Sejarah Perkembangan Jalan Raya Di Indonesia

13
TUGAS MATA AJARAN TEKNIK JALAN RAYA SEJARAH PERKEMBANGAN JALAN RAYA DI INDONESIA oleh Adisty Lirasha A. P. 0706265983 Bunga Fadhliyah 0706266134 Monika Kristyana Putri 0706266443 Tri Sutrisno 0706266714 DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA 2010

Transcript of Sejarah Perkembangan Jalan Raya Di Indonesia

TUGAS MATA AJARAN TEKNIK JALAN RAYA

SEJARAH PERKEMBANGAN JALAN RAYA

DI INDONESIA

oleh

Adisty Lirasha A. P. 0706265983

Bunga Fadhliyah 0706266134

Monika Kristyana Putri 0706266443

Tri Sutrisno 0706266714

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

2010

Sejarah Perkembangan Jalan Raya di Indonesia 1

Adisty Lirasha A. P. 0706265983

Bunga Fadhliyah 0706266134

Monika Kristyana Putri 0706266443

Tri Sutrisno 0706266714

Sejarah Perkembangan Pembangunan Jalan Raya di Indonesia

Perkembangan Jalan dalam Peradaban Manusia

Jalan raya yang pada hakikatnya dibangun untuk memenuhi kebutuhan manusia, mulai

dibangun seiring dengan keberadaan manusia sendiri. Jalan pada awalnya hanya berupa jejak

manusia yang berkeliling ke daerah sekitar untuk mencari kebutuhan hidup. Jejak ini

berfungsi sebagai penuntun arah bagi manusia. Seiring dengan bertambahnya jumlah

manusia, manusia melakukan aktivitas untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya secara

berkelompok. Perpindahan secara berkelompok ini kemudian menghasilkan jejak dengan

jumlah yang lebih banyak. Selain itu, jalan yang juga berfungsi sebagai petunjuk arah

membuat jejak-jejak kaki lebih sering dilalui oleh orang, sehingga jejak-jejak kaki ini

kemudian berubah menjadi jalan setapak, yang belum rata. Seiring dengan berkembangnya

sarana transportasi sederhana, seperti kuda, mulai dibuat jalan yang lebih rata.

Sementara bangsa Romawi mulai membangun jalan dengan pengaturan lapisan yang

lebih baik dan perencanaan yang lebih matang, pembangunan jalan di Indonesia berkembang

sedikit demi sedikit walaupun belum dibangun dengan perkerasan dan perencanaan yang baik

seperti bangsa Romawi.

Pada ranah internasional, pada tahun 1595, ditemukan danau aspal Trinidad oleh Sir

Walter Religh. Bahan temuan ini mengawali sejarah teknologi perkerasan yang digunakan

untuk lapisan permukaan jalan. Pada tahun 1764, Pierre Marie Jereme Tresaquet dari

Perancis memperkenalkan konstruksi jalan dengan pendekatan ilmiah. Konstruksi jalan yang

direncanakan meliputi lapisan bawah berupa batuan besar yang dilapisi oleh kerikil sebagai

lapisan atas. Lapisan bawah ini didasarkan pada teori bangsa Romawi, yaitu lapisan bawah

tersebut digunakan untuk mentransfer berat jalan itu sendiri dan berat beban yang melaluinya

ke permukaan tanah. Selain itu, lapisan bawah ini dapat melindungi tanah dari deformasi

karena berat yang dibebankan padanya dibuat merata.

Sejarah Perkembangan Jalan Raya di Indonesia 2

Jalan Raya Pos (De Groote Postweg)

Pembangunan—tepatnya pelebaran1—Jalan Raya Pos (De Groote Postweg) oleh

perintah Gubernur-Jenderal (Maarschalk en Gouverneur Generaal) Herman Willem

Daendels merupakan salah satu karya yang paling fenomenal di Indonesia. Jalan raya yang

panjangnya lebih kurang mencapai 1.000-km ini melintasi berbagai kota penting di pulau

Jawa, terutama pusat-pusat pemerintahan maupun kerajaan di masa itu, yaitu dari Anyer di

Banten hingga Panarukan di Jawa Timur. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa jalan ini

menjadi jalan raya nasional pertama di Indonesia. Melalui sistem kerja paksa, seluruh rute

jalan raya tersebut dapat diselesaikan dalam tempo 1 (satu) tahun saja, yaitu pada tahun

1809.1 Pembangunan dilaksanakan dengan membagi seluruh ruas jalan ke dalam berpuluh-

puluh segmen, yaitu dengan cara menugaskan setiap kepala pemerintahan setempat untuk

bertanggung jawab atas keterbangunnya Jalan Raya Pos itu di wilayah mereka. Pengerahan

besar-besaran jumlah tenaga kerja dilakukan karena terdapat ancaman dari Daendels untuk

membunuh para pekerja maupun mandor termasuk kepala pemerintahan setempat bila target

pembangunan tidak tercapai.

Tujuan pembangunan jalan ini lebih ditekankan pada fungsi strategi militer pemerintah

Hindia-Belanda yaitu mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris Raya. Dengan

adanya jalur transportasi ini, pemerintah Hindia-Belanda berharap:

1) mobilisasi bantuan militer saat musuh menyerang menjadi lebih cepat;

2) dapat mengontrol pergerakan orang-orang pribumi dengan adanya patroli-patroli militer;

3) mempersingkat waktu tempuh komoditas perkebunan hasil sistem tanam paksa (cuultur-

stelsel) dari tempat produksi hingga pelabuhan ekspor, sehingga barang ekspor tidak

rusak dan tidak jatuh harganya di pasaran; dan

4) perkembangan informasi yang terjadi begitu cepat dapat diketahui dengan segera melalui

jasa pengiriman kabar/surat.

Sumber: Wikimedia (Koleksi Museum Tropen)2

Gambar-1. Suasana Jalan Raya Pos di

Kampung Cibabat, Jawa Timur.

1Toer, P. A. (2005). Dari Lentera Dipantara. Dalam P. A. Toer, Jalan Raya Pos, Jalan

2http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/2/2a/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_De_Groot

e_Postweg_bij_Kampong_Tjibabat_West-Java_TMnr_10007756.jpg

Sejarah Perkembangan Jalan Raya di Indonesia 3

Sumber: Wikimedia3

Gambar-2. Jalur Jalan Raya Pos (De Groote Postweg) saat dibangun pada tahun 1809.

Tidak banyak literatur yang menulis secara rinci sejarah pembuatan berikut spesifikasi

teknis Jalan Raya Pos. Akan tetapi bila menilik dari fungsi dan waktu pembuatan, dapat

diperkirakan jalan tersebut menggunakan metode Telford-Macadam atau paling tidak

mendekati teknik tersebut. Metode tersebut ditemukan pada akhir abad ke-18 di Eropa.

Beberapa literatur menyatakan, jalan ini dibangun tanpa perencanaan yang terlalu teknis, baik

secara geometris maupun metode perkerasan yang akan digunakan.

Thomas Telford (1757-1834) yang berkebangsaan Inggris menciptakan konstruksi

perkerasan jalan dengan menggunakan prinsip berdesak-desakannya batu seperti pada

jembatan lengkung karena ia memang ahli jembatan lengkung dari batu. Kemiripan jalan

yang ia rancang dengan jembatan lengkung adalah penampang jalan bila dilihat secara

melintang. Saat jalan (lengkungan) menerima beban, maka konstruksi lengkung (seolah)

melendut searah gaya/beban. Saat itu terjadi, batu-batu menjadi terdesak dan saling merapat

sehingga konstruksi menjadi lebih kokoh. Namun, perkerasan ini dirasakan kurang praktis

dan memakan waktu yang cukup banyak karena batu-batu yang digunakan harus disusun

dengan tangan satu per-satu.

Gambar-3. Bentuk penampang melintang perkerasan metode Telford.

Pada saat yang bersamaan, tepatnya pada tahun 1815, pria Skotlandia, John London

McAdam (1756-1836) memperkenalkan konstruksi perkerasan jalan dengan prinsip tumpang

tindih menggunakan batu-batu pecah. Konstruksi ini terdiri dari gradasi ukuran tumpukan

batuan, yang berada di dasar perkerasan adalah batu dengan ukuran yang terbesar—

3 http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/f/f7/Java_Great_Post_Road.svg/2000px-

Java_Great_Post_Road.svg.png

Sejarah Perkembangan Jalan Raya di Indonesia 4

berukuran 3—dan batu dengan ukuran terkecil berada di permukaan perkerasan. McAdam

juga membuat permukaan jalan lebih tinggi dari lingkungan sekelilingnya, sehingga air dapat

mengalir dan tidak merusak permukaan jalan. Keunggulan perkerasan jalan metode ini

adalah dapat dibuat dengan bantuan dengan mesin sehingga metode ini dianggap sangat

berhasil. Kedua metode perkerasan tersebut selanjutnya lazim digunakan bersamaan pada

sebuah konstruksi jalan raya. Oleh karena itu, kemudian dikenal metode perkerasan jalan

Telford-Macadam seperti tersebut di atas. Kata Macadam berasal dari nama McAdam.

Gambar-4. Bentuk penampang melintang perkerasan metode Macadam.

Dengan sistem perkerasan jalan seperti ini, pengguna jalan seperti para penunggang

kuda, kereta kuda, kendaraan militer, maupun gerobak pengangkut barang dapat bergerak

dengan lebih leluasa. Setelah terbangunnya Jalan Raya Pos yang juga terkadang dikenal

dengan Jalan Daendels ini, perjalanan darat Surabaya-Batavia yang sebelumnya harus

ditempuh dalam waktu 40 (empat puluh) hari bisa dicapai dalam waktu 7 (tujuh) hari saja.

Era Baru Metode Perkerasan Jalan Raya

Sejak tahun 1830-an dimana kereta api dan infrastrukturnya dibangun dimana-mana—

termasuk di Pulau Jawa (lihat gambar-2)—sistem perkerasan jalan raya dengan metode

perkerasan ini tetap dikenal hingga ditemukannya kendaraan seperti sepeda maupun

kendaraan bermotor pada akhir abad ke-19.

Gambar-4. Jalur kereta api (warna merah) Hindia-Belanda di Pulau Jawa yang berkembang pesat

pada tahun 1893 yang menghubungkan kota Jakarta/Batavia-Bogor/Buitenzorg-Bandung-Cilacap-

Yogyakarta-Surakarta-Surabaya-Probolinggo.

Sejarah Perkembangan Jalan Raya di Indonesia 5

Pada awal abad ke-20 saat kendaraan bermotor mulai banyak dimiliki masyarakat, timbul

pemikiran untuk membangun jalan raya yang lebih menyamankan dan aman. Kendaraan

dengan mesin yang dapat melaju lebih kencang memberikan guncangan yang lebih keras dan

ini sangat tidak nyaman bagi para pengendara saat berjalan pada jalan raya yang ada, hal ini

yang kemudian melahirkan metode perkerasan baru. Di Barat, konstruksi jalan raya telah

dikaji secara mendalam dimana mereka mulai memperhatikan seperti:

1) perhitungan tebal perkerasan;

2) konstruksi perkerasan dan lapisan penutup;

3) perencanaan geometris.

Teknologi ini segera menyebar ke seluruh dunia bersamaan dengan penjajahan maupun

kolonialisme yang terjadi di sebagian besar wilayah dunia, termasuk Indonesia di bawah

penjajahan Belanda. Bentuk konstruksi perkerasan jalan raya yang lazim bahkan hingga saat

ini adalah seperti gambar di bawah ini.

Keterangan:

A : Lapisan Penutup/Aspalan

A1 : Lapisan Penutup (Surface)

A2 : Lapisan Pengikat (Binder)

B : Perkerasan

B1 : Perkerasan Atas (Base)

B2 : Perkerasan Bawah (Sub-Base)

C : Tanah Dasar (Sub-Grade)

Konstruksi perkerasan berlapis-lapis seperti ini dikenal dengan konstruksi sandwich atau

kue lapis, merupakan suatu konstruksi plaat elastis yang terletak pada suatu landasan yang

elastis pula (tanah dasar). Konstruksi seperti ini termasuk sistem konstruksi statis tak tentu

A1

A2

B1

B2

C

Sejarah Perkembangan Jalan Raya di Indonesia 6

(statisch onbepaald) bertingkat banyak. Perbedaan kondisi tersebut dengan konstruksi statis

tertentu—misalnya pada jembatan gelagar—adalah:

a) pada konstruksi statis tertentu pembagian kekuatan-kekuatan (momen-momen dan gaya-

gaya) dari muatan pada bagian-bagian konstruksi dan pandemen tidak bergantung pada

kekuatan dan ukuran (E dan I) bagian/batang konstruksi tersebut, sehingga perhitungan

menjadi lebih sederhana; sementara

b) pada konstruksi statis tidak tertentu pembagian kekuatan dari muatan pada bagian

konstruksi dan pandemen tergantung pada kekuatan dan ukuran (E dan I) dari bagian

konstruksi tersebut, sehingga perhitungan menjadi rumit.

Sumber: Wikipedia

Gambar-5. Contoh potongan melintang

perkerasan jalan tipikal di Amerika Serikat

Perkembangan Metode Perkerasan Jalan Raya di Indonesia

Selanjutnya, perkembangan cara perhitungan tebal konstruksi perkerasan di Indonesia

dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu

Tahap ke-1 : menitikberatkan kepada pengalaman-pengalaman di lapangan, sehingga

rumus/perhitungan yang diperoleh adalah rumus-rumus empiris;

Tahap ke-2 : menitikberatkan kepada teori dan analisis meski hanya merupakan teori

pendekatan yang dilengkapi dengan pengalaman; rumus yang diperoleh

adalah rumus-rumus teoretis yang dilengkapi dengan koefisien-koefisien

hasil pengalaman untuk keperluan praktik disertai pula dengan grafik atau

nomogram;

Sejarah Perkembangan Jalan Raya di Indonesia 7

Tahap ke-3 : mengembangkan rumus-rumus teoretis tersebut di atas dengan percobaan

yang intensif di laboratorium sehingga menghasilkan rumus/persamaan

analitis yang dilengkapi dengan rumus empiris laboratorium.

Pada tahun 1980-an diperkenalkan perkerasan jalan dengan aspal emulsi dan butas, tetapi

dalam pelaksanaan atau pemakaian aspal butas terdapat permasalahan dalam hal variasi kadar

aspalnya yang kemudian disempurnakan pada tahun 1990 dengan teknologi beton mastik.

Perkembangan konstruksi perkerasan jalan menggunakan aspal panas (hot mix) mulai

berkembang di Indonesia pada tahun 1975, kemudian disusul dengan jenis yang lain seperti

aspal beton (asphalt concrete/AC) dan lain-lain. Teknik-teknik tersebut kebanyakan hanya

mengembangkan jenis lapisan penutup tempat dimana muatan/beban langsung

bersinggungan. Perkembangan dan inovasi tersebut dilakukan demi menjaga keamanan dan

kenyamanan pengguna jalan sekaligus diharapkan dapat mereduksi biaya pembuatan maupun

perawatan (maintenance).

Konstruksi perkerasan menggunakan semen sebagai bahan pengikat telah ditemukan

pada tahun 1828 di London tetapi konstruksi perkerasan ini baru mulai berkembang pada

awal 1900-an. Konstruksi perkerasan menggunakan semen atau concrete pavement mulai

dipergunakan di Indonesia secara besar-besaran pada awal tahun 1970 yaitu pada

pembangunan Jalan Tol Prof. Sediyatmo. Metode ini selain menghasilkan jalan yang relatif

tahan terhadap air—musuh utama aspal—juga dapat dikerjakan dalam waktu yang cukup

singkat.

Secara umum perkembangan konstruksi perkerasan di Indonesia mulai berkembang pesat

sejak tahun 1970 dimana mulai diperkenalkannya pembangunan perkerasan jalan sesuai

dengan fungsinya. Sementara perencanaan geometrik jalan seperti sekarang ini baru dikenal

sekitar pertengahan tahun 1960 dan baru berkembang dengan cukup pesat sejak tahun 1980.

Klasifikasi Jalan: Kelas dan Fungsi Jalan

Dalam perkembangannya pada abad ke-21 ini, jalan tidak hanya dipandang sebagai

prasarana distribusi dan komunikasi. Jalan memiliki andil yang sangat besar dalam

mengantarkan manusia ke keadaan yang kita sebut era modern ini. Studi khusus mengenai

jalan berikut perlindungannya diatur dalam peraturan-peraturan maupun perundang-undangan

resmi pemerintahan sehingga dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Jalan-jalan yang ada, tentu saja tidak memiliki fungsi dan spesifikasi yang sama antara

jalan yang satu dengan yang lainnya. Masing-masing memiliki fungsi dan spesifikasi

tersendiri. Tiap jalan diklasifikasi menurut ketentuan klasifikasi tertentu.

Sejarah Perkembangan Jalan Raya di Indonesia 8

Berikut Tabel Pengelompokan Kelas Jalan berdasarkan seluruh klasifikasi.

No. Pembagian Klasifikasi

A. berdasarkan Peruntukannya (2) 1. Jalan Umum

2. Jalan Khusus

B. berdasarkan Sistem (2) 1. Sistem Jaringan Jalan Primer

2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder

C. berdasarkan Fungsi (4) 1. Jalan Arteri

2. Jalan Kolektor

3. Jalan Lokal

4. Jalan Lingkungan

D. berdasarkan Status (5) 1. Jalan Nasional

2. Jalan Provinsi

3. Jalan Kabupaten

4. Jalan Kota

5. Jalan Desa

E. berdasarkan Kelas Jalan (5) 1. Jalan Bebas Hambatan (Freeway)

2. Jalan Raya (Highway)

3. Jalan Sedang (Road)

4. Jalan Kecil (Street)

A. Kelas jalan berdasarkan peruntukannya:

Pengelompokan ini dapat diklasifikasi ke dalam dua sistem, yaitu

1) Jalan Umum: jalan yang dapat digunakan oleh publik

2) Jalan Khusus: jalan yang hanya dapat digunakan oleh pihak dengan kriteria tertentu

sesuai dengan yang ditetapkan oleh pemilik jalan tersebut.

Selanjutnya, jalan umum sendiri masih dapat diklasifikasikan ke dalam empat kriteria

berikut seperti tersebut dalam tabel di atas.

B. Kelas jalan berdasarkan sistemnya

Pengelompokan ini dapat diklasifikasi ke dalam dua sistem, yaitu Sistem jaringan

jalan primer dan Sistem jaringan jalan sekunder.

Sistem Jaringan Jalan Primer: Sistem jaringan yang memiliki peranan pelayanan

distribusi barang dan jasa yang berguna meningkatkan pengembangan semua

wilayah tingkat nasional dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi atau

dengan kata lain pusat kegiatan.

Sejarah Perkembangan Jalan Raya di Indonesia 9

Sistem Jaringan Jalan Sekunder: Sistem jaringan yang berperan melayani distribusi

barang dan jasa untuk masyarakat di kawasan perkotaan.

C. Kelas jalan berdasarkan fungsinya

Klasifikasi ini dikelompokkan ke dalam empat bagian, yaitu kelas jalan I, kelas jalan

II, kelas jalan III, dan kelas jalan khusus.

Berikut tabel pengelompokannya:

Kelas Jalan Fungsi Jalan

Dimensi maksimum dan MST kendaraan bermotor yang

harus mampu ditampung

Lebar Panjang Tinggi MST

(mm) (mm) (mm) Ton

Draft RUU final tentang LALU-LINTAS dan ANGKUTAN-JALAN ps. 19 (Mei 2009)

I Arteri dan

Kolektor 2.500 18.000 4.200 10

II Arteri,

Kolektor,

Lokal, dan

Lingkungan

2.500 12.000 4.200 8

III 2.100 9.000 3.500 8*

Khusus Arteri Melebihi

2.500

Melebihi

12.000 4.200 Melebihi 10

Catatan:

*Dalam keadaan tertentu daya dukung jalan (MST) kelas III dapat ditetapkan lebih

rendah dari 8 ton (ps 19 ayat (3) RUU LL & AJ.

Berikut merupakan definisi dan fungsi dari pengelompokan jalan di atas:

Jalan Arteri: Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama yang memiliki ciri

perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi

secara berdaya guna.

Jalan Kolektor: Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul dengan

ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk

dibatasi.

Jalan Lokal: Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri

perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan tidak dibatasi.

Jalan Lingkungan: Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan

ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.

Sejarah Perkembangan Jalan Raya di Indonesia 10

D. Kelas jalan menurut statusnya

Klasifikasi ini dapat dikelompokkan ke dalam lima jalan, yaitu Jalan Nasional, Jalan

Provinsi, Jalan Kabupaten, Jalan Kota, dan Jalan Desa.

Jalan Nasional: Jalan arteri dan jalan kolektor yang ada dalam sistem jaringan jalan

primer yang menghubungkan antar-ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta

jalan tol.

Jalan Provinsi: Jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang

menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota

kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.

Jalan Kabupaten: Jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk

Jalan Nasional maupun Jalan Provinsi, yang menghubungkan ibukota kabupaten

dengan ibukota kecamatan, antar-ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat

kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan

jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.

Jalan Kota: Jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan

antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil,

menghubungkan antar-persil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang

berada di dalam kota.

Jalan Desa: Jalan umum yang menghubungkan kawasan dan atau antar permukiman

di dalam desa, serta jalan lingkungan.

E. Kelas jalan dan spesifikasinya berdasarkan penyediaan prasarana jalan.

Pengaturan jalan dalam pengelompokan kelas jalan ini mengikuti peraturan LLAJ.

Berikut tabel pengelompokannya

Kelas

Jalan

Spesifikasi Jalan

Diperuntukkan

bagi lalu lintas

Pengendalian

akses

Persimpangan

sebidang

Jumlah

Lajur

Minimum

Lebar

lajur atau

jalur

minimum

Median Pagar

Jalan

Bebas

Hambatan Umum,

menerus,

berjarak jauh

Terkontrol

penuh Tidak ada

2 lajur per

arah

3,50 m

per lajur Median

Pagar

Rumija

Jalan

Raya Terbatas Ada

2 lajur per

arah

3,50 m

per lajur Median -

Jalan

Sedang

Umum,

berjarak sedang Tidak diatur Ada

2 lajur

untuk 2

arah

Jalur Min

7,00 m - -

Sejarah Perkembangan Jalan Raya di Indonesia 11

Kelas

Jalan

Spesifikasi Jalan

Diperuntukkan

bagi lalu lintas

Pengendalian

akses

Persimpangan

sebidang

Jumlah

Lajur

Minimum

Lebar

lajur atau

jalur

minimum

Median Pagar

Jalan

Kecil

Umum,

setempat Tidak diatur Ada

2 lajur

untuk 2

arah

Jalur Min

5,50 m - -

Pengaturan Kelas Jalan oleh Pemerintah

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelompokan kelas jalan sudah diatur oleh

pemerintah. Tata cara pengaturan kelas jalan ini terdapat di dalam perundang-undangan, yaitu

pada UU No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Ini terdapat pada bagian

kedua mengenai ruang lalu lintas, paragraf satu, pasal 19 dan pasal 20 yang berbunyi:

Pasal 19

1) Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas berdasarkan:

a. Fungsi dan intensitas Lalu Lintas guna kepentingan pengaturan penggunaan Jalan dan

Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan

b. Daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi Kendaraan

Bermotor.

2) Pengelompokan Jalan menurut kelas Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri

atas:

a. Jalan kelas I, yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor

dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran

panjang tidak melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi

4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 10 (sepuluh) ton;

b. Jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui

Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus)

milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 (dua belas ribu) milimeter, ukuran

paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8

(delapan) ton;

c. Jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui

Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus)

milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 (sembilan ribu) milimeter, ukuran

paling tinggi 3.500 (tiga ribu lima ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8

(delapan) ton;

Sejarah Perkembangan Jalan Raya di Indonesia 12

d. Jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan

ukuran lebar melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang melebihi

18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua

ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 (sepuluh) ton.

3) Dalam keadaan tertentu daya dukung jalan kelas III sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

huruf c dapat ditetapkan muatan sumbu terberat kurang dari 8 (delapan) ton.

4) Kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan diatur sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang jalan.

5) Ketentuan lebih lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

huruf d diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 20

1) Penetapan kelas jalan pada setiap ruas jalan dilakukan oleh:

a. pemerintah, untuk jalan nasional;

b. pemerintah provinsi, untuk jalan provinsi;

c. pemerintah kabupaten, untuk jalan kabupaten; atau

d. pemerintah kota, untuk jalan kota.

2) Kelas jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas.

3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelompokan kelas jalan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 19 dan tata cara penetapan kelas jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat

(2) diatur dengan peraturan pemerintah.

Referensi

Siregar, M. L. (2010). Fungsi dan Peranan Jalan Klasifikasi Jalan. Kuliah II Mata Ajaran

Teknik Jalan Raya. Depok: Departemen Teknik Sipil, FTUI.

Soedarsono. (1993). Sejarah dan Fungsi Jalan. Dalam Soedarsono, Konstruksi Jalan Raya

(hal. 1-9). Jakarta: Badan Penerbit Departemen Pekerjaan Umum.

Toer, P. A. (2005). Dari Lentera Dipantara. Dalam P. A. Toer, Jalan Raya Pos, Jalan

Daendels (hal. 5). Jakarta: Lentera Dipantara.

Wikipedia, T. (2010, Desember 28). History of Road Transport: New construction methods in

the 18th and 19th centuries. Dipetik Februari 11, 2010, dari Wikipedia:

http://en.wikipedia.org/wiki/History_of_road_transport

Wikipedia, T. (2009, November 12). Klasifikasi Jalan. Dipetik Februari 5, 2010, dari

Wikipedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Klasifikasi_jalan

Wikipedia, T. (2010, Februari 7). Road: Construction. Dipetik Februari 11, 2010, dari

Wikipedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Road