Sejarah Perkembangan Nu

31
1. Sejarah Perkembangan Nu Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan "Kebangkitan Nasional". Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana- mana - setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan. Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon kebangkitan nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan "Nahdlatul Fikri" (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga

Transcript of Sejarah Perkembangan Nu

Page 1: Sejarah Perkembangan Nu

1. Sejarah Perkembangan Nu

Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang

dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan

tradisi, telah menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk

memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan

organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan

"Kebangkitan Nasional". Semangat kebangkitan memang terus menyebar

ke mana-mana - setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan

ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah

berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan.

Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme,

merespon kebangkitan nasional tersebut dengan membentuk organisasi

pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada

1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal

juga dengan "Nahdlatul Fikri" (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana

pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ

kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar).

Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat.

Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil

sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang

berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.

Suatu waktu Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal

yakni mazhab Wahabi di Mekkah, kalangan pesantren yang selama ini

membela keberagaman, menolak pembatasan bermazhab dan

penghancuran warisan peradaban tersebut. Dengan sikapnya yang

berbeda itu kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al

Islam di Yogyakarta pada tahun 1925. Akibatnya kalangan pesantren

juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu'tamar 'Alam Islami

(Kongres Islam Internasional) di Mekkah yang akan mengesahkan

keputusan tersebut. Sumber lain menyebutkan bahwa K.H. Hasyim

Asy'ari, K.H. Wahab Hasbullah dan sesepuh NU lainnya melakukan walk

out.

Page 2: Sejarah Perkembangan Nu

Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan

kebebasan bermazhab serta peduli terhadap pelestarian warisan

peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri

yang dinamakan Komite Hejaz, yang diketuai oleh K.H. Wahab Hasbullah.

2. K.H. Hasyim Asy'arie, Rais Akbar (ketua) pertama NU.

Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite

Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, maka Raja

Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya, hingga saat ini di Mekkah

bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan mazhab mereka masing-

masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang

berhasil memperjuangkan kebebasan bermazhab dan berhasil

menyelamatkan peninggalan sejarah dan peradaban yang sangat

berharga.

Berangkan komite dan berbagai organisasi yang bersifat

embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk

organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk

mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi

dengan berbagai kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk

organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16

Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H.

Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar.

Untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim

Asy'ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga

merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab

tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan

sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam

bidang sosial, keagamaan dan politik.

Page 3: Sejarah Perkembangan Nu

3. Paham keagamaan

NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, sebuah pola pikir

yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan

kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU

tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan

akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu

dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu

Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fiqih

lebih cenderung mengikuti mazhab: imam Syafi'i dan mengakui tiga

madzhab yang lain: imam Hanafi, imam Maliki,dan imam Hanbali

sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah.

Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali

dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan

syariat.

Gagasan kembali kekhittah pada tahun 1984, merupakan

momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran ahlussunnah wal

jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang

fikih maupun sosial. Serta merumuskankembali hubungan NU dengan

negara. Gerakan tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah

pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.

4. Daftar pimpinan

Berikut ini adalah daftar Ketua Rais Aam (pimpinan tertinggi)

Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama:

No Nama Awal Jabatan Akhir Jabatan

1 KH Mohammad Hasyim Asy'arie 1926 1947

2 KH Abdul Wahab Chasbullah 1947 1971

3 KH Bisri Syansuri 1972 1980

4 KH Muhammad Ali Maksum 1980 1984

5 KH Achmad Muhammad Hasan Siddiq 1984 1991

KH Ali Yafie (pjs) 1991 1992

Page 4: Sejarah Perkembangan Nu

6 KH Mohammad Ilyas Ruhiat 1992 1999

7 KH Mohammad Ahmad Sahal Mahfudz 1999 sekarang

5. Basis pendukung

Dalam menentukan basis pendukung atau warga NU ada beberapa

istilah yang perlu diperjelas, yaitu: anggota, pendukung atau simpatisan,

serta Muslim tradisionalis yang sepaham dengan NU. Jika istilah warga

disamakan dengan istilah anggota, maka sampai hari ini tidak ada satu

dokumen resmipun yang bisa dirujuk untuk itu. Hal ini karena sampai

saat ini tidak ada upaya serius di tubuh NU di tingkat apapun untuk

mengelola keanggotaannya.

Apabila dilihat dari segi pendukung atau simpatisan, ada dua cara

melihatnya. Dari segi politik, bisa dilihat dari jumlah perolehan suara

partai-partai yang berbasis atau diasosiasikan dengan NU, seperti PKBU,

PNU, PKU, Partai SUNI, dan sebagian dari PPP. Sedangkan dari segi

paham keagamaan maka bisa dilihat dari jumlah orang yang mendukung

dan mengikuti paham kegamaan NU. Maka dalam hal ini bisa dirujuk

hasil penelitian Saiful Mujani (2002) yaitu berkisar 48% dari Muslim

santri Indonesia. Suaidi Asyari[1] memperkirakan ada sekitar 51 juta dari

Muslim santri Indonesia dapat dikatakan pendukung atau pengikut

paham keagamaan NU. Jumlah keseluruhan Muslim santri yang disebut

sampai 80 juta atau lebih, merupakan mereka yang sama paham

keagamaannya dengan paham kegamaan NU. Namun belum tentu

mereka ini semuanya warga atau mau disebut berafiliasi dengan NU.

Berdasarkan lokasi dan karakteristiknya, mayoritas pengikut NU

terdapat di pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatra. Pada

perkembangan terakhir terlihat bahwa pengikut NU mempunyai profesi

beragam, meskipun sebagian besar di antara mereka adalah rakyat jelata

baik di perkotaan maupun di pedesaan. Mereka memiliki kohesifitas

yang tinggi, karena secara sosial ekonomi memiliki problem yang sama,

serta selain itu juga sama-sama sangat menjiwai ajaran ahlus sunnah wal

jamaah. Pada umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan

Page 5: Sejarah Perkembangan Nu

dunia pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar

budaya NU.

Basis pendukung NU ini cenderung mengalami pergeseran.

Sejalan dengan pembangunan dan perkembangan industrialisasi, maka

penduduk NU di desa banyak yang bermigrasi ke kota memasuki sektor

industri. Maka kalau selama ini basis NU lebih kuat di sektor petani di

pedesaan, maka saat di sektor buruh di perkotaan, juga cukup dominan.

Demikian juga dengan terbukanya sistem pendidikan, basis intelektual

dalam NU juga semakin meluas, sejalan dengan cepatnya mobilitas sosial

yang terjadi selama ini. Belakangan ini NU sudah memiliki sejumlah

doktor atau magister dalam berbagai bidang ilmu selain dari ilmu ke-

Islam-an baik dari dalam maupun luar negeri, termasuk negara-negara

Barat. Namun para doktor dan magister ini belum dimanfaatkan secara

maksimal oleh para pengurus NU hampir di setiap lapisan kepengurusan

NU.

6. Organisasi

a. Tujuan

Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah waljama'ah

di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

b. Usaha

1. Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan

meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat

persatuan dalam perbedaan.

2. Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang

sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang

bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.Hal ini terbukti

dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa

NU dan sudah tersebar di berbagai daerah khususnya di Pulau

Jawa.

Page 6: Sejarah Perkembangan Nu

3. Di bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat

serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan

kemanusiaan.

4. Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan

untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan

berkembangnya ekonomi rakyat.Hal ini ditandai dengan

lahirnya BMT dan Badan Keuangan lain yang yang telah

terbukti membantu masyarakat.

5. Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat

luas. NU berusaha mengabdi dan menjadi yang terbaik bagi

masyrakat.

c. Struktur

1. Pengurus Besar (tingkat Pusat)

2. Pengurus Wilayah (tingkat Propinsi)

3. Pengurus Cabang (tingkat Kabupaten/Kota) atau Pengurus

Cabang Istimewa untuk kepengurusan di luar negeri

4. Pengurus Majlis Wakil Cabang / MWC (tingkat Kecamatan)

5. Pengurus Ranting (tingkat Desa / Kelurahan)

Untuk Pusat, Wilayah, Cabang, dan Majelis Wakil Cabang, setiap

kepengurusan terdiri dari:

1. Mustayar (Penasihat)

2. Syuriyah (Pimpinan tertinggi)

3. Tanfidziyah (Pelaksana Harian)

Untuk Ranting, setiap kepengurusan terdiri dari:

1. Syuriyah (Pimpinan tertinggi)

2. Tanfidziyah (Pelaksana harian)

d. Jaringan

Hingga akhir tahun 2000, jaringan organisasi NU meliputi:

33 Wilayah

439 Cabang

15 Cabang Istimewa yang berada di luar negeri

5.450 Majelis Wakil Cabang / MWC

Page 7: Sejarah Perkembangan Nu

47.125 Ranting

7. NU dan politik

Pertama kali NU terjun pada politik praktis pada saat menyatakan

memisahkan diri dengan Masyumi pada tahun 1952 dan kemudian

mengikuti pemilu 1955. NU cukup berhasil dengan merahil 45 kursi DPR

dan 91 kursi Konstituante. Pada masa Demokrasi Terpimpin NU dikenal

sebagai partai yang mendukung Sukarno. Setelah PKI memberontak, NU

tampil sebagai salah satu golongan yang aktif menekan PKI, terutama

lewat sayap pemudanya GP Ansor.

NU kemudian menggabungkan diri dengan Partai Persatuan

Pembangunan pada tanggal 5 Januari 1973 atas desakan penguasa orde

baru. Mengikuti pemilu 1977 dan 1982 bersama PPP. Pada muktamar NU

di Situbondo, NU menyatakan diri untuk 'Kembali ke Khittah 1926' yaitu

untuk tidak berpolitik praktis lagi.

Namun setelah reformasi 1998, muncul partai-partai yang

mengatasnamakan NU. Yang terpenting adalah Partai Kebangkitan

Bangsa yang dideklarasikan oleh Abdurrahman Wahid. Pada pemilu

1999 PKB memperoleh 51 kursi DPR dan bahkan bisa mengantarkan

Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI. Pada pemilu 2004, PKB

memperoleh 52 kursi DPR.

8. Sejarah Perkembangan Muhammadiyah

Muhammadiyah merupakan salah satu orgnisasi Islam pembaharu di

Indonesia. Gerakan Muhammadiyah yang dibangun oleh K.H. Ahmad

Dahlan sesungguhnya merupakan salah satu mata rantai yang panjang

dari gerakan pembaharuan Islam yang dimulai sejak tokoh pertamanya,

yaitu Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim al-Jauziyah, Muhammad bin Abdul

Wahab, Sayyid Jamaludin al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha,

dan sebagainya. Pengaruh gerakan pembaharuan tersebut terutama

berasal dari Muhammad Abduh melalui tafsirnya, al-Manar, suntingan

dari Rasyid Ridha serta majalah al-Urwatul Wustqa.

Page 8: Sejarah Perkembangan Nu

9. Tokoh Pendirinya

Pendiri Muhammadiyah adalah K.H. Ahmad Dahlan. Ia lahir di

Kampung Kauman, Yogyakarta, tahun 1868 M dengan nama Muhammad

Darwis. Ayahnya adalah K.H. Abubakar, seorang Khotib masjid Besar

Kesultanan Yogyakarta, yang apabila dilacak silsilahnya sampai kepada

Maulana Malik Ibrahim. Ibunya bernama Siti Aminah, putri K.H. Ibrahim,

Penghulu kesultanan Yogyakarta. Jadi, kedua orang tua K.H. Ahmad

Dahlan juga merupakan keturunan ulama.

Meskipun Muhammad Darwis berasal dari kalangan keluarga

yang cukup terkemuka, tetapi ia tidak sekolah di Gubernemen (waktu

itu), melainkan diasuh dan dididik mengaji Alquran dan dasar-dasar ilmu

agama Islam oleh ayahnya sendiri di rumah. Hal itu karena pada waktu

itu ada suatu pendapat umum bahwa barangsiapa memasuki sekolah

Gubernemen, maka dianggap kafir atau Kristen.

Pada usia delapan tahun ia telah lancar membaca Alquran hingga

khatam. Kemudian ia belajar fikih kepada K.H. Muhammad Shaleh, dan

nahwu kepada K.H. Muhsin. Keduanya adalah kakak ipar Muhammad

Darwis sendiri. Ia juga berguru kepada K.H. Muhammad Nur dan K.H.

Abdul Hamid dalam berbagai ilmu.

Pada tahun 1889 M ia dinikahkan dengan saudara sepupunya,

Siti Walidah, putri K.H. Muhammad Fadil, Kepala Penghulu Kesultanan

Yogyakarta. Beberapa bulan setelah pernikahannya, atas anjuran ayah

bundanya, Muhammad Darwis menunaikan ibadah haji. Ia tiba di Mekah

pada bulan Rajab 1308 H (1890 M). Setelah menunaikan umrah, Ia

bersilaturahmi dengan para ulama, baik dari Indonesia maupun Arab. Di

antaranya, ia mendatangi ulama mazhab Syafi’i Bakri Syata’ dan

mendapat ijazah nama Haji Ahmad Dahlan. Ia telah berganti nama, dan

juga bertamabah ilmunya. Sepulang dari ibadahnya itu, ia membantu

ayahnya mengajar santri-santri remaja. Sehingga, ia mendapat sebutan

K.H. Ahmad Dahlan.

Page 9: Sejarah Perkembangan Nu

Pada tahun 1896 M ia diangkat menjadi khotib di masjid Besar

oleh kesultanan Yogyakarta dengan gelar “khotib amin”. Ia juga

berdagang batik ke kota-kota di Jawa. Ia pernah diberi modal oleh orang

tuanya sebanyak F. 500,- pada tahun 1892, tetapi sebagian besar

digunakan untuk membeli kitab-kitab Islam. Dalam perjalanan dagang

itu, ia selalu bersilaturahmi kepada para ulama setempat dan

membicarakan perihal agama Islam dan masyarakatnya. Perjalanan

demikian bertujuan untuk mempelajari sebab-sebab kemunduran kaum

muslimin dan mencari jalan keluar untuk mengatasinya.

Tahun 1909 K.H. Ahmad Dahlan bertemu dengan Dr. Wahidin

Sudirohusodo di Ketandan, Yogyakarta. Ia menanyakan berbagai hal

tentang perkumpulan Budi Utomo dan tujuannya. Setelah mendengarkan

penjelasan darinya, ia ingin bergabung dengan organisasi tersebut. Ia

mulai belajar berorganisasi. Pada tahun 1910, ia pun menjadi anggota ke-

770 perkumpulan Jami’at Khair Jakarta. Ia tertarik kepada organisasi ini

karena organisasi ini telah lebih awal membangun sekolah-sekolah

agama dan bahasa Arab, disamping bergerak dalam bidang sosial dan

giat membina hubungan dengan pemimpin-pemimpin di negara-negara

Islam yang telah maju. Dari pengalamannnya yang ia dapatkan, ia

menyadari bahwa usaha perbaikan masyarakat itu tidak mudah jika

dilaksanakan sendirian, melainkan dengan berorganisasi bekerja sama

dengan banyak orang.

10. Berdirinya Muhammadiyah

Suatu ketia Ia menyampaikan usaha pendidikan setalah selesai

menyampaikan santapan rohani pada rapat pengurus Budi Utomo

cabang Yogyakarta. Ia menyampaikan keinginan mengajarkan agama

Islam kepada para siswa Kweekschool Gubernamen Jetis yang dikepalai

oleh R. Boedihardjo, yang juga pengurus Budi Utomo. Usul itu disetujui,

dengan syarat di luar pelajaran resmi. Lama-lama peminatnya banyak,

hingga kemudian mendirikan sekolah sendiri. Di antara para siswa

Kweekschool Jetis ada yang memperhatikan susunan bangku, meja, dan

Page 10: Sejarah Perkembangan Nu

papan tulis. Lalu, mereka menanyakan untuk apa, dijawab untuk sekolah

anak-anak Kauman dengan pelajaran agama Islam dan pengetahuan

sekolah biasa. Mereka tertarik sekali, dan akhirnya menyarankan agar

penyelelenggaraan ditangani oleh suatu organisasi agar berkelanjutan

sepeninggal K.H. Ahmad Dahlan kelak.

Sebenarnya, mengenai pendirian sekolah itu telah dibicarakan dan

dibantu oleh pengurus Budi Utomo. Setelah pelaksanaan

penyelenggaraan sekolah itu sudah mulai teratur, kemudian dipikirkan

tentang organisasi pendukung terselenggaranya kegiatan sekolah itu.

Dipilihlah nama “Muhammadiyah” sebagai nama organisasi itu dengan

harapan agar para anggotanya dapat hidup beragama dan bermasyarakat

sesuai dengan pribadi Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Penyusunan anggaran dasar Muhamadiyah banyak mendapat bantuan

dari R. Sosrosugondo, guru bahasa Melayu Kweekschool Jetis.

Rumusannya dibuat dalam bahasa melayu dan Belanda. Kesepakatan

bulat pendirian Muhamadiyah terjadi pada tanggal 18 November 1912 M

atau 8 Dzulhijjah 1330 H. Tgl 20 Desember 1912 diajukanlah surat

permohonan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda, agar

perserikatan ini diberi izin resmi dan diakui sebagai suatu badan hukum.

Setelah memakan waktu sekitar 20 bulan, akhirnya pemerintah Hindia

Belanda mengakui Muhammadiyah sebagai badan hukum, tertung dalam

Gouvernement Besluit tanggal 22 Agustus 1914, No. 81, beserta

alamporan statuennya.

11. Arti Muhammadiyah

1. Arti Bahasa (Etimologis)

Muhamadiyah berasal dari kata bahasa Arab “Muhamadiyah”, yaitu

nama nabi dan rasul Allah yang terkhir. Kemudian mendapatkan “ya”

nisbiyah, yang artinya menjeniskan. Jadi, Muhamadiyah berarti “umat

Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam” atau “pengikut Muhammad

Shallallahu ‘alaihi wa sallam”, yaitu semua orang Islam yang mengakui

Page 11: Sejarah Perkembangan Nu

dan meyakini bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam

adalah hamba dan pesuruh Allah yang terakhir.

2. Arti Istilah (Terminologi)

Secara istilah, Muhamadiyah merupakan gerakan Islam, dakwah

amar makruf nahi munkar, berakidah Islam dan bersumber pada

Alquran dan as-Sunnah, didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 8

Dzulhijjah 1330 H, bertepatan 18 November 1912 Miladiyah di kota

Yogyakarta.

Gerakan ini diberi nama Muhammadiyah oleh pendirinya dengan

maksud untuk berpengharapan baik, dapat mencontoh dan meneladani

jejak perjuangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam rangka

menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, semata-mata demi

terwujudnya ‘Izzul Islam wal Muslimin, kejayaan Islam sebagai realita

dan kemuliaan hidup umat Islam sebagai realita.

12. Maksud dan Tujuan Muhammadiyah

Rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah sejak berdiri hingga

sekarang ini telah mengalami beberapa kali perubahan redaksional,

perubahan susunan bahasa dan istilah. Tetapi, dari segi isi, maksud dan

tujuan Muhammadiyah tidak berubah dari semula.

Pada waktu pertama berdirinya Muhamadiyah memiliki maksud

dan tujuan sebagi berikut:

1. Menyebarkan pengajaran Kanjeng Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi

wa sallam kepada penduduk bumi-putra, di dalam residensi

Yogyakarta.

2. Memajukan hal agama Islam kepada anggota-anggotanya.

Hingga tahun 2000, terjadi tujuh kali perubahan redaksional

maksud dan tujuan Muhamadiyah. Dalam muktamarnya yang ke-44 yang

diselenggarakan di Jakarta bulan Juli 2000 telah ditetapkan maksud dan

tujuan Muhamadiyah, yaitu Menegakkan dan menjunjung tinggi agama

Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang

diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Page 12: Sejarah Perkembangan Nu

13. Amal Usaha Muhammadiyah

Usaha yang pertama melalui pendidikan, yaitu dengan mendirikan

sekolah Muhammadiyah. Selain itu juga menekankan pentingnya

pemurnian tauhid dan ibadah, seperti:

1. Meniadakan kebiasaan menujuhbulani (Jawa: tingkeban), yaitu

selamatan bagi orang yang hamil pertama kali memasuki bulan ke

tujuh. Kebiasaan ini merupakan peninggalan dari adat-istiadat Jawa

kuno, biasanya diadakan dengan membuat rujak dari kelapa muda

yang belum berdaging yang dikenal dengan nama cengkir dicampur

dengan berbagai bahan lain, seperti buah delima, buah jeruk, dan lain-

lain. Masing-masing daerah berbeda-beda cara dan macam upacara

tujuh bulanan ini, tetapi pada dasarnya berjiwa sama, yaitu dengan

maksud mendoakan bagi keselamatan calon bayi yang masih berada

dalam kandungan itu.

2. Menghilangkan tradisi keagamaan yang tumbuh dari kepercayaan

Islam sendiri, seperti selamatan untuk menghormati Syekh Abdul

Qadir Jaelani, Syekh Saman, dll yang dikenal dengan manakiban. Selain

itu, terdapat pula kebiasaan membaca barzanji, yaitu suatu karya puisi

serta syair-syair yang mengandung banyak pujaan kepada Nabi

Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disalahartikan. Dalam

acara-acara semacam ini, Muhammadiyah menilai, ada

kecenderungan yang kuat untuk mengultusindividukan seornag wali

atau nabi, sehingga hal itu dikhawatirkan dapat merusak kemurnian

tauhid. Selain itu, ada juga acara yang disebut “khaul”, atau yang lebih

populer disebut khal, yaitu memperingati hari dan tanggal kematian

seseorang setiap tahun sekali, dengan melakukan ziarah dan

penghormatan secara besar-besaran terhadap arwah orang-orang

alim dengan upacara yang berlebih-lebihan. Acara seperti ini oleh

Muhammadiyah juga dipandang dapat mengeruhkan tauhid.

3. Bacaan surat Yasin dan bermacam-macam zikir yang hanya khusus

dibaca pada malam Jumat dan hari-hari tertentu adalah suatu bid’ah.

Begia ziarah hanya pada waktu-waktu tertentu dan pada kuburan

Page 13: Sejarah Perkembangan Nu

tertentu, ibadah yang tidak ada dasarnya dalam agama, juga harus

ditinggalkan. Yang boleh adalah ziarah kubur dengan tujuan untuk

mengingat adanya kematian pada setiap makhluk Allah.

Mendoakan kepada orang yang masih hidup atau yang sudah mati

dalam Islam sangat dianjurkan. demikian juga berzikir dan membaca

Alquran juga sangat dianjurkan dalam Islam. Akan tetapi, jika di dalam

berzikir dan membaca Alquran itu diniatkan untuk mengirim pahala

kepada orang yang sudah mati, hal itu tidak berdasa pada ajaran agama,

oleh karena itu harus ditinggalkan. Demikian juga tahlilan dan selawatan

pada hari kematian ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, dan ke-1000 hari, hal itu

merupakan bid’ah yang mesti ditinggalkan dari perbuatan Islam. Selain

itu, masih banyak lagi hal-hal yang ingin diusahakan oleh

Muhammadiyah dalam memurnikan tauhid.

14. Perkembangan Muhammadiyah

1. Perkembanngan secara Vertikal

Dari segi perkembangan secara vertikal, Muhammadiyah telah

berkembang ke seluruh penjuru tanah air. Akan tetapi, dibandingkan

dengan perkembangan organisasi NU, Muhammadiyah sedikit

ketinggalan. Hal ini terlihat bahwa jamaah NU lebih banyak dengan

jamaah Muhammadiyah. Faktor utama dapat dilihat dari segi usaha

Muhammadiyah dalam mengikis adat-istiadat yang mendarah daging

di kalangan masyarakat, sehingga banyak menemui tantangan dari

masyarakat.

2. Perkembangan secara Horizontal

Dari segi perkembangan secara Horizontal, amal usaha

Muhamadiyah telah banyak berkembang, yang meliputi berbagai

bidang kehidupan.

Perkembangan Muhamadiyah dalam bidang keagamaan terlihat dalam

upaya-upayanya, seperti terbentukanya Majlis Tarjih (1927), yaitu

lembaga yang menghimpun ulama-ulama dalam Muhammadiyah yang

secara tetap mengadakan permusyawaratan dan memberi fatwa-fatwa

Page 14: Sejarah Perkembangan Nu

dalam bidang keagamaan, serta memberi tuntunan mengenai hukum.

Majlis ini banyak telah bayak memberi manfaat bagi jamaah dengan

usaha-usahanya yang telah dilakukan:

Memberi tuntunan dan pedoman dalam bidang ubudiyah sesuai

dengan contoh yang telah diberikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa

sallam.

Memberi pedoman dalam penentuan ibadah puasa dan hari raya

dengan jalan perhitungan “hisab” atau “astronomi” sesuai dengan

jalan perkembangan ilmu pengetahuan modern.

Mendirikan mushalla khusus wanita, dan juga meluruskan arah kiblat

yang ada pada amasjid-masjid dan mushalla-mushalla sesuai dengan

arah yang benar menurut perhitungan garis lintang.

Melaksanakan dan menyeponsori pengeluaran zakat pertanian,

perikanan, peternakan, dan hasil perkebunan, serta amengatur

pengumpulan dan pembagian zakat fitrah.

Memberi fatwa dan tuntunan dalam bidang keluarga sejahtera dan

keluarga berencana.

Terbentuknya Departemen Agama Republik Indonesia juga termasuk

peran dari kepeloporan pemimpin Muhammadiyah.

Tersusunnya rumusan “Matan Keyakinan dan Cita-Cita hidup

Muhammadiyah”, yaitu suatu rumusan pokok-pokok agama Islam

secara sederhana, tetapi menyeluruh.

Dalam bidang pendidikan, usaha yang ditempuh Muhammadiyah

meliputi:

mendirikan sekolah-sekolah umum dengan memasukkan ke dalamnya

ilmu-ilmu keagamaan, dan

mendirikan madrasah-madrasah yang juga diberi pendidikan

pengajaran ilmu-ilmu pengetahuan umum.

Dengan usaha perpaduan tersebut, tidak ada lagi pembedaan mana ilmu

agama dan ilmu umum. Semuanya adalah perintah dan dalam naungan

agama.

Page 15: Sejarah Perkembangan Nu

Dalam bidang kemasyarakatan, usaha-usaha yang telah dilakukan

Muhammadiyah meliputi:

Mendirikan rumah-rumah sakit modern, lengkap dengan segala

peralatan, membangun balai-balai pengobatan, rumah bersalin,

apotek, dan sebagainya.

Mendirikan panti-panti asuhan anak yatim, baik putra maupun putri

untuk menyantuni mereka.

Mendirikan perusahaan percetakan, penerbitan, dan toko buku yang

banyak memublikasikan majalah-majalah, brosur dan buku-buku yang

sangat membantu penyebarluasan paham-paham keagamaan, ilmu,

dan kebudayaan Islam.

Pengusahaan dana bantuan hari tua, yaitu dana yang diberikan pada

saat seseorang tidak lagi bisa abekerja karena usia telah tua atau cacat

jasmani.

Memberikan bimbingan dan penyuluhan keluarga mengenai hidup

sepanjang tuntunan Ilahi.

Dalam bidang politik, usaha-usaha Muhammadiyah meliputi:

Menentang pemerintah Hindia Belanda yang mewajibkan pajak atas

ibadah kurban. Hal ini berhasil dibebaskan.

Pengadilan agama di zaman kolonial berada dalam kekuasaan

penjajah yang tentu saja beragama Kristen. Agar urusan agama di

Indonesia, yang sebagian besar penduduknya beragama Islam, juga

dipegang oleh orang Islam, Muhammadiyah berjuang ke arah cita-cita

itu.

Ikut memelopori berdirinya Partai Islam Indonesia. Pada tahun 1945

termasuk menjadi pendukung utama berdirinya partai Islam Masyumi

dengan gedung Madrasah Mu’alimin Muhammadiyah Yogyakarta

sebagai tempat kelahirannya.

Ikut menanamkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air Indonesia di

kalangan umat Islam Indonesia dengan menggunakan bahasa

Indonesia dalam tabligh-tablighnya, dalam khotbah ataupun tulisan-

tulisannya.

Page 16: Sejarah Perkembangan Nu

Pada waktu Jepang berkuasa di Indonesia, pernah seluruh bangsa

Indonesia diperintahkan untuk menyembah dewa matahari, tuhan

bangsa Jepang. Muhammadiyah pun diperintah untuk melakukan Sei-

kerei, membungkuk sebagai tanda hormat kepada Tenno Heika, tiap-

tiap pagi sesaat matahari sedang terbit. Muhammadiyah menolak

perintah itu.

Ikut aktif dalam keanggotaan MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) dan

menyokong sepenuhnya tuntutan Gabungan Politik Indonesia (GAPI)

agar Indonesia mempunyai parlemen di zaman penjajahan. Begitu

juga pada kegiatan-kegiatan Islam Internasional, seperti Konferensi

Islam Asia Afrika, Muktamar Masjid se-Dunia, dan sebagainya,

Muhammadiyah ikut aktif di dalamnya.

Pada saat partai politik yang bisa amenyalurkan cita-cita perjuangan

Muhammadiyah tidak ada, Muhammadiyah tampil sebagai gerakan

dakwah Islam yang sekaligus mempunyai fungsi politik riil. Pada saat

itu, tahun 1966/1967, Muhammadiyah dikenal sebagai ormaspol,

yaitu organisasi kemasyarakatan yang juga berfungsi sebagai partai

politik.

Dengan semakin luasnya usaha-usaha yang dilakukan oleh

Muhammadiyah, dibentuklah kesatuan-kesatuan kerja yang

berkedudukan sebagai badan pembantu pemimpin persyarikatan.

Kesatuan-kesatuan kerja tersebut berupa majelis-majelis dan badan

badan. Selain majelis dan lembaga, terdapat organisasi otonom, yaitu

organisasi yang bernaung di bawah organisasi induk, dengan amasih

tetap memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri.

Dalam persyarikatan Muhammadiyah, organisasi otonom (Ortom) ini ada

beberapa buah, yaitu:

‘Aisyiyah

Nasyiatul ‘Aisyiyah

Pemuda Muhammadiyah

Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM)

Page 17: Sejarah Perkembangan Nu

Ikatan Mahasiswa Muhamadiyyah (IMM)

Tapak Suci Putra Muhamadiyah

Gerakan Kepanduan Hizbul-Wathan

Organisasi-organisasi otonom tersebut termasuk kelompok Angkatan

Muda Muhammadiyah (AMM). Keenam organisasi otonom ini

berkewajiban mengemban fungsi sebagai pelopor, pelangsung, dan

penyempurna amal usaha Muhammadiyah.

15. Periode Kepemimpinan Muhammadiyah

K.H. Ahmad Dahlan (1912 — 1923)

K.H. Ibrahim (1923 — 1932)

K.H. Hisyam (1932 — 1936)

K.H. Mas Mansur (1936 — 1942)

Ki Bagus Hadikusumo (1942 — 1953)

A.R. Sutan Mansyur (1952 — 1959)

H.M. Yunus Anis (1959 — 1968)

K.H. Ahmad Badawi (1962 — 1968)

K.H. Fakih Usman/H.A.R. Fakhrudin (1968 — 1971)

K.H. Abdur Razak Fakhruddin (1971 — 1990)

K.H. A. Azhar Basyir, M.A. (1990 — 1995)

Prof. Dr. H.M. Amien Rais/Prof. Dr. H.A. Syafi’i Maarif (1995 — 2000)

Prof. Dr. H.A. Syafi’i Maarif (2000 — 2005)

16. Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah

(Keputusan Tanwir tahun 1969 di Ponorogo)

1. Muhammadiyah adalah gerakan berasas Islam, bercita-cita dan

bekerja untuk terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya,

untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan

khalifah Allah di muka bumi.

2. Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah agama Allah yang

diwahyukan kepada rasul-Nya, sejak Nabi Adam, Ibrahim, Musa, Isa

dan seterusnya sampai kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa

sallam, sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia

Page 18: Sejarah Perkembangan Nu

sepanjang masa dan menjamin kesejahteraan hidup materiil dan

spirituil, duniawi dan ukhrawi.

3. Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan:

a. Alquran: kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad

Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

b. Sunnah Rasul: penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Alquran

yang diberikan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam

dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran

Islam.

4. Muhammadiyah bekerja untuk teraksananya ajaran-ajaran Islam yang

meliuti bidang-bidang:

a. Akidah

b. Akhlak

c. Ibadah

d. Muamalah Duniawiyah

5. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya akidah Islam yang murni,

bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah, dan khurafat, tanpa

mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.

6. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia

dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Alquran dan Sunnah Rasul,

tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia.

7. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan

oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa tambahan dan

perubahan dari manusia.

8. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya muamalat duniawiyat

(pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan

ajaran agama serta menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini

sebagai ibadah kepada Allah SWT.

9. Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang

telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai

sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan negara Republik

Indonesia yang berfilsafat Pancasila, untuk berusaha bersama-sama

Page 19: Sejarah Perkembangan Nu

menjadikan suatu negara yang adil, makmur dan diridhai Allah SWT.

Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.

(Catatan: Rumusan keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah

tersebut telah mendapat perubahan dan perbaikan oleh PP

Muhammadiyah atas kuasa Tanwir tahun 1970 di Yogyakarta).

17. Tentang Muhammadiyah dan NU

Tujuan tulisan ringkas adalah memahamai masing-masing

kelompok, bukan untuk memperuncing..

Muhammadiyah dan NU adalah organisasi, bukan masalah fiqh.

Hanya dalam konteks Indonesia, Muhammadiyah dan NU adalah

mewakili 2 golongan besar umat Islam secara fiqh juga.   Muhammadiyah

mewakili kelompok "modernis" (begitu ilmuwan   menyebut), yang

sebenarnya ada beberapa organisasi yang memiliki pandangan mirip

seperti Persis (Persatuan Islam), Al-Irsyad, Sumatra Tawalib. Sedang NU

(Nahdhatul Ulama) mewakili kelompok "tradisional", selain Nahdhatul

Wathan, Jami'atul Washliyah, Perti, dll.

Kedua organisasi memiliki berbagai perbedaan pandangan. Dalam

masyarakat perbedaan paling nyata adalah dalam berbagai masalah furu'

(cabang). Misalnya Muhamadiyah melarang (bahkan membid'ahkan)

bacaan Qunut di waktu Shubuh, sedang NU mensunahkan, bahkan masuk

dalam ab'ad yang kalau tidak dilakukan harus melakukan sujud syahwi,

dan berbagai masalah lain. (kunjungi masalah khilafiah)

Alhamdulillah, perbedaan pandangan ini sudah tidak menjadikan

pertentangan lagi, karena kedewasaan dan toleransi yang besar dari

keduanya.

Pandangan antara keduanya memang berasal dari "madrasah"

(school of thought)  berbeda, yang sesungguhnya sudah terjadi sangat

lama. Muhammadiyah (lahir 1914, didirikan oleh KH Ahmad Dahlan)

adalah lembaga yang lahir dari inspirasi pemikir-pemikir modern seperti

Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Rida (yang sangat

rasional) sekaligus pemikir salaf (yang   literalis) seperti Ibn Taymiah,

Page 20: Sejarah Perkembangan Nu

Muhammad bin Abdul Wahab. Wacana pemikiran modern misalnya

membuka pintu ijtihad, kembali kepada Quran dan Sunah, tidak boleh

taqlid, menghidupkan kembali pemikiran Islam. Sedang wacana salaf

adalah bebaskan takhayul, bid'ah dan khurafat (TBC). Tetapi dalam

perkembangan yang dominan --terutama di grass rootnya-- adalah

wacana salaf. Sehingga Muhammadiyah sangat bersemangat dengan

tema TBC. Yang menjadi masalah, banyak dari kategori TBC tersebut

justru diamalkan di kalangan NU, bahkan dianggap sebagai sunah.

Karena sifatnya yang dinamis,  praktis dan rasional, Muhammadiyah

banyak diikuti oleh kalangan terdidik dan masyarakat kota.

Di sisi lain NU (Nahdhatul Ulama, didirikan antara lain oleh KH

Hasyim Asy'ari, 1926),  lahir untuk menghidupkan tradisi bermadzhab,

mengikuti ulama. Sedikit banyak kelahiran Muhammadiyah memang

memicu kelahiran NU. Berbeda dengan Muhammadiyah, pengaruh NU

sangat nampak di kalangan pedesaan.

Sebenarnya KH A Dahlan dan KH Hasyim Asy'ari sama-sama

pernah berguru kepada Syaikh Ahmad Katib Minangkabawi,  ulama besar

madzhab Syafi'i di Makkah. Ketika bergaung pemikiran Abduh dan

muridnya Rasyid Ridha di Mesir, KH A Dahlan sangat tertarik dan

mengembangkannya di Indonesia. Sedang KH Hasyim Asy'ari justru

kritis terhadap pemikiran mereka...

Berikut secara ringkas perbedaan pandangan di antara keduanya:

Masalah NU Muhammadiyah

Aqidah (Keduanya

masih dalam bingkai

Mengikuti paham Mengikuti paham

salaf/Wahabi* (Ibn

Page 21: Sejarah Perkembangan Nu

Ahlu Sunah) Asy'ariah/Maturidiah

Taymiah, Muhammad bin

Abdul Wahab, Ibn

Qayyim)

Fiqh

Keharusan mengikuti

salah satu madzhab

(terutama Syafi'i)

Langsung kepada Al-

Quran dan Sunah, dan

tarjih (memilih pendapat

yang terkuat)

Tasauf/tarikat

Menerima tasauf, dan

tariqah yang mu'tabar

(diakui)

Menolak tasauf dan

tariqah

(tetapi banyak yang

apresitif secara

individual dan selektif,

misal HAMKA dengan

tasauf modern-nya)

Pemikiran yang

dominan

Pemikir klasik :

Asy'ari, Al-Ghazali,

Nawawi, dll

Ibn Taymiah,

Muhammad bin Abdul

Wahab, Ibn Qayyim,

Muhammad Abduh,

Rasyid Ridha

* Istilah Wahabi diberikan oleh kelompok lain, mereka sendiri lebih

menyukai disebut muwahidin (orang yang mengesakan)