakaan bagi segenap mahasiswa khususnya bagi jurusan sejarah dalam

mempelajari sejarah ekonomi di Indonesia dan sebagai contoh peristiwa untuk mata

kuliah sejarah lokal maupun sejarah Indonesia kontemporer. Penelitian ini juga akan

memberikan gambaran tentang kontribusi sejarah teknologi dan sejarah industri

terhadap kehidupan masyarakat. Sedangkan bagi mahasiswa Sejarah pada umumnya

penelitian ini akan memberikan pengetahuan awal tentang sejarah perkembangan

suatu industri, terutama tentang industri gula untuk diteliti lebih lanjut dan juga

merupakan tema yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa dalam mempelajari

sejarah lokal Probolinggo.

Untuk lebih memudahkan penelitian ini agar lebih terarah maka di perlukan

perangkat pembatas baik temporal, spasial dan keilmuan. Karena itu penulis memakai

tiga ruang lingkup yaitu lingkup temporal, spasial dan keilmuan. Lingkup temporal

adalah hal-hal yang berkaitan dengan kapan terjadinya peristiwa itu, dalam hal ini

lingkup temporal penelitian ini adalah tahun 1830 sampai dengan tahun 2010.

Lingkup spasial dalam penelitian ini adalah daerah Kabupaten Probolinggo. Lebih

khusus lagi penelitian ini dilaksanakan di PG Gending, Jl Sebaung Gending

Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Sedangkan lingkup keilmuan penelitian ini

digolongkan ke dalam disiplin ilmu sejarah, karena disiplin ilmu sejarah mempelajari

dinamika dan perkembangan kehidupan manusia pada masa lampau (Abdullah, 1985:

321). Mengingat fokus penelitian yang dikaji dalam penelitian ini merupakan sejarah

perkembangan PG Gending yang mencakup area pabrik, sarana prasarana yang

dimiliki, produksi, tenaga kerja, menejemen serta modal yang dipakai dalam

memproduksi gula, maka lingkup keilmuan penelitian ini termasuk dalam kategori

sejarah perekonomian.

METODE

Penelitian ini merupakan sebuah penelitian kualitatif dan bersifat deskriptif

dengan menggunakan metode sejarah. Penelitian yang menggunakan metode sejarah

mengharuskan peneliti mengumpulkan dan menafsirkan gejala dan peristiwa ataupun

gagasan yang timbul di masa lampau untuk menemukan generalisasi yang bermanfaat

untuk memahami kenyataan-kenyataan sejarah. Penelitian sejarah menurut

Kuntowijoyo (2005: 90) mempunyai lima tahap yaitu: (1) pemilihan topik; (2)

pengumpulan sumber (heuristik); (3) verifikasi (kritik sejarah, keabsahan sumber);

(4) interpretasi (analisis dan sintesis) dan; (5) penulisan (historiografi). Adapun lebih

jelasnya, akan dipaparkan dibawah ini :

Pemilihan Topik

Pemilihan topik penelitian merupakan langkah awal dalam melakukan sebuah

penelitian, tanpa adanya topik penelitian maka sebuah penelitian tidak mungkin

dilaksanakan. Pemilihan topik dapat diawali dengan penemuan sebuah fakta atau

bukti dari sebuah peristiwa. Menurut Kuntowijoyo (1995: 90) dalam memilih topik

sebaiknya dipilih berdasarkan kedekatan emosional dan kedekatan intelektual.

Kedekatan emosional: Penelitian ini mengambil lokasi di Kabupaten Probolinggo

dikarenakan kedekatan emosional peneliti terhadap kota tersebut karena peneliti lahir

dan berdomisili di Probolinggo sehingga secara tidak langsung peneliti paham

tentang kondisi daerah ini.

Kedekatan intelektual: Sebelum memastikan topik yang akan dibahas peneliti telah

membaca beberapa buku tentang sejarah perkembangan industri gula di Indonesia

serta melakukan penelitian awal mengenai topik ini. Dalam hal ini peneliti memilih

topik tentang sejarah perkembangan pabrik gula setelah membaca buku “Kapitalisme

Bumi Putra,Perubahan Masyarakat Mangkunegaran”. Kemudian peneliti menggali

informasi lebih lanjut melalui pencarian informasi lewat skripsi maupun website

perusahaan dan menemukan fakta tentang PG Gending yang telah ada sejak jaman

kolonial tepatnya sejak tahun 1830.

Pengumpulan Sumber (heuristik)

Sjamsudin (1996: 99) berpendapat bahwa heuristik adalah pengumpulan

sumber-sumber sejarah. Menurut Hariyono (1995: 109) heuristik merupakan suatu

langkah untuk mengumpulkan berbagai sumber data yang terkait dengan masalah

yang sedang diteliti. Tahap ini merupakan usaha untuk mencari dan mengumpulkan

bahan atau jejak sejarah yang digunakan untuk menceritakan kembali peristiwa

sejarah. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pertama, sumber

tertulis atau dokumen. Sumber data tertulis yang dapat dipakai dalam penelitian ini

adalah arsip-arsip pemerintah yaitu arsip pendirian PG Gending dan arsip Staad

Contrinende de Suiker Kultuur . Kedua, sumber tidak tertulis atau artefak. Dalam

penelitian ini sumber artefak yaitu PG Gending itu sendiri beserta beberapa mesin

yang digunakan untuk memproduksi gula.

Verifikasi (kritik sejarah, keabsahan sumber)

Tahap ketiga dari penelitian ini adalah kritik terhadap sumber. Langkah ini

dapat dilakukan setelah sumber-sumber yang terkait dengan tema penelitian dapat

terkumpul. Dalam hal ini kritik sumber digunakan untuk menilai, menguji serta

menyelidiki kebenaran sumber sejarah, sebab kekeliruan dalam sejarah masih sering

dijumpai. Menurut Sjamsudin (1996: 104) kritik sumber umumnya dilakukan

terhadap sumber-sumber pertama. Kritik ini menyangkut verifikasi sumber yaitu

pengujian mengenai kebenaran atau ketepatan dari sumber itu. Kritik sumber dapat

dilakukan dengan dua cara, yaitu:

Kritik ekstern: adalah cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek

luar dari sumber sejarah. Tujuan utama dari tahap ini ialah mengetahui keaslian dan

keintegralan dari sumber, termasuk juga saksi yang harus kredibel. Kritik ekstern

dilakukan peneliti terhadap sumber primer berupa arsip yaitu dengan cara melihat

bentuk penulisannya dalam arsip yang menggunakan tulisan latin berupa tlisan tangan

dan keadaan kertas yang sudah lapuk, sedangkan untuk arsip pemerintah tentang

pendirian pabrik gula Gending keabsahannya dapat dilihat dari adanya tanda tangan

dan stempel dari notaris yang berkekuatan hukum.

Kritik intern: Sjamsudin (1996: 111) menyatakan bahwa kritik intern adalah kritik

yang menekankan pada aspek “dalam” yaitu isi dari sumber kesaksian atau testimoni.

Dalam penelitian ini peneliti berusaha untuk menerapkan kritik intern untuk

mengukur tingkat kredibilitas sumber yang digunakan oleh peneliti. Kritik terhadap

kesahihan atau kredibilitas dilakukan dengan mengecek apakah isi yang terdapat

dalam sumber data tersebut valid atau tidak. Dalam tahap ini kritik internal akan

dilakukan melalui dua langkah, yaitu melalui penilaian dari dalam dan perbandingan

antara sumber yang satu dengan yang lain.

Interpretasi

Langkah keempat yang dilakukan adalah interpretasi. Interpretasi atau

penafsiran sering disebut sebagai subyektifitas (Kuntowijoyo. 2001: 102). Dalam

interpretasi ini penulis berupaya untuk tidak memihak baik yang bersifat akademik

maupun pribadi. Dalam penelitian ini peneliti menerapkan interpretasi melalui dua

cara yaitu analisis dan sintesis. Dalam tahapan pertama setelah mengumpulkan fakta-

fakta dan sumber tentang pabrik gula Gending, maka peneliti menguraikan fakta-

fakta yang didapat dalam penelitian menjadi beberapa hal yaitu berdirinya pabrik gula

Gending pada tahun 1830 karena pemerintah Hindia Belanda melihat kondisi

geografis daerah Kabupaten Probolinggo khususnya Gending sangat berpotensi untuk

pengembangan perkebunan tebu dikarenakan memiliki daerah hinterland yang subur.

Sedangkan tahap kedua yaitu menyatukan fakta-fakta yang didapat tentang pabrik

gula Gending kedalam suatu rangkaian tulisan yang bersifat sistematis dan berurutan

secara kronologis.

Penulisan

Menulis sejarah merupakan kegiatan intelektual. Tahap ini merupakan tahap

penentu, sebab dalam setiap tahap ini peneliti harus mengerahkan segala daya

pikirnya, bukan saja ketrampilan teknis penggunaan kutipan-kutipan dan catatan-

catatan, tetapi yang utama adalah penggunaan pemikiran kritis dan analisisnya.

Karena itu pada akhirnya harus menghasilkan suatu penulisan yang utuh yaitu

historiografi (Sjamsudin. 1996: 153).

Dalam historiografi, peneliti akan memperhatikan aspek spasial (tempat) dan

temporal (waktu) yang kronologis serta sistematis. Kronologis diperlukan dalam

penulisan sejarah dalam merangkaikan fakta-fakta dalam sebuah tulisan, aspek urutan

waktu menjadi fokus utama. Hal ini dilakukan untuk memudahkan penulis dan

menghasilkan suatu kisah yang dapat dipahami berdasarkan urutan peristiwa. Aspek

sistematis sangat ditekankan dalam penyusunan rangkaian fakta. Hal ini juga akan

memudahkan pemahaman terutama agar tidak tejadi pengulangan dalam pembahasan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Geografis Kabupaten Probolinggo

Berdasarkan letak geografis Kabupaten Probolinggo merupakan salah satu

bagian dari Provinsi Jawa Timur yang terletak di kaki Gunung Semeru, Gunung

Argopuro dan Pegunungan Tengger dengan batas astronomis antara 112˚51’-113˚30’

bujur timur dan 7˚40’-8˚10’ lintang selatan. Wilayahnya berada pada ketinggian 0-

2500 m di atas permukaan laut dengan temperatur rata-rata 27˚ celcius di sebelah

utara, sedangkan bagian selatan udaranya relatif bertemperatur rendah

(www.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Probolinggo).

Daerah ini berbatasan dengan Selat Madura di sebelah utara, di sebelah timur

berbatasan dengan Kabupaten Situbondo dan Kabupaten Jember, di sebelah barat

berbatasan dengan Kabupaten Pasuruan dan di sebelah selatan berbatasan dengan

Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang. Luas wilayah Kabupaten Probolinggo

adalah 1.696,17 km². Sedangkan jumlah penduduknya 1.162.217 menurut sensus

Biro Pusat Statistik tahun 2008 (www.kabProbolinggo.go.id).

Letak astronomis dan ketinggian Probolinggo berpotensi pada pengembangan

perkebunan dan pertanian karena memiliki daerah hinterland yang subur. Perkebunan

yang pernah dikembangkan di daerah ini adalah perkebunan tebu. Pertimbangan

kondisi geografis tersebut kemudian menjadi alasan bagi pemerintah Hindia Belanda

untuk mendirikan pabrik gula di daerah Probolinggo. Maka pada tahun 1830

didirikanlah pabrik gula Gending oleh pemerintah Hindia Belanda yang berada

dibawah naungan Cultur Bank Maatschappij dan berlokasi di Desa Sebaung

Kecamatan Gending Kabupaten Probolinggo. Pertimbangan lainnya adalah

kemudahan transportasi bahan baku serta pemasaran karena pada masa itu

Probolinggo sudah memiliki pelabuhan yang dilengkapi dengan gudang-gudang

penyimpanan.

Latar Belakang Ekonomi Kabupaten Probolinggo

Pada umumnya wilayah pemerintahan Hindia belanda di daerah Jawa Timur

bagian timur seperti Pasuruan, Lumajang, Situbondo, Jember dan Probolinggo

merupakan wilayah yang berpotensi sebagai daerah tujuan migrasi penduduk.

Pembauran penduduk dari berbagai daerah dan etnis tidak dapat dihindari.

Dalam penelitian ini diketahui jumlah penduduk Probolinggo pada tahun 1905

sekitar 15.000 orang yang terdiri dari 600 orang Eropa (Belanda), 1200 orang Cina,

350 orang Arab sedangkan sisanya merupakan penduduk pribumi asli yang sebagian

merupakan orang Madura (Handinoto, 1997: 13). Peneliti kesulitan untuk

memproyeksikan potensi penduduk yang terserap sebagai tenaga kerja sehingga

Gending dipilih sebagai lokasi pabrik gula, namun dengan jumlah penduduk yang

disebutkan di atas maka hal tersebut dapat menjadi gambaran bahwa perkebunan tebu

dalam hal ini pabrik gula Gending tidak akan kekurangan tenaga kerja baik sebagai

buruh perkebunan maupun sebagai buruh pabrik gula.

Aspek lain yang perlu di perhatikan sebagai latar belakang ekonomi adalah

riwayat daerah Probolinggo sebagai daerah pertanian. Probolinggo dan daerah lain di

wilayah Jawa Timur bagian timur baru menjadi perhatian setelah pada pertengahan

dan akhir abad ke 19 daerah ujung timur Jawa Timur berkembang menjadi daerah

perkebunan besar. Pada perkembangan selanjutnya daerah-daerah seperti Pasuruan,

Probolinggo, Besuki dan Situbondo yang kesemuanya terletak di sudut bagian timur

Jawa Timur berkembang menjadi sentra produksi gula. Sedangkan daerah pedalaman

seperti Lumajang, Jember dan Bondowoso menjadi sentra produksi tembakau.

Selanjutnya Pasuruan yang juga menjadi terkenal karena menjadi stasiun percobaan

gula sedangkan Probolinggo menjadi sentra distribusi dan pengapalan produk-produk

untuk gula, tembakau dan beras.

Sebagai Sentra distribusi dan perdagangan perantara, probolinggo mempunyai

letak yang strategis yang dilengkapi dengan dermaga dan gudang-gudang pengiriman

barang. Ditambah lagi sudah sejak jaman Daendels (1808-1811) Probolinggo

mempunyai hubungan infrastruktur yang baik dengan kota-kota lain di JawaTimur.

Probolinggo dilalui oleh Grotepostweg (jalan raya pos), jalan raya yang

menghubungkan kota-kota di Pantai Utara Jawa mulai dari Anyer di Jawa Barat

sampai Panarukan di Jatim.

PG Gending Masa Pemerintahan Hindia Belanda

Pada mulanya persekutuan dagang Belanda yakni VOC (Verenigde Oost

Indische Compagnie) tidak mencampuri urusan pertanian dan industri gula. Namun

dengan semakin meningkatnya permintaan gula di Eropa, gula menjadi komoditi

dagang yang semakin banyak mendatangkan keuntungan bagi VOC. Hal ini

mendorong VOC untuk melakukan campur tangan dalam pengembangan industri

gula di Jawa sehingga pada tahun 1710, jumlah pabrik gula di Jawa telah berkembang

pesat menjadi dari 62 pabrik gula menjadi 130 pabrik gula, dengan produksi rata-rata

2470 ton gula per tahun (Sapuan, 1985: 3).

Dalam perkembangan berikutnya terjadi kemunduran dalami ndustri gula,

masalah yang menjadi penyebab mundurnya industri gula pada saat itu adalah karena

tanaman tebu banyak diusahakan di Jawa Barat yang memiliki curah hujan yang

banyak. Padahal tanaman tebu membutuhkan musim kering untuk mencapai tingkat

masak. Oleh sebab itu kemudian perkembangan tebu dialihkan ke bagian timur pulau

Jawa.

Salah satu lokasi yang dipilih oleh pemerintahan Hindia Belanda untuk

mengembangkan perkebunan tebu adalah adalah daerah probolinggo. Hal itu

dikarenakan kondisi geografis di daerah Probolinggo sangat berpotensi untuk

pengembangan perkebunan karena memiliki daerah hinterland yang subur. Selain

pertimbangan geografis Probolinggo mempunyai keuntungan lain untuk dijadikan

lokasi pengembangan perkebunan tebu, yaitu masalah infrastruktur.

Akhirnya pemerintah Hindia Belanda mendirikan sebuah pabrik gula yang

berlokasi di desa Sebaung, Kecamatan Gending Kabupaten Probolinggo yang resmi

beroperasi mulai tahun 1830 dengan kepala pabrik bernama Goldman. Pabrik ini

berada dibawah naungan dan pengelolaan Culture Bank Maatschappij, hanya saja

dalam penelitian ini peneliti tidak diperoleh data susunan organisasi pabrik dibawah

kepala pabrik.

Berdasarkan data yang diperoleh pada tahun 1835 PG Gending mampu

mengolah tebu sebanyak 2515 ton tebu dan menghasilkan gula sebanyak 899 ton,

dilihat dari jumlah tebu yang mampu digiling dan jumlah gula yang dihasilkan maka

pabrik gula Gending termasuk dalam pabrik yang kapasitas produksinya menengah.

Tidak ditemukan data mengenai luas areal tanam tebu dan jumlah tenaga kerja yang

dimiliki PG Gending saat itu pada penelitian. Teknologi penggilingan tebu yang

digunakan bisa dikatakan sudah modern pada waktu itu karena pada masa-masa

sebelumnya penggilingan tebu masih menggunakan mesin pengepres dua silinder

yang digerakkan oleh tenaga hewan (sapi atau kerbau) . Sedangkan PG Gending pada

waktu itu sudah menggunakan mesin pengepres tebu tiga silinder yang digerakkan

dengan mesin tenaga uap untuk memutar silinder tersebut kemudian hasil perasan

tebu (nira) dimasukkan kedalam pan masakan untuk pembentukan kristal gula.

PG Gending Masa Pendudukan Jepang

Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman.

Hindia-Belanda mengumumkan keadaan siaga dan pada bulan Juli mengalihkan

ekspor untuk Jepang ke Amerika Serikat dan Inggris. Negosiasi dengan Jepang yang

bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni 1941,

dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di

bulan yang sama. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret

1942. Kemenangan Jepang menjadikannya penguasa tunggal atas Indonesia

menggantikan Hindia Belanda.

Di Indonesia pemerintah militer Jepang kemudian menguasai sekaligus

mengelola titik-titik strategis seperti pertambangan dan industri terutama minyak

bumi guna mendukung keperluan perang Jepang. Jepang menerapkan sistem

pengawasan ekonomi secara ketat dengan sanksi pelanggaran yang sangat berat.

Pengawasan tersebut diterapkan pada penggunaan dan peredaran sisa-sisa persediaan

barang. Pengendalian harga untuk mencegah meningkatnya harga barang.

Pengawasan perkebunan teh, kopi, karet, tebu dan sekaligus memonopoli

penjualannya. Pembatasan teh, kopi dan tembakau, karena tidak langsung berkaitan

dengan kebutuhan perang. Monopoli tebu dan gula, pemaksaan menanam pohon jarak

dan kapas pada lahan pertanian dan perkebunan merusak tanah. Hal ini menyebabkan

hanya sedikit pabrik gula yang terus beroperasi dan banyak pabrik gula yang ditutup.

Salah satu pabrik gula yang terkena imbas kebijakan pemerintahan pendudukan

Jepang yaitu PG Gending. Pabrik gula Gending menjadi terbengkalai dan lahan-lahan

penanaman tebu milik PG Gending banyak yang beralih fungsi untuk penanaman

tanaman pangan demi kepentingan perang. Selain itu pemaksaan penanaman pohon

jarak dan kapas di lahan yang dulunya untuk penanaman tebu telah merusak

kesuburan tanah. Terbengkalainya PG Gending pada masa pemerintahan Jepang juga

membuat banyak mesin mesin pabrik mengalami kerusakan karena tidak pernah

dioperasikan dan tidak pernah mengalami perbaikan sama sekali. Kondisi ini

membuat PG Gending mengalami nasib yang mengenaskan dan berhenti beroperasi.

Perkembangan PG Gending Tahun 1945-2010

Perkembangan industri gula di Indonesia pada tahun 1945 sampai 1950 tidak

terdapat kemajuan yang berarti. Orang-orang Belanda tetap menjadi pemilik pabrik

gula, sedangkan petani di Jawa adalah pihak yang menyewakan tanahnya untuk

ditanami tebu (Sapuan, 1985:6). Pada saat terjadinya clash I dan II (1947 dan 1948),

banyak pabrik gula yang dibumi hanguskan oleh gerilyawan Republik Indonesia agar

tidak jatuh ke tangan musuh (Belanda). Oleh karena itu produksi gula merosot.

Produktivitas gula juga merosot karena digunakannya bungkil kacang/kapuk sebagai

ganti pupuk ZA yang impornya terhenti.

PG Gending sendiri tidak dapat beroperasi dikarenakan keadaan yang tidak

memungkinkan karena tanaman-tanaman tebu milik PG Gending banyak yang

dibakar oleh gerilyawan sehingga PG Gending menghentikan seluruh operasionalnya.

Baru pada tahun 1957 setelah pabrik ini diambil alih oleh pemerintahan Indonesia,

maka PG Gending dapat beroperasi kembali.dalam perkembangannya setelah

kepemilikan diambil alih oleh pemerintah Indonesia PG Gending mengalami

beberapa perkembangan. Perkembangan tersebut terjadi dalam beberapa aspek.

Adapun perkembangan PG Gending selama tahun 1957-2010 dapat dijelaskan

sebagai berikut.

Pertama adalah perkembangan area: luas area lahan yang dimiliki oleh PG

Gending dalam penelitian ini pada awal berdirinya adalah seluas 14, 65 ha. Luas area

tersebut kemudian bertambah menjadi 36, 12 ha setelah dilaksanakan proyek

pembangunan tahun 1977. Penambahan ini dilaksanakan terkait rehabilitasi mesin

giling tebu, pembangunan gudang penyimpanan (storage), perkantoran, perumahan

pegawai dan sarana lainnya. Sedangkan luas area tanam tebu PG Gending pada

tahun-tahun awal beroperasinya kembali tidak ditemukan data. Baru pada tahun 2000

peneliti menemukan data tentang luas areal tanam tebu PG Gending. Adapun luas

area tanam PG Gending secara beurutan mulai tahun 2000 sampai tahun 2009 yaitu:

79.699 ha, 82.304 ha, 80.450 ha, 60.268 ha, 53.981ha , 34.750ha, 37.088ha, 37.865

ha, 2.756 ha, 2.717 ha. Secara umum jika ditarik kesimpulan maka luas area tanam

PG Gending dari tahun ke tahun mengalami penurunan yang mengakibatkan PG

Gending Kesulitan bahan baku tebu.

Kedua adalah modal: dalam penelitian ini, peneliti tidak dapat menemukan

jumlah modal awal yang dimiliki perusahaan saat pabrik di dirikan oleh Culture Bank

Maatschappij. Keterangan tentang jumlah modal perusahaan baru ditemukan ketika

perusahaan telah dilebur menjadi PT Perkebunan Nusantara XI seperti yang

tercantum dalam akte pendirian Notaris Harun Kamil, SH No. 44 tanggal 11 maret

1996. Modal dasar perusahaan ditetapkan sebesar Rp. 300 milyar, dalam

perkembangannya sesuai dengan akte Notaris Sri Rahayu Hadi Prasetyo, SH, tanggal

2 oktober 2002 yang telah disahkan berdasarkan keputusan Menteri Kehakiman dan

Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. C 21048 HT.01.04 TH 2002, modal

dasar perseroan berubah menjadi Rp. 650 Milyar dimana sumber dana semuanya

diperoleh dari pemerintah RI.

Ketiga adalah sarana prasarana: sarana prasarana yang dimiliki oleh PG

Gending antara lain mesin-mesin pabrik kilang (stasiun gilingan, stasiun pemurnian,

stasiun penguapan (evaporator), stasiun masakan, stasiun putaran, stasiun ketel uap

(boiler), dan stasiun listrik) dan gudang penyimpanan. Sarana tersebut masih

ditambah dengan perkantoran, perumahan, mess (guest house), ruang workshop,

poliklinik, komplek sekolah (TK) dan sarana olahraga yang dibangun untuk

menjamin keseahteraan para buruh pabrik beserta keluarganya. Sarana prasarana

tersebut dibangun tidak serta merta, tetapi melalui beberapa tahapan. Pada tahun 1977

PG merevitalisasi crusher dan stasiun gilingan, menambah pan masak dari 5 buah

menjadi 7, dan memodernisasi stasiun putaran merek BMA dengan type terbaru high

grade semi automatic maupun yang full automatic merek western state. Pada tahun

1978 menambah dua unit boiler (ketel uap) Borsig dengan kapasitas masing-masing

13 ton/jam. Stasiun listrik direvitalisasi dimana sebelumnya (1967-1970)

menggunakan dua generator diesel dengan kapasitas masing-masing 275 kw dan 350

kw menjadi menjadi dua buah generator turbin merek Siemens dengan kapasitas

listrik masing-masing 1200 kw.

Keempat adalah tenaga kerja: jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh PG

Gending pada awal berdirinya tidak ditemukan data, tetapi pada tahun 1959 tercatat

450 orang. Antara tahun 1960-1970 dengan adanya sistem serikat buruh dan sistem

politik yang ada jumlah tenaga kerja menjadi 573. Jumlah tenaga kerja tahun 1970

tercatat 600 orang dan berkurang menjadi 572 pada tahun 1979 karena banyak yang

diberhentikan karena faktor usia dan kurang terampil. Pada tahun1986 jumlah pekerja

tercatat 537 orang namun sampai tahun 1990 tidak ditemukan data yang akurat

mengenai jumlah tenaga kerja PG Gending. Jumlah tenaga kerja tahun 1992-1997

adalah 615 orang, pada tahun 2004 jumlah tenaga kerja PG Gending adalah 609

orang. Sedangkan jumlah tenaga kerja tahun 2005-2009 adalah 673 orang. Adapun

klasifikasi dan pengangkatan karyawan atau tenaga kerja di PG Gending berdasarkan

status kepegawaian terdiri atas: karyawan tetap, karyawan kampaye, karyawan

honorer, karyawan boronga. Adapun komposisi tenaga kerja adalah sebagai berikut:

karyawan tetap sebanyak 264, karyawan kampaye sebanyak 187, karyawan honorer

1, dan karyawan borongan sebanyak 196 orang.

Kelima adalah manajemen: PG Gending mengalami beberapa kali pergantian

pengurus dijajaran direksi, pemegang kebijakan ditingkat atas. Adapun tahun 1955-

1964 administratur PG Gending dijabat oleh R.P Soenjoto RD dan digantikan oleh

Mochtar Effendi pada tahun 1964 sampai dengan tahun 1969. Pada tahun 1969 PG

Gending berubah status menjadi perusahaan Negara perkebunan (PNP). Hal tersebut

menyebabkan pergantian ditingkat administratur dari Mochtar Effendi kepada

Soewojo Karno Winarto sampai dengan tahun 1976.Pada perkembangan selanjutnya

PNP berubah bentuk menjadi perseroan terbatas perkebunan (PTP). Maka pada bulan

juni 1975 pabrik ini bernaung dibawah PT Perkebunan XXIV-XXV. Adapun

administratur yang menjabat di PG Gending dari tahun 1976-1996 dapat dijabarkan

sebagai berikut: R. Ibnu Hidayat (1976-1982), HR Soenarto Soedjono (1982-1985),

Richardus Hidayat. Bsc (1985-1989), Ir. Soemadi (1989-1996). Selanjutnya mulai 14

februari 1996 PG Gending berada dibawah naungan PTPN XI. Adapun administratur

yang menjabat di PG Gending tahun 1997-2003 adalah sebagai berikut: Ir. Tari

Kartodiharjo (1997-1998), H. Faried Ma’roef (februari 1999-januari 2000), Ir. H.

Herry SS (januari 2000-desember 2002), Bambang W.Bsc (januari 2003-agustus

2003). Adapun yang menjabat administratur PG Gending tahun 2004-2010 adalah Ir.

H Sumedi Budihardjo MM. Pada tanggal 27 februari 2006 Ir. H Sumedi Budihardjo

MM di mutasi sebagai administratur PG Asembagus, sebagai gantinya diangkat Ir. H

Joko Winarno yang menjabat sampai tahun 2008. Pada 1 april 2008 diangkat Ir. Joko

Purnomo yang menjabat sebagai administratur sampai 2009. Pada 15 april 2009 Ir.

Joko Purnomo dimutasikan sebagai administratur PG Pajarakan dan digantikan oleh

Ir. Agus Iswahyudi.

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan, hasil penelitian ini dapat

disimpulkan sebagai berikut. Probolinggo memiliki letak astronomis dan ketinggian

tanah yang berpotensi pada perkembangan perkebunan dan pertanian. Selain

pertimbangan kondisi geografis keberadaan infratruktur jalan yang baik juga menjadi

pertimbangan lain dalam pendirian PG Gending. Perkembangan PG Gending pada

tahun 1830-1942 tidak ditemukan data yang mencukupi, pada masa pendudukan

Jepang PG Gending berhenti beroperasi dikarenakan imbas dari kebijakan Jepang.

Sedangkan perkembangan PG Gending tahun 1955-2010 dalam hal sarana prasarana,

modal, tenaga kerja juga manajeman menunjukkan perkembangan yang cukup

siknifikan terutama dalam hal pembaruan mesin dan kapasitas giling, namun dalam

hal areal penanaman tebu justru cenderung menurun dari tahun ke tahun sehingga

produktifitas gula menurun karena sulitnya mendapatkan bahan baku tebu

Saran

Penelitian ini patut untuk dikembangkan dalam penelitian lebih lanjut

terutama dalam hal peran serta buruh pabrik dan petani tebu dalam upaya

pengembangan PG Gending. Perkembangan social budaya serta ekonomi masyarakat

sekitar pabrik selama indistri ini berdiri juga dapat menjadi kajian yang menarik

untuk diteliti lebih lanjut.

DAFTAR RUJUKAN

Anonim. 2010. (online), (http//www.kabProbolinggo.go.id), diakses 20 mei 2010).

Anonim. 2010. (online), (http// www.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_ Probolinggo),

diakses 20 mei 2010).

Handinoto. 1997. Bentuk dan struktur kota probolinggo tipologi sebuah Kota

administratif belanda. (http//[email protected]), diakses 20 mei

2010)

Hariyono. 1995. Mempelajari Sejarah Secara Efektif. Jakarta: Pustaka Jaya.

Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya.

Kuntowijoyo. 2005. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya.

Rosyid, Ikhsan. 2007. Industri Mesin Surabaya: Fungsi Dan Peran Dalam

Industrialisasi Dan Pembangunan Kota Abad XIX Dan Awal Abad XX. Dalam

Purnawan Basundoro (Eds), Tempo Doeloe Selaloe Aktoel (hlm. 267-296).

Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Sapuan, 1998. Kebijaksanaan Pergulaan dan Perkembangan Tata Niaga Gula di

Indonesia,(online at www.bulog.go.id\papers\k_001gula. Html diakses 20 mei

2010)

Sjamsudin, Helius. 1996. Metodelogi Sejarah. Jakarta: Depdikbud.